penangkapan ikan kakap (lutjanus sp.) di kabupaten … · sedangkan uji analisis ragam (anova)...
TRANSCRIPT
PENANGKAPAN IKAN KAKAP (Lutjanus sp.) DI
KABUPATEN KUPANG PROPINSI
NUSA TENGGARA TIMUR
ESTHER AFANIA ATAUPAH
MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Penangkapan Ikan Kakap (Lutjanus
sp.) di Sekitar Pulau Timor adalah karya saya sendiri dengan arahan dosen
pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya ilmiah
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juli 2010
Esther Afania Ataupah
ABSTRAK
ESTHER AFANIA ATAUPAH, C44062910. Penangkapan Ikan Kakap (Lutjanus
sp.) di Kabupaten Kupang Propinsi Nusa Tenggara Timur. Dibimbing oleh
MUHAMMAD FEDI ALFIADI SONDITA dan ROZA YUSFIANDAYANI .
Informasi tentang perikanan tangkap secara menyeluruh masih sangat minim
karena terbatas pada statistik perikanan yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah
seperti di pulau Timor. Kegiatan penangkapan ikan di Pulau Timor masih
menerapkan sistem yang sederhana, terutama jika dilihat dari spesifikasi unit
penangkapan ikan yang belum menggunakan peralatan yang rumit dalam
pengoperasiannya dan kemampuan nelayan. Secara umum, kegiatan penangkapan
ikan tidak hanya ditentukan oleh unit penangkapan ikan saja, akan tetapi sangat
dipengaruhi juga oleh faktor alam yang bersifat musiman. Perubahan pada kondisi
oseanografi menyebabkan perubahan terhadap kelimpahan ikan di suatu tempat
akibat migrasi ikan, tingkah laku ikan dan sebagainya. Hal ini selanjutnya
menyebabkan terjadinya perubahan daerah penangkapan ikan karena aktivitas
nelayan sangat dipengaruhi oleh kondisi laut dan angin sehingga daerah
penangkapan ikan tidak selalu tetap sepanjang tahun. Tujuan dari kegiatan
penelitian ini adalah: 1). Mengetahui spesifikasi unit penangkapan ikan yang
digunakan untuk menangkap ikan kakap di Kabupaten Kupang, 2). Mengetahui
daerah penangkapan ikan kakap (Lutjanus sp.) di Kabupaten Kupang, dan 3)
Menganalisis hasil tangkapan ikan kakap (Lutjanus sp.) dari jenis alat tangkap
yang digunakan untuk menangkap ikan kakap di Kabupaten. Penelitian dilakukan
pada bulan Januari-April 2010. Pengumpulan data lapangan dilakukan selama
bulan Februari 2010 dengan mengambil lokasi di Pelabuhan Perikanan Pantai
Tenau-Kupang, Propinsi Nusa Tenggara Timur. Data mengenai daerah
penangkapan ikan dan unit penangkapan yang diperoleh, diklasifikasi dan
dianalisis secara deskriptif dengan menampilkan tabulasi dan gambar peta,
sedangkan uji analisis ragam (ANOVA) klasifikasi satu arah digunakan untuk
mengetahui produktivitas bulanan ikan kakap dari alat tangkap yang digunakan
untuk menangkap ikan kakap. Jenis alat tangkap utama yang digunakan untuk
menangkap ikan kakap (Lutjanus sp.) di perairan Kabupaten Kupang adalah rawai
dasar, pancing ulur, dan bubu. Nelayan penangkap ikan kakap (Lutjanus sp.) yang
berpangkalan di PPP Tenau, Kabupaten Kupang umumnya beroperasi di perairan
yang berterumbu-karang. Lokasi tersebut adalah kawasan yang tidak jauh dari
pangkalan, yaitu kota Kupang (1 mil) dan sekitar Pulau Kera (4 mil), serta
kawasan yang cukup dari pangkalan, yaitu di sekitar Pulau Semau (12 mil),
Kecamatan Papela (25 mil), Kecamatan Landu (40 mil) dan Kecamatan Lole (60
mil).Ukuran ikan kakap yang ditangkap oleh rawai dasar lebih besar dari ikan
kakap yang tertangkap dengan pancing ulur dan bubu. Hasil tangkapan bulanan
ikan kakap terbanyak diperoleh dari operasi rawai dasar, yaitu 57% dari seluruh
ikan kakap yang diperoleh selama 14 bulan; pancing ulur dan bubu masing-
masing memproduksi ikan kakap sebanyak 37% dan 6%.
Kata kunci : Unit penangkapan, daerah penangkapan ikan, ikan kakap (Lutjanus sp.)
© Hak cipta IPB, tahun 2010
Hak cipta dilindungi Undang-Undang
1) Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumber:
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
2) Dilarang mencantumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa seijin IPB.
PENANGKAPAN IKAN KAKAP (Lutjanus sp.) DI
KABUPATEN KUPANG PROPINSI
NUSA TENGGARA TIMUR
ESTHER AFANIA ATAUPAH
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
Judul Skripsi : Penangkapan Ikan Kakap (Lutjanus sp.) di Kabupaten
Kupang Propinsi Nusa Tenggara Timur
Nama Mahasiswa : Esther Afania Ataupah
NRP : C44062910
Mayor : Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap
Disetujui,
Komisi Pembimbing I Komisi Pembimbing II
Dr. Ir. M. Fedi A. Sondita, M.Sc Dr. Roza Yusfiandayani, S.Pi
NIP: 19630315 1987031003 NIP: 197408232008012006
Diketahui:
Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
Dr.Ir. Budy Wiryawan, M.Sc
NIP: 196212231987021001
Tanggal Lulus: 13 Juli 2010
KATA PENGANTAR
Skripsi ditujukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar sarjana pada
Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan
Februari 2010 ini adalah Penangkapan Ikan Kakap (Lutjanus sp.), dengan judul
Penangkapan Ikan Kakap (Lutjanus sp.) di Kabupaten Kupang Propinsi Nusa
Tenggara Timur.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. M. Fedi A. Sondita, M.Sc
dan Dr. Roza Yusfiandayani. S.Pi selaku pembimbing I dan pembimbing II yang
telah memberikan pengarahan dan bimbingan sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc selaku penguji tamu penulis pada
saat ujian skripsi dan terima kasih juga penulis ucapkan kepada Dr. Ir.
Muhammad Imron, M.Si selaku komisi pendidikan pada saat ujian skripsi penulis
serta ucapkan terima kasih juga penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah
membantuh penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak
kekurangan dan kelemahan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun. Semoga hasil penelitian dalam bentuk skripsi ini dapat
bermanfaat bagi penulis, pembaca, dan semua pihak yang memerlukannya
dikemudian hari.
Bogor, Juli 2010
Esther Afania Ataupah
UCAPAN TERIMA KASIH
Suatu kehormatan bagi penulis selama penelitian dan penyelesaian skripsi
banyak mendapatkan arahan dan bantuan dari berbagai pihak. Ucapan terima
kasih penulis ucapkan kepada:
1. Tuhan Yesus Kristus yang selalu memberikan kasih setiaNya kepada penulis
untuk dapat menyelesaikan skripsi ini sampai pada tahap akhir.
2. Bapak Dr. Ir. M. Fedi A. Sondita, M.Sc dan Ibu Dr. Roza Yusfiandayani. S.Pi
sebagai pembimbing yang memberikan pengarahan dan bimbingannya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
3. Bapak Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc sebagai penguji tamu penulis
pada saat ujian skripsi.
4. Bapak Dr. Ir. Muhammad Imron, M.Si sebagai komisi pendidikan pada saat
ujian skripsi penulis.
5. Pemerintah Daerah Kabupaten Timor Tengah Selatan Propinsi Nusa
Tenggara Timur yang telah memberikan beasiswa kepada penulis sehingga
dapat menyelesaikan studi di Institut Pertanian Bogor.
6. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Nusa Tenggara Timur, Kepala
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kupang, Kepala Pelabuhan
Perikanan Pantai Tenau Kupang yang telah membantu penulis dalam
mendapatkan informasi yang penulis butuhkan selama penelitian.
7. Papa dan mama atas segala dukungan baik semangat maupun dana yang
diberikan kepada penulis, serta doa yang selalu menyertai.
8. Kak Opa, kak Nona, kak Yalen, kak Sami, kak Risna, dan adik Oma yang
selalu mendukung penulis dalam melakukan penelitian dan penyelesaian
skripsi.
9. Kak Risna dan kak Yefta yang selalu temani penulis dalam melakukan
penelitian selama di Kupang.
10. Kak Eri, Yeti dan Ayu atas persaudaraan selama di Bogor yang selalu
memberikan dukungan, dan masukan buat penulis dalam menyelesaikan
skripsi.
11. Teman-teman PSP 43.
12. Saudara-saudara GAMANUSRATIM atas dukungannya bagi penulis selama
penyusunan skripsi.
13. Jenius corporation atas dukungannya bagi penulis selama penyusunan skripsi.
14. Pihak-pihak lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah
mendukung penulis adalam menyelesaikan skripsi.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di SoE pada tanggal 12 Februari
1989. Penulis adalah anak ke enam dari tujuh bersaudara dari
pasangan Benny Ataupah dan Solita Nubatonis. Penulis
memulai pendidikan formalnya pada tahun 1994 di SD Negeri
Tubunaus dan lulus pada tahun 2000, setelah itu penulis
melanjutkan pendidikannya di SMP Negeri 1 SoE dan
dinyatakan lulus pada tahun 2003. Tahun 2003 penulis melanjutkan pendidikan di
SMA Negeri 1 SoE dan lulus pada tahun 2006. Pada tahun yang sama penulis
diterima di Institut Pertanian Bogor pada tingkat persiapan bersama melalui jalur
beasiswa utusan daerah (BUD) dari Kabupaten Timor Tengah Selatan Propinsi
Nusa Tenggara Timur, dan pada tahun 2007 penulis terdaftar sebagai mahasiswa
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan pada Program Studi Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai kegiatan
organisasi sebagai anggota Unit Kegiatan Mahasiswa PMK IPB tahun 2006
sampai sekarang. Penulis pernah menjabat sebagai bendahara komisi pelayanan
diaspora PMK IPB pada tahun 2008-2009, anggota Departemen Kewirausahaan
Himpunan Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (HIMAFARIN) tahun
2009-2010. Selain itu juga aktif pada organisasi mahasiswa daerah Keluarga
Mahasiswa Nusa Tenggara Timur (GAMANUSRATIM) sejak tahun 2006 sampai
sekarang, dan mengikuti berbagai kepanitiaan lainnya.
Pada tahun 2010, penulis melakukan penelitian dengan judul
“Penangkapan Ikan Kakap (Lutjanus sp.) di Kabupaten Kupang Propinsi
Nusa Tenggara Timur ” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
sarjana perikanan pada Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap,
Departemen Pemanfataan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL …………………………………………………………..
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………..
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………..
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ……………………………………………………………
1.2 Tujuan Penelitian ……………………………………………………........
1.3 Manfaat Penelitian ………………………………………………………..
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Ikan Kakap …………………………………………………….
2.1.1 Makanan dan kebiasaan makan …………...…………….................
2.1.2 Sifat hidup dan pemijahan …………. ……………………………..
2.2 Keadaan Umum Perikanan Tangkap ……………………………………..
2.2.1 Kapal ………………………………………………………….........
2.2.2 Alat dan metode penangkapan ………………………………..........
2.2.3 Daerah penangkapan ikan …………………………………….........
2.3 Sebaran Sumberdaya Ikan …..……………………………………………
3 METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat ……………………………………………………….
3.2 Alat dan Bahan Penelitian ………………………………………………..
3.3 Metode Penelitian ………………………………………………………...
3.3.1 Unit penangkapan ikan dan pengoperasiannya ………………........
3.3.2 Komposisi hasil tangkapan ………………………………………...
3.3.3 Daerah penangkapan ikan ………………………………………...
3.4 Metode Analisis Data ………………………………………………….....
4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Keadaan Daerah Penelitian ……………………………….………………
4.2 Produksi Perikanan Tangkap di kabupaten Kupang ……….…………......
4.3 Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Kupang ……………………..…
4.3.1 Unit penangkapan ………………………………………………….
4.3.1.1 Kapal …………………………………………………...............
4.3.1.2 Alat penangkap ikan …………………………………...............
4.3.1.3 Nelayan ………………………………………………...............
4.4 Sarana dan Prasarana Perikanan di Kabupaten Kupang………………….
5 HASIL PENELITIAN
5.1 Unit Penangkapan Ikan Kakap di Kabupaten Kupang …………………...
5.1.1 Unit penangkapan rawai dasar ……………………………………..
5.1.1.1 Alat tangkap, kapal, dan nelayan rawai dasar….……………….
5.1.1.2 Metode pengoperasian rawai dasar ………….…………………
5.1.2 Unit penangkapan pancing ulur…………...………………………..
i
ii
iv
1
2
2
3
6
6
6
9
11
11
12
15
15
15
15
16
16
16
19
20
23
23
24
25
27
28
30
30
30
33
38
5.1.2.1 Alat tangkap, kapal, dan nelayan pancing ulur………………….
5.1.2.2 Metode pengoperasian pancing ulur…………………………….
5.1.3 Unit Penangkapan bubu ...………………………………………….
5.1.3.1 Alat tangkap, kapal, dan nelayan………….…………………….
5.1.3.2 Metode pengoperasian bubu…………………………………….
5.2 Daerah Penangkapan Ikan ………………………………………………..
5.3 Komposisi Hasil Tangkapa …..………………………………………......
6 PEMBAHASAN
6.1 Daerah Penangkapan Ikan Berdasarkan Jalur-Jalur Penangkapan Ikan .....
6.2 Produktivitas Unit Penangkapan …………………………………………
6.3 Penyebaran Sumberdaya Ikan ……………………………………………
7 KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan ……………………………………………………………….
7.2 Saran ………………………………………………………………….......
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………..
LAMPIRAN ……………………………………………………………….....
38
40
42
42
44
45
47
57
59
65
66
66
67
71
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Penyebaran ikan kakap (Lutjanus sp.) di Indonesia …………………...
2. Analisis ragam klasifikasi satu arah (ANOVA) ……………………….
3. Produksi perikanan laut menurut jenis ikan di Kabupaten Kupang
tahun 2008 …………………………………………………………….. 4. Produksi perikanan laut menurut jenis non ikan di Kabupaten Kupang
tahun 2008 …………………………………………………………….. 5. Perkembangan produksi dan nilai produksi ikan di Kabupaten Kupang
periode 2004-2008 …………………………………………………… 6. Jumlah armada penangkapan ikan di Kabupaten Kupang periode
2004-2008 ……………………………………………………………... 7. Jenis dan jumlah alat tangkap di Kabupaten Kupang periode 2004-
2008 …………………………………………………………………… 8. Perkembangan jumlah nelayan di Kabupaten Kupang periode 2004-
2008 …………………………………………………………………… 9. Daerah penangkapan ikan kakap (Lutjanus sp.) di Kabupaten Kupang..
10. Komposisi hasil tangkapan berdasarkan alat tangkap selama penelitian
di Kabupaten Kupang …………………………………………………. 11. Berat rata-rata per ekor hasil tangkapan berdasarkan alat tangkap
selama penelitian di Kabupaten Kupang ……………………………… 12. Total produksi rata-rata yang dihasilkan setiap bulan dan ragam
produksi bulanan armada penangkapan ikan kakap (Lutjanus sp.) di
Kabupaten Kupang dalam periode Januari 2009 hingga Februari 2010. 13. Hasil uji sidik ragam produksi bulanan tiga jenis unit penangkapan
ikan kakap (Lutjanus sp.) di Kabupaten Kupang ……………………... 14. Daerah penangkapan ikan, jarak dari pantai (fishing base), dan jalur
penangkapan ikan ……………………………………………………...
14
16
21
21
22
24
26
27
46
48
53
56
56
58
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Gambar ikan kakap (Lutjanus sp.) ………………………………….
2. Perkembangan jumlah unit penangkapan di Kabupaten Kupang
periode 2004-2008 ………………………………………………….
3. Perkembangan produksi ikan di Kabupaten Kupang periode 2004-
2008 …………………………………………………………………
4. Perkembangan armada perikanan tangkap di Kabupaten Kupang
periode 2004-2008 ………………………………………………….
5. Perkembangan alat tangkap di Kabupaten Kupang periode 2004-
2008 …………………………………………………………………
6. Perkembangan jumlah nelayan di Kabupaten Kupang periode 2004-
2008 …………………………………………………………………
7. Konstruksi mata pancing rawai dasar ………………………………
8. Diagram alir rawai dasar ……………………………………………
9. Desain rawai dasar ………………………………………………….
10. Konstruksi pancing ulur …………………………………………….
11. Diagram alir operasi pancing ulur …………………………………..
12. Bentuk dan dimensi bubu …………………………………………...
13. Diagram alir operasi bubu …………………………………………..
14. Proporsi hasil tangkapan pancing ulur berdasarkan berat (kg) jenis
ikan ………………………………………………………………….
15. Proporsi hasil tangkapan pancing ulur berdasarkan jumlah (ekor)
jenis ikan ……………………………………………………………
16. Proporsi hasil tangkapan utama dan sampingan pancing ulur
berdasarkan berat (kg) jenis ikan …………………………………...
17. Proporsi hasil tangkapan utama dan sampingan pancing ulur
berdasarkan jumlah (ekor) jenis ikan ………………………………
18. Proporsi hasil tangkapan rawai dasar berdasarkan berat (kg) jenis
ikan ………………………………………………………………….
19. Proporsi hasil tangkapan rawai dasar berdasarkan jumlah (ekor)
jenis ikan ……………………………………………………………
20. Proporsi hasil tangkapan utama dan sampingan rawai dasar
berdasarkan berat (kg) jenis ikan …………………………………...
3
22
23
25
26
28
30
36
37
38
41
43
45
49
49
49
50
51
51
51
21. Proporsi hasil tangkapan utama dan sampingan rawai dasar
berdasarkan jumlah (ekor) jenis ikan ……………………………….
22. Proporsi hasil tangkapan bubu berdasarkan berat (kg) jenis ikan …..
23. Proporsi hasil tangkapan bubu berdasarkan jumlah (ekor) jenis ikan
24. Proporsi hasil tangkapan utama dan sampingan bubu berdasarkan
berat (kg) jenis ikan …………………………………........................
25. Proporsi hasil tangkapan utama dan sampingan bubu berdasarkan
jumlah (ekor) jenis ikan ………………………………….................
26. Jumlah hasil tangkapan ikan kakap (Lutjanus sp.) di Kabupaten
Kupang selama bulan Januari 2009-Februari 2010 …………………
27. Jumlah hasil tangkapan ikan kakap (Lutjanus sp.) berdasarkan
bulan dan jenis alat tangkap ………………………………………...
51
52
52
53
53
54
55
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Peta lokasi penelitian …………………………………………………...
2. Ukuran mata pancing rawai dasar dan pancing ulur ……………………
3. Sistem pengoperasian bubu di dalam perairan ……..…………………..
4. Peta lokasi daerah penangkapan ikan kakap di Kabupaten Kupang ……
5. Peta lokasi daerah penangkapan ikan kakap di Pulau Rote …………….
6. Beberapa jenis hasil tangkapan ………………………………………....
71
72
73
74
75
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kabupaten Kupang adalah salah satu kabupaten dengan ekosistem
kepulauan, karena terdiri atas 27 pulau dimana 8 di antaranya masih belum
memiliki nama. Kabupaten ini terletak antara garis-garis geografi 09°19'-10°57'LS
dan 121°31'-124°11'BT. Kawasan pesisir dan laut Kabupaten Kupang mempunyai
potensi sumberdaya alam berupa hutan mangrove, padang lamun, rumput laut,
berbagai jenis terumbu karang, sumberdaya ikan dan biota laut lainnya yang dapat
dimanfaatkan dalam bidang perikanan budidaya dan perikanan tangkap (Kamlasi,
2007).
Perikanan tangkap merupakan suatu kegiatan ekonomi yang memanfaatkan
sumberdaya ikan melalui kegiatan penangkapan dan pengumpulan berbagai jenis
biota yang ada di perairan (Diniah, 2008). Informasi tentang perikanan tangkap
secara menyeluruh masih sangat minim karena terbatas pada statistik perikanan
yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah seperti di Pulau Timor. Kegiatan
penangkapan ikan di Pulau Timor masih menerapkan sistem yang sederhana,
terutama jika dilihat dari spesifikasi unit penangkapan ikan yang masih
menggunakan peralatan yang sederhana dalam pengoperasiannya dan kemampuan
nelayan.
Secara umum, kegiatan penangkapan ikan tidak hanya ditentukan oleh unit
penangkapan ikan saja, akan tetapi sangat dipengaruhi juga oleh faktor alam yang
bersifat musiman. Perubahan pada kondisi oseanografi menyebabkan perubahan
terhadap kelimpahan ikan di suatu tempat akibat migrasi ikan, tingkah laku ikan
dan sebagainya. Hal ini selanjutnya menyebabkan terjadinya perubahan daerah
penangkapan ikan karena aktivitas nelayan sangat dipengaruhi oleh kondisi laut
dan angin sehingga daerah penangkapan ikan tidak selalu tetap sepanjang tahun.
Menanggapi perubahan-perubahan tersebut di atas, nelayan umumnya
menyesuaikan wilayah operasinya sesuai dengan lokasi ikan terkonsentrasi atau
melimpah. Mengingat nelayan tidak selalu mendapat jangkauan lokasi-lokasi
tempat ikan melimpah, maka akan terjadi fluktuasi produktivitas dan komposisi
hasil tangkapan yang diperoleh nelayan. Oleh karena itu informasi mengenai
karekteristik suatu daerah penangkapan ikan menjadi sangat penting agar nelayan
tidak merugi pada saat operasi penangkapan.
Potensi dan penyebaran ikan kakap di Indonesia sangat luas dan hampir
menghuni seluruh perairan pantai Indonesia salah satunya di Nusa Tenggara
Timur, seperti Pulau Timor yang mencakup Kabupaten Kupang. Namun daerah
penangkapannya sendiri kurang diketahui oleh nelayan maupun masyarakat di
Pulau Timor pada umumnya sehingga penulis tertarik untuk melakukan penelitian
tentang daerah penangkapan ikan kakap yang berada di sekitar Pulau Timor,
sehingga dapat memberikan wawasan kepada masyarakat umum tentang ikan
kakap, karena ikan kakap merupakan salah satu jenis ikan karang dan ikan
demersal perairan laut yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dengan potensi
lestari di perairan Indonesia sebesar 66.000 ton per tahun dengan harga jual yang
tinggi yaitu antara Rp. 24.000,- sampai dengan Rp. 33.750,- per kg yang terdapat
di Indonesia pada umumnya (Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran
Hasil Perikanan, 2010), sedangkan harga jual ikan kakap di Kabupaten Kupang
yaitu Rp. 25.000,- per ekor dengan berat rata-rata 2-3 kg per ekor.
1.2 Tujuan
Tujuan dari diadakannya penelitian ini, adalah:
1. Mengetahui spesifikasi unit penangkapan ikan yang digunakan untuk
menangkap ikan kakap di Kabupaten Kupang.
2. Mengetahui daerah penangkapan ikan kakap (Lutjanus sp.) di Kabupaten
Kupang.
3. Menganalisis hasil tangkapan ikan kakap (Lutjanus sp.) dari jenis alat tangkap
yang digunakan untuk menangkap ikan kakap di Kabupaten.
1.3 Manfaat
Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu memberikan informasi mengenai
gambaran umum keadaan perikanan tangkap dan daerah penangkapan ikan kakap
(Lutjanus sp.), sehingga dapat dijadikan suatu masukan bagi penentuan kebijakan
pengelolaan perikanan laut di Kabupaten Kupang.
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Ikan Kakap (Lutjanus sp.)
Nama kakap diberikan kepada kelompok ikan yang termasuk tiga genus
yaitu Lutjanus, Latidae dan Labotidae. Jenis-jenis yang termasuk Lutjanidae
biasanya disebut kakap merah, dan jenis lainnya yaitu Lates calcarifer yang
termasuk suku Latidae umumnya disebut kakap putih dan Lobotos surinamensis
yang termasuk suku Lobotidae disebut kakap batu (Hutomo et al. 1986).
Menurut Saanin tahun 1984 Ikan kakap merah keluarga Lutjanidae
mempunyai klasifikasi sebagai berikut:
Filum : Chordata
Sub filum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Sub kelas : Teleostei
Ordo : Percomorphi
Sub ordo : Perciodea
Famili : Lutjanidae
Sub famili : Lutjanidae
Genus : Lutjanus
Spesies : Lutjanus sp.
Gambar 1 Ikan kakap (Lutjanus sp.)
Kakap merah (Lutjanus sp.) mempunyai tubuh yang memanjang dan
melebar, gepeng atau lonjong, kepala cembung atau sedikit cekung. Jenis ikan ini
umumnya bermulut lebar dan agak menjorok ke muka, gigi konikel pada taring-
taringnya tersusun dalam satu atau dua baris dengan serangkaian gigi caninnya
yang berada pada bagian depan. Ikan ini mengalami pembesaran dengan bentuk
segitiga maupun bentuk V dengan atau tanpa penambahan pada bagian ujung
maupun penajaman. Bagian bawah pra penutup insang bergerigi dengan ujung
berbentuk tonjolan yang tajam. Sirip punggung dan sirip duburnya terdiri dari jari-
jari keras dan jari-jari lunak. Sirip punggung umumnya berkesinambungan dan
berlekuk pada bagian antara yang berduri keras dan bagian yang berduri lunak.
Batas belakang ekornya agak cekung dengan kedua ujung sedikit tumpul. Warna
sangat bervariasi, mulai dari yang kemerahan, kekuningan, kelabu hingga
kecoklatan. Ada yang mempunyai garis-garis berwarna gelap dan terkadang
dijumpai adanya bercak kehitaman pada sisi tubuh sebelah atas tepat di bawah
awal sirip punggung berjari lunak. Pada umumnya berukuran panjang antara 25-
50 cm, walaupun tidak jarang mencapai 90 cm (Gunarso, 1995). Ikan kakap
merah menerima berbagai informasi mengenai keadaan sekelilingnya melalui
beberapa inderanya, seperti melalui indera pengelihatan, pendengaran, penciuman,
peraba, linea lateralis dan sebagainya.
2.1.1 Makanan dan kebiasaan makan
Menurut Effendi (1997), makanan merupakan faktor pengendali yang
penting dalam menghasilkan sejumlah ikan disuatu perairan, karena merupakan
faktor yang menentukan bagi populasi, pertumbuhan dan kondisi ikan di suatu
perairan. Di alam terdapat berbagai jenis makanan yang tersedia bagi ikan dan
ikan telah menyesuaikan diri dengan tipe makanan khusus dan telah
dikelompokkan secara luas sesuai dengan cara makannya, walaupun dengan
macam-macam ukuran dan umur ikan itu sendiri (Nikolsky, 1963). Menurut
Moyle dan Chech (1988), ikan dapat dikelompokkan berdasarkan jumlah dan
variasi makanannya menjadi euryphagous yaitu ikan yang memakan berbagai
jenis makanan; stenophagous yaitu ikan yang memakan makanan yang sedikit
jenisnya; dan monophagous yaitu ikan yang hanya memakan satu jenis makanan
saja.
Menurut Effendi (1997), kebiasaan makanan adalah jenis, kuantitas dan
kualitas makanan yang dimakan oleh ikan, sedangkan kebiasaan cara makan
adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan waktu, tempat dan bagaimana
cara ikan memperoleh makanannya. Effendi (1997) menambahkan bahwa faktor –
faktor yang menentukan suatu jenis ikan akan memakan suatu jenis organisme
adalah ukuran makanan, ketersediaan makanan, warna, rasa, tekstur makanan dan
selera ikan terhadap makanan. Selanjutnya dikatakan bahwa faktor yang
mempengaruhi jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi oleh suatu spesies
ikan adalah umur, tempat dan waktu.
Jenis ikan kakap umumnya termasuk ikan buas, predator yang senantiasa
aktif mencari makan pada malam hari (nokturnal). Aktivitas ikan nokturnal tidak
sebanyak ikan diurnal (siang hari). Gerakannya lambat, cenderung diam dan arah
geraknya tidak dilengkapi area yang luas dibandingkan ikan diurnal. Diduga ikan
nokturnal lebih banyak menggunakan indera perasa dan penciuman dibandingkan
indera penglihatannya. Bola mata yang besar menunjukkan ikan nokturnal
menggunakan indera penglihatannya untuk ambang batas intensitas cahaya
tertentu, tetapi tidak untuk intesitas cahaya yang kuat (Iskandar dan Mawardi,
1997).
Selain jenis-jenis ikan, jenis mangsa ikan kakap adalah kepiting, udang,
gastropoda serta berbagai jenis plankton terutama urochordata. Kakap yang
berukuran besar, baik panjang maupun tinggi tubuhnya, umumnya memangsa
jenis-jenis ikan maupun invertebrata berukuran besar yang ada di dekat
permukaan di perairan karang.
Jenis kakap ini biasanya menghuni perairan pantai berkarang hingga
kedalaman 100 meter, hidup soliter dan tidak termasuk jenis ikan yang
berkelompok. Ikan kakap umumnya dilengkapi dengan gigi canin yang
merupakan adaptasi sehubungan dengan tingkah laku makannya, agar mangsa
tidak mudah lepas. Ikan dewasa umumnya berwarna merah darah pada
punggungnya dan berwarna putih pada bagian perutnya (Gunarso, 1995).
2.1.2 Sifat hidup dan pemijahan
Ikan kakap merah tergolong diecious yaitu terdiri atas individu jantan dan
individu betina. Hampir tidak dijumpai seksual dimorfisme atau beda nyata antara
jenis jantan dan jenis betina baik dalam hal struktur tubuh maupun dalam hal
warna. Pola reproduksinya tergolong gonokorisme, yaitu setelah terjadi
diferensiasi jenis kelamin, maka jenis seksnya akan berlangsung selama hidupnya,
jantan sebagai jantan dan betina sebagai betina. Jenis ikan ini rata-rata mencapai
tingkat pendewasaan pertama saat panjang tubuhnya telah mencapai 41-51% dari
panjang tubuh total atau panjang tubuh maksimum. Ikan jantan mengalami
matang kelamin pada ukuran yang lebih kecil dari betinanya.
Kelompok ikan yang siap memijah, biasanya terdiri atas sepuluh ekor atau
lebih, akan muncul ke permukaan pada waktu senja atau malam hari di bulan
Agustus dengan suhu air berkisar antara 22,2-25,2ºC di sekitar pulau Jawa . Ikan
kakap jantan yang mengambil inisiatif berlangsungnya pemijahan yang diawali
dengan menyentuh dan menggesek-gesekkan tubuh mereka pada salah seekor
betinanya. Setelah itu baru ikan-ikan lain ikut bergabung, mereka berputar-putar
membentuk spiral sambil melepas gamet sedikit di bawah permukaan air.
Secara umum ikan kakap yang berukuran besar akan bertambah pula
umur maksimumnya dibandingkan yang berukuran kecil. Ikan kakap yang
berukuran besar akan mampu mencapai umur maksimum berkisar antara 15-20
tahun, umumnya menghuni perairan mulai dangkal hingga kedalaman 60-100
meter (Gunarso, 1995).
2.2 Keadaan Umum Perikanan Tangkap
Perikanan tangkap merupakan suatu kegiatan ekonomi dalam memanfaatkan
sumberdaya alam, khususnya kegiatan penangkapan dan pengumpulan berbagai
jenis biota yang ada di lingkungan perairan (Diniah, 2008).
Dalam rangka menertibkan usaha penangkapan ikan dan menghindari
konflik pemanfaatan daerah penangkapan, pemerintah melalui keputusan menteri
pertanian no. 392/Kpts/IK.120/4/99 membagi jalur penangkapan ikan menjadi 3
jalur, yaitu:
1. Jalur Penangkapan Ikan I
Meliputi perairan pantai diukur dari permukaan air laut pada surut yang
terendah pada setiap pulau sampai dengan 6 mil laut ke arah laut. Dimana
perairan yang diukur dari permukaan air laut pada surut terendah sampai
dengan 3 mil laut, maka usaha penangkapan ikan yang diperbolehkan di
perairan pantai dengan 3 mil laut meliputi:
- Alat tangkap yang menetap
- Kapal perikanan tanpa motor dengan ukuran panjang keseluruhan tidak
lebih dari 10 meter.
Sedangkan perairan pantai di luar 3 mil sampai 6 mil laut, usaha penangkapan
diperbolehkan bagi:
- Kapal perikanan tanpa motor dan atau bermotor tempel dengan ukuran
panjang keseluruhan tidak lebih dari 10 meter. Kapal perikanan bermotor
tempel dan bermotor dalam dengan ukuran panjang keseluruhan maksimal
12 meter atau berukuran maksimal 56 GT.
- Pukat cincin (purse seine) berukuran panjang maksimal 150 meter.
- Jaring insang hanyut (drift gill net) ukuran panjang maksimal 1000 meter.
2. Jalur penangkapan ikan II
Jalur penangkapan ikan yang meliputi perairan di luar jalur penangkapan I
sampai dengan 12 mil laut ke arah laut. Jalur ini dialokasikan untuk :
- Kapal perikanan bermotor dalam berukuran maksimal 60 GT
- Kapal perikanan dengan menggunakan alat penangkap ikan pukat cincin
berukuran panjang maksimal 600 meter dengan cara pengoperasian
menggunakan satu kapal yang bukan grup atau maksimal 1000 meter
dengan cara pengoperasian menggunakan 2 kapal yang bukan grup, tuna
longliner (pancing tuna) maksimal 1200 buah mata pancing, atau jaring
insang hanyut berukuran panjang maksimal 2500 meter.
3. Jalur penangkapan ikan III
Jalur penangkapan ikan ini meliputi perairan di luar jalur penangkapan II
sampai dengan batas terluar ZEEI. Pada jalur ini diatur sebagai berikut:
- Perairan Indonesia diperbolehkan bagi kapal perikanan berbendera
Indonesia berukuran maksimal 200 GT, kecuali yang menggunakan alat
penangkap ikan purse seine pelagis besar di Teluk Tomini, Laut Maluku,
Laut Seram, Laut Banda, Laut Flores, Laut Sawu dilarang untuk semua
ukuran.
- Perairan ZEEI Selat Malaka dibolehkan bagi kapal perikanan berbendera
Indonesia berukuran maksimal 200 GT kecuali yang menggunakan alat
penangkap ikan pukat ikan (fish net) minimal berukuran 60 GT.
- Perairan ZEEI di luar ZEEI Selat Malaka dibolehkan bagi kapal perikanan
berbendera Indonesia dan berbendera asing berukuran maksimal 350 GT
bagi semua alat penangkap ikan. Kapal perikanan berukuran di atas 350
GT - 800 GT yang menggunakan alat penangkap ikan purse seine hanya
boleh beroperasi di luar 100 mil laut dari garis pangkal kepulauan
Indonesia. Kapal perikanan dengan alat penangkap ikan purse seine
dengan sistem grup hanya boleh beroperasi di luar 100 mil laut dari garis
pangkal kepulauan Indonesia. Kapal perikanan berbendera asing boleh
dioperasikan pada jalur penangkapan ikan III sepanjang dimungkinkan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sarana Perikanan yang mendukung perkembangan perikanan meliputi
armada dan jenis alat tangkap. Jumlah armada perikanan yang beroperasi di
Kabupaten Kupang sampai dengan tahun 2004 adalah 3.203 unit yang terdiri atas
1.826 unit jukung, 695 unit perahu tanpa motor (PTM), 432 unit motor tempel
(MT) dan 250 unit kapal motor (KM) ukuran 5-10 GT yang tersebar pada 19
kecamatan. Kapal-kapal yang berukuran 10 GT ke atas seperti jenis pole and line
terbanyak didominasi oleh para nelayan asal Makasar dengan daerah operasi
mereka di perairan Kabupaten Kupang. Alat tangkap yang digunakan oleh nelayan
Kabupaten Kupang dapat dikategorikan sebagai alat tangkap tradisional yang
umumnya digunakan adalah bagan tancap, bagan apung, purse seine, jala lompo,
gilnet, pancing/pancing tonda dan alat lainnya (Anonim, 2006).
Potensi tangkapan lestari ikan-ikan pelagis di Kabupaten Kupang 60.000
ton/tahun, dengan demikian untuk meningkatkan hasil produksi tangkapan ikan
diperlukan penambahan sarana/alat tangkap dan armada kapal penangkap ikan
seperti kapal mini purse seine, pole and line, long-line, bagan serta alat-alat
tangkap lain (Anonim, 2006).
Melihat faktor-faktor pendukung seperti stok ikan yang cukup tersedia,
sarana penangkapan, jumlah armada maupun hasil produksi yang terus meningkat
dari tahun ke tahun, maka kebutuhan akan prasarana perikanan seperti PPI
(Pangkalan Pendaratan Ikan) adalah sangat diperlukan. Pemerintah kabupaten
Kupang merencanakan PPI di kawasan pantai Tablolong (Kecamatan Kupang
Barat), dimana lebih dikenal sebagai kawasan pariwisata pantai (Anonim, 2006).
Kegiatan perikanan tangkap juga tidak terlepas dari beberapa hal penting
yang sangat mempengaruhi keberhasilannya. Hal-hal tersebut meliputi kapal, alat
dan metode penangkapan ikan, serta daerah penangkapan ikan.
2.2.1 Kapal
Kapal penangkap ikan merupakan satu unsur yang tak terpisahkan dalam
kesatuan unit penangkapan ikan dengan alat tangkap dan nelayan. Kapal
penangkap ikan beragam konstruksi dan ukurannya. Hal ini bergantung pada jenis
alat penangkap ikan yang dioperasikannya. Secara prinsip, ada perbedaan
konstruksi dan penataan di atas kapal ikan dibandingkan dengan jenis kapal lain.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 31 tahun 2004 tentang
perikanan pasal 1, kapal perikanan adalah kapal, perahu, atau alat apung lain yang
dipergunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi
penangkapan ikan, pembudidaya ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan,
pelatihan perikanan, dan penelitian/eksplorasi perikanan.
Kekuatan struktur badan kapal, fasilitas untuk menyimpan dan stabilitas
tertinggi minimal harus dimiliki oleh setiap kapal ikan yang hendak melakukan
aktivitas menangkap ikan (Nomura dan Yamazaki,1977), selanjutnya dikatakan
kapal ikan akan memiliki keistimewaan tersendiri dibandingkan dengan kapal-
kapal lain, seperti:
1. Kemampuan olah gerak kapal
Kemampuan olah gerak kapal ini sangat dibutuhkan bagi kapal ikan pada saat
pengoperasian alat tangkap, sangat diperlukan kemampuan steerability yang
baik, daya dorong mesin (propulsion engine) guna mempermudah gerak maju
mundurnya kapal dan radius putaran (turning circle) yang kecil.
2. Kelaiklautan
Laik (layak) sangat diperlukan bagi setiap kapal ikan untuk beroperasi dalam
menahan dan melawan kondisi yang tidak diharapkan terjadi, seperti kekuatan
gelombang dan angin yang kadang-kadang datang secara tiba-tiba dengan
tujuan dapat menjamin keselamatan dan kenyamanan, hal ini dibutuhkan
stabilitas yang baik dan daya apung yang cukup.
3. Kecepatan kapal
Dibutuhkan dalam kegiatan pengopearsian yakni dalam melakukan pengejaran
terhadap gerombolan ikan dan juga pada saat kembali dengan membawa hasil
tangkapan agar hasil tangkapan selalu tetap berada dalam kondisi segar
(kecepatan waktu), waktu penangkapan dan penanganan.
4. Kontruksi kasko yang kuat
Konstruksi yang baik dan kuat diperlukan dan merupakan hal yang sangat
sensitif dalam manghadapi kondisi alam yang selalu berubah-ubah tanpa
kompromi, dan terhadap getaran mesin yang bekerja selama beroperasi.
5. Lingkup area pelayaran
Luas area kapal ikan sangat dipengaruhi oleh jarak fishing ground yang akan
dijelajah, jangkauan fishing ground ini ditentukan oleh migrasi ikan
berdasarkan musim dan habitatnya (sesuai tingkah laku ikan) dari setiap
kelompok spesies ikan.
6. Fasilitas penyimpanan dan pengolahan ikan
Sarana ini sangat diperlukan dalam penyimpanan dan mengolah ikan, bagi
kapal yang melakukan processing secara langsung di laut, baik ruang
pendingin, ruang pembekuan, ruang pembuat dan penyimpan es bahkan ruang
pengepakan, hal ini dibutuhkan untuk menghindari ketidak higenisnya produk
dan menjaga sanitasi terhadap produk dari bakteri (terkontaminasi oleh bahan-
bahan luar yang mengakibatkan rendahnya kualitas produk).
7. Daya dorong mesin
Kemampuan daya dorong mesin akan ditentukan sesuai dengan ukuran kapal
yang digunakan dan jangkauan operasi serta alat tangkap yang digunakan.
Sebab kemampuan daya dorong mesin dengan volume mesin serta getaran
yang diberikan harus seimbang, seperti daya dorong cukup besar, volume
mesin dan getarannya harus sekecil mungkin, mesin yang dibutuhkan harus
dilengkapi dengan alat bantu penangkapan demi kelancaran operasi
penangkapan.
2.2.2 Alat dan metode penangkapan ikan
Alat penangkap ikan adalah alat atau peralatan yang digunakan untuk
menangkap atau mengumpulkan ikan. Beragam jenis alat penangkap ikan ada di
Indonesia. Pengelompokkan alat penangkap ikan sendiri beragam berdasarkan
pertimbangan khusus dari pakar yang mengelompokkannya. Statistik perikanan
tangkap Indonesia mengelompokkan alat penangkap ikan menjadi 9 kelompok,
sedangkan Von Brant (2004) mengelompokkan alat penangkap ikan berdasarkan
cara pengoperasiannya menjadi 16 kelompok.
Menurut Ayodhoa (1981), berhasilnya suatu usaha penangkapan ikan
banyak bergantung kepada sejumlah pengetahuan mengetahui tingkah laku ikan
agar dapat menemukan keberadaan ikan. Pengetahuan tingkah laku ikan sebagai
individu ataupun sebagai kelompok dalam suatu saat tertentu ataupun pada suatu
periode musim, dan dalam keadaan alamiah ataupun dalam keadaan diberikan
perlakuan-perlakuan penangkapan (fishing). Oleh karena itu, dapat diterapkan
metode, taktik maupun desain alat penangkap ikan yang sesuai. Pengetahuan
tentang penyebaran ikan merupakan pengetahuan yang tidak kecil artinya bagi
perencanaan suatu alat tangkap maupun metode penangkapan ikan yang
dilakukan.
2.2.3 Daerah penangkapan ikan
Daerah penangkapan ikan adalah perairan tempat beroperasinya armada
penangkapan ikan. Armada tersebut umumnya telah menetapkan target spesies
atau ikan yang menjadi sasaran utamanya. Oleh karena itu daerah penangkapan
ikan dapat berbeda untuk jenis armada yang berbeda. Sebagai contoh armada
perikanan yang target spesiesnya ikan pelagis kecil akan menuju daerah
penangkapan ikan di sekitar pantai.
Mengingat keberhasilan operasi penangkapan ikan sangat ditentukan oleh
kelimpahan ikan sasaran, kondisi laut yang mempengaruhi keselamatan dan aspek
teknis operasi penangkapan ikan, maka karekteristik daerah penangkapan ikan
perlu diketahui dengan baik. Keadaan iklim dan cuaca dapat mempengaruhi
kehidupan ikan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Iklim dan musim
akan sangat mempengaruhi penyebaran ikan sedangkan cuaca seperti terjadinya
topan dapat mempengaruhi ruaya dan keberadaan ikan pada suatu daerah karena
topan dapat menyebabkan terjadinya turbulensi. Ikan biasanya akan menghindari
hal seperi ini karena sedimen laut yang terangkat dapat merusak filament insang
ikan (Gunarso,1985).
Pengetahuan mengenai daerah penangkapan ikan meliputi kelimpahan,
kepadatan stok, sifat fisik lingkungan, pola migrasi dan distribusi jenis-jenis ikan.
Dengan diketahuinya daerah penangkapan ikan yang potensial dan ditunjang oleh
unit penangkapan yang baik akan meningkatkan produksi perupaya penangkapan
(Purbayanto,1989).
Ikan kakap umumnya menghuni daerah perairan karang ke daerah pasang
surut di muara, bahkan beberapa spesies cenderung menembus sampai ke perairan
tawar. Daerah penangkapan ikan kakap yang paling banyak terdapat di Nusa
Tenggara meliputi Flores Timur dan Pulau Rote (Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perikanan, 1991). Namun tidak ada penjelasan rinci tentang
tempat-tempat yang menjadi daerah operasi penangkapan ikan.
2.3 Sebaran Sumberdaya Ikan
Potensi sumberdaya perairan, terdiri dari berbagai jenis ikan pelagis besar
seperti: tenggiri (Scomberomous commerson), tongkol (Euthynnus spp), tuna
(Thunnus spp), ikan-ikan demersal seperti : kerapu (Serranidae), kakap (Lates
Calcarifar), merah/bambangan (Lutjanidae), beronang (Siganus spp), dan lencam
(Lethrinus spp). Ikan-ikan pelagis kecil seperti: ikan teri (Stelephorus spp),
tembang (Sardinella fimbriata), kembung (Rastrelliger spp), selar (Selar spp),
julung-julung (Hemirhamohus spp), alu-alu (Sphyraena spp), balanak (Mugil spp).
Nelayan yang bergerak dalam usaha penangkapan ikan terutama ikan-ikan
pelagis kecil ini jumlahnya cukup banyak dan menyebar sepanjang wilayah
perairan laut Kabupaten Kupang dengan pola penangkapan yang masih
tradisional. Potensi perikanan yang demikian besar tersebut belum ditunjang
dengan sarana kapal dan alat tangkap yang memadai. Oleh karena itu, Pemerintah
dan Dinas/Instansi terkait telah memberikan perhatian yang cukup besar dengan
memberikan bantuan dalam bentuk paket-paket sarana produksi/penangkapan
seperti bantuan berupa “rumpon” sejak tahun 2000 pada kelompok-kelompok
nelayan di Kabupaten Kupang (Kamlasi, 2007).
Daerah penangkapan ikan-ikan pelagis kecil menyebar di seluruh perairan
laut di Kabupaten Kupang dengan daerah-daerah tangkapan potensial adalah
daerah perairan laut sekitar Pulau Semau, Sabu, Raijua, Teluk Kupang, dan Laut
Sabu. Berdasarkan data Baseline Economic Survey (BES), usaha penangkapan
ikan-ikan pelagis di Kabupaten Kupang ini cukup potensial untuk dikembangkan
di perairan Laut Sabu, Laut Timor, Selat Ombai, Pulau Semau, Teluk Kupang,
dan sekitar Pulau Sabu dan Raijua. Tingkat eksploitasi ikan pelagis di lokasi
perairan laut di atas, masih rendah sehingga masih terbuka peluang besar untuk
dikembangkan. Pengembangan usaha penangkapan ikan pelagis di wilayah-
wilayah perairan di atas dengan teknik/pola yang lebih baik, akan dapat
meningkatkan taraf hidup para nelayan dan sekaligus juga meningkatkan
pendapatan daerah.
Ikan kakap, umumnya menghuni daerah perairan karang ke daerah pasang
surut di muara, bahkan beberapa spesies diantaranya cenderung perairan tawar.
Jenis kakap berukuran besar umumnya membentuk gerombolan yang tidak begitu
besar dan beruaya ke dasar perairan menempati bagian yang lebih dalam daripada
jenis yang berukuran kecil. Selain itu biasanya ikan kakap tertangkap pada
kedalaman dasar antara 40–50 meter dengan substrat sedikit karang dan salinitas
30–33 ppt serta suhu antara 5-32ºC (Pusat Penelitian dan Pengembangan
Perikanan, 1991).
Jenis yang berukuran kecil seringkali dijumpai beragregasi di dekat
permukaan perairan karang pada waktu siang hari. Pada malam hari umumnya
menyebar guna mencari makanannya baik berupa jenis ikan maupun crustacea.
Ikan-ikan berukuran kecil untuk beberapa jenis ikan kakap biasanya menempati
daerah bakau yang dangkal atau daerah-daerah yang ditumbuhi rumput laut.
Potensi ikan kakap jarang ditemukan dalam gerombolan besar dan cenderung
hidup soliter dengan lingkungan yang beragam mulai dari perairan dangkal, muara
sungai, hutan bakau, daerah pantai sampai daerah berkarang atau batu karang.
Famili Lutjanidae utamanya menghuni perairan tropis maupun sub tropis,
walau tiga dari genus Lutjanus ada yang hidup di air tawar (Baskoro et al. 2004).
Potensi dan penyebaran kakap di Indonesia sangat luas dan hampir menghuni
seluruh perairan pantai Indonesia. Penyebaran ikan kakap menurut Pusat
Penelitian dan Pengembangan Perikanan (1991) adalah sebagai berikut:
Tabel 1 Penyebaran ikan kakap di Indonesia
Perairan Daerah
Penyebaran
Daerah Penangkapan Utama
Sumatera Seluruh perairan Sebagian perairan Aceh terutama bagian utara
dan barat, sebagian pantai timur Sumatera
Utara sekitar Bengkalis, Belitung dan Bangka,
pantai barat Sumatera Utara, pantai Sumatera
Barat, Bengkulu, dan pantai Timur Lampung
Jawa dan Nusa
Tenggara
Seluruh perairan Selat Sunda bagian Timur sekitar Cirebon,
perairan utara Jawa Tengah dan Jawa Timur,
Karimun Jawa, Utara Madura, Ujung Kulon,
Cilacap, Nusa Barung, sekitar selat Lombok,
perairan Sumbawa, Flores Timur dan pulau
Rote
Kalimantan dan
Sulawesi
Seluruh perairan
kecuali laut
dalam
Lepas pantai Kalimantan Barat, sebagian
besar pantai timur Kalimantan Selatan dan
Kalimantan Tengah, perairan sekitar
Samarinda, perairan sedikit di luar teluk Palu
berikut lepas pantainya
Maluku dan Irian
Jaya
Seluruh perairan Perairan di luar antara Buru-Seram, perairan
teluk Bintuni, teluk Cendrawasih, di luar
pantai bagian Tengah dan Selatan laut Banda
Sumber: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan (1991)
3 METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan pada bulan Januari-April 2010. Pengumpulan data
lapangan dilakukan selama bulan Februari 2010 dengan mengambil lokasi di
Pelabuhan Perikanan Pantai Tenau-Kupang, Propinsi Nusa Tenggara Timur
(Lampiran 1).
3.2 Alat dan Bahan Penelitian
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Peta perairan laut Timor dan sekitarnya
2. Alat dokumentasi berupa kamera
3. Kuesioner
4. Gambar ikan kakap dan beberapa jenis ikan lainnya
3.3 Metode Penelitian
3.3.1 Unit penangkapan ikan dan pengoperasiannya
Untuk mengetaui deskripsi dan pengoperasian alat tangkap ikan kakap akan
dilakukan wawancara terhadap nelayan yang menggunakan alat tangkap untuk
menangkap ikan kakap. Data jumlah dan jenis alat tangkap, jumlah perahu atau
kapal dan jumlah nelayan dari dinas perikanan Propinsi Nusa Tenggara Timur dan
PPP-Tenau Kupang. Ukuran kapal (GT) dapat diketahui melalui data tentang
panjang total (L), lebar (B), dan tinggi (D) terhadap kapal-kapal yang
mengoperasikan alat tangkap kakap tersebut. Ukuran kapal diperkirakan dengan
menggunakan rumus (Nomura dan Yamazaki, 1977):
GT = L x B x D x Cb x 0,353
Keterangan :
GT : Gross tonage kapal
L : Panjang kapal (m)
B : Lebar kapal (m)
D : Dalam kapal (m)
Cb : Konstanta bahan kapal (kayu = 0,55)
3.3.2 Komposisi hasil tangkapan
Komposisi hasil tangkapan dari alat tangkap yang dioperasikan untuk
menangkap kakap diperoleh melalui pengamatan terhadap semua unit
penangkapan yang mendaratkan ikan hasil tangkapannya di PPP Tenau Kupang.
Selain itu juga dilakukan pencatatan berdasarkan perhitungan dari para langgan
atau bakul yang membeli hasil tangkapan dari tiap-tiap jenis alat tangkap tersebut.
Penentuan jenis dan nama ikan hasil tangkapan disesuaikan dengan ciri fisik ikan
antara lain bentuk kepala, bentuk sirip, garis linea literalis, dan bentuk ekornya
dari setiap jenis ikan yang tertangkap dengan mengacu pada contoh gambar-
gambar ikan yang digunakan pada saat penelitian.
3.3.3 Daerah penangkapan ikan
Data daerah penangkapan ikan diperoleh dengan melakukan wawancara
terhadap nelayan-nelayan yang mendaratkan hasil tangkapannya di PPI Tenau
Kupang. Informasi penangkapan ikan dari setiap kapal yang datang diplotkan ke
dalam peta laut yang dapat mewakili setiap daerah tersebut. Selain itu juga
dilakukan pencatatan setiap jenis-jenis ikan yang berada di setiap daerah
penangkapan ikan tersebut. Sementara untuk perhitungan jarak dari fishing base
maupun dari pantai terdekat ke fishing ground dilakukan pengukuran jarak pada
peta, kemudian dikalikan dengan skalanya. Contoh peta yang digunakan dalam
survei ini ditampilkan pada Lampiran 4 dan Lampiran 5.
3.4 Metode Analisis Data
Data mengenai daerah penangkapan ikan dan unit penangkapan yang
diperoleh, diklasifikasi dan dianalisis secara deskriptif dengan menampilkan
tabulasi dan gambar peta. Sementara untuk mengetahui proporsi berat dan
proporsi jumlah hasil tangkapan masing-masing unit penangkapan ikan yang
digunakan untuk menangkap ikan kakap menggunakan rumus, sebagai berikut:
1. Proporsi berat hasil tangkapan setiap alat tangkap (A)
%100b
aA
Keterangan: a: Berat setiap jenis hasil tangkapan per alat tangkap
b: Total berat hasil tangkapan per alat tangkap
2. Proporsi jumlah hasil tangkapan setiap alat tangkap (B)
%100d
cB
Keterangan: c: Jumlah setiap jenis hasil tangkapan per alat tangkap
d: Jumlah seluruh hasil tangkapan per alat tangkap
3. Proporsi berat hasil tangkapan utama (HTU) dan hasil tangkapan sampingan
(HTS) setiap alat tangkap
a. Proporsi berat hasil tangkapan utama setiap alat tangkap (PHTU)
%10011
1
ba
aPHTU
b. Proporsi berat hasil tangkapan sampingan setiap alat tangkap (PHTS)
%10011
1
ba
bPHTS
Keterangan: a1: Berat hasil tangkapan utama setiap alat tangkap
b1: Berat hasil tangkapan sampingan setiap alat tangkap
4. Proporsi jumlah hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan setiap
alat tangkap
a. Proporsi jumlah hasil tangkapan utama setiap alat tangkap (QHTU)
%10022
2
ba
aQHTU
b. Proporsi jumlah hasil tangkapan sampingan setiap alat tangkap (QHTS)
%10022
2
ba
bQHTS
Keterangan: a2: Jumlah hasil tangkapan utama setiap alat tangkap
b2: Jumlah hasil tangkapan sampingan setiap alat tangkap
Uji analisis ragam (ANOVA) klasifikasi satu arah digunakan untuk
mengetahui produktivitas bulanan ikan kakap dari alat tangkap yang digunakan
untuk menangkap ikan kakap. Rumus untuk memperhitungkan analisis ragam
(ANOVA) ditampilkan pada Tabel 2.
Tabel 2 Analisis Ragam Klasifikasi Satu Arah (ANOVA)
Sumber
keragaman
Jumlah
kuadrat
Derajat
bebas
Kuadrat tengah Fhitung Ftabel
Jenis unit
penangkapan
ikan
JKK k-1 2
1S = 1k
JKK
2
2
2
1
S
S
2,1 vvFa
Galat JKG K(n-1) 2
2S = )1( nk
JKG
Total JKT Nk-1
Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
k
i
n
j
ijnk
TXJKT
1 1
22 ...
2
1
2 ...11
Tnk
iTn
JKKk
i
JKKJKTJKG
Asumsi : data hasil tangkapan (kilogram) untuk setiap kelompok lama trip
menyebar normal.
4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Keadaan Daerah Penelitian
Kabupaten Kupang merupakan kabupaten yang paling selatan di negara
Republik Indonesia. Kabupaten ini memiliki 27 buah pulau, dan 19 buah pulau
diantaranya telah bernama dan 8 buah pulau belum diberi nama. Sementara 5 buah
pulau telah berpenghuni yakni, Pulau Timor dengan luas 4.937,62 km2, Pulau
Sabu dengan luas 423,81 km2, Pulau Semau dengan luas 246,66 km
2, Pulau
Raijua dengan luas 36,97 km2 dan Pulau Kera dengan luas 1,5 km
2.
Secara geografis Kabupaten Kupang terletak pada 121°.30’BT-
124°.11’BT dan 9°.19’LS-10°.57’LS. Luas wilayah Kabupaten Kupang adalah
seluas 53.958,28 km² yang terdiri dari wilayah daratan seluas 7.178,28 km² dan
wilayah laut seluas 46.780 km² dengan garis pantai ± 492,4 km. Kabupaten
Kupang sebelah utara berbatasan dengan Laut Sawu dan Selat Ombai, sebelah
selatan berbatasan dengan Samudera Hindia, sebelah timur berbatasan dengan
Kabupaten Timor Tengah Selatan dan negara Timor Leste sedangkan sebelah
barat berbatasan dengan Rote Ndao dan Laut Sawu.
Topografi permukaan tanah di Kabupaten Kupang pada umumnya
berbukit-bukit, bergunung-gunung, dan sebagian terdiri dari daratan rendah
dengan tingkat kemiringan rata-rata mencapai 450, dimana kondisi permukaan
tanah kritis dan gundul sehingga peka terhadap erosi. Wilayah Kabupaten Kupang
berada pada ketinggian dari permukaan laut 0-500 meter, dengan iklimnya
termasuk iklim kering yang dipengaruhi oleh angin muson dengan musim hujan
pendek, yang jatuhnya sekitar bulan Desember sampai bulan Maret sedangkan
musim kemarau antara bulan April sampai bulan November (DKP Kabupaten
Kupang, 2009).
Suhu udara di Kabupaten Kupang yang tercatat pada tahun 2008 yaitu
siang hari rata-rata berkisar antara 30,00C sampai dengan 33,7
0C, sementara pada
malam hari suhu udara berkisar antara 21,20C sampai dengan 24,3
0C. Kelembaban
udara relatif cukup tinggi dengan rata-rata berkisar antara 61% yaitu pada bulan
Agustus sampai dengan 84% pada bulan Februari. Catatan curah hujan di
Kabupaten Kupang tahun 2008 di luar bulan Agustus yaitu berkisar antara 3 mm
pada bulan Juli dan 383 mm pada bulan Februari ( BPS Kabupaten Kupang,
2009).
4.2 Produksi Perikanan Tangkap di Kabupaten Kupang
Produksi perikanan tangkap di Kabupaten Kupang masih didominasi oleh
produksi perikanan laut melalui kegiatan penangkapan, pada umumnya
didominasi oleh sumberdaya ikan pelagis kecil seperti alu-alu (Sphyraena jello) ,
selar (Caranx sp.), tembang (Sardinella sp.), julung-julung (Hemirhampus spp.),
teri (Stolephorus commersoni), ikan terbang, kembung (Scombridae), dan cumi-
cumi (Loligo sp), serta ikan pelagis besar seperti tenggiri (Cybium commersoni),
tuna/cakalang (Thunnus albacares), dan tongkol (Auxis sp.). Sumberdaya ikan
demersal seperti peperek (Leiognathus spp.), ikan merah, kerapu (Epinephelus
sp), kakap (Lutjanus sp.), ekor kuning (Caesio cuning), dan cucut (Tylosurus spp)
(BPS Kabupaten Kupang, 2009).
Potensi lestari sumberdaya ikan di perairan Kabupaten Kupang dengan
garis pantai ± 492,4 km sebesar 60.000 ton per tahun dengan tingkat pemanfaatan
baru mencapai 29.363 ton (33,50%) pada tahun 2009 dari potensi lestari yang
tersedia. Sumberdaya perikanan tangkap di Kabupaten Kupang terdiri dari
sumberdaya jenis ikan dan sumberdaya jenis non ikan. Ada 16 jenis sumberdaya
ikan dan 8 jenis sumberdaya non ikan yang merupakan jenis sumberdaya
ekonomis penting. Produksi perikanan laut menurut jenis ikan di Kabupaten
Kupang tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 3, sedangkan produksi perikanan laut
menurut jenis non ikan di Kabupaten Kupang tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel
4.
Tabel 3 Produksi perikanan laut menurut jenis ikan di Kabupaten Kupang tahun
2009
No. Jenis Ikan Jumlah (Ton)
1. Paperek
2. Ikan Merah
3. Kakap
4. Kerapu
359,50
645,20
512,20
371,80
5. Ekor Kuning 483,70
6. Cucut 204,00
7. Alu-Alu 179,70
8. Selar 311,60
9. Tembang 485,00
10. Julung-julung 546,30
11. Teri 2.887,60
12. Ikan Terbang 5.525,40
13. Kembung 3.450,50
14. Tenggiri 5.435,70
15. Tuna/Cakalang
16. Tongkol
4.500,20
2.875,40
Jumlah 28.774,10
Sumber: Diolah dari Kupang dalam Angka (BPS,2009)
Tabel 4 Produksi perikanan laut menurut jenis non ikan di Kabupaten Kupang
Tahun 2009
No. Jenis non Ikan Jumlah (Ton)
1. Kepiting
2. Udang Halus
3. Lobster
4. Udang Putih
10,89
7,76
2,64
46,00
5. Kerang 12,89
6. Teripang 2,09
7. Cumi-Cumi 589,70
8. Rumput Laut 3.037,80
Jumlah 3.709,77
Sumber: Diolah dari Kupang dalam Angka (BPS,2009)
Dari Tabel 3 dan Tabel 4 di atas menununjukan bahwa produksi perikanan
tangkap untuk jenis ikan didominasi oleh ikan tenggiri dan ikan tuna/cakalang
yaitu masing-masing sebesar 5.435,70 ton dan 4.500,20 ton, sedangkan untuk
sumberdaya perikanan tangkap jenis non ikan yang dominan adalah rumput laut
dan cumi-cumi yaitu sebesar 3.037,80 ton dan 589,70 ton.
Perkembangan hasil tangkapan produksi dengan nilai produksi periode
2004-2008 mengalami fluktuasi. Produksi tertinggi adalah 18,153 ton dengan nilai
produksi sebesar Rp 62,041,640,- pada tahun 2005 (Tabel 5).
Tabel 5 Perkembangan hasil tangkapan (produksi) dengan nilai produksi periode
2004-2008
Tahun Jumlah unit
penangkapan
Produksi
(ton)
Nilai produksi
(Rp)
2004 7261 11,884.60 50,037,400.00
2005 7964 18,153.00 62,041,640.00
2006 4323 11,476.80 48,652,550.00
2007 6137 11,884.60 50,037,400.00
2008 4281 11,458.80 47,785,590.00
Jumlah 29966 64,857.80 285,554,580.00 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kupang (2009)
Secara umum data hasil tangkapan selama periode 2004-2008 adanya
peningkatan sebesar 3.98 % per tahun. Selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 2
dan Gambar 3. Peningkatan produksi ini antara lain karena produksi ikan yang
didaratkan oleh nelayan di Pelabuhan Perikanan Pantai Tenau Kupang.
Gambar 2 Perkembangan jumlah unit penangkapan ikan di Kabupaten Kupang
periode 2004-2008.
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
9000
2004 2005 2006 2007 2008
Ju
mla
h u
nit
pen
an
gk
ap
an
ik
an
Tahun
Gambar 3 Perkembangan produksi ikan di Kabupaten Kupang periode 2004-2008.
Penanganan ikan merupakan proses awal yang sangat menentukan dalam
proses pengolahan dan pemasaran. Penanganan adalah suatu proses untuk
mencegah mundurnya mutu ikan sampai ikan tiba di konsumen. Penanganan ikan
sangat diperlukan mulai pada saat tertangkap karena ikan mempunyai sifat yang
mudah rusak. Penanganan pada saat tertangkap dan dilakukan penyortiran di atas
kapal sampai ikan didaratkan. Penanganan ikan di kapal dilakukan dengan
menggunakan es sampai ke pasaran.
Pengolahan ikan yang dilakukan di PPP Tenau-Kupang masih bersifat
tradisional dengan menggunakan alat-alat yang sederhana. Pengolahan yang
dilakukan antara lain pengeringan dan pengasapan.
Ikan segar maupun ikan hasil olahan dipasarkan secara lokal dan ada juga
ikan segar hasil tangkapan seperti ikan kakap dan kerapu yang dipasarkan ke luar
daerah seperti Bali dengan menggunakan es untuk tetap menjaga mutu ikan.
4.3 Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Kupang
4.3.1 Unit penangkapan ikan
Unit penangkapan ikan merupakan satu kesatuan teknis dalam melakukan
operasi penangkapan ikan yang terdiri dari kapal, alat tangkap dan nelayan.
0.00
2,000.00
4,000.00
6,000.00
8,000.00
10,000.00
12,000.00
14,000.00
16,000.00
18,000.00
20,000.00
2004 2005 2006 2007 2008
Ju
mla
h p
rod
uk
si i
ka
n (
ton
)
Tahun
4.3.1.1 Kapal
Armada perikanan tangkap di Kabupaten Kupang terdiri atas perahu
tanpa motor (PTM), perahu motor tempel (PMT), dan kapal motor (KM). Kapal-
kapal tersebut rata-rata memiliki panjang antara 5-22 meter dengan lebar kapal
rata-rata 1-5 meter dan memiliki tonase kapal bervariasi antara 5-30 GT.
Perkembangan jumlah yang terjadi pada setiap jenis armada penangkapan ikan,
seperti terlihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Jumlah armada penangkapan ikan di Kabupaten Kupang periode 2004-
2008
No Jenis armada Tahun Perkembangan
rata-rata (%) 2004 2005 2006 2007 2008
1
Perahu Tanpa
Motor 706 710 810 980 980 8.91
2 Motor Tempel 422 424 412 410 410 -0.49
3 Kapal Motor 274 276 252 240 240 -3.76
Jumlah 1402 1410 1474 1630 1630 1.55 Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kupang ( 2009)
Pada periode 2004-2008, perkembangan armada perikanan tangkap di
Kabupaten Kupang meningkat rata-rata 1.55 % per tahun, yaitu dari 1402 unit
pada tahun 2004 meningkat menjadi 1630 unit pada tahun 2008 (Tabel 6). Pada
kurun waktu yang sama yaitu pada tahun 2004-2008 untuk armada jenis perahu
tanpa motor meningkat sebesar 8.91 % per tahun, sedangkan untuk jenis motor
tempel dan kapal motor masing-masing mengalami penurunan yaitu 0.49 % per
tahun dan 3.76 % per tahun.
Perkembangan armada perikanan tangkap di Kabupaten Kupang yang
terdiri dari perahu tanpa motor, motor tempel, dan kapal motor dapat dilihat pada
Gambar 4.
Gambar 4 Perkembangan armada perikanan tangkap di Kabupaten Kupang
tahun 2004-2008.
4.3.1.2 Alat penangkap ikan
Jenis alat penangkap ikan yang terdapat di Kabupaten Kupang terdiri dari
6 jenis, yaitu:
1. Pukat kantong (payang, dogol, dan pukat pantai)
2. Jaring insang (jaring insang hanyut, jaring klitik, dan jaring tiga lapis)
3. Jaring angkat (bagan perahu, dan bagan tancap)
4. Pancing (rawai tuna, rawai dasar, huhate, pancing tonda, pancing ulur, pancing
tegak, dan pancing cumi)
5. Perangkap (sero dan bubu)
6. Alat tangkap lainnya (jala tebar, garpu dan tombak).
Jumlah alat tangkap yang terdapat di Kabupaten Kupang periode 2004-
2008 berfluktuasi. Alat tangkap pancing merupakan alat tangkap yang paling
banyak jumlahnya dari tahun ke tahun diantara alat tangkap lainnya (Tabel 7).
0
200
400
600
800
1000
1200
2004 2005 2006 2007 2008
Jum
lah
arm
ada
(un
it)
Tahun
Perahu Tanpa Motor Motor Tempel Kapal Motor
Tabel 7. Jenis dan jumlah alat tangkap di Kabupaten Kupang pada tahun 2004-
2008
No Jenis alat tangkap Tahun kenaikan rata-
rata (%) 2004 2005 2006 2007 2008
1 Pukat Kantong 429 510 715 920 950 22.20
2 Jaring Insang 2646 3445 1179 956 760 -18.75
3 Jaring Angkat 72 101 83 72 50 -5.34
4 Pancing 3849 3517 2055 3712 2237 -2.42
5 Perangkap 122 223 120 322 115 35.16
6 Lain-Lain 143 168 85 155 169 14.87
Jumlah 7261 7964 4237 6137 4281 7.62 Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kupang (2009)
Pada periode 2004-2008 alat tangkap meningkat rata-rata 7.62 % per
tahun. Unit penangkapan yang mengalami kenaikan paling tinggi selama lima
tahun terakhir adalah alat tangkap perangkap meningkat rata-rata 35.16 % per
tahun. Pukat kantong meningkat rata-rata 22.20 % per tahun, alat tangkap lainnya
yang terdapat di Kabupaten Kupang meningkat rata-rata 14.87 % per tahun,
sedangkan alat tangkap yang mengalami penurunan antara lain jaring insang,
jaring angkat, dan pancing, masing-masing menurunan sebesar 18.75 %, 5.34%,
dan 2.42 % untuk per tahunnya. Perkembangan alat tangkap dari tahun ke tahun di
Kabupaten Kupang dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Perkembangan alat tangkap di Kabupaten Kupang tahun 2004-2008.
0500
10001500200025003000350040004500
2004 2005 2006 2007 2008
jum
lah
ala
t ta
ngk
ap (
un
it)
TahunPukat kantong jaring insang jaring angkat
pancing perangkap lain-lain
4.3.1.3 Nelayan
Kondisi nelayan yang beroperasi di Kabupaten Kupang memiliki status
yang berbeda-beda ada yang status sewa beli, milik pribadi, swasta, sewa saja,
mendapat bantuan dana bergilir dan ada pula yang modal bersama. Dengan
adanya variasi kepemilikan akan mempersulit pula dalam pengurusan perijinan.
Pada umumnya nelayan yang beroperasi di Kabupaten Kupang merupakan
nelayan yang berasal dari Bugis. Perkembangan nelayan di Kabupaten Kupang
tahun 2004-2008 terdiri atas nelayan penuh, nelayan sambilan utama, dan nelayan
sambilan tambahan (Tabel 8).
Tabel 8 Perkembangan nelayan di Kabupaten Kupang tahun 2004 – 2008
No Jenis nelayan Tahun Kenaikan
rata-rata
(%) 2004 2005 2006 2007 2008
1 Nelayan penuh 1550 1589 1871 1863 1872 5.08
2 Nelayan sambilan utama 1503 1482 2056 2045 2025 8.96
3 Nelayan sambilan tambahan 1269 1257 1991 1895 3003 37.35
Jumlah 4322 4328 5918 5803 6900 17.13 Sumber: Diolah dari Statistik DKP Kabupaten Kupang (2009)
Perkembangan nelayan di Kabupaten Kupang periode 2004-2008
mengalami kenaikan jumlah nelayan sebesar 17,13 % per tahun (Tabel 8). Ketiga
jenis nelayan yang terdapat di Kabupaten Kupang masing-masing mengalami
kenaikan sebesar 5,08 % per tahun untuk jenis nelayan penuh, sedangkan nelayan
sambilan utama dan nelayan sambilan tambahan mengalami kenaikan sebesar
8,98 % per tahun dan 37,35 % per tahun, dimana dengan melihat persentase
kenaikannya dapat diketahui bahwa status nelayan terbanyak yang terdapat di
Kabupaten Kupang yaitu status nelayan sambilan tambahan, diikuti status nelayan
utama dan status nelayan penuh. Perkembangan status nelayan yang terdapat di
kabupaten Kupang dari tahun ke tahun dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6 Perkembangan nelayan di Kabupaten Kupang tahun 2004-2008.
4.4 Sarana dan Prasarana Perikanan di Kabupaten Kupang
Ketersediaan sarana dan prasarana juga turut menunjang suatu
keberhasilan dari suatu operasi penangkapan dalam hal ini industri perikanan
tangkap. Kondisi sarana dan prasarana yang ada belum memenuhi syarat/standar
suatu bentuk dari industri perikanan tangkap. Kondisi yang ada di daerah
Kabupaten Kupang masih sangat minim sekali, oleh karena itu pelaksanaan
kegiatan operasi penangkapan ikan yang ada juga memiliki banyak kendala. Daya
dukung dan daya tampung sumberdaya tidak seimbang. Daya dukung lingkungan
sangat potensial sedangkan daya tampungnya masih sangat minim. Sumberdaya
ikan yang sangat berlimpah didukung oleh kondisi perairan Indonesia Timur yang
masih sangat potensial dengan berbagai jenis ikan dan non ikan yang belum
mampu tereksploitasi dengan optimal. Pelaksanaan kegiatan ini juga tidak
didukung oleh ketersediaan sumberdaya manusia yang cukup. Produksi melimpah
namun tidak dapat tertampung dengan baik. Daya tampung sumberdaya rendah.
Sarana dan prasarana pelabuhan seperti pabrik es, bengkel, cold storage, air
bersih, lokasi tambat labuh, dan kapasitas listrik: PPI dan TPI yang masih sangat
minim.
Secara umum sarana dan prasarana perikanan yang terdapat di Propinsi
Nusa Tenggara Timur, antara lain: 1 unit PPP, 4 unit PPI, 4 unit TPI, 1 unit
Laboratorium mutu ikan, 5 unit cold storage dengan kapasitas masing-masing 220
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
2004 2005 2006 2007 2008
Jum
lah
ne
laya
n (
Ora
ng)
Tahun
Nelayan Penuh Nelayan Sambilan Utama
Nelayan Sambilan Tambahan
ton, 14 unit pabrik es dengan kapasitas masing-masing unit sebanyak 166 ton, 1
unit Balai Budidaya Ikan Pantai (BBIP), 1 unit Balai Benih Ikan Sentral (BBIS),
dan 1 unit Balai Benih Ikan Lokal (BBIL). Kabupaten Kupang memiliki 6
pelabuhan laut yaitu, Pelabuhan Nusa Lontar Tenau Kupang yang berfungsi
sebagai pelabuhan ekspor, Pelabuhan Naikliu di Kecamatan Amfoang Utara,
Pelabuhan Seba dan Pelabuhan Biu di Sabu, Pelabuhan Raijua di Pulau Raijua,
dan Pelabuhan Uiasa di Pulau Semau.
Pelabuhan Perikanan Ikan yang terdapat di Kupang, yaitu Pelabuhan
Perikanan Pantai Tenau-Kupang (PPP Tenau-Kupang), dan beberapa Pangkalan
Pendaratan Ikan (PPI) yang digunakan oleh nelayan sebagai tempat berlabuh dan
bersandarnya kapal-kapal penangkap ikan tersebut. Terdapat beberapa fasilitas
pokok dan fasilitas penunjang lainnya yang pendukung kegiatan perikanan di
Pelabuhan Perikanan Pantai Tenau- Kupang. Fasilitas-fasilitas tersebut antara lain:
dermaga, kolam pelabuhan, TPI, cold storage, pabrik es, kantor pelabuhan, dan
koperasi nelayan, sedangkan untuk pangkalan pendaratan ikan yang terdapat di
Kabupaten Kupang tidak dilengkapi dengan fasilitas yang terdapat pada PPP
Tenau. Fasilitas yang terdapat pada PPI antara lain hanya berupa TPI, akan tetapi
tidak dimanfaatkan oleh nelayan karena kapasitas yang tidak mendukung kegiatan
penjualan hasil tangkapan.
Pengelolaan yang belum optimal mengakibatkan jalur-jalur pemanfaatan
oleh kapal-kapal ikan tidak teratur dengan baik sehingga ukuran kapal yang
seharusnya beroperasi sesuai ketentuan yang ada tidak berjalan dengan baik.
Kapal ukuran > 10 GT dapat beroperasi pada jalur I, dan hal ini akan
menimbulkan konflik pada nelayan kecil. Penentuan fishing ground yang belum
optimal berdampak pada hasil tangkapan yang sangat rendah. Kondisi
pengelolaan armada yang terdapat di Kabupaten Kupang secara umum belum
optimal, baik dari pengaturan jalur penangkapan, ukuran kapal, izin penangkapan
sampai pada pendaratan hasil maupun penarikan pajak daerah.
5 HASIL PENELITIAN
5.1 Unit Penangkapan Ikan Kakap di Kabupaten Kupang
5.1.1 Unit penangkapan rawai dasar
5.1.1.1 Alat tangkap, kapal, dan nelayan rawai dasar
Rawai dasar yang digunakan oleh nelayan di Kabupaten Kupang terdiri
dari beberapa komponen untuk dapat menghasilkan satu rangkaian rawai dasar.
Komponen-komponen tersebut adalah sebagai berikut :
a. Mata pancing (hook)
Mata pancing yang digunakan oleh nelayan untuk menangkap ikan kakap
adalah mata pancing yang bernomor 7. Jumlah mata pancing yang akan digunakan
dalam satu rangkaian rawai dasar biasanya sebanyak 300-350 buah. Kanstruksi
mata pancing yang digunakan dapat dilihat pada gambar 7.
Gambar 7 Konstruksi mata pancing rawai dasar.
Mata pancing yang digunakan ini memiliki kait pada ujung mata pancingnya
(barb hook). Hal ini ditujukan agar ikan hasil tangkapan tidak terlepas lagi setelah
memakan umpan yang ada pada mata pancing. Jika rawai dasar menggunakan
pancing tanpa kait (barbless hook), maka ikan hasil tangkapan dapat terlepas
walaupun sudah terjerat mata pancing.
b. Tali cabang
Tali cabang yang digunakan oleh nelayan rawai dasar di Kabupaten Kupang
mempunyai panjang berkisar antara 1-1,5 meter dengan bahan tali monofilament.
a
b
c
d
e f
g
Keterangan : a. Eye
b. Shank (P=3,8 cm)
c. Wire (ø=0,3 cm)
d. Gap (L=1,2 cm)
e. Barb
f. Throat (Pthroat= 1,5 cm)
g. Bend
Jumlah tali cabang yang digunakan sesuai dengan banyaknya mata pancing yang
akan dipasang, dalam hal ini jumlah mata pancing yang sering digunakan oleh
nelayan rawai dasar di Kabupaten Kupang berkisar 300-350 buah. Tali cabang ini
dipasang secara menetap pada tali utama.
c. Tali utama
Tali utama yang digunakan terbuat dari bahan nylon multifilament dengan
panjang kurang lebih 1000 meter. Ukuran tali yang biasa digunakan oleh nelayan
adalah tali nomor 3. Tali utama berfungsi sebagai tempat menggantungkan tali
cabang. Warna tali yang biasa digunakan oleh nelayan adalah warna hijau dan
biru tua, warna tali dipilih berdasarkan warna perairan, dengan harapan tidak
terlihat oleh ikan.
Pada tali utama diberi tanda untuk meletakkan tali cabang, sehingga panjang
tali utama antar tali cabang sama. Tanda ini berupa dua simpul mati yang dibuat
berdekatan. Selain itu simpul tanda pada tali utama adalah agar tali cabang tidak
bergeser dari tempatnya.
d. Tali pelampung
Tali pelampung yang digunakan memiliki panjang 100 meter. Dalam satu
rangkaian rawai terdapat dua tali pelampung dipasang pada masing-masing ujung.
Tali yang dipakai adalah nylon multifilament nomor 4 atau nomor 5. Tali inilah
yang akan digulung pada penggulung tali (roller) saat proses penarikan rawai.
Tali ini disambungkan pada tali utama pada saat rawai akan diturunkan. Pada tali
ini diikatkan pelampung tanda dan jangkar.
e. Jangkar
Jangkar yang digunakan oleh nelayan rawai dasar di Kabupaten Kupang
merupakan tipe jangkar kayu batu dengan plat besi, dimana jangkar tersebut
terbuat dari kayu yang bengkok atau yang dibengkokkan yang diperkuat dengan
besi, serta diberi batu sebagai pemberatnya. Untuk memperkuat kedudukan batu
tersebut diikatkan juga ke kayu dan besi, dan dipastikan batu tersebut tidak akan
lepas, biasanya nelayan membuat sendiri jenis jangkar ini.
f. Pelampung
Pelampung yang digunakan hanya berjumlah 2 buah dan bahkan ada yang
memakai hanya satu buah. Pelampung yang digunakan terbuat dari styrofoam
yang dipotong persegi atau bulat. Styrofoam itu ditumpuk dua hingga tiga lapis
yang kemudian dibungkus jaring supaya tidak terlepas. Kemudian, styrofoam itu
dilubangi pada bagian tengah untuk tempat meletakan bambu. Bambu berfungsi
sebagai tempat menalikan tali pelampung. Ujung bawah tali diberi jangkar kayu
batu dengan plat besi. Ujung atas bambu pelampung dipasang bendera kecil yang
berfungsi sebagai tanda.
Pelampung hanya ditempatkan pada masing-masing ujung tali pelampung.
Rawai dasar yang berada di Kabupaten Kupang pada umumnya tidak dilengkapi
dengan radio buoyanci atau lampu tanda. Hal ini berpengaruh terhadap pencarian
pelampung tanda, yang akhirnya hanya didasarkan pada kemampuan penglihatan
nelayan terhadap pelampung yang berwarna putih dan berbendera kecil yang ada
di atasnya.
Kapal yang digunakan oleh nelayan rawai dasar di Kabupaten Kupang
rata-rata berukuran 5-27 GT, dengan dimensi panjang 12-21 meter, lebar 1,80-
5,30 meter, dan tinggi kapal 1,10-1,61 meter. Bahan yang biasa digunakan untuk
membuat kapal rawai dasar di Kabupaten Kupang adalah kayu jati. Bahan ini
merupakan kualitas nomor satu karena memiliki daya tahan atau umur teknis yang
lebih lama dari jenis kayu yang lain seperti jenis kayu biru dan kayu ulin yaitu
kurang lebih 17 tahun sedangkan kayu biru dan kayu ulin umur teknisnya antara
12-15 tahun.
Di atas kapal juga terdapat palkah yang digunakan sebagai tempat
menyimpan hasil tangkapan yang telah di beri es. Ukuran palkah kurang lebih
lebar 1,50 meter, tinggi 1,45 meter, dan panjang 2,0 meter sebanyak kurang lebih
dua buah palkah untuk setiap kapalnya. Selain itu juga terdapat roller yang
diletakkan di daerah pinggir kapal, ada yang disebelah kanan dan ada juga yang
disebelah kiri kapal. Perbedaan peletakan roller ini terjadi karena perbedaan
kebiasaan nelayan. Ada nelayan yang terbiasa menurunkan rawai dari sebelah
kanan kapal, dan ada juga yang menurunkan rawai dari sebelah kiri kapal.
Perbedaan penempatan roller ini tidak menjadi masalah selama roller tetap
diletakkan dipinggir. Penempatan ini dilakukan untuk mempermudah penarikan
tali pelampung pada saat pengangkutan rawai.
Mesin yang digunakan oleh kapal rawai dasar mempunyai tenaga antara
18-90 HP. Ada dua merek mesin yang banyak digunakan, yaitu Hino yang
berbahan bakar solar dan juga Jiandong yang berbahan bakar bensin. Umur teknis
mesin antara 2-5 tahun. Panjang umur teknis mesin dipengaruhi oleh perlakuan
dan perawatan yang dilakukan olen nelayan.
Desain dan konstruksi kapal yang digunakan untuk pengoperasian rawai
dasar termasuk unik, karena dilengkapi dengan rumah untuk nelayan yang berada
dibagian tengah kapal. Kondisi rumah yang demikian disebabkan karena nelayan
ingin meminimalkan air yang masuk ke dek, selain itu juga karena waktu operasi
penangkapan mereka yang lama, antara 1 minggu sampai dengan 6 bulan,
sehingga membuat nelayan merasa perlu memiliki tempat berlindung yang
nyaman. Selain itu juga fungsi dari rumah tersebut sebagai tempat untuk
berlindung, istirahat, dan menyimpan berbagai perlengkapan nelayan.
Alat tangkap rawai dasar di Kabupaten Kupang dioperasikan oleh 3-10
orang nelayan tergantung dari ukuran kapal yang digunakan oleh nelayan.
Pembagian tugas diantara nelayan adalah satu sebagai juru mudi dan lainnya
sebagai anak buah kapal (ABK) yang bertugas untuk mengoperasikan alat
tangkap.
5.1.1.2 Metode pengoperasian rawai dasar
Pengoperasian rawai dasar di Kabupaten Kupang secara umum
berlangsung selama 5 hari sampai 6 bulan. Waktu yang diperlukan cukup lama
karena daerah penangkapannya yang terletak cukup jauh dari tempat
pemberangkatan (fishing base). Waktu yang diperlukan untuk mencapai daerah
penangkapan berkisar antara 5-48 jam.
Secara teknis urutan metode pengoperasian yang dilakukan oleh nelayan
rawai dasar di Kabupaten Kupang, adalah:
1. Persiapan
Persiapan yang dilakukan terdiri dari persiapan perbekalan melaut,
persiapan umpan dan memeriksa seluruh peralatan. Perbekalan yang disiapkan
antara lain pembelian bahan bakar, oli, es balok, air tawar, garam, dan
makanan (beras). Pengecekan peralatan yang dilakukan untuk memperlancar
jalannya pengoperasian antara lain mempersiapkan dan memeriksa alat
tangkap, mesin, kapal, palkah ikan, lampu petromaks, dan penggulung tali.
Nelayan biasanya berangkat dari fishing base pada waktu siang menjelang
sore hari. Umpan tidak dibawah dari darat, melainkan dicari di laut saat
perjalanan menuju daerah penangkapan, dengan demikian nelayan
menyiapkan bulu ayam sebagai umpan buatan untuk memancing ikan yang
akan digunakan untuk umpan pengoperasian rawai dasar, pemancingan umpan
menggunakan pancing ulur.
Urutan kerja untuk memancing ikan yang akan digunakan sebagai umpan
dalam operasi rawai dasar adalah :
a. Memasang lampu di pinggir kapal (pada malam hari)
b. Setelah ikan muncul dipancing menggunakan pancing dengan umpan bulu
ayam.
Setelah mendapat ikan untuk umpan, ikan tersebut dipotong-potong
dengan ukuran yang lebih besar dari mata pancing. Hal ini bertujuan agar mata
pancing tidak terlihat oleh ikan.
Pemasangan umpan pada mata pancing dilakukan pada saat perjalanan
menuju ke daerah penangkapan. Umpan yang dikaitkan pada mata pancing
minimal separuh dari mata pancing yang akan dipasang. Ketika daerah
penangkapan ditemukan, maka umpan akan segera dipasang pada mata
pancing sisanya.
2. Pencarian daerah penangkapan ikan (fishing ground)
Daerah penangkapan ikan biasanya ditentukan berdasarkan pengalaman
nelayan. Nelayan akan memperhatikan kondisi sumberdaya ikan dan karang-
karangnya. Kemudian ditentukan alat dapat dioperasikan di daerah tersebut
atau tidak. Kedalaman perairan yang biasa dilakukan operasi rawai dasar ini
adalah 70-180 meter. Setelah diketahui kedalamannya, maka pancing yang
telah disiapkan akan diturunkan.
3. Setting
Penurunan pancing ke perairan dilakukan setelah diketahui kedalaman dan
kondisi dasar perairan, serta potensi ikannya. Penurunan rawai diawali dengan
menurunkan jangkar dan pelampung tanda. Setelah itu rangkaian tali cabang
yang sudah dipasang umpan dilepaskan satu per satu. Saat penurunan
dilakukan, nelayan yang lain bertugas mengaitkan umpan pada mata pancing
sisanya.
Dalam satu malam nelayan dapat melakukan dua sampai tiga kali
penurunan pancing yang di mulai dari jam 18.00 sampai jam 08.00 WITA. Hal
ini tergantung dari lama waktu perendaman yang dilakukan oleh nelayan, serta
keahlian nelayan dalam menarik rawai. Biasanya jika dalam satu kali
penurunan tertangkap banyak ikan, maka dalam satu malam hanya dilakukan
dua kali setting. Hal ini dikarenakan semakin banyak ikan yang tertangkap
maka diperlukan waktu yang lebih lama untuk melakukan penarikan (hauling)
rawai, serta melepas dan membersihkan ikan-ikan yang tertangkap.
4. Soaking
Setelah alat tangkap dilepaskan ke perairan, maka rawai didiamkan atau
direndam kurang lebih 2 sampai 4 jam. Pada saat perendaman, salah satu
ujung tali selambar dikaitkan pada roller yang ada pada sisi kapal, dan mesin
berada dalam keadaan mati. Perendaman pancing ini dilakukan untuk
memberikan waktu pada ikan agar dapat mendeteksi keberadaan umpan dan
kemudian memakannya. Nelayan berharap dengan adanya waktu perendaman,
maka ikan yang tertangkap lebih banyak. Waktu perendaman tidak boleh
terlalu lama, karena dapat dikhawatirkan ikan yang sudah tertangkap dapat
terlepas. Walaupun kemungkinan ini sudah diantisipasi dengan menggunakan
mata pancing yang memiliki kait, tidak menutup kemungkinan ikan masih
dapat terlepas.
5. Hauling
Setelah pancing rawai direndam selama kurang lebih 2-4 jam, maka
nelayan mulai melakukan pengangkatan rawai. Hauling dilakukan dengan
menggunakan alat bantu roller. Roller berfungsi untuk menggulung tali
pelampung. Tali utama ditarik secara manual dan diletakkan kembali ke dalam
keranjang sesuai dengan urutan tali cabang. Hauling dimulai dari ujung tali
pelampung yang telah diikatkan pada roller. Roller ini masih sangat
sederhana, terbuat dari bahan kayu yang menyerupai katrol dan digerakkan
oleh tenaga manusia.
Saat pengangkatan rawai, jika ada ikan yang tertangkap maka ikan tersebut
akan dilepaskan dari mata pancing. Penanganan ikan di atas kapal dilakukan
dengan membersihkan organ dalam ikan dengan membuangnya. Kemudian
setelah bersih dan dicuci dengan air laut, maka ikan dimasukan ke dalam
palkah ikan yang diberi es yang dihancurkan dan ditaburkan garam diatasnya.
Penaburan garam ini berfungsi untuk mempertahankan es agar tidak cepat
mencair. Metode pengoperasian rawai dasar di Kabupaten Kupang dapat
dilihat pada Gambar 8, sedangkan desain dan konstruksi rawai dasar di
Kabupaten Kupang dapat dilihat pada Gambar 9.
Tidak
Ya
Persiapan
- Mencari umpan
- Pemotongan umpan
- Pemasangan umpan pada
mata pancing
Pencarian daerah penangkapn ikan
berdasarkan:
1. Dasar perairan
2. Musim penangkapan
3. Pengalaman nelayan 4.
Ditemukan?
Penurunan rawai
dasar (setting)
Perendaman alat
tangkap (soaking)
Pengangkatan alat
tangkap (hauling)
Gambar 8 Diagram alir operasi rawai dasar oleh nelayan di Kabupaten Kupang.
Gambar 9 Desain dan konstruksi rawai dasar.
a b
a
e
a
h
a
d
a
g
a
f
a
c
a
Keterangan: a. Pelampung (1-2 buah)
b. Tiang bendera dan bendera (1-2 buah) c. Tali pelampung (P= 90 m) d. Tali utama (P= 1000 m) e. Pemberat kecil (40-50 buah) f. Tali cabang (1-1,5 m) g. Jangkar (1 buah) h. pancing (300-350 buah) i. Jarak antar tali cabang (2,5-3 m)
i
5.1.2 Unit Penangkapan pancing ulur
5.1.2.1 Alat tangkap, kapal dan nelayan pancing ulur
Konstruksi alat tangkap pancing ulur yang digunakan oleh nelayan di
Kabupaten Kupang untuk menangkap ikan karang dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10 Konstruksi pancing ulur yang digunakan untuk menangkap ikan
karang dan ikan demersal di Kabupaten Kupang.
Keterangan dari alat tangkap pancing ulur yang digunakan, sebagai berikut:
a. Tali pancing
Merupakan tali yang terbuat dari bahan monofilament yang terdiri atas tali
utama (main line) dan tali cabang (branch line). Tali utama merupakan tali
yang digulung pada reel dan berujung pada swivel yang pertama. Tali utama
dan tali cabang terbuat dari bahan nylon monofilament yang berwarna putih
transparan. Tali utama yang digunakan bernomor 1000 dengan diameter 1
mm, sedangkan tali cabang ukurannya lebih kecil yaitu yang bernomor 500.
Panjang tali utama berkisar 100-200 meter, sedangkan tali cabang 1-5 meter.
a
b
d
c
f
e
Keterangan:
a. Penggulung (Reel)
b. Tali utama (P= 100-200 m)
c. Swivel
d. Tali cabang (P= 1-5 m)
e. Pancing (no.7)
f. Pemberat (1-1,5 kg)
b. Pemberat (sinker)
Pemberat yang digunakan terbuat dari bahan timah atau besi (linggis) yang
berfungsi untuk memberikan gaya berat pada tali pancing agar dapat tenggelam
pada kedalaman yang diinginkan. Pemberat diikatkan pada tali untang atau
kawat barlen yang terletak diantara swivel pertama dan swivel kedua dengan
berat 1-1,5 kg disesuaikan dengan arus yang terjadi.
c. Mata pancing (hook)
Mata pancing berfungsi sebagai tempat mengait umpan. Jika ingin menangkap
ikan yang berukuran ’sedang’ nelayan menggunakan mata pancing yang
berukuran nomor 8 dan 9, sedangkan untuk menangkap ikan yang berukuran
’besar’ biasanya nelayan menggunakan mata pancing yang berukuran nomor 6
dan 7 (Lampiran 2). Mata pancing yang digunakan oleh nelayan terbuat dari
baja tahan karat sehingga nelayan tidak perlu terlalu sering mengganti mata
pancing karena bahan tersebuat mempunyai daya tahan yang lama.
d. Swivel (kili-kili)
Merupakan alat yang berfungsi agar tali pancing tidak terpelintir dan menjadi
kaku, dengan tujuan agar tali pancing lentur mengikuti gerak ikan yang
memakan umpan pada mata pancing ataupun karena pengaruh arus di dalam
air. Umumnya dalam satu unit pancing terdapat dua buah swivel yang terletak
pada ujung tali utama dan pada pangkal tali cabang. Swivel terbuat dari bahan
baku baja berwarna putih.
e. Tali untang atau kawat barlen
Terletak diantara swivel pertama dan swivel kedua dan juga dipasang antara tali
cabang dengan mata pancing. Fungsi dari tali untang atau kawat barlen adalah
agar tali cabang tidak membelit pada tali utama sewaktu menurunkan tali
pancing ke dalam air ataupun pada saat berada di dalam air. Kawat ini
diikatkan pada swivel pertama dengan menggunakan tali yang sama ukurannya
dengan tali utama sepanjang 20-30 cm. Tali ini juga merupakan tempat
dikaitkannya pemberat, untuk bagian tali cabang dan mata pancing dipasang
tali untang sepanjang 10-20 cm.
f. Penggulung (reel)
Penggulung berfungsi untuk mempermudah pengoperasian pancing ulur.
Penggulung yang digunakan oleh nelayan di Kabupaten Kupang umumnya
terbuat dari plastik yang berbentuk seperti roda dengan diameter yang
bervariasi tergantung dari panjang pendeknya tali yang digulung.
Pada pengoperasian pancing ulur kapal yang digunakan yaitu kapal motor
tempel, dengan rata-rata dimensi kapal adalah panjang 11,87-21,30 meter, lebar
1,47-4,00 meter, dan tinggi 0,70-1,10 meter dengan volume kapal 3-24 GT,
sedangkan mesin yang digunakan merupakan mesin diesel bermerek jiandong
yang berkekuatan 32 PK serta menggunakan bahan bakar bensin.
Nelayan yang mengoperasikan alat tangkap ini untuk setiap kapal pancing
ulur rata-rata 4-5 orang, hal ini disesuaikan dengan ukuran kapal yang ada.
5.1.2.2 Metode pengoperasian pancing ulur
Pengoperasian pancing ulur dimulai dari tahap persiapan yang dilakukan
oleh nelayan pancing. Persiapan yang dilakukan dimulai dari mempersiapkan
pancing yang akan digunakan, perbekalan bagi nelayan, dan mesin kapal yang
akan digunakan. Para nelayan pancing ulur di Kabupaten Kupang biasanya tidak
hanya membawa satu jenis mata pancing, biasanya membawa 4 jenis mata
pancing untuk digunakan. Selain itu nelayan juga membawa cadangan dari setiap
jenis pancing yang digunakan, sehingga pada saat pancing yang digunakan ada
yang putus maka nelayan dapat menggantinya.
Pengoperasian pancing ulur ini biasanya dilakukan 5 hari dalam seminggu.
Setelah semua persiapan selesai maka nelayan langsung menuju fishing ground
yang berada di sekitar Pulau Rote. Jarak dari fishing base ke fishing ground yaitu
sekitar 5-60 mil dari Pelabuhan Perikanan Pantai Tenau Kupang.
Nelayan segera memulai untuk memancing setelah tiba di fishing ground.
Nelayan menurunkan pancing sesuai dengan tujuan penangkapan ikan, misalnya
jika ingin memancing ikan yang berukuran ’sedang’ maka menggunakan mata
pancing bernomor 8 dan 9, sedangkan jika ingin memancing ikan dengan ukuran
’besar’ maka bisanya nelayan menggunakan mata pancing yang bernomor 6 dan
7, dengan jenis ikan yang ingin ditangkap yaitu ikan demersal dan ikan karang.
Cara pengoperasian pancing, yaitu dengan menurunkan pemberatnya terlebih
dahulu yang berada di bagian bawah dari pancing, kemudian diikuti dengan mata
pancingnya. Setelah semua mata pancing turun dan kedalaman senar yang
dikehendaki, maka pada senar yang dipegang oleh nelayan diberi kejutan-kejutan
kecil dengan cara menarik ulur pancing tersebut supaya ikan tertarik dengan
gerakan umpan yang diberikan. Diagram alir metode pengoperasian pancing ulur
oleh nelayan di Kabupaten Kupang dapat dilihat pada Gambar 11.
Tidak
Ya
Ya
Persiapan
- Menyiapkan pancing
- Menyiapkan umpan
- Pemasangan umpan pada
mata pancing
Pencarian daerah penangkapan ikan
berdasarkan:
- Jenis dasar perairan
- Pengalaman nelayan
Ditemukan?
Melakukan
pemancingan
Pancing dibiarkan selama beberapa
detik atau menit tergantung reaksi
dari ikan terhadap umpan yang
terdapat pada pancing
Penarikan pancing
Gambar 11 Diagram alir operasi pancing ulur oleh nelayan di Kabupaten Kupang.
5.1.3 Unit penangkapan bubu
5.1.3.1 Alat tangkap, kapal dan nelayan bubu
Alat tangkap bubu yang digunakan oleh nelayan di Kabupaten Kupang
termasuk dalam klasifikasi bubu dasar. Dalam satu unit penangkapan bubu
nelayan mengoperasikan 4-8 unit bubu. Bubu yang digunakan oleh nelayan di
Kabupaten Kupang termasuk sederhana, terdiri atas badan bubu, mulut, dan
rangka. Bubu yang digunakan untuk menangkap ikan karang oleh nelayan di
Kabupaten Kupang pada umumnya mempunyai ukuran panjang 78 cm, lebar 65
cm dan tinggi 43,9 cm. Mulut bubu berbentuk celah dengan panjang mulut 58 cm,
yang mempunyai rangka terbuat dari besi dengan penutup jaring yang terbuat dari
bahan polyethylene (PE) dengan mesh size 30 mm. Bentuk dan dimensi bubu
dapat dilihat pada Gambar 12.
Kapal yang digunakan dalam pengoperasian bubu dasar di Kabupaten
Kupang adalah kapal yang menggunakan tenaga penggerak motor tempel yang
berkekuatan 5,5 PK dengan jenis bahan bakar bensin. Rata-rata dimensi perahu
yang digunakan oleh nelayan bubu di Kabupaten Kupang adalah panjang antara 6-
9 meter, lebar 0.8-2 meter, dan tinggi 2-5 meter.
Jumlah nelayan yang mengoperasikan unit penangkapan bubu dasar yaitu
1-2 orang. Nelayan mempunyai tugas masing-masing, nelayan pertama bertugas
sebagai pencari dan penentu daerah penangkapan serta memasang bubu dasar
yang dioperasikan, sedangkan nelayan yang kedua bertugas sebagai juru mudi dan
juru mesin, serta membantu dalam pemasangan bubu dasar yang dioperasikan.
Gambar 12 Bentuk dan dimensi bubu.
t= 43,9 cm
cmcm m
P= 78 cm
L= 65 cm
cm
g
P= 16 cm
L= 11 cm
Keterangan:
a. Mulut bubu
b. Engsel
c. Frame/ Rangka
d. Penutup rangka/ Jaring
e. pengait umpan
f. Kantong umpan
g. Lebar bukaan mulut bubu (L= 58 cm)
5.1.3.2 Metode pengoperasian bubu
Pengoperasian unit penangkapan bubu bersifat pasif berada di dasar
perairan. Pengoperasian bubu dilakukan dengan sistem longline traps dimana
bubu dirangkaikan pada tali utama dengan jarak 8,2 meter. Bubu dipasang
pada dasar perairan dengan kisaran 10-25 m. Sistem pemasangan bubu di dasar
perairan diperlihatkan pada Lampiran 3. Secara umum pengoperasian bubu
dibagi menjadi empat tahap, yaitu persiapan, setting, soaking, dan hauling.
Tahap pertama yaitu persiapan perlengkapan alat dan perbekalan.
Persiapan yang dilakukan dimulai dari mempersiapkan bubu yang akan
digunakan, perbekalan bagi nelayan, mesin kapal yang akan digunakan, serta
kotak tempat penyimpanan hasil tangkapan. Setelah semua persiapan selesai, lalu
nelayan menuju fishing ground atau daerah penangkapan ikan. Selama perjalanan
dari fishing base ke fishing ground nelayan melakukan pemasangan umpan.
Setelah tiba di fishing ground maka mulai melakukan penurunan alat atau
setting bubu. Setting dilakukan dengan cara melakukan penurunan pelampung
tanda dan pemberat serta setelah beberapa detik kemudian satu per satu bubu
diturunkan. Setelah setting selama masa soaking selama kurang lebih 4-5 jam
nelayan menggunakan alat tangkap pancing untuk memancing. Setelah proses
soaking kurang lebih 4-5 jam maka nelayan akan melakukan proses hauling atau
penarikan bubu ke atas kapal. Biasanya setelah proses pengangkatan (hauling),
hasil tangkapan langsung dikeluarkan dari bubu dan dimasukan ke dalam kotak
yang telah disiapkan tanpa menggunakan garam atau es dan langsung kembali ke
fishing base. Proses pengoperasian akan dilanjutkan pada hari berikutnya, untuk
nelayan di Kabupaten Kupang pengoperasian bubu dalam seminggu biasanya
melakukan operasi penangkapan ikan menggunakan alat tangkap bubu kurang
lebih 4-5 hari tergantung tingkat kerusakan alat tangkap dan cuaca. Secara rinci
diagram alir operasi bubu oleh nelayan di Kabupaten Kupang dapat dilihat pada
Gambar 13.
Alat Rusak Tidak ada HT
Gambar 13 Diagram alir operasi bubu oleh nelayan di Kabupaten Kupang.
5.2 Daerah Penangkapan Ikan
Nelayan melakukan pencarian daerah penangkapan ikan berdasarkan pada
pengalaman-pengalaman sebelumnya maupun informasi dari nelayan-nelayan
lainnya. Keberhasilan dalam melakukan operasi penangkapan ikan di suatu lokasi
akan diulang dengan melakukan operasi di lokasi yang sama pada trip berikutnya.
Daerah penangkapan ikan oleh nelayan di sekitar Kabupaten Kupang
tersebar di beberapa perairan yang meliputi Laut Timor, Laut Flores, dan Laut
Sawu. Dari ketiga perairan tersebut nelayan yang asalnya asli dari Propinsi Nusa
Tenggara Timur lebih banyak menangkap ikan di sekitar Laut Timor karena
disesuaikan dengan ukuran kapal yang dimiliki oleh nelayan-nelayan tersebut.
Daerah penangkapan ikan kakap yang terdapat di Laut Timor meliputi
Kupang, Pulau Kera, Pulau Semau, dan Pulau Rote, bahkan tidak menutup
kemungkinan oleh nelayan untuk beroperasi sampai pada batas negara Australia
yaitu pada Perairan Coustum yang berjarak 103 mil dari fishing base nelayan
yang berada di Kabupaten Kupang. Daerah penangkapan ikan yang terdekat oleh
nelayan di Kabupaten Kupang adalah di sekitar Kupang, Pulau Kera dan Pulau
Persiapan :
1. Perahu
2. Alat tangkap
3. Umpan
4. Mesin
Setting
Soaking (4 – 5 jam)
Hauling
Hasil tangkapan
(HT)
Semau yang dapat di tempuh kurang lebih 20-60 menit dari fishing base yang
berjarak kurang lebih 4-12 mil dari Pantai Kupang sedangkan yang terjauh yaitu
di sekitar Pulau Rote, jarak fishing base ke fishing ground kurang lebih 60 mil
dari Pantai Kupang yang memerlukan waktu sekitar kurang lebih 3-5 jam
perjalanan untuk sampai pada daerah penangkapan tersebut.
Jika dilihat dari jalur-jalur penangkapan ikan yang diatur oleh Pemerintah
(SK menteri Pertanian No.392/Kpts/IK.120/4/99 tentang jalur-jalur penangkapan
ikan), maka nelayan di Kabupaten Kupang yang mengoperasikan alat tangkap
pancing ulur, rawai dasar, dan bubu dengan tujuan utama penangkapan ikan kakap
beroperasi pada jalur penangkapan I yang dihitung dari fishing base yang sama
yaitu Pantai Kupang. Daerah penangkapan ikan kakap di Kabupaten Kupang
terdiri dari pantai Kupang, Pulau Kera, Pulau Semau, Papela, Landu, dan Lole
(Tabel 9).
Tabel 9 Daerah penangkapan ikan kakap di Kabupaten Kupang
No. Daerah penangkapan
ikan
Fishing
base
Jarak dari
fishing base
(mil)
Jenis alat
tangkap
yang
beroperasi
Jalur
penangkapan
ikan
1 Kupang Pantai
Kupang
1,0 Bubu I
2 Pulau Kera Pantai
Kupang
4,0 Bubu,
pancing ulur
I
3 Pulau Semau Pantai
Kupang
12,0 Bubu,
pancing ulur
I
4 Papela Pantai
Kupang
25,0 Pancing
ulur, rawai
dasar
I
5 Landu Pantai
Kupang
40,0 Pancing
ulur, rawai
dasar
I
6 Lole Pantai
Kupang
60,0 Pancing
ulur, rawai
dasar
I
Sumber: Data olahan
Bagi armada penangkapan ikan milik nelayan setempat, umumnya lama
operasi penangkapan ikan adalah satu hari (one day fishing) untuk alat tangkap
seperti pancing ulur dan rawai dasar, yang menggunakan kapal yang kecil dengan
jumlah nelayan 2-3 orang dengan daerah operasi sekitar Pulau Kera dan Pulau
Semau, sedangkan untuk alat tangkap bubu lama operasi penangkapannya antara
1-2 hari tergantung waktu perendaman yang beroperasi di sekitar Pulau Kera dan
Pulau Semau dan ada juga yang hanya berada di sekitar Kabupaten Kupang.
Armada penangkapan yang mempunyai ukuran tonasse antara 5-29 GT
seperti kapal pancing ulur dan rawai dasar, lokasi pengoperasiannya di sekitar
Pulau Rote, Laut Flores, dan Laut Sawu. Lokasi penangkapan ikan yang demikian
termasuk jauh sehingga nelayan harus melaut antara 5 hari untuk nelayan yang
mengoperasikan alat tangkapnya di sekitar Pulau Rote, dan ada juga yang harus
melaut antara 3-6 bulan bagi nelayan yang mengoperasikan alat tangkapnya di
sekitar Laut Flores dan Laut Sawu. Daerah penangkapan ikan yang berada di
sekitar Kupang dan Pulau Rote dapat dilihat pada Lampiran 4 dan Lampiran 5.
5.3 Komposisi Hasil Tangkapan Ikan
Ikan hasil tangkapan dari jenis alat tangkap yang dioperasikan oleh
nelayan di Kabupaten Kupang sangat bervariasi, hal ini sesuai dengan tujuan jenis
ikan sasarannya. Selama bulan Februari 2010, terdapat lima jenis ikan yang
tertangkap oleh alat tangkap rawai dasar dan pancing ulur, serta empat jenis ikan
yang tertangkap menggunakan bubu oleh nelayan setempat (Tabel 10). Sesuai
dengan jenis alat tangkapnya maka yang menjadi sasaran utama hasil
tangkapannya adalah jenis ikan karang dan jenis ikan demersal. Jenis ikan yang
menjadi tujuan utama atau target spesies penangkapan oleh nelayan setempat
adalah jenis ikan kakap (Lutjanus sp.) dan ikan kerapu (Epinephelus sp.),
sedangkan ikan swangi (Priacanthus spp.), kurisi (Nemipterus sp.), dan lobster
merupakan hasil tangkapan sampingan, berdasarkan hasil wawancara terhadap
nelayan. Berdasarkan data sekunder yang diperoleh dari pelabuhan perikanan
pantai Tenau-Kupang jenis ikan yang tertangkap dari jenis alat tangkap tersebut
adalah ikan kakap (Lutjanus sp.), ikan kerapu (Epinephelus sp.), ikan kurisi
(Nemipterus sp.), ikan swangi (Priacanthus spp.), ikan lencam (Lethrinus, spp.),
ikan manyung (Arius spp.), ikan kuwe (Caranx sexfasciatus) dan lobster dengan
jumlah dan berat rata-rata setiap jenis hasil tangkapan yang berbeda.
Tabel 10 Komposisi hasil tangkapan berdasarkan alat tangkap selama 4 kali trip
(20 hari operasi) untuk pancing ulur dan rawai dasar serta 8 kali trip (16
hari operasi) untuk bubu.
No Jenis alat
tangkap
Jumla
h trip
Lama
operasi
(hari)
Hasil tangkapan (ekor) (kg)
LUT
EPI
PRI
NEM
LOB
1 Pancing
ulur
4 20 177 ekor
(440 kg)
292 ekor
(875 kg)
1550
ekor
(930 kg)
1700
ekor
(582 kg)
40 ekor
(125 kg)
2 Rawai
dasar
4 20 260 ekor
(520 kg)
174 ekor
(435 kg)
545 ekor
(325 kg)
750 ekor
(300 kg)
12 ekor
(35 kg)
3 Bubu 8 16 85 ekor
(130 kg)
65 ekor
(100 kg)
- 180 ekor
(75 kg)
45 ekor
(25 kg)
Jumlah
16
56
522 ekor
(1090 kg)
531 ekor
(1410
kg)
2095
ekor
(1255
kg)
2630
ekor
(1057
kg)
97 ekor
(185 kg)
Sumber: Berdasarkan hasil wawancara untuk hasil tangkapan selama bulan Februari 2010
Keterangan: LUT: ikan kakap (Lutjanus sp.); EPI: ikan kerapu (Epinephelus sp.); PRI:
ikan swangi (Priancanthus sp.); NEM: ikan kurisi (Nemipterus sp.); LOB: lobster.
Hasil tangkapan pancing ulur merupakan spesies ikan konsumsi. Sasaran
utama tujuan penangkapan dengan menggunakan pancing ulur yaitu ikan-ikan
karang dan ikan demersal. Jenis ikan yang tertangkap selama pengoperasian alat
tangkap pancing ulur oleh nelayan di Kabupaten Kupang pada bulan Februari
yaitu terdiri dari 5 jenis ikan. Ikan kakap (Lutjanus sp.), ikan kerapu (Epinephelus
sp.), ikan swangi (Priacanthus spp.), ikan kurisi (Nemipterus sp.) dan lobster.
Tujuan utama atau target spesies dari pengoperasian alat tangkap ini adalah untuk
menangkap ikan kakap (Lutjanus sp.), dan ikan kerapu (Epinephelus sp.). Jumlah
hasil tangkapan dari alat tangkap pancing ulur selama bulan Februari oleh nelayan
kurang lebih 2952 kg atau 3759 ekor ikan dengan proporsi berat hasil tangkapan
terbanyak yaitu ikan swangi (Priacanthus spp.) sebanyak 31 % dan ikan kerapu
(Epinephelus sp) sebanyak 30 %, sisanya adalah ikan kurisi (Nemipterus sp.)
sebanyak 20 %, ikan kakap (Lutjanus sp) sebanyak 15 %, dan lobster sebanyak 4
%, sedangkan untuk proporsi jumlah ikan hasil tangkapan terbanyak adalah ikan
kurisi (Nemipterus sp.) dan ikan swangi (Priacanthus spp.) masing-masing
sebanyak 45% dan 41%. Proporsi jumlah hasil tangkapan lainnya lainnya 8%
untuk ikan kerapu (Epinephelus sp.), 5% untuk ikan kakap (Lutjanus sp.) dan 1%
untuk lobster.
Proporsi hasil tangkapan pancing ulur berdasarkan jumlah dan berat ikan
yang tertangkap dapat dilihat pada Gambar 14 dan Gambar 15, sedangkan
proporsi hasil tangkapan pancing ulur berdasarkan jumlah dan berat hasil
tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan dapat dilihat pada Gambar 16
dan Gambar 17.
Jumlah ikan hasil tangkapan utama untuk berat dan jumlah lebih sedikit
dari ikan hasil tangkapan sampingan (Gambar 16 dan Gambar 17). Hal ini
disebabkan sumberdaya ikan tujuan hasil tangkapan utama telah berkurang karena
hasil tangkapan yang dilakukan terus-menerus pada tempat yang sama oleh
nelayan setempat, selain itu juga karena dipengaruhi oleh musim penangkapan,
22%
43%
29%
20%
LUT EPI NEM LOB
8%
13%
77%
2%
LUT EPI NEM LOB
65%
35%
Hasil Tangkapan Utama
Hasil Tangkapan Sampingan
21%
79%
Hasil Tangkapan Utama
Hasil Tangkapan Sampingan
Gambar 14 Proporsi hasil tangkapan
pancing ulur berdasarkan
berat (kg) jenis ikan.
Gambar 15 Proporsi hasil tangkapan
pancing ulur berdasarkan
jumlah (ekor) jenis ikan.
Gambar 16 Proporsi hasil tangkapan
utama dan hasil tangkapan
sampingan pancing ulur
berdasarkan berat (kg)
jenis ikan.
Gambar 17 Proporsi hasil tangkapan
utama dan hasil tangkapan
sampingan pancing ulur
berdasarkan jumlah
(ekor) jenis ikan.
dimana pada bulan Januari dan bulan Februari merupakan musim barat sehingga
nelayan tidak terlalu banyak melakukan pengoperasian alat tangkap karena angin
dan arus yang kencang. Perbandingan proporsi ikan hasil tangkapan utama dan
proporsi ikan hasil tangkapan sampingan untuk beratnya yaitu 45% hasil
tangkapan utama dan 55% hasil tangkapan sampingan, sedangkan perbandingan
proporsi ikan hasil tangkapan utama dan proporsi ikan hasil tangkapan sampingan
untuk jumlahnya yaitu 12% hasil tangkapan utama dan 88% hasil tangkapan
sampingan. Proporsi yang demikian nelayan masih tetap melakukan
pengoperasian pada daerah penangkapan yang sama, karena nelayan beranggapan
bahwa meskipun hasil tangkapan utama yang diperoleh lebih sedikit dari hasil
tangkapan sampingan, namun hasil tangkapan sampingan juga tetap memberikan
keuntungan dari hasil tangkapan sampingan tersebut karena tetap dimanfaatkan,
selain itu untuk proporsi jumlah dan berat dari hasil tangkapan utama dan hasil
tangkapan sampingan yang berbeda untuk berat jenis hasil tangkapan utama
mempunyai berat yang lebih besar dari hasil tangkapan sampingan yang
menyebabkan jumlah ikan yang tertangkap sedikit, berbeda dengan hasil
tangkapan sampingan mempunyai jumlah hasil tangkapan yang banyak akan
tetapi jenis ikan tersebut mempunyai berat yang kecil dibanding jenis ikan hasil
tangkapan utama.
Pada pengoperasian unit penangkapan rawai dasar oleh nelayan di
Kabupaten Kupang selama bulan Februari 2010, hasil tangkapan yang diperoleh
kurang lebih sebanyak 1615 kg atau 1741 ekor. Jenis ikan yang menjadi tujuan
utama penangkapan dari alat tangkap ini adalah ikan karang dan ikan demersal.
Sama halnya dengan alat tangkap pancing ulur, ada 5 jenis ikan yang tertangkap
dari kegiatan pengoperasian tersebut. Jenis-jenis tersebut adalah Ikan kakap
(Lutjanus sp.), ikan kerapu (Epinephelus sp.), ikan swangi (Priacanthus spp.),
ikan kurisi (Nemipterus sp.) dan lobster. Proporsi hasil tangkapan jenis-jenis ikan
untuk berat yang paling banyak adalah ikan kakap (Lutjanus sp.), dan ikan kerapu
(Epinephelus sp.), yaitu masing-masing sebanyak 32% dan 27%, sedangkan tiga
jenis lainnya masing-masing sebanyak 20% untuk ikan swangi (Priacanthus spp.),
19% ikan kurisi (Nemipterus sp.), dan 2 % untuk hasil tangkapan lobster (Gambar
18). Proporsi hasil tangkapan jenis-jenis ikan untuk jumlah yang paling banyak
adalah ikan kurisi (Nemipterus sp.) dan ikan swangi (Priacanthus spp.) sebanyak
43% dan 31%, sedangkan tiga jenis ikan lain mempunyai proporsi jumlah 15%,
10% dan 1% untuk ikan kakap (Lutjanus sp.), ikan kerapu (Epinephelus sp.),
dan lobster dari seluruh jenis ikan yang tertangkap (Gambar 19).
Pada unit penangkapan rawai dasar proporsi hasil tangkapan sasaran utama
diperoleh sebesar 59% sedangkan hasil tangkapan sampingan sebesar 41% dari
total berat seluruh hasil tangkapan ikan yang diperoleh (Gambar 20), sedangkan
proporsi hasil tangkapan utama yang diperoleh dari jumlah jenis ikan yang
tertangkap adalah 25% dan 75% untuk jumlah hasil tangkapan sampingan yang
diperoleh dari jumlah keseluruhan hasil tangkapan (Gambar 21).
40%
34%
23%
3%
LUT EPI NEM LOB
22%
14%63%
1%
LUT EPI NEM LOB
74%
26%
Hasil Tangkapan Utama
Hasil Tangkapan Sampingan
36%
64%
Hasil Tangkapan Utama
Hasil Tangkapan Sampingan
Gambar 18 Proporsi hasil tangkapan
rawai dasar berdasarkan
berat (kg) jenis ikan.
Gambar 19 Proporsi hasil tangkapan
rawai dasar berdasarkan
jumlah (ekor) jenis ikan.
Gambar 20 Proporsi hasil tangkapan
utama dan hasil tangkapan
sampingan rawai dasar
berdasarkan berat (kg)
jenis ikan.
Gambar 21 Proporsi hasil tangkapan
utama dan hasil tangkapan
sampingan rawai dasar
berdasarkan jumlah
(ekor) jenis ikan.
Hasil tangkapan bubu yang diperoleh dari hasil wawancara terhadap
nelayan kurang lebih sebulan selama bulan Februari 2010 diperoleh hasil
tangkapan sebanyak 330 kg ikan atau 375 ekor. Kelompok ikan yang tertangkap
sebanyak 4 jenis. Jenis ikan yang paling banyak tertangkap berdasarkan berat
adalah ikan kakap (Lutjanus sp) sebanyak 39%, dan ikan kerapu (Epinephelus sp)
sebanyak 30%, sisanya adalah ikan kurisi (Nemipterus sp.) dan lobster masing-
masing sebanyak 23% dan 8% (Gambar 22). Proporsi hasil tangkapan jenis-jenis
ikan berdasarkan jumlah dari alat tangkap bubu yang paling banyak adalah ikan
kurisi (Nemipterus sp.) dan ikan kakap (Lutjanus sp.) sebanyak 48% dan 23%,
sedangkan jenis ikan lain mempunyai proporsi 17% untuk ikan kerapu
(Epinephelus sp.), dan 12% untuk lobster dari jumlah seluruh jenis ikan yang
tertangkap (Gambar 23).
Target utama penangkapan dengan menggunakan alat tangkap bubu oleh
nelayan di Kabupaten Kupang adalah ikan kakap (Lutjanus sp.) dan ikan kerapu
(Epinephelus sp.), sedangkan ikan kurisi (Nemipterus sp.) dan lobster merupakan
hasil tangkapan sampingan yang diperoleh. Perbandingan hasil tangkapan utama
dan hasil tangkapan sampingan berdasarkan berat hasil tangkapan dengan
menggunakan alat tangkap bubu yaitu 70 % hasil tangkapan utama dan 30 % hasil
tangkapan sampingan dari total berat hasil tangkapan yang diperoleh (Gambar
24), sedangkan perbandingan hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan
sampingan berdasarkan jumlah hasil tangkapan dengan menggunakan alat tangkap
39%
30%
23%
8%
LUT EPI NEM LOB
23%
17%48%
12%
LUT EPI NEM LOB
Gambar 22 Proporsi hasil tangkapan
bubu berdasarkan berat
(kg) jenis ikan.
Gambar 23 Proporsi hasil tangkapan
bubu berdasarkan jumlah
(ekor) jenis ikan.
bubu yaitu 40% hasil tangkapan utama dan 60% hasil tangkapan sampingan dari
jumlah keseluruhan hasil tangkapan yang diperoleh (Gambar 25).
Hasil tangkapan yang diperoleh dari ketiga jenis unit penangkapan yaitu
pancing ulur, rawai dasar dan bubu mempunyai berat hasil tangkapan yang
berbeda dari masing-masing alat tangkap. Jenis hasil tangkapan yang diperoleh
mempunyai berat rata-rata 2,3 kg per ekor untuk jenis ikan kerapu, 2,2 kg per ekor
untuk jenis ikan kakap, 2,2 kg per ekor untuk lobster, 0,9 kg per ekor untuk ikan
lencam dan 0,4 kg per ekor untuk jenis ikan kurisi yang diperoleh dari ketiga alat
tangkap tersebut (Tabel 11).
Tabel 11 Berat rata-rata per ekor hasil tangkapan berdasarkan alat tangkap selama
4 kali trip (20 hari operasi) untuk pancing ulur dan rawai dasar serta 8
kali trip (16 hari operasi) untuk bubu pada bulan Februari 2010.
No. Alat tangkap Berat rata-rata hasil tangkapan per ekor (kg)
LUT EPI PRI NEM LOB
1 Pancing ulur 2,5 3,0 0,6 0,4 3,0
2 Rawai dasar 2,5 2,5 0,5 0,4 3,0
3 Bubu 1,5 1,5 1,5 0,4 0,5
Rata-rata 2,1 2,7 0,6 0,4 1,9 Sumber: Data olahan
Komposisi hasil tangkapan yang diperoleh oleh nelayan sangat bervariasi
tergantung alat tangkap yang digunakan, daerah penangkapan, dan musim
penangkapan. Hasil tangkapan nelayan yang diperoleh dari hasil wawancara
selama kurang lebih untuk 5 hari melaut dari alat tangkap rawai dasar, pancing
70%
30%
Hasil Tangkapan Utama
Hasil Tangkapan Sampingan
40%
60%
Hasil Tangkapan Utama
Hasil Tangkapan Sampingan
Gambar 24 Proporsi hasil tangkapan
utama dan hasil tangkapan
sampingan bubu
berdasarkan berat (kg)
jenis ikan.
Gambar 25 Proporsi hasil tangkapan
utama dan hasil tangkapan
sampingan bubu
berdasarkan jumlah
(ekor) jenis ikan.
ulur, dan bubu berbeda dari masing-masing nelayan. Perbedaan jumlah hasil
tangkapan yang diperoleh disebabkan karena kemampuan daya tangkap yang
berbeda dan lokasi daerah penangkapan yang berbeda pula.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kelautan dan Perikanan
Kabupaten Kupang jumlah hasil tangkapan khusus ikan kakap (Lutjanus sp.) yang
diperoleh nelayan selama periode kurang lebih 14 bulan sejak bulan Januari 2009
sampai dengan bulan Februari 2010 sangat berbeda untuk bulan-bulan tertentu,
hal ini disesuaikan dengan musim penangkapan dan sumberdaya yang ada. Musim
puncak penangkapan ikan kakap di Kabupaten Kupang kurang lebih selama 4
bulan yaitu sejak bulan Juli sampai pada bulan Oktober, musim sedang
berlangsung selama 3 bulan sejak bulan April sampai bulan Juni, sedangkan
musim paceklik terjadi selama 5 bulan yaitu sejak bulan November sampai bulan
Maret. Hasil tangkapan ikan kakap yang diperoleh selama musim puncak kurang
lebih sebanyak 131.053 kg atau sebanyak 50% dari seluruh hasil tangkapan ikan
kakap yang diperoleh, pada musim sedang kurang lebih 864.98 kg atau sebesar
33% dari seluruh hasil tangkapan ikan kakap yang diperolah, dan pada musim
paceklik kurang lebih 44.861 kg atau 17% dari seluruh tangkapan ikan kakap yang
diperoleh. Jumlah hasil tangkapan ikan kakap yang diperoleh selama 14 bulan
sejak bulan Januari 2009 sampai bulan Februari 2010 dapat dilihat pada Gambar
26 dan Gambar 27.
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
Musim paceklik
Musim paceklik
Musim sedang
Musim puncak
Gambar 26 Jumlah hasil tangkapan ikan kakap di Kabupaten Kupang selama
bulan Januari 2009-Februari 2010.
Gambar 21 menjelaskan tentang jumlah hasil tangkapan ikan kakap yang
diperoleh sejak Januari 2009-Februari 2010, berdasarkan alat tangkap yang
digunakan. Dari data yang diperoleh dari DKP Kabupaten Kupang (2009), alat
tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan kakap adalah rawai dasar,
pancing ulur, dan bubu. Hasil tangkapan terbanyak diproduksi oleh alat tangkap
rawai dasar sebesar 57%, pancing ulur sebesar 39%, dan bubu sebesar 4% dari
jumlah keseluruhan hasil tangkapan tangkapan ikan kakap yang diproduksi oleh
tiga alat tangkap tersebut selama 14 bulan (Gambar 27).
Gambar 27 Komposisi hasil tangkapan ikan kakap berdasarkan bulan dan jenis
alat tangkap.
Produksi ikan kakap (Lutjanus sp.) yang dihasilkan setiap bulan sejak
Januari 2009-Februari 2010 dari tiga alat tangkap (rawai dasar, pancing ulur, dan
bubu) disajikan pada Tabel 12.
0250050007500
100001250015000175002000022500250002750030000325003500037500400004250045000
Ha
sil
tan
gk
ap
an
(k
g)
Bulan
pancing ulur Rawai dasar Bubu
Tabel 12 Total produksi, rata-rata produksi yang dihasilkan setiap bulan dan
ragam produksi bulanan armada penangkap ikan kakap di Kabupaten
Kupang, Nusa Tenggara Timur dalam periode Januari 2009 hingga
Februari 2010
Jenis alat
tangkap
Jumlah bulan Produksi (kg) Produksi rata-
rata (kg/bulan)
Ragam
bulanan
Pancing ulur 14 102581 7334,35 26945366
Rawai dasar 14 151930 10852,14 154530628
Bubu 14 10621 758,64 521944
Sumber: Data olahan
Hasil analisis ragam (ANOVA) terhadap hasil tangkapan ikan kakap
(Lutjanus sp.) dari 3 alat tangkap tersebut (rawai dasar, pancing ulur dan bubu)
yang dioperasikan di Kabupaten Kupang berdasarkan data yang diperoleh dari
DKP Kabupaten Kupang, maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan nyata
hasil tangkapan tiap bulannya dalam satuan kg ( α = 0.05; Fhitung = 6.06; Ftabel =
3.24) Tabel 13, dengan menggunakan hipotesis:
H0 = S1= S2 = S3
H1 = S1 ≠ S2 ≠ S3.
Keterangan: S1 = Hasil tangkapan pancing ulur.
S2 = Hasil tangkapan rawai dasar.
S3 = Hasil tangkapan bubu.
Tabel 13 Hasil uji sidik ragam produksi bulanan tiga jenis unit penangkapan ikan
kakap (Lutjanus sp.) di Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur
Sumber
keragaman
Jumlah
kuadrat
Derajat
bebas
Kuadrat
tengah
Fhitung Ftabel
Jenis unit
penangkapan
ikan
734970026 2 367485013,0 6,06 3,24
Galat 2365973201 39 60665979,6
Total 3100943230 41 Sumber: Data olahan
Tabel 13 menunjukan bahwa Fhitung > Ftabel, maka tolak H0, dimana terdapat
perbedaan rata-rata hasil tangkapan dari setiap alat tangkap yang dioperasikan
untuk menangkap ikan kakap.
6 PEMBAHASAN
6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur–Jalur Penangkapan Ikan
Daerah penangkapan ikan kakap (Lutjanus sp.) oleh nelayan di Kabupaten
Kupang tersebar diberbagai lokasi jalur penangkapan. Pemerintah telah
mengelurkan Keputusan Menteri Pertanian No.392/Kpts/4/99 tentang jalur-jalur
penangkapan ikan. Dalam keputusan tersebut telah ditetapkan tiga jalur
penangkapn ikan. Jalur penangkapan ikan I diukur dari permukaan air laut pada
surut terendah sampai dengan 3 mil laut dan perairan pantai luar 3 mil laut sampai
dengan 6 mil laut. Jalur penangkapan ikan II meliputi perairan di luar jalur
penangkapan ikan I sampai dengan 12 mil laut ke arah laut. Jalur penangkapan
ikan III berada di luar jalur penangkapan ikan II sampai dengan terluar ZEE.
Jalur penangkapan ikan oleh nelayan di Kabupaten Kupang khusus ikan
kakap (Lutjanus sp.) termasuk pada jalur penangkapan ikan I karena dihitung dari
fishing base yang sama yaitu dari Pantai Kupang bukan dari pantai terdekat dari
pulau tertentu. Pada jalur penangkapan ikan I di perairan 0-3 mil laut hanya
diperbolehkan bagi:
a. Alat penangkap ikan menetap
b. Alat penangkap ikan tidak menetap yang tidak dimodifikasi
c. Kapal perikanan tanpa motor dengan ukuran panjang maksimum 10 m.
Sementara di dalam jalur penangkapan ikan di perairan 3-6 mil laut hanya
diperbolehkan bagi :
a. Alat tangkap ikan menetap dimodifikasi
b. Purse seine panjang maksimum 150 m
c. Gill net maksimum 1000 m
d. Kapal tanpa motor dan bermotor tempel dengan ukuran panjang
maksimum 10 m
e. Kapal bermotor tempel inboard maksimum 5 GT atau panjang maksimum
12 m.
Berkaitan dengan ketentuan-ketentuan tersebut pengoperasian unit
penangkapan pancing ulur, dan bubu ditinjau dari segi ukuran kapal dan jalur
penangkapan maka sesuai dengan ketentuan tersebut. Masing-masing unit
penangkapan memiliki panjang kapal kurang dari 12 meter, yaitu berkisar antara
6-12 meter.
Berbeda dengan rawai dasar dan pancing ulur yang sistem operasinya
bukan one day fishing, jalur penangkapan untuk kedua alat tangkap ini termasuk
pada jalur penangkapan III yang sesuai peraturan Pemerintah berdasarkan
Keputusan Menteri Pertanian No.392/Kpts/4/99 tentang jalur-jalur penangkapan
ikan tersebut. Akan tetapi alat tangkap ini oleh nelayan setempat tetap
dioperasikan pada jalur penangkapan I, karena disesuaikan dengan fishing base
yang sama. Daerah penangkapan ikan kakap di Kabupaten Kupang meliputi pantai
Kupang, Pulau Kera, Pulau Semau, Papela, Landu, dan Lole dengan jarak
penangkapan dari pantai antara 1-60 mil laut yang diukur dari pantai Kupang
sebagai fishing basenya (Tabel 14).
Tabel 14 Daerah penangkapan Ikan, jarak dari pantai, dan jalur Penangkapan
Ikan
No
Daerah
Penangkapan
Ikan Fishing base
Jarak dari pantai
(mil)
Jalur
Penangkapan
Ikan
1 Kupang Pantai Kupang 1.0 I
2 Pulau Kera Pantai Kupang 4.0 I
3 Pulau Semau Pantai Kupang 12.0 I
4 Papela Pantai Kupang 25.0 I
5 Landu Pantai Kupang 40.0 I
6 Lole Pantai Kupang 60.0 I Sumber: Data olahan
Jenis dan alat tangkap yang digunakan oleh nelayan di Kabupaten Kupang
pada umumnya masih sederhana sehingga berpengaruh pada penentuan daerah
penangkapan ikan yang hanya disesuaikan pada pengalaman nelayan dan kondisi
laut dan angin yang terjadi. Walaupun demikian, dengan jenis dan alat tangkap
yang sederhana, nelayan di Kabupaten Kupang tetap melakukan penangkapan
ikan sampai pada daerah penangkapan yang berjarak jauh. Hal ini disebabkan
karena didasarkan pada pengalaman nelayan dimana stok sumberdaya ikan karang
yang ada di daerah penangkapan ikan yang berjarak dekat, ukuran ikan yang
diperolah dianggap belum layak tangkap karena memiliki ukuran yang kecil
disesuikan dengan kedalaman penangkapan. Karyaningsih dan Suhendrata (1992)
mengemukakan bahwa perbedaan jumlah dan berat hasil tangkapan disetiap
kedalaman menunjukkan bahwa pada kedalaman yang semakin tinggi ikan kakap
yang tertangkap akan semakin besar. Hal ini disebabkan karena ikan kakap
mempunyai kebiasaan beruaya ke daerah kedalaman yang lebih tinggi untuk
mencari makan dan melakukan pemijahan. Dengan demikan, nelayan berusaha
mencari daerah penangkapan yang baru selain berdasarkan pada pengalaman
nelayan lain juga karena adanya informasi dari nelayan lain tentang daerah
penangkapan yang lebih produktif, sehingga membuat nelayan setempat untuk
melakukan penangkapan yang berjarak jauh karena didukung dengan ukuran
kapal yang ada cukup memfasilitasi untuk menangkap ikan pada jarak yang jauh
dimana stok sumberdaya ikan kakap masih banyak dengan ukuran layak tangkap
yang mempunyai daerah penangkapan yang lebih dalam yaitu antara 70-180
meter, dimana pada umumnya semakin bertambah besar ukuran ikan kakap dan
semakin tua umur ikan kakap, ada kecenderungan menyukai dan mencari perairan
dengan suhu yang lebih rendah di perairan yang lebih dalam (Puslitbang, 1991).
6.2 Produktivitas Unit Penangkapan Ikan
Pengembangan teknologi penangkapan yang bertanggung jawab
berdasarkan Code of Conduct for Responsible Fisheries (1995) yang diacu dalam
Yusfiandayani (2004), hendaknya memenuhi persyaratan:
1. Selektivitas tinggi
2. Konsumsi terhadap bahan bakar minyak rendah
3. Investasi rendah
4. By-catch rendah
5. Hasil tangkapan segar
6. Tidak merusak habitat
7. Tidak membahayakan bagi operator (nelayan)
8. Aman bagi spesies yang dilindungi
9. Bersifat menguntungkan
10. Dapat diterima oleh masyarakat
11. Legal
Sistem pengoperasian dari alat tangkap rawai dasar, pancing ulur, dan
bubu yang digunakan untuk menangkap ikan kakap maka alat tangkap pancing
ulur merupakan alat tangkap yang memenuhi persyaratan dari Code of Conduct
for Responsible Fisheries, sedangkan alat tangkap rawai dasar dan bubu tidak
memenuhi persyaratan Code of Conduct for Responsible Fisheries, karena dapat
merusak habitat.
Rawai dasar adalah salah satu alat penangkap ikan yang hidup di perairan
karang, yaitu disekitar terumbu karang. Rawai dasar untuk perairan karang
termasuk ke dalam rawai tetap. Rawai tetap adalah rawai yang pada salah satu
ujung tali utama sebelah bawah diberi pemberat atau jangkar sehingga alat
tangkap ini tetap dan tidak hanyut, sedangkan ujung tali lainnya diikatkan di
pelampung atau kapal ( Direktorat Prasarana Perikanan Tangkap, 2001). Operasi
penangkapan dengan menggunakan alat tangkap ini haruslah memperhatikan
keadaan topografi dasar perairan, sebab untuk perairan yang dasarnya terdapat
karang-karang, terumbu karang, atau banyak bebatuan akan memungkinkan mata
pancing mudah tersangkut sehingga mengakibatkan rusaknya habitat karang serta
menggeser kedudukannya akibat terbelit oleh tali pancing serta penurunan dan
penarikan pemberat atau jangkar hal ini juga yang menyebabkan putusnya tali
pancing, oleh karena itu harus dibuat konstruksi khusus bentuk pancing yang
dioperasikan di atas karang-karang khususnya dan atau perairan karang pada
umumnya (Cochrane, 2002).
Alat tangkap bubu dapat mengakibatkan terumbu karang rusak. Kerusakan
terumbu karang akibat pengoperasian bubu adalah penimbunan bubu dengan
menggunakan batu-batu karang. Kegiatan ini dilakukan supaya alat tangkap bubu
berada dalam posisi diam, selain itu supaya bubu tidak hilang karena terbawa
arus. Karang yang digunakan berfungsi sebagai kamuflase sebuah karang selain
itu karang tersebut juga berfungsi sebagai pemberat bubu. Karang merupakan
tempat hidup beberapa jenis ikan. Ikan yang hidup pada daerah karang akan
tertarik pada tumpukan karang yang sebenarnya adalah merupakan bubu (Ikawati,
et al,. 2001). Karang hidup yang menjadi media penimbunan bubu merupakan
sumber makanan bagi beberapa jenis ikan dan biota karang lain seperti
Tetraodintidae, Monochantidae, Balistidae, dan Chaetodontidae (Nybakken,
1992).
Jumlah hasil tangkapan ikan yang berbeda dari alat tangkap rawai dasar,
pancing ulur, dan bubu yang dioperasikan di Kabupaten Kupang sama halnya
dengan tiga jenis alat tangkap tersebut yang dioperasikan oleh nelayan di
Kabupaten lain seperti di Kabupaten Lampung Selatan yang mengalami
perbedaan rata-rata hasil tangkapan dari setiap alat tangkap yang dioperasikan.
Hal ini menunjukkan bahwa keadaan suatu daerah penangkapan sangat tergantung
pada stok sumberdaya ikan yang tersedia, kemampuan daya tangkap dari alat,
tingkat keefektifan dan keefisienan dari alat tangkap yang digunakan, lama trip
yang berlangsung, serta daerah penangkapan ikannya
Lama trip operasi penangkapan dengan menggunakan alat tangkap rawai
dasar, pancing ulur dan bubu oleh nelayan di Kabupaten Kupang berbeda dengan
lama trip operasi penangkapan ikan dengan menggunakan ketiga alat tangkap
tersebut di Kabupaten Lampung Selatan. Nelayan di Kabupaten Kupang biasanya
melakukan operasi penangkapan antara 2-5 hari melaut sedangkan nelayan di
Kabupaten Lampung melakukan operasi penangkapan yang bersifat one day
fishing untuk ketiga alat tangkap tersebut (Adianto, 2007).
Hasil tangkapan yang menjadi tujuan utama penangkapan oleh nelayan di
Kabupaten Kupang adalah ikan kakap dan ikan kerapu dari ketiga alat tangkap
tersebut berbeda dengan tujuan utama penangkapan ikan oleh nelayan di
Kabupaten Lampung Selatan untuk alat tangkap rawai dasar dan pancing ulur
yang menjadi sasaran utamanya adalah ikan kakap berbeda dengan alat tangkap
bubu yang menjadi sasaran utamanya adalah ikan kerapu, ekor kuning, dan ikan
kakap (Adianto, 2007).
Hasil tangkapan unit penangkapan rawai dasar, pancing ulur, dan bubu
yang dilakukan oleh nelayan, menunjukkan adanya perbedaan rata-rata hasil
tangkapan dari setiap alat tangkap yang dioperasikan untuk menangkap ikan
kakap. Hal ini menunjukan bahwa kemampuan setiap unit penangkapan adalah
berbeda. Perbedaan ini disebabkan karena adanya perbedaan upaya penangkapan
dari tiap-tiap unit penangkapan tersebut. Antara lain meliputi daerah penangkapan
yang berbeda, jumlah setingan tiap alat tangkap yang relatif berbeda, dan musim
penangkapan ikan yang berbeda.
Alat tangkap rawai dasar merupakan alat tangkap yang efisien bagi
nelayan karena dalam melakukan operasi penangkapan hasil tangkapan yang
diperoleh beragam dengan ukuran yang berbeda, sedangkan alat tangkap pancing
ulur merupakan alat tangkap yang tidak efisien karena dalam melakukan operasi
penangkapan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mendapatkan hasil
tangkapan yang banyak karena operasinya tergantung banyaknya mata pancing
yang digunakan, sedangkan alat tangkap bubu berdasarkan komposisi hasil
tangkapan yang diperoleh menunjukan bahwa alat tangkap tersebut tidak spesifik
terhadap jenis ikan tertentu, hal ini dapat dilihat dari beragamnya hasil tangkapan
yang tertangkap oleh bubu (Adianto, 2007). Alat tangkap bubu yang terdapat di
Kabupaten Kupang sama seperti alat tangkap bubu yang terdapat di Cirebon yaitu
bubu lipat yang terbuat dari rangka besi dengan menggunakan jaring polyetilen
dengan mesh size 30 mm sebagai penutup rangkanya. Keragaman spesies yang
tertangkap dari ketiga alat tangkap tersebut terjadi karena jenis ikan yang hidup di
perairan karang sangat beranekaragam. Alat tangkap rawai dasar, pancing ulur,
dan bubu merupakan alat tangkap yang pasif terhadap ikan (Ayodhyoa, 1975).
Hasil tangkapan ikan kakap (Lutjanus sp.) di Kabupaten Kupang lebih
banyak diproduksi oleh alat tangkap rawai dasar. Hal ini disebabkan oleh tingkat
keefisienan dari alat tangkap tersebut yang ditunjang dengan keadaan daerah
penangkapan ikan. Menurut Purbayanto 1989, dengan diketahuinya daerah
penangkapan yang potensial seperti kelimpahan, kepadatan stok, sifat fisik
lingkungan, pola migrasi dan distribusi jenis-jenis ikan serta didukung oleh unit
penangkapan yang baik akan meningkatkan produksi perupaya penangkapan.
Produksi ikan kakap di Kabupaten Kupang yang terbanyak terjadi pada bulan
September dan paling sedikit produksi ikan kakap (Lutjanus sp.) yaitu terjadi pada
bulan Desember-Februari. Hal ini disebabkan oleh musim penangkapan.
Secara umum kondisi oseanografi perairan di Indonesia dipengaruhi oleh
dua musim, yaitu musim barat dan musim timur sebagai akibat adanya pergantian
sistem tekanan udara di daratan Asia dan Australia. Pada bulan Desember,
Januari, dan Februari terjadi pusat tekanan tinggi di atas daratan Asia dan pusat
tekanan rendah di atas daratan Australia sehingga menyebabkan berhembusnya
angin dari Asia menuju Australia. Keadaan demikian dikenal dengan angin musim
barat. Sebaliknya pada bulan Juli dan Agustus, di atas daratan Australia tekanan
udara lebih tinggi dibanding di atas daratan Asia, sehingga di Indonesia
berhembus angin musim timur. Sistem tersebut terjadi secara tetap sehingga
angin musim bertiup stabil terutama di atas lautan (Nontji,1993).
Kondisi oseanografis perairan yang berubah-ubah sesuai musim tersebut
baik langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi produktivitas perairan
yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap perilaku pengelompokan ikan,
sehingga perubahan musim tersebut sangat berpengaruh terhadap kegiatan
perikanan dan upaya penangkapan ikan.
Upaya penangkapan ikan kakap (Lutjanus sp.) terbesar di Kabupaten
Kupang terjadi pada musim timur, karena pada musim timur angin yang bertiup
tidak terlalu besar sehingga tidak menimbulkan gelombang besar dan relatif
tenang sehingga banyak nelayan yang mengoperasikan alat tangkap. Sebaliknya
pada musim barat upaya penangkapan berkurang, disebabkan karena kondisi
gelombang yang besar akibat angin dan juga sering terjadi hujan yang lebat
(Dharmayanti, 1989). Nelayan di Kabupaten Kupang melakukan operasi
penangkapan ikan kakap (Lutjanus sp.) sepanjang tahun. Meskipun penangkapan
ikan kakap (Lutjanus sp.) bisa dilakukan sepanjang tahun, namun hasil tangkapan
yang tinggi terjadi pada musim angin timur (Juli-Desember), sedangkan hasil
tangkapan yang terendah terjadi pada musim angin barat (Januari-Februari) yang
terjadi di Kabupaten Kupang. Hal ini, berkaitan dengan musim puncak, musim
sedang, dan musim paceklik ikan, dimana di Indonesia ketiga musim tersebut
untuk setiap jenis ikan mempunyai musim penangkapan yang berbeda baik musim
puncak, musim sedang, dan musim paceklik.
Musim puncak penangkapan ikan kakap di Kabupaten Kupang berlangsung
selama 4 bulan yaitu sejak bulan Juli-Oktober dengan hasil tangkapan ikan kakap
sebanyak 50% dari seluruh hasil tangkapan ikan kakap yang diperoleh selama
musim penangkapan, sedangkan musim sedang berlangsung dari bulan April-Juni
dengan hasil tangkapan yang diperoleh sebesar 33% dari seluruh hasil tangkapan
ikan kakap yang diperoleh dan musim paceklik berlangsung selama 5 bulan yaitu
dari bulan November-Maret dengan total hasil tangkapan sebesar 17% dari
seluruh hasil tangkapan ikan kakap yang diperoleh dari ketiga musim
penangkapan ikan kakap yang terdapat di Kabupaten kupang.
Durasi penangkapan ikan pada musim angin timur berlangsung lebih lama
(Juli-Desember) daripada musim barat yang terjadi antara bulan Januari dan
Februari, dengan lokasi daerah penangkapan ikan yang berbeda. Alat tangkap
pancing ulur dan rawai dasar pada musim angin timur nelayan biasanya beroperasi
di sekitar Lole dan Landu dan pada musim angin barat nelayan beroperasi
disekitar Papela dengan tidak beroperasi di sekitar daerah selatan Papela dan
Landu karena di sekitar daerah tersebut bukan merupakan daerah penangkapan
ikan kakap karena tidak terdapat terumbu karang sebagai habitat ikan kakap dan
jenis ikan lainnya yang merupakan ikan karang. Alat tangkap bubu daerah
penangkapannya selalu tetap setiap musim yang disesuikan dengan keadaan laut
dan angin untuk beroperasi. Daerah pengoperasian ketiga alat tangkap ini
disesuaikan dengan konstruksi alat tangkap yang digunakan.
Daerah penangkapan yang berbeda serta jarak yang jauh dari fishing base
tidak membuat nelayan untuk mendaratkan hasil tangkapannya di sekitar pantai
terdekat melainkan hasil tangkapan didaratkan di PPP Tenau Kupang karena
disesuaikan dengan permintaan pasar oleh konsumen di Kupang.
Ukuran ikan kakap yang ditangkap oleh nelayan di Kabupaten Kupang
untuk alat tangkap pancing ulur dan rawai dasar berbeda dengan ukuran ikan
kakap yang dihasilkan oleh alat tangkap bubu. Hal ini disebabkan karena alat
tangkap pancing ulur dan rawai dasar merupakan alat tangkap yang selektif
terhadap hasil tangkapan, dimana jika nelayan ingin menangkap ikan kakap yang
berukuran ’besar’ maka nelayan akan menggunakan ukuran mata pancing yang
bernomor 6 dan 7 sedangkan untuk ukuran yang ’sedang’ nelayan menggunakan
ukuran mata pancing yang bernomor 8 dan 9, dengan demikian ukuran ikan kakap
yang ditangkap merupakan ukuran ikan yang layak tangkap. Berbeda dengan
ukuran ikan kakap yang diperoleh dari alat tangkap bubu, karena alat tangkap
bubu merupakan alat tangkap yang tidak spesifik terhadap ukuran ikan yang
tertangkap maka sebagian ikan kakap yang diperoleh merupakan hasil tangkapan
yang belum layak tangkap. Ikan kakap yang diproduksi oleh alat tangkap pancing
ulur dan rawai dasar rata-rata berkisar antara 3-20 kg/ekor, sedangkan ukuran
yang diproduksi oleh alat tangkap bubu rata-rata berkisar antara 0,5-1,5 kg/ekor.
6.3 Sebaran Sumberdaya Ikan
Pengetahuan penyebaran sumberdaya ikan sangat mendukung dalam
penentuan daerah penangkapan ikan. Sumberdaya ikan di Indonesia terbagi dalam
beberapa kelompok, antara lain sumberdaya ikan pelagis, ikan demersal,
crustacea, cumi-cumi, molusca, mamalia, dan teripang.
Sumberdaya ikan kakap (Lutjanus sp) menempati lingkungan yang
beragam mulai dari lingkungan terumbu karang hingga daerah pasang surut.
Khusus di Nusa Tenggara sumberdaya ikan kakap (Lutjanus sp) terdapat di sekitar
Nusa Barung, sekitar Selat Lombok, Perairan Sumbawa, Flores Timur dan Pulau
Rote. Ikan kakap yang terdapat di wilayah Nusa Tenggara khususnya di
Kabupaten Kupang rata-rata hidup pada kedalaman 10-180 meter dengan
sumberdaya yang bisa dikatakan banyak, karena potensi lestari ikan karang yang
meningkat dari tahun ke tahun. Selain itu juga karena didukung oleh keadaan
perairan wilayah Nusa Tenggara Timur dimana pada wilayah ini rata-rata
bersubtrat karang.
Ikan kakap (Lutjanus sp.) yang terdapat di Nusa Tenggara antara lain
adalah beragam diantaranya ikan kakap merah (Lutjanus sanguineus), kakap putih
(Lates calcarifer), kakap batu (Lutjanus griseus ), kakap domba (Lutjanus analis),
kakap anjing (Lutjanus joccu), kakap Cubera (Lutjanus cyanopterus), kakap sutera
(Lutjanus vivanus), Jehana (Lutjanus synagris), kakap sirip hitam (Lutjanus
buccanella), dan school master (Lutjanus apodus), sedangkan yang terdapat di
Kabupaten Kupang antara lain kakap merah (Lutjanus sanguineus), kakap batu
(Lutjanus griseus ), kakap putih (Lates calcarifer), kakap sutera (Lutjanus
vivanus), kakap anjing (Lutjanus joccu), dengan lokasi penangkapan yang
berbeda.
7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan
1. Jenis alat tangkap utama yang digunakan untuk menangkap ikan kakap
(Lutjanus sp.) di perairan Kabupaten Kupang adalah rawai dasar, pancing
ulur, dan bubu.
2. Nelayan penangkap ikan kakap (Lutjanus sp.) yang berpangkalan di PPP
Tenau, Kabupaten Kupang umumnya beroperasi di perairan yang
berterumbu-karang. Lokasi tersebut adalah kawasan yang tidak jauh dari
pangkalan, yaitu kota Kupang (1 mil) dan sekitar Pulau Kera (4 mil), serta
kawasan yang cukup dari pangkalan, yaitu di sekitar Pulau Semau (12 mil),
Kecamatan Papela (25 mil), Kecamatan Landu (40 mil) dan Kecamatan Lole
(60 mil).
3. Ukuran ikan kakap yang ditangkap oleh rawai dasar lebih besar dari ikan
kakap yang tertangkap dengan pancing ulur dan bubu. Hasil tangkapan
bulanan ikan kakap terbanyak diperoleh dari operasi rawai dasar, yaitu 57%
dari seluruh ikan kakap yang diperoleh selama 14 bulan; pancing ulur dan
bubu masing-masing memproduksi ikan kakap sebanyak 37% dan 6%.
7.2 Saran
Penelitian serupa perlu dilakukan pada periode waktu lain, khususnya
antara bulan Juli hingga Oktober, yaitu pada saat musim puncak penangkapan
ikan. Penelitian tersebut akan memberikan gambaran yang lebih jelas tentang
data ukuran ikan yang tertangkap ketika musim penangkapan ikan.
DAFTAR PUSTAKA
Adianto, Herno. 2007. Tingkat Keramahan Unit Penangkapan Ikan Karang dan
Krustacea Terhadap Lingkungan di Pulau Sebesi Lampung. [Skripsi] (tidak dipublikasikan). Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Hal 4-9, 49.
Adrim, M. 1995. Metode Penelitian Ikan – Ikan Karang Indonesia: Materi Kursus
Pelatihan Metodologi Penelitian Penentuan Kondisi Terumbu Karang.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi. Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia.
Allen, Gerald R dan Swainston, R. 1988. The Marine Fishes.Western Australian.
Amali, Selvi. 2003. Studi Unit Penangkapan Rawai Dasar di Kecamatan
Dungkek, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur. [Skripsi] (tidak
dipublikasikan). Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hal 9.
Anonymous. 2004. Panduan Dasar untuk Pengenalan Ikan Karang secara Visual
Indonesia. Indonesia Coral Reef Foundation (Terangi). Jakarta.
Anonymous. 2010. http://enmygolan.blogspot.com/deskripsi-dan-klasifikasi-ikan.
(29 April 2010).
Anonymous. 2010. http://www.find-pdf.com/cari-nama+latin+ikan+latin.html.
(30 April 2010).
Anonymous. 2010. Fishbase. www.fishbase.com/Reproduction/Maturitylist. (10
Mei 2010).
Ayodhyoa, A.U. 1975. Fishing Methods, Bagian Penangkapan Ikan. Fakultas
Perikanan da Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Ayodhoa, A.U. 1981. Metode Penangkapan Ikan. Yayasan Dewi Sri. Bogor.
Halaman 6-7.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Kupang. 2009. Laporan Tahunan Badan Pusat
Statistik Kabupaten Kupang. Kupang.
Baskoro. M.S, Ronny. I.W, dan Arief Effendy. 2004. Migrasi dan Distribusi Ikan.
Institut Pertanian Bogor. Bogor. 156 hal.
Cochrane, K. L. 2002. A Fishery Managers Guide Book. Fisheries Technical
Papel. No. 424.
Damayanti, A. D. 2005. Keramahan Lingkungan Unit Penangkapan Ikan Karang
Menggunakan Rawai Dasar di Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara
Barat. [Skripsi] (tidak dipublikasikan). Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya
Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian
Bogor. Hal 9,11.
Diniah. 2008. Pengenalan Perikanan Tangkap. Departemen Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kupang. 2009. Laporan Tahunan Dinas
Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kupang. Kupang.
Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan. 2010.
www.wpi.dkg.go.id. Warta Pasar Ikan. (15 Juli 2010).
Djamal, R. dan S. Marzuki. 1992. Analisis Usaha Penangkapan Kakap Merah dan
Kerapu dengan Pancing Rawai, Jaring Nylon, Pancing Ulur dan Bubu.
Jurnal Penelitian Perikanan Laut. Balai Penelitian Perikanan Laut.
Balitbang Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta. No. 68. Hal 11-25
Djamal, R. 1993. Potensi dan Peluang Usaha Perikanan Kakap, Kerapu di Laut
Jawa dan Sekitarnya. Prosiding Simposium Perikanan Indonesia. Jakarta.
Hal 253-260.
Effendi, M.I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama.
Yogyakarta.112 hal.
Ernawati, Tri. 2003. Rencana Operasi dan Produktivitas Armada Perikanan
Tangkap yang Berbasis di Kronjo. Tangerang. [Skripsi] (tidak
dipublikasikan). Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Hal 7-9.
Gunarso, W. 1985. Tingkah Laku Ikan dalam Hubungannya dengan Alat, Metode,
dan Taktik Penangkapan. Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Halaman
8.
Gunarso, W. 1995. Mengenal Kakap Merah Komoditi Ekspor Baru Indonesia
(tidak dipublikasikan). Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut
Pertanian Bogor. Bogor. 238 hal.
Hutomo. A.D.M, Burhanudin dan S. Martosewojo. 1986. Sumberdaya Ikan Kakap
(Lates carcariferi) dan Bambangan (Lutjanus spp.) di Indonesia. Proyek
Studi Potensi Sumberdaya Alam Hayati Ikan. Lembaga Oseanologi
Nasional-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta. 54 hal.
Ikawati Y, H Parlan, PS Hanggarawati, H Handini dan B Siswohardjo. 2001.
Terumbu Karang di Indonesia. Masyarakat Penulis Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi, Bekerjasama dengan Kantor Menteri Riset dan Teknologi.
Jakarta
Irawati, R. 2002. Studi Tingkah Laku Pelolosan Kerapu Macan (Epinephelus
fuscoguttatus) pada Bubu yang Dilengkapi dengan Celah Pelolosan
(Escaping gaps). [Skripsi] (tidak dipublikasikan). Jurusan Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor. Bogor. Hal 7-9.
Iskandar, B.H. dan W. Mawardi. 1997. Studi Perbandingan Keberadaan Ikan-Ikan
Karang Nokturnal dan Diurnal Tujuan Penangkapan di Terumbu Karang
Pulau Pari Jakarta Utara. Bulletin PSP 6 : 1. Hal 17-27.
Kaleka, W.M. Desalina. 2006. Analisis Pengembangan Armada Perikanan
Tangkap di Perairan Kabupaten Kupang Nusa Tenggara Timur.
[Disertasi] (tidak dipublikasikan). Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian
Bogor. Bogor. Hal 55-56.
Kamlasi, Yusuf. 2007. http://www.damandiri.or.id/file/yusufkamlasiipbbab4.pdf
(11 Januari 2010).
Karyaningsih, S. dan T. Suhendrata. 1992. Pendugaan Ukuran Pertama Kali
Matang Gonad Ikan Kakap Merah (Lutjanus sanguineus) di Laut Jawa.
Jurnal Penelitian Perikanan Laut. Jakarta. No. 75. Hal 29-32.
Keputusan Menteri Pertanian. 1999. Tentang Jalur-Jalur Penangkapan Ikan.
nomor: 392/Kpts/IK.120/4/99.
Kusumawardani, Hardi Indah. 2001. Analisis Sistem Penangkapan Kakap Merah
di PPI Bojomulyo, Kabupaten Pati. Jawa Tengah. [Skripsi] (tidak
dipublikasikan). Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Hal 4-6.
Moyle, P.B. dan J.J. Chech, JR.1988. Fishes an Introduction to Ichthyology 2 nd
ed. Prentice-Hall. Inc. Englewood Cliffs. New Jersey. USA. 197 p.
Nikolsky, G.V. 1963. The Ecology of Fishes. Academy Press. New York. 352 p.
Nomura dan Yamazaki T. 1977. Fishing Technique I. Tokyo: Japan International
Cooperation Agency. 26 p.
Nontji, A. 1993. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta.
Nurhidayat. 2002. Pengaruh Kedalaman Pemasangan Bubu terhadap Hasil
Tangkapan Kakap Merah (Lutjanus sanguineus) di Perairan Sekitar
Kepulauan Karimunjawa. [Skripsi] (tidak dipublikasikan). Jurusan
Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hal 4-5.
Nurhayati, Yuli. 2006. Pengaruh Kedalaman terhadap Komposisi Hasil
Tangkapan Pancing Ulur (Handline) pada Perikanan Layur di Perairan
Pelabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. [Skripsi] (tidak
dipublikasikan). Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hal 14-16.
Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologi. Diterjemahkan
oleh H.M. Eidman,S. Koesoebiono. Gramedia. Jakarta. Hal 325 – 336.
Purbayanto,A. 1989. Jenis Teknologi Penangkapan yang Sesuai untuk
Dikembangkan di Pantai Timur Kabupaten Donggala Sulewesi Tengah.
Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan. Institut Pertania Bogor. Bogor. Halaman 6.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. 1991. Alat dan Cara Penangkapan
Ikan di Indonesia. Jilid I. Puslitbang Perikanan. Jakarta.
Ramdani, Deni. 2007. Perbandingan Hasil Tangkapan Rajungan pada Bubu Lipat
dengan Menggunakan Umpan yang Berbeda. [Skripsi] (tidak
dipublikasikan). Jurusan Pemanfaatan sumberdaya Perikanan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hal 14-17.
Saanin. H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Jilid 1 dan 2. Bina
Cipta. Bogor.
Sadhori, N. 1984. Teknologi Penangkapan Ikan. Angkasa. Bandung.
Saptono, P. 2010. http://www.petantt.com. (7 April 2010).
Subani, W. dan H.R. Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut
Indonesia. Balai penelitian Perikanan Laut. Departemen Pertanian.
Jakarta.
248 hal.
Yahyah. 2007. Desain Sistem Perencanaan dan Pengembangan Perikanan
Tangkap di Kabupaten Kupang Nusa Tenggara Timur. [Disertasi] (tidak
dipublikasikan). Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Hal 51-52.
Yusfiandayani, R. 2004. Studi Tentang Mekanisme Berkumpulnya Ikan Pelagis
Kecil di Sekitar Rumpon dan Pengembangan Perikanan di Perairan
Pasauran, Propinsi Banten. [Disertasi] (tidak dipublikasikan). Sekolah
Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hal 45.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Peta Lokasi Penelitian
Sumber: Saptono, P. 2010. http://www.petantt.com.(7 April 2010).
Lampiran 2 Ukuran mata pancing rawai dasar dan pancing ulur
Lampiran 3 Sistem pengoperasian bubu di dalam perairan
Lampiran 4 Peta lokasi daerah penangkapan ikan kakap di Kabupaten Kupang
Lampiran 5 Peta lokasi daerah penangkapan ikan kakap di Pulau Rote
Lampiran 6 Beberapa jenis ikan hasil tangkapan pancing ulur, rawai dasar, dan
bubu oleh nelayan di Kabupaten Kupang
1. Jenis kakap (Lutjanus sp.)
Lutjanus carponotatus
Lutjanus boutton
Lutjanus gibbus
Lutjanus russelli
Lampiran 6 (Lanjutan)
2. Jenis kerapu (Epinephelus sp.)
Epinephelus spp
Plectropomus leopardus
Epinephelus spp
3. Ikan kuniran (Upeneus sp.)
Lampiran 6 (Lanjutan)
4. Jenis kurisi (Nemipterus sp.)
Nemipterus isacanthus
Nemipterus zisrom
5. Ikan Putih (Kupang); Imbambon (Biak); (Plectorhinchus lineatus)
6. Ikan swangi (Priacanthus spp.)