penanggulangan bencana sosial ekonomi pasca gempa sumbar 30 september 2009

23
TUGAS PAPER MATA KULIAH MANAJEMEN RESIKO BENCANA PENANGGULANGAN BENCANA PASCA GEMPA SUMATERA BARAT 30 SEPTEMBER 2009 TERHADAP DAMPAK SOSIAL DAN EKONOMI Oleh ARMAIKI YUSMUR (A153140031) SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

Upload: micky-aja

Post on 15-Apr-2016

224 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Penanggulangan Bencana Sosial Ekonomi Pasca Gempa Sumbar 30 September 2009

TRANSCRIPT

Page 1: Penanggulangan Bencana Sosial Ekonomi Pasca Gempa Sumbar 30 September 2009

TUGAS PAPER MATA KULIAH MANAJEMEN RESIKO BENCANA

PENANGGULANGAN BENCANA PASCA GEMPA SUMATERA BARAT 30 SEPTEMBER 2009 TERHADAP DAMPAK SOSIAL DAN EKONOMI

Oleh ARMAIKI YUSMUR

(A153140031)

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

Page 2: Penanggulangan Bencana Sosial Ekonomi Pasca Gempa Sumbar 30 September 2009

1

PENDAHULUAN

Sejarah Gempa di Sumatera Barat 30 September 2009

Tanggal 30 September 2009 pukul 17:16:09 WIB seluruh wilayah Sumatera Barat

merasakan guncangan gempa bumi yang sangat kuat, guncangan yang

disebabkan oleh gempabumi tersebut juga dirasakan di kota-kota Sumatera

lainnya, bahkan guncangan tersebut terasa sampai ke Singapura, Malaysia,

Thailand dan juga di Jakarta dengan intensitas III MMI. Gempabumi dengan

kekuatan 7.9 SR dengan kedalaman 71 km dan pusat gempa pada 0.84 LS – 99.65

BT ini kurang lebih sekitar 57 Km Barat Daya Pariaman, Sumatera Barat, gempa

ini telah memporak-porandakan hampir seluruh wilayah Sumatera Barat

khususnya wilayah pantai Barat Sumbar (gambar 1).

Gambar 1. Gambaran dampak gempa Sumatera Barat

(sumber : https://rovicky.wordpress.com)

Page 3: Penanggulangan Bencana Sosial Ekonomi Pasca Gempa Sumbar 30 September 2009

Dampak bencana gempa bumi Padang teras hampir merata di semua

kabupaten/kota di Sumatera Barat. Sebanyak 16 Kabupaten/Kota di Provinsi

Sumatera Barat yang mengalami dampak gempa tersebut. Jumlah korban

tersebar hampir di seluruh kabupaten tersebut (gambar 2). Gempabumi tersebut

telah menyebabkan sedikitnya 1100 orang meninggal, 2180 orang luka-luka dan

2650 bangunan rumah rusak berat/ringan termasuk gedung-gedung kantor,

sekolah, rumah sakit, tempat ibadah, pasar, jalan, dan jembatan (lampiran 1).

Kerusakan paling parah yang terjadi di sepanjang pantai Barat Sumatera Barat

juga telah menyebabkan jaringan listrik dan komunikasi terputus. Sebagian besar

korban meninggal disebabkan karena tertimpa reruntuhan bangunan

dikarenakan kontruksi bangunan yang tidak aman. Akibat gempa juga terjadi

eksodus besar-besaran warga yang tinggal disekitar pantai ke tempat lain karena

adanya isu akan datangnya gelombang tsunami.

Gambar 2. Peta jumlah korban jiwa akibat gempa di Provinsi Sumatera Barat

Sumber: Pranoto, 2011

Payung Hukum Penanggulangan Bencana Yang Berdampak kepada Bidang

Sosial dan Ekonomi di Sumatera Barat

Banyaknya bencana alam yang terjadi di wilayah Indonesia, membuat

pemerintah pusat mengesahkan peraturan mengenai kebencanaan yang

berimplikasi secara signifikan terhadap pemerintah di semua jajaran, dan juga

terhadap pemerintah daerah. Adapun peraturan pemerintah yang telah disahkan

mengenai penanggulangan bencana yang terkait kepada bidang sosial dan

ekonomi di Sumatera Barat diantaranya adalah :

Page 4: Penanggulangan Bencana Sosial Ekonomi Pasca Gempa Sumbar 30 September 2009

3

1. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2006 tentang

Pedoman Umum Mitigasi Bencana

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 Tentang

Penanggulangan Bencana

3. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 38 Tahun 2008 tentang Penerimaan

dan Pemberian Bantuan Organisasi Kemasyarakatan dan Kepada Pihak

Asing

4. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 46 Tahun 2008 tentang

Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Badan Penanggulangan Bencana

Daerah

5. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2008 tentang

Badan Nasional Penanggulangan Bencana

6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 tentang

Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana

7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2008 tentang

Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana

8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2008 tentang

Peran Serta Lembaga Internasional dan Lembaga Asing Non Pemerintah

dalam Penanggulangan Bencana

9. Keputusan Gubernur Sumatera Barat Nomor 360-1394-2009 tanggal 1

Oktober 2009 tentang Surat Pernyataan Gubernur Sumatera Barat

tentang Bencana Alam di Provinsi Sumatera Barat, yang isinya antara lain

tentang pernyataan terjadinya Bencana Alam Gempa Bumi dengan

kekuatan 7,9 SR dan 6,2 SR pada hari Rabu tanggal 30 September 2009

jam 17.18 WIB yang mencakup 11 daerah Kabupaten/Kota di Sumatera

Barat yaitu: Kota Padang, Kota Pariaman, Kota Padang Panjang, Kota

Bukittingi, Kota Solok, Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten Pesisir

Selatan, Kabupaten Agam, Kabupaten Pasaman Barat, Kabupaten

Pasaman, dan Kabupaten Solok yang mengakibatkan jatuhnya korban

jiwa, harta benda, dan kerusakan fisik sarana serta prasarana umum

10. Keputusan Gubernur Sumatera Barat Nomor 360-1390/SK-2009 tanggal 1

Oktober 2009 tentang Pelaksanaan Kegiatan Tanggap Darurat dan

Recovery Penanggulangan Bencana Gempa Bumi di Provinsi Sumatera

Barat

11. Keputusan Gubernur Sumatera Barat Nomor 360/32/Satkorlak PB-2009

tanggal 3 Oktober 2009 tentang Alokasi Distribusi Bantuan Bencana Alam

Gempa Bumi 30 September 2009 di Sumatera Barat, yang isinya

menyatakan ketentuan alokasi distribusi bantuan sebagai berikut:

- Kota Padang : 30%

- Kabupaten Padang Pariaman : 25%

Page 5: Penanggulangan Bencana Sosial Ekonomi Pasca Gempa Sumbar 30 September 2009

- Kabupaten Agam : 10%

- Kota Pariaman : 10%

- Kabupaten Pesisir Selatan : 10%

- Cadangan atau lain Kab/Kota : 15%

12. Keputusan Gubernur Sumatera Barat Nomor 360-1391/SK-2009 tanggal 1

Oktober 2009 tentang Pemberian Bantuan untuk Korban Meninggal

Dunia, Bantuan Lauk Pauk, dan Bantuan Transportasi bagi Petugas Posko

Bencana Alam Gempa Bumi 30 September 2009, yang isinya antara lain

tentang kriteria bantuan untuk dampak gempa sebagai berikut:

- Bantuan korban meninggal dunia sebesar Rp2.500.000,00;

- Bantuan biaya perawatan di Rumah Sakit untuk korban luka berat;

- Uang lauk pauk sebesar Rp5.000,00/hari/kk untuk korban rumah

rusak berat;

- Bantuan operasional (transportasi) petugas posko sebesar

Rp30.000,00/orang/hari.

13. Keputusan Gubernur Sumatera Barat Nomor 360-51-2009 tanggal 17

Oktober 2009 tentang Perubahan atas Keputusan Gubernur Sumatera

Barat Nomor 360-1391/SK-2009 tanggal 1 Oktober 2009 tentang

Pemberian Bantuan untuk Korban Meninggal Dunia, Bantuan Lauk Pauk,

dan Bantuan Transportasi bagi Petugas Posko Bencana Alam Gempa Bumi

30 September 2009, yang isinya menyatakan bahwa: kriteria bantuan

untuk dampak gempa dirubah sebagai berikut:

- Bantuan bagi korban yang meninggal dunia sebesar

Rp2.500.000,00;

- Bantuan bagi korban yang mengalami luka berat diberikan biaya

perawatan selama dirawat di Rumah Sakit;

- Bantuan Uang Lauk Pauk untuk korban yang rumahnya rusak

berat sebesar Rp5.000,00 per jiwa dan maksimal 5 jiwa per KK;

- Bantuan operasional bagi petugas posko penanggulangan bencana

diberikan bantuan transportasi sebesar Rp30.000,00/orang/hari.

14. Surat Keputusan Gubernur Provinsi Sumatera Barat Nomor 360-459-2009

Tanggal 31 Oktober 2009 tentang Penghentian Pelaksanaan Tanggap

Darurat Penanggulangan Bencana Gempa Bumi di Provinsi Sumatera

Barat.

Adanya Peraturan dan Keputusan Gubernur tentang bantuan sosial dan ekonomi

untuk masyarakat diturunkan sampai kepada Keputusan Bupati dan Walikota

dalam penangulangan bencana. Contohnya di Kabupaten Pariaman. Keputusan

Bupati Padang Pariaman Nomor 109/KEP/BPP/2009 tanggal 8 Oktober 2009

tentang Bantuan Beras dan Uang Lauk Pauk (ULP) bagi Korban Bencana Gempa

Page 6: Penanggulangan Bencana Sosial Ekonomi Pasca Gempa Sumbar 30 September 2009

5

Bumi tanggal 30 September 2009 di Kabupaten Padang Pariaman. Penerbitan

Surat Keputusan diperuntukkan bagi korban bencana gempa 30 September 2009

yang rumahnya rusak berat/total/roboh dengan memberikan bantuan beras

sebesar 400 gram dan Uang Lauk Pauk (ULP) sebesar Rp5.000,00 per

penduduk/hari selama 6 (enam) hari.

Munculnya beragam peraturan pemerintah mengenai kebencanaan ini didorong

oleh keprihatinan masyarakat sipil, kerawanan terhadap bencana alam,

lemahnya penanganan bencana alam dan yang lebih kentara karena terjadinya

beragam bencana besar semenjak tahun 2004. Kondisi bahwa di Indonesia yang

rawan terhadap bencana alam, penduduknya yang rentan pasca bencana alam,

sementara kapasitas pemerintah dalam penanggulangan bencana juga masih

lemah. Hal-hal tersebut yang mendasari pentingnya payung hukum yang secara

legal dipergunakan untuk menangani beragam bencana alam di Indonesia.

Pelaksanaan Penanggulangan Bencana di Sumatera Barat

Rencana Nasional Penanggulangan Bencana 2015-2019 dibentuk untuk

mendorong terlaksananya penyelenggaraan penanggulangan bencana di

Indonesia secara terarah, terkoordinasi dan terpadu sebagaimana diamanatkan

oleh tujuan penanggulangan bencana Pasal 4 UU No. 24/2007. Dalam rangka

memberikan landasan hukum yang kuat bagi penyelenggaraan penanggulangan

bencana, disusunlah Undang-Undang tentang Penanggulangan Bencana yang

pada prinsipnya mengatur tahapan bencana meliputi pra bencana, saat tanggap

darurat dan pasca bencana.

UU No. 24/2007 menjelaskan bahwa kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan

yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta

melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna. Selanjutnya, tanggap darurat

bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat

kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang

rneliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan

kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta

pemulihan prasarana, dan sarana.

UU No. 24/2007 dan peraturan penjabarannya yaitu PP No. 21/2008 secara

konsisten menjabarkan jenis-jenis penyelenggaran kesiapsiagaan. Termasuk

dalam penyelenggaraan kesiapsiagaan tersebut antara lain melalui (1)

penyusunan dan uji coba rencana penanggulangan kedaruratan bencana, (2)

pengorganisasian, pemasangan, dan pengujian sistem peringatan dini, (3)

penyediaan dan penyiapan barang pasokan pemenuhan kebutuhan dasar, (4)

pengorganisasian, penyuluhan, pelatihan, dan gladi tentang mekanisme tanggap

darurat, (5) penyiapan lokasi evakuasi, (6) penyusunan data akurat, informasi,

Page 7: Penanggulangan Bencana Sosial Ekonomi Pasca Gempa Sumbar 30 September 2009

dan pemutakhiran prosedur tetap tanggap darurat bencana, dan (7) penyediaan

dan penyiapan bahan, barang, dan peralatan untuk pemenuhan pemulihan

prasarana dan sarana.

Sedikit berbeda, Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana

Nomor 4 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan

Bencana (Perka BNPB No. 4/2008) menegaskan pilihan tindakan

penyelenggaraan kesiapsiagaan. Termasuk penyelenggaraan kesiapsiagaan

antara lain melalui (1) pengaktifan pos-pos siaga bencana dengan segenap unsur

pendukungnya, (2) pelatihan siaga / simulasi / gladi / teknis bagi setiap sektor

penanggulangan bencana berupa search and rescue, sosial, kesehatan, prasarana

dan pekerjaan umum, (3) inventarisasi sumber daya pendukung kedaruratan, (4)

penyiapan dukungan dan mobilisasi sumberdaya/logistik. (5) penyiapan sistem

informasi dan komunikasi yang cepat dan terpadu guna mendukung tugas

kebencanaan, (6) penyiapan dan pemasangan instrumen sistem peringatan dini,

(7) penyusunan rencana kontinjensi, dan (8) mobilisasi sumber daya personil

maupun prasarana dan sarana peralatan.

BNPB belum membuat peraturan yang secara langsung dapat menjadi acuan

atau kerangka kerja delapan kegiatan kesiapsiagaan seperti disebutkan di atas,

serta belum mengembangkan sebuah mekanisme kesiapsiagaan yang lebih

terstruktur. Namun demikian, BNPB telah menerbitkan peraturan-peraturan

yang secara tidak langsung dapat mendorong penyelenggaraan kesiapsiagaan

dengan lebih baik. Peraturan-peraturan tersebut antara lain Pedoman

Pengelolaan Bantuan Logistik pada Saat Keadaan Darurat, Pedoman Pengelolaan

Data dan Informasi Bencana Indonesia, Pedoman Manajemen Logistik dan

Peralatan, Pedoman Relawan Penanggulangan Bencana, Standarisasi Data

Kebencanaan, Pedoman Pergudangan, Pedoman Bantuan Peralatan, Pedoman

Bantuan Logistik, Pedoman Standarisasi Logistik Penanggulangan Bencana, serta

Pedoman Standarisasi Peralatan Penanggulangan Bencana.

Upaya penyelenggaraan PB untuk operasi tanggap darurat bencana ini juga

mendapatkan perhatian serius dari Presiden Susilo Bambang Yudoyono. Dalam

arahan Presiden pada 12 September 2007 di Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi

Sumatera Barat pada saat gempabumi Bengkulu dan Sumatera Barat (7,9 SR)

antara lain (1) Pemerintah daerah kabupaten/kota menjadi penanggung jawab

utama penyelenggaraan penanggulangan bencana di wilayahnya, (2) Pemerintah

daerah provinsi segera merapat ke daerah bencana serta mengerahkan seluruh

sumberdaya yang ada di tingkat provinsi, (3) Pemerintah memberi bantuan

sumberdaya yang secara ekstrim tidak tertangani daerah, (4) Melibatkan TNI dan

Page 8: Penanggulangan Bencana Sosial Ekonomi Pasca Gempa Sumbar 30 September 2009

7

POLRI, dan (5) Melaksanakan PB secara dini untuk menyelamatkan lebih banyak

jiwa manusia.

Hal penting yang harus dilakukan sebelum melakukan tanggap darurat adalah

menyatakan status darurat seperti dimandatkan oleh Pasal 51 UU No. 24/2007.

Undang-undang tersebut menyatakan bahwa skala atau tingkat bencana

ditetapkan oleh pimpinan daerah yang bersangkutan, sedang untuk skala

nasional ditetapkan oleh Presiden. Keharusan ini selanjutnya diatur oleh

Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 10 Tahun

2008 tentang Pedoman Komando Tanggap Darurat Bencana (Perka BNPB No.

10/2008). Payung hukum "pembeda" skala ini belum tersusun sehingga banyak

tanggap darurat yang dilakukan bersifat "abu-abu".

Dampak Sosial dan Kesehatan Pasca Gempa Bumi di Sumatera Barat

Dampak negatif. Jumlah penduduk di Sumatera Barat dan kepadatan

penduduknya dapat digunakan sebagai tolok ukur untuk mengetahui

kecenderungan penyebaran penduduk di Sumatera Barat. Jumlah penduduk

yang besar cenderung mengelompok pada pusat-pusat kota tertentu sehingga

menyebabkan pola penyebaran bervariasi. Kepadatan penduduk yang tinggi

pada umumnya dapat dijumpai pada daerah-daerah yang mempunyai aktifitas

tinggi, adanya sarana transportasi yang memadai dan keadaan sosial ekonomi

yang lebih baik. Sebaliknya kepadatan penduduk yang rendah pada umumnya

terdapat di daerah-daerah yang aktifitas ekonomi yang relatif masih rendah dan

keadaan sarana transportasi yang masih sulit.

Berdasarkan data jumlah penduduk tahun 2010 dari BPS, jumlah penduduk

Provinsi Sumatera Barat adalah 4.846.909 jiwa yang tersebar di 19 kabupaten

dan Kota. Dari jumlah tersebut sebanyak 2.404. 377 jiwa adalah laki-laki dan

2.442.532 jiwa adalah perempuan. Jika dibandingkan dengan data pada akhir

tahun 2009 yang tercatat sebagai penduduk Provinsi Sumatera Barat sebanyak

4.795.202 jiwa, artinya dalam setahun terakhir telah terjadi penambahan jumlah

penduduk sebanyak 51.707 jiwa. Dengan luasan wilayah 42.297,30 km2, maka

kepadatan penduduk Provinsi sumatera Barat pada tahun 2010 adalah 115 jiwa

per km2.

Kerusakan dan kerugian bidang sosial yang timbul akibat kejadian bencana

gempa bumi di Provinsi Sumatera Barat, sesuai hasil penilaian yang dilakukan

intansi-instansi berwenang, di bawah koordinasi BNPB menunjukan nilai Rp. 1,5

triliun yang beliputi sub-sektor pendidikan sebesar Rp. 588,7 miliar; sub-sektor

kesehatan Rp. 611,5 miliar; sub-sektor agama dan budaya Rp. 307,2 miliar; serta

sub-sektor sosial sendiri mencapai Rp. 18,9 miliar. Dari distribusi nilai kerusakan

dan kerugian tersebut (tabel 1), terlihat bahwa yang paling terkena dampak

Page 9: Penanggulangan Bencana Sosial Ekonomi Pasca Gempa Sumbar 30 September 2009

akibat terjadinya gempa bumi adalah sub-sektor pendidikan, dan sub-sektor

kesehatan pada urutan berikutnya. Akibat yang ditimbulkan dari rusaknya

infrastruktur sektor sosial adalah terhentinya kegiatan pelayanan pendidikan dan

kesehatan terhadap masyarakat.

Tabel 1. Penilaian Kerusakan dan Kerugian Sektor Sosial (milyar) Sektor

Dampak Bencana Kepemilikan Kerusakan Kerugian Total Swasta Pemerintah

Sosial 1.454,1 72,3 1.526,3 633,9 892,2

Pendidikan 563,7 25 588,7 103,5 485,1

Kesehatan 569,1 42,4 611,5 223 388,4

Budaya&Agama 304,2 3,1 307,2 300,5 6,7Lembaga Sosial 17,1 1,8 18,9 6,9 12

Sumber: Penilaian Kerusakan dan Kerugian, BNPB; 2009

Akibat kejadian ini memberikan dampak juga terhadap kemiskinan. Seiring

dengan terjadinya penurunan jumlah lapangan pekerjaan dan kehilangan

pendapatan, diperkirakan akan berpengaruh terhadap jumlah kemiskinan. Faktor

lainnya yang mempengaruhi adalah meningkatnya harga kebutuhan pokok akibat

inflasi. Sekitar 10% rumah tangga di Provinsi Sumatera Barat hidup di bawah

garis kemiskinan, sementara lebih dari itu yang hidup di atas garis kemiskinan

akan sangat rentan terhadap dampak bencana gempa bumi. Kehilangan

pekerjaan dan pendapatan diperkirakan dapat menyebabkan peningkatan angka

kemiskinan sebesar 1,5% menjadi 11% pada tahun 2010. Diharapkan upaya-

upaya rehabilitasi dan rekonstruksi serta bantuan pemulihan mata pencaharian

dapat sesegera mungkin terlaksana, sehingga dapat menekan peningkatan

jumlah kemiskinan sampai dengan 0,5%. Di samping itu, prioritas utama

pelaksanaan pemulihan ditujukan pada masyarakat miskin dan kelompok rentan

di daerah yang terkena dampak paling parah. Jumlah kerusakan rumah

dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin dapat dilihat pada tabel 2.

Page 10: Penanggulangan Bencana Sosial Ekonomi Pasca Gempa Sumbar 30 September 2009

9

Tabel 2. Perbandingan Kondisi Kependudukan Sebelum Terjadi Bencana dengan

Jumlah Kerusakan Bidang Perumahan Pasca Gempa Bumi 30

September 2009 di Provinsi Sumatera Barat

Gambaran umum potensi peningkatan kemiskinan akibat terjadinya bencana

gempa bumi di Provinsi Sumatera Barat seperti dalam tabel 2 adalah dengan

membandingkan antara kondisi kependudukan sebelum terjadi bencana dengan

jumlah kerusakan bidang perumahan. Hasil yang ditunjukkan dalam tabel

tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Potensi peningkatan jumlah penduduk miskin terjadi pada

kabupaten/kota yang paling terkena dampak akibat terjadinya bencana

gempa bumi dengan melihat perbandingan antara persentase jumlah

rumah non permanen, persentase penduduk miskin sebelum bencana

dengan persentase jumlah rumah rusak berat akibat bencana. Terdapat 4

kabupaten/kota yang berpotensi terjadi peningkatan kemiskinan akibat

tingginya jumlah kerusakan rumah, antara lain Kabupaten Padang

Pariaman; Kota Pariaman; Kota Padang; dan Kabupaten Agam.

2. Terjadinya potensi peningkatan jumlah masyarakat miskin dapat

diakibatkan karena hilangnya harta benda akibat rusaknya rumah, serta

akibat terputusnya akses masyarakat terhadap kebutuhan dasar serta

akses terhadap layanan dasar, seperti akses terhadap pangan, akses

terhadap pemenuhan tempat tinggal yang layak, akses terhadap

kebutuhan air bersih, serta akses terhadap kebutuhan lainnya.

No. Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk

Jumlah Penduduk

Sangat Miskin + Miskin

% Jumlah Penduduk

Sangat Miskin + Miskin / Jumlah

Penduduk

Kepadatan Penduduk (Jiwa/KM2)

Jumlah Rumah

Jumlah Rumah Rusak Berat

% Jumlah Rumah Rusak Berat / Jumlah

Rumah

1 Pasaman Barat 347.051 65.445 18,9% 90 75.580 3.240 4,3% 2 Agam 455.591 52.557 11,5% 204 97.907 11.796 12,0% 3 Padang Pariaman 388.098 48.837 12,6% 249 91.069 57.931 63,6% 4 Tanah Datar 344.143 31.153 9,1% 256 82.717 28 0,0% 5 Pesisir Selatan 458.515 81.972 17,9% 77 102.903 1.156 1,1% 6 Pasaman 245.862 61.806 25,1% 59 53.925 197 0,4% 7 Kep. Mentawai 75.379 57.838 76,7% 12 16.191 3 0,0% 8 Solok 358.602 58.878 16,4% 106 80.211 145 0,2% 9 Kota Padang 777.893 79.116 10,2% 1.437 150.421 33.597 22,3% 10 Kota Padang Panjang 47.824 2.108 4,4% 4.470 9.177 17 0,2% 11 Kota Solok 53.563 4.231 7,9% 825 11.234 2 0,0% 12 Kota Pariaman 78.920 5.595 7,1% 730 15.154 6.685 44,1%

TOTAL 3.631.441 549.536 15,1% 8.516 786.489 114.797 14,6%

Sumber: Data Podes; tahun 2008 dan Hasil Verifikasi Kerusakan Bidang Perumahan, BNPB; tahun 2009

Page 11: Penanggulangan Bencana Sosial Ekonomi Pasca Gempa Sumbar 30 September 2009

Peningkatan potensi kemiskinan diperkuat lagi dengan hasil penilaian kebutuhan

pemulihan yang menggambarkan bahwa isu mendasar yang paling dirasakan

secara luas akibat terjadinya gempa bumi 30 September 2009 di Provinsi

Sumatera Barat adalah keresahan akan hilang/berkurangnya pendapatan,

ancaman fisik, rumah hilang/rusak, pemenuhan kebutuhan pangan, air bersih

dan masalah kesehatan.

Gempa di Sumatera Barat membawa dampak yang signifikan terhadap berbagai

aspek kebutuhan dasar manusia di wilayah-wilayah yang terkena dampak

bencana. Secara garis besar, hal tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

1. Akses terhadap Makanan - Akses korban bencana ke makanan telah

terganggu tetapi tidak sampai pada tingkat di mana mereka menganggap

diri mereka berada pada risiko besar kelaparan. Dukungan pemulihan

awal bagi akses terhadap makanan sangat dibutuhkan karena

terganggunya pola makan masyarakat, yang diperburuk oleh menurunnya

tingkat pendapatan mereka.

2. Kesetiakawanan Sosial - Keeratan sosial di dalam masyarakat menjadi hal

yang penting untuk diperhatikan, khususnya yang menyangkut potensi

konflik akibat perebutan sumber daya air pasca terjadinya gempa.

3. Akses ke Air Bersih, Sanitasi dan Kebersihan - Tergantung pada seberapa

cepat pemerintah daerah bisa memulihkan kembali pelayanan dasar

mereka termasuk penyediaan air bersih, rumah tangga perkotaan yang

membutuhkan dukungan untuk memastikan keberlanjutan akses mereka

ke air bersih. Keterbatasan akses dan ketersediaan fasilitas sanitasi juga

perlu mendapat perhatian.

4. Akses terhadap Hunian - Dalam jangka pendek, hunian

sementara/tempat tinggal sementara sangat diperlukan untuk

memungkinkan rumah tangga yang terkena dampak dapat memperoleh

perlindungan dan melaksanakan fungsi produktif.

5. Akses terhadap Mata Pencaharian - Dua pertiga dari rumah tangga yang

disurvei menyatakan bahwa mata pencaharian mereka telah terganggu

dengan adanya gempa bumi yang terjadi meskipun tingkatannya

bervariasi. Perlu adanya dukungan intervensi terhadap mata pencaharian

masyarakat pada skema pemulihan awal seperti hibah, pinjaman lunak,

dukungan teknis/ pemasaran atau pelatihan ulang terutama pada wilayah

yang terkena dampak gempa bumi terparah seperti Kabupaten Padang

Pariaman dan Kabupaten Agam.

6. Akses terhadap Pendidikan - Bahwa gedung sekolah sementara yang

tersedia tidak cukup aman untuk melanjutkan kegiatan sekolah. Hal ini

serupa dengan pola kerusakan gempa nasional, di mana sepertiga sampai

Page 12: Penanggulangan Bencana Sosial Ekonomi Pasca Gempa Sumbar 30 September 2009

11

setengah dari semua sekolah runtuh seluruhnya atau tidak bisa dipakai.

Untuk itu, dibutuhkan adanya sekolah sementara yang memenuhi

persyaratan keamanan agar proses belajar mengajar dapat terus

berlangsung.

7. Lingkungan yang aman dan berkelanjutan - Sebagian besar responden

menyatakan bahwa bahaya lingkungan terbesar adalah adanya puing-

puing bangunan yang berbahaya bagi mereka. Untuk itu, diperlukan

adanya dukungan bagi mereka dalam menangani puing-puing yang

diakibatkan oleh gempa tersebut. Di sisi lain, gempa juga telah

menyebabkan peningkatan dalam penggunaan kayu sebagai sumber

bahan bakar. Hal ini perlu diantisipasi sejak dini agar tidak menimbulkan

kerusakan lebih lanjut terhadap lingkungan sekitar.

8. Akses ke Fasilitas/ Prasarana Komunitas - Sepertiga dari rumah tangga

yang disurvei mengatakan bahwa fasilitas keagamaan seperti mesjid desa

(Surau) adalah pusat kegiatan masyarakat yang memerlukan perbaikan

atau rekonstruksi mendesak. Disamping itu, tiga jenis infrastruktur yang

juga perlu segera mendapat perbaikan/penggantian atau pembangunan

kembali adalah sumber air dan jaringannya (termasuk irigasi), jalan

setapak desa dan jembatan serta pembangkit listrik di desa.

9. Akses terhadap Pelayanan Publik - Secara garis besar, masyarakat

menginginkan: peran fasilitasi dari Pemerintah Daerah; kejelasan

informasi mengenai jenis-jenis bantuan yang tersedia; adanya

keterbukaan akses mengenai informasi tentang upaya penanggulangan

bencana dan pemulihan; kesempatan berpartisipasi dalam proses

perencanaan kegiatan pemulihan.

Dampak Positif. Perubahan penghidupan yang dialami masyarakat setelah

kejadian gempabumi berpengaruh positif terhadap perubahan sikap dan tingkah

laku dalam kehidupan sosial secara lokal (Tara, 2013). Seperti pada Kelurahan

Kampung Pondok di Kota Padang, masyarakat lebih bersosialisasi dan saling

tolong menolong antar tetangga dibandingkan sebelum gempa bumi, sehingga

mempengaruhi percepatan dalam waktu pemulihan kehidupan masyarakat.

Dampak terhadap aset, akses dan aktivitas adalah pada saat situasi setelah

gempabumi pada kelurahan ini, dimana semua menata kembali aset yang

mereka miliki dan memanfaatkan kelima modal utama yang mereka miliki yaitu

modal alam, finansial, sosial, manusia, fisik sehingga menunjang terhadap

aktivitas dan akses yang ada.

Usaha dan cara bertahan hidup yang dilakukan pada Kelurahan Kampung Pondok

adalah melelang barang dagangan, memberikan potongan harga barang,

Page 13: Penanggulangan Bencana Sosial Ekonomi Pasca Gempa Sumbar 30 September 2009

peminjaman modal kredit dan usaha, membuka lapangan usaha baru,

memanfaatkan jaringan sosial yang ada, menjual barang-barang berharga yang

dimiliki serta hutang/bon di warung-warung terdekat.

Strategi pemulihan penghidupan yang dilakukan oleh masyarakat adalah dengan

cara pemanfaatan asuransi, kredit/pinjaman, pemanfaatan tabungan serta

pemanfaatan organisai social, peralihan mata pencaharian dan pekerjaan

sampingan serta pemanfaatan organisasi dan pemanfaatan wanita/istri untuk

mencari nafkah.

Dampak Ekonomi Pasca Gempa Bumi di Sumatera Barat

Dampak Negatif. Pada sektor ekonomi nilai kerugian lebih tinggi dibandingkan

dengan nilai kerusakan, yang salah satu penyebabnya adalah terhentinya

kegiatan ekonomi di wilayah yang terkena dampak gempa bumi 30 September

2009. Yang paling parah terkena dampak gempa bumi adalah sub- sektor

perdagangan dengan nilai kerusakan dan kerugian mencapai Rp. 1,1 triliun akibat

rusaknya prasarana perdagangan seperti pasar. Rentetan akibat dari tidak

berfungsinya prasarana perdagangan adalah terhentinya kegiatan ekonomi

masyarakat yang bepengaruh kepada kondisi perekonomian daerah.

Selain sub-sektor perdagangan, sub-sektor lainnya yang terkena dampak

bencana gempa bumi adalah, pertanian, perikanan, peternakan, keuangan dan

perbankan serta pariwisata dengan tingkat kerugian yang cukup besar (tabel 3).

Berkurangnya aktivitas perekonomian sebagai dampak bencana gempa bumi

tersebut, diperkirakan akan mengakibatkan sekitar 27.000 tenaga kerja akan

kehilangan pekerjaan. Sektor perdagangan, hotel, dan restoran diperkirakan

akan mengalami dampak paling parah dengan perkiraan kehilangan lapangan

pekerjaan pada sektor ini sekitar 16.000. Sektor pertanian yang menyerap sekitar

44% tenaga kerja di Provinsi Sumatera Barat diperkirakan akan kehilangan

lapangan pekerjaan sebesar 1% akibat kerusakan lahan pertanian. Sementara

dampak terhadap industri besar (industri semen dan pengolahan minyak kelapa

sawit) tidak terlalu berpengaruh, walaupun sempat mengalami gangguan operasi,

namun saat ini sudah beroperasi dengan normal. Dari 100.000 lebih UMKM yang

ada di Provinsi Sumatera Barat, hanya sebagian kecil yang mengalami kerusakan

(peralatan produksi dan tempat usaha) dan diperkirakan akan membutuhkan

waktu yang lebih lama agar pulih pada keadaan semula.

Page 14: Penanggulangan Bencana Sosial Ekonomi Pasca Gempa Sumbar 30 September 2009

13

Tabel 3. Penilaian Kerusakan dan Kerugian Sektor Produktif (Milyar) Sektor

Dampak Bencana Kepemilikan

Kerusakan Kerugian Total Swasta Pemerintah

Sektor Produktif 773,8 1519 2.292,7 1.942,9 349,7

Pertanian 56,1 223 279,1 228,8 50,3

Tanaman 0,6 172 172,6 172,6 0

Peternakan 5,2 2 7,2 4,4 2,8

Perikanan 6,8 49 55,8 51,8 4

Irigasi 43,5 0 43,5 0 43,5

Perdagangan 567,8 574,7 1.142,40 1.094,2 48,2

Industri 10,9 114,8 125,6 125,6 0

Bisnis & Keuangan 68 230,2 298,3 64,5 233,8

Bank 63,6 152,2 215,9 61,1 154,8

Non-Perbankan 4,4 78 82,4 3,4 79

Pariwisata 71 376,3 447,3 429,8 17,4Sumber: Penilaian Kerusakan dan Kerugian, BNPB; 2009

Kerusakan yang timbul akibat bencana alam gempa bumi di Provinsi Sumatera

Barat paling banyak terjadi pada rumah-rumah penduduk yang kerusakan ini

bervariasi dari kerusakan berat hingga rusak ringan. Berdasarkan data dari Badan

Nasional Penanggulangan Bencana pada tahun 2014, secara keseluruhan

sebanyak 119.005 rumah penduduk mengalami rusak berat dan 152.535 rumah

penduduk mengalami rusak ringan. Selain itu, kerusakan fasilitas umum cukup

banyak terjadi pada fasilitas pendidikan dengan jumlah fasilitas yang rusak

mencapai 4.625 unit. Fasilitas kesehatan juga banyak mengalami kerusakan

dengan jumlah sebanyak 400 unit. Dalam hal transportasi, kerusakan yang terjadi

pada jembatan dan jalan menyebabkan akses yang terputus pada beberapa

wilayah, yaitu sepanjang 296 km.

Di sisi lain masyarakat Provinsi Sumatera Barat menerima beberapa bantuan

untuk kegiatan tanggap darurat seperti penyediaan tempat berlindung,

pengadaan alat rumah tangga dan fasilitas air bersih. Beberapa bantuan yang

diterima adalah dari Komisi Eropa sebesar 8 juta euro yang disalurkan melalui

enam organisasi internasional. Selain itu masyarakat juga menerima

bantuandaripemerintah Qatar sebesar 10 miliar rupiah berupa bahan makanan,

obat-obatan dan pakaian. Pemerintah Jepang menyalurkan dana hibah melalui

JICA sebesar 6.15 juta USD untuk membangun fasilitas pendidikan yang tahan

gempa. Chevron menyumbang sebesar 14.7 juta USD untuk pemulihan pasca

bencana jangka panjang.Sedangkan pemerintah Indonesia telah menyalurkan

total 12,18 triliun melalui BNPB dari tahun 2009 hingga 2014.

Page 15: Penanggulangan Bencana Sosial Ekonomi Pasca Gempa Sumbar 30 September 2009

Dampak positif. Keseluruhan upaya pemulihan, rehabilitasi dan rekonstruksi

dapat juga membawa pengaruh positif terhadap ekonomi suatu wilayah

pascabencana alam. Berbeda dengan pandangan yang selama ini berkembang

dalam penanganan dampak bencana alam, banyak ekonom yang menganggap

bahwa selain memberikan dampak kerusakan dalam jangka pendek, bencana

alam juga membawa dampak positif terhadap ekonomi yang disebabkan oleh

terjadinya ekskalasi besar pembangunan sektor konstruksi dan peningkatan

kualitas dan kuantitas infrastruktur dan teknologi yang berperan dalam

peningkatan produktivitas ekonomi suatu wilayah.

Survei literatur mengenai dampak positif pascabencana alam dilihat dari sudut

pandang ekonomi telah dilakukan beberapa peneliti. Salah satu tulisan paling

mendasar dan berpengaruh yang mengaitkan bencana dengan pertumbuhan

ekonomi jangka panjang adalah penelitian Skidmore & Toya (2002) dalam Zein et

al. (2014) yang meneliti data bencana di 89 negara dan menemukan bahwa

negara yang mengalami bencana alam menunjukkan percepatan pertumbuhan

ekonomi. Lebih lanjut, Toya & Skidmore (2005) Zein et al. (2014) kembali

melakukan pengujian terhadap bagaimana peningkatan ekonomi pascabencana

alam mengurangi dampak finansial bencana dimana negara-negara yang

memiliki pendapatan besar, tingkat pendidikan masyarakat yang tinggi, memiliki

keterbukaan ekonomi dan kelengkapan sistem keuangan serta pemerintahan

yang ramping mengalami kerugian finansial yang lebih rendah dibanding negara

yang memiliki karakter sebaliknya.

Horwich (2000) dalam Zein et al. (2014) meneliti dampak ekonomi akibat gempa

bumi di Kobe tahun 1995 dimana tingkat kesejahteraan suatu masyarakat sangat

berpengaruh terhadap respon negara terhadap pemulihan pascabencana alam.

Albala-Bertrand (1999) dalam Zein et al. (2014) menunjukkan bahwa masyarakat

yang paling mengalami dampak akibat bencana alam rata-rata memiliki kondisi

ekonomi dan politik yang lemah. Menggunakan data bencana alam yang

dikeluarkan Center for Research on the Epidemiology of Disasters (CRED), Kahn

(2003) Zein et al. (2014) menunjukkan bahwa jumlah korban dan tingkat

pengungsi akibat bencana alam menurun seiring dengan peningkatan

pendapatan, dan juga melihat bahwa negara yang memiliki demokrasi yang lebih

baik juga mengalami korban bencana alam yang lebih sedikit.

Dalam konteks ekonomi pembangunan, para peneliti bidang ekonomi mencoba

menjelaskan fenomena hubungan antara kejadian bencana alam dan

pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Teori model pertumbuhan

ekonomi neoklasik tradisional Solow-Swan dan Model pertumbuhan kelas

dengan Ramsey-Cass-Koopman menunjukkan bahwa kemajuan teknik sebagai

Page 16: Penanggulangan Bencana Sosial Ekonomi Pasca Gempa Sumbar 30 September 2009

15

variabel luar (exogenous variable). Kedua model tersebut menunjukkan bahwa

kerusakan modal (fisik dan manusia) tidak akan mempengaruhi tingkat

peningkatan teknologi dan bahkan hanya membuka prospek pertumbuhan

ekonomi jangka pendek suatu negara karena membawa negara tersebut kepada

kondisi pertumbuhan ekonomi yang baru dan lebih stabil. Tingkat kerugian

akibat bencana alam juga akan membawa percepatan akumulasi modal dan pada

akhirnya membawa suatu negara mencapai tingkat keseimbangan pertumbuhan

yang baru dan stabil.

Model pertumbuhan ekonomi yang menggunakan pendekatan teori Creative

Destruction oleh Schumpeter menghasilkan prediksi peningkatan pertumbuhan

ekonomi sebagai hasil dari goncangan negatif yang disebabkan oleh bencana

alam. Goncangan tersebut dianggap menjadi faktor percepatan sebagai akibat

penerapan teknologi baru yang mendorong peningkatan produktivitas ekonomi

khususnya dalam jangka panjang. Namun demikian, Cuaresma (2008) mencoba

melakukan investigasi terkait dengan teori Creative Destruction dengan

melakukan studi empiris dengan menggunakan pengujian terhadap evolusi

sektor penelitian dan pengembangan serta bagaimana sektor tersebut

dipengaruhi oleh resiko bencana alam. Hasil penelitian Cuaresma (2008)

menunjukkan bahwa dinamika teori Creative Destruction hanya terjadi di wilayah

negara dengan pendapatan per kapita yang tinggi, sementara untuk negara

berkembang, keterkaitan bencana identik dengan dampak ikutan yang tidak

terlalu besar dan berkurangnya teknologi baru yang diperkenalkan.

Dalam tulisan ini, Zein et al. (2014) melakukan pengujian teori Creative

Destruction dalam konteks kawasan rawan bencana alam seperti Provinsi

Sumatera Barat dengan memperhatikan perhitungan terhadap kondisi sektor-

sektor yang berkontribusi dalam pertumbuhan ekonomi sebelum dan sesudah

bencana tahun 2009. Hal ini akan didukung oleh analisis terhadap pertimbangan

karakteristik pertumbuhan ekonomi di Provinsi Sumatera Barat untuk

membandingkan dengan analisis terhadap temuan Cuaresma (2008). Analisis per

sektor juga akan dilakukan untuk menunjukkan sektor yang memiliki dampak

pengungkit pertumbuhan ekonomi dengan pendekatan yang mirip dengan yang

telah dilakukan oleh Cuaresma namun dengan sektor yang berbeda.

Data-data yang diuji di dalam tulisan ini merupakan data-data sekunder yang

diperoleh dari tinjauan terhadap beberapa literatur. Literatur yang digunakan

sebagian besar diperoleh dari Bank Indonesia, yaitu Kajian Ekonomi Regional

Provinsi Sumatera Barat Tahun 2010 Triwulan IV dan Kajian Ekonomi Regional

Provinsi Sumatera Barat Tahun 2008 Triwulan IV. Selain itu, data-data kuantitatif

tersebut diperolah dari Badan Pusat Statistik kabupaten/kota setempat, seperti

Page 17: Penanggulangan Bencana Sosial Ekonomi Pasca Gempa Sumbar 30 September 2009

Badan Pusat Statistik Kota Padang dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Padang

Pariaman.

Metode yang digunakan untuk mengolah data-data yang telah diperoleh untuk

melakukan pengujian terhadap teori Creative Destruction adalah metode analisis

statistik deskriptif. Data-data yang telah dikumpulkan diolah dengan

menggunakan metode analisis statistik deskriptif menjadi sebuah grafik. Hal ini

bertujuan untuk menunjukkan dinamika jumlah dan pertumbuhan PDRB Provinsi

Sumatera Barat maupun kabupaten/kota yang terkena dampak bencana alam

pada sebelum dan setelah terjadi bencana gempa bumi pada tahun 2009, yaitu

dengan rentang waktu dari tahun 2008 hingga tahun 2012.

Gambar 3. PDRB Atas Dasar Harga Konstan Provinsi Sumatera Barat

Tahun 2008-2012 (Juta Rupiah).

Sumber: BPS Sumatera Barat, 2013

Secara keseluruhan, jumlah PDRB Provinsi Sumatera Barat meningkat setiap

tahunnya dari tahun 2008 hingga tahun 2012. Jumlah PDRB Provinsi Sumatera

Barat terus meningkat dari 35.176.632,42 juta rupiah pada tahun 2008 menjadi

43.911.916,62 juta rupiah pada tahun 2012. Berdasarkan pada gambar 3,

bencana gempa bumi yang menimpa Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2009

tidak memberikan pengaruh negatif pada jumlah PDRB Provinsi Sumatera Barat

yang dilihat per tahun. Hal ini diungkapkan karena tidak terlihat adanya

penurunan jumlah PDRB Provinsi Sumatera Barat setelah tahun 2009.

Page 18: Penanggulangan Bencana Sosial Ekonomi Pasca Gempa Sumbar 30 September 2009

17

Gambar 4. PDRB Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Provinsi Sumatera

Barat Berdasarkan Triwulan Tahun 2008-2010 (Miliar Rupiah)

Sumber: Bank Indonesia, 2009, 2011

Jumlah PDRB Provinsi Sumatera Barat yang ditinjau per triwulan memberikan

gambaran lebih rinci terhadap perubahan yang terjadi di antara tahun 2008

triwulan I dan tahun 2010 triwulan IV. Berdasarkan pada Gambar 4, jumlah PDRB

Provinsi Sumatera Barat terus mengalami peningkatan sebelum terjadinya

bencana, yaitu dari tahun 2008 triwulan I (8.517,32 miliar rupiah) hingga pada

tahun 2009 triwulan III (9.369,09 miliar rupiah) yang merupakan puncak

peningkatan. Setelah terjadi bencana gempa bumi yang terjadi pada tahun 2009

triwulan III tepatnya pada bulan September, jumlah PDRB Provinsi Sumatera

Barat pengalami penurunan sebesar 230,23 miliar rupiah pada tahun 2009

triwulan IV menjadi 9.138,85 miliar rupiah. Akan tetapi, penurunan ini

mengalami peningkatan yang lebih curam setelah tahun 2009 triwulan IV

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

Gambar 5 Pertumbuhan PDRB Provinsi Sumatera Barat Tahun 2008-2012 (%)

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Padang Pariaman, 2013

Page 19: Penanggulangan Bencana Sosial Ekonomi Pasca Gempa Sumbar 30 September 2009

Perekonomian di Provinsi Sumatera Barat terus mengalami peningkatan mulai

dari tahun 2008 hingga tahun 2012. Hal ini ditunjukan oleh grafik pada Gambar 4

yang menunjukkan angka PDRB Provinsi Sumatera Barat yang selalu meningkat

setiap tahunnya. Akan tetapi, pertumbuhan PDRB ini ternyata tidak

menunjukkan angka yang terus meningkat. Pada Gambar 5 terlihat bahwa

pertumbuhan PDRB ini sempat mengalami penurunan di tahun 2009 menjadi

4,28%. Angka pertumbuhan PDRB ini berada di bawah rata-rata angka

pertumbuhan PDRB Provinsi Sumatera Barat antara tahun 2008-2012. Namun,

penurunan ini langsung disertai dengan peningkatan angka pertumbuhan PDRB

di tahun 2010 hingga tahun 2012 yang terus meningkat hingga mencapai angka

6,35% pada tahun 2012.

Gambar 6. Pertumbuhan PDRB Domestik Bruto Provinsi Sumatera Barat Year

Over Year Berdasarkan Triwulan Tahun 2008-2010 (%)

Sumber: Bank Indonesia, 2009, 2011

Timbulnya bencana gempa bumi besar pada akhir bulan September 2009

diasumsikan telah memberikan dampak penurunan angka pertumbuhan PDRB di

Provinsi Sumatera Barat. Dapat dilihat pada Gambar 6, bahwa angka

pertumbuhan PDRB pada tahun 2009 triwulan IV mencapai titik terendah

dibandingkan dengan triwulan-triwulan lainnya antara tahun 2008 dan tahun

2010, yaitu mencapai angka sebesar 1,35%. Penurunan ini ternyata hanya

bersifat sementara, karena hanya teijadi pada satu triwulan saja. Pada triwulan

berikutnya, pertumbuhan PDRB justru mengalamin mengalami peningkatan

cukup drastis hingga mencapai puncaknya pada tahun 2010 triwulan IV dengan

angka 10,15%.

Secara keseluruhan, keadaan ekonomi di Provinsi Sumatera Barat terus

meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Provinsi

Page 20: Penanggulangan Bencana Sosial Ekonomi Pasca Gempa Sumbar 30 September 2009

19

Sumatera Barat, PDRB provinsi ini terus meningkat dari tahun 2008 hingga tahun

2012 sekitar 1.500.000 juta rupiah hingga 2.500.000 juta rupiah setiap tahunnya.

Dapat dilihat pada Gambar 7 bahwa seluruh lapangan usaha yang terdapat di

dalam PDRB mengalami peningkatan dari tahun 2008 hingga tahun 2012. Tidak

terdapat penurunan PDRB di masing-masing lapangan usaha meskipun sempat

teijadi bencana gempa bumi yang melanda Provinsi Sumatera Barat pada tahun

2009. Terdapat beberapa lapangan usaha yang justru mengalami peningkatan

yang lebih signifikan setelah terjadi bencana gempa bumi mulai tahun 2009

hingga tahun 2012, antara lain pertanian; perdagangan, hotel, dan restoran;

pengangkutan dan komunikasi; bangunan; serta jasa.

Gambar 7. Pertumbuhan PDRB Provinsi Sumatera Barat Year Over Year Menurut

Lapangan Usaha Berdasarkan Triwulan Tahun 2008-2010 (%)

Sumber: Bank Indonesia, 2009, 2011

Secara keseluruhan, semua lapangan usaha di dalam PDRB Provinsi Sumatera

mengalami peningkatan jumlah setiap tahunnya. Bahkan beberapa lapangan

usaha mengalami peningkatan jumlah PDRB per tahun yang cukup signifikan

setelah terjadi bencana. Gambar 10 menunjukkan dinamika perekonomian

Provinsi Sumatera Barat menurut lapangan usaha yang lebih spesifik dengan

meninjau dari pertumbuhan PDRB per triwulan. Dapat dilihat pada gambar ini

bahwa hampir semua lapangan usaha mengalami peningkatan jumlah PDRB

setiap triwulan yang ditunjukkan dengan adanya pertumbuhan PDRB dengan

nilai positif dari tahun 2008 triwulan I hingga tahun 2009 triwulan III, kecuali

lapangan usaha listrik, gas, dan air bersih. Kejadian bencana gempa bumi pada

September 2009 memberikan variasi baru pada dinamika perekonomian di

Provinsi Sumatera Barat dengan melihat grafik dari tahun 2009 triwulan IV

hingga tahun 2010 triwulan IV pada Gambar 10. Ditunjukkan bahwa terdapat

beberapa lapangan usaha yang mengalami perlambatan laju PDRB tepat satu

triwulan setelah terjadi bencana, yaitu tahun 2009 triwulan IV, akan tetapi

Page 21: Penanggulangan Bencana Sosial Ekonomi Pasca Gempa Sumbar 30 September 2009

perlambatan laju PDRB ini kemudian langsung mengalami peningkatan yang

sangat signifikan. Beberapa lapangan usaha yang mengalami kondisi ini antara

lain lapangan usaha bangunan; perdagangan, hotel, dan restoran; jasa;

pengangkutan dan komunikasi; industri pengolahan; dan listrik, gas, dan air

bersih.

KESIMPULAN

Bencana gempa bumi pada 30 September 2009 di Sumatera Barat terasa hampir

merata di semua kabupaten/kota di Sumatera Barat. Jumlah korban tersebar

hampir di seluruh kabupaten tersebut. Gempabumi tersebut telah menyebabkan

sedikitnya 1100 orang meninggal, 2180 orang luka-luka dan 2650 bangunan

rumah rusak berat/ringan termasuk gedung-gedung kantor, sekolah, rumah sakit,

tempat ibadah, pasar, jalan, dan jembatan.

Adanya peraturan pemerintah mengenai kebencanaan ini didorong oleh

keprihatinan masyarakat sipil, kerawanan terhadap bencana alam, lemahnya

penanganan bencana alam dan yang lebih kentara karena terjadinya beragam

bencana besar yang terjadi semenjak tahun 2004. Kondisi bahwa di Indonesia

yang rawan terhadap bencana alam, penduduknya yang rentan pasca bencana

alam, sementara kapasitas pemerintah dalam penanggulangan bencana juga

masih lemah mendasari pentingnya payung hukum yang secara legal

dipergunakan untuk menangani beragam bencana alam di Indonesia.

Bencana alam yang terjadi di Sumatera Barat memberikan dampak positif dan

negative terhadap kehidupan sektor sosial dan ekonomi. Pada bidang sosial,

dampak negatif yang terjadi yaitu kerusakan dan kerugian di sektor sosial,

pendidikan, kesehatan, budaya dan agama dan lembaga sosial yang mencapai

1,5 triliun. banyaknya jumlah penduduk dan perbandingan jumlah penduduk

miskin dan sangat miskin, ditambah dengan banyaknya kerusakan rumah

menyebabkan terjadinya potensi berjumlahnya angka kemiskinan. Namun secara

lokal, dampak bencana ini dapat memberikan efek positif yaitu meningkatkan

strategi penghidupan masyarakat dan perubahan sikap dan tingkah laku dalam

kehidupan sosial.

Pada sektor ekonomi, dampak negative yang ditimbulkan adalah terhentinya

kegiatan ekonomi di wilayah yang terkena dampak gempa bumi. Sub-sektor

perdagangan mengalami nilai kerusakan dan kerugian terbesar akibat rusaknya

prasarana perdagangan seperti pasar. Dampak positif di sektor ekonomi adalah

terjadinya pertumbuhan ekonomi dalam jangka waktu tertentu. Bencana alam

justru dapat menjadi katalis bagi pertumbuhan ekonomi suatu wilayah

pascabencana alam.

Page 22: Penanggulangan Bencana Sosial Ekonomi Pasca Gempa Sumbar 30 September 2009

21

DAFTAR PUSTAKA

BNPB. 2015. Rencana Nasional Penanggulangan Bencana 2015-2019. Prioritas

Nasional Penanggulangan Bencana. 2015.

BAPPENAS. 2010. Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah Pasca

Bencana Gempa Bumi di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2009-2011.

[online] dari http://dokumen.tips/documents/renaksi-rr-sumbar-2009-

2011.html , tanggal 29 November 2015

Pranoto, S. (2011). Lessons Learned Pembelajaran Rehabilitasi dan Rekonstruksi

Pasca Gempa di Sumatra Barat 30 September 2009 Building Back Better.

Padang: Badan Nasional Penanggulangan Bencana. [online] dari

http://books.google.co.id/books?id=QBHotuSPnT4C&lpg=PA74&dq=gempa

bumi 2009 sumatera barat&pg=PR2#v=onepage&q&f=false, tanggal 27

November 2015

Putrohari R. 2009. Gempa Padang 30 September 2009, Jangan tunggu laporan !.

[online] dari https://rovicky.wordpress.com/2009/10/01/gempa-padang-

30-september-2009-jangan-tunggu-laporan/ . Tanggal 27 November 2015.

Pusat Pengendalian Operasi (Pusdalops PB) BPBD Sumatera Barat. 2015. Review

Gempabumi Sumatera Barat 30 September 2009 Sebagai Upaya Mitigasi

Bencana. online] dari http://pusdalopspbsumbar.blogspot.co.id

/2015/09/review-gempabumi-sumatera-barat-30.html, tanggal 27

November 2015.

Tara AM, Baiquni M. 2013. Strategi Penghidupan Masyarakat Pasca Bencana

Alam Gempabumi 30 September 2009 Di Kota Padang. Thesis. Univeritas

Gajah Mada.

Yustiningrum E. 2010. Strategi Penanganan Pasca Bencana Alam di Indonesia:

Dampak Tehadap Kelompok Rentan. Laporan Akhir Program Insentif

Peneliti dan Perkayasa LIPI. 2010.

Zein C.A, Nababan M, Wahyudi AR, Suryandari D. 2014. Penilaian Dampak

Bencana Alam Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Jangka Pendek

(Studi Kasus: Provinsi Sumatera Barat Pascabencana Gempa Bumi Tahun

2009). Working Paper Series No. 12, September 2014. Resilience

Development Initiative.

Page 23: Penanggulangan Bencana Sosial Ekonomi Pasca Gempa Sumbar 30 September 2009