pendahuluan - kesimpulan
TRANSCRIPT
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ginjal merupakan organ terpenting dalam pengaturan homeostasis, yaitu
keseimbangan dinamis antara cairan intrasel dan ekstrasel, serta pemeliharaan
volume total dan susunan cairan ekstrasel. Penyakit yang menyerang ginjal
dan menyebabkan berkurangnya fungsi ginjal akan memberi efek terhadap
keseimbangan cairan dalam tubuh. Oleh karena itu pengetahuan tentang
diuretik menjadi amat penting untuk mengetahui obat yang tepat untuk
diberikan kepada pasien yang mengalami gangguan keseimbangan cairan
dalam tubuh.
B. Tujuan Percobaan
1. Menjelaskan cara kerja diuretik HCT
2. Menjelaskan cara kerja diuretik akuabides
3. Menjelaskan perbedaan efek diuresis HCT dan akuabides
4. Memiliki keterampilan dalam menghitung dosis obat
C. Manfaat
Mengetahui cara menghitng dosis serta efek dari diurettik yang diberikan.
1
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Diuretik adalah obat yang dapat mempercepat pembentukan urin.
Fungsi utama diuretik adalah memobilisasi cairan udem, yang berarti
mengubah keseimbangan cairan ekstra sel menjadi normal (Tray, 2007).
Diuretik merupakan agen yang dapat mengurangi jumlah cairan
berlebih di dalam tubuh, dan mengubah distribusi cairan di dalam tubuh, serta
meningkatkan eliminasi urin dari substansi yang berbahaya. Kemampuan lain
yang dimiliki oleh diuretik ini antara lain dapat meningkatkan (mengatur)
aliran di tubulus ginjal (Zill & Dewar, 2011).
Hal tersebut membuktikan bahwa diuretik ini agen yang dapat
mengatur cairan di dalam tubuh dengan kemampuannya menghasilkan efek
diuresis. Ini sangat bermanfaat dalam fungsinya menurunkan tekanan darah
pada orang yang mengalami hipertensi dan pada orang yang mengalami
masalah edema (Zill & Dewar, 2011).
B. Dasar Teori
1. Diuretik kuat
Diuretik kuat merupakan jenis obat yang paling berefek
dibandingkan dengan obat diuretik lainnya. Obat jenis ini bekerja pada
ansa henle bagian tebal, sehingga nama lain dari obat ini adalah loop
diuretik. Adapun macam yang termasuk kedalam obat diuretik kuat adalah
furosemid, asak etakrinat, bumetamid, dan torsemid (Sunaryo. 2012).
2
a. Farmakodinamik
Diuretik kuat merupakan obat yang memiliki mula kerja yang
cepat dengan waktu kerja yang lama. Cara kerja obat ini adalah dengan
menghambat reabsorpsi dari elektrolit yang berada di ansa henle
ascenden bagian yang tebal. Pada pemberian secara IV bisa
meningkatkan aliran darah ke ginjal tetapi tidak mempengaruhi
peningkatan filtrasi glomerulus (Sunaryo. 2012).
Obat diuretik kuat ini dapat menyebabkan meningkatknya
ekskresi K+ dan kadar asam urat plasma, mekanismenya kemungkinan
besar sam dengan tiazid. Selain kalium, ion lainnya juga mengalami
peningkatan ekskresi seperti Na, Mg, dan Ca. Obat diuretik kuat juga
dapat digunakan untuk pengobatan simptomatik hiperkalsemia karena
dapat menimbulkan efek kalsiuria (Sunaryo. 2012).
Jika pengunaan obat diuretik kuat ini berlebihan juga dapat
mengakibatkan alkalosis metabolik, hal ini terjadi karena volume cairan
ekstrasel menyusut. Ini juga dapat dipengaruhi oleh ekskresi garam, H+
dan K+, terkadang kejadian ini juga diperparah dengan adanya
hiponatremia (Sunaryo. 2012).
b. Farmakokinetik (Sunaryo. 2012).
1) Absorpsi
Obat diuretik hampir semuanya diserap pada saluran cerna dengan
derajat yang berbeda-beda.
2) Distribusi
3
Penyebaran obat ini dengan cara berikatan dengan protein plasma
secara ekstensif. Sehingga tidak mudah untuk difiltarsi diglomerulus
teta[i cepat untuk disekresikan melalui sistem transport asam organik
di tubulus proksimal.
3) Ekskresi
Sebagian besar ekskresi dilakukan di ginjal, walaupun ada sebagian
yang dapat dieksresi melalui hati.
4) Efek samping
Efek samping dari masing-masing obat diretik berbeda-beda.
Seperti halnya asam etakrinat dan furosemid efeknya dibedakan
menjadi 1. Reaksi toksik berupa gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit yang sering terjadi. 2. Efek samping lain yang berbeda
dengan kerja utamanya seperti hiperurisemia (Sunaryo. 2012).
Efek samping yang dapat terjadi lainnya adalah gangguan
saluran pencernaa, depresi elemen darah, rash kulit, parestesia, dan
disfungsi hati. Pada gangguan akibat etakrinat biasanya menyerang
saluran cerna. Selain itu obat jenis ini juga dapat menyebabkan
nefritis interstisial alergik. Selain itu asam etakrinat dapat juga
menyebabkan ototoksisitas atau ketulian sementara maupun
menetap. Ketulian ini berhubungan dengan perubahan cairan pada
endolimfe (Sunaryo. 2012).
5) Sediaan dan posologi
Asam etakrinat terdapat dalam bentuk tablet 25 dan 50 mg
digunakan dengan dosis 50-200 mg per hari. Selain dosis oral obat
4
ini juga menyediakan dosis IV yang berkisar 50 mg atau 0,5-1
mg/kgBB (Sunaryo. 2012).
Furosemid terdapat dalam sediaan tablet 20, 40, 60 mg dan
preparat suntikan. Pada orang dewasa biasanya mencapai 600 mg/
hari. Bumetanid tersedia dalam sediaan tablet 0,5 dan 1 mg. Selain
dalam bentuk tablet bumentamuid juga tersedia dalam bentuk bubuk
injeksi dengan dosis IV dan IM mencapai 0,5-1 mg (Sunaryo. 2012).
Tabel 1.1 Dosis dan Sediaan Diuretik Kuat
Nama Ketersediaa
n oral
Waktu
paruh(jam)
Dosis(1-2x/
hari)
Furosemid 60% 1,5 20-80 mg
Bumetamid 80% 0,8 0,5-2 mg
Asam etakrinat 100% 1 50-200 mg
Torsemid 80% 3,5 2,5-20 mg
2. Diuretik hemat kalium
Obat hemat kalium ini memiliki beberapa macam yaitu antagonis
aldosteron, triamteren dan amilorid. Efek diuretik yang ditimbulkan tidak
begitu kuat seperti loop diuretik (Sunaryo. 2012).
a. Antagonis aldosteron
Jenis aldosteron merupakan mineralokortikoid yang memiliki
efek paling kuat. Peran utama dari aldosteron adalah untuk
meningkatkan reabsorpsi natrium dan klorida didalam tubuli serta
meningkatkan ekresi dari kalium dalam tubuh. Kadar aldosteron dalam
5
tubuh bisa meningkat jika seseorang mengalami pembedahan,taruma,
asupan kalium yang tinggi, asupan natrium yang rendah, bendungan
pada bena cava inferior, serosis hepatis nefrosis dan payah jantung
(Sunaryo. 2012).
1) Farmakodinamik
Obat jenis ini memiliki mekanisme kerja sebagai penghambat dari
aldostreon sendiri. Sehingga dengan adanya antagonis aldosteron ini
dapat mengurangi reabsorpsi Na+ di hilir tubuli distal dan duktus
koligentes serta ekskresi K+ juga akan mengalami penurunan
(Sunaryo. 2012).
2) Farmakokinetik
a) Absorpsi : absorpsi yang dilakukan oleh antagonis
aldosteron ini dilakukan pada saluran
pencernaan.
b) Metabolisme : jalur sirkulasi enterohepat merupakan jalur
lintas utama pada obat jenis ini.
c) Distribusi : setelah masuk melalui tubuh obat jenis ini akan
didistribusikan oleh protein plasma.
d) Ekskresi : ekskresi dilakukan melalui ginjal (Sunaryo.
2012).
3) Efek samping
Efek samping yang dapat dijumpai pada obat ini adalah
hiperkalemia, kejadian ini dapat terjadi saat pemberian bersamaan
dengan thiazid atau pada penderita yang mengalami gangguan ginjal
6
berat. Efek samping lainnya adalah ginekomastia yang bersifat
reversible (Sunaryo. 2012).
4) Indikasi
Antagonis aldosteron digunakan juga dalam pengobatan anti
hipertensi dan udem yang bersifat refrakter. Selain itu
hiperaldosteron dan untuk mengingkatkan diuresis merupakan
kegunaan lain dari obat ini (Sunaryo. 2012).
5) Sediaan dan dosis
Macam dari diuretik hemat kalium adalah spironolakton, memiliki
sediaan tablet 25, 50, dan 100 mg. Dosis untuk dewasa sekitar 25-
200 mg (Sunaryo. 2012).
b. Triamteren dan Amilorid
Kedua jenis obat ini merupakan obat dengan kegunaan untuk
meningkatkan ekskresi daei natrium dan klorida, sedangkan ekskresi
kalium berkurang dan bikarbonat tidak mengalami perubahan.
Triamteren dapat menurunkan ekskresi dari kalium dengan
menghambat sekresinya pada tubuli distal. Sehingga obat jenis ini
(triamteren) dapat digunakan dalam keadaan asidosis dan alkalosis
(Sunaryo. 2012).
Pada klinik biasanya obat jenis ini dikombinasikan dengan obat
jenis lain. Kombinasi yang dilakukan ini bertujuan agar efek
natriuresisnya dapat ditingkatkan sedangkan eksksresi kalium dapat
dikurangi (Sunaryo. 2012).
1) Farmakokinetik
7
a) Absorpsi : Obat jenis ini paling banyak diabsorpsi pada
bagian pencernaan
b) Metabolisme : Dilakukan pada bagian hepar
c) Ekskresi : Ginjal masih menjadi tempat ekskresi utama
(Sunaryo. 2012).
2) Efek samping
Efek samping yang sebisa mungkin harus dicegah adalah
pemberian obat jenis ini adalah hiperkalemia. Efek samping lain
yang mungkin dapat terjadi adalah mual, muntah, kejang kaki dan
pusing (Sunaryo. 2012).
Efek samping lain yang dapat terjadi adalah azostermia yang
bersifat reversibel. Diare dan sakit kepala juga merupakan efek
samping lain yang dapat ditimbulkan olerh obat jenis amilorid
(Sunaryo. 2012).
3) Indikasi
Obat jenis ini sangat disaran untuk pasien dengan udem. Tetapi obat
jenis ini jauh akan lebih bermanfaat jika diberikan bersamaan dengan
obat diuretik golongan lain. Sebagai peringatan, obat diuretik ini
jangan diberikan bersamaan dengan spironolakton karena dapat
mengakibatkan bahaya hiperkalemia(Sunaryo. 2012).
4) Sediaan dan dosis
Triamteren tersedia dalam bentuk kapsul dengan dosis biasanya
adalah 100-300 mg perhari. Untuk amilorid bentuk tablet 5 mg
diberikan sebanyak 5-10 mg perhari (Sunaryo. 2012).
8
Tabel 1.2 Dosis dan Sediaan Obat Diuretik Hemat Kalium (Sunaryo,
2012)
Nama Ketersediaan
oral
Waktu paruh
(jam)
Dosis
Amilorid 15-25% 21 5-10 mg
Triamteren 50% 4,2 37,5-75 mg
Spironolakton 70% 2,5 25-100mg
3. Thiazid
Tiazid merupakan diuretik yang tergolong obat dengan potensi
yang sedang sehingga 5-10% natrium yang difiltrasikan dapat
diekskresikan (Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya, 2008).
Kerja utama yang dilakukan oleh tiazid adalah dengan cara
reabsorpsi aktif dari natrium disertai dengan klorida dan air yang terletak
pada tubulus distal. Hambatan yang terjadi dapat meningkatkan volume
urin dan kehilangan natrium, klorida, dan kalium. Beberapa obat jenis
tiazid juga dapat menghambat kerja enzim karbonik anhodrase sehingga
dapat mengurangi reabsorpsi ion bikarbonat (Staf Pengajar Departemen
Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, 2008).
a. Farmakokinetik
1) Absorpsi : dapat diabsopsi melalui traktus gastrointestinal.
2) Distribusi : dapat melalui ikatan bersamaan dengan protein
9
3) Ekskresi : Dilakukan pada ginjal (Staf Pengajar Departemen
Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya, 2008).
b. Farmakodinamik
Tiazid bekerja langsung pada arteriole yang dapat
mengakibatkan vasodilatasi, sehingga dapat menurunkan tekanan
darah.Tiazid dapat dibagi menjadi 3 sesuai dengan lama kerjanya: tiazid
kerja pendek memiliki lama kerja kurang dari 12 jam; tiazid kerja
menengah, memiliki lama kerja 12-24 jam; dan tiazid kerja lama
memiliki lama kerja lebih dari 24 jam (Staf Pengajar Departemen
Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, 2008).
c. Efek samping
Efek samping yang mungkin terjadi antara lain adalah ketidak
seimbangan elektrolit yaitu hipokalemia, hipokalsemia, hipomagnesia,
dan kehilangan bikarbonat. Selain itu juga terdapat hiperglisemia,
hiperuresemia, dan hiperlipidemia. Obat jenis tiazid juga dapat
mempengaruhi metabolisme dari karbohidrat, sehingga dapat
mengakibatkan hiperglikemi. Selain itu Tiazid juga dapat meningkatkan
koleterol serum, lipoprotein berdensitas rendah, dan kadar trigliserid.
Sedangkan efek samping lain yang biasnya sering mengikuti adalah
pusing, mual, muntah, konstipasi, urtikaria, dan diskrasia darah (Staf
Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya, 2008).
10
Klortalidon merupakan salah satu jenis tiazid. Obat ini dapat
mengakibatkan penurunan volume yang berakibat pada hipotensi
ortostatik hipersensitivitas juga dapat terjadi seperti penekanan sumsum
tulang, dermatitis, dan vaskulitis nekrotikans (Staf Pengajar
Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya,
2008).
d. Kontraindikasi
Pada penderita gagal ginjal sangat tidak dianjuran untuk
mengkonsumsi obat golongan tiazid ini. Gagal ginjal tersebut dapat
menimbulkan gejala seperti oligouria, peningkatan nitrogen urea, dan
peningkatan kreatinin darah. Selain itu kontraindikasi yang lain adalah
pasien dengan gangguan fungsi hati yang berat dan hipersensitivitas
(Gery, 2008).
e. Interaksi obat
Interaksi obat yang perlu dicermati adalah penggunaan obat
bersamaan dengan digoksin. Karena tiazid dapat menyebabkan
hipokalemia yang menguatkan kerja dari digoksin, dan bisa berakibat
pada keracunan digitalis. Adapun gejala-gejala yang dapat ditimbulkan
adalah bradikardi, mual, muntah, perubahan pengliatan (Staf Pengajar
Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya,
2008)
f. Sediaan dan dosis
Setiap jenis dari tiazid memiliki kadar dosis yang berbeda-beda,
klorotiazid tablet 250 dan 500 mg dosis yang diberikan 500-2000 mg
11
perhari, hidroklorotiazid tablet 25 dan 50 mg dosis yang diberikan 25-
100 mg perhari, klortalidon tablet 25, 50, dan 100 mg dosis yang
diberikan 25-100 mg, bendroplumetiazid tablet 2,5; 5, dan 10 mg
dengan dosis 5-20 mg perhari (Sunaryo, 2012).
12
Tabel 1.3 Dosis dan Sediaan Diuretik Golongan Tiazid (Sunaryo, 2012)
Nama Ketersediaan
oral
Waktu paruh
(jam)
Dosis
Bendroflumetiazid 100% 3-3,9 2,5mg tunggal
Klorotiazid 9-56% 1,5 0,5-1 g bagi 2
Hidroklorotiazid 70% 2,5 25-100 mg tunggal
Hidroflumetiazid 50% 1,7 25-100 mg dibagi 2
Politiazid 100% 25 1-4 mg tunggal
klortalidon 65% 47 50-100 mg tunggal
13
I. METODE PRAKTIKUM
A. Alat
1. Beakerglass
2. Papan lilin
3. Kapas
4. Sonde tikus
5. Spuit 3cc
B. Bahan
1. Furosemid tab 40 mg
2. HCT tab 25 mg
3. Ekstrak daun teh
4. Air perasan kulit bagian dalam (putih) buah semangka
5. Aquabides
6. Alkohol
7. Prokain penicillin G
C. Hewan Percobaan/Probandus
Hewan : tikus (Rattus novergicus)
D. Cara Kerja
1. Ambil 2 ekor tikus
2. Timbang tikus
14
3. Kosongkan kandung kencing dengan menekan abdomen bagian bawah
secara perlahan.
4. Tampung urin dan hitung volumenya dalam beaker glass 50 cc/ pipet
5. Masukkan tikus ke dalam beaker glass 1000 cc
6. Beri tikus A dengan HCT dan tikus B dengan akuabides
7. Tampung dan catat pengeluaran urin
8. Buatlah grafik
15
II. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Praktikum
1. Berat Badan Tikus
a. Tikus A : 250 gram
b. Tikus B : 275 gram
2. Keadaan sebelum diberikan HCT dan aquabides (16.00 WIB)
a. Jumlah urin
1) Tikus A : 0 cc
2) Tikus B : 0 cc
b. Kondisi tikus di regio inguinal
1) Tikus A : kering
2) Tikus B : basah
3. Keadaan setelah 4 jam diberikan HCT dan aquabides (20.00 WIB)
a. Jumlah urin
1) Tikus A : 1.2 cc
2) Tikus B : 0.6 cc
c. Kondisi tikus di regio inguinal
1) Tikus A : basah
2) Tikus B : basah
4. Keadaan setelah 8,5 jam diberikan HCT dan aquabides (06.00 WIB)
b. Jumlah urin
1) Tikus A : 2.02 cc
2) Tikus B : 1.7 cc
d. Kondisi tikus di regio inguinal
1) Tikus A : basah
16
2) Tikus B : basah
Tabel 3.1 Perhitungan Dosis HCT dan Aquabides pada Tikus Percobaan
Tabel
3.2 Efek obat pada Tikus Percobaan.
17
Tikus A (HCT) Tikus B (Aquabides)
Dosis = 2.25 mg/ Kg BB
= BB
1000 x 2.25 mg
= 250
1000 x 2.25 mg
= 0.5625 mg
Sediaan 25 mg/10 cc
Dosis (cc) = 0.5625 mg
25 mg x
10cc
= 0.225 cc
Dosis (cc) = 2 ml
Waktu Tikus A (HCT) Tikus B (Aquabides)
Sebelum percobaan - 2 tetes
4 jam 1.2 cc 0.6 cc
8,5 jam 2.02 1.7 cc
Gambar 3.1 Grafik Efek Obat terhadap Waktu.
B. Pembahasan
Pada percobaan diatas didapatkan HCT memiliki efek diuresis yang
lebih optimal jika dibandingkan dengan aquabides. Hal ini dapat dilihat
dari hasil urin yang dikeluarkan oleh kedua tikus. Pada 4 jam pertama
tikus A mengeluarkan 1,2 cc dan tikus B mengeluarkan 0,6 cc. Pada 8,5
jam berikutnya tikus A mengeluarkan 2,02 cc dan tikus B mengeluarkan
1,7 cc. Dengan demikian, tikus A yang diberi HCT mengeluarkan lebih
banyak urin jika dibandingkan dengan tikus B yang diberi aquabides.
HCT merupakan obat diuretik golongan thiazid yang mempunyai
tempat kerja di tubulus kontortus distal bagian hulu. HCT menghambat
reabsorbsi NaCl dari sisi lumen sel epitel TCD dengan memblokade
transporter Na+ dan Cl-. Dalam TCD, penurunan kadar Na+ intrasel akibat
18
sebelum percobaan
4 jam 8.5 jam0
0.5
1
1.5
2
2.5
Tikus A (HCT)Tikus B (Aquabides)
blockade pemasukan Na+ oleh HCT meningkatkan pertukaran pertukaran
Na+/Ca2+ dan meningkatkan absorpsi Ca2+ secara keseluruhan (Ives, 2010).
HCT diabsorpsi melalui saluran cerna dan efeknya tampak setelah
1 jam. Struktur kimianya adalah 6-Chloro-3,4-dihydro-2H-1,2,4-benzo
hiadiazine-7-sulfonamide 1,1-dioxide. Dengan suatu proses aktif, HCT
diekskresi oleh sel tubuli proksimal ke dalam cairan tubuli. Jadi klirens
ginjal obat ini besar sekali, biasanya 3-6 jam sudah diekskresikan dari
badan.
Aquabides merupakan air (H2O) yang melalui proses penyulingan 2
kali agar mnjadi murni dan lepas dari zat besi, mangan, zinc, kapur dan
sejenisnya (Hamid, 2007). Aquabides tidak memiliki efek diuresis pada
tubuh karena volume urin yang dikeluarkan sama dengan volume urin
biasanya.
Hasil uji efek diuresis HCT lebih optimal dibandingkan dengan
aquabides. Akan tetapi dalam praktikum kali ini, hasil yang telah
dipaparkan sebelumnya mungkin masih memiliki keterbatasan dalam hal
akurasi, hal ini bisa dikarenakan kemampuan praktikan yang masih
kurang, baik itu dari segi teknis maupun pengetahuan.
19
C. Aplikasi Klinis
1. Hipertensi
Hipertensi merupakan penyakit kardiovascular yang paling
banyak ditemui. Karena adanya peningkatan tekanan arteri sehingga
dapat menyebabkan perubahan patologis pada sistem sirkulasi dan
hipertrofi ventrikel kiri. Hipertensi menjadi penyebab utama dari
penyakit stroke yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit infrak
miokard (Brown, 2010).
Tiazid bekerja sebagai vasodilator ringan, serta menghambat
transport NaCl secara bebas di tubulus kontortus distal. Beberapa efek
dari tiazid uga mempengaruhi kerja enzim karbonik anhidrase akan
tetapi efeknya tidak berhubungan dengan cara kerja yang utama dari
tiazid (Brown, 2010).
Dahulu tiazid banyak digunakan sebagai obat lini pertama dalam
pengobatan hipertensi, namun karena efeknya yang sekarang banyak
diketahui yaitu hiperurisemia (asam urat) penggunaan obat golongan ini
dalam antihipertensi lini pertama agak menurun. Akan tetapi diuretik
masih memegang peranan penting dalam pengobatan untuk penurunan
tekanan darah yang membutuhkan banyak obat. selain itu diuretik
merupakan obat yang murah dan efektif (Brown, 2010).
2. Gagal Jantung
Gagal jantung merupakan salah satu penyebab utama kematian
di berbagai negara. Pengobatan utama gagal antung adalah untuk
20
menurunkan geala, yang merupakan akkibat dari gangguan
hemodinamika. Peningkatan volume intravaskular dan tekanan darah
dapat menyebabkan hipertensi vena baik sistemik maupun pulmonal,
yang menyebabkan pasien dispnea pada saat melakukan aktivitas.
Diuretik terutama diperlukan pada pasien yang telah memperlihatkan
geala (Ooi, 2010).
Diuretik dibutuhkan mengingat organ targetnya yaitu ginal
memiliki peranan penting dalam perubahan hemodinamik, hormonal
dan sistem saraf autonom. Pada beberapa keadaan seperti teradinya
retensi urin dan air kombinasi dari diuretik kuat dan tiazid sangan
dibutuhkan (Brown, 2010).
3. Penyakit Ginjal
Pada beberapa kasus penyakit ginal biasanya menyebabkan
hilangnya garam, akan tetapi kebanyakan kasus sebenarnya
menyebabkan teradinya retensi garam dan air. Insufisiensi ginal ringan
dapat diobati dengan menggunakan diuretik (Brown, 2010).
Beberapa penyakit ginal terutama nefropati diabetikum dapat
menyebabkan hiperkalemia, pada keadaan ini penggunaan diuretik
golongan tiazid sangat menguntungkan, karena efek dari tiazid yang
dapat meningkatkan sekresi kalium. Akan tetapi diuretik tiazid
biasanya tidak efektif pada penyakit ginal yang GFR nya turun
dibawah 30 mL/menit, pada keadaan ini biasanya digunakan diuretik
golongan kuat (Brown, 2010).
21
D. Evaluasi
1. Bagaimana mekanisme kerja HCT dan Furosemid dalam menimbulkan
diuresis?
a.) HCT (hidrochlorothiazide)
HCT ini merupakan salah satu obat yang termasuk dalam
golongan Thiazid. Mekanisme kerja obat golongan ini pada
tubulus ginjal adalah dengan menghambat reabsorpsi ion Na dan
Cl dari sisi lumen epitel Tubulus Kontortus Distal (TKD). Di
TKD ini terjadi reabsorpsi aktif 4-8% Na+ dan Cl- yang telah
difiltrasi. Pada TKD ini membrannya memiliki permeabilitas
terhadap air yang rendah sama dengan cabang asenden tebal ansa
Henle. Penghambatan reabsorpsi dilakukan dengan memblokade
transfer Na+/Cl- (NCC). Sehingga cairan tubulus menjadi semakin
encer, dan mengakibatkan efek diuresis (Katzung, 2007). Obat
golongan tiazid ini memiliki efek diuresis sedang, yakni 10-15 %
cairan filtrat glomerular yang diekskresikan (Schmitz, Lepper, &
Heidrich, 2003).
b.) Furosemid
Furosemid yang termasuk dalam diuretik kuat ini juga
memiliki mekanisme kerja yang hampir sama dengan HCT
(golongan tiazid). Perbedaannya terletak pada ion-ion yang
dihambat reabsorpsinya. Pada diuretik kuat ini ada 3 ion yang
dihambat reabsorpsinya, yakni ion Na+/K+/2Cl- (NKCC2). Itulah
22
sebab mengapa golongan ini disebut sebagai diuretik kuat
(Katzung, 2007). Selain itu, diuretik kuat ini juga
mengekskresikan 30-40% dari cairan filtrat glomerulus, sehingga
dikatakan obat ini memiliki efek diuresis paling kuat (Schmitz,
Lepper, & Heidrich, 2003).
Diuretik kuat atau loop diuretic ini bekerja pada cabang
asenden tebal ansa Henle (CAT). Segmen ini memiliki
permeabilitas terhadap air yang sangat rendah, sehingga memiliki
efek akhir yang sama dengan kerja tiazid, yakni peningkatan
keenceran cairan di dalam tubulus. Akibatnya, urin yang
terbentuk pun akan menjadi lebih banyak, dan timbullah efek
diuresis (Katzung, 2007).
2. Sebutkan gejala-gejala toksik loop diuretic!
Diuretik kuat atau loop diuretic ini dapat menimbulkan toksisitas
antara lain ototoksisitas dan nefrotoksisitas (Stringer, 2006).
a.) Ototoksisitas
Ototoksisitas yang disebabkan oleh diuretik kuat ini merusak
telinga bagian dalam atau saraf vestibulocochlear. Saraf ini
bertugas mengirimkan info keseimbangan dan pendengaran dari
telinga bagian dalam ke otak. Ketika terjadi kerusakan ini maka
dapat terjadi gangguan pendengaran, keseimbangan, atau keduanya
baik secara sementara waktu atau permanen (Haybach, 2004).
23
Obat diuretik kuat ini dapat menyebabkan penurunan
pendengaran tetapi memungkinkan akan normal kembali jika
penggunaan obat dihentikan. obat ini dapat menyebabkan
ototoksisitas jika pemberiannya bersamaan dengan antibiotik
aminoglikosida. Obat diuretik kuat yang dapat menyebabkan
ototoksisitas ini antara lain bumetanide, asam etakrinat, dan
furosemid (Haybach, 2004).
Ototoksisitas ini dapat terjadi dari tingkat sedang sampai
benar-benar kehilangan pendengaran, bergantung pada masing-
masing individu dan tingkat pajanan dari obat ini. Kehilangan
pendengaran ini dapat terjadi pada salah satu telinga atau
keduanya. Jika kehilangan pendengaran terjadi pada salah satu
telinga, maka gejala yang dialami antara lain vertigo, mual, dan
nystagmus. Namun, jika kehilangan pendengaran sudah terjadi
pada dua telinga, maka akan muncul gejala sakit kepala, telinga
terasa penuh, penglihatan kabur (oscillopsia), ketidakseimbangan
tubuh sampai tidak mampu berjalan, kesulitan berjalan dalam
gelap, dan kesulitan dalam mengatur gerak kepala (Haybach,
2004).
b.) Nefrotoksisitas
Pada seseorang yang mengalami nefrotoksisitas maka akan
terjadi peningkatan kadar nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin
serum. Selain itu akan terjadi beberapa manifestasi klinis, antara
lain disuria, hematuria (ringan-berat), frekuensi/polakisuria,
24
kelemahan otot, tremor, hiponatremia, hipertensi, sakit kepala,
mual, dan muntah (Tucker, 2003).
3. Sebutkan kegunaan diuretik thiazid dan golongan acarbose!
Thiazid ini dapat digunakan untuk berbagai macam terapi, antara lain:
a.) Gagal jantung kongestif, tiazid dengan efek diuretiknya dapat
menurunlan volume cairan ekstraseluler pada payah jantung
ringan-sedang (Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya, 2004).
b.) Hipertensi arterial, efek diuretik yang menguntungkan dari tiazid
ini adalah efek antihipertensinya. Obat ini termasuk dalam
golongan first-line obat antihipertensi. Efek antihipertensi terjadi
karena tiazid mampu menyebabkan relaksasi otot polos pembuluh
darah (Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya, 2004).
c.) Diabetes insipidus nefrogenik, tiazid dapat memberikan efek
antidiuretik jika diberikan pada seseorang dengan fungsi ginjal
yang kurang baik. Namun, jika seseorang memiliki fungsi ginjal
yang sehat, maka efek yang ditimbulkan adalah efek diuresis (Staf
Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya, 2004).
d.) Profilaksis batu ginjal yang mengandung Ca2+ (Schmitz, Lepper, &
Heidrich, 2003).
25
e.) Hiperkalsiuria, tiazid mampu mengobati hiperkalsiuria idiopatik
karena memiliki efek dalam menghambat ekskresi Ca2+ (Staf
Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya, 2004)
Acarbose merupakan obat yang mampu secara efektif
menghambat absorpsi glukosa dari usus (Lanywati, 2003). Obat ini
merupakan inhibitor α-glucosidase yang dihasilkan melalui proses
fermentasi oleh Actinoplanes utahensis, digunkan sebagai agen
antihipoglikemik dalam pengobatan diabetes melitus tipe 2 (Katzung,
2007).
4. Sebutkan klasifikasi diuretik dan cara kerjanya serta berilah contoh
masing-masing 2!
Tabel 3.1 Klasifikasi Diuretik dan Cara Kerja Diuretik (Nafrialdi, 2007)
Klasifikasi Diuretik Cara Kerja Contoh Obat
Diuretik kuat Penghambatan terhadap
kotranspor Na+/ K+/ Cl- di ansa
henle ascenden bagian epitel tebal
Furosemid,
Bumetamid, Asam
etakrinat, Torsemid
Thiazid Penghambatan terhadap
reabsorpsi natrium klorida pada
hulu tubuli distal
Klorotiazid,
Hidroklorotiazid,
Politiazid,
Klortalidon
Diuretik Hemat Penghambatan antiport Na+/ K+ Antagonis
26
Kalium (menghambat reabsorpsi Natrium
dan sekresi kalium) dengan jalan
antagonisme kompetitif
aldosteron (spironolakton) atau
secara langsung (triamteren dan
amilorid). Tempat kerjanya yaitu
di hilir tubulli distal dan duktus
koligentes daerah korteks.
Aldosteron
(Spironolakton,
eplerenon),
Triamteren,
Amilorid
Diuretik Osmotik Penghambatan reabsorpsi
natrium dan air melalui daya
osmotiknya di tubuli proksimal
Penghambatan reabsorpsi
natrium dan air karena
hipertonisitas menurun di ansa
henle descenden bagian epitel
tipis
Penghambatan reabsorpsi
natrium dan air melalui efek
ADH di duktus koligentes
Manitol, Urea,
Gliserin, Isosorbit
Carbonic anhidrase
inhibitor
Penghambatan terhadap
reabsorpsi HCO3-, H+, dan Na+ di
tubuli proksimal
Asetazolamid,
Metazolamid,
Diklorfenamid
Antagonis ADH Menghambat efek ADH pada
duktus kolektivus dengan
Lithium,
Demeclocyclin
27
menurunkan pembentukan cyclic
adenosine monophospate (cAMP)
sebagai respon ADH dan
berinteraksi dengan kerja cAMP
pada sel tubulus kolektivus
5. Jelaskan efek pemberian ekstrak daun teh dengan perasan kulit
semangka!
Teh mengandung senyawa-senyawa bermanfaat seperti
polifenol, theofilin, flavonoid/ metilxantin, tanin, vitamin C dan E,
catechin, serta sejumlah mineral seperti Zn, Se, Mo, Ge, Mg. Ada juga
zat yang terkandung dalam teh yang berakibat kurang baik untuk
tubuh yaitu kafein. Meskipun kafein aman dikonsumsi, zat ini dapat
menimbulkan reaksi yang tidak dikehendaki seperti insomnia, gelisah,
merangsang, delirium, takikardia, ekstrasistole, pernapasan
meningkat, tremor otot, dan diuresis. Daya kerja sebagai diuretika dari
kafein, didapat dengan beberapa cara seperti meningkatkan aliran
darah dalam ginjal dan kecepatan filtrasi glomerulus, tapi terutama
sebagai akibat pengurangan reabsorpsi tubuler normal (Misra, 2008).
Komponen terbanyak dari semangka adalah air (sekitar 90%)
dan selebihnya berupa garam kalium, serat, likopen dan berbagai
vitamin. karena semangka mengandung banyak air pada daging
buahnya, apabila kita mengonsumsi semangka maka secara tidak
langsung kita juga mengonsumsi air yang terkandung di dalamnya.
28
Berdasarkan prinsip asupan dan pengeluaran tubuh perhari haruslah
sama, maka penambahan volume tubuh akibat mengkonsumsi
semangka akan diikuti dengan peningkatan urin. Selain itu kandungan
kalium yang tinggi pada semangka dapat pula menguatkan efek
diuresis yang dimiliki semangka, karena kadar kalium yang tinggi
dalam plasma darah oleh tubuh akan secepatnya dikembalikan ke
keadaan normal (Kalsum, et al, 2007).
29
III. KESIMPULAN
1. HCT merupakan obat diuretik golongan thiazid yang mempunyai tempat
kerja di tubulus kontortus distal bagian hulu. HCT menghambat reabsorbsi
NaCl dari sisi lumen sel epitel TCD dengan memblokade transporter Na+
dan Cl-.
2. Aquabides merupakan air (H2O) yang melalui proses penyulingan 2 kali
agar mnjadi murni dan lepas dari zat besi, mangan, zinc, kapur dan
sejenisnya.
3. HCT memiliki efek diuresis yang lebih optimal jika dibandingkan dengan
aquabides.
30