pendahuluan.doc

30
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada milenium baru, 2.8% dari populasi dunia (171 juta) diperkirakan akan men diabetes dan pada tahun 2030, diprediksikan 4.4% dari populasi dunia aitu 3!! juta menderita diabetes. Perubahan demo"ra#i di seluruh dunia an" palin" berpe menin"katna penderita $ (diabetes melitus) adalah terus menin"katna propo den"an usia diatas !& tahun. Penin"katan proporsi populasi ini akan menin"kat sebes dalam periode 30 tahun sehin""a penduduk an" berusia !& tahun akan bertambah dari menjadi 48 juta di ne"ara berkemban". ('tra han,dkk. 2008). $e asa ini telah banak ditemukan kelainan*kelainan pada "injal diant "injal, istilah ini di"unakan untuk menunjukkan adana kelainan pada "inja menurun. Penurunan #un"si "injal an" berlan"sun" se ara terus menerus disebut "a"a kronik. +a"al "injal kronik biasana ukup lanjut dan tidak bias pulih. dana penu "injal ini diketahui dari tes kliirens kreatinin (- ) an" menunjukkan nilai kura ml/menit. ika - kuran" dari 10 ml/menit berarti "injal an" tersisa sudah san" disebut seba"ai +a"al "injal terminal. ('ue . uather) 'alah satu penebab utama terjadina "a"al "injal terminal adalah ne akibat dari penakit diabetes mellitus ($ ) an" tidak terkontrol dan mer kematian terbesar penderita $ .($armono.2002) e#ropati diabetik merupakan salah satu komplikasi mikroan"iopati diabetik pa an" dapat berakhir pada penakit "injal kronik. e#ropati diabetik dide#in sindrom klinis pada pasien diabetes melitus an" ditandai den"an albuminuria meneta m"/24 jam atau 200 5"/menit) pada minimal dua kali pemeriksaan dalam kurun aktu 3 ! bulan. al ini berhubun"an den"an penin"katan tekanan darah dan penurunan 6 + (l "lomerulus), telah dilaporkan terjadi pada 2&*40% oran" den"an diabetes tipe 1 dan ran" den"an diabetes, khusuna an" terlibat den"an "injal ju"a terjadi penin"kata dan morbiditas oleh kardio9askular. leh karena itu, identi#ikasi a al pada an" o 1

Upload: dhitaputriindriani

Post on 07-Oct-2015

17 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN1.1 Latar BelakangPada milenium baru, 2.8% dari populasi dunia (171 juta) diperkirakan akan menderita diabetes dan pada tahun 2030, diprediksikan 4.4% dari populasi dunia yaitu 366 juta akan menderita diabetes. Perubahan demografi di seluruh dunia yang paling berperan dalam hal meningkatnya penderita DM (diabetes melitus) adalah terus meningkatnya proporsi populasi dengan usia diatas 65 tahun. Peningkatan proporsi populasi ini akan meningkat sebesar 134% dalam periode 30 tahun sehingga penduduk yang berusia 65 tahun akan bertambah dari 25 juta menjadi 48 juta di negara berkembang. (Strachan,dkk. 2008). Dewasa ini telah banyak ditemukan kelainan-kelainan pada ginjal diantaranya gagal ginjal, istilah ini digunakan untuk menunjukkan adanya kelainan pada ginjal karena fungsi menurun. Penurunan fungsi ginjal yang berlangsung secara terus menerus disebut gagal ginjal kronik. Gagal ginjal kronik biasanya cukup lanjut dan tidak bias pulih. Adanya penurunan fungsi ginjal ini diketahui dari tes kliirens kreatinin (TKK) yang menunjukkan nilai kurang dari 25 ml/menit. Jika TKK kurang dari 10 ml/menit berarti ginjal yang tersisa sudah sangat kurang dan disebut sebagai Gagal ginjal terminal. (Sue E. Huather)

Salah satu penyebab utama terjadinya gagal ginjal terminal adalah nefropati diabetic akibat dari penyakit diabetes mellitus (DM) yang tidak terkontrol dan merupakan penyebab kematian terbesar penderita DM.(Darmono.2002)Nefropati diabetik merupakan salah satu komplikasi mikroangiopati diabetik pada ginjal, yang dapat berakhir pada penyakit ginjal kronik. Nefropati diabetik didefinisikan sebagai sindrom klinis pada pasien diabetes melitus yang ditandai dengan albuminuria menetap ( >300 mg/24 jam atau 200 g/menit) pada minimal dua kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3 sampai 6 bulan.Hal ini berhubungan dengan peningkatan tekanan darah dan penurunan LFG (laju filtrat glomerulus), telah dilaporkan terjadi pada 25-40% orang dengan diabetes tipe 1 dan tipe 2. Orang dengan diabetes, khusunya yang terlibat dengan ginjal juga terjadi peningkatan mortalitas dan morbiditas oleh kardiovaskular. Oleh karena itu, identifikasi awal pada yang orang yang berisiko tinggi dan dibutuhkan pengobatan awal untuk melindungi ginjal dan kardiovaskular sangat penting.1,2Diperkirakan satu pertiga pasien dengan diabetes mellitus (DM) tipe 1 dan satu per enam pasien dengan DM tipe 2 akan berkembang menjadi nefropati diabetik. Ketika nefropati diabetik telah terjadi, interval menujuend stage renal disease(ESRD) bervariasi dari 4 tahun pertama pada penelitian awal hingga lebih dari 10 tahun pada penelitian baru-baru ini dan terjadi kemiripan antara DM tipe 1 dan tipe 2. Meskipun DM tipe 2 merupakan penyebab ESRD yang umum terjadi di negara Barat, orang dengan penyakit ginjal dan DM tipe 2 tidak mencapai ESRD karena mortalitas kardiovaskular meningkat dua kali lipat-empat kali lipat pada adanya masing-masing mikroalbuminuria atau nefropati.3Faktor-faktor risiko yang dapat dimodifikasi pada pasien nefropati diabetik adalah kontrol gula darah, tekanan darah, dislipidemia dan merokok. Pada faktor-faktor risiko yang tidak dapat dimodofikasi termasuk didalamnya jenis kelamin, lamanya diabetes, genetik keluarga dan faktor etnik.3 Penelitian di Inggris membuktikan bahwa pada orang Asia jumlah penderita nefropati diabetik lebih tinggi dibandingkan dengan orang barat. Hal ini disebabkan karena penderita diabetes melitus tipe 2 orang Asia terjadi pada umur yang relatif lebih muda sehingga berkesempatan mengalami nefropati diabetik lebih besar. Di Thailand prevalensi nefropati diabetik dilaporkan sebesar 29,4%, di Filipina sebesar 20,8%, sedang di Hongkong 13,1%. Di Indonesia terdapat angka yang bervariasi dari 2,0% sampai 39,3%.41.2 Batasan MasalahReferat ini membahas definisi, epidemiologi, faktor risiko, patogenesis, diagnosis dan klasifikasi, evaluasi dan penatalaksanaan dan prognosis DM dan nefropati diabetik.

1.3 Tujuan Penulisan1. Memahami definisi, epidemiologi, faktor risiko, patogenesis, diagnosis dan klasifikasi, evaluasi dan penatalaksanaan dan prognosis nefropati diabetik .

2. Meningkatkan kemampuan dalam penulisan ilmiah kedokteran.1.4 Metode PenulisanPenulisan ini menggunakan metode tinjauan pustaka dengan mengacu kepada beberapa literatur.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1. Definisi, Klasifikasi dan Diagnosis Diabetes MelitusDiabetes mellitus (DM) adalah suatu kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya, yang menimnulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah.

Penyakit ini secara klinik sangat bervariasi yang ditandai dengan intoleransi glukosa, diikuti komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler yang dapat menyerang seluruh organ dalam tubuh antara lain ginjal.(Sidartawan S, 2000)

Berdasarkan penyebab dan terapi yang dibutuhkan Diabetes Melitus diklasifikasikan sebagai berikut (Tjokroprawiro,1996):

1. Tipe 1, Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) disebebkan oleh penyakit autoimun dan sangat membutuhkan insulin eksogen, prevalensi 10-15%.

2. Tipe 2, Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM), disebebkan oleh defisiensi insulin atau resistensi insulin, terapi dengan diet dan OAD, prevalensi 75-85 %.

3. Diabetes Mellitus karena sebab lain:

Malnutrition Related Diabetes Mellitus

Gestational Diabetes Mellitus (GDM=DM karena kehamilan)

DM karena penyakit/keadaan tertentu seperti misalnya: batu pancreas, penyakit hormonal, intoksikasi obat/bahan kimia dll.

Diagnosis DM ditegakkan dengan mengadakan pemeriksaan kadar gula darah jika penderita menunjukkan gejala-gejala klasik bertambahnya rasa haus dan jumlah volume urin, penurunan berat badan yang tidak dapat diterangkan sebabnya atau mengantuk, koma, glikosuria serta ketonuria yang nyata. Pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena, dan untuk pemantauan hasil pengobatan dapat diperiksa bahan darah kapikler. Jika penderita tidak menunjukkan gejala atau gejala sangat ringan dan kadar glukosa plasma atau darah puasa tidak tidak tegas terletak dalam kisaran diagnostik pada table 1, harus dilakukan tes toleransi glukosa oral (OGTT). Kriteria diagnosis DM menurut WHO tahun 1994 dan ADA tahun 1998 dapat dilihat pada table 2 dan table 3 dibawah ini (WHO,1994) (ADA,2002).

2.2. Patogenesis Diabetes Melitus

Apabila tubuh manusia mengalami defisiensi insulin, maka kadar gula dalam darah menjadi sangat tinggi melebihi angka normal. Karena glukosa memiliki sifat menarik cairan, maka penderita DM memiliki kecenderungan untuk banyak kencing (Poliuria). Tubuh yang kehilangan banyak cairan melalui urin akan mengalami dehidrasi. Kondisi ini menyebabkan rasa haus yang terus menerus sehingga selalu ingin minum (Polidipsia). Dikarenakan sesl-sel jaringan tidak pernah/kurang mendapatkan suplai glukosa dari luar, maka volume dan massa sel-sel tubuh menjadi menyusut serta mengirimkan sinyal terus ke otak untuk merangsang pusat lapar. Maka penderita akan memiliki kecenderungan untuk makan terus (Polifagi). (Greene RJ,1993)

Defisiensi insulin dapat terjadi melalui 3 jalan yaitu:

1. Rusaknya sel-sel pancreas karena pengaruh dari luar (virus, zat kimia tertentu, dll) ataupun dari dalam (penyakit autoimun);

2. Desensitasi (Penurunan sensitivitas) reseptor glukosa pada kelenjar pancreas;

3. Desensitasi/kerusakan reseptor insulin (Down regulation) dijaringan perifer. (Tjokroprawiro,1996)

2.3 Diagnosis diabetes mellitus Diagnosis DM biasanya diikuti dengan adanya gejala poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya. Diagonosis DM dapat dipastikan apabila hasil pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu 200 mg/dl dan hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa 126 mg/dl. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut ini.

Glukosa Plasma puasaGlukosa Plasma 2 jam setelah makan

Normal 400 mg/dl) dapat menimbulkan radikal-radikal bebas yang sangat berbahaya melalui reaksi auto oksidasi glukosa. Auto oksidasi menunjukkan kemampuan glukosa melakukan enolisasi dan menimbulkan molekul oksigen yang tereduksi. Molekul oksigen yang tereduksi ini berupa anion superoksida, radikal hidroksil dan hydrogen peroksida.

Hiperglikemia dapat meningkatkan diacylglycerol (DAG) dan kenaikan DAG akan meningkatkan aktivitas protein kinase C (PKC). Aktivasi PKC menyebabkan perubahan-perubahan fungsi sel vaskuler. Perubahan-perubahan yang terjadi berupa peningkatan vascular endothelial growth factor (VEGH), ekspresi protein membrane basalis (plasminogen activator inhibitor-I [PAI-1] dan fibronectin). Akibatnya terjadi perubahan membrane basalis, perubahan pembeabilitas vaskuler dan hemodinamik.

Hasil penelitian tentang progresivitas penyakit ginjal pasien DM tipe 2 pada orang-orang Pima Indian memperlihatkan karakteristik hiperfiltrasi glomerulus. Hiperfiltrasi akan meningkatkan sekresi katekolamin yang akan merangsang reseptor pada apparatus juxta glomerulus melepaskan rennin, kemudian angiotensin II menyebabkan konstriksi arteriol efferent pada glomerulus yang mengakibatkan hipertensi glomerulus yang akan mempercepat terjadinya kerusakann ginjal. Gangguan fungsi pada glomerulus tersebut menimbulkan albuminuria dan peningkatan GFR. (Viberti G,1994)2.11 Diagnosis dan Klasifikasi Nefropati diabeticDiagnosis nefropati diabetik dimulai dari dikenalinya albuminuria pada pasien DM, baik tipe 1 maupun tipe 2.Pemeriksaan mikroalbuminuria sebaiknya dilakukan dengan urin yang ditampung selama 24 jam atau 12 jam. Kadar diatas 30 mg/24 jam atau 20 ug/menit menunjukkan adanya mikroalbuminuria. Kadang-kadang agak sukar menampung urin 24 jam/12 jam. Dalam hal ini dapat juga diperiksa rasio albumin: kretinin. Dengan cara ini tidak perlu penampungan urin, cukup dengan urin sewaktu. Angka normal untuk ratio ini adalah < 30 mg/g. bila angka rasio itu normal pemeriksaan diulang satu tahun lagi. Bila angka diatas 30 nmg/g pemeriksaan hatus diulang segera untuk konfirmasi. Angka 30-300 mg/g menunjukkan adanya mikroalbuminuria atau nefropati insipiens, sedangkan angka diatas 300 mg/g menunjukkan adanya nefropati. Perlu diperhatikan bahwa olahraga berat, infeksi saluran kemih, demam, gagal jantung dapat menimbulkan proteinuria, oleh karena itu factor-faktor tersebut harus disingkirkan dahulu sebelum pemeriksaan mikroalbuminuria.Bagaimana batasan diagnosis proteinuria pada DM dapat dilihat pada table 4 berikut.

Mogensen membagi 5 tahapan nefropati diabetik, yaitu :1,2,5,8,9,10a. Tahap 1Terjadi hipertrofi dan hiperfiltrasi pada saat diagnosis ditegakkan. Laju filtrasi glomerolus dan laju ekskresi albumin dalam urin meningkat.

b. Tahap 2Secara klinis belum tampak kelainan yang berarti, laju filtrasi glomerolus tetap meningkat, ekskresi albumin dalam urin dan tekanan darah normal. Terdapat perubahan histologis awal berupa penebalan membrana basalis yang tidak spesifik. Terdapat pula peningkatan mesangium fraksional.

c. Tahap 3Pada tahap ini ditemukan mikroalbuminuria. Laju filtrasi glomerulus meningkat atau dapat menurun sampai derajat normal. Laju ekskresi albumin dalam urin adalah 30-300 mg/24 jam. Tekanan darah mulai meningkat. Secara histologis, didapatkan peningkatan ketebalan membrana basalis dan volume mesangium fraksional dalam glomerulus.

d. Tahap 4Merupakan tahap nefropati yang sudah lanjut. Perubahan histologis lebih jelas, juga timbul hipertensi pada sebagian besar pasien. Sindroma nefrotik sering ditemukan pada tahap ini. Laju filtrasi glomerulus menurun, sekitar 10 ml/menit/tahun dan kecepatan penurunan ini berhubungan dengan tingginya tekanan darah.

e. Tahap 5Timbulnya gagal ginjal terminal.Table 2.1.Derajat Nefropati Diabetik: Cutoff Values dari Albumin Urin untuk Diagnosis dan Karakteristik Klinis yang Utama5,7Derajatcutoff valuesAlbuminuriaKarakteristik Klinis

Mikroalbuminuria20-199 g/mnt(Nocturnal

(Peningkatan tekanan darah

30-299 mg/24 jam(Peningkatan trigliserida, kolesterol total, LDL, dan asam lemak jenuh

30-299 mg/g*(Peningkatan jumlah komponen sindrom metabolik

(Disfungsi endotel

(Berhubungan dengan retinopati diabetik, amputasi, dan penyakit kardiovaskuler

(Peningkatan mortalitas kardiovaskuler

(LFG stabil

Macroalbuminuria200 g/mntHipertensi

300 mg/24 jamPeningkatan trigliserida kolesterol total dan LDL

>300 mg/g*(Asimptomatik

(Iskemik miokardial

(Penurunan LFG yang progresif

* Sedikit sampel urin

Pengukuran proteinuria total (500 mg/24 jam atau 430 mg/l in sedikit sampel urin) dapat juga digunakan untuk menetapkan derajat ini.

2.12 Evaluasi dan PenatalaksanaanPada saat diagnosa diabetes melitus ditegakkan, kemungkinan adanya penurunan fungsi ginjal juga harus diperiksa, demikian pula saat pasien sudah menjalani pengobatan rutin.1 Pemantauan yang dianjurkan olehAmerican Diabetes Association(ADA) adalah pemeriksaan terhadap adanya mikroalbuminuria serta penentuan kreatinin serum dan klirens kreatinin. Untuk mempermudah evaluasi, perhitungan laju filtrasi glomerulus dengan menggunakan rumus dari Cockroft-Gault yaitu :

LFG (ml/menit/1,73m2) = (140-umur) x Berat badan *)

72 x kreatinin serum

*) pada perempuan dikalikan 0,85

Tabel 2.2.Pemantauan fungsi ginjal pada pasien diabetes1,2,5,8Derajatcutoff valuesAlbuminuriaKarakteristik Klinis

Mikroalbuminuria20-199 g/mnt(Nocturnal

(Peningkatan tekanan darah

30-299 mg/24 jam(Peningkatan trigliserida, kolesterol total, LDL, dan asam lemak jenuh

30-299 mg/g*(Peningkatan jumlah komponen sindrom metabolik

(Disfungsi endotel

(Berhubungan dengan retinopati diabetik, amputasi, dan penyakit kardiovaskuler

(Peningkatan mortalitas kardiovaskuler

(LFG stabil

Macroalbuminuria200 g/mntHipertensi

300 mg/24 jamPeningkatan trigliserida kolesterol total dan LDL

>300 mg/g*(Asimptomatik

(Iskemik miokardial

(Penurunan LFG yang progresif

2.13 Obat-obat Nefrotoksik

Beberapa jenis obat-obat diketahui dapat mengakibatkan penurunan faal ginjal atau kerusakan ginjal dengan berbagai mekanisme. Obat-obatan tersebut diistilahkan dengan nefrotoksik. Nefrotoksisitas obat akan timbul berhubungan dengan kadar obat yang tinggi dalam plasma. Obat-obat tersebut antara lain: golongan aminoglikosid, plimiksin, amfoteresin B dan siklosporin.

Aminoglikosid merupakan jenis obat-obatan yang mempunyai efek antimikroba (Antibiotik). Beberapa jenis aminoglikosid yang mempunyai efek nefrotoksik adalah (urutan efek nefrotoksik terkuat sampai lemah): neomisin, kanamisin, gentamisin, amikasin, tobramisin, streptomisin. Obat-obat tersebut dieleminasi dari tubuh terutama dengan ekskresi melalui ginjal.

Golongan polimiksin yaitu polimiksin B dan kolistin merupakan jenis obat-obatan yang mempunyai efek antimikroba (antibakteri). Obat-obatan ini diekskresi melalui urin dan pada gagal ginjal, kumulasi terjadi dengan cepat. Penggunaan secara sistemik atau parenteral sekarang ini praktis sudah ditinggalkan karena mempunyai efek samping nefrotoksik yang kuat.

Amfoteresin B termasuk dalam golongan obat anti jamur sistemik. Ekskresi obat ini melalui ginjal berlangsung lambat sekali, hanya 3 % dari jumlah yang diberikan pada 24 jam sebelumnya ditemukan dalam urin. Penurunan faal ginjal terjadi pada lebih dari 80% penderita yang menerima pengobatan amfoteresin B. keadaan ini akan kembali normal bila terapi dihentikan, tetapi pada kebanyakan penderita yang mendapat dosisi penuh, terjadi penurunan filtrasi glomerulus yang menetap.Siklosporin A termasuk dalam golongan obat imunosupresan (penekan respon imun). Efek toksik utama siklosporin adalah pada ginjal dan efek ini terjadi pada 25-75% penderita yang diberikan obat ini. Efek toksik tergantung besarnya dosis yang diberikan dan sifatnya reversible, biasanya dilakukan modifikasi dosis bila terjadi efek toksik. (Sulistia G,1995)2.14. PenatalaksanaanTatalaksana nefropati diabetik tergantung pada tahapan-tahapan apakah masih normoalbuminuria, mikroalbuminuria atau makroalbuminuria. Tetapi pada prinsipnya pendekatan utama tatalaksana nefropati diabetik adalah melalui :1,2,6,7,8,91. Pengendalian gula darah.Dapat dilakukan dengan olahraga, diet dan obat anti diabetes. Pada pasien ini diberikan diet DM 1700 kal/hari. Pemberian insulin diberikan untuk mengendalikan kadar gula darah pasien. Pemberian anti diabetik oral tidak diberikan karena pasien telah mengalami komplikasi berupa gangguan ginjal. Akibat dari gangguan fungsi ginjal apabila obat oral diberikan tidak dapat diekskresikan, sehingga mengalami penumpukan akibatnya terjadi hipoglikemia2. Diet.Diet protein 0,6 /KgBB/hari dimaksudkan untuk mengurangi sindrom uremik dan memperlambat penurunan GFR. Diet rendah garam dimaksudkan untuk mengurangi retensi natrium yang dapat mengakibatkan hipertensi dan edema. Diet rendah kalium dimaksudkan untuk mencegah terjadinya hiperkalemia yang dapat menimbulkan aritmia jantung yang fatal.3. Diuretik.Diuretik diberikan untuk mengurangi cairan akibat dari retensi Na dan air. Pemberian diuretik pada pasien ini dimaksudkan untuk mengurangi gejala sesak napas akibat edema paru . Diuretik yang diberikan furosemid 40 mg 1 tab/hari. Selain itu diuretik juga digunakan untuk menurunkan tekanan darah. Target tekanan darah yang dianjurkan adalah