pendahuluan a. latar belakang - core.ac.uk · kelemahan tersebut menjadi inspirasi dari pesaing...
TRANSCRIPT
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kondisi perekonomian lndonesia selama tiga puluh dua tahun pemerintahan
orde baru mengalami pertumbuhan yang sangat menakjubkan. Secara kuantitatii
struktur perekonomian mengalami pergeseran dari yang semula hanya bergantung
pada sektor pertanian dan pertambangan saja, menjadi pertumbuhan yang
mengandalkan sektor industri dan perdagangan serta sektor jasa. Namun demikian
kondisi tersebut juga sekaligus menjadikan sektor tertentu menjadi primadona dari
pembangunan di Indonesia, sedangkan sektor agribisnis yang merupakan sektor
dari sebagian besar rakyat lndonesia sebagai pelakunya menjadi dinomor-duakan.
Dalam struktur perekonomian yang beragam tersebut, berbagai kegiatan
perekonomian yang dilakukan oleh masyarakat memerlukan dukungan pembiayaan
yang cukup dari perbankan dan lembaga keuangan. Akan tetapi pertumbuhan yang
baik tersebut temyata sangat rapuh, mengingat bahwa pertumbuhan tersebut
terfokus pada sektor tertentu yaitu sektor industri yang sebagian besar bahan
bakunya diimpor dari luar negeri dan sangat minim menggunakan bahan baku lokal,
sehingga dengan terjadinyd krisis moneter dengan melemahnya nilai tukar Rupiah
sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi tersebut.
Lembaga perbankan dan lembaga keuangan rnempunyai peranan sangat
penting dan sangat strategis dalam menjamin kelangsungan pembangunan
ekonomi, khususnya dalam ha1 investasi. Hal ini dikarenakan lembaga perbankan
rTIe~pakan lembaga paling utama yang bertugas menghimpun dana masyarakat,
baik dalam bentuk tabungan, giro maupun deposit0 dan menyalurkannya kernbali
dalam bentuk kredit kepada masyarakat yang membutuhkannya.
Keluarnya kebijakan pemerintah di bidang rnoneter pada bulan Oktober
tahun 1988 atau yang dikenal dengan istilah paket Oktober (PAKTO 88) berhasil
meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. Namun demikian di pihak lain
dengan dikeluarkannya kebdakan tersebut maka perkembangan jumlah bank
dengan kantor cabangnya bagai tumbuhnya jamur di musim hujan. Hal ini
dikarenakan sangat mudahnya untuk mendirikan bank, dan pada akhirnya banyak
para pengusaha atau konglomerat dengan bergairah berlomba-lomba untuk
mendirikan bank dengan tujuan untuk mengucurkan kredit pada kelompoWgroup
dengan dana yang dikurnpulkan dari rnasyarakat maupun dengan fasilitas yang
didukung dengan kredit likuiditas dari Bank Indonesia. Pada akhirnya sebelurn
terjadinya badai krisis rnoneter jurnlah bank di Indonesia telah rnencapai 239
dengan 5.919 kantor cabang.
Banyaknya bank yang bam tersebut berdampak pada persaingan yang
semakin meningkat antar perbankan, khususnya dalam ha1 pengumpulan dana
masyarakat, sehingga berbagai jums harus dikeluarkan untuk menarik simpati
nasabah atau calon nasabah agar tertarik manabungkan uangnya di bank tersebut,
baik dengan berbagai promosi maupun dengan berbagai iming-iming undian
berhadiah, atau bahkan hadiah langsung.
Diawali oleh inovasi BANK BRI dengan produk bemarna "SIMPEDES" atau
Simpanan Pedesaan dengan berbagai hadiahnya untuk masing-masing kantor
cabang maka produk tersebut sangat menarik perhatian khalayak masyarakat
penabung maupun calon penabung sehingga kinerja produk tersebut saat itu sangat
baik terutama dari pertumbuhannya maupun perannya bagi BANK BRI sebagai
penopang pendanaannya. Pada Tabel 1 disajikan perkembangan Simpedes
dibandingkan dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun BANK BRI dan juga dana
pihak ketiga yang dihimpun bank-bank secara nasional.
Tabell. Data Simpedes dibandingkan data Simpanan BANK BRI dan
Sumber: Bank Rakyat Indonesia (2001)
Satu ha1 yang tidak disadari oleh manajemen BANK BRI adalah dengan
keberhasilan Simpedes tersebut membuat BANK BRI terlena dan tidak berusaha
melakukan inovasi baru serta meningkatkan fasilitas pelayanan pada SIMPEDES.
sehingga sampai dengan saat ini fitur dari SIMPEDES tidak mengalami
penambahan apalagi peningkatan fasilitas dan hanya tetap bertahan dengan
mengandalkan iming-iming undian berhadiah saja. Di pihak lain tuntutan dan
kebutuhan nasabah dari hari ke hari terus meningkat sesuai dengan mobilitas
nasabah itu sendiri.
Kelemahan tersebut menjadi inspirasi dari pesaing BANK BRI untuk
rnengeluarkan produk yang mirip seperti Simpedes dengan berbagai hadiahnya.
Akan tetapi dilengkapi dengin berbagai fasilitas yang selama ini tidak dimiliki oleh
Simpedes BANK BRI yaitu kemudahan untuk melakukan transaksi, baik penyetoran
maupun pengambilan di semua cabangnya atau yang dikenal dengan istilah "ON-
LINE" seperti produk BCA dengan "Tahapan", Bank Bali dengan "SIJEMPOL" dan
yang lainnya.
Pada tahap selanjutnya fasilitas yang dimiliki oleh produk tersebut dari hari
ke hari sernakin menarik dan sangat memudahkan bagi para nasabah sebagai
pengguna fasilitas tersebut. Fasilitas yang semula hanya sebagai asesoris dari
tabungan akhirnya menjadi suatu kebutuhan bagi nasabah yang harus dipenuhi oleh
bank. Apabila ha1 tersebut tidak dipenuhi maka bukan tidak mungkin nasabah yang
selama ini setia kepada bank yang bersangkutan akan beralih ke bank lain yang
memiliki fasilitas tersebut. Hal ini juga terlihat dari trend Simpedes dari tahun ke
tahun bila dibandingkan frend tabungan dari bank lain tersebut.
Apabila dikaitkan dengan persaingan perbankan yang sangat tajam tersebut
maka peranan teknologi informasi dari bank yang bersangkutan sangat menentukan.
apalagi perbankan yang bergerak di bidang rite1 banking. Sebagai contoh dalam ha1
fasilitas tabungan yang pada tahun delapan puluhan para nasabah belum
membutuhkan fasilitas transaksi real time on-line demikian halnya untuk fasilitas
dapat bertransaksi di mesin Anjungan Tunai Mandiri (ATM), namun demikian kedua
fasilitas tersebut saat ini merupakan fasilitas yang mendasar, artinya harus ada pada
setiap jenis tabungan.
Keberadaan teknologi canggih bagi suatu bank bukan ha1 yang mudah akan
tetapi membutuhkan biaya besar dan komitmen yang tinggi dari sernua level
manajemen, khususnya komitmen dari manajemen puncak, dalam ha1 ini para
anggota Direksi dan anggota Komisaris. Yang tidak kalah pentingnya adalah
kebenaran data yang akan dimasukkan ke dalam komputer tersebut, karena apabila
data yang dimasukkan ke dalam komputer tidak benar maka keluaran yang
dihasilkan komputerpun pasti juga tidak benar.
Persaingan antar bank yang sangat ketat tersebut akhimya menciptakan
suatu kondisi dimana produk dan fasilitas yang ditawarkan bank kepada nasabahnya
akan sama antara bank yang satu dengan bank yang lainnya. Misalnya fasilitas
transaksi di Anjungan Tunai Mandiri (ATM), fasilitas ini pada awal tahun sembilan
puluhan hanya dimiliki oleh bank besar saja, selanjutnya pada saat ini fasilitas
tersebut juga dimiliki oleh bank-bank kecil.
Kepemilikan fasilitas tersebut dapat dilakukan oleh masing-masing bank
maupun dengan bekerjasama dengan pihak pengelola jasa Switching. Terdapat dua
kelompok jasa pengelola jasa Switching yang beroperasi di Indonesia saat ini, yaitu
Switching lokal antara lain ATM Benama Lintas Arta, ALTO, Cakra, Rintis dan Link
dari kelompok bank-bank milik negara (Himbara) serta Switching lnternasional yaitu
Cirms dari Mastercard International dan Plus dari Visa International.
Sehingga keberadaan fasilitas ATM tersebut sudah merupakan kebutuhan
mutlak atau kebutuhan mendasar (basic need) bagi nasabah yang mau atau tidak
mau harus disiapkan oleh bank jika berkeinginan untuk mempertahankan
nasabahnya, apalagi jika ingin meningkatkan jumlah nasabah.
Dengan demikian pada saatnya nanti persaingan antar bank tidak akan
terjadi di produk dengan beibagai fasilitasnya akan tetapi pada sewis atau
pelayanannya. Bank-bank yang memberikan layanan yang baiklah yang akan dicari
oleh nasabah dan ketidakpuasan nasabah akan mudah sekali rnembuatnya pindah
ke bank lain. Nasabah akhimya juga tidak mudah dibujuk oleh suatu promosi iklan
tentang suatu produk atau fasilitasnya, karena awareness dan pengetahuan mereka
akan produk-produk dan fasilitas-fasilitas perbankan sudah finggi, sehingga mereka
akan mengevaluasinya dengan hati-hati.
Pentingnya faktor pelayanan sudah tidak dapat ditolak oleh bank, karena
bisnis perbankan sebenamya me~pakaf l bisnis layanan (service). Faktor-faktor
lainnya seperti fasilitas yang lebih baik dan canggih sebenamya hanya featues
yang akan meningkatkan tingkat layanan kepada nasabahnya.
Dengan sentralnya posisi pelayanan kepada nasabah, maka bank dituntut
untuk setiap saat mengetahui apa yang dirasakan oleh nasabahnya, dan bagaimana
sebenamya tingkat pelayanan yang diberikan terhadap nasabahnya. Dan
pelayanan yang diberikan kepada nasabah tersebut dapat diukur dari kepuasan
nasabah dalam berhubungan dengan bank tersebut.
Timbulnya perasaan puas atau tidak puas yang dirasakan oleh nasabah
dipengaruhi oleh keramahan kaiyawan, pengetahuan kaiyawan atas produk bank,
kecepatan dan keakuratan dalam bertransaksi serta tampilan atau komunikasi dari
kantor bank itu sendiri. Oleh karena itu tingkat pelayanan kepada nasabah h a ~ s
secara terus-menerus tetap dipantau dan dievaluasi sesuai dengan standar yang
telah ditetapkan, sehingga diharapkan pelayanan yang diberikan oleh bank tersebut
baik di kantor pusat, kantor wilayah maupun di kantor cabangnya selalu sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan.
Kondisi persaingan antar bank yang sangat tajam tersebut sempat
terpengaruh dengan adanya krisis moneter yang terjadi di lndonesia, bahkan
dampak dari krisis tersebut hingga saat ini belum sepenuhnya pulih seperti
sediakala. Krisis tersebut diawali dengan turunnya nilai tukar rnata uang Thailand
Baht yang dikuti oleh turunnya nilai tukar Rupiah lndonesia yang pada gilirannya
berdampak pada hancurnya perekonomian lndonesia yang selama tiga puluh dua
tahun terakhir dinilai dengan fundamental yang sangat kokoh, akan tetapi dengan
adanya krisis berkepanjangan yang melanda lndonesia saat itu membuat
perekonomian lndonesia hanwr bahkan pertumbuhan ekonomi yang semula
meningkat kurang lebih 8 persen maka pada akhir tahun 1998 pertumbuhannya
menjadi negatif.
Buruknya perekonomian yang terjadi tersebut berdampak pada sekior riil
yang pada gilirannya berdampak pula pada sektor perbankan. Secara
kelembagaan sektor perbankan nasional mengalami fase yang sangat
memprihatinkan dimana enam belas bank swasta nasional h a ~ S dilikuidasi yang
menimbulkan rush secara besar-besaran bagi masyarakat. Kemudian pada tanggal
14 Maret 1999 pemerintah menutup lagi sebanyak tiga puluh delapan bank swasta
nasional yang tidak mampu memenuhi syarat rekapitalisasi perbankan dalam
rangka restrukturisasi perbankan guna memulihkan perekonomian. Pada tanggal
yang sama juga ditetapkan tujuh bank diambil alih dan sembilan bank yang hams
mengikuti program rekapitalisasi, sementara tujuh puluh tiga bank dinyatakan tetap
beroperasi seperti biasa tanpa ikut program rekapitalisasi.
Disamping upaya restrukturisasi dan rekapitalisasi, pemerintah juga
berusaha untuk menurunkan suku bunga untuk mengurangi negatif spread. Untuk
penurunan suku bunga ini relatif berhasil dimana suku bunga simpanan saat itu
rata-rata sebesar 11.5 persen sedangkan suku bunga pinjaman rata-rata sebesar
20.5 persen.
Sejalan dengan kinerja perbankan nasional yang memburuk, maka kinerja
BANK BRI juga memburuk. Pada awal krisis moneter BANK BRI masih dapat
membukukan laba sebesar Rp 56 milyar, namun demikian dengan tejadinya
negatif spread maka laba BANK BRI pada tahun 1998 menjadi negatif Rp 26,5
triliun demikian pula pada akhir tahun 1999, meskipun keadaan sudah mulai
membaik akan tetapi laba bersih BANK BRI masih negatii Rp 1.6 triliun. Negatif
spread tersebut tejadi akibat biaya untuk membayar bunga simpanan yang jauh
lebih besar dari pada pendapatan bunga pinjaman yang diterima. Disamping laba
bersih negatii tersebut disebabkan oleh negatif spread juga dikarenakan besamya
cadangan penghapusan kredit yang harus dibentuk.
Karena masalah negatif spread dan pembentukan cadangan penghapusan
pinjaman tersebut, maka permodalan BANK BRI pada tahun 1998 menjadi negatif
Rp 24,6 triliun demikian pula pada tahun 1999 menjadi negatif Rp 26,2 triliun.
Dengan kondisi yang demikian maka BANK BRI tidak memenuhi Capital Adequate
Ratio (CAR) atau rasio kecukupan modal yang ditetapkan oleh pemerintah, dimana
CAR BANK BRI pada akhir tahun 1998 sebesar negatii 61 persen dan pada akhir
tahun 1999 negatif 119 persen, sedangkan menurut ketentukan 81 sebesar 4
persen, seperti tertuang pada Tabel 2 berikut.
Tabel 2. Ringkasan Keuangan Bank Rakyat Indonesia (dalam Milyar Rupiah)
Sumber : Bank Rakyat Indonesia (2001)
BANK BRI merupakan salah satu bank yang "sehat" sebelum adanya
badai ktisis, akan tetapi dengan adanya badai krisis rnoneter tersebut, maka BANK
BRI harus dilaksanakan rekapitalisasi oleh pemerintah sebagai pernilik dari BANK
BRI. Berdasarkan kondisi di atas rnaka mendorong pemerintah untuk melakukan
restrukturisasi dengan harapan sektor perbankan akan sehat kembali sehingga
mernainkan peranannya yang strategis, khususnya sebagai lembaga intermediasi
(Joyomartono. 1999). Pemerintah sebagai pernilik BANK BRI, saat itu tidak memiliki
dana untuk rnenambah modal maka BANK BRI seperli layaknya bank yang lainnya
haws mengikuti program restrukturisasi dan rekapitalisasi yang dirancang oleh
pemerintah bekerjasama dengan lembaga keuangan internasional yaitu
International Monetery Funds (IMF).
Karena harus mengikuti rekapitalisasi yang dirancang oleh IMF maka pada
bulan Februari 1999 telah dilakukan diagnosa oleh konsultan Booz Allen & Hamilton
(BAH) dan hasilnya BANK BRI haws melakukan pengurangan atau rasionalisasi
Surnber Daya Manusia yang mencapai 6.506 pegawai dari 43.303 pegawai yang
ada saat itu. Selanjutnya dalam rangka menyusun rencana bisnisnya BANK BRI
saat itu dibantu oleh konsultan Deufsche Bank.
Menunrt Wijaya (1999), program restrukturisasi dan rekapitalisasi pehankan
tersebut bukan sebagai sasaran akhir tetapi hanyalah merupakan sasaran antara
yaitu untuk menghasilkan sistem perbankan yang efisien sehingga dapat tumbuh,
kuat dan sehat. Bahkan untuk bank-bank pemerintah perlu dilakukan redefinisi
kembali atas kegiatan bisnisnya selama ini.
Disamping menghadapi permasalahan yang sangat berat, maka perbankan
juga mengalami persaingan yang sangat ketat. Apalagi dengan leluasanya bank
asing untuk beroperasi di Indonesia, dimana dengan sebagian besar konsultan
perencanaan bisnis perbankan nasional adalah konsultan asing bukan tidak
mungkin data yang ada di konsultan tersebut akan dimanfaatkan oleh bank asing
yang masuk ke lndonesia. Untuk mengatasi permasalahan tersebut BANK BRI
hams melakukan redefinisi strategi bisnisnya dengan melakukan pembahan kembali
visi dan misinya.
Dengan memperhatikan rencana bisnis BANK BRI tahun 2001 - 2003 yang
telah disetujui oleh Komite Perencanaan Restmkturisasi Bank Umum Milik Negara
pada tanggal 25 April 2001 dengan visinya adalah menjadi bank komersial
terkemuka dengan mengutamakan kepuasan nasabah dan salah salah satu misi
BANK BRI adalah membedkan pelayanan prima kepada nasabah melalui jaringan
kerja yang tersebar luas dan didukung oleh sumber daya manusia yang profesional
dengan melaksanakan praktek good corporrrte governance, maka untuk menunjang
keberhasilan reorientasi bisnis dan pelayanan tersebut sangat diperlukan dukungan
Teknologi Sistem lnformasi (TSI) yang memadai, penyempumaan organisasi serta
penambahan delivery channel yang dipadukan dengan upaya pengembangan atau
penciptaan produk-produk ritel dan mikro dan yang lebih penting lagi adalah
peningkatan kualitas pelayanan terhadap nasabah. Dimana peningkatan pelayanan
terhadap nasabah ini hanya dapat dilaksanakan dengan penerapan teknologi
canggih yang tepat di BANK BRI, perlu dipahami bahwa kondisi BANK BRI adalah
sangat unik sehingga penerapan teknologi canggih tersebut juga bersifat unik pula
namun demikian penerapan teknologi tersebut harus dilakukan secara terpadu,
sehingga dapat mengantisipasi kelemahan yang ada di BANK BRI saat ini.
Penerapan teknologi canggih yang tepat me~pakan tuntutan yang tidak
dapat ditawar-tawar lagi, apalagi perbankan yang berfokus pada segmen ritel dan
mikro, karena sektor ritel dan mikro identik dengan teknologi khususnya teknologi
pelayanan kepada nasabah. Apabila kita perhatikan saat ini perbankan yang saat
ini paling sukses dalam ha1 pengumpulan dananya adalah bank yang memiliki
fasilitas pelayanan kepada nasabahnya paling lengkap, sebagai contoh adalah BCA
denganTahapannya.
Walaupun pada tahun 2000 sebagian besar rencana bisnis BANK BRI dapat
dilaksanakan sesuai dengan rencana akan tetapi dari sisi pelayanan BANK BRI
masih dinilai jauh dari memuaskan bahkan dinilai dengan performa yang rendah.
Adapun permasalahan mendasar yang mempakan kelemahan BANK BRI adalah
bahwa jumlah jaringan yang sangat luas tersebut belum dapat dimanfaatkan oleh
nasabah dengan baik, dalam ha1 ini belum terhubung secara on-line Selu~hnya. Di
pihak lain tuntutan nasabah akan perlunya transaksi on-line sudah tidak bisa ditunda
lagi, sehingga diperlukan dukungan teknologi yang handal untuk mengatasinya.
Selanjutnya di dalam rencana bisnis BANK BRI tahun 2001 - 2003 yang
telah disetujui oleh Komite Perencana Restmkturisasi Bank Umum Milik Negara,
pada tanggal 25 April 2001 disebutkan bahwa sumber-sumber utama kelemahan
BANK BRI adalah sebagai berikut.
1. Stmktur kepemilikan dan benturan kepentingan
BANK BRI mempakan bank milik pemerintah yang kepemilikannya diwakili
oleh Departemen Keuangan cq. Menteri Keuangan. Di satu sisi sebagai bank
pemerintah, BANK BRI dapat menghilangkan keragu-raguan para nasabah
penabung untuk menyimpan uangnya, di sisi lain sebagai bank pemerintah juga
mengemban tugas sebagai agent of development. Dalam prakteknya BANK BRI
seringkali dihamskan menyalurkan kredit program yang tidak menguntungkan.
2. Strategi usaha
Sejalan dengan semangat deregulasi perbankan tahun 1983, maka sejak
tahun 1984 BANK BRI sudah mulai berbenah diri untuk menjadi bank umum yang
sehat, kuat dan mampu memberikan pelayanan yang baik bagi selumh lapisan
masyarakat yaitu dengan dikeluarkannya bebempa kebijakan yang telah dan akan
diterapkan antara lain kebijakan di bidang sumber daya manusia dengan Sistem
Manajemen Kinerjanya (SMK), kebijakan perkreditan dengan Kebqakan Umum
Perkreditan (KUP), Kebijakan dalam bidang teknologi dengan IT Plan-nya.
3. Manajemen dan pengendalian risiko
Pada umumnya penyebab kredit bermasalah yang terjadi disebabkan oleh
internal dan eksternavluar BANK BRI. Guna mengantisipasi penyebab yang berasal
dari internal maka pada tahun 1997 dikeluarkan Kebijakan Umum Perkreditan (KUP)
yang merupakan penyempurnaan dari Kebijakan dan Prosedur Perkreditan
sebelumnya dengan mengacu kepada kebijakan baru dari Bank Indonesia. Selain
itu juga diterapkannya pemisahan tugas antara fungsi analisa kredit dengan fungsi
pemasaran.
4. Kelemahan manajemen risiko lainnya
Selama ini sistem pengendalian risiko di BANK BRI dilakukan secara
terpisah-pisah antara risiko kredit, risiko operasional dan risiko pasar, sehingga
akan sulit mengukur secara menyeluruh risiko tersebut bagi BANK BRI secara
agregat.
5. Kelemahan operasional
Secara umum kelemahan operasional di sini yang akan disoroti adalah
kelemahan operasional dalam bidang sebagai berikut.
a. Bidang Teknologi Sistem lnformasi
Walaupun BANK BRI dipersepsikan sebagai bank yang aman oleh
masyarakat dalam menyimpan dananya, akan tetapi di sisi pelayanan BANK BRI
dipersepsikan sebagai bank yang lambat dan ketinggalan dalam pelayanan kepada
nasabah, khususnya untuk pelayanan jasa elektronik.
Sistem lnformasi Manajemen di BANK BRI masih bersifat transaksional
artinya bahwa untuk keperluan transaksi nasabah, BANK BRI telah dapat
menyiapkan aplikasi yang bersifat real fime on-line khususnya untuk tabungan
BritAma, sedangkan data untuk keperluan laporan masih bersifat batch proses yaitu
konsolidasi pada akhir bulan.
b. Bidang Sumber Daya Manusia
Sistem pengelolaan Sumber Daya Manusia yang dimiliki BANK BRI saat ini
perlu dikaji kembali guna memenuhi tuntutan organisasi yang berorientasi pada
pelayanan sesuai dengan restrukturisasi yang hams dilaksanakan oleh BANK BRI.
Untuk permasalahan Sumber Daya Manusia, saat ini sedang dilaksanakan
perubahan paradigma dengan melibatkan konsultan Hay Management dan
sekaligus rencana diimplementasikannya aplikasi Sumber daya manusia yang b a ~
yang merupakan bagian dari rencana rnenyeluruh untuk enterprise resouces
planning (ERP) dengan memanfaatkan sofware aplikasi SAP.
B. IDENTIFIKASI MASALAH
Dengan semakin ketatnya tingkat persaingan antar bank pada akhir-akhir ini
khususnya dalam usaha untuk mendapatkan nasabah baru maupun
mempertahankan nasabah yang ada maka ha1 ini memerlukan dukungan teknologi
informasi perbankan yang dari hari ke hari penuh dengan inovasi baru.
Sejalan dengan ha1 tersebut maka sangatlah tepat visi yang dicanangkan di
BANK BRI yaitu menjadi bank komersial terkemuka yang selalu mengutamakan
kepuasan nasabah, artinya bahwa dengan investasi yang sangat besar untuk
keperluan teknologi dan berbagai kebijakan yang diterapkan di BANK BRI maka
tidak lain tujuannya untuk kepuasan nasabah.
Berkaitan dengan ha1 tersebut maka identifikasi masalah dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut.
1. Dalam menjalankan kegiatan usahanya, maka kineja BANK BRI sangat
dipengaruhi oleh kondisi perekonomian saat itu. Selama tiga dasawarsa
pemerintahan orde b a ~ perekonomian Indonesia tumbuh dengan sangat
baik akan tetapi bersifat semu karena hanya pada sektor tertentu saja yaitu
sektor industri yang bahan bakunya harus diimpor dari luar negeri. Kondisi
tersebut baru mulai membaik pada awal tahun 2001, yang berdampak pada
semakin meningkatnya tingkat persaingan antar bank.
2. Guna rnengantisipasi persaingan tersebut perlu dikaji visi dari BANK BRI
yang merupakan mimpi dari perusahaan ini yang harus diwujudkannya.
3. Untuk mengantisipasi persaingan yang semakin meningkat tersebut perlu
dikaji tingkat kepuasan nasabah terhadap pelayanan yang diberikan oleh
BANK BRI dan dibandingkan dengan tingkat kepuasan nasabah dari bank
lain sebagai bank kompetitor serta perlu diketahui faktor-faktor atau dimensi
yang mempengaruhi tingkat kepusanan nasabah tersebut.
4. Pada suatu saat persaingan perbankan yang selama ini lebih difokuskan
pada produk berikut fasilitas serta fitumya akan beralih kepada persaingan
pada pelayanannya, karena produk dan fasilitas antara bank yang satu
dengan bank yang lain akan sama. Hal ini dikarenakan memanfaatkan
teknologi yang sama
5. Walaupun kondisi BANK BRI membaik akan tetapi dari sisi pelayanan
kepada nasabah BANK BRI dinilai masih di bawah performa bank lain,
masih banyak kelernahan-kelemahan yang harus segera dilakukan
perbaikan oleh BANK BRI. Adapun kelemahan BANK BRI dalam ha1
pelayanan kepada nasabah yang memerlukan perbaikan segera melalui
rekayasa ulang proses bisnis adalah sebagai berikut.
a. Kelemahan dalam ha1 pelayanan kepada nasabah.
b. Kurang terintegrasinya dalam ha1 promosi.
c. Belum adanya dukungan informasi yang berfungsi untuk menjaga
hubungan dengan nasabah dan untuk pemasaran.
6. Dengan adanya kelemahan-kelemahan tersebut maka perbaikan diberbagai
bidang melalui rekayasa ulang proses bisnis saat ini sedang dilaksanakan
oleh BANK BRI tetap perlu diteruskan dana malah lebih ditingkatkan ke yang
berdampak langsung ke nasabah dengan strategi khusus yang bertujuan
untuk menjaga atau memelihara hubungan dengan nasabah.
C. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang
dihadapi oleh BANK BRI dalam rangka pelaksanaan rekayasa ulang proses bisnis
yang rnerupakan bagian dari strategi bisnis yang akan diterapkan sebagai berikut.
1. Kondisi perkonomian yang mernbaik tersebut berdampak pada persaingan
perbankan yang semakin meningkat, ha1 tersebut ditandai dengan
gencamya promosi dari produk bank diberbagai media.
2. Bagaimana posisi tingkat kepuasan nasabah terhadap pelayanan BANK BRI
dibandingkan dengan tingkat kepuasan nasabah terhadap pelayanan bank
kompetiror serta apa kelemahan BANK BRI yang harus dilakukan perbaikan
segera.
3. Faktor-faktor dan dimensi apa saja yang mempengaruhi tingkat pelayanan
kepada nasabah atau tingkat kepuasan nasabah terhadap pelayanan BANK
BRI.
4. Perbaikan-perbaikan apa saja yang pernah dan sedang dilaksanakan oleh
BANK BRI melalui rekeyasa ulang proses bisnisnya dan perbaikan apa yang
belum dilaksanakan.
5. Strategi apa yang hatus dilaksanakan oleh BANK BRI guna mengantisipasi
tingkat kepuasan terhadap pelayanan kepada nasabah di BANK BRI
6. Dalam usaha mewujudkan pelayanan prima di BANK BRI maka diperlukan
pengkajian kemungkinan diterapkannya salah satu strategi bisnis yang tepat,
guna mengantisipasi kekurangan dan kelemahan yang ada di BANK BRI
yaitu strategi bisnis yang bertujuan untuk sebagai berikut.
a. Menjaga dan memelihara hubungan dengan nasabah.
b. Mengembangkan bisnis di masa yang akan datang dengan nasabah.
c. Membantu melaksanakan pemasaran.
d. Meningkatkan kualitas layanan kepada nasabah.
D. TUJUAN PENELlTlAN
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk sebagai berikut.
1. ldentifikasi persepsi pekerjalpegawai BRI terhadap kinerja pelayanan yang
diberikan oleh BANK BRI kepada Nasabahnya, sekaligus faktor-faktor apa
saja yang mempengaruhi tingkat pelayanan di BANK BRI serta yang menjadi
kriteria atau dimensi yang berguna untuk meningkatkan pelayanan kepada
nasabah.
2. ldentifikasi kelemahan dan kekurangan BANK BRI dalam ha1 pelayanan
kepada nasabah serta mengetahui perbaikan apa saja yang pernah
dilakukan, yang sedang dan yang akan oleh BANK BRI
3. ldentifikasi terhadap informasi yang diperlukan manajemen BANK BRI dan
harus dapat dihasilkan oleh sistem guna mengantisipasi tingkat pelayanan
yang dimiliki serta untuk, rnenjaga hubungan dengan nasabah.
4. Rekomendasi strategi bisnis baru yang bertujuan untuk menjaga hubungan
dengan nasabah dan meningkatkan pelayanandan kepuasan nasabah serta
sekaligus untuk mengetahui kebutuhan nasabah di masa yang akan datang
yaitu penerapan Strategi Electronic Customer Relationship Management
(eCRM).
E. RUANG LINGKUP PENELlTlAN
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah hanya dibatasi pada studi kasus
tentang analisa kemungkinan penerapan salah satu strategi bisnis guna
meningkatkan tingkat pelayanan di BANK BRI yaitu penerapan strategi bisnis yaitu
Electronic Customer Relationship Management (eCRM) di BANK BRI, sedangkan
pelaksanaan implementasinya sepenuhnya diserahkan kepada manajemen BANK
BRI.
F. MANFAAT PENELITIAN
Manfaat penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu
masukan bagi manajemen BANK BRI dalam menentukan pelaksanaan rekayasa
ulang proses bisnis di BANK BRI dengan menerapkan salah satu strategi bisnisnya.
sehingga dapat meningkatkan citra BANK BRI di mata nasabahnya.
Bagi penulis penelitian ini dapat menjadi sarana untuk mencoba
mengaplikasikan pengetahuan penulis di bidang manajemen strategik yang
sekaligus sebagai persyaratan untuk menyelesaikan studi di Magister Manajemen
Agribisnis lnstitut Pertanian Bogor.