penerapan audit penghitungan kerugian keuangan …

57
i PENERAPAN AUDIT PENGHITUNGAN KERUGIAN KEUANGAN NEGARA DALAM PENANGANAN TINDAK PIDANA KORUPSI TESIS Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk memperoleh Gelar Magister Hukum pada Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar OLEH : LA BARIA NIM : P0900215017 PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2017

Upload: others

Post on 24-Oct-2021

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENERAPAN AUDIT PENGHITUNGAN KERUGIAN KEUANGAN …

i

PENERAPAN AUDIT PENGHITUNGAN KERUGIAN KEUANGAN

NEGARA DALAM PENANGANAN TINDAK PIDANA KORUPSI

TESIS

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk memperoleh Gelar Magister Hukum pada

Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum

Universitas Hasanuddin Makassar

OLEH :

LA BARIA

NIM : P0900215017

PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2017

Page 2: PENERAPAN AUDIT PENGHITUNGAN KERUGIAN KEUANGAN …

ii

HALAMAN PERSETUJUAN

PENERAPAN AUDIT PENGHITUNGAN KERUGIAN KEUANGAN

NEGARA DALAM PENANGANAN TINDAK PIDANA KORUPSI

OLEH :

LA BARIA

NIM : P0900215017

Telah Diperiksa dan Disetujui Untuk Mengikuti Ujian Tesis Pada Program Studi Ilmu

Hukum Pascasarjana Fakultas Hukum

Universitas Hasanuddin Makassar

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. M. Djafar Saidi, S.H., M.H. Prof. Dr. Aminuddin Ilmar, S.H., M.H.

Mengetahui :

Plt. Ketua Program Studi S2 Ilmu Hukum

Prof. Dr. Farida Patittingi, S.H., M.Hum.

Page 3: PENERAPAN AUDIT PENGHITUNGAN KERUGIAN KEUANGAN …

iii

ABSTRAK

LA BARIA. Penerapan Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara (PKKN)

Dalam Penanganan Tindak Pidana Korupsi (Studi Dugaan Tindak Pidana Korupsi

Penyalahgunaan Dana Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Khusus Pada

Dinas Kehutanan Kabupaten Konawe Utara Tahun Anggaran 2015). (dibimbing

oleh M. DJAFAR SAIDI dan AMINUDDIN ILMAR).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan (1)

penerapan audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara dan (2) kekuatan

pembuktian audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara (PKKN) atas dugaan

tindak pidana korupsi di Dinas Kehutanan Kabupaten Konawe Utara.

Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan

perundang-undangan dan pendekatan kasus. Pengumpulan data menggunakan

metode studi dokumen atau bahan purtaka dan studi lapangan yang berkaitan

dengan Audit BPKP dalam rangka Penghitungan Kerugian Keuangan Negara.

Hasil penelitian menunjukan bahwa (1) penerapan audit Penghitungan

Kerugian Keuangan Negara dalam penangangan kasus dugaan tindak pidana

korupsi dana Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Khusus (DAK)

pada Dinas Kehutanan Kab. Konut dan (2) kekuatan pembuktian audit PKKN atas

kasus tersebut yakni sebagai alat bukti surat karena kasus tersebut belum masuk

ranah pengadilan, namun kasus tersebut mengacu pada data yang ada di BPKP

bahwa semua hasil audit PKKN yang dilakukan oleh BPKP perwakilan daerah

Sultra pada ranah pengadilan selalu dibutuhkan keterangan Ahli dari BPKP.

Demikian halnya dengan audit PKKN atas dugaan tindak pidana korupsi tersebut,

keterangan Ahli dari BPKP dapat member pengaruh keyakinan Hakim dalam

menjatuhkan putusan.

Kata kunci : Keuangan Negara, Perhitungan Kerugian, Audit, Tindak Pidana

Korupsi, Pembuktian.

Page 4: PENERAPAN AUDIT PENGHITUNGAN KERUGIAN KEUANGAN …

iv

ABSTACT

LA BARIA. Implementation Of State Budget Loss Audit (PKKN) in Handling of

Corruption Crime (Study of Alleged Crime Of Corruption Misuse of Local Original

Income Fund and Special Allocation Fund at North Konawe Forestry Service Office of

Fiscal Year 2015). (Guided by M. DJAFAR SAIDI and AMINUDDIN ILMAR).

This study aims to identify and explain (1) the implementation ot the audit of

State Financial losses and (2) the strength of audit evidence of the State Financial

Losses (PKKN) on the alleged corruption crime in the North Konawe District Forestry

Office.

This research uses normative juridical method with approach of legislation and

case approach. Data collection using document study method or materials of purtaka

and field study related to BPKP Audit in order to Calculate State Financial Losses.

The result of the research shows that (1) the implementation of audit of State

Financial Losses in the handling of cases of alleged corruption of local revenue (PAD)

and Special Allocation Fund (DAK) at the Forestry Service of Kab. Konut and (2) the

strength of the verification of the PKKN audit on the case as a proof of letter because

the case has not yet entered the court domain, but the case refers to the data contained in

BPKP that all PKKN audit results conducted by BPKP regional representatives of

Southeast Sulawesi in the realm of the court Always needed information from BPKP

Expert. Similarly, with the PKKN audit of alleged corruption, the expert's statement

from BPKP can influence the Judge's confidence in deciding the verdict.

Keywords : State Finance, Loss Calculation, Audit, Corruption, Proof.

Page 5: PENERAPAN AUDIT PENGHITUNGAN KERUGIAN KEUANGAN …

v

DAFTAR SINGKATAN

PKKN Penghitungan Kerugian Keuangan Negara.

BPKP Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan.

BPK Badan Pemeriksa Keuangan.

PAD Pendapatan Asli Daerah.

DAK Dana Alokasi Khusus.

LHA Laporan Hasil Audit.

APBN Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

UUKN

KUHP

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan

Negara.

Kita Undang-Undang Hukum Pidana.

KUHAP Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara

Pidana.

UU BPK

BUMN

BUMD

HPS

APIP

KPA

PPK

PP

Perpres

Kepres

LHPKKN

MK

SKKNI

KKA

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan

Pemeriksa Keuangan.

Badan Usaha Milik Negara.

Badan Usaha Milik Daerah.

Harga Perkiraan Sendiri.

Aparat Pengawasan Internal Pemerintah.

Kuasa Pengguna Anggaran.

Pejabat Pembuat Komitmen.

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem

Pengendalian Intern Pemerintah.

Peraturan Presiden Nomor 192 tahun 2014 tentang BPKP yang

menggantikan Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001

beserta perubahannya.

Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang kedudukan,

tugas, Fungsi, Pengawasan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja

Lembaga Pemerintah Non - Departemen .

Laporan Hasil Penghitungan Kerugian Keuangan Negara.

Mahkamah Konstitusi Nomor 31/PUU-X/2012 tanggal 23

Oktober 2012.

Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia.

Kertas Kerja Audit

Page 6: PENERAPAN AUDIT PENGHITUNGAN KERUGIAN KEUANGAN …

vi

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Kuasa, karena atas

anugerahNya penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis ini yang merupakan salah

satu persyaratan akademik guna memperoleh gelar magister di bidang ilmu hukum pada

Program Studi IlmuHukum Pascasarjana Universitas Hasanuddin Makassar Propinsi

Sulawesi Selatan.

Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan

karena keterbatasan yang dimiliki oleh penulis. Oleh karena itu, sangat diharapkan

berbagai masukan dan saran dari para penguji maupun peneliti-peneliti lain untuk

kesempurnaannya.

Selama dalam penyelesaian penulisan tesis ini, penulis banyak mendapat

bimbingan, arahan, petunjuk dan saran dari beberapa pihak, khususnya yang amat

terpelajar tim pembimbing dan tim penguji. Maka pada kesempatan ini, penulis

menyampaikan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Prof. Dr. M. Djafar Saidi, S.H., M.H. selaku Pembimbing I, yang begitu banyak

meluangkan waktunya membimbing dan memberi petunjuk kepada penulis.

2. Prof. Dr. Aminuddin Ilmar, S.H., M.H. Selaku Pembimbing II yang selalu

dengan ikhlas meluangkan waktunya membimbing dan memberi petunjuk

kepada penulis.

3. Prof. Dr. Marthen Arie, S.H., M.H., Prof. Dr. Achmad Ruslan, S.H., M.H., dan

Dr. Muhammad Hasrul, S.H., M.H., masing-masing selaku komisi penguji, yang

telah banyak memberikan masukan, petunjuk dan saran untuk kesempurnaan

penulisan tesis ini.

Page 7: PENERAPAN AUDIT PENGHITUNGAN KERUGIAN KEUANGAN …

vii

4. Rektor Universitas Hassanuddin, Prof. Dr. Dwia Aries Tina, MA. yang telah

memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti Program Pascasarjana

di Universitas Hasanuddin.

5. Dekan Fakultas Hukum Unhas Prof. Dr. Farida Patitingi, S.H., M.Hum. yang

memberi kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan magister pada

program studi ilmu hukum.

6. Para Pembantu Dekan, staf pengajar dan pegawai Fakultas Hukum Universitas

Hasanuddin yang telah banyak membantu penulis selama menempuh pendidikan

magister pada program studi ilmu hukum.

7. Dosen S2 Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin yang

memberi kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan magister pada

program studi ilmu hukum.

Pada kesempatan ini pula, penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan

penghargaan setinggi-tingginya, kepada:

1. Kapolda Sultra Bapak Brigjend Pol. Andap Budhi Revianto, S.IK yang telah

memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan magister

pada program studi ilmu hukum.

2. Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Sultra Bapak Kombes Pol. Wira Satya

Triputra, S.IK, M.H.

3. Kasubdit III Tipidkor Polda Sultra Bapak AKBP Honesto Ruddy Dasinglolo,

S.Sos

4. Koordinator Pengawasan Bidang Investigasi BPKP Perwakilan Provinsi

Sulawesi Tenggara Bapak Lindung Saut Maruli Sirait, SE., Ak., M.Si., CFE.,

CA., CFrA.

Page 8: PENERAPAN AUDIT PENGHITUNGAN KERUGIAN KEUANGAN …

viii

5. Teman-teman seperjuangan Kelas Program Pascasarjana S2 program studi ilmu

hukum Universitas Hasanuddin Angkatan 2015.

6. Pimpinan-pimpinan Lembaga/Instansi di tempat penulis meniliti, yang telah

banyak memberi data-data, masukan dan petunjuk kepada penulis dalam

menyusun penelitian tesis ini.

7. Secara khusus tesis ini kupersembahkan buat yang tercinta Ayahanda Alm. La

Hali dan Ibunda Wa Kombihu.

8. Keluarga Kecil saya yang kukasihi Istri tercinta Wa Ode Trisnasiswaty, SE, dan

yang tersayang anakku Zalfa Kirana Al-Iffah dan Muh. Zaldi Al-Fariza, berkat

doa dan dukungannya yang terus-menerus serta dengan penuh kesabaran,

pengharapan kepada penulis selama menempuh pendidikan pada Program

Pascasarjana S2 program studi ilmu hukum Universitas Hasanuddin.

9. Berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak

membantu penulis, diucapkan banyak terima kasih atas semua dukungannya,

baik moril maupun materil selama penulis menempuh pendidikan S2 ini.

Semoga Allah Yang Maha Kuasa, senantiasa memberikan bimbingan kepada kita semua

sehingga tesis ini dapat bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan hukum.

Page 9: PENERAPAN AUDIT PENGHITUNGAN KERUGIAN KEUANGAN …

ix

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i

HALAMAN PERSETUJUAN ..…………………………....................................

ABSTRAK ………………………………………………………………...........

ABSTRACK ………………………………………………………………...........

DAFTAR SINGKATAN …………………………………………………...........

UCAPAN TERIMA KASIH ………………………………………….…............

ii

iii

iv

v

vi

DAFTAR ISI ………………………………………….......................................... vii

BAB I PENDAHULUAN

A. 1.1. Latar Belakang ……………………………................................ 1

B. Rumusan Masalah …………………………............................... 6

C. Tujuan Penelitian ......................................................................... 7

D. Manfaat Penelitian ....................................................................... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Kerugian Keuangan Negara ............... 8

1.1. Pengertian Keuangan Negara ............................................. 8

1.2. Pengertian Kerugian Keuangan Negara ............................. 11

1.3. Ruang Lingkup Kerugian Keuangan Negara ...................... 13

1.4. Penetapan Kerugian Keuangan Negara ............................... 16

1.5. Timbulnya Kerugian Keuangan Negara ….......................... 18

1.6. Tahap-Tahap Perhitungan Kerugian Negara ....................... 20

1.7. Metode Penghitungan Kerugian Negara ............................. 21

B. Tinjauan Umum Tentang Korupsi ............................................... 26

2.1. Pengertian Korupsi ............................................................. 26

Page 10: PENERAPAN AUDIT PENGHITUNGAN KERUGIAN KEUANGAN …

x

2.2. Tindak Pidana Korupsi ....................................................... 27

C. Tinjauan Umum Tentang Pembuktian ......................................... 31

3.1. Pengertian Pembuktian ....................................................... 31

3.2. Sistem Pembuktian .............................................................. 34

3.3. Alat Bukti dalam KUHAP .................................................. 36

D.

E.

Kerangka Pemikiran ............................................................

Bagan Kerangka Pikir ..................................................................

41

43

F. Definisi Operasional .................................................................... 44

BAB III METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian ............................................................................. 46

B. Lokasi Penelitian .......................................................................... 46

C. Jenis dan Sumber Data ................................................................. 47

D. Teknik Pengumpulan Data ........................................................... 48

E. Analisis Data ................................................................................ 48

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Kasus Posisi Dugaan Tindak Pidana Korupsi di Kabupaten

Konawe Utara ............................................................................. 50

B. Penerapan Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara

dalam Penanganan Tindak Pidana Korupsi di Kabupaten

Konawe Utara ............................................................................. 53

1. Lembaga yang Berwenang dalam Audit PKKN .................... 53

2. Langkah-Langkah Yang digunakan dalam Audit PKKN ...... 62

3. Metode Yang Digunakan dalam Audit PKKN ...................... 74

C. Kekuatan Pembuktian Audit Penghitungan Kerugian Keuangan

Negara dalam Penanganan Tindak Pidana Korupsi di

Page 11: PENERAPAN AUDIT PENGHITUNGAN KERUGIAN KEUANGAN …

xi

Kabupaten Konawe Utara ........................................................... 78

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan .................................................................................................. 87

B. Saran ............................................................................................................ 88

DAF TAR PUSTAKA ……………………..............…………………………..... 90

Page 12: PENERAPAN AUDIT PENGHITUNGAN KERUGIAN KEUANGAN …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia berdasarkan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 adalah negara hukum, hal ini secara tegas

menyatakan bahwa Negara Indonesia merupakan negara hukum. Salah satu ciri dari

negara hukum adalah menjunjung tinggi hukum dengan tidak ada kecualinya

(equality before the law).

Tujuan dari negara yang menganut sistem negara hukum adalah untuk

mencapai suatu kehidupan yang adil dan makmur bagi warganya, yang berdasar

kepada Ketuhanan Yang Maha Esa. Tujuan tersebut dapat tercapai apabila masalah

hukum ditempatkan pada kedudukan yang sesungguhnya, sesuai dengan aturan

yang berlaku dalam negara. Di negara Indonesia hukum dijadikan suatu aturan,

kaidah atau norma yang telah disepakati bersama dan karenanya harus

dipertahankan dan ditaati bersama pula, baik oleh pemerintah maupun masyarakat

dalam rangka pelaksanaan hak dan kewajiban masing-masing.

Proses penegakan hukum di Indonesia berkaitan erat dengan proses

pembangunan negara, karena pembangunan negara disamping dapat menimbulkan

kemajuan dalam kehidupan masyarakat, dapat juga mengakibatkan perubahan

kondisi sosial masyarakat yang memiliki dampak sosial negatif, terutama

menyangkut masalah peningkatan tindak pidana yang meresahkan masyarakat.

Untuk itu diperlukan penegakan hukum. Salah satu tindak pidana yang cukup

fenomenal adalah korupsi. Karena tindak pidana ini tidak hanya merugikan

Page 13: PENERAPAN AUDIT PENGHITUNGAN KERUGIAN KEUANGAN …

2

keuangan negara, tetapi juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan

ekonomi masyarakat 1.

Pasca Krisis Moneter tahun 1997 yang membuat perekonomian menjadi

lesu dan menghancurkan rezim orde baru yang berkuasa berimbas ke berbagai

aspek dari ekonomi, politik, hukum dan tata negara, Sistem perekonomian yang

dibangun orde baru dengan kekuasaan sekelompok elit politik dan didukung militer

telah menampakkan kebobrokannya, dimana faktor kolusi, korupsi dan nepotisme

menjadi sebab utama mengapa negara ini tidak mampu bertahan dari krisis bahkan

dampaknya masih terasa hingga sekarang.

Reformasi yang dilakukan pemerintah setelah orde baru memberikan

harapan akan adanya perubahan dari sisi demokrasi kepempimpinan melalui

pemilihan umum langsung dan pemilihan kepala daerah, distribusi perekonomian

dengan lebih merata dengan diberlakukannya otonomi daerah maupun transparansi

dan akuntabilitas pemerintah yaitu dengan diberlakukannya Undang-Undang

Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan yang bebas Kolusi Korupsi dan

Nepotisme (KKN), Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-

Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara. Namun

harapan tersebut seakan jauh dari kenyataan.

Kasus korupsi di Indonesia seakan semakin berkembang dengan metode

baru yang lebih canggih. Pemberantasan korupsi dilakukan selama ini kurang

memberikan efek jera yang diharapkan timbul dari terpidananya pelaku koruptor.

1Evi Hartanti. 2006. Tindak Pidana Korupsi. Jakarta: Sinar Grafika, hal.1

Page 14: PENERAPAN AUDIT PENGHITUNGAN KERUGIAN KEUANGAN …

3

Fenomena tersebut terjadi sejak bergulirnya Undang-Undang Pemerintahan Daerah

yaitu dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 sampai Undang-Undang Nomor

23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dimana sistem pemerintahan

mengalami pergeseran dari sistem pemerintahan sentralistik ke sistem pemerintahan

yang desentralisasi. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan bahwa

sebanyak 361 kepala daerah di Indonesia terlibat kasus korupsi. Menurut catatan

Kementerian Dalam Negeri, sebanyak 343 bupati/walikota dan 18 gubernur

tersandung korupsi, dari 343 kasus yang menjerat bupati/walikota, 50 kasus di

antaranya ditangani KPK. Sementara sisanya ditangani oleh aparat penegak hukum

yakni kejaksaan dan kepolisian serta dari 18 kasus yang menjerat gubernur, 16

kasus ditangani oleh KPK dan dua kasus tersisa ditangani oleh kejaksaan2.

Desentralisasi Pemerintahan seakan-akan menjadi kambing hitam penyebab

kondisi tersebut padahal tidaklah demikian adanya, tujuan utama dari desentralisasi

atau otonomi daerah adalah peningkatan kesejahteraan rakyat seperti apa yang

menjadi cita-cita kemerdekaan yang tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

Dengan demikian korupsi dilakukan di tingkat pusat dan daerah-daerah dari

tingkat tinggi ke tingkat yang rendah. Salah satu contoh korupsi yang masuk

kedalam lingkup birokrasi pemerintahan dengan adanya kedua undang-undang

tersebut yaitu dalam kasus korupsi dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

(APBD) baik tingkat kabupaten/kota maupun provinsi dari seluruh daerah di tanah

air.

2http://www.suara.com/news/2016/08/11/054655/kpk-sebanyak-361-kepala-daerah-terlibat-korupsi,

diaskses tanggal 20 Januari 2017 pada pukul 20.45 wita.

Page 15: PENERAPAN AUDIT PENGHITUNGAN KERUGIAN KEUANGAN …

4

Salah satu yang mendorong terjadinya pelanggaran hukum oleh pejabat

negara ini adalah tabiat mereka yang serakah, mungkin juga sikap itu dilandasi rasa

takut bercampur malu kepada oknum pejabat tinggi dan pengusaha kuat yang

berkolusi, rasa berkuasa itulah yang sering membuat seseorang memandang remeh

orang lain dan berani bertindak apa saja, keserakahan ini tumbuh subur karena

lemahnya penegakan hukum serta manajemen yang tidak rapi sehingga kebocoran

tidak bisa segera diketahui dan dikendalikan3.

Berbagai macam kesulitan dihadapi oleh aparat yang berwenang untuk

menyeret pelaku korupsi tersebut. Hambatan tersebut bisa disebabkan karena ada

tekanan politis yang berasal dari campur tangan eksekutif maupun legislatif, atau

dikarenakan oleh rumitnya birokrasi di peradilan. Tidak hanya itu, tidak jarang

aparat penegak hukum juga ikut “bermain” dalam melindungi pelaku korupsi. Hal

inilah yang menjadi salah satu penyebab kasus korupsi sulit untuk diberantas4.

Salah satu pendekatan yang digunakan untuk mengungkap kasus korupsi

adalah dengan Audit Penghitungan Kerugiaan Keuangan Negara (PKKN).

Pendekatan audit Audit Penghitungan Kerugiaan Keuangan Negara dipandang

dapat membantu dalam menganalisis berbagai kasus korupsi di Indonesia

khususnya di pemerintah daerah yang berkaitan dengan korupsi sistemik yang

dilakukan melalui konspirasi yang telah dipersiapkan dengan dukungan dokumen

legal oleh para pelakunya. Di Indonesia, kasus-kasus korupsi yang makin banyak

terungkap dan semakin beragam jenisnya dan belum terlihat ada kecenderungan

penurunan juga pada hakekatnya membuktikan saat ini dan di masa datang makin

3Baharudin Lopa, artikel, Bisnis Indonesia, 21/11/1998.diakses pada tanggal 20 Januari 2017 pada pukul

20.00 wita. 4http://www.antikorupsi.org. Indonesian Court Monitoring. 2004.diaksespadatanggal 20 Januari 2017

padapukul20.00 wita.

Page 16: PENERAPAN AUDIT PENGHITUNGAN KERUGIAN KEUANGAN …

5

diperlukan keahlian dibidang audit. Di Indonesia terlihat peran-peran auditor,

seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawas Keuangan dan

Pembangunan (BPKP) yang diberi kewenangan untuk menghitung kerugian

keuangan negara dalam dugaan tindak pidana korupsi.

Salah satunya adalah laporan hasil audit Audit Penghitungan Kerugiaan

Keuangan Negara yang dilakukan oleh BPKP Perwakilan Provinsi Sulawesi

Tenggara terkait kasus korupsi yang terjadi di Kabupaten Konawe Utara pada

Dinas Kehutanan Kabupaten Konawe Utara Tahun Anggaran 2015 dengan nilai

anggaran total sebesar Rp. 1.502.505.500,- (satu miliyar lima ratus dua juta lima

ratus lima ribu lima ratus rupiah) yang terdiri dari beberapa item pekerjaan yang

bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Khusus (DAK),

yakni:5

1. Kegiatan yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) yaitu kegiatan

pengadaan bahan kelengkapan dan bibit (bibit eboni dan bayam) dengan

anggaran sebesar Rp. 294.250.000,- (dua ratus sembilan puluh empat juta dua

ratus lima puluh ribu rupiah).

2. Kegiatan yang berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK) yaitu Kegiatan

perencanaan penanaman hutan rakyat (jati) dengan anggaran sebesar Rp.

235.300.500,- (dua ratus tiga puluh lima juta tiga ratus ribu lima ratus rupiah),

kegiatan pelaksanaan pengadaan/penanaman hutan rakyat (jati) dengan

anggaran sebesar Rp. 878.010.000,- (delapan ratus tujuh puluh delapan juta

sepuluh ribu rupiah) dan kegiatan pemeliharaan penanaman hutan rakyat (jati)

5 Data Subdit III Tipikor Polda Sultra pada tanggal 15 Desember 2016

Page 17: PENERAPAN AUDIT PENGHITUNGAN KERUGIAN KEUANGAN …

6

dengan anggaran sebesar Rp. 98.945.000,- (sembilan puluh delapan juta

sembilan ratus empat puluh lima ribu rupiah).

Berdasarkan Laporan Hasil Audit (LHA) dalam rangka Penghitungan

Kerugian Keuangan Negara yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan

Pembangunan Perwakilan Provinsi Sulawesi Tenggara, negara mengalami kerugian

sebesar Rp. 935.662.500,- (sembilan ratus tiga puluh lima juta enam ratus enam

puluh dua ribu lima ratus rupiah). Berangkat dari latar belakang tersebut peneliti

tertarik untuk menyusun tesis dengan judul “Penerapan Audit Penghitungan

Kerugian Keuangan Negara dalam Penanganan Tindak Pidana Korupsi (Studi

Laporan Hasil Audit BPKP Atas Dugaan Tindak Pidana Korupsi Penyalahgunaan

Dana Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) Pada Dinas

Kehutanan Kabupaten Konawe Utara Tahun Anggaran 2015)”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dan penjelasan diatas, maka peneliti merumuskan

permasalahannya sebagai berikut:

1. Bagaimana penerapan Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara atas

dugaan tindak pidana korupsi di Kabupaten Konawe Utara ?

2. Bagaimana kekuatan pembuktian Audit Penghitungan Kerugian Keuangan

Negara atas dugaan tindak pidana korupsi di Kabupaten Konawe Utara ?

Page 18: PENERAPAN AUDIT PENGHITUNGAN KERUGIAN KEUANGAN …

7

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui dan menjelaskan penerapan Audit Penghitungan Kerugian

Keuangan Negara atas dugaan tindak pidana korupsi di Kabupaten Konawe

Utara.

2. Untuk mengetahui dan menjelaskan kekuatan pembuktian Audit Penghitungan

Kerugian Keuangan Negara atas dugaan tindak pidana korupsi di Kabupaten

Konawe Utara.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Memberikan gambaran tentang penerapan dan kekuatan pembuktian Audit

Penghitungan Kerugian Keuangan Negara atas dugaan tindak pidana

korupsi di Kabupaten Konawe Utara.

b. Memberikan kontribusi untuk pengembangan ilmu dibidang audit dan

hukum pembuktian dalam upaya pencegahan tindak pidana korupsi.

2. Manfaat Praktis

a. Memberikan informasi kepada masyarakat Indonesia secara umum dan

terkhusus masyarakat Kabupaten Konawe Utara tentang Audit

Penghitungan Kerugian Keuangan Negara atas dugaan tindak pidana

korupsi di Kabupaten Konawe Utara.

b. Memberikan pedoman praktis dan sebagai dasar pertimbangan bagi aparat

penegak hukum dan pejabat daerah yang berkaitan dengan Audit

Penghitungan Kerugian Keuangan Negara atas dugaan tindak pidana

korupsi.

Page 19: PENERAPAN AUDIT PENGHITUNGAN KERUGIAN KEUANGAN …

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Kerugian Keuangan Negara

1.1. Pengertian Keuangan Negara

Menurut Arifin P. Soeria Atmadja mengatakan keuangan negara dalam

arti luas meliputi Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), Anggaran

Pendapatan Belanja Daerah (APBD), Perusahaan Umum (Perum) dan

sebagaianya, sedangkan definisi keuangan negara dalam arti sempit, hanya

meliputi setiap badan hukum yang berwenang mengelola dan

mempertanggungjawabkannya. Keuangan yang meliputi APBN, APBD dan

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) serta Badan Usaha Milik Daerah (BUMD),

tidaklah tepat apabila menggunakan istilah keuangan negara yang lebih tepat

adalah menggunakan istilah Keuangan Publik6.

Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat

dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa

barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak

dan kewajiban tersebut7.

Pengertian dan ruang lingkup keuangan negara yang digunakan dalam

pendekatan merumuskan keuangan negara menurut penjelasan umum angka 3

6 Adrian Sutedi., Hukum Keuangan Negara, 2010, Jakarta: Sinar Grafika, hal.10

7 Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara

Page 20: PENERAPAN AUDIT PENGHITUNGAN KERUGIAN KEUANGAN …

9

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 adalah dari sisi objek, subjek, proses,

dan tujuan8:

a. Dilihat dari sisi objek yang dimaksud dengan keuangan negara meliputi

semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk

kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter dan pengelolaan

kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang

maupun beruba barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan

pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.

b. Dilihat dari sisi obejk yang dimaksud dengan keuangan negara meliputi

seluruh objek sebagaimana tersebut di atas yang dimiliki negara, dan/atau

dikuasai oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, perusahaan

negara/daerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan negara.

c. Dilihat dari sisi proses, keuangan negara mencangkup seluruh rangkaian

kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan objek sebagaimana tersebut di

atas mulai dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan samapai

dengan pertanggungjawaban.

d. Dilihat dari sisi tujuan, keuangan negara meliputi seluruh kebijakan,

kegaitan dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau

penguasaan objek sebagaimana tersebut di atas dalam rangka

penyelenggaraan pemerintahan negara.

Keuangan negara adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun,

yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan, termasuk di dalamnya segala

bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena9:

8 Hernold Ferry Makawimbang, Kerugian Keuangan Negara Dalam Tindak Pidana Korupsi, Suatu

Pendekatan Hukum Progresif, Thafa Media: Semarang, 2014, hal. 6

Page 21: PENERAPAN AUDIT PENGHITUNGAN KERUGIAN KEUANGAN …

10

a. Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban pejabat

lembaga negara, baik di tingkat pusat maupun di daerah;

b. Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban Badan

Usaha Milik Negara/Daerah, yayasan, badan hukum, dan perusahaan yang

menyertakan modal negara, atau perusahaan yang menyertakan modal pidak

ketiga berdasarkan perjanjian dengan negara.

Berdasarkan unsur-unsur tersebut, kerangka pikir keuangan negara

dirumuskan adalah keuangan negara yang dimaksud adalah seluruh kekayaan

negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan,

termasuk di dalamnya segala bentuk apapun, yang dipisahkan atau yang tidak

dipisahkan, termasuk di dalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak

dan kewajiban yang timbul karena “berada dalam penguasaan, pengurusan, dan

pertanggungjawaban10

:

1. Pejabat lembaga negara, baik di tingkat pusat maupun di daerah;

2. BUMN/BUMD,

3. Yayasan, badan hukum, dan perusahaan yang menyertakan modal negara,

atau perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan

perjanjian dengan negara.

Hukum Keuangan Negara adalah sekumpulan kaidah hukum tertulis

yang mengatur hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang,

termasuk uang dan barang yang dikuasai oleh negara terkait dengan pelaksanaan

9 Penjelasan Alinea III Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi 10

Hernold Ferry Makawimbang, Op.Cit, hal. 9

Page 22: PENERAPAN AUDIT PENGHITUNGAN KERUGIAN KEUANGAN …

11

hak dan kewajiban tersebut11

. Pengertian barang yang dikuasai oleh negara dapat

berupa barang berwujud dan barang tidak berwujud. Penguasaan yang dilakukan

oleh negara sesuai dengan substansi dari Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang

Dasar (UUD) 1945 yang tidak memberikan keabsahan untuk memilikinya.

Kepemilikan dalam negara hanya berada pada pemilik kedaulatan yaitu rakyat

Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 bahwa

kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilakukan menurut UUD.

1.2. Pengertian Kerugian Keuangan Negara

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat bahasa Indonesia Depatemen

Pendidikan Nasional, Edisi Keempat Tahun 2008 mendefinisikan kata rugi,

kerugian dan merugikan sebagai berikut” kata “rugi” (1) adalah kurang dari

harga beli atau modalnya (2) kurang dari modal, (3) “rugi” adalah tidak

mendapat faedah (manfaat), tidak beroleh sesuatu yang berguna, “kerugian”

adalah menanggung atau menderita rugi, sedangkan kata “merugi” adalah

mendatangkan rugi kepada ...., sengaja menjual lebih rendah dari harga

pokok12

.

Sementara menurut Djiko Sumaryanto bukanlah kerugian negara dalam

pengertian di dunia perusahaan/peniagaan, melainkan suatu kerugian yang

terjadi karena sebab perbuatan (perbuatan melawan hukum). Dalam kaitan ini,

faktor-faktor lain yang menyebabkan kerugian negara adalah penerapan

kebijakan yang tidak benar, memperkaya sendiri, orang lain, atau korporasi.

Sebenarnya pengelolaan keuangan negara melupakan identitasnya pada saat

11

Muhammad Djafar Saidi., Hukum Keuangan Negara, 2013, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, hal. 2 12

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa Indonesia, Edisi ke empat 2008, (Departemen

Pendidikan Nasional), Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hal. 1186.

Page 23: PENERAPAN AUDIT PENGHITUNGAN KERUGIAN KEUANGAN …

12

diserahi tugas untuk mengurus keuangan negara sehingga negara mengalami

kerugian13

.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara,

memberikan definisi tentang “kerugian” dalam konteks kerugian

negara/daerah. Pasal 1 ayat (22) Undang-Undang ini berbunyi: Kerugian

Negara/Daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang

nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik

sengaja maupun lalai.

Kerugian negara/daerah yang timbul karena di luar kemampuan

manusia (force majeure) tidak dapat dituntut. Kerugian negara/daerah sebagai

akibat perbuatan melawan hukum, dapat dituntut. Paham yang dikemukakan

dalam Pasal 1365 KUHPerdata tercermin dalam Kerugian Negara/ Daerah

yang dapat dituntut.

Dalam konteks Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun

1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001

tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, kerugian keuangan negara

yang dimaksud adalah yang disebabkan perbuatan melawan hukum (pasal 2),

tindakan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada

pada seseorang karena jabatan atau kedudukannya (pasal 3).

Penjelasan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999

tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi “Setiap orang yang secara

melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain

13

Hernold Ferry Makawimbang, Op. Cit., hal. 110

Page 24: PENERAPAN AUDIT PENGHITUNGAN KERUGIAN KEUANGAN …

13

atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau

perekonomian negara.”

Kata dapat sebelum frasa merugikan keuangan negara atau

perekonomian negara menunjukkan bahwa tindak pidana korupsi merupakan

delik formil, yaitu adanya tindak pidana korupsi cukup dengan dipenuhinya

unsur-unsur perbuatan pidana yang sudah dirumuskan bukan dengan timbulnya

akibat. Oleh karena itu, unsur kerugian negara harus dibuktikan dan dapat

dihitung, meskipun sebagai perkiraan atau meskipun belum terjadi. Dengan

demikian, maka pembuktian atas kerugian tersebut harus ditentukan oleh

seorang ahli di bidangnya.

Berdasarkan definisi-definisi tersebut diatas, maka dapat disimpulkan

bahwa Kerugian Keuangan Negara adalah berkurangnya kekayaan negara

atau bertambahnya kewajiban negara tanpa diimbangi dengan prestasi yang

setara, yang disebabkan oleh suatu tindakan melawan hukum, penyalahgunaan

wewenang/kesempatan atau sarana yang ada pada seseorang karena jabatan

atau kedudukan, kelalaian seseorang, dan atau disebabkan oleh keadaan di luar

kemampuan manusia (force majeure).

1.3. Ruang Lingkup Kerugian Keuangan Negara

Yang menjadi ruang lingkup keuangan negara menurut Pasal 2 huruf g

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (UUKN)

adalah sebagai berikut:

a. Hak negara untuk memungut pajak;

b. Hak negara untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang;

c. Hak negara untuk melakukan pinjaman;

Page 25: PENERAPAN AUDIT PENGHITUNGAN KERUGIAN KEUANGAN …

14

d. Kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum

pemerintahan negara;

e. Kewajiban negara untuk membayar tagihan pihak ketiga;

f. Penerimaan negara;

g. Pengeluaran negara;

h. Penerimaan daerah;

i. Pengeluaran daerah;

j. Kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak

lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang

dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada

perusahaan negara/perusahaan daerah;

k. Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka

penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum;

l. Kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang

diberikan pemerintah.

Ruang lingkup keuangan negara tersebut, dikelompokkan ke dalam tiga

bidang pengelolaan yang bertujuan untuk memberikan pengklasifikasian

terhadap pengelolaan keuangan negara. Adapun pengelompokan pengelolaan

keuangan negara adalah sebagai berikut:

1. Bidang pengelolaan pajak;

a. Pajak penghasilan;

b. Pajak pertambahan nilai barang dan jasa;

c. Pajak penjualan atas barang mewah;

d. Bea matrai.

Page 26: PENERAPAN AUDIT PENGHITUNGAN KERUGIAN KEUANGAN …

15

2. Bidang pengelolaan moneter;

a. Bea masuk;

b. Cukai gula;

c. Cukai tembakau;

3. Bidang pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan;

a. Penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana pemerintah;

b. Penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam;

c. Penerimaan dari hasil-hasil pengelolaan kekayaan negara yang

dipisahkan;

d. Penerimaan dari kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh

pemerintah;

e. Penerimaan berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal dari

pengenaan denda administrasi;

f. Penerimaan berupa hibah yang merupakan hak pemerintah;

g. Penerimaan lainnya yang diatur dalam undang-undang tersendiri.

Pengelolaam keuangan negara merupakan bagian dari pelaksanaan

pemerintahan negara. Pengelolaan keuangan negara adalah keseluruhan

kegiatan pejabat pengelolaan keuangan negara sesuai dengan kedudukan dan

kewenangannya, yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan

pertanggungjawaban.

Jadi ruang lingkup pengelolaan keuangan negara, meliputi:

1. Perencanaan keuangan negara;

2. Pelaksanaan keuangan negara;

Page 27: PENERAPAN AUDIT PENGHITUNGAN KERUGIAN KEUANGAN …

16

3. Pengawasan keuangan negara; dan

4. Pertanggungjawaban keuangan negara.

1.4. Penetapan Kerugian Keuangan Negara

Penetapan kerugian keuangan negara dapat dilakukan dengan cara

melakukan audit terlebih dahulu oleh instansi yang memiliki keahlian di dalam

bidangnya untuk menghitung kerugian negara. Dalam penjelasan sebelumnya

sudah disebutkan terkait instansi-instasi apa saja yang dapat menghitung

kerugian keuangan negara. Selain itu, untuk dapat menentukan kerugian negara

juga harus dapat membuktikan bahwa unsur dari pengertian kerugian negara

dapat terpenuhi.

Pengertian kerugian negara sendiri dalam Pasal 1 angka 22 Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara disebutkan

bahwa “Kerugian Negara/Daerah adalah berkurangnya uang, surat berharga,

dan barang yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan

hukum baik sengaja ataupun lalai”.

Unsur-unsur dari kerugian negara adalah:

1. Kerugian negara merupakan berkurangnya keuangan negara berupa uang

berharga, barang milik negara dari jumlahnya dan/atau nilai yang

seharusnya;

2. Kekurangan dalam keuangan negara tersebut harus nyata dan pasti

jumlahnya atau dengan perkataan lain kerugian tersebut benar-benar telah

terjadi dengan jumlah kerugian yang secara pasti dapat ditentukan

besarnya, dengan dapat ditentukan besarnya, dengan demikian kerugian

Page 28: PENERAPAN AUDIT PENGHITUNGAN KERUGIAN KEUANGAN …

17

negara tersebut hanya merupakan indikasi atau berupa potensi terjadinya

kerugian; dan

3. Kerugian tersebut akibat perbuatan melawan hukum, baik sengaja maupun

lalai, unsur melawan hukum harus dapat dibuktikan secara cermat dan

tepat.

Dalam penjelasan umum atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999

tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dijelaskan mengenai keuangan

negara adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan

atau yang tidak dipisahkan, termasuk di dalamnya segala bagian kekayaan

negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena :

a. Berada dalam penguasaan, pengurusan dan pertanggungjawaban pejabat

lembaga negara baik di pejabat lembaga negara baik di tingkat pusat

maupun di daerah; dan

b. Berada dalam penguasaan, pengurusan dan pertanggungjawaban

BUMN/BUMD, yayasan, badan hukum dan perusahaan yang menyertakan

modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan negara, sedangkan yang

dimaksud dengan perekonomian yang disusun sebagai usaha bersama

berdasarkan asas kekeluargaan maupun usaha masyarakat secara mandiri

yang didasarkan pada kebijakan pemerintah, baik di tingkat pusat maupun

di daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku yang bertujuan memberikan manfaat, kemakmuran, dan

kesejahteraan kepada seluruh kehidupan rakyat.

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (22) Undang-Undang Nomor 1

Tahun 2004 sebagaimana di kemukakan di atas, maka dapat dilihat bahwa

Page 29: PENERAPAN AUDIT PENGHITUNGAN KERUGIAN KEUANGAN …

18

konsep yang dianut yaitu konsep kerugian negara dalam arti delik materiil di

mana perbuatan atau tindakan merugikan keuangan negara dengan syarat harus

adanya kerugian negara yang benar-benar nyata sedangkan dalam Pasal 2 ayat

(1) Uundang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 dijelaskan bahwa kerugian negara

dalam konsep delik formil dikatakan dapat merugikan keuangan negara atau

perekonomian negara.

Dari beberapa ketentuan di atas, dapat dikatakan bahwa konsep

kerugian keuangan negara dalam arti delik materiil tidak dapat lagi digunakan

atau tidak dapat lagi dipertahankan karena untuk dapat atau tidaknya suatu

tindakan dikatakan sebagai korupsi harus adanya tindakan persiapan yang

dilakukan tetapi belum nyata dapat merugikan keuangan negara. Tindakan

persiapan tersebut juga akan mengarah pada perbuatan yang dapat merugikan

keuangan negara, sehingga untuk mencegah agar suatu tindakan pidana

keuangan negara maka sebaiknya dipergunakan konsep delik formil dalam

menentukan apakah telah terjadi kerugian keuangan negara atau tidak.

1.5. Timbulnya Kerugian Keuangan Negara

Timbulnya kerugian negara menurut Yunus Husein sangat terkait dengan

berbagai transaksi, seperti transaksi barang dan jasa, transaksi yang terkait

dengan utang piutang, dan transaksi yang terkait dengan utang piutang, dan

transaksi yang terkait dengan biaya dan pendapatan. Dalam kaitan ini Djoko

Sumaryanto mengemukakan bahwa tiga kemungkinan terjadinya kerugian

negara tersebut menimbulkan beberapa kemungkinan peristiwa yang dapat

merugikan keuangan negara, adalah sebagai berikut:

Page 30: PENERAPAN AUDIT PENGHITUNGAN KERUGIAN KEUANGAN …

19

1. Terjadi pengadaan barang-barang dengan harga yang tidak wajar karena

jauh di atas harga pasar, sehingga dapat merugikan keuangan negara

sebesar selisih harga pembelian dengan harga pasar atau harga yang

sewajarnya;

2. Harga pengadaan barang dan jasa wajar. Wajar tetapi tidak sesuai dengan

spesifikasi barang dan jasa yang dipersyaratkan. Kalau harga barang dan

jasa murah, tetapi kualitas barang dan jasa kurang baik, maka dapat

dikaitkan juga merugikan keuangan negara;

3. Terdapat transaksi yang memperbesar utang negara secara tidak wajar,

sehingga dapat dikatakan merugikan keuangan negara karena kewajiban

negara untuk membayar utang semakin besar;

4. Piutang negara berkurang secara tidak wajar dapat juga dikatakan

merugikan keuangan negara;

5. Kerugian keuangan negara dapat terjadi kalau aset negara berkurang karena

terjual dengan harga yang murah atau dihibahkan kepada pihak lain atau

ditukar dengan pihak swasta atau perorangan (ruilasg);

6. Untuk merugikan negara adalah dengan memperbesar biaya instansi atau

perusahaan. Hal ini dapat terjadi baik karena pemborosan maupun dengan

cara lain seperti membuat biaya fiktif. Dengan biaya yang diperbesar,

keuntungan perusahaan yang menjadi objek pajak semakin kecil; dan

7. Hasil penjualan suatu perusahaan dilaporkan lebih kecil dari penjualan

sebenarnya, sehingga mengurangi penerimaan resmi perusahaan tersebut.

Kerugian negara dari aspek Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004

tentng Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dapat

Page 31: PENERAPAN AUDIT PENGHITUNGAN KERUGIAN KEUANGAN …

20

terjadi pada dua tahap sebagaimana dikemukakan oleh Djoko Sumaryanto,

yaitu pada tahap dana akan masuk pada kas negara dan pada tahap dana akan

ke luar dari kas negara. Pada tahap dana akan ke luar dari kas kerugian bisa

terjadi melalui; konspirasi pajak, konspirasi denda, konspirasi pengembalian

kerugian negara dan penyelundupan. Sedangkan pada tahap dana akan ke luar

dari kas negara kerugian terjadi akibat; Mark Up, korupsi, kredit macet,

pelaksanaan kegiatan yang tidak sesuai dengan program dan lain-lain.

Sementara yang dimaksud dengan perbuatan-perbuatan yang dapat merugiakan

perekonomian negara ialah pelanggaran-pelanggaran pidana terhadap

peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam bidang

kewenangan.

1.6. Tahap-Tahap Perhitungan Kerugian Negara

Proses terkait dengan kerugian keuangan negara terbagi ke dalam 4

tahap yaitu:

1. Menentukan ada atau tidaknya kerugian keuangan negara.

Pada tahap ini, penyelidik, penyidik, dan kemudian penuntut umum

merumuskan perbuatan melawan hukumnya berdasarkan fakta hukumnya.

Hasil akhir dari tahap ini adalah menentukan apakah ada kerugian

keuangan negara.

2. Menghitung kerugian keuangan negara

Pada tahap ini, pihak yang bertanggung jawab menghitung kerugian

keuangan negara adalah akuntan/auditor/akuntan forensik. Di Undang-

Undang, pihak yang menghitung kerugian keuangan negara disebut sebagai

Ahli, seperti yang diatur dalam Pasal 1 angka 28 Undang-Undang Nomor 8

Page 32: PENERAPAN AUDIT PENGHITUNGAN KERUGIAN KEUANGAN …

21

Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Ahli adalah

seseorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan

untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan

pemeriksaan.

3. Menetapkan kerugian keuangan negara

Dalam tindak pidana korupsi, tahap ketiga merupakan putusan

majelis hakim, baik di Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan

Mahkamah Agung.

4. Menetapkan besarnya pembayaran uang pengganti

Pembayaran uang pengganti merupakan salah pidana tambahan

dalam Undang-Undang Pemberatasan Tindak Pidana Korupsi yang diatur

dalam pasal 18 ayat (1) poin ketiga “pembayaran uang pengganti yang

jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh

dari tindak pidana korupsi.

1.7. Metode Penghitungan Kerugian Negara

Pada dasarnya metode perhitungan kerugian negara tidak dapat

ditetapkan secara baku untuk dijadikan pedoman/acuan dalam menghitung

kerugian negara. Hal ini dikarenakan modus operandi, kasus-kasus

penyimpangan dan bentuk kerugian negara dapat bermacam-macam. Dalam

pelaksanaan pemeriksaan, pemeriksa dapat memilih metode yang dianggap

paling tepat.

Page 33: PENERAPAN AUDIT PENGHITUNGAN KERUGIAN KEUANGAN …

22

Tuanakotta membagi konsep atau metode penghitungan kerugian

keuangan negara menjadi enam konsep atau metode, yaitu14

:

1) Kerugian Total (Total Loss)

Metode ini menghitung kerugian keuangan negara dengan cara

seluruh jumlah yang dibayarkan dinyatakan sebagai kerugian keuangan

negara. Metode penghitungan kerugian negara kerugian total juga

diterapkan dalam penerimaan negara yang tidak disetorkan, baik sebagian

maupun seluruhnya. Bagian yang tidak disetorkan merupakan kerugian

total.

2) Kerugian Total dengan Penyesuaian

Metode kerugian total dengan penyesuaian seperti dalam metode

Kerugian Total, hanya saja dengan penyesuaian ke atas. Penyesuaian

diperlukan apabila barang yang dibeli harus dimusnahkan dan

pemusnahannya memakan biaya. Kerugian keuangan negara tidak hanya

berupa pengeluaran untuk pengadaan barang tersebut, tetapi juga biaya

yang diperlukan maupun dikeluarkan untuk memusnahkan barang tersebut.

3) Kerugian Bersih (Net Loss)

Dalam metode kerugian bersih, metode nya sama dengan metode kerugian

total. Hanya saja dengan penyesuaian ke bawah. Kerugian bersih adalah

kerugian total dikurangi dengan nilai bersih barang yang dianggap masih

ada nilainya. Nilai bersih merupakan selisih yang bias diperoleh dikurangi

salvaging cost.

14

Theodorus M.Tuanakotta, 2009, Menghitung Kerugian Keuangan Negara Dalam Tindak Pidana

Korupsi, Jakarta : Penerbit Salemba Empat, hal. 144

Page 34: PENERAPAN AUDIT PENGHITUNGAN KERUGIAN KEUANGAN …

23

4) Harga wajar

Pada metode penghitungan kerugian keuangan negara ini, harga

wajar menjadi pembanding untuk harga realisasi. Kerugian keuangan

negara dimana transaksinya tidak wajar berupa selisih antara harga wajar

dengan harga realisasi. Metode penghitungan kerugian keuangan negara

harga wajar digunakan dalam kasus pengadaan barang maupun transaksi

pelepasan dan pemanfaatan barang.

Dalam menghitung harga wajar sederhana, akan tetapi

penerapannya tidak selalu mudah. Hal ini dikarenakan sulitnya menentukan

harga wajar. Hukum Amerika Serikat menggunakan arm’s length

transaction untuk menentukan harga wajar. Arm’s length transaction

merupakan kesepakatan atau kontrak antara dua pihak seolah-olah mereka

tidak saling mengenal. Apabila kriteria arm’s length transaction tidak

terpenuhi maka harga yang terjadi bukan merupakan harga wajar.

Terminologi apple to apple comparison biasanya digunakan

untuk menguji kewajaran harga dalam pengadaan barang, khususnya

barang bergerak. Yang dimaksud dengan metode perbandingan apple to

apple comparison adalah membandingkan dua obyek yang bukan hanya

jenisnya harus sama tetapi unsur-unsur yang membentuk obyek

tersebut juga harus sama.

Adapun unsur-unsur yang harus diperhatikan pada saat

melakukan perbandingan harga barang antara lain adalah sebagai berikut:

a. spesifikasi suatu barang;

b. biaya pengangkutan;

Page 35: PENERAPAN AUDIT PENGHITUNGAN KERUGIAN KEUANGAN …

24

c. asuransi;

d. pajak;

e. biaya pemasangan;

f. biaya pengujian barang;

g. keuntungan rekanan.

Selain penghitungan berdasarkan pendekatan apple to

apple comparison, ada dua jenis harga pembanding lain, yaitu:

a. Harga Pokok

Penghitungan berdasarkan harga pokok sering dikritik. Hal ini

dikarenakan harga pokok tidak sama dengan harga jual. Harga pokok

seharusnya disesuaikan ke atas atau ke bawah untuk dapat

mencerminka harga jual.

b. Harga Perkiraan Sendiri

Dalam pengadaan barang, lembaga yang melaksanakan proses

tender memiliki kewajiban dan diharuskan untuk menyusun Harga

Perkiraan Sendiri (HPS). Harga perkiraan sendiri dihitung dengan

pengetahuan dan keahlian mengenai barang ataupun jasa yang

ditenderkan dan harus berdasarkan data yang dapat

dipertanggungjawabkan.

Akan tetapi, penggunaan harga perkiraan sendiri juga memiliki

kelemahan. Karena transaksi yang terjadi bukanlah arm’s length

transaction, sehingga harga perkiraan sendiri sudah dimainkan.

Dalam menentukan harga wajar, penggunaan harga pembanding

yang dihitung atau ditaksir oleh seorang ahli juga sering

Page 36: PENERAPAN AUDIT PENGHITUNGAN KERUGIAN KEUANGAN …

25

dipertanyakan. Yang dimaksud dengan ahli dalam hal ini adalah penilai

(appraiser). Seorang penilai sangatlah tepat untuk menilai gedung, pabrik,

mobil, atau alat berat. Penilai bisa orang yang berspesialisasi atau

berpengalaman dalam aset tertentu. Nilai yang diajukan oleh beberapa

penilai biasanya lebih dapat diterima oleh pengadilan disbanding dengan

yang diajukan oleh hanya seorang penilai.

5) Biaya Kesempatan (Opportunity Cost)

Dalam metode biaya kesempatan, apabila ada kesempatan atau

peluang untuk memperoleh yang terbaik, akan tetapi justru peluang ini

yang dikorbankan, maka pengorbanan ini merupakan kerugian, dalam arti

opportunity cost.

6) Bunga (Interest)

Bunga merupakan unsur kerugian negara yang penting, terutama

pada transaksi-transaksi keuangan yang seperti dalam penempatan aset.

Para pelaku transaksi ini umumnya paham dengan konsep nilai waktu

dari uang. Bunga perlu dimasukkan dalam penghitungan kerugian

keuangan negara. Dalam sengketa perdata, kerugian bunga dihitung

berdasarkan jangka waktu (periode) dan tingkat bunga yang berlaku.

Menghitung kerugian keuangan negara dapat menggunakan berbagai

macam metode. Dalam melakukan penghitungan kerugian keuangan negara,

dapat juga digunakan dua metode atau lebih sekaligus, tergantung pada

kompleksitas pekerjaan dan jenis kontraknya.

Dalam pelaksanaannya penerapan atas metode penghitungan kerugian

keuangan negara sering kali tidak konsisten, meskipun secara umum

Page 37: PENERAPAN AUDIT PENGHITUNGAN KERUGIAN KEUANGAN …

26

penyimpangannya tidak jauh berbeda. Tidak tertlihat adanya suatu pola

penghitungan yang bisa digunakan sebagai pedoman atau acuan

dalam menghitung kerugian keuangan negara.

B. Tinjauan Umum Tentang Korupsi

2.1. Pengertian Korupsi

Korupsi adalah penjualan barang-barang milik pemerintah oleh pegawai

negeri untuk keuntungan pribadi. Sebagai contoh, pegawai negeri sering menarik

pungutan liar dari perijinan, lisensi, bea cukai, atau pelarangan masuk bagi

pesaing. Para pegawai negeri itu memungut bayaran untuk tugas pokoknya atau

untuk pemakaian barang-barang milik pemerintah untuk kepentingan pribadinya.

Untuk kasus seperti ini, korupsi menyebabkan biaya ekonomi tinggi, dan oleh

karena itu korupsi tidak baik bagi pertumbuhan15

.

Berdasarkan pemahaman dan dimensi baru mengenai kejahatan yang

memiliki konteks pembangunan, pengertian korupsi tidak lagi hanya

diasosiasikan dengan penggelapan keuangan Negara saja. Tindakan bribery

(penyuapan) dan kickbacks (penerimaan komisi secara tidak sah) juga dinilai

sebagai sebuah kejahatan. Penilaian yang sama juga diberikan pada tindakan

tercela dari oknum pemerintah seperti bureaucratic corruption atau tindak

pidana korupsi, yang dikategorikan sebagai bentuk dari offences beyond the

reach of the law (kejahatan-kejahatan yang tidak terjangkau oleh hukum).

Banyak contoh diberikan untuk kejahatan-kejahatan semacam itu, misalnya tax

evasion (pelanggaran pajak), credit fraud (penipuan di bidang kredit),

15

Shleifer, Andrei dan Robert W. Vishny. Corruption. Quarterly of Journal Economy. Vol.CVIII. pp

598-617. Cambridge: MIT Press. 199

Page 38: PENERAPAN AUDIT PENGHITUNGAN KERUGIAN KEUANGAN …

27

embezzlement and misapropriation of public funds (penggelapan dan

penyalahgunaan dana masyarakat), dan berbagai tipologi kejahatan lainnya yang

disebut sebagai invisible crime (kejahatan yang tak terlihat). Istilah invisble

crime banyak ditujukan untuk menunjuk pada kejahatan yang sulit dibuktikan

maupun tingkat profesionalitas yang tinggi dari pelakunya16

.

Dapat disimpulkan bahwa korupsi adalah tindakan menyimpang dari

aturan maupun hukum yang berlaku dengan maksud dan tujuan untuk

keuntungan pribadi dan memberikan kerugian pada negara.

2.2. Tindak Pidana Korupsi

Tindak pidana atau dalam bahasa Belanda straafbaar feit merupakan

istilah resmi dalam strafwetboek atau Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

(KUHP) yang dalam istilah asing juga disebut dengan delict. Tindak pidana

dapat diartikan sebagai suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenai hukuman

pidana17

.

Pelaku tindak pidana disebut subjek tindak pidana dalam pandangan

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Subjek tindak pidana adalah seorang

manusia sebagai oknum yang memiliki daya berpikir yang merupakan syarat

subjek tindak tindak pidana itu. Wujud perbuatan tindak pidana tercantum dalam

perumusan pasal-pasal tertentu dalam dalam peraturan tindak pidana atau dalam

bahasa Belanda dinamakan delict-omschrijving.

16

Adji, Indriyanto Seno. Menuju UU Tindak Pidana Korupsi yang Efektif. Kompas Online.

www.kompas.com/9709/25/opini 1999

17

WirjonoProdjodikoro, 2009.Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia. Bandung : Refika Aditama, hal. 59

Page 39: PENERAPAN AUDIT PENGHITUNGAN KERUGIAN KEUANGAN …

28

Simons18

menyatakan bahwa ”straafbaar feit adalah kelakuan

(handeling) yang diancam dengan pidana, besifat melawan hukum, yang

berhubungan dengan kesalahan dan dilakukan oleh orang yang dapat

dipertanggung jawabkan”.

Jadi, apabila dilihat rumusan delik yang dikemukakan oleh Simons

tersebut diatas, maka di dalamnya terkandung unsur-unsur sebagai berikut:

1. Suatu perbuatan manusia

2. Perbuatan itu dilarang dan diancam dengan hukuman oleh Undang-Undang

3. Perbuatan itu harus bertentangan dengan hukum, dan

4. Perbuatan itu harus dilakukan oleh orang yang dapat dipertanggung

jawabkan, artinya dapat dipersalahkan karena melakukan perbuatan tersebut.

Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan

Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi dapat dirumuskan bentuk tindak pidana korupsi yang tertuang dalam 30

pasal. Dari 30 pasal tersebut dapat dikategorikan menjadi 7 kategori besar

tindak pidana korupsi sebagai berikut :

1) Kerugian Keuangan Negara;

2) Suap-menyuap;

3) Penggelapan dalam Jabatan;

4) Perbuatan Pemerasan;

5) Perbuatan Curang;

6) Benturan Kepentingan dalam Pengadaan Barang dan Jasa;

7) Gratifikasi.

18

RuslyEffendy. 1986. Asas-Asas Hukum Pidana Bagian I dan II. LEPPEN UMI : Ujung Pandang. hal.37

Page 40: PENERAPAN AUDIT PENGHITUNGAN KERUGIAN KEUANGAN …

29

Dari tujuh kategori tindak pidana korupsi yang tertuang dalam 30 pasal

Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-

Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,

Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara hanya digunakan pada kategori

tindak pidana atas kerugian keuangan negara.

Pada Pasal 2 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah

dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi menyatakan “setiap orang yang secara melawan hukum

melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang suatu

korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara,

dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat

4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit

Rp. 200.000.000.00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak

Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”.

Unsur tindak pidananya adalah :

1) Setiap orang;

2) Memperkaya diri sendiri atau orang lain yang suatu korporasi;

3) Dengan cara melawan hukum;

4) Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Selain itu dalam ketentuan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun

1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001

tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyatakan “setiap orang yang

dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,

menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya

Page 41: PENERAPAN AUDIT PENGHITUNGAN KERUGIAN KEUANGAN …

30

karena jabatan atau kedudukan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau

kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara,

dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat

1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling

sedikit Rp.50.000.000 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak

Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”.

Unsur tindak pidananya adalah :

1) Setiap orang;

2) Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu

korporasi;

3) Yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan;

4) Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Berdasarkan ketentuan diatas, salah satu unsur yang termuat dalam

ketentuan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999

sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah dapat merugikan keuangan negara

atau perekonomian negara.

Terdapat perbedaan antara kerugian keuangan negara dan merugikan

keuangan negara. Kerugian keuangan negara diatur dalam Pasal 1 butir (22) UU

Perbendaharaan Negara mengartikan kerugian keuangan negara sebagai

"kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya

sebagai akibat perbuatan melawan hukum, baik sengaja maupun lalai". Dalam

teori hukum pidana, pengertian tersebut termasuk "delik materiil” lantaran

memberi syarat adanya kerugian negara "yang benar-benar nyata dan pasti

Page 42: PENERAPAN AUDIT PENGHITUNGAN KERUGIAN KEUANGAN …

31

jumlahnya" sebagai akibat suatu perbuatan yang dilarang dan harus dibuktikan

di depan sidang pengadilan. Sedangkan merugikan keuangan negara diatur

dalam Pasal 2 dan 3 UU Tindak Pidana Korupsi yang menganut „delik formil‟,

yaitu tindak pidana korupsi dianggap sudah terjadi apabila unsur-unsur

perbuatan yang dilarang sudah terpenuhi, tanpa memperhitungkan timbulnya

suatu akibat. Hal itu dapat dilihat pada kata "dapat" merugikan keuangan dan

perekonomian negara dalam Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 UU Korupsi. Korupsi

dianggap telah terjadi apabila perbuatan tersebut „berpotensi‟ menimbulkan

kerugian keuangan negara. Ada atau tidaknya kerugian keuangan negara secara

nyata dan pasti jumlahnya, tidak menjadi ukuran telah terjadinya korupsi,

bahkan tidak perlu dibuktikan di sidang pengadilan.

Dalam hal menentukan suatu tindak pidana korupsi terdapat unsur “dapat

merugikan keuangan negara atau perekonomian negara”dalam dugaan tindak

pidana korupsi diperlukan suatu pendapat dan analisis dari lembaga-lembaga

yang berwenang seperti BPK, APIP (Aparat Pengawasan Internal Pemerintah),

BPKP, dan Inspektorat berupa hasil audit seperti Laporan Hasil Audit

Penghitungan Kerugiaan Keuangan Negara.

C. Tinjauan Umum Tentang Pembuktian

3.1. Pengertian Pembuktian

Pembuktian merupakan salah satu hal yang penting dalam menentukan

kebenaran atas dakwaan yang didakwakan kepada terdakwa dalam suatu

persidangan. Oleh karena itu, pembuktian perlu diketahui secara mendalam.

Dalam KUHAP istilah “bukti”, “barang bukti” dan “alat bukti” tidak

terdefinisi secara jelas, untuk itu diperlukan pendefinisian dari literatur di luar

Page 43: PENERAPAN AUDIT PENGHITUNGAN KERUGIAN KEUANGAN …

32

KUHAP dalam hal ini Kamus Hukum maupun Kamus Besar Bahasa Indonesia

dan pendapat para ahli hukum pidana.

Bukti dalam bahasa Inggris “evidence” menurut Ian Dennis19

yang

memiliki arti yaitu informasi yang memberikan dasar-dasar yang mengandung

suatu kenyakinan bahwa beberapa bagian atau keseluruhan fakta itu benar.

Menurut Max M. Houck20

evidence atau bukti didefinisikan sebagai

pemberian informasi dalam penyidikan yang sah mengenahi fakta yang kurang

lebih seperti apa adanya.

Dalam bahasa Belanda “bewijs” merupakan asal kata serapan dari

bukti, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai sesuatu yang

menyatakan kebenaran suatu peristiwa. Dalam kamus hukum “bewijs”

diartikan sebagai segala sesuatu yang memperlihatkan kebenaran fakta tertentu

atau ketidakbenaran fakta lain oleh para pihak dalam perkara pengadilan, guna

memberi bahan kepada hakim bagi penilaiannya.

Syaiful Bakhri,21

pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang berisi

penggarisan dan pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undang-undang,

membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian

merupakan suatu ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan oleh

undang-undang, yang digunakan oleh hakim dalam membuktikan kesalahan

yang didakwakan di dalam persidangan, dan tidak dibenarkan membuktikan

kesalahan terdakwa dengan tanpa alasan yuridis dan berdasar keadilan.

19

Eddy O.S. Hiariej. 2012. Teori & Hukum Pembuktian. Penerbit Erlangga : Jakarta, hal. 2 20

Ibid, hal. 3 21

Ibid, hal. 4

Page 44: PENERAPAN AUDIT PENGHITUNGAN KERUGIAN KEUANGAN …

33

Nashr Farid Washil,22

„membuktikan‟ yakni menyajikan alat-alat bukti

yang sah menurut hukum.

Phyllis B. Gerstenfeld,23

memberi definisi hukum pembuktian adalah

sebagai aturan yang menentukan dapat diterimanya semua bentuk bukti di

pengadilan.

Bambang Poernomo,24

hukum pembuktian sebagai keseluruhan aturan

hukum atau peraturan undang-undang mengenahi kegiatan untuk rekonstruksi

suatu kenyataan yang benar pada setiap kejadian masa lalu yang relevan

dengan persangkaan terhadap orang-orang yang diduga melakukan perbuatan

pidana dan pengesahan setiap sarana bukti menurut ketentuan hukum yang

berlaku untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana.

Sedangkan menurut Sudikno Mertokusumo25

berpendapat bahwa

membuktikan mengandung tiga pengertian yaitu membuktikan dalam arti logis,

membuktikan dalam arti konvensional, dan membuktikan dalam hukum atau

mempunyai arti yuridis.

Menurut Yahya Harahap26

pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang

berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undang-

undang membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa.

Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang

dibenarkan oleh undang-undang dan boleh dipergunakan hakim untuk

membuktikan kesalahan yang didakwakan.

22

Ibid, hal. 5 23

Ibid 24

Ibid 25

Ibid, hal. 6 26

M. Yahya Harahap. 2005. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP. Jakarta: Sinar Grafika.

hal. 273

Page 45: PENERAPAN AUDIT PENGHITUNGAN KERUGIAN KEUANGAN …

34

Membuktikan mempunyai pengertian-pengertian :

1) Memberi (memperlihatkan bukti);

2) Melakukan sesuatu sebagai bukti kebenaran melaksanakan (cita-cita dan

sebagainya);

3) Menandakan, menyatakan (bahwa sesuatu itu benar);

4) Meyakinkan, menyaksikan.

Kebenaran dalam perkara pidana merupakan kebenaran yang disusun

dan didapat dari jejak, kesan, dan refleksi dari keadaan dan atau benda yang

berdasarkan ilmu pengetahuan dapat berkaitan dengan masa lalu yang diduga

menjadi perbuatan pidana. Suatu pembuktian menurut hukum pada dasarnya

untuk menentukan substansi atau hakekat adanya fakta-fakta masa lalu yang

tidak terang menjadi fakta yang terang.

Dalam kaitannya dengan audit forensik bukti yang disajikan oleh

auditor forensik harus memenuhi hukum acara pidana tindak pidana korupsi

yakni ketentuan yang membatasi sidang pengadilan dalam usaha mencari dan

mempertahankan kebenaran, baik oleh hakim, penuntut umum, terdakwa

maupun penasehat hukum, semuanya terikat pada ketentuan dan tata cara, serta

penilaian alat bukti yang ditentukan oleh undang-undang.

Begitu pentingnya pembuktian dalam proses peradilan pidana untuk

mencari dan mempertahankan kebenaran materiil baik oleh hakim, penuntut

umum, terdakwa maupun baik oleh hakim, penuntut umum, terdakwa maupun

penasehat penasehat hukum.

Page 46: PENERAPAN AUDIT PENGHITUNGAN KERUGIAN KEUANGAN …

35

3.2. Sistem Pembuktian

Dalam ilmu hukum, kita kenal empat jenis sistem atau teori pembuktian,

yaitu27

:

1) Sistem pembuktian berdasar undang-undang secara positif (positif

wettelijke bewijsteorie).

Sistem ini berkembang diabad pertengahan, dan saat ini sudah

mulai ditinggalkan. Dikatakan secara positif karena hanya didasarkan

kepada undang-undang, artinya jika telah terbukti suatu perbuatan sesuai

dengan alat bukti yang disebut oleh undang-undang, maka keyakinan

hakim tidak diperlukan sama sekali.

2) Sistem pembuktian berdasar keyakinan hakim atau sistem keyakinan belaka

(conviction intime)

Dalam sistem ini sama sekali tidak membutuhkan suatu peraturan

tentang pembuktian dan menyerahkan segala sesuatu kepada kebijaksanaan

hakim. Menurut sistem ini hakim tidak terikat kepada alat-alat bukti

tertentu, hakim harus memutus tentang kesalahan terdakwa berdasarkan

keyakinannya belaka.

3) Sistem pembuktian berdasar keyakinan hakim dengan alasan yang logis (la

convictio raisonee).

Bahwa hakim dapat memutuskan seseorang bersalah berdasar

keyakinannya, keyakinan yang didasarkan kepada dasar-dasar pembuktian

disertai dengan kesimpulan yang berlandaskan kepada peraturan-peraturan

pembuktian tertentu. Hakim bebas untuk menentukan macam dan

27

Andi Hamzah. 2005. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, hal. 247-253

Page 47: PENERAPAN AUDIT PENGHITUNGAN KERUGIAN KEUANGAN …

36

banyaknya alat-alat bukti yang dipandang cukup untuk menetapkan

kesalahan terdakwa, satu-satunya peraturan yang mengikat kepadanya ialah

bahwa dalam keputusannya hakim harus menyebutkan pula alasan-

alasannya.

4) Sistem pembuktian berdasar undang-undang secara negatif (negatief

wattelijke)

Dalam sistem ini hakim dapat memutuskan seseorang bersalah

berdasarkan pada aturan-aturan pembuktian yang ditetapkan secara limitatif

oleh undang-undang sehingga hakimmemperoleh keyakinan akan hal itu.

Perkataan negatif dipakai untuk menunjukkan bahwa adanya bukti-

bukti yang disebutkan dalam undang-undang dan cara mempergunakannya

disebut juga dalam undang-undang itu, belum berarti hakim musti

menjatuhkan hukuman. Hal tersebut masih tergantung dengan keyakinan

hakim atas kebenarannya.

Sistem pembuktian negatif ini dapat kita lihat dalam Pasal 183

KUHAP yang berbunyi : “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada

seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang

sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar

terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”.

Sistem pembuktian di Indonesia hanya mengakui alat-alat bukti yang

sah menurut undang-undang yang dapat digunakan untuk pembuktian. Dalam

pembuktian ini penuntut umum membuat surat dakwaan dan oleh karena itu, ia

bertanggung jawab untuk menyusun alat bukti dan pembuktian tentang

kebenaran surat dakwaan atau tentang kesalahan terdakwa, bukan sebaliknya

Page 48: PENERAPAN AUDIT PENGHITUNGAN KERUGIAN KEUANGAN …

37

terdakwa yang harus membuktikan bahwa ia tidak bersalah. Hakim dalam

menjatuhkan putusan akan menilai semua alat bukti yang sah untuk menyusun

keyakinan hakim dengan mengemukakan unsur-unsur kejahatan yang

didakwakan itu terbukti dengan sah atau tidak, serta menetapkan pidana apa

yang harus dijatuhkan kepadanya setimpal dengan perbuatannya28

.

3.3. Alat Bukti dalam KUHAP

Bukti yaitu sesuatu untuk meyakinkan kebenaran suatu dalil atau

pendirian atau dakwaan. Alat-alat yang diperkenankan untuk dipakai

membuktikan dalil-dalil atau dalam perkara pidana disebut dakwaan di sidang

pengadilan misalnya : keterangan terdakwa, keterangan saksi, keterangan ahli,

surat dan petunjuk29

.

Alat bukti dapat didefinisikan sebagai segala hal yang dapat digunakan

untuk membuktikan perihal kebenaran suatu peristiwa di pengadilan. Pada

Pasal 184 KUHAP alat bukti yang dapat diajukan di sidang peradilan terdiri

dari :

1. Keterangan saksi

Pada umumnya alat bukti keterangan saksi merupakan alat bukti

yang paling utama dalam perkara pidana. Boleh dikatakan, tidak ada suatu

perkara pidana yang luput dari pembuktian alat-alat bukti keterangan saksi.

Ditinjau dari segi dan nilai kekuatan pembuktian keterangan saksi,

agar keterangan saksi atau kesaksian mempunyai nilai serta kekuatan

pembuktian, perlu diperhatikan beberapa pokok ketentuan yang harus

28

Martiman Prodjohamidjojo. 1982. Pembahasan Hukum Acara Pidana Dalam Teori dan Praktek.

Jakarta: Pradnya Paramita, hal. 19 29

Andi Hamzah. Op.cit, hal. 254

Page 49: PENERAPAN AUDIT PENGHITUNGAN KERUGIAN KEUANGAN …

38

dipenuhi oleh seorang saksi. Artinya, agar keterangan saksi dapat dianggap

sah sebagai alat bukti yang memiliki nilai kekuatan pembuktian harus

dipenuhi aturan ketentuan sebagai berikut:

a. Harus mengucapkan sumpah atau janji;

b. Keterangan saksi yang bernilai sebagai bukti;

c. Keterangan saksi saja dianggap tidak cukup;

d. Keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri.

2. Keterangan ahli

Berdasarkan Pasal 186 KUHAP, pengertian keterangan ahli adalah

keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus

tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana

guna kepentingan pemeriksaan. Keterangan ahli ini daspat juga diberikan

pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum yang disuratkan

dalam bentuk laporan dalam dibuat dengan mengingat sumpah diwaktu ia

menerima jabatan atau pekerjaan.

Dengan demikian nilai kekuatan pembuktian keterangan ahli sama

halnya dengan nilai kekuatan pembuktian yang melekat pada alat bukti

keterangan saksi. Oleh karena itu nilai kekuatan pembuktian yang melekat

pada alat bukti keterangan ahli adalah :

a. Mempunyai nilai kekuatan pembuktian bebas

b. Keterangan ahli yang berdiri saja tanpa didukung oleh salah satu alat

bukti yang lain.

Keterangan ahli sebagai alat bukti pada umumnya, tidak menyangkut

pokok perkara pidana yang diperiksa. Sifatnya lebih ditujukan untuk

Page 50: PENERAPAN AUDIT PENGHITUNGAN KERUGIAN KEUANGAN …

39

menjelaskan sesuatu hal yang masih kurang terang tentang suatu hal atau

keadaan. Jadi tanpa mengurangi kekuatan pembuktiannya maka keterangan

beberapa orang ahli dapat dinilai sebagai dua atau beberapa alat bukti yang

dapat dianggap telah memenuhi prinsip minimum pembuktian yang

ditentukan Pasal 183 KUHAP. Oleh karena itu, dua atau lebih alat bukti

keterangan ahli, dapat dinilai merupakan dua atau beberapa alat bukti, yang

harus dinilai telah cukup membuktikan kesalahan terdakwa.

3. Surat

Yang dimaksud dengan alat bukti surat adalah surat yang dibuat atas

kekuatan sumpah jabatan atau yang dikuatkan dengan sumpah. Dalam Pasal

187 KUHAP, yang dimaksud surat sebagaimana tersebut pada Pasal 184

ayat (1) huruf c KUHAP, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan

sumpah, adalah :

a) Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat

umum yang berwenang atau yang dibuat di hadapannya, yang memuat

keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau

yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas

tentang keterangannya itu;

b) Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan

atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam

tatalaksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan

bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan;

Page 51: PENERAPAN AUDIT PENGHITUNGAN KERUGIAN KEUANGAN …

40

c) Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan

keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta

secara resmi dari padanya;

d) Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi

dari alat pembuktian yang lain.

Pemeriksaan surat di persidangan langsung dikaitkan dengan

pemeriksaan saksi-saksi dan pemeriksaan terdakwa. Pada saat pemeriksaan

saksi, dinyatakan mengenai surat-surat yang ada keterkaitan dengan saksi

yang bersangkutan kepada terdakwa pada saat memeriksa terdakwa30

.

4. Petunjuk

Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan yang karena

persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan

tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak

pidana. Alat bukti petunjuk hanya dapat diperoleh dari :

1. Keterangan saksi

2. Surat

3. Keterangan terdakwa

Penilaian atas kekuatan pembuktian dari sesuatu petunjuk dalam

setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif lagi bijaksana,

setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan

kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya (Pasal 188 ayat (1), (2), dan ayat (3)

KUHAP).

30

Leden Marpaung, 1992, Tindak Pidana Korupsi : Masalah dan Pemecahannya, Jakarta : Sinar Grafika,

hal. 395

Page 52: PENERAPAN AUDIT PENGHITUNGAN KERUGIAN KEUANGAN …

41

5. Keterangan terdakwa

Keterangan terdakwa adalah apa yang terdakwa nyatakan disidang

pengadilan tentang perbuatan yang ia lakukan atau ia ketahui sendiri atau

alami sendiri (Pasal 189 KUHAP).

Penilaian atas kekuatan pembuktian alat bukti dari suatu keterangan

atau pengakuan terdakwa adalah sebagai berikut :

1. Sifat nilai kekuatan pembuktiannya adalah bebas

Hakim tidak terikat pada nilai kekuatan yang terdapat pada alat

bukti keterangan terdakwa. Dia bebas untuk menilai kebenaran yang

terkandung didalamnya. Hakim dapat menerima atau menyingkirkannya

sebagai alat bukti dengan jalan mengemukakan alasan-alasannya.

2. Harus memenuhi batas minimum pembuktian

Keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa

ia bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, melainkan

harus disertai dengan alat bukti yang lain.

Sekalipun kesalahan terdakwa terbukti sesuai dengan asas batas

minimum pembuktian masih harus lagi di barengi dengan keyakinan

hakim, bahwa memang terdakwa yang bersalah melakukan tindak pidana

yang didakwakan kepadanya. Asas keyakinan hakim harus melekat pada

putusan yang diambil sesuai dengan sistem pembuktian yang dianut dalam

pasal 183 KUHAP.

D. Kerangka Pemikiran

Audit dalam rangka Penghitungan Kerugian Keuangan Negara adalah audit

dengan tujuan tertentu yang dimaksudkan untuk menyatakan pendapat mengenai

Page 53: PENERAPAN AUDIT PENGHITUNGAN KERUGIAN KEUANGAN …

42

nilai kerugian keuangan negara yang timbul dari suatu kasus penyimpangan dan

digunakan untuk mendukung tindakan litigasi.

Dalam Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang

Keuangan Negara yang menyatakan keuangan negara adalah semua hak dan

kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa

uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan

pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Pasal 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun

2003 tentang Keuangan Negara menyatakan keuangan negara sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 1 angka (1), meliputi antara lain kekayaan negara/kekayaan

daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga,

piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk

kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah.

Kerugian Keuangan Negara adalah berkurangnya kekayaan negara atau

bertambahnya kewajiban negara tanpa diimbangi dengan prestasi yang setara, yang

disebabkan oleh suatu tindakan melawan hukum, penyalahgunaan

wewenang/kesempatan atau sarana yang ada pada seseorang karena jabatan atau

kedudukan, kelalaian seseorang, dan atau disebabkan oleh keadaan di luar

kemampuan manusia (force majeure). Dalam konteks pasal 2 dan 3 Undang-Undang

Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20

Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, kerugian keuangan

negara yang dimaksud adalah yang disebabkan perbuatan melawan hukum (pasal 2),

tindakan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada pada

seseorang karena jabatan atau kedudukannya (pasal 3).

Page 54: PENERAPAN AUDIT PENGHITUNGAN KERUGIAN KEUANGAN …

43

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara,

Pasal 1 ayat (22) “kerugian keuangan negara/daerah adalah kekurangan uang, surat

berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan

melawan hukum baik sengaja maupun lalai”. Oleh karena itu kerugian keuangan

negara itu harus pasti tidak menerka-nerka dan harus dilakukan penghitungan

kerugian keuangan negara.

Dalam penerapan Penghitungan Kerugian Keuangan Negara tersebut ada

lembaga yang berwenang mengaudit yaitu lembaga yang diberikan kewenangan

oleh undang-undang untuk melakukan audit dalam rangka penghitungan kerugian

keuangan negara yaitu Badan Pemeriksa Keuangan dan Badan Pengawas Keuangan

dan Pembangunan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Mengidentifikasi penyimpangan yang terjadi

b. Mengidentifikasi Transaksi

c. Mengidentifikasi, mengumpulkan, verifikasi dan analisis bukti

d. Menghitung jumlah kerugian keuangan negara

Metode yang digunakan dalam menghitung kerugian keuangan negara

adalah sebagai berikut:

a. Keruian total Kerugian Total (Total Loss)

b. Kerugian Total dengan Penyesuaian

c. Kerugian Bersih (Net Loss)

d. Harga wajar

e. Biaya Kesempatan (Opportunity Cost)

f. Bunga (Interest)

Page 55: PENERAPAN AUDIT PENGHITUNGAN KERUGIAN KEUANGAN …

44

Kekuatan pembuktian Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara

adalah sebagai berikut:

1. Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara sebagai alat bukti surat apabila

laporan ahli yang diberikan pada saat penyidikan dan dilakukan dibawah

sumpah tidak dihadirkan di persidangan.

2. Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara sebagai alat bukti keterangan

ahli apabila memberikan keterangan di persidangan. Dengan demikian, Audit

Penghitungan Kerugian Keuangan Negara dapat menentukan/mengungkap ada

atau tidak kerugian keuangan negara.

E. Bagan Kerangka Pikir

PENERAPAN

AUDIT PENGHITUNGAN KERUGIAN KEUANGAN NEGARA

Pembuktian Audit

Penghitungan Kerugian

Keuangan Negara (X2) :

1. Alat bukti keterangan Ahli

2. Alat bukti surat

TERUNGKAP KERUGIAN KEUANGAN

NEGARA

Dasar Hukum:

1. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

2. Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

3. Undang-Undang Keuangan Negara

4. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara

Penanganan Tindak Pidana oleh Korporasi

Penerapan Audit Penghitungan

Kerugian Keuangan Negara dalam

penanganan tindak pidana korupsi (X1):

1. Lembaga yang berwenang

mengaudit

2. Langkah-Langkah dalam

menghitung kerugian keuangan

negara

3. Metode dalam Menghitung

Kerugian Keuangan Negara

Page 56: PENERAPAN AUDIT PENGHITUNGAN KERUGIAN KEUANGAN …

45

F. Definisi Operasional

1. Penerapan Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara adalah penerapan

audit dengan tujuan tertentu yang dimaksudkan untuk menyatakan pendapat

mengenai nilai kerugian keuangan negara yang timbul dari suatu kasus

penyimpangan dan digunakan untuk mendukung tindakan litigasi.

2. Dasar Hukum:

2.1. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) adalah Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

2.2. Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah Undang-

Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun

2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

2.3. Undang-Undang Keuangan Negara adalah Undang-Undang Nomor 17

Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara.

2.4. Peraturan Mahkamah Agung adalah Peraturan Mahkamah Agung Nomor

13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana Oleh

Korporasi

3. Penerapan Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara adalah sebagai

berikut :

3.1. Lembaga yang berwenang mengaudit adalah lembaga yang diberikan

kewenangan oleh undang-undang untuk melakukan audit dalam rangka

penghitungan kerugian keuangan negara yaitu Badan Pemeriksa Keuangan

dan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan.

Page 57: PENERAPAN AUDIT PENGHITUNGAN KERUGIAN KEUANGAN …

46

3.2. Langkah-Langkah dalam menghitung kerugian keuangan negara adalah

dengan cara sebagai berikut :

e. Mengidentifikasi penyimpangan yang terjadi

f. Mengidentifikasi Transaksi

g. Mengidentifikasi, mengumpulkan, verifikasi dan analisis bukti

h. Menghitung jumlah kerugian keuangan negara

3.3. Metode yang digunakan dalam menghitung kerugian keuangan negara

adalah sebagai berikut:

g. Kerugian total (Total Loss)

h. Kerugian Total dengan Penyesuaian

i. Kerugian Bersih (Net Loss)

j. Harga wajar

k. Biaya Kesempatan (Opportunity Cost)

l. Bunga (Interest)

4. Pembuktian Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara adalah sebagai

berikut :

4.1. Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara sebagai alat bukti surat

apabila laporan ahli yang diberikan pada saat penyidikan dan dilakukan

dibawah sumpah tidak dihadirkan di persidangan; dan

4.2. Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara sebagai alat bukti

keterangan Ahli apabila memberikan keterangan di persidangan.

5. Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara digunakan untuk mengungkap

ada atau tidak kerugian keuangan negara.