penerapan algoritma van hengel dan spitzer untuk …repository.ub.ac.id/6482/1/fiqri al...

66
PENERAPAN ALGORITMA VAN HENGEL DAN SPITZER UNTUK ESTIMASI KEDALAMAN LAUT DARI DATA LANDSAT 8 (STUDI KASUS: PERAIRAN ASEM BAGUS, SITUBONDO) SKRIPSI Oleh: FIQRI AL FARISYI NIM. 105080601111030 PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2017

Upload: others

Post on 27-Jan-2021

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • PENERAPAN ALGORITMA VAN HENGEL DAN SPITZER UNTUK ESTIMASI

    KEDALAMAN LAUT DARI DATA LANDSAT 8

    (STUDI KASUS: PERAIRAN ASEM BAGUS, SITUBONDO)

    SKRIPSI

    Oleh:

    FIQRI AL FARISYI

    NIM. 105080601111030

    PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN

    JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN

    FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

    UNIVERSITAS BRAWIJAYA

    MALANG

    2017

  • i

    PENERAPAN ALGORITMA VAN HENGEL DAN SPITZER UNTUK ESTIMASI

    KEDALAMAN LAUT DARI DATA LANDSAT 8

    (STUDI KASUS: PERAIRAN ASEM BAGUS, SITUBONDO)

    HALAMAN JUDUL

    SKRIPSI

    Sebagai Salah Satu Syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Kelautan

    di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

    Universitas Brawijaya

    Oleh:

    FIQRI AL FARISYI

    NIM. 105080601111030

    PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN

    JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN

    FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

    UNIVERSITAS BRAWIJAYA

    MALANG

    JULI, 2017

  • ii

    SKRIPSI

    HALAMAN PENGESAHAN PENERAPAN ALGORITMA VAN HENGEL DAN SPITZER UNTUK ESTIMASI

    KEDALAMAN LAUT DARI DATA LANDSAT 8

    (STUDI KASUS: PERAIRAN ASEM BAGUS, SITUBONDO)

    Oleh:

    FIQRI AL FARISYI

    NIM. 105080601111030

    telah dipertahankan didepan penguji

    pada tanggal 27 Juli 2017

    dan dinyatakan telah memenuhi syarat

    Menyetujui,

    Dosen Pembimbing I

    (Ir. Bambang Semedi, M.Sc, Ph.D)

    NIP. 19621220 198803 1 004

    Tanggal :

    Menyetujui,

    Dosen Pembimbing II

    (M. Arif Zainul Fuad, S.Kel, M.Sc)

    NIP. 19801005 200501 1 002

    Tanggal :

    Mengetahui,

    Ketua Jurusan

    (Dr. Ir. Daduk Setyohadi, MP)

    NIP. 19630608 198703 1 003

    Tanggal :

  • iii

    IDENTITAS TIM PENGUJI

    Judul : PENERAPAN ALGORITMA VAN HENGEL DAN

    SPITZER UNTUK ESTIMASI KEDALAMAN LAUT DARI

    DATA LANDSAT 8 (STUDI KASUS: PERAIRAN ASEM

    BAGUS, SITUBONDO)

    Nama : FIQRI AL FARISYI

    NIM : 105080601111030

    Program Studi : Ilmu Kelautan

    PENGUJI PEMBIMBING:

    Pembimbing 1 : Ir. BAMBANG SEMEDI, M.Sc, Ph.D

    Pembimbing 2 : M. ARIF ZAINUL FUAD, S.Kel, M.Sc

    PENGUJI BUKAN PEMBIMBING:

    Dosen Penguji 1 : NURIN HIDAYATI, ST, M.Sc

    Dosen Penguji 2 : ANDIK ISDIANTO, ST, MT

    Tanggal Ujian : 27 Juli 2017

  • iv

    PERNYATAAN ORISINALITAS

    Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi yang saya tulis ini

    benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, dan sepanjang pengetahuan

    saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan

    oleh orang lain kecuali yang tertulis dalam naskah ini dan disebutkan dalam

    daftar pustaka.

    Apabila kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil

    penjiplakan (plagiasi), maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan

    tersebut, sesuai hukum yang berlaku di Indonesia.

    Malang, 20 Juli 2017

    Penulis,

    Fiqri Al Farisyi

    NIM. 105080601111030

  • v

    UCAPAN TERIMA KASIH

    Dalam serangkaian proses penelitian ini tentunya banyak pihak-pihak

    terkait yang banyak memberikan bantuan sehingga penelitian berjalan dengan

    lancar, untuk itu penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada:

    1. Bapak Ir. Bambang Semedi, M.Sc, Ph.D dan Bapak M. Arif Zainul Fuad,

    S.Kel, M.Sc selaku dosen pembimbing atas ketersediaan waktu untuk

    memberikan bimbingan, arahan serta kesabarannya selama melakukan

    penelitian ini.

    2. Ibu Nurin Hidayati, ST, M.Sc dan Bapak Andik Isdianto, ST, MT selaku

    dosen penguji yang telah banyak memberikan masukan, kritik dan saran

    demi perbaikan penelitian ini.

    3. Kedua Orang Tua yang selalu memberikan do’a, motivasi dan dukungan

    dalam bentuk moril maupun spiritual selama perkuliahan dan penelitian ini.

    Khususnya Ibu Siti Rukhaiyah (almh) yang menjadi motivasi utama penulis

    selama masa perkuliahan dan penelitian.

    4. Adik-adik, Farida Ramadhani dan Febriyanti Aulia Izzatunnisa yang selalu

    memberikan do’a dan dukungannya.

    5. Adhim, Affan, Dian, Yunus, Ardy, Wikan, Heru Y, Pulung, Hardik, Hendri

    dan teman-teman seangkatan 2010 lainnya, kakak-kakak tingkat, Yosie,

    Aden dan adik-adik tingkat lainnya dalam keluarga Ilmu Kelautan

    Universitas Brawijaya yang telah membantu dalam menyelesaikan

    penelitian ini dan selama perkuliahan.

    Terima kasih juga untuk semua pihak-pihak yang belum penulis

    sebutkan satu-persatu yang selama ini banyak membantu jalannya penelitian ini

    sehingga dapat berjalan lancar.

    Malang, 20 Juli 2017

    Penulis,

    Fiqri Al Farisyi

    NIM. 105080601111030

  • vi

    RINGKASAN

    FIQRI AL FARISYI. Penerapan Algoritma Van Hengel dan Spitzer Untuk

    Estimasi Kedalaman Laut Dari Data Landsat-8 (Studi Kasus: Perairan Asem

    Bagus, Situbondo). (dibawah bimbingan Ir. Bambang Semedi, M.Sc, Ph.D dan

    M.A. Zainul Fuad, S.Kel, M.Sc)

    Informasi kedalaman suatu perairan laut merupakan suatu informasi

    penting bagi semua kegiatan yang berlangsung di perairan laut. Informasi

    kedalaman dibutuhkan dalam berbagai kegiatan baik di bidang perikanan

    misalnya untuk memprediksi keberadaan ikan-ikan demersal tertentu, maupun di

    bidang pelayaran seperti untuk acuan navigasi. Upaya-upaya untuk

    mendapatkan informasi batimetri cukup beragam. Seiring dengan perkembangan

    teknologi di bidang penginderaan jauh, sensor pasif dari satelit penginderaan

    jauh diketahui mampu menangkap karakteristik objek-objek yang terhalang oleh

    badan air hingga kedalaman tertentu. Keunggulan ini dapat dimanfaatkan untuk

    mendapatkan estimasi batimetri suatu perairan hingga kedalaman tertentu.

    Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui pola

    kedalaman perairan Kecamatan Asem Bagus dari hasil pengambilan data insitu

    dan dari hasil pengolahan data citra satelit Landsat-8. Selain itu juga bertujuan

    untuk mengetahui tingkat keeratan hubungan data estimasi kedalaman dari citra

    satelit Landsat-8 dalam memprediksi nilai kedalaman yang sebenarnya.

    Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 24 April 2017 hingga 27 Juli

    2017. Lokasi penelitian ini adalah kawasan perairan laut Kecamatan Asem

    Bagus, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur.

    Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan

    metode deskriptif dan kuantitatif. Dengan metode deskriptif bertujuan untuk

    menggambarkan pola bentuk dasar perairan Asem Bagus berdasarkan dari data

    citra Landsat-8 yang diinterpretasikan dengan cara menerapkan Algoritma

    Transformasi Rotasi yang dikembangkan oleh Van Hengel dan Spitzer (1991).

    Serta dilakukan analisis terhadap data penginderaan jauh tersebut untuk menilai

    kelayakan serta kemampuan data tersebut dalam menjelaskan data kedalaman

    yang sebenarnya.

    Sesuai dengan tujuan penelitian, hasil yang didapat adalah bentuk dasar

    perairan menurut data insitu cenderung landai dan mempunyai kontur yang

    halus, sedangkan bentuk dasar perairan menurut data landsat-8 cenderung

    curam dan mempunyai tekstur dasar yang kasar. Menurut hasil analisis, estimasi

    nilai kedalaman perairan dangkal optis (25 m) dapat dikatakan buruk dengan koefisien

    korelasi R2 0.16 karena faktor keterbatasan Algoritma Transformasi Rotasi yang

    kurang bisa mendeteksi kedalaman perairan lebih dari 25 meter. Sedangkan

    secara keseluruhan estimasi kedalaman laut di perairan Asem Bagus dapat

    dikatakan cukup bagus dengan nilai R2 0.63.

  • vii

    KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas segala

    rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Skripsi

    yang berjudul “Penerapan Algoritma Van Hengel dan Spitzer Untuk Estimasi

    Kedalaman Laut Dari Data Landsat-8 (Studi Kasus: Perairan Asem Bagus,

    Situbondo)” sebagai salah satu syarat penyelesaian studi tingkat Sarjana pada

    Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya, Malang.

    Di dalam tulisan ini disajikan informasi mengenai estimasi nilai

    kedalaman perairan laut yang didapatkan dari penerapan Algoritma Transformasi

    Rotasi pada data citra Landsat-8. Penyajian data kedalaman perairan dalam

    bentuk 2D, 3D dan cross section untuk memudahkan dalam memahami pola

    batimetri. Disajikan pula analisis data kedalaman untuk mengetahui seberapa

    besar korelasinya dengan data lapang. Diharapkan informasi ini mampu menjadi

    pertimbangan atau acuan bagi pembaca yang akan melakukan penelitian serupa.

    Demikian tulisan ini disusun, dengan ini penulis mengucapkan banyak

    terimakasih, semoga kegiatan penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis dan

    bagi rekan-rekan lainnya. Penulis menyadari bahwa dalam laporan ini masih

    mengandung banyak kekurangan. Oleh sebab itu penulis sangat berterima kasih

    apabila pembaca memberikan kritik dan saran untuk perbaikan tulisan ini.

    Malang, 20 Juli 2017

    Penulis,

    Fiqri Al Farisyi

    NIM. 105080601111030

  • viii

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i

    HALAMAN PENGESAHAN................................................................................. ii

    IDENTITAS TIM PENGUJI ................................................................................. iii

    PERNYATAAN ORISINALITAS ......................................................................... iv

    UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................................... v

    RINGKASAN ...................................................................................................... vi

    KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii

    DAFTAR ISI ..................................................................................................... viii

    DAFTAR TABEL ................................................................................................. x

    DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xi

    DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xiii

    BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................... 1

    1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1

    1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 3

    1.3 Tujuan ................................................................................................... 3

    1.4 Manfaat ................................................................................................. 4

    1.5 Waktu dan Lokasi Penelitian .................................................................. 4

    BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 5

    2.1 Informasi Batimetri ................................................................................. 5

    2.2 Penginderaan Jauh dan SIG .................................................................. 6

    2.3 Deteksi Kedalaman Perairan Melalui Teknologi Penginderaan Jauh ..... 8

    2.4 Landsat-8 .............................................................................................. 9

    BAB 3. METODE PENELITIAN.................................................................... 13

    3.1 Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................. 13

    3.2 Alat dan Bahan Penelitian ................................................................... 13

    3.2.1 Alat ............................................................................................... 14

    3.2.2 Bahan ........................................................................................... 15

    3.3 Alur Penelitian ..................................................................................... 15

    3.4 Perolehan Data .................................................................................... 17

  • ix

    3.4.1 Data Sounding .............................................................................. 17

    3.4.2 Data Pasang Surut ....................................................................... 17

    3.4.3 Data Landsat-8 ............................................................................. 17

    3.5 Pengolahan Data ................................................................................. 18

    3.5.1 Pengolahan Data Sounding .......................................................... 18

    3.5.2 Pengolahan Data Pasang Surut ................................................... 19

    3.5.3 Pengolahan Data Landsat-8 ......................................................... 19

    3.5.3.1 Pengolahan Awal Landsat-8 ..................................................... 19

    3.5.3.2 Penerapan Algoritma Transformasi Rotasi ................................ 21

    3.6 Analisis Informasi Batimetri .................................................................. 22

    BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 25

    4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian ....................................................... 25

    4.2 Informasi Batimetri Tampilan 2D .......................................................... 25

    4.3 Informasi Batimetri Tampilan 3D .......................................................... 27

    4.4 Informasi Batimetri Tampilan Penampang Melintang ........................... 28

    4.5 Analisis Hubungan Data Kedalaman Landsat-8 dan Insitu .................. 40

    4.5.1 Analisis Korelasi di Kedalaman Perairan 25 m ........................... 42

    4.5.3 Analisis Korelasi di Semua Tingkat Kedalaman Perairan .............. 44

    4.6 Pembahasan ....................................................................................... 46

    BAB 5. PENUTUP ........................................................................................ 49

    5.1 Kesimpulan .......................................................................................... 49

    5.2 Saran ................................................................................................... 50

    DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 51

    LAMPIRAN ........................................................................................................ 53

  • x

    DAFTAR TABEL

    Tabel 1. Spesifikasi band-band Landsat-8 ......................................................... 12

    Tabel 2. Alat-Alat Penelitian ............................................................................... 14

    Tabel 3. Bahan-bahan penelitian ....................................................................... 15

    Tabel 4. Interpretasi Nilai Koefisien Korelasi ...................................................... 23

  • xi

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 1. Pembagian panjang gelombang elektromagnetik ............................... 7

    Gambar 2. Proses perekaman permukaan bumi oleh sensor penginderaan jauh 7

    Gambar 3. Satelit Landsat-8 .............................................................................. 10

    Gambar 4. Perbandingan band multispektral Landsat-8 dan Landsat-7 ............. 11

    Gambar 5. Peta Lokasi Penelitian ...................................................................... 13

    Gambar 6. Diagram Alir Penelitian ..................................................................... 16

    Gambar 7. Peta Sebaran Titik Sounding ............................................................ 18

    Gambar 8, Hasil Proses Masking ....................................................................... 20

    Gambar 9. Tampilan Kontur Batimetri 2D Data Insitu ........................................ 26

    Gambar 10. Tampilan Kontur Batimetri 2D Data Landsat-8 ............................... 26

    Gambar 11. Tampilan 3D Data Insitu ................................................................. 27

    Gambar 12. Tampilan 3D Data Landsat-8 ......................................................... 28

    Gambar 13. Peta Sebaran Jalur Penampang Melintang .................................... 29

    Gambar 14. Penampang Melintang Data Kedalaman Landsat-8 di Jalur 1 ........ 30

    Gambar 15. Penampang Melintang Data Kedalaman Insitu di Jalur 1 ............... 30

    Gambar 16. Penampang Melintang Data Kedalaman Landsat-8 di Jalur 2 ........ 31

    Gambar 17. Penampang Melintang Data Kedalaman Insitu di Jalur 2 ............... 31

    Gambar 18. Penampang Melintang Data Kedalaman Landsat-8 di Jalur 3 ........ 32

    Gambar 19. Penampang Melintang Data Kedalaman Insitu di Jalur 3 ............... 32

    Gambar 20. Penampang Melintang Data Kedalaman Landsat-8 di Jalur 4 ........ 33

    Gambar 21. Penampang Melintang Data Kedalaman Insitu di Jalur 4 ............... 33

    Gambar 22. Penampang Melintang Data Kedalaman Landsat-8 di Jalur 5 ........ 34

    Gambar 23. Penampang Melintang Data Kedalaman Insitu di Jalur 5 ............... 34

    Gambar 24. Penampang Melintang Data Kedalaman Landsat-8 di Jalur 6 ........ 35

    Gambar 25. Penampang Melintang Data Kedalaman Insitu di Jalur 6 ............... 35

  • xii

    Gambar 26. Penampang Melintang Data Kedalaman Landsat-8 di Jalur 7 ........ 36

    Gambar 27. Penampang Melintang Data Kedalaman Insitu di Jalur 7 ............... 36

    Gambar 28. Penampang Melintang Data Kedalaman Landsat-8 di Jalur 8 ........ 37

    Gambar 29. Penampang Melintang Data Kedalaman Insitu di Jalur 8 ............... 37

    Gambar 30. Penampang Melintang Data Kedalaman Landsat-8 di Jalur 9 ........ 38

    Gambar 31. Penampang Melintang Data Kedalaman Insitu di Jalur 9 ............... 38

    Gambar 32. Penampang Melintang Data Kedalaman Landsat-8 di Jalur 10 ...... 39

    Gambar 33. Penampang Melintang Data Kedalaman Insitu di Jalur 10 ............. 39

    Gambar 34. Peta Sebaran Jalur dan Titik Sampel ............................................. 40

    Gambar 35. Scatter-Graph Regresi di Kedalaman 25 m ..................................... 44

    Gambar 39. Scatter-Graph Data di Semua Kedalaman ..................................... 45

    Gambar 40. Grafik Residual Data di Semua Kedalaman ................................... 46

  • xiii

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1. Data Sounding ............................................................................... 53

    Lampiran 2. Data Pasang Surut ......................................................................... 56

    Lampiran 3. Detail Regresi Logaritmik ............................................................... 57

    Lampiran 4. Titik Sampel Analisis Korelasi ........................................................ 59

    Lampiran 5. Detail Analisis Regresi Linear......................................................... 64

  • 1

    BAB 1. PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Informasi kedalaman suatu perairan laut merupakan suatu informasi

    penting bagi semua kegiatan yang berlangsung di perairan laut. Informasi

    kedalaman dibutuhkan dalam berbagai kegiatan baik di bidang perikanan

    misalnya untuk memprediksi keberadaan ikan-ikan demersal tertentu, maupun di

    bidang pelayaran seperti untuk acuan navigasi. Informasi tersebut biasa disajikan

    dalam bentuk peta batimetri. Peta batimetri memiliki bentuk dan kegunaan yang

    beragam. Peta batimetri pada umumnya berbentuk kontur dan gradasi warna

    yang menunjukkan perubahan kedalaman pada jarak tertentu. Batimetri juga bisa

    dideskripsikan sebagai ukuran kedalaman dari permukaan air sampai dengan

    dasar laut (Setiawan et al, 2014).

    Upaya-upaya untuk mendapatkan informasi batimetri cukup beragam.

    Cara konvensional adalah dengan cara menenggelamkan pemberat yang diikat

    tali sehingga panjang tali dari pemberat hingga permukaan air merupakan

    representatif dari kedalaman titik lokasi tersebut. Kegiatan ini dilakukan berulang-

    ulang di banyak titik lokasi sehingga didapatkan data batimetri. Cara yang lebih

    modern dapat dilakukan dengan metode sounding menggunakan alat echo

    sounder. Kinerja alat tersebut adalah dengan mengukur sela waktu antara bunyi

    (ping) yang ditembakkan alat tersebut ke arah kedalaman suatu perairan dengan

    ping pantulan dari dasar perairan yang diterima alat tersebut. Dengan

    diketahuinya jeda waktu dan nilai cepat rambat gelombang suara di air laut maka

    dapat diperoleh jarak antara alat (permukaan) dan bidang pantul (dasar laut)

    yang dapat diartikan sebagai data kedalaman titik lokasi tersebut. Seiring dengan

    perkembangan teknologi di bidang penginderaan jauh, sensor pasif dari satelit

    penginderaan jauh diketahui mampu menangkap karakteristik objek-objek yang

  • 2

    terhalang oleh badan air hingga kedalaman tertentu. Keunggulan ini dapat

    dimanfaatkan untuk mendapatkan estimasi batimetri suatu perairan hingga

    kedalaman tertentu (Wahyuningrum et al, 2008).

    Estimasi batimetri yang didasarkan dari data penginderaan jauh saja

    akan menghasilkan nilai bias yang tinggi dikarenakan banyak faktor yang dapat

    menghambat sifat optik suatu perairan, semisal Total Suspended Matter dan

    kandungan klorofil dalam badan air. Selain itu data yang dihasilkan dari satelit

    penginderaan jauh hanya mampu menunjukkan kontur rupa dasar perairan tanpa

    tahu persis nilai kedalaman dalam satuan baku. Maka dari itu dibutuhkan juga

    data batimetri insitu sebagai acuan untuk memverifikasi nilai kedalaman data

    penginderaan jauh agar didapatkan nilai kedalaman absolut dalam satuan yang

    baku (Arief et al, 2013).

    Data batimetri yang telah terverifikasi oleh data insitu (kedalaman

    absolut) masih memiliki perbedaan dengan data insitu yang merupakan data

    batimetri yang valid. Oleh karena adanya perbedaan tersebut maka analisis

    akurasi menjadi suatu langkah yang diperlukan guna menentukan layak atau

    tidaknya data kedalaman absolut tersebut dijadikan sebagai peta batimetri yang

    dapat dipercaya, mengingat tujuan penggunaan metode penginderaan jauh

    batimetri adalah untuk memperoleh nilai kedalaman dalam skala luas tanpa

    mengukur kedalaman di seluruh area yang luas tersebut. Jika hasil analisis

    menunjukkan nilai akurasi yang tinggi maka metode penginderaan jauh batimetri

    dapat dijadikan metode pembuatan peta batimetri yang efektif dan sedikit usaha

    (less effort) sehingga dapat menghemat waktu dan biaya saat pengambilan data

    insitu jika area yang diteliti sangat luas (Setiawan et al, 2014).

  • 3

    1.2 Rumusan Masalah

    Untuk mendapatkan nilai kedalaman suatu perairan dari data satelit

    penginderaan jauh, ada banyak algoritma yang dapat diterapkan. Dalam

    penelitian ini difokuskan data citra satelit dan algoritma yang digunakan adalah

    data citra satelit Landsat-8 dan algoritma Transformasi Rotasi (Van Hengel dan

    Spitzer, 1991). Penerapan algoritma yang sama dalam lokasi yang berbeda akan

    menghasilkan nilai akurasi yang berbeda pula, maka dari itu perlu dilakukan

    analisis penerapan algoritma Transformasi Rotasi di wilaya perairan dangkal

    Kecamatan Asem Bagus, Kabupaten Situbondo. Adapun permasalahan yang

    perlu dikaji antara lain:

    1. Bagaimana pola kedalaman perairan Kecamatan Asem Bagus dari hasil

    pengambilan data insitu?

    2. Bagaimana pola kedalaman perairan Kecamatan Asem Bagus dari hasil

    pengolahan data citra satelit Landsat-8?

    3. Seberapa kuat hubungan data estimasi kedalaman dari citra satelit Landsat-8

    dalam memprediksi nilai kedalaman yang sebenarnya (data insitu)?

    1.3 Tujuan

    Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:

    1. Mengetahui pola kedalaman perairan Kecamatan Asem Bagus dari hasil

    pengambilan data insitu.

    2. Mengetahui pola kedalaman perairan Kecamatan Asem Bagus berdasarkan

    hasil pengolahan data citra satelit Landsat-8.

    3. Mengetahui tingkat keeratan hubungan data estimasi kedalaman dari citra

    satelit Landsat-8 dalam memprediksi nilai kedalaman yang sebenarnya (data

    insitu).

  • 4

    1.4 Manfaat

    Manfaat yang didapat dari penelitian ini adalah sebagai informasi bagi

    peneliti terkait ekstraksi nilai kedalaman perairan dari data citra satelit

    penginderaan jauh Landsat-8 beserta nilai akurasinya terhadap data batimetri

    insitu yang merupakan data valid perairan tersebut. Selain itu, hasil dari

    penelitian ini juga dapat digunakan sebagai alat atau instrumen untuk acuan

    dalam upaya memonitor dan merevisi data batimetri yang sudah ada khususnya

    untuk wilayah perairan dangkal Kecamatan Asem Bagus di waktu yang akan

    datang.

    1.5 Waktu dan Lokasi Penelitian

    Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 24 April 2017 hingga 27 Juli

    2017. Lokasi penelitian ini adalah kawasan perairan laut Kecamatan Asem

    Bagus, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur.

  • 5

    BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Informasi Batimetri

    Batimetri adalah ilmu yang mempelajari pengukuran kedalaman lautan,

    laut atau tubuhperairan lainnya, sedangkan yang dimaksud peta batimetri adalah

    peta yang menggambarkan perairan beserta kedalamannya. Peta batimetri

    dideskripsikan juga sebagai data spasial yang berisi informasi kedalaman suatu

    daerah peraiaran. Informasi batimetri dapat mengambarkan tentang kondisi

    struktur dan bentuk dasar perairan dari suatu daerah. Pemetaan batimetri di

    perairan dangkal memiliki peran penting untuk perikanan, keselamatan pelayaran

    serta aktivitas kelautan (Nugraha, 2013).

    Teknologi pemetaan batimetri berkembang dari waktu ke waktu. Pada

    awalnya, kedalaman diukur dengan menggunakan tambang yang ujungnya diberi

    pemberat dan mencoba untuk memperhitungkan kapan pemberat tersebut

    menyentuh dasar. Tetapi metode ini sulit dilakukan dan hasilnya hampir selalu

    tidak akurat karena arus yang kuat dapat menarik tambang dan pemberatnya ke

    samping, jika perairan yang diukur relatif lebih dalam maka tambang yang

    dibutuhkan akan lebih panjang dan sulit mengetahui kapan pemberat menyentuh

    dasar. Selain itu juga membutuhkan waktu yang lama untuk menurunkan dan

    menaikkan tambang (Wahyuningrum et al, 2008).

    Pemetaan batimetri menggunakan metode modern dilakukan dengan

    cara kapal menggunakan echosounder memberikan hasil yang cukup akurat.

    Namun cara ini mempunyai keterbatasan antara lain: cakupan wilayah yang

    terbatas dan sangat sulit diterapkan di perairan pesisir yang sangat dangkal serta

    membutuhkan biaya operasi yang tinggi (Arief et al, 2013).

  • 6

    2.2 Penginderaan Jauh dan SIG

    Penginderaan jauh (Remote Sensing) adalah ilmu dan seni untuk

    memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah, atau fenomena melalui

    analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan

    objek, daerah, atau fenomena yang dikaji. Dalam berbagai hal, penginderaan

    jauh dapat diartikan sebagai suatu proses membaca. Dengan menggunakan

    sensor, kegiatan mengumpulkan data dari jarak jauh yang dapat dianalisis untuk

    mendapatkan informasi tentang objek, daerah atau fenomena yang diteliti dapat

    dilakukan secara efektif (Lillesand dan Kiefer, 1990).

    Setelah beberapa tahun terakhir, teknologi penginderaan jauh di bidang

    ilmu kelautan dapat diterima dan meningkatkan perhatian dalam hal

    pengembangn sensor, pengolahan dan interpretasi citra, serta pengembangan

    aplikasi untuk teknologi ini. Dengan kemajuan yang pesat ini, teknologi

    penginderaan jauh menjadi semakin kompleks. Banyak individu berlatih berbagai

    macam disiplin ilmu yang berhubungan dengan kelautan, yang bisa jadi dapat

    mengambil keuntungan dari teknik penginderaan jauh (Deborah et al, 1983).

    Dalam praktiknya, hanya band-band tertentu dari spektrum elektro-

    magnetik yang berguna dalam penginderaan jauh sumberdaya alam dikarenakan

    faktor lingkungan dan keterbatasan instrumen. Beberapa keterbatasan tersebut

    antara lain efek atmosferik, ukuran antena instrumen, hubungan antara panjang

    gelombang dan objek yang diamati, tenaga untuk mengoperasikan sensor

    (khususnya sensor aktif) serta transmisi data ke stasiun bumi. Keterbatasan

    tersebut yang mempengaruhi kualitas data citra yang dihasilkan, semisal resolusi

    citra (Deborah et al, 1983).

  • 7

    Gambar 1. Pembagian panjang gelombang elektromagnetik (Deborah et al, 1983)

    Instrumen penginderaan jauh didesain untuk bekerja dengan band-band

    spesifik dari spektrum elektromagnetik. Sensor pasif (sensor yang hanya

    menangkap pantulan energi elektromagnetik matahari) beroperasi di band

    ultraviolet, sinar tampak, near infrared, thermal infrared, dan beberapa

    gelombang mikro. Sedangkan sensor aktif (sensor yang memancarkan dan

    menerima kembali sinyal pantulnya) hanya beroperasi di band gelombang mikro

    dari spektrum yang ada. Sensor ini mengandalkan kekuatan dan frekuensi sinyal

    pantul untuk menggambarkan objek yang diamati (Deborah et al, 1983).

    Gambar 2. Proses perekaman permukaan bumi oleh sensor penginderaan jauh

  • 8

    Pada dasarnya, istilah Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan

    gabungan dari tiga pokok, yakni: sistem, informasi dan geografis. Dengan

    demikian, pengertian terhadap ketiga unsur-unsur pokok ini akan sangat

    membantu dalam memahami SIG. Dengan melihat unsur-unsur pokoknya maka

    jelas SIG merupakan salah satu sistem informasi dengan tambahan unsur

    “geografis”. Atau SIG merupakan suatu sistem yang menekankan pada unsur

    “informasi geografis”. Hingga saat ini belum ada kesepakatan mengenai definisi

    SIG yang baku. Sebagian besar definisi di dalam berbagai pustaka masih bersifat

    umum, belum lengkap, tidak presisi dan bersifat elastik. Salah satu definisi SIG

    adalah sistem komputer yang digunakan untuk memasukkan, capturing,

    menyimpan, memeriksa, mengintegrasikan, memanipulasi, menganalisa dan

    menampilkan data-data yang berhubungan dengan posisi-posisi di permukaan

    bumi (Prahasta, 2001).

    2.3 Deteksi Kedalaman Perairan Melalui Teknologi Penginderaan Jauh

    Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh telah banyak dilakukan untuk

    memperoleh data batimetri karena dipandang sebagai salah satu cara yang

    efektif dan efisien serta cukup terlihat kegunaannya dalam mengkompilasi dan

    merevisi peta-peta sumberdaya yang telah ada sebelumnya. Teknologi ini

    mampu mendapatkan informasi secara sinoptik sehingga dapat mengamati

    fenomena yang terjadi di lautan yang luas dan dinamis dan mampu memberikan

    informasi secara kontinu karena telah diprogram melintas daerah yang sama

    dalam waktu tertentu (Wahyuningrum et al, 2008).

    Metode pemetaan batimetri menggunakan data penginderaan jauh

    awalnya dikembangkan oleh Jupp (1988). Metode tersebut menggunakan asumsi

    hubungan linear antara pantulan spektral dan kedalaman, dan hasilnya adalah

    nilai rentang kedalaman, dimana rentangnya tergantung pada jumlah band yang

    digunakan sebagai input. Metode ini cukup rumit karena nilai k harus diketahui,

  • 9

    dan diperoleh melalui integrasi nilai piksel citra dan data kedalaman. Meskipun

    demikian, metode ini mempunyai kelemahan tidak sesuai diterapkan untuk area

    dengan tutupan dasar perairan yang bervariasi. Selain itu karena hasilnya adalah

    data kategori (ordinal), akurasi pemetaan batimetri tidak dapat dikuantifikasikan

    secara akurat karena rentang kedalaman sangat lebar (Wicaksono, 2015).

    Pada tahun 1991, Van Hengel dan Spitzer memperkenalkan sebuah

    algoritma untuk menghasilkan informasi batimetri menggunakan data citra

    LANDSAT TM dengan menggunakan matriks tranformasi rotasi. Metode Van

    Hengel dan Spitzer (1991) telah digunakan untuk menghasilkan informasi

    batimetri di Pulau Pari Kepulauan Seribu DKI Jakarta dengan menggunakan data

    citra LANDSAT 7 ETM+ kombinasi band 1, band 2 dan band 3 (Wahyuningrum et

    al, 2008).

    2.4 Landsat-8

    Satelit Landsat-8 telah berhasil diluncurkan NASA pada tanggal 11

    Februari 2013 bertempat di Vandenberg Air Force Base, California yang

    merupakan misi kerjasama antara NASA dan USGS (U.S. Geological Survey)

    dengan pembagian tanggung jawab masing-masing. NASA bertanggung jawab

    akan penyediaan satelit Landsat-8, instrumen-instrumen, pesawat peluncur, dan

    elemen-elemen operasi misi Sistem Stasiun Bumi. NASA juga akan mengelola

    fase awal peluncuran sampai dengan kondisi satelit beropersi di orbitnya pada

    ruas antariksa (dari peluncuran sampai penerimaan). USGS bertanggung jawab

    akan penyediaan pusat operasi-operasi misi dan sistem-sistem pengolahan pada

    Stasiun Bumi (termasuk pengaripan dan jaringan-jaringan data), demikian juga

    tim operasi-operasi penerbangan. USGS juga akan membiayai tim ilmuan

    Landsat (Sitanggang, 2010).

  • 10

    Gambar 3. Satelit Landsat-8 (NASA, 2014)

    Satelit Landsat-8 disebut juga satelit LDCM (Landsat Data Continuity

    Mission) dengan misi mengorbit atau mengitari bumi setiap 99 menit dan

    menggambar seluruh permukaan bumi setiap 16 hari, dan mengumpulkan

    gambar atau citra pada akuisisi jadwal yang sama dengan Landsat-5 yang

    sebelumnya digunakan. Karakteristik citra Landsat-8 ini adalah menggunakan

    dua sensor, yakni sensor Operational Land Imager (OLI) dan sensor Thermal

    Infrared Sensor (TIRS). Sensor OLI mempunyai selang band yang lebih pendek

    dan tambahan dua band (menjadi 9 Band) dari Landsat sebelumnya yang hanya

    7 band. Band tambahan tersebut antara lain band "Ultra-Blue" (Band 1) yang

    akan digunakan untuk studi pesisir dan aerosol, serta Band 9 yang akan berguna

    untuk mendeteksi awan cirrus. Sensor TIRS (Band 10 dan Band 11) dapat

    menghasilkan kontinuitas data untuk kanal-kanal inframerah termal yang tidak

    dicitrakan oleh OLI. Citra Landsat-8 disinyalir memiliki akurasi geodetik dan

    geometrik yang lebih baik (Childs, 2013).

  • 11

    Gambar 4. Perbandingan band multispektral Landsat-8 dan Landsat-7 (USGS, 2013)

    Spesifikasi Landsat-8 (LDCM) adalah sebagai berikut:

    Orbit

    Worldwide Reference System-2 (WRS-2) path/row system

    Orbit Sun-synchronous pada ketinggian 705 km (438 mil)

    233 orbit cycle; mencakup seluruh permukaan bumi setiap 16 hari (kecuali

    untuk lintang tertinggi di kutub)

    Sudut inklinasi 98.2° (slightly retrograde)

    Mengelilingi bumi setiap 98.9 menit

    Melintas di ekuator pukul 10:00 pagi. +/- 15 menit

  • 12

    Pembagian Band

    Tabel 1. Spesifikasi band-band Landsat-8

    Bands of Landsat-8 (LDCM) Wavelength

    (micrometer)

    Resolution

    (meter)

    Band 1 – Coastal aerosol 0.43 – 0.45 30

    Band 2 – Blue 0.45 – 0.51 30

    Band 3 – Green 0.53 – 0.59 30

    Band 4 – Red 0.64 – 0.67 30

    Band 5 – Near Infrared (NIR) 0.85 – 0.88 30

    Band 6 – SWIR 1 1.57 – 1.65 30

    Band 7 – SWIR 2 2.11 – 2.29 30

    Band 8 – Panchromatic 0.50 – 0.68 15

    Band 9 – Cirrus 1.36 – 1.38 30

    Band 10 – Thermal Infrared (TIRS) 1 10.60 – 11.19 100

    Band 11 – Thermal Infrared (TIRS) 2 11.50 – 12.51 100

    Sumber: United State Geological Survey, 2013

  • 13

    BAB 3. METODE PENELITIAN

    3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

    Penelitian dibagi menjadi dua tahap yaitu tahap pengambilan data dan

    tahap pengolahan data. Tahap pengambilan data dilaksanakan di perairan laut

    Kecamatan Asem Bagus, Kabupaten Situbondo oleh Aden (2016) pada bulan

    Mei 2016 (Gambar 5). Sedangkan tahap pengolahan data dilaksanakan di

    Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya oleh penulis pada

    bulan Mei 2017.

    Gambar 5. Peta Lokasi Penelitian

    3.2 Alat dan Bahan Penelitian

    Alat-alat dan bahan-bahan memegang peran penting dalam

    kelangsungan penelitian ini. Masing-masing digunakan sesuai dengan

    peruntukannya. Adapun rincian alat dan bahan beserta fungsinya yang

    digunakan dalam penelitian ini tertera secara rinci dalam sub bab di bawah.

  • 14

    3.2.1 Alat

    Alat adalah suatu benda (dapat berupa hardware maupun software)

    yang digunakan secara berulang-ulang yang mana secara fisik tidak akan

    berkurang ketika digunakan. Alat berfungsi untuk mempermudah suatu pekerjaan

    dalam penelitian ini. Alat-alat yang digunakan saat penelitian ini tertera dalam

    Tabel 2.

    Tabel 2. Alat-Alat Penelitian

    No. Nama Alat Spesifikasi Fungsi

    1 Echosounder

    Garmin

    GPSmap 585

    Sounder

    Layar WQVGA, frekuensi

    50/200 kHz, kedalaman

    maksimum 1.500 ft, daya

    10-36 V

    Merekam nilai kedalaman

    dan posisi geografis suatu

    perairan

    2 Perahu Perahu kayu,

    Mesin Diesel

    Sebagai wahana

    pembawa echosounder

    saat perekaman nilai

    kedalaman suatu perairan

    3 Laptop Processor Intel (R) Atom

    (TM) N570, 4 CPU @

    1.90Ghz, VGA 256 MB,

    Memory RAM 2 GB, HDD

    350 GB, Windows 7

    Sebagai pengolah data

    dan penyusunan laporan

    penelitian

    4 Map Source Versi 6.16.3 Untuk membuat

    perencanaan rute

    pengambilan data

    kedalaman insitu

    5 Matlab Versi 7.8.0.347 untuk kalkulasi nilai

    pasang surut

    6 ArcGIS Versi 9.3 Untuk menambahkan

    unsur-unsur SIG ke dalam

    peta batimetri

    7 ERMapper Versi 7.1 Untuk pemrosesan awal

    citra dan memasukkan

    rumus Transformasi

    Rotasi

    8 Surfer Versi 10 Untuk membuat plot

    kontur batimetri dan

    tampilan 3D

    9 Ms. Excel Versi Office 2010 Untuk kalkulasi matriks

    Transformasi Rotasi

  • 15

    3.2.2 Bahan

    Bahan adalah suatu benda yang habis saat digunakan sekali saja yang

    mana secara fisik tidak habis, berkurang atau berubah ketika digunakan. Bahan

    berfungsi sebagai objek yang diolah dalam penelitian ini. Bahan-bahan yang

    digunakan saat penelitian ini tertera dalam Tabel 3.

    Tabel 3. Bahan-bahan penelitian

    No Nama Bahan Spesifikasi Fungsi

    1 Citra Landsat-8 Tanggal Akuisisi 26-5-2016

    Path 117, Row 065 Sumber:

    http://earthexplorer.usgs.gov

    Data multispektral

    sebagai bahan dasar

    ekstraksi nilai

    kedalaman perairan

    2 Data Pasang

    Surut

    Tanggal Akuisisi 19 Maret 2016

    Sumber: tools TMD pada Matlab

    v. 7.8.0.347

    Untuk mengkoreksi

    data kedalaman hasil

    sounding

    3 Data Sounding Tanggal Akuisisi 19 Maret 2016

    Sumber: (Aden, 2016)

    Sebagai data

    kedalaman insitu

    yang merupakan data

    kedalaman

    sebenarnya

    3.3 Alur Penelitian

    Secara garis besar penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap. Tahap

    pertama adalah tahap pengumpulan data, yang nantinya akan menghasilkan

    data kedalaman insitu, data pasang surut dan data citra Landsat-8. Tahap kedua

    adalah tahap pengolahan data, yang mana dalam tahap ini ketiga macam data

    yang didapatkan dari tahap pertama akan diolah hingga menghasilkan dua data

    identik, yakni data kedalaman insitu yang telah terkoreksi pasang surut serta data

    kedalaman absolut yang merupakan nilai ekstraksi batimetri dari Landsat-8 yang

    telah tervalidasi data kedalaman insitu. Tahap ketiga adalah analisis korelasi

    menggunakan matriks error dengan masukan berupa data identik hasil dari tahap

    dua hingga menghasilkan nilai akurasi hubungan antar keduanya. Alur penelitian

    tersebut dapat dipahami melalui diagram alir pada Gambar 6.

  • 16

    Gambar 6. Diagram Alir Penelitian

    Regresi Logaritmik

    Mulai

    Perolehan Data

    Citra Landsat 8 Data Pasang Surut

    Pengolahan Awal Data Citra

    Koreksi Geometrik

    Koreksi Radiometrik

    Masking Daratan dan Awan

    Koreksi Pasang Surut

    Data Kedalaman Insitu

    Algoritma Transformasi Rotasi

    (Van Hengel and Spitzer)

    Indeks Kedalaman Air Relatif

    Kedalaman Air Absolut

    Data Kedalaman Landsat-8

    Data Sounding

    Analisis Korelasi

    Korelasi di Kedalaman 25 m

    Korelasi di Semua Kedalaman

    Hasil

  • 17

    3.4 Perolehan Data

    Perolehan tiga jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian ini berbeda-

    beda. Cara memperoleh data masing-masing akan dijelaskan dalam sub bab

    dibawah.

    3.4.1 Data Sounding

    Data ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari hasil pengukuran

    kedalaman menggunakan alat echosounder yang telah dilakukan oleh Aden

    (2016) pada tanggal 19 Maret 2016 di perairan Asem Bagus. Sebelum

    melakukan proses perekaman, dibuat terlebih dahulu jalur (track) pengukuran

    kedalaman. Track tersebut disimpan dalam echosounder dan digunakan sebagai

    rute dalam proses perekaman nilai batimetri insitu. Kemudian selama perjalanan

    dalam rute tersebut pengukuran kedalaman dilakukan dengan cara

    mentransmisikan ping ke dasar laut dengan interval sekitar 5 detik hingga rute

    berakhir. Data kedalaman tersebut akan tersimpan dalam memori echosounder

    yang nantinya dapat diambil dan dilakukan pengolahan dalam tahap selanjutnya.

    3.4.2 Data Pasang Surut

    Data pasang surut merupakan data sekunder yang didapatkan dari

    software Matlab melalui Tools TMD. Pengaturan waktu disesuaikan dengan

    waktu pengukuran kedalaman insitu (sounding), yang mana dalam penelitian ini

    waktu sounding adalah pukul 07.00 – 12.30 WIB tanggal 19 Maret 2016.

    3.4.3 Data Landsat-8

    Data Landsat-8 merupakan data sekunder yang dapat diperoleh atau

    diunduh langsung dari halaman web earthexplorer.usgs.gov. Sebaiknya dipilih

    citra Landsat-8 yang tanggal akuisisinya sama dengan tanggal pengambilan data

    sounding. Namun dikarenakan resolusi temporal Landsat-8 adalah 16 hari, maka

    dipilih tanggal akuisisi yang mendekati tanggal pengambilan data sounding,

  • 18

    dalam penelitian ini digunakan citra Landsat-8 tanggal 26 Mei 2016 dengan path

    117 dan row 065, sesuai lokasi penelitian.

    3.5 Pengolahan Data

    3.5.1 Pengolahan Data Sounding

    Data sounding yang tersimpan dalam memori echosounder harus

    diunduh dan diekstrak menjadi bentuk tabel dalam Ms. Excel. Unsur yang

    diperlukan dalam tabel tersebut adalah x, y dan z. Dimana x dan y (latitude dan

    longitude) merupakan koordinat posisi titik pengukuran, sedangkan z adalah nilai

    kedalaman yang terekam. Tabel yang berisi unsur x, y dan z ini yang disebut

    data sounding yang nantinya akan diterapkan koreksi pasang surut. Selain dalam

    bentuk tabel, data tersebut juga dapat diubah bentuk menjadi data shapefile

    untuk dapat mengetahui sebaran titik perekamannya. Untuk melakukan konversi

    ini dibutuhkan software ArcGIS dengan cara pilih fitur Add X+Y data, gunakan x

    dan y dalam tabel sebagai posisi geografis dalam ArcGIS. Hasilnya dapat dilihat

    pada Gambar 7.

    Gambar 7. Peta Sebaran Titik Sounding

  • 19

    3.5.2 Pengolahan Data Pasang Surut

    Data pasang surut ini digunakan untuk mengetahui Mean Sea Level

    (MSL) pada saat pengambilan data lapang. Selanjutnya nilai MSL yang didapat

    akan sandingkan dengan nilai z yang sudah ditambah nilai kedalaman tranducer

    (diasumsikan 0.5 m) untuk kemudian dicari selisihnya. Selisih tersebut bisa

    bernilai negatif atau positif. Selanjutnya nilai selisih tersebut digunakan untuk

    mengkoreksi nilai z dengan cara ditambahkan atau dikurangkan terhadap nilai z,

    sehingga didapatkan nilai z yang terkoreksi pasang surut.

    3.5.3 Pengolahan Data Landsat-8

    3.5.3.1 Pengolahan Awal Landsat-8

    Dalam penelitian ini data Landsat-8 yang digunakan hanya data band 1

    hingga band 5, dengan ketentuan band 2, 3, 4 digunakan sebagai kombinasi

    untuk membangun matriks algoritma transformasi rotasi nantinya, sedangkan

    band 1 dan 5 digunakan untuk menyeleksi daratan dan tutpan awan dalam

    proses Masking. Serangkaian proses pengolahan data Landsat-8 ini dilakukan di

    dalam software ERMapper.

    Langkah pertama pengolahan data Landsat-8 adalah koreksi geometrik.

    Dalam penelitian ini koreksi geometrik dibutuhkan karena data Landsat-8 yang

    tersedia sebenarnya sudah terproyeksi dengan tepat namun mempunyai system

    koordinat yang salah, sehingga latitude dan longitude bernilai negatif. Koreksi

    Geometrik dilakukan dalam ArcGIS dengan memanfaatkan Define Projection

    Tool yang bertujuan mengubah system koordinat citra menjadi yang sebenarnya.

    Selanjutnya adalah Koreksi radiometrik. Tujuan dari koreksi radiometrik

    adalah untuk mengoptimalkan nilai energi elektromagnetik yang ditangkap

    sensor satelit sehingga tampilan citra menjadi semakin tajam. Koreksi radiometrik

    dilakukan dengan menerapkan persamaan dibawah ini kedalam setiap band.

  • 20

    Setelah terkoreksi radiometrik, maka diterapkan proses masking. Tujuan

    dari masking adalah untuk mengubah nilai daratan dan tutupan awan menjadi 0

    agar tidak ikut terkalkulasi saat dilakukan penerapan algoritma nantinya. Proses

    masking dilakukan dengan membuat scattergram dengan kombinasi band 5 yang

    notabene paling kuat menangkap gelombang pantul dari daratan serta band 1

    yang kuat mendeteksi tutupan awan. Dari hasil scattergram tersebut dibuat

    region yang menunjukkan tutupan awan dan daratan. Selanjutnya ubah nilai pixel

    yang berada dalam region tersebut menjadi 0 melalui fitur edit formula. Maka

    data yang dihasilkan berupa tampilan citra seperti Gambar 8.

    _

    Gambar 8, Hasil Proses Masking

    Sebelum Masking (kiri), Sesudah Masking (kanan)

    . . . . . . . . . . . . . . (1)

  • 21

    3.5.3.2 Penerapan Algoritma Transformasi Rotasi

    Algoritma Transformasi Rotasi (Van Hengel dan Spitzer, 1991)

    merupakan algoritma yang dapat mengubah kombinasi nilai reflektans dari tiga

    band menjadi nilai kedalaman relatif suatu perairan. Kedalaman relatif adalah

    suatu nilai yang mampu menunjukkan pola batimetri namun tidak dapat

    menunjukkan nilai kedalaman dalam satuan panjang yang baku, semisal dalam

    meter. Algoritma ini berupa matriks 3x3 yang membutuhkan masukan 3 band.

    Keterangan:

    X1 = Band 1 Y1 = Hasil utama

    X2 = Band 2 Y2 dan Y3 = Hasil sampingan

    X3 = Band 3 r dan s = sudut rotasi

    Hasil dari matriks tersebut dapat dijabarkan dalam bahasa matematika

    sebagai berikut:

    Sedangkan nilai r dan s diperoleh dari rumus (4).

    Dan u diperoleh dari:

    . . . . . . . . . . . . . . (2)

    . . . . . . . . . . . . . . (3)

    . . . . . . . . . . . . . . . . . . (4)

    . . . . . . . . . . . . . . . . . . (5)

  • 22

    Keterangan:

    var xi = nilai varian band i

    cov xixj = nilai kovarian band i dan band j

    Hasil yang akan diterapkan kepada citra Landsat-8 adalah hasil utama

    yaitu (Y1), hasil sampingan tidak digunakan. Menerapkan formula Y1 persamaan

    (3) pada kombinasi 3 band citra, dalam penelitian ini adalah band tampak (2,3,4),

    akan didapatkan hasil berupa data indeks kedalaman relatif.

    Langkah selanjutnya adalah mengubah indeks kedalaman relatif

    menjadi kedalaman absolut. Hal ini dilakukan dengan cara membuat regresi

    logaritmik natural (LN) dari 30 titik sampel yang dipilih secara acak antara data

    kedalaman insitu terkoreksi dan data indeks kedalaman relatif. Persamaan garis

    tren regresi yang dihasilkan akan diterapkan ke data indeks kedalaman relatif,

    maka akan menghasilkan data kedalaman absolut dengan satuan meter.

    Langkah ini tersaji secara rinci di Lampiran 3.

    3.6 Analisis Informasi Batimetri

    Analisis korelasi diterapkan dengan menggunakan metode regresi

    linear. Regresi linear dilakukan di tiga tingkatan kedalaman perairan, yaitu regresi

    linear di kedalaman 25 m dan di semua tingkat kedalaman. Pembagian

    penerapan regresi menjadi tiga tingkatan ini dimaksudkan untuk mengetahui

    tingkat keeratan antar kedua data kedalaman pada masing-masing tingkatan

    kedalaman laut. Penetapan batas 25 m tersebut didasarkan pada kemampuan

    optimal deteksi kedalaman laut oleh algoritma transformasi rotasi yang

    digunakan. Penentuan titik-titik sampel untuk regresi tersebut didapatkan dengan

    menggunakan metode Stratified Random Sampling (pemilihan titik-titik sampel

    secara acak dan teratur) yang terdapat dalam fitur Hawth Tool pada ArcGIS.

    Jarak latitudinal antar titik sampel adalah 100 m, sedangkan jarak longitudinal

    antar titik sampel adalah 500 m. Penetapan besarnya jarak antar titik sampel

  • 23

    yang berbeda secara latitudinal maupun longitudinal tersebut dilakukan agar

    sebaran titik sampel merata di seluruh area penelitian yang dapat dikatakan

    berbentuk persegi panjang dengan posisi memanjang secara longitudinal, oleh

    karena itu jarak longitudinal lebih besar daripada jarak latitudinal. Dengan

    membuat regresi linear data citra dan data insitu di tiga tingkatan kedalaman

    tersebut, maka dapat diperoleh nilai R2; Standart Error dan Multiple R, yang

    mana nilai-nilai tersebut dapat dijadikan ukuran untuk mengetahui seberapa kuat

    keterkaitan antar kedua data tersebut.

    R Square (R2) merupakan salah satu hasil analisis regresi yang

    menunjukkan seberapa kuat kemampuan variabel independen (data citra)

    menerangkan variable dependen (data insitu). Nilai R2 berkisar antara 0 hingga

    1. Semakin R2 mendekati 1 maka semakin kuat kemampuan variabel independen

    dalam memberikan informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variabel

    dependen. Sebaliknya, semakin jauh nilai R2 dari 1 maka semakin lemah

    kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen. Dasar

    penentuan nilai kualitatif hubungan antar dua data dari besarnya nilai R2 yang

    dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 4.

    Tabel 4. Interpretasi Nilai Koefisien Korelasi (Jonathan, 2006)

    Nilai R2 Keterangan

    0 Tidak ada korelasi antar kedua data

    >0 – 0.25 Korelasi sangat lemah

    >0.25 – 0.5 Korelasi cukup kuat

    >0.5 – 0.75 Korelasi kuat

    >0.75 – 0.99 Korelasi sangat kuat

    1 Korelasi Sempurna

    Sumber: Jonathan, 2006

    Multiple R merupakan ukuran untuk menunjukkan tingkat keeratan

    hubungan antar dua data. Semakin tinggi nilai Multiple R menunjukkan semakin

    kuat hubungan antar kedua data tersebut.

  • 24

    Standart Error adalah tingkat error / galat variabel independen (data

    citra) dalam mengestimasi variabel dependen (data insitu). Nilai ini digunakan

    untuk menunjukkan ketepatan model regresi dengan cara membandingkannya

    dengan nilai standar deviasi. Semakin kecil angka standart error ini dibandingkan

    angka standar deviasi data citra, maka model regresi tersebut semakin tepat

    dalam memprediksi data insitu.

  • 25

    BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian

    Kecamatan Asem Bagus, Kabupaten Situbondo merupakan kawasan

    pesisir yang berbatasan langsung dengan Selat Madura di sebelah utara.

    Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Banyuputih, Sebelah Barat

    berbatasan dengan Kecamatan Jangkar dan Sebelah Selatan berbatasan

    dengan Kabupaten Bondowoso. Desa terluar adalah Desa Wringin Anom yang

    mana merupakan satu-satunya desa di Kecamatan Asem Bagus yang

    berbatasan langsung dengan laut. Luas Desa terluar ini adalah 11.9 km2.

    Substrat di pantai didominasi pasir, namun sebagian tempat dominan lumpur,

    terutama di muara saluran buangan tambak. Dari data pengukuran kedalaman,

    area pantai tergolong mempunyai kemiringan yang landai, namun seteah jarak

    sekitar 150 m lepas pantai, kemiringan berubah drastis menjadi sangat curam.

    4.2 Informasi Batimetri Tampilan 2D

    Hasil dari pengukuran kedalaman laut menggunakan echosounder

    berupa data titik-titik lokasi yang mempunyai koordinat dan nilai kedalaman

    tertentu. Data tersebut berjumlah 6226 titik yang posisi geografisnya dapat dilihat

    pada peta sebaran titik sounding (Gambar 7). Sedangkan Data Kedalaman

    Landsat-8 didapatkan dari penerapan Algoritma Transformasi Rotasi Van Hengel

    dan Spitzer (1992) pada Data Citra Landsat-8. Rentang nilai Data Kedalaman

    Insitu adalah antara 0 – 34.2 meter dan rentang nilai Data Kedalaman Landsat-8

    adalah antara 0 – 29.3 meter.

    Kedua data kedalaman tersebut (Insitu dan Landsat-8) dapat

    ditampilkan dalam bentuk kontur data batimetri 2 Dimensi (2D) dengan interval

    kedalaman 2 meter yang dapat dilihat pada Gambar 9 dan 10. Membuat tampilan

    data kedalaman menjadi kontur 2D dilakukan dalam software Surfer 10.

  • 26

    Perbedaan dari kedua tampilan 2D tersebut adalah kontur Data Kedalaman Insitu

    terlihat lebih renggang dibandingkan dengan kontur Data Kedalaman Landsat-8

    walaupun dengan interval kontur yang sama (2 meter). Hal ini dapat dikatakan

    bahwa secara umum kemiringan dasar perairan (Slope) untuk Data Kedalaman

    Insitu lebih landai daripada slope Data Kedalaman Landsat-8.

    Gambar 9. Tampilan Kontur Batimetri 2D Data Insitu

    Gambar 10. Tampilan Kontur Batimetri 2D Data Landsat-8

    (m)

    (m)

  • 27

    4.3 Informasi Batimetri Tampilan 3D

    Membuat tampilan data kedalaman menjadi tampilan 3D dilakukan

    dalam software Surfer 10. Hasil pengolahan data kedalaman (Insitu dan Landsat-

    8) berupa tampilan 3D dapat dilihat pada Gambar 11 dan 12. Perbedaan dari

    kedua tampilan 3D tersebut adalah tingkat kemiringan dasar perairan Data

    Kedalaman Insitu terlihat jelas lebih landai dibandingkan dengan tingkat

    kemiringan dasar perairan Data Kedalaman Landsat-8. Tampilan dasar perairan

    pun juga terlihat berbeda. Dasar perairan Data Kedalaman Insitu terlihat lebih

    halus daripada dasar perairan Data Kedalaman Landsat-8. Hal ini dimungkinkan

    karena terdapat berbagai macam faktor yang menghalangi atau mengurangi

    intensitas energi elektromagnetik yang tertangkap sensor OLI.

    Gambar 11. Tampilan 3D Data Insitu

    (m)

  • 28

    Gambar 12. Tampilan 3D Data Landsat-8

    4.4 Informasi Batimetri Tampilan Penampang Melintang

    Tampilan penampang melintang (Cross-Section) adalah suatu cara

    penyajian data yang memberikan tampak samping dari data yang bersifat tiga

    dimensi yang dibelah, seperti data batimetri. Penyajian data dalam bentuk

    penampang melintang berfungsi untuk mengetahui bentuk dasar perairan secara

    horizontal sesuai dengan titik yang telah ditentukan sehingga dapat diketahui

    bentuk dasar perairan serta kemiringan dasar perairan atau biasa disebut slope.

    Dengan diketahuinya bentuk dasar perairan, maka dapat diketahui pula jenis

    topografi dasar laut (Aden, 2016).

    Untuk mengetahui bentuk dasar perairan yang dikaji, maka data

    kedalaman, baik Data Kedalaman Landsat-8 maupun Data Kedalaman Insitu,

    akan dibuat beberapa tampilan penampang melintang pada jalur yang sama

    kemudian dibandingkan. Ada 10 jalur yang akan dibuat tampilan penampang

    (m)

  • 29

    melintang bagi kedua data yang ada. Sebaran lokasi 10 jalur tersebut dapat

    dilihat pada Gambar 33.

    Gambar 13. Peta Sebaran Jalur Penampang Melintang

    Karena area penelitian yang luas dan mempunyai pola dasar laut yang

    beragam, maka tampilan penampang melintang dibuat di setiap 500 meter dalam

    area penelitian hingga menghasilkan 10 jalur seperti pada Gambar 13.

    Pembuatan penampang melintang di setiap jalurnya dimulai dari satu titik di bibir

    pantai yang ditarik lurus ke arah laut lepas. Misalkan di Jalur 1 penampang

    melintang dibuat mulai dari titik A menuju titik B, dan di Jalur 2 dimulai dari titik C

    menuju titik D, begitu seterusnya hingga Jalur 10. Dan berikut adalah tampilan

    penampang melintang di 10 jalur yang telah ditetapkan:

  • 30

    a. Penampang melintang di Jalur 1

    Gambar 14. Penampang Melintang Data Kedalaman Landsat-8 di Jalur 1

    Gambar 15. Penampang Melintang Data Kedalaman Insitu di Jalur 1

    Panjang Rentang Penampang Melintang A-B (m)

    Ked

    ala

    man D

    ata

    Landsa

    t-8

    (m

    )

    Panjang Rentang Penampang Melintang A-B (m)

    Ked

    ala

    man D

    ata

    Insitu (

    m)

  • 31

    b. Penampang melintang di Jalur 2

    Gambar 16. Penampang Melintang Data Kedalaman Landsat-8 di Jalur 2

    Gambar 17. Penampang Melintang Data Kedalaman Insitu di Jalur 2

    Panjang Rentang Penampang Melintang C-D (m)

    Panjang Rentang Penampang Melintang C-D (m)

    Ked

    ala

    man D

    ata

    Landsa

    t-8

    (m

    ) K

    ed

    ala

    man D

    ata

    Insitu (

    m)

  • 32

    c. Penampang melintang di Jalur 3

    Gambar 18. Penampang Melintang Data Kedalaman Landsat-8 di Jalur 3

    Gambar 19. Penampang Melintang Data Kedalaman Insitu di Jalur 3

    Panjang Rentang Penampang Melintang E-F (m)

    Panjang Rentang Penampang Melintang E-F (m)

    Ked

    ala

    man D

    ata

    Landsa

    t-8

    (m

    ) K

    ed

    ala

    man D

    ata

    Insitu (

    m)

  • 33

    d. Penampang melintang di Jalur 4

    Gambar 20. Penampang Melintang Data Kedalaman Landsat-8 di Jalur 4

    Gambar 21. Penampang Melintang Data Kedalaman Insitu di Jalur 4

    Panjang Rentang Penampang Melintang G-H (m)

    Panjang Rentang Penampang Melintang G-H (m)

    Ked

    ala

    man D

    ata

    Landsa

    t-8

    (m

    ) K

    ed

    ala

    man D

    ata

    Insitu (

    m)

  • 34

    e. Penampang melintang di Jalur 5

    Gambar 22. Penampang Melintang Data Kedalaman Landsat-8 di Jalur 5

    Gambar 23. Penampang Melintang Data Kedalaman Insitu di Jalur 5

    Panjang Rentang Penampang Melintang I-J (m)

    Panjang Rentang Penampang Melintang I-J (m)

    Ked

    ala

    man D

    ata

    Landsa

    t-8

    (m

    ) K

    ed

    ala

    man D

    ata

    Insitu (

    m)

  • 35

    f. Penampang melintang di Jalur 6

    Gambar 24. Penampang Melintang Data Kedalaman Landsat-8 di Jalur 6

    Gambar 25. Penampang Melintang Data Kedalaman Insitu di Jalur 6

    Panjang Rentang Penampang Melintang K-L (m)

    Panjang Rentang Penampang Melintang K-L (m)

    Ked

    ala

    man D

    ata

    Landsa

    t-8

    (m

    ) K

    ed

    ala

    man D

    ata

    Insitu (

    m)

  • 36

    g. Penampang melintang di Jalur 7

    Gambar 26. Penampang Melintang Data Kedalaman Landsat-8 di Jalur 7

    Gambar 27. Penampang Melintang Data Kedalaman Insitu di Jalur 7

    Panjang Rentang Penampang Melintang M-N (m)

    Panjang Rentang Penampang Melintang M-N (m)

    Ked

    ala

    man D

    ata

    Landsa

    t-8

    (m

    ) K

    ed

    ala

    man D

    ata

    Insitu (

    m)

  • 37

    h. Penampang melintang di Jalur 8

    Gambar 28. Penampang Melintang Data Kedalaman Landsat-8 di Jalur 8

    Gambar 29. Penampang Melintang Data Kedalaman Insitu di Jalur 8

    Panjang Rentang Penampang Melintang O-P (m)

    Panjang Rentang Penampang Melintang O-P (m)

    Ked

    ala

    man D

    ata

    Landsa

    t-8

    (m

    ) K

    ed

    ala

    man D

    ata

    Insitu (

    m)

  • 38

    i. Penampang melintang di Jalur 9

    Gambar 30. Penampang Melintang Data Kedalaman Landsat-8 di Jalur 9

    Gambar 31. Penampang Melintang Data Kedalaman Insitu di Jalur 9

    Panjang Rentang Penampang Melintang Q-R (m)

    Panjang Rentang Penampang Melintang Q-R (m)

    Ked

    ala

    man D

    ata

    Landsa

    t-8

    (m

    ) K

    ed

    ala

    man D

    ata

    Insitu (

    m)

  • 39

    j. Penampang melintang di Jalur 10

    Gambar 32. Penampang Melintang Data Kedalaman Landsat-8 di Jalur 10

    Gambar 33. Penampang Melintang Data Kedalaman Insitu di Jalur 10

    Panjang Rentang Penampang Melintang S-T (m)

    Panjang Rentang Penampang Melintang S-T (m)

    Ked

    ala

    man D

    ata

    Landsa

    t-8

    (m

    ) K

    ed

    ala

    man D

    ata

    Insitu (

    m)

  • 40

    4.5 Analisis Hubungan Data Kedalaman Landsat-8 dan Insitu

    Analisis hubungan / korelasi diterapkan pada Data Kedalaman Landsat-

    8 terhadap Data Kedalaman Insitu dengan cara membuat model regresi dari titik-

    titik sampel. Peta sebaran titik sampel dapat dilihat pada Gambar 34. Sedangkan

    nilai kedalaman tiap titik tersaji dalam Lampiran 4.

    Gambar 34. Peta Sebaran Jalur dan Titik Sampel

    4.5.1 Analisis Korelasi di Kedalaman Perairan

  • 41

    Dalam model regresi linear tersebut data kedalaman Landsat-8 berperan sebagai

    variabel independen atau variabel yang akan memprediksi variabel dependen,

    dalam hal ini adalah data kedalaman insitu. Hasil analisis regresi secara lengkap

    tertera dalam Lampiran 2, sedangkan nilai R2 = 0.52, Multiple R = 0.72 dan

    Standart Error = 4.75.

    R2 sebesar 0.52 menunjukkan bahwa nilai variabel Data Kedalaman

    Landsat-8 mampu menjelaskan variabel Data kedalaman Insitu sebesar 0.52

    (52%). Oleh karena nilai Multiple R sebesar 0.72 maka dapat dikatakan

    hubungan antara Data Kedalaman Landsat-8 dengan Data Kedalaman Insitu

    sangat erat kaitannya. Sedangkan nilai Standart Error sebesar 4.75 menandakan

    bahwa model regresi cukup tepat dalam memprediksi nilai kedalaman yang

    sebenarnya.

    Gambar 35. Scatter-Graph Regresi di Kedalaman

  • 42

    diagonal, semakin dekat semakin normal data tersebut, artinya antara Data

    Kedalaman Landsat-8 dengan Data Kedalaman Insitu ada hubungan secara

    linear. Di area kedalaman 25 m, dapat dihasilkan 103 titik sampel. Nilai

    kedalaman perairan (baik nilai kedalaman insitu maupun nilai kedalaman

    Landsat-8) yang terkandung dalam titik-titik sampel tersebut akan digunakan

    -15

    -10

    -5

    0

    5

    10

    15

    -7.7

    -12.3

    -9.7

    -9.8

    -7.5

    -12.6

    -11.2

    -13.9

    -9.7

    -4.5

    -13.6

    -13.6

    -15.2

    -15.3

    -16.2

    -17.3

    -16.3

    -16.6

    -18.1

    -17.3

    -17.4

    -15.8

    -18.4

    -17.9

    -18.1

    -17.7

    Resid

    ual

    (m)

    Nilai Kedalaman Terprediksi (m)

  • 43

    untuk membangun model regresi linear. Hasil analisis regresi secara lengkap

    tertera dalam Lampiran 2, sedangkan nilai R2 = 0.16, Multiple R = 0.40 dan

    Standart Error = 1.86.

    R2 sebesar 0.16 menunjukkan bahwa nilai variabel Data Kedalaman

    Landsat-8 tidak mampu untuk menjelaskan variabel Data Kedalaman Insitu,

    karena hanya dapat menjelaskan 16% dari variabel Data Kedalaman Insitu. Oleh

    karena nilai Multiple R sebesar 0.40 maka dapat dikatakan hubungan antara

    Data Kedalaman Landsat-8 dengan Data Kedalaman Insitu sangat kurang

    berkaitan satu sama lain. Sedangkan nilai Standart Error sebesar 1.86

    menandakan bahwa model regresi cukup tepat dalam memprediksi nilai

    kedalaman yang sebenarnya.

    Gambar 37. Scatter-Graph Regresi di Kedalaman >25 m

    Dari output regresi yang berupa Scatter Graph dapat dilihat lebih banyak

    titik-titik sampel yang posisinya tersebar jauh dari garis regresi, hal ini

    menunjukkan bahwa kedua data yang dianalisis dapat dikatakan data tidak

    y = 0.8104x - 9.3912 R² = 0.1596

    -36

    -34

    -32

    -30

    -28

    -26

    -24

    -22

    -20

    -28-27-26-25-24-23-22-21-20

    Data

    Ked

    ala

    man

    In

    sit

    u (

    m)

    Data Kedalaman Landsat-8 (m)

  • 44

    normal. Di area kedalaman >25 m, Data Kedalaman Landsat-8 memiliki

    hubungan dengan Data Kedalaman Insitu yang positif karena titik-titik pada

    Scatter Graph membentuk garis diagonal yang bergerak dari kanan atas ke kiri

    bawah.

    Gambar 38. Grafik Residual Data di Kedalaman >25 m

    Dilihat dari grafik di atas dapat diketahui nilai residual berkisar di ±5, dan

    sebagian besar titik sampel mempunyai nilai residu yang menjauhi sumbu x. Hal

    tersebut menunjukkan bahwa hubungan antar kedua data tidak begitu erat.

    4.5.3 Analisis Korelasi di Semua Tingkat Kedalaman Perairan

    Dalam area penelitian dapat dihasilkan 205 titik sampel. Nilai kedalaman

    perairan (baik nilai kedalaman insitu maupun nilai kedalaman Landsat-8) yang

    terkandung dalam titik-titik sampel tersebut akan digunakan untuk membangun

    model regresi linear. Hasil analisis regresi secara lengkap tertera dalam

    Lampiran 3, sedangkan nilai R2 = 0.63, Multiple R = 0.79 dan Standart Error =

    5.80.

    -6

    -5

    -4

    -3

    -2

    -1

    0

    1

    2

    3

    4

    5

    -28.4

    -28.9

    -28.8

    -30.0

    -29.4

    -29.5

    -29.4

    -28.3

    -30.4

    -30.5

    -29.6

    -29.3

    -29.5

    -30.3

    -29.8

    -30.3

    -30.1

    -30.5

    -30.6

    -29.5

    -29.6

    -30.5

    -29.3

    -30.1

    -31.5

    -29.6

    Resid

    ual

    (m)

    Nilai Kedalaman Terprediksi (m)

  • 45

    R2 sebesar 0.63 menunjukkan bahwa nilai variabel Data Kedalaman

    Landsat-8 mampu untuk menjelaskan variabel Data kedalaman Insitu sebesar

    0.63 (63%). Oleh karena nilai Multiple R sebesar 0.79 maka dapat dikatakan

    hubungan antara Data Kedalaman Landsat-8 dengan Data Kedalaman Insitu

    sangat erat kaitannya. Sedangkan nilai Standart Error sebesar 5.80 menandakan

    bahwa model regresi cukup tepat dalam memprediksi nilai kedalaman yang

    sebenarnya.

    Gambar 39. Scatter-Graph Data di Semua Kedalaman

    Dari output regresi yang berupa Scatter Graph dapat dilihat lebih banyak

    titik-titik sampel yang posisinya ada di dekat garis regresi, hal ini menunjukkan

    bahwa kedua data yang dianalisis dapat dikatakan data normal. Dalam area

    penelitian, Data Kedalaman Landsat-8 memiliki hubungan dengan Data

    Kedalaman Insitu yang positif karena titik-titik pada Scatter Graph membentuk

    garis diagonal yang bergerak dari kanan atas ke kiri bawah.

    y = 1.7727x + 18.236 R² = 0.63

    -40

    -30

    -20

    -10

    0

    10

    20

    -30-25-20-15-10-50

    Data

    Ked

    ala

    man

    In

    sit

    u (

    m)

    Data Kedalaman Landsat-8 (m)

  • 46

    Gambar 40. Grafik Residual Data di Semua Kedalaman

    Dilihat dari grafik di atas dapat diketahui nilai residual berkisar di ±19,

    dan sebagian besar titik sampel mempunyai nilai residu yang mendekati sumbu

    x. Hal tersebut menunjukkan bahwa hubungan antar kedua data sangat erat.

    4.6 Pembahasan

    Estimasi nilai kedalaman perairan dangkal optis (

  • 47

    menggunakan data citra LANDSAT 7 ETM+. Karena sensor OLI pada Landsat-8

    mempunyai kualitas yang tidak kalah baik dengan sensor ETM+ pada Landsat-7,

    maka perbedaan citra yang digunakan bukan menjadi faktor penyebab

    berbedanya hasil analisis. Faktor kejernihan perairan lah yang sangat mungkin

    untuk menjelaskan perbedaan hasil yang terjadi. Perairan Pulau Pari Kepulauan

    Seribu di tahun 2008 merupakan perairan yang sangat jernih karena wilayah

    pesisirnya yang bersubstrat pasir serta tidak ada muara sungai yang mengalirkan

    air langsung ke pesisir. Sedangkan substrat pantai di Asem Bagus didominasi

    oleh lumpur, selain itu juga terdapat muara saluran buangan tambak yang

    langsung mengarah ke perairan dangkal. Imbasnya adalah kecerahan perairan

    dangkal cukup rendah, hal ini mengganggu proses pendeteksian profil dasar

    perairan oleh sensor OLI, sehingga dapat menghasilkan koefisien korelasi yang

    cukup rendah.

    Estimasi kedalaman perairan dangkal non-optis (>25 m) Asem Bagus

    dapat dinilai buruk. Koefisien korelasi yang dihasilkan di area ini adalah R2 0.16.

    Dalam kasus ini kecerahan perairan bukan lagi menjadi faktor penyebab

    rendahnya nilai R2 yang dihasilkan, karena perairan Asem Bagus hanya

    mempunyai area dengan kecerahan yang cukup rendah di dekat bibir pantai

    saja, sedangkan di perairan lepas pantai kecerahannya sangat tinggi.

    Rendahnya nilai R2 di area ini dikarenakan kemampuan Algoritma Transformasi

    Rotasi yang memang terbatas dalam mendeteksi nilai kedalaman perairan

    dalam. Estimasi nilai kedalaman perairan Asem Bagus dari data Landsat-8

    tanggal 26 Mei 2016 menghasilkan nilai kedalaman absolut 0 sampai 29.3 m. Hal

    ini diperkuat oleh hasil penelitian Setiawan et al (2014) yang hanya mampu

    mendapatkan nilai kedalaman absolut 0 sampai 22.5 m saja menggunakan

    algoritma yang sama. Kondisi ini mendekati hasil penelitian Jupp (1988) yang

    mampu mencapai penetrasi hingga 25 m.

  • 48

    Secara keseluruhan, estimasi kedalaman laut di perairan Asem Bagus

    dengan menerapkan Algoritma Transformasi Rotasi pada data Landsat-8 dapat

    dikatakan cukup bagus. Hasil analisis keseluruhan menunjukkan koefisien

    korelasi R2 0.63. Angka tersebut membuat metode penginderaan jauh untuk

    estimasi kedalaman perairan dinilai dapat membawakan hasil yang cukup baik

    untuk memprediksi nilai kedalaman perairan Asem Bagus.

  • 49

    BAB 5. PENUTUP

    5.1 Kesimpulan

    Sesuai dengan tujuan penelitian, maka dari hasil pembahasan di atas

    dapat disimpulkan bahwa:

    1. Pola kedalaman perairan Asem Bagus berdasarkan Data Kedalaman Insitu

    menunjukkan transisi antar kontur yang lebih halus dengan rentang nilai

    kedalaman 0 sampai 34.2 meter. Di daerah pantai tingkat kemiringannya

    tergolong landai hingga sepanjang rata-rata 150 meter arah lepas pantai akan

    ditemui slope yang curam, namun di dasar slope masih tergolong perairan

    dangkal yang rata-rata kedalamannya 31 meter.

    2. Pola kedalaman perairan Asem Bagus berdasarkan Data Kedalaman Lansat-8

    sangat identik dengan pola dari Data Kedalaman Insitu, hanya saja yang

    membedakan adalah transisi antar kontur kedalaman sangat kasar, hal ini

    dimungkinkan karena adanya banyak faktor yang menggagu sifat optik

    perairan tesebut seperti kandungan TSM, klorofil atau bisa juga karena

    banyaknya penghalang-penghalang kecil seperti perahu nelayan yang dapat

    menginterferensi pantulan gelombang elektromagnetik. Kedalaman maksimal

    yang mampu dideteksi oleh algoritma V-S (1991) dengan Landsat 8 adalah

    29.3 meter.

    3. Estimasi nilai kedalaman perairan dangkal optis (25 m) dapat dikatakan buruk

    dengan koefisien korelasi R2 0.16 karena faktor keterbatasan Algoritma

    Transformasi Rotasi yang kurang bisa mendeteksi kedalaman perairan lebih

    dari 25 meter. Sedangkan secara keseluruhan estimasi kedalaman laut di

    perairan Asem Bagus dapat dikatakan cukup bagus dengan nilai R2 0.63.

  • 50

    5.2 Saran

    Berdasarkan hasil kesimpulan tersebut terdapat saran guna perbaikan

    penelitian ini dan penelitian selanjutnya. Diantaranya adalah sebagai berikut :

    1. Untuk estimasi nilai batimetri lebih baik menggunakan data citra satelit yang

    mempunyai resolusi spasial lebih tinggi agar hasil yang didapat tetap halus

    walau hanya dalam lingkup area yang kecil.

    2. Untuk pengukuran kedalaman insitu menggunakan echosounder sebaiknya

    diusahakan dapat mencakup seluruh area yang dikehendaki agar hasil

    interpolasi data kedalaman lebih realistis.

  • 51

    DAFTAR PUSTAKA

    Aden, L.Y., 2016. Pemetaan Batimetri Sebagai Informasi Dasar Penempatan Fish Apartement di Periran Asembagus Kabupaten Situbondo. Skripsi Program Studi Ilmu Kelautan FPIK UB

    Arief, M., Hastuti, M., Asriningrum, W., Parwati, E., Budiman, S., Prayogo, T., Hamzah, R., 2013. Pengembangan Metode Pendugaan Kedalaman Perairan Dangkal Menggunakan Data Satelit SPOT-4, Studi Kasus: Teluk Ratai, Kabupaten Pesawaran. J. Penginderaan Jauh. Vol.10 No.1

    Childs, J., 2013. Landsat 8 Band Specifications. Alamat Situs: http://www.pancroma.com/. Diakses tanggal 22 September 2013

    Deborah, R.S., 1983. Application of remote sensing to the study of coastal physical processes and marine resource mapping. California: IEEE

    Jonathan, S., 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu

    Jupp, D.L., 1988. Background and extensions to depth of penetration (DOP) mapping in shallow coastal waters. Proceedings of the Symposium on Remote Sensing of the Coastal Zone. Gold Coast, Queensland

    Lillesand, T.M., Kiefer, R.W., 1990. Remote Sensing and Image Interpretation. Madison: John Wiley & Sons Inc.

    Lutfi, W.B.A., 2014. Analisis Perbandingan Algoritma Citra Satelit Landsat-8 Untuk Mengetahui Konsentrasi dan Pola Sebaran Total Suspended Matter (TSM) Pada Kawasan Teluk Pacitan, Jawa Timur. Skripsi Program Studi Ilmu Kelautan FPIK UB

    NASA, 2014. NASA-USGS Landsat 8 Satellite Celebrates First Year of Success. Alamat Situs: https://www.nasa.gov/content/goddard/nasa-usgs-landsat-8-satellite-celebrates-first-year-of-success/. Diakses tanggal 25 Desember 2014

    Nugraha, A.R., Saputro, S., Purwanto, 2013. Pemetaan Batimetri dan Analisis Pasang Surut untuk Menentukan Elevasi Lantai dan Panjang Dermaga 136 di Muara Sungai Mahakam, Sanga-Sanga, Kalimantan Timur. J. Semesta Teknika Vol.16. No.1, 21-30

    Prahasta, E., 2001. Konsep-konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Bandung: CV. Informatika

    Setiawan, K.T., Osawa, T., Nuarsa, I.W., 2014. Aplikasi Algoritma Van Hengel dan Spitzer untuk Ekstraksi Informasi Batimetri Menggunakan Data Landsat. Seminar Nasional Penginderaan Jauh, 222 – 230

    Sitanggang, G., 2010. Kajian Pemanfaatan Satelit Masa Depan: Sistem Penginderaan Jauh Satelit LDCM (Landsat-8). Berita Dirgantara Vol.11. No. 2, 47-58

  • 52

    USGS, 2013. How do Landsat 8 band combinations differ from Landsat 7 or Landsat 5 satellite data?. Alamat Situs: https://landsat.usgs.gov/how-do-landsat-8-band-combinations-differ-landsat-7-or-landsat-5-satellite-data. Diakses pada tanggal 24 Juni 2014

    Van Hengel, W., Spitzer, D., 1991. Multi-temporal Water Depth Mapping by Means of Landsat TM. Int. J. Remote Sensing 12, 703-712

    Wahyuningrum, P.I., Jaya, I., Simbolon, D., 2008. Algoritma untuk Estimasi Kedalaman Perairan Dangkal Menggunakan Data Landsat-7 ETM+ (Studi Kasus: Perairan Gugus Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta). Buletin PSP. Vol.XVII. No. 3

    Wicaksono, P., 2015. Perbandingan Akurasi Metode Band Tunggal dan Band Rasio untuk Pemetaan Batimetri pada Laut Dangkal Optis. Simposium Nasional Sains Geoinformasi IV

    Bagian Depan.pdfBAB I.pdfBAB II.pdfBAB III.pdfBAB IV.pdfBAB V.pdfDaftar Pustaka (1).pdf