“pencantuman aliran kepercayaan dalam kolom...

104
“PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM KTP PERSPEKTIF FIQIH SIYASAH ” SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh : Angga Praja Firdaus Hasan 11140450000035 PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA (SIYASAH) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1439 H / 2018 M

Upload: votu

Post on 14-May-2019

228 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

“PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM KTP PERSPEKTIF FIQIH SIYASAH ”

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

(S.H.)

Oleh :

Angga Praja Firdaus Hasan 11140450000035

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA (SIYASAH) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1439 H / 2018 M

Page 2: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah
Page 3: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah
Page 4: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah
Page 5: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

iv

ABSTRAK

ANGGA PRAJA FIRDAUS HASAN, NIM 11140450000035, Judul Skripsi:

“Pencantuman Aliran Kepercayaan dalam Kolom KTP Perspektif Fiqih Siyasah”.

Program Studi Hukum Tata Negara (Siyasah), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun terbit 2018 yang terdiri dari 84 halaman

dan 10 lampiran .

Tujuan Penelitian ini yaitu untuk mengetahui bahwa setiap warga negara

mempunyai hak yang sama tanpa dibeda-bedakan satu sama lain dan diberlakukan sama

tanpa adanya diskriminasi, Putusan MK Nomor Perkara 97/PUU-XIV/2016 tentang

pencantuman Aliran Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) merupakan titik

terang bagi para Penghayat Kepercayaan untuk lebih diakui dan dilindungi oleh negara.

Hak Asasi Manusia (HAM) memang sangatlah perlu, namun Pemerintah juga dalam

membuat sebuah kebijakan dan peraturan harus melihat berbagai aspek, agar kebijakan dan

peraturan tersebut bisa diterima oleh masyarakat dan bisa melindungi warga negara.

Sehingga dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan benegara penuh dengan rasa

nyaman.

Metode yang digunakan yaitu metode Penelitian hukum empiris sosiologis, dengan

melihat putusan MK Nomor Perkara 97/PUU-XIV/2016 tentang pencantuman Aliran

Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah diajukan

sesuai dengan fakta-fakta yang terjadi ditengah-tengah masyarakat khsususnya Aliran

Kepercayaan dan penelitian ini juga dilakukan dengan pendekatan normatif melihat hukum

yang ada di Indonesia.

Tentang hak kewarganegaraan, Islam juga mengatur hal tersebut, sebagaimana

Islam mengatur dan melindungi hak warga negara non-Islam dengan dasar-dasar kesatuan

Umat Manusia, Al-Adalah (keadilan), Al-Musawah (persamaan), Karomah insaniyah

(kehormatan manusia) dan lain sebagainya, Putusan MK tersebut lalu dikaitkan dengan

Perspektif Fiqih Siyasah apakah sesuai dengan nilai-nilai dalam Islam.

Pembimbing : Masyrofah, S.Ag. M.Si

Kata Kunci : Pencantuman Aliran Kepercayaan

Page 6: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

v

KATA PENGANTAR

Segala Puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-

Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah SAW yang

telah membawa agama Islam, yang telah memberikah contoh Suritauladan yang

baik dengan Akhlaknya kepada Umat manusia. Penyusunan skripsi ini

dimaksudkan untuk memenuhi sebagian syarat-syarat guna mencapai gelar Sarjana

Hukum di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari bahwa penulisan ini tidak dapat terselesaikan tanpa

dukungan dari berbagai pihak baik moril maupun materil. Oleh karena itu, penulis

ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus disetai rasa hormat dan

penghargaan yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu

dalam penyusunan skripsi ini terutama kepada:

1. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA.,Ph.D, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dra. Hj. Maskufa, MA., dan Sri Hidayati, M.Ag., Selaku Ketua dan Sekretaris

Jurusan Program Studi Hukum Tata Negara (Siyasah) Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Masyrofah, S.Ag. M.Si., Dosen Pembimbing Skripsi yang telah bersedia

membimbing dan mengarahkan penulis selama menyusun skripsi dan

memberikan ilmu serta solusi pada setiap permasalahan atas kesulitan dalam

Penulisan Skripsi ini.

4. Ummu Hanah Yusuf Saumin, M.A., Sebagai Penasehat Akademik yang telah

membimbing selama masa perkuliahan.

5. Dr. H. Rumadi, M,Ag dan Mufida, SH.I.,MH Penguji yang telah membantu

dan mengarahkan dalam menyelesaikan Skripsi Penulis.

6. Seluruh Bapak/Ibu dosen Jurusan Studi Hukum Tata Negara (Siyasah) Fakultas

Syaraiah dan Hukum yang telah memberikan pengetahuan yang sangat

bermanfaat selama masa perkuliahan.

Page 7: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

vi

7. Dr. H. Mujar Ibnu Syarif, M.Ag., Dosen Hukum Tata Negara (Siyasah) yang

telah membantu penulis dalam menemukan Judul Skripsi yang sesuai dengan

permasalahan yang ingin penulis angkat.

8. MUI Pusat Terutama Bapak Rofiqul Umam, S.H.,M.H., Wasekjen Bidang

Hukum MUI Pusat yang telah bersedia untuk membantu dan memberikan

Informasi terkait data yang diperlukan oleh Penulis.

9. MUI Tangerang Selatan Terutama Bapak Hasan Mustofi, M.H., Ketua Komisi

VI (Penetapan Hukum, Fatwa dan Perundang-undangan) yang telah Bersedia

untuk membantu dan memberikan Informasi terkait data yang diperlukan oleh

Penulis.

10. Kedua Orang Tuaku Tercinta, Bapak Hasan dan Ibu Rosidah, dua malaikat

yang penulis miliki di dunia ini, yang selalu berusaha memberikan sebuah

nasihat dan dukungan untuk mampu menjalankan kehidupan terutama untuk

dapat menyelesaikan Skripsi ini, berkat doa mereka pula Penulis dalam

Pembuatan Skripsi ini selalu dimudahkan oleh Allah SWT, salam cintaku

untuk kalian.

11. Keluarga Besar IRMAFA (Ikatan Remaja Masjid Fathullah) yang telah

menemani, mendukung dan keluarga kedua setelah dirumah, yang banyak

memberikan pengetahuan dan pengalaman dalam organisasi menjalankan

kehidupan ditengah-tengah masyarakat.

12. Segenap keluarga dan teman yang telah menyemangati dan mendoakan

selesainya skripsi ini.

13. Teman-teman KKN FIGHT yang telah mendukung, membantu, mendoakan

untuk penyelesaian Skripsi ini, dan yang paling utama ialah yang telah

memberikan banyak pengalaman.

14. Zasmine, Riri, dan Anam, sahabat yang selalu membantu dan memberikan

dukungan kepada Penulis.

15. Seluruh teman-teman Hukum Tata Negara angakatan 2014 yang menemani dan

membuat perjalanan dalam masa perkuliahan terasa menyenangkan.

Page 8: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

vii

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dikarenakan

terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu,

penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang

membangun dari berbagai pihak. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para

pembaca dan semua pihak khususnya penulis dan para pembaca semua. Amin

Jakarta, Mei 2018

Penulis,

Angga Praja Fidaus Hasan

NIM: 11140450000035

Page 9: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI .................................................................. ii

LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................. iii

ABSTRAK ............................................................................................................ iv

KATA PENGANTAR ............................................................................................ v

DAFTAR ISI ........................................................................................................ viii

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1

B. Identifikasi Masalah ............................................................... 10

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ..................................... 11

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................... 11

E. Metode dan Teknik Penelitian ............................................... 12

F. Studi Terdahulu ...................................................................... 15

G. Sistematika Penulisan ............................................................. 17

BAB II : ALIRAN KEPERCAYAAN DI INDONESIA

A. Sejarah dan Perkembangan Aliran Kepercayaan di

Indonesia ................................................................................. 18

B. Hak dan Kewajiban Penganut Aliran Kepercayaan di Indonesia

................................................................................................ 23

C. Kebijakan Politik Indonesia Terhadap Aliran Kepercayaan .. 31

Page 10: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

ix

BAB III : PUTUSAN MK TERKAIT PENCANTUMAN ALIRAN

KEPERCAYAAN DALAM KOLOM KTP

A. Duduk Masalah ........................................................................ 37

B. Alasan Pemohon ...................................................................... 39

C. Argumentasi Putusan MK ....................................................... 44

BAB IV : ANALISIS HAK KEWARGANEGARAAN ALIRAN

KEPERCAYAAN DI INDONESIA DAN HAK

KEWARGANEGARAAN DALAM FIQIH SIYASAH

A. Hak Warga Negara Menurut Fikih Siyasah ............................ 51

B. Putusan MK terkait Aliran Kepercayaan Perspektif Fiqih

Siyasah .................................................................................... 61

C. Respon dan Implikasi ............................................................. 68

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan .............................................................................. 78

B. Saran-Saran .............................................................................. 80

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 11: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masyarakat Indonesia dikenal sebagai masyarakat plural (plural

sociality), Pluralisme tersebut terlihat dalam keanekaragaman suku bangsa,

bahasa, budaya, dan agama. Para founding fathers telah merangkum

pluralitas masyarakat Indonesia dalam semboyan bhineka tunggal ika (unity

in diversity). Berbagai ragam agama dan keyakinan tumbuh di Indonesia,

sejak awal perkembangannya hingga saat ini. Dari segi agama dan

kepercayaan, Bangsa Indonesia memperlihatkan sosok kemajemukan yang

sangat kaya dan variatif. Agama-agama besar seperti Islam (dipeluk oleh

mayoritas Bangsa Indonesia), Kristen (Katolik dan Protestan), Hindu dan

Budha, sebelum ada enam agama besar tersebut sudah lama eksis di Tanah

Air Indonesia dan mempunyai komunitas penganut masing-masing.1

Selain agama-agama besar (Islam, Kristen, Katolik Hindu,Budha

dan Khonghucu) yang sudah membentuk komunitas penganut masing-

masing, ada pula kepercayaan-kepercayaan lokal yang banyak jumlahnya di

Indonesia. keberadaan kepercayaan-kepercayaan lokal yang banyak dipeluk

oleh suku-suku di Indonesia semakin menambah Panorama Pluralitas,

Keberagaman dan Kemajemukan Bangsa Indonesia. Dapat diduga bahwa

kepercayaan-kepercayaan lokal ini sudah tetap bertahan pada saat agama

Hindu, Budha, Islam dan Kristen datang ke nusantara dan terus dianut

secara turun menurun oleh suku-suku di daerah Indonesia sampai sekarang

ini. Dengan demikian, kepercayaan-kepercayaan lokal itu tidak mengalami

kepunahan dan terus tetap eksis sampai sekarang ini dalam kehidupan

spiritual para penganutnya.

1Ahmad Syafi’I Mufid, Dinamika Perkembangan Sistem Kepercayaan Lokal di

Indonesia, (Jakarta: Puslitbang dan Diklat, 2012), h. xiii

Page 12: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

2

Istilah agama lokal, dalam hal ini bisa disamakan dengan

penggunaan istilah agama asli atau agama pribumi, yang dimaksud dengan

agama asli adalah sebuah agama yang bukan datang dari luar suku

penganutnya. Karenanya, agama asli kerap juga disebut agama suku atau

kelompok masyarakat. Agama ini lahir dan hidup bersama sukunya dan

mewarnai setiap aspek kehidupan suku penganutnya.2 Term kepercayaan

merupakan konsep religiusitas tertua yang ada di Indonesia, dalam beberapa

literatur disebutkan bahwa keberadaan penganut kepercayaan ada sejak

sebelum Agama Hindu datang dari India.3

Perwakilan dari beberapa Aliran Kepercayaan di Indonesia

mengajukan Permohonan ke MK terkait dengan perlakuan diskriminasi

yang dialami para Penganut Aliran Kepercayaan ditengah-tengah

masyarakat dan sulitnya mendapatkan Pelayanan Publik, kemudian

Permohonan tersebut dikabulkan oleh MK, dengan Putusan Nomor

97/PUU-XIV/2016 Tentang Pencantuman Penghayat Kepercayaan dalam

Kolam KTP-el dan KK. MK mengabulkan Permohonan atas pasal 61

Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 dan pasal 64 Undang-Undang No. 24

Tahun 2013 tentang Administrasi kependudukan yang mewajibkkan

mengisi kolom agama di Kartu Tanda Penduduk (KTP). Hal ini membuat

para penganut kepercayaan di Indonesia bisa mencantumkan Aliran

Kepercayaan di kolom agama saat membuat Kartu Tanda Penduduk (KTP).

Pasal 64 UU No. 24 Tahun 2013 tentang perubahan atas Undang-

Undang No. 23 tahun 2006 Tentang Administrasi Pendudukan :

Ayat (1)

“KTP-el mencantumkan gambar lambang Garuda Pancasila dan

peta wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, memuat element data

penduduk, yaitu NIK, nama, tempat tanggal lahir, laki-laki atau perempuan,

agama, status perkawinan, golongan darah, alamat, pekerjaan,

2 Kiki Muhammad Hakiki, “Aliran Kebatinan di Indonesia”, Al-Adyan, VI, 2 (Juli-

Desember, 2011), h. 65-66 3 Rachmat Subagya, Agama Asli Indonesia, (Jakarta: Sinar Harapa dan Yayasan

Cipta LokaCaraka,1981), h. 237.

Page 13: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

3

kewarganegaraan, pas foto, masa berlaku, tempat dan tanggal dikeluarkan

KTP-el, dan tanda tangan pemilik KTP-el.”

Ayat (5)

“Element data penduduk tentang agama sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) bagi penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama

berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan atau bagi penghayat

kepercayaan tidak diisi, tetapi tetap dilayani dan dicatat dalam data base

kependudukan.”4

Menurut para Penganut Aliran Kepercayaan di Indonesia tidak

diisinya kolom agama sebagai elemen data kependudukan di dalam KK atau

KTP elektronik, telah menyebabkan terlanggar hak-hak dasar karena

kosongnya Kolom agama dalam KTP elektronik mengakibatkan para Aliran

Kepercayaan sebagai warga negara mendapatkan sikap diskriminasi, sulit

untuk mengakses dan mendapatkan hak-hak dasar warga negara seperti,

hak atas pekerjaan, hak atas pendidikan, hak atas jaminan-jaminan sosial,

beserta dengan seluruh layanannya.

Putusan MK tersebut merupakan titik terang untuk para Penganut

Aliran Kepercayaan di Indonesia, yang harus dilindungi dan diberikan hak

yang sama sebagai Warga Negara Indonesia, Kolom agama di KTP telah

menjadi bagian persoalan dalam pengelolaan agama sejak tahun 1978,

setelah negara melalui TAP MPR No. IV/1978 dan beberapa aturan

perundang-undangan menetapkan bahwa kepercayaan adalah budaya,

bukan agama, dan agama hanya enam agama yang di akui: Islam, Kristen,

Katolik, Hindu, Budha dan Khonghucu. Kelompok Penganut agama leluhur

sendiri sudah dipersoalkan dan di diskriminasi sejak awal kemerdekaan

Republik Indonesia, tepatnya setelah Dapertement Agama dibentuk pada

awal tahun 1946. Tetapi sebelum 1978, agama belum dimasukkan sebagai

salah satu kolom di KTP. Penetapan kolom agama di KTP sejak 1978

menjustifikasi diskriminasi negara terhadap kelompok penganut agama

leluhur. Semua warga negara, termasuk penganut agama leluhur,

mewajiban mencantumkan salah satu agama dunia yang diakui negara.

4 Redaksi Sinar Grafika, UU Administrasi Kependudukan, (Jakarta: Sinar Grafika,

2007), h. 30

Page 14: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

4

Namun, sejak reformasi dimana wacana HAM khususnya kebebasan

beragama menguat, suara dan aspirasi kelompok warganegara yang

agamanya tidak diakui, seperti agama leluhur juga menjadi bagian wacana

publik dan kebijakan.5

Pada zaman perjuangan kemerdekaan hingga periode awal orde

lama, masyarakat penganut kepercayaan berkembang dengan baik dan turut

berkontribusi dalam proses perjuangan dan mempertahankan kemerdekaan,

serta mengisi kemerdekaan. Namun ketika DI/TII berkembang tahun 1950-

an, banyak dari masyarakat penghayat kepercayaan yang menjadi korban

karena dituduh tidak beragama atau kafir.

Menginjak di zaman orde baru pada awalnya banyak dari

masyarakat penghayat yang jadi korban karena tuduhan PKI. Kemudian

mulai tahun 1973 memperoleh perbaikan pelayanan dari negara di mana

eksistensi kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa diakui negara dan

disejajarkan dengan agama walau tidak diakui sebagai agama sehingga

terakomodasi dalam GBHN dan dalam setiap peraturan perundang-

undangan selalu tercantum kepercayaan di belakang frasa agama. Pada

masa itu, boleh dicantumkan frasa kepercayaan pada kolom agama di KTP

dan masyarakat penghayat boleh melangsungkan perkawinan tanpa harus

melalui salah satu dari lima agama ketika itu. Dapat menjadi PNS dan

disediakan juga ucapan sumpah jabatan bagi penghayat.

Namun kemerdekaan ini tidak berlangsung lama karena mulai tahun

1978, hak-hak tersebut mulai dipreteli atau diamputasi. Mulai dari identitas

di KTP, pencabutan hak-hak perkawinan secara kepercayaan, dan lain-lain

sehingga para penghayat kepercayaan harus mencatumkan salah satu agama

dari lima agama yang tidak diyakini kalau tidak ingin didiskriminasi atau

dikucilkan.

5 Samsul Maarif, Kebebasan, Toleransi dan Terorisme Riset dan Kebijakan Agama

di Indonesia, (Jakarta Selatan: Pusat Studi Agama dan Demokrasi Yayasan Paramadina,

2017), h. 14

Page 15: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

5

Pada era reformasi sekarang ini, perlakuan diskriminasi dan ketidak

adilan yang dialami para penghayat kepercayaan belum mengalami

perubahan yang signifikan. Walaupun sudah mulai ada perbaikan, namun

ada beberapa hal kemunduran di mana dalam peraturan perundang-

undangan pada era reformasi ini banyak ditemui pasal-pasal yang

menghilangkan frasa kepercayaan di belakang frasa agama sehingga

berdampak hilangnya hak-hak para penghayat atau adanya kekosongan

hukum bagi penghayat sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 20

Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Kemudian, Undang-

Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan Undang-Undang Nomor

23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, ini juga frasa kepercayaan

hilang. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi

Kependudukan yang kemudian diubah menjadi Undang-Undang Nomor 24

Tahun 2014 mengakui eksistensi penghayat kepercayaan dan diperbolehkan

melangsungkan perkawinan tanpa melalui perkawinan salah satu dari 6

agama. Namun, para penghayat tidak boleh mencantumkan keyakinannya

karena identitas dalam kolom agama harus dikosongkan yang dalam

praktiknya tertera tanda setrip kecil.

Perlunya jaminan negara atas kebebasan warga masyarakat untuk

memeluk agama dan menjalankan ibadat menurut agama yang diyakininya

tersebut. Pengakuan tersebut secara tegas dieksplisitkan dalam konstitusi

dan peraturan perundang-undangan, seperti yang tertuang dalam pasal 29

ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

yang berbunyi, “Negara menjamin kebebasan setiap penduduk untuk

memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agama dan

kepercayaanya itu”.

Jaminan tersebut secara sosiologis tergambarkan secara baik dalam

penjelasan pasal 1 Undang-Undang Nomor 1/PNPS//1965 Tentang

Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama yang dinyatakan

sebagai Undang-Undang karena adanya Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1969 Tentang Pernyataan Berbagai Penetapan Presiden dan Peraturan

Page 16: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

6

Presiden Sebagai Undang-Undang. Pasal tersebut digambarkan bahwa ada

6 (enam) agama yang hidup dan berkembang di Indonesia, yaitu Islam,

Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Khonghucu. Namun ditegaskan, bahwa

hal tersebut tidak berarti agama-agama dan kepercayaan lain dilarang di

Indonesia. Agama dan kepercayaan selain dari 6 (enam) di atas juga boleh

hidup di Indonesia dan mendapatkan jaminan sebagaimana diatur dalam

pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.

Konvenan Internasional mengenai hak-hak Sipil dan Politik

(diadopsi PBB Tahun 1966) yang telah diratifikasi oleh Indonesia Menjadi

UU No. 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan Konvenan Internasional

Tentang Hak-hak Sipil dan Politik, Pasal 18 Ayat (3) berbunyi sebagai

berikut :

“Kebebabasan untuk menjalankan agama atau kepercayaannya

seseorang hanya dapat dibatasi oleh ketentuan hukum, yang diperlukan

untuk melindungi keamanan, ketertiban, kesehatan atau moral masyarakat

atau hak kebebasan mendasar orang lain”

Negara memberikan kebebasan pada masyarakat untuk menganut

agama dan kepercayaan masing-masing, namun pada mulanya tidak semua

agama dan Aliran Kepercayaan di akui secara resmi dan boleh dicantumkan

dikolom Kartu Tanda Penduduk (KTP). Aturan mengenai kolom agama di

Kartu Tanda Penduduk (KTP) mulai berlakunya sejak adanya Undang-

Undang Dasar No. 24 Tahun 2013 tentang perubahan atas Undang-Undang

No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Adminduk).

Putusan MK tentang pencantuman Aliran Kepercayaan di Kartu

Tanda Penduduk (KTP) ternyata memuat beragam opini baik yang pro

maupun kontra dari berbagai kalangan, mulai dari tokoh agama, pemerintah,

pengamat, hingga lembaga terkait. Pemerintah sampai kini belum

memutuskan teknis penulisan untuk aliran kepercayaan di kolom kartu

tanda penduduk. Menurut Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo,

pemerintah masih ingin mendengar pendapat berbagai pihak terkait

putusan Mahkamah Konstitusi soal Aliran Kepercayaan bisa dimasukkan

Page 17: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

7

dalam kolom agama di KTP. Oleh karena itu perlu adanya sebuah

penelitian dan analisa tentang hal tersebut.

Majlis Ulama Indonesia (MUI) sebagai Lembaga yang mewadahi

para Ulama, zu’ama, dan Cendikiawan Islam di Indonesia turut berkomentar

atas putusan MK tentang pencantuman Aliran Kepecayaan dalam Kolom

KTP, terbukti dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) III MUI yang

berlangsung dari 28-30 November 2017 di Bogor Jawa Barat, menghasilkan

beberapa keputusan/rekomendasi. Salah satunya tentang masalah terkait

dengan putusan MK Nomor Perkara 97/PUU-XIV/2016 tentang

pencantuman Aliran Kepercayaan dalam kartu tanda penduduk (KTP) yang

sudah bersifat final dan mengikat.

Islam adalah agama yang mementingkan kemaslahatan dan

kebahagiaan manusia, baik didunia maupun diakhirat. Ajarannya tetap

aktual bagi manusia disegala zaman dan tempat. Islam tidak hanya

merupakan rahmat bagi manusia, tetapi juga bagi alam semesta. Islam

memperlakukan manusia secara adil tanpa membeda-bedakan kebangsaan,

warna kulit, dan agamanya. Berdasarkan prinsip-prinsip ini, maka Islam

membuat berbagai ketentuan yang mengatur hubungan antara manusia, baik

sesama Muslim sendiri maupun non-muslim.6

Dalam Islam perbedaan penduduk bisa dilihat dari agama yang

dianutnya maupun wilayah tempat ia berdomisili. Akibat dari suatu

pembedaan ini, berbeda pula hak maupun kewajiban yang akan diterima.

Fiqih Siyasah salah satu bidang ke Islaman yang mana berkaitan dengan

mengatur dan mengurus manusia dalam hidup bermasyarakat dan bernegara

dengan membimbing mereka dengan kemaslahatan dan menjauhkan

mereka dari kemudharatan. Corak Siyasah ada beberapa macam diantaranya

Siyasah wadh’iyat dan Siyasah Syar’iyah. Siyasah Wadh’iyat yaitu Siyasah

yang berdasarkan kepada pengalaman sejarah dan adat masyarakat serta

hasil oleh pemikiran manusia dalam mengatur hidup bermasyarakat dan

6 Muhammad Iqbal, Fiqih Siyasah, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2014), h. 269

Page 18: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

8

bernegara dan selama ia tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran

dan ruh Islam. Siyasah Syar’iyah yaitu Siyasah yang dihasilkan oleh

pemikiran manusia yang berlandaskan etika agama dan moral dengan

memperhatikan prinsip-prinsip umum syariat dalam mengatur manusia

hidup bermasyarakat dan bernegara7.

Abdur Rahman Taj menyatakan: “Siyasah Syar’iyah adalah hukum-

hukum yang mengatur kepentingan negara dan mengorganisir urusan umat

yang sejalan dengan jiwa syariat dan sesuai dengan dasar-dasarnya yang

Universal (kulli) untuk merealisasikan tujuan-tujuannya yang bersifat

kemasyarakatan, sekalipun hal itu tidak ditunjukkan oleh nash-nash tafshili

yang juz’i dalam Al-Qur’an dan Sunnah.”8 Sedangkan Ibnu Abidin

membuat definisi yang lebih luas, Siyasah Syar’iyah Menurutnya adalah

“kemaslahatan untuk manusia dengan membimbing mereka kejalan yang

menyelamatkan didunia dan akhirat, dan siyasah itu dari para nabi secara

khusus dan umum baik zahir maupun batin, dan dari para pemegang

kekuasaan, para Sultan dan raja secara zahir serta para ulama ahli waris para

nabi secara khusus pada batinnya”.9

Definisi-definisi tersebut menegaskan bahwa wewenang membuat

segala bentuk hukum, peraturan dan kebijaksanaan yang berkaitan dengan

pengaturan kepentingan negara dan urusan umat guna mewujudkan

kemaslahatan umum terletak pada pemegang kekuasaan (pemerintah, ulil

amri atau wulatul amr)10. Oleh karena itu setiap kebjakan hukum yang

dibuat bersifat mengikat dan harus dilaksanakan, menghormati hukum dan

tradisi agama lain merupakan salah satu etika dasar Islam.11 Dalam Islam

7 J. Suyuti Pulungan, Fiqh Siyasah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995), h.

24-25 8 Abdur Rahman Taj, Al-Siyasat al-Syar’iat wa al-Fiqh al-Islami, (Dar al-Talif:

Mishr 1953), h. 10-11 dalam J. Suyuti Pulungan, Fiqh Siyasah, h. 24-25 9 Bahantsi Ahmad Fathi, Al-Siyasat al-Jinayat fi al-Syari’at, (Maktabat Dar al-

Urubat: Mishr, 1965), h. 61 dalam J. Suyuti Pulungan, h. 24-25 10 J. Suyuti Pulungan, Fiqih Siyasah, h, 26 11 Muhammad Hasan Qadrdan Qaramaliki, Al-qur’an dan Pluralisme Agama,

(Jakarta: Sadra, 2011), h. 92

Page 19: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

9

juga tidak ada hak-hak kewarganegaraan yang terbatas bagi orang-orang

yang dilahirkan di suatu negara tertentu. Seorang Muslim ipso facto

merupakan suatu negara Islam segera setelah ia menginjakkan kakinya di

wilayah itu dengan maksud untuk hidup di sana dan dengan demikian ia

menikmati hak-hak yang sama sebagaimana orang-orang yang memperoleh

kewarganegaraan secara kelahiran.

Islam pun meletakkan hak-hak tertentu pada non-Muslim yang

kebetulan hidup di dalam lingkungan perbatasan suatu negara Islam dan

hak-hak ini dipandang sebagai bagian dari konstitusi negara. Dalam

terminology Islam, orang-orang non-Muslim tersebut disebut dhimmis

(yang dilindungi dengan perjanjian), yang secara tersirat menyatakan bahwa

negara Islam telah membuat suatu perjanjian dengan mereka dan menjamin

perlindungan mereka. Hidup, harta benda dan kehormatan seorang dhimmis

harus dihormati dan dilindung secara pasti dengan cara yang sama seperti

milik seorang warga negara Muslim. Juga tidak ada perbedaan antara

seorang warga negara Muslim dan non-Muslim dalam hubungannya dengan

hukum perdata dan hukum pidana.12

Hak kewarganegaraan dalam Dunia Islam, sebagaimana Islam

mengatur dan melindungi hak warga negara non-Islam dengan dasar-dasar

kesatuan Umat Manusia, Al-Adalah (keadilan), Al-Musawah (persamaan),

Karomah insaniyah (kehormatan manusia) dan lain sebagainya13, dan

prinsip-prinsip Islam seperti : Prinsip kehidupan manusia di bumi, prinsip

kekuasaan sebagai amanah, perinsip penegakan keadilan, prinsip

musyawarah, prinsip kepatuhan kepada pemimpin, prinsip persaudaraan

dan persatuan, prinsip perdamain, prinsip amar ma’ruf nahy munkar,

prinsip profesionalisme dan akuntabilitas public dalam pengisian jabatan

pemerintahan, dan prinsip penegakan HAM.14

12 Maulana Abdul A’la Mawardudi, Hak-hak Asasi Manusia Dalam Islam,

(Jakarta: Bumi aksara, 1995), h.6 13 H.A. Djazuli, Fiqih Siyasah Implementasi Kemaslahatan Umat Dalam Rambu-

Rambu Syariah, (Jakarta: Kencana, 2013), h.122-126 14 Muhammad Iqbal, Fiqih Siyasah, h. 237-240

Page 20: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

10

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang dipaparkan di atas,

perlu adanya sebuah penelitian tentang hak kewarganegaraan di Indonesia

terutama terkait putusan MK yang membolehkan Aliran Kepercayaan

dicantumkan dalam kolom KTP, banyaknya perdebatan dikalangan

masyarakat dan kalangan pemerintah dalam putusan MK tersebut, maka

perlu adanya sebuah analisis. Dalam penelitian ini juga dikaitkan dengan

perspektif Fiqih Siyasah. maka penelitian ini berjudul

““PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM

KTP PERSPEKTIF FIQIH SIYASAH ”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, beberapa

masalah dapat diidentifikasikan sebagai berikut

Masyarakat Indonesia dikenal sebagai masyarakat Plural, yang

terdiri dari berbagai macam suku, budaya, bahasa dan agama. Bahkan bukan

hanya agama-agama resmi (Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan

Khonghucu) yang ada di Indonesia melainkan ada pula Aliran Kepercayaan

yang merupakan sebuah kepercayaan dari nenek moyang, yang tinggal dan

sudah ada sebelum agama-agama resmi datang ke Indonesia .

Sebagian Aliran Kepercayaan yang ada di Indonesia merasakan

perlakuan yang tidak adil atau Diskriminasi ditengah-tengah masyarakat

terutama ketika mendapatkan Pelayanan Publik, dikarenakan kosongnya

Kolom agama dalam KTP, sehingga perwakilan dari beberapa Aliran

Kepercayaan mengajukan Permohonan ke MK.

Permohonan yang di ajukan oleh beberapa permohon mempunyai

titik terang karena MK Mengabulkan Permohonan tersebut, yang intinya

bahwa Aliran Kepercayaan dituliskan dalam Kolom KTP, namun Putusan

MK tersebut mengundang banyak opini baik yang pro maupun yang kontra

dikalangan masyrakat, Terutama MUI sebagai Lembaga yang mewadahi

Page 21: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

11

para Ulama, zu’ama, dan Cendikiawan Islam di Indonesia turut berkomentar

atas putusan MK.

Putusan MK yang membolehkan Aliran Kepercayaan di cantumkan

dalam Kolom KTP bagaimana dilihat dari Perspektif Fiqih Siyasah dan

bagaimana respon para warga negara Indonesia dan bagaimana

Implikasinya.

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Sehubungan dengan banyaknya permasalahan dalam kebijakan

pemerintah Indonesia terkait tentang Aliran Kepercayaan, maka penulis

perlu membatasi pembahasan tersebut. Dalam pembahasan yang ingin

penulis jelaskan tentang pencantuman Aliran Kepercayaan dalam kolom

Kartu Tanda Penduduk (KTP) di Indonesia, baik perspektif peraturan yang

ada di Indonesia maupun dalam Perspektif Fiqih Siyasah .

Adapun Rumusan Masalah yang akan dibahas dalam proposal

Skripsi ini adalah :

1. Bagaimana kebijakan Pemerintah Indonesia terhadap aliran-aliran

kepercayaan ?

2. Bagaimana Implikasi Putusan MK tentang pencantuman Aliran

Kepercayaan dalam Kolom KTP ?

3. Bagaimana Putusan MK tentang pencantuman Aliran Kepercayaan

dilihat dari Perspektif Fiqih Siyasah ?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Dalam penulisan penelitian ini, ada beberapa tujuan yang hendak

dicapai oleh penulis, dan tujuan yang di maksud adalah :

a. Mengetahui dan mengkaji kebijakan Pemerintah Indonesia terhadap

aliran-aliran kepercayaan.

Page 22: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

12

b. Mengetahui dan mengkaji Implikasi Putusan MK tentang

pencantuman Aliran Kepercayaan dalam Kolom KTP.

c. Menganalisis Putusan MK tentang pencantuman Aliran

Kepercayaan dilihat dari Perspektif Fiqih Siyasah.

2. Manfaat Penelitan

Adapun manfaat dalam melaksanakan penelitian ini adalah:

a. Peneliti/penulis

1) Mengembangkan kemampuan penalaran hukum dalam

menganalisis permasalahan yang terjadi di tengah-tengah

masyarakat, terutama masalah Aliran Kepercayaan.

2) Merupakan sebuah pelatihan dalam mengkaji sebuah

permasalahan yang sangat penting tentang pencantuman Aliran

Kepercayaan dalam kolom Kartu Tanda Pennduduk (KTP)

dalam Perspektif Fiqih Siyasah dan Implikasinya.

b. Perguruan Tinggi

1) Hasil penelitian ini bisa menjadi sebuah landasan dalam

melaksanakan penelitian selanjutnya.

2) Hasil penelitian diharapakan dapat memberikan kontribusi

Ilmiah.

c. Pemerintah/Negara

Sebagai penyumbang Informasi dalam menentukan

kebijakan terkait masalah pencantuman Aliran Kepercayaan di

Indonesia dalam Kolom Kartu Tanda Penduduk (KTP).

E. Metode Penelitian

Dalam menyelesaikan karya Ilmiah ini maka penulis akan

menjelaskan metode penelitian sebagai berikut:

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pedoman utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

pendekatan Kualitatif. Penelitian Kualitatif adalah penelitian yang

Page 23: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

13

datanya dikumpulkan dinyatakan dalam bentuk nilai relatif pada

umumnya dilakukan pada penelitian sosial, hasilnya bersifat obyektif,

berlaku sesaat dan setempat15.

Perwakilan dari beberapa penganut Aliran Kepercayaan yang ada di

Indonesia mengajukan permohonan ke MK, karena mereka merasakan

perlakuan diskriminasi ditengah-tengah masyarakat dan pelayanan

publik, Undang-Undang terkait Administrasi kependudukan yang

mewajibkan mengisi kolom agama di KTP dan KK, menurut para

penganut Aliran Kepercayaan Undang-Undang bertentangan dengan

UU. Pada akhirnya MK mengabulkan permohonan tersebut dan putusan

tersebut dianalisa dengan berbagai macam sudut padang salah satunya

dengan perspektif Fiqih Siyasah. Pendekatan ini didasarkan pada

pertimbangan bahwa kajian ini lebih sinkron dengan pendekatan

tersebut sebab: (1) menyelesaikan metode kualitatif lebih mudah untuk

dihadapkan pada permasalahan ini, dan (2) metode kualitatif lebih peka

dan lebih dapat menyelesaikan diri dengan panajaman-penajaman yang

diperlukan oleh peneliti.

2. Sumber dan Metode Pengumpulan Data

Dalam Penelitian ini ada dua sumber data yaitu Data Primer dan

Data Sekunder, Data Primer yaitu data yang lansungsung dikumpulkan

sendiri oleh peneliti, penelitian ini dalam mengumpulkan data

membutuhkan waktu tenaga dan biaya yang tinggi, dan tingkat

keakuratan datanya dapat dipercaya. Data Sekunder adalah data yang

diambil atau informasi yang dikumpulkan oleh pihak lain.baik dilihat

dari sudut pandang Normatif, Historis ataupun yang lainnya.

a. Data Primer, yaitu data yang langsung berkaitan dengan obyek

penelitian, tidak soal mendukung atau melemahkannya. Data-data

tersebut dapat dikumpulkan dengan angket, kuesioner, wawancara,

observasi, dokumentasi, dan sebagainya. Diantaranya penulis

15 Sukandarrumidi, Metodologi Penelitian. (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,

2012), h. 113

Page 24: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

14

langsung datang ke salah satu Aliran Kepercayaan yang ada di

Indonesia Khususnya daerah Banten Lebak Suku Baduy yang

menganut Kepercayaan Sunda Wiwitan dengan cara memawancarai

warga dan pejabat setempat terkait perlakuan diskriminasi yang

terjadi di tengah-tengah masyarakat dan dipersulitnya dalam

mendapatkan Pelayanan Publik, mengetahui respon MUI Pusat dan

MUI Tangerang Selatan Terkait Putusan MK yang membolehkan

Aliran Kepercayaan dicantumkan dalam Kolom KTP dengan cara

wawancara, Mewawancarai Dosen Fakultas Syariah dan Hukum

pakar Fiqih Siyah yaitu Dr. H. Mujar Ibnu Syarif, M.Ag dan para

pakar lainnya, dan mencari data tentang Putusan MK terkait

pencantuman Aliran Kepercayaan dalam Kolom KTP di Indonesia

di web Mahkamah Konstitus

b. Data Sekunder, yaitu data yang mendukung proyek penelitian,

yang mendukung data primer, yang melengkapi data primer, atau

ada pula yang menyebutkan sama dengan data derivatif.16 Data

tersebut dapat dari Jurnal, Skripsi yang masih terkait dengan

pembahasan yang penulis teliti.

Dalam menyusun dan mengumpulkan data-data dalam penelitian ini

dengan cara memanfaatkan pasilitas perputakaan yang ada di

lingkunagn UIN Syarif Hidayatullah maupun Perpustakaan yang

lainnya, dengan mendapatkan data yang terkait dengan penelitian.

3. Analisis Data

Data-data yang diperoleh dari hasil penelitian kemudian

diklasifikasi. Setelah itu penulis menganalisis dengan menggunakan

metode kualitatif. yaitu menggunakan penafsiran hukum dan sejarah

sehingga menjadikan argumentasi yang rasional. Kemudian data

tersebut penulis paparkan dalam bentuk narasi sehingga menjadi

kalimat yang jelas dan dapat dipahami.

16 Andi Prastowo, Memahami Metode-Metode Penelitian, (Jogjakarta: AR-RUZZ

MEDIA, 2016), h. 31-32

Page 25: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

15

4. Teknik Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini penulis merujuk pada buku

Pedoman Penulisan Skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

F. Studi Terdahulu

Penulis Rafika Dwi Mala dari Fakultas Adab dan Humaniora yang

berjudul “Analisis Wacana Berita Pengosongan Kolom Agama KTP Bagi

Penganut Aliran Kepercayaan pada Kompas. Com”, dalam skripsinya

memfokuskan kepada pembahasan wacana teks berita pengosongan kolom

Agama Kartu Tanda Penduduk (KTP) bagi penganut Aliran Kepercayaan

pada Kompas.com, kognisi Sosial Kompas.com, dan konteks sosialnya. Jika

dibaca dan dianalisa Skripsi Rafika Dwi Mala lebih membahas pemberitaan

untuk dunia Sosial.

Jelas berbeda dengan penelitian yang penulis buat, dalam penelitian

ini penulis memfokuskan kepada kebijakan Pemerintah Tentang

Pencantuman Aliran Kepercayaan dalam Kolom Kartu Tanda Penduduk

(KTP), dampak dan pengaruhnya terhadap dunia sosial, dan dikaitkan

dengan Perspektif Fiqih Siyasah.

Agama Sebagai Indeks Kewarganegaraan (Studi atas Penghayat

Kerokhanian Sapta Darma di Sanggar Candi Sapta Rengga), sebuah Tesis

yang di Tulis oleh Hanung Sito Rohmawati dari UIN Sunan Kalijaga,

Program Studi Agama dan Filsafat, Konsentrasi Studi Agama dan Resulusi

Konflik, dalam Tesis ini menjelaskan tentang kebijakan-kebijakan negara

yang terkait tentang Hak-hak sipil terutama pada penghayat kerokhanian.

Pengakuan oleh Negara Indonesia atas tercantumnya Aliran Kepercayaan

dalam Kolom KTP ataupun dan KK merupakan hal yang sangat penting

untuk membantu menjalankan kehidupan sosial terutama dalam masalah

dakwah, perkawinan, kematian dan lain sebagainya, namun berbeda dengan

halnya penghayat kepercayaan Kerokhanian Sapta Darma walaupun dalam

Page 26: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

16

kolom Agama di KTP dituliskan Kosong tidak menjadi sebuah persoalan

ataupun kendala masalah administrasi dan Hak Sipil.

Berbeda dengan penelitian yang penulis buat, jika dalam tesis yang

di tulis oleh Hanung Sito Rohmawati memfokuskan kepada Hak-hak sepil

penghayat kepercayaan Kerokhanian Sapta Darma, maka dalam penelitian

ini membahas tentang Seluruh Hak-hak kewarganegaraan Aliran

Kepercayaan yang ada di Indonesia, Terutama dalam Pencantuman Aliran

Kepercayaan dalam Kolom KTP atas dasar Putusan MK dan dikaitkan

dengan Hak-hak Kewarganegaraan Perspektif Fiqih Siyasah.

Praktik-praktik Diskriminasi Terhadap Penghayat Kepercayaan

Tuhan yang Maha Esa (Studi Kasus Sunat Pada Kepercayaan Madrais),

sebuah Skripsi yang di Tulis oleh Umi Aqiqoh dari UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, Jurusan Perbandingan Agama, Fakultas Ushuluddin, dalam Skripsi

ini menjelaskan tentang Diskriminasi yang dialami oleh para penganut

Aliran Kepercayaan dalam dunia sosial, terutama pada aliran Kepercayaan

Madrais yang terletak di Cigugur, Kuningan, Jawa Barat masalah praktik

sunat. Pada dasarnya pemerintah Menjamin hak setiap warga negara dan

tidak ada Diskriminasi, namun pada praktiknya terjadinya Terjadi

Diskriminasi yang di alami Kepercayaan Madrais dalam masalah Sunat.

Berbeda dengan penelitian yang penulis buat, jika dalam Skripsi

yang di tulis oleh Umi Aqiqoh memfokuskan pada Dikriminasi Sunat dalam

kepercayaan Madrais atas dasar HAM, maka dalam penelitian ini

membahas tentang HAM dalam Pencantuman Aliran Kepercayaan di dalam

Kolom KTP agar tidak terjadinya Diskriminasi.

Page 27: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

17

G. Sistematika Penulisan

Dalam memudahkan penyusunan skripsi ini dan untuk

memberikan gambaran secara rinci mengenai pokok pembahasan, penulis

menyusun skripsi ini dalam beberapa bab dengan sistematika sebagai

berikut.

BAB I merupakan pendahuluan, yang meliputi latar belakang

masalah, identifikasi masalah, pembatasan dan rumusan masalah, tujuan

dan manfaat penelitian, metode dan teknik penelitian, Studi terdahulu, dan

sistematika penulisan.

BAB II menjelaskan tentang perkembangan, hak dan kewajiban dan

kebijakan politik terhadap Aliran Kepercayaan di Indonesia.

BAB III menjelaskan tentang duduk masalah, alasan permohon,

argumentasi Putusan MK terkait pencantuman Aliran Kepercayaan dalam

Kolom KTP.

BAB IV adalah pembahasan inti, yaitu menganalisa Hak

Kewarganegaraan Aliran Kepercayaan di Indonesia Perspektif Undang-

Undang dan Perspektif Fiqih Siyasah.

BAB V merupakan penutup yang berisi tentang kesimpulan yang

menjawab rumusan masalah dan saran yang berguna untuk perbaikan di

masa kini dan masa yang akan datang.

Page 28: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

18

BAB II

ALIRAN KEPERCAYAAN DI INDONESIA

A. Sejarah dan Perkembangan Aliran Kepercayaan di Indonesia

Aliran kepercayaan di Indonesia dalam kamus bahasa Indonesia

berarti sebuah paham yang mengakui adanya Tuhan Yang Maha Esa, tetapi

tidak termasuk atau tidak berdasarkan ajaran salah satu dari enam agama

yang ada resmi di Indonesia (Islam, Kristen, Katolik, Protestan, Hindu dan

Buddha), Aliran Kepercayaan yang ada di Indonesia merupakan

peninggalan kepercayaan yang turun menurun dari generasi kegenerasi

yang berasal dari nenek moyang, bahkan dalam sejarah mencatat bahwa

Aliran Kepercayaan di Indonesia ada sebelum agama Hindu Budha masuk

ke Nusantara, para leluhur yang ada di Indonesia ketika itu sudah

mempunyai sebuah Sistem Kepercayaan dan Keyakinan yang cukup baik.1

Kepercayaan sudah melekat dianut masyarakat Nusantara.

Meskipun secara definisi berbeda-beda namun yang dimaksud adalah sama.

Kepercayaan adalah sistem keyakinan individu atau kelompok dengan

sesuatu (dzat) yang melebihi dirinya (lazimnya disebut Tuhan Yang Maha

Esa). Sementara penganut kepercayaan merujuk pada subjek yang meyakini

itu. Namun, seiring penataan pemerintahan melalui peraturan perundang-

undangan, kepercayaan kerap didefiniskan dengan suatu sistem keyakinan

diluar agama-agama yang diakui di Indonesia.

Aliran Kepercayaan di Indonesia cukup banyak dan terus

berkembang bahkan Justus M. van der Kroef seorang Professor of Sociologi

di University of Bridgeport (Conneccticut) menyatakan bahwa salah satu

fenomena paling signifikan di Indonesia setelah kemerdekaan adalah

menjamurnya sekte keagamaan di Jawa Barat pada tahun 1952, ada 29 sekte

baru yang dilaporkan termasuk Agama Djawa Sunda (ADS). Pada tahun

1956, Biro Agama di Yogyakarta mendaftar 63 sekte keagamaan yang

terdaftar di seluruh Jawa yang pada tahun 1959 telah meningkat menjadi

1 Rachmat Subagya, Agama Asli Indonesia, h. 237.

Page 29: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

19

hampir 100. Namun, seperti yang ditulis oleh van der Kroef, sulit untuk

memiliki figur yang lebih tepat karena sekte-sekte ini biasanya tidak stabil,

dinamis, dan beberapa masih mengikuti agama 'ibu' mereka, seperti Islam

atau Kristen. 2

Untuk Kartodirdjo, munculnya sekte-sekte keagamaan dari awal

abad kesembilan belas yang telah meningkat pesat setelah kemerdekaan,

terutama pada tahun 1950-an, dapat dipahami 'dalam kerangka perubahan

sosial, disorganisasi dan demoralisasi seiring dengan pendalaman

westernisation'. Gerakan sektarian berlimpah dalam situasi sosio-ekonomi

yang ditimbulkan oleh ketidakamanan ekonomi, gejolak sosial dan

kerusuhan politik, dan memang ekspresi religius ketidak puasan dan

pemberontakan terhadap norma-norma sosial yang ada yang dipandang

sebagai korup dan tidak adil.

Bila kita bandingkan dengan kondisi di Indonesia, maka para

penganut agama lokal, hanya sekitar 1% saja dari total penduduk Indonesia.

Kebanyakan dari mereka tinggal di Papua, Sumba, Pedalaman Sumatra,

pedalaman Kalimantan, Pedalaman Sulawesi, dan beberapa daerah pulau

Jawa.3 Bahkan Aliran kebatinan di jawa telah ada sejak zaman dahulu kala,

dilihat dari sejak zaman Panembahan Senapati yang disebut-sebut sebagai

seseorang yang melahirkan ajaran kejawen di tanah Jawa. Aliran Kebatinan

ini bermula dari upaya mendekatkan diri kepada Tuhan yang Maha Esa.

Dalam kamus Al-Munjid Fi Al-Lughati wa Al-A’lam, dikatakan bahwa

Tuhan adalah sesuatu yang disembah. Dengan kata lain, setiap yang

disembah dan dijadikan sesembahan, maka dia adalah Tuhan.4

Jika kita amati prilaku beragama pada masyarakat Indonesia, maka

sebenarnya secara kuantitas pastilah para penganut agama lokal akan jauh

2 Zezen Zaenal Mutaqin, “Penghayat, Orthodoxy and the Legal Politik of the State”

Routledge, (07 Januari 2014), h.13 3 Kiki Muhammad Hakiki, “Aliran Kebatinan di Indonesia”, h. 65-66 4 Andriawan Bagus Hantoro dan Abraham Nurcahyo. “Studi Perkembangan Aliran

Kebatinan Kerohanian Sapta Darma di Kabupaten Magetan tahun 1956-2011”, Agastya,

Vl, 04, No, 2 (Juli, 2014), h. 57

Page 30: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

20

lebih banyak melampaui. Faktanya, keyakinan dan praktek agama lokal ini

masih dianut dan diyakini serta dijalankan oleh mereka yang walaupun

secara statistik telah tercatat sebagai penganut agama resmi dunia. Para

pelaku agama resmi terkadang juga secara bersamaan meyakini

kepercayaan lokal tanpa ia sadari atau melakukan sinkretisme agama-

agama. Hal ini terjadi tidak hanya bagi para penganut agama Islam saja,

akan tetapi juga para penganut agama di luar Islam yang ada di Indonesia.

Untuk menemukan prilaku umat beragama yang melakukan

singkretisme agama tidak-lah sulit. Lihat saja di antara sekeliling kita masih

banyak yang mengunjungi tempat-tempat yang dipercaya sebagai tempat

keramat yang bernilai sakral. Masih banyak juga di antara masyarakat kita

yang masih meminta pertolongan kepada para dukun-dukun. Bahkan kalau

kita tanya ternyata dukun itu pun juga penganut salah satu agama resmi

dunia. Bahkan kalau kita lihat di media-media (elektronik maupun cetak)

banyak sekali di tawar-tawarkan beraneka ragam jimat yang katanya

mempunyai kesaktian. Bahkan juga kalau kita perhatikan di masyarakat,

masih banyak ritual-ritual yang berkaitan dengan siklus hidup, ataupun

ritual lainnya yang berkaitan dengan penanggulangan kesulitan hidup.

Terkadang pengaruh atau hadirnya elemen-elemen agama asli dalam ritual-

ritual tersebut masih sangat kental. Tentu banyak di antaranya telah

terbungkus sedemikian rupa oleh lapisan luar agama dunia dan para

penganutnya tidak lagi menyadari adanya percampuran dua atau lebih

agama.

Globalisasi dan modernisasi sebenarnya adalah sebuah era di mana

dunia ini seakan tak bersekat, batas-batas teritorial seakan tak berarti. Dalam

era globalisasi interaksi antar budaya, peradaban dan negara semakin mudah

dilakukan. Adanya proses saling mempengaruhi satu sama lain tak bisa

dinafikan, baik bersifat positif maupun negatif. Dan pada akhirnya

globalisasi menjadi alat untuk saling mempengaruhi antara budaya,

peradaban, idiologi, bahkan masuk pada agama. Pada akhirnya agama,

Page 31: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

21

budaya, idiologi, dan peradaban telah terkontaminasi dari pengaruh unsur-

unsur lain.

Di era globalisasi ini, proses saling mempengaruhi satu sama lain

tak bisa ditawar-tawar. Peranan media sebagai alat “penular” telah

menembus sekat-sekat itu. Dan konsekuensinya sebuah idiologi atau

budaya bisa memasuki idiologi dan budaya lainnya. Dengan kondisi ini,

maka kegoncangan bisa terjadi jika penularan virus globalisasi itu tidak

sesuai dengan karakteristik kultur dan sosialnya. Para aliran kepercayaan

mulai menelusuri nilai-nilai asli dahulu yang kini sudah terdesak dengan

arus modernisasi dan globalisasi.5

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah memberikan data

jumlah organisasi penganut kepercayaan. Dari data yang diberikan, tercatat

ada 187 organisasi penghayat kepercayaan di Indonesia.6 Diantaranya :

N0 PROVINSI JALIRAN KEPERCAYAAN

1 Sumatera Utara 12 Kelompok

2 Riau 1 Kelompok

3 Lampung 5 Kelompok

4 Banten 1 Kelompok

5 DKI Jakarta 14 Kelompok

6 Jawa Barat 7 Kelompok

7 Jawa Tengah 53 Kelompok

8 Jogjakarta 25 Kelompok

9 Jawa Timur 50 Kelompok

10 Bali 8 Kelompok

11 Nusa Tenggara Barat 2 Kelompok

12 Nusa Tenggara Timur 5 Kelompok

5 Kiki Muhammad Hakiki, “Aliran Kebatinan di Indonesia”, h. 69 6 Format pengisian Kolom Kepercayaan di Kolom KTP Terus di Kaji: kemendagri.

go. id/news/2017/11/10/ format-pengisian-aliran-kepercayaan-di-kolom-ktp-terus-dikaji

(diakses Jumat, 10 November 2017) Jam. 21:20:03 WIB

Page 32: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

22

13 Sulawesi Utara 4 Kelompok

Aliran Kepercayaan di Indonesia sangatlah banyak, data yang diatas

merupakan daftar kepercayaan yang tercatat dalam Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan, salah satunya ialah Kepercayaan Sunda

wiwitan, yang merupakan Aliran Kepercayaan orang-orang sunda

terdahulu, yang beranggapan bahwa aliran tersebut merupakan agama asli

masyarakat Sunda. Kepercayaan Sunda wiwitan ini juga di anut oleh suku

adat Baduy yang terdapat di desa kanekes, Kecamatan Leuwidamar,

Kabupaten Lebak, Banten. Suku adat ini juga termasuk suku adat yang

terasing dan bahkan bisa dikatakan mengasingkan diri dari dunia luar dan

sekitarnya (Banten).

Suku Baduy ini bermukim di pulau Jawa, merupakan pusat

pembangunan di Indonesia saat ini. Namun di dalamnya, masih terdapat

suku adat yang masih memegang nilai luhur budayanya, sehingga tidak

terkikis dengan adanya perubahan zaman yang sangat pesat. Anggota

masyarakat Baduy mempunyai identitas sosial yang berkeyakinan pada

sebuah ajaran agama tertentu.

Selain itu, anggota masyarakat Baduy atau Kanekes memiliki agama

kepercayaan yang disebut Sunda Wiwitan, tetapi juga ada beberapa anggota

masyarakat Baduy yang sudah memeluk agama Islam atau Budha.

Keberagaman dalam memeluk agama pada anggota masyarakat Baduy,

merupakan bentuk ketaatan yang dilakukan terhadap nilai-nilai dan

pandangan hidup yang diturunkan oleh nenek moyang mereka. Agama

apapun yang menjadi kepercayaan masyarakat Baduy mengajarkan bahwa,

semua hal yang berkaitan dengan pola kehidupan mereka tidak boleh atau

pantang untuk diubah.7

7 Moch. Masykur Fuadz A., “Eksistensi Sunda Wiwitan pada Anggota Suku Baduy

di Jakarta.” (Skripsi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Air Langga

Surabaya, 2014), h. 1

Page 33: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

23

Bagi masyarakat Sunda mereka meyakini bahwa pendiri agama/

kepercayaan Sunda Wiwitan adalah Madrais yang nama lengkapnya

Madrais Sadewa Alibasa Kusumah Wijaya Ningrat hidup sekitar tahun

1832-1939. Madrais sebenarnya nama pesantren yang dia dirikan di

Cigugur yang sekarang menjelma menjadi paseban, ayahnya yaitu pangeran

Alibasa, cucu dari pangeran Sutajaya Upas, menantu pangeran kesepuhan

keturunan 8 dari Sunan Gunung Jati. Madrais menjelma menjadi pribadi

yang memiliki kepekaan rasa, kehalusan budi, kepedulian sosial, memiliki

rasa cinta yang tinggi terhadap budaya dan menjunjung tinggi kedaulatan

bangsa. Beliau mengajarkan Islam kepada rakyat dan mengajarkan

pentingnya hidup sebagai orang yang mandiri dan mencintai sesama.8

Secara singkat ajaran ini berisi tentang pendidikan yang memberi

aturan dan tuntunan moral kepada penganutnya. Lalu, tentang bagaimana

mereka dapat tumbuh menjadi resi (bijaksana atau suci) dengan

menempatkan wujud yang bersemayam dalam Buana Nyungcung. Yang

mereka sebut dengan istilah Sang Hyang (yang maha kuasa) atau Nu

Ngersakeun (yang maha menghendaki), Batara Jagad (Penguasa Alam) dan

Batara Seda Niskala (yang maha gaib). Dan bagaimana mereka

melaksanakan hidup secara simetri dengan sesama manusia.

B. Hak dan Kewajiban Penganut Aliran Kepercayaan di Indonesia

Indonesia adalah negara yang berpenduduk terbesar ke-empat di

dunia dan negara yang berpenduduk Muslim terbesar di dunia. Negara yang

memiliki keanekaragaman suku, bahasa dan agama. Indonesia merupakan

negara hukum yang mana dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan

bernegara harus adanya sebuah Tatanan (Suatu sistem aturan), dan setiap

warganya memiliki hak dan kewajiban yang sama baik dalam kehidupan

8Mengungkap Asalusul sunda wiwitan, http://m.voa-islam.com/news/citizens-

jurnalism/2014/10/17/33436/ mengungkap-asalusul-sunda-wiwitan (di akses pada tanggal

05 oktober 2016 ) jam. 15:10 WIB

Page 34: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

24

sosial maupun dihadapan hukum, yang sudah diatur sedemikian rupa dalam

sebuah peraturan yang tertulis maupun yang tidak tertulis.

Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak yang melekat pada diri

manusia yang bersifat kodrati dan fundamental sebagai suatu anugerah dari

Tuhan Yang maha Esa. HAM menurut John Locke adalah hak-hak yang

diberikan langsung oleh Tuhan Maha Pencipta sebagai hak kodrati. Namun

HAM yang Istilahnya the human right berbeda dengan hak warga negara

(the citizen right) yang bukan hak kodrati pemberian dari Tuhan Yang Maha

Esa.9

Dalam konteks pergaulan bangsa-bangsa, warga negara, dalam

kedudukannya sebagai manusia, dilindungi oleh konvensi HAM.

Berdasarkan konvensi internasioal, atas alasan politik dan kemanusiaan,

setiap warga negara mempunyai kewajiban hukum dan moral untuk

memberikan perlindungan atas keselamatan dirinya dari ancaman

kekuasaan, artinya perlindungan terhadap kasus politik dan/atau

kemanusiaan (suaka atau asilum oleh negara yang memberi perlindungan-

perlindungan). 10

Bicara tentang hak dan warga negara, maka istilah hak mengandung

makna yang berbeda-beda, dikarenakan penggunaan bahasa yang

menimbulkan perbedaan antara hak menyangkut perbuatan sendiri dari

seseorang dan hak atas perbuatan orang lain seperti halnya kita mengatakan

“Saya berhak menuntut seseorang untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu,

dan Saya mempunyai suatu hak untuk menuntut agar seseorang yang lain

berbuat atau menahan dari dari berbuat sesuatu” 11, dan bisa dikatakan

bahwa hak adalah sesuatu yang melekat pada diri seseorang atau orang lain

sejak lahir bahkan sebelum lahir.

9 Abu Tamrin dan Nur Habibi Ihya, Hukum Tata Negara, (Ciputat: UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2010), h. 168 10 Hendarmin Ranadireksa, Arsitektur Konstitusi Demokratik, (Bandung:

Fokusmedia, Cetakan Pertama, 2007), h. 167 11 Hans Kelsen, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara, (Bandung: Nusa Media,

Cetakan IV, 2009), h. 1O9

Page 35: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

25

Warga negara adalah seluruh penduduk negara, yang oleh

kehadirannya, keberadaan negara menjadi mungkin. Adalah wajar bila

warganegara, dalam negara demokrasi, memiliki hak untuk ikut

menentukan nasib dan masa depan negara (hak politik). 12 Aliran

kepercayaan yang ada di Indonesia merupakan warga negara Indonesia yang

menetap dan tinggal, oleh karenanya mereka mempunyai hak dan kewajiban

yang sama sebagai warga negara, termasuk dalam pengakuan

kewarganegaraan. Sebagai Warga Negara Indonesia harus berperilaku baik

dan taat terhadap peraturan yang ada, dikarenakan Indonesia terkenal

dengan Keanekaragamannya, oleh karenanya kita harus menjalankan hak

dan kewajiban sebagai warga negara agar dapat menjalankan sebuah

kehidupan yang nyaman dan tentram untuk menuju kesejahteraan.

Beberapa hak warga negara Indoesia diantaranya:

1. Setiap warga Negara berhak memeluk dan menjalankan agama

yang mereka percayai

Sebagai sebuah negara yang berpedoman pada Pancasila dan

Undang-Undang Dasar 1945, seluruh warga Indonesia di jamin oleh

Konstitusi untuk menganut agama dan keyakinan. Tak ada satu

orang pun dan kelompok manapun yang dapat melarang,

meniadakan atau memaksakan agama dan keyakinan pada setiap

warga negara sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 28E, Ayat (1)

dan (2) UUD 1945 ;

Pasal 28 E:

1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut

agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih

pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal

diwilayah negara dan meninggalkannya serta berhak kembali.

2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan,

meyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.

Pasal 28I Ayat (1), (2) dan (3) juga menyatakan:

12 Hendarmin Ranadireksa, Arsitektur Konstitusi Demokratik, (Bandung:

Fokusmedia, Cetakan Pertama, 2007), h. 166

Page 36: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

26

1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan

pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak

diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan

hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang

berak surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi

dalam keadaan apapun.

2) Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat

diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan

perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif.

3) Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati

dengan perkembangan zaman dan perdaban.

Pasal-pasal konstitusi tersebut secara tegas memberi

jaminan kebebasan beragama dan berkeyakinan sebagai bagian dari

hak dasar warga negara. Bahkan Pasal 28I, Ayat (4) lebih di

tegaskan:

“Perlindungan, Pemajuan Penegakan, dan Pemenuhan hak

asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama

pemerintah”.

Namun demikian, pasal tersebut diikat dengan Pasal 28J, Ayat (2)

yang berbunyi:

“Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang

wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan

undang-undang dengan maksud semata-mata untuk

menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan

kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntunan yang

adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama,

keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat

demokrasi”.

Pasal ini seringkali digunakan sebagai pembenar adanya

pembatasan beragama dan berkeyakinan, bukan saja pada tingkat

ekspresi, tetapi dalam substansi ajaran agama dan keyakinan itu

sendiri. Singkatnya, dengan pasal ini, keyakinan keagamaan bisa

dipersalahkan jika ada kelompok lain yang merasa terganggu hak

asasinya dalam beragama dan berkeyakinan dengan adanya agama

dan keyakinan itu. Dengan demikian, dalam pandangan konstitusi

Indonesia, beragama/berkeyakinan tidak bersifat mutlak, tetapi

Page 37: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

27

membuka peluang adanya pembatasan melalui Undang-Undang.

Pembatasan itu tidak semata-mata pada tingkat ekpresi dan

implementasi beragama, tapi pada keyakinan itu sendiri. Dari

sinilah peluang adanya kriminalisasi atas keyakinan agama mulai

dibangun. Dalam perkembangannya, kriminalisasi keyakinan

keagamaan memang dikenal dalam sistem hukum di Indonesia.13

2. Setiap warga negara berhak untuk menerima pendidikan

Setiap orang atau setiap warga negara Indonesia berhak

untuk menerima pendidikan secara baik, berhak untuk

mengembangkan ilmu dan mendapatkan pengajaran demi

mencerdaskan kehidupan bangsa. Jadi semua masyarakat Indonesia

berhak untuk menerima pendidikan dengan layak, karena

pendidikan adalah salah satu aspek yang bisa membuat suatu negara

menjadi negara yang maju. Hal ini sudah tertera jelas pada UUD

1945 pasal 31 ayat 1 dan ayat 2 berbunyi:

“setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan”.

Bisa dilihat juga UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional, dan UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru

Dosen.

3. Setiap warga negara berhak untuk mendapatkan kesejahteraan

sosial

Setiap warga negara Indonesia berhak untuk mendapatkan

kesejahteraan sosial secara merata dan adil, yang di atur dalam

Undang-Undang Dasar 1945, pasal 33, ayat:

a. “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar asas

kekeluargaan”.

13 Novi Irwansyah, “Studi Evaluasi Penyelenggaraan Kebijakan Pemerintah dan

Peranturan Perundang-undangan di Indonesia Tentang Pluralistik dan Multi Religi:

Permasalahan dan Pemikiran Kedepan”, Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Daerah

Republik Indonesia, Volume 4, No. 2 (2013), h. 63-64

Page 38: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

28

b. “Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang

menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara”.

c. “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya

dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya

bagi kemakmuran rakat”.

d. “Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas

demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi

berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan,

kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan

kesatuan ekonomi nasional”.

e. “Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini di atur

dalam Undang-Undang

4. Setiap warga negara berhak memberikan pendapat atau

menyuarakan pendapatnya

Sebagai Warga Negara Indonesia yang baik, tentu saja kita

harus mengetahui secara pasti mengenai hak dan kewajiban warga

negara dalam UUD 1945. Di dalam UUD 1945, Pasal 28, berbunyi:

“Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan

pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan

Undang-undang”

Artinya sebagai Warga Negara Indonesia kita bebas untuk

menyuarakan isi hati kita, kepada pemerintah atau mungkin

kebijakan asal sesuai dengan Undang-Undang.14

5. Setiap warga negara berhak mempunyai kedudukan yang sama

di hadapan hukum

Dalam negara demokrasi warganegara memiliki hak yang

sama didepan hukum, tidak boleh ada perbedaan perlakuan baik

yang di sebabkan oleh suku, agama, ras, ataupun golongan. Pada

UUD 1945, Pasal 28D, Ayat 1, berbunyi:

14 Sukarno, Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaran, (Yogyakarta: Pustaka

Belajar, 2013), h. 112

Page 39: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

29

“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,

perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang

sama dihadapan hukum”

Artinya Setiap orang atau warga negara Indonesia memiliki

hak yang sama dengan orang lain, dan setiap orang berhak atas

pengakuan dalam arti di akui oleh negara, jaminan, dan

perlindungan dari negara itu sendiri perlakuan yang sama dihadapan

hukum. Dimana hukum tak akan membeda-bedakan siapa kita, apa

jabatan kita, dan akan memperlakukan warganya dengan adil dan

rata.

6. Setiap warga negara berhak mendapatkan kehidpan yang layak

Setiap orang yang memiliki kewarganegaraan Indonesia

memiliki berbagai hak, salah satunya adalah warga negara berhak

untuk mendapatkan penghidupan yang layak seperti yang tertuang

di dalam UUD 1945 pasal 27 ayat 2.

“Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan

penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”

Pasal tersebut dimana dikatakan jika warga negara berhak

untuk mendapatkan penghidupan yang layak dan hidup secara layak

di Indonesia, selain itu warga negara juga bebas untuk melakukan

usaha untuk terwujudnya tujuan itu. Dalam arti lain, kita sebagai

Warga Negara Indonesia pantas untuk hidup layak dan juga bebas

untuk melakukan usaha supaya kelayakan dalam hidup tercapai asal

caranya tidak menyalahi hukum dan aturan yang sudah dibuat.

Kewajiban warga negara terhadap Negara Indonesia, antara lain:

1. Kewajiban untuk menaati hukum dan pemerintahan

Setiap negara tentu saja memeliki hukum, yang mana hukum

adalah sebuah peraturan yang dibuat oleh negara yang bertujuan

untuk mencapai sebuah ke adilan dan mampu mentertibkan,

memajukan, memakmurkan rakyat. Oleh karenanya kita harus

menaati aturan tersebut, sebagaimana yang tertuang dalam Undang-

Undang Dasar 1945, Pasal 27, Ayat 1, berbunyi :

Page 40: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

30

“Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam

hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan

pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.

2. Kewajiban membela dan upaya pertahanan negara

Sebagai warga negara tentu saja kita wajib membela negara,

baik ancaman yang datang dari luar maupun ancaman dari dalam,

sebagai warga negara juga harus mencintai produk-produk dalam

negeri dan menjaga ke utuhan NKRI, sebagaimana yang sudah di

juangkan oleh para pendahulu-pendahulu kita. sebagaimana yang

tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 27, Ayat 3,

berbunyi:

“Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam

upaya pembelaan Negara”

Undang-Undang Dasar 1945, pasal 30, Ayat 1, berbunyi:

“Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib Ikut serta dalam

Usaha pertahanan dan keamanan negara”.

3. Kewajiban belajar

Setiap warga negara berkewajiban untuk belajar, belajar

bukan hanya sebagai sebuah hak namun juga sebagai kewajiban

warga negara, karenanya sebuan pendidikan adalah sesuatu yang

sangat penting dalam pembelajaran, untuk mencerdaskan para

generasi-generasi bangsa, sebagaimana yang tertuang dalam

Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 30, Ayat 2, berbunyi:

“Setiap warga negara wajb mengikuti pendidikan dasar dan

pemerintah wajib membiayayinya”

Prinsip Hukum tak lain adalah untuk melindungi Hak Asasi

Manusia (HAM). Indonesia sebagai negara hukum sudah banyak

mengalami pekembangan dan kemajuan dalam bidang hak asasi manusia

setelah reformasi, yaitu amandement UUD 1945, lahirnya beberapa

peraturan perundang-undangan, termasuk melalui ratifikasi Internasional

yang menjamin dan melindungi hak asasi manusia. di antaranya Undang-

Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang retifikasi kovenan Internasional

Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya, Undang-Undang Nomor 12 Tahun

Page 41: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

31

2005 tentang retifikasi Kovenan Internasional hak-hak Sipil dan Politik,

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia.

Hak dan Kewajiban diatas merupakan sebagian contoh hak dan

kewajiban warga negara Indonesia yang tertuang dalam sebuah peraturan

yang tertulis. Walaupun di Negara Indonesia mempunyai HAM yang

mengatur tentang hak dan kebebasan manusia, namun hak dan kebebasan

hal tersebut juga memiliki batasan, yang manah diatur dalam Undang-

Undang Dasar 1945, Pasal 28J, Ayat 2, bahwa warga negara memiliki

kewajiban untuk tunduk kepada pembatasan hak kebebasan. sebagai warga

negara Indonesia sudah sepatutnya untuk mematuhi dan mentaati peraturan

yang ada, Aliran Kepercayaan yang merupakan warga negara Indonesia,

sudah sepatutnya mendapatkan perlakuan yang sama oleh pemerintah,

dalam menjamin hak-hak mereka sebagai warga negara Indonesia.

C. Kebijakan Politik Indonesia Terhadap Aliran Kepercayaan

Kebijakan secara etimologi, istilah kebijakan berasal dari kata

“bijak” yang berarti “selalu menggunakan akal budidaya, pandai, mahir”.15

Selanjutnya dengan memberi imbuhan ke- dan –an, maka kata kebijakan

berarti “rangkaian konsep dan asas yang mejadi garis besar dan dasar

rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan kepemimpinan”.

Dari pengertian diatas setidaknya ada dua poin penting yang dapat

dipahami, yaitu: pertama, pengambilan keputusan mesti didasarkan kepada

pertimbangan-pertimbangan logis, sehingga dapat diterima oleh semua

pihak yang menjadi sasaran keputusan tersebut. Kedua pengambilan

keputusan yang pada gilirannya melahirkan satu atau lebih keputusan dapat

dijadikan sebagai garis-garis besar untuk melakukan suatu pekerjaan,

profesi atau kepemimpinan.16

15 Dapertemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:

Balai Pustaka, 2002), Ed. III, cet.Ke-2, h. 149 16 Agus Salim, “Kebijakan dan Pengambilan Keputusan; Kepemimpinan dalam

Manajemen Pendidikan”, Jurnal Kementerian Sekretariat Negara RI, No. 32, (2004), h. 98

Page 42: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

32

Kebijakan Politik Indonesia terhadap Aliran Kepercayaan

merupakan sebuah kebijakan yang diberikan oleh pemerintah Indonesia

terhadap aliran-aliran kepercayaan yang ada di Indoesia, yang harus

dilindungi dan diberikan hak yang sama sebagai Warga Negara Indonesia,

dalam berbagai aspek, seperti aspek pendidikan, kesehatan, pembangunan,

kebudayaan dan lain sebagainya.

Pada tahun 1959, menyusul kontroversi yang berkaitan dengan

permintaan ini, Menteri Agama K.H. Wahib Wahab diminta oleh Dewan

Perwakilan Rakyat untuk definisi resmi dari istilah 'agama'. Definisi yang

diberikan adalah bahwa kelompok atau gerakan akan dianggap sebagai

agama jika persyaratan berikut dipenuhi: keberadaan wahyu (wahyu) dari

Tuhan, keberadaan seorang utusan (s) atau nabi (s), kitab suci, dan memiliki

panduan dan sistem hukum untuk para pengikutnya, definisi ini dapat dilihat

sebagai menggagalkan gerakan kebatinan dari mewujudkan pencapaian

pengakuan resminya. Definisi ini ditegaskan kembali untuk kedua kalinya

pada tahun 1961 meskipun tidak diadopsi sebagai peraturan resmi .

Beberapa organisasi dilarang sebagai bid’ah dan menyimpang dari

jalan yang benar'. Misalnya, pada tahun 1959, ketika Indonesia masih

diperintah di bawah demokrasi parlementer, Perdana Menteri Ir. Djuanda

mengeluarkan Peraturan No. 122 / PROMOSI / 1959 tentang pelarangan

Organisasi Agama Eyang (Organisasi Agama Eyang) di Ciamis, Jawa Barat.

Pada tahun 1962, Sukarno mengeluarkan Keputusan Presiden No. 264

tentang larangan Liga Demokrasi, Rotary Club, Divine Club Society, dan

Vrijmetsclaren Loge.

Dengan dikeluarkannya Peraturan No. 1 PNPS 1965, kelompok

kebatinan menemukan diri mereka di luar definisi negara formal agama

sebagaimana Pasal 1 menyatakan bahwa agama resmi Indonesia adalah

Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Budha dan Konfusianisme. Namun,

perjuangan untuk pengakuan hukum terus berlanjut dan keberuntungan

politik para pemimpin kebatinan berubah pada tahun 1970 ketika mereka

diminta untuk bergabung. Golongan Karya, partai penguasa Orde Baru.

Page 43: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

33

Sejalan dengan situasi politik yang berubah ini, Wongsonegoro, untuk

kedua kalinya, menyelenggarakan simposium nasional tentang kepercayaan

(keyakinan) di Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta. Sejak itu, nama

BKKI telah digantikan oleh SKK (Sekretariat Eksekutif Kepercayaan,

Sekretariat Koordinasi Gerakan Keyakinan).

Istilah kepercayaan secara sengaja dipilih sebagai strategi untuk

mendapatkan pengakuan negara karena kata ini dinyatakan dengan jelas

dalam UUD 1945, Pasal 29, bagian 1 (Negara harus didasarkan pada

keyakinan pada Satu dan Hanya Tuhan) dan bagian 2 (The Negara

menjamin kebebasan beragama bagi semua orang, masing-masing menurut

agama atau keyakinannya sendiri). Jadi, istilah agama dan kepercayaan

(agama dan keyakinan) menunjukkan dua entitas: enam agama resmi dan

agama dalam gerakan kepercayaan atau kebatinan.

Pada era Orde Baru peraturan perundang - undangan memayungi &

mengakui resmi keberadaan kepercayaan terhadap Tuhan YME dan

mendapat tempat yang setara, setiap pasal yang mengatur tentang agama,

selalu diikuti dengan prasa kepercayaan mengikuti bunyi dalam konstitusi,

misalnya: TAP-MPR, GBHN, Repelita, UU Perkawinan, UU Keormasan

dan Peraturan lainnya seperti KEPPRES, INPRES dsb., Dalam

pelaksanaannya sering tidak konsisten dan ada pelemahan-pelemahan

dalam implementasinya.

Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Pada 28 Juni

2007, No. 37 tentang Implementasi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006

tentang Pemerintahan warga negara. Peraturan ini akhirnya mengakui

perkawinan penghayat. Hukum ini merupakan pencapaian mendasar bagi

agama Penghayat. Selama hampir tiga dekade mereka didiskriminasikan

oleh peraturan negara. Dalam tidak memiliki pernikahan mereka diakui

penganut sekte Penghayat berada dalam rawa birokrasi karena mereka tidak

akan memiliki akses ke kartu identitas pribadi (KTP, kartu tanda penduduk).

Di Indonesia, pernikahan adalah awal dari semua langkah untuk

mendapatkan identitas hukum dari pemerintah, dan perkawinan yang tidak

Page 44: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

34

terdaftar merupakan masalah serius. Tanpa surat nikah, hampir tidak

mungkin memperoleh akte kelahiran untuk anak-anak pasangan itu. Tanpa

akte kelahiran, anak-anak adalah warga negara tanpa identitas dan ini

mempengaruhi seluruh hidup mereka.17

Hak Aliran Kepercayaan terkait dengan Pendidikan juga telah di

atur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 27 Tahun

2016 tentang layanan pendidikan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha

Esa pada satuan pendidikan, dalam peraturan ini menjelaskan bahwa para

Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Mahasa Esa berhak

mendapatkan Layanan Pendidikan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang

Maha Esa sesuai dengan hak-hak peserta didik dengan menjunjung tinggi

hak asasi manusia.

Negara memberikan kebebasan pada masyarakat untuk menganut

agama dan kepercayaan masing-masing, namun pada mulanya tidak semua

agama dan Aliran Kepercayaan di akui secara resmi dan boleh dicantumkan

dikolom Kartu Tanda Penduduk (KTP). Aturan mengenai kolom agama di

Kartu Tanda Penduduk (KTP) mulai berlakunya sejak adanya Undang-

Undang Dasar No. 24 Tahun 2013 tentang perubahan atas Undang-Undang

No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Adminduk).

Pasal 64 UU No. 24 Tahun 2013 tentang perubahan atas Undang-

Undang No. 23 tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan :

Ayat (1)

“KTP-el mencantumkan gambar lambang Garuda Pancasila dan

peta wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, memuat element data

penduduk, yaitu NIK, nama, tempat tanggal lahir, laki-laki atau perempuan,

agama, status perkawinan, golongan darah, alamat, pekerjaan,

kewarganegaraan, pas foto, masa berlaku, tempat dan tanggal dikeluarkan

KTP-el, dan tanda tangan pemilik KTP-el.”

Ayat (5)

“Element data penduduk tentang agama sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) bagi penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama

berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan atau bagi penghayat

17 Zezen Zaenal Mutaqin, “Penghayat, Orthodoxy and the Legal Politik of the

State” Routledge, hlm.18

Page 45: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

35

kepercayaan tidak diisi, tetapi tetap dilayani dan dicatat dalam data base

kependudukan.”18

Kebijakan politik terkait hak-hak sipil Penghayat Kepercayaan

terhadap Tuhan Yang Maha Esa, masalah administrasi kependudukan

pencantuman Aliran Kepercayaan dalam Kolom KTP mempunyai titik

terang, setelah dikabulkan oleh MK (Mahkamah Konstitusi), dalam perkara

pengujiam Undang-Undang 23 Tahun 2006 tentang Administrasi

Kependudukan sebagaimana yang telah di ubah dengan Undang-undang

Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2006 tentang Administrasi kependudukan terhadap Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang di ajukan Oleh

pemohon diantaranya:

1. Nggay Mehang Tana, warga negara Republik Indonesia

Penganut Kepercayaan dari Komunitas Marapu di Sumba

Timur, Pulau Sumba.

2. Pagar Demanra Sirait, warga negara Republik Indonesia

Penganut Kepercayaan Parmalim di Sumatera Utara.

3. Arnol Purba, warga negara Republik Indonesia Penganut

Kepercayaan Ugamo Bangsa Batak di Medan, Sumatera Utara.

4. Carlim, warga negara Republik Indonesia Penganut

Kepercayaan Sapto Darmo. Salah satu penghayat atau dalam

bahasa pemerintah di sebut sebagai “Aliran Kepercayaan” yang

penganutnya pernah mencapai ratusan ribu di Indonesia,

terutama di Jawa.

Putusan MK Nomor 97/PUU-XIV/2016 Tentang Pencantuman

Penghayat Kepercayaan dalam Kolam KTP-el dan KK. MK mengabulkan

gugatan atas pasal 61 Undang-undang No. 23 Tahun 2006 dan pasal 64

Undang-undang No. 24 Tahun 2013 tentang Administrasi kependudukan

yang mewajibkan mengisi kolom agama di Kartu Tanda Penduduk (KTP).

18 Redaksi Sinar Grafika, UU Administrasi Kependudukan, (Jakarta: Sinar Grafika,

2007), h. 30

Page 46: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

36

Hal ini membuat para penganut kepercayaan di Indonesia bisa

mencantumkan Aliran Kepercayaan di kolom agama saat membuat Kartu

Tanda Penduduk (KTP).

Page 47: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

37

BAB III

PUTUSAN MK TERKAIT PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN

DALAM KOLOM KTP

A. Duduk Masalah

Mahkamah Konstitusi (MK) Merupakan lembaga tinggi negara

dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang

kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Agung.

Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia juga merupakan badan

Independent dan bisa dikatakan sebagai badan yudisial yang bertugas

memberikan hak asasi manusia sebagai konstitusional, dan hukum kepada

setiap warga negara.

Menimbang bahwa para Pemohon telah mengajukan permohonan ke

MK bertanggal 28 September 2016 yang diterima di Kepaniteraan

Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut Kepaniteraan Mahkamah)

pada tanggal 28 September 2016 berdasarkan Akta Penerimaan Berkas

Permohonan Nomor 195/PAN.MK/2016 dan telah dicatat dalam Buku

Registrasi Perkara Konstitusi pada tanggal 20 Oktober 2016 dengan Nomor

97/PUU-XIV/2016, yang telah diperbaiki dan diterima Kepaniteraan

Mahkamah pada tanggal 22 November 2016.

Lingkup Pasal yang di Permasalahkan oleh Permohon diantaranya:

Pasal 61 UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi

Kependudukan

ayat (1)

“KK memuat keterangan mengenai kolom nomor KK, nama

lengkap kepala keluarga dan anggota keluarga, NIK, jenis kelamin, alamat,

tempat lahir, tanggal Iahir, agama, pendidikan, pekerjaan, status

perkawinan, status hubungan dalam keluarga, kewarganegaraan, dokumen

imigrasi, nama orang tua.”

ayat (2):

“Keterangan tentang agama sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

bagi Penduduk yang agamanyabelum diakui sebagai agama berdasarkan

ketentuan Peraturan Perundang-undangan atau bagipenghayat kepercayaan

tidak diisi, tetapi tetap dilayani dan dicatat dalam database kependudukan.”

Page 48: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

38

Pasal 64 UU Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi

Kependudukan

ayat (1):

“KTP-el mencantumkan gambar lambang Garuda Pancasila dan

peta wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, memuat elemen data

penduduk, yaitu NIK, nama, tempat tanggal lahir, laki-laki atau perempuan,

agama, status perkawinan, golongan darah, alamat, pekerjaan,

kewarganegaraan, pas foto, masa berlaku, tempat dan tanggal dikeluarkan

KTP-el, dan tandatangan pemilik KTP-el.”

ayat (5):

“Elemen data penduduk tentang agama sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) bagi Penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama

berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan atau bagi penghayat

kepercayaan tidak diisi, tetapi tetap dilayani dan dicatat dalam database

kependudukan.”

Menurut para Penganut Aliran Kepercayaan di Indonesia tidak

diisinya kolom agama sebagai elemen data kependudukan di dalam KK atau

KTP elektronik, telah menyebabkan terlanggar hak-hak dasar karena

kosongnya Kolom agama dalam KTP elektronik mengakibatkan para Aliran

Kepercayaan sebagai warga negara mendapatkan sikap diskriminasi, sulit

untuk mengakses dan mendapatkan hak-hak dasar warga negara seperti,

hak atas pekerjaan, hak atas pendidikan, hak atas jaminan jaminan sosial,

beserta dengan seluruh layanannya. Hal ini merupakan pelanggaran Hak

Asasi Manusia (HAM). Padahal hak atas pendidikan, hak atas pekerjaan,

hak atas kesehatan, hak atas jaminan sosial, beserta dengan seluruh

layanannya diatur dan dijamin dalam UUD 1945, Undang-Undang Nomor

39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Undang- Undang Nomor 11

Tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan

Budaya.

Page 49: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

39

B. Alasan Permohon

Ada beberapa alasan dari empat permohon sebagai berikut:

1. Bahwa Pemohon I, warga negara Republik Indonesia penganut

kepercayaan dari Komunitas Marapu di Sumba Timur, Pulau Sumba.

Pemohon I merupakan salah satu dari 21.000 orang penganut

kepercayaan Komunitas Marapu di Sumba Timur dan sebanyak 40 ribu

orang di Pulau Sumba yang terlanggar hak atas layanan

kependudukannya.

Beberapa alasan dalam mengajukan Permohonan Pertama,

kebutuhan penganut Marapu akan kepemilikan agama resmi. Hal ini

berkaitan dengan kepentingan dalam urusan kependudukan dan

kebutuhan mengakses bantuan sosial dan layanan publik. Kedua,

pewartaan yang sangat kencang dan sistematis dari agama-agama

modern. Dengan segala kedigdayaannya, seperti pengorganisasian,

kapasitas manusia, pendanaan agama-agama modern melakukan

pewartaan secara sistematis dan masif, sehingga kepercayaan Marapu

kian terdesak dan tertekan. Perpindahan agama di antara penganut

agama-agama modern sangat kecil, kebanyakan karena alasan

perkawinan. Pertambahan pemeluk paling besar diperoleh agama-

agama modern dari penganut kepercayaan Marapu. Ketiga,

perpindahan penganut Marapu ke agama-agama modern tidak sulit dan

nyaris tidak menimbulkan tekanan sosial yang besar, jika dibandingkan

bila hal itu terjadi di antara agama-agama modern.

Peristiwa yang dialami Pemohon I merupakan buah dari keberadaan

pasal- pasal UU Adminstrasi Kependudukan yang menyatakan bahwa

agama yang kolom agama di KK maupun KTP elektronik bagi

penganut kepercayaan tidak diisi. Dengan tidak diisinya kolom agama

bagi penganut kepercayaan di KTP elektronik dan di KK, Pemohon I

bersama komunitas Marapu lainnya dicap kolot, kafir dan sesat, dan

berimbas pada pelanggaran-pelanggaran terhadap hak-hak

Page 50: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

40

konstitusional, serta pelanggaran dalam pelayanan administrasi

kependudukan.

2. Pemohon II merupakan penganut kepercayaan Parmalim di Sumatera

Utara. Pusat Parmalim sendiri terletak di Kabupaten Toba Samosir,

namun penganutnya menyebar ke berbagai wilayah, termasuk Kota

Medan dan Deli Serdang. Berdasarkan penelusuran Tim Aliansi Sumut

Bersatu pada Maret- April 2015, penganut Parmalim di Kabupaten Deli

Serdang terdapat di kecamatan Sunggal Desa Mulia Rejo (92 Jiwa), dan

di Kota Medan mereka tersebar di kecamatan Medan Denai, Medan

Amplas, Medan Kota dan Medan Sunggal (total 373 Jiwa).

Penganut kepercayaan Parmalim mengalami berbagai permasalahan

dan eksklusi dari aspek pemenuhan hak-hak dasar dan kebijakan publik,

yakni banyaknya ketidak cocokan antara identitas agama yang

dituliskan di Kartu Keluarga dan KTP elektronik. Selain itu, pihak

kepala lingkungan yang bertugas mengurus KK dan KTP elektronik

sering memaksa kelompok Parmalim untuk memilih agama yang

‘diakui’ agar proses pembuatan KTP elektronik dikatakan lebih

“mudah”.

Kerugian konstitusional yang dialami para penganut Parmalim,

yakni ada yang disyaratkan berpindah agama terlebih dahulu jika mau

diterima pada pekerjaan yang dilamarnya. Temuan lain dari Aliansi

Sumut Bersatu juga yakni, seorang guru (Bharlin School) penganut

Parmalim terpaksa harus mengundurkan diri karena pihak sekolah tidak

mengizinkan dirinya untuk mengikuti ibadah di hari Sabtu.

Bahwa keberadaan Pasal 64 ayat (1) juncto ayat (5) UU

Administrasi Kependudukan yang mengosongkan kolom agama bagi

penghayat kepercayaan, telah merugikan Pemohon II dan para

penghayat kepercayaan Parmalim. Karena dengan tidak diisinya

kepercayaan di kolom agama KTP elektronik, berimbas pada

pelanggaran dalam pemenuhan hak-hak kependudukan yang

seharusnya bisa dinikmati Pemohon II, Bahkan. dengan tidak

Page 51: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

41

dicantumkannya agama kepercayaan di dalam KTP elektronik

Pemohon II, telah terjadi diskriminasi yang dialami oleh pemohon

dalam berbagai bentuk, seperti: kesulitan mengakses pekerjaan, tidak

dapat mengakses hak atas jaminan sosial, kesulitan mengakses

dokumen kependudukan seperti KTP elektronik, KK, Akte Nikah, dan

akte lahir.

3. Pemohon III merupakan penganut kepercayaan Ugamo Bangsa Batak

di Medan, Sumatera Utara. Jumlah penganut Ugamo Bangsa Batak di

Kota Medan tersebar di Kecamatan Medan Helvetia, Medan Denai,

Medan Belawan dengan total 40 Jiwa. Dengan adanya Pasal 61 ayat (1)

juncto ayat (2) dan Pasal 64 ayat (1) juncto ayat (5) UU Administrasi

Kependudukan yang menyatakan bahwa kolom agama di KK dan KTP

elektronik untuk kepercayaan dikosongkan, Pemohon III secara tidak

langsung telah mengalami diskriminasi.

Bahwa anak dari Pemohon III yang juga merupakan penganut

Ugamo Bangso Batak di Medan Sumatera Utara, bernama Dessy Purba,

telah terlanggar haknya untuk bekerja. Hal ini berawal ketika Dessy

ditolak melamar pekerjaan, meskipun nilai dan prestasinya bagus.

Penolakan tersebut karena kolom agama di KTP elektroniknya bertanda

strip. Calon pemberi kerja menganggap bahwa strip identik dengan

ateis atau kafir. Walaupun memenuhi semua kriteria yang dibutuhkan

dan memiliki nilai bagus di ijazahnya, Dessy tidak diterima sebagai

pekerja. Dessy juga kesulitan ketika hendak menerima upah dari

perusahaan tempat ia bekerja, karena pihak perusahaan dan pihak bank

mempersoalkan kolom agama yang dikosongkan dan meminta

klarifikasi kepada Pemerintah setempat dan Pengurus Kepercayaan

Ugamo Bangso Batak.

Bahwa selain itu, Pemohon III juga ternyata tidak bisa mengakses

modal usaha dari lembaga keuangan. Tanda strip pada KTPelektronik

Pemohon III menyebabkan mereka tidak bisa mengakses modal usaha

dari lembaga keuangan, seperti bank ataupun koperasi. Pada akhirnya,

Page 52: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

42

untuk menyelamatkan kehidupan anak-anaknya di masa mendatang,

Pemohon III pun terpaksa merubah kolom agama di KTP elektronik dan

Kartu Keluarganya dengan agama Kristen.

4. Bahwa Pemohon IV merupakan penganut kepercayaan Sapto Darmo.

Salah satu kelompok penghayat atau dalam bahasa pemerintah disebut

sebagai “Aliran Kepercayaan” yang penganutnya pernah mencapai

ratusan ribu di Indonesia, terutama di Jawa. Namun sejak 1965, karena

tekanan politik penganut kepercayaan ini merosot cepat dan hanya

dipraktikkan secara diam- diam.

Kebanyakan penghayat Sapto Darmo berasal dari kelas menengah

ke bawah, bahkan sebagian miskin dan proses pemiskinan terus

berlangsung karena kebanyakan mereka hanya bersekolah sampai

tingkat menengah. Selain faktor ekonomi, salah satu alasan mereka

enggan meneruskan sekolah adalah adanya tuntutan, secara halus

maupun kasar, agar mereka mengikuti pelajaran agama yang diakui

pemerintah.

Kebanyakan penghayat Sapto Darmo berasal dari kelas menengah

ke bawah, bahkan sebagian miskin dan proses pemiskinan terus

berlangsung karena kebanyakan mereka hanya bersekolah sampai

tingkat menengah. Selain faktor ekonomi, salah satu alasan mereka

enggan meneruskan sekolah adalah adanya tuntutan, secara halus

maupun kasar, agar mereka mengikuti pelajaran agama yang diakui

pemerintah.

Bagi Pemohon IV, keberadaan Pasal 61 ayat (1) juncto ayat (2) dan

Pasal 64 ayat (1) juncto ayat (5) UU Administrasi Kependudukan telah

memberikan dampak bagi Pemohon IV. Sebagai penghayat

kepercayaan, karena di kolom elektronik kolom agamanya kosong

(bukti P-8), Pemohon IV dan penganut Sapto Darmo lainnya mendapat

stigma sesat dari masyarakat umum. Akibat kolom agama yang kosong

pula pemakaman keluarga dari Pemohon IV ditolak di pemakaman

Page 53: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

43

umum manapun di Kabupaten Brebes. Hal ini telah dialami keluarga

Pemohon IV, dan jelas berpotensi juga terjadi kepada Pemohon IV.

Selanjutnya, dampak lanjutan dari kekosongan kolom Agama di

KTP elektronik yakni anak dari Pemohon IV juga kesulitan untuk

mengakses pendidikan dan masuk sekolah tingkat dasar, karena

diketahui menganut Kepercayaan Sapto Darmo dan ketika telah sekolah

anak dari Pemohon IV dipaksa harus mengikuti mata pelajaran dan

ajaran pendidikan Agama Islam yang mana hal itu bertentangan dengan

keyakinan dan kepercayaannya sebagai Penghayat Kepercayaan Sapto

Darmo.

Menurut para pemohon bahwa keberadaan Pasal 61 ayat (1) juncto

ayat (2) dan Pasal 64 ayat (1) juncto ayat (5) UU Administrasi

Kependudukan yang memerintahkan agar penganut kepercayaan atau bagi

penganut agama yang belum diakui untuk mengosongkan kolom agama di

Kartu Keluarga dan Kartu Tanda Penduduk elektronik merupakan bentuk

keengganan negara mengakui keberadaan para penganut kepercayaan serta

penganut agama lain yang bukan mayoritas di Indonesia. Ketidakmauan

negara untuk mengakui ini merupakan tindakan diskriminasi secara

langsung, yang dalam kasus ini setidaknya dialami oleh Pemohon I,

Pemohon II, Pemohon III, dan Pemohon IV.

Meskipun Aparatur Pemerintahan melayani dengan memberikan

KK dan KTP elektronik dengan kolom agama kosong atau di strip bagi

penghayat kepercayaan dan Pemohon, tetapi juga menimbulkan masalah

jika penghayat kepercayaan dan Pemohon membutuhkan KTP elektronik

dan KK dalam kebutuhan sehari-hari, seperti tidak diterima di tempat

pekerjaan karena kolom agamanya kosong atau tanda strip/-, dan masalah

lainnya. Hal ini dialami Pemohon II, dengan tidak dicantumkannya agama

kepercayaan di dalam KTP elektronik Pemohon II, telah terjadi diskriminasi

yang dialami oleh Pemohon II dalam berbagai bentuk, seperti: kesulitan

mengakses pekerjaan, tidak dapat mengakses hak atas jaminan sosial,

Page 54: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

44

kesulitan mengakses dokumen kependudukan seperti KTPelektronik, KK,

Akta Nikah, dan akta kelahiran.

C. Argumentasi Putusan MK

Mahkamah Konstitusi mempunyai beberapa wewenang yang diatur

dalam Perundang-undangan diantaranya Pasal 24 ayat (2) perubahan ketiga

UUD 145 menyatakan:

“Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung

dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan

umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer,

lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah badan Konstitusi”.

Pasal 24C ayat (1) perubahan ketiga UUD 1945 menyatakan:

“Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama

dan teraktir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang

terhadap Undang-Undang Dasar, memutuskan sengketa kewenangannya di

berikan oleh Undang-Undang Dasar, memutuskan pembubaran partai

politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.

Bahwa berdasarkan ketentuan di atas, Mahkamah Konstitusi

mempunyai hak atau wewenang melakukan atau kewenangan untuk

melakukan pengujian Undang-Undang (UU) terhadap Undang-Undang

Dasar yang juga didasarkan pada Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor

24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah

dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU

MK) yang menyatakan:

“Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama

dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk: (a) menguji Undang-

undang (UU) terhadap UUD RI tahun 1945.

Berdasarkan Peraturan diatas, bahwasanya Mahkamah Konstitusi

berhak untuk menguji Peraturan Undang-Undang yang bertentangan

dengan Undang-Undang Dasar, Putusan MK Nomor 97/PUU-XIV/2016

Tentang Pencantuman Penghayat Kepercayaan dalam Kolam KTP-el dan

KK. MK mengabulkan gugatan atas pasal 61 Undang-Undang No. 23

Tahun 2006 dan pasal 64 Undang-undang No. 24 Tahun 2013 tentang

Page 55: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

45

Administrasi kependudukan yang mewajibkan mengisi kolom agama di

Kartu Tanda Penduduk (KTP). Hal ini membuat para penganut kepercayaan

di Indonesia bisa mencantumkan Aliran Kepercayaan di kolom agama saat

membuat Kartu Tanda Penduduk (KTP) dengan Amar Putusan sebagai

berikut:

1. Mengabulkan Permohonan para pemohon untuk seluruhnya

2. Menyatakan kata “agama” dalam pasal 61 ayat (1) dan pasal 64 ayat

(1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi

kependudukan sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-

undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 232 dan

Tambahan Lembaga Negara Republik Indonesia Nomor 5475)

bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum

mengikat secara bersyarat sepanjang tidak termasuk

“Kepercayaan”.

3. Menyatakan Pasal 61 ayat (2) dan pasal 64 ayat (5) Undang-undang

Nomor 23 Tahun 2006 Administrasi kependudukan sebagaimana

telah diubah dengan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang

perubahan atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang

Administrasi Kependudukan (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2013 Nomor 232 dan Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 5475) bertentangan dengan Undang-Undang

Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai

kekuatan hukum mengikat.

4. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik

Indonesia sebagaimana mestinya.

Menurut MK bahwa hak untuk menganut agama atau kepercayaan

terhadap Tuhan Yang Maha Esa merupakan hak konstitusional

(constitutional rights) warga negara, bukan pemberian negara. Dalam

gagasan negara demokrasi yang berdasar atas hukum atau negara hukum

yang demokratis, yang juga dianut oleh UUD 1945, negara hadir atau

dibentuk justru untuk melindungi (yang di dalamnya juga berarti

Page 56: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

46

menghormati dan menjamin pemenuhan) hak-hak tersebut. Dalam hal ini,

Alinea Keempat Pembukaan UUD 1945 antara lain menyatakan;

“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah

Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh

tumpah darah Indonesia..., maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan

Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia.

Pernyataan mendasar/elementer yang secara eksplisit tertuang di

dalam Alinea Keempat Pembukaan UUD 1945 bukan hanya sekadar

menjelaskan bahwa Pemerintah Negara Indonesia yang dibentuk dengan

UUD 1945 adalah kelanjutan dari Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia,

yang diproklamirkan tanggal 17 Agustus 1945, melainkan sekaligus

memuat amanat atau perintah bahwa Pemerintah Negara Indonesia yang

dibentuk salah satu tugasnya adalah melindungi segenap bangsa Indonesia.

Tugas “melindugi segenap bangsa Indonesia” ini bukan hanya berarti

melindungi raga dan jiwa warga negara Indonesia, termasuk tatkala berada

di luar yurisdiksi Indonesia, tetapi juga melindungi hak-hak warga negara

itu, lebih-lebih hak yang merupakan hak asasinya. Amanat ini kemudian

dituangkan secara lebih tegas dalam Pasal 28I ayat (4) UUD 1945 yang

menyatakan, “Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak

asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah”.

Hak dasar untuk menganut agama, yang di dalamnya mencakup hak

untuk menganut kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, adalah

bagian dari hak asasi manusia dalam kelompok hak-hak sipil dan politik.

Artinya, hak untuk menganut agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang

Maha Esa merupakan salah satu hak dalam kelompok hak-hak sipil dan

politik yang diturunkan dari atau bersumber pada konsepsi hak-hak alamiah

(natural rights). Sebagai hak asasi yang bersumber pada hak alamiah, hak

ini melekat pada setiap orang karena ia adalah manusia, bukan pemberian

negara. Dalam konteks Indonesia, pernyataan ini, bukan lagi sekadar

sesuatu yang bernilai doktriner melainkan telah menjadi norma dalam

hukum dasar (konstitusi) dan oleh karena itu mengikat seluruh cabang

kekuasaan negara dan warga negara, sebab hal itu dituangkan secara

Page 57: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

47

normatif dalam Pasal 28E ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 29 ayat (2) UUD

1945.

Pasal 28E ayat (1) UUD 1945 menyatakan,

“Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut

agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan,

memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan

meninggalkannya, serta berhak kembali”.

Selanjutnya dalam Pasal 28E ayat ditegaskan pula,

“Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan,

menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya”. Adapun Pasal

29 ayat (2) UUD 1945 menegaskan, “Negara menjamin kemerdekaan tiap-

tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk

beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.

Bahwa apabila norma-norma hukum dasar (konstitusi) di atas

dihubungkan secara sistematis, terdapat dua poin penting yang dapat

dipahami. Pertama, Pasal 28E ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945 merupakan

bagian dari Bab XA yang terkait dengan Hak Asasi Manusia, sedangkan

Pasal 29 merupakan isi dari Bab XI terkait dengan Agama. Dengan

demikian, Pasal 28E ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945 berisi pengakuan

terhadap hak setiap manusia untuk memeluk agama dan hak untuk meyakini

kepercayaan. Pengakuan tersebut membawa implikasi bahwa memeluk

agama dan meyakini kepercayaan merupakan hak yang melekat pada setiap

orang. Sebagai konsekuensinya, Pasal 29 UUD 1945 muncul dengan

rumusan bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk

memeluk agamanya dan untuk beribadah menurut agama dan

kepercayaannya itu. Artinya, ketentuan Pasal 28E ayat (1) dan ayat (2)

UUD 1945 merupakan pengakuan konstitusi (negara) terhadap hak atas

kebebasan beragama dan berkeyakinan bagi siapapun, sedangkan Pasal 29

UUD 1945 merupakan penegasan atas peran yang harus dilakukan oleh

negara untuk menjamin tiap-tiap penduduk agar merdeka dalam memeluk

agama dan keyakinan yang dianutnya. Terlepas dari fakta Pasal 28E ayat

(1) dan ayat (2) UUD 1945 dirumuskan lebih kemudian bila dibandingkan

Page 58: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

48

Pasal 29 UUD 1945, namun hubungan sistematisnya dapat dipahami

demikian. Bahkan, karena dirumuskan kemudian, Pasal 28E ayat (1) dan

ayat (2) UUD 1945 mempertegas ihwal pengakuan atas hak kebebasan

beragama setiap orang yang juga telah ada sebelumnya di dalam UUD 1945.

Berdasarkan uraian di atas, menjadi tepat ketika Pasal 28I ayat (1)

UUD 1945 menegaskan bahwa hak ini adalah termasuk dalam kelompok

hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun. Lebih jauh, oleh

karena hak beragama dan menganut kepercayaan sebagai bagian dari hak

asasi manusia sekaligus sebagai hak konstitusional maka timbul kewajiban

atau tanggung jawab bagi negara terutama pemerintah untuk menghormati

(to respect), melindungi (to protect), dan memenuhi (to fulfill) hak tersebut

[vide Pasal 28I ayat (4) UUD 1945].

Administrasi kependudukan merupakan bagian atau salah satu

bentuk dari pemenuhan kebutuhan pelayanan publik sebagai hak yang

melekat bagi setiap warga negara, sehingga menjadi kewajiban bagi negara

untuk menjamin dan memenuhinya. Terkait hal ini, dalam konsiderans

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (UU

Pelayanan Publik) dinyatakan bahwa negara berkewajiban melayani setiap

warga negara dan penduduk untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya

dalam rangka pelayanan publik. Berdasarkan ketentuan Pasal 4 UU

Pelayanan Publik, penyelenggaraan pelayanan publik harus berpijak, di

antaranya, pada asas kesamaan hak dan persamaan perlakuan/tidak

diskriminatif. Kesamaan hak dimaksudkan bahwa dalam memberikan

pelayanan tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender, serta

status sosial. Selanjutnya berkenaan dengan persamaan perlakuan/tidak

diskriminatif, Penjelasan Pasal 4 UU Pelayanan Publik menggariskan

bahwa setiap warga negara berhak memperoleh pelayanan yang adil.

Bahwa terkait dengan diskriminasi sesungguhnya telah diberi

batasan oleh Mahkamah dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

024/PUU-III/2005 bertanggal 29 Maret 2006 yang di antaranya menyatakan

bahwa diskriminasi dapat dikatakan terjadi jika terdapat setiap pembatasan,

Page 59: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

49

pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun tak langsung didasarkan

pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok,

golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan

politik, yang berakibat pengurangan, penyimpangan atau penghapusan

pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan

dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang

politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan aspek kehidupan lainnya [vide

Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi

Manusia].

Ketentuan mengenai larangan diskriminasi di atas juga diatur dalam

International Covenant on Civil and Political Rights yang telah diratifikasi

dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005. Article 2 International

Covenant on Civil and Political Rights menyatakan, “Setiap Negara Pihak

pada Kovenan ini berjanji untuk menghormati dan menjamin hak-hak yang

diakui dalam Kovenan ini bagi semua orang yang berada dalam

wilayahnya dan tunduk pada wilayah hukumnya, tanpa pembedaan apapun

seperti ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau

pendapat lain, asal-usul kebangsaan atau sosial, kekayaan, kelahiran atau

status lainnya “ (Each State Party to the present Covenant undertakes to

respect and ensure to all individuals within its territory and subject to its

jurisdiction the rights recognized in the present Covenant, without

distinction of any kind, such as race, color, sex, language, religion, political

or other opinion, national or social origin, property, birth or other status).

Mahkamah dalam putusan tersebut menegaskan bahwa benar dalam

pengertian diskriminasi terdapat unsur perbedaan perlakuan tetapi tidak

setiap perbedaan perlakuan serta-merta merupakan diskriminasi.

Sebelumnya, dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

070/PUU- II/2004 bertanggal 12 April 2005, Mahkamah menyatakan

bahwa diskriminasi baru dapat dikatakan ada jika terdapat perlakuan yang

berbeda tanpa adanya alasan yang masuk akal (reasonable ground) guna

membuat perbedaan itu. Justru jika terhadap hal-hal yang sebenarnya

Page 60: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

50

berbeda diperlakukan secara seragam akan menimbulkan ketidakadilan.

Dalam putusan lainnya yakni Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

27/PUU-V/2007, bertanggal 22 Februari 2008, Mahkamah menyatakan

bahwa diskriminasi adalah memperlakukan secara berbeda terhadap hal

yang sama. Sebaliknya bukan diskriminasi jika memperlakukan secara

berbeda terhadap hal yang memang berbeda.

Page 61: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

51

BAB IV

ANALISIS HAK KEWARGANEGARAAN ALIRAN KEPERCAYAAN DI

INDONESIA DAN HAK KEWARGANEGARAAN DALAM FIQIH

SIYASAH

A. Hak Warga Negara Menurut Fiqih Siyasah

Islam adalah agama yang mementingkan kemaslahatan dan

kebahagiaan manusia, baik didunia maupun di akhirat. Ajarannya tetap

aktual bagi manusia di segala zaman dan tempat. Islam tidak hanya

merupakan rahmat bagi manusia, tetapi juga bagi alam semesta. Islam

memperlakukan manusia secara adil tanpa membeda-bedakan kebangsaan,

warna kulit dan agamanya. Berdasarkan prinsip ini maka Islam membuat

berbagai ketentuan yang mengatur hubungan antar sesama manusia, baik

muslim sendiri maupun non-muslim.1

Islam mengatur kebebasan beragama dan berkeyakinan, melindungi

hak warga negara sekalipun ia non-Islam dengan sebuah dasar-dasar

kesatuan umat manusia, bahwa Islam mempunyai Prinsip Al-Adalah

(keadilan), Al-Musawah (persamaan), Karomah insaniyah (kehormatan

manusia) dan lain sebagainya. Kebebasan beragama dan berkeyakinan,

dalam bentuk historisnya yang terkini adalah suatu hak asasi manusia yang

dapat berlaku secara universal yang terkodifikasi dalam instrument-

instrument hak asasi manusia Internasional. Dalam tataran normatif, telah

jelas sejak pemulaan era hak asasi manusia modern bahwa kebebasan

beragama atau berkeyakinan adalah hak fundamental, dan sesungguhnya

satu dari hak-hak fundamental yang paling penting.2

1 Muhammad Iqbal, Fiqih Siyasah Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam, (Jakarta:

Gaya Media Pratama, 2001), h. 231 2 Tore Lindholm, W. Cole Durham Jr, Bahia G. Tahzib Lie, Facilitating Fredoom

of Religion or Belief: A Deskbook. Penerjemah Rafael Edy Bosko dan M. Rifa’i Abdul.

Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan: Seberapa Jauh?. Yogyakarta: Kanisius, 2014,

h.19

Page 62: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

52

Syari’at Islam berbeda dengan yang lainnya dalam menetapkan

persamaan hak secara mutlak yang tidak di putuskan kecuali sesuai dengan

keadilan. Maka tidak ada ke ikatan dan tidak ada pengecualian. Persamaan

hak adalah persamaan yang sepurna antara individu dengan rakyat.

Rasulullah saw, bersabda: Darah-darah orang mukmin seluruhnya

sama, dan mereka berkuasa atas orang-orang selain mereka dan harus

membantu dengan adanya jaminan mereka itu akan orang yang lemah dari

mereka. Ketahuilah, seorang Muslim tidak diqishash dengan sebab

membunuh seorang kafir, dan tidak boleh dibunuh orang kafir yang

mempunyai perjanjian selama dalam masa perjanjian itu.

Rasulullah saw, memutuskan bahwa darah-darah kaum muslimin itu

sama, artinya, setara dan tidak berbeda. Ini adalah persamaan yang

sempurna antara semua kelompok dan persamaan sempurna antara semua

umat dan jenis, juga persamaan sempurna antara penguasa dan rakyat biasa,

persamaan antara non-Muslim dan Muslim dalam Negara Islam pada hak

dan kewajiban, dan mereka masing-masing mempunyai agama dan jalan

sendiri-sendiri. Juga persamaan dalam hak dan kewajiban antara laki-laki

dan perempuan, kecuali apa yang di kecualikan dengan nash yang jelas yang

di tuntut oleh perbedaan-perbedaan alami antara keduanya; dan bukan

karena kurangnya kemampuan prempuan.3

Lebih dari itu, para tokoh Islam dunia juga telah berhasil

merumuskan kesesuaian Islam dengan HAM lewat Deklarasi Kairo (Cairo

Declaration atau Watsiqoh Huquq al-Insan fi al-Islam) yang di umumkan

pada tahun 1990. Dalam Deklarasi tersebut dijelaskan bahwa Al-Qur’an dan

Hadits mengakui hak-hak dasar manusia sebagai berikut:

1. Hak persamaan (QS. al-Isra [17]: 70, an-Nisa [4]: 58, 105, 107,

135 dan al-Mumtahanah [60]: 8). Al-Qur’an memuliakan

martabat manusia diatas makhluk lainnya, karena manusia

adalah puncak ciptaan Allah (QS. At-Tin [95]: 4 dan QS. al-Isra

3 Farid Abdul Khaliq, Fikih Politik Islam, (Jakarta: Amzah, 2005), h. 231-232

Page 63: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

53

[17]:70). Sebab itu, dalam QS. an-Nisa [4]: 58, 105, 107 dan 135

ditegaskan persamaan manusia didepan hukum, dimana para

hakim di pengadilan harus menempatkan orang yang berperkara

secara sama dengan menetapkan hukuman kepada orang yang

terbukti bersalah atau menetapkan pihak yang kalah atau

menang berdasarkan bukti-bukti kuat. Bahkan, QS. al-

Mumtahanah [60]: 8 menekankan keharusan ditegagkannya ke

adilan, persamaan, berbuat baik kepada non-Muslim sekalipun,

selama mereka tidak memerangi. Walaupun harus dibedakan,

maka perbedaan itu hanya berdasarkan meritokrasi semata (QS.

at-Tur [52]: 21). Sejalan dengan ayat-ayat ini, maka hadits

riwayat Muslim mengecam tindakan penerapan hukum yang

pilih kasih (tebang pilih), dimana hukum hanya dikenakan

kepada mereka yang lemah,

2. Hak mendapatkan pendidikan (QS. at-Taubah [9]: 112 dan QS.

al-Alaq [96]: 1-5). Ayat pertama merupakan pengakuan Al-

Qur’an terhadap hak untuk belajar agama guna menjaga

moralitas manusia. sementara ayat yang disebut kemudian

menjelaskan tiga jenis pengetahuan dalam Islam: ilmu burhani

(ilmu yang didapat dengan akal pikiran); tajribi (ilmu yang

diperoleh lewat penelitian empirik/positivistik), dan ilmu irfani

(ilmu yang diperoleh dari limpahan ilmu Tuhan secara

iluminatif/wahyu). Semua jenis Ilmu terus di transfer dan

diajarkan sebagai hak manusia. hal ini karena tanpa penguasaan

ketiganya, manusia tidak bisa hidup paripurna, mengingat

kemuliaan manusia bergantung pada penguasaan ketiganya (QS.

al-Mujadilah [58]: 11). Dalam hadits riwayat Ibnu Majah dari

sanad (rantai transmisi) Anas bin Malik, sabda Nabi: “Mencari

ilmu merupakan kewajiban setiap Muslim).

3. Hak memperoleh pekerjaan (QS. at-Taubah [9]: 105, al-

Baqarah [2]: 286 dan al-Mulk [67]: 15). QS. at-Taubah [9]: 105

Page 64: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

54

merupakan pengakuan Islam atas hak bekerja bagi manusia,

karena berdasarkan QS. al-Baqarah [2]: 286, seseorang hanya

akan memperoleh pahala (rewad) atau siksa (punishment)

karena pekerjaan atau usahanya semata. Sejalan dengan kedua

ayat ini, QS. al-Mulk [67]: 15 dan juga QS. al-Jumu’ah [62]: 10

memerintahkan agar manusia bertebaran di muka bumi untuk

mencari rezeki dan karunia Allah. Dalam hadits riwayat Ahmad,

nabi juga memuji pekerjaan profesional apapun selama halal

seperti pertanian dan memuji profesi sebagai pedagang. Bahkan

dengan merujuk pada QS. al-Asr (103) dan al-Bayyinah (98): 7,

Nurcholish Madjid berpendapat bahwa Islam menganut prinsip:

“saya bekerja saya ada”.

4. Hak Perlindungan diri (QS. al-Balad [90]: 12-17 dan at-

Taubah [9]: 6). Dalam ayat yang disebut pertama, al-Qur’an

menusia dari perbuatan perbudakan dan kemiskinan

(kelaparan), dan juga menjelaskan pengakuan terhadap

perlindungan nasihat dan kasih sayang. Adapun dalam ayat

kedua, al-Qur’an menganjurkan kaum Muslimin untuk

menjamin keamanan (perlindungan) bagi non-Muslim dan

mengantarkan mereka ketempat aman.

5. Hak kebebasan beragama (QS. al-Kafirun [109]: 1-6, al-

Baqarah [2]: 256, dan al-Kahfi [18]: 29. Dalam QS. al-

Baqarah [2]: 256, secara harfiyah al-Qur’an menyebut

bahwa tidak ada paksaan dalam menganut agama, dan

dalam QS. al-Kafirun [109]: 1-6 juga dijelaskan mengenai

pengakuan Islam atas kebebasan menjalankan ajaran agama

bagi masing-masing penganut. Bahkan, berdasarkan al-

Kahfi [18]: 29 (Barang siapa yang mau beriman

berimanlah, dan barang siapa yang mau kufur [ingkar atau

Page 65: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

55

ateis], kufurlah), meski ayat ini mengajak pada kebenaran

wahyu, tetapi pada prinsipnya beriman atau tidak adalah

persoalan kebebasan yang diberikan Tuhan kepada manusia

sesuai pilihan dan risikonya.

6. Hak hidup (QS. al-Maidah [5]: 45 dan QS. al-Isra [17]: 33).

Dalam dua ayat ini, al-Qur’an melarang tindakan pembunuhan.

Untuk menjamin hak hidup inilah, syari’ah tradisional dalam

hukum Islam yang di konstruksi para ulama klasik berdasarkan

Al-Qur’an dan Hadits pada abad ke-7 hingga abada ke-17),

berdasarkan QS. al-Araf [7]: 179, memberlakukan hukuman

mati bagi pelaku pembunuhan yang disengaja. Tujuan untuk

memberlakukan hukuman mati ini agar menjerahkan pelaku.

Meski begitu harus juga dikatakan, hampir sesuai dengan ide

menghormati hak hidup bagi pelaku pembunuhan dalam

diskursus HAM modern, hukuman mati bagi pelaku

pembunuhan ini dalam syari’ah tradisional bersifat opsional bagi

pihak keluarga yang terbunuh. Hakim dalam hal ini boleh

menetapkan hukuman bukan dengan hukuman mati, jika

keluarga terbunuh membolehkan tidak dihukum mati.4

Islam juga memberikan hak-hak asasi manusia yang sebagian besar

dijadikannya sebagai kewajiban atau keharusan. Manusia boleh melepaskan

haknya, berbeda dengan kewajiban yang secara mengikat harus dilakukan;

manusia tidak bisa melepaskannya begitu saja. Islam juga mengenal

berbagai hak-hak yang harus dipenuhi seperti apa yang di paparkan diatas,

hak persamaan, hak mendapatkan pendidikan, hak memperoleh pekerjaan,

hak perlindungan diri, hak kebebesan beragama, hak untuk hidup, dan lain

sebagainya.

4 Sukron Kamil, Pemikiran Politik Islam Tematik, (Jakarta: Kencana Prenada

Group, 2013), h. 167-173

Page 66: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

56

Islam juga membedakan antara suatu hak dengan hak lainnya. Ada

yang di katagorikan ke dalam hak yang bersifat materi atau akal-rasio,

individu atau golongan, serta hak yang harus dipenuhi disaat ini atau di masa

yang akan datang. Setiap orang diberikan wewenang sebagai penjaga,

penuntut, atau pembela, bagi hak-haknya masing-masing serta

diperkenankan untuk bekerja sama dengan pihak lain agar hak-haknya

terpenuhi. Jika ia hidup disebuah kawasan dan disana tidak dapat

memperoleh hak-haknya, juga tidak memiliki kawan maupun penolong,

maka ia dibolehkan meninggalkan kawasan tersebut.5

Kebebasan beragama dan berkeyakinan sudah di buktikan dalam

sejarah Islam diantaranya terbentuknya Piagam Madinah, tidak lama

sesudah hijrah ke Madinah, Muhammad saw. Membuat suatu Piagam

Politik untuk mengatur kehidupan bersama, di Madinah yang di huni oleh

beberapa macam golongan. Ia memandang perlu meletakkan aturan pokok

tata kehidupan bersama di Madinah, agar berbentuk kesatuan hidup di

antara seluruh penghuninya. Kesatuan hidup yang baru di bentuk itu di

pimpin oleh Muhammad saw sendiri, dan menjadi negara yag berdaulat

dengan demikian, di Madinah Nabi Muhammad bukan lagi hanya

mempunyai sifat Rasul Allah, tetapi juga mempunyai sifat Kepala Negara.6

Piagam Madinah adalah sebutan bagi shahifat (berarti lembaran

tertulis) dan kitab yang dibuat oleh Nabi. Kata “Piagam” menunjuk kepada

naskah, sedangkan kata Madinah menunjuk kepada tempat dibuatnya

naskah. Kata Piagam berarti surat resmi, yang berisikan tentang pernyataan

pemberian hak, atau berisi pernyataan dan pengukuhan mengenai sesuatu.

Sumber lain menyebutkan bahwa “Piagam” (Charter) adalah dokumen

tertulis yang dibuat oleh penguasa atau badan pembuat Undang-undang

5 Yusuf Al-Qaradhawi, Meluruskan Dikotomi Agama & Politik, (Jakarta: Pustaka

Al-Kautsar, 2008), h. 210 6 Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: Universitas

Indonesia, 1985) cet. Ke-5, jilid I, h, 92 dalam Ahmad Sukardja, Piagam Madinah dan

Undang-Undang Dasar 1945, (Jakarta: UI-press, 1995), h.1-2

Page 67: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

57

yang mengakui hak-hak rakyat, baik hak-hak kelompok sosial maupun hak-

hak individu.7

Piagam Madinah mengatur tentang hak-hak seseorang yang tinggal

di Madinah maupun yang hanya menetap. Peta sosiologis penduduk

Madinah sewaktu Nabi Muhammad Saw baru tiba Madinah, dilihat dari

aspek agama, menunjukkan adanya berbagai macam golongan-golongan,

diantaranya Kaum Muslmin, Kaum Musyrikin (penganut paganisme), kaum

Yahudi. Pada mulanya, perselisihan antar suku sering terjadi di Madinah,

tetapi kemudian agama Islam meredam perselisihan mereka dan membawa

mereka kesuasana damai dan kerukunan.8

Ditetapkannya Piagam Madinah tersebut merupakan salah satu

siasat Rasul sesudah hijrah ke Madinah, yang dimaksudkan untuk membina

kesatuan hidup berbagai golongan warga Madinah. Dalam Piagam itu

dirumuskan kebebesan beragama, hubungan antar kelompok, kewajiban

mempertahankan kesatuan hidup, dan lain sebagainya. Berdasarkan isi

Piagam Madinah itulah warga Madinah yang majemuk, secara politis, di

bina dibawah pimpinan Muhammad saw.9

Pembuatan Piagam Madinah Tersebut, merupakan sebuah bentuk

peraturan yang di buat oleh Muhammad saw beserta para tokoh-tokoh

sekitar, demi melindungi warga yang tinggal di wilayah Madinah yang

penuh dengan keanekaragaman dari perbuatan yang dzalim, baik yang

muncul dari kalangan Internal maupun dari kalangan ekternal yang bisa

merugikan. Secara tidak langsung kewarganeraan saat itu sudah ada, di

buatnya Piagam Madinah demi menyatukan keanekaragaman dan

perbedaan-perbedaan di tengah masyarakat Madinah, baik agama, kabilah,

suku dan lain sebagainya, demi menghujudkan suana yang tentram, nyaman

dan tegagnya keadilan di Madinah.

7 Suyuthi Pulungan, Prinsip-prinsip Pemerintah dalam Piagam Madinah Ditinjau

dari Pandangan Al-Qur’an, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1994), h. 15 8 Ahmad Sukardja, Piagam Madinah dan Undang-Undang Dasar 1945, h. 98 9 Ahmad Sukardja, Piagam Madinah dan Undang-Undang Dasar 1945, h. 3

Page 68: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

58

Bahkan Jika di lihat dalam Piagam Madinah dalam pasal 25 yang

berbunyi :

“Kaum Yahudi dari Bani Awf adalah satu umat dengan mukminin.

Bagi kaum yahudi agama mereka, dan bagi kaum muslimin agama mereka.

Juga [kebebasan ini berlaku] bagi sekutu-sekutu dan diri mereka sendiri,

kecuali bagi yang zalim dan jahat. Hal demikian akan merusak diri dan

keluarganya”.

Dalam Piagam Madinah pasal 25 tersebut merupakan satu umat

bersama kaum muslimin. Mereka bebas memeluk agama mereka

sebagaimana halnya dengan Kaum Muslimin. Kebebasan agama ini

termasuk hak dasar (Hak Asasi Manusia) yang secara eksplisit disebut

dalam Piagam Madinah, di samping hak asasi lainnya, seperti hak hidup

secara aman juga ada di dalam Piagam Madinah dalam (Pasal 15, 40, 45,

47).

Di dalam Piagam Madinah disebutkan berbagai golongan, baik

golongan besar maupun kelompok-kelompok kecil (bani-bani), mereka

disebut ahl hazimi al-shahifah (pasal 37, 39, 42 dan 46). Jika di lihat

Peraturan di Indonesia tentang kewarganegaraan, Rakyat Negara Kesatuan

Republik Indonesia adalah orang-orang bangsa Indonesia asli, dan orang-

orang bangsa lain melalui proses pewarganegaraan menjadi warga

Indonesia (pasal 26 UUD 1945).

Penduduk dalam pemerintahan Islam yang terdiri dari Muslim dan

Non-Muslim, penduduk non-Muslim terdiri dari ahl al-zimmi, musta’min’

dan harbiyun. Ahl al-zimmi adalah non-Muslim, baligh, berakal, bukan

budak, laki-laki, tinggal di dar al-Islam dan mampu membayar jizyah

kepada pemerintah Islam. Diantara hak mereka adalah perlindungan dari

segala bentuk pelanggaran, baik dari luar maupun dalam negeri, terhadap

jiwa, harta, benda, keluarga, dan kehormatannya. Selain itu mereka ahl al-

zimmi berhak pula memperoleh kebebasan menjalankan agamanya, bekerja

dan berusaha serta memperoleh jabatan tertentu dalam pemerintahan tanpa

sikap diskriminasi terhadap mereka. Musta’min menurut pengertian ahli

fiqih adalah orang yang memasuki wilayah lain dengan mendapat jaminan

keamanan dari pemerintahan setempat, baik ia muslim maupun harbiyun.

Page 69: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

59

Menurut al-Dasuki mereka adalah orang non-Muslim yang memasuki

wilayah dar al-Islam dengan memperoleh jaminan keamanan dari

pemerintah Islam untuk tujuan tertentu, kemudian ia kembali ke wilayah

dar al-harb.10 Kata harbiyun digunakan untuk pengertian warga negara dar

al-harb tersebut tidak terdapat hubungan diplomatik. Orang-orang harbiyun

tidak terjamin keamanannya bila memasuki dar al-Islam, karena

terwujudnya rasa aman bagi mereka adalah berdasarkan salah satu dari dua

hal, yaitu beriman memeluk agama Islam, atau melalui perjanjian damai.

Walaupun belum ada Kartu Tanda Penduduk (KTP) di Madinah tapi

identitas mereka sebagai warga negara Madinah Jelas dan diakui di

Konstitusi Madinah, di Madinah sendiri ada Kaum Muslimin Muhajirun

(Para Imigran Mekkah ke Madinah), Kaum Anshar (Penduduk atau Kaum

asli Madinah yang menerima hijrahnya nabi dari Mekkah ke Madinah)

karena ketulusan mereka Nabi Muhammad bisa diterima sebagai pemimpin

agama dan negara. Selain Muslim ada juga yang non-Muslim di Madinah

yang belum bersedia memeluk Agama Islam, tetapi tetap dihargai sebagai

bagian dari warga negara Madinah. Jadi maksudnya secara Legal Formal

mereka tidak punya KTP, tapi secara Substantif Eksistensi mereka sebagai

warga negara di akui, seperti penyebutan beberapa kalangan Yahudi dalam

Konstitusi Madinah yang menandakan hal tersebut merupakan pengakuan

Negara Madinah terhadap warga negaranya yang heterogen dari kalangan

Muslim dan non-Muslim.11

Sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa Islam sudah ada yang

namanya hak asasi manusia sebelum orang barat mencentuskan HAM.

Dalam Al-Qur’an dan Hadits Sudah dijabarkan tentang hak persamaan, hak

mendapatkan pendidikan, hak memperoleh pekerjaan, hak perlindungan

diri, hak kebebasan beragama, dan hak untuk hidup. Semua itu ada dalam

10 Syams al-Din Muhammad ibn Irfah al-Daasuki, Hasyiyah al-Dasuki ala Syarh

al-Kabir,(Mesir: al-Azhariyah, 1345 H), 201 dalam Muhammad Iqbal, Fiqih Siyasah

Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam, h. 33 11 Interview dengan Mujar Ibnu Syarif, Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Fakultas Syariah dan Hukum, Kantor FSH Ciputat, 5 April 2018.

Page 70: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

60

ajaran Islam, karena Islam sangatlah memperhatikan hubungan antar

sesama manusia ataupun manusia dengan makhluk lainnya dan hubungan

dengan Pencipta Alam.

Aliran Kepercayaan yang ada di Indonesia merupakan warga negara

asli Indonesia yang menetap dan tinggal di setiap daerah-daerah yang ada

di Tanah Air Tercinta (Indonesia), bahkan mereka ada sebelum agama

Hindu Budha masuk ke Nusantara, para leluhur yang ada di Indonesia ketika

itu sudah mempunyai sebuah Sistem Kepercayaan dan Keyakinan yang

cukup baik.12 Aliran Kepercayaan merupakan peninggalan kepercayaan

yang turun menurun dari generasi kegenerasi yang berasal dari nenek

moyang dan sudah sepatutnya Pemerintah Indonesia melindungi mereka

sebagai warga negara, memberikan hak-hak mereka, baik hak pendidikan,

kesehatan, perlindungan, pekerjaan, maupun hak-hak yang lainnya sebagai

warga negara.

Aliran Kepercayaan yang ada di Indonesia khusunya di era modern

saat ini, jika dikaitkan dengan Kependudukan dan Kewarganegaraan dalam

Pemerintahan Islam Menurut Dr. H. Mujar Ibnu Syarif, M.Ag beliau

merupakan salah satu dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta dan Komisi V Pengembangan Kerukunan Umat

Beragama MUI Kota Tangsel, Menurut beliau Aliran Kepercayaan tidak

bisa disamakan dengan ahl al-zimmi, musta’min’ dan harbiyun, karena

dalam pemerintahan Islam mereka adalah warga negara kelas dua, dalam

urusan politik mereka tidak bisa menjadi seorang pemimpin pemerintahan

walaupun mereka mempunyai hak yang sama, dan Aliran Kepercayaan

yang ada di Indonesia sebutan untuk mereka tetap sebagai warga negara

yang tinggal di Indonesia, yang mempunyai hak yang sama dalam hal

apapun tanpa terkecuali.13

12 Rachmat Subagya, Agama Asli Indonesia, h. 65-66 13 Interview dengan Mujar Ibnu Syarif, Ciputat, 5 April 2018.

Page 71: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

61

B. Putusan MK terkait Aliran Kepercayaan Perspektif Fiqih Siyasah

Fiqih Siyasah adalah ilmu tata negara Islam yang secara spesifik

membahas tentang seluk-beluk pengaturan kepentingan umat manusia pada

umumnya dan negara pada khususnya berupa penetapan hukum, peraturan,

dan kebijakan oleh pemegang kekuasaan yang bernafaskan atau sejalan

dengan ajaran Islam, guna mewujudkan kemaslahatan bagi manusia dan

menghindarkannya dari berbagai kemudharatan yang mungkin timbul

dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang

dijalaninya.

Siyasah berkaitan dengan mengatur dan mengurus manusia dalam

hidup bermasyarakat dan bernegara dengan membimbing mereka kepada

kemaslahatan dan menjauhkannya dari kemudharatan, dalam

Ketatanegaraan Islam atau Fiqih Siyasah yang terkait dengan peraturan

perundang-undangan iyalah Siyasah Dusturiyyah (Politik Perundangan)

yang meliputi pengkajian tentang penetapan hukum (tasri’iyyah) oleh

lembaga Legislatif, peradilan (qadha’iyyah) oleh lembaga Yudikatif, dan

administrasi pemerintah (idariyyah) oleh birokrasi atau Eksekutif.

Salah satu ulama terkemuka di Indonesia, T. M. Hasbi, membagi

beberapa ruang lingkup ketatangeraan Islam atau fiqih siyasah menjadi

delapan bidang diantaranya14 :

1. Siyasah Dusturiyyah Syar’iyyah (kebijaksanaan tentang

peraturan Perundang-undangan)

2. Siyasah Tasyriiyyah Syar’iyyah (kebijaksanaan tentang

penetapan hukum)

3. Siyasah Qadhaiyyah Syar’iyyah (kebijaksanaan peradilan)

4. Siyasah Maliyyah syar’iyyah (kebijaksanaan ekonomi dan

moneter)

5. Siyasah Idariyyah Syar’iyyah (kebijaksanaan administrasi

negara)

14 14 H.A. Djazuli, Fiqih Siyasah Implementasi Kemaslahatan Umat Dalam

Rambu-Rambu Syariah, h.30

Page 72: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

62

6. Siyasah Dauliyyah/Siyasah Kharijiyyah Syar’iyyah

(kebijaksanaan hubungan luar negeri atau Internasional)

7. Siyasah Tanfidziyyah Syar’iyyah (politik pelaksanaan Undang-

Undang)

8. Siyasah Harbiyyah Syar’iyyah (politik peperangan)

Sedangkan menurut Al-Mawardi dalam ketatanegaraan Islam

mencakup :

1. Kebijaksanaan Pemerintah tentang peraturan perundang-

undangan (Siyasah dusturiyyah)

2. Ekonomi dan Moneter (Siyasah Maliyyah)

3. Peradilan (Siyasah Qadha’iyyah)

4. Hukum perang (Siyasah Harbiyyah)

5. Administrasi negara (Siyasah Idariyyah)

Berdasarkan perbedaan pendapat diatas, pembagian Ketatanegaraan

Islam atau Fiqih Siyasah dapat disederhanakan menjadi tiga bagian pokok

diantaranya :

1. Politik Perundangan (Siyasah Dusturiyyah) yang meliputi

pengkajian tentang penetapan hukum (tasri’iyyah) oleh lembaga

legislatif, peradilan (qadha’iyyah) oleh lembaga Yudikatif, dan

administrasi pemerintah (idariyyah) oleh birokrasi atau

eksekutif.

2. Politik luar negeri (Siyasah Dauliyah/siyasah kharijiyyah),

dalam bagian ini mencakup hubungan keperdataan antara warga

negara yang muslim dengan warga negara non-Muslim yang

berbeda kebangsaan atau disebut juga hukum perdata

Internasional dan hubungan diplomatik antara negara Muslim

dengan negara yang non-Muslim, bisa disebut hubungan

Internasional.

3. Politik keuangan dan moneter (Siyasah Harbiyyah), dalam

bagian ini membahas sumber-sumber keuangan negara, pos-pos

Page 73: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

63

pengeluaran dan belanja negara, perdagangan Internasional,

kepentingan hak-hak publik, pajak dan perbankan.15

Fiqih Siyasah Dusturiyah adalah siyasah yang berhubungan dengan

peraturan dasar tentang bentuk pemerintahan dan batasan kekuasaan , cara

pemilihan (kepala negara), batasan kekuasaan yang lazim bagi pelaksanaan

urusan umat, dan ketetapan hak-hak yang wajib bagi individu dan

masyarakat, serta hubungan antara penguasa dan rakyat. Kedua bidang

Fiqih Siyasah Dauliyah/kharijiyah yaitu siyasah yang berhubungan dengan

peraturan pergaulan antara negara-negara Islam dan negara-negara bukan

Islam, tata cara pengaturan pergaulan warga negara muslim dengan warga

non-Muslim yang ada dinegara Islam, hukum dan peraturan yang

membatasi hubungan negara Islam dengan negara lain dalam situasi damai

dan perang. Ketiga bidang Fiqih Siyasah Harbiyah yaitu siyasah yang

mengatur tentang peperangan dan aspek-aspek yang berhubungan

dengannya, seperti perdamain, dan keempat bidang Fiqih Siyasah Maliyah

adalah siyasah yang mengatur hak-hak orang miskin, mengatur sumber-

sumber mata air (irigasi) dan perbankan. Yaitu hukum dan peraturan yang

mengatur hubungan diantara orang-orang kaya dan miskin, antara negara

dan perorangan, sumber-sumber keuangan negara, baitul mal dan

sebagainya yang berkaitan dengan harta dan kekayaan negara. 16

Jika dilihat ruang lingkup ketatanegaraan Islam atau fiqih siyasah

maka dalam hal ini akan memfokuskan masalah siyasah dusturiyyah,

siyasah dusturiyah adalah bagian fiqih siyasah yang membahas masalah

perundang-undangan negara. Dalam bagian ini antara lain konsep-konsep

Konsitusi (Undang-Undang Dasar negara dan sejarah lahirnya perundang-

undangan dalam suatu negara), Legislasi (bagaimana cara perumusan

perundang-undang), Lembaga demokrasi dan syura yang merupakan pilar

15 Muhammad Iqbal, Fiqih Siyasah, h. 15 16 Suyuthi Pulungan, Fiqih Siyasah Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, (Jakarta: PT

RajaGrafindo, 2002), h.40

Page 74: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

64

penting dalam perundang-undangan tersebut sesuai apa yang sudah

dijelaskan diatas.17

Dalam kajian fiqih siyasah, legislasi atau kekuasaan legislatif

disebut juga dengan al-sultha al-tasyriiyah, yaitu kekuasaan pemerintah

Islam dalam membuat dan menetapkan hukum. Dalam wacara fiqh siyasah,

istilah al-sultha al-tasyriiyah digunakan untuk menunjukkan salah satu

kewenangan atau kekuasaan pemerintah Islam dalam mengatur masalah

kenegaraan, di samping kekuasaan eksekutif (al-sultha al-tanfidziyah), dan

kekuasaaan yudikatif (al-sultha al-qadhaiiyah), dalam pembahasan ini,

kekuasaan lesgislatif (al-sultha al-tasyriiyah) berarti kekuasaan atau

kewenangan pemerintah Islam untuk menetapkan hukum yang akan

diberlakukan dan dilaksanakan oleh masyarakat berdasarkan ketentuan

yang telah diturunkan Allah SWT dalam syariat Islam.

Perundang-undangan atau hukum yang benar adalah faktor penentu

keselamatan umat manusia di planet bumi ini. Menurut Islam, hukum yang

benar itu adalah yang dapat menyelamatkan umat manusia di dunia sampai

di akhirat. Hukum yang berlandaskan kepada Al-Qur’an dan hadits, tidak

bertentangan dengan keduanya, dengan aturan-aturan tersebut mampu

membawa umat manusia menuju kemaslahatan. Dalam hadits yang

dikemukakan oleh Rasulullah saw dalam “Khotbah Haji Perpisahan”

(Hajjatul Wada) yang berbunyi :

ام م ك ي ف ت ك ر ت د ق م ب ه ت م سك ت م ل ت ن ل اإ ن ت ي نس و ه اللب ات ك أ ب داي د ع اب و ض

Artinya : Aku tinggalkan bagi kamu dua perkara, yang kamu tidak

akan tersesat selama kamu berpegang pada dua perkara itu, yaitu: Al-

Qur’an dan Sunnahku.

Dalam menerapkan nilai-nilai dan norma-norma Al-Qur’an dan

hadits di dalam kehidupan bernegara, berdasarkan pola dan contoh yang

pernah di praktekkan Rasulullah saw, nilai-nilai itu dituangkan di dalam

17 Taufik Abdullah, Islam dan MasyarakaT: Pantulan Sejarah Indonesia, (Jakarta:

1987) dalam Din Syamsuddin, Etika Agama dalam Membangun Masyarakat Madani,

(Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu, 2002), h.3

Page 75: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

65

konstitusi dasar, yang dalam sejarahnya disebut dengan “Konstitusi

Madinah” atau “Konstitusi Negara Islam pertama”.18

Peranan konstitusi negara Islam pertama yang dilakukan oleh

Rasulullah saw baru dapat disadari dan diakui oleh para ahli pikir modern

sekarang ini, karena konstitusi atau Undang-Undang dasar itu tidak hanya

merupakan suatu dokument yang mencerminkan pembagian kekuasaan

diantara lembaga-lembaga kenegaraan (seperti eksekutif, legislatif dan

yudikatif). Tetapi juga membahas tentang menentukan dan membatasi

kekuasaan pemerintah, Undang-Undang Dasar dianggap sebagai

pengwujudan hukum tertingi yang melindungi hak-hak asasi setiap warga

negara.

Badan legislatif (Majelis Syura) berhak untuk membuat konstitusi

dan Undang-Undang dengan senantiasa berorientasi kepada ketentuan-

ketentuan syariat yang diatur di dalam Al-qur’an dan sunnah Nabi saw

(hadis). Terhadap nilai-nilai dan norma-norma yang diatur secara pasti oleh

syari’at, Majelis berhak untuk melakukan interpretasi dan rinciannya.

Sedangkan terhadap masalah yang tidak secara langsung diatur oleh

syari’at, majelis berhak untuk membuat ketentuan-ketentuannya secara

ijtihad, dengan syarat tidak bertentangan dengan syari’at baik semangatnya

maupun formulasinya.19

Dalam literature Fiqih Siyasah sesunguhnya dikenal dua jenis

Siyasah. Pertama Siyasah Syar’iyyah yaitu siyasah yang dalam proses

penyusunannya memperhatikan norma dan etika agama. Kedua, Siyasah

Wadh’iyyah yaitu Siyasah yang dihasilkan oleh produk pemikiran manusia

semata yang dalam proses penyusunannya tidak memperhatikan norma dan

etika agama.

18 Abdul Qadir Djaelani, Negara Ideal Menurut Konsepsi Islam, (Surabaya: Bina

Ilmu, 1995), h. 191-192 19 Abdul A’la Maududi, Khilafah dan Kerajaan, (Bandung: Mizan, 1984), h. 74

dalam Abdul Qadir Djaelani, h. 191-192

Page 76: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

66

Dasar pokok Siyasah Syar’iyyah adalah wahyu atau agama. Nilai

dan norma transendental merupakan dasar bagi pembentukan peraturan

yang dibuat oleh institusi-institusi kenegaraan yang berwenang. Syariat

adalah sumber pokok bagi kebijakan pemerintah dalam mengatur berbagai

macam urusan umum dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan

bernegara. Sumber lainnya manusia sendiri dan lingkungannya. Peraturan-

peraturan yang bersumber pada lingkungan manusia sendiri, seperti

pandangan para ahli, hukum adat, pengalaman manusia, dan warisan

budaya, perlu dikaitkan atau dinilai dan norma transendental agar tidak ada

yang bertentangan dengan kehendak dan kebijakan Tuhan seperti ditetapkan

dalam syari’at-Nya. Jadi, sumber dari Siyasah Syar’iyyah ada dua macam

yaitu sumber dari atas yakni wahyu (agama) dan sumber dari bawah yaitu

manusia sendiri serta lingkungan.20

Penting dicatat, dikalangan teoritisi politik Islam, ilmu Fiqih siyasah

itu sering disinonimkan dengan ilmu Siyasah Syar’iyyah yang oleh abdul

wahab khalaf didefinisikan sebagai berikut,

“Ilmu siyasah syar’iyyah (ilmu fiqih siyasah) adalah ilmu yang

membahas tentang tata cara pengaturan masalah ketataneragaraan Islam

semisal (bagaimana mengadakan) perundang-undangan dan berbagai

peraturan (lainnya) yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam, kendatipun

mengenai penataan semua persoalan itu tidak ada dalil.21

Berbeda dengan siyash syar’iyyah, siyasah wadh’iyyah hanya

memiliki satu sumber saja, yaitu sumber dari bawah atau sumber yang

berasal dari manusia sendiri dan lingkungannya, seperti ara’ ahl bashar

(pandangan para ahli atau pakar), al-urf (uruf), al-adah (adat), al-tajarib

(pengalaman-pengalaman), al-awda’ al-maurutsah (aturan-aturan dulu

yang diwariskan). Sumber-sumber hukum yang berasal dari manusia dan

lingkungannya itu berbeda-beda dan bersifat dinamis, karena adat istiadat,

20 Mujar Ibnu Syarif dan Khamami Zada, Fiqih Siyasah, (Jakarta: Erlangga, 2008),

h. 11-12 21 Mujar Ibnu Syarif dan Khamami Zada, Fiqih Siyasah, h. 10

Page 77: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

67

pengalaman, budaya, dan pandangan manusia itu pasti berbeda-beda dan

terus menerus bekembang sejalan dengan perbedaan waktu, situasi, dan

kondisi yang mengitarinya.

Namun tidak semua siyasah wadha’iyyah ditolak selama ia tidak

bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran dan ruh Islam22

Peraturan di Indonesia bisa masuk kedalam Siyasah Syar’iyyah dan

Siyasah wadh’iyyah, jika tidak bertentangan dengan alquran dan sunnah itu

Siyasah Syar’iyyah, jika peraturan yang dibuat bertentangan dengan syariat

maka itu adalah Siyasah Wadh’iyyah batilah, seperti peraturan yang yang

membolehkan kawin sesama jenis maka hal tersebut bisa dikatakan siyasah

Siyasah Wadh’iyyah yang tidak Islami atau batil, dan ada Juga Siyasah

Wadh’iyyah Islami yang memang dalam pembuatan peraturan tersebut

tidak Islami atau tidak berlandaskan kepada Alqur’an dan Hadits, namun

bisa jadi ketika di uji jiwanya Islami. Menurut Dr. H. Mujar Ibnu Syarif,

M.Ag ada beberapa keriteria Siyasah wadh’iyyah Islami diantaranya:

1. Muthobaqoh sesuai dengan ajaran islam.

2. Peraturan itu meletakkan persamaan kedudukan manusia

didepan hukum dan Pemerintahan.

3. Undang-undang dibuat Untuk menegakkan keadilan.

4. Tidak memberatkan masyarakat

5. Dapat menghujudkan kemaslahatan dan mampu menjauhkan

kemudaratan.

6. Prosedur pengambilan putusannya berdasarkan musyawarah. 23

Siyasah Syar’iyyah dan Siyasah Wadh’iyyah juga dapat dibedakan

dari tujuan yang hendak digapainya. Siyasah Syar’iyyah bertujuan

mengantarkan rakyat menggapai kebahagiaan dunia dan akhirat, sementara

22 Abdur Rahman Taj, Al-Siyasat al-Syar’iyat wa al-Fiqh al-Islami, Dar al-Ta’lif,

Mishr, 1953, h. 10-11 dalam Suyuthi Pulungan, Fiqih Siyasah Ajaran, Sejarah dan

Pemikiran, (Jakarta: PT RajaGrafindo, 2002), h. 24 23 Interview Pribadi dengan dengan Mujar Ibnu Syarif, Ciputat, 5 April 2018.

Page 78: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

68

Siyasah Wadh’iyyah hanya bertujuan mengantarkan rakyat untuk

menggapai kebahagiaan duniawi saja.

Dari keriteria diatas jika dikaitkan dengan Putusan MK yang

membolehkan Aliran Kepercayaan dicantumkan dalam kolom KTP, maka

Putusan Tersebut jika suatu saat dijadikan sebuah peraturan, hal tersebut

masuk kedalam katagori Siyasah Wadh’iyah Islami karena dalam putusan

tersebut memuat prinsip keadilan ditengah-tengah masyarakat tanpa adanya

diskriminasi dan kesamaan hak di hadapan hukum seperti halnya warga

negera pada umumnya, dan sama halnya seperti yang ada dalam ajaran

Islam.

Pada umumnya seluruh masyarakat yang ada di Indonesia bahkan di

dunia juga mengharapkan yang namanya keadilan dan perlakuan yang sama

dihadapan hukum tanpa adanya sebuah diskriminasi. Namun dalam kasus

atau dalam hal yang bersifat sensitif seperti halnya agama atau Aliran

Kepercayaan, pemerintah seharusnya mampu menjelaskan kepada

masyarakat awam agar tidak terjadi kesalah pahaman dan pemerintah harus

tegas dalam membuat sebuah peraturan terkait hal tersebut, terutama

definisi dari Agama dan Aliran Kepercayaan harus ditegaskan.

C. Respon dan Implikasi

Permohonan yang di ajukan oleh empat permohon diantaranya oleh

Nggay Mehang Tana, Pagar Demanra Sirait, Arnol Purba, Carlim, mereka

pemohon yang mewakilkan kepercayaanya masing-masing yang mereka

anut dan bisa dikatakan juga sebagai perwakilan kepercayaan-kepercayaan

yang ada di Indonesia supaya bisa mendapatkan hak-hak yang sama sebagai

warganegara. Permasalahan yang mereka ajukan terkait denga pasal 61

Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 dan pasal 64 Undang-Undang No. 24

Tahun 2013 tentang Administrasi kependudukan yang mewajibkkan

mengisi kolom agama di Kartu Tanda Penduduk (KTP).

Page 79: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

69

Pasal 61 UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi

Kependudukan :

Ayat (1)

“KK memuat keterangan mengenai kolom nomor KK, nama

lengkap kepala keluarga dan anggota keluarga, NIK, Jenis Kelamin, alamat

tempat lahir, tanggal lahir, agama, pendidikan, pekerjaan, status

perkawinan, status hubungan dalam keluarga, kewarganegaraan, dokumen

imigasi, nama orang tua.”

Ayat (2)

“Keterangan tentang agama sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

bagi penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama berdasarkan

ketentuan peraturan Perundang-undangan atau bagi penghayat kepercayaan

tidak diisi, tetapi tetap dilayani dan dicatat dalam database kependudukan.”

Pasal 64 UU No. 24 Tahun 2013 tentang perubahan atas Undang-

Undang No. 23 tahun 2006 Tentang Administrasi Pendudukan :

Ayat (1)

“KTP-el mencantumkan gambar lambang Garuda Pancasila dan

peta wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, memuat element data

penduduk, yaitu NIK, nama, tempat tanggal lahir, laki-laki atau perempuan,

agama, status perkawinan, golongan darah, alamat, pekerjaan,

kewarganegaraan, pas foto, masa berlaku, tempat dan tanggal dikeluarkan

KTP-el, dan tanda tangan pemilik KTP-el.”

Ayat (5)

“Element data penduduk tentang agama sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) bagi penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama

berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan atau bagi penghayat

kepercayaan tidak diisi, tetapi tetap dilayani dan dicatat dalam data base

kependudukan.”24

Dalam peraturan diatas menurut para pemohon terjadinya

diskriminasi, kata-kata “Bagi penduduk yang agamanya belum diakui

sebagai agama berdasarkan ketentuan peraturan Perundang-undangan

atau bagi penghayat kepercayaan tidak diisi, tetapi tetap dilayani dan

dicatat dalam database kependudukan”. Kenyataan dalam menjalankan

kehidupan sehari-hari, kebijakan negara terhadap Aliran Kepercayaan

sebagai warga negara Indonesia tidak sesuai dengan isi peraturan tersebut,

24 Redaksi Sinar Grafika, UU Administrasi Kependudukan, (Jakarta: Sinar Grafika,

2007), h. 30

Page 80: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

70

Aliran Kepercayaan banyak mengalami diskriminasi dalam mendapatkan

layanan Publik, baik kesehatan, pendidikan, dan pekerjaan. Padahal dalam

pasal 4 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang pelayanan Publik

menyebutkan penyelenggaraan pelayanan Publik berasakan:

a. Kepentingan umum;

b. Kepastian hukum;

c. Kesamaan hak;

d. Kesamaan hak dan kewajiban;

e. Keprofesionalan;

f. Partisipatif;

g. Persamaan perlakuan/tidak diskriminatif;

h. Keterbukaan ;

i. Akuntabilias;

j. Fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan;

k. Ketepatan waktu; dan

l. Kecepatan, kemudahan, dan keterjangkaun;

Dari peraturan diatas ada beberapa point yang tidak rasakan oleh

penganut Aliran Kepercayaan di Indonesia yaitu Kepastian hukum,

kesamaan hak, persamaan perlakuan/tidak diskriminatif. Setiap warga

negara harus di lindungi oleh negaranya dengan adanya sebuah aturan

(kepastian hukum).25 Setiap warga negara juga berhak mendapatkan hak-

haknya sebagai warga negara tanpa adanya diskriminasi ditengah-tengah

masyarakat dalam pelayanan publik, seperti halnya mendapatkan hak atas

pendidikan, hak atas kesehatan, hak atas agama yang mereka jalani, hak atas

kesejahteraan sosial, hak atas perlakuan yang sama dihadapan hukum,

25 Pernyataan Muhammad Hafiz, SHI, MSI (Direktur Eksekutif Human Rights

Working Group) dalam sebuah seminar yaang bertemakan “Kolom Agama Bagi Penghayat

Kepercayaan Kepercayaan Pasca Keputusan Mk Urgensinya dan Implementasinya” yang

diadakan Fakultas Syariah dan Hukum Syarif Hidayatullah, Ruang Theatre lt. 2 Fakultas

Syariah dan Hukum, Selasa, 24 April 2018

Page 81: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

71

beserta dengan seluruh layanannya yang diatur dan dijamin dalam UUD

1945.

Terkait dengan Putusan MK tersebut, tentang pencantuman Aliran

Kepercayaan di Kartu Tanda Penduduk (KTP) ternyata memuat beragam

opini baik yang pro maupun kontra dari berbagai kalangan, mulai dari tokoh

agama, pemerintah, pengamat, hingga lembaga yang terkait. Majlis Ulama

Indonesia (MUI) sebagai Lembaga yang mewadahi para Ulama, zu’ama,

dan Cendikiawan Islam di Indonesia turut berkomentar atas putusan MK

tentang pencantuman Aliran Kepecayaan dalam Kolom KTP, terbukti

dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) III MUI yang berlangsung dari 28-

30 November 2017 , Rakernas tersebut diikuti 200 peserta dari 34 utusan

MUI provinsi seluruh Indonesia. Dibuka dan ditutup oleh Ketua

Umum MUI Pusat Prof Dr KH Ma'ruf Amin.

Adapun enam keputusan MUI sebagai berikut:

1. MUI sangat menyesalkan putusan Mahkamah

Konstitusi nomor perkara 97/puu-XIV/2016. Putusan

tersebut kami nilai kurang cermat dan melukai perasaan

umat beragama khususnya umat Islam Indonesia karena

putusan tersebut berarti telah menjajarkan kedudukan agama

dengan Aliran Kepercayaan.

2. MUI berpandangan bahwa putusan MK tersebut

menimbulkan konsekuensi hukum dan berdampak pada

tatanan kehidupan sosial kemasyarakatan serta merusak

terhadap kesepakatan kenegaraan yang selama ini sudah

berjalan dengan baik.

3. MUI berpendapat seharusnya MK dalam mengambil

keputusan yang memiliki dampak strategis, sensitif, dan

menyangkut hajat hidup orang banyak, membangun

komunikasi dan menyerap aspirasi yang seluas-luasnya

kepada masyarakat dan pemangku kepentingan sehingga

Page 82: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

72

dapat mengambil keputusan secara obyektif, arif, bijak, dan

lebih aspiratif.

4. MUI menghormati perbedaan agama, keyakinan dan

kepercayaan setiap warga negara karena hal tersebut

merupakan implementasi dari hak asasi manusia yang

dilindungi oleh negara sesuai peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

5. MUI sepakat bahwa pelaksanaan pelayanan hak-hak sipil

warga negara di dalam hukum dan pemerintahan tidak boleh

ada perbedaan dan diskriminasi sepanjang hal tersebut sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

6. MUI mengusulkan langkah-langkah solusi terhadap warga

negara yang membutuhkan pelayanan terkait putusan MK

tentang identitas pribadinya agar dicantumkan pada Kartu

Keluarga (KK) atau Kartu Tanda Penduduk (KTP) seperti

penganut penghayat kepercayaan, Pemerintah wajib

melayani dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Pemerintah dapat melakukan pencantuman

identitas penghayat kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha

Esa pada Kartu Keluarga.(KK)

b. Pemerintah dapat mencetak Kartu Tanda Penduduk (KTP)

yang hanya mencantumkan kolom Aliran Kepercayaan

terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan jumlah

kebutuhan warga penghayat kepercayaan.

c. Adapun urusan yang terkait dengan hak-hak sipil sebagai

warga negara, warga penghayat kepercayaan tetap berada di

Page 83: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

73

bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

sebagaimana yang selama ini telah berjalan dengan baik.26

MUI Sangat menyesalkan dan memperihatinkan dengan Putusan

tersebut, karena Putusan tersebut tidak mengikuti kesepakatan Nasional

yang telah dicapai dengan susah payah pada saat masa Orde Baru yang telah

dituangkan dalam GBHN (Garis-garis Besar Haluan Negara) Nomor:

IV/MPR/1978. Dalam GBHN tersebut dalam Bidang Agama dan

Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Sosial-Budaya, Agama dan

Aliran Kepercayaan merupakan dua hal yang berbeda tidak dapat

disamakan maupun disatukan, yang kemudian Agama dibina oleh

Kementrian Agama dan Aliran Kepercayaan dibina oleh Kementerian

Kebudayaan, karena agama produk Tuhan, sedangkan Aliran Kepercayaan

merupakan produk manusia. Kesepakatan Nasional ini yang tidak diikuti

oleh MK, terbukti dalam Amar Putusannya, kata agama tidak berlaku

apabila tidak termasuk kepercayaan, kata-kata termasuk berarti Aliran

Kepercayaan merupakan bagian dari Agama, hal tersebut yang disesalkan

oleh MUI terhadap Putusan MK, dulu pada Orde Baru hal tersebut

sangatlah sensitif , inilah yang di langgar oleh Mahkamah Konstitusi yang

hanya mengacu pada HAM dalam UUD tidak melakukan persfektif yang

lebih luas.27

Sikap MUI terhadap Putusan MK tersebut pada awalnya menolak,

kemudian mencari solusi, lalu setuju dituliskan kolom Aliran Kepercayaan

jika hanya dalam KK dan pada akhirnya setuju dituliskan dalam KTP

dengan format yang di usulkan oleh MUI, yaitu membiarkan KTP yang

sudah ada untuk tidak diubah dan KTP untuk Aliran Kepercayaan dibuat

Khusus, dalam format tersebut bukan tertulis Agama melainkan Ketuhanan

26Rakemas MUI Putusan MK Soal Penghayat Melukai Umat Islam:

jpnn.com/news/2017/11/30/rakernas-mui-putusan-mk-soal-penghayat-melukai-umat-

islam

27 Interview dengan Rofikul Umam (Wasekjen Bidang Hukum MUI Pusat)

Perwakilan MUI Pusat, Jl. Proklamasi No. 51 Menteng Jakarta Pusat, 16 Mei 2018

Page 84: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

74

Yang Maha Esa atau Aliran Kepercayaan. Oleh karena itu MUI

mengundang tiga Kementerian yaitu Kementerian Agama Drs. H Lukman

Hakim Sifuddin (Menteri) , Kementerian dalam Negeri yang di wakilkan

oleh Prof Dr .Zudan Arif Fakrullah, S.H.,M.H. (Direktur Jenderal

Kependudukan dan Pencatatan Sipil) dan Kementerian Pendidikan dan

kebudayaan yang diwakilkan Didik Suhardi, Ph.D. (Sekretaris Jenderal).

Karena tiga Kementerian tersebut yang kira-kira yang terkait, Kementerian

Agama karena terkait dengan Pembinaan agama-agama, Kemendagri

karena mereka yang menyetak KTP-nya, Kemendikbud karena terkait

pembinaan Aliran Kepercayaan, dan usulan penulisan format dalam KTP

tersebut sangat diterima baik oleh tiga Kementerian tersebut.28

Alasan Penolakan Putusan MK tersebut terkait Pencantuman Aliran

Kepercayaan dalam kolom KTP, Menurut MUI juga ternyata mempunyai

dampak dalam tatanan kehidupan sosial diantaranya:

a. Terpublikasinya Aliran Kepercayaan yang awalnya tidak banyak

didengar dan sekarang mulai terdengar.

b. Menjadikan isu yang gaduh ditengah-tengah masyarakat terutama

Umat Muslim, banyak Umat Muslim yang awam yang tidak

mengerti dan mengakibatkan kesalah pahaman, kegaduan itu

tercermin dengan penolakan sikap MUI tentang Kolom agama,

c. Menyamaratakan Agama dan Aliran Kepercayaan, kepercayaan

bagian dari agama, MUI menyatakan bahwa hal tersebut tidak

dengan kesepakatan awal.

d. Aliran kepercayaan akan tampil percaya diri mereka akan

menampilkan dirinya, Jumlah mereka akan terus bertambah dan

banyak agama-agama yang masuk ke Percayaan mereka,

terutama Umat Muslim yang khawatirkan MUI selaku lembaga

keagamaan.

28 Interview dengan Rofikul Umam (Wasekjen Bidang Hukum MUI Pusat)

Perwakilan MUI Pusat, 16 Mei 2018

Page 85: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

75

MUI Kota Tangeselpun Turut merespon tentang pencantuman

Aliran Kepercayaan, dalam memahami putusan MK, menurut MUI Kota

Tangsel, MK sudah menjalankan tugasnya cukup baik dalam memeriksa

dan memutuskan permohonan yang diajukan oleh perwakilan warga negara

Aliran Kepercayaan, masalah yang terjadi di tengah-tengah masyarakat

terkait diskriminasi tentang hak asasi manusia yang di alami oleh sebagian

warga negara Indonesia Khususnya Aliran Kepercayaan, Peraturan yang

dibuat seharusnya memberikan perlindungan kepada seluruh warga negera

tanpa melihat agama, ras, suku, jabatan, dan lain sebagainya dan peraturan

yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945.

Menurut MUI Kota Tangsel, Ketika ketua umum MUI K.H Mar’uf

Amin berkomentar tentang pencantuman Aliran Kepercayaan dicantumkan

dalam kolom KTP, hal tersebut juga bertentangan dengan Undang-Undang

yang berkaitan dengan aliran sesat, karena Aliran Kepercayaan merupakan

aliran sesat, jika dikaitkan dengan hal tersebut maka sama-sama benar,

intinya adalah arah dari putusan MK itu mengarah kepada penyesuain

terhadap regulasi peraturan perundang-undangan dengan jelas, yang

semuanya tidak ada peraturan dan perundang-undangan baik pasal maupun

ayat yang bersifat diskriminasi terhadap hak warga negera, jadi sebenarnya

jika dipisahkan tidak akan ketemu. Netralitas MK tidak boleh berpengaruh

oleh pihak manapun, maka kasusnya mengarah bagaimana pihak

administrasi kependudukan di Indonesia yang dibawah naungan

Dapertement Dalam Negeri itu membuat aturan yang jelas terhadap Aliran

Kepercayaan dan memperbaiki atau menjelaskan definisi agama berkaitan

dengan administrasi kependudukan bukan kepada pengamalan. 29

Solusi yang terkait dengan pencantuman Aliran Kepercayaan

menurut MUI Kota Tangsel diantaranya:

1. Membatasi arah pemahaman dari masyarakat terkait substansi

amar putusan tentang Pencantuman Aliran Kepercayaan.

29 Interview dengan Hasan Mustofi Ketua Komisi VI Penetapan Hukum, Fatwa &

Perundang-undangan MUI Kota Tansel, Kantor MUI Tangsel, 4 April 2018.

Page 86: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

76

2. Pemerintah melakukan perbaikan terhadap administrasi

kependudukan terkait perundang-undangan yang tidak ada

satupun kesan terjadi diskriminasi terhadap hak warganegara.

Kepercayaan Sunda wiwitan, yang merupakan Aliran Kepercayaan

orang-orang sunda terdahulu, yang beranggapan bahwa aliran tersebut

merupakan agama asli masyarakat Sunda. Kepercayaan Sunda wiwitan ini

juga dianut oleh suku adat Baduy yang terdapat di desa kanekes, Kecamatan

Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten. Suku adat ini juga termasuk suku

adat yang terasing dan bahkan bisa dikatakan mengasingkan diri dari dunia

luar dan sekitarnya (Banten), jumlah penduduk kanekes pada tahun 2017

sebanyak 11.699 (sebelas ribu enam ratus sembilan puluh sembilan) Jiwa,

yang terdiri dari 5.911 (lima ribu sembilan ratus sebelas) laki-laki dan 5.788

(lima ribu tujuh ratus delapan-delapan) Prempuan.30

Anggota masyarakat Baduy atau Kanekes memiliki kepercayaan

yang disebut Sunda Wiwitan, tetapi juga ada beberapa anggota masyarakat

Baduy yang sudah memeluk agama Islam atau Budha, khususnya di warga

Cicakal Girang yang mayoritas beragana Islam. Keberagaman dalam

memeluk agama pada anggota masyarakat Baduy merupakan bentuk

ketaatan yang dilakukan terhadap nilai-nilai dan pandangan hidup yang

diturunkan oleh nenek moyang mereka. Apapun yang menjadi kepercayaan

masyarakat Baduy mengajarkan bahwa semua hal yang berkaitan dengan

pola kehidupan mereka tidak boleh atau pantang untuk diubah.31

Dalam kehidupan sosial memang tidak banyak masyarakat baduy

yang mengurus Pendidikan, kesehatan, dan layanan publik lainnya yang

dikarenakan mereka masih memegang teguh adat dan budayanya, namun

tidak sedikit masyarakat baduy yang bekerja diluar yang mendapatkan

30 Interview dengan Agus Sekretaris Desa Kanekes, Kantor Desa Kanekes, 18 Mei

2018. 31 Moch. Masykur Fuadz A., “Eksistensi Sunda Wiwitan pada Anggota Suku

Baduy di Jakarta.” (Skripsi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Air Langga

Surabaya, 2014), h. 1

Page 87: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

77

perlakuan diskriminasi, diskriminasi tersebut berupa banyaknya

pertanyaan-pertanyaan yang diajukan ketika melamar kerja sehingga

banyak yang tidak diterima, dalam melakukan pemilihan pemilu,

dipersulitnya laporan kehilangan ke aparat yang berwajib dikarenakan

kosongnya kolom agama ucap Nista, salah satu warga desa Kanekes,

Kampung Kadu Ketung III.32 Bahkan ketika masyarakat baduy keluar desa

khususnya Jakarta ketika mereka menunjukkan KTP dianggap palsu, karena

kosongnya kolom agama tersebut, dan diskriminasi selain Kosongnya

kolom agama di KTP, tanda tangan dalam KTP pun di permasalahkan ketika

melakukan Jual beli Tanah, dalam pembuatan rekening Bank dan simpan

pinjam, dikarenakan kurangnya pendidikan di masyarakat baduy sehingga

dalam pembuatan tanda tanganpun banyak yang tidak mengerti, sehingga

mereka tidak mendapatkan pelayanan yang semestinya.33

Dicantumkan Aliran Kepercayaan dalam kolom KTP merupakan

titik terang bagi para penganut Kepercayaan yang ada di Indonesia,

sehingga mempunyai payung hukum bagi mereka dan merupakan bentuk

pengakuan negara terhadap Aliran Kepercayaan. Arwan salah satu warga

desa Kanekes, Kampung Kadu Ketung III merasa sangat senang dengan

Putusan MK. 34 Pemerintahan Desa Kanekes sangat mendukung luar biasa

atas Putusan MK tersebut, selain merasa di akui sebagai warga negara

Indonesia, hal tersebut juga sangat di sambut positif dan warga sangatlah

menanti-nantikan hal tersebut. Pada dasarnya pemerintah berkewajiban

untuk melindungi dan memberikan hak kepada warga negaranya tanpa

memandang agama, ras, suku, warna kulit ataupun yang bersifat

diskriminatif.

32 Interview dengan Nista, Warga Desa Kanekes, Kampung Kadu Ketung III, 18

Mei 2018. 33 Interview dengan Agus, Sekretaris Desa Kanekes, Kantor Desa Kanekes, 18 Mei

2018. 34 Interview dengan Arwan, Warga Desa Kanekes, Kampung Kadu Ketung III, 18

Mei 2018.

Page 88: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

78

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah melakukan sebuah Penelitian mengenai Pencantuman

Aliran Kepercayaan dalam Kolom KTP Perspektif Fiqih Siyasah, maka

dalam hal ini Peneliti dapat membuat beberapa Kesimpulan, yaitu sebagai

berikut:

1. Kebijakan Pemerintah Indonesia terhadap Aliran Kepercayaan dari

zaman perjuangan kemerdekaan hingga periode awal orde lama, sering

mendapatkan diskriminasi dan banyak dari masyarakat penghayat

kepercayaan yang menjadi korban karena dituduh tidak beragama atau

kafir dan mendapatkan perlakuan diskriminsi, Permohonan yang

diajukan Oleh Empat Permohon Nggay Penganut Kepercayaan dari

Komunitas Marapu di Sumba Timur, Pagar Demanra Sirait Penganut

Kepercayaan Parmalim di Sumatera Utara, Arnol Purba Penganut

Kepercayaan Ugamo Bangsa Batak di Medan, Carlim Penganut

Kepercayaan Sapto Darmo di Jawa. Empat permohon tersebut

merupakan perwakilan dari semua Penghayat Kepercayaan yang

merasa haknya tidak dipenuhi dan mendapatkan perlakuan yang tidak

adil dalam tatanan kehidupan sosial atau diskriminasi, Putusan MK

tersebut merupakan titik terang untuk para penganut kepercayaan yang

ada di Indonesia.

2. Putusan MK Nomor 97/PUU-XIV/2016 Tentang Pencantuman Aliran

Kepercayaan banyak memuat respos Masyarakat diberbagai kalangan,

baik yang Pro maupun yang Kontra. Terutama Majlis Ulama Indonesia

(MUI) sebagai Lembaga yang mewadahi para Ulama, zu’ama, dan

Cendikiawan Islam di Indonesia turut berkomentar atas putusan

tersebut, karena menurut MUI Putusan tersebut tidak mengikuti

kesepakatan Nasional yang telah dicapai dengan susah payah pada saat

masa Orde Baru yang telah dituangkan dalam GBHN (Garis-garis Besar

Page 89: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

79

Haluan Negara) Nomor: IV/MPR/1978, terbukti dalam Amar

Putusannya, kata agama tidak berlaku apabila tidak termasuk

kepercayaan, kata-kata termasuk berarti Aliran Kepercayaan

merupakan bagian dari Agama, hal tersebut yang disesalkan oleh MUI

terhadap Putusan MK, padahal dalam GBHN tersebut dalam Bidang

Agama dan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Sosial-

Budaya, Agama dan Aliran Kepercayaan merupakan dua hal yang

berbeda tidak dapat disamakan maupun disatukan, Namun dengan

kewibawaan K.H Mar’uf Amin Selaku ketua umum MUI beliau

menerima Putusan tersebut dan memberikan usulan tentang format

KTP untuk para Aliran Kepercayaan, bahwa Aliran Kepercayaan boleh

dicantumkan dalam kolom KTP namun tidak menggunakan kata agama

melainkan Aliran Kepercayaan atau Penghayat Kepercayaan.

Walaupun terjadinya Pro dan Kontra terkait Putusan MK tersebut,

Putusan MK tersebut merupakan titik terang bagi para Penghayat

Kepercayaan yang ada di Indonesia agar lebih di akui oleh Negara dan

dilindungi hak-haknya tidak dibeda-bedakan dengan yang lainnya,

mendapatkan layanan Publik yang sama dalam masalah Pendidikan,

Pekerjaan, Kesehatan, ataupun hal yang lainnya.

3. Dalam Ketatanegaraan Islam, Islam mengatur kebebasan beragama dan

berkeyakinan, melindungi hak warganegara sekalipun ia non-Islam

dengan sebuah dasar-dasar kesatuan umat manusia, bahwa Islam

mempunyai Prinsip Al-Adalah (keadilan), Al-Musawah (persamaan),

Karomah insaniyah (kehormatan manusia) dan lain sebagainya.

Kebebasan beragama dan berkeyakinan sudah di buktikan dalam

sejarah Islam diantaranya terbentuknya Piagam Madinah. berbagai

macam golongan-golongan, diantaranya Kaum Muslmin, Kaum

Musyrikin (penganut paganisme), kaum Yahudi. Pada mulanya,

perselisihan antar suku sering terjadi di Madinah, tetapi kemudian

Page 90: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

80

agama Islam meredam perselisihan mereka dan membawa mereka

kesuasana damai dan kerukunan

Dalam literature Fiqih Siyasah sesunguhnya dikenal dua jenis Siyasah.

Pertama Siyasah Syar’iyyah yaitu siyasah yang dalam proses

penyusunannya memperhatikan norma dan etika agama. Kedua,

Siyasah Wadh’iyyah yaitu Siyasah yang dihasilkan oleh produk

pemikiran manusia semata yang dalam proses penyusunannya tidak

memperhatikan norma dan etika agama. Putusan MK yang

membolehkan Aliran Kepercayaan dicantumkan dalam kolom KTP,

maka Putusan Tersebut jika suatu saat dijadikan sebuah peraturan, hal

tersebut masuk kedalam katagori Siyasah Wadh’iyah Islami karena

dalam putusan tersebut memuat prinsip keadilan ditengah-tengah

masyarakat tanpa adanya diskriminasi dan kesamaan hak di hadapan

hukum seperti halnya wargangera pada umumnya, dan sama halnya

seperti yang ada dalam ajaran Islam.

B. Saran-Saran

Berkaitan dengan Putusan MK terkait dengan Pencantuman Aliran

Kepercayaan dalam Kolom KTP yang terjadi di Indonesia yang memuat

beragam opini baik yang pro maupun kontra dari berbagai kalangan, mulai

dari tokoh agama, pemerintah, pengamat, hingga lembaga yang terkait.

Penulis memberikan saran-saran sebagai berikut:

1. Bahwa Negara Indonesia adalah negara yang terkenal dengan

banyaknya suku dan agama yang beragam, yang mayoritas

penduduknya adalah beragama Muslim, bahkan di Indonesia ada enam

agama yang diakui oleh negara diantaranya Islam, Kristen, Katolik,

Hindu, Budha, dan Khonghucu. Bukan hanya enam agama besar saja

yang disebutkan diatas yang ada di Indonesia melainkan juga ada Aliran

Kepercayaan atau Kepercayaan Tradisonal yang sudah ada sebelum

datangnya enam agama tersebut. Dengan adanya keanekaragaman

tersebut masyarakat Indonesia harus saling menghargai dan

Page 91: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

81

menghormati satu sama lain, sesuai dengan apa yang sudah diatur

dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal 29 ayat 2, bahwa Negara

menjamin kebebasan setiap penduduk untuk memeluk agamanya

masing-masing dan beribadat menurut agama dan kepercayaanya.

2. Negara Indonesia adalah negara hukum, negara yang menjamin hak

setiap warganegaranya tanpa adanya pelakuan Diskriminasi ditengah-

tengah masyrakat. Pemerintah harus memastikan bahwa peraturan yang

tertera dalam UUD tentang hak warga negara sesuai dengan apa yang

ada ditengah-tengah masyarakat seperti halnya hak untuk memeluk dan

menjalankan agama yang mereka alami, menerima pendidikan,

pekerjaan, kesejahteraan, mempunyai kedudukan yang sama dihadapan

hukum dan lain sebagainya,

3. Putusan MK Nomor 97/PUU-XIV/2016 Tentang Pencantuman

Penghayat Kepercayaan dalam Kolam KTP-el dan KK. Memuat

memuat beragam opini baik yang pro maupun kontra dari berbagai

kalangan, mulai dari tokoh agama, pengamat, hingga lembaga yang

terkait. Pemerintah harus melakukan perbaikan terhadap administrasi

kependudukan terkait perundang-undangan yang tidak ada satupun

kesan terjadi diskriminasi terhadap hak warganegara dan dalam

pembuatan peraturan tersebut jangan sampai melukai umat beragama

yang berada di Indonesia.

Page 92: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

82

DAFTAR PUSTAKA

Abdul A’la Mawardudi, Maulana, Hak-hak Asasi Manusia Dalam Islam,

Jakarta: Bumi aksara, 1995

Al-Qaradhawi, Yusuf, Meluruskan Dikotomi Agama & Politik, Jakarta:

Pustaka Al-Kautsar, 2008

Dapertemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,

Jakarta: Balai Pustaka, 2002, Ed. III, cet.Ke-2

Djazuli, H.A., Fiqih Siyasah Implementasi Kemaslahatan Umat Dalam

Rambu-Rambu Syariah, Jakarta: Kencana, 2013

Djaelani, Abdul Qadir, Negara Ideal Menurut Konsepsi Islam, Surabaya:

Bina Ilmu, 1995

Fuadz A Moch. Masykur, Eksistensi Sunda Wiwitan pada Anggota Suku

Baduy di Jakarta.” (Skripsi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,

Universitas Air Langga Surabaya, 2014

Hakiki, Kiki Muhammad, Aliran Kebatinan di Indonesia”, Al-Adyan, VI,

2, Juli-Desember, 2011

Hantoro, Andriawan Bagus dan Abraham Nurcahyo. Studi Perkembangan

Aliran Kebatinan Kerohanian Sapta Darma di Kabupaten Magetan

tahun 1956-2011, Agastya, Vl, 04, No, 2 (Juli, 2014)

Ibnu Syarif , Mujar dan Khamami Zada, Fiqih Siyasah, Jakarta: Erlangga,

2008

Iqbal, Muhammad, Fiqih Siyasah, Jakarta: Prenadamedia Group, 2014

Iqbal, Muhammad, Fiqih Siyasah Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam,

Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001

Irwansyah, Novi Studi Evaluasi Penyelenggaraan Kebijakan Pemerintah

dan Peranturan Perundang-Undangan di Indonesia Tentang

Pluralistik dan Multi Religi: Permasalahan dan Pemikiran

Kedepan, Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Daerah Republik

Indonesia, Volume 4, No. 2 (2013)

Kamil, Sukron, Pemikiran Politik Islam Tematik, Jakarta: Kencana

Prenada Group, 2013

Khaliq, Farid Abdul, Fikih Politik Islam, Jakarta: Amzah, 2005

Page 93: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

83

Kelsen, Hans, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara, Bandung: Nusa

Media, Cetakan IV, 2009

Maarif, Samsul, Kebebasan, Toleransi dan Terorisme Riset dan Kebijakan

Agama di Indonesia, Jakarta Selatan: Pusat Studi Agama dan

Demokrasi Yayasan Paramadina, 2017

Mufid, Ahmad Syafi’I, Dinamika Perkembangan Sistem Kepercayaan

Lokal Di Indonesia, Jakarta: Puslitbang dan Diklat, 2012

Novi Irwansyah, Studi Evaluasi Penyelenggaraan Kebijakan Pemerintah

dan Peranturan Perundang-Undangan di Indonesia Tentang

Pluralistik dan Multi Religi: Permasalahan dan Pemikiran

Kedepan, Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Daerah Republik

Indonesia, Volume 4, No. 2 (2013)

Prastowo, Andi, Memahami Metode-Metode Penelitian, Jogjakarta: Ar-

Ruzz Media, 2016

Pulungan, J. Suyuti, Fiqh Siyasah, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1995

Pulungan, Suyuthi, Prinsip-prinsip Pemerintah dalam Piagam Madinah

Ditinjau dari Pandangan Al-Qur’an, Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 1994

Qadrdan Qaramaliki, Muhammad Hasan, Al-qur’an Dan Pluralisme

Agama, Jakarta: Sadra, 2011

Ranadireksa, Hendarmin, Arsitektur Konstitusi Demokratik, Bandung:

Fokusmedia, Cetakan Pertama, 2007

Rais, Dhiauddin, Teori Politik Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 2001

Redaksi Sinar Grafika, UU Administrasi Kependudukan, Jakarta: Sinar

Grafika, 2007

Sumarno, Isu Pluralisme Dalam Perspektif Media, Jakarta: The Habibie

Center Mandiri, 2009

Sukanda,rumidi, Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press, 2012

Subagya, Rachmat, Agama Asli Indonesia, Jakarta: Sinar Harapa dan

Yayasan Cipta Loka Caraka, 1981

Sukarno, Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaran, Yogyakarta:

Pustaka Belajar, 2013

Page 94: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

84

Salim, Agus, Kebijakan dan Pengambilan Keputusan; Kepemimpinan

dalam Manajemen Pendidikan, Jurnal Kementerian Sekretariat

Negara RI, No. 32, (2004)

Sukardja, Ahmad, Piagam Madinah dan Undang-Undang Dasar 1945,

Jakarta: UI-press, 1995

Syamsuddin, Din, Etika Agama dalam Membangun Masyarakat Madani,

Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu, 2002

Tamrin, Abu dan Nur Habibi Ihya, Hukum Tata Negara, Ciputat: UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010

Tore Lindholm, W. Cole Durham Jr, Bahia G. Tahzib Lie, Facilitating

Fredoom of Religion or Belief: A Deskbook. Penerjemah Rafael

Edy Bosko dan M. Rifa’i Abdul. Kebebasan Beragama atau

Berkeyakinan: Seberapa Jauh?. Yogyakarta: Kanisius, 2014

Zaenal Mutaqin, Zezen, Penghayat, Orthodoxy and the Legal Politik of the

State, Routledge, (07 Januari 2014)

Page 95: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

Lampiran-lampiran

Foto bersama MUI Pusat Terutama Bapak Rofiqul Umam, S.H.,M.H., Wasekjen

Bidang Hukum MUI Pusat

Foto bersama Bapak Nista Warga Desa Kanekes Kampung Kedu Ketung III Aliran

Sunda Wiwitan

Page 96: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

Foto bersama Bapak Arwan Warga Desa Kanekes Kampung Kedu Ketung III

Aliran Sunda Wiwitan

Foto bersama Bapak Agus Sekretaris Desa Kanekes

Page 97: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

Foto bersama MUI Kota Tangerang Selatan Bapak Bapak Hasan Mustofi, M.H.,

Ketua Komisi VI (Penetapan Hukum, Fatwa dan Perundang-undangan)

Foto KTP Aliran Kepercayaan kolom Agama di kosongkan

Page 98: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

seminar yaang bertemakan “Kolom Agama Bagi Penghayat Kepercayaan

Kepercayaan Pasca Keputusan Mk Urgensinya dan Implementasinya” yang

diadakan Fakultas Syariah dan Hukum Syarif Hidayatullah, Ruang Theatre lt. 2

Fakultas Syariah dan Hukum, Selasa, 24 April 2018

Page 99: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

Pertanyaan MUI Pusat

Pada Tanggal 16 Mei 2018

Kantor MUI Pusat Jl. Proklamasi No. 51 Menteng, Jakarta Pusat

1. Bagaimana Respon MUI terhadap Putusan MK ?

Sangat terkejut dengan jatuhnya Putusan MK, MUI menyesalkan

dan memperihatinkan dengan Putusan tersebut, karena Putusan tersebut

tidak mengikuti persepakatan Nasional yang telah dicapai dengan susah

payah pada saat masa orde baru yang telah dituangkan dalam GBHN tahun

1978, dalam GBHN tersebut dalam bidang atau bagian kepercayaan

terhadap ketuhanan yang Maha Esa adalah dua hal yang berbeda tidak dapat

disamakan maupun disatukan, kemudian agama dibina oleh kementrian

agama dan Aliran Kepercayaan dibina oleh Kementerian kebudayaan,

karena agama Produk Allah, sedangkan Aliran Kepercayaan merupakan

produk Manusia, kesepakatan Nasional ini yang tidak diikuti oleh MK

terbukti dalam Amar Putusannya, menyatakan bahwa kata agama tidak

berlaku kalau tidak dimaknai termasuk kepercayaan, kata-kata termasuk

kepercyaan artinya bahwa kepercayaan adalah bagian dari agama, padahal

sudah jelas berbeda, kata-kata termasuk berarti bagian dari tersebut,

disesalkan oleh MUI kenapa MK tidak sensitif terhadap putusan tersebut,

dulu pada Orde Baru sangat sensitif disebut kebatinan, inilah yang di

langgar oleh Mahkakah Konstitusi yang hanya mengacu hak asasi manusia

dalam UUD tidak luas persfektifnya. MUI memang tidak terlibat masalah

untuk membela pasal-pasal yang tergugat.

MUI merespon dengan penyataan singkat, awal-awal menolak,

perkembangannya respon yang kesetika, perkembangannya karena kita

hidup dinegara hukum, harus taat terhadap hukum dalam pasal 1 ayat 3

UUD 45, kemudian dalam Rakernas MUI di bogor, sudah diputuskan.

2. Dalam amar putusan apa benar mencidrai MUI

Analisis MUI kepercayaan dari amar tersebut maka kepercayaan

merupakan bagian dari agama, karena mereka menyatakan bahwa agama,

Page 100: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

kata agama tidak berlaku apabila tidak termasuk kepercayaan, seandainya

kata-kata amar itu kata agama hanya berlaku apabila dimaknai sebagai

agama dan kepercayaan, nah itu bagus.

3. Apakah Format MUI tentang KTP disetujui oleh Kemendagri?

MUI mengundang tiga kementerian, kementerian Agama,

kementerian dalam Negeri, Kementerian pendidikan dan kebudayaan

karena tiga kementerian tersebut yang kira-kira yang terkait, kemendagri

karena mereka yang menyetak KTP nya, kementerian agama karena ia

membina agama-agama, yang ketika kemendikbud karena mereka membina

aliran kepercayaan-kepercayaan tersebut, setelah dirumuskan oleh

dirumuskan oleh tim MUI dibahwah pimpinan KH Maaruf Amin, bahwa

bagi umat beragama yang sudah mempunyai KTP tidak usah di ganti KTP

tersebut, kecuali iya merubah status perkawinan dari yang belum menikah

menjadi menikah, adapun bagi penghayat kepercayaan mempunyai KTP

yang khsusus.

4. Apakah Pemerintah Pernah mengundang MUI unntuk membahas

permasalahan KTP untuk Aliran Kepercayaan?

Dalam pertemuan pertama seluruh agama dan kaum penghayat, dari

Komnas HAM, Komnas prempuan dan kementerian yang terkait datang di

kantor Dikjen Admiduk dipasar minggu, awalnya belum memberikan

usulan dan MUI masih menolak dan akhirnya memberikan usul. Ketika

konsul dengan pimpinan lalu muncullah solusi tentang format KTP tersebut,

sehingga di undanglah tiga Kementerian, menteri agama datang ketua,

Kemendagri Digjen, Kemendikbut hadir Sekjen, dan seluruh ormas Islam.

Putusan pertaama menolak, kedua menolak mencari solusinya, dalam

memasukkan identitas dalam KK saja, baru dipersilahkan memasukkan

dalam kolom KTP. Formatnya sepakat dan keluarnya setelah PILKADA,

5. Dampak dicantumkannya Aliran Kepercayaan

a. Terpublikasinya Aliran Kepercayaan yang awalnya tidak banyak

didengar dan sekarang mulai terdengar.

Page 101: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

b. Menjadikan isu yang gaduh ditengah-tengah masyarakat terutama Umat

Muslim, banyak umat islam yang awam yang tidak mengerti, kegaduan

itu tercermin dengan penolakan sikap MUI tentang Kolom agama,

c. Biasnya menyamaratakan Agama dan Aliran Kepercayaan, kepercayaan

bagian dari agama, MUI menyatakan bahwa hal tersebut tidak dengan

kesepakatan awal.

d. Aliran kepercayaan akan tampil percaya diri mereka akan menampilkan

dirinya,

e. Jumlah Penghayat akan bertambah, agama agama yang lain akan pindah

ke Aliran Kepercayaan.

f. Mengubah tatanan sosial dan mengubah layanan publik .

Page 102: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

Pertanyaan MUI Tangsel

Pada Tanggal 4 April 2018

Kantor MUI Tangsel

1. Bagaimana respon MUI tentang Putusan MK Nomor 97/PUU-XIV/2016

Tentang Pencantuman Penghayat Kepercayaan dalam Kolam KTP-el dan

KK ?

Jawab

Subtansinya memahami putusan MK, hanya pada hal-hal yang

administrasi hukum, yang diajukan ke MK adalah bagaimana masyarakat

minta penjelasan terhadap permasalahan yang terjadi oleh Aliran

Kepercayaan, orang-orang ini terkena dampak hak yang buruk

dimasyarakat. Kosongnya karena tidak ada kejelasan hak hukum, pelayanan

utuk nikah jika kosong maka dalam administrasi dalam KTP memberikan

hak-hak jaminan. Ketika ketua MUI maaruf amin berkomentar tentang

pencantuman Aliran Kepercayaan dalam kolam KTP itu juga bertentangan

dengan Undang-undang berkaitan dengan aliran sesat, karena aliran

kepercayaan merupakan aliran sesat, jika dikaitkan dengan hal tersebut

maka sama-sama benar, intinya adalah arah dari putusan MK itu mengarah

kepada penyesesuain terhadap regulasi peraturan perundang-undangan

dengan jelas yang semuanya tidak ada peraturan dan perundang-undangan

baik pasal maupu ayat itu yang bersifat diskriminasi terhadap hak hukum,

jadi sebenarnya kalau dipisahkan tidak akan ketemu. Netralitas MK tidak

boleh berpengaruh oleh pihak apapun, maka kasusnya arahnya adalah

bagaimana pihak administrasi kependudukan di Indonesia yang dibawah

naungan Dapertement Dalam Negeri itu membuat aturan yang jelas

terhadap aliran kepercayaan,.

2. Apakah benar putusan MK tersebut dinilai kurang cermat dan melukai

perasaan umat beragama khususnya umat Islam Indonesia karena putusan

tersebut berarti telah menyejajarkan kedudukan agama dengan Aliran

Kepercayaan?

Page 103: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

Jawab

Jika dikaitkan dengan Islam itu jelas, karena Aliran Kepercayaan

dulu pernah meminta legitimasi terhdap lembaga-lembaga ke Islaman

terutama PTIQ, sesuai dengan putusan, aliran kepercayaan tidak masuk

termasuk agama, ini kajiannya bukan masalah keagamaanya,. Pemerintah

harus bisa menterjemahkan apa yang ada di dalam UUD terkait dengan

aliran kepercayaan. MK berbicara tentang administrasi Undang-undang

bukan efek Undang-undang, MK merekomendasikan memperbaiki atau

menjelaskan definisi agama berkaitan dengan administrasi kependudukan

bukan kepada pengamalan.

3. Apakah dengan diputuskan putusan tersebut dapat menimbulkan

konsekuensi hukum dan berdampak pada tatanan kehidupan sosial

kemasyarakatan ?

Jawab

Pasti berdapak secara sosial agama, dampaknya yang paling

dijadikan indikator kebijakan pemerintah yang tidak cermat terhadap

pengaturan Administrasi Kependudukan dalam hal pembedaan agama,

maka dulu isu dikosongkan saja kolom agama, itu isu terhadap masyarakat

malah tidak jelas, jadi yang jelas ketua MUI itu sudah mengatakan bahwa

itu bertentangan dengan mana aliran kepercayaan. Semua Aliran

Kepercayaan yang ada di Indonesia sesat, selain yang 6 agama maka sesat

sesat secara peraturan undang dan sesat menurut agama.

4. Bagaimana solusi menurut MUI untuk masalah pencantuman aliran

kepercayaan dalam KTP ?

Jawab

a. Membatasi arah pemahaman dari masyarakat bahwa tentang subtasi

Amar Putusan yang di ajukan.

b. pemerintah melakukan perbaikan kepada Administrasi perundang-

undangan yang tidak ada satupun kesan terjadi diskriminasi terhdap

hak kepada perundang-undangan, jika tidak dicantumkan maka

tidak jelas, jika dicantumkan maka bertentangan dengan undang-

Page 104: “PENCANTUMAN ALIRAN KEPERCAYAAN DALAM KOLOM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) , apakah benar apa yang sudah

undang lain. Bertentangan dengan hak-hak lain pemerintah dalam

hal upaya melakukan legilasi yang berkaitan dengan administrasi

kependudukan. Defacto dan dejure disinkronisasi, Tidak

menyinggung keagamaan dan tidak menghilangkkan hak-hak

individu