pendahuluan kep
TRANSCRIPT
![Page 1: Pendahuluan KEP](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081701/548a7b81b479593a648b4595/html5/thumbnails/1.jpg)
PENDAHULUAN
Anak usia di bawah lima tahun (balita) merupakan golongan yang rentan
terhadap masalah kesehatan dan gizi, diantaranya adalah masalah kurang energi
dan protein (KEP) yang merupakan masalah gizi utama di Indonesia. Kurang
Energi Protein (KEP) adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan rendahnya
konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi
angka kebutuhan gizi (AKG). Bentuk KEP berat memberikan gambaran klinis
yang khas misalnya kwashiorkor, marasmus, dan bentuk campuran marasmus
kwashiorkor 1 .
Marasmus merupakan permasalahan dunia yang cukup serius. Berdasarkan
data WHO (World Health Organization) terdapat setidaknya 10,4 juta kematian
yang terjadi pada anak-anak kurang dari 5 tahun di negara-negara berkembang
yang disebabkan karena kurang energi protein (KEP) 2. Ironisnya seringkali
orangtua baru akan membawa anaknya yang berada dalam kondisi kurang energi
protein apabila disertai dengan penyakit lain, misalnya infeksi gastrointestinal
yang sering terjadi pada anak dengan gizi buruk, tumbuh kembang yang terlambat
ataupun penyakit penyerta lainnya. Dimana hal ini akan membutuhkan
penanganan yang lebih lama dan lebih kompleks.
Berikut akan dilaporkan sebuah kasus KEP berat tipe marasmus yang
disertai infeksi gastrointestinal (suspek tifoid) dan tumbuh kembang yang
terlambat yang dirawat di ruang anak RSUD Ulin Banjarmasin.
![Page 2: Pendahuluan KEP](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081701/548a7b81b479593a648b4595/html5/thumbnails/2.jpg)
PEMBAHASAN
Definisi
Marasmus merupakan salah satu dari tiga bentuk serius keadaan Kurang
Energi Protein (KEP) selain bentuk kwashiorkor dan marasmus-kwashiorkor.
Bentuk ini mewakili suatu kondisi patologis yang berhubungan dengan defisiensi
nutrisi dan energi yang terjadi terutama pada anak-anak di negara berkembang.
Keadaan ini seringkali berhubungan dengan infeksi, terutama infeksi
gastrointestinal 2.
Demam tipoid merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus dengan
gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan
dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran 3.
Etiologi
Etiologi KEP dibedakan menjadi dua yaitu etiologi langsung dan etiologi
tidak langsung 4:
- Penyebab langsung : masukan makanan yang kurang dan penyakit atau
kelainan yang diderita anak, misalnya penyakit infeksi, malabsorpsi dan
lain-lain.
- Penyebab tidak langsung : faktor ekonomi, faktor perumahan dan sanitasi,
faktor pendidikan dan pengetahuan, faktor fasilitas pelayanan kesehatan
dan lain-lain.
Faktor etiologi bervariasi sehingga derajat KEP pun bervariasi dari yang ringan
sampai yang berat (marasmus, kwashiorkor dan marasmik-kwashiorkor) :
![Page 3: Pendahuluan KEP](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081701/548a7b81b479593a648b4595/html5/thumbnails/3.jpg)
KEP ringan dan sedang merupakan keadaan patologik akibat kekurangan energi
dalam waktu yang cukup lama, meskipun masukan protein dan zat gizi lainnya
mungkin cukup.
Marasmus dimulai dari mengurangnya hingga hilangnya lemak subkutan yang
berlanjut dengan menyusutnya jaringan otot serta organ lain, baik morfologi
maupun fungsinya (dikatakan anak marasmik hidup dari tubuhnya / makan
tubuhnya sendiri).
Kwashirkor dapat terjadi akibat tubuh selalu kekurangan protein dalam diit dan
lebih banyak mendapat diit kaya karbohidrat (energi relatif cukup).
Marasmik-kwashiorkor merupakan peralihan yang terjadi dari kwashiorkor
menjadi marasmus atau sebaliknya, bergantung pada diit yang diperolehnya.
Demam tipoid disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella typhosa /
Eberthella typhosa yang merupakan kuman negatif, motil dan tidak menghasilkan
spora 3. Kuman ini dapat hidup baik sekali pada suhu tubuh manusia maupun suhu
yang lebih rendah sedikit serta mati pada suhu 70 0C maupun oleh antiseptik.
Sampai saat ini diketahui bahwa kuman ini hanya menyerang manusia 3.
Salmonella typhosa mempunyai 3 macam antigen, yaitu 3:
- Antigen O = Ohne Hauch = Somatik antigen (tidak menyebar)
- Antigen H = Hauch (menyebar), terdapat pada flagella dan bersifat
termolabil.
- Antigen V1 = Kapsul, merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan
melindungi O antigen terhadap fagositosis.
![Page 4: Pendahuluan KEP](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081701/548a7b81b479593a648b4595/html5/thumbnails/4.jpg)
Ketiga jenis antigen tersebut di dalam tubuh manusia akan menimbulkan
pembentukan tiga macam antibodi yang lazim disebut aglutinin.
Ada 3 spesies utama yaitu 3:
- Salmonella typhosa (satu serotipe)
- Salmonella choleraesius (satu serotipe)
- Salmonella enteridis (lebih dari 1500 serotipe)
Patogenesis
Marasmus merupakan suatu keadaan adaptasi terhadap insufisiensi asupan
energi. Dimana marasmus terjadi karena keseimbangan energi yang negatif.
Ketidakseimbangan ini dihasilkan dari penurunan asupan energi dan penggunaan
energi yang meningkat, atau keduanya, seperti yang terdapat pada penyakit akut
dan kronis. Tubuh anak akan beradaptasi dengan kurangnya energi dengan cara
menurunkan aktivitas fisik, letargi, penurunan metabolisme energi basal,
pertumbuhan yang lambat dan akhirnya kehilangan berat badan 2.
Watson dan Petson melaporkan bahwa malnutrisi merupakan predisposisi
terjadinya infeksi dan meningkatkan kejadian diare dan sakit perut pada bayi dan
anak, hal ini disebabkan karena permukaan mukosa usus yang terganggu sehingga
mudah terserang mikroorganisme dan terjadi defisiensi sistem imun lokal 5,6.
Perubahan patofisiologi yang berhubungan dengan defisiensi energi dan
nutrisi dapat berupa perubahan komposisi tubuh, perubahan metabolik dan
perubahan anatomi 3. Manifestasi KEP mengakibatkan pertumbuhan terganggu,
kurang stamina, kehilangan jaringan muskular, bertambahnya kerentanan terhadap
![Page 5: Pendahuluan KEP](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081701/548a7b81b479593a648b4595/html5/thumbnails/5.jpg)
infeksi dan edem. Imunodefisiensi sekunder merupakan salah satu dari
manifestasi yang paling serius 7.
Pada kasus marasmus yang serius, terdapat hipotiroidisme derajat
bermakna, dengan penurunan fungsi kelenjar tiroid dan fungsi otak dan
perkembangan psikomotor dalam bentuk berat, dimana penurunan fungsi tiroid
mempunyai beberapa konsekuensi klinis. Kadar insulin yang rendah juga
menambah derajat intoleransi glukosa khususnya pada kwashiorkor. Karena itu
diet karbohidrat menjadi tidak tepat. Kadar hormon pertumbuhan awalnya normal
tetapi terus mengalami kemunduran progresif seiring berjalannya waktu, hal ini
menjelaskan terhentinya grafik pertumbuhan pada kasus-kasus marasmus yang
diawasi 8.
Kuman Salmonella yang masuk bersama makanan atau minuman setelah
berada dalam usus halus mengadakan invasi ke jaringan limfoid usus halus
(terutama plak peyeri) dan jaringan limfoid mesenterika. Setelah menyebabkan
keradangan dan nekrosis setempat kuman lewat pembuluh limfe masuk ke darah
(bakterimia primer) menuju organ retikulo endotelian (RES) terutama hati dan
limpa. Di tempat ini kuman difagosit oleh sel-sel fagosit RES dan kuman yang
tidak difagosit, berkembang biak. Pada akhir masa inkubasi 5-9 hari kuman
kembali masuk ke darah menyebar ke seluruh tubuh (bakterimia sekunder), dan
sebagian kuman masuk ke organ tubuh terutama limpa, kandung empedu yang
selanjutnya kuman tersebut dikeluarkan kembali dari kandung empedu ke rongga
usus dan menyebabkan reinfeksi di usus. Dalam masa bakterimia ini kuman
mengeluarkan endotoksin yang susunan kimianya sama dengan somatik antigen
![Page 6: Pendahuluan KEP](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081701/548a7b81b479593a648b4595/html5/thumbnails/6.jpg)
(lipopolisakarida), yang semula diduga bertanggung jawab terhadap terjadinya
gejala-gejala dari demam tipoid 10.
Pada penelitian lebih lanjut ternyata endotoksin hanya mempunyai peranan
membantu proses keradangan lokal dimana kuman ini berkembang. Demam tipoid
disebabkan karena Salmonella typhosa dan endotoksinnya yang merangsang
sintase dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.
Selanjutnya zat pirogen yang beredar di darah mempengaruhi pusat
termoregulator di hipotalamus yang mengakibatkan timbulnya gejala demam 3.
Akhir-akhir ini beberapa peneliti mengajukan patogenesis terjadinya
manifestasi klinis sebagai berikut 3 :
- Makrofag pada penderita akan menghasilkan substansi aktif yang disebut
monokines, selanjutnya monokines ini dapat menyebabkan nekrosis
seluler dan merangsang imun sistem, instabilitas vascular, depresi sumsum
tulang, panas.
Perubahan histopatologi pada umumnya ditemukan infiltrasi jaringan oleh
makrofag yang mengandung eritrosit, kuman, limfosit yang sudah berdegenerasi
yang dikenal sebagai tipoid sel. Bila sel-sel ini beragregasi maka terbentuklah
nodul, nodul ini sering didapatkan dalam usus halus, jaringan limfe mesenterium,
limpa, hati, sumsum tulang dan organ-organ yang terinfeksi.
Kelainan utama terjadi di ileum terminale dan plak peyer yang hiperplasi
(minggu pertama), nekrosis (minggu kedua) dan ulserasi (minggu ketiga) serta
bila sembuh tanpa adanya pembentukan jaringan parut. Sifat ulkus berbentuk
bulat lonjong sejajar sumbu panjang usus dimana ulkus ini dapat menyebabkan
![Page 7: Pendahuluan KEP](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081701/548a7b81b479593a648b4595/html5/thumbnails/7.jpg)
perdarahan bahkan perforasi. Gambaran tersebut di atas tidak didapatkan pada
kasus tifoid pada bayi maupun tipoid kongenital 3.
Gejala Klinis
Gejala klinis KEP berat/Gizi buruk yang dapat ditemukan 1,4 :
Marasmus
- Gejala klinis yang selalu ada :
Pertumbuhan yang sangat terlambat
Lemak subkutan hampir tidak ada (sel lemak masih ada) sehingga
kulit anak keriput, wajah seperti orang tua, perut tampak buncit.
Jaringan otot mengecil
Tidak ada edema, BB < 60 %
Iga gambang
- Gejala klinis yang kadang-kadang ada :
Perubahan rambut : kusam, kemerahan mudah dicabut
Gejala defisiensi nutrient/vitamin yang menyertai.
Gejala / tanda penyakit yang menyertai (diare, penyakit infeksi
akut maupun kronik).
Manifestasi klinis demam tipoid pada anak umumnya lebih bersifat
ringan, lebih bervariasi bila dibandingkan dengan penderita dewasa. Akibatnya
lebih sulit untuk menegakkan diagnosis demam tipoid pada anak terutama makin
muda umur penderita seperti tipoid Kongenital maupun tipoid pada bayi bila
hanya berpegang pada gejala atau tanda-tanda klinis 9.
![Page 8: Pendahuluan KEP](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081701/548a7b81b479593a648b4595/html5/thumbnails/8.jpg)
Walaupun gejala demam tipoid pada anak lebih bervariasi, secara garis
besar gejala-gejala yang timbul dapat dikelompokkan 3:
- Demam satu minggu atau lebih
- Gangguan saluran pencernaan
- Gangguan kesadaran
Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala menyerupai penyakit infeksi
akut pada umumnya, seperti demam, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, diare,
konstipasi. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan yang meningkat.
Setelah minggu kedua maka gejala/tanda klinis menjadi semakin jelas, berupa
demam remitten, lidah tifoid, pembesaran hati dan limpa, perut kembung mungkin
disertai gangguan kesadaran dari yang ringan sampai yang berat 3.
Diagnosis
Pada kasus ini diagnosis marasmus ditegakkan berdasarkan gejala klinis
yang tampak berupa didapatkannya pertumbuhan yang terlambat, jaringan otot
yang mengecil, iga gambang, anemis, rambut kusam, kelembaban kulit kurang
dan baggy pants ( terdapat lipatan-lipatan kulit pada daerah pantatnya / keriput).
Keadaan kurang gizi pada kasus ini juga disertai adanya komplikasi berupa
tumbuh kembang yang terlambat dan infeksi gastrointestinal (demam tifoid).
Diagnosa suspek demam tifoid ditegakkan berdasarkan anamnesa adanya demam
pada anak yang sifatnya remitten, anoreksia, kemudian adanya gangguan
gastrointestinal seperti muntah dan konstipasi. Dari pemeriksaan klinis didapatkan
mukosa bibir yang kering dan lidah kotor. Dari hasil pemeriksaan penunjang,
![Page 9: Pendahuluan KEP](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081701/548a7b81b479593a648b4595/html5/thumbnails/9.jpg)
didapatkan kesan leukositosis, anemia dan tes widal positif 1/160 untuk Ty O dan
1/80 untuk semua tipe yang lain.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan gizi buruk pada pasien ini dengan 10 langkah utama :
1. Pengobatan dan pencegahan hipoglikemia
Pasien ini tidak menunjukkan tanda-tanda hipoglikemia, dan memiliki
kadar gula darah sewaktu (GDS) 81 mg/dL sehingga pada pasien ini tidak
dilakukan pemberian bolus glukosa yang biasanya dilakukan untuk kadar
dibawah 54 mg/dL.
2. Pengobatan dan Pencegahan hipotermia
Suhu tubuh anak dijaga dengan menggunakan pakaian pembungkus agar
tetap berada dalam kisaran 36,5 – 37,5 oC.
3. Pengobatan dan pencegahan dehidrasi
Pada pasien ini masuk dengan keluhan muntah-muntah, sehingga untuk
menjaga agar tidak jatuh dalam keadaan dehidrasi yang lebih berat
diberikan IVFD RL 9 tetes/menit (makro). Selain itu diprogram juga
pemberian diet cair pada pasien.
4. Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit
5. Pengobatan dan pencegahan infeksi
Pada pasien ini antibiotik yang diberikan adalah tiamfenikol syrup. Pilihan
antibiotik ini disesuaikan dengan infeksi penyerta yaitu demam tipoid.
6. Mulai pemberian makanan
![Page 10: Pendahuluan KEP](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081701/548a7b81b479593a648b4595/html5/thumbnails/10.jpg)
Pemberian diet pada pasien ini direncanakan dibagi dalam tiga tahap yaitu
stabilisasi, transisi dan rehabilitasi. Tetapi pada fase stabilisasi hari ke-6
keluarga pasien ingin APK
7. Fasilitasi tumbuh kejar
8. Koreksi defisiensi mikronutrien
Pada pasien ini diberikan vitamin A 200.000 SI pada hari ke-2 perawatan.
9. Memberikan stimulasi sensorik dan dukungan emosional
10. Anjuran untuk tindak lanjut di rumah
![Page 11: Pendahuluan KEP](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081701/548a7b81b479593a648b4595/html5/thumbnails/11.jpg)
![Page 12: Pendahuluan KEP](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081701/548a7b81b479593a648b4595/html5/thumbnails/12.jpg)
PENUTUP
Telah dilaporkan sebuah kasus KEP berat tipe marasmus yang disertai
infekasi gastrointestinal (suspek demam tipoid) dan developmental delayed pada
seorang anak perempuan, umur 3 tahun 5 bulandengan berat badan 8 Kg. Anak
datang dengan keluhan utama muntah-muntah. Hal yang mendukung diagnosa
KEP berat tipe marasmus adalah didapatkannya pertumbuhan yang terlambat,
jaringan otot yang mengecil, iga gambang, anemis, rambut kusam, kelembaban
kulit kurang dan baggy pants ( terdapat lipatan-lipatan kulit pada daerah pantatnya
/ keriput). Dimana pada pasien ini keadaan KEP berat disertai dengan adanya
infeksi gastrointestinal (demam tifoid) dan pertumbuhan yang terlambat.
Penatalaksanaan yang diberikan ditujukan untuk mengatasi keadaan yang
menyertai KEP berat tersebut dan juga penatalaksanaan untuk KEP itu sendiri.
![Page 13: Pendahuluan KEP](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081701/548a7b81b479593a648b4595/html5/thumbnails/13.jpg)
DAFTAR PUSTAKA
1. DepKes RI. Pedoman Tata Laksana Kekurangan Energi Protein Pada Anak di Rumah Sakit Kabupaten/Kodya edisi revisi. Jakarta. 1998; 1-3.
2. Mario Gehri, MD. Marasmus. Available from : URL : http://www.emedicine.com
3. Rampengan, TH dan Laurentz, IR. Demam Tipoid dalam Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak. Jakarta. Penerbit EGC. 1992; 53-72.
4. RSUP dr. Sardjito. Kelainan Gizi dalam Standar Pelayanan Medis RSUP dr. Sardjito. Yogyakarta. Penerbit RSUP dr. Sardjito. 1997; 82-83.
5. Campos J.V, Neto U.R, Patricio F.R. Jejunal Mucosa in Marasmic Children. Available from : URL : http://www.clinicalnutrition.com.htm
6. Hasan, Rusepno dan Husein Alatas. Ilmu Kesehatan Anak jilid I. Jakarta. Penerbit FKUI. 1985; 360-365.
7. Barness, L.A and John, S. Curram. Nutrisi. Dalam : Wahab A.S, penyunting. Nelson Ilmu Kesehatan Anak volume I. Edisi ke-15. Jakarta. EGC. 2000; 170-232.
8. Golden, M. The Effects of Malnutrition in The Metabolisme of Children. Available from : http://www.emedicine.com
9. Krugman, S and Katz, L. Infectious Disease of Children. Available from : http://www.emedicine.com
10. Behrman, R.E dan Vaughan, V.C. Nelson Textbook Pediatric. Philadelpia. W.B. Saunders. 1983; 666.