pencurian dan perampokan dalam islam dampak dan solusinya
DESCRIPTION
Pencurian Dan Perampokan Dalam Islam Dampak Dan SolusinyaTRANSCRIPT
Pencurian / Perampokan, Dampak dan Solusinya
Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Kaidah Hukum Islam
dan melengkapi nilai semester
Oleh
Harist Siddiq
0903101010024
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM, BANDA ACEH
2011
KATA PENGANTAR
Segala puji kami hanturkan ke hadirat Allah SWT yang telah menganugerahkan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah sesuai
dengan kaidah-kaidah dan ketentuan yang berlaku.
Makalah tentang Pencurian/Perampokan, Dampak dan Solusinya ini merupakan salah
satu tugas dari mata kuliah Kaidah Hukum Islam.
Pada kesempatan ini penulis tak lupa mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada dosen sekaligus pembimbing kami yang telah memberikan konstribusi besar
dalam menyelesaikan makalah ini.
Dengan kerendahan hati penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritikan yang sifatnya membangun
guna perbaikan dan kesempurnaan penulis dalam membuat makalah lainnya. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pihak lain yang
membutuhkannya.
Banda Aceh, 24 Maret 2011
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Islam sebagai agama yang haq dan menyeru kepada kebenaran memiliki hokum
tersendiri (syariat) yang menjadi acuan dan landasan bagi muslim khususnya dan bagi seluruh
ummat manusia untuk hidup di muka bumi ini.
Hukum Islam atau dalam istilah lain syariat Islam yang di patuhi serta dilaksanakan
oleh manusia yang dalam hal ini muslim keseluruhannya mengacu dari apa yang tertulis di
dalam Al Quran dan As Sunnah serta beberapa tambahan dari hasil ijtihad dari para ulama
yang telah disepakati, disesuaikan dengan perkembangan zaman dan tidak bertentangan
dengan regulasi yang telah ditentukan Allah dan Rasulnya.
Al Quran dan As Sunnah, sebagai pokok panduan hokum Islam, terkandung
didalamnya aturan-aturan hidup, bagaimana harus bersikap yang sepantasnya sebagai
manusia, apa yang perlu didahulukan dan apa yang harus ditinggalkan dan lain sebagainya.
Selain itu, ketentuan-ketentuannya tidak hanya menyangkut masalah ibadah atau hubungan
manusia dengan Sang Pencipta alam semesta, melainkan terdapat pula aturan yang
menyangkut hubungan antara manusia dengan manusia itu sendiri, baik itu hubungan yang
menberi dampak positif maupun hubungan yang memberi dampak negatif atau korelasi antara
keduanya.
Tatanan moral Al Quran dan As Sunnah harus kita ikuti dan kita patuhi untuk
menciptakan suatu kehidupan yang hayati dan damai di bumi ini, sebab pada dasarnya Al
Quran itu merupakan sebuah kitab hidayah yakni petunjuk yang paling sempurna bagi
kehidupan umat manusia dan As Sunnah merupakan segala sesuatu ajaran yang terlontar dari
pola prilaku, perkataan, hingga impian dari utusan Allah, Muhammad SAW yang menjadi
teladan mulia dan sempurna bagi setiap yang mengamalkannya.
Al Quran menyebutkan tentang hak-hak perekonomian dengan memerintahkan kepada
kaum muslimin dalam Q.S. Adz-Dzariyaat ayat19 yang berbunyi, “Dan pada harta mereka
ada hak tertentu bagi orang miskin yang meminta dan orang membutuhkan yang tidak
meminta.” Inilah salah satu contoh bentuk regulasi sempurna yang menitik beratkan pada
moral dan pola sikap dalam hal penataan perekonomian yang baik dan Islami.
BAB II
URAIAN
Hukum pidana Islam adalah adalah merupakan terjemahan dari fiqh jinayah, fiqh
jinayah adalah segala ketentuan hukum mengenai tindakan pidana atau perbuatan kriminal
yang dilakukan orang-orang Mukallaf (orang yang dapat dibebani kewajiban). Hukum pidana
Islam merupakan syariat Allah yang mengandung kemaslahatan bagi kehidupan manusia baik
didunia dan akhirat.
Ruang lingkup hukum pidana Islam meliputi pencurian , perzinahan, meminum
khamar, membunuh dan melukai orang lain, merusak harta orang lain, dan kekacauan dan
semacamnya berkaitan dengan hukum kepidanaan.
Hukum kepidanaan disebut jarimah. Jarimah terbagi dua: Jarimah Hudud dan jarimah
ta’zir. Kata hudud berasal dari bahasa arab adalah jamak dari kata had .Had secara harfiah ada
beberapa kemungkinan arti antara lain batasan atau definisi, siksaan, ketentuan atau hukum.
Had dalam pembahasan fiqih (hukum Islam) terbagi beberapa jenis dalam syariat Islam , yaitu
rajam, jilid, atau dera, potong tangan, penjara atau kurungan seumur hidup, eksekusi bunuh,
pengasingan atau deportasi, dan salib.
Namun ta’zir dalam pengertian istilah dalam hukum Islam adalah hukuman yang
bersifat mendidik yang tidak mengharuskan pelakunya dikenai had dan tidak pula harus
membayar kaffah atau diat. Jenis hukuman yang termasuk jarimah ta’zir adalah penjara,
skorsing atau pemecatan, ganti rugi, pukulan, ganti rugi, teguran dengan kata-kata, dan jenis
hukuman lain yang dipandang sesuai dengan pelanggaran dari pelakunya.
Untuk menentukan suatu hukuman terhadap suatu tindak pidana dalam hukum Islam,
diperlukan unsur normative dan moral sebagai berikut.
1. Secara yuridis normative di satu aspek harus didasari oleh dalil. Aspek lainnya secara
yuridis normative mempunyai unsure materil, yaitu sikap yang dinilai sebagai suatu
pelanggaran terhadap sesuatu yang diperintah oleh Allah SWT.
2. Unsur moral, yaitu kesanggupan seseorang untuk menerima sesuatu yang secara nyata
mempunyai nilai yang dapat dipertanggung jawabkan.
Selain unsur-unsur pidana yang telah disebutkan perlu diungkapkan bahwa hukum
pidana Islam dapat dilihat dari beberapa segi, yaitu:
1. Dari segi berat atau ringannya hukuman, maka dapat dibedakan menjadi, (a) jarimah
hudud, (b) jarimah qishash, dan (c) jarimah ta’zir.
2. Dari segi unsur niat yaitu, (a) yang disengaja, (b) dan yang tidak disengaja.
3. Dari segi cara mengerjakan, yaitu, (a) yang positif, (b) dan yang negatif.
4. Dri segi jumlah korban, yaitu, (a) yang bersifat perorangan, (b) kelompok.
BAB III
PEMBAHASAN
Perampokan
Perampokan (hirabah) berasal dari kata Harb yang artinya perang. Menurut buku Fiqh
Sunnah jilid 9 karya Sayyid Sabiq, Hirabah adalah keluarnya gerombolan bersenjata didaerah
islam untuk mengadakan kekacauan, penumpahan darah, perampasan harta, mengoyak
kehormatan, merusak tanaman, peternakan, citra agama, akhlak, ketertiban dan undang-
undang baik gerombolan tersebut dari orang islam sendiri maupun kafir Dzimmi atau kafir
Harbi.
Menurut buku yang berjudul Tindak Pidana dalam Syariat Islam karya Prof.Abdur
Rahman I Doi Ph.D, Hirabah adalah suatu tindak kejahatan yang dilakukan oleh satu
kelompok atau seorang bersenjata yang mungkin akan menyerang musafir atau orang yang
berjalan dijalan raya atau ditempat manapun dan mereka merampas harta korbannya dan
apabila korbannya berusaha lari dan mencari atau meminta pertolongan maka mereka akan
menggunakan kekerasan.
Sedangkan menurut buku Fiqh Jinayah (Upaya menanggulangi kejahatan dalam Islam)
karya Prof.Drs.H.A.Djazuli, Hirabah adalah suatu tindak kejahatan yang dilakukan secara
terang-terangan dan disertai dengan kekerasan. Jadi, Hirabah itu adalah suatu tindak kejahatan
ataupun pengerusakan dengan menggunakan senjata/alat yang dilakukan oleh manusia secara
terang-terangan dimana saja baik dilakukan oleh satu orang ataupun berkelompok tanpa
mempertimbangkan dan memikirkan siapa korbannya disertai dengan tindak kekerasan.
Dalam teknis operasional hirabah ini ada beberapa kemungkinan yaitu:
a. Seseorang pergi dengan niat untuk mengambil harta secara terang-terangan dan
mengadakan intimidasi, namun ia tidak jadi mengambil harta dan tidak membunuh,
b. Seseorang pergi dengan niat untuk mengambil harta secara terang-terangan dan
kemudian mengambil harta termaksud tetapi tidak membunuh,
c. Seseorang berangkat dengan niat merampok kemudian membunuh tetapi tidak
mengambil harta korban,
d. Seseorang berangkat untuk merampok kemudian pelaku mengambil harta dan
membunuh pemiliknya.
Al quran menjelaskan bahwa perampokan itu merupakan suatu dosa besar, dan dasar
hukum Hirabah adalah Q.S.Al-Maidah ayat 33 yang berbunyi, “Sesungguhna pembalasan
terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan dimuka
bumi, hanyalah (mereka) dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kakinya secara
silang, atau dibuang dari negeri tempat kediamannya. Yang demikian itu sebagai suatu
penghinaan untuk mereka didunia dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang berat.”
Selain dari itu Rasulullah SAW juga melaknat bahwa pelaku Hirabah tidak pantas
mengaku sebagai seorang Islam. Sabda Rasulullah SAW:
فليسمنا ح السال علينا حمل سن
“Barang siapa membawa senjata untuk mengacau kita, maka bukanlah mereka termasuk
umatku!” (H.R.Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar)
Untuk menjatuhi hukuman kepada pelaku Hirabah terdapat beberapa syarat, yaitu:
1. Pelaku Hirabah Adalah Orang Mukallaf
Mukallaf adalah syarat untuk dapat ditegakkan suatu hadd padanya. Kemudian
mukallaf adalah orang yang berakal dan dewasa. Anak kecil dan orang gila tidak tidak
bisa dianggap sebagai pelaku Hirabah yang harus di hadd, sesungguhnya ia terlibat dalam
sindikat hirabah. Karena anak kecil dan orang gila tidak bisa dibebani atau dihukum
menurut syara.
2. Pelaku Hirabah Membawa Senjata
Untuk dapat menjatuhkan hadd Hirabah disyaratkan pula bahwa dalam melancarkan
Hirabah pelakunya terbukti membawa senjata, karena senjata itulah yang merupakan
kekuatan yang diandalkan olehnya dalam melancarkan Hirabah. Bila pelaku tidak
menggunakan atau membawa senjata maka tindakannya tidak bisa dikatakan Hirabah.
Abu Hanifah mengatakan bahwasannya tindakan yang hanya bersenjatakan batu dan
tongkat itu tidak di hukumi sebagai tindakan hirabah.
3. Lokasi Hirabah Jauh Dari Keramaian
Sebagian ulama mengatakan bahwa lokasi Hirabah harus ditempat padang yang jauh
dari keramaian, sebab apabila terjadi tindak kejahatan dikeramaian maka korban bisa
meminta pertolongan sehingga kekuatan pelaku kejahatan dapat dipatahkan. Tetapi
sebagian ulama juga mengatakan bahwa tindak kejahatan di tempat padang dan di tempat
keramaian sama saja bernama Hirabah. Karena ayat mengenai Hirabah secara umum
menyangkut segala Hirabah baik ditempat padang ataupun ditempat keramaian.
4. Tindakan Hirabah secara terang-terangan
Tindakan Hirabah harus dilakukan secara terang-terangan sesungguhnya tidak dapat
dikatakan Hirabah apabila dilakukan secara sembunyi-sembunyi adapun suatu tindak
kejahatan secara sembunyi-sembunyi itu dinamakan dengan mencuri. Bila pelaku merebut
harta kemudian melarikan diri maka itu disebut dengan penjambret atau perampas.
Hukuman Hirabah yang ditentukan oleh ayat Al quran ada empat macam yaitu:
1. Dibunuh,
2. Disalib,
3. Dipotong tangan dan kakinya secara silang,
4. Dibuang dari negeri tempat kediamannya.
Adapun pengklasifikasian jenis sanksi atas perbuatan yang dilakukan oleh pelaku, para
ulama berbeda pendapat.
Hukuman Hirabah dapat hapus karena tobat sebelum berhasil dibekuk dan sebab-
sebab yang menghapuskan hukuman pada kasus pencurian yakni:
1. Terbukti bahwa dua orang saksinya itu dusta dalam persaksiannya,
2. Pelaku menarik kembali pengakuannya,
3. Mengembalikan harta yang dicuri sebelum diajukan ke sidang, (Menurut Imam Abu
Hanifah)
4. Dimilikinya harta yang dicuri itu dengan sah oleh pencuri sebelum diajukan ke
pengadilan. (Menurut Imam Abu Hanifah)
Sebagaimana firman Allah SWT tentang sindikat Hirabah yang mengadakan
pengerusakan diatas bumi kemudian mereka bertobat sebelum sindikat itu dibekuk maka
Allah SWT sesungguhnya akan mengampuni atas apa yang telah dilakukan oleh sindikat itu
dan mereka tidak akan dijatuhi hukuman Hirabah. Firman Allah SWT Q.S.Al-Maidah ayat
33-34 yang berbunyi, “Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi
Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan diatas bumi, hanyalah mereka dibunuh atau
salib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bersilang atau dibuang dari negeri
tempat kediamannya. Yang demikian itu sebagai penghinaan untuk mereka didunia dan
diakhirat mereka beroleh siksaan yang besar, kecuali orang-orang yang tobat (diantara
mereka) sebelum kamu dapat menguasai (menangkap) mereka, maka ketahuilah
bahwasannya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Tobatnya sindikat Hirabah sebelum mereka dapat dibekuk adalah merupakan suatu
pertanda mereka mulai sadar, insyaf, dan memiliki maksud hendak memperbaiki hidupnya
menjadi bersih, dan menjauhi pengerusakan diatas bumi dengan jalan Hirabah.
Mengenai masalah tobatnya para pelaku Hirabah ini, Ibnu Rusyd dalam kitab Bidayah
Al Mujtahid memberi ulasan akan apa yang dapat digugurkan oleh tobat, para ulama masih
berbeda pendapat satu sama lain dan perbedaan itu dikategorikan menjadi empat kelompok
yaitu:
1. Tobat hanya dapat menggugurkan hadd hirabah saja. Sedangkan hak-hak Allah SWT
dan manusia lainnya tetap dituntut. (Pendapat Malik)
2. Tobat dapat menggugurkan hadd Hirabah dan semua hak Allah SWT, seperti hak dan
tuntutan terhadap perbuatan zina, meminum minuman keras, dan sebagainya.
Sedangkan hak manusia tetap dituntut kecuali bila pihak korban telah memaafkan.
3. Tobat menggugurkan semua hak Allah, tetapi tetap dituntut hak manusia dalam kasus
pembunuhan dan perampasan harta yang masih ada pada pelaku Hirabah.
4. Tobat menggugurkan semua hak manusia, baik dalam kasus pembunuhan maupun
perampasan harta, kecuali harta yang masih ada pada pelaku Hirabah.
Adapun syarat-syarat bertobat adalah harus tobat lahir dan batin. Fiqh hanya dapat
menyoroti lahirnya saja. Karena tidak ada yang mengetahui batin kecuali Allah SWT dan bila
pelaku Hirabah bertobat sebelum dibekuk maka tobatnya akan diterima. Dan wajiblah atas
imam untuk menerima kedatangan pelaku hirabah yang bertobat sebelum dibekuk.
Pencurian
Pencurian adalah orang yang mengambil benda atau barang milik orang lain secara
diam-diam untuk dimiliki. Hal ini, tidka ada salahnya bila dikemukakan, yaitu :
1. Menipu: yaitu mengambil hak orang lain secara licik sehingga orang lain menderita
kerugian ;
2. Korupsi: yaitu mengambil hak orang lain, bik perorangan atau masyaarakat, dengan
menggunakan kewenangan atasjabatan atau kekuasaannya sehingga merugikan orang
lain ;
3. Menyuap: yaitu sesorang memberikan sesuatu baik berupa barang ataupun uang
maupaun lainnya kepada orang lain agar pemberi memperoleh keuntungan baik
materil maupun moril, sedangkan pemberianna itu ada pihak lain yang dirugikan.
Dasar sangsi dalam al-quran yatiu allah berfirman didalam surat al-maidah ayat 38
yang artinya, “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan
keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari
allah. Dan Allah maha perkasa lagi maha bijaksana.”
Dasar sangsi dalam hadits yang artinya, “dari Ibnu Umar r.a katanya : Rasulullah
pernah memotong tangan seorang yang mencuri sebuah perisai yang bernilai sebayak tiga
dirham” (HR. Bukhori Muslim)
Berdasarkan ayat alquran yang secara tegas mengungkapakan bahwa sanksi hokum
terhadap pelanggaran pidana pencurian, yaitu potong tangan dengan syarat sebagi berikut:
1. Nilai harta yang dicuri jumlahnya mencapai satu nisab, yaitu kadar harta tertentu
yang ditetapkan sesuai dengan undang-undang.
2. Barang curian itu dapat diperjual belikan.
3. Barang atau uang yang dicuri bukan milik baitul mal.
4. Pencuri sudah baligh
5. Perbuatan dilakukan atas kehendaknya bukan atas paksaan orang lain.
6. Tidak dalam kondisi dilandas krisis ekonomi.
7. Pencuri melakukan perbuatannya bukan untuk memenuhi kebutuhan pokok.
8. Korban pencuri bukan orang tua sendiri dan bukan pula keluarga dekatnya.
9. Pencuri bukan pembantu korbannya.
10. Ketentuan potong tangan Apabila ia mencuri untuk yang pertama kalinya maka
dipotong tangannya yang kanan (dari pergelangan tangan sampai telapak tangan) bila
mencuri kedua kalinya di potong kaki kirinya (dari ruas tumit), mencuri yang ketiga
dipotong tangannya yang kiri, dan yang keempat, dipotong kakinya yang kanan,
kalau ia masih juga mencuri untuk kelima kalinya maka ia harus dipenjarakan sampai
tobat dan dihukum mati.
11. Ketentuan diatas tidak berlaku apabila orang yang mencuri harta bapaknya sendiri
tidak dipotong tangannya begitu juga sebaliknya. Demikian pula bila salah seorang
suami istri mencuri harta yang lain, orang miskin yang mencuri dari baitul mal dan
sebagainya tidak dipotong.
Hukuman pencurian dapat terhapus karena tobat sebelum berhasil dibekuk dan sebab-
sebab yang menghapuskan hukuman pada kasus pencurian sama seperti terhapusnya hukuman
perampokan, yakni :
1. Pelaku menarik kembali pengakuannya,
2. Mengembalikan harta yang dicuri sebelum diajukan ke sidang, (Menurut Imam Abu
Hanifah)
3. Terbukti bahwa saksi mata dusta dalam persaksiannya,
4. Dimilikinya harta yang dicuri itu dengan sah oleh pencuri sebelum diajukan ke
pengadilan. (Menurut Imam Abu Hanifah)
Dampak, Solusi dan Pencegahannya
Salah satu yang dibanggakan oleh manusia adalah harta. Ajaran islam bukan
materialisme, melainkan islam mengajarkan kepada umat islam untuk berusaha sekuat tenaga
sesuai kemampuan untuk mencari harta. Syari’at islam yang ditetapkan oleh allah swt. dan
nabi Muhammad saw. Memuat seperangkat aturan dalam hal memperoleh harta. Memperoleh
harta dengan cara haram seperti berbuat curang, merugikan orang lain, mencari keuntungan
yang berlebihan, dan lain-lain yang harus dihindari oleh umat islam. Mengganggu dan
merusak harta berarti mengganggu dan merusak system nilai yang berkaitan dengan bidang
ekonomi. Asas-asas pembinaan dan perkembangan perekonomian yang ditetapkan oleh
syariat Islam berlandaskan atas prinsip suka sama suka, tidak merugikan sepihak, jujur,
transparan, dan lain-lain. Sebagai konsekuensi dari system dan tata aturan bagaimana cara
memperoleh atau mendapatkan harta, maka syariat islam menetapkan aturannya.
Mengambil hak orang lain berarti merugikan sepihak. Ketentuan menunjukan bahwa
perampokan/pencurian yang di kenai sanksi hukum adalah suatu hal yang bukan pura-pura
ataupun karena keterpaksaan. Sanksi hukuman diberikan bertujuan antara lain sebagai berikut:
1. Tindakan preventif yaitu menakut-nakuti, agar tidak terjadi kejahatan, mengingat
hukumannya yang berat.
2. Membuat para perampok/pencuri timbul rasa jera, sehingga ia tidak melakukan untuk
kali berikutnya.
3. Menimbulkan kesadaran kepada setiap orang agar menghargai dan menghormati
hasil jeri payah orang lain.
4. Menimbulkan semangat produktivitas melalui persaingan sehat.
5. Memberikan arahan agar para orang kaya melihat kondisi masyarakat, sehingga tidak
hanya mementingkan diri sendiri.
Sesuai dengan yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan dilakukan oleh
khulafaurrasyidin setelah Rasulullah SAW tiada, mewujudkan ketertiban dan keamanan
adalah tanggung jawab bersama antara masyarakat itu sendiri dan hakim. Jadi, bila ada
seseorang maupun sindikat yang mengganggu stabilitas keamanan dan kenyamanan
masyarakat, maka hakim wajib bertindak segera. Manfaat dari kerjasama antara masyarakat
dan hakim salah satunya adalah situasi menjadi tentram dan aman terkendali. Dengan
demikian masyarakat dapat menghirup nikmatnya ketentraman dan menekuni pekerjaannya
dengan baik yang bermanfaat bagi dirinya sendiri maupun orang lain.
Penanggulangan tindak pidana perampokan dan pencurian dalam perspektif Islam
dapat diwujudkan dengan tujuan yang terarah dan dapat memberikan kontribusi yang sesuai
dalam ajaran agama dan aturan yang ada misalnya :
1. Mengurangi pengangguran agar fikiran dari pada tuna karya ini tidak kebabblasan
sampai pada akhirnya memutuskan untuk mencuri atau merampok.
2. Menambah lapangan pekerjaan yang layak sehingga dapat mengasilkan sesuatu
misalnya uang atau yang lainya.
3. Menumbuhkan semangat produktivitas melalui persaingan sehat.
4. Menumbuhkan kesadaran kepada setiap orang agar menghargai dan menghormati
hasil jerih payah orang lain.
5. Memberikan arahan agar para orang kaya melihat kondisi masyarakat, sehingga tidak
hanya memikirkan diri sendiri. Dengan demikian kecemburuan sosial, yaitu
penumpukan harta pada orang-orang tertentu dapat dihindari.
BAB IV
PENUTUP
Perampokan dan pencurian merupakan dua dari sekian banyak jinayah atau tindak
pidana yang terdapat pengaturan dan penjelasannya di dalam Al Quran dan As Sunnah.
Maraknya kasus pencurian maupun perampokan dikalangan masyarakat dikarenakan
degradasi moral, kurangnya pengetahuan tentang agama, kemiskinan, lemahnya system
perekonomian Negara, lapangan pekerjaan yang kurang memadai, dan kurangnya kepedulian
dari masyarakat level atas serta pemerintah sehingga menimbulkan kecemburuan social yang
berlebihan pada masyarakat level bawah.
Hukuman-hukuman yang tampaknya berat yang diberikan pada kasus jinayah
perampokan dan pencurian ini bukanlah suatu bentuk kekejaman Islam atau bentuk
pelanggaran HAM. Hukuman-hukuman ini diberikan tidak lebih untuk memberikan efek jera
dan sebagai tindakan menakut-nakuti masyarakat agar kejahatan ini tidak semestinya
dilakukan.
Pencegahan tindak pidana perampokan dan pencurian dapat diwujudkan dengan tujuan
yang terarah dan dapat memberikan kontribusi yang sesuai dalam ajaran agama dan aturan
yang ada seperti menambah lapangan pekerjaan, memberikan pendidikan moral dan
keagamaan kepada masyarakat, dan lain sebagainya sehingga tercipta masyarakat yang aman,
tertib, damai, dan sejahtera.
DAFTAR PUSTAKA
Rasjid, Sulaiman. 1998. Fiqih Islam. Bandung : PT. Sinar Baru Algensindo.
Ali, Zainudin. 2007. Hukum Pidana Islam. Jakarta : Sinar Grafika.
Syarifudin, Amir. 1999. Fiqh Sunnah II. Jakarta : Logos Wacana Ilmu.