pemrosesan

18
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lateks Sebanyak 90 % dari karet alam dihasilkan dari hevea brasiliensis dan 10 % dari guayule. Karet alam merupakan suatu cairan. Pohon yang berusia 1-1,5 tahun ditransplantasikan di kebun dan dibiarkan tumbuh hingga 4-5 tahun. Pada usia tersebut, pohon mulai menghasilkan lateks. Lateks memiliki pH 6,5-7, dan densitas 0,95 g/cm 3 . Sehubungan dengan reaksi enzimatik dan oksidasi lateks menggumpal saat dipindahkan dari kebun ke pabrik. Sejumlah amoniak, natrium sulfida, formaldehida atau asam borat ditambahkan sebagai pencegahan. Komposisi lateks dapat dilihat pada tabel 2.1. Tabel 2.1. Komposisi lateks Material Penyusun Komposisi Material padat Protein dan fosfoprotein Resin Asam – asam lemak Karbohidrat Garam-garam anoganik 3,0 – 3,8% 1,0 – 2,0% 2,0% 1,0% 1,0% 0,5% Sumber : Bhatnagar, 2004 Poliisoprena adalah gabungan dari unit-unit monomer hidrokarbon C 5 H 8 (isoprena) yang membentuk rantai panjang dan jumlahnya sangat banyak. Karet alam

Upload: andri-rusli

Post on 23-Nov-2015

25 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

pemrosesan

TRANSCRIPT

  • 19

    BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Lateks

    Sebanyak 90 % dari karet alam dihasilkan dari hevea brasiliensis dan 10 % dari

    guayule. Karet alam merupakan suatu cairan. Pohon yang berusia 1-1,5 tahun

    ditransplantasikan di kebun dan dibiarkan tumbuh hingga 4-5 tahun. Pada usia

    tersebut, pohon mulai menghasilkan lateks. Lateks memiliki pH 6,5-7, dan densitas

    0,95 g/cm3. Sehubungan dengan reaksi enzimatik dan oksidasi lateks menggumpal

    saat dipindahkan dari kebun ke pabrik. Sejumlah amoniak, natrium sulfida,

    formaldehida atau asam borat ditambahkan sebagai pencegahan. Komposisi lateks

    dapat dilihat pada tabel 2.1.

    Tabel 2.1. Komposisi lateks

    Material Penyusun Komposisi

    Material padat

    Protein dan fosfoprotein

    Resin

    Asam asam lemak

    Karbohidrat

    Garam-garam anoganik

    3,0 3,8%

    1,0 2,0%

    2,0%

    1,0%

    1,0%

    0,5%

    Sumber : Bhatnagar, 2004

    Poliisoprena adalah gabungan dari unit-unit monomer hidrokarbon C5H8

    (isoprena) yang membentuk rantai panjang dan jumlahnya sangat banyak. Karet alam

  • 20

    adalah makro molekul poliisoprena yang bergabung dengan ikatan kepala ke ekor.

    Konfigurasi dari polimer ini adalah konfigurasi cis dengan susunan ruang yang

    teratur, sehingga rumus dari susunan karet adalah 1,4 cis poliisoprena. Susunan ruang

    demikian membuat karet mempunyai sifat kenyal. Adapun rumus bangun dari

    isoprena dan cis 1,4 poliisoprena dapat dilihat di bawah ini:

    CH3 CH2 = C CH = CH2

    Gambar 2.1. Monomer isoprena

    Gambar 2.2. cis 1,4 poliisoprena (Stevens, 2001)

    2.1.1. Prakoagulasi Lateks

    Prakoagulasi merupakan pembekuan pendahuluan yang menghasilkan lumps atau

    gumpalan-gumpalan pada cairan getah sadapan. Kejadian ini sering terjadi di areal

    perkebunan karet sebelum karet sampai ke pabrik atau tempat pengolahan. Bila hal ini

    terjadi akan timbul kerugian yang tidak sedikit. Hasil sadapan yang mengalami

    prakoagulasi hanya dapat diolah menjadi karet yang bukan jenis baku dan kualitasnya

    pun rendah.

    Pabrik atau tempat pengolahan karet yang membuat karet jenis ribbed smoked

    sheets atau RSS rata-rata menggunakan amonia dan natrium sulfit sebagai

    antikoagulan. Untuk membuat karet jenis crepe, antikoagulan yang biasa digunakan

    adalah soda atau natrium sulfit. Sedangkan formaldehida walau dapat digunakan

    H

    CH2

    C C

    CH3

    CH2

    n

  • 21

    untuk jenis ribbed smoked sheet dan crepe, tetapi pemakaiannya kurang dianjurkan

    (Penulis PS,2007).

    Lateks segar ketika baru disadap dari pohon bersifat sedikit basa atau netral.

    Lateks segar dapat dengan cepat berubah menjadi asam akibat kerja bakteri.

    Pembentukan asam organik menetralisasi muatan negatif pada partikel karet dan

    lateks terkoagulasi secara otomotis. Akan tetapi hal ini harus dicegah, biasanya

    dengan penambahan 0,7 % amoniak (Loganathan, 1998).

    2.1.2. Pengolahan Lateks Pekat

    Lateks kebun umumnya mengandung kadar karet (KKK) antara 25-35 %. Lateks ini

    belum dapat dipasarkan karena masih terlalu encer dan belum sesuai untuk digunakan

    sebagai bahan industri karet pada umumnya. Dengan demikian, lateks ini perlu

    dipekatkan terlebih dahulu hingga memiliki kadar karet kering 60 % atau lebih. Lateks

    dengan KKK 60 % atau lebih ini dikenal dengan sebutan lateks pekat (concentrated

    latex). Proses pembuatan dan pemasaran lateks pekat ini telah sejak lama dikenal,

    sehingga produk jenis ini bukanlah hal yang baru.

    Lateks pekat merupakan bahan baku industri karet yang paling fleksibel

    dibandingkan dengan sit, krep ataupun karet remah yang telah tersedia dalam bentuk

    tertentu. Namun demikian, bentuk lateks pekat mempunyai beberapa kerugian karena

    volumenya cukup besar dan masih mengndung kadar air yang cukup tinggi, yang

    menimbulkan kesulitan dalam pengangkutan dan meningkatkan biaya cukup tinggi.

    Proses pembuatan lateks pekat secara garis besar dapat dilakukan dengan dua

    cara yaitu : pemusingan (centrifuging) dan pendadihan (creaming) (Penulis PS, 2007).

  • 22

    2.1.2.1. Pengolahan Lateks Pekat Pusingan

    Pada umumnya pengolahan lateks pekat dengan cara pusingan ditujukan untuk

    memproduksi lateks pekat amoniak tinggi (HA-centrifuge). Urutan pengolahannya

    adalah sebagai berikut :

    1) Penerimaan lateks kebun

    Lateks dari kebun harus dijaga kebersihannya dengan selalu menggunakan peralatan

    yang bersih. Lateks diterima dalam bak penerimaan melalui saringan 80 mesh, diukur

    jumlahnya dan diaduk merata. Kemudian diambil contoh untuk menentukan KKK dan

    kadar VFA-nya. Ke dalam lateks ditambahkan 2 3 gram amoniak per liter lateks,

    kemudian diaduk. Apabila dikehendaki, sebelum dimasukkan ke dalam alat pusingan,

    lateks dapat dialirkan melalui pusingan pembersih (clarificator).

    2) Pemusingan

    Lateks dimasukkan ke dalam alat pusingan (centrifuge) misalnya Separator A.B.

    (laval) buatan Stockholm atau Westphalia dan Titan buatan Kopenhagen.

    Lateks yang dialirkan ke dalam alat pusingan oleh daya sentrifuge yang

    berputar dengan kecepatan 6000-7000 rpm, dipisahkan menjadi dua bagian yaitu

    lateks pekat dan serum.

    Lateks pekat hasil pemusingan yang mengalir menuju tangki pencampur

    dibubuhi dengan bahan pemantap. Bahan ini umumnya berupa larutan 10-20 % NH4 Laurat (sejenis sabun) dengan dosis 0,05 %. Fungsi dari larutan ini adalah untuk

    meningkatkan kemampuan lateks pekat hasil pemusingan. Selanjutnya dalam tangki/

    pengangkut lateks pekat ditambah dengan NH3 sehingga kadar NH3 dalam lateks

    menjadi 0,7 % atau lebih.

  • 23

    3) Penyimpanan lateks pekat

    Lateks pekat hasil pusingan meskipun telah ditambah dengan bahan pemantap, lateks

    itu masih belum siap dipasarkan. Lateks pekat itu perlu diperam/ disimpan dahulu

    selama 2 minggu atau lebih. Pemeraman ini dimaksudkan agar bahan pemantap

    berfungsi efektif. Selama pemeraman perlu diaduk setiap hari untuk menjaga agar

    tidak terjadi pengendapan. Pengadukan dilakukan dengan pengaduk rpm rendah (30

    60 rpm) dan dilakukan selama 15 30 menit.

    Volume setiap tangki penyimpanan sebaiknya dapat menampung hasil olahan

    selama 3 atau 6 hari bila dilakukan system sadap 3 hari sekali (1/2 3 ). Hal ini

    dimaksudkan agar mutu lateks pekat dari tangki satu dengan yang lain akan sama.

    4) Pengemasan

    Pada umumnya pengemasan lateks pekat dilakukan dalam drum besi atau plastic

    (volume 200 liter). Bila menggunakan drum besi perlu terlebih dahulu diberi bahan

    pelapis di bagian dalamnya. Pelapisan dengan lilin atau bitumen pada bagian dalam

    drum mutlak diperlukan meskipun dengan konsekuensi penambahan biaya dan tenaga.

    Pada prinsipnya pengemasan lateks pekat harus dilakukan dalam wadah yang

    sesuai, bersih, kering dan tertutup rapat, disamping tersimpan dalam tempat yang

    sejuk demi untuk menjaga mutu lateks tidak cepat menurun (Penulis PS, 2007).

    2.1.2.2. Pengolahan Lateks Pekat Dadih

    Metode pemekatan lateks ini menggunakan bantuan bahan kimia yang berperan

    sebagai bahan pendadih. Jadi, berbeda dengan cara pusingan yang menggunakan alat

    mekanis. Urutan pengolahan lateks dadih adalah sebagai berikut :

  • 24

    1) Penerimaan lateks

    Lateks diterima dalam tangki-tangki melalui saringan. Untuk dapat diolah menjadi

    lateks pekat yang baik, sangat diperlukan bahan lateks kebun yang baik. Lateks ini

    harus telah diawetkan dengan bahan pengawet sedini mungkin yaitu dengan

    menambahkan NH3 dengan kadar 0,7 %. Disamping itu, untuk mendapatkan hasil

    pendadihan yang baik sesuai dengan mutu standar, diperlukan bahan lateks kebun

    dengan KKK 30 %.

    2) Pendadihan

    Bahan lateks kebun yang telah dibubuhi dengan bahan pengawet dan telah disaring

    itu, dimasukkan ke dalam tangki pendadihan. Ke dalam tangki pendadih dimasukkan

    bahan pendadih yaitu 140 cc larutan tepung Konyaku 1 % atau 60 cc larutan

    ammonium alignat 1 % untuk tiap liter lateks. Kemudian diaduk merata dengan alat

    pengaduk yang berputar dengan kecepatan antara 200 400 rpm selama 20 60

    menit.

    Setelah diaduk merata didiamkan selama beberapa waktu (3 4 minggu) untuk

    memberi kesempatan partikel-partikel karet terkumpul pada bagian atas dan skim di

    bagian bawah. Skim dari bagian bawah dikeluarkan untuk dialirkan ke dalam bak

    pengumpul skim. Proses pendadihan yang baik akan menghasilkan skim berkadar

    karet antara 3 5 %.

    3) Penyimpanan dan pengemasan

    Penyimpanan dan pengemasan lateks dadih sama seperti yang dilaksanakan pada

    lateks pusingan. Skim sebagai limbah pengolahan lateks pekat biasanya diolah

    tersendiri dan dijual dalam bentuk bekuan basah atau dalam bentuk krep. Krep skim

    ini termasuk gumpalan mutu rendah yang dapat diolah menjadi karet remah.

    Selain kedua cara pengentalanseperti yang telah diuraikan di atas, masih

    dikenal satu cara lagi yaitu melalui proses penguapan. Pada dasarnya cara pengentalan

    dengan penguapan adalah menguapkan air yang ada dalam lateks. Sebagai bahan

    pemantap dan pengawet digunakan sabun kalium dan basa KOH (Penulis PS,2007).

  • 25

    2.2. Karet

    Karet atau elastomer merupakan polimer yang memperlihatkan resiliensi (daya pegas)

    atau kemampuan meregang dan kembali ke keadaan semula dengan cepat. Sebagian

    besar mempunyai struktur jaringan (Steven, 2007).

    Telah diketahui bahwa material karet dalam aplikasinya tidak terdiri dari

    komponen tunggal. Biasanya, ditambahkan satu atau lebih material dasar (kompon)

    yang terdiri atas elastomer bersama dengan pemvulkanisasi, pengisi, pemplastisasi,

    antioksidan, pigmen dan lain-lain. Bahan dasar yang diubah menjadi karet pada

    campuran diatas terntunya adalah polimer, suatu bahan yang memiliki massa molekul

    tinggi. Polimer jenis ini yang telah dikenal dan telah lama digunakan adalah karet

    alam. Karet alam terdiri dari rantai linier cis-1,4-poliisoprena yang bermassa molekul

    tinggi, yang terjadi secara alami sebagai partikel koloid yang terdispersi pada lateks

    dari spesies tanaman tertentu. Sejauh ini, spesies yang paling penting adalah Hevea

    brasiliensis. Ketertarikan yang tinggi pada produksi karet alam terjadi pada akhir abad

    19 dan awal abad 20 disebabkan perkembangan industry motor. Dari periode perang

    dunia I, terjadi ketertarikan pada produksi karet sintetis sebagai alternatif karet alam.

    Polimer karet tersebut dihasilkan dari polimerisasi monomer yang biasanya diperoleh

    dari minyak tanah (Lovell, 1997).

    2.2.1. Bahan - Bahan Penyusun Kompon Karet

    a. Bahan pemvukanisasi

    Adalah bahan kimia yang dapat bereaksi dengan gugus aktif pada molekul karet

    membentuk ikatan silang tiga dimensi. Bahan pemvulkanisasi yang pertama dan

    paling umum digunakan adalah belerang, khusus digunakan untuk pemvulkanisasi

    karet alam atau karet sintesis seperti SBR dan EPDM.

  • 26

    b. Bahan pencepat

    Adalah bahan kimia yag digunakan dalam jumlah sedikit bersama-sama degan

    belerang untuk mempercepat reaksi vulkanisasi. Bahan pencepat yang digunakan

    dapat berupa satu atau kombinasi dari dua atau lebih jenis bahan pencepat. Pencepat

    dikelompokkan bardasarkan fungsinya sebagai berikut:

    1). Pencepat primer, contoh MBT dan MBTS untuk jenis thiazol (semi cepat), CBS

    untuk jenis sulfenamida ( cepat-ditunda)

    2). Pencepat sekunder, DPG untuk jenis guanidine (sedang), TMT dan TMTD untuk

    jenis thiuram (sangat cepat), ZDBC dan ZMDC untuk jenis dithiokarbamat (sangat

    cepat)

    c. Bahan penggiat

    Adalah bahan kimia yang ditambahkan ke dalam sistem vulkanisasi dengan pencepat

    untuk menggiatkan kerja pencepat. Penggiat yang paling umum digunakan adalah

    kombinasi antara ZnO dengan asam stearat.

    d. Bahan anti degradasi

    Adalah bahan kimia yang berfungsi sebagai anti ozonan dan anti oksidan yang

    melindungi bahan jadi karet dari pengusangan dan peningkatan usia penggunaaanya.

    Bahan yang sering digunakan antara lain: wax (anti ozonan) senyawa amina dan

    senyawa turunana fenol (ionol).

    Senyawa amina mudah migrasi dan meninggalkan bercak warna (stain) jika

    bersentuhan, selain baik sebagai anti ozon juga sebagai anti flek dan anti oksidan

    barang jadi karet yang berwarna gelap. Anti degradant dari senyawa fenol baik

    digunakan utuk barang jadi karet yang berwarna jernih atau putih. Penggunaan bahan

    anti degradat pada umumnya berkisar 1-2 phr.

  • 27

    e. Bahan pengisi

    Bahan pengisi ditambahakan ke dalam kompon karet dalam jumlah yang cukup besar

    dengan tujuan meningkatkan sifat fisik, memperbaiki karakteristik pengolahan

    tertentu dan menekan biaya. Bahan pengisi dibagi menjadi dua golongan yaitu bahan

    pengisi yang bersifat penguat, contoh carbon black, silika serta bahan pengisi yang

    bersifat bukan penguat, contoh CaCO3, kaolin, BaSO4 dan sebagainya.

    (http://floatshaker.blogspot.com/2009/05/bab-i-pendahuluan-1.html)

    f. Bahan Pengelantang

    Bahan pengelantang dalam industri pengolahan karet berguna untuk mendapatkan

    warna karet yang diinginkan karena warna alami lateks agak kekuningan hingga

    kuning. Dengan bahan pengelantang misalnya RPA-3, warna karet dapat dibuat sesuai

    dengan keinginan.

    g. Bahan Pelunak

    Sesuai dengan namanya, bahan ini bias melunakkan karet sehingga memudahkan

    pembuatan dan pemberian bentuk. Bahan pelunak yang umum digunakan antara lain

    minyak naftenik, minyak nabati, minyak aromatik, ter pinus, lilin paraffin, dan damar.

    h. Bahan Peniup

    Bahan peniup berfungsi membentuk pori halus, sehingga karet menjadi ringan dan

    lunak. Bahan peniup umumnya digunakan untuk pembuatan karet mikroselular.

    Contoh bahan peniup antara lain Porofor BSH dan Vucacel Bn.

    i. Bahan Pewangi

    Karet memiliki aroma alami yang khas dan kurang enak. Karenanya, penambahan

    bahan pewangi bisa dilakukan. Contoh bahan pewangi adalah Rodo 10

    (Setiawan,2007).

  • 28

    2.2.2. Pravulkanisasi Lateks Pekat

    Secara garis besar proses pembuatan barang jadi lateks dapat dipecah menjadi dua,

    yakni tahap penyiapan kompon lateks dan tahap pencetakan, vulkanisasi dan

    pengeringan. Tahap penyiapan kompon memerlukan kemampuan mengelola

    persediaan bahan baku berupa lateks pekat dan bahan kimia kompon serta

    pengetahuan yang cukup untuk meramu kompon sesuai kebutuhan dan barang jadi

    lateks yang akan diproduksi (www.karetalam.com).

    Salah satu tahap yang tidak dapat diabaikan adalah proses pravulkanisasi.

    Persiapannya adalah dengan memanaskan lateks pekat dengan dispersi sulfur, zink

    oksida, dan suatu akselerator super cepat pada temperatur kira-kira 70C selama 2

    jam. Proses tersebut tidak membutuhkan proses pengkomponan yang rumit dan

    biasanya digunakan pada industri karet yang menggunakan metode pencelupan

    (Loganathan,1998).

    2.2.3. Vulkanisasi

    Sejak Goodyear melakukan percobaan memanaskan karet dengan sejumlah kecil

    sulfur, proses ini menjadi metode terbaik dan paling praktis untuk merubah sifat fisik

    dari karet. Proses ini disebut vulkanisasi. Fenomena ini tidak hanya terjadi pada karet

    alam, namun juga pada karet sintetis. Telah diketahui pula bahwa baik panas maupun

    sulfur tidak menjadi faktor utama dari proses vulkanisasi. Karet dapat divulkanisasi

    atau mengalami proses curing tanpa adanya panas. Contohnya dengan bantuan sulfur

    klorida. Banyak pula bahan yang tidak mengandung sulfur tapi dapat memvulkanisasi

    karet. Bahan ini terbagi dua yaitu oxidizing agents seperti selenium, telurium dan

    peroksida organik. Serta sumber radikal bebas seperti akselerator, senyawa azo dan

    peroksida organik.

    Banyak reaksi kimia yang berhubungan dengan vulkanisasi divariasikan, tetapi

    hanya melibatkan sedikit atom dari setiap molekul polimer. Definisi dari vulkanisasi

    dalam kaitannya dengan sifat fisik karet adalah setiap perlakuan yang menurunkan

    laju alir elastomer, meningkatkan tensile strength dan modulus. Meskipun vulkanisasi

  • 29

    terjadi dengan adanya panas dan sulfur, proses itu tetap berlangsung secara lambat.

    Reaksi ini dapat dipercepat dengan penambahan sejumlah kecil bahan organik atau

    anorganik yang disebut akselerator. Untuk mengoptimalkan kerjanya, akselerator

    membutuhkan bahan kimia lain yang dikenal sebagai aktivator, yang dapat berfungsi

    sebagai aktivator adalah oksida-oksida logam seperti ZnO. (http://www.chem-is-

    try.org)

    Akibat vulkanisasi, perubahan-perubahan berikut terjadi :

    1. Rantai panjang dari molekul karet menjadi terikat silang akibat reaksi dengan

    zat pemvulkanisasi, membentuk struktur tiga dimensi. Reaksi ini mengubah

    bahan yang bersifat plastis, lemah, dan lembut menjadi produk yang elastis

    namun kuat.

    2. Karet kehilangan kepekatannya dan menjadi tidak larut dalam pelarut-pelarut

    dan lebih tahan terhadap pengaruh-pengaruh buruk yang disebabkan oleh

    panas, cahaya, dan proses penuaan (Morton, 1987).

    Vukanisasi karet alam dengan sulfur termasuk yang paling banyak diteliti.

    Awal 1920, Staudinger mengembangkan teorinya tentang struktur rantai panjang

    polimer. Sebelum mengalami ikat silang, karet (dalam hal ini karet alam) terdiri dari

    rantai lurus yang bermassa molekul tinggi, seperti yang terlihat pada reaksi berikut

    dimana R merupakan rantai karet yang lain.

  • 30

    Gambar 2.3. Reaksi Vulkanisasi Karet Alam (Sperling,1986)

    Salah satu faktor penting dalam proses vulkanisasi adalah suhu. Suhu

    vulkanisasi harus ditentukan untuk menghasilkan produk yang sesuai, memiliki sifat-

    sifat fisik yang seragam pada waktu vulkanisasi yang sesingkat mungkin. Koefisien

    suhu vulkanisasi adalah sebuah istilah untuk mengidentifikasi hubungan yang terjadi

    antara perbedaan waktu vulkanisasi pada suhu yang berbeda-beda. Dengan

    mengetahui koefisien waktu vulkanisasi tersebut maka waktu pemasakan optimum

    dapat diperkirakan. Misalnya, sebagian besar kompon karet memiliki koefisien 2 (1,8

    s/d 2,2). Ini mengindikasikan bahwa waktu pemasakan dikurangi seiring dengan

    bertambahnya suhu setiap 18F (10C) atau jika suhu dikurangi 18F, waktu

    pemasakan harus ditambah (Morton,1987).

    2.3. Bahan Pengisi

    S

    CH2

    H3C

    CH C CH2

    S R

    S

    S

    CH2 C

    H3C

    CH CH2

    S

    S

    R

    CH2 C

    H3C

    CH CH2 Sulfur +

    n

    n

  • 31

    Bahan pengisi digunakan pada kompon karet untuk menguatkan atau memodifikasi

    sifat-sifat fisik, memberikan sifat-sifat tertentu ataupun mengurangi biaya produksi

    (Morton, 1987).

    Syarat suatu bahan pengisi adalah ukuran partikelnya yang berkisar antara 100

    500 A0 (penguat) dan 1000 5000 A0 (semi penguat). Memiliki sifat inert atau tidak

    mudah bereaksi serta mempunyai muatan statik dan kristalinitas tinggi, yang terakhir

    ini dapat diukur dengan alat difraksi sinar X (Supeno, 2009).

    2.3.1. Jenis Jenis Bahan Pengisi

    Bahan pengisi dapat dikelompokkan menjadi 2 jenis :

    1. Bahan Pengisi Penguat

    Bahan pengisi penguat yang paling penting adalah karbon hitam dan silika.

    Bahan pengisi penguat tersebut dengan dimensi 100 200 , membentuk

    bermacam-macam ikatan fisika dan kimia dengan rantai polimer. Kekuatan

    tarik dan sobek meningkat dan modulus meninggi. Bahan pengisi penguat

    secara luas digunakan pada ban otomotif untuk meningkatkan daya tahan

    terhadap abrasi (Sperling,1986).

    2. Bahan Pengisi Bukan Penguat

    Bahan pengisi bukan penguat yang paling banyak digunakan adalah kalsium

    karbonat dan kaolin. Kaolin dikenal sebagai pengisi ekonomis untuk

    memodifikasi proses dan penampilan karet alam dan karet sintesis. Mereka

    ditambahkan pada karet alam untuk mengurangi daya rekat, meningkatkan

    kekerasan, memperbaiki daya tahan dan mengurangi biaya (Morton,1987).

  • 32

    2.3.2. Kaolin Sebagai Bahan Pengisi

    Kaolin disebut juga China Clay adalah mineral non logam jenis tanah liat disamping

    Ball Clay, Fire Clay dan Building brick clays. Ross and Kerr (1931) memberi

    defenisi bahwa kaolin adalah massa batu-batuan tanah lempung kualitas tinggi yang

    mengandung besi dalam kadar yang rendah sekali dan biasanya berwarna putih atau

    mendekati putih. Menurut kejadiannya, kaolin berasal dari fedsfar dan granit yang

    terjadi karena proses pelapukan atau metamorfosa hydrothermal yang disebut

    kaolinisation. Sifat-sifat kaolin dapat dilihat pada tabel 2.2.

    Tabel 2.2. Karakteristik Kaolin

    NO Sifat ( karakter) Keterangan 1.

    2.

    3.

    4.

    5.

    Kekerasan

    Berat jenis

    Titik lebur

    Warna

    Keadaan / rupa

    2,0 2,5

    2,6 2,63 gr/ml

    1785 C

    Putih, abu-abu dan kekuning-kuningan

    Lembut serta mudah terdispersi dalam air atau cairan lain

    Sumber : Piter, 1994

    Kaolin merupakan pengisi putih yang paling banyak digunakan, karena

    memiliki beberapa kelebihan, terutama karena harganya yang murah. Kaolin yang

    mempunyai rumus molekul Al2O3.SiO2.2H2O, merupakan bahan mineral yang

    disediakan dengan empat cara berbeda, yaitu pengapungan udara (air-floated),

    pembasuhan air (water-washed), kalsinasi (calcined), dan modifikasi kimia. Kaolin

    jenis pengapungan udara yang paling banyak digunakan bagi pengomponan karet.

    Kaolin yang disediakan secara pengapungan udara dapat dibagi menjadi dua yaitu

    kaolin keras dan kaolin lembut. Kaolin keras dalam pengomponan karet menghasilkan

    kekakuan yang lebih tinggi, sedangkan kaolin lembut lebih sering digunakan untuk

    operasi ekstrusi. Kaolin hasil kalsinasi jarang digunakan dalam industi karet, kecuali

    dalam pembuatan kabel, sedangkan kaolin hasil modifikasi kimia menghasilkan

    viskositas Mooney, dan set mampatan yang rendah.

  • 33

    Setiap jenis pengisi memberikan sifat tertentu kepada karet sebagai akibat dari

    permukaan kimianya yang spesifik. Akibat kehadiran gugus xilanol pada

    permukaannya, maka partikel pengisi kaolin adalah lebih polar (berkutub)

    dibandingkan carbon black, sehingga interaksinya dengan karet hidrokarbon akan

    menjadi lebih lemah. Sebaliknya partikel-partikel kaolin cenderung untuk berinteraksi

    sesamanya, dan membentuk partikel dengan ukuran yang lebih besar (aggregate).

    Selama interaksi kaolin dengan molekul karet adalah lebih lemah dari interaksi kaolin

    dengan kaolin, maka yang terjadi adalah pembentukan agregat kaolin yang besar

    (agglomerate), penyebaran (dispersi) partikel kaolin di dalam phasa karet yang tidak

    merata, dan ini berakibat kepada efek penguatan (reinforcing effect) dari kaolin

    menjadi rendah (Surya, 2006).

    2.4. Film Polimer

    Metode pembuatan polimer dapat dipisahkan menjadi : yang menghasilkan film, serat

    ataupun objek yang dicetak besar. Film memiliki rantai polimer yang umumnya

    berporos tunggal dan lurus searah ketika ditekan. Film terlihat kuat pada arah

    horizontal tetapi terlihat lemah ketika berdiri tegak lurus (Allcock,2003). Ketebalan

    film tergantung pada aplikasi dan pembuatannya. Pada sebagian besar aplikasinya,

    untuk film plastik biasanya dibawah 125 m(Kroschwitz, 1990). Dalam industri lateks

    karet alam yang menggunakan metode pencelupan, ketebalannya adalah 0,05 mm

    untuk kondom dan 0,2 0,8 mm untuk sarung tangan (Harahap et al, 2007).

  • 34

    2.5. Karakterisasi dan Uji Sifat Mekanik Film Lateks Karet Alam

    2.5.1. Kekuatan Tarik

    Kekuatan tarik dari karet lebih sering diukur dibandingkan sifat-sifat yang lain

    kecuali kekerasan dan karet sering digunakan pada berbagai aplikasinya tergantung

    pada sifat kekuatan tariknya. Alasannya adalah bahwa kekuatan tarik merupakan

    ukuran kualitas senyawa tersebut dan ikut berperan dalam pengaturan penggunaan

    bahan pengisi berbiaya rendah. Senyawa-senyawa yang dipakai untuk industri

    umumnya memiliki kualitas yang tinggi, sehingga kekuatan tarik mengambil bagian

    penting pada spesifikasi senyawa-senyawa yang dipakai untuk industri.

    Kekuatan tarik karet juga memiliki ketertarikan sains tersendiri dan tipe ikat

    silang serta derajat ikat silang mempunyai pengaruh yang signifikan pada kekuatan

    tarik karet alam. Umumnya, kekuatan tarik akan mencapai maksimum seiring dengan

    meningkatnya derajat ikat silang. Nilai maksimum kekuatan tarik terjadi pada densitas

    ikat silang yang lebih tinggi. (Hepburn, 1979)

    Kekuatan tarik suatu bahan didefenisikan sebagai besarnya beban maksimum

    (Fmaks) yang digunakan untuk memutuskan spesimen bahan dibagi dengan luas

    penampangnya pada keadaan semula.

    = Ao

    Fmaks persamaaan (1)

    Keterangan :

    = kekuatan tarik bahan (Kg/mm2)

    Fmaks = tegangan maksimum (Kg)

    A0 = luas penampang mula-mula (mm2) (Wirjosentono,1993)

    2.5.2. Scanning Electron Microscopy (SEM)

  • 35

    SEM berbeda dengan mikroskopi elektron transmisi (TEM) dalam hal bahwa suatu

    berkas insiden elektron yang sangat halus di-scan menyilangi permukaan sampel

    dalam sinkronisasi dengan berkas tersebut dalam tabung sinar katoda. Elektron-

    elektron yang terhambur digunakan untuk memproduksi sinyal yang memdulasi

    berkas dalam tabung sinar katoda, yang memproduksi suatu citra dengan kedalaman

    medan yang besar dan penampakan yang hampir tiga dimensi. Dalam penelitian

    morfologi permukaan SEM terbatas pemakaiannya, tetapi memberikan informasi yang

    bermanfaat mengenai topologi permukaan dengan resolusi sekitar 100 . Aplikasi-

    aplikasi yang khas mencakup penelitian dispersi-dispersi pigmen dalam cat, pelepuhan

    atau perekatan koting, batas-batas fasa dalam polipaduan yang tak dapat campur,

    struktur sel busa-busa polimer, dan kerusakan pada bahan perekat (Stevens,2001).

    Desain dan pengendalian morfologi penting untuk kegunaan material tersebut.

    Ada banyak tipe geometri dan morfologi pengisi sebanyak tipe pengisi itu sendiri.

    Beberapa pengisi sepeti mika dan bubuk metalik berbentuk lempengan tipis. Beberapa

    seperti wollastonite cenderung berbentuk jarum dan pengisi lain ada yang berbentuk

    hampir menyerupai bola (Kroschwitz, 1990).

    2.5.3. Swelling Index

    Pelarutan suatu polimer tidak sama dengan pelarutan senyawa yang mempunyai berat

    molekul rendah karena adanya dimensi-dimensi yang sangat berbeda antara pelarut

    dan molekul polimer. Pelarutan polimer terjadi dalam dua tahap. Mula-mula molekul

    pelarut berdifusi melewati matriks polimer untuk membentuk suatu massa

    menggembung dan tersolvasi yang disebut gel. Dalam tahap kedua, gel tersebut pecah

    (bercerai-berai) dan molekul-molekulnya terdispersi ke dalam larutan sejati. Pelarutan

    sering kali merupakan proses yang lambat. Sementara beberapa jenis polimer bisa

    larut dengan cepat dalam pelarut-pelarut tertentu, polimer yang lainnya bisa jadi

    membutuhkan periode pemanasan yang lama dekat titik lebur dari polimer tersebut.

    Polimer-polimer jaringan tidak dapat larut, tetapi biasanya membengkak

    (menggelembung / mengembang / swelling) dengan hadirnya pelarut (Steven, 2001).

  • 36

    Swelling merupakan sifat non-mekanis, tetapi secara luas digunakan untuk

    mengkarakterisasi material elastomer. Swelling merupakan suatu perubahan bentuk

    yang tidak biasa karena perubahan volume merupakan suatu faktor yang tidak dapat

    diabaikan begitu saja, seperti halnya perubahan mekanik. Swelling merupakan

    pembesaran tiga dimensi dimana jaringan mengabsorpsi pelarut hingga mencapai

    derajat keseimbangan swelling. Pada titik ini, energi bebas berkurang diakibatkan

    pencampuran pelarut dengan rantai jaringan diseimbangkan oleh energi bebas yang

    meningkat seiring dengan meregangnya rantai. Pada prakteknya, polimer ditempatkan

    pada suatu wadah yang mengandung pelarut dimana polimer akan mengabsorpsi

    sampai peregangan rantai melebar, mencegah absorpsi yang lebih jauh lagi (Allcock,

    2003).