penafsiran zaghlul al-najjar terhadap ayat 19 qs. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/ut160094,...

83
i PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. LUQMAN DI DALAM KITAB TAFSIR AL-ĀYAT AL-KAUNIYAH FĪ AL-QUR’ĀN AL-KARĪM SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S.1) Dalam Ilmu Al-Qur‟ān dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama Oleh: NURMIAH NIM: UT 160094 PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI 2020

Upload: others

Post on 20-Nov-2020

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

i

PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19

QS. LUQMAN DI DALAM KITAB TAFSIR AL-ĀYAT AL-KAUNIYAH FĪ

AL-QUR’ĀN AL-KARĪM

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S.1)

Dalam Ilmu Al-Qur‟ān dan Tafsir

Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama

Oleh:

NURMIAH

NIM: UT 160094

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN

JAMBI

2020

Page 2: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

ii

Pembimbing I : Dr. H. Hasbullah, S.Th. I, MA Jambi, 10 April 2020

Pembimbing II : Ermawati, S.Ag, M.Ag

Alamat : Fak. Ushuluddin dan Studi Agama UIN STS Jambi Kepada Yth.

Jl. Raya Jambi-Ma. Bulian Bapak Dekan

Simp. Sungai Duren Fak. Ushuluddin

Muaro Jambi dan Studi Agama

UIN STS Jambi

di-

JAMBI

NOTA DINAS

Assalamu‟alaikum Wr. Wb

Setelah membaca dan mengadakan perbaikan sesuai dengan persyaratan yang

berlaku di FakultasUshuluddin dan Studi Agama UIN STS Jambi, maka kami

berpendapat bahwa Skripsi saudari Nurmiah dengan judul “Penafsiran Zaghlul Al-

Najjar Terhadap Ayat 19 QS. Luqman di Dalam Kitab Tafsir Al-Ayat Al-Kauniyah Fi

Al-Qur’an Al-Karim” telah dapat dimunaqashahkan sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir

(IAT) di Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama UIN Sulthan Thaha Saifuddin

Saifuddin Jambi.

Demikianlah yang dapat saya sampaikan kepada Bapak/ibu, semoga

bermanfaat bagi kepentingan agama, nusa dan bangsa.

Wassalamu‟alaikum Wr. Wb

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. H. Hasbullah, S.Th. I, MA Ermawati, S.Ag, M.Ag

NIP. 197912122009011015 NIP. 197612162005012004

Page 3: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

iii

Page 4: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

iv

KEMENTERIAN AGAMA RI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI

FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA Jl. Lintas Jambi-Muaro Bulian KM. 16 Smp. Sungai Duren Kab. Muaro Jambi 36363, (0741) 583183 link: www.iainjambi.ac.id

PENGESAHAN

Skripsi yang ditulis oleh NURMIAH Nim Ut 160094 dengan judul

“Penafsiran Zaghlul Al-Najjar Terhadap Ayat 19 QS. Luqman di Dalam Kitab Tafsir

Al-Ayat Al-Kauniyah Fi Al-Qur‟an Al-Karim” yang dimunaqashahkan oleh Fakultas

Ushuluddin dan Studi Agama UIN STS Jambi Pada :

Hari : Selasa

Tanggal : 12 Mei 2020

Jam : 10.00 s/d 11.00 WIB

Tempat : Kediaman Masing-Masing Via Online

Telah diperbaiki sebagaimana sidang Munaqashah dan telah diterima sebagai

bagian dari persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) Program

Studi Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir pada Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama UIN

STS Jambi.

Jambi, 05 Juni 2020

TIM PENGUJI

Ketua Sidang Dr. Edi Kusnadi, M.Fil.I

NIP. 197509182009011009

Sekretaris Sidang Widyawati, M.Pd.I

NIP. 197408111994012001

Penguji I Drs. H. Lahmuddin, M.Ag

NIP. 19630201191021001

Penguji II Mohd. Kailani, M.Ud

NIP. 198910062019031012

Pembimbing I Dr. H. Hasbullah, S.Th. I, MA

NIP. 197912122009011015

Pembimbing II Ermawati, S.Ag, M.Ag

NIP. 197612162005012004

Dekan Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama

Dr. Abdul Halim, M.Ag

NIP. 197208091998031003

Page 5: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

v

MOTTO

وبهم للج قل ذين امجحن الله

ك ال ى ول

ا صواتهم عند رسول الله

ون ا ذين يغض

غرة ان ال م م

قوو ل ه

جة عظي ا و

Sesungguhnya orang-orang yang merendahkan suaranya di sisi Rasulullah,

mereka itulah orang-orang yang telah diuji hatinya oleh Allah untuk bertakwa.

Mereka akan memperoleh ampunan dan pahala yang besar. (QS. al-Hujurat: 03)

Page 6: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

vi

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan kepada:

Ayahanda

Ibunda

Dan segenap Teman dan Sahabat yang selalu memberikan motivasi dan semangat

bagi penulis.

Page 7: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

vii

ABSTRAK

Penelitian ini mendiskusikan tentang Penafsiran Zaghlul al-Najjar

Terhadap Ayat 19 Dari QS. Luqman Di Dalam Kitab Tafsir Al-Ayat Al-Kauniyah

Fi Al-Qur‟an Al-Karim. Suara adalah bunyi yang dapat di dengar, yang memiliki

gelombang tertentu. Suara juga dapat berdampak pada pendengaran dan alam

sekitar jika suara yang dikeluarkan terlalu keras. Di dalam tafsir-tafsir lain

mengungkapkan secara globalnya saja bahwa suara yang melebihi batas itu di

samakan dengan seburuk-buruk suara adalah suara keledai. Berbeda dengan

penafsiran Zaghlul, beliau menafsirkan secara ilmu pengetahuan bahwa suara

yang nyaring dapat merusak lingkungan sekitardan dapat merusak indra

pendengaran.

Pendekatan yang penulis gunakan adalah (library research) dengan

menekankan pada sumber tertulis terutama karya Zaghlul al-Najjar “Tafsir Al-

Ayat Al-Kauniyah Fi Al-Qur‟an Al-Karim”. Penelitian ini menggunakan metode

analisis deskriptif. Metode ini berfungsi memberi penjelasan dan memaparkan

secara mendalam mengenai sebuah data, kemudian dibahas secara rinci dan

kemungkinan proses analitik di dalamnya.

Hasil dari penelitian ini adalah penafsiran Zaghlul al-Najjar Terhadap Ayat

19 dari QS. Luqman adalah bahwa kebisingan akan berdampak negatif pada fisik

salah satunya adalah gangguan pada pendengaran karena pada umumnya Frekunsi

yang dapat di terima manusia yakni 20 Hz, merupakan gerakan besar pada

gendang telinga, tetapi jika tekanan suaranya meningkat hingga lebih dari 160 dB,

maka ia dapat memecahkan gendang telinga secara keseluruhan.

Kata Kunci: Zaghlul al-Najjār, Suara, Keledai, QS. Luqman: 19.

Page 8: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

viii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillāh al-Rabbil „ālamin, segala puji bagi Allah SWT. yang telah

melimpahkan limpahan rahmat, hidayah, taufiq dan inayah-Nya kepada seluruh

hamba-Nya. Sholawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi

Muhammad SAW. Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah yang mana

penyusunan skripsi ini akhirnya dapat diselesaikan, peneliti menyadari bahwa

skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu,

penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun agar dapat

menghasilkan karya yang lebih baik lagi dikemudian hari. Proses penulisan

skripsi ini, tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak.

Untuk itu peneliti haturkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Allah SWT. atas semua limpahan rahmat yang telah dianugerahkan dan

kepada Nabi Muhammad SAW. yang telah menunjukkan jalan kebenaran

kepada umatnya.

2. Ayahanda Sayyid beserta ibunda Ernisah yang telah mendidik penulis tanpa

mengharapkan imbalan sedikitpun yang telah mereka lakukan dengan

keridhoan serta keikhlasan.

3. Prof. Dr. H. Su‟aidi Asy‟ari, MA, Ph.D selaku Rektor Universitas Islam

Negeri Sultan Thaha Saifuddin Jambi.

4. Dr. Abdul Halim, M.Ag selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama

UIN Sultan Thaha Saifuddin Jambi.

5. Dr. Bambang Husni Nugroho, S.Th.I., M.H.I. selaku ketua jurusan Ilmu al-

Qur‟an dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama UIN Sultan Thaha

Saifuddin Jambi.

6. Drs. H. Ishak ABD Aziz, M.Fil. selaku Pembimbing Akademik dari semester

awal hingga penulis menyelesaikan proses belajar di jurusan ilmu Al-Qur‟an

dan Tafsir. Terimakasih telah membimbing dan memberikan arahan selama

menuntut ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir hingga penulis dapat menyelesaikan

karya tulis ini.

Page 9: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

ix

7. Dr. H. Hasbullah, MA dan Ermawati, S.Ag, M.Ag selaku Pembimbing Skripsi

penulis yang telah meluangkan waktu untuk membaca, mengoreksi dan

membimbing penulis. Terimakasih atas bimbingan serta motivasi dari bapak

dan ibu. Banyak pelajaran dan pengetahuan yang penulis dapatkan selama

bimbingan dengan bapak dan ibu.

8. Seluruh Dosen Ushuluddin yang telah menginspirasi serta memberikan

sumbangsih ilmu yang sangat bermanfaat kepada penulis. Kepada segenap

staf-staf Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama, terimakasih atas bantuannya

selama penulis menepuh Studi di UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi sampai

selesai di jenjang Strata satu.

9. Teman-teman Jurusan IAT angkatan 2016, yang telah menemani penulis

berdiskusi, belajar bersamadan berbagi bercanda gurau bersama, yang tidak

bisa penulis sebutkan secara rinci, terimakasih penulis haturkan.

Jambi, 05 Mei 2020

Penulis,

Nurmiah

Ut 160094

Page 10: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i

NOTA DINAS ................................................................................................... ii

SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI .................................. iii

PENGESAHAN ................................................................................................. iv

MOTTO ............................................................................................................ v

PERSEMBAHAN ............................................................................................. vi

ABSTRAK ....................................................................................................... vii

KATA PENGANTAR ...................................................................................... viii

DAFTAR ISI ...................................................................................................... x

PEDOMAN TRANSLITERASI ..................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................... 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah ..................................................... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................................... 7

D. Tinjauan Pustaka ............................................................................ 8

E. Metodologi Penelitian ..................................................................... 10

F. Sistematika Penulisan ..................................................................... 11

BAB II TAFSIR ILMI

A. Kedudukan Al-Qur‟ān di Tengah-Tengah Kemajuan Ilmu

Pengetahuan .................................................................................... 13

B. Pengertian Tafsir Ilmi ..................................................................... 16

C. Sejarah Perkembangan Tafsir Ilmi .................................................. 19

D. Sistematika Metode Tafsir Ilmi ....................................................... 24

E. Pro Kontra Tafsir Ilmi ..................................................................... 30

F. Tokoh-Tokoh Tafsir Ilmi dan Nama-Nama Kitabnya ..................... 34

Page 11: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

xi

BAB III BIOGRAFI ZAGLŪL AL-NAJJĀR DAN PENAFSIRAN PARA

ULAMA PADA QS. LUQMAN AYAT 19

A. Biografi Zaghlul al-Najjar ... ........................................................ 36

1. Riwayat Hidup Zaghlul al-Najjar ............................................. 36

2. Karya-Karya Zaghlul al-Najjar ................................................. 37

3. Deskripsi Kitab Tafsīr al-Āyātul Kauniyyah fīl Qur‟ānil

Karīm ........................................................................................ 38

B. Penafsiran Para Ulama Tentang QS.Luqman Ayat 19 ................... 41

BAB IV ANALISIS PENAFSIRAN ZAGHLŪL AL-NAJJĀR TERHADAP

QS. LUQMAN AYAT 19

A. Aspek Kebahasaan ......................................................................... 47

B. Korelasi dengan Hadits Mengenai Ringkikan Keledai .................. 49

C. Kebisingan dalam Sudut Pandang Sains ........................................ 51

D. Korelasi dengan Corak Tafsir al-Adabi Ijtima‟i ............................ 54

E. Buruknya Suara Keledai dan Hewan-Hewan Lain ........................ 58

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................... 61

B. Saran-Saran ................................................................................... 63

DAFTAR PUSTAKA

CURRICULUM VITAE

Page 12: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

xii

PEDOMAN TRANSLITERASI1

A. Konsonan

Arab Indonesia Arab Indonesia

اtidak

dilambangkan ṭ غ

ẓ ظ b ب

„ ع t ت

g غ ṡ ث

f ف j ج

q ق ḥ ح

k ك kh خ

l ل d د

m و ż ذ

r n ر

z w ز

s h ش

‟__ ء sy ظ

ṣ y ص

ḍ ض

B. Vokal, Harakat, Maddah dan

Arab Indonesia Arab Indonesia Arab Indonesia

ā ـ ā ـ ا a ا

ī ـ i ا ai ى

u ا ū ـ au ى

Contoh:

ف ل Kaifa ك Haula

ات ي Māta ي Ramā ر

1Disederhanakan dari Pedoman Tranliterasi Arab-Latin yang merupakan hasil keputusan bersama

(SKB) Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, tertanggal 22 Januari 1988 Nomor:

158/1987 dan Nomor: 05436/U/1987.

Page 13: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

xiii

م ت Qīla ل Yamūtu

C. Tā’ Marbūṭah (ة)

Transliterasi untuk ta marbūṭah ada dua, yaitu: tā‟ marbūṭah yang hidup

atau mendapat harakat fathah, kasrah dan dhammah, transliterasinya adalah (t).

Sedangkan ta marbuthah yang mati atau mendapat harakat sukun, transliterasinya

adalah (h).

Jika pada kata yang berakhir dengan tā‟ marbūṭah diikuti oleh kata yang

menggunakan kata sandang al- serta bacaan kedua itu terpisah, maka tā‟ marbūṭah

itu ditransliterasikan dengan ha (h). Contoh:

ف ال ال غ ة ظ Rauḍah al-Aṭfāl ر

ه ة ان ف اظ ة د Al-Madīnah al-Fāḍilah ان

ة ك Al-Ḥikmah ان ح

D. Syaddah (Tasydīd)

Syaddah atau Tasydīd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan

sebuah tanda tasydīd (ـــ), dalam transliterasi ini dilambangkan dengan perulangan

huruf (konsonan ganda) yang diberi tanda syaddah. Contoh:

ب ا ا Rabbanā ر Najjainā ج

ك ج Al-Ḥaqq ان ح ح Al-Ḥajj ان

ى Nu„„ima ع Aduww„ ع د

Jika huruf ya‟ () ber-tasydīd di akhir sebuah kata dan didahului oleh huruf

kasrah ( :maka ia ditransliterasikan seperti huruf maddah (ī). Contoh ,(ـ

ه Alī (bukan „Aliyy atau „Aly)„ ع

ب Arabī (bukan „Arabiyy atau „Araby)„ ع ر

E. Kata Sandang

Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf alif

lam ma‟rifah (ال). Dalam pedoman transliterasi ini, kata sandang ditransliterasi

seperti biasa, al-, baik ketika ia diikuti oleh huruf syamsiyyah maupun huruf

qamariyyah. Kata sandang tidang mengikuti bunyi huruf langsung yang

Page 14: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

xiv

mengikutinya. Kata sandang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya dan

dihubungkan dengan garis mendatar (-). Contohnya:

ص انشAl-Syams (bukan

Asy-Syams) Al-Falsafah ان ف ه ط ف ة

ن ة ن س انس

Al-Zalzalah

(bukan Az-

Zalzalah)

د Al-Bilād ان ب ل

F. Hamzah

Aturan transliterasi huruf hamzah menjadi apostrof (‟) hanya berlaku bagi

hamzah yang terletak di tengah daan akhir kata. Bila hamzah terletak di awal kata,

ia tidak dilambangkan, karena dalam tulisan Arab ia berupa alif. Contohnya:

ء ت ‟Syai ش ر Umirtu أ ي

ء ‟Al-Nau ان ر Ta‟murūna ت أ ي

G. Penulisan Kata Arab yang Lazim Digunakan dala bahasa Indonesia

Kata, istilah atau kalimat Arab yang ditransliterasikan adalah kata, istilah

atau kalimat yang belum dibakukan dalam bahasa Indonesia. Kata, istilah atau

kalimat yang sudah lazim dan menjadi bagian dari perbendaharaan bahasa

Indonesia, atau sudah sering ditulis dalam tulisan bahasa Indonesia tidak lagi

ditulis menurut cara transliterasi di atas. Misalnya kata al-Qur‟an (dari al-Qur‟ān),

Sunnah, khusus dan umum. Namaun, bila kata-kata tersebut menjadi bagian dari

satu rangkaian teks Arab, maka mereka harus ditransliterasikan secara utuh.

Contoh: Fī Ẓilāl al-Qur‟ān, al-Sunnah qabla al-Tadwīn, al-„Ibārāt bi „Umūm al-

Lafẓ lā bi Khuṣūṣ al-Sabab.

H. Lafẓ al-Jalālah (الله)

Kata Allah yang didahului partikel seperti huruf jarr dan huruf lainnya atau

berkedudukan sebagai muḍāf ilaih (frasa nominal), ditransliterasikan tanpa huruf

hamzah. Contoh:

Billāh ب الل

الل Dīnullāh د

Page 15: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

xv

Adapun ta‟ marbūṭah di akhir kata yang disandarkan kepada lafẓ al-jalālah

ditransliterasikan dengan huruf (t). Contoh:

الل ة ح ر ف ى Hum fī Raḥmatillāh

I. Huruf Kapital

Walau sistem tulisan Arab tidak mengenal huruf kapital (All Caps), dalam

transliterasinya huruf-huruf tersebut dikenai ketentuan tentang penggunaan huruf

kapital berdasarkan pedoman ejaan Bahasa Indonesia yang berlaku (EYD). Huruf

kapital, misalnya digunakan untuk menuliskan huruf awal nama diri (orang,

tempat, bulan) dan huruf pertama pada permulaan kalimat.

Bila nama diri didahului oleh kata sandang (al-), maka yang ditulis dengan

huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal kata

sandangnya. Jika terletak pada awal kalimat, maka huruf A dari kata sandang

tersebut menggunakan huruf kapital (Al-). Ketentuan yang sama juga berlaku

untuk huruf awal dari judul referensi yang didahului oleh kata sandang al-, baik

ketika ia ditulis dalam teks maupun dalam catatan rujukan (CK, DP, CDK dan

DR). Contoh:

1. Inna awwala baitin wudi‟a li al-nās lallaẓī bi Bakkah mubārakan

2. Syahr Ramaḍān al-laẓī unzila fīh al-Qur‟ān

3. Wa mā Muḥammad illā rasūl

4. Al-Munqiz min al-Ḍalāl

5. Naṣīr al-Dīn al-Tusī

6. Abū Naṣr al-Farābī

7. Al-Gazā

Page 16: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Al-Qur‟ān al-Karīm merupakan otoritas pertama dan utama dalam Agama

Islam, al-Qur‟ān memandang bahwa alam semesta beserta isinya bukanlah

merupakan keberadaan Tuhan.2 Al-Qur‟ān juga memperkenalkan dengan berbagai

ciri dan sifat, salah satu diantaranya adalah bahwa al-Qur‟ān merupakan kitab

yang keotentikannya dijamin oleh Allah dan al-Qur‟ān adalah kitab yang selalu

dipelihara.

Al-Qur‟an adalah kalam Allah yang memiliki mukjizat yang diturunkan

kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantara malaikat Jibril ditulis dalam

berbagai mushaf, dinukilkan kepada kita dengan cara mutawatir, yang dianggap

ibadah dengan membacanya, dimulai dengan surat al-Fatihah dan ditutup dengan

surat al-Nās.3 Allah menurunkan al-Qur‟ān kepada Nabi Muhammad SAW

sebagai mukjizat yang luar biasa, sebagaimana Allah mengutus setiap Nabi

terdahulu dengan berbagai mukjizat yang berkaitan dengan kemahiran kaum yang

dihadapinya pada waktu itu. Sebagaimana mukjizat Nabi Musa a.s., yakni

beralihnya tongkat menjadi ular yang dihadapkan kepada masyarakat yang amat

mengandalkan sihir. Tukang sihir mampu mengubah tali-tali yang ada dihadapan

mereka menjadi ular, tetapi Nabi Musa a.s. mampu lebih dari itu dengan

mengubah tongkat nya menjadi seekor ular yang begitu besar dan memakan

semua ular hasil sihiran tukang sihir. Kejadian ini membungkam para tukang sihir

yang ditantang oleh Nabi Musa a.s. sehingga mereka tak kuasa kecuali mengakui

kekalahan mereka, walaupun Fir‟aun mengancam dengan aneka ancaman.4

Demikian pula Nabi Shaleh a.s. yang menghadapi kaum Tsamud yang

amat gandrung melukis dan memahat, sampai-sampai relief-relief indah bagaikan

sesuatu yang hidup menghiasi gunung-gunung tempat tinggal mereka.5 Kemudian

2 Andi Rosadisastra, Metode Tafsir Ayat-Ayat Sains dan Sosial (Jakarta; Amzah, 2012), hal. 1 3 Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur‟an (Jakarta; Rajawali Pers, 2014), hal.23 4 QS. Tha Ha: 63-76 5 QS. Al-A‟rof: 74 dan Al-Fajr: 9

Page 17: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

2

mereka ditunjukkan mukjizat yang sesuai dengan keahlian itu, yakni keluarnya

seekor unta yang benar-benar hidup dari batu karang dan mereka pun meminum

susu unta tersebut.6 Ketika itu relief-relif yang telah mereka lukis tidak lagi berarti

sama sekali dibandingkan dengan unta yang menjadi mukjizat itu. Tetapi, mereka

begitu keras kepala dan kesal sampai mereka tidak dapat jalan lain kecuali

menyembelih unta itu, sehingga Allah pun menjatuhkan palu godam terhadap

mereka.7

Secara garis besar, mukjizat dapat dibagi menjadi dua bagian pokok, yaitu

mukjizat yang bersifat material indriawi lagi tidak kekal, dan mukjizat imaterial

logis, lagi dapat dibuktikan sepanjang masa. Mukjizat Nabi-Nabi terdahulu

merupakan jenis mukjizat yang bersifat material indriawi lagi tidak kekal.

Mukjizat mereka bersifat material dan indriawi dalam arti keluarbiasaan tersebut

dapat disaksikan atau dijangkau langsung lewat indra oleh masyarakat tempat

Nabi tersebut menyampaikan risalahnya.8 Berbeda dengan mukjizat Nabi

Muhammad SAW yang sifatnya bukan indriawi atau meterial, namun dapat

dipahami oleh akal dan tidak dibatasi oleh suatu tempat atau masa tertentu.

Perbedaan ini disebabkan oleh dua hal pokok. Pertama, para Nabi sebelum Nabi

Muhammad SAW, ditugaskan untuk masyarakat pada masa itu dan tidak untuk

sesudah mereka. Berbeda dengan Nabi Muhammad SAW Yang diutus untuk

seluruh umat manusia hingga akhir zaman. Kedua, manusia mengalami

perkembangan dalam pemikirannya. Auguste Comte (1798-1857) berpendapat

bahwa pikiran manusia dalam perkembangannya mengalami tiga fase yakni fase

keagamaan, fase metafisika, dan fase ilmiah.9

Bangsa Arab yang dikenal sebagai bangsa yang mahir dalam bidang

syair dan sastra, fasih dan lugas dalam berbahasa. Derajat satu kabilah akan

naik bila mereka memiliki seseorang penyair atau orator ulung. Jika mereka

tidak memilikinya, maka mereka akan dianggap tidak ada, bahkan hilang.

Dengan syair dan sastra itulah mereka mengangkat reputasi suatu kabilah

6 QS. Al-A‟rof: 73 dan Asy-Syu‟ara: 155-156 7 QS. Asy-Syams: 13-15 8 M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Qur‟an Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah, dan

Pemberitaan Ghaib (Bandung,Mizan,2007), hal. 38 9 Ibid., Mukjizat Al-Qur‟an..., hal. 40

Page 18: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

3

atau dapat pula menjatuhkannya. Karena itu, Allah mengukuhkan kenabian

Muhammad dengan sebuah mukjizat yang menakjubkan, yakni al-Qur‟ān.10

Al-Qur‟ān memiliki keindahan susunan dan gaya bahasanya, serta isinya yang

tiada tara bandingannya, begitupula manusia yang tidak dapat membuat serupa

dengan al-Qur‟ān. Ia adalah kitab suci yang tinggi dari segi bahasa, sastra, serta

kandungannya tidak mengandung kebatilan, dan kitab yang membawa kabar

gembira dan peringatan.11

Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan pengkajian ayat-ayat al-

Qur‟ān tidak berhenti pada pembahasan tafsir tematik semata, tema kemukjizatan

al-Qur‟ān yang dikorelasikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan menjadi

corak tersendiri dalam ilmu tafsir, yang dinamakan tafsir ilmi.

Sebelum masuk kepembahasan, terlebih dahulu memahami definisi tafsir

ilmi dan bagaimana pandangan ulama terhadap tafsir ilmi. Tafsir ilmi adalah

penafsiran al-Qur‟ān yang pembahasannya lebih menggunakan pendekatan ilmiah

dalam mengungkapkan al-Qur‟ān, dan seberapa dapat berusaha melahirkan

berbagai cabang ilmu pengetahuan yang berbeda dan melibatkan pemikiran-

pemikiran filsafat.12

Melihat perkembangan ilmu pengetahuan mengantar para ulama Islam

berbeda pandangan terhadap tafsir ilmi. Tiga pandangan tentang tafsir ilmi:

Pertama, kelompok yang setuju dan antusias; Kedua, kelompok yang tidak setuju

dan menolak; Ketiga, kelompok yang setuju dengan syarat.13

Mereka yang setuju

mengatakan bahwa banyak ayat al-Qur‟ān yang membicarakan alam semesta. Ini

harus menjadi bagian para mufassir untuk memberikan penafsiran terhadap ayat-

ayat tersebut. Bahkan, mereka menganggap bahwa setiap ilmu ada isyaratnya

dalam al-Qur‟ān. Diantara mereka yang setuju adalah Imam al-Ghazali dalam al-

Ihya‟. Imam al-Ghazali menukil satu pendapat bahwa al-Qur‟ān mengandung

77.200 ilmu pengetahuan. Karena setiap kata dalam al-Qur‟ān mengandung ilmu.

10 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Quran (Jakarta:

Lentera Hati, 2002), hal. 318 11 M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur‟an (Bandung: Mizan,1994), hal.23 12 Ibid., Ulumul Qur‟an..., hal. 396 13 Ibid., Ulumul Qur‟an..., hal. 195

Page 19: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

4

Dan hal tersebut akan terus bertambah karna setiap kata ada makna lahir dan ada

makna batin.

Diantara mereka yang mendukung adalah Imam Suyuthi dalam al-Itqan

dan al-Iklil fi Istinbath at-Tanzil. Begitu juga dengan Abu al-Fadhl al-Mursi.

Sementara itu, sebagian kalangan yang tidak begitu setuju beralasan bahwa apa

yang dikemukakan para saintis itu masih bersifat teori bukan kepastian ilmiah.

Jika demikian, bisa saja apa yang dikemukakan para saintis masa kini akan

dikoreksi lagi oleh saintis akan datang, mereka beranggapan al-Qur‟ān yang

berkaitan dengan sains diungkapkan dalam rangka menyadarkan manusia akan

kekuasaan Allah bukan untuk mengajarkan sains dan teknologi. Diantara mereka

yang tidak setuju adalah Imam Syatibi. Alasan Syatibi adalah para sahabat dan

tabi‟in tidak melakukan hal tersebut, padahal mereka adalah generasi paling

memahami kandungan kitab suci al-Qur‟ān. Jika hal ini penting, bisa dipastikan

pandangan mereka akan sampai kepada kita , namun tidak ada. Al-Qur‟ān tidak

bermaksud menegaskan penemuan ilmiah, al-Qur‟ān hanyalah berbicara tentang

hukum-hukum yang wajib dilakukan dan larangan dan persoalan akhirat.

Kalangan yang setuju model tafsir Ilmi tetapi dengan syarat mengatakan

bahwa sekarang tafsir Ilmi dibutuhkan sejalan dengan risalah al-Qur‟ān yang

diturunkan untuk sepanjang masa, apa yang dikemukakan al-Qur‟ān pasti benar.

Baik terkait hukum, fenomena alam semesta, janji dan ancaman. Apa yang

dilakukan para mufassir Ilmi adalah meneropong lebih dekat lagi ayat-ayat yang

masih global. Jika pada masa lalu ulama tidak melakukannya, itu karna tingkat

ilmu pengetahuan mereka masih meluas masa kini. Namun, siapa yang akan terjun

dalam tafsir ilmi harus hati-hati dalam mengemukakan gagasannya, tidak boleh

asal-asalan.14

Meskipun mendapat banyak penolakan, tafsir ini tetap mengalami

perkembangan hingga saat ini. Salah satu ulama yang menggunakan corak tafsir

ilmi adalah Zaghlūl al-Najjār, beliau adalah seorang pakar geologi asal Mesir.

Meskipun beliau tidak memiliki latar belakang apapun dalam bidang tafsir, beliau

bertekat untuk menafsirkan al-Qur‟ān dan telah membuat delapan kitab tafsir.

14 Ibid., Ulumul Qur‟an..., hal.197

Page 20: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

5

Sebagaimana dikutip Sujait Zuabidi Saleh, Zaghlūl al-Najjār berkeyakinan bahwa

al-Qur‟ān adalah kitab mukjizat dari aspek bahasa dan sastranya, hukum-hukum

tasyri‟nya, informasi kesejarahannya dan juga dari aspek isyarat ilmiahnya.15

Empat belas abad yang lalu, Allah menurunkan al-Qur‟ān kepada manusia

sebagai penuntun. Allah menyeru umat manusia agar dapat menemukan

kebenaran. Seseorang yang mempelajari secara khusus ilmu-ilmu al-Qur‟ān tidak

akan ragu dalam menyatakan bahwa al-Qur‟ān terkandung syarat-syarat Ilmiah,

bahkan fakta-fakta ilmiah dalam bentuk i‟jaz.

Pada QS. Luqman ayat 19

حمير واقصد في صوت ال

صوات ه

اة ال

نك

مشيك واغضض من صوثكل ان ا

“Dan sederhanakanlah dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu.

Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.”16

Pada ayat ini menurut Sayyid Quthb pada kata al-Qosdu dalam ayat ini

bisa berasal dari kesederhanaan yang di maksud dengan berjalan dengan biasa dan

tidak berlebih-lebihan dan tidak menghabiskan tenaga untuk mendapatkan pujian,

siulan, dan kekaguman.

Disamping itu kata al-Qosdu dalam ayat ini bisa juga berasal dari makna

maksud dan tujuan yang ditargetkan pencapaiannya. Sehingga gaya berjalan itu

tidak menyimpang, sombong, dan mengada-ada. Namun, harus ditujukan guna

meraih maksudnya dengan sederhana dan bebas.

Kemudian di dalam sikap menahan suara terdapat adab dan keyakinan

terhadap diri sendiri. Serta ketenangan terhadap diri sendiri, kebenaran

pembicaraan dan kekuatannya. Seseorang tidak akan berteriak atau mengeraskan

dalam pembicaraan, melainkan dia adalah orang yang buruk adabnya, ragu

terhadap nilai perkataan atau nilai kepribadiannya, dan dia berusaha menutupi

keraguan itu dengan bahasa yang pedas, keras, dan berteriak yang mengejutkan.17

15

Sujiat Zubaidi Saleh, “Epistemologi Penafsiran Ilmiah al-Qur‟an”. Jurnal Tsaqafah, VII, No.1

(2011), hal. 116-117. 16 Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-Qur‟an, Al-Qur‟an dan Terjemahnya (Semarang: Karya

Toha Putra Semarang, 2002), hal. 412. 17 Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil Qur‟an, (Kairo; Darus Syauq, 1968), Jilid 5, hal. 2782

Page 21: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

6

Menurut M. Quraish Shihab kata ughdud terambil dari kata ghodhdh

dalam arti penggunaan sesuatu tidak dalam potensinya yang sempurna. Seseorang

diminta untuk tidak berteriak sesuai kemampuannya, tetapi dengan suara perlahan

namun tidak harus berbisik.

Dan bersikap sederhanalah dalam berjalanmu, yakni jangan

membusungkan dada dan jangan menunduk bagaikan orang sakit. Jangan berlari

tergesa-gesa dan jangan juga sangat perlahan menghabiskan waktu dan

lunakkanlah suaramu sehingga tidak terdengar kasar bagaikan teriakan keledai.

Sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah suara keledai karena awalnya siulan

yang tidak menarik akhirnya tarikan nafas yang buruk.18

Menurut Hasbi Ash-Shidieqy rendahkanlah (pelankanlah) suaramu.

Janganlah kamu mengeraskan suaramu jika tidak perlu, karena bersuara lemah

(agak pelan, tidak berisik) lebih menyenangkan orang yang mendengar. Dan

sekeji-keji dan seburuk-buruk suara adalah meninggikannya atau mengeraskannya

melebihi kadar yang diperlukan. Demikian prilaku keledai, Allah menyerupakan

suara yang keras tanpa diperlukan dengan suara keledai.19

Sedangkan dalam Tafsir Jalalain menyatakan “dan sederhanakanlah ketika

engkau berjalan kaki”, maksudnya berjalanlah dengan cara yang sedang, antara

lambat dan cepat, dan engkau harus bersikap tenang dan sopan, “dan

lunakkanlah” yakni rendahkanlah suaramu. “Sesungguhnya seburuk-buruk suara

ialah suara keledai” awalnya Zafir (hembusan nafas) dan akhirnya syafiq (tarikan

nafas).20

Dari beberapa pendapat mufassir tentang QS. Luqman:19 sedikit berbeda

dengan pendapat Zaghlūl. Zaghlūl menafsirkan secara ilmiah, didalam ayat ini

Zaghlūl berpendapat bahwa suara yang nyaring dapat merusak lingkungan sekitar

dan dapat merusak indra pendengaran. Kebisingan yang kuat dapat

mengakibatkan gangguan yang nyata pada kinerja dan fungsi bermacam-macam

18 M. Qurais Shihab, Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur‟an, Jilid II, (Jakarta;

Lentera Hati,2002), hal. 139-140 19 Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur‟anul Majid An-Nur, (Semarang; Pustaka Rizki

Putra, 2000), hal. 3211 20 Jalaluddin as-Suyuti dan Jalaluddin al-Mahalli, Tafsir Jalalain, Jilid 3, (Surabaya; Fitrah

Mandiri).

Page 22: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

7

sistem pada tubuh manusia, seperti meningkatnya produksi zat adrenalin yang

menyebabkan: menegangnya saraf tubuh; kesadaran tubuh yang melampaui batas,

serta menguatnya atensi tubuh di luar kemampuan yang meningkat karena

pembebanan dan sensitivitas tubuh dengan kelelahan yang melebihi batas.21

Suara

adalah salah satu hal yang terpenting dalam berkomunikasi, namun jika melebihi

kadarnya akan berakibat negatif.

Oleh karena itu, penulis akan membahas penafsiran Zaghlūl al-Najjār

terhadap QS. Luqman: 19 beserta penjelasan Ilmiahnya dalam bentuk skripsi

dengan judul “Penafsiran Zaghlūl Al-Najjār Terhadap Ayat 19 dari QS. Luqman

di Dalam Kitab Tafsīr al-Āyat al-Kauniyah Fī al-Qur‟ān al-Karīm”

B. Batasan dan Rumusan Masalah

Dengan adanya latar belakang sebagaimana dijelaskan di atas, penulis

membatasi permasalahan yang akan dibahas. Hal ini dimaksudkan untuk

memfokuskan bahasan supaya tidak jauh dari tema yang akan dibahas.

Dengan demikian penulis memfokuskan kepada QS. Luqman: 19 penafsiran

Zaghlūl Al-Najjār. Adapun rumusan masalah yang akan penulis bahas di dalam

skripsi ini sebagai berikut:

1. Bagaimana penafsiran Zaghlūl Al-Najjār tentang QS. Luqman ayat 19?

2. Bagaimana analisis terhadap penafsiran ilmiah Zaghlūl tentang QS. Luqman

ayat 19?

C. Tujuan dan Manfaat penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian yang

diajukan adalah, untuk mengetahui bagaimana penafsiran Zaghlūl al-Najjār

tentang seburuk-buruk adalah suara keledai dalam QS. Luqman ayat 19. Dan

menganalisis penafsiran ilmiah Zaghlūl al-Najjār terhadap QS. Luqman ayat 19.

Manfaat dari penulisan penelitian ini adalah: dibidang sains, adalah untuk

dapat digunakan sebagai wahana menambah kajian mengenai penjelasan

21 Zaghlūl al-Najjār, Tafsīr al-Āyāt al-Kauniyyah fī al-Qur‟ān al-Karīm, (Beirut: Dār al-Ma‟rifah,

2006) II, hal. 497.

Page 23: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

8

ilmiah. Dalam bidang pendidikan, manfaat penulisan skripsi ini adalah untuk

dijadikan sebagai salah satu sarana dan informasi bagi lembaga pendidikan

dan sebagai kontribusi dalam pengembangan suatu lembaga. Selain itu,

skripsi ini diharapkan dapat memperkaya khazanah keilmuan di UIN Sulthan

Thaha Saifuddin Jambi, khususnya yang menitik beratkan pada analisis proses

ilmiah dan fenomena alam raya dalam pembuktikan secara ilmiah.

Sedangkan bagi penulis dan pembaca, manfaat penulisan skripsi ini

adalah agar dapat dijadikan sebagai bahan kajian yang terkait dengan bentuk

dan kandungan al-Qur‟ān. Sehingga dapat meningkatkan pemahaman, bahwa

dibalik alam semesta ada tanda-tanda kekuasaan Allah yang dapat dibuktikan

secara ilmiah.

D. Tinjauan Pustaka

Sejauh pencarian dan penelusuran yang telah dilakukan oleh penulis,

baik dari buku maupun skripsi belum ada objek penelitian seperti yang akan

Penulis teliti. Ada beberapa judul skripsi yang membahas tentang fenomena

alam, yaitu:

Erik Widi Riyanto Makna Kata al-Bahrain dalam Al-Qur‟an dari Sudut

Ilmu Pengetahuan (Studi kemukjizatan lmiah al-Qur‟an) Skripsi Thesis:

Jurusan Tafsir Hadits Fakultas Ushuluddin UIN Sultan Syarif Kasim Riau

Pekanbaru 2011. Dalam penelitian tersebut bertolak pada suatu permasalah,

yaitu apa yang dimaksud dengan kata al-bahrain dari sudut ilmu

pengetahuan. Sedangkan metode yang digunakan adalah metode tematik yang

bercorak tasir ilmi, yaitu sebuah pendekatan yang mengarah pada

perkembangan ilmu pengetahuan yang meyangkut I‟jaz Al-Qur‟an. Dari hasil

penelitiannya menunjukkan bahwa kata al-Bahrain dalam al-Qur‟ān dari sudut

ilmu pengetahuan mempunyai dua makna yaitu: pertama, dua lautan, yang

tidak bercampurnya karena ada pemisahnya yang disebut Mixced Water Area.

Page 24: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

9

Kedua, “air tawar (sungai) dan air asin (laut) yang tidak dapat bercampur karena

ada pemisahnya yang disebut Zona Pycnocline.22

Nury Qomariyah Maritta, Konsep Geologi Laut Dalam Al-Qur‟an Dan

Sains (Analisa Surat Al-Rahman [55]: 19-20, Surat An-Naml [27]: 61, dan surat

al-Furqān [25]:53. Skripsi, Jurusan Tasir Hadits Fakultas Ushuluddin UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta 2010. Dalam penelitian tersebut bertolak seiring

berkembangnya ilmu pengetahuan dalam bidang oseanografi dengan

ditemukannya peristiwa yang awalnya dianggap tabu. Adapun metode yang

digunakan adalah maudhu‟i, dan metode deskriptif-komparatif sebagai analisis.

Penulis berkesimpulan bahwa ayat-ayat tersebut sebagai salah satu mukjizat

ilmiah al-Qur‟ān, dalam ilmu sains menyatakan karena gaya fisika yang

dinamakan “tegangan pemukaan”, air dari laut yang saling bersebelahan dan tidak

menyatu. Akibat adanya perbedaan masa jenis, tegangan permukaan mencegah

lautan dari bercampur satu sama lain, seolah terdapat dinding tipis yang

memisahkan. Pada dasarnya semua para ahli menyatakan adanya pengaruh

dari kadar sifat fisika yang berbeda dengan rasa air dan warna yang berbeda.23

Lutfi, Epistimologi Tafsir Sains Zaghlul al-Najjar, Tesis, Jurusan

Tafsir UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2013. Tesis ini menunjukkan bahwa

kontruksi epistimologi penafsiran Zaghul al-Najjar dibangun atas paradigma

tafsir tematik dan paradigma sains. Korelasi dua hal tersebut, menuntut

mufassir menguasai dua disiplin ilmu sekaligus, yaitu disiplin ilmu

pengetahuan yang akan ditelitinya dan disiplin penafsiran al-Qur‟ān.

Epistemologi tafsir sains lebih cendrung ke cara berfikir realistis yang berakibat

pada nalar objektif. Dengan demikian sumber penafsirannya akan mengacu

pada tiga hal yang saling terkait yaitu wahyu, akal dan realitas berbeda dengan

epistemologi tafsir bayani yang bercorak idealis sehingga berimplikasi pada

nalar subjektif. Nalar ini akan menyandarkan kebenaran penafsirannya pada

22

Erik Widi Riyanto, “Makna Kata al-Bahrain dalam Al-Qur‟an dari Sudut Ilmu Pengetahuan

(Studi kemukjizatan lmiah al-Qur‟an”, (Skripsi Thesis: Jurusan Tafsir Hadits Fakultas Ushuluddin, UIN

Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru, 2011). 23 Nury Qomariyah Maritta, “Konsep Geologi Laut Dalam Al-Qur‟an Dan Sains (Analisa Surat

Al-Rahman [55]: 19-20, Surat An-Naml [27]: 61, dan surat al-Furqān [25]:53”. (Skripsi; Jurusan Tasir

Hadits Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010).

Page 25: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

10

kedekatan lafal dan makna, semakin dekat antara keduanya maka semakin

tinggi tingkat kebenaran tafsir.24

Berdasarkan beberapa literatur sebagaimana penulis paparkan di atas,

maka dapat dilihat perbedaan antara karya-karya terdahulu dengan skripsi yang

akan Penulis teliti. Yang membedakan skripsi ini dengan karya-karya lainnya

adalah obyek penelitian ini adalah seburuk-buruk suara adalah suara keledai yang

dikaitkan dengan ayat al-Qur‟ān. Selain itu, dalam skripsi ini Penulis

memfokuskan pembahasan terhadap penafsiran Zaghlul al-Najjar terhadap QS.

Luqman ayat 19 dalam kitab Tafsīr Al-āyātul Kauniyyah fil Qur‟ānil Karīm, serta

menganalisis penafsirannya.

E. Metodologi Penelitian

1. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Sebagai bagian dari penelitian tafsir, penelitian ini merupakan

penelitian kepustakaan (Library research) yang bersifat kualitatif. Penelitian ini

menggunakan pendekatan normatif, yaitu pendekatan yang mengacu kepada

norma, aturan, kaidah atau ketentuan-ketentuan yang berlaku. Dalam hal ini

norma yang dimaksud adalah kaidah-kaidah atau ketentuan-ketentuan yang

ditetapkan para ulama terhadap tafsir ilmi. Dan penelitian ini menitik beratkan

kepada penelitian tokoh yaitu kitab Tafsīr Al-āyatul Kauniyyah fil Qur‟ānil Karīm

oleh Zaghlūl al-Najjār.

2. Sumber Data

Dalam penelitian ini, mengambil dari literatur kepustakaan yang

terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang

menjadi rujukan dalam penelitian. Adapun sumber data primer dalam

penelitian ini adalah kitab tafsir karya Zaghlul Al-Najjar yang berjudul Tafsir

Al-āyatul Kauniyah Fīl Qur‟ānil Karīm.25

24 Lutfi, “Epistimologi Tafsir Sains Zaghlul al-Najjar”, (Tesis; Jurusan Tafsir, UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta , 2013. 25 Zaghlul an-Najjar, Tafsīr Al-āyātul Kauniyyah Fil Qur‟ānil Karīm, (al-Qāhirah: Maktabah as-

Syarqiyyah ad-Dauliyyah, 2007).

Page 26: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

11

Sedangkan sumber data sekunder adalah data yang materinya, baik

secara langsung maupun tidak langsung berhubungan dengan masalah yang

diungkapkan. Sumber data sekunder atau pendukung adalah keterangan yang

diperoleh dari pihak ke dua, baik berupa tafsir, buku, majalah, laporan, jurnal, dan

sumber-sumber lain yang memiliki kesesuaian pembahasan dengan skripsi.

3. Metode Pengumpulan Data

Adapun metode pengumpulan data yang digunakan penulis dalam

penelitian ini bersifat studi dokumen. Jadi, penelitian ini brangkat dari

sebuah dokumen yang diselidiki dan dianalisis, baik dokumen yang dibuat

sendiri maupun orang lain.

4. Teknik Analisis

Setelah data-data terkumpul, baik data primer maupun sekunder, maka

penulis melakukan analisa data dengan metode analisis deskriptif. Analisis

deskriptif merupakan teknik penelitian untuk memberikan data secara

komprehensif. Metode ini berfungsi memberi penjelasan dan memaparkan

secara mendalam mengenai sebuah data.26

Berikut teknik yang dilakukan dalam

menganalisis data:

a. Penghimpunan data tentang pokok persoalan yang akan diteliti.

b. Data yang telah terkumpul kemudian ditelaah secara literal dan dipilah serta di

klasifikasikan berdasarkan isinya menjadi data primer dan data sekunder.

c. Data di deskripsikan untuk seterusnya dianalisis tanpa menutup adanya

kemungkinan proses analitik di dalamnya.

F. Sistematika Penulisan

Agar pembahasan dalam penelitian ini lebih terarah, menyeluruh, dan

terpadu, disusunlah sistematika pembahasan sebagai berikut:

Bab pertama, bab ini merupakan pendahuluan yang akan mengantarkan

pada bab-bab berikutnya. Dalam ini, diuraikan beberapa hal yang menjadi

kerangka dasar dalam penelitian yang akan dikembangkan pada bab-bab

26 Anton Bakker dan Ahmad Haris Zubair, Metologi Penelitian Filsafat, (Yogyakarta:

Kanisius, 1994), hal. 70

Page 27: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

12

berikutnya, adapun urutan pembahasannya adalah, Latar Belakang Masalah,

Batasan dan Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian,

Tinjauan Pustaka, Metodologi Penelitian, Sistematika Pembahasan.

Bab kedua, bab ini merupakan informasi tentang landasan teori dan

pandangan secara umum bagi objek penelitian. Dalam bab ini penulis akan

memaparkan teori tentang Tafsir Ilmi baik dalam pengertian, sejrah, dan

penolakan atau penerima tafsir ilmi.

Bab ketiga, bab ini merupakan paparan data-data hasil penelitian

secara lengkap atas objek tertentu yang menjadi fokus kajian bab berikutnya.

Dalam bab ini, penulis akan memaparkan pembahasan mengenai biografi

Zaghlul al-Najjar, karya dan jabatan Zaghlul al-Najjar, deskripsi kitab Tafsir al-

Āyatul Kauniyyah fil Qur‟ānil Karīm. Dan pandangan umum mufassir tentang

QS. Luqman ayat 19.

Bab keempat, bab ini dimaksudkan untuk memberikan penjelasan

mengenai analisis penulis mengenai data-data yang telah dipaparkan

berdasarkan teori (isi bab II) dan data-data yang diperoleh dari hasil penyelidikan

(isi bab III). Bab ini diuraikan tentang tafsiran Zaghlūl tentang QS. Luqman

ayat 19 dan analisis penulis terhadap penafsiran Zaghlūl al-Najjār terhadap

QS. Luqman ayat 19, yang disertai pembahasan beberapa pendapat ulama

tafsir lainnya.

Bab kelima, bab ini merupakan pembahasan akhir penulis yang akan

memberikan beberapa kesimpulan terkait hasil penelitian penulis yang sudah

dipaparkan pada bab-bab sebelumnya dan juga menyantumkan kritik dan saran

agar hasil buah tangan penulis dapat disempurnakan oleh pembaca.

Page 28: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

13

BAB II

TAFSIR ILMI

A. Kedudukan Al-Qur’ān di Tengah-Tengah Kemajuan Ilmu Pengetahuan

Sejak empat belas abad silam dan berlaku sampai akhir zaman nanti al-

Qur‟ān akan selalu menjadi mukjizat terbesar sepanjang masa yang telah

diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Mukjizatnya itu tidak hanya terletak

pada segi bahasa atau sastranya saja melainkan juga pada segi filsafat, hukum

islam, sejarah, ilmu pengetahuan yang mana itu semua lebih menekankan pada

akal pikiran manusia untuk dapat memahaminya. Oleh karnanya al-Qur‟ān disebut

juga sebagai mukjizat „aqliyah berbeda dengan mukjizat yang di berikan kepada

Allah kepada Nabi-Nabi sebelumnya. Mukjizat yang diberikan kepada Nabi-Nabi

sebelumnya dapat di saksikan dengan nyata dan berlaku ketika para Nabi yang

bersangkutan masih hidup. Mukjizat ini disebut mukjizat hissiyah, yaitu yang

dapat disaksikan secara langsung tanpa menggunakan akal pikiran.27

Pada zaman modern ini dunia ilmu pengetahuan semangkin maju dan

pesat. Bahkan dengan adanya penemuan-penemuan ilmiah sangat membantu

mufassir dalam memahami dan dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur‟ān mengenai

penciptaan alam raya dan kejadian ilmiah lainnya yang ada dalam al-Qur‟ān, yang

mana awalnya masih samar-samar sekarang menjadi jelas.

Dalam peradaban islam yang telah mencapai tingkat kemajuan yang

tinggi, al-Qur‟ān tetap paling depan dan slalu di prioritaskan karena dapat

memberikan jawaban sejak abad yang lalu dengan tepat dan akurat, semua itu

terjadi sebelum manusia menemukan fakta-fakta yang membuktikan al-Qur‟ān.

Hal demikian karena al-Qur‟ān merupakan wahyu yang datangnya dari Allah

Sang Pencipta sehingga terjalin hubungan yang dekat antara al-Qur‟ān dan sains,

bukannya terjadi perselisihan diantara keduanya.28

Kemukjizatan ilmiah al-Qur‟ān itu bukan terletak di pencakupannya

terhadap munculnya teori-teori ilmiah yang selalu baru dan berubah serta

27 Djamaluddin Dimjati, “Menyingkap Kebenaran al-Qur‟an” (Solo: Tiga Serangkai, 2008), hal. 10 28 Ibid., “Menyingkap Kebenaran al-Qur‟an”... hal 11

Page 29: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

14

merupakan hasil dari usaha manusia dalam penelitian dan pengamatan. Tetapi

kemukjizatan al-Qur‟ān itu terletak pada semangatnya untuk berfikir dan

menggunakan akal. Al-Qur‟ān membangkitkan pada diri setiap muslim kesadaran

ilmiah untuk memikirkan, memahami, dan menggunakan akal.29

Pada wahyu yang pertama tersirat dengan jelas bahwa dikemudian hari

akan terjadinya perkembangan dan kemajuan dunia ilmu pengetahuan , dan hal

demikian ternyata benar terjadi, sebagaimana yang tercantum dalam surat al-„alaq

ayat 1-5:

ب ذي عل

ةم ال

كا وربك ال

اقةأ ق

سان من عل

انق ال

ق خل

ذي خل

ك ال

باس رب سان اقةأ

ان ال

عل

قولاه

ل يعل

ما ه

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, Dia telah

menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang

Mahamulia, Yang mengajar (manusia) dengan pena. Dia mengajarkan

manusia apa yang tidak diketahuinya.”30

Dalam ayat diatas dikemukakan peranan penting dari qalam (pena), tulis

menulis untuk proses selanjutnya dibidang pengembangan ilmu pengetahuan yang

sebelumnya belum diketahui sama diri sendiri. Ini salah satu isyarat al-Qur‟ān

yang menyatakan bahwa ilmu pengetahuan manusia itu dari waktu ke waktu akan

terjadi kemajuan dan perkembangan seperti yang terjadi pada sekarang ini.31

Konsep Ilmu dalam Islam

Islam lahir kedunia pada awal abad ke-7 M, yaitu tahun pertamanya

Rasulullah hijrah dari Makkah ke Madinah. Pada tahun 622 M Islam menyebar

keseluruh Timur Tengah, Afrika Utara dan Spanyol pada akhir abad itu juga.

Dikawasan bumi kelahiran banyak peradaban tua inilah Islam bersentuhan dengan

sejumlah sains yang digunakannya, selama sains ini masih bersesuaian dengan

29 Mannā Khalīl al-Qaṭṭān, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur‟an, (Jakarta: Litera Antar Nusantara, 1994), hal.

386. 30

Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-Qur‟an, Al-Qur‟an dan Terjemahnya (Semarang: Karya

Toha Putra Semarang, 2002), hal. 597. 31 Ibid., “Menyingkap Kebenaran al-Qur‟an”.., hal. 12.

Page 30: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

15

semangat Islam dan dapat memberi penyubur bagi kehidupan kebudayaan yang

bercorak Islam.32

Islam menganjurkan mencari ilmu yang dapat mengangkat posisi manusia

di akhirat, yang dapat menuntun dan mengantarkan pada pengetahuan tentang

dirinya, penciptanya, para nabinya, utusan-utusan Allah, pemimpin-pemimpin

Islam, sifat-sifat Tuhan, hari akhirat, dan hal-hal yang dapat mendekatkan kepada

Allah.33

Selain itu mencari ilmu tidak hanya sebatas yang berkaitan dengan

hukum-hukum Islam (ilmu fiqh), isi kandungan al-Qur‟ān (Ilmu Tafsir), sunah-

sunah nabi (Ilmu Hadits), ketuhanan dan keimanan (Ilmu Tauhid), tetapi juga

mencangkup seluruh ilmu pengatahuan lain yang disebut ilmu sains. Di dalam

Islam antara ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum tidak ada pembagian.

Adanya pembagian atau pemisah antara ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum

pada dasarnya dilakukan oleh para sarjana Barat yang mayoritas beragama Kristen

atau Yahudi sesuai dengan kitab perjanjian lama dan baru.

Ilmu (sciences) merupakan jantung serta ciri khas kebudayaan dan

peradaban Islam yang telah mengarahkan jalan kepada umat Islam dari masa

silam kepuncak peradabannya. Peradaban Islam telah mencapai kemajuan.

Kemajuan ini berjaya sewaktu Eropa masih berada dalam zaman kegelapan. Para

ilmuan muslim telah memberi kontribusi yang penting dalam berbagai cabang

ilmu pengetahuan. Selain itu ilmuan muslim telah berhasil melakukan sintesis dan

integrasi ilmu pengetahuan sesuai dengan pandangan dunia Islam yang

berlandaskan pada al-Qur‟ān. Namun kejayaan umat Islam mengalami kemuduran

disebabkan beberapa faktor. Akan tetapai faktor yang paling membawa petaka

terhadap kehancuran adalah penyerangan atas Baghdad yang pada waktu itu

merupakan pusat ilmu pengetahuan umat Islam, oleh tentara Mongol yang

dipimpin oleh Halagu Khan pada tahun 1258 M. Akibat dari penyerangan itu

perpustakaan muslim paling orisinal atau asli. Selain itu mengakibatkan

32 Seyyed Hossein Nasr, Sains dan Peradaban di dalam Islam, (Bandung: Pustaka, 1986), hal. 10 33 Mahdi Ghulsyani, Filsafat, Sains Menurut Al-Qur‟an, (Bandung: Mizan, 1998), hal. 44.

Page 31: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

16

kepemimpinan intelektual muslim mulai melemah dan peradabannya mengalami

kemunduran.34

Melemahnya peradaban Islam merupakan kesempatan yang bagus bagi

Eropa. Mereka mulai bersungguh-sungguh dalam pendidikan dan aktifitas

keilmiahan. Oleh karnanya peradaban Barat mengalami kejayaan yang sangat

pesat di bidang intelektual dan material, serta mengambil kursi intelektual dunia

muslim setelah revolusi industri pada abad ke-8. Akan tetapi ilmu yang diadopsi

dari umat islam itu mengalami konflik dengan keilmuan gereja yang di adopsi dari

Yunani menyebabkan terjadinya sekularisasi (hidup tanpa adanya ajaran agama)

dalam ilmu pengetahuan Eropa. Tidak tanggung-tanggung bangsa Barat

melakukan penaklukan dari menjajah.

Mengingat kitab tafsir adalah karya manusia yang bersifat relatif, berbagai

faktor yang dapat menimbulkan keragaman corak, diantaranya: perbedaan

kecenderungan, interest dan motivasi mufassir, perbedaan misi, perbedaan masa

dan lingkungan, perbedaan kedalaman dan kedalaman ilmu yang dikuasai,

perbedaan situasi dan kondisi yang dihadapi, dan sebagainya. Semua itu

menimbulkan munculnya berbagai macam corak penafsiran. Seperti: corak Tafsir

Falsafi, Tafsir Ilmi, Tafsir Tarbawi, Tafsir Akhlaqi, dan Tafsir Fiqhi.35

B. Pengertian Tafsir Ilmi

Pada dasarnya al-Qur‟ān adalah kitab suci yang menetapkan masalah

akidah dan hidayah, hukum syari‟at dan akhlak. Bersamaan dengan hal itu, di

dalamnya di dapati juga ayat-ayat yang menunjukkan tentang berbagai hakikat

(kenyataan) ilmiah yang memberikan dorongan kepada manusia untuk

mempelajari, membahas dan menggalinya. Sejak zaman dahulu sebagian kaum

muslimin telah berusaha menciptakan hubungan seerat-eratnya antara al-Qur‟ān

dan ilmu pengetahuan. Mereka berijtihad menggali beberapa jenis ilmu

pengetahuan dari ayat-ayat al-Qur‟ān, dan di kemudian hari usaha ini semakin

34 Hadi Masruri dan Imron Rossidy, Filsafat Sains dalam Al-Qur‟an Melacak Kerangka Dasar

Integrasi Ilmu dan Agama, (Malang: UIN Malang Press, 2007), hal. 29. 35 Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur‟an, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014) , hal. 395.

Page 32: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

17

meluas, dan tidak ragu lagi, hal ini telah mendatangkan hasil yang banyak

faedahnya.36

Ungkapan tafsir ayat-ayat ilmiah atau sains diistilahkan ke dalam

bahasa Arab dengan tafsir Ilmi. Sebuah ungkapan dalam tafsir al-Qur‟ān

yang mengkhususkan objek kajiannya pada ayat-ayat ilmu pengetahuan, baik

yang terkait dengan ilmu alam (sains) atau ilmu sosial.37

Secara etimologi, kata tafsir bisa berarti: al-iḍah wal bayān yang berarti

(penjelasan), al-kasyaf (pengungkapan), dan kasyful Muradi „anil-Lafẓil Musykil

(menjabarkan kata yang samar). Adapun secara terminologi, tafsir adalah

penjelasan terhadap Kalāmullāh atau menjadikan lafadz-lafadz al-Qur‟ān dalam

pemahamannya.38

Kata tafsir terdapat dalam al-Qur‟ān yang disebutkan dalam Surah al-

Furqan: 33 yang bermakna: penjelasan atau perincian. Kata tafsir di dalam al-

Qur‟ān ini disandingkan dengan kata al-haq yang berarti kebenaran eksak

dan absolut. Menurut konteks ayat tersebut, kata tafsir merupakan penjelasan

atau konfirmasi terhadap segala sesuatu yang ganjil lagi aneh yang disodorkan

oleh orang ingkar kepada Muhammad sebagai pembawa al-Qur‟ān.

Sedangkan kata al-„Ilm dan berbagai turunannya, kerap kali digunakan

dalam al-Qur‟ān yang secara umum memiliki arti pengetahuan (knowledge),

termasuk arti makna sains-sains alam dan kemanusiaan (science of nature and

humanity). Juga mencakup pengetahuan yang di wahyukan (reveled) maupun

yang diperoleh (acquired). Dengan demikian, dari pandangan al-Qur‟ān,

terminologi ilmu adalah tidak terbatas pada istilah-istilah ilmu agama saja,

tetapi segala macam bentuk ilmu baik ilmu alam, ilmu sosial, humaniora, dan

ilmu lainnya yang dapat dipergunakan untuk kemaslahatan umat manusia.39

Sehingga makna etimologis tafsir ilmi ialah penjelasan atau perincian-perincian

36 Muhammad Nor Ichwan, Memasuki Dunia Al-Qur‟an (Semarang: Lubuk Raya, 2001), hal.

253. 37 Ahmad Asy-Syirbashi, (Terj. Pustaka Fidaus), Sejarah Tafsir Qur‟an, (Jakarta: Pustaka

Firdaus,1985), hal. 127. 38 Mokh. Sya‟roni, Metode Kontemporer Tafsir al-Qur‟an, (Semarang: IAIN Walisongo, 2012),

hal. 21. 39 Andi Rosadisastra, “Metode Tafsir Ayat-Ayat Sains dan Sosial”, (Jakarta: Amzah, 2007) , hal.

46-47.

Page 33: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

18

tentang ayat-ayat al-Qur‟ān yang terkait dengan ilmu pengetahuan, terkhusus

mengenai ayat-ayat alam semesta.

Tafsir ilmi dalam terminologi J.J.G Jansen seorang orientalis asal Laiden,

tafsir ilmi juga disebut sebagai sejarah alam (natural history) secara sederhana

dapat di definisikan sebagai usaha dalam memahami al-Qur‟ān dengan

menjadikan penemuan-penemuan sains modern sebagai alat bantunya. Ayat al-

Qur‟ān disini lebih di orientasikan kepada teks yang secara khusus membicarakan

fenomena alam atau yang biasa dikenal sebagai ayat-ayat kauniyah. Jadi, yang

dimaksud dengan tafsir ilmi ialah suatu ijtihad atau kerja keras seorang mufassir

dalam menghubungkan ayat-ayat kauniyah dalam al-Qur‟ān dengan penemuan-

penemuan sains modern yang bertujuan untuk memperlihatkan kemukjizatan al-

Qur‟ān dan kekuasaan Allah.40

Beberapa pendapat mengenai tafsir ilmi sebagai berikut: Menurut Al-

Zarkasyi tafsir adalah ilmu yang dibutuhkan dalam memahami kitab Allah yang

diturunkan kepada Rasulullah SAW, dan menjelaskan makna-maknanya,

mengeluarkan hukum-hukumnya dan hikmah-hikmahnya dan itu semua merujuk

kepada ilmu bahasa, nahwu dan shorof, ilmu bayan, ushul fiqh, dan qira‟at.

Seorang ahli tafsir juga membutuhkan pengetahuan terhadap asbabunnuzul,

nasikh dan mansukh.41

Menurut Fahd al-Rumi "tafsir ilmi" yaitu: Ijtihad seorang mufassir

dalam menemukan hubungan antara ayat-ayat kauniyah al-Qur‟ān dengan

penemuan ilmu-ilmu eksperimen yang bertujuan untuk mengungkapkan

kemukjizatan al-Qur‟ān sebagai sumber ilmu yang sesuai dan sejalan di setiap

waktu dan tempat.42

Menurut Muhammad Husayn al-Dzahabbi tafsir ilmi ialah penafsiran al-

Qur‟ān yang pembahasannya lebih menggunakan pendekatan istilah-istilah ilmiah

dalam mengungkapkan al-Qur‟ān dan seberapa dapat berusaha melahirkan

40 Mochammad Nor Ichwan, Tafsir „Ilmi; Memahami Al-Qur‟an Melalui Pendekatan Sains

Modern, (Yogyakartra: Menara Kudus Jogja, 2004), hal. 127. 41 Muhammad ibn „abd Allah al-Zarkasyi, Al-Burhan fi Ulum al-Qur‟an, juz 1 (Bairut: Dar al-

Ma‟rifah, 1391 H), hal. 13. 42 Udi Yuliarto, “Al-Tafsir Al-„Ilmi Antara Pengakuan dan Penolakan”, Jurnal Khatulistiwa. Vol.1,

No.1 (2011), hal. 36.

Page 34: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

19

berbagai cabang ilmu pengetahuan yang berbeda dan melibatkan pemikiran

filsafat.43

Dari beberapa perbedaan pendapat dari para mufassir dapat disimpulkan

bahwa pengertian tafsir ilmi adalah upaya menafsirkan ayat-ayat al-Qur‟ān yang

dikorelasikan dengan ilmu-ilmu pengetahuan atau dapat dibuktikan dengan

bereksperimen guna membuktikan kemukjizatan al-Qur‟ān.

Corak penafsiran ilmiah ini telah lama dikenal. Benihnya bermula

pada masa dinasti Abbasyiah, khususnya pada masa pemerintahan khalifah

al-Ma‟mun (w. 853 M), akibat penerjemahan kitab-kitab ilmiah. Namun,

kemungkinan tokoh yang paling gigih mendukung ide tersebut adalah al-Ghazali

(w. 1059-1111 M) yang secara panjang lebar dalam kitabnya Ihya „Ulumud

Din dan Jawahirul Qur‟an. Sehingga al-Ghazali dianggap sebagai perintis tafsir

ilmi. Selanjutnya Fakhruddin ar-Razi sebagai pelopor aliran corak tafsir ilmi

karena sering menggunakan pengetahuan ilmiah pada zamannya dalam karya

tafsirnya Mafatihul Ghaib.44

C. Sejarah Perkembangan Tafsir Ilmi

Perkembangan kehidupan manusia mempunyai pengaruh terhadap

perkembangan akal pikirannya dan ini juga berpengaruh dalam pengertian ayat-

ayat al-Qur‟ān. Pada abad pertama Islam para ulama sangat berhati-hati dalam

menafsirkan ayat-ayat al-Qur‟ān, bahkan diantara mereka tidak memberikan

jawaban apapun atas pertanyaan mengenai pengertian satu ayat. Pada abad-

abad berikutnya, berpendapat bahwa setiap orang boleh menafsirkan ayat al-

Qur‟ān selama ia memiliki syarat-syarat tertentu seperti pengetahuan bahasa

yang cukup dan lain sebagainya.45

Corak penafsiran ilmiah ini telah lama dikenal. Benihnya bermula pada

Dinasti Abbasiyah, khususnya pada masa pemerintahan Khalifah al-Ma‟mun

(w.853 M), pada masa pemerintahan al-Ma‟mun ini muncul gerakan

43 Muhammad Amin Suma, “Ulumul Qur‟an”, (Jakarta: Rajawali Pres, 2014), hal. 396. 44 M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur‟an, Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan

Masyarakat, (Bandung: Penerbit Mizan, 2007), hal.101. 45 M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur‟an, Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan

Masyarakat, (Bandung,Penerbit Mizan, 1999), hal. 46

Page 35: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

20

penerjemahan kitab-kitab ilmiah dan mulailah masa pembukuan ilmu-ilmu agama

dan science serta klasifikasi, pembagian dan bab-bab dan sistematikanya.46

Terlebih lagi pada masa Khalifah al-Ma‟mun dengan adanya kegiatan

penerjemahan besar-besaran terhadap karya-karya para ilmuan dan filosof Yunani

kedalam bahasa Arab. Maka, sejak itulah umat Islam mulai banyak bersentuhan

dengan teori-teori ilmiah para ilmuan dan filosof Yunani. Mereka mulai

melakukan penafsiran ayat-ayat al-Qur‟ān dengan pendekatan teori-teori ilmiah

dan pemikiran-pemikiran filsafat sehingga tafsiran mereka lebih terkesan banyak

berbicara mengenai ilmu dan filsafat dari pada tafsir itu sendiri.

Penafsiran ilmiah ini menjadi marak dan mengalami puncaknya pada akhir

abad ke-19 M sampai sekarang. Akan tetapi, hal yang kurang menggembirakan

tentunya adalah dari faktor penyebab maraknya penafsiran ilmiah pada saat itu,

yaitu adanya inferiority complex (rasa kurang percaya diri) sebagai umat Islam

ketika berhadapan dengan berbagai kemajuan yang telah dicapai Barat dan di saat

umat Islam sendiri mengalami kemunduran. Sehingga, setiap kali ada teori-teori

atau penemuan-penemuan baru didunia keilmu pengetahuan, mereka mengatakan

bahwa al-Qur‟ān pun telah berbicara mengenai hal tersebut. Mereka kemudian

berusaha mencari ayat-ayat al-Qur‟ān yang sesuai dengan penemuan-penemuan

ilmiah tersebut.47

Al-Qur‟ān menurut pandangan para pendukung corak penafsiran ilmiah

mengandung seluruh ilmu pengetahuan baik yang sudah ada maupun yang belum

dan akan ada. Al-Qur‟ān menurut mereka disamping mencakup urusan aqidah,

ibadah, norma-norma perilaku dan akhlak, tasyri‟ (hukum) muamalah juga

mengandung ilmu-ilmu keduniaan (ilmu-ilmu pengetahuan).

Orang yang pertama kali mendorong dan mempunyai andil besar dalam

meletakkan dasar-dasar yang memunculkan model penafsiran ilmiah al-Qur‟ān ini

adalah al-Imam al-Ghazali (w. 505 H/ 1109 M). Didalam kitabnya Ihya „Ulum al-

Din al-Ghazali telah mengutip pendapat Ibnu Mas‟ud yang mengatakan, “barang

46

M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur‟an, Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan

Masyarakat, (Bandung,Penerbit Mizan, 1999), hal. 154. 47 Ibid., Membumikan al-Qur‟an, Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyaraka... hal.

52-53.

Page 36: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

21

siapa yang menghendaki ilmunya orang-orang dulu dan nanti hendaknya

mendalami al-Qur‟ān.”48

Bahkan di dalam kitab Jawahir al-Qur‟an ia

menerangkan pada bab tersendiri bahwa seluruh cabang ilmu pengetahuan baik

yang terdahulu maupun yang kemudian, yang telah diketahui ataupun belum,

semua bersumber dari al-Qur‟ān.49

Alasan penting lainnya yang mendorong mereka untuk menafsirkan al-

Qur‟ān dengan corak ilmiah ini adalah bahwa perintah untuk menggali

pengetahuan berkenaan dengan tanda-tanda (ayat-ayat) Allah pada alam semesta

ini memang banyak ditemui di dalam al-Qur‟ān. Tanda-tanda kebesaran Allah ada

yang berupa ayat-ayat Qur‟aniyah ada yang berupa ayat-ayat kauniyyah.50

Jika

upaya al-Ghazali ini kita anggap sebagai langkah pertama bagi kemunculan

penafsiran ilmiah, tidak diragukan lagi al-Ghazali sendiri belum berhasil

merealisasikan metode tersebut, setelah satu abad berlalu barulah Fakhrurrazi

didalam Mafatih al-Ghaibnya berhasil merealisasikan metode penafsiran yang

penah menjadi percikan pemikiran al-Ghazali itu.

Pasca masa Fakhrurrazi, terdensi penafsiran ilmiah ini diteruskan dan

menghasilkan buku-buku tafsir yang sedikit banyak terpengaruh oleh teori

penafsiran Fakhrurrazi dalam ruang lingkup yang terbatas. Diantaranya adalah:

Ghara‟ib Al-Qur‟ān wa Ragha‟ib al-Furqan karya An-Nasyaburi (W. 728 H),

Anwar at-Tanzil wa Asrar at-Ta‟wil karya Al-Baidhawi (W. 791 H), dan Ruh al-

Ma‟ani fa Tafsir Al-Qur‟ān al-Adzim wa sab‟al-Matsani karya Al-Alusi (W. 1217

H).51

Melalui buku-buku tafsir itu, para pengarangnya telah melakukan

penafsiran saintis atas ayat-ayat al-Qur‟ān. Selain mereka, terdapat beberapa

mufassir lagi, seperti Ibn Abul fadhl al-Marasi (W.655 H), Badruddin az-Zarkasyi

(W.784 H), dan Jalaluddin as-Suyuthi (W. 911 H). Yang termasuk kedalam

golongan mufassir yang memiliki tendensi penafsiran saintis. Meskipun demikian,

48 Muhammad Husayn Al-Dzahaby, Al-Tafsir wa al-Mufassir un, Cet. VI (Kairo: Maktabah

Wahbah, 1995), hal. 511. 49 M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur‟an..., hal.101. 50 Ahmad Fuad Pasya, Dimensi Sains al-Qur‟an, terj. Muhammad Arifin, Cet. I (Solo: Tiga

Serangkai, 2004), hal. 23 51 Rubini, “Tafsir Ilmi”, Jurnal Komunikasi dan Pendidikan Islam, Volume 5, Nomor 2, Desember

2016, hal. 96

Page 37: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

22

sebenarnya para mufassir ini tidak dapat dimasukkan kedalam kategori mufassirin

yang memiliki aliran saintis dalam menafsirkan al-Qur‟ān, karena mereka hanya

mengklaim bahwa al-Qur‟ān memuat semua jenis dan disiplin ilmu pengetahuan,

dan hanya klaim ini tidak dapat dijadikan bukti bahwa mereka memiliki tendensi

penafsiran saintis. Sebelum merekapun, sebagian sahabat telah memiliki klaim

yang serupa dan hingga kini tak seorangpun yang berani memasukkan para

pengarang tersebut ke dalam kategori mufassirin yang memiliki tendensi

penafsiran saintis.

Pasca periode tafsir Ruh al-Ma‟an pada permulaan abad ke-4 Hijriah,

metode penafsiran saintis mengalami kemajuan yang pesat. Tercatat, para

mufassir seperti: Muhammad bin ahmad al-Iskandarani (W. 1306 H), dalam

Kasyf al-Asrar an-Nuraniyah al-Qur‟aniyah-nya, Al-Kawakibi (W. 1320 H),

dalam Thaba‟i al-Istibdad wa Mashari al-Isti‟bad-nya, Muhammad Abduh

(W.1325 H) dalam Tafsir Juz‟Amma-nya, dan Ath-Thanthawi (W.1358 H) dalam

Jawahir al-Qur‟ān-nya, masing-masing menafsirkan ayat-ayat al-Qur‟ān secara

saintis. Contoh penafsiran saintis al-Qur‟ān yang paling tampak jelas adalah buku

tafsir al-Iskandarani dan ath-Thantawi dimana dengan sedikit perbedaan, mereka

telah berusaha untuk memahami ayat-ayat al-Qur‟ān melalui ilmu pengetahuan

empiris (tajribi) dan penemuan-penemuan manusia.

Pemikiran penafsiran secara ilmiah mengalami perkembangan yang lebih

pesat sampai sekarang ini, sehingga memberi dorongan yang cukup besar bagi

para ilmuan untuk menulis buku tafsir yang didasarkan atas pemikiran ilmiah

secara tematik.52

Menurut Dr. Abdul Mustaqim munculnya tafsir ilmi ini karena dua faktor

yaitu : Pertama, faktor internal yang terdapat dalam teks al-Qur‟ān , dimana

sebagian ayat-ayatnya sangat menganjurkan manusia untuk selalu melakukan

penelitian dan pengamatan terhadap ayat-ayat kauniyah atau ayat-ayat kosmoslogi

yang terdapat pada QS. al-Ghasyiah: 17-20 yang berbunyi:

52 Hassan Ibrahim Hassan, Sejarah dan Kebudayaan Islam. (Yogyakarta: Kota Kembang, 1989),

hal. 136-140

Page 38: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

23

“Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan,

Dan langit, bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gunung bagaimana ia

ditegakkan? Dan bumi bagaimana ia dihamparkan?”53

Ayat 17-20 perintah Allah kepada manusia untuk bertafakur tentang alam

semesta baik secara material maupun secara spiritual. Bukankan Allah SWT

menciptakan semua kejadian itu tidak sia-sia, melainkan ada rahasia yang ada di

baliknya sebagai bukti atas kekuasaan Allah yang maha kuasa atas segala sesuatu

dan sebagai dalil rububiah ilahiyah Allah azza wajalla.

Tak dapat diragukan lagi, bahwa kebangkitan kembali ilmu pengetahuan

yang timbul di dunia barat adalah berkat pengamatan yang cermat serta

eksperimen terhadap gejala-gejala yang terdapat pada alam semesta. Sekalipun

kita tidak dapat mengakui orientasi mutlak dari hukum-hukum demikian itu,

namun kita membenarkan bahwa hukum-hukum tersebut memberikan otentisitas

dan ketetapan maksimum yang mungkin diperoleh. Hukum-hukum ini secara

berangsur-angsur bergerak menuju kesempurnaan sesuai dengan kemajuan ilmu

pengetahuan.

Kedua, faktor eksternal yakni adanya perkembangan dunia ilmu

pengetahuan dan sains modern. Dengan ditemukannya teori-teori ilmu

pengetahuan, para ilmuan muslim berusaha untuk melakukan kompromi antara al-

Qur‟ān dan sains dan mencari Justifikasi teologis terhadap sebuah teori ilmiah.

Mereka juga ingin membuktikan kebenaran al-Qur‟ān secara ilmiah-empiris, tidak

hanya secara teologis-normatif.54

53

Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-Qur‟an, Al-Qur‟an dan Terjemahnya (Semarang: Karya

Toha Putra Semarang, 2002), hal. 592. 54 Abdul Mustaqim, “Kontroversi Tentang Tafsir Ilmi”. Jurnal ilmu-ilmu al-Qur‟an dan Tafsir,

hal. 5-6

Page 39: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

24

D. Sistematika Metode Tafsir Ilmi

Sistematika metode tafsir ayat-ayat sains pada teks al-Qur‟ān (al-

Manhaj fit tafsiril „Ilmi) sebagai berikut: pertama, konsepsi metode tafsir

Ilmi, kedua, metode-metode tafsir Ilmi, dan ketiga, prinsip-prinsip analisis

tafsir Ilmi. Adapun hubungan ketiga begian dari sistematika metode tafsir Ilmi

ini adalah: pertama: konsepsi dan prinsip: konsepsi adalah syarat, sedang

prinsip merupakan rukunnya. Kedua, konsepsi dan metode: konsepsi

merupakan teori dan kriteria, sedang metode adalah praktik dari teori dan

kriteria tersebut. Ketiga, prinsip dan metode, prinsip adalah rambu-rambu,

sedang metode merupakan jalur yang tidak boleh menyalahi dari rambu-rambu

yang telah ditetapkan.55

Adapun konsepsi metode tafsir Ilmi yang perlu diperhatikan di dalam

tafsir (al-Manhaj fit tafsiril „Ilmi) untuk mengungkap penjelasan, perincian,

kemukjizatan, atau isyarat penemuan ilmiah tentang segala macam bentuk ilmu

pengetahuan terkait dengan ilmu pengetahuan dan maslahat untuk kehidupan umat

manusia dengan tetap berpegang dengan mengacu kepada nilai-nilai kebenaran

eksak dan absolut al-Qur‟ān sebagai teks universal. Untuk mengaplikasikan

metode tafsir Ilmi atau ayat-ayat sains, mufasir dituntut untuk berpegang

pada dua paradigma sekaligus yaitu paradigma tafsir al-Qur‟ān (dalam ilmu ini

tafsir al-Qur‟ān), dan paradigma ilmu pengetahuan.

Paradigma Tafsir al-Qur‟ān (Paradigm of Qur‟anic Exegesis) Untuk

melakukan penafsiran ayat-ayat sains, bagi setiap mufassir dituntut berpegang

pada adab dalam menafsirkan al-Qur‟ān seperti: Memiliki niat dan perilaku yang

baik, berlaku jujur dan teliti dalam penukilan, bersikap Independen,

mempersiapkan dan menempuh langkah-langkah penafsiran secara sistematis,

baik dan benar. Selain itu, mufassir juga dituntut memenuhi kualifikasi

persyaratan dalam menafsirkan al-Qur‟ān, seperti halnya: meyakini kebenaran

teks al-Qur‟ān, mendahulukan penafsiran tafsir bil ma‟tsur dan seterusnya,

memiliki kapabilitas ilmu-ilmu yang berkaitan dengan tafsir yang memadai.

55 Andi Rosadisastra, Metode Tafsir Ayat-Ayat Sains dan Sosial, (Jakarta: Amzah, 2007), hal.

46.

Page 40: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

25

Sedangkan Paradigma Ilmu Pengetahuan (Paradigm of Scientific

Knowledge), seorang mufassir yang hendak melakukan penafsiran ilmu

pengetahuan melalui teks al-Qur‟ān terlebih dahulu harus mengetahui

pengetahuan yang didasarkan pada tiga komponen pokok hakikat ilmu

pengetahuan, yakni: Pertama, ontology ilmu pengetahuan adalah dasar untuk

mempelajari objek-objek empiris yang bertujuan untuk memeras hakekat

objek empiris tertentu, untuk mendapatkan sari yang berupa pengetahuan

mengenai objek itu.56

Kedua, epistemologi ilmu pengetahuan atau teori ilmu

pengetahuan, secara garis besar terbagi atas: teori mengenai metode atau dasar-

dasar untuk memperoleh ilmu pengetahuan.57

Ketiga, aksiologi ilmu

pengetahuan adalah nilai ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia, netralitas

seorang ilmuwan dalam sudut pandang aksiologis terletak pada dasar

epistemologinya saja: jika hitam katakan hitam, jika putih katakan putih tanpa

berpihak kepada siapapun selain kepada kebenaran yang nyata.58

Ketiga

komponen tersebut merupakan kategori dari hakikat ilmu pengetahuan.

Selanjutnya, dalam metode-metode analisis tafsir ilmi diperlukan beberapa

metode atau aturan-aturan yang menjadi dasar bagi penafsiran ilmiah al-Qur‟ān.

Sehingga, dalam proses penafsiran yang bercorak tersebut tidak mengalami

kesalahan yang signifikan, sebagaimana yang terjadi pada Bangsa Eropa

terhadap penafsiran kitab sucinya yang ternyata bertentangan dengan

penemuan ilmiah.

Pertama, Kaidah kebahasaan. Kaidah kebahasaan ini merupakan syarat

mutlak untuk memahami al-Qur‟ān. Oleh karena al-Qur‟ān di wahyukan

dengan menggunakan bahasa Arab, maka secara inheren seorang mufasir

harus memahami ilmu bahasa al-Qur‟ān, baik yang terkait dengan ilmu

I‟rab, nahwu, tashrif, ilmu etimologi, dan tiga cabang ilmu balaghah yang

terdiri dari ilmu bayan, ma‟ani, dan ilmu badi‟. Sehubungan dengan tafsir

ilmiah ini, hendaknya seorang mufasir tidak menyalahi atau menyimpang

56 Ibid., Metode Tafsir Ayat-Ayat Sains dan Sosial...hal. 97. 57 Ibid., Metode Tafsir Ayat-Ayat Sains dan Sosial...hal. 99. 58 Ibid., Metode Tafsir Ayat-Ayat Sains dan Sosial...hal. 111.

Page 41: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

26

dari kaidah-kaidah kebahasaan dan ilmu pengetahuan yang sudah jelas

ditetapkan dalam kitab-kitab tafsir dan kamus-kamus bahasa.

Di samping itu, perlunya untuk memperhatikan dan mempertimbangkan

tentang perkembangan arti dari suatu kata sesuai dengan pandangan

perkembangan masyarakat. Kaidah kebahasaan ini menjadi penting, karena ada

sebagian orang yang berusaha memberikan legitimasi dari ayat-ayat al-Qur‟ān

terhadap penemuan ilmiah dengan mengabaikan kaidah kebahasaan ini. Oleh

karena itu, kaidah kebahasaan ini tetap menjadi prioritas utama ketika seseorang

hendak menafsirkan al-Qur‟ān dengan cara dan pendekatan apapun yang

digunakannya.59

Kedua, Memperhatikan korelasi ayat (Munasabah Ayat) Dalam kaidah

tafsir ilmi, di samping harus memperhatikan kaidah kebahasaan, ia juga dituntut

untuk memperhatikan korelasi ayat, baik sebelum maupun sesudahnya. Mufassir

yang tidak mengindahkan aspek ini tidak menutup kemungkinan akan tersesat

dalam memberikan pemaknaan terhadap al-Qur‟ān. Sebab, penyusunan ayat-

ayat al-Qur‟ān tidak didasarkan pada kronologis masa turunnya, melainkan

didasarkan pada korelasi makna ayat-ayatnya, sehingga kandungan ayat

terdahulu selalu berkaitan dengan kandungan ayat sesudahnya.60

Ketiga, berdasarkan pada fakta ilmiah yang telah mapan. al-Qur‟ān

memiliki kebenaran mutlak, maka ia tidak dapat disejajarkan dengan teori-

teori ilmu pengetahuan yang bersifat relative. Ciri khas dari ilmu

pengetahuan sendiri adalah tidak pernah mengenal kata kekal. Artinya, apa

yang dianggap salah pada masa silam dapat dibuktikan dengan kebenarannya pada

masa datang. Demikian juga sebaliknya, yang dianggap benar pada masa

silam dapat disalahkan untuk masa yang akan datang. Sehingga, tidak

mengherankan jika kemudian banyak ulama yang mengecam dan menolak

paradigma ilmiah dalam penafsiran al-Qur‟ān. Sebab teori-teori ilmiah

sekalipun dianggap suatu kebenaran, pada hakikatnya adalah relative dan

59 Mochammad Nor Ichwan, Tafsir „Ilmiy; Memahami Al-Qur‟an Melalui Pendekatan Sains

Modern, (Yogyakartra: Menara Kudus Jogja, 2004), hal. 161. 60 Ibid., Tafsir „Ilmiy; Memahami Al-Qur‟an Melalui Pendekatan Sains Modern...hal. 163.

Page 42: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

27

nisbi. Tentang relativitas kebenaran ilmiah itu sebagaimana diungkapkan oleh

Quraish Shihab sebagai berikut:

“Dari sinilah jelaslah bahwa ilmu pengetahuan hanya melihat dan

menilik, bukan menetapkan. Ia melukiskan fakta-fakta, objek-objek

dan fenomena-fenomena yang dilihat dengan mata seseorang ilmuwan

yang mempunyai sifat pelupa, keliru, dan atau pun tidak mengetahui.

Karenanya, jelas pulalah bahwa apa yang dikatakan orang sebagai

suatu yang benar (kebenaran ilmiah) sebenarnya hanya merupakan suatu

hal yang relative dan mengandung arti yang sangat terbatas. Kalau

demikian ini sifat dan ciri khas ilmu pengetahuan dan peraturannya,

maka dapatkah kita menguatkan ayat-ayat Tuhan yang bersifat absolut,

abadi, dan pasti benar. Relakah kita mengubah arti ayat-ayat al-Qur‟ān

sesuai dengan perubahan atau teori ilmiah yang tidak atau belum mapan

itu?”

Pada kesempatan lain, Quraish Shihab dalam karyanya yang sama

juga tidak diperbolehkan menggunakan teori ilmiah yang belum mapan

sebagai penafsiran atas ayat-ayat al-Qur‟ān. Mengenai hal ini, Beliau menulis

sebagai berkut:

“Pemakaian teori ilmiah yang belum mapan dalam penafsiran ayat-

ayat al-Qur‟ān, harus dibatasi. karena hal ini akan mengakibatkan

bahaya yang tidak kecil, sebagaimana yang pernah dialami oleh

bangsa Eropa terhadap penafsiran kitab Suci yang kemudian terbukti

bertentangan dengan hasil-hasil penemuan ilmiah sejati”

Oleh Karena itu, seorang mufassir hendaknya tidak memberikan

pemaknaan terhadap teks-teks al-Qur‟ān kecuali dengan hakikat-hakikat atau

kenyataan-kenyataan ilmiah yang telah mapan dan sampai pada standar tidak

ada penolakan atau perubahan pada pernyataan ilmiah.61

Keempat, Pendekatan Tematik (Manhaj Mauḍu‟i) Corak tafsir ilmi ini

pada awalnya adalah bagian dari metode tafsir tahlili. Konsekuensinya adalah

kajian tafsir ilmi ini pembahasannya lebih bersifat parsial dan tidak mampu

memberikan pemahaman yang utuh tentang suatu tema tertentu. Akibatnya,

pemaknaan suatu teks yang semula diharapkan mampu memberikan pemahaman

yang konseptual tentang suatu persoalan, tetapi justru sebaliknya. Oleh

61 Ibid., Tafsir „Ilmiy; Memahami Al-Qur‟an Melalui Pendekatan Sains Modern...hal. 169.

Page 43: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

28

Karena itu, paradigma tafsir ilmiah ini harus menjadi bagian dan dalam

pembahasannya harus menggunakan metode tafsir tematik. Yang

pembahasannya sama dengan kaidah-kaidah pembahasan tafsir tematik.62

Adapun langkah-langkah yang hendak ditempuh untuk menyusun satu

karya berdasarkan metode tersebut:

1. Menetapkan masalah yang akan dibahas

2. Menghimpun dan menetapkan ayat-ayat yang menyangkut masalah

tersebut.

3. Menyusun ayat sesuai dengan masa turunnya, atau perincian masalahnya,

dengan memisahkan antara periode Mekkah dan Madinah.

4. Memahami korelasi ayat-ayat dalam surah-surahnya.

5. Melengkapi pembahasan dengan hadits-hadits yang menyangkut masalah

yang dibahas.

6. Menyusun pembahasan dalam satu kerangka yang sempurna.

7. Mempelajari semua ayat-ayat yang sama pengertiannya, atau

mengkompromikan antara „am (umum) dan Khas (khusus), mutlaq dan

muqayyad atau yang kelihatannya bertentangan sehingga kesemuanya

bertemu dalam satu muara tanpa perbedaan atau pemaksaan dalam

penafsiran.

8. Menyusun kesimpulan-kesimpulan yang menggambarkan jawaban Al-

Qur‟an terhadap masalah yang dibahas.63

Setelah dijelaskan sebelumnya, konsepsi dan metode tafsir ilmi atau

ayat-ayat sains, selanjutnya perlu adanya batasan-batasan atau rambu-rambu yang

kemudian disebut juga dengan prinsip-prinsip tafsir Ilmi. Karena menganalisis

teks wahyu tentu saja akan berbeda dengan teks lainnya. wahyu dipandang

sebagai teks yang syarat dengan makna dan penafsirannya dipandang relevan

dengan sesuai dengan segala kondisi, baik objek, zaman, atau tempat di mana

mufassir itu berada.

62 Ibid., Tafsir „Ilmiy; Memahami Al-Qur‟an Melalui Pendekatan Sains Modern...hal. 171. 63 Abd Al-Hayy Al-Farmawi, (Terj. Suryan A. Jamrah), Metode Tafsir Maudhu‟i, (Jakarta:PT

Raja Grafindo, 1996), hal. 46.

Page 44: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

29

Adapun beberapa prinsip dimaksud yang harus diterapkan oleh para

aktivis tafsir ilmi dalam melakukan analisis terhadap ayat al-Qur‟ān adalah

sebagai berikut:

1. Prinsip keesaan Allah dalam alam: menyadari bahwa Tuhan tak terbatas dalam

segala hal dan ia melingkupi semua realitas alam. Sehingga, alam adalah

sebuah keteraturan, kesatuan, dan koordinasi yang padu dan sistematis.64

2. Keyakinan terhadap dunia eksternal: memahami adanya realitas-realitas

lain yang berbeda dan tak bergantung dari pikiran kita.

3. Keyakinan terhadap realitas sufrafisik dan keterbatasan pengetahuan

manusia.

4. Memahami filsafat ilmu terkait atas pembahasan yang sedang diteliti.

5. Isyarat-isyarat ilmiah yang terdapat pada ayat al-Qur‟ān tidak termasuk

untuk ayat yang berbicara secara langsung tentang akidah/teologi.

6. Ayat-ayat ilmu pengetahuan yang terdapat dalam al-Qur‟ān bertujuan

supaya umat manusia dapat mempercayai adanya Allah dan hendaknya

para mufassir menentukan tema-tema tertentu yang dihubungkan dengan

fenomena atau tema lain yang masih bersifat kauniyyah. Sehingga

diperoleh pembahasan yang komprehensif, sesuai dengan bidang yang

terkait.

7. Isyarat ilmiah dalam al-Qur‟ān bersifat umum dan universal.

8. Jika terjadi pertentangan antara dilalah nash yang pasti dengan teori

ilmiah, maka teori ini harus ditolak, Karena nash adalah wahyu dari Tuhan

yang ilmunya mencakup segala sesuatu.

9. Mufassir tafsir ilmi tidak menjadikan penafsiran yang dikemukakannya

sebagai ajaran Aqidah Quraniyah (teologi) dan tidak bertentangan dengan

prinsip atau ketentuan kaidah kebahasaan.

10. Mengaktifkan rasio dan kemampuan dibidang spesialisasi ilmu yang

dimilikinya atau yang akan ditafsirkannya guna mengetahui watak

(thabiat) hubungan yang seimbang antara ayat al-Qur‟ān dengan premis-

64

Andi Rosadisastra, Metode Tafsir Ayat-Ayat Sains dan Sosial, (Jakarta: Amzah, 2007), hal.

146.

Page 45: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

30

premis ilmiah demi mencari faedah atau manfaat dari corak atau

orientasi baru dalam dunia tafsir al-Qur‟ān.65

11. Menyeimbangkan antara bidang spesialisasi ilmu yang dimilikinya

dengan kemampuan dirinya dalam menafsirkan atau menjelaskan makna

ayat yang memungkinkannya untuk menyingkap petunjuk yang dimaksud

oleh ayat al-Qur‟ān dengan berpegang teguh pada esensi, substansi, dan

eksistansi al-Qur‟ān.

12. Landasan penafsiran tafsir ayat-ayat sains dan sosial secara berurut

adalah al-Qur‟ān sebagai sumber pokok dan utama, kemudian hadits-

hadits nabi Muhammad SAW.

13. Memanfaatkan hakikat ilmiah yang fleksibel dengan indikasi adanya

universalisme dan kontinuitas tanpa henti. Jadi, jika berubah hakikat ilmiah

serta berganti tali peradabannya, maka ajakan al-Qur‟ān adalah melanjutkan

peradaban itu supaya setiap generasi mampu berbicara sesuai dengan

perubahan fenomena baru melalui perubahan tali peradabannya.66

E. Pro Kontra Tafsir Ilmi

Melihat perkembangan penafsiran dengan corak Ilmi yang berkembang

pesat di dunia keilmuan, tentu tidak luput dari berbagai polemik yang

mewarnainya, seperti halnya pro dan kontra didalamnya. Adapun ulama yang

mendukung tafsir ilmi sebagai berikut:

Imam al-Ghazali (w. 505 H) yang mendorong penulisan tafsir ilmi,

yaitu tafsir yang berupaya memahami kitab suci al-Qur‟ān secara ilmiah dan

rasional. Hal itu diutarakannya dalam kitab Jawahirul Qur‟ān yang

menyebutkan bahwa penafsiran beberapa ayat al-Qur‟ān perlu menggunakan

beberapa disiplin ilmu, seperti: astronomi, perbintangan, kedokteran dan lain

sebagainya. Dalam kitab Ihya „Ulumud Din, Beliau mengutip Ibnu Mas‟ud

yang mengatakan: “Jika kita ingin mengetahui ilmu para ilmuwan zaman dahulu

dan zaman kini, kita harus merenungi isi Al-Qur‟an”.

65

Ibid, Metode Tafsir Ayat-Ayat Sains dan Sosial,... hal. 146-157. 66 Ibid, Metode Tafsir Ayat-Ayat Sains dan Sosial,... hal. 146-157.

Page 46: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

31

Meskipun demikian, Imam al-Ghazali tidak berhasil merealisasikan

pokok-pokok pemikirannya tentang tafsir ilmi. Cita-cita itu baru terealisasi satu

abad kemudian oleh Imam Fakhrudin al-Razi (w. 606. H) dalam bukunya

Mafatihul Ghaib.67

Fakhrudin al-Razi telah menerapkan ilmu pengetahuan yang

bercorak saintis dan pemikiran, untuk memahami ayat-ayat al-Qur‟ān.

Sehingga ada sebagian ulama yang berkomentar “ Fakhruddin ar-Razi telah

memaparkan segala hal dalam kitab tafsirnya, kecuali kitab tafsir itu sendiri”.68

Selanjutnya, Ahmad Syirbasi mengutip pernyataan Ar-Rifa‟i mengenai

tafsir ilmi bahwa sekalipun al-Qur‟ān gayanya berupa isyarat ilmiah yang

sepintas, namun kebenarannya selalu dapat dibuktikan oleh ilmu pengetahuan

modern. Ayat-ayat al-Qur‟ān senantiasa membuka diri bagi akal pikiran dan

memberikan pengertian yang benar mengenai apa saja. Kenyataan

membuktikan bahwa semakin maju akal pikiran manusia maka semakin banyak

bidang ilmu pengetahuan yang dikuasai serta tambahan pula dengan

mendesaknya kebutuhan untuk menemukan berbagai hal yang baru serta semakin

sempurnanya peralatan yang diperlukan untuk mengadakan penelitian semua

isyarat al-Qur‟ān semakin muncul kebenarannya.69

Masih banyak rujukan tokoh lainnya yang diklaim mereka sebagai

pendukung jenis tafsir ini. Pokok pemikiran itu dapat dilacak pada kitab-kitab

yang ditulis oleh para ulama seperti: kitab Wa Rāghāibul Furqān, karya

Nidham ad-Din al-Qummi an-Naisaburi (w. 728. H) al-Burhān fī „Ulūmil Qur‟ān,

karya Az-Zarkasyi (w. 794. H) Anwārut Tanzīl wa Asrārut Ta‟wīl, karya al-

Baidhawi (w. 791. H) dan Rūhul Ma‟ani fī Tafsīril Qur‟ānil Aẓīm wa Sab‟ul

Matsāni karya Mahmud Syukri al-Alusi ( w. 1217. H). Jawāhir fi Tafsīr

Qur‟anil Karim, karya Thantawi Jauhari, dan lain-lain.70

67 Tim Tafsir Ilmiah Salman ITB, Tafsir Salman, (Bandung: Penerbit Mizan Pustaka 2014), hal.

24. 68 Hayyan al-Andalusi, Bahr al-Muhīth, (Beirut Libanon: Dārul Haya), juz. 1 hal. 341. 69 Rosihan Anwar, Pengantar Ulumul Qur‟an, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), hal. 284. 70 Abdul Majid Abdussalam Al-Mutasib (Terj. Moh. Maghfur Wachid), Visi dan Paradigma

Tafsir al-Qur‟an Kontemporer ,(Bangil: Al Izzah, 1997) hal. 246-278.

Page 47: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

32

a. Ulama yang Menolak Tafsir Ilmi

Ulama berbeda pendapat dalam menyikapi tafsir ilmu. Diantara mereka

ada yang sepakat, namun beberapa ada yang menolak. Diantara ulama yang

menolak tafsir ilmi yakni Abu Hayyan al-Andalusi. Dalam banyak

penafsirannya, beliau menyerang Fakhruddin ar-Razi terhadap tendensi ilmiah

dalam tafsirnya, serta menyuarakan bahwa visi dan paradigma yang disebutnya

berlebihan, terkontaminir, dan serampangan. Lebih jauh, Abu Hayyan

Andalusi mengatakan bahwa ar-Razi telah mengumpulkan banyak hal,

panjang lebar, yang sesungguhnya tidak dibutuhkan dalam tafsir dalam

bukunya. Karenanya, ada rumor dari beberapa ulama ekstrim bahwa ar-Razi

telah mengatakan segala hal dalam tafsirnya selain tafsir itu sendiri.

Asy-Syatibi berpendapat bahwa penafsiran yang telah dilakukan oleh

ulama salaf lebih dapat diakui kredibilitas dan kebenarannya.71

Dengan

demikian, ulama yang menolak tafsir Ilmi menyandarkan alasan bahwa ulama

terdahulu lebih mengetahui hakikat dan majaz al-Qur‟ān. Sementara itu, pada

zaman sekarang menafsirkan al-Qur‟ān dengan pendekatan apapun yang dasarnya

dapat diterima, selama alasannya dapat dibenarkan dan tidak menyimpang

dari nilai utama al-Qur‟ān sebagai hidayah dan rahmat bagi umat manusia dan

alam semesta.

Bantahan terhadap tafsir Ilmi juga pernah ditulis oleh Rasyid Ridha

dalam pengantar Tafsir al-Manar. Lebih lanjut dikemukakan oleh Dr.

Muhammad Husain Adz-Dzahabi dalam karyanya Al-Ittijihadul Munharifah fit

Tafsīril Qur‟ānil Karīm dengan mencoba melakukan penelitian terhadap

berbagai penyimpangan dalam kitab-kitab tafsir. Hasil penelitiannya

membuktikan bahwa dari sejumlah tafsir yang ada, sebagiannya telah

melakukan penyimpangan. Kitab tafsir yang dimaksudkannya adalah sebagian

kitab menggunakan orientasi historis, teologis, sufistik, linguistik, ilmiah, dan

modern.

71 Badri Khaeruman, Sejarah Perkembangan Tafsir Al-Qur‟an, (Bandung: Pustaka Setia, 2004),

hal. 113.

Page 48: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

33

Dijelaskan lebih lanjut mengenai berbagai hal yang dianggap sebagai

penyimpangan tafsir Ilmi yaitu para mufassir terlalu jauh memberikan

makna-makna yang tidak dikandung dan dimungkinkan oleh ayat dan

menghadapkan al-Qur‟ān kepada teori-teori ilmiah yang jelas–jelas terbukti

tidak benar setelah berpuluh-puluh tahun. Oleh karena itu, teori-teori tersebut

bersifat relative. Mereka berpendapat bahwa tidak perlu masuk jauh dalam

memahami dan menginterpretasikan ayat-ayat al-Qur‟ān, oleh karena ia tidak

tunduk kepada teori-teori itu, tidak perlu pula mengaitkan ayat-ayat al-Qur‟ān

dengan kebenaran-kebenaran ilmiah dan teori-teori alam. Bahkan mereka keliru

ketika memperlakukan al-Qur‟ān pada buku ilmu pengetahuan. Sehingga setiap

penemuan ilmu pengetahuan mereka cocok-cocokkan dengan istilah-istilah al-

Qur‟ān. Kendatipun demikian, harus melakukan penyimpangan-penyimpangan

makna.72

Tokoh lain yang menolak tafsir ilmi diantaranya adalah: Syeh

Mahmud Syaltut, Muhammad izzad Darwazat, Dr. Syaqi Dharif.73

b. Ulama yang Bersikap Moderat

Selain dua sikap yaitu pro dan kontra mengenai penafsiran dengan

corak Ilmi, ada diantaranya yang bersikap moderat. Mereka mengatakan:

“kita sangat perlu mengetahui cahaya-cahaya ilmu yang

mengungkapkan kepada kita hikmah-hikmah dan rahasia-rahasia yang

dikandung oleh ayat-ayat kauniyyah dan yang demikian itu tidak ada

salahnya, mengingat ayat-ayat itu tidak hanya dapat dipahami seperti

pemahaman bahasa Arab, oleh karena al-Qur‟ān diturunkan untuk

seluruh manusia. Masing-masing orang dapat menggali sesuatu dari

al-Qur‟ān sebatas kemampuan dan kebutuhannya sepanjang hal itu tidak

bertentangan dengan tujuan pokok al-Qur‟ān yaitu sebagai petunjuk.

Banyak hikmah di dalamnya yang jika digali oleh orang yang ahli

akan jelaslah rahasia-rahasianya, tampaklah cahaya dan mampu

menjelaskan rahasia kemukjizatannya.74

72 Ali Hasan Al-„Aridl, Sejarah dan Metodologi Tafsir, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994), hal.

65. 73 Abdul Majid Abdussalam Al-Mutasib, (Terj Moh. Maghfur Wachid), Visi dan Paradigma

Tafsir al-Qur‟an Kontemporer, (Bangil: Al Izzah, 1997), hal. 329. 74 Ali Hasan Al-„Aridl, Sejarah dan Metodologi Tafsir, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994), hal.

66.

Page 49: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

34

Dalam hal ini, menurut penulis, pandangan yang menyatakan moderat

lebih menitik beratkan pada pentingnya al-Qur‟ān yang berisi ilmu

pengetahuan di segala bidang, yang memang harus banyak dikaji dan diambil

hikmahnya bagi para pembacanya. Tetapi perlu diingat juga bagaimana

penafsiran ilmiah sesuai dengan kaidah-kaidah yang telah ditetapkan.

F. Tokoh-Tokoh Tafsir Ilmi dan Nama-Nama Kitabnya

Telah diungkapkan didalam sejarah munculnya tafsir „ilmi bahwa tokoh

yang paling gigih mendukung tafsir „ilmi adalah Al-Ghazali (1059-1111 M) yang

secara panjang lebar dalam kitabnya Ihya „Ulum al-Din dan Jawahir Al-Qur‟an

mengemukakan alasan-alasan untuk membuktikan pendapatnya itu. Al-Ghazali

mengatakan bahwa “segala macamilmu pengetahuan, baik yang terdahulu maupun

yang kemudian baik yang telah diketahui maupun yang belum diketahui, semua

bersumber dari Al-Qur‟an Al-Karim.75

Tokoh-tokoh kitab tafsir yang bercorak tafsir „ilmi diantaranya:

1. Fakhrudin Al-Razi dengan karyanya Tafsir al-Kabir / Mafatih Al-Ghayib.

2. Thanthawi Al-Jauhari dengan karyanya Al-Jawahir fi Tafsir al-Quran al-

Karim.

3. Hanafi Ahmad dengan karyanya Al-Tafsir al-„Ilmi li al-Ayat al-Kauniyah fi al-

Qur‟an

4. Abdullah Syahatah dengan karyanya Tafsir al-Ayat al-Kauniyah

5. Muhammad Syawqi dengan karyanya Al-Fajri Al-Isyarat Al-„Ilmiyah fi al-

Quran al-Karim.

6. Ahmad Bayquni dengan karyanya al-Qur‟ān Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Dan tokoh-tokoh pengarang kitab-kitab tafsir yang berusaha menafsirkan

ayat-ayat kauniyah dalam al-Qur‟ān misalnya:

1. Al-Allamah Wahid al-Din Khan dengan karya kitab tafsirnya al-Islam

Yatahadda

75 M.Quraish Shihab. Membumikan Al-Qur‟an, Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan

Masyarakat. (Bandung: PT Mizan Pustaka,1992), hal. 154

Page 50: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

35

2. Muhammad Ahmad Al-Ghamrawy dengan karya kitab tafsirnya Al-Islam fi

„Ashr al-„ilm

3. Jamal al-Din Al-Fandy dengan karya kitab tafsirnya al-Ghida‟ wa al-Dawa‟

4. Ustadz „Abd al-Razzaq Nawfal dengan kitab tafsirnya Al-Qur‟an wa al-„ilm

Hadits.76

Sedangkan menurut Abdul Majid Abdussalam al-Muntasib, tokoh-tokoh

penafsir ilmi kontemporer lainnya yaitu:

1. As-Syekh Muhammad Abduh.

2. Muhammad Jamaluddin al-Qasimi dalam Mahaasinu at-Ta‟wil.

3. Mahmud Syukri al-Aluusi dalam buku Maa Dalli „Alaihi al-Qur‟anu Mimmaa

ya‟dhidu al-Hai‟ata al-Jadiidata al-Qawiimatu al-Burhan (Dalil-dalil al-

Qur‟ān yang meneguhkan ilmu astronomi modern, dengan argumentasi kuat).

4. Abdul Hamid bin Badis dalam Tafsiru Ibni Badis fii Majaalisi at-Tadzkiiri

min Kalaami al-Hakimi al-Khabiir (Tafsir Ibnu Badis mengenai Firman Dzat

Yang Maha Bijak dan Maha Tahu dalam forum-forum kajian).

5. Musthafa Shadiq ar-Rafi‟i dalam bukunya I‟jaazu al-Qur‟ani wa Balaghtu an-

Nabawiyah (Mukjizat al-Qur‟an dan Balaghah Kenabian).77

76 Hassan Ibrahim Hassan. Sejarah dan Kebudayaan Islam. (Yogyakarta: Kota Kembang, 1989),

hal. 68 77 Ali Hasan Al-„Aridl. Sejarah dan Metodologi Tafsir, Terj. Ahmad Akram, cet. II (Jakarta :

Raja Grafindo Persada, 1994), hal. 62-63.

Page 51: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

36

BAB III

BIOGRAFI ZAGHLUL AL-NAJJAR DAN PENAFSIRAN PARA ULAMA

PADA QS. LUQMAN AYAT 19

A. Biografi Zaghlul al-Najjar

1. Riwayat Hidup Zaghlul al-Najjar

Prof. Dr. Zaghlūl al-Najjār memiliki nama lengkap Zaghlūl Raghib

Muhammad al-Najjār adalah pakar Geologi kelahiran Thanta, Mesir 17

November 1933. Beliau berasal dari keluarga muslim yang taat, kakeknya

menjadi imam tetap dimasjid kampungnya. Ayahnya adalah penghafal al-Qur‟ān.

Beliau sendiri telah menghatamkan hafalan al-Qur‟ānnya sebelum genap usia 10

tahun. Pada usia itulah Zaghlūl ikut ayahnya hijrah ke Cairo, dan masuk sekolah

dasar di ibukota Negara para Nabi itu.

Setelah dewasa, ia belajar di Fakultas Sains Jurusan Geologi, Cairo

University dan lulus pada 1955 dengan yudisium Summa Cum Laude, sebagai

lulusan terbaik ia meraih “Baraka Award” untuk kategori bidang Geologi. Ia

kemudian meraih gelar Ph.D bidang Geologi dari walles University of England

pada 1963. Pada 1972, ia dikukuhkan sebagai guru besar Geologi. Pada 2000-

2001 Zaghlūl terpilih sebagai Rektor Markfield Institute of Higher Education

England dan sejak tahun 2001 menjadi ketua Komisi Kemukjizatan Sains al-

Qur‟ān dan Sunnah di Supreme Cauncil of Islamic Affairs Mesir.

Dengan kepiawaiannya dibidang tafsir al-Qur‟ān berbasis sains, ia rutin

menulis artikel tetap rubric “Min Asrar al-Qur‟ān” (Rahasia al-Qur‟ān) setiap

Senin di harian Al-Ahram Mesir yang bertiras 3 juta eksemplar setiap harinya.

Hingga kini, telah dimuat lebih dari 250 artikelnya tentang kemukjizatan sains dan

Al-Qur‟an.78

78 Zaghlūl an-Najjār, (Terj, Yodi Indrayadi dkk,) Buku Induk Mukjizat Ilmiah Hadits Nabi (Jakarta:

Zaman, 2013), hal. 9-10.

Page 52: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

37

2. Karya-karya Zaghlūl al-Najjār

Zaghūl al-Najjār telah memiliki karya lebih dari 150 artikel dan lebih dari

50 buah buku yang meliputi berbagai kajian ilmu diantaranya ilmu saintifik Islam,

al-Qur‟ān sains, sains dalam sunah, i‟jaz „ilmi dan banyak lagi. Namun kajian

yang telah meningkatkan autoritas Zaghlūl sebagai pakar sains Islam pada abad

modern ini ialah kajian yang meliputi penemuan ilmiah dalam

menginterprestasikan ayat al-Qur‟ān. Kebanyakan karya yang telah berhasil

melalui kajian ini bukan saja ditulis dalam bahasa arab, bahkan juga diterbitkan

dalam bahasa Inggris dan Perancis. Diantara beberapa karya Zaghlūl al-Najjār:

a. Tafsīr Al-āyātul Kauniyyah fīl Qur‟ānil Karīm.

b. I‟jazul „Ilmy fīs Sunnah Nabawiyyah

c. Nazhārat fī „Azmati at-Ta‟līm al-Muashir wa Hululihal Islāmiyah.

d. Haqā'iq `Ilmiyah fil Qur'ānil Karim: Namāzij min Ishāratil Qur'āniyah

ilā` Ulumil Ard.

e. Qadiyyatul I‟jaz „Ilmi li al-Qur‟īnil Karīm wa Dawībitut Ta‟amul Ma‟aha.

f. Min Ayātil-`Ijaz `Ilmi al-Hayawan fīl Qur'ānil Karīm.

g. Min Ayātil-`Ijaz `Ilmi al-Sama' fīl Qur'ānil Karīm.79

Selain beberapa karya diatas, Zaghlūl juga pernah mendapatkan beberapa

anugrah dan jabatan yang disandangkan kepada dirinya. Diantaranya adalah

sebagai berikut:

a. Penasihat Pusat Kajian Robertson Britain (1963) dan Muzium Pembangunan

Islam Switzerland (2001).

b. Ahli dalam Journal of Foramimifeeral Research New York (1966) dan Journal

of African Earth Science (1981).

c. Penasehat bagi Majalah Muslim di Washington (1970), Penasehat Majalah

Islamic Sciences di India (1978), Penasehat Majalah al-Rayyan Qatar (1978).

d. Antara pengasas Jabatan Geologi University Malik Sa‟ud (1959) dan

University Kuwait (1967).

79

Ishak Sulaiman et.all, Metodologi Penulisan Zaghlul Al-Najjar Dalam Menganalisis Teks

Hadith Nabawi Melalui Data-Data Saintifik, (Malaysia: Akademi Pengajian Islam Universiti Malaya

Kuala Lumpur, 2001), hal. 280.

Page 53: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

38

e. Di antara penggasas al-Haiah al-„Alamiyyah lil I‟jaz al-Ilmi fil Qur‟anil Karim

dan as-Sunnatul Mutahharah di Makkah al-Mukarramah (1981).

f. Pengarah Komunitas Pengajian Tinggi Markfield Britain (2001). m. Pengurus

Badan „Ijaz Ilmi Qur‟an, Majlis Tertinggi Hal Ihwal Islam Mesir.

g. Profesor Geologi, King Fahd University of Petroleumm dan Minerals,

Dhahan, Saudi Arabia (1979-1996).

h. Profesor Geologi dan Chairman, Departemen of Geology, Qatar University,

Doha, Qatar (1978-1979).

Hasil usaha gigih Zaghlūl dalam menterjemahkan al-Qur‟ān dan hadits

melalui pendekatan saintifik membuahkan hasil sehingga Zaghlūl menerima

anugrah tertinggi dari kerajaan Sudan pada tahun 2005 dan anugerah sebagai ikon

islam di Dubai pada tahun 2006. Usaha dakwah beliau bukan hanya melalui

penulisan, Zaghlūl juga aktif menjadi pembicara seminar berkenaan dengan

kemukjizatan al-Qur‟ān dipenjuru dunia. Sebab ceramahnya itulah yang akhirnya

mendorong kalangan masyarakat yang menghadiri acara seminar Zaghlūl tersebut

memilih Islam sebagai panduan hidup.80

3. Deskripsi Kitab Tafsir Al-Āyātul Kauniyyah fil Qur’ānil Karim

Sejarah penulisan kitab Tafsir Al-āyātul Kauniyyah fil Qur‟ānil Karīm

tidak terlepas dari latar belakang pendidikan ditekuni mufassirnya sendiri.

Sebagaimana Zaghlūl al-Najjār, seorang yang ahli dalam bidang ilmu alam

terutama dalam bidang Geologi. Sehingga Zaghlūl memahami bahwa, di dalam

al-Qur‟ān terdapat ayat-ayat yang berisi tentang ajakan ilmiah yang berdiri di atas

prinsip pembebasan akal dari tahayul dan kemerdekaan berpikir. Al-Qur‟ān

menyuruh manusia untuk memperhatikan segala wilayah yang ada di bumi

dan pada diri mereka sendiri.

Menurut Zaghlūl al-Najjār, tidak kurang ada 1000 ayat yang secara tegas

(sharih) dan ratusan lainnya yang tidak langsung terkait dengan fenomena

alam semesta Selanjutnya, Zaghlūl berpendapat bahwa ayat–ayat kauniyyah

80 Ibid, Metodologi Penulisan Zaghlul Al-Najjar Dalam Menganalisis Teks Hadith Nabawi

Melalui Data-Data Saintifik,... hal. 280.

Page 54: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

39

itu tidak akan mungkin dapat kita pahami secara sempurna jika hanya

dipahami dari sudut pandang bahasa arab saja. Untuk mengetahui secara

sempurna, maka perlu mengetahui hakikatnya secara ilmiah.81

Sebagaimana yang telah Zaghlūl sampaikan pula dalam mukaddimahnya,

Zaghlūl berkeyakinan penuh bahwa al-Qur‟ān adalah kitab yang memiliki

mukjizat dari aspek bahasa dan sastranya, akidah-ibadah-akhlaknya (tasyri‟),

informasi kesejarahannya, dan tak kalah pentingnya adalah dari sudut aspek

isyarat ilmiahnya. Dimensi kemukjizatan yang disebut terakhir ini maksudnya

adalah keunggulan kitab ini yang memberikan informasi menakjubkan dan

akurat tentang hakikat alam semesta dan fenomenanya, di mana tidak

seorangpun manusia pada saat diturunkannya al-Qur‟ān dapat mengetahuinya

dan ilmu terapan belum sampai hakikat itu kecuali setelah berabad-abad turunnya

al-Qur‟ān.82

Dengan kepiawaiannya di bidang tafsir al-Qur'ān berbasis sains, ia rutin

menulis artikel tetap di rubrik "Min Asrari Qur'ān", (Rahasia Kemukjizatan al-

Qur'ān) setiap hari senin di Harian Al-Ahram Mesir yang berjumlah 3 juta

eksemplar setiap harinya. Hingga kini telah dimuat lebih dari 250 artikel

tentang kemukjizatan sains dalam al-Qur'ān, yang semua itu terangkum dalam

kitab Tafsir Al-āyātul Kauniyyah Fil Qur‟ānil Karīm.83

Dari hasil penyelidikan Penulis, Kitab Tafsir ini telah diperkenalkan

oleh Zaghlūl dengan kitab Tafsir Al-āyātul Kauniyyah fil Qur‟ānil Karīm

terbitan Maktabah al-Syuruq al-Dawliyyah yang telah diterbitkan pada tahun

2007, terdiri atas 4 jilid. Dari segi penyusunan, Zaghlūl menyusunnya

berdasarkan pada metode penulisan klasikal dan modern. Metode dari segi

penyusunan klasikal yang digunakan oleh beliau ialah menyusun ayat atau

surat mengikut susunan seperti yang terdapat di dalam al-Qur‟ān, yaitu

dimulai dari Surat al-Baqarah (juz 1) hingga Surat al-Qāriah (juz 30). Namun

81 Zaghlul an-Najjar, Tafsīr Al-āyātul Kauniyyah fil Qur‟ānil Karīm, (al-Qāhirah: Maktabah as-

Syarqiyyah ad-Dauliyyah, 2007), Jil. 1. hal. 6. 82 Ibid., Tafsīr Al-āyātul Kauniyyah fil Qur‟ānil Karīm..., hal. 26. 83 Ibid., Tafsīr Al-āyātul Kauniyyah fil Qur‟ānil Karīm ...,hal. 34.

Page 55: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

40

kitab ini memfokuskan kepada ayat-ayat kauniyyah yang terdapat dalam al-

Qur‟ān.

Hal ini berdasarkan bidang kepakaran utama Zaghlūl yang meliputi

penemuan saintifik melalui dimensi alam semesta, penciptaan makhluk dan

kesehatan. Adapun yang menarik dalam metode penulisan tafsir ini ialah Zaghlūl

hanya mentafsirkan ayat-ayat tertentu saja. Tidak membahas topik yang tidak

berkaitan sama sekali dengan sains natural. Maka tidak mengherankan jika tafsir

ini merangkum sebuah ensiklopedia tafsir penemuan saintifik qurāni terkini.

Kitab Tafsir Al-āyātul Kauniyyah fil Qur‟ānil Karīm yang terdiri

dari 4 jilid ini terdiri dari: Jilid pertama, yang dimulai dari surat al-Baqarah

hingga surat al-Isra‟ yang terdiri dari 56 pembahasan ayat. Jilid kedua, dimulai

dari surat al-Kahfi hingga Surat Luqman yang terdiri dari 42 pembahasan,

Jilid ketiga, dimulai dari Surat al-Sajadah hingga Surat al-Qamar yang terdiri

38 pembahasan, dan pada jilid keempat dimulai dari Surat ar-Rahman hingga

Surat al-Qari‟ah yang terdiri 40 pembahasan. Sehingga jumlah seluruh

pembahasan yang terdapat dalam kitab ini adalah 176 dalam 66 surat.

Pada awal penulisan, Penulis mendapati biografi Zaghlūl al-Najjār dan

mukadimah setebal 31 halaman pada setiap jilidnya. Adapun mukadimah

tersebut berisi 4 pokok pembahasan, yaitu: (1) Definisi literal I‟jaz serta

pembagiannya,84

(2) Sejarah perkembangan I‟jaz dan metode dalam menafsirkan

ayat yang berdimensi saintifik,85

(3) Ajakan Zaghlūl kepada para ilmuan Islam

khususnya para ahli tafsir untuk menafsirkan al-Qur‟ān sesuai dengan

perkembangan masa,86

(4) Penjelasan penolakan sebagian golongan yang

menolak al-Qur‟ān ditafsirkan berdasarkan penemuan saintifik.87

Adapun cara Zaghlūl dalam menerangkan tafsirnya, di setiap awal

surat, beliau terlebih dahulu menjelaskan poin-poin kandungan isyarat ilmiah

yang terdapat dalam surat dan yang berkaitan dengan ayat yang akan dibahas.

Selanjutnya, Zaghlūl menafsirkan ayat tertentu dengan memaparkan pandangan

84 Ibid., Tafsīr Al-āyātul Kauniyyah fil Qur‟ānil Karīm,...hal. 24-26. 85 Ibid., Tafsīr Al-āyātul Kauniyyah fil Qur‟ānil Karīm ,...hal. 26-30. 86 Ibid,. Tafsīr Al-āyātul Kauniyyah fil Qur‟ānil Karīm,...hal. 31-33. 87 Ibid., Tafsīr Al-āyātul Kauniyyah fil Qur‟ānil Karīm ,...hal. 33-46.

Page 56: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

41

secara umum yang berdasarkan tafsir lafdzi atau yang berkaitan dengan

kebahasaan. Setelah itu, Zaghlūl menafsirkan berdasarkan pandangan ilmiah

sebagaimana dengan latar belakang Zaghlūl. Dalam beberapa pembahasan

Zaghlūl juga mencantumkan hadits-hadits yang mendukung, dan dalam akhir

pembahasan beliau juga menyuguhkan dan memberi keterangannya dengan

menggunakan gambar-gambar yang sesuai dengan ayat yang dibahas.

Diantaranya berupa gambar tumbuhan, binatang, fenomena alami, dan sebagainya

yang bertujuan agar pembaca lebih mudah memahaminya.

Adapun bentuk penafsiran Zaghlūl sudah sangat jelas bahwa

penafsirannya menggunakan penalaran atau pemikiran (bir ra‟y).88

Kita ketahui

bahwa cara Zaghlūl dalam menafsirkan al-Qur‟ān adalah dengan memberikan

keterangan yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan. Selain itu, Zaghlūl juga

menyuguhkan keterangan berupa gambar-gambar dengan penelitian-penelitian

ilmiah sains modern.

Metode penulisan tafsir ini adalah maudhui, yang menafsirkan ayat-

ayat tertentu berdasarkan tema dalam setiap surat. Tafsir ini disusun sesuai

dengan susunan seperti yang terdapat di dalam al-Qur‟ān yang di awali dari surat

al-Baqarah (juz 1) hingga surat al-Qariah (juz 30). Pemilihan ayat dalam tafsir

ini lebih menjurus kepada ayat-ayat al-Qur‟ān yang berkaitan dengan

penemuan ilmiah. Hal ini karena, berdasarkan latar belakang Zaghlūl dalam

bidang saintifik melalui dimensi alam semesta.

Adapun corak tafsir ini tergolong sebagai tafsir ilmi, sebab di dalam

tafsir ini membahas tantang ayat-ayat dengan menggunakan teori-teori ilmu

pengetahuan modern dan hasil penelitian ilmiah untuk menjelaskan sebuah

ayat.

88 Tafsir bi al-ra‟yi adalah jenis penafsiran al-Qur‟ān melalui pemikiran atau ijtihad. Bentuk

tafsir ini banyak berkembang pesat dan muncul di kalangan ulama-ulama mutaakhkhirin, sehingga abad

modern ini lahir tafsir menurut tinjauan sosiologis dan sains, di antaranya adalah tafsir al-Manār dan al-

Jawāhir. Berbeda dengan penafsiran al-Qur‟an dengan bentuk al-ma‟tsur, karena bentuk penafsiran al-

ma‟tsur sangat bergantung dengan riwayat. Lihat Nashruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir,

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hal. 376

Page 57: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

42

B. Penafsiran Para Ulama Tentang QS. Luqman Ayat 19

Pada sub-bab ini penulis akan memaparkan pendapat ulama tentang QS.

luqman ayat 19. Berbagai kitab tafsir yang telah ditulis oleh para ulama, baik

tafsir klasik maupun kontemporer telah berusaha menjelaskan maksud dari QS.

Luqman ayat 19. Dalam tafsir Ibn Katsir menjelaskan “Berjalanlah kamu dengan

langkah yang biasa dan wajar, tidak terlalu lambat dan tidak terlalu cepat,

melainkan pertengahan diantara keduanya. Dan janganlah kamu berlebihan dalam

bicaramu, jangan pula kamu keraskan suaramu terhadap hal yang tidak ada

faedahnya. Karena itulah mujahid dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang

mengtakan, sesungguhnya suara yang paling buruk ialah suara keledai, yakni

suara yang keras berlebihan itu diserupakan dengan suara keledai dalam hal keras

dan nada tingginya, selain itu suara tersebut tidak disukai oleh Allah SWT.

Adanya penyerupaan dengan suara keledai ini menunjukkan bahwa hal tersebut

diharamkan dan sangat dicela”.89

Menurut Sayyid Qutb kata al-qasdu dalam ayat ini bisa berasal dari

kesederhanaan yang dimaksudkan dengan berjalan biasa dan tidak berlebih-

lebihan, dan tidak menghabiskan tenaga untuk mendapatkan pujian, siulan, dan

kekaguman. Disamping itu, al-qasdu bisa juga berasal dari makna maksud dan

tujuan. Jadi, berjalan itu harus selalu tertuju kepada maksud dan tujuan yang

ditargetkan pencapaianny. Sehingga, gaya berjalan itu tidak menyimpang,

sombong, dan mengada-ada. Namun, ia harus ditujukan guna meraih maksudnya

dengan sederhana dan bebas.

Kemudian didalam sikap menahan suara terdapat adab dan keyakinan

terhadap diri sendiri, serta ketenangan terhadap kebenaran pembicaraan dan

kekuatannya. Seseorang tidak akan berteriak atau mengeraskan suara dalam

pembicaraannya, melainkan dia adalah orang yang buruk adabnya, ragu terhadap

nilai perkataannya atau nilai kepribadiannya, dan dia berusaha menutupi

keraguannya itu dengan bahasa yang pedas, keras, dan berteriak yang

mengejutkan. Dan al-Qur‟ān mengomentari perilaku tersebut dengan komentar

89 Ismail bin „Umar bin Kasir al-Qurasyi al-Dimasyqi, Tafsir al-Qur‟an al-„Azam, VI, (Riyadh: Dar

Tayyibah li al-Tauji, 1999), hal. 2790

Page 58: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

43

“dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara

keledai” sehingga terbentuklah pemandangan yang menggelikan, yang

merangsang orang untuk menghinanya, mempermainkannya, dan mengolok-

oloknya disertai dengan perasaan jijik dan kotor. Dan tidak ada seorangpun yang

memiliki perasaan yang sehat, dapat membayangkan pemandangan yang

menggelikan ini dibalik ungkapan yang di ciptakan al-Qur‟ān. Kemudian dia

berusaha menyerupai sedikit dari suara keledai itu!.90

Begitupun pendapat Hasbi ash-Shiddieqy berpendapat pada kata waqshid

fii masyyika “Berlakulah sederhana dalam perjalananmu janganlah terlalu tergesa-

gesa, sebagaimana halnya janganlah kamu terlalu lambat”. Diriwayatkan dari

Aisyah bahwa beliau melihat seorang lelaki yang berjalan seperti orang yang

sangat lemah dan tidak mempunyai tenaga lagi, maka Aisyah pun bertanya

“mengapa orang ini terlalu lambat dalam berjalan?” seorang menjawab: “Dialah

penghulu fuqaha yang sangat alim.” Mendengar itu Aisyah berkomentar “Umar

adalah penghulu fuqaha, tetapi ia berjalan dengan sikap yang gagah. Apabila ia

berkata, dia berusaha sedikit keras dan apabila ia memukul maka pukulannya

adalah keras”.91

Kemudian pada kata waghdhudh min shatika bermakna rendahkanlah

(pelankanlah) suaramu, janganlah mengeraskan suaramu jika tidak perlu, karena

bersuara lemah (agak pelan tidak berisik) lebih enyenangkan orang yang

mendengar. Dan pada kata inna ankaral ashwaati la shautul hamir bermakna

sekeji-keji dan seburuk-buruk suara adalah meninggikannya atau mengeraskannya

melebihi kadar yang diperlukan. Demikianlah perilaku keledai, Allah

menyerupakan suara yang keras tanpa diperlukan dengan suara keledai.92

Berjalanlah dengan langkah yang sederhana, yakni tidak terlalu lambat dan

juga tidak terlalu cepat, akan tetapi berjalanlah dengan wajar tanpa dibuat-buat

dan juga tanpa pamer menonjolkan sikap rendah diri atau sikap tawadhu‟. Dan

90 Sayyid Qutb, Fii Zilal al-Qur‟an, V, (Kairo: Dar al-Syuruq, 2003), hal. 339-341 91 Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur‟anul Majid An-Nuur, (Semarang: Pustaka Rizki

Putra, 2000), hal. 3211 92 Ibid., Tafsir Al-Qur‟anul Majid An-Nuur...hal. 3211

Page 59: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

44

mengurangi tingkat ekerasan suara93

sehingga tidak terdengar kasar bagaikan

teriakan keledai sebab tidak baik dan tidak layak bagi manusia yang berakal karna

seburuk-buruk suara adalah suara keledai94

yang permulaannya adalah ringkikan

kemudian disusul oleh lengkingan-lengkingan yang sangat tidak enak di dengar.95

Berbicara sedikit, jangan mengangkat suara bila tidak diperlukan sekali karena

sikap yang demikian itu lebih berwibawa bagi yang melakukannya dan lebih

mudah diterima oleh jiwa pendengarnya serta lebih gampang untuk dimengerti.96

Barangsiapa yang mengeraskan suaranya maka menyerupai keledai dan

melakukan kemungkaran yang buruk. Al-Hasan berkata: orang-orang kafir dulu

saling membanggakan diri dengan kerasnya suara. Maka Allah menyanggah

orang-orang kafir bahwa seandainya hal itu baik, tentu keledai lebih baik daipada

orang-orang kafir.97

Dahulu orang-orang Arab membanggakan suara yang keras, jadi yang

memiliki suara paling keras, ia adalah orang paling terhormat dikalangannya dan

siapa yang memiliki suara paling nadanya, ia adalah orang yang paling hina.

Penyebab dari larangan itu sangat dibenci oleh Allah SWT. Di dalam ungkapan

ini jelas menunjukkan nada celaka dan kecaman terhadap orang yang

mengeraskan suaranya serta anjuran untuk membenci perbuatan tersebut.

Didalam ungkapan ini, yaitu menjadikan orang yang mengeraskan

suaranya diserupakan dengan suara keledai, terkandung pengertian mubalaghah

untuk menanamkan rasa antipati dari perbuatan tersebut. Hal ini merupakan

pelajaran dari Allah untuk hamba-Nya agar mereka tidak mengeraskan suaranya

di hadapan orang-orang karena meremehkan suara atau yang dimaksud ialah agar

mereka meninggalkan perbuatan ini secara menyeluruh dlam kondisi apapun.

Sederhana dalam berjalan yakni tidak membusungkan dada dan jangan

juga sangat perlahan menghabiskan waktu. Dan melunakkan suara sehingga tidak

93 Ahmad Mustafa al-Maragi, TafsĪr al-Maragi, terj. Anshori Umar Sitanggal, dkk., (Semarang:

Karya Toha Putra, cet. Ke-2, 1993,Juz xix, hal. 162. 94 M.Quraish Shihab, TafsĪr al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati,2006), vol 11, hal. 139. 95 Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin al-Suyuthi, TafsĪr Jalalain, Jilid 2, (Bandung: Sinar

Baru Argensindo, 2003), hal. 478. 96 Ahmad Mustafa Al-Maragi, TafsĪr al-Maragi, Juz xix, hal. 162. 97 Muhammad Ali al-Shabuni, Shafwatut TafasĪr, Jilid 4, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2011),

hal. 172.

Page 60: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

45

terdengar kasar bagaikan teriakan keledai. Sesungguhnya seburuk-buruk suara

adalah suara keledai karna awalnya siulan yang tidak menarik dan akhirnya

tarikan nafas yang buruk.98

Kata ughdhudh terambil dari kata ghadhdha dalam arti pengguanaan

sesuatu tidak dalam potensinya yang sempurna. Mata dapat memandang ke kiri

dan ke kanan secara bebas. Perintah ghadhdha jika ditujukan kepada mata,

kemampuan itu hendaklah dibatasi dan tidak digunakan secara maksimal.

Demikian juga suara, seseorang diminta untuk tidak berteriak sekuat

kemampuannya, tetapi dengan suara perlahan namun tidak harus berbisik.99

Mujahid berkata: “memang suara keledai itu jelek sekali, jadi orang yang

bersuara keras, menghardik-hardik, sampai seperti akan pecah kerongkongannya.

Suaranya jadi terbalik menyerupai keledai tidak enak didengar dan Allah SWT

tidak menyukainya. Sebab itu tidak ada salahnya jika orang bercakap dengan

lemah-lembut, dikeraskan hanyalah ketika hendak mengarahkan orang banyak

kepada suatu pekerjaan besar atau seumpamaan seorang komandan peperangan

ketika mengarahkan prajuritnya tampil ke medan perang.”

Dari beberapa pendapat mengenai QS. luqman ayat 19 sepakat dalam

mengajarkan manusia dalam berjalan tidak membusungkan dada dan tidak

merunduk bagaikan orang sakit tetapi berjalanlah dengan sikap yang gagah.

Jangan berlari tergesa-gesa dan juga tidak terlalu pelan, ambil jalan tengahnya.

Dan ayat ini juga mengajarkan manusia untuk tidak mengeraskan suara dalam

berbicara karena bersuara lembut lebih menyenagkan orang. Sekeji-keji suara

ialah suara keledai yang permulaannya ringkikan, kemudian disusul oleh

lengkingan-lengkingan yang sangat tidak enak di dengar. Barangsiapa

mengeraskan suaranya, maka ia menyerupai keledai dan melakukan kemungkaran

yang buruk suara yang seperti itu sangat di benci oleh Allah SWT.

98 Ahmad Mustafa al-Maragi, TafsĪr al-Maragi, Juz xix, hal. 162-163 99 M.Quraish Shihab, TafsĪr al-Misbah,vol 11, hal. 139-140.

Page 61: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

46

BAB IV

ANALISIS PENAFSIRAN ZAGLUL AL-NAJJAR TERHADAP

QS. LUQMAN AYAT 19

Umat Islam meyakini bahwa al-Qur‟ān merupakan kitab suci yang relevan

bagi kehidupan manusia sepanjang masa (shalihul likulli zaman wa makan).100

Relevansi al-Qur‟ān terlihat dari petunjuk-petunjuk yang disampaikannya dalam

seluruh aspek kehidupan. Asumsi inilah yang menjadi motivasi bagi munculnya

upaya-upaya untuk memahami dan menafsirkan al-Qur‟ān dikalangan umat Islam,

selaras dengan kebutuhan, tuntutan, dan tantangan zaman.

Al-Qur‟ān diturunkan sesuai dengan tingkat kemajuan ilmu pengetahuan

yang berkembang pada saat itu, agar al-Qur‟ān dapat diterima dan mampu

difahami. Pada prinsipnya, dalam memahami al-Qur‟ān antara manusia satu

dengan manusia lainnya , meskipun hidup pada satu masa tidak akan terlepas dari

perbedaan. Karena pemahaman seseorang tergantung pada latar belakang

pendidikan, disiplin ilmu yang digeluti, kondisi sosial lingkungan sekitar, hasil-

hasil penemuan sains modern dan teknologi yang paling mutaakhir, dan lain

sebagainya yang berpengaruh besar pada cara berfikir seseorang terhadap isi al-

Qur‟ān.101

Dalam salah satu kandungan ayat al-Qur‟ān, Allah senantiasa

memerintahkan kepada manusia untuk mempelajari dan memikirkan tanda-tanda

kekuasaan Allah atas segala yang ada di Bumi dan apa saja yang ada pada diri

mereka sendiri, sehingga jelas bahwa al-Qur‟ān itu adalah kebenaran.102

berdasarkan kandungan ayat tersebut Zaghlūl berkeyakinan penuh bahwa al-

Qur‟ān adalah kitab mukjizat dari aspek bahasa dan sastranya, akidah-ibadah-

akhlaknya (tasyri‟), informasi kesejarahannya dan tak kalah penting dari sudut

aspek isyarat ilmiahnya.

Di dalam mukaddimah kitab tafsir karya Zaghlūl menyatakan bahwa tidak

kurang ada 1000 ayat yang tegas (sharih) dan ratusan lainnya yang tidak langsung

100 Abdul Mustaqim, Pergeseran Epistimologi Tafsir, (Yoyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hal. 5 101 Wisnu Arya Wardhana, Al-Qur‟ān dan Nuklir, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hal. 54 102 QS. Fushilat ayat 53

Page 62: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

47

terkait dengan fenomena alam semesta. Selanjutnya, Zaghlūl berpendapat bahwa

ayat-ayat kauniyah itu tidak akan mungkin dapat kita pahami secara sempurna jika

difahami dari sudut pandang bahasa saja. Untuk mengetahui secara sempurna,

perlu mengetahui hakikatnya secara ilmiah. Kemudian, pemahaman yang

menyingkap pemberitaan al-Qur‟ān tentang hakikat yang di benarkan oleh ilmu

eksperimen inilah yang kemudian lebih di kenal dengan nama mukjizat ilmiah

dalam al-Qur‟ān.103

Berdasarkan ayat yang peneliti bahas ini memberitahukan akan nasihat

yang diucapkan Luqmān al-Ḥakīm kepada anaknya, yakni:

ر ان ح ت ن ص ات ال ص ك ر ا ا ت ك ص ي اغ ع ط ك ش ي د ف ال ص ١٩

“Dan sederhanakanlah dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu.

Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.” (QS. Luqmān [31]:

19).104

Untuk menganalisis lebih jauh tentang penafsiran Zaghlūl al-Najjār

terhadap QS. luqmān ayat 19, maka diperlukan adanya metode analisis agar dapat

di ambil kesimpulan yang lebih sistematis. Adapun metode yang di maksud

adalah metode analisis yang menjadi dasar bagi penafsiran ilmiah al-Qur‟ān

sebagai berikut:

A. Aspek Kebahasaan

Dari aspek kebahasaan menurut Hasbi ash-Shiddieqy mengenai kata al-

Qasd bermakna menyederhanakan perjalananmu dan tidak tergesa-gesa dan

jangan terlalu lambat.105

Menurut Musthafa al-Maraghi kata Aqsid berarti bersikap

pertengahlah atau bersikap sederhanalah.106

Kata al-qashdu dalam ayat ini bisa berasal dari kesederhanaan yang

dimaksud dengan berjalan biasa dan tidak berlebih-lebih, dan tidak menghabiskan

103 Zaghlul an-Najjar, Tafsīr Al-āyātul Kauniyyah fīl Qur‟ānil Karīm, (al-Qahirah: Maktabah as-

Syarqiyyah ad-Dauliyyah, 2007), jil. 1, hal. 6. 104Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-Qur‟an, Al-Qur‟an dan Terjemahnya (Semarang: Karya

Toha Putra Semarang, 2002), hal. 582. 105 Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur‟anul Majid An-Nuur, (Semarang: Pustaka Rizki

Putra, 2000), hal. 3211. 106 Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, juz 19, (Tanpa Penerbit,1974), hal. 81

Page 63: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

48

tenaga untuk mendapatkan pujian, siulan dan kekaguman. Di samping itu kata al-

qashdu bisa juga berasal dari makna maksud dan tujuan yang di targetkan

pencapaiannya. Sehingga gaya berjalan itu tidak menyimpang, sombong, dan

mengada-ada. Namun, ia harus di tujukan guna meraih maksudnya dengan

sederhana dan bebas.

Kemudian di dalam menahan suara terdapat adab dan keyakinan terhadap

diri sendiri, serta ketenangan terhadap diri sendiri kebenaran pembicaraan dan

kekuatannya. Seseorang tidak akan berteriak atau mengeraskan dalam

pembicaraannya, melainkan dia adalah orang yang buruk adabnya, ragu terhadap

nilai perkataan atau nilai kepribadiannya, dan dia berusaha untuk menutupi

keraguan itu dengan bahasa yang pedas, keras, dan berteriak yang mengejutkan.107

Sebagaimana dalam kitab Tafsir Al-āyātul Kauniyyah fil Qur‟ānil Karīm,

ketika Zaghlūl menafsirkan sebuah ayat, pertama kali yang di jelaskan adalah dari

segi kebahasaan. Dari segi bahasa kata al-Qasd pada ayat ini berasal dari al-

Iqtisad (kesederhanaan), yaitu tidak berlebihan/melampaui batas atau seimbang

antara melebihkan dan mengurangi. Maksudnya adalah sedang-sedang atau

sewajarnya dalam berjalan, antara pelan dan cepat dalam hal ketenangan dan

kewibawaan yang tidak tercampur sikap angkuh, lela dan ujub pada diri sendiri.108

Adapun kata al-Ghadd berarti merendahkan suara sesuai tingkat

kebutuhan dan mencegahnya dari menyakiti pendengaran orang lain , hal tersebut

merupakan bagian dari adab, sikap percaya diri dan kepercayaan akan benarnya

ucapan sehingga menjadikannya rendahnya suara sebagai salah satu dari akhlak-

akhlak mulia.109

Kata ughdhudh pada ayat ini terambil dari kata ghadhdh dalam arti

penggunaan susuatu tidak dalam potensinya yang sempurna. Seseorang diminta

untuk tidak berteriak sekuat kemampuannya, tetapi dengan suara perlahan namun

107 Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur‟ān, (Kairo: Darus Syauq, 1968), Jilid 5, hal. 2782 108 Zaghlūl al-Najjār, Tafsīr al-Āyāt al-Kauniyyah fī al-Qur‟ān al-Karīm (Kairo: Maktabah al-

Syurūq al-Dauliyyah, 2007), II, hal. 307. 109 Zaghlūl al-Najjār, Tafsīr al-Āyāt al-Kauniyyah fī al-Qur‟ān al-Karīm (Kairo: Maktabah al-

Syurūq al-Dauliyyah, 2007), II, hal. 307.

Page 64: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

49

tidak harus berbisik.110

Kurangi tingkat kekerasan suaramu, dan berpendeklah cara

bicaramu, janganlah kamu mengangkat suaramu bilamana tidak diperlukan.

Karena sesungguhnya sikap yang demikian itu lebih berwibawa bagi yang

melakukannya, dan lebih mudah di terima oleh jiwa pendengarnya serta lebih

gampang untuk di mengerti.111

B. Korelasi dengan Hadits mengenai Ringkikan Keledai

Sementara itu meninggikan suara adalah sejelek-jelek suara seperti suara

keledai yaitu ringkikannya, sebab pada suara keledai terdapat penyaringan yang

ekstrim antara ekshalasi dan inhalasi, karna rasa takut yang menimpanya ketika

melihat setan.112

Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan

dari Abu Hurairah, yakni:

ك ع ت ى إ ذ اض ه كا، ي أ ت ار ف إ ه ف ع االل ي أ ن ف اض ك ة اند اح ص ع ت ى ان إ ذ اض اب الل ي ذ ف ت ع ار ح

ط اا ش أ ر ف إ ى ج انر ا ط .انش

“Jika kalian mendengar kokokan ayam, maka mintalah kebaikan kepada

Allah, karena sesungguhnya ia telah melihat malaikat. Dan jika kalian

mendengar ringkikan keledai, maka mintalah perlindungan kepada Allah dari

setan yang dirajam (terkutuk), karena sesungguhnya ia telah melihat setan”.

(HR. Al-Bukhārī no. 3303, Muslim no. 2729 dan al-Tirmiżī no. 3459, dan

lafal hadis ini darinya).113

Dengan adanya hadits di atas menunjukkan salah satu mu‟jizat Rasulullah

SAW adalah mengetahui maksud dari tingkah laku hewan. Jika Rasulullah SAW

tidak menyampaikan hadits ini kepada siapapun, tentu manusia di dunia ini tidak

akan mengerti bahwa kokok ayam jantan dan ringkikan keledai itu mempunyai

maksud tertentu. Al-Hafidz ibn Hajar berkomentar bahwa ayam jantan atau juga

110 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah psan dan keserasian Al-Qur‟ān, (Jakarta: Lentera hati,

2007)hal. 139-140 111 Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, Juz XXI, hal. 160-162 112 Zaghlūl al-Najjār, Min Āyāt al-I‟jāz al-„Ilmī: Al-Ḥayawān fī al-Qur‟ān al-Karīm (Beirut: Dār al-

Ma‟rifah, 2006), hal. 308. 113Muḥammad bin Ismā„īl al-Bukhārī, Al-Jāmi„ al-Ṣaḥīḥ: Al-Musnad min Ḥadīṡ Rasūlillāh saw. wa

Sunanih wa Ayyāmihi (Kairo: Al-Maṭba„ah al-Salafiyyah wa Maktabatuhā, 1982), II, 445. Lihat juga Muslim

bin al-Ḥajjāj al-Qusyairī al-Naisābūrī, Ṣaḥīḥ Muslim (Kairo: Dār al-Ḥadīṡ, 1991), IV, 2092. Dan Muḥammad

bin „Īsā bin Saurah al-Tirmiżī, Al-Jāmi„ al-Ṣaḥīḥ: Sunan al-Tirmiżī (Mesir: Maktabah wa Maṭba„ah Muṣṭafā

al-Bābī al-Ḥalabī wa Aulādihi, 1975), V, 508.

Page 65: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

50

ayam jago mempunyai keistimewaan dari pada binatang lain pada umumnya. Ia

bisa mengetahui perubahan waktu di malam hari. Ayam berkokok di waktu yang

tepat dan hampir tidak pernah tertinggal dari waktunya. Oleh karena itulah

sebagian ulama syafiiyah berfatwa bahwa suara kokok ayam bisa di jadikan

pijakan untuk menentukan waktu.

Rasulullah SAW menganjurkan kita berdo‟a ketika mendengar kokok

ayam jantan karna malaikat sedang hadir. Ibnu Hajar mengutip komentar al-

Qadhi‟Iyadh bahwa salah satu sebab di anjurkan berdo‟a saat itu agar do‟a di

Aminkan malaikat. Selain mengaminkan, para malaikat beristighfar dan

menyaksikan ke ikhlasan berdo‟a. Dengan demikian, dianggap baik juga jika

berdo‟a karena kehadiran orang-orang shalih sebaik tabarruk (mengambil berkah)

melalui mereka.

Isyarat suara kokok ayam jantan sebelum masuk fajar (sebelum waktu

sahur atau sepertiga malam) adalah agar kita melaksanakan sholat tahajjud karna

disaat itulah para malaikat hadir untuk mengaminkan do‟a kita dan beristighfar

untuk kita. Isyarat kokok ayam jantan menjelang subuh adalah untuk bangun

melaksanakan sholat subuh berjama‟ah di masjid. Kokok ayam menjelang

matahari terbit bisa jadi juga sebuah isyarat bahwa ayam jantan melihat para

malaikat sedang menebarkan keberkahan dan rezeki kepada seluruh makhluk di

dunia.114

Suara ringikikan keledai adalah isyarat hadirnya syaithan. Disaat itulah

Rasulullah menganjurkan kita untuk berlindung kepada Allah dari kejahatan

syaithan. Melalui hadits ini, Abi Daud berpendapat bahwa dianjurkan pula kita

membaca ta‟awudz ketika melihat ahli maksiat.

Hadits ini dapat dibuktikan secara ilmiah melalui penelitian yang di

lakukan oleh salah seorang ilmuan barat. Hasil penelitian Joseph Corbo yang

dilaporkan dalam sebuah publikasi ilmiah di Jurnal Public Library of science ONE

pada tahun 2010 menjelaskan bahwa ayam memiliki kerucut retina tambahan

dibandingkan dengan manusia. Hal tersebut memungkinkan hewan unggas ini

114 Ridwan Shaleh, “Ayam Jantan bisa Melihat Malaikat dan Keledai dapat Melihat Syaithan”, di

akses melalui alamat : http://pkh.or.id/ayam-jantan-dan-keledai-bisa-melihat-malaikat/ , pada tanggal 18

maret 2020

Page 66: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

51

untuk membedakan warna tambahan dan sebuah fenomena yang tak kasat mata.

Corbo mengatakan bahwa kemampuan untuk melihat warna tersebut berasal dari

sel cahaya khusus yang ditemukan di retina mata ayam. Sel-sel ini dapat

mendeteksi panjang gelombang cahaya yang berbeda.115

C. Kebisingan dalam Sudut Pandang Sains

Di antara isyarat-isyarat ilmiah yang terdapat dalam ayat ini adalah

larangan yang terang akan meninggikan suara tanpa suatu keperluan, dan riset-

riset modern menyatakan bahwa kebisingan merupakan salah satu bentuk

pencemaran lingkungan, serta bahwa pada hal tersebut terdapat hubungan yang

kuat antara stabilitas fisik dan psikis pada makhluk hidup (bahkan juga benda-

benda mati) pada suatu lingkungan, dan antara tingkat kebisingan yang

mendominasi di lingkungan tersebut. Kebisingan yang kuat dapat mengakibatkan

gangguan yang nyata pada kinerja dan fungsi bermacam-macam sistem pada

tubuh manusia, seperti meningkatnya produksi zat adrenalin yang menyebabkan:

menegangnya saraf tubuh; kesadaran tubuh yang melampaui batas, serta

menguatnya atensi tubuh di luar kemampuan yang meningkat karena pembebanan

dan sensitivitas tubuh dengan kelelahan yang melebihi batas.116

Tubuh manusia, seperti makhluk lainnya, dapat menerima gelombang

suara seperti halnya menerima bentuk-bentuk energi lainnya dengan tingkatan

yang bermacam-macam, hal itu terjadi karena adanya kadar reaksi-reaksi yang

kontras pada macam-macam sistem tubuh, terutama pada sistem saraf pusat tubuh,

sistem peredaran darah, sistem pendengaran, serta sistem-sistem kelenjar internal

dan produksinya.117

Hal tersebut karena suara menyebabkan perubahan-perubahan pada

tekanan udara dengan peningkatan (tekanan) dan penyusutan (pengenduran).

Perubahan tersebut memantul dalam bentuk gelombang-gelombang getaran yang

115 Panji, “Ilmuan AS Buktikan Ayam Bisa Lihat Malaikat”, di akses pada alamat :

http://www.panjimas.com/miracle/2015/04/25/ilmuan-as-buktikan-ayam-bisa-lihat-malaikat/, pada tanggal 18

maret 2020. 116Zaghlūl al-Najjār, Tafsīr al-Āyāt al-Kauniyyah fī al-Qur‟ān al-Karīm, II, hal. 497. 117Zaghlūl al-Najjār, Tafsīr al-Āyāt al-Kauniyyah fī al-Qur‟ān al-Karīm, II, hal. 497

Page 67: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

52

tersebar di segala arah dari sumber suara dengan kecepatan yang diperkirakan

sekitar 330 m/detik pada suatu medium.118

1. Uraian mengenai Suara

Dalam sudut pandang ilmu fisika bunyi berarti sebuah gelombang

longitudinal yang merambat melalui medium tertentu, bunyi terjadi karena adanya

getaran sehingga tercipta sebuah sistem suara yang pada akhirnya bunyi tersebut

dapat terdengar oleh indra pendengaran manusia. Pada dasarnya medium

penghantar bunyi bisa bermacam-macam sifat dan bentuknya, bisa berupa zat

padat, cair dan gas tergantung sejauh mana sifat kebendaan tersebut dapat

menghantarkan bunyi melalui udara. Sifat-sifat bunyi dapat di ukur melalui

hukum fisika, misalnya hukum fisika

Kualitas suara bergantung pada jumlah getaran per detiknya yang

dipengaruhi kualitas udara, tanpa dipengaruhi kecepatan suara, sementara

intensitas suara pada dasarnya bergantung pada volume getaran yang berkurang

secara berangsur-angsur dengan jarak dari sumber suara. Frekuensi minimal

gelombang udara yang dapat didengar telinga manusia adalah 20 Hertz (yaitu 20

getaran/detik) dan maksimalnya adalah 15.000 sampai 20.000 Hz (yaitu 15.000

sampai 20.000 getaran/detik), gelombang suara tersebut membawa energi dari

sumbernya ke telinga pendengar atau ke sistem-sistem penerimanya. Di antara hal

yang telah dipastikan (penelitian modern) adalah bahwa sebagian hewan seperti

kelelawar, paus biru, lumba-lumba dan sebagian serangga mempunyai

kemampuan pendengaran ultrasonik yang bervariasi antara 30 dan 100 kHz.119

Gelombang suara tidak dapat bergerak dalam ruang hampa, sehingga ia

membutuhkan perantaraan udara, atau medium-medium seperti air atau benda-

benda padat agar dapat bergerak melaluinya. Gelombang suara bergerak di udara

dengan kecepatan kira-kira sekitar 1.200 km/jam di permukaan laut, dengan

peningkatan kepadatan medium yang mana gelombang suara bergerak di

dalamnya, sehingga kecepatannya bertambah secara berkelanjutan hingga

118Zaghlūl al-Najjār, Tafsīr al-Āyāt al-Kauniyyah fī al-Qur‟ān al-Karīm, II, hal. 497-498. 119Zaghlūl al-Najjār, Tafsīr al-Āyāt al-Kauniyyah fī al-Qur‟ān al-Karīm, II, hal. 498.

Page 68: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

53

mencapai 4.800 km/jam pada medium air dan dua kali lipat kecepatan tersebut

pada benda-benda padat. Ketika gelombang suara mengenai suatu bidang

permukaan yang padat, rata dan besar, maka sebagian gelombang suara tersebut

akan memantul dan menyebabkan gema/gaung, sementara bagiannya yang tersisa

menembus keluar dari bidang permukaan tersebut. Sementara di dalam bangunan

yang tertutup, gelombang suara dapat memantul berulang-ulang kali melalui

bidang permukaan bagian dalam bangunan tersebut, sehingga gemanya

bertambah.120

Untuk membandingkan intensitas antara dua gelombang suara, digunakan

satuan khusus yang disebut Bel, yang disandarkan kepada Alexander Graham Bell

sebagai penemu telepon, satuan ini juga digunakan untuk satuan ukuran intensitas

suara dan kemampuan pendengaran. Namun karena satuan ini relatif besar,

sehingga pembagiannya dibuat menjadi kelipatan sepuluh, dan satuan desimal

yang dikenal dengan 10 Bel (desibel) ini digunakan untuk membandingkan

intensitas antara dua suara, sementara frekuensi suara diukur dengan satuan lain

yang disebut Hertz (Hz) dan dinyatakan dengan satu putaran/detik.121

Frekuensi

minimal yang dapat didengar oleh telinga manusia, yakni 20 Hz, merupakan

gerakan besar pada gendang telinga, tetapi jika tekanan suaranya meningkat

hingga lebih dari 160 dB, maka ia dapat memecahkan gendang telinga secara

keseluruhan.122

2. Bahaya Kebisingan terhadap Makhluk

Pendengaran merupakan salah satu dari sistem indera manusia, jika

mengalami gangguan pendengaran maka proses komukasi akan sulit di lakukan.

Gangguan itu bisa di akibatkan dengan kebisingan-kebisingan di sekitar.

Kebisingan adalah suara yang tidak di kehendaki oleh manusia dan merupakan

faktor lingkungan yang dapat berpengaruh negatif pada kesehatan. Kebisingan

120Zaghlūl al-Najjār, Tafsīr al-Āyāt al-Kauniyyah fī al-Qur‟ān al-Karīm, II, hal. 498. 121Zaghlūl al-Najjār, Min Āyāt al-I‟jāz al-„Ilmī: Al-Ḥayawān fī al-Qur‟ān al-Karīm, hal. 310. 122Zaghlūl al-Najjār, Tafsīr al-Āyāt al-Kauniyyah fī al-Qur‟ān al-Karīm, II, hal. 499.

Page 69: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

54

dapat mengganggu percakapan sehingga mempengaruhi komunikasi yang sedang

berlangsung.123

Di antara bahaya yang ditimbulkan oleh kebisingan yang kuat adalah: (1)

Terjadinya gangguan pada fungsi telinga, hidung dan laring (pangkal

tenggorokan); (2) Peluang hilangnya indra pendengaran dan penciuman, baik

sebagian atau pun seluruhnya; (3) Kecederaan dengan sejumlah penyakit jantung

dan pembuluh darah seperti meningkatnya kadar kolesterol dalam darah,

terjadinya penyumbatan pembuluh darah, pengerasan pembuluh nadi

(arteriosklerosis), naiknya tekanan darah, gangguan produksi kelenjar-kelenjar

endokrin, gangguan kinerja sebagian fungsi-fungsi otak, terutama dalam keadaan-

keadaan sangat tegang karena kebisingan yang kuat, yang mana dapat

menyebabkan tidak terkendalinya keseimbangan produksi sebagian hormon. Lalu

segala gangguan fungsi bermacam-macam organ tubuh yang mengirinya, sert

gangguan-gangguan saraf dan psikis lainnya yang disertai rasa sakit kepala yang

berlangsung lama, sesak serta rasa lelah. Hal tersebut dapat memantul pada sistem

saraf pusat dan sistem pencernaan sehingga menyebabkan gangguan pencernaan

dan timbulnya luka yang bermacam-macam.124

D. Korelasi dengan Corak Tafsir al-Adabi Ijtima’i

Di telaah dari segi bahasa kata al-adaby berasal dari bentuk masdar

(infinitif), sedang dari kata kerjanya (madi) adalah aduba, yang berarti sopan

santun, tata krama dan sastra. Secara leksikal, kata tersebut bermakna norma-

norma yang dijadikan pegangan bagi seseorang dalam bertingkah laku dalam

kehidupannnya dan dalam mengungkapkan karya seninya. Oleh karna itu, istilah

al-Adaby bisa di terjemahkan sastra budaya. Adapun kata al-ijtima‟ī bermakna

banyak bergaul dengan masyarakat atau bisa diterjemahkan kemasyarakatan. Jadi

secara etimologis tafsir al-adaby al-ijtima‟ī adalah tafsir yang berorientasi pada

123 Rindy Astike Dewanty dan sudarmaji, “Analisis Dampak Intensitas Kebisingan Terhadap

Gangguan Pendengaran Petugas Laundry”, Jurnal Kesehatan, Vol. 8, No.2 Juli 2015, hal. 229-230 124Zaghlūl al-Najjār, Tafsīr al-Āyāt al-Kauniyyah fī al-Qur‟ān al-Karīm, II, hal. 499.

Page 70: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

55

sastra budaya dan kemasyarakatan, atau bisa disebut dengan tafsir sosio-

kultural.125

Dalam kajian tafsir seperti yang dijelaskan oleh al-Farmawi adalah suatu

penafsiran al-Qurān dari aspek keindahan redaksinya, kemudian menyusun

penjelasan itu dalam suatu redaksi yang indah dengan menonjolkan aspek hidayah

al-Qur‟ān bagi kehidupan masyarakat, serta menghubungkan makna-makna ayat

tersebut dengan hukum-hukum kemasyarakatan dan pembangunan dunia tanpa

menggunakan istilah-istilah keilmuan yang rumit.126

Yusuf al-Qardāwi sebagai ulama yang moderat terhadap tafsir ini

mengemukakan pengertian yang lebih luas, yakni penafsiran yang dilakukan

dengan perangkat ilmu-ilmu kontemporer dengan unsur fakta-fakta dan teorinya

yang bertujuan untuk menjelaskan sasaran dan makna-maknanya. Adapun yang di

maksud dengan keilmuan kontemporer adalah ilmu-ilmu eksakta dan termasuk

pula ilmu-ilmu humanisme dan sosial seperti psikologi, ekonomi, geografi dan

semacamnya.127

Dari pengertian ini, tafsir ilmi tampak kaitannya dengan tafsir

adabī ijtimaī.

Tafsir al-adab al-ijtimaī adalah salah satu corak penafsiran al-Qur‟ān yang

cenderung kepada persoalan sosial kemasyarakatan dan mengutamakan keindahan

gaya bahasa. Tafsir jenis ini lebih banyak mengungkapkan hal-hal yang ada

kaitannya dengan perkembangan kebudayaan yang sedang berlangsung. Tafsir al-

manār karya Muhammad „Abduh dan Rasyīd Ridhā dapat digolongkan mengikuti

corak al-adab al-ijtimaī ini.128

Bisa dikatakan bahwa corak tafsir al-Adab al-Ijtima‟ī adalah penafsiran

yang berorientasi pada sastra budaya kemasyarakatan, suatu corak penafsiran

yang menitik beratkan penjelasan ayat al-Qur‟ān pada segi-segi ketelitian

redaksionalnya, kemudian menyusun kandungan ayat-ayatnya dalam suatu redaksi

yang indah dengan penonjolan tujuan utama turunnya ayat kemudian

125 M.Karman Supiana, Ulumul Qur‟an (Bandung: PUSTAKA ISLAMIKA, 2002), hal. 316-317. 126 Abd al-Hay al-Farmawiy, al-Bidayah fi al-Tafsir al-Maudhu‟I, (Kairo: Al-Hadharah al-

Arabiyah, 1977), hal. 23 127 Yusuf al-Qardāwī, “Kaifa Nata‟amalu ma‟a al-Qur‟an al-„Azim” (kairo:Dar al-syurūq, 2000),

hal. 369. 128 M. Al-Fatih Suryadilaga et.al., Metodologi Ilmu Tafsir (Yogyakarta: Teras, 2010), hal. 45

Page 71: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

56

merangkaikan pengertian ayat tersebut dengan hukum-hukum alam yang berlaku

dalam masyarakat dan pembangunan dunia.

Menurut Quraish Shihab ada tiga poin karakteristik corak tafsir adabi

ijtima‟i, yakni: (1) segi ketelitian redaksinya, (2) kemudian menyusun kandungan

ayat-ayat tersebut dalam suatu redaksi dengan tujuan utama memaparkan tujuan-

tujuan al-Qur‟ān, aksentuasi yang menonjol pada tujuan utama yang diuraikan al-

Qur‟ān, dan (3) penafsiran ayat dikaitkan dengan sunnatullah yang berlaku dalam

masyarakat.129

Muhammad Abduh menata kehidupan sosial kemasyarakatan melalui

petunjuk al-Qur‟ān, berikut pernyataannya:

1. Al-Qur‟ān adalah petunjuk umat manusia dalam setiap masa dan tempat yang

mencakup keseluruhan dasar pembangunan, roda kemasyarakatan, serta

kemaslahatan umat manusia.

2. Ada hak individu dan hak kemasyarakatan. Setiap orang harus merasakan

adanya hak orang lain dan kemaslahatan seseorang tergantung kepada orang

lain.

3. Hikmah disyariatkannya ibadah adalah untuk mendidik, membangun jiwa dan

hati, serta meluruskan prilaku.

4. Menguatkan dan meluruskan kepribadian muslim, yaitu setiap muslim

merupakan elemen dalam pembangunan kehidupan sosial menuju masyarakat

madani.

5. Menyerukan bahwa pendidikan merupakan pokok terpenting bagi

pembangunan masyarakat madani. Dengan pendidikan, ruh masyarakat

menjadi nyata.

6. Menyerukan pentingnya hidup sederhana sebagai bekal untuk melakukan

pembangunan. Dengan kesederhanaan, suatu negri dapat membangun. Oleh

sebab itu, keberhasilan pembangunan sangat bergantung kepada ulama,

pemerintah, serta masyarakat.

129 Quraish Shihab, “Metode Penyusunan Tafsir yang berorientasi pada Sastra, Budaya dan

Masyarakat”, Makalah, 1984, hal. 1

Page 72: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

57

7. Menikah dengan satu istri lebih mendatangkan ketenangan dan keamanan

sehingga ikatan pernikahan akan menjadi kuat dan terwujud hubungan timbal

balik.130

Beberapa negara di dunia membuat perundang-undangan yang tegas untuk

melawan kebisingan yang disebabkan oleh: (1) Deruan mesin pesawat, terutama

pesawat yang melebihi batas kecepatan suara; (2) Kebisingan yang disebabkan

oleh kepadatan macam-macam sarana transportasi; (3) Aktifitas mesin-mesin

pabrik, mesin-mesin penggali dan yang lainnya; (4) Musik yang keras; (5)

Keributan manusia di daerah-daerah yang ramai; (6) Suara hewan-hewan

domestik dan liar, serta; (7) Suara roket/rudal, bahan peledak, bom dan alat-alat

perang lainnya. Itu semua berdampak pada selubung gas (atmosfer) bumi dan

dampaknya akan berbalik pada manusia, hewan, tumbuh dan benda-benda mati.131

Karenanya dibuatlah grafik taraf/ambang maksimum durasi intentitas

bawah kebisingan tertentu yang dapat didengar manusia, yakni: (1) Intentitas

bawah pada taraf 45 dB, orang normal tidak akan dapat tidur dengan tenang dan

rileks; (2) Pada taraf 85 dB, telinga akan mulai merasa sakit; (3) Apabila

intensitas suara telah mencapai 90 dB, maka seseorang tidak boleh tetap

mendengarkannya lebih dari delapan jam; (4) Jika kebisingannya meningkat

sampai 100 dB, maka seseorang tidak boleh berdiam diri lebih dari dua jam; (5)

Apabila intensitas bawah suara mencapai 110 dB, maka seseorang tidak akan

mungkin mendengarnya dengan aman dalam waktu lebih dari setengah jam; (6)

Jika intensitas suara telah mencapai 120 dB, maka hal tersebut akan menyebabkan

rasa sakit yang sangat pada kedua telinga manusia, dan; (7) Jika intensitas tersebut

mencapai 160 dB, maka seseorang akan mengalami ketulian total, hal tersebut

karena intensitas suara pesawat jet tidak melampaui 140 dB.132

Di tengah-tengah penggunaan peralatan ultrasonik seperti sonar, yang

mana intensitasnya mencapai 200 dB pada medium-medium air, sebenarnya sonar

130 Samsurrahman, Pengantar ilmu tafsir (Jakarta: Amzah,2014), hal. 196-197 131Zaghlūl al-Najjār, Tafsīr al-Āyāt al-Kauniyyah fī al-Qur‟ān al-Karīm, II, hal. 499. 132Zaghlūl al-Najjār, Min Āyāt al-I‟jāz al-„Ilmī: Al-Ḥayawān fī al-Qur‟ān al-Karīm, hal. 312.

Page 73: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

58

dapat mengakibatkan masalah serius pada banyak hewan-hewan laut dengan

koyaknya jaringan-jaringan tubuhnya.133

E. Buruknya Suara Keledai dan Hewan-hewan Lain

Keledai (himār) disebutkan dalam al-Qur‟ān sebanyak lima kali, umumnya

digunakan sebagai metafora. Umumnya yang terbesit di pikiran manusia ketika

mendengar kata “keledai” adalah gambaran hewan yang dungu, bebal, kurang

sopan, dan tidak berperasaan. Kesan inilah pula yang Allah sampaikan dalam

Surah al-Jumu‟ah:5.

قو اه

سرارال بئس مثل

ا

مل مار يح ح

مثل ال

وها ك

مل يح

ورىة ث ه وا اهج

ل ذين حم

ال

بوا مثل

ذين ك

وم ال

قووم ا يمد اه

ل لوالله يت الله

لمين با اهظه

“Perumpamaan orang-orang yang diberi tugas membawa Taurat, kemudian

mereka tidak membawanya (tidak mengamalkannya) adalah seperti keledai

yang membawa kitab-kitab yang tebal. Sangat buruk perumpamaan kaum

yang mendustakan ayat-ayat Allah. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada

orang-orang yang zalim.”134

Dalam ayat ini Allah menyamakan orang-orang Yahudi yang enggan

mengamalkan ajaran Taurat dengan keledai yang tidak tahu pentingnya buku-

buku yang sedang dipikulnya. Alangkah dungunya manusia yang hanya memiliki

kecerdasan setingkat dengan keledai. Ada beberapa ayat al-Qur‟ān yang

menyebutkan keledai diantaranya:

مون ا ثعل

ق ما ل

ل بوها وزينةل ويخ

حمير لترك

وال

بغال

واه

يل خ

ال و

“dan (Dia telah menciptakan) kuda, bagal, dan keledai, untuk kamu

tunggangi dan (menjadi) perhiasan. Allah menciptakan apa yang tidak kamu

ketahui.”135

(an-Nahl:8)

133Zaghlūl al-Najjār, Tafsīr al-Āyāt al-Kauniyyah fī al-Qur‟ān al-Karīm, II, hal. 450. 134

Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-Qur‟an, Al-Qur‟an dan Terjemahnya (Semarang: Karya

Toha Putra Semarang, 2002), hal. 553. 135

Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-Qur‟an, Al-Qur‟an dan Terjemahnya (Semarang: Karya

Toha Putra Semarang, 2002), hal. 268.

Page 74: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

59

ستنرة هم حمة م نا ك

“seakan-akan mereka keledai liar yang lari terkejut,”136

(al-Mudassir:50)

Keledai (Equus africanus asinus) adalah salah satu jenis dalam kelompok kuda

(Equidae) yang telah dipelihara manusia sejak lama. Nenek moyang keledai

adalah keledai liar (Equus africanus) yang hidup di beberapa bagian Afrika.137

Walau keledai banyak digunakan oleh manusia seperti mengangkut barang, akan

tetapi perumpamaan atas keledai masih tetap berupa ungkapan konotatif negatif.

Namun demikian, keledai telah menjadi aspek penting yang di abadikan oleh

Allah dalam firman-Nya melalui al-Qur‟ān yang sarat kelebihan dan

kemukjizatan. Perumpamaan atas keledai pastinya bukanlah sekedar ungkapan

konotasi belaka tanpa makna dan tujuan.

Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa suara atau frekuensi keledailah

yang lebih nyaring yakni 350 Hz dibandingkan dengan hewan-hewan lainnya.

Pengukuran telah memastikan bahwa intensitas suara ringkikan keledai dapat

melebihi 100 dB dan dipastikan pula bahwa terlalu banyak mendengar suaranya

136

Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-Qur‟an, Al-Qur‟an dan Terjemahnya (Semarang: Karya

Toha Putra Semarang, 2002), hal. 577. 137 Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān,et.al., Hewan dalam Perspektif Al-Qur‟ān dan Sains

(Tafsir Ilmi), (Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān,2012), hal. 103-106.

Page 75: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

60

dapat membuat manusia terkena sejumlah penyakit.138

Di antara hewan-hewan

domestik yang juga memiliki tekanan suara yang tinggi adalah anjing dan

kambing, karena itu keduanya harus diberikan tempat khusus yang jauh dari

rumah manusia dan tempat tinggal hewan-hewan domestik lainnya. Adapun

intensitas suara makhluk hidup yang paling tinggi adalah suara paus biru, yang

mana intensitas suaranya mencapai 188 dB, namun karena hidupnya di dalam air,

maka sebagian besar intensitas suara tersebut diserap oleh air, sehingga manusia

hampir tidak dapat merasakannya meskipun ia mendengarnya dalam jarak ratusan

mil.139

Di dalam isyarat Qur‟āni yang menyebutkan bahwa seburuk-buruk suara

adalah suara keledai terdapat keilmiahan istimewa yang tidak diketahui pada

waktu pewahyuan al-Qur‟ān, dan tidak pula untuk masa yang sangat panjang

setelahnya. Penyebutannya di dalam kitab yang diturunkan kepada seorang Nabi

yang ummī, di tengah-tengah umat yang saat itu mayoritasnya jauh dari orang-

orang yang buta aksara, yakni 14 abad lalu, dan pengisyaratannya akan bahaya

pencemaran lingkungan dengan kebisingan merupakan hakikat-hakikat yang tidak

diketahui kecuali pada penghujung abad 20.140

138Zaghlūl al-Najjār, Tafsīr al-Āyāt al-Kauniyyah fī al-Qur‟ān al-Karīm, II, hal. 450. 139Zaghlūl al-Najjār, Min Āyāt al-I‟jāz al-„Ilmī: Al-Ḥayawān fī al-Qur‟ān al-Karīm, hal. 312. 140Zaghlūl al-Najjār, Tafsīr al-Āyāt al-Kauniyyah fī al-Qur‟ān al-Karīm, II, hal. 450.

Page 76: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

61

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah mengikuti uraian panjang terkait penafsiran Zaghlūl al-Najjār

terhadap QS. Luqman ayat 19, analisis terhadap tafsirannya maka dapat di tarik

kesimpulan sebagai berikut:

1. Penafsiran Zaghlūl al-Najjār terkait dengan Surat Luqman ayat 19, bahwa kata

al-Qasd berarti tidak berlebihan atau melampaui batas antara melebihkan dan

mengurangi. Sedaangkan kata al-Ghaddh berarti merendahkan suara sesuai

tingkat yang di butuhkan, hal tersebut merupakan bagian dari adab, sikap

percaya diri dan kepercayaan akan benarnya ucapan sehingga menjadikan

rendahnya suara sebagai salah satu dari akhlak-akhlak mulia. Sementara itu

meninggikan suara adalah sejelek-jeleknya suara. Meninggikan suara akan

mengakibatkan kebisingan dan kebisingan merupakan salah satu pencemaran

lingkungan, serta pada hal tersebut terdapat hubungan yang kuat antara

stabilitas fisik dan psikis pada makhluk hidup bahkan pada benda mati pada

suatu lingkungan. Kebisingan yang kuat dapat mengakibatkan gangguan yang

nyata pada kinerja dan fungsi bermacam-macam sistem pada tubuh manusia,

seperti meningkatnya produksi zat adrenalin yang menyebabkan:

menegangnya saraf tubuh; kesadaran tubuh yang melampaui batas, serta

menguatnya atensi tubuh di luar kemampuan yang meningkat karena

pembebanan dan sensitivitas tubuh dengan kelelahan yang melebihi batas. Di

antara bahaya yang ditimbulkan oleh kebisingan yang kuat adalah: (1)

Terjadinya gangguan pada fungsi telinga, hidung dan laring (pangkal

tenggorokan); (2) Peluang hilangnya indra pendengaran dan penciuman, baik

sebagian atau pun seluruhnya; (3) Kecederaan dengan sejumlah penyakit

jantung dan pembuluh darah seperti meningkatnya kadar kolesterol dalam

darah, terjadinya penyumbatan pembuluh darah, pengerasan pembuluh nadi

(arteriosklerosis), naiknya tekanan darah, gangguan produksi kelenjar-kelenjar

endokrin, gangguan kinerja sebagian fungsi-fungsi otak, terutama dalam

keadaan-keadaan sangat tegang karena kebisingan yang kuat, yang mana dapat

Page 77: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

62

menyebabkan tidak terkendalinya keseimbangan produksi sebagian hormon.

Lalu segala gangguan fungsi bermacam-macam organ tubuh yang mengirinya,

sert gangguan-gangguan saraf dan psikis lainnya yang disertai rasa sakit

kepala yang berlangsung lama, sesak serta rasa lelah.

2. Analisis terhadap tafsiran Zaghlūl al-Najjār tentang QS. Luqman ayat 19,

bahwa kebisingan akan berdampak negatif pada fisik salah satunya adalah

gangguan pada pendengaran, karna pada umumnya Frekuensi yang dapat di

terima manusia yakni 20 Hz, merupakan gerakan besar pada gendang telinga,

tetapi jika tekanan suaranya meningkat hingga lebih dari 160 dB, maka ia

dapat memecahkan gendang telinga secara keseluruhan. Hal tersebut dapat

memantul pada sistem saraf pusat dan sistem pencernaan sehingga

menyebabkan gangguan pencernaan dan timbulnya luka yang bermacam-

macam. Di antara hewan-hewan domestik yang juga memiliki tekanan suara

yang tinggi adalah anjing dan kambing, karena itu keduanya harus diberikan

tempat khusus yang jauh dari rumah manusia dan tempat tinggal hewan-

hewan domestik lainnya. Adapun intensitas suara makhluk hidup yang paling

tinggi adalah suara paus biru, yang mana intensitas suaranya mencapai 188

dB, namun karena hidupnya di dalam air, maka sebagian besar intensitas suara

tersebut diserap oleh air, sehingga manusia hampir tidak dapat merasakannya

meskipun ia mendengarnya dalam jarak ratusan mil. Keledai adalah hewan

darat yang memiliki intensitas suara paling tinggi, yang intensitas suaranya

mencapai 350 Hz dibandingkan dengan hewan-hewan lainnya seperti

kalilawar yang intensitas suaranya mencapai 316 Hz dan anjing mencapai 108

Hz dan sebagainya.

Page 78: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

63

B. Saran-Saran

Melalui penelitian ini, penulis akan memberikan saran-saran sebagai berikut:

1. Bagi pembaca yang berkeinginan menafsirkan al-Qur‟ān, hendaknya harus

memiliki seperangkat ilmu-ilmu yang menjadi syarat untuk menafsirkan al-

Qur‟ān. Selain itu, diperlukan pula ilmu-ilmu yang berkembang pada zaman

modern saat ini. Sehingga mampu menghasilkan pemahaman secara

komprehensif.

2. Penulis akui tulisan ini belum mencapai kesempurnaan. Karna itu, penulis

berharap ada peneliti-peneliti yang secara serius „membawa‟ dirinya untuk

memperdalam karya skripsi ini, dengan analisis dan sudut pandang yang

berbeda. Sehingga diharapkan akan diperoleh pemahaman yang lebih luas.

Page 79: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

64

DAFTAR PUSTAKA

Al-„Aridl, Ali Hasan. Sejarah dan Metodologi Tafsir. Jakarta: Raja Grafindo

Persada. 1994.

Al-Farmawi, Abd Al-Hayy. (Terj. Suryan A. Jamrah), Metode Tafsir Maudhu‟i.

Jakarta:PT Raja Grafindo, 1996.

Al-Najjār, Zaghlūl. Min Āyāt al-I‟jāz al-„Ilmī: Al-Ḥayawān fī al-Qur‟ān al-Karīm.

______. Tafsīr al-Āyāt al-Kauniyyah fī al-Qur‟ān al-Karīm. Beirut: Dār al-

Ma‟rifah. 2006. II.

Al-Maragi, Ahmad Mustafa. TafsĪr al-Maragi, terj. Anshori Umar Sitanggal, dkk.

Semarang: Karya Toha Putra, cet. Ke-2, 1993.Juz xix.

Al-Mutasib, Abdul Majid Abdussalam (Terj. Moh. Maghfur Wachid). Visi

dan Paradigma Tafsir al-Qur‟an Kontemporer. Bangil: Al Izzah, 1997.

Al-Qardāwī , Yusuf. “Kaifa Nata‟amalu ma‟a al-Qur‟an al-„Azim”. Kairo:Dar al-

syurūq, 2000.

Al-Qaṭṭān, Mannā Khalīl, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur‟an. Jakarta: Litera Antar

Nusantara. 1994.

Al-Shabuni, Muhammad Ali. Shafwatut TafasĪr, Jilid 4. Jakarta: Pustaka al-

Kautsar. 2011.

Anwar, Rosihan. Pengantar Ulumul Qur‟an. Bandung: Pustaka Setia, 2009.

Ash-Shiddieqy, Muhammad Hasbi. Tafsir Al-Qur‟anul Majid An-Nur. Semarang;

Pustaka Rizki Putra, 2000.

As-Suyuti, Jalaluddin dan Jalaluddin al-Mahalli. Tafsir Jalalain. Jilid 3. Surabaya;

Fitrah Mandiri.

Asy-Syirbashi, Ahmad. (Terj. Pustaka Fidaus). Sejarah Tafsir Qur‟an. Jakarta:

Pustaka Firdaus. 1985.

Baidan, Nashruddin. Wawasan Baru Ilmu Tafsir. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

2005.

Bakker, Anton dan Ahmad Haris Zubair. Metologi Penelitian Filsafat.

Yogyakarta: Kanisius, 1994.

Page 80: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

65

Dewanty, Rindy Astike dan sudarmaji, “Analisis Dampak Intensitas Kebisingan

Terhadap Gangguan Pendengaran Petugas Laundry”, Jurnal Kesehatan,

Vol. 8, No.2 Juli 2015.

Dimjati, Djamaluddin. “Menyingkap Kebenaran al-Qur‟an”. Solo: Tiga

Serangkai. 2008.

Ghulsyani, Mahdi. Filsafat, Sains Menurut Al-Qur‟an. Bandung: Mizan, 1998.

Hassan, Hassan Ibrahim. Sejarah dan Kebudayaan Islam. (Yogyakarta: Kota

Kembang. 1989.

Ichwan, Muhammad Nor. Memasuki Dunia Al-Qur‟an. Semarang: Lubuk Raya.

2001.

Ichwan, Mochammad Nor. Tafsir „Ilmi; Memahami Al-Qur‟an Melalui

Pendekatan Sains Modern. Yogyakartra: Menara Kudus Jogja. 2004.

Khaeruman, Badri. Sejarah Perkembangan Tafsir Al-Qur‟an. Bandung: Pustaka

Setia, 2004.

Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān,et.al., Hewan dalam Perspektif Al-Qur‟ān

dan Sains (Tafsir Ilmi), (Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān, 2012).

Lutfi. “Epistimologi Tafsir Sains Zaghlul al-Najjar”. Tesis; Jurusan Tafsir,

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2013.

Maritta, Nury Qomariyah. “Konsep Geologi Laut Dalam Al-Qur‟an Dan Sains

(Analisa Surat Al-Rahman [55]: 19-20, Surat An-Naml [27]: 61, dan surat

al-Furqān [25]:53”. Skripsi; Jurusan Tasir Hadits Fakultas Ushuluddin,

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010.

Masruri, Hadi dan Imron Rossidy. Filsafat Sains dalam Al-Qur‟an Melacak

Kerangka Dasar Integrasi Ilmu dan Agama. Malang: UIN Malang Press,

2007.

Mustaqim, Abdul. Pergeseran Epistimologi Tafsir. Yoyakarta: Pustaka Pelajar,

2008.

Mustaqim, Abdul. “Kontroversi Tentang Tafsir Ilmi”. Jurnal ilmu-ilmu al-

Qur‟an dan Tafsir.

Nasr, Seyyed Hossein. Sains dan Peradaban di dalam Islam. Bandung: Pustaka.

1986.

Page 81: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

66

Pasya, Ahmad Fuad. Dimensi Sains al-Qur‟an, terj. Muhammad Arifin, Cet. I.

Solo: Tiga Serangkai. 2004.

Riyanto, Erik Widi. “Makna Kata al-Bahrain dalam Al-Qur‟an dari Sudut Ilmu

Pengetahuan (Studi kemukjizatan lmiah al-Qur‟an”. Skripsi Thesis:

Jurusan Tafsir Hadits Fakultas Ushuluddin, UIN Sultan Syarif Kasim

Riau Pekanbaru, 2011.

Rosadisastra, Andi. Metode Tafsir Ayat-Ayat Sains dan Sosial. Jakarta; Amzah,

2012.

Rubini, “Tafsir Ilmi”, Jurnal Komunikasi dan Pendidikan Islam, Volume 5,

Nomor 2, Desember 2016.

Saleh, Sujiat Zubaidi. “Epistemologi Penafsiran Ilmiah al-Qur‟an.” Jurnal

Tsaqafah, VII, No.1 (2011).

Samsurrahman. Pengantar ilmu tafsir. Jakarta: Amzah. 2014.

Shihab, M. Quraish. Mukjizat Al-Qur‟an Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat

Ilmiah, dan Pemberitaan Ghaib. Bandung,Mizan,2007.

_____. Membumikan Al-Qur‟an. Bandung: Mizan,1994.

_____. “Metode Penyusunan Tafsir yang berorientasi pada Sastra, Budaya dan

Masyarakat”. Makalah, 1984.

_____. Tafsir al-Misbah, Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Quran. Jakarta:

Lentera Hati, 2002.

Sulaiman, Ishak et.all, Metodologi Penulisan Zaghlul Al-Najjar Dalam

Menganalisis Teks Hadith Nabawi Melalui Data-Data Saintifik.

Malaysia: Akademi Pengajian Islam Universiti Malaya Kuala

Lumpur. 2001.

Suma, Muhammad Amin. Ulumul Qur‟an. Jakarta; Rajawali Pers, 2014.Quthb,

Sayyid. Tafsir fi Zhilalil Qur‟an. Kairo; Darus Syauq, 1968. Jilid 5.

Supiana, M. Karman. Ulumul Qur‟an. Bandung: PUSTAKA ISLAMIKA, 2002.

Suryadilaga, M. Al-Fatih. et.al. Metodologi Ilmu Tafsir. Yogyakarta: Teras, 2010.

Sya‟roni, Mokh. Metode Kontemporer Tafsir al-Qur‟an. Semarang: IAIN

Walisongo. 2012.

Page 82: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

67

Tim Tafsir Ilmiah Salman ITB, Tafsir Salman, (Bandung: Penerbit Mizan

Pustaka 2014.

Wardhana, Wisnu Arya. Al-Qur‟ān dan Nuklir. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

2004.

Yuliarto, Udi. “Al-Tafsir Al-„Ilmi Antara Pengakuan dan Penolakan”, Jurnal

Khatulistiwa. Vol.1, No.1 (2011).

Ridwan Shaleh, “Ayam Jantan bisa Melihat Malaikat dan Keledai dapat Melihat

Syaithan”, di akses melalui alamat : http://pkh.or.id/ayam-jantan-dan-

keledai-bisa-melihat-malaikat/ , pada tanggal 18 maret 2020.

Panji, “Ilmuan AS Buktikan Ayam Bisa Lihat Malaikat”, di akses pada alamat :

http://www.panjimas.com/miracle/2015/04/25/ilmuan-as-buktikan-ayam-

bisa-lihat-malaikat/, pada tanggal 18 maret 2020.

Page 83: PENAFSIRAN ZAGHLUL AL-NAJJAR TERHADAP AYAT 19 QS. …repository.uinjambi.ac.id/3460/1/UT160094, Penafsiran Zaghlul Al-Na… · Muaro Jambi dan Studi Agama UIN STS Jambi di- JAMBI

68

CURRICULUM VITAE

Nurmiah dilahirkan di Pulau Burung pada tanggal 07 Februari 1999. Putri

ke tiga dari bapak Sayyid dan ibu Ernisah. Nurmiah memperoleh Sarjana Agama

dari Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi pada 2020, ijazah

Sekolah Menengah Atas (SMA) diperoleh pada 2016, Sekolah Menengah Pertama

(SMP) pada 2013 dan memperoleh ijazah Sekolah Dasar (SD) pada 2010.

Nurmiah juga pernah mempunyai pengalaman Organisasi Pramuka di UIN

Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, dan mempunyai pengalaman kerja yaitu sebagai

pengajar di Jambi Qur‟an School pada tahun 2016.