pendidikan islam klasik

21
1 BAB I PENDAHULUAN Pendidikan Islam sesungguhnya telah tumbuh dan berkembang sejalan dengan adanya dakwah Islam yang telah dilakukan Nabi Muhammad saw. Berkaitan dengan itu pula pendidikan Islam memiliki corak dan karakteristik yang berbeda sejalan dengan upaya pembaharuan yang dilakukan secara terus-menerus pasca generasi nabi, sehingga dalam perjalanan selanjutnya pendidikan Islam terus mengalami perubahan baik dari segi kurikulum (mata pelajaran) maupun metode. Secara eksplisit, pendidikan mempunyai nilai yang strategisdan urgen dalam pembentuka n suatu bangsa. Sebagaimana halnya dengan faktor-faktor pendidikan lainnya, maka kurikulum pun memainkan peranan penting dalam mewujudkan tujuan pendidikan. Kurikulum mengalami perkembangan mengikuti perkembanga n kebudayaa n dan peradaban masyarakat. Dalam perkembanga nnya, tentu saja kurikulum mengalami pembaruan dalam isinya, sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya . 1  Munculnya pendidikan Islam bersamaan dengan lahirnya Islam itu sendiri. Pendidikan pada awalnya dilakukan dari rumah ke rumah, di masjid-masjid dan sebagainya. Ini dilakukan dengan peralatan yang sederhana sekali. Pendidikan Islam sebagai suatu sistem merupakan sistem tersendiri di antara sistem pendidikan di dunia ini, kendatipun memiliki banyak persamaan. Dikatakan sistem tersendiri karena cakupannya dan kesadarannya terhadap detak jantung, karsa dan karya manusia. Kurikulum pendidikan Islam klasik merupakan suatu sistem pendidikan klasik yang berbeda dengan sistem pendidikan Islam yang ada pada saat ini. Kalau ditinjau dari aspek tujuan, guru, murid, kurikulum, metode, fasilitas, dan sarana prasarana, jelas terlihat perbedaannya. Sudah banyak terjadi perkembanga n-perkembang an dalam dunia pendidikan Islam. 1 Abd. Mukti, Konstruksi Pendidikan Islam; Belajar dari Kejayaan Madrasah Nizhamiyah  Dinasti Saljuq, (Bandung: Citapustaka Media, 2007), h. 215

Upload: nur-azizah-ulfiyana

Post on 07-Apr-2018

228 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pendidikan Islam Klasik

8/3/2019 Pendidikan Islam Klasik

http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-islam-klasik 1/21

1

BAB I

PENDAHULUAN

Pendidikan Islam sesungguhnya telah tumbuh dan berkembang sejalan

dengan adanya dakwah Islam yang telah dilakukan Nabi Muhammad saw.

Berkaitan dengan itu pula pendidikan Islam memiliki corak dan karakteristik yang

berbeda sejalan dengan upaya pembaharuan yang dilakukan secara terus-menerus

pasca generasi nabi, sehingga dalam perjalanan selanjutnya pendidikan Islam

terus mengalami perubahan baik dari segi kurikulum (mata pelajaran) maupun

metode.

Secara eksplisit, pendidikan mempunyai nilai yang strategisdan urgen dalam

pembentukan suatu bangsa. Sebagaimana halnya dengan faktor-faktor pendidikan

lainnya, maka kurikulum pun memainkan peranan penting dalam mewujudkan

tujuan pendidikan. Kurikulum mengalami perkembangan mengikuti

perkembangan kebudayaan dan peradaban masyarakat. Dalam perkembangannya,

tentu saja kurikulum mengalami pembaruan dalam isinya, sesuai dengan

kebutuhan masyarakatnya.1 

Munculnya pendidikan Islam bersamaan dengan lahirnya Islam itu sendiri.

Pendidikan pada awalnya dilakukan dari rumah ke rumah, di masjid-masjid dan

sebagainya. Ini dilakukan dengan peralatan yang sederhana sekali. Pendidikan

Islam sebagai suatu sistem merupakan sistem tersendiri di antara sistem

pendidikan di dunia ini, kendatipun memiliki banyak persamaan. Dikatakan

sistem tersendiri karena cakupannya dan kesadarannya terhadap detak jantung,

karsa dan karya manusia.

Kurikulum pendidikan Islam klasik merupakan suatu sistem pendidikan

klasik yang berbeda dengan sistem pendidikan Islam yang ada pada saat ini.

Kalau ditinjau dari aspek tujuan, guru, murid, kurikulum, metode, fasilitas, dan

sarana prasarana, jelas terlihat perbedaannya. Sudah banyak terjadi

perkembangan-perkembangan dalam dunia pendidikan Islam.

1

Abd. Mukti, Konstruksi Pendidikan Islam; Belajar dari Kejayaan Madrasah Nizhamiyah Dinasti Saljuq, (Bandung: Citapustaka Media, 2007), h. 215

Page 2: Pendidikan Islam Klasik

8/3/2019 Pendidikan Islam Klasik

http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-islam-klasik 2/21

2

Sebelum membahas lebih jauh, ada beberapa terminologi yang tampaknya

perlu dijelaskan terlebih dahulu, sebelum menguraikan makalah ini lebih lanjut.

Menguraikan term-term itu dianggap perlu karena diasumsikan akan memberikan

kesamaan pandangan dalam menginterpretasi dan mengeksplanasi makalah ini.

Pertama, kurikulum. Kurikulum pendidikan Islam klasik agaknya tidak 

dapat dipahami sebagaimana kurikulum pendidikan modern. Pada kurikulum

pendidikan modern, seperti kurikulum pendidikan nasional di Indonesia,

ditentukan oleh pemerintah dengan standar tertentu yang terdiri dari beberapa

komponen: tujuan, isi, organisasi dan strategi. Dalam sistem pendidikan modern,

eksistensi kurikulum sangat niscaya. Bahkan, lembaga pendidikan formal modern

akan dianggap janggal jika tidak mempunyai kurikulum yang jelas. Kurikulum ini

terdiri dari komponen-komponen tujuan, isi, organisasi, dan strategi. Sungguhpun

demikian pada lembaga pendidikan informal, seperti pesantren, keberadaan

kurikulum biasanya kurang mendapat perhatian secara serius.2 

Pengertian dan komponen demikian agaknya sangat sulit ditemukan dalam

literatur-literatur kependidikan Islam klasik. Untuk itu, kurikulum pendidikan

Islam klasik dalam makalah ini dipahami dengan subyek-subyek ilmu

pengetahuan yang diajarkan dalam proses pendidikan.

Kedua, sistem pendidikan. Istilah sistem pendidikan biasanya dipahami

sebagai suatu pola menyeluruh dari proses pendidikan dalam lembaga-lembaga

formal, agen-agen, dan organisasi yang memindahkan (transfer) pengetahuan dan

warisan kebudayaan serta sejarah kemanusiaan yang mempengaruhi pertumbuhan

sosial, spiritual, dan intelektual. Menurut Hasan Langgulung, sistem pendidikan

seperti demikian dalam literatur pendidikan Islam klasik tidak pernah dijumpai.

Sebab, sistem pendidikan itu tidak terpisah dari sistem-sistem yang lain, seperti

sistem politik (al-nizham al-siyasi), sistem tatalaksana (al-nizham al-idari), sistem

keuangan (al-nizham al-mali), sistem kehakiman (al-nizham al-qadhi), dan lain-

lain. Sistem politik mempunyai program pendidikannya sendiri untuk membentuk 

kader-kader politik, begitu juga sistem-sistem tatalaksana, keuangan, sosial, dan

2

Burhan Nurgiantoro, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah: Sebuah Pengantar Teoritis dan Pelaksanaan, (Yogyakarta: BPFE, 1988), cet. Ke-1, h. 9-11

Page 3: Pendidikan Islam Klasik

8/3/2019 Pendidikan Islam Klasik

http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-islam-klasik 3/21

3

sebagainya. Jadi, sistem pendidikan Islam sebagai sistem yang berdiri sendiri

merupakan satu fenomena baru dalam sejarah Islam.3 

Oleh karena sistem pendidikan itu tidak berdiri sendiri maka untuk 

melihatnya dibutuhkan informasi yang menyajikan konstruk sosial, politik, dan

keagamaan yang terjadi pada masa-masa tertentu sehingga menunjukkan adanya

hubungan fungsional dan substansial antara dunia pendidikan dengan keadaan

yang terjadi ketika itu. Sungguhpun demikian, dalam makalah ini hanya akan

dipaparkan konstruksi masyarakat sejauh ia memiliki korelasi yang signifikan

dengan pembahasan.

Ketiga, metode pendidikan Islam. Metode pendidikan sesungguhnya dapat

dikelompokkan menjadi dua bentuk: metode perolehan (acquisition) dan metode

pemindahan atau penyampaian (transmission). Metode perolehan lebih ditekankan

sebagai cara yang ditempuh oleh peserta didik (student) ketika mengikuti proses

pendidikan, sedangkan metode pemindahan diasosiasikan sebagai cara pengajaran

yang dilakukan oleh guru (teacher). Dengan demikian, metode-metode perolehan

ditekankan kepada peserta didik sedangkan metode pemindahan dititikberatkan

kepada guru.

Pada makalah ini dibatasi pada bentuk yang terakhir, yakni metode

pemindahan. Sebab, dalam banyak hal, kecenderungan pemikiran pendidikan

Islam klasik lebih memprioritaskan kepada guru sebagai subyek pendidikan,

bukan kepada murid. Guru dijadikan faktor penentu untuk menilai tingkat

keberhasilan pendidikan Islam. Sebagai konsekwensinya, konsep pendidikan

Islam klasik lebih banyak memperhatikan kepada guru.

Keempat, masa klasik. Terminologi masa klasik ini memberi membuka

peluang untuk diperdebatkan: sejak dan hingga kapan (?). Apakah dalam

kacamata dunia muslim atau penulis barat. Sebab, para penulis Barat

mengidentikkan abad ke-7 hingga abad ke-12/13 M sebagai zaman kegelapan

(dark age); sementara para penulis muslim mengidentikkannya dengan masa

keemasan (al-„ashr al-dzahabi). Untuk memperoleh kejelasan batasan waktu,

3

Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi Abad ke-21, (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1998), cet. Ke-1, h. 4-5

Page 4: Pendidikan Islam Klasik

8/3/2019 Pendidikan Islam Klasik

http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-islam-klasik 4/21

4

penulis membatasi masa klasik dalam kacamata penulis muslim, seperti batasan

yang dilakukan Harun Nasution. Ia mengklasifikasi sejarah Islam pada tiga masa:

a.  Periode klasik dimulai tahun 650 hingga 1250 M., sejak Islam lahir hingga

kehancuran Baghdad

b.  Periode pertengahan sejak tahun 1250 hingga 1800 M., sejak Baghdad hancur

hingga munculnya ide-ide pembaharuan di Mesir dan

c.  Periode modern, mulai tahun 1800 M. hingga sekarang.4 

Dengan demikian, masa klasik dalam pembahasan makalah ini dibatasi

sejak masa Rasulullah hingga Baghdad dihancurkan oleh Hulagu Khan, tepatnya

tanggal 10 Pebruari 1258 M.5

Untuk memudahkan dalam uraian, makalah ini akan

dibagi menjadi beberapa periode, yaitu periode Rasulullah, Khulafa al-Rasyidin,

Dinasti Umayyah, dan Dinasti „Abbasiyah. 

4 Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid I, (Jakarta: UI-Press, 1985,

cet. Ke-5, h. 56-915  Ibid ., h. 80

Page 5: Pendidikan Islam Klasik

8/3/2019 Pendidikan Islam Klasik

http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-islam-klasik 5/21

5

BAB II

PEMBAHASAN

A.  Pendidikan Islam Masa Rasulullah [611-632 M./12 SH.-11 H.]

Pendidikan pada masa Rasulullah dapat dibedakan menjadi dua

periode: periode Makkah dan periode Madinah. Pada periode pertama, yakni

sejak Nabi diutus sebagai rasul hingga hijrah ke Madinah -kurang lebih sejak 

tahun 611-622 M. atau selama 12 tahun 5 bulan 21 hari-, sistem pendidikan

Islam lebih bertumpu kepada Nabi. Bahkan, tidak ada yang mempunyai

kewenangan untuk memberikan atau menentukan materi-materi pendidikan,

selain Nabi.

Secara umum, materi pendidikan pada periode Makkah dibagi menjadi

dua bagian, yaitu:  Pertama, materi pendidikan tauhid, fokusnya untuk 

memurnikan ajaran agama tauhid yang dibawa oleh Nabi Ibrahim yang telah

diselewengkan oleh masyarakat jahiliyah.6   Kedua, materi pengajaran al-

Qur‟an, yang meliputi baca tulis al-Qur‟an (imla’ dan iqra’ ), menghafal ayat-

ayat al-Qur‟an, pemahaman al-Qur‟an (Fahmil Qur‟an atau tafsir al-Qur‟an).7 

Institusi pendidikan pada periode Makkah ada dua macam:8 

1.  Rumah Arqam ibn Arqam, yang merupakan tempat pertama berkumpulnya

kaum muslimin dan Rasulullah untuk belajar hukum-hukum Islam dan

dasar-dasar ajaran Islam. Rumah arqam ini disebut-sebut sebagai lembaga

pendidikan pertama atau madrasah yang pertama kali dalam Islam, dan

pengajarnya adalah Rasulullah sendiri.

2.  Kuttab. Pendidikan di Kuttab pada awalnya terfokus pada baca tulis sastra,

syair arab dan berhitung, setelah Islam datang materi ditambah dengan

baca tulis al-Qur‟an. Adapun pengajar di Kuttab pada masa aawal Islam

adalah orang-orang non-muslim.

6 Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam: Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Islam Era

 Rasulullah Sampai Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007) h. 347

  Ibid, h. 358  Ibid, h. 36

Page 6: Pendidikan Islam Klasik

8/3/2019 Pendidikan Islam Klasik

http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-islam-klasik 6/21

6

Sebelum kelahiran Islam, masa jahiliyah, “institusi” pendidikan kuttab

telah berdiri. Teori asal usul kuttab memang masih diperdebatkan. Menurut

Asma Hasan Fahmi, lembaga pendidikan kuttab ini didirikan oleh orang Arab

pada masa kekhalifahan Abu Bakar.9

Sementara menurut Ahmad Syalabi,

kuttab telah hadir sebelum Islam datang, tetapi ketika itu masih belum

terkenal.10

Masyarakat Hijaz telah belajar membaca dan menulis kepada

masyarakat Hirah, dan masyarakat Hirah belajar kepada masyarakat

Himyariyin.11

Adapun orang yang pertama kali belajar membaca dan menulis

diantara penduduk Makkah adalah Sufyan Ibn Umayah dan Abu Qais ibn

„Abd al-Manaf, yang keduanya belajar kepada Bisyr ibn „Abd al-Malik.

Kepada keduanyalah, penduduk Makkah belajar membaca dan menulis.12

 

Oleh karena itu, agaknya dapat dipahami ketika Nabi menyiarkan ajaran

Islam (kurang lebih tahun 610-an M.), di masyarakat Quraisy, baru ada 17

laki-laki yang pandai baca-tulis dan 5 wanita.13

 

Pada periode di Madinah, tahun 622-632 M. atau tahun 1-11 H., usaha

 pendidikan Nabi yang pertama adalah membangun „institusi‟ masjid. Melalui

pendidikan masjid ini, Nabi memberikan pengajaran dan pendidikan Islam. Ia

memperkuat persatuan di antara kaum muslim dan mengikis habis sisa-sisa

permusuhan, terutama antar penduduk Anshar dan penduduk Muhajirin. Pada

periode ini, ayat-ayat al-Quran yang diterima sebanyak 22 surat, sepertiga

dari isi al-Quran.

Secara umum, materi pendidikan berkisar pada empat bidang:

pendidikan keagamaan, pendidikan akhlak, pendidikan kesehatan jasmani,

dan pengetahuan yang berkaitan dengan kemasyarakatan. Pada bidang

keagamaan terdiri dari keimanan dan ibadah, seperti shalat, puasa, haji, dan

9Asma Hasan Fahmi, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang,

1997), cet. ke-1, h.3010 Ahmad Syalabi, Sedjarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1973), cet. ke-1, h

ke 3311

Johannes Pederson, The Arabic Book , terj., Alwiyah Abdurrahman, Fajar Intelektulisme

 Islam: Buku dan Sejarah Penyebaran Informasi di Dunia Arab, (Bandung Mizan, 1996), cet. ke-112 Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1992), cet. ke-2,

h. 19-2013  Ibid 

Page 7: Pendidikan Islam Klasik

8/3/2019 Pendidikan Islam Klasik

http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-islam-klasik 7/21

7

zakat. Pendidikan akhlak lebih menekankan pada penguatan basis mental

yang telah dilakukan pada periode Makkah. Pendidikan kesehatan jasmani

lebih ditekankan pada penerapan dari nilai-nilai yang dipahami dari amaliah

ibadah, seperti makna wudlu, shalat, puasa, dan haji. Sedangkan pendidikan

yang berkaitan dengan kemasyarakatan meliputi pada bidang sosial, politik,

ekonomi, dan hukum. Masyarakat diberi pendidikan oleh rasul tentang

kehidupan berumah tangga, warisan, hukum perdata dan pidana,

perdagangan, dan kenegaraan serta lain-lainnya.14

 

Dalam hal kurikulum pada periode Nabi baik di Makkah maupun di

Madinah adalah Al-Qur‟an yang diwahyukan oleh Allah sesuai dengan situasi

dan kondisi yang dialam umat Islam pada masa itu, dan dijelaskan oleh

Hadits Nabi. Hanya saja Kurikulum Madinah lebih komplit seiring

bertambahnya wahyu yang diterima oleh Rasulullah.15

 

Metode yang dikembangkan oleh Nabi antara lain:16

 

1.  Ceramah, dalam menyampaikan dan menjelaskan wahyu yang baru

diterimanya.

2.  Dialog. Seperti yang dilakukan Rasulullah dengan Mu‟adz ibn Jabal untuk 

mengatur strategi perang ketika akan diutus ke Yaman.

3.  Diskusi atau tanya jawab Rasulullah dengan para sahabat tentang suatu

hukum.

4.  Perumpamaan, misalnya orang mukmin laksana satu tubuh yang apabila

satu bagian sakit maka akan sakit seluruh badan.

5.  Kisah. Seperti Rasulullah saat mengisahkan peristiwa isra‟ dan mi‟raj. 

6.  Pembiasaan, dengan membiasakan kaum muslimin untuk shalat

berjamaah.

7.  Hafalan, ini diberlakukan dalam hal menjaga al-Qur‟an. 

8.  Peneladanan, hal ini dalam bidang akhlak dimana Nabi tampil sebagai suri

tauladan dalam kehidupan sebagai orang yang memiliki kemuliaan dan

keagungan, baik dalam ucapan, perbuatan, maupun tindakannya.17

 

14  Ibid ., h. 16-1915

Samsul Nizar, Op. Cit., h. 4016  Ibid, h. 35

Page 8: Pendidikan Islam Klasik

8/3/2019 Pendidikan Islam Klasik

http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-islam-klasik 8/21

8

B.  Pendidikan Islam Masa Khulafa al-Rasyidin [632-661 M./12-41 H.]

Pada masa Nabi, negara Islam meliputi seluruh jazirah Arab dan

pendidikan Islam berpusat di Madinah. Pasca wafatnya Rasulullah kekuasaan

pemerintahan Islam diteruskan oleh khulafaur rasyidin dan wilayah Islam

telah meluas di luar jazirah Arab. Para khalifah ini memusatkan perhatiannya

kepada pendidikan, syi‟arnya agama, dan kokohnya negara Islam.  

Sistem pendidikan Islam pada masa khulafa al-Rasyidin dilakukan

secara mandiri, tidak dikelola oleh pemerintah, kecuali pada masa khalifah

Umar ibn Khattab yang turut campur dalam menambahkan kurikulum di

lembaga kuttab. Para sahabat yang memiliki pengetahuan keagamaan

membuka majlis pendidikan masing-masing, sehingga, pada masa Abu Bakar

misalnya, lembaga pendidikan kuttab mencapai tingkat kemajuan yang

berarti. Kemajuan lembaga kuttab ini terjadi ketika masyarakat muslim telah

menaklukkan beberapa daerah dan menjalin kontak dengan bangsa-bangsa

yang telah maju. Lembaga pendidikan ini menjadi sangat penting sehingga

para ulama berpendapat bahwa mengajarkan al-Quran merupakan fardlu

kifayah.18 

Menurut Mahmud Yunus, ketika peserta didik selesai mengikuti

pendidikan di kuttab mereka melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih

“tinggi”, yakni di masjid. Di masjid ini, ada dua tingkat, yakni tingkat

menengah dan tingkat tinggi. Yang membedakan di antara pendidikan itu

adalah kualitas gurunya. Pada tingkat menengah, gurunya belum mencapai

status ulama besar, sedangkan pada tingkat tinggi, para pengajarnya adalah

ulama yang memiliki pengetahuan yang mendalam dan integritas kesalehan

dan kealiman yang diakui oleh masyarakat.19

 

Pada lembaga pendidikan kuttab dan masjid tingkat menengah, metode

pengajaran dilakukan secara seorang demi seorang – mungkin dalam tradisi

17 Mahmud Yunus, Op. Cit., h. 25-3018

Asma Hasan Fahmi, Op.Cit., h. 3019Mahmud Yunus, Op.Cit , h. 39

Page 9: Pendidikan Islam Klasik

8/3/2019 Pendidikan Islam Klasik

http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-islam-klasik 9/21

9

pesantren, metode itu biasa disebut sorogan,20

sedangkan pendidikan di

masjid tingkat tinggi dilakukan dalam salah satu halaqah yang dihadiri oleh

para pelajar secara bersama-sama.21

 

Pusat-pusat pendidikan pada masa Khulafa al-Rasyidin tidak hanya di

Madinah, tetapi juga menyebar di berbagai kota, seperti kota Makkah dan

Madinah (Hijaz), kota Bashrah dan Kufah (Irak), kota Damsyik dan Palestina

(Syam), dan kota Fustat (Mesir). Di pusat-pusat daerah inilah, pendidikan

Islam berkembang secara cepat.22

 

Materi pendidikan yang diajarkan pada masa Khalifah al-Rasyidin

sebelum masa Umar ibn Khattab (w. 32 H. /644 M.), untuk kuttab, adalah

belajar membaca dan menulis, membaca al-Qur‟an dan menghafalnya, belajar

pokok  – pokok agama Islam, seperti cara wudhu‟, shalat, puasa, dan

sebagainya. Ketika Umar ibn Khattab diangkat menjadi khalifah, ia

menginstruksikan kepada penduduk kota agar anak-anak diajarkan berenang,

mengendarai onta, memanah, membaca dan menghafal syair-syair yang

mudah dan peribahasa.23

Sedangkan materi pendidikan pada tingkat

menengah dan tinggi terdiri dari al-Qur‟an dan tafsirnya, hadits dan

mengumpulkannya, dan fiqh (tasyri).24

Ilmu-ilmu yang dianggap duniawi dan

ilmu filsafat belum dikenal sehingga pada masa itu tidak ada. Hal ini di

mungkinkan mengingat konstruk sosial-masyarakat ketika itu masih dalam

pengembangan wawasan keislaman yang lebih di fokuskan pada pemahaman

al-Quran dan Hadits secara literal.

C.  Pendidikan Islam Masa Dinasti Umayyah [41-132 H. / 661-750 M.]

Secara esensial, sistem pendidikan Islam pada masa Dinasti Umayyah

ini hampir sama dengan pendidikan pada masa Nabi dan masa Khulafa al-

 20 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kyai, (Jakarta:

LP3ES, 1994), cet. ke-4, h. 2821 Mahmud Yunus, Op.Cit , h. 39-4022  Ibid., h. 3323

Muhammad Athiyah al-Abrasyi, Op. Cit., h. 224Mahmud Yunus, Loc. Cit. 

Page 10: Pendidikan Islam Klasik

8/3/2019 Pendidikan Islam Klasik

http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-islam-klasik 10/21

10

Rasyidin.25

Hanya saja memang ada sisi perbedaan dan perkembangannya

sendiri. Perhatian para raja di bidang pendidikan agaknya kurang

memperlihatkan pada perkembangannya yang maksimal, sehingga pendidikan

berjalan tidak diatur oleh pemerintah, tetapi oleh para ulama yang memiliki

pengetahuan yang mendalam. Kebijakan-kebijakan pendidikan yang

dikeluarkan oleh pemerintah hampir-hampir tak ditemukan. Jadi, sistem

pendidikan Islam ketika itu masih berjalan secara alamiah.

Periode dinasti Umayyah merupakan masa inkubasi. Pada masa ini

peletakan dasar-dasar dari kemajuan pendidikan di munculkan. Intelektual

muslim berkembang pada masa ini.26

 

Ada dinamika tersendiri yang menjadi karakteristik pendidikan Islam

masa ini, yakni dibukanya wacana kalam (baca: disiplin teologi) yang

berkembang ditengah-tengah masyarakat. Sebagaimana dipahami dari

konstruksi sejarah bani Umayyah – yang bersamaan dengan kelahirannya hadir

pula tentang polemik tentang orang yang berbuat dosa besar – ,27

wacana

kalam tidak dapat dihindari dari perbincangan kesehariannya, meskipun

wacana ini dilatarbelakangi oleh faktor-faktor politis. Perbincangan ini

kemudian telah melahirkan sejumlah kelompok yang memiliki paradigma

berfikir secara mandiri.

Oleh karena kondisi ketika itu diwarnai oleh kepentingan-kepentingan

politis dan golongan maka didunia pendidikan, terutama didunia sastra,

sangat rentan dengan identitasnya masing-masing. Sastra Arab, baik dalam

bidang syair, pidato (khitabah), dan seni prosa, mulai menunjukkan

kebangkitannya. Para raja mempersiapkan tempat balai-balai pertemuan

penuh hiasan yang indah dan hanya dapat dimasuki oleh kalangan sastrawan

dan ulama-ulama terkemuka.28

 

25 Samsul Nizar, Op. Cit., h. 6326 Philip K. Hitti, History of The Arabs, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2010), h. 6027

Harun Nasution , Teologi Islam: Aliran-aliran, Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta:

UI-Press, 1986), cet. ke-5, h. 1-1128 Muhammad Athiyah al-Abrasyi, al-Tarbiyah al-Islamiyah, terj. Bustami A. Ghanidan

Djohar Bahry,  Dasar-dasar pokok pemikiran Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), cet. ke-7, h.72-73

Page 11: Pendidikan Islam Klasik

8/3/2019 Pendidikan Islam Klasik

http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-islam-klasik 11/21

11

Pada zaman ini, juga dapat disaksikan adanya gerakan penerjemahan

ilmu-ilmu dari bahasa lain ke dalam bahasa Arab, tetapi penerjemahan itu

terbatas pada ilmu-ilmu yang mempunyai kepentingan praktis, seperti ilmu

kimia, kedokteran, falak, ilmu tatalaksana, dan seni bangunan. Pada

umumnya, gerakan penerjemahan ini terbatas kepada orang-orang tertentu

dan atas usaha sendiri, bukan atas dorongan negara dan tidak dilembagakan.

Menurut Franz Rosenthal, orang yang pertama kali melakukan penerjemahan

ini adalah Khalid ibn Yazid, cucu dari Muawiyah.29

 

Selain beberapa materi di atas, pada masa ini juga tampaknya masih

melanggengkan ilmu-ilmu yang diletakkan pada masa sebelumnya, seperti

ilmu tafsir. Ilmu ini semakin menjadi niscaya dan memiliki makna yang

strategis. Di samping karena faktor luasnya kawasan Islam ke beberapa

daerah luar Arab yang membawa konsekwensi lemahnya rasa seni sastra

Arab, juga karena banyak orang yang masuk Islam. Hal ini mengakibatkan

pencemaran bahasa al-Quran dan pemaknaan al-Quran yang digunakan untuk 

kepentingan golongan tertentu. Pencemaran al-Quran juga disebabkan oleh

karena faktor interpretasi yang didasarkan pada kisah-kisah Israiliyat dan

Nasraniyat.

Bersamaan dengan itu, kemajuan yang diraih dalam dunia pendidikan

pada saat itu adalah dikembangkannya ilmu nahwu yang digunakan untuk 

memberikan tanda baca, pencatatan kaidah-kaidah bahasa, dan periwayatan

bahasa. Sungguhpun terjadi perbedaan mengenai penyusun ilmu nahwu,

tetapi disiplin ilmu ini menjadi ciri kemajuan tersendiri pada masa ini.

Selain disiplin ilmu tafsir, hadits dan ilmu hadits pada masa ini juga

mendapat perhatian secara serius. Periwayatan hadits sehingga dapat

dipertanggungjawabkan baik secara ilmiah maupun secara moral mendapat

perhatian luas. Namun, keberhasilan yang diraihnya adalah semangat untuk 

mencari hadits, belum mencapai pada tahap kodifikasi. Khalifah Umar ibn

Abd al-Aziz yang memerintah hanya dua tahun, yakni tahun 99-101 H./717-

 29

Franz Rosenthal, The Classical Heritage in Islam, (London: Routledge and Kegan Paul,1975), h. 3

Page 12: Pendidikan Islam Klasik

8/3/2019 Pendidikan Islam Klasik

http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-islam-klasik 12/21

12

720 M., pernah mengirim surat pada Abu Bakr ibn Muhammad ibn Amir ibn

Ham dan kepada ulama-ulama yang lain untuk menuliskan dan

mengumpulkan hadits-hadits. Akan tetapi, hingga dengan masa akhir

kepemerintahannya, hal itu tidak terlaksana. Sungguhpun demikian, perintah

Umar ibn al-Aziz telah melahirkan metode pendidikan alternatif, yakni para

ulama mencari hadits ke berbagai tempat dan orang yang dianggap

mengetahuinya yang kemudian dikenal dengan metode rihlah.

Di bidang hukum fiqh, secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua

kelompok, yaitu aliran ahli al-ra‟yi dan aliran ahl al-hadits. Kelompok aliran

pertama mengembangkan hukum Islam dengan menggunakan analogi (baca:

qiyas) bila terdapat masalah yang belum ditentukan hukumnya. Aliran kedua,

ahl al-hadits, lebih berpegang pada dalil-dalil secara literal, bahkan aliran ini

tidak akan memberikan fatwa jika tidak ada ayat al-Quran atau hadits yang

menerangkannya.

Pada masa ini dinamika disiplin fiqh menunjukkan perkembangan yang

sangat berarti. Periode ini telah melahirkan sejumlah mujtahid-mujtahid fiqh.

Ketika akhir masa Umayyah, telah lahir tokoh madzhab fiqh yakni Imam Abu

Hanifah di Irak (lahir 80 H./699 M.) dan Imam Malik ibn Anas di Madinah

(lahir 96 H./714 M.), sedangkan Imam al-Syafi‟i dan Imam Ahmad ibn

Hanbal lahir pada masa Abbasiyah.30

 

Di antara jasa dinasti Umayah dalam bidang pendidikan, menurut

Hasan Langgulung, adalah menekankan ciri ilmiah pada masjid sehingga

menjadi pusat perkembangan ilmu dalam tahap perguruan tinggi dalam

masyarakat Islam. Dengan penekanan ini, di masjid diajarkan beberapa

macam ilmu, di antaranya syair, sastra, kisah-kisah bangsa dulu, dan teologi

dengan menggunakan metode debat. Dengan demikian, periode antara

permulaan abad kedua hijriah sampai akhir abad ketiga hijriah merupakan

zaman pendidikan masjid yang paling cemerlang.31

 

30

Munawwar Chalil, Empat Biografi Imam Madzhab, (Jakarta: Bulan Bintang, 1989), h. 5631Hasan Langgulung, Op.Cit., h. 9

Page 13: Pendidikan Islam Klasik

8/3/2019 Pendidikan Islam Klasik

http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-islam-klasik 13/21

13

D.  Pendidikan Islam Masa Dinasti Abbasiyah [132-656 H./750-1258 M.]

Charles Michael Stanton berkesimpulan bahwa sepanjang masa klasik 

Islam, penentuan sistem dan kurikulum pendidikan berada di tangan ulama,

kelompok orang-orang yang berpengetahuan dan diterima sebagai otoritatif 

dalam soal-soal agama dan hukum,32

bukan ditentukan oleh struktur

kekuasaan yang berkuasa. Agaknya, kesimpulan ini tidak dapat dipertahankan

seutuhnya, terutama, ketika dihadapkan dengan kenyataan kasus lembaga

pendidikan madrasah al-mustansiriyah. Sebagaimana hasil penelitian Hisam

Nashabe, negara melakukan kontrol terhadap pengaruh-pengaruh yang

ditimbulkan oleh madrasah itu, bahkan juga melakukan investigasi metode

pengajarannya. Dengan intervensi semacam ini dimungkinkan negara (state)

menetapkan struktur kurikulum yang dijalankan oleh lembaga-lembaga

pendidikan di kalangan masyarakat luas.

Sekedar untuk menetralisasi perdebatan di atas, agaknya kesimpulan

Stanton itu lebih ditujukan pada lembaga pendidikan yang tidak berbentuk 

madrasah, seperti kuttab. Sebab, sistem pendidikan yang dioperasikan oleh

madrasah ternyata memiliki kepentingan-kepentingan tertentu, baik 

kepentingan madzhab fiqh, teologi, atau kepentingan politis. Bahkan, dalam

tradisi pendidikan klasik, madrasah itu dibangun atas dasar wakaf seseorang

yang dalam kebiasaannya memang menargetkan tujuannya masing-masing.33

 

Institusi pendidikan masa Abbasiyah, secara umum, dapat

diklasifikasikan menjadi tiga tingkat. Pertama, tingkat rendah yang terdiri

dari kuttab, rumah, toko, dan pasar, serta istana. Kedua, tingkat sekolah

menengah yang mencakup masjid, dan sanggar seni, dan ilmu pengetahuan,

sebagai lanjutan pelajaran di kuttab. Ketiga, tingkat perguruan tinggi yang

meliputi masjid, madrasah, dan perpustakaan, seperti Bait al-Hikmah di

Baghdad dan Dar al-„ulum di Kairo. 

Pada tingkat pertama, yakni tingkat pendidikan rendah, kurikulum yang

diajarkannya meliputi membaca al-quran dan menghafalnya, pokok-pokok 

32 Charles Michael Stanton, Op.Cit ., h. 41-4533

Affandi dan Hasan Asari, Pendidikan Tinggi dalam Islam: Sejarah dan Peranannyadalam Kemajuan dan Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Logos, 1994), cet. ke-1, hal. 52

Page 14: Pendidikan Islam Klasik

8/3/2019 Pendidikan Islam Klasik

http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-islam-klasik 14/21

14

agama Islam, seperti wudlu, shalat, dan puasa, menulis, kisah orang-orang

yang besar, membaca dan menghafal syair-syair, berhitung, dan pokok-pokok 

nahwu dan shorof alakadarnya. Sungguhpun demikian, kurikulum seperti ini

tidak dapat dijumpai di seluruh penjuru, tetapi masing-masing daerah

terkadang berbeda. seperti pendapat Ibn Khaldun yang dikutip oleh Hasan

„Abd al-„Al, di Maroko (Maghribi) hanya diajarkan al-Quran dan rasm

(tulisan) nya. Di Andalusia, diajarkan al-Quran dan menulis serta syair,

pokok-pokok nahw dan sharf serta tulisan indah (khath). Di Tunisia

(Afriqiah) diajarkan al-Quran, hadits dan pokok-pokok ilmu agama, tetapi

lebih mementingkan hafalan al-Quran.

Waktu belajar di kuttab dilakukan pada pagi hari hingga waktu shalat

Ashar mulai hari Sabtu sampai dengan hari Kamis. Sedangkan hari Jum‟at

merupakan hari libur. Selain hari Jum‟at, hari libur juga pada setiap tanggal 1

Syawal dan tiga hari pada hari raya Idhul Adha. Jam pelajaran biasanya

dibagi tiga. Pertama, pelajaran al-Quran dimulai dari pagi hari hingga waktu

Dhuha. Kedua, pelajaran menulis dimulai pada waktu Dhuha hingga waktu

Zhuhur. Setelah itu anak-anak diperbolehkan pulang untuk makan siang.

Ketiga, pelajaran ilmu lain, seperti nahwu, bahasa Arab, syair, berhitung, dan

lainnya, dimulai setelah Zhuhur hingga akhir siang (Ashar).34

Pada tingkat

rendah ini, tidak menggunakan sistem klasikal, tanpa bangku, meja, dan

papan tulis. Guru mengajar murid-muridnya dengan berganti-ganti satu

persatu. Begitu juga tidak ada standar buku yang dipakai.

Pada jenjang pendidikan dasar, metode yang dipakai adalah metode

pengulangan dan hafalan. Artinya, guru mengulang-gulang bacaan al-Quran

didepan murid dan murid mengikutinya yang kemudian diharuskan hafal

bacaan-bacaan itu. Bahkan, hafalan ini tidak terbatas pada materi-materi al-

Quran atau hadits, tetapi juga pada ilmu-ilmu lain. Tak terkecuali untuk 

pelajaran syair, guru mengungkapkan syair dengan lagu (wazn) yang paling

mudah sehingga murid mampu menghafalkannya dengan cepat.

34Mahmud Yunus, Op.Cit , h. 50-51

Page 15: Pendidikan Islam Klasik

8/3/2019 Pendidikan Islam Klasik

http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-islam-klasik 15/21

15

Pada jenjang pendidikan menengah disediakan pelajaran-pelajaran

sebagai berikut. al-Quran, bahasa Arab dan kesusasteraan, fiqh, tafsir, hadits,

nahwu/sharf/balaghah, ilmu-ilmu eksakta, mantiq, falak, tarikh, ilmu-ilmu

kealaman, kedokteran, musik.35

Seperti halnya pendidikan rendah, kurikulum

 jenjang pendidikan menengah dibeberapa daerah juga berbeda.

Jenjang pendidikan tingkat tinggi tampaknya memiliki perbedaan di

masing-masing lembaga pendidikan. Namun, secara umum lembaga

pendidikan tingkat tinggi mempunyai dua fakultas. Pertama, fakultas ilmu-

ilmu agama serta bahasa dan sastra Arab. Fakultas ini mengkaji ilmu-ilmu

berikut: Tafsir al-Quran, Hadits, Fiqh dan Ushul al-Fiqh, Nahw/Sharf,

Balaghah, bahasa dan satra Arab. Kedua, fakultas ilmu-ilmu hikmah (filsafat).

Fakultas ini mempelajari ilmu-ilmu berikut: manthiq, ilmu-ilmu alam dan

kimia, musik, ilmu-ilmu eksakta, ilmu ukur, falak, ilmu-ilmu teologi, ilmu

hewan, ilmu-ilmu nabati, dan ilmu kedokteran.36

 

Semua mata pelajaran ini diajarkan di perguruan tinggi dan belum

diadakan spesialisasi mata pelajaran tertentu. Spesialisasi itu ditentukan

setelah tamat dari perguruan tinggi, berdasarkan bakat dan kecenderungan

masing-masing sesudah praktek mengajar beberapa tahun. Hal ini dibuktikan

oleh Ibn Sina, sebagaimana diterangkan dalam karya Thabaqat athibba,

bahwa setelah Ibn Sina menamatkan pendidikan tingkat menengah dalam usia

17 tahun, ia belajar lagi selama 1,5 tahun. Ia mengulang membaca mantiq dan

filsafat kemudian ilmu-ilmu eksakta dan ilmu-ilmu kealaman. Kemudian ia

mengkaji ilmu ketuhanan dengan membaca kitab Ma Wara al-Thabi‟ah

(metafisika) karya Aristoteles, juga karya-karya al-Farabi. Ibn Sina mendapat

kesempatan membaca literatur-literatur di perpustakaan al- Amir, seperti

buku-buku kedokteran, bahasa Arab, syair, fiqh, dan sebagainya. Literatur-

literatur itu dibacanya sehingga ia mendapat hasil yang memuaskan. Ia selesai

35

  Ibid, h. 55-5636Mahmud Yunus, Op. Cit ., h. 57-58

Page 16: Pendidikan Islam Klasik

8/3/2019 Pendidikan Islam Klasik

http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-islam-klasik 16/21

16

studi disana dalam usia 18 tahun. Hal ini seperti berlaku juga kepada orang

lain.37

 

Metode yang dipakai dalam lembaga pendidikan tingkat tinggi adalah

halaqah. Guru duduk diatas tikar yang dikelilingi oleh para mahasiswanya.

Guru memberikan materi kepada semua mahasiswa yang hadir. Jumlah

mahasiswa yang mengikuti tergantung kepada guru yang mengajar. Jika guru

itu ulama besar dan mempunyai kredibilitas intelektual maka para

mahasiswanya banyak. Akan tetapi, jika sebaliknya niscaya sepi dari para

mahasiswa, bahkan mungkin jadi halaqah-nya ditutup.

Menurut Charles Michael Stanton, sebelum guru menyampaikan materi,

ia terlebih dahulu menyususn ta‟liqah. Ta‟liqah ini memuat silabus dan

uraiannya yang disusun oleh masing-masing tenaga pengajar berdasarkan

catatan perkuliahannya ketika menjadi mahasiswa, hasil bacaan, dan

 pendapatnya tentang materi yang bersangkutan. Ta‟liqah mengandung

rincian-rincian materi pelajaran dan dapat disampaikan untuk jangka waktu

empat tahun. Mahasiswa menyalin ta‟liqah itu dalam proses dikte, bahkan

kebanyakan mereka betul-betul menyalin. Akan tetapi, sebagian yang lain,

menambahkan pada salinan ta‟liqah ini dengan pendapatnya sendiri-sendiri

sehingga ta‟liqah nya merupakan refleksi pribadi tentang materi kuliah yang

disampaikan gurunya.38

 

Mahasiswa yang telah menamatkan pendidikannya diberikan ijazah.

Mahasiswa itu telah lulus ujian dan mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan

yang diajukan ketika munaqasyah. Ijazah terkadang dalam bentuk lisan dan

dalam bentuk tulisan. Ijazah ini tidak diberikan oleh sekolah, tetapi oleh guru

yang mengajarinya. Dengan diberikannya ijazah berarti yang bersangkutan

diperbolehkan meriwayatkan atau menyampaikan pelajaran kepada

mahasiswa yang lain.

37

  Ibid , h. 58-5938Charles Michael Stanton, Op.Cit.,h. 54

Page 17: Pendidikan Islam Klasik

8/3/2019 Pendidikan Islam Klasik

http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-islam-klasik 17/21

17

BAB III

PENUTUP

Uraian diatas sesungguhnya telah memperlihatkan bahwa pendidikan Islam

pada masa klasik memiliki karakteristik masing-masing. Karakteristik itu agaknya

dipengaruhi oleh tujuan pendidikan pada masanya. Pada masa Nabi hingga Bani

Umayyah, misalnya, terlihat adanya tujuan pendidikan untuk kepentingan

keagamaan, sehingga materi pendidikannya pun adalah berkisar pada masalah-

masalah keagamaan an sich. Sedangkan pada masa Abbasiyah yang wilayah

kekuasaan Islam semakin jauh dan problematika serta perkembangan

peradabannya yang cukup tinggi, tujuan pendidikannya tidak hanya sekedar untuk 

kepentingan keagamaan semata, tetapi juga tampaknya memiliki kepentingan lain,

seperti kepentingan ekonomi dan kepentingan kelompoknya.

Pergeseran dibidang metode disebabkan oleh karena bermacam-macamnya

disiplin ilmu pengetahuan yang menuntut metodologi pengajaran yang lebih

efektif. Tentu saja, materi-materi keagamaan akan menggunakan metode yang

berbeda dengan materi-materi eksakta. Pada masa awal, karena materi yang

dikenal relatif sedikit maka metodenya pun lebih terbatas jika dibandingkan

dengan pendidikan pada masa Abbasiyah.

Secara umum, sistem pengelolaan pendidikan pada masa klasik tampaknya

lebih ditentukan oleh kekuatan ulama [orang yang memiliki komitmen intelektual]

daripada kekuatan negara [orang yang memiliki kekuasaan]. Baik pada masa Nabi

maupun hingga pada masa Abbasiyah, para tokoh agama memiliki otoritas untuk 

menentukan sistem pendidikannya. Hal ini berlainan ketika sistem pendidikan

yang digunakan adalah sistem madrasah. Pada madrasah, biasanya yang

mempunyai otoritas kekuasaan dalam pengelolaan pendidikan adalah penguasa

atau orang yang memberikan harta wakafnya. Wa Allah A‟lam bi al-Shawab.

Page 18: Pendidikan Islam Klasik

8/3/2019 Pendidikan Islam Klasik

http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-islam-klasik 18/21

18

KURIKULUM, SISTEM DAN METODE

PENDIDIKAN ISLAM KLASIK

MAKALAH

Disajikan Dalam Diskusi Mata Kuliah

Sejarah Sosial Pemikiran dan Kelembagaan Pendidikan Islam

Dosen:

Dr. Zainal Abidin, M.Ag

Oleh:Nur Azizah Ulfiyana

NPM: 1101351

PROGRAM PASCASARJANA

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI

JURAI SIWO METRO

2011

Page 19: Pendidikan Islam Klasik

8/3/2019 Pendidikan Islam Klasik

http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-islam-klasik 19/21

19

DAFTAR PUSTAKA

Abd. Mukti, Konstruksi Pendidikan Islam; Belajar dari Kejayaan Madrasah Nizhamiyah Dinasti Saljuq, (Bandung: Citapustaka Media, 2007)

Affandi dan Hasan Asari, Pendidikan Tinggi dalam Islam: Sejarah dan

Peranannya dalam Kemajuan dan Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Logos, 1994), cet.

ke-1 

Ahmad Syalabi, Sedjarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1973),

cet. ke-1

Asma Hasan Fahmi, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan

Bintang, 1997), cet. ke-1

Burhan Nurgiantoro,  Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah:

Sebuah Pengantar Teoritis dan Pelaksanaan, (Yogyakarta: BPFE, 1988), cet. Ke-

1

Harun Nasution,  Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid I, (Jakarta:

UI-Press, 1985, cet. Ke-5

Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi Abad ke-21, (Jakarta:

Pustaka al-Husna, 1998), cet. Ke-1

Johannes Pederson, The Arabic Book , terj., Alwiyah Abdurrahman, Fajar 

 Intelektulisme Islam: Buku dan Sejarah Penyebaran Informasi di Dunia Arab,

(Bandung Mizan, 1996), cet. ke-1

Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Hidakarya Agung,

1992), cet. ke-2

Muhammad Athiyah al-Abrasyi, al-Tarbiyah al-Islamiyah, terj. Bustami A.

Ghanidan Djohar Bahry,  Dasar-dasar pokok pemikiran Islam, (Jakarta: Bulan

Bintang, 1993), cet. ke-7

Munawwar Chalil, Empat Biografi Imam Madzhab, (Jakarta: Bulan Bintang,

1989)

Philip K. Hitti, History of The Arabs, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2010) 

Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup

Kyai, (Jakarta: LP3ES, 1994), cet. ke-4

Page 20: Pendidikan Islam Klasik

8/3/2019 Pendidikan Islam Klasik

http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-islam-klasik 20/21

20

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah swt, karena atas berkat petunjuk-Nyalah

makalah tentang Kurikulum, Sistem, dan Metode Pendidikan Islam Klasik ini

dapat terselesaikan.

Tak ada gading yang tak retak, demikian pula saya menyadari bahwa

makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karenanya kritik dan saran

konstruktif dari berbagai pihak sangat kami harapkan demi kesempurnaan

makalah ini.

Semoga makalh ini bermanfaat, bagi penulis khususnya dan bagi pembaca

pada umumnya.

Penulis

Nur Azizah Ulfiyana

Page 21: Pendidikan Islam Klasik

8/3/2019 Pendidikan Islam Klasik

http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-islam-klasik 21/21

21

DAFTAR ISI

Halaman Judul ................................................................................................. i

Kata Pengantar ................................................................................................ ii

Daftar Isi .......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ 5

A.  Pendidikan Islam Masa Rasulullah ..................................................... 5

B.  Pendidikan Islam Masa Khulafa al-Rasyidin ...................................... 8

C.  Pendidikan Islam Masa Dinasti Umayyah .......................................... 9

D.  Pendidikan Islam Masa Dinasti Abbasiyah ......................................... 13

BAB III PENUTUP ........................................................................................ 17