penentuan struktur dan besar tarif trans · pdf filebiaya variabel memperhitungkan biaya bahan...

16
Dudi Budiman Penentuan Struktur dan Besar Tarif Trans Metro Bandung Koridor Jalan Soekarno-Hatta Berdasarkan Pola Pergerakan Dan Ability to Pay Masyarakat Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, Vol. 20 No. 3, Desember 2009, hlm. 151 - 166 151 PENENTUAN STRUKTUR DAN BESAR TARIF TRANS METRO BANDUNG KORIDOR JALAN SOEKARNO HATTA BERDASARKAN POLA PERGERAKAN DAN KEMAMPUAN MEMBAYAR MASYARAKAT Dudi Budiman Kelompok Keahlian Sistem Infrastruktur Wilayah dan Kota Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan Institut Teknologi Bandung Labtek IX A, Jl. Ganesha 10, Bandung 40132 Abstrak Pemerintah Daerah Kota Bandung mengeluarkan kebijakan untuk mengembangkan sistem angkutan umum massal yaitu Trans Metro Bandung (TMB) yang akan beroperasi dengan trayek Cibiru-Cibeureum melewati Jalan Soekarno Hatta dalam rangka mengurangi kemacetan di ruas jalan tersebut. TMB nantinya akan dioperasikan oleh suatu badan konsorsium dari pengusaha-pengusaha angkutan umum di Kota Bandung namun tetap milik pemerintah daerah, sehingga keuntungan maupun kerugian yang dialami oleh konsorsium tersebut akan ditanggung oleh pemerintah daerah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besar dan struktur tarif buslane sesuai dengan biaya operasional kendaraan buslane, karakteristik pergerakan serta kemampuan membayar masyarakat di area sekitar jalur buslane Cibiru Cibeureum yang melewati Jalan Soekarno-Hatta.. Studi ini mempertimbangkan penentuan besar dan struktur tarif dengan melihat pola pergerakan masyarakat,kemampuan membayar masyarakat (ATP), serta kelayakan penerapan tarif berdasarkan net present value (NPV) agar tarif yang dihasilkan menguntungkan penyedia jasa tapi juga mendekati (terjangkau) ATP masyarakat. Kata kunci: penentuan tarif, biaya operasional kendaraan (BOK), net present value (NPV), pola pergerakan, dan kemampuan membayar masyarakat (ATP) Abstract Local Government of City of Bandung issued a policy to develop a mass transit system called Trans Metro Bandung (TMB) which will operate the route Cibiru-Cibeureum through Jalan Soekarno-Hatta in order to reduce traffic jams on the roads. TMB will be operated by a consortium of agencies from the public transport entrepreneurs in Bandung but still owned by local governments, so the profits or losses suffered by the consortium will be borne by local governments. This study aims to determine the rate and structure of buslane tariff accordance with the buslane vehicle operating costs, the characteristics of movement and ability to pay people in the area around the track buslane Cibiru - Cibeureum through Soekarno-Hatta Road. This study consider the determination of the tariff structure by looking at patterns of people movement, the society ability to pay (ATP), as well as the feasibility of applying the rate based on net present value (NPV) so the resulting tariff not only benefit service providers but also close to (affordable) ATP community . Keywords: determination of tariffs, vehicle operating costs (BOK), net present value (NPV), movement patterns, and the ability to pay (ATP)

Upload: vuthuan

Post on 06-Feb-2018

215 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENENTUAN STRUKTUR DAN BESAR TARIF TRANS · PDF fileBiaya variabel memperhitungkan biaya bahan bakar, tenaga kerja, ... dari elastisitas permintaan jasa angkutan ... yaitu pengukuran

Dudi Budiman Penentuan Struktur dan Besar Tarif Trans Metro Bandung Koridor Jalan Soekarno-Hatta Berdasarkan Pola Pergerakan Dan Ability to Pay Masyarakat Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, Vol. 20 No. 3, Desember 2009, hlm. 151 - 166

151

PENENTUAN STRUKTUR DAN BESAR TARIF TRANS METRO BANDUNG KORIDOR JALAN SOEKARNO HATTA BERDASARKAN POLA PERGERAKAN

DAN KEMAMPUAN MEMBAYAR MASYARAKAT

Dudi Budiman

Kelompok Keahlian Sistem Infrastruktur Wilayah dan Kota Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan

Institut Teknologi Bandung Labtek IX A, Jl. Ganesha 10, Bandung 40132

Abstrak

Pemerintah Daerah Kota Bandung mengeluarkan kebijakan untuk mengembangkan sistem angkutan umum massal yaitu Trans Metro Bandung (TMB) yang akan beroperasi dengan trayek Cibiru-Cibeureum melewati Jalan Soekarno Hatta dalam rangka mengurangi kemacetan di ruas jalan tersebut. TMB nantinya akan dioperasikan oleh suatu badan konsorsium dari pengusaha-pengusaha angkutan umum di Kota Bandung namun tetap milik pemerintah daerah, sehingga keuntungan maupun kerugian yang dialami oleh konsorsium tersebut akan ditanggung oleh pemerintah daerah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besar dan struktur tarif buslane sesuai dengan biaya operasional kendaraan buslane, karakteristik pergerakan serta kemampuan membayar masyarakat di area sekitar jalur buslane Cibiru – Cibeureum yang melewati Jalan Soekarno-Hatta.. Studi ini mempertimbangkan penentuan besar dan struktur tarif dengan melihat pola pergerakan masyarakat,kemampuan membayar masyarakat (ATP), serta kelayakan penerapan tarif berdasarkan net present value (NPV) agar tarif yang dihasilkan menguntungkan penyedia jasa tapi juga mendekati (terjangkau) ATP masyarakat. Kata kunci: penentuan tarif, biaya operasional kendaraan (BOK), net present value (NPV), pola pergerakan, dan kemampuan membayar masyarakat (ATP)

Abstract

Local Government of City of Bandung issued a policy to develop a mass transit system called Trans Metro Bandung (TMB) which will operate the route Cibiru-Cibeureum through Jalan Soekarno-Hatta in order to reduce traffic jams on the roads. TMB will be operated by a consortium of agencies from the public transport entrepreneurs in Bandung but still owned by local governments, so the profits or losses suffered by the consortium will be borne by local governments. This study aims to determine the rate and structure of buslane tariff accordance with the buslane vehicle operating costs, the characteristics of movement and ability to pay people in the area around the track buslane Cibiru - Cibeureum through Soekarno-Hatta Road. This study consider the determination of the tariff structure by looking at patterns of people movement, the society ability to pay (ATP), as well as the feasibility of applying the rate based on net present value (NPV) so the resulting tariff not only benefit service providers but also close to (affordable) ATP community . Keywords: determination of tariffs, vehicle operating costs (BOK), net present value (NPV), movement patterns, and the ability to pay (ATP)

Page 2: PENENTUAN STRUKTUR DAN BESAR TARIF TRANS · PDF fileBiaya variabel memperhitungkan biaya bahan bakar, tenaga kerja, ... dari elastisitas permintaan jasa angkutan ... yaitu pengukuran

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota Vol .20/No.3 Desember 2009

152

1. Pendahuluan

Kota Bandung merupakan salah satu kota yang

mengalami perkembangan pesat baik dilihat

dari pertumbuhan jumlah penduduk, laju

pertumbuhan ekonomi maupun perubahan

guna lahan. Hal ini disebabkan fungsi kota

yang diantaranya sebagai pusat pemerintahan

Propinsi Jawa Barat, pusat pendidikan, serta

Pusat Kegiatan Nasional yang tercantum dalam

Rencana Tata Ruang Wilayah (RT/RW)

Propinsi Jawa Barat 2010 sehingga

memerlukan dukungan sektor transportasi

untuk memfasilitasi pertumbuhan dan

perkembangan tersebut. Namun, ternyata

perbandingan tingkat penambahan ruas jalan

dan jumlah kendaraan tiap tahun di Kota

Bandung tidak seimbang. Hal ini

menyebabkan penurunan kinerja jalan yang

berdampak pada terjadinya kemacetan.

Jalan Soekarno-Hatta merupakan salah satu

jalan arteri primer di Kota Bandung yang

mengalami penurunan kinerja jalan atau

kemacetan khususnya di ruas Jalan Sudirman-

Kopo, Kopo-Moh.Toha, dan Jalan Moh. Toha-

Kiara Condong (Gunarto, 2002). Hal ini akibat

pergerakan yang tinggi di Jalan Soekarno

Hatta sehingga jumlah kendaraan yang berada

di jalan tersebut melebihi kapasitas atau daya

tampung. Meningkatnya jumlah kepemilikan

kendaraan pribadi di perkotaan tidak dapat

diimbangi dengan pembangunan jalan baru

yang terus menerus maupun pelebaran jalan.

Hal ini akan menyebabkan terjadinya masalah

kemacetan, terbatasnya ruang jalan,

kelangkaan lahan parkir, masalah lingkungan

seperti pencemaran udara, dan lainnya. Salah

satu alternatif untuk memecahkan masalah

tersebut adalah dengan penggunaan angkutan

umum (Warpani, 2002).

Terjadinya penurunan kinerja jalan atau

kemacetan akibat tidak seimbangnya jumlah

kendaraan dengan infrastruktur jalan, agar

kemacetan di Jalan Soekarno-Hatta dapat

teratasi maka dikembangkan sistem

transportasi umum massal berkapasitas

banyak. Untuk itu, Pemerintah Kota Bandung

berencana menggunakan moda bus dengan

lajur khusus (buslane) yaitu Trans Metro

Bandung yang diharapkan rencana tersebut

dapat direalisasikan pada tahun 2009.

Pengoperasian buslane ini mengacu pada

Peraturan Daerah Kota Bandung No. 2 Tahun

2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah

(RT/RW) yaitu mengupayakan penyediaan

angkutan umum masal cepat berbasis rel atau

jalan raya pada koridor – koridor utama (jalur

primer).

Penentuan tarif merupakan salah satu

komponen penting yang perlu diperhatikan

dalam pengoperasian angkutan umum

penumpang (termasuk buslane) karena

pendapatan penyedia jasa sangat bergantung

kepada tarif. Diharapkan dengan pendapatan

yang memadai penyedia jasa, dalam hal ini

pemerintah daerah,akan memberikan

pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat

(Dian, 1993). Oleh karena itu, perlu

diperhatikan penentuan tarif yang “sesuai”.

Tarif yang “sesuai” disini adalah tarif yang

tidak merugikan bagi penyedia jasa dengan

memperhatikan biaya operasional kendaraan

yang dikeluarkan sehingga pemerintah mampu

mempertahankan dan meningkatkan pelayanan

jasa tersebut serta mempertimbangkan

kemampuan membayar (ability to pay) dari

masyarakat, khususnya yang berada di sekitar

rute buslane, yang akan menjadipengguna

potensial dari moda buslane tersebut.

Selain besarnya tarif yang akan diterapkan,

juga sebaiknya memperhatikan struktur tarif

berdasarkan karakteristik pergerakan

masyarakat sekitar rute buslane agar

masyarakat yang menggunakan moda tersebut

Page 3: PENENTUAN STRUKTUR DAN BESAR TARIF TRANS · PDF fileBiaya variabel memperhitungkan biaya bahan bakar, tenaga kerja, ... dari elastisitas permintaan jasa angkutan ... yaitu pengukuran

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota Vol .20/No.3 Desember 2009

153

mendapatkan tarif yang adil. Struktur tarif

yang menjadi alternatif dalam penentuan tarif

angkutan ini meliputi tarif per trip dimana tarif

ditentukan tidak berdasarkan jarak (jauh-

dekatnya) serta tarif berdasarkan jarak (per

km), yang akan dijelaskan secara rinci pada

bagian selanjutnya. Sehingga studi ini

bertujuan untuk mengetahui besar dan struktur

tarif buslane sesuai dengan biaya operasional

kendaraan buslane, karakteristik pergerakan

serta kemampuan membayar masyarakat di

area sekitar jalur buslane Cibiru – Cibeureum

yang melewati Jalan Soekarno-Hatta.

2. Teori Penentuan Tarif Angkutan

Tarif adalah harga jasa angkutan yang harus

dibayar oleh pengguna jasa, baik melalui

mekanisme perjanjian sewa menyewa, tawar

menawar, maupun ketetapan pemerintah

(Warpani, 2002). Dari definisi mengenai tarif

jasa angkutan tersebut dapat diketahui bahwa

ada beberapa pihak yang berkepentingan

dalam penentuan tarif, yaitu penyedia jasa

angkutan (operator), pengguna jasa angkutan

(user) serta pemerintah yang bertindak sebagai

regulator atau pengatur. Tarif merupakan

sumber pendapatan terbesar bagi penyedia jasa

angkutan (swasta) karena dari tarif yang

ditetapkan tersebut, penyedia jasa angkutan

dapat menjaga kelangsungan usahanya. Pada

umumnya penyedia jasa angkutan dapat terdiri

dari badan-badan usaha, baik berupa usaha

perseroan, badan usaha dalam bentuk badan

hukum yang resmi, maupun Badan Usaha

Milik Negara (BUMN) (Stepantoro dan

Silviani, 1999). Pengguna jasa angkutan (user)

adalah Pengguna jasa angkutan (user) adalah

setiap lapisan masyarakat yang memanfaatkan

jasa penyedia angkutan untuk melakukan

perpindahan dari satu tempat ke tempat lain

(Stepantoro dan Silviani, 1999).

Pengambilan keputusan dalam kebijakan tarif

akan menghasilkan dua hal yaitu, pertama

dihasilkan tingkatan/besarnya tarif yang akan

dikenakan terhadap pengguna jasa angkutan

yang biasanya pemerintah menetapkan tarif

dasar batas bawah dan tarif dasar batas atas

untuk melindungi kelangsungan usaha

penyedia jasa dan mengakomodasi

kepentingan masyarakat / pengguna jasa

angkutan. Sementara yang kedua akan

dihasilkan struktur tarif angkutan yang

merupakan cara bagaimana tarif tersebut

dibayarkan. Struktur tarif tersebut akan

diuraikan sebagai berikut (Yuanita, 2000):

a. Tarif seragam

Dalam struktur tarif seragam (tarif per trip)

ini, tarif dikenakan tanpa memperhatikan

jarak yang dilalui oleh pengguna jasa. Secara

umum, struktur tarif ini diterapkan dimana

panjang perjalanan mayoritas penumpang

sama. Struktur tarif seragam bermanfaat

untuk diterapkan pada daerah yang

pelayanan angkutan umumnya terbatas dan

pada daerah yang kawasan permukimannya

sebagian besar mengelilingi pusat kota.

b. Tarif berdasarkan jarak

Perbedaan tarif pada struktur ini berdasarkan

tarif kilometer, tarif tahapan dan tarif zona.

Tarif kilometer. Struktur tarif ini

bergantung pada jarak yang ditempuh,

dimana penetapan besarnya tarif

dilakukan dengan pengalian tarif tetap

per kilometer dengan panjang perjalanan

yang ditempuh oleh setiap

penumpangnya.

Tarif bertahap. Struktur tarif bertahap

dihitung juga oleh jarak yang ditempuh

oleh penumpang. Namun menggunakan

tahapan di dalam jarak yang ditempuh

oleh penumpang. Tahapan adalah suatu

penggal dari rute yang jaraknya antara

Page 4: PENENTUAN STRUKTUR DAN BESAR TARIF TRANS · PDF fileBiaya variabel memperhitungkan biaya bahan bakar, tenaga kerja, ... dari elastisitas permintaan jasa angkutan ... yaitu pengukuran

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota Vol .20/No.3 Desember 2009

154

satu atau lebih tempat pemberhentian

sebagai dasar perhitungan tarif.

Tarif zona. Struktur tarif ini merupakan

bentuk penyederhanaan dari tarif

bertahap dimana daerah pelayanan

angkutan umum dibagi ke dalam zona-

zona.

Dari kedua struktur tarif tersebut dapat

diketahui bahwa pola pergerakan penumpang

atau masyarakat berpengaruh dalam

penerntuan struktur tarif termasuk dalam

struktur tarif yang akan diterapkan buslane

Trans Metro Bandung. Pola pergerakan

mayoritas masyarakat di area sekitar rute

buslane akan mempengaruhi struktur tarif yang

akan diterapkan dimana pada studi ini akan

dibandingkan antara struktur tarif per trip

(seragam) dan struktur tarif per km

(berdasarkan jarak). Hal ini dilakukan agar

didapatkan struktur tarif yang adil menurut

pola pergerakan mayoritas masyarakat di area

sekita rute buslane sebagai calon pengguna

potensial sehingga masyarakat beralih

menggunakan moda angkutan umum masal.

Metode Penentuan Tarif

Dalam kebijakan tarif, selain menentukan

struktur tarif, hal lain yang perlu diperhatikan

adalah tingkatan atau besarnya tarif yang akan

dikenakan. Besarnya tarif angkutan yang

ditetapkan seharusnya mencerminkan

kepentingan masyarakat terutama yang bersifat

captive terhadap angkutan umum (hal ini

karena sebagian besar pengguna jasa angkutan

umum adalah captive users), meningkatkan

kinerja angkutan umum agar choice users

bersedia beralih menggunakan moda angkutan

umum, dan memberikan pendapatan yang

cukup bagi penyedia jasa. Tarif yang

ditetapkan berdasarkan pertimbangan-

pertimbangan tersebut harus dilandasi

perhitungan biaya operasi kendaraan dan

sesuai dengan kemampuan membayar

masyarakat (ability to pay/ ATP).

Terdapat dua cara dalam menetapkan tarif,

yaitu berdasarkan Biaya Operasi Kendaraan

atau BOK (cost of service pricing) dan

berdasarkan nilai jasa angkutan bagi pemakai

angkutan (value of service pricing).

Perhitungan BOK menghasilkan biaya operasi

jasa angkutan dimana tarif yang terbentuk, dari

biaya operasi tersebut, merupakan tingkat tarif

terendah (minimum) dimana penyedia jasa

angkutan tidak bersedia menawarkan jasa

angkutannya. Untuk memudahkan perhitungan

biaya operasi satuan ini, dibuat

pengelompokan biaya yang sesuai dengan

sifatnya, yaitu: biaya tetap (fixed cost), biaya

variabel (variable cost), biaya umum (common

cost), dan biaya khusus (special cost) (Salim,

1993). Termasuk dalam kelompok biaya tetap,

antara lain biaya penyusutan kendaraan,

bangunan terminal dan biaya fasilitas angkutan

lainnya. Biaya tersebut hanya terpengaruh jika

dalam jangka panjang terjadi perubahan

kapasitas angkutan.

Biaya variabel memperhitungkan biaya bahan

bakar, tenaga kerja, asuransi, peralatan dan

lainnya yang berhubungan dengan kegiatan

operasi. Biaya ini berubah mengikuti

perubahan jumlah jasa angkutan yang

dihasilkan oleh penyedia jasa tersebut.

Sedangkan biaya umum timbul jika diberikan

pelayanan tertentu kepada barang-barang

pengiriman, seperti pengepakan dan ruang

pendingin (Yuanita, 2000). Biaya khusus

terjadi karena diberikannya pelayanan khusus

yang biasanya berada di terminal. Biaya ini

dapat diketahui dan besarnya tidak

terpengaruhi kegiatan yang dilakukan.

Penetapan tarif berdasarkan nilai jasa angkutan

(Value of Service Pricing) disebut juga sebagai

“multiple price strategies”. Tinggi rendahnya

Page 5: PENENTUAN STRUKTUR DAN BESAR TARIF TRANS · PDF fileBiaya variabel memperhitungkan biaya bahan bakar, tenaga kerja, ... dari elastisitas permintaan jasa angkutan ... yaitu pengukuran

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota Vol .20/No.3 Desember 2009

155

tarif ditentukan oleh nilai yang diberikan oleh

pemakai jasa angkutan. Oleh karena itu, dalam

menghitung tarif ini yang menjadi dasar adalah

utilitas angkutan umum bagi pengguna jasa

angkutan tersebut. Jika pengguna jasa

memberikan nilai yang tinggi atas jasa

angkutan maka tingkat tarif akan tinggi.

Demikian sebaliknya, jika nilai yang diberikan

rendah maka tingkat tarif akan menjadi rendah.

Tinggi rendahnya nilai tersebut dapat diketahui

dari elastisitas permintaan jasa angkutan

tersebut.

Metode Dalam Analisis Keuangan

Alokasi modal yang paling efisien merupakan

salah satu kegiatan yang penting dalam

melakukan suatu investasi. Tindakan ini

berkaitan dengan kemampuan pendanaan

perusahaan atau badan tersebut dalam kegiatan

yang digelutinya dalam jangka panjang.

Biasanya, investasi tersebut terlebih dahulu

ditinjau dengan menggunakan metode analisis

keuangan atau finansial yang didasarkan pada

perbandingan antara manfaat (benerfit/B) dan

biaya (cost/C) di mana dapat digunakan

metode-metode sebagai berikut (Banny, 2009):

a. Undiscounted Criterion, yaitu pengukuran

kelayakan tanpa mempertimbangkan apa

yang akan diperoleh di kemudian hari

dibandingkan dengan nilai saat ini

sehingga bagi proyek-proyek yang

mempunyai umur ekonomis (economic

life) yang panjang pada umumnya 5

sampai 20 tahun. Pengujian-pengujian

yang didasarkan pada metode

undiscounted criterion ini terdiri dari

rangking by inspection dan payback

period. Metode ranking by inspection

digunakan dalam menyimpulkan

kelayakan investasi berdasarkan selisih

antara gross benefit dengan operation dan

maintenance (O dan M). Sedangkan

metode payback period digunakan dalam

menyimpulkan kelayakan investasinya

berdasarkan pada pelunasan biaya

investasi (cost) oleh net benefit.

b. Discounted Criterion, yaitu pengujian

untuk mengetahui sejauh mana nilai

manfaat (benefit) dan biaya (cost) selama

umur ekonomis proyek (in the future)

dinilai saat ini (at the present) diukur

dengan nilai uang sekarang (Present

Value).

Studi ini menggunakan metode net present

value untuk mendapatkan jenis tarif yang layak

diterapkan dari Tarif 1 dan Tarif 2 bagi

penyedia jasa namun paling mendekati ATP

masyarakat agar penyedia jasa Trans Metro

Bandung bisa mempertahankan pelayanan jasa

angkutan TMB dalam pengoperasiannya

kemudian struktur tarif seperti apa serta berapa

besar tarif tersebut yang dapat mendekati

kebutuhan atau keinginan masyarakat sebagai

calon pengguna Trans Metro Bandung.

3. Karakteristik Masyarakat

Yang dimaksud dengan karakteristik

pergerakan dan kemampuan masyarakat dalam

melakukan pergerakan di wilayah studi adalah

pergerakan di area–area sekitar koridor

rencana pembangunan buslane Trans Metro

Bandung di Jalan Soekarno Hatta Bandung dan

karakteristik dari kemampuan masyarakat

untuk transportasi. Karakteristik pergerakan

meliputi pergerakan bekerja, pendidikan,

berbelanja, dan pergerakan lainnya (rekreasi,

olahraga, beribadah). Kemampuan membayar

masyarakat dibagi menjadi kemampuan

membayar masyarakat umum, kemampuan

membayar pelajar/ mahasiswa, dan

kemampuan membayar rata-rata keduanya.

Page 6: PENENTUAN STRUKTUR DAN BESAR TARIF TRANS · PDF fileBiaya variabel memperhitungkan biaya bahan bakar, tenaga kerja, ... dari elastisitas permintaan jasa angkutan ... yaitu pengukuran

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota Vol .20/No.3 Desember 2009

156

Karakteristik pergerakan tersebut dapat

diketahui bahwa pergerakan bekerja dan

pendidikan merupakan pergerakan yang rutin

menggunakan Jl. Soekarno Hatta (rata-rata

melakukan pergerakan 5 hari per minggu)

sehingga masyarakat yang bekerja serta

pelajar/mahasiswa merupakan golongan yang

berpotensi menggunakan TMB. Walaupun

masyarakat umum dan pelajar/mahasiswa

cenderung hanya melalui Jl. Soekarno-Hatta

dimana lokasi kegiatannya bukan di jalan

tersebut, namun dengan jarak penggunaan

jalan sebesar 2,9 Km untuk kedua jenis

pergerakan tersebut (rata-rata untuk seluruh

maksud pergerakan sebesar 2,5 Km) maka

potensi menggunakan TMB masih cukup

besar. Hal ini karena berdasarkan rute

pergerakan angkot sebagian besar cenderung

menggunakan Jalan Soekarno-Hatta dalam

ruas-ruas tertentu bahkan sebagian hanya

memotong Jl. Soekarno-Hatta. Berdasarkan

hasil survey, pengguna potensial TMB rata-

rata frekuensi pergerakan (trip) untuk

masyarakat umum, khususnya yang bekerja,

sebesar 2,3 per hari. Sementara rata-rata jarak

yang ditempuh seseorang untuk mencapai

lokasi tujuan sebesar 5,315385 Km per

hari.Selain itu, diketahui bahwa rata-rata biaya

yang dikeluarkan masyarakat umum untuk

transportasi per hari yaitu Rp. 5787,671

(dibulatkan menjadi Rp. 5800).

Kemampuan membayar masyarakat umum

untuk setiap perjalanan/pergerakan yang

dilakukan diperoleh dengan membagi biaya

transportasi setiap harinya dengan jumlah

perjalanan/ pergerakan yang dilakukan.

Besarnya biaya yang dikeluarkan untuk

transportasi setiap harinya adalah Rp. 5800,

sedangkan jumlah pergerakan/perjalanan setiap

harinya adalah 2,3 trip per hari. Hal ini berarti

kemampuan membayar masyarakat sebesar

Rp. 2500 per trip. Kemampuan membayar

masyarakat umum untuk setiap kilometer jarak

yang ditempuh diperoleh dengan membagi

besarnya kemampuan membayar per-trip

sebesar Rp. 2500 dengan panjang perjalanan

rata-rata yang dilakukan. Panjang perjalanan

rata-rata dari masyarakat umum sebesar 5,3

Km per trip. Maka kemampuan membayar

masyarakat umum per Km adalah Rp. 500

(dibulatkan karena pecahan uang terkecil yaitu

Rp. 50).

Dari hasil survey diketahui bahwa rata-rata

frekuensi pergerakan (trip) per hari sebesar 2,7

sementara rata-rata jarak yang ditempuh untuk

mencapai lokasi tujuan per hari untuk kalangan

pelajar/ mahasiswa yaitu 6,6 Km. Selain itu,

diketahui bahwa rata-rata biaya yang

dikeluarkan untuk transportasi per hari untuk

pelajar/mahasiswa sebesar Rp. 6177,57

(dibulatkan menjadi Rp. 6200). Oleh karena

itu, dengan cara yang sama dapat diketahui

kemampuan membayar pelajar/mahasiswa

yaitu sebesar Rp. 2300 per trip (dibulatkan),

sedangkan kemampuan membayar pelajar/

mahasiswa per Km adalah Rp. 350 (dibulatkan

karena pecahan uang terkecil yaitu Rp. 50).

Rata-rata jarak yang ditempuh oleh masyarakat

keseluruhan, baik pelajar/mahasiswa dengan

masyarakat umum (bekerja), adalah 6 Km per

trip. Sementara rata-rata biaya transportasi dan

jumlah trip per hari sebesar Rp. 6050 dan 2,5.

Oleh karena itu, didapatkan kemampuan

membayar per trip sebesar Rp. 2450 per trip

dan kemampuan membayar masyarakat

keseluruhan per km sebesar Rp. 450.

4. Pembiayaan Trans Metro Bandung

Biaya Operasional Kendaraan (BOK) dapat

dibagi menjadi dua kelompok utama yaitu

biaya langsung dan biaya tidak langsung.Biaya

langsung adalah biaya yang manfaatnya akan

dirasakan langsung oleh pengguna jasa.

Apabila kelompok biaya ini mengalami

perubahan akan langsung mempengaruhi

Page 7: PENENTUAN STRUKTUR DAN BESAR TARIF TRANS · PDF fileBiaya variabel memperhitungkan biaya bahan bakar, tenaga kerja, ... dari elastisitas permintaan jasa angkutan ... yaitu pengukuran

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota Vol .20/No.3 Desember 2009

157

produk atau layanan yang dihasilkan. Biaya

tidak langsung adalah biaya yang manfaatnya

tidak secara langsung dirasakan pengguna jasa

tersebut. Untuk itu diperlukan data-data

produksi bis seperti pada tabel berikut

Pada Tabel I dapat dilihat bahwa jarak yang

ditempuh dalam satu hari sangat dipengaruhi

oleh frekuensi rit/ hari. Trans Metro Bandung

dengan trayek Cibiru-Cibeureum mempunyai

jarak tempuh mencapai 40 Km/ rit atau PP.

Sementara kapasitas penumpang dalam satu

kali perjalanan dari Cibiru sampai Cibeureum

(satu trip), dengan melihat pada SK Dirjen

Perhubungan Darat No. 687 tahun 2002

tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan

Angkutan Penumpang Umum di Wilayah

Perkotaan dalam Trayek Tetap dan Teratur,

dapat dihitung, sebagai contoh, sebesar 70%

dari total kapasitas atau daya angkut bus.

Tabel I Produksi Moda Angkutan Trans Metro

Bandung Per Bus Produksi Per Bus

Jumlah Satuan

Kapasitas/ daya angkut bus

36 Penumpang

Km tempuh/ rit 40 Km Frekuensi/ hari 10 rit Km tempuh/ hari ((1x2)+3%) 412 Km/hari Penumpang/ trip (70%x36) 25 Penumpang Penumpang/rit 50 Penumpang Penumpang/ hari 500 Penumpang Hari operasi/ bulan 30 Hari Km-Tempuh/ bulan ((3)x(6)) 12360 Km Penumpang/ bulan ((5)x(6)) 15000 Penumpang Km-Tempuh/ Tahun ((7)x12 bulan)

148320 Km/Tahun

Penumpang/ Tahun ((8)x12 bulan) 180000 Penumpang

Sumber: Hasil Perhitungan, 2009

Biaya langsung diperoleh dengan

menjumlahkan komponen-komponen biaya

langsung yang telah dihitung sebelumnya.Dari

hasil penjumlahan tersebut dapat diketahui

bahwa biaya langsung per bus per km yaitu

sebesar Rp. 2152,519989. Perhitungan masing-

masing komponen dapat dilihat pada Tabel II

di bawah ini.

Tabel II Perhitungan Biaya Langsung Per Bus

Komponen Biaya Jumlah

(Rupiah/bus-km) Persentase

Biaya kir 0.283172 0.013155349

Biaya asuransi penumpang

4.854369 0.225520272

Retribusi terminal 7.281553 0.338280408

Biaya AC 12.35814 0.574124497

Biaya asuransi kendaraan dan awak

18.75 0.87107205

Penambahan olie mesin

30.33981 1.409501699

Biaya cuci bus 48.54369 2.255202719

Biaya penggantian SC

52.14 2.422277157

Biaya PKB dan STNK

67.42179 3.132225998

Biaya service besar dan kecil

96.31667 4.474600336

Biaya overhoul 181.6 8.436623163

Biaya ban 240 11.14972224

Biaya penyusutan 244.8759 11.37624483

Biaya awak kendaraan

360.0324 16.72608683

Biaya bunga modal 252.5283 11.73175248

Biaya BBM 535.1942 24.86360998

Total 2152.52 100

Sumber: Hasil Perhitungan, 2008

Dari perhitungan biaya tidak langsung

sebelumnya, didapatkan hasil dalam satuan

rupiah/tahun untuk seluruh armada bus Trans

Metro Bandung dengan total biaya tidak

langsung (penjumlahan biaya pegawai non

awak kendaraan, biaya pengelolaan dan biaya

pengelolaan bus) sebesar Rp. 1.258.420.000

per tahun. Sementara jumlah armada Trans

Metro Bandung direncanakan sebanyak 39 bus

sehingga biaya tidak langsung per bus-km

didapatkan dengan membagi total biaya tidak

langsung dengan km tempuh/ tahun dari 39 bus

tersebut yang kemudian didapatkan hasil biaya

tidak langsung per bus-km sebesar Rp.

217,5511023 per bus-km.

Biaya pokok merupakan penjumlahan dari

biaya langsung dan biaya tidak langsung yang

menjadi dasar bagi pembentukan tarif. Biaya

pokok dari Trans Metro Bandung per bus-km

Page 8: PENENTUAN STRUKTUR DAN BESAR TARIF TRANS · PDF fileBiaya variabel memperhitungkan biaya bahan bakar, tenaga kerja, ... dari elastisitas permintaan jasa angkutan ... yaitu pengukuran

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota Vol .20/No.3 Desember 2009

158

sebesar Rp. 2370,071091 per bus-km. Namun

biaya pokok tidak serta merta ditetapkan

menjadi tarif tetapi membutuhkan biaya

lainnya serta perhitungan lebih lanjut yang

melibatkan perkiraan jumlah penumpang serta

keuntungan yang ingin diperoleh oleh

perusahaan.

5. Tarif Trans Metro Bandung

Dari perhitungan sebelumnya, dapat diketahui

bahwa jumlah biaya pokok untuk Trans Metro

Bandung sebesar Rp. 2370,071091 per bus-

km. Penentuan tarif tidak lepas dari jumlah

penumpang yang menggunakan jasa Trans

Metro Bandung. Oleh karena itu, jumlah

penumpang yang akan digunakan dalam

penentuan tarif Trans Metro Bandung dalam

studi ini menggunakan perkiraan jumlah

penumpang yang mengikuti SK Dirjen

Perhubungan Darat No. 687 tahun 2002 dari

kapasitas daya angkut bus (kapasitas bus Trans

Metro Bandung ± 36 penumpang, baik duduk

maupun berdiri). Selain itu, dengan

mempertimbangkan penentuan tarif yang

berbeda antara pelajar/ mahasiswa dan tarif

untuk masyarakat umum maka perhitungan

tarif pun akan dibagi pula menjadi perhitungan

tarif dimana masyarakat umum dan pelajar/

mahasiswa membayar tarif yang sama terkait

penerapan pembayaran tarif yang serupa di

sistem angkutan umum massal yang sudah ada

yaitu di Transjakarta dan perhitungan tarif

yang membedakan besarnya tarif untuk

pelajar/ mahasiswa dengan masyarakat umum.

Tarif I (tanpa dibedakan antara

masyarakat umum dan pelajar/mahasiswa)

Sebelum melakukan perhitungan tarif tersebut,

pertama harus diketahui terlebih dahulu jumlah

penumpang-trip, panjang perjalanan

penumpang dan jumlah penumpang-

kilometer.Penumpang-trip adalah jumlah

seluruh penumpang yang melakukan

perjalanan dengan menggunakan angkutan

umum tersebut dalam satu trip atau selama

angkutan bergerak dari satu titik asal (misal

dari Cibiru) ke titik tujuan (Cibeureum) (Dian,

1993).

i. Apabila menggunakan 70% dari kapasitas

bus yang memuat 36 penumpang,

didapatkan jumlah penumpang-trip sebesar

25.2 penumpang dengan penumpang per

hari sebesar 500 penumpang ( 25

penumpang/ trip x 20 trip/ hari).

ii. Untuk mengetahui jumlah penumpang-trip

yang membedakan antara pelajar/

mahasiswa dengan masyarakat umum,

maka perlu diketahui terlebih dahulu

perbandingan antara jumlah penumpang

masyarakat umum dan pelajar/mahasiswa.

Hal ini disebabkan adanya kebijakan

mengenai tarif yang untuk

pelajar/mahasiswa dengan masyarakat

umum. Dari hasil survey dapat diketahui

bahwa perbandingan jumlah penumpang

umum dan pelajar/ mahasiswa adalah

13:19. Dengan menggunakan jumlah

penumpang-trip sebesar 25 penumpang-

trip didapatkan jumlah penumpang

masyarakat umum-trip sebesar 10,15625

penumpang dan jumlah penumpang

pelajar/ mahasiswa-trip sebesar 14,84375

penumpang.

Berdasarkan pembahasan sebelumnya, dapat

diketahui bahwa rata-rata panjang perjalanan

keseluruhan, dengan berbagai tujuan aktivitas

didapatkan nilai sebesar 2,5 Km. Selanjutnya

adalah mengetahui penumpang-kilometer.

Penumpang-kilometer adalah jumlah jarak

yang ditempuh, dalam satuan kilometer, oleh

seluruh penumpang angkutan umum dalam

satu trip (Dian, 1993). Nilai penumpang-

kilometer ini dapat dihitung dengan

Page 9: PENENTUAN STRUKTUR DAN BESAR TARIF TRANS · PDF fileBiaya variabel memperhitungkan biaya bahan bakar, tenaga kerja, ... dari elastisitas permintaan jasa angkutan ... yaitu pengukuran

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota Vol .20/No.3 Desember 2009

159

mengkalikan panjang perjalanan penumpang

dengan nilai penumpang-trip yang telah

diperoleh sebelumnya. Nilai penumpang-

kilometer, menggunakan jumlah penumpang-

trip sebesar 70% dari kapasitas bus, untuk

masyarakat umum sebesar 25 penumpang

sedangkan nilai penumpang-kilometer untuk

pelajar/ mahasiswa sebesar 37 penumpang.

Tarif per trip hanya mempertimbangkan rata-

rata jumlah penumpang untuk satu trip atau

satu perjalanan dari Trans Metro Bandung

(misal dari Cibiru dan berakhir di Cibeureum)

dari total kapasitas angkutan tanpa

memperhatikan jumlah penumpang yang naik

dan turun di antara Cibiru dan Cibeureum.

Perhitungan tarif per trip dilakukan sebagai

berikut:

Tabel III Tarif Dasar 1 Per Trip (Cibiru-Cibeureum)

Dengan Tingkat Keterisian Bus 70% Jumlah

Biaya pokok per bus-km Rp. 2370,071091

Biaya pokok per bus-trip ((1) x 20 trip) Rp. 47401,42183

Jumlah penumpang-trip (70% x daya angkut

bus dlm 1 trip)

25,2 penumpang

Tarif dasar ((2) : (3)) Rp. 1881,008803 ≈ Rp. 1900

Sumber: Hasil Perhitungan, 2009

Tarif per km (antar halte) mempertimbangkan

rata-rata jumlah penumpang total dari titik asal

Trans Metro Bandung bergerak (misal Cibiru)

sampai titik tujuan (Cibeureum) yaitu

penumpang-kilometer sehingga panjang

perjalanan rata-rata dari penumpang serta

jumlah penumpang yang naik dan turun di

tengah perjalanan turut diperhitungkan.Oleh

karena itu, diperlukan nilai penumpang-

kilometer dan rata-rata panjang perjalanan

penumpang yang telah dijelaskan sebelumnya.

Perhitungan tarif per km dilakukan sebagai

berikut:

Tabel IV Tarif Dasar 1 Per Km dengan Tingkat

Keterisian Bus 70% Jumlah

Biaya pokok per bus-trip Rp. 47401,42183 Rata-rata panjang perjalanan penumpang

2,5 Km

Jumlah penumpang-trip 25,2 penumpang Jumlah penumpang-km dlm satu trip ((3)x(2))

63 Penumpang-km

Tarif dasar Rp. 752,4035211 ≈ Rp. 800

Sumber: Hasil Perhitungan, 2009

Dari hasil perhitungan tersebut dapat diketahui

bahwa tarif per trip lebih mahal dibandingkan

tarif per km.. Namun tarif per trip digunakan

untuk perjalanan dari Cibiru sampai

Cibeureum tanpa memperhatikan jarak

tempuh, sementara dengan tarif per km sebesar

Rp. 800, maka apabila akan bepergian dari

Cibiru-Cibeureum dengan melewati 16

halte/shelter dimana jarak antar halte ± 1 Km,

tarif yang harus dibayar sebesar Rp. 12800.

Agar didapatkan suatu alternatif tarif yang

mengakomodasi kepentingan penyedia jasa

maupun masyarakat sebagai calon pengguna,

perlu dilihat kisaran tarif yang mungkin terjadi

akibat perubahan tingkat keterisian bus.

Apabila menggunakan rata-rata kemampuan

membayar per trip dari masyarakat sebesar Rp.

2450 per trip dan per km sebesar Rp. 450,

maka besaran tarif dasar 1 per trip sampai

tingkat keterisian 60% dari perhitungan pada

Tabel VI yang dapat ditolerir.

Tabel V Tarif Dasar 1 Berdasarkan Potensi Tingkat

Keterisian Bus

Tingkat Keterisian

Tarif Dasar 1 (Rp.)

per trip per km

100% 1316.70616 526.682465

90% 1463.00685 585.202739

80% 1645.8827 658.353081

70% 1881.0088 752.403521

60% 2194.51027 877.804108

50% 2633.41232 1053.36493

Sumber: Hasil perhitungan Keterangan: = Tarif dasar berada pada kemampuan membayar

Page 10: PENENTUAN STRUKTUR DAN BESAR TARIF TRANS · PDF fileBiaya variabel memperhitungkan biaya bahan bakar, tenaga kerja, ... dari elastisitas permintaan jasa angkutan ... yaitu pengukuran

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota Vol .20/No.3 Desember 2009

160

Pada Gambar 1 dapat dilihat alternatif tarif 1

dengan tingkat keterisian 70% pada tarif per

km dan per trip. Dari gambar tersebut dapat

diketahui bahwa dengan jarak rata-rata

masyarakat menggunakan Jalan Soekarno-

Hatta sebesar 2,5 Km yang didapatkan dari

karakteristik pergerakannya (untuk semua

tujuan kegiatan) maka diasumsikan masyarakat

akan lebih banyak bergerak dari halte 1

menuju antara halte 3 atau halte 4 (jarak antar

halte ± 1 Km). Apabila tarif per km maka

untuk mencapai halte 3 dari halte 1,

masyarakat perlu membayar Rp. 1600 dan Rp.

2400 untuk mencapai halte 4. Sementara tarif

per trip, apabila masyarakat hendak menuju

tarif 3 dan 4 perlu membayar Rp. 1900. Hal ini

menunjukkan bahwa tarif per km akan lebih

tepat untuk diterapkan apabila masyarakat

menggunakan TMB hanya dari halte 1 menuju

halte 3 sementara apabila masyarakat hendak

bepergian dari halte 1 menuju halte 4 dan

seterusnya akan lebih murah menggunakan

tarif per trip karena struktur tarif ini lebih

mengakomodasi pergerakan jarak jauh.

Gambar 1 Tarif Dasar 1 Berdasarkan Tingkat Keterisian

70%

Sumber: Hasil Perhitungan, 2009

Tarif 2 (dibedakan antara tarif untuk

pelajar/ mahasiswa dengan masyarakat

umum)

Perhitungan tarif ini mirip dengan perhitungan

untuk tarif berdasarkan tingkat keterisian 70%

dari daya angkut bus pada tarif 1. Hanya

perhitungan pada bagian ini, jumlah

penumpang yang akan dibebani oleh biaya

pokok bus akan dibedakan antara pelajar/

mahasiswa dan masyarakat umum seperti pada

perhitungan tarif bagian sebelumnya.

Perhitungan tarif per trip dengan menggunakan

tingkat keterisian 70% dan dibedakan antara

pelajar/ mahasiswa dengan masyarakat umum

adalah sebagai berikut:

Tabel VI Tarif Dasar 2 Per Trip Untuk

Pelajar/Mahasiswa dan Umum dengan Tingkat Keterisian 70%

Jumlah Biaya pokok per bus-trip Rp. 47401,42183 Jumlah penumpang-trip (70% x daya angkut bus:36)

25,2 penumpang

Jumlah penumpang-trip masyarakat umum ((13/32)x(2))

10,2375 penumpang

Jumlah penumpang-trip pelajar/ mahasiswa ((19/32)x(2))

14,9625 penumpang

Tarif pelajar/mahasiswa = ½ tarif masyarakat umum. Jumlah penanggung beban biaya untuk pelajar/mahasiswa (½ x (4))

7,48125 penumpang

Tarif dasar untuk masyarakat umum ((1):((3)+(5))

Rp. 2675,212519 ≈ Rp. 2700

Tarif dasar untuk pelajar/ mahasiswa ((6):2)

Rp. 1337,60626 ≈ Rp. 1350

Sumber: Hasil Perhitungan, 2009

Tabel VII Tarif Dasar 2 Per Km Untuk Pelajar/Mahasiswa

dan Umum Dengan Tingkat Keterisian 70% Jumlah Biaya pokok per bus-trip Rp. 47401,42183 Rata-rata panjang perjalanan penumpang

2,5 Km

Jumlah penumpang-trip 25,2 penumpang Jumlah penumpang-trip masyarakat umum

10,2375 penumpang

Jumlah penumpang-trip pelajar/ mahasiswa

14,9625 penumpang

Jumlah penumpang umum-km per trip ((4)x(2))

25,59375 penumpang

Jumlah penumpang pelajar/mahasiswa-km per trip ((5)x(2))

37,40625 penumpang

Tarif pelajar/mahasiswa = ½ tarif masyarakat umum. Jumlah penanggung beban biaya untuk pelajar/mahasiswa (½ x (7))

18,703125 penumpang

Tarif dasar untuk masyarakat umum ((1):((6)+(8))

Rp. 1070,085008 ≈ Rp. 1100

Tarif dasar untuk pelajar/ mahasiswa ((9):2)

Rp. 535,0425039 ≈ Rp. 550

Sumber: Hasil Perhitungan, 2009

Page 11: PENENTUAN STRUKTUR DAN BESAR TARIF TRANS · PDF fileBiaya variabel memperhitungkan biaya bahan bakar, tenaga kerja, ... dari elastisitas permintaan jasa angkutan ... yaitu pengukuran

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota Vol .20/No.3 Desember 2009

161

Seperti yang dilakukan pada tarif 1, maka

dihitung pula alternatif tarif 2 yang mungkin

terjadi akibat perubahan tingkat keterisian bus

per trip.Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat

pada Tabel VIII.

Tabel VIII Tarif Dasar 2 Berdasarkan Potensi Tingkat

Keterisian Bus Per Trip

Tingkat Keterisian

Tarif Dasar 2 (Rp.)

per trip per km

Umum Pelajar/

mahasiswa Umum

Pelajar/ mahasiswa

100% 1872.649 936.3244 749.0595 374.5298

90% 2080.721 1040.36 832.2883 416.1442

80% 2340.811 1170.405 936.3244 468.1622

70% 2675.213 1337.606 1070.085 535.0425

60% 3121.081 1560.541 1248.433 624.2163

50% 3745.298 1872.649 1498.119 749.0595

Sumber: Hasil perhitungan Keterangan: = Tarif dasar berada pada kemampuan membayar

Pada Gambar 2 dapat dilihat alternatif tarif 2

dengan tingkat keterisian 70% pada tarif per

km dan per trip. Karena ½ beban tarif yang

semestinya ditanggung oleh pelajar/

mahasiswa dialihkan ke masyarakat umum

sehingga tarifnya lebih mahal. Oleh karena itu,

struktur tarif 2 tidak memberikan besaran tarif

yang dapat memuaskan semua pihak

(diskriminatif) sehingga apabila struktur tarif

tersebut diterapkan akan beresiko bagi lapisan

pengguna masyarakat umum yang akan

semakin sedikit menggunakan TMB dan

beralih menggunakan kendaraan lain (misal

kendaraan pribadi) menyebabkan biaya operasi

kendaraan tidak dapat tertutupi oleh

pendapatan dari penjualan tiket sehingga TMB

akan menjadi jasa angkutan yang terus

disubsidi oleh pemerintah daerah. Selain itu,

perbandingan jumlah penumpang umum dan

pelajar/mahasiswa yang cenderung berubah-

ubah membuat tarif yang dihasilkan tidak akan

tepat sasaran karena penumpang yang menjadi

penanggung beban tidak jelas (bias).

Gambar 2 Tarif Dasar 2 Berdasarkan Tingkat Keterisian

70%

Sumber:Hasil Perhitungan, 2009

Namun perlu diketahui bahwa tarif dasar 1 dan

tarif dasar 2 belum dapat ditetapkan apabila

melihat dari sisi kepentingan penyedia jasa

angkutan.Untuk bisa mendapatkan tarif yang

bisa diterapkan, perlu ditambahkan dengan

persentase (%) keuntungan yang ingin

didapatkan agar penyediaan jasa angkutan

Trans Metro Bandung dapat terus berlangsung.

Oleh karena itu, perhitungan tarif

mempertimbangkan perhitungan net present

value (NPV) yang akan dibahas pada bagian

selanjutnya.

Penentuan Tarif Berdasarkan NPV

a. Tarif 1 Per Trip

Pada perhitungan NPV menggunakan laju

diskonto sebesar 10%. Laju diskonto (discount

rate) atau social opportunity cost of capital

menurut Bank Dunia dan Bank Pembangunan

Asia adalah sebesar 10%, 12%, dan 15%

sebagai laju diskonto sosial yang rasional

untuk negara berkembang. Sedangkan faktor

diskonto (discount factor) yang merupakan

bilangan pengali terhadap jumlah di waktu

yang akan datang untuk mendapatkan nilai

sekarang (Gray dkk, 1993 dalam Nugraha,

Page 12: PENENTUAN STRUKTUR DAN BESAR TARIF TRANS · PDF fileBiaya variabel memperhitungkan biaya bahan bakar, tenaga kerja, ... dari elastisitas permintaan jasa angkutan ... yaitu pengukuran

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota Vol .20/No.3 Desember 2009

162

2009). Tarif dasar yang digunakan adalah tarif

dasar 1 per trip sebesar Rp. 2633,41232.

Pada bagian ini, tarif dasar akan ditambahkan

dengan persentase keuntungan sebesar 10%

yang merupakan persentase keuntungan yang

sering diterapkan. Sementara tahun-tahun

berikutnya, tarif akan mengalami kenaikan

dalam periode waktu tertentu yang lebih rinci

dijelaskan sebagai berikut:

1. Skenario satu, yaitu keuntungan yang

diterapkan sebesar 10% dari tarif dasar

sebesar Rp. 2633,41232 dengan kenaikan

tarif setiap 3 tahun sekali sebesar 5%

mengikuti inflasi yang terjadi.

2. Skenario dua, yaitu keuntungan yang

diterapkan sebesar 10% dari tarif dasar

sebesar Rp. 2633,41232 dengan kenaikan

tarif setiap 4 tahun sekali sebesar 10%.

3. Skenario ketiga, yaitu keuntungan yang

diterapkan sebesar 10% dari tarif dasar

sebesar Rp. 2633,41232 tanpa mengalami

kenaikan tarif sampai umur

proyek/investasi berakhir.

Berdasarkan perhitungan untuk ketiga skenario

tersebut didapatkan:

1. Skenario satu, sampai dengan tahun 2019,

NPV yang diperoleh adalah –

Rp5.250.281.211,93;

2. Skenario dua, sampai dengan tahun 2019,

NPV yang diperoleh adalah -

Rp3.866.351.517,25;

3. Skenario tiga, sampai dengan tahun 2019,

NPV yang diperoleh adalah -

Rp9.850.783.008,07.

Hasil total NPV pada akhir masa

proyek/investasi tersebut menunjukkan bahwa

Tarif 1 per trip dengan tingkat keuntungan

10% dari tarif dasarnya, tidak layak untuk

diterapkan.

Dengan melihat pada hasil perhitungan NPV

sebelumnya maka perlu dilihat berapa persen

keuntungan yang akan diterapkan agar

penyedia jasa angkutan umum massal Trans

Metro Bandung tidak mengalami kerugian agar

pelayanan jasa angkutan tersebut bisa berjalan.

Oleh karena itu, dilakukan perhitungan tarif

dengan keuntungan yang didapatkan dari hasil

trial and error agar NPV pada tahun pertama

atau tahun ke-1 positif. Dari hasil trial and

error tersebut diketahui bahwa agar NPV pada

tahun pertama positif, maka keuntungan

minimum yang perlu diterapkan pada tarif

dasar adalah sebesar 22%. Selain itu, tarif

tersebut akan mengalami kenaikan seperti yang

telah dilakukan sebelumnya.

1. Skenario A, yaitu keuntungan yang

diterapkan sebesar 22% dari tarif dasar

sebesar Rp. 2633,41232 dengan kenaikan

tarif setiap 3 tahun sekali sebesar 5%

mengikuti inflasi yang terjadi. Dengan

menerapkan skenario A, diperoleh total

NPV sampai tahun 2019 adalah

Rp.5.331.073.816,67;

2. Skenario B, yaitu keuntungan yang

diterapkan sebesar 22% dari tarif dasar

sebesar Rp. 2633,41232 dengan kenaikan

tarif setiap 4 tahun sekali sebesar 10%.

Dengan menerapkan skenario B, diperoleh

total NPV sampai tahun 2019 adalah

Rp.6.865.977.659,87;

3. Skenario C, yaitu keuntungan yang

diterapkan sebesar 22% dari tarif dasar

sebesar Rp. 2633,41232 tanpa mengalami

kenaikan tarif sampai umur

proyek/investasi berakhir.Dengan

menerapkan skenario C, diperoleh total

NPV sampai tahun 2019 sebesar

Rp.228.699.097,32 Akan tetapi pada

skenario C, total NPV dari tahun ke-7

sampai tahun ke-10 negatif.

Berdasarkan NPV yang diperoleh, yang

dipertimbangkan adalah tarif di skenario A dan

Page 13: PENENTUAN STRUKTUR DAN BESAR TARIF TRANS · PDF fileBiaya variabel memperhitungkan biaya bahan bakar, tenaga kerja, ... dari elastisitas permintaan jasa angkutan ... yaitu pengukuran

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota Vol .20/No.3 Desember 2009

163

B. Namun, dari tarif pada skenario A dan

skenario B yang layak untuk diterapkan perlu

dilihat kemampuan membayar masyarakat

secara keseluruhan (baik pelajar/mahasiswa

maupun masyarakat umum) yang sebesar Rp.

2450 per trip sehingga dapat dihasilkan tarif

yang tidak hanya mengakomodasi kepentingan

penyedia jasa tapi juga masyarakat. Apabila

melihat kemampuan membayar masyarakat

sebesar Rp. 2450 per trip sementara tarif yang

akan diterapkan dengan keuntungan 22%

menjadi sebesar Rp. 3212,76 mungkin terlihat

bahwa tarif tersebut tidak dapat diterapkan

karena lebih tinggi dibandingkan kemampuan

membayarnya. Namun pada kenyataannya,

ATP masyarakat setiap tahun dapat berubah,

dimana pada studi ini ATP masyarakat akan

meningkat sesuai dengan inflasi sebesar 5%

per tahun.Pada Tabel IX dapat dilihat bahwa

meskipun pada tahun-tahun awal pelaksanaan

Tarif 1 per trip sebesar Rp. 3212,76 belum

mendekati ATP masyarakat, namun dengan

peningkatan ATP dari masyarakat keseluruhan

yaitu sebesar 5% per tahun, maka pada tahun

2017 tarif yang diterapkan dapat ditolerir oleh

ATP masyarakat.

Tabel IX Perbandingan Tarif 1 Per Trip Yang Layak

Berdasarkan NPV Terhadap ATP Masyarakat

Tahun Tarif (Rp.)

ATP (Rp.)

Inflasi Per

tahun Skenario A

Skenario B

2009 3212.76 3212.76 2450 -

2010 2572.5 5%

2011 2701.125 5%

2012 2836.181 5%

2013 3373.4 2977.99 5%

2014 3534.03 3126.89 5%

2015 3283.234 5%

2016 3542.07 3447.396 5%

2017 3619.766 5%

2018 3887.44 3800.754 5%

2019 3719.17 3990.792 5%

Sumber: Hasil Perhitungan, 2009

Keterangan: = Tarif berada pada kisaran ATP masyarakat b. Tarif 2 Per Trip

Namun pada perhitungan NPV untuk Tarif 2

per trip menggunakan tarif dasar untuk umum

sebesar Rp. 3745,298 dan untuk

pelajar/mahasiswa sebesar Rp. 1872,649

dengan jumlah penumpang umum dan pelajar/

mahasiswa berdasarkan perbandingan 13:19.

Pada bagian ini, tarif dasar akan ditambahkan

dengan persentase keuntungan sebesar 10%.

Sementara tahun-tahun berikutnya, tarif akan

mengalami kenaikan dalam periode waktu

tertentu yang lebih rinci dijelaskan sebagai

berikut:

1. Skenario satu, yaitu keuntungan yang

diterapkan sebesar 10% dari tarif dasar

untuk masyarakat umum sebesar Rp.

3745,298 dan pelajar/mahasiswa sebesar

Rp. 1872,649 dengan kenaikan tarif setiap

3 tahun sekali sebesar 5% mengikuti

inflasi yang terjadi. Berdasarkan

perhitungan, total NPV yang dari skenario

satu sampai dengan tahun 2019 adalah –

Rp. 5.250.281.211,93;

2. Skenario dua, yaitu keuntungan yang

diterapkan sebesar 10% dari tarif dasar

untuk masyarakat umum sebesar Rp.

3745,298 dan pelajar/mahasiswa sebesar

Rp. 1872,649dengan kenaikan tarif setiap

4 tahun sekali sebesar 10%.Berdasarkan

perhitungan, total NPV yang dari skenario

dua sampai dengan tahun 2019 adalah –

Rp. 3.866.351.517,25;

3. Skenario ketiga, yaitu keuntungan yang

diterapkan sebesar 10% dari tarif dasar

untuk masyarakat umum sebesar Rp.

3745,298 dan pelajar/mahasiswa sebesar

Rp. 1872,649tanpa mengalami kenaikan

tarif untuk dua golongan tersebut sampai

umur proyek/investasi

berakhir.Berdasarkan perhitungan, total

Page 14: PENENTUAN STRUKTUR DAN BESAR TARIF TRANS · PDF fileBiaya variabel memperhitungkan biaya bahan bakar, tenaga kerja, ... dari elastisitas permintaan jasa angkutan ... yaitu pengukuran

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota Vol .20/No.3 Desember 2009

164

NPV yang dari skenario tiga sampai

dengan tahun 2019 adalah -

Rp.9.850.783.008,07;

Hasil total NPV pada akhir masa

proyek/investasi tersebut menunjukkan bahwa

Tarif 2 per trip dengan tingkat keuntungan

10% dari tarif dasarnya, tidak layak untuk

diterapkan.

Seperti halnya yang telah dilakukan pada Tarif

1 per trip, maka perlu diketahui berapa

keuntungan minimum yang perlu diterapkan

agar penyediaan jasa angkutan Trans Metro

Bandung tidak mengalami kerugian.Dari hasil

trial and error tersebut diketahui bahwa agar

NPV pada tahun pertama positif, maka

keuntungan minimum yang perlu diterapkan

pada tarif dasar untuk masyarakat umum dan

pelajar/mahasiswa adalah sebesar 22%.

Sementara kenaikan tarif dalam periode waktu

tertentu dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Skenario A, yaitu keuntungan yang

diterapkan sebesar 22% dari tarif dasar

untuk masyarakat umum sebesar Rp.

3745,298 dan pelajar/mahasiswa sebesar

Rp. 1872,649 dengan kenaikan tarif setiap

3 tahun sekali sebesar 5% mengikuti

inflasi yang terjadi.Berdasarkan

perhitungan, total NPV yang dari skenario

A sampai dengan tahun 2019 adalah

Rp.5.331.073.816,67;

2. Skenario B, yaitu keuntungan yang

diterapkan sebesar 22% dari tarif dasar

untuk masyarakat umum sebesar Rp.

3745,298 dan pelajar/mahasiswa sebesar

Rp. 1872,649dengan kenaikan tarif setiap

4 tahun sekali sebesar 10%.Berdasarkan

perhitungan, total NPV yang dari skenario

B sampai dengan tahun 2019 adalah

Rp.6.865.977.659,87;

3. Skenario C, yaitu keuntungan yang

diterapkan sebesar 22% dari tarif dasar

untuk masyarakat umum sebesar Rp.

3745,298 dan pelajar/mahasiswa sebesar

Rp. 1872,649tanpa mengalami kenaikan

tarif untuk dua golongan tersebut sampai

umur proyek/investasi

berakhir.Berdasarkan perhitungan, total

NPV yang dari skenario C sampai dengan

tahun 2019 adalah Rp.228.699.097,32;

Selanjutnya perlu ditinjau tarif tersebut bila

dibandingkan dengan tingkat kemampuan

membayar masyarakat umum sebesar Rp. 2500

per trip dan kemampuan membayar

pelajar/mahasiswa sebesar Rp. 2300 per trip

yang diasumsikan akan mengalami kenaikan

sebesar 5% per tahun mengikuti inflasi.Dari

Tabel X dapat diketahui bahwa setiap kenaikan

tarif pada skenario A dan skenario B, hanya

tarif untuk pelajar/mahasiswa saja yang masih

berada dalam kemampuan membayarnya.

Sementara bagi masyarakat umum semenjak

tahun 2009 pun tidak ada tarif yang sesuai

dengan kemampuan membayarnya. Hal ini

disebabkan Tarif 2 per trip menetapkan ½ tarif

bagi pelajar/mahasiswa sehingga lebih murah

namun ½ tarif sisanya dibebankan kepada

masyarakat umum sehingga lebih mahal. Hal

ini mengakibatkan Tarif 2 hanya

menguntungkan bagi pelajar/mahasiswa

padahal yang paling rentan untuk tidak

menggunakan TMB adalah pengguna dari

masyarakat umum dikarenakan golongan ini

biasanya telah bekerja dan lebih mampu untuk

membeli kendaraan pribadi dibandingkan

pelajar/mahasiswa.

Tabel X Perbandingan Tarif 2 Per Trip Yang Layak

Berdasarkan NPV Terhadap ATP Masyarakat

Sumber: Hasil Perhitungan, 2009

Page 15: PENENTUAN STRUKTUR DAN BESAR TARIF TRANS · PDF fileBiaya variabel memperhitungkan biaya bahan bakar, tenaga kerja, ... dari elastisitas permintaan jasa angkutan ... yaitu pengukuran

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota Vol .20/No.3 Desember 2009

165

Apabila dibandingkan antara perhitungan NPV

untuk Tarif 1 per trip dan Tarif 2 per trip, baik

dengan keuntungan 10% maupun 22% pada

periode waktu kenaikan tarif di skenario 1, 2

dan 3 serta di skenario A,B dan C, dapat

diketahui bahwa kedua jenis tarif tersebut

memberikan hasil NPV yang sama, baik di

akhir akumulasi aliran biaya atau total NPV

maupun pada hasil NPV per tahun. Hal ini

disebabkan cara perhitungan tarif dasar dimana

total biaya yang telah diprediksi dibagi dengan

jumlah penumpang pada tingkat keterisian

50% kemudian ditambah dengan keuntungan

yang sama besar. Perhitungan tersebut

menyebabkan hasil NPV atau total keuntungan

bagi dua jenis tarif tersebut sama, yang

membedakan adalah besarnya tarif yang

ditanggung oleh pengguna pada Tarif 1 per trip

lebih sedikit karena tarif yang dibebankan

ditanggung bersama sementara pada Tarif 2

per trip, masyarakat umum menanggung beban

tarif lebih besar dibandingkan

pelajar/mahasiswa.

Pada pembahasan Tarif 1 dan Tarif 2 dapat

dilihat bahwa dengan tingkat keuntungan 10%

dari tarif dasar ternyata belum dapat

memberikan keuntungan (total/hasil NPV

negatif) di akhir masa usia investasi/projek.

Sementara keuntungan minimum agar NPV

positif pada tahun pertama sebesar 22%

memberikan total NPV yang positif (baik di

Tarif 1 per trip maupun Tarif 2 per trip), yang

menjadikan tarif tersebut layak untuk

diterapkan, walaupun untuk skenario C tarif

tersebut menjadi kurang baik untuk diterapkan

karena ada beberapa tahun dimana penyedia

jasa angkutan tidak mendapatkan keuntungan

(NPV di tahun tersebut nilainya negatif)

sehingga skenario C kurang layak diterapkan

apabila dibandingkan dengan skenario A dan

B.

6 .Penutup

Berdasarkan perhitungan alternatif tarif yang

dilakukan, tarif yang membedakan antara

pelajar/ mahasiswa dengan masyarakat umum

(Tarif 2) lebih tidak terjangkau khususnya bagi

masyarakat umum apabila dibandingkan

dengan tarif yang seragam antara pelajar/

mahasiswa dengan masyarakat umum (Tarif

1). Oleh karena itu, akan lebih baik apabila

tarif yang seragam antara pelajar/ mahasiswa

dengan masyarakat umum (Tarif 1) yang

diterapkan karena lebih mendekati kemampuan

membayar masyarakat.

Apabila mempertimbangkan pola pergerakan

masyarakat yang cenderung menggunakan

Jalan Soekarno hatta hanya berjarak ± 2,5 Km

(jarak pendek dalam berkendaraan) maka Tarif

1 per km (antar halte) akan lebih tepat dan adil

untuk diterapkan. Namun apabila

mempertimbangkan ATP masyarakat yang

lebih mendekati tarif pertrip serta preferensi

masyarakat yang sebagian besar menginginkan

sistem tarif flat atau jauh dekat (trip) maka

Tarif 1 per trip menjadi lebih mungkin untuk

diterapkan daripada Tarif 1 per km atau tarif

antar halte.

Besarnya Tarif 1 per trip untuk pengoperasian

Trans Metro Bandung yang dapat diterapkan

yaitu sebesar Rp. 3212,76≈ Rp. 3250 (tingkat

keuntungan minimal sebesar 22% dari tarif

dasar) dengan peningkatan tarif setiap 3 tahun

sekali atau 4 tahun sekali. Hal ini karena

apabila tarif tersebut tidak mengalami

peningkatan sampai usia proyek/investasi

TMB berakhir, maka penyedia jasa angkutan

akan mengalami kerugian dimana pada tahun-

tahun tertentu NPV menjadi negatif sehingga

dikhawatirkan pemerintah daerah menjadi

tidak mampu untuk meneruskan pengoperasian

TMB. Kemudian tarif tersebut ditinjau juga

dari segi ATP masyarakat yang diasumsikan

meningkat mengikuti besarnya inflasi (5% per

Page 16: PENENTUAN STRUKTUR DAN BESAR TARIF TRANS · PDF fileBiaya variabel memperhitungkan biaya bahan bakar, tenaga kerja, ... dari elastisitas permintaan jasa angkutan ... yaitu pengukuran

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota Vol .20/No.3 Desember 2009

166

tahun). Walaupun pada tahun pertama, Tarif 1

per trip sebesar Rp. 3250 tidak terjangkau oleh

ATP masyarakat sebesar Rp. 2450 per trip

namun pada tahun 2017 tarif tersebut berada di

bawah ATP masyarakat yang menjadikan tarif

tersebut memiliki kemungkinan untuk

diterapkan bila dibandingkan dengan Tarif 2

per trip untuk masyarakat umum yang tidak

tercapai oleh ATP masyarakat.

Daftar Pustaka Andriani, Rina. 2008. Studi Kemungkinan

Penerapan Angkutan Mahasiswa Sebagai Alternatif Moda Transportasi Studi Kasus: ITB-UNPAD-UNIKOM-UNISBA. Tugas Akhir, Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, ITB.

B. Dwiagus Stepantoro & Lusi Silviani.1999. Studi Evaluasi Tarif Angkutan Umum Bis DAMRI Kota Bandung. Tugas Akhir, Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, ITB.

Button, Kenneth J. 1993. Transport Economics 2nd Edition. Northampton, Massachusetts USA: Edward Elgar Publishing, Inc.

Dian, Rahmad. 1993. Evaluasi Tarif Angkutan Umum Penumpang di Kotamadya Bandung. Tugas Akhir, Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, ITB.

Direktur Jenderal Perhubungan Darat.2002. Pedoman Teknism Penyelenggraan Angkutan Penumpang Umum Diwilayah Perkotaan Dalam Trayek Tetap Dan Teratur (SK.687/AJ.206/DRJD/2002).

Ekaputri, Aida. 2006. Kajian Karakteristik Permintaan Pelaku Pergerakan terhadap Rencana Pengembangan Moda Buslane. Studi Kasus: Jl.Soekarno-Hatta, Kota Bandung. Tugas Akhir, Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, ITB.

Eriyanto.2007. Teknik Sampling Analisis Opini Publik. Yogyakarta: Penerbit LkiS.

Gunarto, Danang. 2002. Kajian Kinerja Jl. Soekarno-Hatta Sebagai Jalan Arteri Primer di Kota Bandung. Tugas Akhir, Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, ITB.

Lesmana, Indra. 2007. Penentuan Lokasi Halte Buslane di Sepanjang Jalan Soekarno Hatta. Tugas Akhir, Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, ITB.

Miro, Fidel. 2005. Perencanaan Transportasi untuk Mahasiswa, Perencana dan Praktisi. Jakarta: Penerbit Erlangga

Ofyar, Z Tamin. 1997. Perencanaan dan Pemodelan Transportasi. Bandung: Penerbit ITB.

Ofyar, Z Tamin. 2000. Perencanaan dan Pemodelan Transportasi. Bandung: Penerbit ITB.

Ofyar, Z Tamin. 2006. Menuju Terciptanya Sistem Transportasi Berkelanjutan di Kota Bandung. dalam Seminar Proceeding Sustainable Transportation, 3 Februari 2007 di Bandung.

Salim, Abbas. 1993. Manajemen Transportasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Simanjuntak, Dameria. 2007. Tingkat Kepentingan Variabel Pelayanan Moda Buslane Sesuai Dengan Preferensi Market Demand di Koridor Jalan Soekarno Hatta. Tugas Akhir, Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, ITB.

Warpani, Suwardjoko. 2002. Pengelolaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Bandung: Penerbit ITB.

Yunianita, Primasurya. 2000. Studi Penentuan Tarif Bus Damri berdasarkan Willingness to Pay. Tugas Akhir, Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, ITB.