penambahan tepung bekatul dalam pembuatan keripik simulasi

32
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bekatul merupakan hasil samping penggilingan padi yang umumnya berwarna krem atau cokelat muda dan memiliki nilai gizi yang tinggi, namun pemanfaatannya masih terbatas sebagai pakan ternak padahal merupakan makanan sehat alami yang mengandung antioksidan, multivitamin dan serat tinggi untuk penangkal penyakit degenaratif juga kaya akan pati, protein, lemak, vitamin dan mineral (Damayanthi,Tjing dan Arbianto, 2007). Menurut Ardiansyah (2004), Bekatul mengandung asam amino lisin yang lebih tinggi dibandingkan beras, protein, sumber asam lemak tak jenuh, dan serat pangan yang bermanfaat bagi tubuh. Disamping zat gizi, bekatul juga mengandung komponen bioaktif. Komponen bioaktif tersebut adalah antioksidan tokoferol (vitamin E), tokotrienol, oryzanol, dan pangamic acid (vitamin B15). Berdasarkan data yang diperoleh dari Departemen Pertanian pada tahun 2010, produksi padi mencapai 66.6 juta ton, sedangkan pada tahun 2013 produksi padi yang 1

Upload: subhan-aristiadi

Post on 15-Jul-2016

150 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

Makalah Seminar Teknologi Pangan: Penambahan Tepung Bekatul dalam Pembuatan Keripik Simulasi

TRANSCRIPT

Page 1: PENAMBAHAN TEPUNG BEKATUL DALAM PEMBUATAN KERIPIK SIMULASI

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bekatul merupakan hasil samping penggilingan padi yang umumnya

berwarna krem atau cokelat muda dan memiliki nilai gizi yang tinggi, namun

pemanfaatannya masih terbatas sebagai pakan ternak padahal merupakan

makanan sehat alami yang mengandung antioksidan, multivitamin dan serat tinggi

untuk penangkal penyakit degenaratif juga kaya akan pati, protein, lemak, vitamin

dan mineral (Damayanthi,Tjing dan Arbianto, 2007). Menurut Ardiansyah (2004),

Bekatul mengandung asam amino lisin yang lebih tinggi dibandingkan beras,

protein, sumber asam lemak tak jenuh, dan serat pangan yang bermanfaat bagi

tubuh. Disamping zat gizi, bekatul juga mengandung komponen bioaktif.

Komponen bioaktif tersebut adalah antioksidan tokoferol (vitamin E), tokotrienol,

oryzanol, dan pangamic acid (vitamin B15).

Berdasarkan data yang diperoleh dari Departemen Pertanian pada tahun

2010, produksi padi mencapai 66.6 juta ton, sedangkan pada tahun 2013 produksi

padi yang dihasilkan mencapai 71.2 juta ton (Departemen Pertanian, 2014). Dari

hasil penggilingan padi akan diperoleh sebanyak 8-10% bekatul (Widowati,

2001). Artinya pada tahun 2013 dihasilkan sebanyak kurang lebih 7.12 ton

bekatul. Potensi ketersediaan yang cukup besar serta nilai gizi yang tinggi

memberikan peluang bekatul untuk dikembangkan menjadi bahan pangan bernilai

ekonomi tinggi.

Dengan pengolahan yang tepat, bekatul dimungkinkan untuk menjadi

makanan yang berguna bagi kesehatan, dan sangat berpotensi untuk

1

Page 2: PENAMBAHAN TEPUNG BEKATUL DALAM PEMBUATAN KERIPIK SIMULASI

2

meningkatkan daya jual dari suatu produk pangan baik dari segi nilai gizi maupun

penerimaan konsumen. Pablo et al (1981) cit Labib (1997), menyatakan bahwa

protein konsentrat bekatul cocok untuk jenis makanan padatan, dan menurut

Damayanthi et al (2007), untuk makanan manusia, bekatul dapat dicampur

dengan bahan lain pada pembuatan biskuit, kue, sayur, dan sebagainya.

Penggunaan bekatul secara komersial baru pada pengekstrakan bekatul untuk

minyak goreng dan bahan pembuatan sabun. Proses penambahan bekatul pada

produk pangan bertujuan untuk meningkatkan kandungan gizi terutama protein

pada produk tersebut, sehingga dapat memberikan nilai tambah tersendiri bagi

bekatul. Kandungan protein dalam bekatul dapat mencapai 15,4% (Houston, 1972

dikutip Fauziyah, 2011).

Banyaknya manfaat dari bekatul menjadikan bahan ini ideal untuk

ditambahkan kedalam campuran produk pangan dengan tujuan meningkatkan

kualitas produk pangan tersebut, salah satunya adalah untuk memperbaiki kualitas

produk keripik. Upaya perbaikan kualitas ini sering disebut sebagai keripik

simulasi. Matz (1984) pertama kali menggunakan istilah keripik simulasi untuk

produk kentang yang diolah dengan cara membentuk adonan, dibuat lembaran-

lembaran tipis, dicetak dan digoreng.

Pemanfaatan bekatul sebagai bahan tambahan pembuatan produk keripik

merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan nilai gizi dan ekonomi produk ,

serta mengurangi limbah hasil pertanian. Dengan komposisi dan proses

pengolahan yang tepat, maka akan diperoleh produk keripik yang memiliki nilai

gizi dan daya penerimaan konsumen yang baik.

Page 3: PENAMBAHAN TEPUNG BEKATUL DALAM PEMBUATAN KERIPIK SIMULASI

3

1.2 TUJUAN

Menganalisis pengaruh penambahan tepung bekatul rendah lemak terhadap

karakteristik fisik, kimia dan organoleptik produk keripik.

Page 4: PENAMBAHAN TEPUNG BEKATUL DALAM PEMBUATAN KERIPIK SIMULASI

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bekatul

Bekatul merupakan hasil samping penggilingan padi yang selama ini

hanya dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Menurut definisinya, bekatul (polish)

adalah lapisan bagian dalam butiran padi, termasuk sebagian kecil endosperm

berpati. Sementara dedak (bran) adalah hasil samping proses penggilingan padi,

terdiri atas lapisan bagian luar butiran padi dengan sejumlah lembaga biji. Namun,

karena alat penggilingan padi tidak memisahkan antara dedak dan bekatul maka

umumnya dedak dan bekatul bercampur menjadi satu dan disebut dengan dedak

atau bekatul saja. Bekatul terdiri atas lapisan pericarp, seed coat, nucellus, dan

aleurone. Proses penggilingan padi menjadi beras akan menghasilkan beras

sebanyak 60-65% sementara bekatul yang diperoleh dari penggilingan padi adalah

8-12%. Penampang membujur biji gabah dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Penampang Membujur Biji Gabah

Page 5: PENAMBAHAN TEPUNG BEKATUL DALAM PEMBUATAN KERIPIK SIMULASI

5

Penyosohan beras menghasilkan dua jenis hasil samping, yaitu dedak dan

bekatul. Proses penyosohan merupakan proses penghilangan dedak dan bekatul

dari bagian endosperma beras (Anonim, 2008). Badan Pangan Dunia (FAO) telah

membedakan antara dedak dan bekatul. Menurut David (2008), dedak merupakan

hasil penyosohan pertama sedangkan bekatul adalah hasil penyosohan yang

kedua. Proses penyosohan merupakan proses penghilangan dedak dan bekatul dari

bagian endosperma beras. Tujuan penyosohan untuk menghasilkan beras yang

lebih putih dan bersih. Makin tinggi derajat sosoh, semakin putih dan bersih

penampakan beras, tapi semakin miskin zat gizi.

Dari proses penyosohan akan menghasilkan rendemen beras 57-60%,

sekam 18-20%, dan bekatul 8-10% (hadipermata, 2006). Rendemen bekatul

dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain derajat penyosohan, derajat masak

padi atau gabah, kadar air gabah, jenis alat penyosoh, dan lubang alat pemisah

(Soemardi, 1975). Diagram proses terbentuknya bekatul dapat dilihat pada

Gambar 2.

Gambar 2. Diagram Proses Penggilingan Gabah Menjadi Beras Giling

Page 6: PENAMBAHAN TEPUNG BEKATUL DALAM PEMBUATAN KERIPIK SIMULASI

6

Komposisi kimia bekatul beragam tergantung pada varietas, proses

penggilingan, kondisi lingkungan, penyebaran kandungan kimia dalam butir padi,

ketebalan lapisan luar, ukuran dan bentuk butiran padi, ketahanan butir terhadap

kerusakan dan metode analisa zat gizi yang digunakan. Jenis padi dan lokasi

berpengaruh signifikan terhadap komposisi zat gizi bekatul (Houston, 1972

dikutip Fauziah, 2011).

Berdasarkan hasil penelitian telah menunjukkan bahwa bekatul

mempunyai nilai gizi tinggi, mengandung senyawa bioaktif antioksidan, dan

mengandung serat rice bran sacharida. Antioksidan pada bekatul berupa

oryzanol, tokoferol dan asam ferulat, antioksidan tersebut mampu menghambat

penyakit serperti kencing manis, Alzheimer, mencegah penyakit jantung dan

kanker (Adom K dan Liu R, 2002). Vitamin E dan oryzanol, serta lemak tidak

jenuh pada bekatul juga mampu menurunkan kolesterol, dan kandungan rice bran

sacharida mampu mencegah penyakit kanker (Godber J, Xu Z, Hegsted M,

Walker T, 2002).

Tabel 1. Komposisi Kimia BekatulKomponen Juliano & Bechtel (1985) Luh (1991)Protein (%) 11.3-14.9 12.0-15.6Lemak (%) 15.0-19.7 15.0-19.7

Serat kasar (%) 7.0-11.4 7.0-11.4Karbohidrat (%) 34.1-52.3 34.1-52.3

Abu (%) 6.6-9.9 6.6-9.9Kalsium (mg/g) - 0.3-1.2

Magnesium (mg/g) - 5.0-13.0Fosfor (mg/g) - 11.0-25.0Silika (mg/g) - 5.0-11.0Seng (µg/g) - 43.0-258.0

Thiamin (µg/g) - 12.0-24.0Riboflavin (µg/g) - 1.8-4.0Tokoferol (µg/g) - 149-154

Sumber: (Juliano & Bechtel, 1985) dan (Luh, 1991) dalam Fauziah (2011)

Page 7: PENAMBAHAN TEPUNG BEKATUL DALAM PEMBUATAN KERIPIK SIMULASI

7

Kandungan zat gizi yang dimiliki bekatul yaitu protein 13,11 – 17,19%,

lemak 2,52 – 5,05 %, karbohidrat 67,58 – 72,74 %, dan serat kasar 370,91 -387,3

kalori serta kaya akan vitamin B, terutama vitamin B1 (thiamin). Karbohidrat

yang terdapat pada bekatul berupa selulosa, hemiselulosa, dan pati. Kandungan

pati yang terdapat pada bekatul diperoleh dari bagian endosperma yang terbawa

pada proses penyosohan (Hargrove, 1994).

Kandungan lemak dalam bekatul cukup tinggi. Minyak bekatul

mengandung asam-asam lemak tidak jenuh mencapai 80% (Ciptadi dan Nasution,

1979). Kandungan lemak yang tinggi menyebabkan mudahnya terjadi ketengikan

dalam beberapa jam setelah penggilingan. Ketengikan ini disebabkan karena

hidrolisis oleh enzim lipase pada lapisan biji serta ketengikan oksidatif. Enzim

lipase dapat menghidrolisis lemak menjadi asam lemak dan gliserol.

Kandungan protein dalam bekatul dapat mencapai 15,4% (Houston, 1972).

Protein dedak padi mempunyai asam amino esensial yang lengkap sehingga

mempunyai nilai gizi yang tinggi. Nilai gizi protein dedak ternyata tidak berbeda

jauh dengan nilai gizi protein pada kacang kedelai (Ciptadi dan Nasution, 1979).

Bekatul mempunyai kandungan serat kasar yang tinggi mencapai 20,9%.

Kandungan serat pangan pada bekatul dapat mencapai empat kali lipat serat

kasarnya. Serat pangan sebagian besar terdiri atas karbohidrat antara lain selulosa,

hemiselulosa, pektin, dan lignin. Serat ini tidak dapat dihidrolisa oleh enzim

pencernaan. Bekatul juga mengandung zat anti-gizi dan enzim yang sangat

merugikan. Zat anti-gizi dapat menghambat metabolisme tubuh, sedangkan

keberadaan enzim menyebabkan ketengikan bekatul. Zat anti-gizi di dalam

bekatul meliputi fitin, tripsin inhibitor, dan hemaglutinin. Zat anti-gizi tersebut

Page 8: PENAMBAHAN TEPUNG BEKATUL DALAM PEMBUATAN KERIPIK SIMULASI

8

mempunyai aktivitas yang rendah dan dapat diinaktifkan melalui pemanasan

(Juliano, 1985).

2.2 Tepung Bekatul

Pembuatan produk Keripik dilakukan dengan beberapa tahap, yang

pertama adalah membuat tepung bekatul. Bekatul yang digunakan dibuat tepung

terlebih dahulu dikarenakan bekatul yang langsung diperoleh dari pabrik

penggilingan masih memiliki tekstur yang kasar, sehingga jika dimanfaatkan

secara langsung dapat menurunkan tingkat kesukaan terhadap produk

(Damayanthi, Madanijah & Sofia, 2001). Pembuatan tepung bekatul dilakukan

menggunakan Otoklaf, ayakan 60 mesh, tampah dan kain saring. Saat ini metode

untuk mengatasi kelemahan bekatul tersebut sudah tersedia sehingga dapat

diperoleh tepung bekatul dengan sifat yang tidak mudah tengik (Fauziyah, 2011).

2.2.1 Pembuatan Tepung Bekatul

Proses pembuatan tepung dapat dilakukan dengan dua cara yaitu

penggilingan kering (dry milling) dan penggilingan basah (wet milling).

Penggilingan kering adalah penggilingan dengan dua tahapan yaitu penggilingan

kasar dan halus. Penggilingan dengan metode kering menggunakan alat hammer

mill untuk penggilingan kasar dan disc mill untuk penggilingan halus (Pratama,

2008 dikutip Hartono, 2011).

Penggilingan dengan metode kering menghasilkan rendemen tepung yang

lebih tinggi dibandingkan menggunakan penggilingan basah. Hal ini disebabkan

pada penggilingan basah banyak komponen yang ikut terbuang pada saat

pembersihan dan pencucian.

Page 9: PENAMBAHAN TEPUNG BEKATUL DALAM PEMBUATAN KERIPIK SIMULASI

9

Proses penggilingan basah dilakukan dengan menggunakan penggilingan

batu yang biasa digunakan untuk menggiling kedelai pada pembuatan tahu.

Keuntungan dari proses penggilingan basah adalah kemudahan untuk mencapai

derajat kehalusan yang tinggi, mencegah kenaikan suhu bahan yang terlalu tinggi

dan memperkecil kerugian akibat oksidasi bahan baku.

Penggilingan basah terutama digunakan untuk mendapatkan tepung yang

halus dan biasanya membutuhkan air dalam jumlah besar (Pratama, 2008 dikutip

Hartono, 2011).

Bekatul mempunyai sifat yang tidak menguntungkan yaitu mudah tengik.

Untuk mempeorleh bekatul yang tidak tengik dan sekaligus memperpanjang masa

simpan, maka bekatul harus diawetkan segera setelah diperoleh dari penggilingan

padi. Kondisi teknik pengawetan yang optimal dengan menggunakan otoklaf

dilakukan pada suhu 121oC selama 3 menit dan dilanjutkan dengan pengeringan

menggunakan oven 105oC selama 1 jam (Damayanthi et al., 2003).

Kadar asam lemak bebas di dalam bekatul meningkat dengan cepat dari

1% sampai 3 persen menjadi 12-20 % dalam 24jam , dan meningkat menjadi

33% setelah seminggu setelah seminggu dan mencapai 46% setelah 3 minggu.

Diperkirakan kecepatan pembentukan asam lemak bebas hasil hidrolisis minyak

dalam bekatul mencapai 5-10% perhari dan sekitar 70% dalam sebulan (budijanto,

2010). Kandungan PUFA pada bekatul relatif tinggi sehingga dapat mempercepat

kerusakan bekatul yaitu kerusakan hidrolitik dan kerusakan oksidatif. Bekatul

yang telah mengalami kerusakan oksidatif tidak layak digunakan sebagai bahan

pangan fungsional (Barnes dan Galliard, 1991). Oleh karena itu usaha untuk

memanfaatkan bekatul sebagai bahan pangan harus diawali dengan inaktivasi

Page 10: PENAMBAHAN TEPUNG BEKATUL DALAM PEMBUATAN KERIPIK SIMULASI

10

enzim lipase. Berikut adalah diagram alir proses pengayakan dan penyangraian

bekatul.

Gambar 3. Diagram Alir Proses Pembuatan tepung bekatul(Damayanthi, 2002)

Pembuatan tepung bekatul rendah lemak sedikit berbeda dengan

pembuatan tepung bekatul pada umumnya, hal ini dapat dilakukan dengan

beberapa modifikasi proses misalnya dengan penambahan proses perendaman

bekatul dalam heksan untuk memisahkan bagian bekatul dengan fraksi

minyaknya. Diagram proses pembuatan tepung bekatul rendah lemak dan tepung

bekatul utuh dapat dilihat pada diagram berikut.

Page 11: PENAMBAHAN TEPUNG BEKATUL DALAM PEMBUATAN KERIPIK SIMULASI

11

Gambar 4. Diagram Alir Proses pembuatan Tepung Bekatul Rendah Lemak dan Tepung Bekatul Utuh (Damayanthi, 2002)

2.3 Keripik Simulasi

Keripik merupakan makanan camilan (snack) yang mempunyai daya awet

yang cukup tinggi, rasa yang enak, dan variasi yang banyak sehingga dapat

memenuhi selera konsumen. Keripik biasanya diproses dari bahan baku dalam

Page 12: PENAMBAHAN TEPUNG BEKATUL DALAM PEMBUATAN KERIPIK SIMULASI

12

bentuk irisan melalui proses penjemuran atau tanpa penjumaran, kemudian

digoreng (estiasih, 2010).

Secara umum keripik yang beredar dipasaran terdiri dari dua jenis, yaitu

keripik biasa dan keripik simulasi. Keripik biasa adalah makanan ringan dan

renyah yang dibuat melalui pengupasan dan pembersihan, pengirisan tipis dan

penggorengan. Sedangkan keripik simulasi adalah keripik yang dibuat dengan

tepung dari bahan baku, pengadonan tepung, pembuatan lembaran tipis,

pencetakan lembaran sesuai bentuk yang diinginkan dan penggorengan. Bentuk

keripik simulasi yang dihasilkan beragam dan mempunyai keseragaman yang

tinggi. Seringkali keripik yang dihasilkan pada umumnya memiliki kualitas yang

kurang baik. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk memperbaiki kualitas

keripik (Velzey, 2002)

Menurut Karebet (1999), keripik simulasi mempunyai kelebihan dari segi

keseragaman ukuran, cita rasa maupun dari segi gizi karena pada saat pembuatan

adonan dapat dilakukan penambahan lemak, pati, gula, flavour dan bahan lain

yang dapat meningkatkan kandungan gizi keripik.

Dibandingkan dengan jenis keripik biasa, keripik simulasi mempunyai

beberapa keuntungan, antara lain:

1. Keripik simulasi dapat dicetak dengan bentuk dan ukuran sesuai selera.

2. Bentuk dan ukuran keripik simulasi dapat dibuat seragam

3. Aplikasi bumbu dan pencita rasa lainnya lebih mudah

4. Rendemen hasilnya lebih tinggi.

Kriteria keripik yang baik menurut Astawan (1991) diantaranya: 1)

Rasanya pada umumnya gurih, 2) Aromanya harum, 3)Teksturnya kering dan

Page 13: PENAMBAHAN TEPUNG BEKATUL DALAM PEMBUATAN KERIPIK SIMULASI

13

tidak tengik, 4) Warnanya menarik dan 5) Bentuknya tipis, bulat dan utuh dalam

arti tidak pecah.

2.4 Pembuatan Keripik Simulasi

Pembuatan keripik simulasi dilakukan dengan mensubstitusi tepung terigu

dengan menggunakan tepung bekatul rendah lemak. Hal ini sebagai pertimbangan

apabila tepung bekatul rendah lemak merupakan limbah dari pengolahan minyak

bekatul. Pemanfaatan tepung bekatul rendah lemak diharapkan dapat memberi

nilai tambah dan nilai ekonomis tepung bekatul dan keripik. Berikut merupakan

diagram alir proses pembuatan kripik simulasi menurut matz dan susila.

Gambar 5. Diagram Alir Proses Pembuatan Keripik Simulasi

(Matz, 1984 dan Susila, 1999)

Page 14: PENAMBAHAN TEPUNG BEKATUL DALAM PEMBUATAN KERIPIK SIMULASI

14

III. PENAMBAHAN TEPUNG BEKATUL DALAM PEMBUATAN

KERIPIK SIMULASI

Pembuatan keripik simulasi diawali dengan pembuatan tepung bekatul

rendah lemak dan tepung bekatul utuh. Tepung bekatul yang dihasilkan dianalisis

sifat fisik (densitas kamba, derajat putih dan rendemen). Pengukuran derajat putih

dilakukan dengan whitenees meter, yaitu menggunakan standar lempeng plastik

warna putih yang nilai derajat putihnya sama dengan warna putih asap

pembakaran pita BaSO4. Selanjutnya dilakukan analisis sifat kimia (kadar air, abu,

protein, lemak) (Sulaeman, Anwar & Marliyati, 1995) dan kadar serat pangan

larut, serat pangan tidak larut dan serat pangan total (Asp, Johson, Hallmer &

Siljestron, 1983). Penentuan konsentrasi substitusi tepung bekatul terhadap terigu

dilakukan dengan trial and error. Jumlah tepung bekatul rendah lemak maksimal

yang dapat disubstitusi terhadap tepung terigu adalah 20%, sedangkan tepung

bekatul utuh hanya 10%. Penentuan bats maksimal tersebut mempertimbangkan

sejumlah tepung bekatul yang tidak lagi mampu menyatu dengan adonan.

3.1 Karakteristik Tepung Bekatul

3.1.1 Sifat Fisik Tepung Bekatul

Tepung bekatul rendah lemak mempunyai nilai derajat putih sebesar

47,13%. Hal ini ditunjukkan dengan warna coklat pada tepung bekatul rendah

lemak jauh lebih muda dibandingkan dengan tepung bekatul utuh (43,5%). Nilai

densitas kamba tepung bekatul rendah lemak sebesar 0,48 g/ml sedangkan tepung

bekatul utuh 0,49 g/ml. Untuk memperoleh tepung sehalus terigu maka

dibutuhkan pengayakan dengan mesh yang lebih besar namun rendemen yang

dihasilkan akan semakin berkurang.

Page 15: PENAMBAHAN TEPUNG BEKATUL DALAM PEMBUATAN KERIPIK SIMULASI

15

3.1.2 Sifat Kimia Tepung Bekatul

Hasil analisis kadar air, abu, lemak, protein, serat pangan dan kadar

karbohidrat .

Tabel 2. Hasil Analisis Sifat Kimia Tepung Bekatul dan Pembandingnya

Sifat KimiaSubstitusi Tepung Bekatul Rendah Lemak (%bk)

Tepung Bekatul Tepung bekatul rendah lemak

Tepung Terigu

Air (%bb) 8.09 7.48 9.80Abu 8.72 8.87 0.57Lemak 15.79 2.13 1.09Protein 8.97 10.41 10.31Total Karbohidrat 66.53 70.57 88.03 SP Larut 2.06 3.55 2.49 SP Tidak Larut 15.83 35.51 3.14 SP Total 17.89 39.06 5.63Sumber : Damayanthi, Sofia dan Madanijah (2001)

Tepung bekatul rendah lemak mempunyai kadar air dan kadar lemak lebih

rendah dibandingkan tepung bekaul utuh. Nilai kadar air dan kadar lemak yang

rendah pada tepung bekatul rendah lemak memberikan keuntungan pada masa

simpannya. Rendahnya kadar lemak disebabkan sebagian besar lemak atau

minyaknya sudah diesktrak.

Tepung bekatul rendah lemak mempunyai kadar abu, protein dan

karbohidrat lebih tinggi dibandingkan tepung bekatul utuh. Tingginya kadar abu

dari tepung bekatul juga menunjukkan bahwa tepung bekatul memiliki kandungan

mineral lebih banyak dibandingkan dengan tepung terigu. Fosfor merupakan

komponen terbesar dalam bekatul, kemudian diikuti kalium, magnesium, dan

silikon. Tepung bekatul rendah lemak mempunyai kandungan protein yang tinggi,

maka dapat dijadikan sebagai salah satu bahan pangan sumber protein (luh, 1980).

Hasil analisis juga menunjukkan bahwa tepung bekatul merupakan sumber

serat pangan yang sangat baik. Hal ini ditunjukkan oleh nilai kandungan serat

Page 16: PENAMBAHAN TEPUNG BEKATUL DALAM PEMBUATAN KERIPIK SIMULASI

16

pangan total yang dimiliki tepung bekatul jauh lebih tinggi dibandingkan tepung

terigu. Menurut Babcock (1987), bekatul yang telah dihilangkan lemaknya dapat

digunakan untuk membuat produk tinggi serat dengan peningkatan 35-48%.

Selanjutnya dilakukan pembuatan keripik simulasi menggunakan tepung

yang telah dibuat. Keripik yang dihasilkan dianalisis sifat fisik, kimia dan

organoleptiknya. Sifat fisik yang dianalisis adalah kekerasan, sedangkan sifat

kimia yang dianalisis adalah kadar air, abu, protein, lemak dan serat pangan.

3.2 Karakteristik Keripik Simulasi

3.2.1 Karakteristik Fisik Keripik

Sifat fisik keripik yang dianalisis dalah rendemen dan kekerasan. Keripik

yang disubstitusi tepung bekatul rendah lemak 0%(kontrol), 5%, 10%, 15% dan

20% memiliki rendemen berturut-turut 97.69%, 95.78%, 93.54%, 91.06 dan

89.10%. Nilai keripik yang disubstitusi tepung bekatul rendah lemak cenderung

lebih tinggi di bandingkan kontrol. Terjadinya peningkatan nilai kekerasan keripik

yang disubstitusi diduga disebabkan tingginya kandungan serat tepung bekatul

rendah lemak sehingga menyebabkan keripik yang dihasilkan porositasnya

berkurang dan menjadi lebih besar kerapatannya.

3.2.2 Karakteristik Kimia Keripik

Kadar air keripik simulasi berkisar antara 1.94-2.86%, kadar abu (1.99-

3.01%), lemak (17.04-19.36%) dan protein (5.16-7.96). Kadar air dari keripik

semakin menungkat secara nyata dengan semakin tingginya tingkat substitusi

tepung bekatul rendah lemak. Meningkatnya kadar air keripik diduga karena

penguapan air pada saat penggorengan lebih sedikit daripada keripik kontrol.

Ruang kosong dari air yang menguap tergantikan oleh minyak yang terserap. Hal

Page 17: PENAMBAHAN TEPUNG BEKATUL DALAM PEMBUATAN KERIPIK SIMULASI

17

ini berhubungan dengan sifat daya serap minyak tepung bekatul yang lebih rendah

daripada daya serap tepung terigu (Luh,1980).

Kadar abu keripik simulasi mengalami peningkatan dengan semakin

tingginya tingkat substitusi tepung bekatul rendah lemak. Tingginya kadar abu

pada keripik simulasi yang disubstitusi disebabkan oleh tingginya kadar abu dari

tepung bekatul jika dibandingkan dengan kadar abu tepung terigu.

Kadar lemak dari keripik simulasi yang disubstitusi tepung bekatul rendah

lemak dengan kadar 15- 20% lebih rendah daripada kontrol, sedangkan kadar

lemak pada tingkat substitusi 5 dan 10 % tidak berbeda nyata. Rendahnya kadar

lemak keripik simulasi diduga karena penyerapan minyak pada keripik yang

disubstitusi tepung bekatul rendah lemak lebih sedikit daripada kontrol. Menurut

Varela, Bender dan Morton(1988), Penyerapan minyak dipengaruhi oleh suhu,

lama penggorengan, sifat bahan, luas permukaan dan porositas bahan.Selain itu

juga berhubungan dengan penguapan air selama proses penggorengan. Penguapan

air pada keripik yang disubstitusi lebih sedikit daripada kontrol.

Kadar protein dari keripik yang disubstitusi lebih tinggi daripada kontrol.

Hal ini dikarenakan kadar protein semakin meningkat dengan bertambahnya

tingkat substitusi tepung bekatul rendah lemak.

Kadar Karbohidrat dari keripik yang disubstitusi dengan 20% tepung

bekatul rendah lemak lebih rendah secara nyata dibandingkan semua perlakuan.

Kadar karbohidrat keripik substitusi 15% tidak berbeda nyata dengan keripik

substitusi 5%. Semakin tinggi tingkat substitusi maka kadar karbohidrat akan

mengalami penurunan. Menurunnya kadar karbohidrat keripik yang disubstitusi

Page 18: PENAMBAHAN TEPUNG BEKATUL DALAM PEMBUATAN KERIPIK SIMULASI

18

diduga disebabkan oleh kadar karbohidrat tepung bekatul yang lebih rendah

daripada tepung terigu.

Kadar serat pangan yang dimiliki keripik substitusi tepung bekatul rendah

lemak semakin tinggi dengan meningkatnya tingkat substitusi tepung. Hal ini

diduga disebabkan kadar serat pangan tepung bekatul yang lebih tinggi daripada

tepung terigu.

Tabel 3. Hasil Analisis Sifat Kimia Keripik Simulasi dengan Berbagai Tingkat Substitusi Tepung Bekatul Rendah Lemak

Sifat Kimia Substitusi Tepung Bekatul Rendah Lemak (%bk)0% 5% 10% 15% 20%

Air (%bb) 1,94 2,16 2,40 2,86 2,52Abu 1,99 2,23 2,35 2,80 3,01Lemak 19,36 18,98 18,54 17,04 17,55Protein 5,16 6,05 6,95 7,66 7,96Total Karbohidrat 73,48 72,73 72,16 72,50 71,48

SP Larut 1,20 1,56 2,04 2,51 3,00 SP Tidak Larut 5,26 6,54 7,85 9,22 10,33 SP Total 6,46 8,10 9,89 11,73 13,33Keterangan : SP = Serat Pangan bb = berat basah b = berat kering

3.3 Karakteristik Organoleptik

Hasil uji organoleptik menunjukkan tingkat kesukaan terhadap warna,

aroma, rasa dan kerenyahan keripik simulasi. Presentase kesukaan panelis

terhadap warna berkisar antara 20-96.7%, aroma (70-90%), rasa (50-100%) dan

kerenyahan (53.3-100%). Warna dari keripik kontrol lebih disukai dibandingkan

warna keripik yang disubstitusi. Semakin tinggi tingkat substitusi tepung bekatul

rendah lemak menyebabkan tingkat kesukaan terhadap warna keripik semakin

menurun. Hal ini disebabkan warna asal bekatul yang menyebabkan keripik agak

kecoklatan. Menurut Luh (1980), warna pada dedak bervariasi dari coklat muda

sampai coklat tua. Oleh karena itu penerimaan panelis terhadap warna keripik

yang disubstitusi tepung bekatul rendah lemak cenderung menurun

Page 19: PENAMBAHAN TEPUNG BEKATUL DALAM PEMBUATAN KERIPIK SIMULASI

19

Aroma keripik kontrol lebih disukai daripada keripik yang disubstitusi

tepung bekatul rendah lemak pada tingkat 15%. Hal ini diduga pada tingkat

substitusi 15% memberikan aroma khas bekatul yang kurang disukai oleh panelis.

Rasa dari keripik kontrol lebih disukai daripada keripik yang disubstitusi

dengan tepung bekatul terutama pada tingkat 15% dan 20%. Semakin rendah

tingkat substitusi tepung bekatul rendah lemak menunjukkan tingkat kesukaan

yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan keripik simulasi yang disubstitusi dengan

tepung bekatul rendah lemak memiliki rasa agak pahit dibandingkan keripik

kontrol. Menurut Kalhbrener et al. (1974) dalam luh (1980), sumber utama yang

menyebabkan rasa pahit akibat adanya kerusakan lipid dan protein

(hidroperoksida atau linoleat dan asam linoleat).

Kerenyahan merupakan tekstur yang dinilai berdasarkan kemudahan untuk

digigit dan melibatkan pula panca indera pendengaran. Keripik kontrol

menunjukkan tingkat kerenyahan yang lebih tinggi daripada keripik yang

disubstitusi dengan tepung bekatul rendah lemak. Semakin tinggi tingkat

substitusi menyebabkan kerenyahan keripik semakin menurun. Hal ini sejalan

dengan hasil uji fisik kekerasan keripik.

Berdasarkan hasil analisis sifat fisik, kimia dan organoleptik diketahui

bahwa keripik simulasi dengan substitusi tepung bekatul rendah lemak 10%

merupakan formula keripik simulasi terbaik. Dari hasil tersebut kemudian

dilakukan perbandingan lebih lanjut antara tepung bekatul utuh dengan tepung

bekatul rendah lemak pada tingkat substitusi yang sama, yaitu 10 %.

Sifat fisik yang dianalisis adalah rendemen dan kekerasan keripik.

Rendemen keripik simulasi dengan substitusi tepung bekatul rendah lemak

Page 20: PENAMBAHAN TEPUNG BEKATUL DALAM PEMBUATAN KERIPIK SIMULASI

20

(93.54%) cenderung lebih rendah dibandingkan dengan substitusi tepung bekatul

utuh (95.05%). Kekerasan keripik simulasi dengan tepung bekatul rendah lemak

juga lebih tinggi dibandingkan tepung bekatul utuh. Hal ini diduga disebabkan

oleh kadar serat pangan toatal keripik simulasi dengan substitusi tepung rendah

lemak yang lebih tinggi dibandingkan tepung bekatul utuh.

Sifat kimia yang dianalisis adalah kadar air, abu, protein, karbohidrat dan

lemak yang dihasilkan. Berdasarkan hasil yang diperoleh, kadar air, abu, protein

dan karbohidrat dari keripik yang dihasilkan tidak berbeda nyata antara yang

disubstitusi dengan tepung bekatul rendah lemak dengan tepung bekatul utuh.

Namun terdapat perbedaan kadar lemak yang diduga disebabkan bagian lemak

atau minyak bekatul yang telah diekstrak sebelumnya. Pengujian kadar serat juga

menunjukkan bahwa, kadar serat yang dimiliki keripik dengan substitusi tepung

bekatul rendah lemak lebih tinggi dibandingkan kadar serat tepung bekatul utuh.

Pengujian sifat organoleptik tidak menunjukkan adanya perbedaan yang

signifikan untuk parameter warna, aroma dan rasa dari keripik yang disubstitusi

dengan tepung bekatul rendah lemak dan keripik yang disubstitusi dengan tepung

bekatul utuh. Perbedaannya terletak pada tingkat kesukaan panelis terhadap

kerenyahan keripik. Keripik yang menggunakan tepung bekatul rendah lemak

mempunyai tingkat kerenyahan yang lebih rendah. Menurut Ketaren (1986),

jumlah lemak dalam bahan pangan menentukan mutu produk. Jumlah lemak yang

terlalu banyak menyebabkan produk menjadi lembut, sedangkan jumlah lemak

terlalu sedikit menyebabkan produk menjadi keras.

III. KESIMPULAN

Page 21: PENAMBAHAN TEPUNG BEKATUL DALAM PEMBUATAN KERIPIK SIMULASI

21

Pemanfaatan bekatul memiliki tujuan utama untuk meningkatkan nilai gizi

dari suatu produk, namun hal itu perlu disesuaikan karena adanya peningkatan

persentase bekatul di dalam bahan baku menyebabkan penurunan penerimaan

konsumen baik dari segi warna, rasa, aroma dan tekstur. Dengan persentase yang

tepat, maka dapat diperoleh produk sereal yang memiliki karakteristik gizi tinggi

dan memiliki daya terima yang baik terhadap konsumen .

Berdasarkan hasil analisis sifat fisik, kimia dan organoleptik diketahui

bahwa keripik simulasi dengan substitusi tepung bekatul rendah lemak 10%

merupakan formula keripik simulasi terbaik dengan rendemen sebesar 93.54%,

kekerasan 1.88 Kg/mm, kadar air 2.40%, abu 2.35%, lemak 18.54%, protein

6.95%, karbohidrat 72.16%, serat pangan larut, tidak larut dan total berturut-turut

sebesar 2.04%; 7.85 dan 9.89%. Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa

modus tingkat kesukaan panelis terhadap parameter warna, aroma, rasa dan

kerenyahan berkisar antara biasa dan suka. Persentase kesukaan panelis pada

semua parameter yang diuji pada kisaran lebih dari 70% (73.3-96.7%). Semakin

tinggi tingkat substitusi tepung bekatul rendah lemak pada keripik menyebabkan

sifat organoleptiknya menjadi semakin menurun.