penahanan terhadap tersangka tindak pidanafh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf...

109
PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANA PENCURIAN RINGAN (Implementasi Peraturan Mahkamah Agung Nomor 02 Tahun 2012 terhadap Putusan Pengadilan Negeri Solok Nomor: 03/Daf.Pid.C/2013/PN.Slk) SKRIPSI Oleh: YANUAR ARIFIN E1A009004 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM PURWOKERTO 2014

Upload: tranliem

Post on 21-May-2018

218 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANA

PENCURIAN RINGAN

(Implementasi Peraturan Mahkamah Agung Nomor 02 Tahun 2012 terhadap

Putusan Pengadilan Negeri Solok Nomor: 03/Daf.Pid.C/2013/PN.Slk)

SKRIPSI

Oleh:

YANUAR ARIFIN

E1A009004

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS HUKUM

PURWOKERTO

2014

Page 2: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

ii

PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANA

PENCURIAN RINGAN

(Implementasi Peraturan Mahkamah Agung Nomor 02 Tahun 2012 terhadap

Putusan Pengadilan Negeri Solok Nomor: 03/Daf.Pid.C/2013/PN.Slk)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar

Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman

Oleh :

YANUAR ARIFIN

E1A009004

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS HUKUM

PURWOKERTO

2014

Page 3: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

iii

HALAMAN PENGESAHAN

PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANA

PENCURIAN RINGAN

(Implementasi Peraturan Mahkamah Agung Nomor 02 Tahun 2012 terhadap

Putusan Pengadilan Negeri Solok Nomor: 03/Daf.Pid.C/2013/PN.Slk)

Oleh :

YANUAR ARIFIN

NIM. E1A009004

Untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Hukum pada

Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman

Isi dan Format telah diterima dan disetujui pada tanggal 24 Februari 2014

Para Penguji/Pembimbing

Penguji I Penguji II Penguji III

Pembimbing I Pembimbing II

Handri Wirastuti Sawitri, S.H., M.H Pranoto, S.H.,M.H. Dr. Hibnu Nugroho, S.H., M.H

NIP. 19581019 198702 2 001 NIP. 19540305 198601 1 001 NIP. 19640724 199002 1 001

Page 4: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

iv

SURAT PERNYATAAN

Saya, yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : YANUAR ARIFIN

NIM : E1A009004

Menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul:

PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANA

PENCURIAN RINGAN

(Implementasi Peraturan Mahkamah Agung Nomor 02 Tahun 2012 terhadap

Putusan Pengadilan Negeri Solok Nomor: 03/Daf.Pid.C/2013/PN.Slk)

Yang saya buat ini adalah betul-betul hasil karya sendiri, tidak menjiplak hasil

karya orang lain, maupun dibuatkan orang lain.

Apabila dikemudian hari ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran

sebagaimana tersebut diatas, maka saya bersedia dikenakan sanksi apapun dari

Fakultas, termasuk pencabutan gelar Sarjana Hukum (SH.) yang saya sandang.

Purwokerto, 24 Februari 2014

YANUAR ARIFIN

NIM. E1A009004

Page 5: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

v

ABSTRAK

PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANA

PENCURIAN RINGAN

(Implementasi Peraturan Mahkamah Agung Nomor 02 Tahun 2012 terhadap

Putusan Pengadilan Negeri Solok Nomor: 03/Daf.Pid.C/2013/PN.Slk)

Oleh:

YANUAR ARIFIN

E1A009004

Penahanan terhadap tersangka dalam tindak pidana pencurian ringan

dalam putusan Pengadilan Negeri Solok Nomor : 03/Daf.Pid.C/2013/PN.Slk,

merupakan pelanggaran terhadap Peraturan Mahkamah Agung Nomor 02 Tahun

2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

dalam KUHP. Perkara-perkara pencurian yang tergolong ringan seharusnya

masuk dalam kategori tindak pidana ringan yang mana seharusnya lebih tepat

didakwa dengan Pasal 364 KUHP dan harusnya tidak dikenakan penahanan.

Melalui penelitian yuridis normative dengan pendekatan perundang-undangan,

penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penahanan terhadap tersangka tindak

pidana pencurian ringan implementasi Perma No.02 Tahun 2012 dalam Putusan

Nomor: 03/Daf.Pid.C/2013/PN.Slk.

Berdasarkan penelitian diketahui bahwa Sesuai Putusan Nomor:

03/Daf.Pid.C/2013/PN.Slk, dengan adanya Peraturan Mahkamah Agung Nomor

02 Tahun 2012, Pencurian Ringan dengan pidana penjara paling lama tiga bulan,

tidak bias dikenakan penahanan karena prosedur penahanan Tersangka H tidak

sesuai dengan alas an obyektif penahanan yaitu Pasal 21 ayat (4) KUHAP. Akibat

hokum dalam Putusan Nomor: 03/Daf.Pid.C/2013/PN.Slk penahanan yang

dilakukan terhadap tersangka H dalam tindak pidana pencurian ringan terkait

PERMA Nomor 02 Tahun 2012 secara yuridis normative menyalahi aturan

PERMA Nomor 02 Tahun 2012 walaupun memang Perma tersebut tidak

mengatur sanksinya.

Kata kunci: Penahanan, Pencurianringan, Perma No. 02 / 2012.

Page 6: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

vi

ABSTRACT

THE DETENTION OF SUSPECT IN A CRIMINAL OF LIGHT ROBBERY

OFFENSE

(implementation of Supreme Court Regulation no.02 2012 in a verdict number:

03 / daf.pid.c / 2013 / pn.slk)

By :

YANUAR ARIFIN

E1A009004

The detention of suspects in a criminal of Light Robberyoffense in a

verdict of the district court solok number: 03 / daf.pid.c / 2013 / pn.slk, is

violation of Supreme Court Regulation 02/2012 about the adjustment of the limits

Light Robbery and the amount of fines in KUHP. Larceny appertain a very mild

supposed to be included in the category of mild criminal act which should be

more precise charged with article 364 KUHP and should not subject to detention.

Through research juridical normative with the approach of legislation, research

is aimed to know the detention of suspects a criminal Light Robbery the

implementation of Supreme Court Regulation no.02 2012 in a verdict number: 03

/ daf.pid.c / 2013 / pn.slk.

Based on research, known that the appropriate the award number: 03 /

daf.pid.c / 2013 / pn.slk, with this Supreme Court Regulation No. 02 2012, Light

Robbery with an imprisonment of no longer than three months can't worn

detention because the procedure of the detention of suspects dd not conforming to

reason objective detention namely article 21 paragraph ( 4 ) kuhap. As a result of

law in a verdict number: 03 / daf.pid.c / 2013 / pn.slk detention of suspects in a

criminal H in a criminal of Light Robbery of Supreme Court Regulation No. 02

2012 in a juridical manner normative violating the rules of Supreme Court

Regulation No. 02 2012 although indeed Supreme Court Regulation does not

regulate the sanction.

Keyword: Detention, Light Robbery, Supreme Court Regulation 02/2012.

Page 7: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

vii

PERSEMBAHAN

1. Sri Mayani, S.H., selaku pembing akademik saya yang pertama sebelum

beliau pensiun yang selalu memberikan arahan dalam mengambil mata

kuliah dan juga nasehat-nasehatnya yang selalu saya ingat;

2. Hj Krisnhoe Kartika, S.H., M.H, selaku dosen pembimbing akademik

yang menggantikan Sri Mayani, S,H., memotivasi saya dalam

penyeleseian skripsi ini;

3. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman yang

telah memberikan banyak ilmu kepada penulis selama mengikuti kuliah;

4. Seluruh staf karyawan Fakultas HukumUniversitas Jenderal Soedirman

yang telah banyak membantu dalam proses menuju kelulusan;

5. Seluruh keluarga saya, adik saya Rifqi Aziz dan Nadia Ainun Lutfiah

yang selalu mendoakan saya;

6. Teman-teman penulis, yang memberikan do’a dan semangat kepada

penulis teman spesial saya Dyah Puspito Nagri, Denisa, Rifai, Amar,

Febri S.H, Redo, Aji, Johan, Awan, Rizal, Danang, Krisna, Yoyo, Adji,

Rudi, Fajar;

7. Teman-teman tim futsal Dragonfly dan blackpride, Vivin R, S.H.,

DhianS.H, Asep, Wahyu, Deby, Bangi, Aga, Wahib, Arbi, Dana, Dani,

Dodi, Irfan, Hendri yang memberikan do’a dan semangat kepada penulis;

8. Teman-teman KKN POSDAYA, Billa, Hegar, Noy, Tian, Budi, Aya,

Ayin;

9. Semua teman-teman angkatan 2009 dan pihak-pihak lain yang tidak dapat

penulis sebutkan satu persatu.

Page 8: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

viii

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan

judul: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANA

PENCURIAN RINGAN(Implementasi Peraturan Mahkamah Agung Nomor

02 Tahun 2012 terhadap Putusan Pengadilan Negeri Solok Nomor:

03/Daf.Pid.C/2013/PN.Slk). Skripsi ini disusun sebagai salah satu persyaratan

untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas

Jenderal Soedirman.

Dalam proses penulisan ini, penulis banyak menerima bantuan dari

berbagai pihak secara langsung ataupun tidak langsung. Oleh karena itu, dalam

kesempatan ini penulis akan menyampaikan ucapan terimakasih dan penghargaan

yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Dr. Angkasa, S.H.,M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

Jenderal Soedirman;

2. Sanyoto, S.H.,M.Hum., selaku Kepala Bagian Hukum Acara;

3. Handri Wirastuti Sawitri, S.H.,M.H., selaku Pembimbing Skripsi I yang

memberikan motivasi, arahan, dan bimbingan sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini;

4. Pranoto, S.H.,M.H., selaku Pembimbing Skripsi II yang telah memberikan

arahan dan bimbingan dengan penuh kesabaran sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini;

5. Dr. HibnuNugroho, S.H., M.H.,selaku Dosen Penguji Skripsi yang

memberi masukan dan bimbingan bagi kesempurnaan skripsi penulis dan

Page 9: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

ix

kuliahannya yang membuat saya termotivasi untuk menjadi lebih mngerti

perkembangan hukum;

6. Kedua orang tuatercinta,H. Bachrudin (Alm) dan Hj. Fadilah yang tidak

pernah habis memberikan doa, kasih sayang, pengorbanan, dorongan dan

semangat dari kecil hingga dewasa dan sepanjang penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa penulisan skripsi ini masih jauh

dari sempurna, mengingat keterbatasan pengetahuan, waktu dan terbatasnya

literatur. Namun dengan segala kerendahan hati penulis mohon maaf sekaligus

sumbang saran maupun kritik konstruktif yang sifatnya membangun sangat

penulis harapkan. Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini ada manfaatnya

bagi kita semua.

Purwokerto, 24 Februari 2014

Penulis

Page 10: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

x

HALAMAN MOTTO

“Barangsiapa bersungguh-sungguh, sesungguhnya kesungguhannya

itu adalah untuk dirinya sendiri.”(QS Al-Ankabut [29]: 6)

“ Seorang takkan menjadi sukses tanpa cobaan yang berat, jadi

percaya saya pada rencana Allah SWT dan lakukan yang terbaik untuk

mencapai sukses. ”

(Yanuar Arifin)

Page 11: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN

HALAMAN JUDUL ..................................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ...................................................... iii

SURAT PERNYATAAN ............................................................ iv

ABSTRAK ................................................................................... v

ABSTRACT ................................................................................. vi

PERSEMBAHAN ...................................................................... ..... vii

PRAKATA ................................................................................... viii

HALAMAN MOTTO .................................................................. x

DAFTAR ISI ................................................................................. xi

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ........................................................... 1

B. Perumusan Masalah .................................................... 5

C. Tujuan Penelitian........................................................ 5

D. Kegunaan Penelitian ................................................... 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian, Tujuan dan Asas Hukum Acara Pidana

1. Pengertian Hukum Acara Pidana ......................... 8

2. Tujuandan Fungsi Hukum AcaraPidana ............... 10

3. Asas-asas Hukum Acara Pidana ........................... 13

B. Pengertian, Tujuan, dan Dasar Penahanan

Page 12: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

xii

1. Pengertian dan Tujuan Penahanan........................ 27

2. Dasar dan Alasan Penahanan................... ............ 29

C. Tindak Pidana Pencurian Ringan

1. Pengertian Tindak Pidana Pencurian Ringan dan

Bentuk Acara Pemeriksaannya.......................... ... 31

2. Sanksi dan Denda Tindak Pidana Pencurian

Ringan............................................................... ... 37

D. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 02 Tahun 2012

(Perma No. 02 Tahun 2012)

1. LatarBelakangPermaNo. 02 Tahun 2012 .............. 38

2. Perspektif PenerarpanPerma No. 02 Tahun 2012

Dalam Tindak Pidana Pencurian Ringan dan

Ketentuan Jumlah Denda dalam Tindak Pidana

Pencurian Ringan................................................. 40

3. Ketentuan Jumlah Denda Dalam Tindak Pidana

Pencurian Ringan Menurut Perma

Nomor 02 Tahun 2012...................................... 43

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Pendekatan..................................................... 45

B. Spesifikasi Penelitian .................................................. 45

C. Sumber Data Sekunder .............................................. 45

D. Metode Pengumpulan Data ........................................ 47

E. Metode Penyajian Data .............................................. 47

Page 13: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

xiii

F. Metode Analisa Data ................................................. 47

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian .......................................................... 49

B. Pembahasan ................................................................ 71

BAB V. PENUTUP

A. Simpulan .................................................................... 92

B. Saran ......................................................................... 92

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................

Page 14: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah negara hukum seperti yang tercantum dalam Pasal 1 ayat

(3) Undang-Undang Dasar 1945 yang bahwa Negara Kesatuan Republik

Indonesia berdasarkan atas hukum, tidak berdasarkan kekuasaan belaka. Hal ini

berarti setiap kegiatan berbangsa dan bernegara harus berdasarkan atas hukum

yang berlaku, yaitu hukum positif dan juga hukum tidak tertulisnya. Termasuk

dalam kegiatan penegakan hukum, penegakan hukum itu sendiri berfungsi sebagai

perlindungan kepentingan manusia agar terlindungi, maka hukum harus

dilaksanakan.

Dalam penegakkan hukum terdapat berbagai hukum yang harus ditegakkan

yaitu hukum pidana, hukum perdata, hukum tata negara pada garis besarnya dan

berbagai hukum yang tidak tertulis. Mengenai bidang hukum pidana dibagi atas

hukum pidana materil dan hukum pidana formil. Hukum pidana materil sering

disebut hukum pidana dan hukum pidana formil sering disebut sebagai hukum

acara pidana, dapat dikatakan bahwa hukum pidana formil atau hukum acara

pidana merupakan peraturan tentang hukum pidana (materil) itu ditegakkan atau

diacarakan. Hal tersebut sesuai dengan pedoman pelaksanaan KUHAP adalah :

“Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan

atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, ialah kebenaran yang

selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapakan

ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat, dengan tujuan untuk

mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan pelanggaran

hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan

Page 15: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

2

guna menentukan apakah terbukti bahwa bahwa suatu tindak pidana telah

dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan. 1”

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana maka sangatlah erat dengan

hukum pidana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Wirjono

Prodjodikoro2 berpendapat bahwa :

“Hukum acara pidana berhubungan erat dengan adanya hukum pidana,

maka dari itu merupakan suatu rangkaian peraturan – peraturan yang

memuat cara bagaimana badan – badan pemerintah yang berkuasa, yaitu

Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan harus bertindak guna mencapai

tujuan Negara dengan menegakkan hukum pidana.”

Hukum acara pidana diatur dan dikodifikasikan dalam Kitab Undang-

Undang Hukum Acara Pidana. Walau dalam perkembangannya Undang-Undang

Hukum Acara Pidana tertinggal oleh perkembangan yang terjadi dalam kehidupan

di masyarakat tetapi masih tetap digunakan sampai sekarang.

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang

mengatur mengenai apa yang disebut dengan penyelidikan, penyidikan,

penangkapan, penyitaan, penggeledahan, penahanan, penuntutan, praperadilan,

pemeriksaan di pengadilan, putusan pengadilan, upaya hukum dan lain-lain, yang

mana hal-hal tersebut terdapat dalam Pasal 1 KUHAP. Peneliti tertarik mengenai

masalah upaya paksa penahanan yang diatur di dalam Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

mengatur mengenai upaya paksa dan ditinjau dari standar universal maupun

dalam KUHAP, tindakan upaya paksa merupakan perampasan HAM atau hak

1 Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2004, hlm. 6. 2 http://typinggugunggunawan.blogspot.com/2012/03/pengertian-dan-sistem-hukum-

acara.html, diakses pada tanggal 13 September 2013

Page 16: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

3

privasi perseorangan (personel privacy right) yang dilakukan penguasa (aparat

penegak hukum) dalam melaksanakan fungsi peradilan pidana (criminal justice

system), yang dapat diklasifikasikan meliputi:

1. Penangkapan (arrest)

2. Penahanan(detention)

3. Penggeledahan (searching),dan

4. Penyitaan; perampasan, pemblesahan (Seizure)

Menurut Yahya Harahap3 penerapan upaya paksa yang dikemukakan di

atas, diatur dalam dua sistem dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana:

1. Mengenai tindakan upaya paksa yang berkenaan dengan penangkapan

(Pasal 16 KUHAP) dan penahanan (Pasal 20 dan seterusnya, KUHAP);

merupakan kewenangan inheren dari setiap aparat penegak hukum

berdasar diferensiasi fungsional secara instansional tanpa campur tangan

(intervensi) atau bantuan dari aparat penegak hukum lain,

2. Sebaliknya, mengenai upaya paksa penggeledahan (Pasal 32 KUHAP) dan

penyitaan (Pasal 38 KUHAP), memerlukan izin Ketua Pengadilan Negeri

setempat.

Sesuai penjelasan diatas upaya paksa merupakan kewenangan inheren

aparat penegak hukum tanpa campur tangan pihak lain. Kenyataannya upaya

paksa dilakukan karena ada intervensi dari pers yang begitu kuat maupun tuntutan

masyarakat yang begitu tinggi sehingga membuat para penegak hukum

melakukan upaya paksa.

Penulis membahas mengenai upaya paksa penahanan, upaya paksa

penahanan memang erat hubungannya dengan HAM. HAM adalah suatu hak

3Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Jakarta, Sinar

Grafika, 2000, Hlm. 6-7.

Page 17: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

4

melekat secara kodrati pada hidup manusia, dan apanila HAM itu tidak ada, tidak

akan bisa sebagai manusia.4.

“ Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu

oleh penyidik, atau penuntut atau hakim dengan penetapannya, dalam hal

serta menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang ini (Pasal 1 Butir 21

KUHAP)“.

Definisi penahanan, Andi Hamzah5 berpendapat bahwa:

“ Penahanan merupakan salah satu bentuk perampasan kemerdekaan

bergerak seseorang. Jadi, di sini terdapat pertentangan dua asas, yaitu hak

bergerak seseorang yang merupakan hak asasi manusia yang harus

dihormati di satu pihak dan kepentingan banyak atau masyarakat dari

perbuatan jahat tersangka. Di sinilah letak keistimewaanya hukum acara

pidana itu. Ia mempunyai ketentuan-ketentuan yang menyingkirkan asas-

asas yang diakui secara universal yaitu hak-hak asasi manusia khususnya

hak kebebasan seseorang karena dilakukan upaya paksa penahanan. Oleh

karena itu, penahanan dilakukan jika perlu sekali. Kekeliruan dalam

penahanan dapat mengakibatkan hal-hal fatal bagi penahanan. “

Penahanan yang penulis bahas mengenai penahanan terhadap tersangka

tindak pidana pencurian ringan, yang dirasa mengusik rasa kemanfaatan suatu

penahanan. Berkaitan dengan penegakan hukum dalam sistem peradilan pidana,

Mahkamah Agung sebagai badan pelaksana kekuasaan kehakiman telah

mengeluarkan sebuah produk hukum yaitu Peraturan Mahkamah Agung Nomor

02 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan jumlah

denda dalam KUHP. Dengan peraturan tersebut, memberi kesempatan bagi para

penegak hukum untuk memproses pelaku kejahatan secara proporsional tanpa

harus mengorbankan keadilan dan kemanfaatan dalam hukum.

Pada intinya penyesuaian batasan tindak pidana ringan dan jumlah denda

dalam KUHP adalah menaikkan batasan denda tindak pidana ringan menjadi Rp

4 Kunarto, HAM dan POLRI, Jakarta, Pt. Cipta Manunggal, 1997, Hlm 9. 5Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana.Jakarta, Sinar Grafika, 2008, hlm.129.

Page 18: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

5

2.500.000,- sehingga dalam perkara Pencurian, Penipuan, Penggelapan,

Penadahan yang nilai barang atau uangnya tidak melebihi nominal tersebut maka

Penegak hukum dari mulai penyidik polisi sampai pada hakim Ketua Pengadilan

tidak menetapkan penahanan pada tersangka karena termasuk tindak pidana

ringan dengan pidana penjara paling lama 3 bulan, diharapkan juga tidak ada lagi

penyeleseian perkara yang mengusik hati nurani dapat memenuhi rasa keadilan

masyarakat. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 02 Tahun 2012 tersebut

diharapkan mampu menampung aspirasi masyarakat dalam kaitannya dengan

penegakan hukum yang memperhatikan unsur kemanfaatan dan keadilan hukum

demi terciptanya hukum yang berkeadilan.

Sesuai putusan Pengadilan Negeri Solok Nomor: 03/Daf.Pid.C/2013/PN.Slk

terdakwa H yang melakukan tindak pidana pencurian ringan yang di atur dalam

Pasal 364 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman pidana

paling lama tiga bulan penjara dan batasannya yang sekarang sudah diatur dalam

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 02 Tahun 2012, dalam prosesnya tersangka

H dikenakan upaya paksa penahanan walaupun penahanan yang dilakukan oleh

penyidik disini tidak memenuhi syarat obyektif penahanan yang tercantum dalam

Pasal 21 ayat 4 KUHAP, bahwa tindak pidana yang boleh dilakukan penahanan

oleh penyidik adalah tindak pidana yang diancam pidana penjara lima tahun atau

lebih, penahanan tersangka H juga tidak sesuai dengan Peraturan Mahkamah

Agung Nomor 02 Tahun 2012. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengadakan

penelitian dengan judul : PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA

TINDAK PIDANA PENCURIAN RINGAN (Implementasi Peraturan

Page 19: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

6

Mahkamah Agung Nomor 02 Tahun 2012 terhadap Putusan Pengadilan

Negeri Solok Nomor: 03/Daf.Pid.C/2013/PN.Slk ).

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan dalam pendahuluan, maka

disusunlah perumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah prosedur penahanan oleh penyidik terhadap tersangka dalam

Putusan Nomor: 03/Daf.Pid.C/2013/PN.Slk ?

2. Bagaimanakah akibat hukum penahanan terhadap tersangka dalam Putusan

Nomor: 03/Daf.Pid.C/2013/PN.Slk terkait PERMA No 02 tahun 2012 ?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui dan menganalisa prosedur penahanan oleh penyidik terhadap

tersangka dalam Putusan Nomor: 03/Daf.Pid.C/2013/PN.Slk.

2. Mengetahui dan menganalisa akibat hukum penahanan terhadap terhadap

tersangka dalam Putusan Nomor: 03/Daf.Pid.C/2013/PN.Slk terkait PERMA

No 02 tahun 2012.

D. Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan Teoritis

Diharapkan penelitian ini akan memberikan sumbangan pemikiran dan juga

pengetahuan bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu

hukum pada khususnya terutama hukum acara pidana. Serta tambahan referensi

dalam penanganan kasus pencurian ringan setelah adanya Perma Nomor 02 Tahun

2012.

2. Kegunaan Praktis

Page 20: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

7

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembaca

dan bagi mereka yang berminat dibidang hukum.

Page 21: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian, Tujuan dan Asas Hukum Acara Pidana

1. Pengertian Hukum Acara Pidana

Hukum pidana diklasifikasikan menjadi dua cabang utama, yaitu

hukum pidana materil (Hukum Pidana) dan hukum pidana formil (Hukum

Acara Pidana). Hukum pidana materil merupakan hukum yang memuat

petunjuk dan uraian tentang delik, peraturan tentang syarat-syarat dapat

dipidananya sesuatu perbuatan, serta petunjuk tindak pidananya.

Sedangkan hukum pidana formil dinamakan dengan hukum acara pidana

yang merupakan aturan-aturan mengenai hal-hal apa saja yang harus

dilakukan oleh aparat penegak hukum dan pihak-pihak lain yang terlibat

didalamnya, dalam hal persangkaan bahwa hukum pidana telah dilanggar.

Hukum acara pidana berhubungan erat dengan adanya hukum pidana,

maka dari itu merupakan suatu rangkaian peraturan yang memuat cara

bagaimana badan-badan pemerintah berkuasa, yaitu kepolisian, kejaksaan,

dan pengadilan harus bertindak guna mencapai tujuan negara dengan

mengadakan hukum pidana.6

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak

memberikan definisi mengenai apa yang dimaksud dengan hukum acara

pidana, tetapi KUHAP mengatur mengenai apa yang disebut dengan

6 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Pidana di Indonesia, Sumur bandung, Bandung,

1980, hlm. 13.

Page 22: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

9

penyelidikan, penyidikan, penangkapan, penyitaan, penggeledahan,

penahanan, penuntutan, praperadilan, pemeriksaan di pengadilan,

putusan pengadilan, upaya hukum dan lain-lain, yang mana hal-hal

tersebut terdapat dalam Pasal 1 KUHAP. Untuk mengetahui definisi

mengenai apa yang disebut dengan hukum acara pidana, maka

didasarkan pada pendapat (doktrin) dari para sarjana. Dibawah ini

disajikanbeberapa definisi mengenai hukum acara pidana menurut para

sarjana, diantaranya sebagai berikut :

a. Van Bemmelen7

“Kumpulan ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur bagaimana

cara negara, bila dihadapkan suatu kejadian yang menimbulkan

syak wasangka telah terjadi suatu pelanggaran hukum pidana,

dengan perantaraan alat-alatnya mencari kebenaran, menetapkan

dimuka hakim suatu keputusan mengenai perbuatan yang

didakwakan, bagaimana hakim harus memutuskan suatu hal yang

telah terbukti, dan bagaimana keputusan itu harus dijalankan. ”

b. Suryono Sutarto8

Secara singkat hukum acara pidana dapat dirumuskan sebagai aturan-

aturan tentang tata cara penyelenggaraan peradilan pidana.

c. Wirjono Prodjodikoro9

“ Hukum acara pidana berkaitan erat dengan adanya hukum pidana,

maka dari itu merupakan suatu rangkaian peraturan yang memuat

cara bagaimana badan-badan pemerintahan yang berkuasa yaitu

kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan harus bertindak guna

mencapai tujuan negara dengan mengadakan hukum pidana. ”

7 Jupri, Pengertian Hukum Acara Pidana. http://www.negarahukum.com/, diakses tanggal

1 Oktober 2013 pukul 22.00 WIB. 8 Suryono Sutarto, Sari Hukum Acara Pidana I, Yayasan Cendekia Purna Dharma,

Semarang, 1987, hlm. 5. 9 Wirjono Prodjodikoro, Loc.Cit, hlm.15.

Page 23: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

10

Inti dari berbagai doktrin di atas, bahwa hukum acara pidana

memberikan petunjuk kepada aparat penegak hukum bagaimana prosedur

untuk mempertahankan hukum pidana materil, bila ada seseorang atau

sekelompok orang yang disangka/dituduh melanggar hukum pidana, aparat

penegak hukum diberikan batasan-batasan dalam menggunakan

kewenangannya agar tidak sewenang-wenang dalam tindakannya. Hukum

acara pidana sebagaimana yang termuat dalam KUHAP merupakan suatu

peraturan tentang bagaimana aparat penegak hukum yakni : Polisi, Jaksa,

Hakim, dan Advokat menjalankan kewenangannya untuk menegakan

hukum pidana materil guna mendapatkan kebenaran materiil, yaitu

kebenaran yang selengkapnya tanpa mengorbankan hak-hak Tersangka /

Terdakwa dalam prosesnya.

2. Tujuan dan Fungsi Hukum Acara Pidana.

Tujuan Hukum Acara Pidana sangat erat hubungannya dengan

tujuan Hukum Pidana, yaitu menciptakan kemanfaatan, keadilan, dan

kepastian hukum di masyarakat.10

Hukum pidana memuat tentang rincian

yang termasuk perbuatan pidana, pelaku perbuatan pidana yang dapat

dihukum dan macam-macam hukuman yang dapat dijatuhkan kepada

pelanggar hukum pidana. Sebaliknya Hukum Acara Pidana mengatur

bagaimana proses yang harus dilalui oleh aparat penegak hukum dalam

rangka mempertahankan hukum pidana materil terhadap pelanggarnya

10

Sudikno Mertokusumo, MENGENAL HUKUM SUATU PENGANTAR, Yogyakarta,

Liberty, 2007, Hlm.160

Page 24: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

11

guna mencari kebenaran yang sebenar-benarnya. Hal tersebut sesuai

dengan pedoman pelaksanaan KUHAP :

“ Tujuan dari hukum acara pidana ialah untuk mencari dan

mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil,

ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara

pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara

jujur dan tepat, dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang

dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum dan

selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan

guna menemukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah

dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat

dipersalahkan.11

Tujuan hukum acara pidana mencari dan menemukan kebenaran

materiil itu hanya merupakan tujuan antara, tujuan akhir sebenarnya

menurut Andi Hamzah ialah mencapai suatu ketertiban, ketenteraman,

kedamaian, keadilan, dan kesejahteraan dalam masyarakat.12

Beberapa

sarjana mempunyai pendapat mengenai tujuan hukum acara pidana,

diantaranya sebagai berikut:

a. Van Bemmelen13

mengemukakan adanya tiga fungsi hukum acara

pidana, yaitu sebagai berikut :

1. Mencari kebenaran materil;

2. Pemberian keputusan oleh hakim;

3. Pelaksanaan keputusan.

b. Bambang Poernomo14

11 Wirjono Prodjodikoro, Loc. Cit, hlm. 8. 12

Andi Hamzah, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta, Ghalia

Indonesia, 1985, hlm 9. 13 J.M van Bemmelen. Strafvordering. hlm. 1-2. 14 Bambang Poernomo, Orientasi Hukum Pidana Indonesia, Amarta, Yogyakarta, 1993,

hlm. 28-29.

Page 25: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

12

“ Tujuan hukum acara pidana mempunyai kesamaan dengan tujuan

ilmu hukum dengan sifat kekhususan yaitu mempelajari hukum

mengenai tatanan penyelenggaraan proses perkara pidana dengan

memperhatikan perlindungan masyarakat serta menjamin hak asasi

dan mengatur susunan serta wewenang alat perlengkapan negara,

penegak hukum untuk mencapai kedamaian dalam kehidupan

bermasyarakat. Didalam perkembangan keilmuan-keilmuan hukum

acara pidana tidak hanya sekedar menemukan kebenaran dan keadilan

didalam hukum, akan tetapi kemampuannya harus sampai kepada

segala aspek yang terkandung dalam nilai-nilai kebenaran dan

keadilan yang bersangkutan. Aspek-aspek kebenaran dan keadilan

tersebut harus menyentuh hukum untuk kemanusiaan atau hukum

berperikemanusiaan, sebagai suatu perkembangan hukum acara

pidana yang mudah diucapkan tetapi tidak mudah untuk dilaksanakan

dengan baik. oleh karena itu ada sementara pendapat ahli hukum

bahwa hukum acara pidana itu benar akan tetapi ditinjau dari seluruh

aspek kebenaran dan keadilan hukum, pernyataan tersebut kurang

tepat, sebab hak asasi manusia menjadi salah satu aspek saja dalam

hukum.”

c. Andi Hamzah15

“ Hukum Acara Pidana bertujuan untuk mencari, dan mendapatkan

atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, ialah kebenaran

yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan

menerapkan hukum pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan untuk

mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukansuatu

pelanggaran hukum, selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan

dari peradilan guna menemukan apakah terbukti bahwa suatu tindak

pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat

dipersalahkan. ”

d. Wirjono Prodjodikoro16

1) Untuk menakut-nakuti orang jangan sampai melakukan kejahatan,

baik secara menakut-nakuti orang banyak maupun menakut-nakuti

orang tertentu yang sudah menjalankan kejahatan, agar dikemudian

hari tidak melakukan kejahatan lagi ; atau

2) Untuk mendidik atau memperbaiki orang-orang yang sudah

menandakan suka melakukan kejahatan agar menjadi orang yang

baik tabiatnya sehingga bermanfaat bagi masyarakat;

15Andi Hamzah, Loc.Cit, hlm. 8. 16 Wirjono Prodjodikoro, Loc.Cit, hlm. 19.

Page 26: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

13

3) Untuk mencapai tujuan tersebut, proses pemeriksaan perkara

pidana tertuang dalam KUHAP terbagi dalam empat proses atau

tahap, yaitu :

a) Proses penyidikan;

b) Proses penuntutan;

c) Proses pemeriksaan di sidang pengadilan; dan

d) Proses pelaksanaan putusan pengadilan.

Berdasarkan pendapat para sarjana diatas maka tujuan hukum acara

pidana ialah mencari dan mendapatkan kebenaran sebagaimana

ditegaskan dalam pedoman pelaksanaan KUHAP.Itinya acara pidana

sebenarnya hanya membuktikan persesuaian antara keyakinan hakim

dengan kebenaran sejati sekaligus sebagai aturan yang membatasi

tindakan aparat penegak hukum dalam setiap proses pemeriksaan

terhadap tersangka dan atau terdakwa.

3. Asas-asas Hukum Acara Pidana

Asas-asas hukum bukanlah aturan hukum melainkan suatu bingkai

dari sebuah aturan hukum. Asas-asas hukum harus ada dalam setiap

aturan hokum, jika asas-asas hukum tidak ada dalam sebuah aturan

hukum maka aturan tersebut tidak dapat dimengerti. Hal tersebut yang

dikatakan oleh Hibnu Nugroho17

, bahwa :

“ asas hukum bukanlah hukum, namun hukum tidak akan

dimengerti tanpa asas-asas tersebut. Asas-asas hukum tidak begitu

gamblang dijelaskan oleh suatu paraturan perundang-undangan

tetapi tersirat dalam aturan-aturan hukum. Asas hukum bersifat

umum oleh karena itu harus dituangkan dalam aturan hukumnya

agar dapat diterapkan. ”

17 Hibnu Nugroho, Intregralisasi Penyidikan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia, Media

Prima Aksara. Jakarta, 2012, hlm.33.

Page 27: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

14

Asas - asas hukum acara pidana menjadi tolak ukur tindakan para

penegak hukum agar tidak bertindak sewenang-wenang, sehingga tidak

merugikan hak tersangka dan / atau terdakwa dalam proses pemeriksaan

perkara di tingkat,penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di

pengadilan, sampai pelaksanaan putusan pengadilan yang telah

berkekuatan hukum tetap. Hal tersebut sesuai dengan pendapat M. Yahya

Harahap18

, bahwa :

“ KUHAP dilandasi oleh asas atau prinsip hukum, hal tersebut

diartikan sebagai dasar patokan hukum sekalius tonggak pedoman

bagi instansi jajaran aparat penegak hukum dalam menerapkan

pasal-pasal KUHAP. Mengenai hal tersebut, bukan hanya kepada

aparat penagak hukum saja, asas atau prinsip yang dimaksud

menjadi patokan dan landasan, tetapi juga bagi setiap anggota

masyarakat yang terlibat dan berkepentingan atas pelaksanaan

tindakan yang menyangkut KUHAP. ”

Hukum acara pidana juga memiliki asas-asas hukum acara pidana

agar hukum acara pidana dapat dipahami. Asas-asas hukum acara pidana

yaitu:

a. Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

Asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan dalam

KUHAP merupakan penjabaran Undang-Undang Nomor 48 Tahun

2009 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman yang tercantum

dalam Pasal 4 ayat (2), yang menyatakan bahwa :

“ Pengadilan membantu para pencari keadilan, dan berusaha

mengatasi segala hambatan, dan rintangan untuk dapat

tercapainya peradilan sederhana. Cepat, dan biaya ringan.”

18 M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (Pemeriksaan

Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali), Jakarta, Sinar Grafika, 2009, hlm.

35.

Page 28: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

15

Ketentuan Dalam penjelasan KUHAP butir 3 huruf e

menegaskan lagi bahwa :

“ Peradilan harus dilaksanakan dengan cepat, sederhana, dan

biaya ringan serta bebas, dan jujur, dan tidak memihak haris

diterapkan secara konsekuen dalam seluruh tingkat peradilan.”

Menurut Lilik Mulyadi19

asas peradilan cepat ialah :

“Pada dasarnya, asas ini terdapat dalam pasal 2 ayat (4) dan

pasal 4 ayat (2) Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 dan

penjelasan umum angka 3 huruf e Undang-Undang No. 8 Tahun

1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Secara konkret, jika dijabarkan bahwa dengan dilakukan

peradilan secara cepat, sederhana dan biaya ringan,

dimaksudkan agar terdakwa tidak diperlakukan dan diperiksa

berlarut-larut, kemudian memperoleh kepastian procedural

hukum serta proses administrasi biaya perkara yang ringan dan

tidak terlalu membebaninya. Terhadap penerapan asas ini dalam

praktik peradilan dapatlah diberikan nuansa bahwa peradilan

cepat dan sederhana tampak adanya pembatasan waktu

penanganan perkara, baik perdata maupun pidana pada tingkat

yudex facti (pengadilan negeri dan pengadilan tinggi) masing-

masing enam bulan dan apabila dalam waktu enam bulan belum

selesai diputus, ketua pengadilan negeri / ketua pengadilan

tinggi harus melaporkan hal tersebut beserta alas an-alasannya

kepada ketua pengadilan tinggi atau Ketua Mahkamah Agung

Republik Indonesia (Surat Edaran Mahkamah Agung Republik

Indonesia Nomor 6 Tahun 1992 tanggal 21 Oktober 1992).

Adapun terhadap peradilan dengan biaya ringan khususnya

dalam perkara pidana berorientasi pada pembebanan biaya

perkara bagi terdakwa yang dijatuhi pidana. Adapun terhadap

peradilan dengan biaya ringan khususnya dalam perkara pidana

berorientasi pada pembebanan biaya perkara bagi terdakwa yang

dijatuhi pidana (pasal 197 ayat (1) huruf I Jo. Pasal 222 ayat (1)

Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-

Undang Hukum Acara Pidana”.

19

Lilik Mulyadi, Hukum Acara Pidana Indonesia (Suatu Tinjauan Khusus Terhadap : Surat

Dakwaan, Eksepsi, dan Putusan Peradilan), Jakarta, Citra Aditya, 2012, hal 14

Page 29: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

16

Menurut doktrin yang lainnya Andi Hamzah20

, Penjelasan

umum mengenai asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan

banyak dijabarkan dalam KUHAP, antara lain :

1) Pasal-Pasal 24 ayat (4), 25 ayat (4), 26 ayat (4), 27 ayat (4), dan 28

ayat (4) KUHAP. Umumnya dalam pasal-pasal tersebut dimuat

ketentuan bahwa jika telah lewat waktu penahanan seperti

tercantum dalam ayat sebelumnya, maka penyidik, penuntut umum,

dan hakim harus sudah mengeliuarkan tersangka atau terdakwa dari

tahanan demi hukum. Dengan sendirinya hal ini mendorong

penyidik, penuntut umum, dan hakim untuk mempercepat

penyelesaian perkara tersebut;

2) Pasal 50 KUHAP mengatur tentang hak tersangka dan terdakwa

untuk segera diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang

dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan kepadanya pada

waktu dimulai pemeriksaan, ayat (1), segera perkaranya diajukan

ke pengadilan oleh penuntut umum, ayat (2) segera diadili oleh

pengadilan, ayat (3);

3) Pasal 102 ayat (1) KUHAP mengatakan penyelidik yang menerima

laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang

patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan

tindakan penyelidikan yang diperlukan;

4) Pasal 106 KUHAP mengatakan hal yang sama tersebut di atas bagi

penyidik;

5) Pasal 107 ayat (3) KUHAP mengatakan bahwa dalam hal tindak

pidana selesai disidik oleh penyidik tersebut pada Pasal 6 ayat (1)

huruf b KUHAP, segera menyerahkan hasil penyidikannya kepada

penuntut umum melalui penyidik tersebut pada Pasal 6 ayat (1)

huruf a KUHAP;

6) Pasal 110 KUHAP mengatur tentang hubungan penuntut umum

dan penyidik yang semuanya disertai dengan kata segera. Begitu

pula Pasal 138. 7) Pasal 140 ayat (1) KUHAP menyatakan : “ Dalam hal penuntut

umum berpendapat bahwa dari hasil penyidikan dapat dilakukan

penuntutan, ia dalam waktu secepatnya membuat surat dakwaan.

Asas hukum acara pidana peradilan Cepat, sederhana, dan biaya

ringan menghendaki suatu peradilan yang efektif, dan efisien lebih

untuk kepentingan tersangka/terdakwa.

20 Andi Hamzah, Loc.Cit, hlm.11.

Page 30: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

17

b. Asas Akusator dan Asas inkisitur

Asas Akusator dalam pemeriksaan perkara pidana adalah

merupakan sistem pemeriksaan yang menempatkan tersangka sebagai

subyek, dimana tersangka mempunyai kedudukan didalam perkara

pidana dengan penyidik atau penuntut umum sebagai pendakwa.21

Hal

tersebut dalam rangka penghormatan terhadap kedudukan tersangka

atau terdakwa dalam suatu pemeriksaan bukan lagi sebagai objek

pemeriksaan, melainkan sebagai subjek dalam suatu tujuan

pemeriksaan termasuk dalam sistem pembuktian yang alat-alat bukti

berupa “pengakuan terdakwa” diganti dengan “ keterangan terdakwa

”, yang menjadi obyek pemeriksaan dalam prinsip akusator adalah

kesalahan yang dialakukan tersangka atau terdakwa.

Taufik Makarao dan Suhasril22

mengatakan bahwa:

“Prinsip akusator menempatkan kedudukan tersangka/terdakwa

dalam setiap tingkat pemeriksaan adalah subyek bukan sebagai

obyek pemeriksaan, karena itu tersangka atau terdakwa harus

didudukkan dan diperlakukan dalam kedudukan manusia yang

mempunyai harkat dan martabat harga diri”.

Menurut M.Yahya Harahap23

, asas ini ditinjau dari segi teknis

penyidikan dinamakan “prinsip akusator”, yaitu menempatkan

kedudukan tersangka dan atau terdakwa dalam setiap tingkat

pemeriksaan sebagai :

21

Tanusubroto, S. Dasar-Dasar Hukum Acara Pidana, Bandung, Armico, 1984, hal 25. 22

Mohammad Taufik Makarao dan Suhasril, Hukum Acara Pidana Dalam Teori Dan

Praktek, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2004, hal 3. 23 M.Yahya Harahap, Loc.Cit, hlm.40.

Page 31: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

18

1) Subyek, dalam artian bukan sebagai obyek pemeriksaan, karena

itu tersangka atau terdakwa harus didudukan dan diperlakukan

dalam kedudukan manusia yang mempunyai harkat, dan martabat

harga diri.

2) Kesalahan, dalam artian yang menjadi obyek pemeriksaan dalam

prinsip akusator adalah kesalahan (tindak pidana) yang dilakukan

tersangka / terdakwa. Kearah itulah pemeriksaan.

Asas inkisitur terdakwa ditempatkan sebagai objek pemeriksaan,

terdakwa dipaksa mengakui perbuatan pidana yang dipersangkakan

padanya dengan cara aparat penegak hukum melakukan tindakan

kekerasan, penyiksaan dan tindakan sewenang-wenang lainnya, yang

bertujuan untuk memaksa terdakwa agar mengakui perbuatan pidana

yang dipersangkakan padanya.

Menurut doktrin Andi Hamzah24

, Asas Inkusitor adalah :

“Asas Inkisitor adalah sistem pemeriksaan yang menempatkan

tersangka sebagai objek yang memandang bahwa pengakuan

merupakan alat bukti terpenting sehingga terkadang

menimbulkan penganiayaan atau kekerasan didalam

pemeriksaan.”

c. Asas Praduga Tak Bersalah (Presumption of Innocent)

Asas praduga tak bersalah (Presumption of Innocent) dalam hal

aparat penegak hukum mencari kebeneran materil tanpa harus

mengorbankan hak tersangka atau terdakwa dalam prosesnya. Asas ini

dapat dilihat dalam penjelasan umum butir 3 huruf c KUHAP, asas ini

juga telah dirumuskan dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 48

Tahun 2009 tentang Pokok Kekuasaan Kehakiman yang merumuskan

:

24

Andi Hamzah, Pengantar Hukum Acara Pidana (Edisi Revisi), Jakarta, Ghalia, 1990, hal

32.

Page 32: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

19

“ Setiap orang yang sudah disangka, ditangkap, ditahan,

dituntut, dan atau dihadapkan dimuka sidang pengadilan, wajib

dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang

menyatakan kesalahannya, dan memperoleh kekuatan hukum

tetap ”

Intinya asas ini menyatakan bahwa setiap orang yang disangka

(tersangka), ataupun didakwa (terdakwa) wajib dianggap tidak

bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan dan

membuktikan kesalahannya, dan telah memperoleh kekuatan hukum

tetap.

d. Asas Pemeriksaan Terbuka Untuk Umum

Asas ini diatur dalam ketentuan Pasal 153 ayat (3), dan (4)

KUHAP, yang merumuskan sebagai berikut :

1) Pasal 153 ayat (3) KUHAP :Untuk keperluan pemeriksaan,

Hakim ketua sidang membuka sidang dan menyatakan terbuka

untuk umum kecuali perkara kesusilaan, dan terdakwanya anak-

anak.

2) Pasal 153 ayat (4) KUHAP : Tidak dipenuhinya ketentuan

dalam ayat (2), dan (3) mengakibatkan batalnya putusan demi

hukum.

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Pokok-Pokok

Kekuasaan Kehakiman Pasal 18 dan Pasal 195 KUHAP dengan tegas

menyatakan:

“ Semua Putusan hanya sah, dan mempunyai kekuatan hukum

apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum ”

Menurut M. Yahya Harahap25

, asas terbuka utuk umum :

“Pada saat membuka persidangan pemeriksaan perkara

seseorang terdakwa, hakim ketua harus menyatakan “terbuka

untuk umum” (Pasal 153 ayat 3 Undang-Undang No. 8 Tahun

25 M. Yahya Harahap, Loc.Cit, 2010, hal. 56.

Page 33: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

20

1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana).

Pelanggaran atas ketentuan ini atau tidak dipenuhinya ketentuan

ini mengakibatkan putusan pengadilan “batal demi hukum”

(Pasal 153 ayat (4) Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana). Tentu terhadap

ketentuan ini ada kecualinya sepanjang mengenai perkara yang

menyangkut “kesusilaan” atau yang duduk sebagai terdakwa

terdiri dari “anak-anak”. Dalam hal ini persidangan dapat

dilakukan dengan “pintu tertutup.”.

Bambang Poernomo26

, menyatakan bahwa :

“ Sifat terbuka sidang pengadilan dimaksudkan agar khalayak

ramai dapat mengikuti, dan mengawasi jalannya pemeriksaan

pengadilan, bukan dalam arti masuknya orang-orang dalam

ruang pengadilan. bisa saja terjadi, seseorang yang ingin

mendengarkan pemeriksaan ditolak untuk masuk ruang sidang

yang luasnya terbatas, akan tetapi dapat dipersilahkan mengikuti

melalui alat pengeras suara yang dipasang dihalaman gedung.

Kejadian demikian tidak bertentangan dengan asas terbuka

untuk umum (seperi halnya dalam perkara kesusilaan atau

terdakwanya anak-anak) sebagaimana yang diatur dalam Pasal

153 ayat (3) KUHAP, namun keputusan Hakim tetap dinyatakan

dalam sidang yang terbuka untuk umum. ”

e. Asas Legalitas

Asas Legalitas Hukum Acara Pidana di Indonesia terdapat

dalam konsideran Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana huruf a, yang merumuskan :

“Bahwa Negara Republik Indonesia adalah Negara hukum yang

berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang

menjunjung tinggi hak asasi manusia serta menjamin segala warga

Negara bersamaan kedudukanya didalam hukum dan

pemerintahan itu tidak ada kecualinya”.

Indonesia sebagai Negara hukum maka pelaksanaan penerapan

Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana harus bersumber pada titik tolak peraturan

26 Bambang Poernomo, Loc.Cit, hlm. 61.

Page 34: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

21

hukum (The Rule of Law). Menurut M. Yahya Harahap27

, berpendapat

bahwa :

“Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-

Undang Hukum Acara Pidana sebagai hukum acara pidana

adalah undang-undang yang asas hukumnya berlandaskan asas

legalitas. Pelaksanaan penerapan Undang-Undang No. 8 Tahun

1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana harus

bersumber pada titik tolak the rule of law. Semua tindakan

penegakan hukum harus berdasarkan ketentuan hukum dan

undang-undang dan menempatkan kepentingan hukum dan

perundang-undangan di atas segala-galanya.”

f. Asas Oportunitas

Hak penuntutan mengenal 2 asas, yaitu “ Asas Legalitas ”, dan “

Asas Oportunitas ( het legalities en het opportunities ) ”. Asas

oportunitas sebenarnya bertentangan dengan asas Legalitas, karena

menurut asas legalitas, Jaksa / Penuntut Umum wajib menuntut suatu

delik. Sedangkan dalam asas oportunitas, Jaksa / Penuntut Umum

tidak wajib menuntut jika menurut pertimbangannya akan merugikan

kepentingan umum.

Pengertian “kepentingan umum” itu sendiri dalam pedoman

pelaksanaan Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana adalah kepentingan yang

menyangkut Negara dan masyarakat dan bukan kepentingan pribadi.

Dalam penjelasan Pasal 77 Undang-Undang No. 8 Tahun 1981

tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana secara tegas

disebutkan “Yang dimaksud dengan penghentian penuntutan tidak

27 M. Yahya Harahap, Loc.Cit, hal. 36.

Page 35: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

22

termasuk penyampingan perkara demi kepentingan umum yang

menjadi wewenang Jaksa Agung”

Pasal 32 huruf c Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1991 tentang

Kejaksaan dengan tegas menyatakan asas oportunitas dianut di

Indonesia, isi Pasal tersebut adalah sebagai berikut :

“ Jaksa Agung dapat menyampingkan suatu perkara berdasarkan

kepentingan umum. ”

Dalam hal ini Yahya Harahap28

, berpendapat :

“ Sebagaimana kita ketahui, bertolak belakang dengan asas

legalitas adalah asas “Oportunitas” yang berarti sekalipun

seorang tersangka telah terang cukup bersalah menurut

pemeriksaan pernyidikan, dan kemungkinan besar akan dapat

dijatuhi hukuman namun hasil pemeriksaan tersebut tidak

“deponer” oleh pihak kejaksaan atas dasar pertimbangan “demi

kepentingan umum”. Kejaksaan berpendapat akan lebih

bermanfaat lagi kepentingan umum jika perkara itu tidak

diperiksa dimuka sidang pengadilan. Dengan demikian

perkaranya dikesampingkan saja (deponer). Cara penyampingan

yang seperti itulah yang disebut Asas Oportunitas.”.

Menurut A.Z Abidin Farid29

, perumusan tentang asas oportunitas

adalah sebagai berikut :

“ Asas hukum yang memberikan wewenang kepada penuntut

umum untuk menuntut atau tidak menuntut dengan atau tanpa

syarat seseorang atau korporasi yang telah mewujudkan delik

demi kepentingan umum. ”

g. Asas Semua Orang Diperlakukan Sama di Depan Sidang

Undang-undang Kekuasaan Kehakiman Pasal 5 ayat (1) dan

Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang

28

Ibid, hal 34-35. 29 Andi Hamzah, Pengantar Hukum Acara Pidana (Edisi Revisi), Jakarta, Ghalia, 2004,

hlm. 14.

Page 36: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

23

Hukum Acara Pidana dalam penjelasan umum butir 3 a. Pasal 5 ayat

(1) tersebut merumuskan sebagai berikut :

“ Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-

bedakan orang. ”

“ Perlakuan yang sama atas diri setiap orang di muka hukum

dengan tidak mengadakan pembedaan perlakuan. ”

Perlakuan sama didepan hukum biasa disebut “equality before

the law” merupakan asas universal yang harus selalu dijadikan

pedoman dalam setiap tindakan hukum aparat penegak hukum.

Menurut Lilik Mulyadi30

asas perlakuan sama di depan sidang

ialah :

“Pada asasnya elemen yang melekat mengandung makna

perlindungan sama di depan hukum (equal protection on the

law) dan mendapatkan keadilan yang sama di depan hukum

(equal justice under the law). Tegasnya, hukum acara pidana

tidak mengenal adanya peraturan yang memberi perlakuan

khusus kepada terdakwa (forum prevelegiatum).”

h. Asas Tersangka atau Terdakwa Berhak Mendapat Bantuan Hukum.

KUHAP telah mengatur ketentuan mengenai bantuan hukum,

sehingga tersangka / terdakwa bisa mendapatkan kebebasan dalam

pemeriksaan suatu perkara pidana. Hal tersebut terdapat dalam Pasal

69 sampai dengan Pasal 74 KUHAP, yaitu sebagai berikut :

1) Bantuan Hukum dapat diberikan sejak tersangka ditangkap atau

ditahan;

2) Bantuan hukum dapat diberikan pada semua tingkat pemeriksaan;

3) Penasihat hukum dapat menghubungi tersangka / terdakwa pada

semua tingkat pemeriksaan pada setiap waktu;

4) Pembicaraan antara penasihat hukum dan tersangka tidak didengar

oleh penyidik, dan penuntut umum, kecuali pada delik yang

menyangkut keamanan negara;

30 Lilik Mulyadi, Loc.Cit, hal 14.

Page 37: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

24

5) Turunan berita acara diberikan kepada tersangka / terdakwa guna

kepentingan pembelaan;

6) Penasihat hukum berhak mmengirim surat, dan menerima surat dari

tersangka / terdakwa.31

Asas bahwa Tersangka atau Terdakwa berhak mendapat bantuan

hukum ditegaskan pada Penjelasan Umum angka 3 huruf 1 Undang-

Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana merumuskan bahwa:

“setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh

bantuan hukum yang semata-mata diberikan untuk

melaksanakan kepentingan pembelaan”.

i. Asas Pemeriksaan Hakim secara Langsung

Asas pemeriksaan Hakim secara langsung diatur dalam Pasal

154 dan Pasal 155 Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Pasal 154 KUHAP

merumuskan :

(1) Hakim ketua sidang memerintahkan supaya terdakwa dipanggil

masuk dan jika ia dalam tahanan, ia dihadapkan dalam keadaan

bebas.

(2) Jika dalam pemeriksaan perkara terdakwa yang tidak ditahan

tidak hadir pada hari sidang yang telah ditetapkan, hakim ketua

sidang meneliti apakah terdakwa sudah dipanggil secara sah.

(3) Jika terdakwa dipanggil secara tidak sah, hakim ketua sidang

menunda persidangan dan memerintahkan supaya terdakwa

dipanggil lagi untuk hadir pada hari sidang berikutnya.

(4) Jika terdakwa ternyata telah dipanggil secara sah tetapi tidak

datang disidang tanpa alasan yang sah, pemeriksaan terhadap

terdakwa tersebut tidak dapat dilangsungkan dan hakim ketua

sidang memerintahkan agar terdakwa dipanggil sekali lagi.

(5) Jika dalam suatu perkara ada lebih dari seorang terdakwa dan

tidak semua hadir pada hari sidang, pemeriksaan terhadap

terdakwa yang hadir dapat dilangsungkan.

(6) Hakim ketua sidang memerintahkan agar terdakwa yang tidak

hadir tanpa alasan yang sah setelah dipanggil secara sah untuk

31 Ibid, hlm. 21.

Page 38: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

25

kedua kalinya, dihadirkan dengan paksa pada sidang pertama

berikutnya.

(7) Panitera mencatat laporan dari penuntut umum tentang

pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (6)

dan menyampaikan kepada hakim ketua sidang.

Pasal 155 KUHAP :

(1) Pada Permulaan Sidang, hakim ketua sidang menanyakan

tentang nama lengkap, tempat lahir, umur, atau tanggal lahir,

jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama, pekerjaannya

serta mengingatkan kepada terdakwa supaya memperhatikan

segala sesuatu yang didengar dan dilihatnya disidang.

(2) a) Sesudah itu hakim ketua sidang minta pada penuntut umum

untuk membacakan surat dakwaan.

b) Selanjutnya hakim ketua sidang menanyakan kepada

terdakwa apakah ia sudah benar-benar mengerti, apabila

terdakwa ternyata tidak mengerti, penuntut umum atas

permintaan hakim ketua sidang wajib memberi penjelasan yang

diperlukan.

Pengecualian dari asas langsung adalah putusan dijatuhkan

tanpa hadirnya terdakwa (in absentia), yaitu dalam acara pemeriksaan

pelanggaran lalu lintas jalan (Pasal 213 KUHAP).

Menurut Andi Hamzah32

, asas pemeriksaan Hakim secara

langsung adalah :

“Pemeriksaan di sidang pengadilan dilakukan oleh hakim secara

langsung, artinya langsung kepada terdakwa, dan para saksi.

Berbeda dengan acara perdata dimana Tergugat dapat diwakili

oleh Kuasanya. Pemeriksaan hakim juga dilakukan secara lisan,

artinya bukan tertulis antara hakim, dan terdakwa. Ketentuan

mengenai hal tersebut di atas diatur dalam Pasal-Pasal 154, 155

KUHAP, dan seterusnya.”

j. Asas Peradilan Dilaksanakan Oleh Hakim Karena Jabatannya dan

Tetap

32Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana (Edisi Revisi), Jakarta, Ghalia, 2008, hlm 22.

Page 39: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

26

Hakim ialah aparat penegak hukum yang menerima, memeriksa,

memutuskandan menyelesaikan setiap perkara yang diajukan

kepadanya. Hal tersebut tercermin dalam Pasal 1 KUHAP huruf 8,

yang merumuskan sebagai berikut :

“ Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang

oleh undang-undang untuk mengadili. ”

Asas Peradilan dilaksanakan oleh Hakim karena jabatannya dan

tetapini menentukan bahwa dalam pengambilan keputusan untuk

menyatakan salah tidaknya terdakwa dilakukan oleh hakim karena

jabatannya yang bersifat tetap. Sistem ini berbeda dengan sistem juri

yang sifatnya diangkat secara insidentil dalam sistem hukum Anglo

saxon seperti yang di anut di Amerika Serikat. Sistem juri yang

menentukan salah tidaknya terdakwa ialah suatu Dewan yang

mewakili golongan-golongan dalam masyarakat. Pada umumnya

mereka adalah awam atau tidak tahu hukum. Pendapat umum

mengenai suatu peristiwa hukum dalam pemeriksaan pengadilan lazim

dilakukan di negara yang menganut sistem hukum Anglo saxon.

k. Asas Ganti Kerugian dan Rehabilitasi

Asas ganti kerugian dan rehabilitasi ini diatur dalam Pasal 95-97

KUHAP. Kerugian dalam Pasal 95 ayat (1) KUHAP adalah kerugian

yang ditimbulkan karena ditangkap, ditahan, dituntut, dan diadili atau

dikenakan tindakan lain, kemudian yang dimaksud kerugian karena

tindakan lain adalah kerugian yang ditimbulkan oleh pemasukan

rumah, penggeledahan, dan penyitaan yang tidak sah menurut hukum.

Page 40: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

27

Termasuk penahanan tanpa alasan ialah penahanan yang lebih lama

dari pidana yang dijatuhkan.

Rehabilitasi diatur dalam Pasal 1 butir 23 KUHAP, yang

menyatakan sebagai berikut :

“ Rehabilitasi adalah hak seseorang untuk mendapatkan

pemulihan haknya dalam kemampuan, kedudukan, dan harkat

serta martabatnya yang diberikan pada tingkat penyidikan,

penuntutan atau peradilan karena ditangkap, ditahan atau diadili

tanpa alasan berdasarkan Undang-Undang atau karena

kekeliruannya mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan

menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang ini. ”

B. Pengertian, Tujuan, Dasar Penahanan

1. Pengertian dan Tujuan Penahanan

Sebagai penegak hukum, penyidik adalah pejabat polisi Negara

Republik Indonesia yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang

untuk melakukan penyidikan. Penyidikan suatu istilah dimaksudkan

sejajar dengan pengertian osporing (Belanda) dan investigation (Inggris)

atau penyiasatan atau siasat (Malaysia).33

KUHAP dalam Pasal 1 butir

ke-2 memberi definisi penyidikan sebagai berikut:

“ Serangkaian tindakan penyidikan dalam hal dan menurut cara

yang diatur dalam Undang-undangini untuk mencari serta

mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang

tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan

tersangkanya”

Sesuai pengertiannya pinyidikan dilakukan oleh penyidik sebagai

penegak hukum yang diberi wewenang. Untuk mencari barang bukti

dalam tindakan penyidikan, kadang perlu melakukan upaya paksa yang

33

Ibid, hlm. 120.

Page 41: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

28

sesuai wewenang penyidik dalam Pasal 7 ayat (1) huruf d KUHAP, salah

satunya adalah penahanan.

“Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat

tertentu oleh penyidik, atau penuntut atau hakim dengan

penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam

Undang-Undang ini (Pasal 1 Butir 21 KUHAP) “.

Definisi penahanan, Andi Hamzah34

berpendapat bahwa:

“ Penahanan merupakan salah satu bentuk perampasan

kemerdekaan bergerak seseorang. Jadi, di sini terdapat

pertentangan dua asas, yaitu hak bergerak seseorang yang

merupakan hak asasi manusia yang harus dihormati di satu pihak

dan kepentingan banyak atau masyarakat dari perbuatan jahat

tersangka. Di sinilah letak keistimewaanya hukum acara pidana itu.

Ia mempunyai ketentuan-ketentuan yang menyingkirkan asas-asas

yang diakui secara universal yaitu hak-hak asasi manusia

khususnya hak kebebasan seseorang karena dilakukan upaya paksa

penahanan. Oleh karena itu, penahanan dilakukan jika perlu sekali.

Kekeliruan dalam penahanan dapat mengakibatkan hal-hal fatal

bagi penahanan. “

Kesimpulannya penahanan salah satu bentuk perampasan

kemerdekaan bergerak seseorang walaupun bertentangan dengan dua

asas yaitu hak bergerak seseorang yang merupakan hak asasi manusia

yang harus dihormati di satu pihak dan kepentingan banyak atau

masyarakat dari perbuatan jahat tersangka. Hal ini dilakukan untuk

kepentingan penyidikan.

2. Dasar dan Alasan Penahanan

Mengenai ukuran kepentingan penyidikan pada dasarnya

ditentukan oleh kenyataan keperluan pemeriksaan penyidikan itu sendiri

secara objektif, tergantung pada usaha dan tindakan penyidik untuk

34

Ibid, hlm.129.

Page 42: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

29

menyelesaikan fungsi pemeriksaan penyidikan sehingga penyidik dapat

benar-benar mencapai hasil penyidikan yang akan diteruskannya kepada

pihak penuntut umum. Demikian juga penahanan yang dilakukan oleh

penuntut umum atau hakim yaitu untuk kepentingan pemeriksaan pada

tahap prapenuntutan atau pemeriksaan di sidang pengadilan.

KUHAP mengatur alasan penahanan yaitu dalam Pasal 21 ayat (1)

dan ayat (4). Pasal 21 ayat (1) menyebutkan alasan penahanan, yang

merupakan alasan subyektif dari penyidik yaitu:

“ Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap

seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan

tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya

keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau

terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang

bukti dan atau mengulangi tindak pidana “.

Alasan subyektif disini masih banyak menjadi pertentangan, karena

batas apa yang menjadi syarat subyektif penahanan itu sendiri masih

tidak jelas.

“Batasan syarat subjektif menyebutkan bahwa penahanan bisa

dilakukan apabila ada kekhawatiran tersangka/ terdakwa melarikan

diri, merusak, menghilangkan barang bukti, atau mengulangi

perbuatannya. Tiga unsur subjektif itu menjadi batasan yang masuk

kategori grey area atau wilayah abu-abu, sehingga acap pada kasus

yang sama, tersangka mendapat perlakuan yang berbeda dari pihak

penyidik.“35

Mengenai alasan penahanan secara obyektif dari penyidik adalah

suatu tindak pidana yang dapat dilakukan penahanan terhadap

tersangkanya harus merupakan tindak pidana diancam dengan pidana

35 http://budisansblog.blogspot.com/2013/01/bias-syarat-subjektif-penahanan.html, diakses

22 Januari 2014.

Page 43: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

30

penjara lima tahun atau lebih sesuai Pasal 21 ayat (1) dan ayat (4)

KUHAP. Alasan penahanan Obyektif sudah sangat jelas secara yuridis

karena sudah tertuang dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (4) KUHAP.

Oleh karena itu sudah tidak ada pertentangan lagi seperti alasan subyektif

penahanan.

Untuk melakukan penahanan terdapat dasar penahanan, menurut

Taufik Makarao36

dasar penahanan di bagi dua yaitu:

1. Dasar keadaan atau keperluan

Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap

seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak

pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang

menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan

melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau

mengulangi tindak pidana (Pasal 21 ayat 1 KUHAP).

2. Dasar Yuridis

Penahanan tersebut hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau

terdakwa yang melakukan tindak pidana dan atau percobaan maupun

pemberian bantuan dalam tindak pidana tersebut dalam hal:

a. Tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara lima tahun atau

lebih

b. Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 282 ayat (3),

Pasal 296, Pasal 333 ayat (1), Pasal 351 ayat (1), Pasal 353 ayat

(1), Pasal 372, Pasal 378, Pasal 379a, Pasal 453, Pasal 454, Pasal

459, Pasal 480 dan Pasal 506 Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana, Pasal 25 dan Pasal 26 rechtenondonantie (pelanggaran

terhadap ordonansi Bea dan Cukai, terakhir diubah dengan

staatblad Tahun 1931 Nomor 471), Pasal 1, Pasal 2 dan Pasal 4

Undang-Undang Tindak Pidana Imigrasi (Undang-Undang Nomor

8 Drt. Tahun 1955, Lembaran Negara Tahun 1955 Nomor 8), Pasal

36 ayat (7), Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 47 dan Pasal 48

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotika Nomor

3086) (pasal 21 ayat (4) KUHAP).

C. Tindak Pidana Pencurian Ringan

36

Mohammad Taufik Makarao, dan Suhasril, Hukum Acara Pidana, Jakarta, Ghalia

Indonesia, 2004, Hlm 36-37.

Page 44: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

31

1. Pengertian Tindak Pidana Pencurian Ringan dan Acara Pemeriksaanya

Istilah tindak pidana dimaksudkan sebagai terjemahan

“Strafbaarfeit” yang berasal dari KUHP Belanda yang kemudian di

berlakukan di Indonesia berdasarkan asas konkordansi pada

masapenjajahan belanda, hingga kini masih digunakan di Indonesia

sampai dibentuknya peraturan perundang-undangan yang baru.

Moeljatno37

menerjemahkan strafbaarfeit dengan istilah perbuatan

pidana, dan merumuskan sebagai berikut :

“ perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu

aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang

berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan

tersebut. Dimana larangan tersebut ditujukan pada perbuatan (suatu

keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan orang),

sedangkan ancaman pidananya ditujukan kepada orang yang

menimbulkan kejadian itu. Antara larangan, dan ancaman pidana

ada hubungan erat oleh karena itu keduanya tidak dapat

dipisahkan.”

Sudarto38

menggunakan istilah strafbaar feit dengan istilah tindak

pidana, alasannya:

“ pemakaian istilah yang berlainan itu tidak menjadikan soal asal

diketahui apa yang dimaksud dan dalam hal yang penting adalah isi

dari pengertian itu, namun lebih condong untuk memakai tindak

pidana seperti yang dilakukan oleh pembentuk undang-undang.

Istilah ini sudah dapat diterima masyarakat, jadi merupakan

sosiologishie gelding. ”

Dalam hukum positif pengertian pencurian telah diatur dan

dijelaskan dalam BAB XXII Pasal 362 KUHP, yang berbunyi :

“ Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau

sebagian kepunyaan orang lain dengan maksud untuk dimiliki

secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan maksud

untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian,

37 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana Indonesia, Bina Aksara, Jakarta, 1987, hlm. 54. 38 Sudarto, Loc.Cit, hlm. 39.

Page 45: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

32

dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling

banyak Rp 900,-. ”

Ketentuan Pasal 362 KUHP digolongkan sebagai pencurian biasa

merupakan ketentuan yang termasuk di dalam bidang hukum materiil.

Peraturan ini menentukan suatu tindak pidana yang menunjukkan siapa

yang dapat dipidana, perbuatan apa yang dapat dipidana, dan hukuman

apa yang dapat dijatuhkan. Sedangkan Pencurian ringan diatur dalam

ketentuan Pasal 364 KUHP yang menyatakan :

“ Perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 362 dan 363 KUHP ke-

4, begitu juga perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 365 ke-5,

apabila tidak dilakukan dalam sebuah rumah atau pekarangan

tertutup yang ada rumah rumahnya, jika harga barang yang dicuri

tdak lebih dari dua ratus lima puluh rupiah, dikenai, karena

pencurian ringan, pidana penjara paling lama tiga bulan atau denda

paling banyak enam puluh rupiah. ”

Berdasarkan rumusan Pasal 364 KUHP diatas, maka unsur-unsur

dalam pencurian ringan adalah :

1. Pencurian dalam bentuk yang pokok (Pasal 362 KUHP);

2. Pencurian yang dilakukan oleh 2 orang atau lebih secara bersama-

sama (Pasal 363ayat (1) ke-4 KUHP);

3. Pencurian yang dilakukan dengan membongkar , merusak atau

memanjat, dengan anak kunci, perintah palsu atau seragam palsu;

4. Tidak dilakukan dalam sebuah rumah;

5. Tidak dilakukan dalam pekarangan tertutup yang ada rumahnya; dan

apabila harga barang yang dicurinya tidak lebih dari Rp 250,-.

Page 46: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

33

Pencurian ringan menurut Tongat39

adalah :

“ pencurian yang memiliki unsur-unsur dari pencurian di dalam

bentuknya yang pokok,yang karena ditambah dengan dengan

unsur-unsur lain (yang meringankan), ancaman pidananya menjadi

diperingan. ”

Mengenai tindak pidana ringan, berkaitan dengan Pasal 205 ayat

(1) KUHAP, dikatakan bahwa yang diperiksa menurut acara pemeriksaan

tindak pidana ringan ialah perkara yang diancam dengan pidana penjara

atau kurungan paling lama 3 bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya

Rp. 7.500,- dan penghinaan ringan kecuali yang ditentukan dalam

Paragraf 2 bagian ini. Prosedur Acara Pemeriksaan Tindak Pidana

Ringan dalam Bab XVI (Pemeriksaan di Sidang Pengadilan), Bagian

Keenam (Acara Pemeriksaan Cepat), pada paragraf 1 yang berjudul

Acara Pemeriksaan Tindak Pidana Ringan. Sebagaimana telah

disebutkan di atas, menurut Pasal 205 ayat (1) KUHAP, yang diperiksa

menurut acara pemeriksaan tindak pidana ringan ialah perkara yang

diancam dengan pidana penjara atau kurungan paling lama 3 bulan dan

atau denda sebanyak-banyaknya Rp7.500,-.

Pemeriksaan perkara tindak pidana ringan dengan acara cepat,

Pengadilan Negeri menentukan hari-hari tertentu yang khusus untuk

melayani pemeriksaan tindak pidana ringan. Menurut Pasal 206 KUHAP,

hari-hari tertentu untuk mengadili perkara tindak pidana ringan yaitu :

a. 7 Hari dalam satu bulan

39 Tongat, Hukum Pidana materiil, Universitas Muhammadiyah Malang, Malang, 2006,

hlm.41.

Page 47: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

34

b. Hari-hari tersebut diberitahukan pengadilan kepada penyidik supaya

mengetahui dan dapat mempersiapkan pelimpahan berkas perkara

tindak pidana ringan.

Suatu hal yang perlu diingat dalam pemeriksaan perkara tindak

pidana ringan ialah prosedur “ pelimpahan ” dan “ pemeriksaan ” tanpa

dicampuri dan diikuti oleh penuntut umum. Hal tersebut telah ditentukan

dalam Pasal 205 ayat (1) KUHAP, yaitu :

a. Pelimpahan perkara dilakukan Penyidik “ atas kuasa Penuntut Umum

”;

b. Dalam tempo 3 hari Penyidik Menghadapkan segala sesuatu yang

diperlukan ke Sidang;

c. Perkara yang diterima segera disidangkan pada hari itu juga. (Pasal

207 ayat (1) huruf b KUHAP);

d. Panggilan Terdakwa untuk menghadap ke persidangan pada hari yang

telah ditentukan. ( Pasal 207 ayat (1) huruf a KUHAP);

e. Panitera mencatat dalam register perkara yang diterimanya.

(Penjelasan Pasal 207 ayat (2) huruf a KUHAP);

f. Pengajuan perkara tanpa surat dakwaan. (Pasal 207 ayat (2) huruf b

KUHAP);

g. Pemeriksaan perkara dengan Hakim tunggal. (Pasal 205 ayat (3)

KUHAP);

h. Saksi tidak mengucap sumpah. (Pasal 208 KUHAP).

Tata cara pemeriksaan perkara tindak pidana ringan telah

ditentukan di dalam KUHAP secara limitatif, dalam penerapannya ada

beberapa hal yang perlu diperhatikan. Diantaranya yaitu :

1) Pelimpahan perkara dilakukan Penyidik “atas kuasa penuntut umum”,

berdasarkan penjelasan Pasal 205 ayat (2) KUHAP yang dimaksud

“atas kuasa” dari penuntut umum kepada penyidik adalah “ Demi

hukum ”, sehingga dalam hal ini Penyidik bertindak atas “ Kuasa

Undang-Undang ”, dan tidak memerlukan surat kuasa khusus lagi dari

penuntut umum, sehingga pelimpahan berkas perkara langsung ke

Page 48: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

35

pengadilan tanpa melalui aparat penuntut umum, selain itu penyidik

berwenang langung menghadapkan terdakwa beserta barang bukti,

saksi, ahli, atau juru bahasa yang diperlukan kesidang pengadilan.

2) Dalam tempo 3 hari Penyidik menghadapkan segala sesuatu yang

diperlukan ke sidang, terhitung sejak berita acara pemeriksaan telah

selesai dibuat oleh penyidik. Tempo 3 hari merupakan batas waktu

minimum sesuai dengan Pasal 205 ayat (2) jo. Pasal 164 ayat 2 jo.

Penjelasan Pasal 152 ayat (2) KUHAP. Yang dimaksud batas waktu

minimum adalah tidak boleh kurang dari tempo yang telah ditentukan.

Sehingga jika kurang dari 3 hari, maka tidak sah. Perkara yang

diterima segera disidangkan pada hari itu juga, ketentuan ini dalam

Pasal 207 ayat (1) huruf b KUHAP bersifat imperatif, karena dalam

ketentuannya berbunyi “ harus segera ” disidangkan pada hari itu juga.

3) Pemberitahuan sidang kepada Terdakwa dilakukan dengan cara :

a. Dengan pemberitahuan secara tertulis,

b. Pemberitahuan tertulis itu memuat tentang : hari, tanggal, jam, dan

tempat sidang pengadilan,

c. Catatan pemberitahuan bersama berkas dikirim ke pengadilan.

Pemberitahuan dimaksudkan agar terdakwa dapat memenuhi

kewajiban untuk datang ke sidang pengadilan pada hari, tanggal, jam,

dan tempat yang ditentukan. Setelah pengadilan menerima perkara

dengan acara pemeriksaan acara tindak pidana ringan, hakim yang

bertugas memeriksa perkara memerintahkan panitera mencatat dalam

buku register. Oleh karena penyelesaiannya yang cepat maka perkara

Page 49: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

36

yang diadili menurut acara pemeriksaan cepat sekaligus dimuat dalam

buku register dengan masing-masing diberi nomor untuk dapat

diselesaikan secara berurutan sebagaimana dalam Pasal 207 ayat (1)

KUHAP.

4) Pengajuan dan pemeriksaan perkara dengan cara tindak pidana ringan

tanpa dakwan, surat dakwaan dianggap tercakup dalam catatan buku

register. Sesuai dengan Pasal 207 ayat (1) huruf b KUHAP buku

register perkara dalam acara pemeriksaan tindak pidana ringan

memuat :

a) Nama lengkap,

b) Tenpat lahir,

c) Umur (tanggal lahir),

d) Jenis kelamin,

e) Kebangsaan,

f) Tempat tinggal,

g) Agama,

h) Pekerjaan terdakwa

i) Tindak pidana yang didakwakan.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 205 ayat (3) KUHAP, ditegaskan

bahwa pemeriksaan perkara tindak pidana ringan, pengadilan

mengadilinya dengan “hakim tunggal”. Dalam hal saksi, sesuai dengan

ketentuan Pasal 208 KUHAP saksi yang memberikan keterangan dalam

sidang pengadilan tanpa mengucapkan sumpah atau janji.

Putusan dalam pemeriksaan perkara acara tindak pidana ringan

tidak dibuat secara khusus dan tersendiri seperti putusan pekara dengan

acara biasa. Selain itu putusan tersebut tidak dicatat dan disatukan dalam

berita acara sidang seperti yang berlaku dalam perkara pemeriksaan

Page 50: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

37

dengan acara singkat. Putusan dalam perkara tindak pidana ringan cukup

berupa bentuk “ catatan ”, yang sekaligus berisi amar putusan berbentuk

“ catatan ” dalam daftar catatan perkara. Hal tersebut terkait dengan sifat

pemeriksaan acara cepat yang serba cepat, namun dengan tidak

mengorbankan kecermatan dan ketelitian dalam pemeriksaannya.

2. Sanksi dan Denda Tindak Pidana Pencurian Ringan

Tindak pidana pencurian bukan merupakan hal yang baru karena

sudah diatur dalam KUHP, Tetapi sejak keluarnya PERMA No 02 tahun

2012 yang pada intinya penyesuaian batasan tindak pidana ringan dan

jumlah denda dalam KUHP adalah menaikkan batasan denda tindak

pidana ringan menjadi Rp 2.500.000,-.

Tindak pidana pencurian ringan dalam Pasal 364 ancaman

hukumannya ialah pidana penjara paling lama 3 bulan atau denda paling

banyak Rp 250 ,-. Khusus untuk pidana denda sebenarnya sudah dikenal

sejak lama, merupakan bentuk pidana tertua, lebih tua daripada pidana

penjara. Mungkin setua pidana mati40

namun baru pada abad ini dapat

dimulai keemasan pidana denda. Sebab itu, kemudian denda ini berhasil

menggeser kedudukan pidana badan dari peringkat pertama Pidana denda

sebagai salah satu pidana pokok yang ditentukan dalam Pasal 10 KUHP

yang digunakan sebagai pidana alternatif atau pidana tunggal dalam

Buku I dan Buku II KUHP.

40 Andi Hamzah, Loc.Cit, hlm. 53.

Page 51: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

38

Pada zaman modern ini, pidana denda dijatuhkan terhadap delik-

delik ringan, berupa pelanggaran atau kejahatan ringan. Pidana denda

memiliki sifat perdata, mirip dengan pembayaran yang diharuskan dalam

perkara perdata terhadap orang yang melakukan perbuatan yang

merugikan orang lain. Perbedaannya ialah denda dalam perkara pidana

dibayarkan kepada negara atau masyarakat, sedangkan dalam perkara

perdata dibayarkan kepada orang pribadi atau badan hukum. Pengaturan

pidana denda dalam KUHP ditentukan dalam Pasal 10 jo Pasal 30,

dimana mengatur mengenai pola pidana denda. Ditentukan bahwa

banyaknya pidana denda sekurang-kurangnya Rp.3,75 sebagai ketentuan

minimum. Jika dijatuhkan pidana denda, dan pidana denda tidak dibayar,

maka diganti dengan pidana kurungan. Lamanya pidana kurungan

pengganti tersebut sekurang-kurangnya satu hari dan paling lama 6

bulan. Menurut Zamhari Abidin41

, bahwa tugas hukum pidana adalah

melindungi kepentingan hukum yang tergolong ke dalam perlindungan

terhadap nyawa, badan, kehormatan, kebebasan, dan kekayaan.”

D. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 02 Tahun 2012 (Perma No. 02

Tahun 2012)

1. Latar Belakang Lahirnya Perma No. 02 Tahun 2012.

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 02 Tahun 2012 merupakan

landasan bagi pengadilan dalam mengadili kejahatan tindak pidana

pencurian ringan dengan menggunakan acara pemeriksaan cepat. Latar

41 Zamhari Abidin, Pengertian dan Asas Hukum Pidana dalam Schema (bagan) dan

Sysnosis (catatan singkat), Ghalia Indonesia, Jakarta, 1986, hlm 4.

Page 52: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

39

belakang lahirnya Perma No. 02 Tahun 2012 tersebut dapat dilihat dalam

ketentuan penjelasan umum, yaitu sebagai berikut :

Bahwa banyaknya perkara-perkara pencurian dengan nilai barang

yang kecil yang kini diadili di pengadilan cukup mendapatkan sorotan

masyarakat. Pada umumnya masyarakat menilai bahwa sangatlah tidak

adil jika perkara-perkara tersebut diancam dengan ancaman hukuman 5

tahun sebagaimana diatur dalam Pasal 362 KUHP oleh karena tidak

sebanding dengan nilai barang yang dicurinya.

Banyaknya perkara-perkara tersebut yang masuk ke pengadilan

juga telah membebani pengadilan, baik dari segi anggaran maupun dari

segi persepsi publik terhadap pengadilan. umumnya masyarakat tidak

memahami bagaimana proses jalannya perkara pidana sampai bisa masuk

ke pengadilan, pihak-pihak mana saja yang memiliki kewenangan dalam

setiap tahapan, dan masyarakat pun umumnya hanya mengetahui ada

tidaknya suatu perkara pidana hanya pada saat perkara tersebut di

sidangkan di pengadilan. dan oleh karena sudah sampai tahap

persidangan di pengadilan sorotan masyarakat kemudian hanya tertuju ke

pengadilan, dan menuntut agar pengadilan mempertimbangkan rasa

keadilan masyarakat.

Bahwa banyaknya perkara-perkara pencurian ringan sangatlah

tidak tepat di dakwa dengan menggunakan Pasal 362 KUHP yang

ancamannya paling lama 5 tahun. Perkara-perkara pencurian ringan

seharusnya masuk dalam kategori tindak pidana ringan (Lichte

misdrijven) yang mana seharusnya lebih tepat didakwa dengan Pasal 364

KUHP yang ancaman pidananya paling lama 3 bulan penjara atau denda

paling banyak Rp 250,-. Jika perkara-perkara tersebut didakwa dengan

Pasak 364 KUHP tersebut maka tentunya berdasarkan KUHAP para

tersangka/terdakwa perkara-perkara tersebut tidak dapat dikenakan

penahanan (Pasal 21 KUHAP) serta acara pemeriksaan di pengadilan

yang digunakan haruslah Acara Pemeriksaan Cepat yang cukup diperiksa

oleh Hakim Tunggal sebagaimana diatur dalam Pasal 205-210 KUHAP.

Selain itu berdasarkan Pasal 45 huruf A Undang-Undang Mahkamah

Agung No. 3 Tahung 2009, perkara-perkara tersebut tidak dapat diajukan

kasasi karena ancaman hukumannya di bawah 1 tahun penjara.

Mahkamah Agung memahami bahwa mengapa penuntut umum

saat ini mendakwa para terdakwa dalam perkara-perkara tersebut dengan

menggunakan Pasal 362 KUHP, oleh karena batasan pencurian ringan

yang diatur dalam Pasal 364 KUHP saat ini adalah barang atau uang

yang nilainya di bawah Rp 250,-. Nilai tersebut sudah tidak sesuai lagi

saat ini, sudah hampir tidak ada barang yang nilainya di bawah Rp 250,-

tersebut. Angka Rp 250,- tersebut merupakan angka yang ditetapkan oleh

pemerintah dan DPR pada tahun 1960, melalui Perpu No.16 Tahun 1960

tentang Beberapa Perubahan dalam KUHP, yang kemudian disahkan

menjadi Undang-Undang melalui UU No. 1 Tahun 1961 tentang

Page 53: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

40

Pengesahan Semua Undang-Undang Darurat dan Peraturan Pemerintah

Pengganti Undang-Undang menjadi Undang-Undang. Bahwa untuk

mengefektifkan kembali Pasal 364 KUHP sehingga permasalahan-

permasalahan yang terjadi dalam perkara-perkara yang saat ini menjadi

perhatian masyarakat tersebut Pemerintah dan DPR perlu melakukan

perubahan atas KUHP, khususnya terhadap seluruh nilai rupiah yang ada

dalam KUHP. Namun mengingat sepertinya hal tersebut belum menjadi

prioritas Pemerintah dan DPR, selain itu proses perubahan KUHP oleh

Pemerintah dan DPR akan memakan waktu yang cukup lama, walaupun

khusus untuk substansi ini sebenarnya mudah, untuk itu Mahkamah

Agung memandang perlu menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung ini

untuk menyesuaikan nilai uang yang menjadi batasan tindak pidana

ringan, baik yang diatur dalam Pasal 364 maupun pasal lainnya.42

2. Perspektif Penerapan Perma No. 02 Tahun 2012 dalam Tindak Pidana

Pencurian Ringan dan Ketentuan Jumlah Denda dalam Tindak Pidana

Pencurian Ringan menurut Perma No. 02 Tahun 2012

Penerapan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 02 Tahun 2012

dalam perkara tindak pidana ringan dapat dilihat dalam beberapa

perspektif. Berikut ini akan disajikan artikel ilmiah hasil penelitian dari

kalangan akademisi, dan praktisi hukum terkait Perma No. 02 Tahun

2012.

Perma Nomor 2 Tahun 2012 dibentuk sebagai upaya penyesuaian

terhadap kondisi non hukum yang terjadi di luar proses peradilan.

Pertama, tudingan masyarakat terkait dengan kinerja pengadilan yang

dinilai bersikap tidak adil tanpa pemahaman yang utuh atas criminal

justice system. Kedua, Perma tersebut tidak hanya berbicara mengenai

penyesuaian batasan jumlah denda, namun ada itikad baik dari MA

untuk memperbaiki proses peradilan. Namun, upaya memperbaiki

proses peradilan berdasarkan kewenangan MA hanya dapat diterapkan

di lingkungan pengadilan. Perma ini tidak mampu secara hukum

menjangkau pihak lain yang berada pada sistem peradilan pidana seperti

Penyidik Kepolisian maupun Jaksa Penuntut Umum. Karena secara ilmu

perundang-undangan dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 secara garis

besar peraturan yang dibuat oleh MA masuk dalam lingkup keputusan

42 Penjelasan Umum Peraturan Mahkamah Agung Nomor 02 Tahun 2012, di akses tanggal

1November 2013 pukul 18.45 WIB

Page 54: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

41

Pejabat Tata Usaha Negara yang bersifat mengatur (regeling) sehingga

tepat bila dibuat dalam bentuk “peraturan”, yang dikenal dengan istilah

“Interna Regeling”.

Secara eksplisit memang dinyatakan pada pertimbangan Perma No 2

Tahun 2012, Bahwa Perma ini sama sekali tidak bermaksud mengubah

KUHP, Mahkamah Agung hanya melakukan penyesuaian nilai uang

yang sudah sangat tidak sesuai dengan kondisi sekarang ini. Hal ini

dimaksudkan memudahkan penegak hukum khususnya Hakim, untuk

memberikan keadilan terhadap perkara yang diadili. Namun bila melihat

dalam butiran Pasal-Pasal Perma tersebut maka secara tidak langsung

Perma tersebut merubah ketentuan dalam KUHP dan seakan akan

menjadi Lex Specialis dari KUHP dengan kata lain mengatur tentang

hukum pidana materil bukan merupakan ranah hukum pidana formil.

Karena ketentuan materilnya diubah maka secara otomatis penegakan

hukum formilnya akan menyesuaikan. Tentunya hal ini menimbulkan

kerancuan dan tidak sejalan dengan makna pada Pasal 79 undang-

undang Kehakiman. Seruan revisi KUHP sudah sejak lama sekali di

dengung-dengungkan, karena begitu banyak pengaturan dalam KUHP

tersebut telah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman yang

semakin maju dan terus berkembang. Lahirnya Perma No 2 Tahun 2012

ini merupakan suatu bukti bahwa KUHP sudah saatnya untuk direvisi

dan bisa bayangkan bagaimana bila setiap ketentuan KUHP yang tidak

sesuai lagi dengan perkembangan zaman dibuat Permanya. Bahwa sejak

tahun 1960 nilai rupiah mengalami penurunan sebesar 10.000 kali jika

dibandingkan harga emas saat ini. Nilai uang yang terdapat pada KUHP

belum pernah mengalami penyesuaian sehingga berimplikasi terhadap

penerapan sejumlah pasal yang ada pada KUHP seperti pada Pasal 364,

373, 379, 384, 407 dan Pasal 482 KUHP. Selain itu keberadaan Perma

No. 2 Tahun 2012 tidak dapat menjamin dan menjadi payung hukum

yang kuat dari rasa keadilan masyarakat yang tertindas sebagaimana

yang dirasakan saat ini.

Sebagai peraturan yang diterbitkan dengan tujuan untuk memperlancar

jalannya peradilan, PERMA telah menunjukkan berbagai peranannya di

dalam memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan, khususnya

di bidang peradilan. Hal ini dapat terlihat dari beberapa putusan Hakim

yang ternyata mempergunakan PERMA sebagai dasar di dalam bagian

pertimbangan hukumnya, dalam hal terjadinya kekosongan ataupun

kekurangan aturan di dalam undang-undang hukum acara. Kesemuanya

itu dilakukan oleh Mahkamah Agung sebagai sarana penemuan hukum

dan dalam rangka melakukan penegakan Hukum di Indonesia. Akhirnya

walaupun penuh pro dan kontra keberadaan Perma No 2 Tahun 2012.

Sebaiknya sosialisasi terhadap keberadaan PERMA tersebut agar lebih

ditingkatkan dan instansi penegak hukum lainnya seperti Polisi dan

Kejaksaan agar dapat menyesuaikan di jajaran masing-masing, sehingga

PERMA dapat diterapkan guna keadilan bagi pencari keadilan

khususnya masyarakat tidak mampu, yang terkadang terpaksa

Page 55: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

42

melakukan suatu tindak pidana ringan demi sesuap nasi. Maka secara

tidak langsung membantu penyelenggaraan pemerintahan, khususnya di

bidang Peradilan dan sebagai payung hukum sementara menanti KUHP

yang baru atau menanti Perma tersebut menjadi Undang-Undang

tersendiri. Keluarnya Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 2

Tahun 2012 tentang tindak pidana ringan (Tipiring) terhadap pelaku

pencurian, penipuan, penggelapan dan penadahan dengan jumlah

kerugian di bawah Rp2.500.000,- tidak perlu dilakukan penahanan,

mengundang kontroversi dari sejumlah pihak.

Penerapan Perma No. 2 Tahun 2012 ini sebenarnya hanya berlaku bagi

Hakim Pengadilan, dan tidak berlaku bagi Penyidik dalam hal ini

Penyidik Polri dan Kejaksaan (sesuai yang tercantum dalam Pasal 2).

Namun demikian, yang menjadi persoalan adalah mengenai apakah

tersangka akan dikenakan penahanan atau tidak. Hal ini mengingat

dalam Pasal 2 (3) Perma 02/2012 ini dijelaskan bahwa, apabila terdakwa

sebelumnya dikenakan penahanan, maka Ketua Pengadilan tidak

menetapkan penahanan atau perpanjangan penahanan. Ini tentu suatu hal

yang sangat ironis, mengingat permasalahan penahanan tersangka

merupakan kewenangan dan pertimbangan Penyidik. Kelemahan yang

mendasar dari Perma Nomor 2 Tahun 2012 adalah regulasi itu hanya

merupakan peraturan (regeling) yang mengikat untuk internal hakim-

hakim di lingkungan MA, yakni di Pengadilan Negeri (PN) dan

Pengadilan Tinggi (PT). Konsekuensinya, Ketua Pengadilan dalam

melihat kasus tindak pidana harus mampu melihat nilai objek sengketa

ketika menerima pelimpahan perkara pencurian, penipuan, penggelapan,

dan penadahan dari jaksa penuntut umum. Bila mendasarkan pada Kitab

Undang-Undang Hukum Acara (KUHAP), kasus pidana harus terlebih

dahulu melalui dua pintu, yakni penyidikan di Kepolisian dan

penuntutan di Kejaksaan. Persoalannya, dua institusi Hukum ini tidak

terikat oleh Perma tersebut. Lebih dari itu, dua institusi Hukum itu juga

belum merespon secara positif atas Perma, misalnya dengan menindak

lanjuti di level bawah Kepolisian dan Kejaksaan dalam memproses

kasus-kasus tipiring. 43

Terkait dengan ketentuan jumlah denda dalam tindak pidana pencurian

ringan menurut Perma No. 02 Tahun 2012, maka penyesuaian nilai

rupiah berpedoman pada harga emas yang berlaku pada sekitar tahun

1960. Bahwa batasan nilai yang diatur dalam Pasal-Pasal pidana ringan

tersebut perlu disesuaikan dengan kenaikan tersebut, untuk

mempermudah perhitungan Mahkamah Agung menetapkan kenaikan

nilai rupiah tersebut tidak dikalikan 10.077 namun cukup 10.000 kali.

43 Aswindri R. N., 2012, “PERSPEKTIF TINDAK PIDANA RINGAN DAN JUMLAH

DENDA BERDASARKAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 2 TAHUN 2012 DALAM TINDAK PIDANA PENCURIAN”, diakses tanggal

1November 2013, Pukul 18.45 WIB

Page 56: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

43

Dengan dilakukannya penyesuaian seluruh nilai uang yang ada dalam

KUHP baik terhadap Pasal-Pasal tindak pidana ringan maupun terhadap

denda diharapkan kepada seluruh Pengadilan untuk memperhatikan

implikasi terhadap penyesuaian ini dan sejauh mungkin

mensosialisasikan hal ini kepada Kejaksaan Negeri yang ada

diwilayahnya agar apabila terdapat perkara-perkara pencurian ringan

maupun tindak pidana ringan lainnya tidak lagi mengajukan dakwaan

dengan menggunakan Pasal 362, 372, 378, 383, 406 maupun 480 KUHP

namun Pasal-Pasal sesuai yang mengacu pada Peraturan Mahkamah

Agung Nomor 2 Tahun 2012. Selain itu jika Pengadilan menemukan

terdapat terdakwa tindak pidana ringan yang dikenakan penahanan agar

segera membebaskan. Selain itu mengefektifkan kembali pidana denda

serta mengurangi beban Lembaga Pemasyarakatan yang saat ini telah

banyak melampaui kapasitasnya yang telah menimbulkan persoalan

baru, sejauh mungkin para Hakim mempertimbangkan sanksi denda

sebagai pilihan pemidanaan yang akan dijatuhkan, dengan tetap

mempertimbangkan berat ringannya perbuatan serta rasa keadilan

masyarakat.44

3. Ketentuan Jumlah Denda Dalam Tindak Pidana Pencurian Ringan

Menurut Perma Nomor 02 Tahun 2012

Kasus pencurian ringan ancaman hukumannya ialah pidana penjara paling

lama 3 bulan atau pidana denda paling banyak Rp 60,-. Tindak pidana pencurian

ringan, harga barangnya tidak lebih dari Rp. 2.500.000,00. Hal ini sesuai dengan

PERMA Nomor 02 Tahun 2012 tentang penyesuaian batasan tindak pidana ringan

dalam jumlah denda dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Dilatar belakangi oleh:

1. Bahwa sejak tahun 1960 seluruh nilai uang yang terdapat dalam KUHP

belum pernah disesuaikan kembali. Hal ini berimplikasi pasa

digunakannya pencurian biasa yang diatur dalam Pasal 362 KUHP atas

tindak pidana yang diatur dalam Pasal 364 KUHP;

2. Bahwa apabila nilai uang yang ada dalam KUHP tersebut disesuaikan

dengan kondidi saat ini maka penanganan perkara tindak pidana ringan

seperti pencurian ringan, penipuan ringan, penggelapan ringan dan

sejenisnya dapat ditangani secara proposional mengingat ancaman

44Ibid, diakses tanggal 1 November 2013

Page 57: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

44

hukuman paling tinggi yang dapat dijatuhkan hanyalah tiga bulan

penjara, dan terhadap tersangka atau terdakwa tidak dapat dikenakan

penahanan, serta acara pemeriksaan yang digunakan adalah Acara

Pemeriksaan Cepat, selain itu perkara-perkara tersebut tidak dapat

diajukan upaya hukum kasasi;

3. Bahwa materi perubahan KUHP pada dasarnya merupakan materi

undang-undang, namun mengingat perubahan KUHP diperkirakan akan

memakan waktu yang cukup lama sementara perkara-perkara terus

masuk ke pengadilan, Mahkamah Agung memandang perlu melakukan

penyesuaian nilai rupiah yang ada dalam KUHP berdasarkan harga

emas yang berlaku pada tahun 1960;

4. Bahwa sejak tahun 1960 nilai rupiah telah mengalami penurunan

sebesar kurang lebih 10.000 kali jika dibandingkan harga emas pada

saat ini. Untuk itu maka seluruh besaran rupiah yang ada dalam KUHP

kecuali Pasal 303 dan 303bis perlu disesuaikan;

5. Bahwa Peraturan Mhkamah Agung ini sama sekali tidak bermaksud

mengubah KUHP, Mahkamah Agung hanya melakukan penyesuaian

nilai uang yang sudah sangat tidak sesuai dengan kondisi sekarang ini.

Hal ini dimaksudkan penegak hukum khususnya hakim untuk

memeberikan keadilan terhadap perkara yang diadilinya.

Hal ini ditegaskan lagi oleh pendapat para pakar hukum pidana, dalam

beberapa keterangan Pers, bahwa :

“ Peraturan tersebut dianggap sebagai salah satu jalan tengah di antara

himpitan paham legalistik yang mengedepankan peraturan perundang-

undangan sebagai kepastian hukum yang kerap bertentangan dengan teori

keadilan yang lebih mengedepankan rasa keadilan yang berlaku di

masyarakat, dengan adanya peraturan tersebut kini para penegak hukum

tidak dapat lagi bertindak sewenang-wenang melakukan penahanan

terhadap pelaku tindak pidana ringan (Tipiring) yang melakukan kejahatan

dengan nilai di bawah Rp 2.500.000,- .45

“ Harifin berharap Perma ini dapat menjadi jembatan bagi para hakim

sehingga mampu lebih cepat memberikan rasa keadilan bagi masyarakat

terutama bagi penyelesaian tindak pidana ringan (Tipiring) sesuai dengan

bobot tindak pidananya. “Perma ini juga ditujukan untuk menghindari

masuknya perkara-perkara yang berpotensi mengganggu rasa keadilan

yang tumbuh di tengah masyarakat dan secara tidak langsung akan

membantu sistem peradilan pidana untuk kita bekerja lebih efektif dan

efisien.46

45 Bryan Bernadi, 2012, Hukum yang Prorakyat (on-line). http: / / www.Gagasanhukum.

html, diakses 13 September 2013. 46

Agus Sahbani, 2012, MA Terbitkan Perma Batasan Tipiring (on-line). http: / / www.

Hukumonline.com /ma-terbitkan-perma-batasan-tipiring.html, diakses 13 September 2012.

Page 58: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

45

BAB III

METODE PENELITIAN

1. Metode Pendekatan

Dalam penelitian ini digunakan tipe penelitian yuridis normatif dengan

menggunakan beberapa pendekatan masalah yang meliputi pendekatan Undang-

Undang (statute approach), dan pendekatan analisis (analytical approach).47

Pendekatan perundang-undangan dilakukan dengan menelaah semua

undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang

ditangani48

.Pendekatan analitis maksud utamanya adalah mengetahui makna yang

dikandung dalam peraturan perundang-undangan secara konsepsional, sekaligus

mengetahui penerapannya dalam praktik.49

2. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Preskriptif50

. Penelitian secara prespektif degan cara menganalisis persoalan

hukum dengan aturan yang berlaku dan cara mengoperasionalkan aturan tersebut

dalam peristiwa hukum.

3. Sumber Data Sekunder

Bahwa penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, maka data

pokok yang digunakan adalah data sekunder yang meliputi:

47 Johny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normati,. Malang, Bayumedia

Publishing, 2006, hlm 300-308. 48 Ibid, hal 303 49 Ibid, hal 310 50 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Media Group, Jakarta, 2010, hal

22.

Page 59: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

46

a. Bahan Hukum Primer

Bahan Hukum Primer yaitu semua aturan hukum yang dibentuk

dan/atau dibuat secara resmi oleh suatu lembaga negara, dan/atau badan-

badan pemerintahan yang demi tegaknya akan diupayakan berdasarkan daya

paksa yang dilakukan secara resmi pula oleh aparat negara. Bahan-bahan

hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau

risalah pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim. Dalam

penelitian ini, bahan hukum primer yang digunakan adalah:

1) Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP);

2) Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Undang

– Undang Pembentukan Peraturan Perundang – Undangan;

3) Undang – Undang Kekuasaan Kehakiman, Peraturan Mahkamah

Agung Nomor 02 Tahun 2012;dan

4) Putusan Pengadilan Negeri Solok Nomor:

03/Daf.Pid.C/2013/PN.Slk

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya

dengan bahan hukum primer dan dapat memberikan penjelasan mengenai

bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisa dan memahami

bahan hukum primer berupa literatur atau pustaka yang berkaitan dengan

permasalahan yang diteliti.

c. Bahan Hukum Tertier

Page 60: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

47

Bahan hukum tertier adalah bahan hukum yang memberikan

petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan

hukum sekunder, seperti kamus (hukum), ensklipodia.51

4. Metode Pengumpulan Data

Bahan hukum yang diperoleh dengan cara melakukan inventarisasi

peraturan undang-undang yakni, dalam penelitian ini peneliti hanya menggunakan

data sekunder dan metode yang digunakan untuk proses pengumpulan data ialah

dengan studi kepustakaan, internet browsing, telaah artikel ilmiah, telaah karya

ilmiah sarjana, dan studi dokumen, termasuk di dalamnya karya tulis ilmiah

maupun jurnal surat kabar dan dokumen resmi lainya yang relevan dengan

masalah yang diteliti kemudian diidentifikasi dan dipelajari sebagai satu kesatuan

yang utuh.

5. Metode Penyajian Data

Data dan Hasil penelitian diperoleh akan disajikan dalam bentuk uraian -

uraian yang tersusun secara sistematis, artinya data sekunder yang diperoleh akan

dihubungkan satu dengan yang lain disesuaikan dengan permasalahan yang

diteliti, sehingga secara keseluruhan merupakan satu kesatuan yang utuh sesuai

dengan kebutuhan penelitian.

6. Metode Analisa Data

Untuk menganalisa data yang diperoleh, akan digunakan metode secara

normatif kualitatif yaitu pembahasan dan penjabaran data hasil penelitian yang

51 Amirudin, dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo

Persada, Jakarta, 2003, hal 32.

Page 61: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

48

mendasarkan pada norma atau kaidah - kaidah hukum secara doktrin – doktrin

yang relevan dengan permasalahan.

Page 62: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

49

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif,

data pokok yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder.

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh data sebagai berikut :

1. Catatan Putusan Pengadilan Negeri Solok Nomor:

03/Daf.Pid.C/2013/PN.Slk Tindak Pidana Pencurian Ringan;

2. Peraturan Mahkamah Agung Nomor : 02 Tahun 2012 tentang

Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam

KUHP;

Berdasarkan data sekunder dari hasil penelitian, maka dapat diuraikan

sebagai berikut :

1) Catatan Putusan Pengadilan Negeri Solok Nomor:

03/Daf.Pid.C/2013/PN.Slk tentang Tindak Pidana Pencurian Ringan;.

Penelitian dilakukan di Pusat Informasi Ilmiah (PII) Fakultas

Hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto terhadap catatan

Putusan Pengadilan Nomor : 03/Daf.Pid.C/2013/PN.Slk tentang Tindak

Pidana Pencurian Ringan. Catatan Putusan Pengadilan tersebut di buat

oleh Hakim Pengadilan Negeri Solok dalam daftar catatan perkara (Pasal

209 Ayat (2) KUHAP.

Page 63: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

50

Tersangka H dikenakan penahanan oleh penyidik, perkara tersebut

di sidangkan dalam persidangan terbuka untuk umum di Pengadilan

Negeri Solok yang memeriksa dan mengadili perkara tindak pidana

ringan dengan acara pemeriksaan cepat dan menggunakan Hakim

Tunggal. Dari catatan Putusan Pengadilan tersebut dapat diperoleh data

sebagai berikut :

a) Duduknya perkara

Bahwa ia Terdakwa H bertempat tinggal di Padang Panjang,

umur 42 tahun, tanggal lahir 25 Desember 1971, jenis kelamin Laki-

laki, Kebangsaan Indonesia, Tempat Tinggal Perumnas Padang Reno

No. 44 Kelurahan Koto Panjang Kecamatan Padang Panjang Timur

Kota Padang Panjang, agama Islam, pekerjaan tidak ada, pada Sabtu

tanggal 25 Februari 2013 sekira pukul 09.00 WIB atau setidak-

tidaknya pada waktu lain dalam bulan Februari2013, bertempat di

Perumnas Padang Reno Kelurahan Kota Panjang Kecamatan Padang

Panjang Timur Kota Padang Panjang atau setidak-tidaknya pada

suatutempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan

Negeri Solok,mengambilsuatu barang yang seluruhnya atau sebagian

milik orang lain, dengan maksud untukdimiliki barang itu dengan

melawan hak berupa plastik merk PP ukuran 8x13/2 7x4/2 sebanyak 4

kg, plastik merk Kharisma ukuran 15/3 19/3 24/3 sebanyak 9 ikat,

plastik merk Jeruk 35 sebanyak 2 ikat, dan palstik merk PE ukuran

Page 64: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

51

10/1 12/1 14/1 20/1 sebanyak 3 kg milik saksi korban Z, perbuatan

tersebut dilakukan terdakwa dengan cara sebagai berikut :

Pada hari Sabtu tanggal 25 Februari 2013 sekira pukul 08.00

wib. Terdakwa H berjalan kaki dengan tujuan akan pulang kerumah di

Perumnas Padang Reno Kelurahan Koto Panjang Kecamatan Padang

Panjang Timur Kota Padang Panjang dan ketika berjalan melintas di

depan warung saksi korban Z sekira pukul 09.00 WIB. Terdakwa

melihat warung yang kosong tidak ada pemiliknya kemudian terdakwa

timbul niat untuk mengambil beberapa plastik yang ada di depan

warung tersebut lalu terdakwa berjalan mendekati warung tersebut dan

kedua tangannya langsung memegang dan mengambil beberapa

plastik tersebut kemudian lari kearah barat, tidak lama kemudian

terdakwa diamankan oleh Petugas Polres kota Solok. akibat perbuatan

Terdakwa, saksi korban Z mengalami kerugian sebesar Rp. 350.000,-

(tiga ratus lima puluh ribu rupiah).

b) Pengajuan Perkara Tanpa Surat Dakwaan

Hakim membaca dakwaan yang tercakup dalam catatan buku

register yang diajukan oleh Penyidik Pembantu pada Kepolisian

Polres Solok Kota dengan No. Pol. : LP/61/B/II/2013-Polres Solok

Kota, tanggal 26 Februari 2013 (Terdakwa didakwa telah melanggar

ketentuan Pasal 364 KUHP, yaitu tindak pidana pencurian ringan).

c) Pembuktian

Page 65: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

52

Pembuktian didasarkan atas tindak pidana yang didakwakan

terhadap terdakwa yang tercakup dalam catatan buku register perkara

yang dibuktikan oleh Penyidik Pembantu POLRI pada Kepolisian

Polres Kota Solok dengan menggunakan alat-alat bukti, dan barang

bukti sebagai berikut :

(1) Alat bukti Saksi

Saksi-saksi telah memberikan keterangan dibawah sumpah di

persidangan :

(a) Saksi Korban Z

Saksi memberikan keterangan dibawah sumpah dengan

keterangan bahwa terdakwa telah mengambil barang bukti

berupa plastik merk PP ukuran 8x13/2 7x4/2 sebanyak 4 kg,

plastik merk Kharisma ukuran 15/3 19/3 24/3 sebanyak 9 ikat,

plastik merk Jeruk 35 sebanyak 2 ikat, dan palstik merk PE

ukuran 10/1 12/1 14/1 20/1 sebanyak 3 kg milik saksi korban

Z.

(2) Alat Bukti Keterangan Terdakwa

Terdakwa membenarkan isi dakwaan, dan seluruh keterangan yang

telah diberikan oleh saksi. Selain itu terdakwa juga mengenal

barang-barang bukti yang diperlihatkan, yaitu berupa :

(a) Plastik merk PP ukuran 8x13/2 7x4/2 sebanyak 4 kg ;

(b) Plastik merk Kharisma ukuran 15/3 19/3 24/3 sebanyak 9 ikat ;

(c) Plastik merk Jeruk 35 sebanyak 2 ikat ; dan

(d) Plastik merk PE ukuran 10/1 12/1 14/1 20/1 sebanyak 3 kg.

Page 66: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

53

d) Putusan Hakim

Putusan Hakim dalam perkara Nomor :

03/Daf.Pid.C/2013/PN.Slk berbeda dengan putusan perkara dengan

acara pemeriksaan biasa, putusan perkara tindak pidana pencurian

ringan berbentuk catatan yang termuat dalam buku register perkara.

Dalam catatan putusan Hakim tersebut antara lain berisi Pertimbangan

Hukum dan amar putusan yang langsung menyebut tentang identitas

terdakwa, tindak pidana yang didakwakan, susunan persidangan, jenis

hukuman yang dijatuhkan, besarnya biaya perkara, tanggal, bulan dan

tahun putusan yang diucapkan, dan ditandatangani oleh Hakim

Tunggal dan Panitera yang menyidangkan perkara tersebut. Berikut

ini pertimbangan hukum beserta amar putusan dalam putusan tersebut:

(1) Pertimbangan Hukum

Setelah membaca dan mempelajari surat-surat yang

berhubungan dengan perkara ini ;

Setelah melihat barang bukti dalam perkara ini ;

Setelah membaca dan mempelajari kesepakatan damai antara

Terdakwa dan saksi korban ;

Setelah mendengar keterangan Terdakwa di persidangan ;

Menimbang, bahwa Terdakwa diajukan ke persidangan oleh

penyidik telah melanggar Pasal 364 KUHP ;

Menimbang, bahwa berdasarkan pada keterangan saksi korban

dan keterangan Terdakwa yang pada pokoknya mengakui perbuatan

Page 67: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

54

yang didakwakan kepadanya, dan barang bukti yang diajukan di

persidangan maka Terdakwa sudah terbukti secara sah dan

meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “pencurian ringan”

sebagaimana yang didakwakan kepadanya, dan oleh karena itu

haruslah dijatuhi pidana ;

Menimbang, bahwa mengenai barang bukti dalam perkara ini

berupa plastik merk PP ukuran 8x13/2 7x4/2 sebanyak 4 kg, plastik

merk Kharisma ukuran 15/3 19/3 24/3 sebanyak 9 ikat, plastik merk

Jeruk 35 sebanyak 2 ikat, dan palstik merk PE ukuran 10/1 12/1 14/1

20/1 sebanyak 3 kg, oleh karena barang bukti tersebut adalah milik

saksi korban maka harus dikembalikan ke saksi korban ;

Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa telah ditahan maka

masa penahanan yang telah dijalani Terdakwa dikurangi dari pidana

yang diajtuhkan ;

Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa telah dinyatakan

bersalah dan akan dipidana maka Terdakwa harus pula dibebani untuk

membayar biaya perkara ini ;

Menimbang, bahwa sebelum menjatuhkan putusan perlu

dipertimbangkan hal – hal yang memberatkan dan hal-hal yang

meringankan bagi Terdakwa :

Hal-hal yang memberatkan :

1. Tidak ditemukan adanya hal-hal yang membartkan bagi

Terdakwa,

Page 68: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

55

Hal-hal yang meringankan :

1. Terdakwa sopan dipersidangan,

2. Terdakwa berterus terang dan mengakui perbuatannya,

3. Telah adanya kesepakatan damai antara Terdakwa dengan

saksi korban ;

Menimbang, bahwa berdasarkan segala sesuatu yang telah

dipertimbangkan di atas, maka pidana yang dijatuhkan kepada

Terdakwa sebagaimana tersebut dalam amar putusan ini telah pantas,

adil, serta setimpal dengan kesalahan Terdakwa ;

Memperhatikan Pasal 364 KUHP, Peraturan Mahkamah Agung

Nomor : 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana

Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP, Nota Kesepakatan Bersama

antara Ketua Mahkamah Agung RI, Menteri Hukum dan Hak Asasi

Manusia RI, Jaksa Agung RI, dan Kepala Kepolisian RI tentang

Pelaksanaan Penerapan Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan

dan Jumlah Denda, Acara Pemeriksaan Cepat, serta Penerapan

Keadilan Restoratif (Restorative Justice), serta peraturan perundang-

undangan lainnya yang berkaitan :

(2) Amar Putusan

Sesuai dengan hasil pemeriksaan, Kemudian Hakim

menjatuhkan putusan, dan menyatakan dalam amar putusannya bahwa

:

Page 69: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

56

1. Menyatakan Terdakwa H pgl Man sebagaimana identitas tersebut

diatas terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan

tindak pidana“pencurian ringan”;

2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa dengan pidana penjara

selama 10(sepuluh) hari ;

3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh

Terdakwadikurangkan dari pidana yang dijatuhkan ;

4. Menetapkan barang bukti berupa :

a. Plastik merk PP ukuran 8x13/2 7x4/2 sebanyak 4 kg,

b. Plastik merk Kharisma ukuran 15/3 19/3 24/3 sebanyak 9 ikat,

c. Plastik merk Jeruk 35 sebanyak 2 ikat, dan

d. Plastik merk PE ukuran 10/1 12/1 14/1 20/1 sebanyak 3 kg,

dikembalikan kepada saksi korban Z pgl Cun ;

5. Membebankan biaya perkara kepada Terdakwa sebesar Rp.1.000,-

(seriburupiah) ;

Demikianlah diputus pada hari Kamis, tanggal 7 Maret 2013,

oleh DadiSuryandi, S.H., M.H., sebagai Hakim Tunggal pada

Pengadilan Negeri Solok, putusantersebut diucapkan dalam

persidangan yang terbuka untuk umum pada hari itu juga olehHakim

Tunggal tersebut, dengan didampingi oleh Fitriati, S.H., sebagai

Panitera Pengganti pada Pengadilan Negeri Solok dan dihadiri oleh

Brigadir Roni Rollies, S.H.,sebagai Penyidik Pembantu pada

Kepolisian Resort Solok Kota serta dihadapan Terdakwa,-.

Page 70: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

57

Berdasarkan uraian data tersebut, berupa catatan putusan dalam

daftar catatan perkara, maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan

terkait dengan pemeriksaan perkara tindak pidana ringan yang

diperiksa menggunakan acara pemeriksaan cepat. Diantaranya adalah

sebagai berikut :

Catatan Putusan dibuat oleh Hakim Pengadilan Negeri dalam

daftar catatan perkara, hal tersebut sesuai dengan Pasal 209 ayat (2)

KUHAP yang menyatakan bahwa :

“ Berita acara pemeriksaan sidang tidak dibuat kecuali jika

dalam pemeriksaan tersebut ternyata ada hal yang tidak sesuai

dengan berita acara pemeriksaan yang dibuat penyidik. ” Pemeriksaan acara cepat sifatnya cepat namun tidak

menghilangkan ketelitian dalam pemeriksaan perkara, hal tersebut

sesuai dengan penjelasan Pasal 209 KUHAP, yang merumuskan

sebagai berikut :

“ Ketentuan Pasal ini dimaksudkan untuk mempercepat

penyelesaian perkara, meskipun demikian dilakukan dengan

penuh ketelitian. ”

Persidangan dalam perkara tersebut di pimpin oleh seorang

Hakim tunggal dan seorang Panitera, bukan majelis Hakim seperti

dalam acara biasa, maupun acara singkat, hal tersebut sesuai dengan

Pasal 205 ayat (3) KUHAP, yang menyatakan bahwa :

“ Dalam acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam acara sebagaimana dimaksud dalam dalam ayat (1) (Pemeriksaan Tindak Pidana Ringan), pengadilan mengadili dengan hakim tunggal pada tingkat pertama dan terkahir, kecuali dalam hal dijatuhkan pidana perampasan kemerdekaan terdakwa dapat minta banding. ”

Page 71: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

58

Dalam Putusan tersebut pemeriksaan perkara sampai

dijatuhkannya Putusan Hakim dilaksanakan dan diputuskan pada hari

itu juga, yaitu pada hari Kamis, tanggal 07 Maret 2013, dilakukan

penahanan terhadap tersangka H, dimana dalam dilakukan penahan,

penyidik mempunyai kewenangan. KUHAP mengatur alasan

penahanan yaitu dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (4). Pasal 21 ayat

(1) menyebutkan alasan penahanan, yang merupakan alasan subyektif

dari penyidik yaitu:

“ Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan

terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras

melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam

hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa

tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau

menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana

“.

Dalam perkara ini juga telah ada upaya restorative justice

(keadilan restoratif) yang padapokoknya sebagai berikut :

1. Pihak I (pertama) dan pihak II (kedua) sepakat untuk

berdamai dan berjanjimenjaga hubungan silaturrahmi.

2. Pihak I (pertama) berjanji tidak akan mengulangi perbuatan

yang sama terhadappihak kedua.

3. Pihak II (kedua) bersedia mencabut laporan polisi di Polres

Solok Kota denganNo. Pol. : LP/61/B/II/2013-Polres Solok

Kota, tanggal 26 Februari 2013.

Page 72: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

59

4. Apabila pihak I (pertama) ataupun pihak II (kedua)

melanggar/tidak mematuhisurat perjanjian perdamaian ini

bersedia diproses sebagaimana hukum yangberlaku.

Pemeriksaan perkara tindak pidana ringan dengan acara cepat

pada prakteknya dilaksanakan oleh Pengadilan Negeri pada hari-hari

tertentu yang khusus melayani pemeriksaan tindak pidana ringan.

Menurut Pasal 206 KUHAP, hari-hari tertentu untuk mengadili

perkara tindak pidana ringan yaitu :

1. 7 hari dalam satu bulan; 2. Hari-hari tersebut diberitahukan pengadilan kepada penyidik

supaya mengetahui dan dapat mempersiapkan pelimpahan berkas perkara tindak pidana ringan.

Dengan adanya penetapan hari-hari tertentu yang dikhususkan

untuk pemeriksaan perkara tindak pidana ringan, diharapkan

pemeriksaan dan penyelesaian tidak mengalami hambatan.

Alat bukti dalam sidang tersebut berupa barang bukti,

keterangan saksi korban dan keterangan terdakwa. Hakim

menjatuhkan putusan dengan mempertimbangakan keterangan saksi

korban, keterangan terdakwa, serta barang-barang bukti yang

diajukan. Saksi dalam perkara tersebut memberikan keterangan

setelah mengucapkan sumpah atau janji, mengenai pengucapan

sumpah atau janji sebelum memberikan keterangan dalam sidang

tindak pidana ringan maka Hakim dalam perkara tersebut berpedoman

pada ketentuan Pasal 208 KUHAP, yang menyatakan bahwa :

“ Saksi dalam acara pemeriksaan tindak pidana ringan tidak

mengucapkan sumpah atau janji kecuali Hakim menganggap

perlu. ”

Page 73: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

60

Sesuai dengan bunyi pasal tersebut, dalam sidang perkara tindak

pidana ringan menggunakan acara cepat Hakim diberi kebebasan

untuk membebani saksi dengan tanggung jawab moral yaitu dengan

mengucap sumpah ataupun tidak membebaninya dengan sumpah

sebelum memberi keterangan. Hakim dalam perkara tersebut memilih

membebani saksi dengan sumpah sebelum memberikan keterangan,

hal tersebut sesuai dengan Pasal 209 KUHAP, seperti yang telah

dijelaskan sebelumnya, bahwa walaupun penyelesaian tindak pidana

ringan yang diperiksa dengan acara cepat sifatnya cepat, namun sifat

cepatnya penyelesaian perkara tindak pidana ringan tidak boleh

mengorbankan ketelitian hakim dalam hal menemukan dan

mendapatkan kebenaran materiil, yaitu kebenaran yang sebenar-

benarnya dan selengkap-lengkapnya yang menjadi tujuan hukum

acara pidana.

Pembentuk undang-undang tidak memberikan alasan maupun

latar belakang yang jelas terkait rumusan dalam ketentuan Pasal 208

KUHAP, seolah-olah ketentuan Pasal 208 KUHAP bertentangan

dengan Pasal 160 ayat (3) KUHAP yang menegaskan “ kewajiban ”

saksi untuk mengucapkan sumpah atau janji sebelum memberi

keterangan. Mengenai hal tersebut, M. Yahya Harahap52

berpendapat

bahwa :

“ Bagaimanapun anggapan yang diberikan terhadap tindak

pidana ringan, jangan sampai melenyapkan nilai-nilai

52 M. Yahya Harahap, Loc.Cit, hlm. 428

Page 74: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

61

kekhidmatan dan kebenaran sejati dalam pemeriksaan dan

putusan yang dijatuhkan. ”

“ Bertitik tolak dari pemikiran tersebut, sebaiknya hakim yang

memeriksa perkara dalam acara tindak pidana ringan mengikuti

saja kalimat terakhir Pasal 208 KUHAP, yang mengatakan

bahwa, saksi sebelum memberikan keterangan mengucapkan

sumpah atau janji “ jika itu dianggap perlu oleh Hakim ”,

anggap saja pengucapan sumpah atau janji itu “ perlu ” demi

untuk menjamin kejujuran dan moralitas saksi mengutarakan

keterangan yang sebenarnya, dan dari segi kejiwaan, hakim

yang bersangkutan akan lebih lega menjatukan putusan jika

didukung oleh keterangan saksi yang dilandasi dengan sumpah

atau janji. ”

Pengajuan perkara dalam sidang tersebut tanpa surat dakwaan,

sesuai dengan ketentuan Pasal 207 ayat (2) huruf a, dan b, yang

merumuskan bahwa :

a) Hakim yang bersangkutan memerintahkan panitera mencatat dalam

buku register semua perkara yang diterimanya;

b) Dalam buku register dimuat nama lengkap, tempat lahir, umur, atau

tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan

pekerjaan terdakwa serta apa yang didakwakan kepadanya.

Alasan dari pembentuk undang-undang mencukupkan catatan

register perkara dalam sidang pengadilan tindak pidana ringan

menggunakan acara cepat dapat dibaca pada penjelasan Pasal 207 ayat

(2) huruf b KUHAP, yang merumuskan :

“ Ketentuan ini memberikan kepastian hukum di dalam

mengadili menurut acara pemeriksaan cepat tersebut tidak

diperlukan surat dakwaan yang dibuat penuntut umum seperti

untuk pemeriksaan dengan acara biasa, melainkan tindak pidana

yang didakwakan cukup ditulis dalam buku register terssebut

pada huruf a. ”

Sidang pengadilan dalam perkara tersebut tidak menggunakan

surat dakwaan melainkan menggunakan catatan register, sehingga

penyidik pembantu “atas kuasa” penuntut umum, dalam hal ini

Page 75: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

62

penyidik pembantu Kepolisian Polres Kota Solok mendakwa terdakwa

dengan Pasal 364 KUHP, yakni tindak pidana pencurian ringan seperti

yang termuat dalam putusan tersebut.

Pembuktian dalam tindak pidana ringan yang diperiksa

menggunakan acara pemeriksaan cepat dalam perkara tersebut

menggunakan 3 alat bukti, yakni keterangan Saksi korban, keterangan

Terdakwa dan barang bukti, yang mana sebelum saksi korban

memberikan keterangannya terlebih dahulu disumpah oleh Hakim.

Seperti diketahui bahwa dalam acara pemeriksaan cepat, keyakinan

hakim cukup didukung satu alat bukti yang sah (Penjelasan Pasal 184

KUHAP), hal ini berbeda dalam pembuktian dalam acara pemeriksaan

biasa dimana dinyatakan dalam Pasal 183 KUHAP, bahwa :

“ Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang

kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang

sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-

benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah

melakukannya. ”

Ditegaskan dalam penjelasan pasal tersebut bahwa, ketentuan

dalam Pasal 183 KUHAP adalah untuk menjamin tegaknya

kebenaran, keadilan dan kepastian hukum bagi seseorang. Menurut

pendapat M. Karjadi dan R.Soesilo53

Pasal 183 KUHAP tersebut

menyatakan bahwa :

“ Dengan mudah dapat dikatakan, bahwa menurut pasal ini

maka unsur untuk dapat memidana terdakwa itu adalah

minimum dua buah alat bukti yang sah dan keyakinan hakim,

bahwa suatu tindak pidana betul-betul telah terjadi dan bahwa

53 M. Karjadi dan R. Soesilo, Loc.Cit

Page 76: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

63

terdakwalah yang bersalah melakukannya. Akan tetapi

walaupun demikian ada satu kekecualiannya yaitu bahwa dalam

pemeriksaan acara cepat keyakinan hakim cukup didukung oleh

satu alat bukti yang sah (periksa penjelasan Pasal 184

KUHAP).”

Hukum acara pidana Indonesia menganut asas minimum

pembuktian, dan sistem pembuktian menurut undang-undang secara

negatif, hal tersebut sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya

dalam ketentuan Pasal 183 KUHAP, kemudian dengan melihat

ketentuan dalam penjelasan Pasal 184 KUHAP bahwa, dalam acara

pemeriksaan cepat, keyakinan hakim cukup didukung satu alat bukti,

dalam hal ini pembentuk undang-undang tidak menjelaskan latar

belakang ketentuan dalam penjelasan Pasal 184 KUHAP.

Dengan melihat ketentuan dalam pasal-pasal tersebut M. Yahya

Harahap54

berpendapat bahwa :

“ Dalam perkara acara tindak pidana ringan, asas batas

minimum pembuktian, dan sistem pembuktian menurut undang-

undang secara negatif sebagaimana yang diatur dalam Pasal 183

KUHAP tidak perlu diterapkan secara mutlak. Tanpa saksi-

saksipun perkara dapat diputus. Buktinya Pasal 208 KUHAP

sendiri sudah menegaskan, saksi yang memberikan keterangan

di sidang pengadilan (tindak pidana ringan) “ tidak

mengucapkan ” sumpah atau janji. Akan tetapi seperti

dikatakan, seandainya ada pemeriksaan keterangan saksi,

sebaiknya saksi yang bersangkutan lebih dulu mengucapkan

sumpah sebelum memberikan keterangan, karena hal ini sama

sekali tidak bertentangan dengan undang-undang. Dengan

demikian dalam acara pemeriksaan tindak pidana ringan, alat

bukti keterangan terdakwa memegang peranan penting sebagai

alat bukti yang sempurna dan menentukan. Jika terdakwa

membenarkan/mengakui perbuatan yang didakwakan tanpa

didukung oleh alat bukti yang lainnya, maka cukup memadai

(sufficient) atau membuktikan kesalahan terdakwa, jika

terdakwa mungkir, baru diperlukan upaya pembuktian dengan

54 M. Yahya Harahap, Op.Cit.

Page 77: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

64

alat bukti yang lain berupa saksi, surat, petunjuk. Namun kalau

alat bukti lain tidak ada sedangkan terdakwa mungkir, terdakwa

tidak dapat dinyatakan bersalah sesuai dengan asas in dubio pro

reo (jika terdapat keraguan menguntungkan yang besalah).

Sebab sekalipun Pasal 183 KUHAP tidak perlu diterapkan

secara mutlak dalam tindak pidana ringan, dengan keyakinan

hakim saja tidak dapat dijadikan landasan membuktikan

kesalahan terdakwa.Untuk mendukung keyakinan hakim,

minimal diperlukan satu alat bukti. Bisa berupa keterangan

terdakwa, surat, keterangan ahli, atau petunjuk. Tidak layak

menghukum terdakwa yang mungkir hanya berdasar keyakinan

hakim semata. ”

Hakim Pengadilan Negeri Solok Nomor :

03/Daf.Pid.C/2013/PN.Slk telah menjatuhkan putusan dalam perkara

tersebut dengan berdasarkan pemeriksaan dalam sidang pada hari

Kamis, tanggal 07 Maret 2013 di Pengadilan Negeri Solok. Pada

intinya hakim menjatuhkan putusan berdasarkan keterangan terdakwa,

dan saksi korban, serta barang bukti yang diajukan, Pengadilan Negeri

berpendapat bahwa terdakwa secara sah dan meyakinkan telah

terbukti bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya,

oleh karena itu terdakwa harus dipidana mengingat Pasal 364 KUHP,

KUHAP, dan peraturan lain yang bersangkutan dengan perkara ini.

Demikian uraian data mengenai hasil penelitian yang diperoleh

dari putusan tindak pidana pencurian ringan, berupa catatan register

perkara pada Pengadilan Negeri Solok yang diperiksa menggunakan

acara pemeriksaan cepat. Berkaitan dengan data sekunder berikutnya,

dalam putusan tersebut dijelaskan bahwa penjatuhan pidana dengan

mengingat ketentuan Pasal 364 KUHP (Pencurian Ringan), KUHAP,

dan peraturan lain yang bersangkutan dengan pekara ini, peraturan

Page 78: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

65

lain yang dimaksud ialah Peraturan Mahkamah Agung Nomor Tahun

2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah

Denda dalam KUHP yang merupakan produk hukum dari Mahkamah

Agung.

1) Peraturan Mahkamah Agung Nomor : 02 Tahun 2012 tentang

Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam

KUHP

Terkait dengan data sekunder dalam penelitian ini, penulis akan

menguraikan data penelitian berupa Peraturan perundang-undangan yaitu

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 02 Tahun 2012 tentang Penyesuaian

Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP. Pada

umumnya setiap penelitian berangkat dari keingintahuan penulis,

penelitian ini ditujukan untuk mengetahui penahanan yang dilakukan

terhadap tersangka H sudah sesuai atau tidak, setelah ditetapkannya

Perma No. 02 Tahun 2012 mengenai penyesuaian batasan tindak pidana

ringan dan jumlah denda dalam KUHP di lingkungan peradilan pada

umumnya, serta di lingkungan pengadilan negeri dalam pemeriksaan

tindak pidana pencurian ringan pada khususnya.

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 02 Tahun 2012 merupakan

produk hukum Mahkamah Agung yang ditetapkan oleh Ketua

Mahkamah Agung Republik Indonesia pada saat itu yaitu Harifin A.

Tumpa, di Jakarta pada tanggal 27 Februari 2012. Seperti yang telah di

bahas pada bab sebelumnya, latar belakang lahirnya Peraturan

Page 79: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

66

Mahkamah Agung Nomor 02 Tahun 2012 secara singkat dapat dijelaskan

sebagai berikut :

i. Mahkamah Agung mengharapkan supaya Pengadilan menjatuhkan

pidana yang sungguh-sungguh setimpal dengan beratnya dan

sifatnya tindak pidana tersebut dan jangan sampai menjatuhkan

pidana yang menyinggung rasa keadilan di dalam masyarakat;

ii. Banyaknya perkara-perkara pencurian ringan tidak tepat didakwa

dengan menggunakan Pasal 362 KUHP yang ancaman pidananya

paling lama 5 (lima) tahun. Perkara-perkara pencurian ringan

seharusnya masuk dalam kategori tindak pidana ringan yang mana

seharusnya lebih tepat didakwa dengan Pasal 364 KUHP yang

ancaman pidananya paling lama 3 (tiga) bulan penjara atau denda

paling banyak Rp.250,00 (dua ratus lima puluh rupiah);

iii. Jika perkara-perkara tersebut didakwa dengan Pasal 364 KUHP

maka tentunya berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana para tersangka atau terdakwa perkara-perkara tersebut tidak

dapat dikenakan penahanan (Pasal 21 KUHAP) serta acara

pemeriksaan di Pengadilan yang digunakan haruslah Acara

Pemeriksaan Cepat yang cukup diperiksa oleh Hakim Tunggal

kecuali dalam hal dijatuhkan pidana perampasan kemerdekaan

terdakwa, sebagaimana diatur dalam Pasal 205-210 KUHAP,

menurut Pasal 205 ayat (1) KUHAP acara pemeriksaan tindak

pidana ringan ialah perkara yang diancam dengan pidana penjara

atau kurungan paling lama tiga bulan dan atau denda sebanyak-

banyaknya Rp.7000,- (tujuh ribu rupiah) dan penghinaan ringan;

iv. Berdasarkan Pasal 45A Undang-Undang Mahkamah Agung Nomor

14 Tahun 1985 sebagaimana yang telah diubah dua kali terakhir

dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 perkara-perkara

tersebut tidak dapat diajukan kasasi karena ancaman hukumannya

di bawah 1 (satu) tahun penjara;

v. Mahkamah Agung memahami alasan Penuntut Umum saat ini

mendakwa para terdakwa dalam perkara-perkara tersebut dengan

menggunakan Pasal 362 KUHP, oleh karena batasan pencurian

ringan yang diatur dalam Pasal 364 KUHP saat ini adalah barang

atau uang yang nilainya di bawah Rp.250,- (dua ratus lima puluh

rupiah). Nilai tersebut tentunya sudah tidak sesuai lagi saat ini,

sudah hampir tidak ada barang yang nilainya di bawah Rp.250,-

(dua ratus lima puluh rupiah) tersebut. Bahwa angka Rp.250,- (dua

ratus lima puluh rupiah) tersebut merupakan angka yang ditetapkan

oleh Pemerintah dan DPR pada tahun 1960 melalui Perpu Nomor

Page 80: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

67

16 Tahun 1960 tentang Beberapa Perubahan dalam Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana yang kemudian disahkan menjadi Undang-

Undang melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1961 tentang

Pengesahan Semua Undang-Undang Darurat dan Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang menjadi Undang-Undang;

vi. Untuk mengefektifkan kembali Pasal 364 KUHP sehingga

permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam perkara-perkara

yang saat ini menjadi perhatian masyarakat tersebut Pemerintah

dan DPR perlu melakukan perubahan atas KUHP, khususnya

terhadap seluruh nilai rupiah yang ada dalam KUHP. Namun

mengingat sepertinya hal tersebut belum menjadi prioritas

Pemerintah dan DPR, akan memakan waktu yang cukup lama,

walaupun khusus untuk substansi ini sebenarnya mudah, untuk itu

Mahkamah Agung memandang perlu menerbitkan Peraturan

Mahkamah Agung ini untuk menyesuaikan nilai mata uang yang

menjadi batasan tindak pidana ringan, baik yang diatur dalam Pasal

364 KUHP maupun Pasal-Pasal lainnya, yaitu Pasal 373

(penggelapan ringan), Pasal 379 (penipuan ringan), Pasal 384

(penipuan ringan oleh penjual), Pasal 407 ayat (1) (perusakan

ringan) dan Pasal 482 (penadahan ringan), Peraturan Mahkamah

Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batas Tindak

Pidana dan Jumlah Denda di dalam KUHP, hanya sedikit merubah

nilai nominal yang ada di dalam KUHP, karena di dalam KUHP

nilai rupiah telah mengalami banyak perubahan yang sangat

signifikan sejak tahun 1960 dan belum mengalami perubahan

hingga saat ini;

vii. Mahkamah Agung mengeluarkan Peraturan tersebut untuk

mengembalikan fungsi Pasal 364 KUHP agar efektif dan

memberikan keadilan kepada pencuri yang melakukan pencurian

dengan nilai barang atau uang bernilai tidak lebih dari

Rp.2.500.000,- untuk dapat memeriksa, mengadili dan memutus

perkara tersebut dengan Acara Pemeriksaan Cepat yang diatur

dalam Pasal 205-210 KUHAP.

Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam menetapkan

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 02 Tahun 2012 tentunya

mempertimbangkan tentang pentingnya penyesuaian batasan tindak

pidana ringan, dan jumlah denda yang ada dalam KUHP. Pertimbangan

hukum dalam rangka penyesuaian batasan tindak pidana ringan dan

Page 81: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

68

jumlah denda dalam KUHP tersebut terdapat dalam Peraturan Mahkamah

Agung Nomor Tahun 2012, secara singkat dapat dijelaskan sebagai

berikut :

a. Bahwa sejak tahun 1960 seluruh nilai uang yang terdapat dalam

KUHP belum pernah disesuaikan kembali. Hal ini berimplikasi pada

digunakannya pasal pencurian biasa yang diatur dalam Pasal 362

KUHP atas tindak pidana yang diatur dalam Pasal 364 KUHP;

b. Bahwa apabila nilai uang yang ada dalam KUHP tersebut disesuaikan

dengan kondisi sat ini maka penanganan perkara tindak pidana ringan

seperti pencurian ringan, penipuan ringan, penggelapan ringan dan

sejenisnya dapat ditangani secara proporsional mengingat ancaman

hukuman paling tinggi yang dapat dijatuhkan hanyalah tiga bulan

penjara, dan terhadap tersangka atau terdakwa tidak tepat dikenakan

penahanan, serta acara pemeriksaan yang digunakan adalah Acara

pemeriksaan cepat. Selain itu perkara-perkara tersebut tidak dapat

diajukan upaya hukum Kasasi;

c. Bahwa materi perubahan KUHP pada dasarnya merupakan materi

undang-undang, namun mengingat perubahan KUHP diperkirakan

akan memakan waktu yang cukup lama sementara perkara-perkara

terus masuk ke pengadilan, Mahkamah Agung memandang perlu

melakukan penyesuaian nilai rupiah yang ada dalam KUHP

berdasarkan harga emas yang berlaku pada tahun 1960;

d. Bahwa sejak tahun 1960 nilai rupiah telah mengalami penurunan

sebesar ± 10.000 kali jika dibandingkan harga emas pada saat ini.

Untuk itu maka seluruh besaran rupiah yang ada dalam KUHP kecuali

Pasal 303 dan 303bis perlu disesuaikan;

e. Bahwa Peraturan Mahkamah Agung ini sama sekali tidak bermaksud

mengubah KUHP, Mahkamah Agung hanya melakukan pemyesuaian

nilai uang yang sudah sangat tidak sesuai dengan kondisi sekarang ini.

Hal ini dimaksudkan memudahkan penegak hukum khususnya hakim,

untuk memberikan keadilan terhadap perkara yang diadilinya.

Pada intinya, KUHP yang sekarang berlaku, khususnya mengenai

nilai uang dalam batasan tindak pidana ringan dan jumlah denda sudah

sangat tidak sesuai dengan perkembangan zaman, sehingga pasal-pasal

mengenai tindak pidana ringan menjadi tidak efektif, bahkan tidak

Page 82: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

69

berfungsi, hal ini terkait dengan isi rumusan dalam butir pasal-pasal

dalam KUHP. Pasal 364 KUHP mengenai tindak pidana pencurian

ringan mengatur mengenai tindak pidana ringan atau kejahatan ringan

yang menetapkan bahwa harga barang yang di curi tidak lebih dari Rp

250,-. Nilai tersebut tentunya sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi

perkembangan zaman yang mana sudah hampir tidak ada harga barang

yang bernilai Rp 250,-. Dengan demikian, mengingat peraturan

perundang-undangan terkait, maka Mahkamah Agung memutuskan

menetapkan Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah

Denda dalam KUHP.

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 02 Tahun 2012 tersebut

mengatur mengenai Penyesuaian batasan tindak pidana ringan, dan

jumlah denda yang terdapat dalam KUHP, terdiri atas II Bab, dan 5

Pasal. Bab I mengenai penyesuaian batasan tindak pidana ringan, Bab II

mengenai penyesuaian jumlah denda dalam KUHP kaitannya dengan

denda tindak pidana ringan. Untuk lebih jelasnya, akan diuraikan pasal

perpasal, yaitu sebagai berikut :

Pasal 1

Kata-kata “ dua ratus lima puluh rupiah ” dalam Pasal 364, 373, 379,

384, 407 dan Pasal 482 KUHP dibaca menjadi Rp 2.500.000,00 (dua juta

lima ratus ribu rupiah);

Pasal 2

1. Dalam menerima pelimpahan perkara Pencurian, Penipuan,

Penggelapan, Penadahan, dari Penuntut Umum, Ketua Pengadilan

Wajib memperhatikan nilai barang atau nilai uang yang menjadi

obyek perkara dan memperhatikan Pasal 1 di atas.

Page 83: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

70

2. Apabila nilai barang atau uang tersebut bernilai tidak labih dari Rp

2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah) Ketua Pengadilan

segera menetapkan Hakim Tunggal untuk memeriksa, mengadili, dan

memutus perkara tersebut dengan Acara Pemeriksaan Cepat yang

diatur dalam Pasal 205-210 KUHAP.

3. Apabila terhadap terdakwa sebelumnya dikenakan penahanan, Ketua

Pengadilan tidak menetapkan penahanan ataupun perpanjangan

penahanan.

Pasal 3

Tiap jumlah maksimum hukuman denda yang diancamkan dalam KUHP

kecuali Pasal 303 ayat (1) dan ayat (2), 303 bis ayat (1) dan ayat (2),

dilipatgandakan menjadi 10.000 (sepuluh ribu) kali.

Pasal 4

Dalam menangani perkara tindak pidana yang didakwa dengan pasal-

pasal KUHP yang dapat dijatuhkan pidana denda, Hakim wajib

memperhatikan Pasal 3 diatas.

Pasal 5

Peraturan Mahkamah Agung ini mulai berlaku pada hari ditetapkan.

Peraturan Mahkamah Agung ditetapkan pada tanggal 27 Februari

2012 oleh Ketua Mahkamah Agung pada saat itu, yaitu Harifin A. Tumpa

yang dimaksudkan untuk merespon rasa keadilan masyarakat yang

terganggu akibat penerapan Pasal 362 KUHP yaitu tindak pidana

pencurian biasa terhadap pencurian yang tergolong ringan nilai

barangnya atau nilai uangnya, hal tersebut mengusik rasa keadilan

masyarakat ketika penegakan hukum tumpul ke atas namum tajam ke

bawah. Pelaksanaan penegakan hukum haruslah mementingkan aspek

keadilan dan juga kemanfaatan, serta nilai-nilai yang hidup dan

berkembang dalam masyarakat, jadi tidak hanya mementingkan aspek

kepastian hukum saja.

Page 84: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

71

B. Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian data-data sekunder berupa :

a) Catatan putusan register perkara nomor :

03/Daf.Pid.C/2013/PN.Slktentang Tindak Pidana Pencurian Ringan ; dan

b) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 02 Tahun 2012 tentang Penyesuaian

Batasan Tindak Pidana Pencurian Ringan dan Jumlah Denda dalam

KUHP ;

Penulis melakukan studi pustaka terhadap data-data sekunder tersebut

di atas, kemudian dihubungkan dengan obyek penelitian, dan dianalisa

untuk menjawab permasalahan Penahanan Terhadap Tersangka Tindak

Pidana Pencurian Ringan (Implementasi PERMA No. 02 Tahun 2012

Terhadap Putusan Nomor : 03/Daf.Pid.C/2013/PN.Slk).

1. Prosedur penahanan penyidik terhadap tersangka dalam Putusan

Nomor: 03/Daf.Pid.C/2013/PN.Slk.

Untuk mengetahui prosedur penahanan penyidik terhadap

tersangka dalam Putusan Nomor: 03/Daf.Pid.C/2013/PN.Slk, penulis

terlebih dahulu menjelaskan mengenai tindak pidana dalam Putusan

Nomor: 03/Daf.Pid.C/2013/PN.Slk, yaitu tindak pidana pencurian ringan.

Dalam hukum positif pengertian pencurian telah diatur dan dijelaskan

dalam BAB XXII Pasal 362 KUHP, yang berbunyi :

“ Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau

sebagian kepunyaan orang lain dengan maksud untuk dimiliki

secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan maksud

untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian,

dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling

banyak Rp 900,-. ”

Page 85: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

72

Pencurian ringan adalah pencurian yang memiliki unsur-unsur dari

pencurian di dalam bentuknya yang pokok, yang karena ditambah dengan

dengan unsur-unsur lain (yang meringankan), ancaman pidananya

menjadi diperingan.55

Pencurian ringan diatur dalam ketentuan Pasal 364

KUHP, yang menyatakan :

“Perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 362 dan 363 KUHP ke-4,

begitu juga perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 365 ke-5,

apabila tidak dilakukan dalam sebuah rumah atau pekarangan

tertutup yang ada rumah rumahnya, jika harga barang yang dicuri

tidak lebih dari dua ratus lima puluh rupiah, dikenai, karena

pencurian ringan, pidana penjara paling lama tiga bulan atau denda

paling banyak enam puluh rupiah. ”

Berdasarkan rumusan Pasal 364 KUHP diatas, maka unsur-unsur

dalam pencurian ringan adalah :

1. Pencurian dalam bentuk yang pokok (Pasal 362 KUHP);

2. Pencurian yang dilakukan oleh 2 orang atau lebih secara

bersama-sama (Pasal 363ayat (1) ke-4 KUHP);

3. Pencurian yang dilakukan dengan membongkar, merusak atau

memanjat, dengan anak kunci, perintah palsu atau seragam

palsu;

4. Tidak dilakukan dalam sebuah rumah;

5. Tidak dilakukan dalam pekarangan tertutup yang ada

rumahnya; dan apabila harga barang yang dicurinya tidak lebih

dari Rp 250,-.

Batas harga barang pencurian ringan sebesar Rp 250,- dirasa tidak

sesuai perkembangan nilai rupiah di masa sekarang dan dirasa Pasal 364

kurang efektif lagi penerpannya. Untuk itu Mahkamah Agung

menetapkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 02 Tahun 2012 tentang

Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam

55 Tongat, Loc.Cit, hlm. 41.

Page 86: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

73

KUHP pada tanggal 27 februari di jakarta, tepatnya saat laporan tahunan

2011 yang disampaikan oleh Ketua Mahkamah Agung pada saat itu

(Harifin A. Tumpa), Peraturan Mahkamah Agung Nomor 02 Tahun 2012

tersebut berisi lima pasal yang pada dasarnya mengatur tentang

penyesuaian besaran-besaran uang yang ada dalam pasal-pasal KUHP,

yang terakhir kali disesuaikan pada tahun 1960. Penyesuaian besaran

uang dilakukan dengan perbandingan harga emas pada masa itu dengan

saat ini, hasilnya seluruh nilai uang yang ada di KUHP (kecuali Pasal 303

dan 303 bis KUHP) harus dibaca dengan dikali lipatkan sebanyak 10.000

kali.

Mahkamah Agung sebagai badan pelaksana Kekuasaan kehakiman

berharap bahwa, dengan ditetapkannya Peraturan Mahkamah Agung

Nomor 02 Tahun 2012 tersebut dapat mengefektifkan kembali Pasal 364

KUHP sehingga permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam perkara-

perkara yang saat ini menjadi perhatian masyarakat tersebut dapat

teratasi, selain itu juga dapat mengefektifkan kembali pidana denda serta

mengurangi beban Lembaga Pemasyarakatan yang saat ini telah banyak

melampaui kapasitasnya yang telah menimbulkan persoalan baru,

kemudian sejauh mungkin para hakim mempertimbangkan sanksi denda

sebagai pilihan pemidanaan yang akan dijatuhkannya, dengan tetap

mempertimbangkan berat ringannya perbuatan serta rasa keadilan

masyarakat.

Page 87: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

74

Contoh perkara yang telah di putus dan berkekuatan hukum tetap

yaitu tindak pidana pencurian 3 (tiga) biji kakao yang dilakukan oleh

nenek Minah di perkebunan milik PT. RSA (Rumpun Sari Antan) IV

Darmakradenan dengan kerugian senilai Rp. 30.000,- (tiga puluh ribu

rupiah). Pada saat pemeriksaan di persidangan, terdakwa nenek minah

didakwa dengan Pasal 362 KUHP, untuk kesalahannya nenek Minah

dituntut pidana penjara selama 6 (enam) bulan. Beberapa contoh kasus

lainnya yaitu : vonis penjara dua bocah yang mencuri burung parkit milik

guru, AAL yang merupakan bocah pencuri sandal jepit dari Kota Palu,

Sulawesi Tengah, kemudian dua anak dibawah umur pencuri ayam,

keduanya bernama Ipan Septian (13) dan Rama (13) yang diancam

hukuman 3,5 tahun penjara.

Acara pemeriksaan yang digunakan dalam perkara tersebut

merupakan acara pemeriksaan cepat dalam perkara tindak pidana

pencurian ringan yang diatur dalam ketentuan KUHAP, bagian keenam,

paragraf I, pengaturannya terdapat dalam Pasal 205 KUHAP sampai

dengan Pasal 210 KUHAP. Perlu diketahui bahwa KUHAP telah

menentukan 3 macam bentuk acara pemeriksaan, yaitu :

1) Acara Pemeriksaan Biasa;

2) Acara Pemeriksaan Singkat; dan

3) Acara Pemeriksaan Cepat, yang terdiri dari :

a. Acara Pemeriksaan Tindak Pidana Ringan; dan

b. Acara Pemeriksaan Perkara Pelanggaran Lalu Lintas Jalan.

Terdapat juga acara pemeriksaan khusus (Pidana Khusus / Pid.Sus)

yang ditujukan bagi tindak pidana khusus seperti tindak pidana narkotika,

Page 88: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

75

tindak pidana korupsi (tipikor), kejahatan terhadap Hak Asasi Manusia

(pelanggaran HAM) dan sebagainya yang ketentuannya berada di luar

KUHP, dan KUHAP.

Pemeriksaan perkara tindak pidana ringan dengan acara cepat pada

prakteknya dilaksanakan oleh Pengadilan Negeri pada hari-hari tertentu

yang khusus melayani pemeriksaan tindak pidana ringan. Menurut Pasal

206 KUHAP, hari-hari tertentu untuk mengadili perkara tindak pidana

ringan yaitu :

1. 7 hari dalam satu bulan; 2. Hari-hari tersebut diberitahukan pengadilan kepada penyidik

supaya mengetahui dan dapat mempersiapkan pelimpahan berkas perkara tindak pidana ringan.

Saksi-saksi mengenai pengucapan sumpah atau janji sebelum

memberikan keterangan dalam sidang tindak pidana ringan maka Hakim

dalam perkara tindak pidana pencurian ringan berpedoman pada

ketentuan Pasal 208 KUHAP, yang menyatakan bahwa :

“ Saksi dalam acara pemeriksaan tindak pidana ringan tidak

mengucapkan sumpah atau janji kecuali Hakim menganggap

perlu. ”

Sesuai dengan bunyi pasal tersebut, dalam sidang perkara tindak

pidana ringan menggunakan acara cepat Hakim diberi kebebasan untuk

membebani saksi dengan tanggung jawab moral yaitu dengan mengucap

sumpah ataupun tidak membebaninya dengan sumpah sebelum memberi

keterangan. Hakim dalam perkara tersebut memilih membebani saksi

dengan sumpah sebelum memberikan keterangan, hal tersebut sesuai

dengan Pasal 209 KUHAP, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,

bahwa walaupun penyelesaian tindak pidana ringan yang diperiksa

Page 89: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

76

dengan acara cepat sifatnya cepat, namun sifat cepatnya penyelesaian

perkara tindak pidana ringan tidak boleh mengorbankan ketelitian hakim

dalam hal menemukan dan mendapatkan kebenaran materiil, yaitu

kebenaran yang sebenar-benarnya dan selengkap-lengkapnya yang

menjadi tujuan hukum acara pidana.

Pembentuk undang-undang tidak memberikan alasan maupun latar

belakang yang jelas terkait rumusan dalam ketentuan Pasal 208 KUHAP,

seolah-olah ketentuan Pasal 208 KUHAP bertentangan dengan Pasal 160

ayat (3) KUHAP yang menegaskan “ kewajiban ” saksi untuk

mengucapkan sumpah atau janji sebelum memberi keterangan.

Mengenai hal tersebut, M. Yahya Harahap56

berpendapat bahwa :

“ Bagaimanapun anggapan yang diberikan terhadap tindak pidana

ringan, jangan sampai melenyapkan nilai-nilai kekhidmatan dan

kebenaran sejati dalam pemeriksaan dan putusan yang dijatuhkan. ”

“ Bertitik tolak dari pemikiran tersebut, sebaiknya hakim yang

memeriksa perkara dalam acara tindak pidana ringan mengikuti

saja kalimat terakhir Pasal 208 KUHAP, yang mengatakan bahwa,

saksi sebelum memberikan keterangan mengucapkan sumpah atau

janji “ jika itu dianggap perlu oleh Hakim ”, anggap saja

pengucapan sumpah atau janji itu “ perlu ” demi untuk menjamin

kejujuran dan moralitas saksi mengutarakan keterangan yang

sebenarnya, dan dari segi kejiwaan, hakim yang bersangkutan akan

lebih lega menjatukan putusan jika didukung oleh keterangan saksi

yang dilandasi dengan sumpah atau janji. ”

Pengajuan perkara dalam sidang tersebut tanpa surat dakwaan,

sesuai dengan ketentuan Pasal 207 ayat (2) huruf a, dan b, yang

merumuskan bahwa :

c) Hakim yang bersangkutan memerintahkan panitera mencatat dalam

buku register semua perkara yang diterimanya;

56 M. Yahya Harahap, Op.Cit, hlm. 428

Page 90: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

77

d) Dalam buku register dimuat nama lengkap, tempat lahir, umur, atau

tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan

pekerjaan terdakwa serta apa yang didakwakan kepadanya.

Alasan dari pembentuk undang-undang mencukupkan catatan

register perkara dalam sidang pengadilan tindak pidana ringan

menggunakan acara cepat dapat dibaca pada penjelasan Pasal 207 ayat

(2) huruf b KUHAP, yang merumuskan :

“ Ketentuan ini memberikan kepastian hukum di dalam

mengadili menurut acara pemeriksaan cepat tersebut tidak

diperlukan surat dakwaan yang dibuat penuntut umum seperti

untuk pemeriksaan dengan acara biasa, melainkan tindak pidana

yang didakwakan cukup ditulis dalam buku register terssebut

pada huruf a. ”

Sesuai uraian tentang tindak pidana pencurian ringan tersebut

apakah bisa dilakukan upaya pakasa penahanan, bagaimananakah

prosedur penahanan yang dilakukan penyidik dalam Putusan Nomor:

03/Daf.Pid.C/2013/PN.Slk.

Sebagai penegak hukum, penyidik adalah pejabat polisi Negara

Republik Indonesia yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang

untuk melakukan penyidikan. Penyidikan suatu istilah dimaksudkan

sejajar dengan pengertian osporing (Belanda) dan investigation (Inggris)

atau penyiasatan atau siasat (Malaysia).57

KUHAP memberi definisi

penyidikan sebagai berikut:

“ Serangkaian tindakan penyidikan dalam hal dan menurut cara

yang diatur dalam Undang-undangini untuk mencari serta

mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang

tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan

tersangkanya”

57

Andi Hamzah, Loc.Cit, hlm. 120.

Page 91: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

78

Sesuai pengertiannya pinyidikan dilakukan oleh penyidik sebagai

penegak hukum yang diberi wewenang. Untuk mencari alat bukti dalam

tindakan penyidikan demi mencari kebenaran materil sesuai tujuan

hukum acara pidana. Penyidikan dalam dalam perkara Nomor:

03/Daf.Pid.C/2013/PN.Slk mengenai tindak pidana pencurian ringan

yang diatur dalam pasal 364 KUHP.

Penyidik sesuai pasal 7 KUHAP berwenang melakukan upaya

paksa, kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengatur

mengenai upaya paksa dan ditinjau dari standar universal maupun dalam

KUHAP, tindakan upaya paksa merupakan perampasan HAM atau hak

privasi perseorangan (personel privacy right) yang dilakukan penguasa

(aparat penegak hukum) dalam melaksanakan fungsi peradilan pidana

(criminal justice system), yang dapat diklasifikasikan meliputi:

1. Penangkapan (arrest)

2. Penahanan(detention)

3. Penggeledahan (searching),dan

4. Penyitaan; perampasan, pemblesahan (Seizure)

Menurut Yahya Harahap58

penerapan upaya paksa yang

dikemukakan di atas, diatur dalam dua sistem dalam Kitab Undang-

Undang Hukum Acara Pidana:

1. Mengenai tindakan upaya paksa yang berkenaan dengan

penangkapan (Pasal 16 KUHAP) dan penahanan (Pasal 20 dan

seterusnya, KUHAP); merupakan kewenangan inheren dari

58Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Jakarta, Sinar

Grafika, 2000, Hlm. 6-7.

Page 92: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

79

setiap aparat penegak hukum berdasar diferensiasi fungsional

secara instansional tanpa campur tangan (intervensi) atau

bantuan dari aparat penegak hukum lain,

2. Sebaliknya, mengenai upaya paksa penggeledahan (Pasal 32

KUHAP) dan penyitaan (Pasal 38 KUHAP), memerlukan izin

Ketua Pengadilan Negeri setempat.

Penulis disini menarik membahas penahanan, yaitu penahanan

terhadap tindak pidana pencurian ringan sesuai yang sudah saya jelaskan

diatas mengenai tindak pidana pencurian ringan. Menurut KUHAP

penahanan ialah :

“ Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat

tertentu oleh penyidik, atau penuntut atau hakim dengan

penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam

Undang-Undang ini (Pasal 1 Butir 21 KUHAP)“.

Definisi penahanan, Andi Hamzah59

berpendapat bahwa:

“ Penahanan merupakan salah satu bentuk perampasan

kemerdekaan bergerak seseorang. Jadi, di sini terdapat

pertentangan dua asas, yaitu hak bergerak seseorang yang

merupakan hak asasi manusia yang harus dihormati di satu pihak

dan kepentingan banyak atau masyarakat dari perbuatan jahat

tersangka. Di sinilah letak keistimewaanya hukum acara pidana itu.

Ia mempunyai ketentuan-ketentuan yang menyingkirkan asas-asas

yang diakui secara universal yaitu hak-hak asasi manusia

khususnya hak kebebasan seseorang karena dilakukan upaya paksa

penahanan. Oleh karena itu, penahanan dilakukan jika perlu sekali.

Kekeliruan dalam penahanan dapat mengakibatkan hal-hal fatal

bagi penahanan. “

Penahanan juga diatur oleh Perkap No 12 tahun 2009 tentang

Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara pidana. Dalam Pasal

dalam 85 mengatur tentang prinsip penahanan yaitu :

(1) Dalam rangka menghormati HAM, tindakan penahanan harus

memperhatikan standar sebagai berikut:

59

Ibid, hlm 129.

Page 93: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

80

a. Setiap orang mempunyai hak kemerdekaan dan keamanan pribadi;

b. Tidak seorangpun dapat ditangkap ataupun ditahan dengan

sewenang-wenang; dan

c. Tidak seorangpun boleh dirampas kemerdekaannya kecuali

dengan alasan-alasan tertentu dan sesuai dengan prosedur seperti

yang telah ditentukan oleh hukum.

(2) Tindakan penahanan hanya dapat dilakukan berdasarkan hukum dan

menurut tata cara yang diatur di dalam peraturan perundang-

undangan.

(3) Tahanan yang pada dasarnya telah dirampas kemerdekaannya, harus

tetap diperlakukan sebagai orang yang tidak bersalah sebelum ada

keputusan hukum yang berkekuatan tetap.

Penahanan dilakukan menurut prosedur atau tata cara yang

ditentukan dalam KUHAP. Dalam hal ini, surat perintah dari penyidik

menjadi mutlak. Dalam surat perintah tersebut, harus disebutkan :

1. identitas tersangka yaitu tersangka H,

2. alasan dilakukannya penahanan, yaitu alasan penahanan obyektif dan

subyektif penyidik,

3. uraian singkat tentang sangkaan tindak pidananya, yaitu tindak

pidana pencurian ringan

4. tempat dilakukannya penahanan (dalam hal dilakukan penahanan

rumah tahanan negara).

Surat penahanan yang diatur dalam Perkap No 12 tahun 2009

tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara pidana Pasal

86 yang isinya :

(1) Penahanan wajib dilengkapi Surat Perintah Penahanan yang

dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang.

(2) Surat Perintah Penahanan dikeluarkan setelah melalui mekanisme

gelar perkara yang dilaksanakan oleh Tim Penyidik, dibawah

pengawasan Perwira Pengawas Penyidik dan dilaporkan kepada

pejabat yang berwenang mengeluarkan Surat Perintah Penahanan.

Page 94: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

81

(3) Pejabat yang berwenang menandatangani Surat Perintah Penahanan

adalah pejabat serendah-rendahnya sebagai berikut:

a. Direktur Reserse/Kadensus pada Bareskrim Polri;

b. Direktur Reserse/Kadensus di tingkat Polda;

c. Kepala Satuan/Bagian Reserse di tingkat Polwil;

d. Kepala Satuan Reserse di tingkat Polres;

e. Kepala Kewilayahan tingkat Polsek.

(4) Surat Perintah Penahanan yang ditandatangani oleh pejabat

sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tembusannya wajib

disampaikan kepada Atasan Langsung.

Untuk melakukan upaya paksa penahanan penegak hukum atau

penyidik disini dalam perkara Nomor: 03/Daf.Pid.C/2013/PN.Slk

dengan minimal dengan dua alat bukti permualaan. Alat bukti yang

digunakan penyidik dalam melakukan penahanan, yaitu barang bukti

berupa plastik merk PP ukuran 8x13/2 7x4/2 sebanyak 4 kg, plastik merk

Kharisma ukuran 15/3 19/3 24/3 sebanyak 9 ikat, plastik merk Jeruk 35

sebanyak 2 ikat, dan palstik merk PE ukuran 10/1 12/1 14/1 20/1

sebanyak 3 kg milik saksi korban Z, keterangan saksi korban, dan

keterangan terdakwa.

Sesuai Putusan Nomor: 03/Daf.Pid.C/2013/PN.Slk, prosedur

penahanan Tersangka H tidak sesuai dengan alasan obyektif penahanan.

Dengan adanya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 02 Tahun 2012

tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan jumlah denda

dalam KUHP. Maka dengan jumlah kerugian dari korban Z senilai Rp.

350.000,- (tiga ratus lima puluh ribu rupiah) masuk dalam Tindak Pidana

Pencurian Ringan dengan pidana penjara paling lama tiga bulan,

harusnya tidak bisa dikenakan penahanan. Karena alasan penahanan

Page 95: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

82

obyektif disini jelas diatur dalam Pasal 21 ayat (4) KUHAP yang

merumuskan :

Penahanan tersebut hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau

terdakwa yang melakukan tindak pidana dan atau percobaan maupun

pemberian bantuan dalam tindak pidana tersebut dalam hal:

a. Tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara lima tahun atau

lebih

Latar belakang Keluarnya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 02

Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan

jumlah denda dalam KUHP itu juga menghindari penahanan yang

dilakukan penyidik. Jika perkara-perkara tersebut didakwa dengan Pasal

364 KUHP maka tentunya berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana para tersangka atau terdakwa perkara-perkara tersebut tidak

dapat dikenakan penahanan (Pasal 21 KUHAP) serta acara pemeriksaan

di Pengadilan yang digunakan haruslah Acara Pemeriksaan Cepat yang

cukup diperiksa oleh Hakim Tunggal kecuali dalam hal dijatuhkan

pidana perampasan kemerdekaan terdakwa, sebagaimana diatur dalam

Pasal 205-210 KUHAP, menurut Pasal 205 ayat (1) KUHAP acara

pemeriksaan tindak pidana ringan ialah perkara yang diancam dengan

pidana penjara atau kurungan paling lama tiga bulan dan atau denda

sebanyak-banyaknya Rp.7000,- (tujuh ribu rupiah) dan penghinaan

ringan.

Penahanan Tersangka H Sesuai Putusan Nomor:

03/Daf.Pid.C/2013/PN.Slk lebih didasarkan pada alasan subyektif

penahanan. KUHAP mengatur alasan subyektif penahanan yaitu dalam

Page 96: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

83

Pasal 21 ayat (1) menyebutkan alasan penahanan, yang merupakan alasan

subyektif dari penyidik yaitu:

“ Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap

seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan

tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya

keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau

terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang

bukti dan atau mengulangi tindak pidana “.

Alasan subyektif disini masih banyak menjadi pertentangan, karena

batas apa yang menjadi syarat subyektif penahanan itu sendiri masih

tidak jelas.

“ Batasan syarat subjektif menyebutkan bahwa penahanan bisa

dilakukan apabila ada kekhawatiran tersangka/ terdakwa melarikan

diri, merusak, menghilangkan barang bukti, atau mengulangi

perbuatannya. Tiga unsur subjektif itu menjadi batasan yang masuk

kategori grey area atau wilayah abu-abu, sehingga acap pada kasus

yang sama, tersangka mendapat perlakuan yang berbeda dari pihak

penyidik. “60

2. Akibat hukum penahanan terhadap tersangka dalam tindak pidana

pencurian ringan dalam Putusan Nomor: 03/Daf.Pid.C/2013/PN.Slk

terkait Peraturan Mahkamah Agung Nomor 02 tahun 2012.

Sesuai penjelasan pada pembahasan rumusan masalah yang

pertama, mengenai tindak pidana pencurian ringan yang salah satunya

dilakukan terdakwa H dalam Putusan Nomor: 03/Daf.Pid.C/2013/PN.Slk.

Banyak perkara-perkara yang menusik rasa keadilan di masyarakat yaitu

tindak pidana pencurian 3 (tiga) biji kakao yang dilakukan oleh nenek

Minah di perkebunan milik PT. RSA (Rumpun Sari Antan) IV

60 http://budisansblog.blogspot.com/2013/01/bias-syarat-subjektif-penahanan.html, diakses

22 Januari 2014.

Page 97: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

84

Darmakradenan dengan kerugian senilai Rp. 30.000,- (tiga puluh ribu

rupiah). AAL yang merupakan bocah pencuri sandal jepit dari Kota Palu,

Sulawesi Tengah, kemudian dua anak dibawah umur pencuri ayam,

keduanya bernama Ipan Septian (13) dan Rama (13) yang diancam

semuanya oleh jaksa penuntut umum dengan Pasal 362 KUHP.

Contoh perkara-perkara diatas tentunya mengusik rasa keadilan

masyarakat, hal tersebut karena pada umumnya masyarakat tidak

memahami bagaimana proses jalannya perkara pidana sampai bisa masuk

ke pengadilan, kemudian pihak-pihak mana saja yang memiliki

kewenangan dalam setiap tahapan, dan masyarakat pun umumnya hanya

mengetahui ada tidaknya suatu perkara pidana hanya pada saat perkara

tersebut disidangkan di Pengadilan, oleh karena sudah sampai tahap

persidangan di Pengadilan sorotan masyarakat kemudian hanya tertuju ke

Pengadilan dan menuntut agar pengadilan mempertimbangkan rasa

keadilan masyarakat. Hal tersebut tentunya membebani Pengadilan, baik

dari segi anggaran maupun dari segi persepsi publik terhadap pengadilan,

khususnya kepercayaan publik terhadap lembaga pengadilan dalam hal

penegakan hukum yang berkeadilan.

Mahkamah Agung telah mengeluarkan Peraturan Mahkamah

Agung Nomor 02 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak

Pidana Ringan dan jumlah denda dalam KUHP. Dengan adanya

peraturan tersebut, kini memungkinkan bagi para penegak hukum untuk

memproses pelaku kejahatan secara proporsional tanpa harus

Page 98: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

85

mengorbankan keadilan dan kemanfaatan dalam hukum, termasuk kasus

pencurian ringan yang sering menjadi sorotan masyarakat.

Keluarnya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 02 Tahun 2012

banyak menimbulkan pro dan kontra. Mahkamah Agung menentukan

nilai Rp. 250,- dibaca Rp. 2.500.000,- dalam pasal 364 KUHP ini

berdasarkan Bahwa sejak tahun 1960 nilai rupiah telah mengalami

penurunan sebesar ± 10.000 kali jika dibandingkan harga emas pada

tahun 2012. Sehingga nilai Rp. 250,- dilipatkan 10.000 sesuai

perbandingan harga emas itu.

Hal ini ditegaskan lagi oleh pendapat para pakar hukum pidana,

dalam beberapa keterangan Pers, bahwa :

“ Peraturan tersebut dianggap sebagai salah satu jalan tengah di

antara himpitan paham legalistik yang mengedepankan peraturan

perundang-undangan sebagai kepastian hukum yang kerap

bertentangan dengan teori keadilan yang lebih mengedepankan rasa

keadilan yang berlaku di masyarakat, dengan adanya peraturan

tersebut kini para penegak hukum tidak dapat lagi bertindak

sewenang-wenang melakukan penahanan terhadap pelaku tindak

pidana ringan (Tipiring) yang melakukan kejahatan dengan nilai di

bawah Rp 2.500.000,- .61

“ Harifin berharap Perma ini dapat menjadi jembatan bagi para

hakim sehingga mampu lebih cepat memberikan rasa keadilan bagi

masyarakat terutama bagi penyelesaian tindak pidana ringan

(Tipiring) sesuai dengan bobot tindak pidananya. “Perma ini juga

ditujukan untuk menghindari masuknya perkara-perkara yang

berpotensi mengganggu rasa keadilan yang tumbuh di tengah

masyarakat dan secara tidak langsung akan membantu sistem

peradilan pidana untuk kita bekerja lebih efektif dan efisien.62

61 Bryan Bernadi, Loc.Cit, diakses 13 September 2013.

62Agus Sahbani, Loc.Cit, diakses 13 September 2013.

Page 99: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

86

Penerapan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 02 Tahun 2012

tersebut memerlukan suatu kesepakatan bersama agar dapat terlaksana

berdasarkan Nota Kesepakatan bersama Ketua Mahkamah Agung

Republik Indonesia, Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia Republik

Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, dan Kepala Kepolisian

Negara Republik Indonesia tentang Pelaksanaan Penerapan Penyesuaian

Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP, Acara

Pemeriksaan Cepat, Serta Penerapan Keadilan Restorative ditetapkan

pada hari Rabu, tanggal 17 Oktober 2012, bertempat di Mahkamah

Agung Republik Indonesia.

Dalam Pasal 2 maksud dan tujuan dari Nota Kesepakatan Bersama

Mahkumjakpol, merumuskan

(1) Nota Kesepakatan Bersama ini dimaksudkan untuk :

a. Sebagai pedoman dalam menerapkan batasan tindak pidana

ringan dan jumlah denda bagi pelaku dengan

mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat;

b. Sebagai pelaksanaan Peraturan Mahkamah Agung Republik

Indonesia Nomor : 02 Tahun 2012 tentang Penyesuaian

Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam

KUHP keseluruh aparat penegak hukum.

Nota Kesepakatan Bersama Mahkumjakpol merupakan peraturan

pelaksana dari Peraturan Mahkamah Agung Nomor 02 Tahun 2012

tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

dalam KUHP sehingga mengikat bagi instansi terkait, yaitu bagi

Mahkamah Agung sendiri, serta pengadilan-pengadilan dibawahnya,

yaitu pengadilan tinggi, dan juga pengadilan negeri. Dengan adanya SKB

tersebut maka sistem peradilan pidana yang berawal dari penyelidikan,

Page 100: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

87

penyidikan, penuntutan yang dilakukan oleh institusi Kepolisian dan

Kejaksaan juga terikat dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 02

Tahun 2012. Sesuai Pasal 9 Nota Kesepakatan Bersama Mahkumjakpol

harus mensosialisasikannya.

Para pihak wajib melakukan sosialisasi Nota Kesepakatan Bersama

ini kepada Pemerintah, Swasta, Perguruan Tinggi, dan Masyarakat.

Oleh karena itu penyidik dalam Putusan Nomor:

03/Daf.Pid.C/2013/PN.Slk juga terikat dan harus mensosialisasikan lewat

penegakkan hukumnya yang sesuai peraturan perundang-undangan.

Berkaitan dengan penegakkan hukum, maka aparat penegak hukum

dalam hal ini penyidik harus memperhatikan tiga unsur penegakan

hukum pidana, yaitu kepastian hukum (Rechtssicherheit), kemanfaatan

(Zweckmassigkeit), dan keadilan (gerechtigkeit).63

Penahanan oleh penyidik dalam Putusan Nomor:

03/Daf.Pid.C/2013/PN.Slk yang dilakukan terhadap terdakwa H dalam

tindak pidana pencurian ringan melanggar tiga unsur penegakan hukum

tersebut. Penegakan hukum pertama yaitu kepastian hukum, penahanan

oleh penyidik melanggar kepastian hukum karena Penahanan yang

dilakukan penyidik disini menyalahi Peraturan Mahkamah Agung

Nomor 2 Tahun 2012 karena tipiring harusnya tidak bisa dikenakan

penahanan karena ancaman hukumannya dibawah lima tahun penjara

sesuai yang diatur dalam Pasal 21 ayat (4) KUHAP.

63

Sudikno Mertokusumo, Loc.Cit, Hlm.160.

Page 101: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

88

Unsur yang kedua penegakkan hukum pidana yaitu kemanfaatan,

Penahanan oleh penyidik dalam Putusan Nomor:

03/Daf.Pid.C/2013/PN.Slk yang dilakukan terhadap terdakwa H dalam

tindak pidana pencurian ringan tidaklah bermanfaat. Penerapan Peraturan

Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : 02 Tahun 2012 tentang

Penyesuaian Batasan tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam

KUHP akan mengurangi persoalan kelebihan kapasitas di Lembaga

Pemasyarakatan (LAPAS / Rumah Tahanan Negara (RUTAN) yang

dapat mewujudkan keadilan berdimensi Hak Asasi Manusia.

Penegakkan hukum pidana yang ketiga mengenai keadilan,

penahanan oleh penyidik dalam Putusan Nomor:

03/Daf.Pid.C/2013/PN.Slk yang dilakukan terhadap terdakwa H dalam

tindak pidana pencurian ringan, tidak memenuhi rasa keadilan bagi

tersangka. Begitu juga rasa keadilan dimasyarakat karena dirasa

penahanannya tidak bermanfaat.

Penahanan Tersangka H Sesuai Putusan Nomor:

03/Daf.Pid.C/2013/PN.Slk, juga melanggar due procces of law yaitu

proses penegakkan hukum.

“ Dalam rangka melaksanakan fungsi “penyelidikan” dan

“penyidikan”, undang-undang telah memberikan “hak istimewa”

atau “hak privilese” kepada Polri untuk melakukan: “memanggil-

memeriksa-menangkap-menahan-menggeledah-menyita” terhadap

tersangka dan barang yang dianggap berkaitan dengan tindak

pidana. Namun, dalam melaksanakan “hak” dan “kewenangan

istimewa” tersebut, harus tetap taat dan tunduk kepada prinsip-

prinsip: the right of due process. Setiap tersangka berhak diselidiki

dan disidik di atas landasan “sesuai dengan hukum acara” yang

ada, tidak boleh dilakukan undue process. Permasalahan ini perlu

Page 102: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

89

disinggung, karena masih banyak keluhan yang disuarakan oleh

masyarakat tentang adanya berbagai tata cara “penyelidikan” dan

“penyidikan” yang menyimpang dari ketentuan hukum acara, atau

“diskresi” yang dilakukan oleh penyidik. hal ini sangat

bertentangan dengan HAM yang harus ditegakkan dalam tahap

pemeriksaan penyelidikan dan penyidikan. Oleh sebab itu, tujuan

dikemukakannya persoalan ini, sebagai ajakan untuk meningkatkan

“ketaatan” mematuhi penegakan the right of due process of law. ”64

Sesuai penjelasan tersebut maka jelas penahanannya secara yuridis

normatif menyalahi aturan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 02

Tahun 2012. Sedangkan bagaimana akibat hukum penahanan terhadap

tersangka dalam tindak pidana pencurian ringan dalam Putusan Nomor:

03/Daf.Pid.C/2013/PN.Slk terkait Peraturan Mahkamah Agung Nomor

02 tahun 2012, pengertian akibat hukum adalah :

“ Akibat hukum adalah akibat suatu tindakan yang dilakukan

untuk memperoleh suatu akibat yang dikehendaki oleh pelaku

dan yang diatur oleh hukum. Tindakan yang dilakukannya

merupakan tindakan hukum yakni tindakan yang dilakukan guna

memperoleh sesuatu akibat yang dikehendaki hukum”65

“ Lebih jelas lagi bahwa akibat hukum adalah segala akibat

yang terjadi dari segala perbuatan hukum yang dilakukan oleh

subyek hukum terhadap obyek hukum atau akibat-akibat lain

yang disebabkan karena kejadian-kejadian tertentu oleh hukum

yang bersangkutan telah ditentukan atau dianggap sebagai

akibat hukum.” 66

Sesuai penjelasan akibat hukum diatas, suatu tindakan yaitu

penahanan oleh penyidik terhadap tersangka H akankah menimbulakan

akibat hukum. Akibat hukum yang ditimbulkan oleh penyidik terhadap

penahanan tersangka H tidak menimbulkan akibat hukum seperti sanksi

64 http://antoni-mitralaw.blogspot.com/2010/05/due-process-of-law.html, diakses 29

Januari 2014.

65 Soeroso., Loc.Cit, hlm 295 66 Pipin, Syarifin, Loc.Cit, hlm 71

Page 103: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

90

atau hukuman bagi penyidik karena Peraturan Mahkamah Agung Nomor

2 Tahun 2012 tidak mengatur sanksinya. Peraturan Mahkamah Agung

Nomor 2 Tahun 2012 hanya mengatur apabila penyidik sudah melakukan

penahanan, maka Ketua Pengadilan tidak menetapkan perpanjangan

penahanan. Hal itu sesuai ketentuan Pasal 2 ayat (3) Peraturan

Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 yang merumuskan:

“ apabila terhadap terdakwa sebelumnya dikenakan penahanan,

Ketua Pengadilan tidak menetapkan penahanan ataupun

perpanjangan penahanan.”

Maka penahanan yang dilakukan oleh penyidik tidak diteruskan

atau perpanjangan penahanan di tingkat Pengadilan oleh Ketua

Pengadilan. Dalam hal penyalahan wewenang upaya paksa penahanan,

KUHAP memeberikan hak bagi tersangka melakukan Praperadilan yang

diatur dalam pasal 1 angka 10 (a) KUHAP yang merumuskan :

“Sah atau tidaknya suatu penahanan atas permintaan tersangka atau

keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka”.

Praperadilan tentang sah atau tidaknya penahanan oleh penyidik

dalam Nomor: 03/Daf.Pid.C/2013/PN.Slk,

“sah atau tidaknya penahanan tergantung dari dipenuhinya syarat-

syarat penahanan, baik syarat formil maupun syarat materil. Syarat

formil penahanan, yaitu penahanan memiliki dasar hukum yang

jelas, terutama dasar hukum bagi pejabat yang melakukannya dan

dilakukan berdasarkan prosedur (dalam hal dan menurut cara) yang

ditentukan oleh undang-undang. Selain itu, penahanan, juga harus

memenuhi syarat materil, yaitu penahanan dilakukan untuk

mencapai tujuan yang ditentukan dalam undang-undang dan

Page 104: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

91

mempunyai alasan yang sah, baik alas an secara objektif maupun

subjektif. ”67

Sebenarnya bisa dilakukan upaya praperadilan, tetapi kemanfaatan

dari praperadilan disini kurang. Mungkin tersangka juga merasa akan

lebih lama penyelesiannya karena acara pemeriksaan yang digunakan

dalam penyelesian tindak pidana pencurian ringan adalah acara

pemeriksaan cepat, menggunakan hakim tunggal dan sekali sidang

langsung diputus pada hari itu juga.

67

http://huda-drchairulhudashmh.blogspot.com/2009/02/praperadilan-terhadap-sah-atau-

tidaknya.html. diakses tanggal 18 Februari 2014

Page 105: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

92

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas, maka dapat

disimpulkan bahwa :

1. Penahanan dilakukan menurut prosedur atau tata cara yang ditentukan

dalam KUHAP. Dalam hal ini, surat perintah dari penyidik menjadi

mutlak. Dalam surat perintah tersebut, harus disebutkan identitas

tersangka, alasan dilakukannya penahanan, uraian singkat tentang

sangkaan tindak pidananya, dan tempat dilakukannya penahanan (dalam

hal dilakukan penahanan rumah tahanan negara). Sesuai Putusan Nomor:

03/Daf.Pid.C/2013/PN.Slk, penahanan terhadap tersangka H menyalahi

prosedur penahanan karena tidak sesuai dengan alasan dilakukannya

penahanan yaitu alasan obyektif penahanan.

2. Akibat hukum penahanan yang dilakukan terhadap tersangka H sesuai

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 02 Tahun 2012 tentang penyesuaian

batasan tindak pidana ringan dalam jumlah denda secara yuridis normatif

menyalahi aturan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 02 Tahun 2012

Pasal 2 ayat (3), walaupun Peraturan Mahkamah Agung Nomor 02 Tahun

2012 tersebut tidak mengatur sanksinya.

B. Saran.

Saran dapat diberikan berkaitan dengan permasalahan yang

diajukan dalam penelitian ini adalah bahwa dalam menangani kasus Tindak

Page 106: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

93

Pidana Pencurian Ringan perlu ada peraturan lebih lanjut lagi mengenai

sanksi yang diberikan kepada penegak hukum jika tidak melaksanakan

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 02 Tahun 2012 terutama mengenai

penahanan.

Page 107: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Abidin, Zamhari. 1986, Pengertian dan Asas Hukum Pidana dalam Schema

(bagan) dan Sysnosis (catatan singkat), Jakarta: Ghalia Indonesia.

Amirudin, dan H.Zainal, Asikin. 2003. Pengantar Metode Penelitian Hukum.

Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Hamzah, Andi. 1993. Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia, Jakarta: PT

Pradnya Paramita.

___________ . 2004, Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.

Harahap, M. Yahya. 2006, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan

KUHAP.Jakarta : Sinar Grafika.

Ibrahim, Johny.2007. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif (edisi

refisi). Malang : Bayu Media Publishing.

Karjadi, M. dan R. Soesilo. 1988. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana,

dengan Penjelasan Resmi dan Komentar. Bogor: Politea.

Kunarto. 1997. HAM dan POLR. Jakarta: Pt. Cipta Manunggal.

Mahmud Marzuki, Peter. 2005. Penelitian Hukum. Jakarta : Prenada Media.

Makarao, Mohammad taufik, Suharsil. 2002. Hukum Acara Pidana Dalam Teori

Dan Praktek. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Mertokusumo, Sudikno. 2007.MENGENAL HUKUM, SUATU PENGANTAR.

Yogyakarta. Liberty

Mulyadi, Lilik. 2012. Hukum Acara Pidana Indonesia (Suatu Tinjauan Khusus

Terhadap : Surat Dakwaan, Eksepsi, dan Putusan Peradilan). Jakarta : Citra

Aditya Ibrahim, Johny. 2008. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum

Normatif. Malang : Bayu Media.

Nugroho, Hibnu. 2012. Integralisasi Penyidikan Tindak Pidana Korupsi Di

Indonesia.Jakarta: Media Prima Aksara.

Poernomo, Bambang. 1993. Orientasi Hukum Pidana Indonesia. Yogyakarta:

Amarta.

Page 108: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

Prodjodikoro, Wirjono. 1980. Hukum Acara Pidana di Indonesia. Bandung:

Sumur.

Rahardjo, Satjipto. 1980. Hukum dan Masyarakat. Bandung: Angkasa.

Soeroso. 1996. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta : Sinar Grafika.

Sudikno Mertokusumo. 2007. MENGENAL HUKUM, SUATU PENGANTAR,

Yogyakarta, Liberty.

Suko Legowo, Pramono. 2008. “Efektifitas Sistem Peradilan Sederhana, Cepat,

dan Biaya Ringan di Lingkungan peradilan Umum”. Jurnal Dinamika

Hukum. Nomor 1(Volume 8): 29.

Sutarto, Suryono. 1987. Sari Hukum Acara Pidana I. Semarang: Yayasan

Cendekia Purna Dharma.

Syaripin, Pipin. 1999. Pengantar Ilmu Hukum. Bandung: Pustaka Setia.

Tanusubroto. 1984. Dasar-Dasar Hukum Acara Pidana. Bandung: Armic.

Tongat. 2006. Hukum Pidana materiil. Malang: Universitas Muhammadiyah

Malang.

B. Peraturan Perundang- Undangan

Indonesia, Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Hukum Pidana / Kitab

Undang – Undang Hukum Pidana.

, Peraturan Pengganti Undang – Undang Nomor 16 Tahun 1960

tentang Beberapa Perubahan Dalam Kitab Undang – Undang Hukum Pidana.

, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – Undang Nomor 18

Tahun 1960 tentang Perubahan Jumlah Hukuman Denda dalam kitab Undang –

Undang Hukum Pidana Lainnya yang dikeluarkan sebelum 17 Agustus 1945.

, Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara

Pidana.

, Undang – Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Pokok-Pokok

Kekuasaan Kehakiman.

KAPOLRI, Perkap No 12 tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian

Penanganan Perkara pidana

Page 109: PENAHANAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANAfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/pdf skripsi.pdf · 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

Indonesia, Undang – Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang – Undangan.

Mahkamah Agung Replubik Indonesia, Peraturan Mahkamh Agung Nomor 02

Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah

Denda dalam KUHP.

, Nota Kesepakatan Bersama Ketua Mahkamah Agung Republik

Indonesia, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Jaksa

Agung Republik Indonesia dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia

(MAHKUMJAKPOL) tentang Pelaksanaan Penerapan Penyesuaian Batasan

Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda, Acara Pemeriksaan Capat, Serta

Penerapan Keadilan Restoratif (Restorative Justice).

C. Sumber Internet :

http://typinggugunggunawan.blogspot.com/2012/03/pengertian-dan-

sistemhukum-acara.html diakses pada tanggal 13 September 2013

Bernadi, Bryan. 2012. Hukum Yang Pro Rakyat (on-line),

http :// www.Gagasanhukum/hukum-yang-pro-rakyat.html, diakses

13September 2013.

Sahbani, Agus.2012. MA Terbitkan Perma Batasan Tipiring (on-line),

http ://www.hukumonline.com/ma-terbitkan-perma-batasan-tipiring.html,

diakses 13September 2013.

Aswindri R. N., 2012, “PERSPEKTIF TINDAK PIDANA RINGAN DAN

JUMLAH DENDA BERDASARKAN PERATURAN MAHKAMAH

AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 DALAM

TINDAK PIDANA PENCURIAN”

http://budisansblog.blogspot.com/2013/01/bias-syarat-subjektif-penahanan.html diakses tanggal 29 Oktober 2013

http://huda-drchairulhudashmh.blogspot.com/2009/02/praperadilan-terhadap-sah-

atau-tidaknya.html diakses tanggal 8 Februari 2014

D. Sumber lain :

Putusan Pengadilan Negeri Solok Nomor: 03/Daf.Pid.C/2013/PN.Slk