penagguhan dalam upah mengupah panen ...repository.uinjambi.ac.id/1614/1/robi huda...
TRANSCRIPT
PENAGGUHAN DALAM UPAH MENGUPAH PANEN SAWIT
MENURUT HUKUM ISLAM
(Studi kasus di Desa Mingkung Jaya Kecamatan Sungai Gelam
Kabupaten Muaro Jambi)
SKRIPSI
Robi Huda Al-Aji
SHE 151826
PEMBIMBING:
Dr. Maryani, S.Ag., M.HI
Fauzi Muhammad, M. Ag
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDINJAMBI
2019
v
MOTTO
ط ن عمر رضي الله قال: أ وعن اب قه ع ره قب ل أن يجف عر ا الأجي راج )رواه ابن ماجه(و
Artinya: Ibnu Umar ra.berkata, Rasulullah Saw. Bersabda:
“Berikanlah kepada pekerja upahnya sebelum keringatnya kering”.
(HR IbnuMajah)
vi
ABSTRAK
Robi Huda Al-Aji, She 151826 Penangguhan dalam Upah Mengupah Panen
Sawit Menutut Hukum Islam (studi kasus di Desa Mingkung Jaya Ke. Sungai
Gelam Kab. Muaro Jambi)
Upah adalah sejumlah uang yang dibayarkan oleh orang yang memberi pekerjaan
kepada seorang pekerja atas jasa sesuai perjanjian. Dalam kontek Islam upah
terbagi dua yaitu upah yang disebut ( ajrun musammah) adalah upah yang telah
disebutkan dalam perjanjian dan diisyaratkan ketika disebutkan harus disertai
adanya kerelaan kedua belah pihak dengan upah yang ditetapkan. sedangkankan
upah sepadan ( ajrun mislii) yaitu upah yang sepadan dengan kondisi pekerjaan,
baik sepadan dengan jasa kerja maupun sepadan dengan pekerjaan saja. Dalam
objek fiqh muamalah kerjasama ini dikategorikan akad alijarah al- a’mal ialah
mempekerjakan sesorang untuk melakukan suatu pekerjaan dan Ulama Fiqh
membolehkan apabila jenis pekerjaanya itu jelas, dan telah disepakati bersama
oleh kedua belah pihak. Penelitian yang di lakukan bertujuannya yaitu untuk
mengetahui Tinjauan Hukum Islam tentang pelaksanaan Penangguhan dalam
Upah mengupah Panen Sawit di desa Mingkung Jaya Kec. Sungai Gelam Kab.
Muaro Jambi dan penelitian ini memberikan pemahaman kepada masyarakat
tentang teoritis, penelitian ini diharapkan untuk memberikan dalam praktik
mengenai pembayaran upah mengupah yang baik dan benar menurut hukum
islam. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dedskriptif
kualitatif, berupa data hasil wawancara langsung kepada orang yang mengadakan
pelaksanaan upah mengupah. Sedangkan teknik pengumpulan data yaitu dengan
cara observasi dan wawancara yang berhubungan dengan penulis penelitian ini.
Kata kunci : Upah mengupah, Panen sawit, Hukum Islam.
vii
PERSEMBAHAN
Karya ini akan penulis persembahkan kepada :
Allah SWT atas segala kasih sayang, anugrah dan kemudahan bagi penulis
Dalam hidup dan kehidupan penulis
Rasulullah SAW yang telah menjadi contoh yang baik dan memberikan petunjuk
kepada umat manusia di dunia
Orang tua tercinta, Ayahanda Radiman dan ibunda Sunarti yang telah
membimbing, mendidik,memberi semangat, motivasi dan memberikan kesempatan
pendidikan yang terbaik untuk penulis dan juga telah memberikan cinta dan kasih
sayang yang tak terhingga dan doa yang tak pernah letih mendoakan penulis,
sampai kapan pun penulis tidak akan bisa membalas seperti apa yang telah kalian
berikan kepada penulis, ( Ya Allah .... ampunilah dosa- dosa mereka dan sayangi
mereka sebagaimana mereka menyanyangi penulis sejak kecil)
Kepada segenap keluarga besar Penulis dan
Keluarga Gold Prime 606, keleuarga Jurusan Hes, keluarga KKN Ture
terimaksih atas semua do’anya dan nasehat serta motivasi untuk penulis sehingga
karya tulis ini bisa terselesaikan, dan semoga menjadi ilmu yang berkah serta
bermanfaat untukku dan semuanya.
Teman-teman seperjuangan kampus UIN STS Jambi.
Terima kasih atas suka duka memberikan semangat mengingatkan kepada Wisuda
tanpa henti-hentinya. Tak lupa sahabat-sahabat yang telah memberikan berbagai
macam batuan materil maupun non materil,
Rini yes, Andi, Yeni, S.SOS, Hendra, Saf’at, MJaka, S.Ip, Judin, Dayat, Dedek,
Bawor, Dwiki, S.Pi, Munawaroh, S.H, Riska, Bella, S.Pd dan
mereka yang tak tersebutkan namanya,
kalian luwarbiasa.
Semoga menjadi amal kebaikan sepanjang masa. Amin…
viii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang mana dalam
penyelesaian skripsi ini penulis selalu diberikan kesehatan dan kekuatan, sehingga
dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Disamping itu, tidak lupa pula
iringan shalawat serta salam penulis sampaikan kepada junjungan Nabi
Muhammad SAW.
Skripsi ini diberi judul “PENANGGUHAN DALAM UPAH
MENGUPAH PANEN SAWIT MENURUT HUKUM ISLAM (Studi kasus di
Desa Mingkung Jaya Kec. Sungai Gelam Kab. Muaro Jambi)” Skripsi ini
disusun guna melengkapi dan memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar
Sarjana Strata Satu (S.1) di UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi pada Fakultas
Syariah jurusan Hukum Ekonomi Syariah.
Dalam penulisan skripsi ini, tentu masih banyak terdapat kesalahan dan
kekurangan, hal ini di karenakan terbatasnya ilmu dan kemampuan penulis. Oleh
sebab itu dalam penyelesaiannya tidak terlepas dari bantuan dari berbagai pihak.
Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak
yang telah membantu penulis, terutama sekali kepada Yang Terhormat:
1. Bapak Dr. H. Hadri Hasan, MA selaku Rektor UIN Sulthan Thata Saifuddin
Jambi.
2. Bapak Dr. A. Miftah. M. Ag, selaku Dekan Fakultas Syariah UIN Sulthan
Thata Saifuddin Jambi.
3. Bapak H. Hermanto Harun, Lc., M. HI., Ph.D, selaku Wakil Dekan I bidang
akademik Fakultas Syariah UIN Sulthan Thata Saifuddin Jambi.
4. Ibu Dr. Rahmi Hidayanti, M.HI, selaku Wakil Dekan II bidang akademik
Fakultas Syariah UIN Sulthan Thata Saifuddin Jambi.
5. Ibu Dr. Yuliatin, S. Ag., M.HI, selaku Wakil Dekan III bidang akademik
Fakultas Syariah UIN Sulthan Thata Saifuddin Jambi.
6. Ibu Dr. Maryani, S. Ag., M.HI dan Ibu Pidayan Sasnifa, SH., M. Sy, selaku
ketua dan sekretaris Jurusan Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah UIN
Sulthan Thata Saifuddin Jambi.
x
HALAMAN JUDUL ................................................................................................
PERNYATAAN KEASLIAN .................................................................................. ii
PERSETUJUAN PEMBIMBINNG ........................................................................ iii
PENGESAHAN ........................................................................................................ iv
MOTTO .................................................................................................................... v
ABSTRAK ................................................................................................................ vi
PERSEMBAHAN ..................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR .............................................................................................. viii
DAFTAR ISI ............................................................................................................. x
DAFTAR TABEL..................................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 8
C. Batasan Masalah............................................................................................. 8
D. Tujuan Penelitian ........................................................................................... 8
E. Kerangka Teori............................................................................................... 9
F. Tinjauab Pustaka ............................................................................................ 32
BAB II METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian ............................................................................................ 35
B. Pendekatan Penelitian .................................................................................... 35
C. Sumber dan Jenis Data .................................................................................. 35
D. Tehnik Pengumpulan Data ............................................................................. 36
E. Teknik Analisis Data ...................................................................................... 37
F. Sistematika Penulisan..................................................................................... 38
G. Jadwal Penelitian ............................................................................................ 39
BAB III GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN
A. Letak Geografis .............................................................................................. 41
B. Sosial Kependudukan ..................................................................................... 44
C. Sosial Keaggamaan ........................................................................................ 45
D. Sosial Pendidikan ........................................................................................... 47
E. Sosial Ekonomi .............................................................................................. 48
F. Sejarah Desa Mingkung Jaya ........................................................................ 49
G. Sosial Pemerintahan Desa .............................................................................. 51
xi
BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN
A. Pemahaman Masyarakat Terhadap Penangguhan dalam Upah Mengupah
Panen Sawit di Desa Mingkung Jaya Kec. Sungai Gelam Kab. Muaro
Jambi .............................................................................................................. 56
B. Praktek Penangguhan dalam Upah Mengupah Panen Sawit di Desa
mingkung Jaya Kec. Sungai Gelam Kab. Muaro Jambi ................................ 60
C. Pandangan Hukum Islam Terhadap Penangguhan dalam Upah Mengupah
di Desa Mingkung Jaya Kec. Sungai Gelam Kab. Muaro Jambi ................... 65
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................................... 74
B. Saran ............................................................................................................... 75
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
CURRICULUM VITAE
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Posisi Geografis .................................................................................. 41
Tabel 2 : Luas Penggunaan Lahan ..................................................................... 42
Tabel 3 : Jenis dan Panjang Jalan ....................................................................... 43
Tabel 4 : Orbitasi (Jarak dari Pusat Pemerintah) ............................................... 43
Tabel 5 : Kelompok Pendidikan ......................................................................... 44
Tabel 6 : Kelompok Tenaga Kerja ..................................................................... 45
Tabel 7 : Jumlah Pendidikan Meneurut Tingkat Pendidikan ............................. 45
Tabel 8 : Jumalah Penduduk Menurut Agama ................................................... 46
Tabel 9 : Pendidikan Umum .............................................................................. 48
Tabel 10 : Jumalah Penduduk Menurut Mata Pencarian ..................................... 49
Tabel 11 : Daftar Nama RT Desa Mingkung Jaya ............................................... 51
Tabel 12 : BPD Desa Mingkung Jaya .................................................................. 53
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 : Struktur Prangkat Desa Mingkung Jaya Kec. Sungai Gelam
Kab. Muaro Jambi ............................................................................ 54
Gambar 2 : Peta Desa Mingkung Jaya Kec. Sungai Gelam Kab. Muaro
Jambi ................................................................................................ 55
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Setiap manusia memerlukan harta untuk mencukupi segala kebutuhan
hidupnya. Karena manusia akan selalu berusaha memperoleh harta kekayaan itu,
salah satunya yaitu dengan bekerja. Bekerja merupakan salah satu sebab pokok
yang memungkinkan manusia memiliki harta kekayaan.1
Bekerja berarti manusia juga telah berbuat adil pada diri sendiri, keluarga
dan lingkungan sekitar. Jenis pekerjaan yang bisa dilakukan dalam
mempertahankan hidupnya bisa melalui perantara yang ia usahakan sendiri dalam
arti dengan menggunakan tangan dia sendiri maupun pekerjaan dengan
perantaraan orang lain atau bekerja kepada orang lain.2
Ketika manusia melakukan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,
maka tampak suatu rambu-rambu hukum yang mengaturnya. Rambu-rambu
hukum dimaksud, baik yang bersifat pengaturan dari Al-Quran, peraturan
perundang-undang (ijtihad kolektif), ijma’, qiyas, istihsan, maslahat mursalah,
maqashidus syariah, maupun istilah lainnya dalam teori-teori hukum Islam.
Namun cara manusia untuk memenuhi kebutuhan dan cara mendistribusikan
kebutuhan dimaksud, didasari oleh filosofi yang berbeda antara seorang manusia
dengan manusia lainya, antara suatu kelompok manusia dengan kelompok
1Veithzal Rivai, dkk, Islamic Bisuness and economic ethics, (Jakarta :PT Bumi Aksara
2012), hlm. 11.
2Zainal Azkia, Dasar-dasarHukum Perburuhan,(Jakarta : Raja Grafindo, 2008), hlm. 1.
2
manusia lainnya, antara suatu Negara dengan Negara lainya. Hal ini terjadi
sebagai akibat perbedaan keyakinan agama,ideology, budaya hukum (legal
culture), kepentingan politik yang tumbuh dan berkembang dalam suatu
komunitas masyarakat.3
Selain itu, dalam hal tertentu antara suatu masyarakat dengan masyarakat
lainya dalalm melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan kehidupanya
mempunyai unsur kesamaan bila menjadi Al-Quran dan hadis sebagai rambu-
rambu dalam beraktivitas untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Rambu-rambu
pengaturan dalam beraktivitas dimaksuud, baik dalam hukum perbankan, jual beli,
asuransi, gadai, utang piutang, upah mengupah, maupun dalam bentuk lainya
dalam bidang hukum ekonomi yang dalam bahasa peraturan perundang-undangan
disebut ekonomi syariah.4
Indonesia dengan mayoritas penduduknya beragama Islam adalah Negara
dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Meski demikian, didalam kehidupan
perekonomian, umat Islam berbeda dalam posisi minorotas. Hal itu disebabkan
selain menyangkut etos kerja umat Islam, juga berkaitan dengan pemahaman
kegiatan ekonomi. Banyak kalangan masyarakat Islam menilai/memahami
persoalan ekonomi sebagai persoalan dunia, seolah terlepas dari maslah agama.
Kehidupan duniawi seakan tak punya tali temali dengan agama. Akibatnya,
persoalan perekonomian meerupakan hal yang teralienasi dalam kajian Islam. Hal
3 Zainuddun Ali, Hukum Ekonomi Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm. 1.
4 Ibid, hlm. 1.
3
itu terbukti dengan jarangnya kajian ekonomi yang dipaparkan pada waktu
ceramah agama atau pengajian.5
Langkah perubahan perekonomian umat islam Indonesia segera harus
dimulai dengan pemahaman bahwa kegiatan ekonomi dalam pandangan Islam
merupakan tuntutan kehidupan dan anjuran yang berdimensi ibadah. Rasulullah
SAW. Mengemukakan, seseorang yang berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya
(termasuk kebutuhan orang tua, istri dan anaknya) adalah orang yang berusaha di
jalan Allah SWT. Selain itu, juga ditegaskan bahwa dunia ini adalah lading/kebun
(tempat mencari bekal dan mempersiapkann diri) untuk kehidupan di akhhirat
kelak.6
Tak luput pula, umat Islam adalah manusia sebagai makhluk sosisal,
seharusnya senantiasa mengikuti aturan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.
Baik dalam perkara yang bersifat duniawi serta ukhrawi sebab segala aktivitasnya
akan selalu dimintai pertanggungjawabannya kelak. Setiap orang memiliki hak
dan kewajiban, hubungan hak dan kewajiban itu diatur dengan kaidah-kaidah
untuk menghindari terjadinya bentrok anantar berbagai kepentingan, kaidah
hukum yang mengatur hubungan hak dan kewajiban dalam hidup bermasyarakat
disebut dengan Hukum Mu’amalah.
Salah satu bentuk hukum mu’amalah yang sering terjadi adalah kerjasama
antara manusia di satu pihak sebagai penyedia jasa manfaat atau tenaga yang
lazim disebut buruh atau pekerja dengan orang lain yang menyediakan pekerjaan
5 Suhrawardi K. Lubis dan Farida Wadji, Hukum Ekonomi Islam, (Jakarta: Sinar Grafika,
2014), hlm. V.
6 Ibid, hlm. Iv.
4
yang lazim pula disebut sebagai majikan. Dalam rangka saling memenuhi
kebutuhanya pihak buruh mendapatkan kompensasi berupa upah. Kerjasama
seperti ini dalam literatur fiqih sering disebut dengan istilah Ijarah al-‘amal, yakni
sewa menyewa jasa tenaga manusia dengan adanya imbalan atau upah.7
Upah dalam literatur fiqih sering dibahas dengan ajran, ketentuanya telah
ditetapkan sedemikin rupa sehingga dapat memenuhi keadilan dan tidak
merugikan salah satu pihak baik majikan maupun buruh itu sendiri. Konsekuensi
dari adanya ketentuan ini adalah bahwa sistem pengupahan bagi buruh harus
sesuai dengan ketentuan norma yang telah ditetapkan. Upah adalah segala sesuatu
yang diterima pekerja atau buruh sebagai balas jasa atas kerja yang telah
dilakukan. Upah juga bisa dikatakan sebagai imbalan yang diberikan kepada
tenaga kerja langsung yang hasil kerjanya dapat diukur dengan satuan tertentu
(jumlah fisik barang yang dihasilkan atau masa atas jasa pekerjaan yang
diserahkan).8
Pertanian merupakan salah satu sektor kehidupan masyarakat Indonesia. Hal
ini dapat dilihat dari mayoritas penduduk yang bermata pencaharian sebagai
petani dan didukung dengan kondisi kesuburan tanah dan iklim tropis yang dapat
menumbuhkan berbagai jenis tanaman. Pertanian di Indonesia terbagi dua yaitu
pertanian tanaman keras dan pertanian tanaman pangan. Pertanian tanaman keras
seperti tanaman kakao, sawit, karet dan lainnya sedangkan pertanian tanaman
pangan seperti jagung, padi, sayur mayur, buah-buahan dan lainnya. Di
7 Ahmad Azhar Basyir, Asas-asas Hukum Muamalah hukum perdata,(Yogyakarta: FH UII,
2004), hlm. 11.
8 Ibid, hlm. 12.
5
Kabupaten Muaro Jambi Kecamatan Sungai Gelam, yang mayoritas
masyarakatnya menggantungkan perekonomian dari sector pertanian. Saat ini
pertanian atau perkebunan merupakan tulang punggung perekonomian masyarakat
di Kabupaten Muaro Jambi Kecamatan Sungai Gelam, apa lagi pertanian tanaman
keras dapat dijadikan sektor penompang pembangunan berkelanjuatan. Karena
perosesnya yang berkelanjutan ditompang sumber daya alam dan kualitas
lingkungan dan sumberdaya manusia. Perkebunan sawit merupakan salah satu
dari sekian bayak mata pencarian yang dipilih oleh masyarakat di sebagai usaha
untuk memenuhi kebutuhan hidup. Hal ini dipilih masyarakat karena usia
produktif perkebunan sawit lebih lama di banding dengan komuditas lainnya dan
pemeliharaan nya tidak memakan banyak waktu.
Khususnya wilayah Desa Mingkung Jaya Kecamatan Sungai Gelam
Kabupaten Muaro Jambi, adalah sebuah Desa yang sebagian besar wilayah
merupakan lahan pertanian yang berupa sawit. Yang terkadang pemilik kebun
sawit kurang mampu membeli pupuk dan hanya ketergantungan pada alam
semisal disirami air hujan, yang terkadang bisa mengalami penyusutan buah
terutama di musim kering. Dengan demikian hampir mayoritas masyarakatnya
sebagai petani dan buruh panen sawit yang masih minim dalam kehidupannya.
Adapun pelaksanaan pengupahan terhadap buruh tani di wilayah Desa
Mingkung Jaya ini dari masa kemasa masih tetap menggunakan cara yang sama
yakni penangguhan dalam pembayaran upah sampai waktu panen sawit tiba.
Penangguhan pembayaran seperti ini dilakukan sudah sejak lama, dan hampir
semua menggunakan cara seperti ini, sekalipun tidak ada akad yang mengikatnya,
6
tetapi seakan-akan telah terjadi kesepakatan (akad), pihak pemilik kebun hanya
cukup dengan meminta bantuan kepada para buruh tani panen sawit yang biasanya
para lelaki, kemudian para buruh panen sawit bekerja dari mulai pagi hingga
selesai, biasanya selesai sampai siang hari dan terkadang lebih, tergantung banyak
dikitnya buah yang di panennya.
Namun upah yang didapat terkadang tidak sama rata dengan hasil buah yang
di panen bayak ataupun sedikit, upah yang di berikan kepada pekerja panen sawit
(buruh) Rp.120.000 sampai Rp.150.000 per-1 Ton, dari setiap majikan maka upah
yang di berikan berbeda-beda. Namun pada umumnya di Desa Mingkung Jaya
Kec. Sungai Gelam Kab. Muaro Jambi Rp.150.000 per-1 Ton. Faktor kesulitan
yang menguras tenaga lebih banyak seperti medan lokasi yang tidak rata naik
turun jalan yang licin atau rumput yang rimbun maupun terkadang banjir sehingga
harus menggunakan peralatan tambahan seperti perahu kecil untuk mengangkut
buah kedaratan jika tidak ada perahu maka dengan cara mengusung buah satu
persatu dan terlebih, jika upah gaji pemburuh tersebut lambat atau di tangguahkan
selama beberapa hari maka pemburuh panen sawit pun merasa tidak puas dengan
hasil upah dan tenaga yang di keluarkan saat bekerja.
Ada beberapa prinsip acuan dan pedoman secara umum untuk kegiatan
muamalah ini. Pada dasarnya segala bentuk muamalah adalah mubah, kecuali
yang ditentukan lain oleh Al-quran dan sunah Rasul, muamalah dilakukan atas
dasar sukarela tanpa mengandungunsur-unsur paksa, muamalah dilaksanakan
dengan memelihara nilai keadilan, menghindari unsur-unsur pengambilan
kesempatan dalam kesempitan. Salah satunya adalah muamalah harus didasarkan
7
kepada persetujuan dan kerelaan kedua belah pihak dan dalam muamalah tidak
boleh merugikan diri sendiri dan orang lain. Persetujuan dan kerelaan kedua belah
pihak yang melakukan transaksi merupakan asas yang sangat penting untuk
keabsahan setiap akad. Untuk menunjukkan adanya kerelaan dalam setiap akad
atau transaksi dilakukanlah ijab dan qabul atau serah terima antara kedua
pihakyang melakukan transaksi. Setiap transaksi dan hubungan perdata
(muamalah) dalam Islam juga tidak boleh menimbulkan kerugian kepada diri
sendiri dan orang lain.9
Dengan adanya kesenjangan terhadap upah mengupah panen sawit di Desa
Mingkung Jaya Kecamatan Sungai Gelam Kabupaten Muaro Jambi. Maka penulis
merasa perlu untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan hasil penelitian ini
dituangkan dalam bentuk skripsi dengan judul:
“PENANGGUHAN DALAM UPAH MENGUPAH PANEN SAWIT
MENURUT HUKUM ISLAM (Studi kasus di Desa Mingkung Jaya
Kecamatan Sungai Gelam Kabupaten Muaro Jambi)“
9 Muslich, A. W, Fiqih Muamalat, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), hlm. 3-7.
8
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pemahaman masyarakat terhadap upah mengupah panen sawit di
Desa Mingkung Jaya Kec.Sungai Gelam Kab.Muaro Jambi?
2. Bagaimana praktik uapah mengupah panen sawit di Desa Mingkung Jaya
Kec.Sungai Gelam Kab.Muaro Jambi?
3. Bagaimana upah mengupah di Desa Mingkung Jaya Kec. Sungai Gelam Kab.
Muaro Jambi menurut Hukum Islam?
C. Batasan Masalah
Untuk lebih terarahnya dan memproleh hasil penelitian yang lebih
mendalam, maka perlu diadakan pembatasan masalah. Maka dalam hal ini penulis
akan memberikan batasan-batasan mengenai Upah mengupah dari tahun 2017
hingga saat ini.
D. Tujuan Penelitian dan kegunaan penelitian
1. TujuanPenelitian
a. Untuk mengetahui bagaimana pemahaman masyarakat terhadap upah
mengupah panen sawit di Desa Mingkung Jaya Kecamatan: Sungai Gelam.
b. Untuk mengetahui Bagaimana praktik upah mengupah panen sawit di Desa
Mingkung Jaya Kecamatan: Sungai Gelam.
c. Untuk mengetahui bagai mana upah mengupah menurut Hukum Islam.
2. Kegunaan Penelitian
Selain ada tujuan yang ingin dicapai diharapkan juga dapat memberi
manfaat atau kegunaan penelitian, antara lain sebagai berikut:
9
a. Sebagai sarana bagi penulis untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan dari
aspek teoritis demi pengembangan ilmu hukum.
b. Untuk menambah cakrawala berfikir bagi penulis dan semoga dapat menjadi
referensi untuk menambah keilmuan yang dipersembahkan kepada mahasiswa
khususnya Fakultas Syariah di Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha
Syaifuddin Jambi.
c. Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana strata satu (S1)
pada Fakultas Syariah bagi Jurusan Hukum Ekonomi Syariah di Universitas
Islam Negeri SulthanThahaSyaifuddin Jambi.
E. Kerangka Teori
1. Pengertian Upah (Ijarah)
Salah satu bentuk kegiatan manusia dalam lapangan muamalah ialah ijarah.
Secara etimologi, ijarah berarti “upah” atau “ganti” atau “imbalan”.10 Al-Ijarah
berasal dari kata Al-Ajru yang berarti Al’Iwadhu (ganti).11Ijarah adalah (menjual
manfaat).12 Ijarah merupakan upah sewa yang diberikan kepada seseorang yang
telah mengerjakan satu pekerjaan sebagai balasan atas pekerjaannya.13 Ijarah
mempunyai pengertian umum yang meliputi upah ataspemanfaatan sesuatu benda
maupun imbalan suatu kegiatan. Upah adalah imbalanyang diterima seseorang
10 Helmi Karim, Fiqih Muamalah, (Jakarta: PT Bumi Aksara 2002), hlm. 29.
11 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 13, Cet. Ke-1, (Bandung: PT Alma’arif, 1987), hlm. 7.
12 Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah, (Bandung: Pustaka setia, 2001), hlm. 121.
13 Musthafa Dib Al-Bugha, Buku Pintar Tradisi Syariah, Cet. Ke-1, (Jakarta: Hikmah, 2010),
hlm. 145.
10
atas pekerjaannya dalam bentuk imbalan meteri di dunia(adil dan layak) dan
dalam bentuk imbalan pahala di akhirat (imbalan yang lebihbaik).14
Secara terminologi, Imam Syamsuddin Muhammad bin Ahmad al-Khatibal-
Syarbini al-Qahiri pengarang Mughni Al-Muhtaj yang bermazhab Syafi’iyah
mendefinisikan ijarah sebagai transaksi atas manfaat dari sesuatu yang telah
diketahui, yang mungkin diserahkan dan dibolehkan, dengan imbalan yang juga
telah diketahui. Sementara itu, Al-Qaduri yang bermazhab Hanafiah
mendefinisikannya sebagai transaksi atas berbagai manfaat (sesuatu) dengan
memberikan imbalan. Menurut ulama Syafi’iyah, ijarah adalah sebagai akadatas
suatu manfaat yang mengandung maksud yang tertentu, mubah, dan kebolehan
dengan pengganti tertentu. Ulama Malikiyah mendifinisikan ijarahsebagai
memberikan hak kepemilikan manfaat sesuatu yang mubah dalam masa tertentu
disertai imbalan.15
Upah adalah memberikan imbalan sebagai bayaran kepada seseorang yang
telah diperintah untuk mengerjakan suatu pekerjaan tertentu dan bayaran itu
diberikan menurut perjanjian yang telah disepakati. Upah memegang peranan
yang penting dan merupakan salah satu ciri suatu hubungan kerja, bahkan dapat
dikatakan upah merupakan tujuan utama dari seseorang pekerja melakukan
pekerjaan pada orang atau badan hukum lain. Jadi, upah adalah suatu imbalan dari
seseorang yang memberikan pekerjaan dan diterima oleh pekerja yang telah
14 Ahmad Ifham Sholihin, Buku Pintar Ekonomi Syariah, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, 2010), hlm. 874.
15 Wabah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, jilid 5, (Jakarta: Gema Insani, 2011), hlm.
387.
11
menyelesaikan pekerjaannya dengan jumlah yang telah disepakati kedua belah
pihak yang melakukan perjanjian.16
2. DasarHukumUpah (Ijarah)
a. Al-Qur’an:
روف اأتي تم بالمع تم م لدكم فلا جنحاح علي كم اذا سلم ترضعوا أو تم أن تس واتقوا الله وان أرد
ملون بصي ر ملوا أن الله بماتع واع
Artinya: … Dan jika kamu ingin menyusukan anakmu kepada oranglain, maka
tidak ada dosa bagimu memberikan pembayaran dengancara yang
patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwaAllah Maha
melihat apa yang kamu kerjakan.17
Ayat diatas menjelaskan bahwa dalam membayar upah kepada pekerja harus
sesuai dengan apa yeng telah mereka kerjakan dan sesuai dengan ketentuan yang
telah disepakati. Jika kalian menghendaki agar bayi-bayi kalian diserahkan kepada
wanita-wanita yang bersedia menyusui, maka hal ini boleh dilakukan.Tetapi
kalian harus member upah yang sepantasnya kepada mereka, apabila upah
diberikan tidak sesuai maka akadnya menjadi tidak sah, pemberi kerja hendaknya
tidak curang dalam pembayaran upah harus sesuai dan jelas agar tidak ada salah
satu pihak yang dirugikan dari kedua belah pihak.18
b. As-Sunnah
طى الذي تجم رسوللله صلى الله عليه وسلم وأع وعن ابن عباس رضي الله قال: اح
طيه ره ولو كان حراما لم يع )رواه البخا رى(حجمه أج
16 A. Khumedi Ja’far, Hukum Perdata Islam di Indonesia: Aspek Hukum Keluarga dan
Bisnis, (Bandar Lampung: Raden Intan Lampung, 2015), hlm. 187.
17Al-Baqarah (2): 233.
18 Ahmad Mushthaf Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, Juz II, Cet. Ke-1, (Semarang: Toha
Putra, 1989), hlm. 350.
12
Artinya: Ibnu Abbas ra.berkata:
“Rasulullah Saw. Berbekam dan memberikan upah kepada orang yang
membekamnya. Seandainya berbekamitu haram, tidaklah beliau
memberi upah”.(HR. Bukhari)19
ط ن عمر رضي الله قال: أ وعن اب قه ع ره قب ل أن يجف عر ا الأجي راج )رواه ابن ماجه(و
Artinya: Ibnu Umar ra.berkata, Rasulullah Saw. Bersabda:
“Berikanlah kepada pekerja upahnya sebelum keringatnya kering”.(HR
IbnuMajah)20
تأ جر أجي را فل يس م له وعن ابى سعي د رضى الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: من اس
رته ز )رواه عبأج اق وفيه ان قطاع ، ووصله البيهقى من طريق أبي حنيفة(دالر
Artinya: Dari Abu Said ra. bahwa Nabi Saw bersabda:
“Barangsiapa mempekerjakan seorang pekerja hendaknya ia
menentukan upahnya”.(HR. Abdul Razzaq dalam hadist tersebut
terdapat riwayat yang munqathi’.Dan dalam riwayat Al-Baihaqi terdapat
hadist maushul menurut dari jalan Abu Hanifah)21
Dari hadist tersebut menjelaskan bahwa kewajiban menentukan upah pekerja
atas pekerjaan yang dilakukannya agar tidak adaketidakjelasan yang akan
mengakibatkan permusuhan dan perselisihan.
19 Muhammad bin Ismail Al-Amir Ash-Shan’ani, Subulus Salam “SyarahBulughulMaram”,
Jilid: 3, (Jakarta: DarusSunnah, 2017), hlm:. 153.
20 Al- HafizhIbnuHajar al-Asqalani,BulughMaram, (Jakarta: DarulHaq, 2015), hlm:. 490.
21 Muhammad bin Ismail Al-Amir Ash-Shan’ani, SubulusSalam “Syarah Bulughul Maram”,
jilid:3, (Jakarta: DarusSunnah, 2017), hlm:. 160.
13
c. Ijma’
Ijarah, baik dalam bentuk sewa-menyewa maupun dalam bentuk upah
mengupah merupakan bentuk muamalah yang dibenarkan. Mengenai di syariatkan
ijarah, semua umat bersepakat, bahwa sewa menyewa dan upah adalah boleh,
tidak ada seorang ulama pun yang membantah kesepakatan (ijma’)ini, sekalipun
ada beberapa orang diantara mereka yang berbeda pendapat, akan tetapi hal itu
tidak dianggap.22
d. Qiyas
Kata qiyas secara etimologi berarti qadr (ukuran, bandingan). Apabila orang
arab berkata qistu hadza bi dzaka, maka maksudnya, saya mengukur ini dengan
itu. Secara terminolgi menurut Ibnu as-Subki, qiyas ialah :
م على لو ل مع مه عن دال حامل حم م لمساوته فى علة حك لو مع
Artinya : “Menyamakan hukum sesuatu dengan hukum sesuatu yang lain karena
adanya kesamaan ‘illah hukum menurut mujtahid yang menyamakan
hukumnya.”23
Qiyas menurut ulama ushul ialah menerangkan hukum sesuatu yang tidak da
nashnya dalam al-Qur’an dan Hadis dengan cara membandingkannya dengan
sesuatu yang ditetapkan hukumnya berdasarkan nash. Mereka juga membuat
definisi lain: Qiyas ialah menyamakan sesuatu yang tidak ada nash hukumnya
dengan sesuatu yang ada nash hukumnya karena adanya persamaan illat hukum.24
22 SayyidSabiq, FiqihSunnah 13, cet. Ke-1, (Bandung: PT Amlma’arif, 1987), hlm. 11.
23 Abd Rahman Dahlan, Ushul Fiqh, Ed 1, Cet. 3,(Jakarta : Amzah, 2014), hlm. 161.
24 Muhammad Abu Zahrah, Ushul al-Fiqh, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2008), hlm. 336.
14
e. ‘Urf (Tradisi)
‘Urf adalah bentuk-bentuk mu’amalah (hubungan kepentingan) yang telah
mennjadi Adat kebiasaan dan telah berlangsung ajeg (konstan) di tengah
masyarakat25. Dan ini tergolong salah satu sumber hukum (ashl) dari ushul figh
yang diambil dari intisari sabda Nabi Muhammad SAW :
ر حسن لمو ن حسنا فهو عن دالله ام ماراه المس
Artinya: “Apa yang dipandang bailk kaum muslimin, maka menurut Allah pun
digolongkan sebagai perkara baik.”
Dari segi kebahasaan (etimologi) al-‘urf berasal dari kata yang terdiri dari
huruf ‘ain, ra’, dan fa’ yang berarti kenal. Dari kata ini muncul kata ma’rifah
(yang dikenal), ta’rif (definisi), kata ma’ruf ( yang dikenal sebagai kebaikan), dan
kata ‘urf (kebiasaan yang baik). Adapun secara terminologi, kata urf mengandung
makna yang berarti sesuatu yang menjadi kebiasaan manusia, dan mereka
mengikutinya dalam bentuk setiap perbuatan yang popular diantara mereka,
ataupun suatu kata yang biasa mereka kenal dengan pengertian tertentu, bukan
dalam pengertian etimologi, dan ketika mendengar kata itu, mereka tidak
memahaminya dalam pengertian lain.26
Sesuai dengan kaidah ‘urf sebagai berikut :
م حكم به الشرع ولم يحد ا جع إلي ه فى كل حك ف وال عادة ير ه بحد عر
Artinya : “Urf dan kebiasaan dijadikan pedoman pada setiap hukum dalam
syariat yang batasannya tidak ditentukan secara tegas”.
25 Muhammad Abu Zahrah, Ushul al-Fiqh, hlm:. 416-417.
26 Abd Rahman Dahlan, Ushul Fiqh, hlm. 209.
15
Kaidah ini mencakup berbagai aspek dalam syariat, baik muamalat,
penunaikan hak, dan yang lain. Karena penentuan hukum suatu perkara dalam
syariat dilakukan dengan dua tahapan, yaitu :
1. Mengetahui batasan dan rincian perkara yang akan dihukumi.
2. Penentuan hukum terhadap perkara tersebut sesuai ketentuan syar’i.27
Sesuai dengan kaidah ‘Urf sebagai berikut :
ال عادة محكمة
Artinya : “Adat kebiasaan dapat ditetapkan sebagai hukum”. (as-suyuthi, TT:
63).28
Adat kebiasaan (‘Urf) dalam jual beli juga mempunyai peran yang sangat
penting sebagai salah satu dalil untuk menetapkan hukum syara’, kaidah hukum
islam menyatakan adat istiadat (‘Urf) yang digunakan sebagai hukum pelaksanaan
jual beli dapat dijadikan sumber hukum islam bila memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut :
a. Al-‘Urf al-Amn
Yaitu kebiasaan yang bersifat umum dan berlaku bagi sebagian besar
masyarakat dalam berbagai wilayah yang luas.
27 “Qawa’id Fiqhiyah,” https://almanhaj.or.id/2508-kaidah-ke-9-urf-dan-kebiasaan-dijadikan-
pedoman-pada-setiap-hukum-dalam-syariat.html, diakses tanggal 19-09-2019
28 Muchlis Usman, Kaidah-Kaidah Ushuliyyah dan Fiqhiyyah, ed.1, cet. 3, (Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada, 1999), hlm. 140.
16
b. Al-‘Urf al-Khashsh
Yaitu adat kebiasaan yang berlaku secara khusus pada suatu masyarakat
tertentu atau wilayah tertentu saja. Ditinjau dari keabhsahannya, al-urf dibagi
menjadi dua bagian, yaitu sebagai berikut :
a. Al-‘Urf ash-shahihah (‘Urf yang absah)
Yaitu kebiasaan masyarakat yang sesuai dan tidak bertentangan dengan
aturan-aturan Hukum Islam. Dengan kata lain, ‘Urf yang tidak mengubah
ketentuan yang haram menjadi halal, atau sebaliknya, mengubah ketentuan halal
menjadi haram.29
b. Al-‘Urf al-Fasidah (‘Urf yang rusak atau salah)
Yaitu kebiasaan masyarakat yang bertentangan dengan ketentuan dan dalil-
dalil syara’. Sebalik dari al-‘urf ash-shahihah, maka adat kebiasaan yang salah
adalah yang menghalalkan hal-hal yang haram, atau mengharamkan yang halal.
Para ulama sepakat bahwa al-‘urf al-fasidah tidak dapat menjadi landasan
hukum, dan kebiasaan tersebut batal demi hukum. Oleh karena itu, dalam rangka
meningkatkan pemasyarakatan dan pengamalan hukum Islam pada masyarakat,
sebaiknya dilakukan dengan cara yang ma’ruf, diupayakan mengubah adat
kebiasaan yang bertentangan dengan ketentuan ajaran islam tersebut, dan
menggantikannya dengan adat kebiasaan yang sesuai dengan syariat Islam. Sesuai
dengan Firman Allah SWT :
رض عن ال جهلي ن ف واع باال عر خذ ال عف و وأ مر
29 Abd Rahman Dahlan, Ushul Fiqh, hlm. 210.
17
Artinya :“Jadilah pemaaf dan seruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta
berpalinglah dari orang yang bodoh”.30
3. Rukun dan Syarat Upah (Ijarah)
Adapun menurut Jumhur ulama, rukun dan syarat ijarah ada empat (4),yaitu:
a. ‘Aqid (orang yang berakad)
Mu‟ajir dan Musta‟jir yaitu orang yang melakukan akad sewa-menyewa
atau upah mengupah. Mu‟ajir adalah orang yang menerima upah dan
menyewakan (majikan), sedangkan musta‟jir adalah orang yang menerima upah
untuk melakukan sesuatu dan yang menyewa sesuatu (buruh/pekerja).31
Persyaratan orang yang berakad untuk kedua belah pihak yang melakukan
akad disyaratkan berkemampuan yaitu kedua-duanya berakal, saling meridhai dan
dapat membedakan. Menurut ulama Syafi’iyah dan Hanabilah, jika salah seorang
berakad itu gila atau anak kecil menyewakan harta mereka atau diri mereka
(sebagai buruh), maka akad menjadi tidak sah.
Mazhab Imam Asy Syafi’i dan Hambali menambahkan satu syarat lagi,
yaitu balig. Menurut mereka akad anak kecil sekalipun sudah dapat membedakan,
dinyatakan tidak sah. Akan tetapi, ulama Hanafiyah dan Malikiyah berpendapat
bahwa kedua orang yang berakad itu tidak harus mencapai usia baliq, tetapi anak
yang telah mumayyiz pun boleh melakukan akad al-ijarah terhadap harta atau
dirinya, maka itu dianggap sah apabila disetujui oleh walinya.32 Syarat yang
30 Al-A’raf (7) : 199.
31 Sohari Sahrani dan Ru’fah Abdullah, Fiqih Muamalah, Cet. Ke-1, (Bogor: Ghalila
Indonesia, 2011), hlm:. 170.
32 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 13, Cet. Ke-1, (Bandung: PT Alma’arif, 1987), hlm. 7.
18
terakhir adalah kerelaan dua pihak yang melakukan akad. Jika salah seorang dari
mereka dipaksa untuk melakukan Ijarah, maka tidak sah.
b. Shighat
Yaitu ijab dan qabul antara Mu‟ajir dan Musta‟jir, ijab qabul sewa
menyewa dan upah-mengupah. Syarat shighat yaitu harus dibuat sebelum
pekerjaan itu dikerjakan, tidak boleh disangkut pautkan dengan urusan lain,harus
terjadi atas kesepakatan bersama.33
Shighat transaksi mencakup hal-halberikut:
1) Ijab dan Qabul harus sesuai. Jika seseorang berkata, “Saya sewakan rumah ini
kepadamu seratus ribu sebulan”, kemudian dibalas “Saya terima dengan
bayaran Sembilan puluh ribu”, transaksi tidak sah karena terjadi perbedaan
antara ijab dan qabul. Perbedaan ini menunjukkan ketidakrelaan salah
satupihak, padahal kerelaan ini menjadi syarat sahnya transaksi.
2) Antara kalimat ijab dan kalimat qabul tidak berselang waktu yang lama atau
diselingi dengan ucapan lain yang tidak ada kaitannya dengan transaksikarena
hal ini menunjukkan adanya penolakan terhadap akad.
3) Tidak boleh menggantungkan transaksi pada suatu syarat, misalnya: “jika Zaid
datang, akan aku sewakan ini kepadamu”.
c. Ujrah (upah)
Upah hendaklah jelas dengan bukti dan ciri yang bisa menghilangkan
ketidak jelasan dan disebutkan besar dan bentuk upah. Syarat mengetahui upah ini
memiliki beberapa bentuk masalah, seperti jika seseorang menyewa orang lain
33 A. Khumedi Ja’far, Hukum Perdata Islam di Indonesia: Aspek Hukum Keluarga dan
Bisnis, hlm. 189.
19
dengan upah tertentu ditambah makan, atau menyewa hewan dengan upah tertentu
ditambah makannya, maka akad itu tidak dibolehkan. Hal itu karena makanan
tersebut menjadi bagian dari upah, padahal ukurannya tidak jelas sehingga
membuat status upahnya tidak jelas. Ulama Malikiyah membolehkan menyewa
seseorang untuk melayani atau menyewa hewan ditambah makannya dan pakaian
atau sejenisnya untuk pembantu itu.
Hal itu karena sudah menjadi hal yang umum dalam masyarakat,
sebagaimana menyewa seorang perempuan untuk menyusui ditambah makan dan
lainnya. Syarat yang lainnya yaitu harus dibayarkan segera mungkin atau sesuai
dengan waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian, dapat dimanfaatkan oleh
pekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dapat dipastikan kehalalannya,
upah yang diberikan harus sesuai dengan kesepakatan bersama.34
d. Manfaat
Manfaat ijarah mencakup hal-hal berikut:
1) Dapat ditaksir, maksudnya: manfaat (dari barang yang disewa) dapat
ditetapkan secara jelas, baik berdasarkan syariat maupun adat (urf‟) agar harta
penggantinya layak diserahkan. Contohnya, menyewa rumah untuk dijadikan
tempat tinggal. Jika benda-benda itu tidak ada manfaatnya, harta penggantinya
(upah sewa) menjadi sia-sia belaka. Padahal, syariat melarang untuk menyia-
nyiakan harta.
2) Orang yang menyewakan (mu‟ajir) sanggup menyerahkan manfaat (benda
yang disewakan). Hal demikian agar orang yang menyewa (musta‟jir) dapat
34 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, jilid 5, (Jakarta: Gema Insani, 2011), hlm.
401.
20
menikmatinya. Jika orang yang menyewakan (mu‟ajir) tidak sanggup
menyerahkan manfaat (barang yang disewakan), baik secara fisik maupun
syar‟i, transaksi tidak sah.
3) Manfaat harus dirasakan oleh penyewa (musta‟jir), bukan oleh yang
menyewakan (mu‟ajir). Oleh sebab itu, tidak sah menyewa orang untuk
melakukan ibadah yang membutuhkan niat yang tidak bias digantikan, seperti
shalat dan puasa, karena manfaat pekerjaan itumerupakan pahala bagi orang
yang menyewakan, bukan untuk penyewa (musta‟jir). Setiap para pihak yang
melakukan akad harus mengetahui manfaat dengan sempurna barang yang
diakadkan, sehingga mencegah terjadinya perselisihan.35
Dengan jalan menyaksikan barang itu sendiri, atau kejelasan sifatsifatnya,
menjelaskan masa sewa seperti sebulan atau setahun atau lebih atau kurang, serta
menjelaskan pekerjaan yang diharapkan. Terkadang berbentuk manfaat barang,
seperti rumah untuk ditempati, atau mobil untuk dikendarai. Dan terkadang
berbentuk karya, seperti karya seorang insinyur, pekerja bangunan. Terkadang
manfaat itu berbentuk sebagai kerja pribadi seseorang yang mencurahkan tenaga,
seperti para pekerja.36
Menurut ulama Syafi’iyah dan Hanabilah, keberadaan upah bergantung pada
adanya akad. Menurut ulama Hanafiyah dan Malikiyah, upah dimiliki berdasarkan
35 Musthaf Did Al-Bugha, Buku Pintar Tradisi Syariah, Cet. Ke-1, (Jakarta: Hikmah, 2010),
hlm. 151-152.
36 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 13, cet. Ke-1, (Bandung: PT Amlma’arif, 1987), hlm. 11.
21
akad itu sendiri, tetapi diberikan sedikit demi sedikit, bergantung pada kebutuhan
‘aqid.37
Menurut ulama Hanafiyah dan Malikiyah, kewajiban upah didasarkan pada
tiga (3) perkara yaitu:
1. Mensyaratkan upah untuk dipercepat dalam zat akad
2. Mempercepat tanpa adanya syarat
3. Dengan membayar kemanfaatan sedikit demi sedikit. Jika dua orang yang
akad bersepakat untuk mengakhirkan upah, hal itu dibolehkan.
Upah mengupah atau ijarah „ala al-a‟mal, yakni jual-beli jasa, biasanya
berlaku dalam beberapa hal seperti menjahitkan pakaian, membangun rumah, dan
lain-lain. Ijarah „ala ala‟mal terbagi dua, yaitu:
a. Ijarah khusus
Yaitu ijarah yang dilakukan oleh seorang pekerja. Hukumnya, orang yang
bekerja tidak boleh bekerja selain dengan orang yang telah memberinya upah.
b. Ijarah musytarik
Yaitu ijarah dilakukan secara bersama-sama atau melalui kerja sama.
Hukumnya dibolehkan bekerja sama dengan orang lain.38
Upah atau ujrah dapat dikalsifikasikan menjadi 2 yaitu:
1) Upah yang telah disebutkan (ajrun musamma)
Yaitu syaratnya ketika disebutkan harus disertai kerelaan kedua belah
pihak yang melakukan transaksi.
37 Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah, (Bandung: Pustaka setia, 2001), hlm. 132.
38 Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah, (Bandung: Pustaka setia, 2001), hlm. 133-
134.
22
2) Upah yang sepadan (ajrul mitsli)
Yaitu upah yang sepadan dengan pekerjaannya serta sepadan dengan
kondisi pekerjaannya (profesi kerja) jika akad ijarah-nya telahmenyebutkan
jasa (manfaat) kerjanya.39
Sebelum melakukan transaksi, perlu adanya perjanjian diantara para
pihakagar transaksi dapat dilakukan dengan jelas. Adapun asas perjanjian dalam
hukum Islam yaitu:40
1. Asas Ibadah (Mabda‟ al-ibahah)
Asas ini merupakan “Pada dasarnya segala sesuatu itu boleh dilakukan
sampai ada dalil yang melarangnya”.
2. Asas Kebebasan Berakad (Mabda‟ Hurriyyah at-Ta‟aqud)
Yaitu suatu prinsip hukum yang yang menyatakan bahwa setiap orang dapat
membuat akad jenis apa dan memasukkan klausul apa saja ke dalam akad yang
dibuatnya itu sesuai dengan kepentingannya sejauh tidak berakibat makan harta
sesama dengan jalan batil, tetapi yang menentukan akibat hukumnya adalah ajaran
agama.
3. Asas Konsensualisme (Mabda‟ ar-Radha‟iyyah)
Asas ini menyatakan bahwa untuk terciptanya suatu perjanjian cukup dengan
tercapainya kata sepakat antara para pihak tanpa perlu dipenuhinya formalitas-
formalitas tertentu.
39 M.I Yusanto dan M.K Widjajakusuma, Mengagas Bisnis Islam, Cet. Ke-1 (Jakarta: Gema
Insani Press, 2002), hlm. 194.
40 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syarisah, (Jakarta: Rajawali Pres, 2010), hlm. 83-92.
23
4. Asas Janji itu Mengikat
Allah SWT menaganjurkan kepada manusia, dalam melakukan perjanjian
harus secara tertulis, adanya saksi-saksi agar sebuah perjanjian tersebut mengikat
para pihak untuk melakukan hak dan kewajiban masing-masing.
5. Asas Keseimbangan (Mabda‟ at-Tawazun fi al-Mu‟awadhah)
Meskipun secara faktual jarang terjadi keseimbangan antara para
pihakdalam bertransaksi, namun hukum perjanjian Islam tetap menekankan
perlunya keseimbangan, baik antara apa yang diberikan dan apa yang diterima
maupun keseimbangan dalam memikul risiko. Dalam melakukan perikatan ini,
parapihak menentukan hak dan kewajiban masing-masing dan tidak boleh ada
suatu kezaliman yang dilakukan dalam perikatan tersebut.41
6. Asas Kemaslahatan (Tidak Memberatkan)
Asas ini bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan bagi mereka dan tidak
boleh memberatkan (masyaqqah) atau menimbulkan kerugian (mudharat) diantara
para pihak yang melakukan perjanjian.
7. Asas Amanah
Bahwa masing-masing pihak haruslah beritikad baik termasuk kejujuran
dalam bertransaksi dengan pihak lainnya dan tidak dibenarkan salah satu pihak
mengeksploitasi ketidaktahuan mitranya. Jika kejujuran ini tidak diterapkan dalam
perikatan, maka akan merusak legalitas perikatan itu sendiri.42 Selainitu, apabila
tidak adanya kejujuran maka akan menimbulkan kecurigaan diantara para pihak.
41 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 5, Cet. Ke-1 (Jakarta: Cakrawala Ia Publishing, 2009), hlm.
33.
42 Gemala Dewi, Wirdyaningsih dan Yeni Salma Barlianti, Hukum Perikatan di Indonesia,
Cet. Ke-2, (Jakarta: Kencana, 2006), hlm. 37.
24
8. Asas Keadilan
Adil merupakan salah satu sifat Allah SWT yang seringkali disebutkan
dalam Al-qur’an. Bersikap adil sering kali Allah SWT tekankan kepada manusia
dalam melakukan perbuatan, karena adil menjadikan manusia lebih dekat kepada
taqwa.43
4. Kewajiban dan Hak- hak pekerja
Dengan terpenuhinya syarat perjanjian kerja sebagaimana dinyatakan diatas,
maka terjadilah hubungan hukum diantara pihak- pihak yang merlakukan
pekerjaan.
Dengan timbulnya hukum diatas, akan melahirkan hak dan kewajiban
diantara para pihak tersebut. Adapun yang menjadi kewajiban pekerja dengan
adanya hubungan hukum tersebut adalah:
1. Mengerjakan sendiri pekerjaan yang ada dalam perjanjian kalau pekerjaan
tersebut merupakan pekerjaan yang khas.
2. Benar- benar bekerja sesuai dengan waktu perjanjian
3. Mengerjakan pekerjaan dengan tekun, cermat, dan teliti
4. Menjaga keselamatan barang yang dipercayakan kepadanya untuk
dikerjakanya, sedangkan bentuk pekerjaan berupa urusan, hendaklah mengurus
urusan tersebut sebagaimana mestinya
5. Mengganti kerigian kalau ada barang yang rusak, apabila kerusakan tersebut
dilakukan dengan kesengajaan atau kelengahan.
43 Gemala Dewi, Wirdyaningsih dan Yeni Salma Barlianti, Hukum Perikatan di Indonesia,
Cet. Ke-2, hlm. 38.
25
Sedangkan yang menjadi hak- hak pekerja yang wajib dipenuhi oleh
pemberi pekerja adalah:
1. Hak atas upah sesuai dengan yang ada dalam perjanjian
2. Hak untuk diperlakukan secara baik dalam lingkungan pekerjaan
3. Hak atas jamina sosial, terutama sekali menyangkut bahaya- bahaya yang
dialami oleh pekerja dalam melakukan pekerjaan44
5. Penetapan Upah Dalam Islam
Penetapan upah pekerja didasarkan pada manfaat atau jasa yang telah
diberikan seorang pekerjaan kepada perusahaan. Selain itu, Yusuf Qardowi
memberikan penekanan bahwa paramajikan harus memperhatikan du hal berikut
ini:
1. Nilai kerja, karena tidak mungkin menyamakan yang pintar dengan yang
bodoh, yang tekun bekerja dengan bekerja yang asal-asalan, serta yang ahli
dengan yang bukan ahli. Menyamakan kedua hal tersebut adalah tindak
kezaliman.
2. Sesuai dengan kebutuhan, sebab seorang memiliki kebutuhan kemanusiaan
yang pokok dan wajib dipenuhui baik kebutuhan sandang, papan, transportasi,
pengobatan, pendidikan untuk anak-anak, dan segala hal yang harus dipenuhi.45
6. Pengelolaan Upah dalam Islam
Ada beberapa pengolongan upah sebagai berikut:
44 Pasaribu, Chairul, Hukum Perjanjian Keerja, (Jakarta: Sinar Grafika,1994), hlm. 156.
45 Yusuf Qardawi, Fatwa-Fatwa Mutakhir, ahli bahasa Al-Hamid Al-Husaini dari Fatwa-
fatwa Mu’ashiran, (Jakarta:Yayasan Al-Hamidiy,1998), hlm.233.
26
a. Upah Sistem Waktu. Dalam sistem waktu, besarnya upah ditetapkan
berdasarkan standar waktu seperti jam, hari, minggu atau bulan. Besarnya upah
sistem waktu hanya di dasarkan kepada lamanya bekerja bukan dikaitkan
dengan prestasi kerjanya.
b. Upah Sistem Hasil. Dalam sistem hasil, besarnya upah ditetapkan atas kesatuan
unit yang dihasilkan pekerja, seperti per potong, meter, dan kologram.
Besarnya upah yang dibayar selalu berdasrkan kepada banyaknya hasil yang
dikerjakan bukan kepada lamanya waktu mengerjakannya.
c. Upah Sistem Borongan. Sistem borongan adalah suatu cara pengupahan yang
meneteapkan besanya jasa dibesarkan atas volume pekerjaan dan lama
mengerjakannya. Penetapan besarnya balasa jasa berdasarkan sistem borongan
cukup rumit, lama mengerjakannya, serta banyak alat yang diperlukan untuk
menyelesaikannya.46
7. Prinsip Pemberian Upah dalam Islam
Prinsip pemberian upah dalam islam terdiri dari dua yaitu:
a. Adil dalam memberi upah. Adil bermakna jelas dantransparan.
Perinsip utama keadilan terletak pada kejelasan akad (transaksi) dan
komitmen melakukannya. Akad dalam perubahan adalah akad yang terjadi antara
pekerja dan pengusaha. Artinya sebelum pekerja dikerjakan, harus jelas dahulu
bagaimana upah yang akan diterima oleh pekerja. Upah tersebut meliputi besarnya
upah dan tata cara pembayaran upah.
46 Veithzal Rivai, dkk, Islamic Bisuness and economic ethics, hlm. 807.
27
Sesungguhnya seorang pekerja hanya berhak atas upahnya jika ia telah
menunaikan pekerjanya dengan semestinya dan sesuai dengan kesepakatan,
karena umat islam terkaitan dengan syarat-syarat antar mereka kecuali syarat yang
mengharamkan yang halal atau menghalalkannya yang haram. Selama ia
mendapatkan upah secara penuh maka kewajibannya juga terus dipenuhi.
Sepatutnya hal ini dijelaskan secara detail dalam “peraturan kerja” yang
menjelaskan masing-masing hakdan kewajiban kedua belah pihak, keterlambatan
membayar upah dikatagorikan sebagai perbuatan zalim dan orang yang tidak
membayar upah para pekerjanya termasuk orang yang dimusuhi oleh Nabi
Muhammad saw pada hari kiamat.
b. Kelayakan dalam Pengupahan.
Kelayakan pemberian upah yang diberikan juga menjadi perhatian dalam
islam, kelayakan tersebut berhubungan dengan besaran yang diterima. Layak
terdiri dari:
1). Layak bermakna cukup pangan,sandang dan papan.
Kelayakan upah yang diterima oleh pekerja dilihat dari 3 aspek yaitu:
Pangan (makanan), sandang (pakaian) dan papan (tempat tinggal). Bahkan bagi
pegawai atau karyawan yang masih belum menikah, menjadi tugas majikan yang
memperkerjakannya untuk mencarikannya jodohnya. Artinya, hubungan antara
majikan dengan pekerja bukan hanya sebatas hubungan pekerjaan formal, tetapi
karyawan sudah dianggap merupakan keluarga majikan. Konsep menganggap
karyawan sebagai keluarga majiakan merupakan konsep Islam yang lebih 14 abad
yang lalu dicetuskan. Konsep ini dipakai oleh pengusaha-pengusaha Arab pada
28
masa lalu, dimana mereka (pengusaha muslim) sering kali memperhatikan
kehidupan karyawannya diluar lingkungan kerjanya.47
2). Layak bermakna sesuai dengan pesanan
Upah dalam konsep syariah memeiliki dua dimensi, yaitu dimensi dan
dimensi akhirat. Untuk menerapkan upah dalam dimensi dunia, konsep moral
merupakan hal yang sangat penting agar pahala dapat diperoleh sebagai dimensi
akhirat dari upah tersebut. Jika moral diabaikan, dimensi akhirat tidak akan
tercapai. Oleh karena itulah konsep moral diletakkan pada kotak paling luar, yang
artinya konsep moral diperlukan untuk menerapkan upah dimensi akhirat dapat
tercapai.48
8. Hubungan Buruh dan Majikan
Dalam islam, hubungan majikan dan pekerja keduanya dalam jalinan
persahabatan dan persaudaraan. Seorang majikan Muslim tidak dikatakan orang
yang beriman jika niatnya semata-mata mencari keuntungan dalam hubungan
industrial. Yaitu seorang pengusaha yang setelah dia mengivestasikan modalnya
yang dapat menguntungkan masyrakat dan selanjutnya ia bersyukur kepada Allah
SWT. atas keuntungan yang diperolehnya.
9. Mensegerakan Membayar Upah
Secara umum, pemberian atau penyerahan upah dilakukan seketika
pekerjaann itu selesai. Sama halnya dengan jual beli yang pembayaranya pada
waktu itu juga. Tetapi pada waktu membuat surat perjanjian boleh dibicarakan
dan diputuskann untuk mendahukukan pembayaran upah atau mengakhirkanya.
47 Rivai Veithzal, Islamic Bisuness and economic ethics, hlm. 804.
48Ibid., hlm. 805.
29
Jadi pembayaran upah itu disesuaikan dengan bunyi surat perjanjian pada saat
akan melaksanakan akad upah mengupah.
Namun demikian, memberikan upah terlebih dahulu adalah lebih baik.
Dalam rangka membina saling pengertian percaya mempercayai. Lebih-lebih
apabila upah mengupahh itu antara majikan dan pekerja yang pada umumnya
sangat memerlukan uang untuk kebutuhan biaya makan keluarga dan dirinya
sehari-hari.
Yang paling penting adalah agar kedua belah pihak mematuhi perjanjian
yang telah disetujui dan ditanda tangani bersama. Pekerja atau buruh hendaknya
mematuhi ketentuan dalam perjanjian, baik perjanjian itu tertulis ataupun
perjanjian lisan.49
10. Hikmah Disyariatkan Ujrah
Tujuan dibolehkan ujrah pada dasarnya adalah untuk mendapatkan materil.
Namun itu bukanlah tujuan akhir karena usaha yang dilakukan atau upah yang
diterima merupakan saranya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Adapun hikmah diadakanya ujrah antara lain:
a. Membina ketentraman dan kebahagiaan
Dengan adanya ijarah akan mampu membina kerjasama antara mu’ajir dan
musta’jir. Sehingga menciptakan kedamaian dihati mereka. Dengan diterimanya
upah dari orang yang memekai jasa, maka yang member jasa dapat memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Apabila kebutuhan hidup terpenuhi maka musta’jir tidak
lagi resah ketika hendak beribdah kepada Allah SWT.
49 http://www.bacaanmadani.com/2017/12/penegertian-upah-hukum-rukun-syarat-
dan.html?m=1
30
Dengan transaksi upah-mengupah dapat berdampak positif terhadap
masyarakat terutama dibidang ekonomi, karena masyarakat dapat mencapai
kesejahteraan yang lebih tinggi. Bila masing-masing individu dalam suatu
masyarakat itu lebih dapaat memenuhi kebutuhannya, maka masyarakat itu akan
tentram dan aman.50
b. Memenuhi Nafkah Keluarga
Salah satu kewajiban seorang muslim adalah membrikan nafkah kepada
keluarganya, yang meliputi istri, anak-anak dan tanggung jawab lainya. Dengan
adany aupah yang diterima musta’jir maka kewajiban tersebut dapat terpenuhi
c. Memenuhi Hajat Hidup Masyarakat
Dengan adanya transaksi ijarah khususnya tentang pemakaian jasa, maka
akan mampu memenuhu hajat hidup masyarak baik yang ikut bekerja maupun
yang menikmati hasil proyek tersebut. Maka ujrah merupakan akad yang
mempunyai unsure tolong menolong antara sesame.
d. Menolak Kemungkaran
Diantara tujuan ideal berusaha adalah dapat menolak kemungkaran yang
kemungkinan besar akan dilakukan oleh yang menganggur. Pada intinya hikmah
ijrah yaitu untuk memudahkan manusia dalam memenuhi.51
11. Berakhirnya Ijarah (upah)
Adapun hal-hal yang bisa menyebabkan batal atau berakhirnya akad Ijarah
menurut Hanafiah, yaitu:
50 Ya’qub, Hamzah, Kode Etik Dagang, (Bandung: CV. Diponegoro, 1994), hlm. 46.
51 Ibid., hlm. 47.
31
a. Salah satu pihak meninggal dunia. Ini merupakan pendapat mazhab Hanafi.
Bagi mazhab ini manfaat yang diperoleh dari ijarah adalah sesuatu yang terjadi
secara bertahap dan ketika meninggalnya salah satu pihak, manfaat tersebut
tidak ada dan tidak sedang dimilikinya. Maka mustahil untuk di wariskan.
Sedangkan meneurut Jumhur Ulama, akad Ijarah tidak batal dengan wafatnya
salah seorang yang berakad, karena menurut Jumhur Ulama manfaat itu boleh
diwariskan dan Ijarah sifatnya mengikat kedua belah pihak.
b. Terjadi kerusakann pada barang sewaan, seperti: rumah terbakar atau mobil
hilang.
c. Tenggang waktu yang disepakati dalamm nakad Ijarah telah berakhir. Apabila
yang disewakan itu rumah, maka rumah itu dikembalikan kepada pemiliknya
dan apabila yang disewa itu jasa seseorang maka ia berhak menerima upahnya.
d. Menurut Jumhur Ulama, uzur yang boleh membatalkan akad Ijarah itu
hanyalah apabila objeknya mengandung cacat atau manfaat yang dituju dalam
akad itu hilang, sepeerti kebakaran atau dilanda banjir. Sedang menurut Ulama
Hanafiah apabila ada uzur dari salah satu pihak, seperti rumah yang disewakan
disita Negara karena terkait hutang yang banyak, maka akad Ijarah menjadi
batal.
e. Berakhir dengan Iqalah yaitu pembatalan akad atas dasar kesepakatan antara
kedua belah pihak. Hal ini karena Ijarah merupakan akad pertukaran harta
dengan harta yang di ambil manfaatnya.52
52 Wabah zuhaili, al-Wajirz Fi al-Fiqhi al-Islami, hlm. 133-134.
32
F. Tinjaun Pustaka
Pembahasan mengenai masalah berkaitan tentang sistem pembayaran upah
pengupasan pinang ditinjau dari hukum islam, dalam suatu penelitian tidak
terlepas dari perolehan data melalui referensi buku- buku atau literature. Studi
kepustakaan ini dilakukan untuk memenuhi atau mempelajari serta mengutip
pendapat- pendapat dari para ahli yang ada hubungannya dengan permasalahan
yang diteliti.
Sepanjang penelitian, peneliti mengambil buku- buku, tesis, skripsi, dan
artikel, yang berkaitan tentang pembayaran upah buruh/ pekerja ditinjau dari
hukum islam. Adapun beberapa peneliti terdahulu yang membahas tentang
pembayaran upah buruh ditinjau dari hukum islam yaitu:
1. Ika Novi Nur Hidayati dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun 2017,
yang mengangkat judul skripsi “ Pengupahan dalam hukum islam dan hukum
positif”. Hasil penelitianya yaitu: Dalam hubungan kerja antara pengusaha
dan pekerja, dilakukan dengan akad tertulis agar masing- masing pihak
mengetahui hak- haknya serta kewajibanya, sehingga hubungan antara
pengusaha dan pekerja dapat berjalan baik. Dengan adanya keseimabangan
antara upah dengan pekerjaan yang dilakukan, maka hubungan baik antara
pengusaha dengan pekerja tetap terjaga.53
Perbedaan penelitan yang penulis lakukan denga hasil penelitian yang
disusun oleh Ika Novi Nur Hidayati dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun
53 Ejounal.uin-suka.ac.id tgl 29 Juli 2019
33
2017, yang mengangkat judul skripsi “ Pengupahan dalam hukum islam dan
hukum positif” adalah penambahan hukum dengan hukum positifnya,
2. Wahyu Nely Gayatri UIN Walisongo tahun 2018, Tinjauan hukum islam
terhadap sistem pengupahan pada pemeliharaan hewan ternak ( studi di
Plantungan Kabupaten kendal)54 Hasil penelitianya bahwa ketentuan
pemberian upah harus memperhatikan hak- hak pekerja khususnya dalam
pemberian upah yang layak.
Perbedaan penelitian antara yang penulis teliti dengan yang saudara Wahyu
Nely Gayatri UIN Walisongo tahun 2018, Tinjauan hukum islam terhadap sistem
pengupahan pada pemeliharaan hewan ternak ( studi di Plantungan Kabupaten
kendal) adalah terletak pada objek penelitianya yaitu mengenai pemeliharaan
hewan.
3. Ahmad Nur Shodik UIN Sunan kalijaga Yogyakarta tahun 2017,Yang
mengangkat judul skripsi ” Tinjauan hukum islam terhadap upah buruh tani
di Desa Rejasari Jawa barat “ Hasil penelitianya yaitu: Pembayaran upahnya
dengan cara ditangguhkan sampai masa panen tiba, dengan cara mendapatkan
kesempatan ikut gancong/memetik hasil panen yang kemudian diberikan
imbalan upah kerjanya sesuai dengan masa kerja yang telah dilaukan
sebelumnya. Pemberian upah seperti ini menurut hukum islam diperbolehkan
karena didalamnya terdapat akad yang jelas dan pasti diantara kedua belah
pihak dan memang sudah menjadi adat bagi masyarakat setempat.55
54 Eprints.walisongo.ac.id tgl 29 Juli 2019
55 Digilib.uin- suka.ac.id tgl 29 Juli 2019
34
Penelitian yang di lakukan oleh Ahmad Nur Shodik UIN Sunan kalijaga
Yogyakarta tahun 2017,Yang mengangkat judul skripsi ” Tinjauan hukum islam
terhadap upah buruh tani di Desa Rejasari Jawa barat “ adalah dalam objek yang
di telitinya berbeda.
Penelitian ini mengkaji tentang penangguhan dalam upah mengupah panen
sawit di Desa Mingkung Jaya Kec. Sungai Gelam Kab. Muaro Jambi, yaitu
mengenai pelaksanaan pembayaran upah yang tidak sesuai dengan ketentuanya
yaitu pemberian hak- hak upah yang tidak seimbang dengan hasil kerjanya
sehingga merugikan salah satu pihak. Akan tetapi hal ini sudah menjadi ketentuan
yang berlaku antara kedua belah pihak.
35
BAB II
METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Desa Mingkung Jaya Kec.Sungai Gelam
Kab.Muaro Jambi yang mengacu kepada permasalahan upah mengupah panen
sawit.
B. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam skripsi ini deskriptif kualitatif.
Penelitian deskriptif kualitatif merupakan metode penelitian yang berusaha
menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya.56 Peneliti
mendeskripsikan gejala yang ada pada data tanpa memberikan perlakuan khusus
dalam bentuk apa pun pada subjek yang diteliti yaitu berusaha mendapatkan
informasi yang selengkap mungkin tentang Penangguhan dalam Upah mengupah
Panen Sawit menurut Hukum Islam di Desa Mingkung Jaya Kec.Sungai Gelam
Kab.Muaro jambi selanjutnya menganalisis berdasarkan pandangan hukum Islam.
C. Sumber dan Jenis Data
Sumber data adalah sebagian bahan baku informasi atau subjek tempat asal
data dapat diperoleh, dapat berupa bahan pustaka atau orang yaitu informan atau
responden. Penentuan sumber data didasarkan atas jenis data yang telah
ditentukan seperti sumber data yang berdasarkan dari sumber dokumen, sumber
kepustakaan dan sumber lapangan. Untuk sumber data yang berupa informan
diperoleh secara langsung melalui wawancara dengan pihak-pihak terkait dengan
56 Husein Umar, Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis, (Jakarta: Grafindo Persada,
2011), hlm. 12.
36
penelitian ini yaitu majikan (pemilik kebun), buruh (pekerja), tokoh agama, dan
tokoh masyarakat.
Jenis data dalam penelitian secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua
jenis, yaitu:
1. Data primer
Data primer adalah data penelitian yang diperoleh secara langsung dari
obyeknya.57 Data primer diperoleh dari hasil observasi, wawancara terhadap
informan atau responden yaitu majikan (pemilik kebun), buruh (pekerja), tokoh
agama, dan tokoh masyarakat.
2. Data sekunder
Data sekunder adalah data penelitian yang diperoleh dari data yang telah ada
berupa dokumen-dokumen, litelatur, buku, majalah, koran atau jurnal.58
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan teknik observasi, wawancara dan dokumentasi.
1. Observasi, dilakukan guna mencari gambaran awal mengenai lokasi penelitian
dan menentukan informan penelitian dengan melakukan pengamatan.
Selanjutnya Observasi dalam penelitian ini dilakukan dengan melakukan
pengamatan ke lokasi penelitian pada Desa Mingkung Jaya Kec.Sungai Gelam
Kab.Muaro Jambi
57Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), hlm. 106.
58Iskandar, Metode Penelitian dan Sosial Kualitatitf dan Kauntitatif, (Jakarta: GP Press,
2008), hlm. 253.
37
2. Wawancara, dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan kepada responden
terhadap pihak-pihak yang terkait dalam penangguhan dalam upah mengupah
panen sawit di Desa Mingkung Jaya Kec.Sungai Gelam Kab.Muaro Jambi.
Responden yang dipilih menggunakan teknik purposive sampling. Purposive
sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data berdasarkan
pertimbangan tertentu59. Pertimbangan tertentu dalam hal ini yaitu pemilihan
responden didasarkan pada pertimbangan bahwa responden adalah pihak-pihak
yang terkait.
3. Dokumentasi, dilakukan untuk mencari data mengenai hal-hal atau variabel
yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen,
rapat, lengger, agenda dan lain sebagainya. Dokumentasi bertujuan untuk
mendapatkan data yang dapat dijadikan acuan terkait dengan masalah yang
diteliti.
E. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
metode kualitatif. Teknik ini digunakan untuk mendeskripsikan dan menganalisis
penangguhan dalam upah mengupah panen sawit di Desa Mingkung Jaya Kec.
Sungai Gelam Kab. Muaro Jambi.
59Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2010),
hlm. 34.
38
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan ini terdiri dari lima bab. Masing-masing bab diperinci
lagi dengan beberapa sub bab yang saling berhubungan antara satu sama lainya.
Adapun sistematika penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan
Pada bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, rumusan
masalah, batasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka
teori, dan tinjauan pustaka.
BAB II Metode Penelitian
Pada bab ini diuraikan mengenai lokasi penelitian, pendekatan
penelitian, sumber dan jenis data, teknik pengumpulan data, teknik
analisis data, dan sistematika penulisan.
BAB III Gambaran Umum Penelitian
Pada bab ini diuraikan mengenai gambar lokasi penelitian
BAB IV Pembahasan
Analisis Penangguhan dalam Upah Mengupah Panen Sawit di Desa
Mingkung Jaya Kecamatan Sungai Gelam baik dari segi pemahaman
masyarakat dan pelaksanaan pengupahan yang terjadi antara pemilik
lahan (majikan) dengan buruh (pekerja).
BAB V Penutup
Pada bab ini berisikan kesimpulan dan saran yang selanjutnya
dengan kata penutup penulis.
39
G. Jadwal Penelitian
Catatan jadwal bisa berubah sewaktu-waktu.
No
Kegiatan
2019
Juli
Agustu
s
Sep
tember
Okto
ber
Novem
ber
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Pengajuan
judul
✓ √
2 Pembuatan
proposal
√
3 Perbaikan
proposal
dan
seminar
√
√
4 Surat izin
riset
√
5 Pengumpul
an data
√
6 Pengolahan
data
√
7 Pembuatan
laporan
√
40
8 Bimbingan
dan
perbaikan
√
9 Agenda
dan ujian
skripsi
√
10 Perbaikan
dan
penjilidan
√
41
BAB III
GAMBARAN LOKASI PENELITIAN
A. Letak Geografis
Desa Mingkung Jaya terletak di wilayah Kecamatan Sungai Gelam
Kabupaten Muaro Jambi di Provinsi Jambi. Secara administraif, Desa Mingkung
Jaya Terdiri dari 3 Dusun, 24 RT (Rukun Tetangga) dan 3 Rw (Rukun Warga),
luas wilayah 1.142,57 Ha (Hektar), dan dengan posisi Geografis:
Tabel. 1
Posisi Geografis60
No Posisi Geografis
1 103º50’54”-103º52’38” BT
2 1º45’37”-1º48’267” LS
Desa Mingkung Jaya jika dilihat dari letak geografis daerah berbatasan
dengan Wilayah:
a. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Sungai Gelam
b. Sebelah selatan berbatasan dengan Provinsi Sumatra Selatan
c. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Sunngai Gelam dan Provinsi Sumatra
Selatan
d. Sebelah barat berbatasan dengan Desa Petaling Jaya
60 Dokumentasi Arsip Desa
42
1. Data Profil Desa
Tabel. 2
Luas Penggunaa Lahan61
NO Penggunaan Lahan Luas (Ha)
1. Kebun Kelapa Sawit 1.126,08
2. Kebun Karet 1,74
3. Pemukiman 7,96
4. Lokasi Sumur Minyak 2,97
5. Tempat Pemakaman Umum 0,61
6. Lapangan Bola 0,42
7. Fasilitas Umum 2,78
Total Luas 1.142,57
61 Dokumentasi Arsip Desa
43
Tabel. 3
Jenis dan Panjang Jalan62
No Jenis Panjang (KM)
1. Jalan Aspal -
-Jalan Negara -
-Jalan Kabupaten 2,58
2. Jalan Tanah 9,25
Jalan Lingkungan 0,89
3. Jalan Kebun 41,48
Total 54,20
2. Orbitasi (Jarak dari Pusat Pemerintah)
Tabel. 4
Orbitasi (Jarak dari Pusat Pemerintah)63
No Orbitasi (Jarak dari Pusat Pemerintah)
KM
1 Jarak dari Pusat Pemerintah Kecamatan 20
2 Jarak dari Pusat Pemerintah Kabupaten 70
3 Jarak dari Pemerintah Provinsi 45
62 Dokumentasi Arsip Desa
.
63 Ibid
44
B. Sosial Kependudukan
Penduduk Desa Mingkung Jaya adalah warga Negara Indonesia yang berasal
dari pulau Jawa dan menetap sejak tahun 1990-an bersama masyarakat Jambi.
Juga beberapa warga pendatang dari daerah lain, seperti Minang, Batak dan
Bugis. Data terbaru yang diperoleh pada bulan Agustus 2019 berdasarkan data
terbaru 2018, tercatat penduduk di Desa Mingkung Jaya berjumlah 2,379 jiwa.
Terdiri dari 682 KK (Kepala Keluarga), dengan rincian 1.252 laki-laki dan 1127
perempuan.
1. Jumlah Penduduk menurut Usia
Tabel. 5
Kelompok Pendidikan64
No Usia Jiwa
1. 04-06 Tahun 331
2. 07-12 Tahun 728
3. 13-15 Tahun 320
Jumlah 1.379
64 Dokumentasi Arsip Desa
45
Tabel. 6
Kelompok Tenaga Kerja
No Usia Jiwa
1. 20-26 Tahun 443
2. 27-40 Tahun 557
Jumlah 1.000
2. Jumlah Pendidikan menurut Tingkat Pendidikan
Tabel. 7
Jumlah Pendidikan menurut Tingkat Pendidikan
No Tingkat Pendidikan Jiwa
1. Lulus SD/Sederajat 998
2. Lulus SLTP/Sedearajat 326
3. Lulus SLTA/Sederajat 118
4. Lulus Perguruan Tinggi 10
Jumlah 1.452
C. Sosial Keagamaan
Penyebaran agama dari jumlah total penduduk sebesar 2.379 jiwa di Desa
Mingkung Jaya meliputi beberapa kultur agama berbeda yaitu : Islam, Kristen,
dan Hindu. Mayoritas penduduk memeluk agama Islam dan Lainya terdiri dari
agam Kristen dan Hindu, selengkapnya sebagai berikut:
46
Tabel. 8
Jumlah Penduduk menurut Agama65
No Agama Jiwa
1. Islam 2244
2. Kristen 73
3. Hindu 62
Jumlah 2.379
Masyarakat Desa Mingkung Jaya juga mempunyai perhatian yang besar
terhadap agama. Banyak ditemukan sarana peribadatan seperti ada 4 masjid dan 9
musola. Juga terdapat sarana pendidikan agama yang formal maupun non formal,
seperti Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ) dan MAdrasah Diniyah (MADIN).
Masyarakat Desa Mingkung Jaya mempunyai banyak kegiatan diantaranya
Yasinan rutin ibu-ibu setiap hari Jum’at sore dan membaca Yasin bapak-bapak
setiap malam Jum’an di masjid.
Adapun kegiatan lainnya, Tahlilan jika ada yang meninggal dunia atau pada
Acara tertentu, seperti walimatul ‘Arsy, walimatu hamli atau walimatul Khitan.
Masyarakat Desa Mingkung Jaya juga mengadakan perayaan pada peringatan
hari-hari besar Islam seperti tahun baru Hijriyah, menyambut bulan suci
Ramadhan, Maulid Nabi dan Iara’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW.
Meskipun mayoritas beragama Islam, masyarakat Desa Mingkung Jaya tetap
menjaga toleransi dan persaudaraan antara umat beragama. Apabila umat Islam
65 Dokumentasi Arsip Desa
47
sedang merayakan Hari Raya maka Umat Kristiani dan Hindu akan menghormati
dan bersikap positif. Begitu juga sebaliknya apabila umat Hindu sedang
merayakan Nyepi maka umat Islam dan Kristen akan menghormtinya pula. Sejak
awal hingga sekarang masyarakat Dea Mingkung Jaya hidup dengan damai tidak
ada kerusuhan atau perselisihan diantara pemeluk agama satu dengan yang lainya.
D. Sosial Pendidikan
Pendidikan adalah salah satu hal penting dalam memeajukan SDM
(Sumberdaya Manusia) yang dapat berpengaruh dalam jangka panjang pada
peningkatan perekonomian. Dengan tingkat pendidikan yang tinggi maka akan
mendongkrak tingkat kecakapan masyarakat yang pada gililranya akan
mendorong tumbuhnya kerampilan kewirausahaan dan lapangan kerja baru.
Sehingga akan membantu program pemerintah dalma mengurangi pengangguran
dan keiskinan.
Taraf pendidikan di Desa Mingkung Jaya lebih baik sejak dirikannya
Sekolah Menengah Pertama pada tahun 2013. Dikarenakan anak-anak yang sudah
tamat Sekolah Dasar dapat langsung melanjutkan ke SMP, sehingga dengan jarak
tempuh yang dekat mereka dapat melanjutkan pendidikan siswa.
Untuk tamatan SMA/SMU kebanyakan melanjutkan pendidikan ke kota, ada
juga yang langsung bekerja. Tetapi tingkat pendidikan di Desa Mingkung Jaya
semakin meningkat setiap tahunnya. Hal ini dibuktikan dengan sarana pendidikan
berupa satu Sekolah Dasar, satu Madrasah Diniyah, dan satu Sekolah Menengah
48
Pertama. Ditambah lagi dengan beberapa TPQ di setiap masjid dan lembaga
kursus yang ada.66Adapun sarana pendidikan sebagai berikut:
Tabel. 9
Pendidikan Umum
No Pendidikan Bangunan Guru Murid
1. TK/PAUD 1Unit 5 61
2. Sekolah Dasar 1 Unit 17 458
3. SLTP 1 Unit 10 100
Jumlah 3 32 619
E. Sosisal Ekonomi
Tingkat pendapatan penduduk Desa Mingkung Jaya rata-rata sebesar
Rp.1.300.000,-. Secara umum mata pencaharian masyarakat Desa Mingkung Jaya
dapat teridentifikasi kedalam beberapa sektor, yang mayoritas berpencaharian
dari sektor pertanian, dan beberapa sektor pendapatan lain seperti jasa/
perdagangan, pegawai pemerintahan, dan lain-lain. Berikut ini adalah table
jumlah penduduk menurut mata pencaharian.
66 Wawncara dengan Bapak Edi ,Sekretaris, Tanggal 22 September 2019
49
Tabel. 10
Jumlah Penduduk menurut Mata Pencarian67
No Mata Pencarian Jiwa
1. Karyawan Swasta 11
2. PNS/TNI/POLRI 8/ / /
3. Wiraswasta 19
4. Tani 614
5. Pertukangan 8
6. Buruh Tani 178
Jumlah 838
F. Sejarah Desa Mingkung Jaya
Kata mingkung diambil dari kebiasaan para pencari ikan yang menamai
sebuah sungai alam kecil yang membelah wilayah Desa Mingkung Jaya, karena
bentuk sungainya yang banyak menikung maka untuk mempermudah penamaanya
disebut dengan nama Mingkung. Sehinggaa nama sungai tersebut diabadikan oleh
Dinas Transmigrasi Kabupaten Muaro jambi untuk menamai sebuah Proyek
Pemukiman Transmigrasi pada tahun 1996 yang diberi nama TSM III Mingkung
di bawah naungan Desa Petaling Jaya sampai tahun2008.68
Seiring berjalanya waktu, karena tingkat pertumbuhan penduduk yang padat
maka pada tahun 1998 Pemerintah Kabupaten Muaro Jambi mengundangkann
67 Dokumentasi Arsip Desa
68 Ibid.
50
Peraturan Daerah Nomor 10 tahun 2008 tentang pembentukan Desa Mingkung
Jaya. Dengan dibarengi penunjukan Pjs Kepala Desa atas nama Sutrisno. Pada
tanggal 18 Juli tahun 2009 secara resmi Bupati Muaro Jambi H. Burhanudin
Mahir, SH melantik Pjs Kepala Desa Mingkung Jaya sekaligus penandatangana
Prasasti berdirinya Desa Mingkung Jaya. Pada tanggal 14 Januari 2010 maasa
berakhir Pjs Kepala Desa, dan pada hari itu juga kepala Desa terpilih dalam
Proses Pilkades pada tanggal 22 Desember 2009 resmi dilantik oleh Bupati Muaro
Jambi sehingga Desa Mingkung Jaya mempunyai Kepala Desa Depinitif atas
Nama Sutrisno.69
Dengan adanya dorongan dari masyarakat, terkait dengn ada nya pemilu
legislative tahun 2014, maka kepala Desa Mingkung Jaya mencalonkan diri
sebagai Calon Legislatif DPRD Kabupaten Muaro Jambi. Sehingga Bpk. Sutrisno
secara resmi mengundurkan diri sebagai kepala Desa Mingkung Jaya. Pada
tanggal 22 Agustus 2013 Kepala Desa (Sutrisno) berakkhir masa jabatabnya,
bersaman dengan dilantiknya Edy Suranto sebagai Pjs. Kepala Desa Mingkung
Jaya oleh Bapak Camat Sungai Gelam (Suswiyanto) atas nama Bupati Muaro
Jambi.
Pada tanggal 25 Januari 2014 tampuk kepemimpinan desa beralih Bapak
Girah Purnomo. Setelah melalui suksesi Pilkades pada bulan November 2013.
Dengan demikian Jabatan Penjabat kepala Desa berakhir.70
69 Dokumentasi Arsip Desa
70 Ibid.
51
G. Sosial Pemerintahan Desa
1. Pejabat Ketua Rukun Tetangga Desa Mingkung Jaya
Tabel. 11
Daftar Nama Ketua RT Desa Mingkung Jaya71
No Nama Jabatan Ketua RT
1 Dadan Nur Salam RT 01
2 Purwanto RT 02
3 Sugeng RT 03
4 Kusnanto RT 04
5 Muridan RT 05
6 Nuryanto RT 06
7 Abdul Hamid RT 07
8 Rifa’i RT 08
9 Suryani RT 09
10 Suratman RT 10
11 Budiono RT 11
12 Sularso RT 12
71 Wawncara dengan Bapak Edi, Sekretaris, Tanggal 22 September 2019
52
13 Dalimo RT 13
14 Misnanto RT 14
15 Suratman RT 15
16 Surawan RT 16
17 Slamet Edi Rianto RT 17
18 Sutrisno RT 18
19 Syarifudin RT 19
20 Puguh RT 20
21 Sabardi RT 21
22 Mukmin RT 22
23 Yusminto RT 23
24 Sahrudin RT 24
53
2. Pejabat BPD (Badan Permusyawaratan Desa) Desa Mingkung Jaya
Tabel. 12
BPD Desa Mingkung Jaya72
No Nama Jabatan
1 Dwi Yanto Ketua
2 Bowo Wijaya Wkil Ketua
3 Dafit Sidik Sekretaris
4 Kodam Fauzi Anggota
5 Edi Resdi Anggota
6 Agus Susanto Anggota
7 Suparlan Anggota
8 Joko Mismono Anggota
9 Kasihardi Anggota
3. Pejabat Dusun dan Anggota73
a. Dusun I terdiri dari : RT 01-RT 07
b. Dusun II terdiri dari : RT 08-RT 15
c. Dusun III terdiri dari : RT 16-RT 24
72 Wawancara dengan Bapak Edi, Sekretaris, Tanggal 22 September 2019
73 Wawancara dengan Bapak Edi, Sekretaris, Tanggal 22 September 2019
54
4. Stuktur Prangkat Desa Mingkung Jaya74
Gambar. 1
Struktur Prangkat Desa Mingkung Jaya
74 Wawancara dengan Bapak Edi, Sekretaris, Tanggal 22 September 2019
KEPALA DESA
Girah Purnomo
SEKSI PEMERINTAHAN
Alfiyah Khasanah
SEKSI KESRA
Afif Prayogo
URUSAN PERENCANAAN
Iksan Riyanto
URUSAN KEUANGAN
Dwi Lestari
SEKSI PELAYANAN
Umar Mahruf
SEKRETARIS DESA
Edi Suranto
URUSAN UMUM
Yeni Wirastuti
55
Gambar 2.
Peta Desa Mingkung jaya75
75 Dokumen Arsip Desa
56
BAB IV
PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN
A. Pemahaman Masyarakat terhadan Penangguhan dalam Upah
Mengupah Panen Sawit di Desa Mingkung Jaya Kec. Sungai Gelam
Kab. Muaro Jambi
Upah dalam literatur fiqih sering dibahas dengan ajran, ketentuanya telah
ditetapkan sedemikin rupa sehingga dapat memenuhi keadilan dan tidak
merugikan salah satu pihak baik majikan maupun buruh itu sendiri. Konsekuensi
dari adanya ketentuan ini adalah bahwa sistem pengupahan bagi buruh harus
sesuai dengan ketentuan norma yang telah ditetapkan. Berdasarkan wawancara
dengan Bapak Kuat mengatakan bahwa:
“Pengupahankan saling kompromi, saling sepakat, dari awal memang
sepakatnya dengan gaji sesudah menerima gajian sawit. Menurut masing-
masing kedua belah pihak, kalau dari kedua belah pihak mengadakan
persetujuan nanti upahnya sesudah menerima gaji, si pekerja setuju berarti
sah. Kalau umpama si pekerja tidak setuju bahwa upahnya nanti di berikan
sesudah menerima harga sawit tidak setuju, berarti batal”.76
Upah adalah memberikan imbalan sebagai bayaran kepada seseorang yang
telah diperintah untuk mengerjakan suatu pekerjaan tertentu dan bayaran itu
diberikan menurut perjanjian yang telah disepakati. Bapak Edi mengatakan
bahwa:
“Kalau di Desakan kesepakatanya ya kesepakatan antara pekerja dan
pemilik kebun sepanjang pekerjanya sepakat dengan pemilik kebun ya jalan,
mau di bayar 1 ton Rp.100.000, 1 ton Rp.150.000 yang penting
kesepakatan”.77
76 Wawancara dengan Bapak Kuat, Tokoh Agama, Tanggal 22 September 2019
77 Wawancara denag Bapak Edi, Sekretaris Desa, Tanggal 22 September 2019
57
Agar tidak menimbulakn perselisihan pemberian upah maka di awal
perjanjian pada dasarnya oleh pemilik kebun (majikan) yang mempunyai
pekerjaan harus menjelaskan secara detail tentang lokasi kebun, jadwal
pengerjaanya, dan kesulian yang harus dihadapi oleh pekerja (buruh) panen sawit.
Mas Kandar menjelaskan bahwa:
“Dalam perjanjian mungkin kalau seandainya ngak sesuai maka di tambah
upahnya. Perjanjian yang di gunakan dengan lisan menjelaskan lokasi,
untuk saat ini kan kering kalau musim banjir ya di tambahi upahnya”.78
Dalam perjanjian akad kerja yang di lakukan di Desa Mingkung jaya, Bapak Kuat
menjelaskan bahwa:
“Biasanya akadnya cuma lisan atau menurut kebiasaan, biasanya tanpa
akad-akadan tetapi menurut kebiasaan. Karena kebiasaanya begitu, diantara
kedua belah pihak jarang mengadakan akad, kapan saya diberi upah atau
kapan saya menerima upahnya tapi karena sudah menjadi kebiasann adatnya
pada perkebunan sawit di Desa Mingkung Jaya ya begitu selesai atau begitu
mendapatkan gaji sebulan sekali, maka begitu lah di berikan upahnya”.79
Upah yaitu segala sesuatu yang diterima pekerja atau buruh sebagai balas
jasa atas kerja yang telah dilakukan. Seperti halnya Mas yudi mengatakan bahwa:
“Upah panen sawit di Desa kami lumrah, umum untuk hasil sawit yang
dihasilkian, kalau kita kerja dapat segitu ya segitulah yang dibayar. Upah itu
sangat penting karena itu menyangkut hasil kerja dan untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari”.80
Upah juga bisa dikatakan sebagai imbalan yang diberikan kepada tenaga
kerja langsung yang hasil kerjanya dapat diukur dengan satuan tertentu (jumlah
fisik barang yang dihasilkan atau masa atas jasa pekerjaan yang diserahkan.
Seperti yang Bapak Ratman katakan bahwa:
78 Wawancara denga Mas Kandar, Pekera, Tanggal 22 September 2019
79 Wawancar dengan Bapak Kuat, Tokoh Agama, Tanggal 22 September 2019
80 Wawancacra dengan Mas Yudi, Pekerja, Tanggal 22 September 2019
58
“Kalau kerja itukan mendapatkan upah, bukan kita ngak kerja dapat upah,
upah itu penting, karena namanya orang bekerja itukan yang paling utama
dicarinya upah. Jika bekerja dan kemudian tidak ada upahnya, maka pekerja
(buruh) ngak bakalan mau mngerjkannya. Sitem Pengupahan panen sawit di
Desa Mingkung Jaya itu main perton, pertonnya Rp.130.000, Rp.125.000,
ada Rp.150.000 itu yang di rawa, kalau di daratan biasanya Rp.130.000-
Rp.125.000”.81
Adapun pemberian atau penyerahan upah dilakukan seketika pekerjaann itu
selesai. Sama halnya dengan jual beli yang pembayaranya pada waktu itu juga.
Bapak Samijan juga mengatakan upah yang di berikan kepada pekerja setelah gaji
hasil panen sawit diterima oleh pemilik kebun (majikan). Jika belum hasil panen
sawitnya belom terjual maka belum pula upah pekerja (buruh) itu di berikan.
Karena terkkadang pemilik kebun tidak tau menau berapa jumlah timbangan hasil
panen sawit tersebut, beliau menjelaskan bahwa:
“Pemberian upah itu setelah uang hasil panen sawit tersebut diberikan dari
orang yang membeli sawit toke atau kelompok yang menjual ke pabrik.
Kalau upahnya itu Rp.150.000 perton pada umumnya, namun kondisi kebun
rawa, kalau pas banjir ya upahnya di tambahin, menurut kebijakan saya
sendiri ngak dengan standarnya tidak. Kalau pas sulitnya itu saya tidak
tega”.82
Namun demikian, memberikan upah terlebih dahulu adalah lebih baik.
Dalam rangka membina saling pengertian percaya mempercayai. Berdasarkan
wawancara dengan Bapak Mawardi, mengatakan bahwa:
“Yang jelas menunggu gajian dari yang membeli sawitnya, setelah gaji di
beri ya kuli trus di bayar. Kalau yang sebulan gajian ya nunggu sebulan lalu
dibayarkan gajinya. Kusus saya, karena yang lainya itu gak tau saya, kalau
saya upah sekaligus mencakup zakat mallny dikasihkan yang manen, biar
tidak berat kalau menunngu setahun dijumlahkan berat, tetapi itukan sesuai
81 Wawancara dengan Bapak Ratman, Pengkoordinir Buah Sawit, Tanggal 22 September
2019
82 Wawancara dengan Bapak Samijan, Pemilik Kebun, Tanggal 21 September 2019
59
panenan kita tidk harus setahun langsung. Alasanya karena di asnab 8 it ada,
kalau tidak fakirnya ya ibnu sabilnya”. 83
Lebih-lebih apabila upah mengupahh itu antara majikan dan pekerja yang
pada umumnya sangat memerlukan uang untuk kebutuhan biaya makan keluarga
dan dirinya sehari-hari. Berdasarkan wawancara dengan Mas Judin, menjelaskana
bahwa:
“Ada pemilik kebun (majikan) yang paham agama, maka upah panen sawit
tersebut diberikan setelah mengetahui jumlah timbangan hasil panen sawit
tersebut, dan sesampai pulang dirumah langsung di berikan upahnya. Ada
pula pemilik kebun pengupahanya yang seharusnya d kasishkan pasa waktu
itu namun ditangguhkan hingga beberapa hari, yang diberikan kepada
pekerja (buruh) panen sawit”.84
Berdasarkan hasil wawancara diatas, pemahaman beberapa masyarakat di
Desa Mingkung Jaya dalam memahami upah mengupah pada dasarnya kedua
belah pihak atau yang terkait dalam upah menugupah bahwasanya ada perbedaan
pemberian upah oleh pemilik kebun (majikan) yang di berikan kepada pekerja
panen sawit (buruh) , tidak semuanya rata dengan upah yang menurut kebiasaan
di Desa Mingkung Jaya. Pemahaman masyarakat di Desa Mingkung Jaya hanya
melalui kebiasaan di lingkungan tersebut dari dulu hingga sekarang, namun tidak
dilandasi dengan pemahaman secara mendalam dengan hukum islam, kaidah-
kaidah fiqih, maupun dalam bermuamalah. Tidak adanya kesepakatan atau
perjanjian secara tertulis maupun akad secara lisan tidak disertakan penjelasan
menegenai upah yang akan didapatkan setelah pekerjaan selesai agar dapat
memastikan beratnya pekerjaan sesuai dengan upah yang di dapatkan.
83 Wawancara dengan Bapak Mawardi, Pemilik Kebun merangkap Tokoh Agama, Tanggal
13 September 2019
84 Wawancara denag Mas Judin, Pekerja, Tanggal 08 September 2019
60
B. Praktek Penangguhan dalam Upah Mengupah Panen Sawit di Desa
Mingkung Jaya Kec. Sungai Gelam Kab. Muaro Jambi
Sebeleum memasuki kepada pekerja dan upah maka langkah awal yang di
ambil ketika ingin melaksanakan akad kerjasama maka terjadilah perekrutan
tenaga kerja atau buruh dan kemudian terjadilah akad antara dua belah pihak atau
lebih.
Perekrutan tenaga kerja adalah serangkaian aktivitas mencari dan memikat
pelamar kerja dengan motivasi, kemampuan yang diperlukati guna menutupi
kekurangan yang diidentifikasi dalam perencanaan kepegawaian. Dalam
pengrekrutan yang dilakukan di Desa Mingkung Jaya, hanya bertanya kepada
orang yang bersangkutan atau langsung bertanya kepada buruh panen sawit
apakah ia ingin mengerjakan panen sawit di kebun miliknya. Cara pengrekrutan
buruh panen sawit di Desa Mingkung Jaya, tidak serumit dengan pengrekrutan
karyawan-karyawan yang berkerja di sebuah perusahaan. Apabila kedua belah
pihak sudah menyetujui dengan apa yang di sepakati, maka buruh kebun kelapa
sawit bisa langsung menggarap atau mengerjakan panen sawit. Berdasarkan
wawancara dengan bapak Dayat, menjelaskan bahwa:
“Biasanya saya (pemilik kebun atau majikan) mencari tukang panen cukup
dengan mendatangi rumahnya lalu ngobrolin (membahas) tengtang waktu
tanggal panennya dan kesanggupan dia (pekerja atau buruh) bisa atau tidak
pada tanggalnya itu”.85
Adapun di dalam perjanjian kerja, para pekerja hanya melakukan perjanjian
dengan bertemu langsung atau bertatap muka, tidak ada perjanjian tertulis yang
dilkaukan. Bapak Kuat mengatakan bahwa:
85 Wawaancara dengan Bapak Dayat, Pemilik Kebun, Tanggal 08 September 2019
61
“Biasanya akadnya cuma lisan atau menurut kebiasaan, biasanya tanpa
akad-akadan tetapi menurut kebiasaan. Karena kebiasaanya begitu, diantara
kedua belah pihak jarang mengadakan akad, kapan saya diberi upah atau
kapan saya menerima upahnya tapi karena sudah menjadi kebiasann adatnya
pada perkebunan sawit di Desa Mingkung Jaya ya begitu selesai atau begitu
mendapatkan gaji sebulan sekali, maka begitu lah di berikan upahnya”.86
Adapun peroses perjanjian panen sawit di Desa Mingkung Jaya adalah
sebagai berikut:
Awalnya pemilik kebun menginformasikan bahwa sedang mencari petani
yang bersedia memanen kebun sawit miliknya. Setelah ada buruh tani yang
tertarik dengan informasi yang diperoleh, kedua belah pihak mengadakan
pertemuan baik itu atas inisiatif pemilik kebun maupun atas kehendak buruh tani
yang tujuannya mengadakan akad baik tertulis maupun lisan. Dalam kasus yang
berbeda, adakalanya tukang panen atau buruh panen sawit mencari pekerjaan atau
menawarkan diri, dengan menemui pemilik kebun yang memiliki banyak kebun.
Setelah menemukan pemilik kebun yang membutuhkan pekerja panen sawit,
maka kedua belah pihak mengadakan pertemuan untuk mengadakan akad. Pada
perjanjian kerjasama pekerjaan panen sawit, di Desa Mingkung Jaya kebanyakan
kedua belah pihak melakukan akad dengan cara lisan. Setelah kedua pihak
melakukan akad, kedua belah pihak hanya bermusyawarah menentukan waktu
panen sawit tersebut namun tidak menjelaskan berapa-berapa upah yang akan di
terima setelah pekerjaan selesai.
Pemanenana atau yang sering di sebut dengan pendodosan yang biasanya di
lakukan di Desa Mingkung Jaya ada tingkat pemanenan atau pendodosan adalah:
Pertama, tingkatan yang paling cepat hanya bisa dilakukan selama 1 bulan 3 kali
86 Wawancara dengan Bpak Kuat, Tokoh Agama, Tanggal 22 September 2019
62
atau setiap 10 hari sekali melakukan pemanenan atau pendodosan, dan di dalam
pemanenan 1 bulan 2 kali ada juga pemanenan yang dilakukan selama 15 hari
pemanenan atau pendodosan. Tingakat yang kedua pemanenan yang terbilang
lama atau lambat dikarnakan pemanenan atau pendodosan dilakukan disaat hari
yang ke 20 pada 1 bulan itu dan bisa dikatakan 1 bulan sekali baru memanen.
Karena pemanenan tersebut sesuai dengan keadaan buahnya walaupun telah
memasuki jadwal panennya akan tetapi buah yang ada di pohon belom matang
atau hanya sedikit yang matang, tetapi pemanenan atau pendodosan dilakukan
sesuai dengan buah. Ataupun dikarenakan alasan lain seperti pabrik yang
menerima penjualan sawit tersebut tutup untuk sementara waktu, diantaranya
sering terjadi apa bila datang nya hari tertentu atau libur nasional.
Dalam sehari sekali panenan sawit dimulai dari pagi hari, kebiasaan di Desa
Mingkung Jaya antara pukul 7 pagi sampai waktu pemanenan atau pendodosan
sawit menegerjakanya tergantung banyak sedikitnya buah yang dipanennya, jika
yang di panen oleh pekerja hasilnya sedikit, antara 1 Ton kurang biasanya selesai
sebelum terik matahari pukul 12 siang. Bila hasil buah panen yang dilakukan oleh
pekerja (buru) panen sawit banyak antara 1 hingga 3 Ton sehari maka biasanya
selesay sampai sore hari. Pemanenan buah yang mencapai 3 Ton dalam sehari,
pekerja (buruh) panen sawit mengerjakanya tidak sendiri, kebiasaan di Desa
Mingkung Jaya terdiri dari dua orang atau bisa lebih, tergantung kekuatan para
pekerja, jika pekerja menyanggupinya sendiri saja dalam mengerjakan
pemanenanya maka uapah yang akan didapatnya akan terasa paus banyak, namun
dengan itu menyiksa dirinya sendiri. Adapun beban mengerjakan sendirian dalam
63
suatu pekerjaan berat akan menimbulkan pekerjaanya memakan waktu lama.
Upah yang di dapat jika pengerjaany tidak sendiri maka upah di bagi samarata,
jika dalam 1 ton hasil sawit yang panane maka gajinya Rp.125.000 hingga
Rp.150.000 karen pengupahan dari setiap majikan berbeda-beda, dari gaji tersebut
dibagi sama rata jika 2 orang maka upah yang di dapat Rp.150.000 dibagi sama
rata jika 2 orang maka upah yang di dapat Rp.75.000 jika bertiga maka upah yang
di dapat hanya Rp.50.000 saja. Berdasarkan wawancara dengan Mas kandar,
menjelaskan bahwa:
“upah yang di berikan kepada pekerja itu sama saja walaupun harga sawit
naik atau turun, seharusnya kan kalaupun harga swit naik ya pekerja ini di
upah lebih lah begitu”87
Upah yang diberikan kepada pekerja memiliki peran tersendiri baik bagi
pemilik kebun maupun pekerja, bagi pemilik kebun upah yang diberikan kepada
pekerja adalah perhitungan panen buah, rendah atau tingginya taraf upah yang
diberikan kepada pekerja berpengaruh terhadap besar atau kecilnya pendapatan
buah yang di panen. Berdasarkan wawancara dengan Bapak Ratman,
menejelaskan bahwa:
“Sitem Pengupahan panen sawit di Desa Mingkung Jaya itu main perton,
pertonnya Rp.130.000, Rp.125.000, ada Rp.150.000 itu yang di rawa, kalau
di daratan biasanya Rp.130.000-Rp.125.000”.88
Perbedaan tingkat upah terletak dari satu kelompok tani kebut sawit.
Perbedaan ini pada dasarnya disebabkan oleh ketidak nyamanan antara kolmpok
87 Wawancara dengan Mas Kandar Pekerja Tangal 22 September 2019
88 Wawancara dengan Bapak Ratman, Pengkoordinir Buah Sawit, Tanggal 22 September
2019
64
satu dengan yang lainnya. Berdasarkan wawancara dengan Bapak Dayat,
menjelaskan bahwa:
“Para pekerja memanen buah sawit berbeda-beda tempat atau kelompok
tidak hanya pada satu tempat. Mau naikan gaji pekerja panen sawit yang
bekerja diklompok ini, namun mersa ketidaknyamanan antara klompok
lainnya”.89
Bagi pekerja, upah tersebut adalah sumber pendapatan untuk mencukupi
kebutuhan dirinya dan keluarganya dalam bertahan hidup sehari-hari. Berdasarkan
wawancara dengan Mas Yudi, menjelaskan bahwa:
“Banyak sedikitnya upah yang di dapat karena untuk kebutuhan sehari-hari
maka harus dipenuhi. Pekerjaan yang mudah di cari di Desa ini bekerja
panen sawit karena pekerjaan penduduk disini mencakup dengan kebun
sawit, dari dulu hingga sekarang penghasilan penduduk Desa di penuhi
dengan berkebun sawit”.90
Untuk itu keadilan dalam pemberian upah harus dilaksanakan demi
terciptanya keuntungan baik dari sisi pemilik kebun maupun pekerja. Berdasarkan
wawancara di Desa Mingkung Jaya pekerja masih merasakan ketidak adilan dan
merasa di rugikan. Adapun upah yang didapat terkadang tidak sama rata dengan
hasil buah yang di panen bayak ataupun sedikit, faktor kesulitan yang menguras
tenaga lebih banyak seperti medan lokasi yang tidak rata naik turun jalan tanak
yang licin dan juga bagi kebun sawit yang di rawa-rawa jikalau hujan banjir.
Berdasarkan wawancara dengan Mas Judin, mnejelaskan bahwa:
“Upah yang diberikan kepada pekerja sama saja, padahal faktor kondisi
kebun jalan yang dilalui sulit dan kebunya rawa-rawa, sama saja dengan
kebun yang faktor kondisii lahan daratan, itu sama saja upahnya. Pada
dasarnya kalau kita bandingkan sulitnya itu lebih sulit medan kebun dengan
kondisi rawa-rawa, seharusnya upah yang di dapat lebih mahal. Akan tetapi
89 Wawancara dengan Bapak Dayat, Pemilik Kebun, Tanggal 08 September 2019
90 Wawancara denga Mas Yudi, Pkerja, Tanggal 22 September 2019
65
medan kebun yang sulit dengan medan kebun yang mudah atau dataran,
upah panennya di samaratakan saja”.91
Sistem pemberian upah yang ada di Desa Mingkung Jaya berbeda-beda pula
dalam pemberiannya, ada yang bulanan dan ada yang langsung di berikan
upahnya setelah sawit hasil panenan sudah dibeli oleh pembeli sawit atau toke
sawitnya dan hasil penjualan sawitny diberikan kepada pemilik kebunya langsung.
Berdasarkan wawancara dengan Bapak Mawardi, menjelaskan bahwa:
“Umumnya di Desa Mingkung Jaya memberikan upah menunggu sawit
yang di panen oleh tukang panen (buruh) sudah dibeli oleh toke dan hasilnya
sudah diberikan kepada pemilik kebun”.92
Penulis menyimpulkan bahwa, diantara kedua belah pihak tidak melakukan
akad secara transparan, tidak dijelaskanya upah, namun hanya berpatokan pada
kebiasaan masyarakat desa Mingkung Jaya. Tanpa adanya kesepakatan yang
membuat pekerja tidak tahu menahu secara pasti keadaan upah yang akan
didapatnya. Adapun pemberin upah tersebut banyak yang di tangguhkan atau
lambat diberikan hingga berhari-hari, yang pada dasarnya upah di berikan setelah
panen, sehingga pekerja panen sawit (buruh) merasa tidak puas.
C. Pandanag Hukum Islam terhadap Penangguhan dalam Upah
Mengupah di Desa Mingkung Jaya Kec. Sungai Gelam Kab. Muaro
Jambi
Allah SWT, telah menjadikan manusia masing-masing saling membutuhkan
satu sama lain, supaya mereka tolong menolong, tukar menukar keperluan dalam
segala urusan kepentingan hidup masing-masing, baik dengan jalan jual beli, sewa
91 Wawancara dengan Mas Judin, Pekerja, Tanggal 08 September 2019
92 Wawancara dengan Bapak Mawardi, Pemilik Kebun merangkap Tokoh Agama, Tanggal
13 September 2019
66
menyewa, bercocok tanam, atau perusahaan yang lain, baik dalam urusan
kepentingan sendiri maupun untuk kemaslahatan umum. Dengan cara demikian
kehidupan masyarakat menjadi teratur dan subur, pertalian yang satu dengan yang
lain juga menjadi teguh supaya hak masing-masing tidak menjadi sia-sia dan
selalu menjaga baik kemaslahatan umum, agar pertukaran dapat berjalan dengan
lancar dan teratur, oleh sebab itu agama memberi peraturan yang sebaik-baiknya
karena dengan teraturnya muamalah, maka kehidupan manusia jadi terjamin pula
dengan sebaik-baiknya sehingga perbantahan dan sifat dendam tidak akan
terjadi.93
Muamalah adalah ketetapan yang diberikan Tuhan yang langsung
berhubungan dengan kehidupan sosial manusia, terbatas pada yang pokok-pokok
saja. Penjelasan Nabi, kalaupun ada, tidak pulaterinci sepertihalnya dalam bidang
ibadah. Karena itu terbuka sifatnya untuk dikembangkan melalui ijtihad manusia
yang memenuhi syarat untuk melakukan usaha. Karena sifatnya yang demikian,
dalam soal muamalah berlaku asas umum yakni pada dasarnya semua perbuatan
boleh dilakukan, kecuali kalau mengenai perbuatan itu ada larangan di dalam Al-
Quran dan Al-Hadits yang memuat Sunnah Nabi Muhammad SAW.94
Objek pembahasan fiqh muamalah adalah hubungan antara manusia dengan
manusia lain yang berkaitan dengan benda atau mal. Hakikat dari hubungan
tersebut adalah berkaitan dengan hak dan kewajiban antara manusia yang satu
dengan manusia yang lain. Contohnya, seperti hak penjual untuk menerima uang
93 Rasjid, Fiqih Islam (Jakarta: Amzah, 1994), hlm, 278.
94 Ali, M. D, Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), hlm, 55.
67
pembayaran atas barang yang dijualnya, dan hak pembeli untuk menerima barang
yang dibelinya. Adanya hak penjual untuk menerima uang pembayaran tersebut
diiringi dengan adanya kewajiban untuk menyerahkan barang yang dijualnya
kepada pembeli. Sebaliknya adanya hak pembeli untuk menerima barang yang
dibelinya, juga diiringi dengan kewajiban untuk menyerahkan uang atas harga
barang yang dibelinya kepada penjual. Hak dan kewajiban dua orang yang
melakukan transaksi diatur sedemikian rupa dalam fiqh muamalah, agar setiap hak
sampai kepada pemiliknya, dan tidak ada orang yang mengambil sesuatu yang
bukan haknya. Dengan demikian, hubungan antara manusia yang satu dengan
yang lainnya terjalin dengan baik dan harmonis, karena tidak ada pihak-pihak
yang merugikan dan dirugikan.95
Ada beberapa prinsip acuan dan pedoman secara umum untuk kegiatan
muamalah ini. Salah satunya adalah muamalah harus didasarkan kepada
persetujuan dan kerelaan kedua belah pihak dan dalam muamalah tidak boleh
merugikan diri sendiri dan orang lain. Persetujuan dan kerelaan kedua belah pihak
yang melakukan transaksi merupakan asas yang sangat penting untuk keabsahan
setiap akad. Untuk menunjukkan adanya kerelaan dalam setiap akad atau transaksi
dilakukanlah ijab dan qabul atau serah terima antara kedua pihak yang melakukan
transaksi. Setiap transaksi dan hubungan perdata (muamalah) dalam Islam juga
tidak boleh menimbulkan kerugian kepada diri sendiri dan orang lain.96
Islam mewajibkan setiap yang berkemampuan dan menganggap pekerjaan
adalah fardu yang mestidilakukanuntuk mendapatkan keridhaan dari Allah SWT
95 Muslich, A. W, Fiqih Muamalat, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), hlm. 3.
96 Ibid., hlm. 3-7.
68
dan rezekinya yang baik- baik, maka Islam membolehkan seseorang untuk
berusaha menjadi kaya dari upahannya.97 Islam juga tidak membatasi cara- cara
tertentu bagi pemberian upah ini karena upah tersebut berbeda-beda menurut
situasi dan pengaruh banyak faktor, diantaranya adalah jenis pekerjaan, waktu
yang diperlukan, harga barang yang diproduksi dan taraf hidup. Para ahli hukum
Islam menyesuaikan faktor- faktor ini dengan upah yang setimpal yaitu hal yang
dapat diterima sesuai dengan fitrah yang sehat dan adat kebiasaan yang baik
sesuai dengan azas dalam Islam.
Tujuan disyariatkan ijarah itu adalah untuk memberikan keringanan kepada
umat dalam pergaulan hidup. Seseorang mempunyai uang tetapi tidak dapat
bekerja, dipihak lain ada yang punya tenaga dan membutuhkan uang. Dengan
adanya ijarah keduanya saling mendapat keuntungan. Seseorang tidak memiliki
mobil tapi memerlukannya. Di pihak lain ada yang mempunyai mobil dan
memerlukan uang. Dengan transaksi ijarah kedua belah pihak dapat memperoleh
manfaat.98
Pada dasarnya setiap transaksi kerja akan menimbulkan kompensasi. Dalam
terminologi fiqh mu’amalah, kompensasi dalam transaksi uang dengan tenaga
kerja manusia disebut dengan ujrah (upah). Berbicara tentang kompensasi dari
hasil kerja yaitu upah dalam pandangan Islam, ia merupakan hak dari orang yang
telah bekerja dan kewajiban bagi orang yang mempekerjakan. Allah SWT
menghalalkan upah, sebab upah (ujrah) adalah kompensasi atas jasa yang telah
97 Saefudin. I, Sistem Prinsip dan Tujuan Ekonomi Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 1999),
hlm. 164.
98 Syarifuddin, Gris-garis Besar Fiqih, (Jakarta Timur: Peredana Media 2003), hlm. 217.
69
diberikan seorang tenaga kerja. Perampasan terhadap upah adalah suatu perbuatan
buruk yang akan mendapat ancaman dan siksaan dari Allah SWT.99 Dosa orang
yang tidak memmbayar upah pekerja dari Abu Hurairah r.a, dari Nabi SAW,
beliau bersabda, Allah SWT. Berfirman:
مه م ال قيامة ومن كنت خص مهم يو طى بي ثم غدر ثلاثة أنا خص م ال قيمة رجل أع ته يو ، خصم
تأ ج ا فأ كل ثمنه، ورجل اس ره ورجل باع حر فى من ه ولم يفه أج تو را فاس ر أجي
Artinya:“Tiga ornag yang aku akan menjadi musuhnya pada hari kiamat: (1)
seseorang yang memberikan janji kepada-Ku lalu ia menghianati, (2)
seseorang menjual orang merdeka lalu memeakan hartanya, dan (3)
seseorang yang menyewa pekerja lalu ia menunaikan kewajibanya
(namun) ia tidak diberi upahnya.”(HR. Bukhori)100
Sebelumnya telah dijelaskan upah mengupah adalah sebagian kegiatan
utama dalam pekerjaan di Desa Mingkung Jaya Kec. Sungai Gelam Kab. Muaro
Jambi. Suatu aktivitas yang sering di lakukan masyarakat ketika setelah
menyelesaikan pekerjaan. Dalam praktiknya, yang terjadi di Desa Mingkung Jaya
adalah masalah yang menyangkut pemenuhan hak-hak pekerja terutama hak
untuk di perlakukan secara baik dalam lingkungan pekerjaan, hak atas jaminan
soial, dan hak atas upah yang layak. Upah dalam Islam dibangun atas dasar
konsep keadilan atau prinsip kebersamaan untuk semua, sehingga semua pihak
memperoleh bagian yang sah dari pekerjaan yang dilakukannya tanpa adanya
sikap zalim terhadap pihak yang terkait.101 Ketentuan adil dalam al-Qur’an
menjelaskan:
99 Rachmat Syafe’i, Fiqih Mu’amalah, hlm. 124.
100 https://almanhaj.or.id/1640-ijarah-sewa-menyewa.html
101 Afzalulrrahman, Muhammad Sebagai Pedagang: Terjemah oleh Dwi Nurjulianti, dkk.,
dari Muhammad Encyclopedia of seerah, (Jakarta: Yayasan Swarna Bhumy, 1982), hlm. 296.
70
ي يعظكم إنالله يأ مر شآء وال من كروال بغ بي وين هى عن ال فح سان واي تآئ ذى ال قر ل وا لإح بال عد
لعلكم تذكرون
Artinya: “Allah memerintahkan berbuat adil, melakukan kebaikan, dan
dermawan terhadap kerabat. Ia melarang perbuatan keji,
kemungkaran, dan penindasan, ia mengingatkanmu supaya
mengammbil pelajaran.”102
Pekerja mempunyai keadilan yang besar untuk kesuksesan usaha majiakan
maka berkewajiban majikan untuk menyejahterakan para pekerjanya, termasuk
dalam hal ini memberikan upah yang layak.
Setelah penulis analisis melalui wawancara dan observasi bahwa di Desa
Mingkung Jaya, akad yang masyarakat lakukan hanyalah dengan akad kebiasaan
di Desa Mingkung Jaya, masyarakat melakukan akad hanya dengan lisan dan
tidak pula menejelaskan keseluruhanya dalam bekerja maupun upah yang akan di
dapatkannya setelah pekerjaan selesai digarapnya. Adapun upah yang di dapatkan
hanyalah berdasarkan pendapatan atau kebiasaan yang masyarakat berikan. Akad
dalam perubahan adalah akad yang terjadi antara pekerja dan pemilik kebun.
Artinya sebelum pekerja dikerjakan, harus jelas dahulu bagaimana upah yang
akan diterima oleh pekerja. Upah tersebut meliputi besarnya upah dan tata cara
pembayaran upah. Dari Abi Said al-Hudry r.a bahwa Rasulullah SAW. Telah
bersabda:
لمه أجره تأ جر اجي را فل يع من اس
Artinya :”Barang siapa memperkerjakan pekerja hendaklah menjelaskan
upahnya” (Diriwayatkan oleh Abdur Razzaq dalam mushannifnya dari
102 QS. An-Nahl (16): 90.
71
Abu Hurairah dan Abu Sa’id al-Khudriy, tapi yang shahih hadis ini
mauquf pada Abi Sa’id.)103
Transaksi harus dilakukan dengan cara yang jelas dan transparan agar
lebih adil. Islam menganjurkan agar setiap terjadinya akad harus dilakukan
pencatatan, baik terkait dengan waktu, bentuk pekerjaan, jumlah upah yang akan
diterima dan sebagainya sehingga akan terhindar dari perslisihan yang
kemungkinan terjadi dikemudian hari.104
Apabila diperhatikan di Desa Mingkug Jaya berdasarkan analisis dan
wawancara, kecendrungan yang terjadi bahwa para pemberi pekerjaan (pemilik
kebun atau majikan) jarang memperhatikan kebutuhan pekerjanya (buruh), dan
begitu pula keadilan yang diterapkannya tidak sesuai dengan tenaga pekerjaanya
yang di lakukan. Lazimnya mereka selalu berhasrat untuk memperkaya diri
sendiri di atas kesengsaraan orang lain (pekerja atau buruh). Jika Ijarah itu suatu
pekerjaan, maka kewajiban pembayaran upahnya pada waktu berakhirnya
pekerjaan. Bila tidak ada pekerjaan lain, jika akad sudah berlangsung dan tidak
disyratkan mengenai pembayaran dan tidak ada ketentuan pengupahanya, menurut
Abu Hanifah wajib diserahkan upahnya secara berangsur sesuai dengan manfaat
yang di terimanya. Menurut Imam Syafi’I dan Ahmad, sesungguhnya ia berhak
dengan akad itu sendiri. Jika mu’jir menyerahkan zat benda yang disewa kepada
musta’jir, ia berhak menerima bayaran karena penyewa (musta’jir) sudah
menerima kegunaanya.
103 Wajiz fi al-Fiqhi al-Islami, vol, IV, hlm. 119.
104 Ibid., hlm. 296.
72
Allah SWT menurunkan syariat (hukum) Islam untuk mengatur kehidupan
manusia, baik selaku pribadi maupun selaku anggota masyarakat. Hukum Islam
melarang perbuatan yang pada dasarnya merusak kehidupan manusia, sekalipun
itu disenangi oleh manusia atau sekalipun umpamanya perbuatan itu dilakukan
hanya oleh seseorang tanpa merugikan orang lain.105 Begitu juga halnya dengan
pelaksanaan upah mengupah yang ada di Desa Mingkung Jaya yang sering
dibayarkan terlambat, yang tanpa sadar merugikan pekerja. Pembayaran upah
yang merupakan hak dari pekerja seharusnya dibayarkan secepat mungkin. Hal ini
didasarkan pada hadits Rasulullah SAW, menjelaskan bahwa Rasulullah
memerintahkan untuk membayar upah pekerja sebelum keringatnya mengering.
Upah merupakan hasil kerja badannya, bila ia mempercepat pekerjaannya maka
percepat pula pemberian upahnya.Karena upah merupakan hak dari pekerja dan
merupakan kewajiban dari orang yang mempekerjakannya yang harus dipenuhi.
Hak menerima upah bagi musta’jir sebagai berikut, ketika pekerjaan selesai
dikerjakan, berdasarkan kepada hadis yang diriwayatkan Ibnu Majah, Rasulullah
SAW. Bersabda:
ا طو قه أع ره قب ل أن يجف عر الأجي راج
Artinya: “berikanlah upah sebelum keringat pekerja itu kering”(HR. Ibnu
Majah)106
105 Usman, S, Hukum Islam (Asas-asas dan Pengantar Studi hukum Islam dalam Tata
Hukum Indonesia, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001), hlm. 65.
106 Al- Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani, Bulugh Maram, hlm:. 490.
73
Dari hasil analisis dan penelitian tentang tinjauan hukum Islam terhadap
pelaksanaan upah mengupah di desa Mingkung Jaya Kec. Sungai Gelam Kab.
Muaro Jambi, penulis menyimpulkan bahwa pelaksanaan kerja buruh panen sawit
merupakan ijarah yang mentransaksikan manfaat Sumber Daya Manusia atau
biasa disebut upah mengupah. Pelaksanaan upah mengupah ini tidak
diperbolehkan menurut Al-Hadis diatas. Seperti kejadian yang dirasakan oleh
sebagian pekerja dalam pelaksanaan upah mengupah di Desa Mingkung Jaya. Hal
tersebut didasarkan dengan syarat yang berkenaan dengan imbalan ialah harus
jelas wujud, nilai dan ukurannya dan jelas pula waktu pembayarannya. Bila tidak
jelas wujudnya seperti hujan yang akan turun atau tidak jelas wujudnya seperti
sekarung rambutan. Berdasarkan prinsip bermuamalah adalah segala bentuk
muamalah adalah mubah, kecuali yang ditentukan lain oleh Al-quran dan sunah
Rasul, muamalah dilakukan atas dasar sukarela tanpa mengandung unsur-unsur
paksa, muamalah dilaksanakan dengan memelihara nilai keadilan, menghindari
unsur-unsur pengambilan kesempatan dalam kesempitan.107
107 Muslich, A. W, Fiqih Muamalat, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), hlm. 3-7.
74
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian terhadap pelaksanaan Upah Mengupah yang
dilaksanakan oleh masyarakat Desa Mingkung Jaya, maka penulis dapat
mengambil sebuah kesimpulan dari penelitian ini, diantaranya:
1. Pemahaman masyarakat terhdap Penangguhan dalam Upah mengupah panen
sawit di Desa Mingkung Jaya, tidak semuanya masyarakat memahami upah
mengupah berdasarkan syariat islam. Oleh karena itu masyarakat di Desa
Mingkung jaya melakukan upah memngupah hanya berdasarkan suka sama
suka, upah mengupah seperti ini sudah berlangsung lama dan turun temurun di
lakukan oleh masyarakat di Desa Mingkung Jaya.
2. Pelaksanaan Penangguhan dalam Upah Mengupah dalam pemanenan sawit di
Desa Mingkung Jaya di lihat dari segi perjanjiannya tidak dilakukan secara
tertulis melainkan hanya secara lisan saja. Sehingga apabila dikemudian hari
terjadi penyimpangan dalam kerja maka kedua belah pihak tidak mempunyai
landasan untuk bukti. Dalam perjanjian di awal juga tidak menentukan batas
waktu pelaksanaan sehingga sewaktu-waktu salah satu pihak dapat
memutuskan kerja secara sepihak. Berdasarkan prinsip keadilan, upah dalam
masyarakat Islam akan ditetapkan melalui negoisasi atau kesepakatan pekerja,
pengusaha atau majikan dan negara. Dalam penentuan keputusan besaran upah,
maka kepentingan pencari nafkah atau pekerja dan majikan atau pengusaha
akan dipertimbangkan secara adil. Untuk menetapkan suatu tingkatan upah
75
yang cukup, dalam arti upah tersebut tidak terlalu rendah agar dapat mencukupi
kebutuhan pokok pekerja.
3. Upah mengupah yang diterapkan masyarakat Desa Mingkung Jaya mempunyai
tujuan yang baik untuk kelangsungan hidup petani sawit, akan tetapi dalam
pelaksanaannya tidak sesuai dengan prinsip-prinsip bermuamalah menurut
hukum Islam.
B. Saran
Adapun saran-saran yang penyusun sampaikan bagi masyarakat Desa
Mingkung Jaya khususnya dalam kerjasama dalam pekerjaan buruh sawit
terutama upah mengupah adalah:
1. Masyarakat di Desa Mingkung Jaya yang mayoritas beragama Islam
hendaklah lebih menjiwai dan mempraktekkan norma-norma hukum Islam di
dalam kehidupan sehari-hari.
2. Untuk menghindari perbuatan yang dapat merugikan salah satu pihak,
sebaiknya pemilik kebun sawit atau majikan mengawasi pekerjaan buruh
panen sawit dan sebelum melakukan perjanjian sebaiknya dilakukan secara
tertulis dan dijelaskan aturan-aturan dalam melakukan pekerjaan. Sistem
pengupahan buruh, hendaknya penetapannya dilakukan diakad dan di setujui
dengan tidak memeberatkan pekerja dalam menerima upahnya.
76
3. Kepada pemilik kebun atau majikan dan buruh hendaknya lebih memahami
dan mengerti betapa pentingnya prinsip bermuamalah terhadap segala sesuatu
yang berkaitan dalam upah mengupah dari kedua belah pihak agar tidak
adanya rasa terzolimi di antara pihak yang melakukan akad.
DAFTAR PUSTAKA
Literatur
A. Khumedi Ja’far, Hukum Perdata Islam di Indonesia: Aspek Hukum Keluarga
dan Bisnis, (Bandar Lampung: Pusat Penelitian dan Penerbitan IAIN
Raden Intan Lampung, 2015).
Abd Rahman Dahlan, Ushul Fiqh, Ed 1, Cet 3, (Jakarta: Amzah, 2014).
Ahmad Azhar Basyir, Asas-asas Hukum Muamalah hukum perdata,(Yogyakarta:
FH UII, 2004).
Ahmad Ifham Sholihin, Buku Pintar Ekonomi Syariah, (Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 2010).
Ahmad Mushthaf Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, Juz II, Cet. Ke-1, (Semarang:
Toha Putra, 1989).
Ahmad Mushthaf Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, Juz XIV, Cet. Ke-1,
(Semarang: Toha Putra, 1989).
Ahmad Mushthaf Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, Juz XXV, Cet. Ke-1,
(Semarang: Toha Putra, 1989).
Al- Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani, Bulughul Maram, (Jakarta: DarulHaq, 2015).
Gemala Dewi, Wirdyaningsih dan Yeni Salma Barlianti, Hukum Perikatan di
Indonesia, Cet. Ke-2, (Jakarta: Kencana, 2006).
Helmi Karim, Fiqih Muamalah, (Jakarta: PT Bumi Aksara 1997).
Husein Umar, Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis, (Jakarta: Grafindo
Persada, 2011).
Iskandar, Metode Penelitian dan Sosial Kualitatitf dan Kauntitatif, (Jakarta: GP
Press, 2008).
M.I Yusanto dan M.K Widjajakusuma, Mengagas Bisnis Islam, Cet. Ke-1
(Jakarta: Gema Insani Press, 2002).
Muhammad Abu Zahrah, Ushul al-Fiqh, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2008).
Muhammad bin Ismail Al-Amir Ash-Shan’ani, Subulus Salam “SyarahBulughul
Maram”,Jilid: 3, (Jakarta: DarusSunnah, 2017).
Musthafa Dib Al-Bugha, Buku Pintar Tradisi Syariah, Cet. Ke-1, (Jakarta:
Hikmah, 2010).
Muslich, A. W, Fiqih Muamalat, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010).
Pasaribu, Chairul, Hukum Perjanjian Keerja, (Jakarta: Sinar Grafika,1994).
Syarifuddin, Gris-garis Besar Fiqih, (Jakarta Timur: Peredana Media 2003).
Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah, (Bandung: Pustaka setia, 2001).
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 13, Cet. Ke-1, (Bandung: PT Alma’arif, 1987).
Sohari Sahrani dan Ru’fah Abdullah, Fiqih Muamalah, Cet. Ke-1, (Bogor: Ghalila
Indonesia, 2011).
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung:
Alfabeta, 2010).
Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syarisah, (Jakarta: Rajawali Pres, 2010).
Usman, S, Hukum Islam (Asas-asas dan Pengantar Studi hukum Islam dalam
Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001).
Veithzal Rivai, dkk, Islamic Bisuness and economic ethics, (Jakarta :PT Bumi
Aksara 2012).
Ya’qub, Hamzah, Kode Etik Dagang, (Bandung: CV. Diponegoro, 1994).
Yusuf Qardawi, Fatwa-Fatwa Mutakhir, ahli bahasa Al-Hamid Al-Husaini dari
Fatwa-fatwa Mu’ashiran, (Jakarta:Yayasan Al-Hamidiy,1998).
Wabah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, jilid 5, (Jakarta: Gema Insani,
2011).
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013).
Lain-lain
“Qawa’id Fiqhiyah,” https://almanhaj.or.id/2508-kaidah-ke-9-urf-dan-
kebiasaan-dijadikan-pedoman-pada-setiap-hukum-dalam-syariat.html, diakses
tanggal 19-09-2019
http://www.bacaanmadani.com/2017/12/penegertian-upah-hukum-rukun-
syarat-dan.html?m=1
https://almanhaj.or.id/1640-ijarah-sewa-menyewa.html
LAMPIRAN
Wawancara dengan Bapak Kuat, Tokoh Agama, Tanggal 22 September 2019
Wawancara denag Bapak Edi, Sekretaris Desa, Tanggal 22 September 2019
Wawancara denga Mas Kandar, Pekera, Tanggal 22 September 2019
Wawancacra dengan Mas Yudi, Pekerja, Tanggal 22 September 2019
Wawancara dengan Bapak Ratman, Pengkoordinir Buah Sawit, Tanggal 22 September
2019
Wawancara dengan Bapak Samijan, Pemilik Kebun, Tanggal 21 September 2019
Wawancara dengan Bapak Mawardi, Pemilik Kebun merangkap Tokoh Agama, Tanggal
13 September 2019
Wawancara denag Mas Judin, Pekerja, Tanggal 08 September 2019
Wawancara dengan Mas Udin Pekerja Tanggal 22 Sepember 2019
Wawancacra dengan Bapak Heri, Pengurus Koprasi, Tanggal 22 September 2019