penatalaksanaan dan terapi bph

6
Penatalaksanaan Derajat beratnya gejala klinik dibagi menjadi empat gradasi berdasarkan penemuan pada colok dubur dan sisa volume urin, yaitu: - Derajat I Apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada colok dubur ditemukan penonjolan prostat, batas atas mudah diraba dan sisa urin kurang dari 50 ml. - Derajat II Apabila ditemukan tanda dan gejala sama seperti pada derajat satu, prostat lebih menonjol, batas atas masih dapat teraba dan sisa urin lebih dari 50 ml tetapi kurang dari 100 ml. - Derajat III Seperti derajat dua, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi dan sisa urin lebih dari 100 ml - Derajat IV Apabila sudah terjadi retensi urin total. Organisasi kesehatan dunia (WHO) menganjurkan klasifikasi untuk menentukan berat gangguan miksi yang disebut WHO PSS (WHO Prostate Symptom Score). Skor ini berdasarkan jawaban penderita atas delapan pertanyaan mengenai miksi. Terapi non bedah dianjurkan bila WHO PSS tetap dibawah 15. Untuk itu dianjurkan melakukan kontrol dengan menentukan WHO PSS. Terapi bedah dianjurkan bila WHO PSS 25 ke atas atau bila timbul obstruksi. Pembagian derajat beratnya hiperplasia prostat derajat I- IV digunakan untuk menentukan cara penanganan.

Upload: otonan

Post on 29-Sep-2015

34 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

vbn

TRANSCRIPT

PenatalaksanaanDerajat beratnya gejala klinik dibagi menjadi empat gradasi berdasarkan penemuan pada colok dubur dan sisa volume urin, yaitu:- Derajat I Apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada colok dubur ditemukan penonjolan prostat, batas atas mudah diraba dan sisa urin kurang dari 50 ml.- Derajat II Apabila ditemukan tanda dan gejala sama seperti pada derajat satu, prostat lebih menonjol, batas atas masih dapat teraba dan sisa urin lebih dari 50 ml tetapi kurang dari 100 ml. - Derajat III Seperti derajat dua, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi dan sisa urin lebih dari 100 ml- Derajat IVApabila sudah terjadi retensi urin total.

Organisasi kesehatan dunia (WHO) menganjurkan klasifikasi untuk menentukan berat gangguan miksi yang disebut WHO PSS (WHO Prostate Symptom Score). Skor ini berdasarkan jawaban penderita atas delapan pertanyaan mengenai miksi. Terapi non bedah dianjurkan bila WHO PSS tetap dibawah 15. Untuk itu dianjurkan melakukan kontrol dengan menentukan WHO PSS. Terapi bedah dianjurkan bila WHO PSS 25 ke atas atau bila timbul obstruksi.Pembagian derajat beratnya hiperplasia prostat derajat I-IV digunakan untuk menentukan cara penanganan. 1. Derajat satu biasanya belum memerlukan tindakan operatif, melainkan dapat diberikan pengobatan secara konservatif. 1. Derajat dua sebenarnya sudah ada indikasi untuk melakukan intervensi operatif, dan yang sampai sekarang masih dianggap sebagai cara terpilih ialah trans uretral resection (TUR). Kadang-kadang derajat dua penderita masih belum mau dilakukan operasi, dalam keadaan seperti ini masih bisa dicoba dengan pengobatan konservatif. 1. Derajat tiga, TUR masih dapat dikerjakan oleh ahli urologi yang cukup berpengalaman biasanya pada derajat tiga ini besar prostat sudah lebih dari 60 gram. Apabila diperkirakan prostat sudah cukup besar sehingga reseksi tidak akan selesai dalam satu jam maka sebaiknya dilakukan operasi terbuka. 1. Derajat empat tindakan pertama yang harus segera dikerjakan ialah membebaskan penderita dari retensi urin total, dengan jalan memasang kateter atau memasang sistostomi setelah itu baru dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melengkapi diagnostik, kemudian terapi definitif dapat dengan TURP atau operasi terbuka.

Terapi Tujuan terapi pada pasien hyperplasia prostat adalah untuk memperbaiki keluhan miksi, meningkatkan kualitas hidup, mengurangi obstruksi infravesika, mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal, mengurangi volume residu urine setelah miksi, dan mencegah progresifitas penyakit. Hal ini dapat dicapai dengan cara medikamentosa, pembedahan, atau tindakan endourologi yang kurang invasif. Adapun terapinya adalah:

Terapi Konservatif Non Operatif1. Observasi (Watchful waiting)Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan. Nasihat yang diberikan adalah mengurangi minum setelah makan malam untuk mengurangi nokturia, menghindari obat-obatan dekongestal (parasimpatolitik), mengurangi minum kopi, dan tidak diperbolehkan minuman alkohol agar tidak sering miksi. Setiap 3 bulan lakukan kontrol keluhan (sistem skor), sisa kencing dan pemeriksaan colok dubur.2. MedikamentosaTujuan terapi medikamentosa adalah untuk:1. Mengurangi resistensi leher buli-buli dengan obat-obatan golongan blocker (penghambat alfa adrenergik)2. Menurunkan volume prostat dengan cara menurunkan kadar hormon testosteron/dehidrotestosteron (DHT) Obat penghambat adrenergik Dasar pengobatan ini adalah mengusahakan agar tonus otot polos di dalam prostat dan leher vesica berkurang dengan menghambat rangsangan alpha adrenergik. Seperti diketahui di dalam otot polos prostat dan leher vesica banyak terdapat reseptor alpha adrenergik. Obat-obatan yang sering digunakan prazosin, terazosin, doksazosin, dan alfuzosin. Obat penghambat alpha adrenergik yang lebih selektif terhadap otot polos prostat yaitu 1a (tamsulosin), sehingga efek sistemik yang tak diinginkan dari pemakai obat ini dapat dikurangi. Dosis dimulai 1 mg/hari sedangkan dosis tamzulosin 0,2-0,4 mg/hari. Penggunaan antagonis alpha 1 adrenergik untuk mengurangi obstruksi pada vesica tanpa merusak kontraktilitas detrusor. Obat-obatan golongan ini memberikan perbaikan laju pancaran urine, menurunkan sisa urine dan mengurangi keluhan. Obat-obat ini juga memberi penyulit hipotensi, pusing, mual, lemas, dan meskipun sangat jarang bisa terjadi ejakulasi retrograd, biasanya pasien mulai merasakan berkurangnya keluhan dalam waktu 1-2 minggu setelah pemakaian obat. Obat penghambat enzim 5 -reduktaseObat yang dipakai adalah finasterid (proskar) dengan dosis 1x5 mg/hari. Obat golongan ini dapat menghambat pembentukan dehidrotestosteron sehingga prostat yang membesar dapat mengecil. Namun obat ini bekerja lebih lambat daripada golongan alpha blocker dan manfaatnya hanya jelas pada prostat yang sangat besar. Salah satu efek samping obat ini adalah melemahkan libido dan ginekomastia. 3. FitoterapiMerupakan terapi alternatif yang berasal dari tumbuhan. Fitoterapi yang digunakan untuk pengobatan BPH adalah Serenoa repens atau Saw Palmetto dan Pumpkin Seeds. Keduanya, terutama Serenoa repens semakin diterima pemakaiannya dalam upaya pengendalian prostatisme BPH dalam konteks watchfull waiting strategy. Saw Palmetto menunjukkan perbaikan klinis dalam hal:1. Frekuensi nokturia berkurang1. Aliran kencing bertambah lancar1. Volume residu di kandung kencing berkurang1. Gejala kurang enak dalam mekanisme urinaria berkurang.Mekanisme kerja obat diduga kuat:1. Menghambat aktivitas enzim 5 alpha reduktase dan memblokir reseptor androgen1. Bersifat antiinflamasi dan anti oedema dengan cara menghambat aktivitas enzim cyclooxygenase dan 5 lipoxygenase. Terapi OperatifTindakan operasi ditujukan pada hiperplasi prostat yang sudah menimbulkan penyulit tertentu, antara lain: retensi urin, batu saluran kemih, hematuri, infeksi saluran kemih, kelainan pada saluran kemih bagian atas, atau keluhan LUTS yang tidak menunjukkan perbaikan setelah menjalani pengobatan medikamentosa. Tindakan operasi yang dilakukan adalah operasi terbuka atau operasi endourologi transuretra. 0. Prostatektomi terbukaa.1. Retropubic infravesica (Terence Millin)a.2. Suprapubic Transvesica/TVP (Freeyer)a.3. Transperineal0. Prostatektomi Endourologib.1.Trans Urethral Resection of the Prostate (TURP)b.2.Trans Urethral Incision of Prostate (TUIP)b.3.Trans Urethral Laser of the Prostate (Laser prostatectomy)0. Invasif Minimal1. Trans Urethral Microwave Thermotherapy (TUMT)1. Trans Urethral Ballon Dilatation (TUBD)1. Trans Urethral Needle Ablation (TUNA)1. Stent Urethra

Pilihan Terapi pada Hiperplasi Prostat BenignaObservasiMedikamentosaOperasiInvasif Minimal

Watchfull waitingPenghambat adrenergik Prostatektomi terbukaTUMTTUBD

Penghambat reduktase FitoterapiHormonalEndourologi0. TUR P0. TUIP0. TULP (laser)Strent uretra dengan prostacathTUNA