pemikiran muhammnad abduh

5
Novi Hendra, S. IP MUHAMMNAD ABDUH Oleh Novi Hendra ([email protected] ) Ex-mahasiswa ilmu Politik Universitas Andalas Padang Dilahirkan di Mesir hilir tahun 1849 dari keluarga petani. Setelah sekolah agama, M. Abduh berkenalan dengan al- Afghani dan belajar islam dengan konsep baru dari Al-afghani. Abduh diperkenalkan dengan karya-karya barat, masalah-masalah politik dan sosial yang sedang dihadapi oleh rakyat Mesir dan umat Islam. Pengaruh Afghani membawa Abduh pada bidang jurnalistik dan terus mempraktekkannya. Setelah menjadi sarjana dari universitas al-Azhar, Abduh mulai di angkat jadi pengajar di Dar Al-Ulum, selanjutnya dia memimpin majalah resmi Al-waaqa`i al- Misriyah yang kemudian berubah menjadi Partai Liberal. Karena terlibat pemberontakan Urabi Pasha Abduh di usir dari Mesir dan pergi ke Paris untuk menemui Afghani dan membentuk organisasi al-Urwah al-Wutsqa. Selanjutnya Abduh pindah ke Tunisia dan terus menjalankan keorganisasian serta lembaga pendidikan agama. Dalam periode ini Abduh sempat menyalin karya Afghani tentang sanggahan terhadap paham atheisme. Abduh kemudian memimpin majalah al- Waqa`i al-Misriyah. Abduh menilai suatu karangan yang berjudul ”Kesalahan Para Cendikiawan” yaitu dengan menyatakan bahwa merupakan suatu kebodohan dan bukan sekedar suatu kesalahan oleh para cendikiawan yang menganjurkan rakyatnyaagar menempuh suatu jalan baru yang belum dikenal rakyat. Pendapat Abduh bukan berarti menentang lembaga permusyawaratan. Dia bahkan

Upload: novi-hendra

Post on 05-Dec-2014

677 views

Category:

Education


4 download

DESCRIPTION

Oleh Novi Hendra, S. IP

TRANSCRIPT

Page 1: Pemikiran Muhammnad Abduh

Novi Hendra, S. IP

MUHAMMNAD ABDUH

Oleh Novi Hendra ([email protected])Ex-mahasiswa ilmu Politik Universitas Andalas Padang

Dilahirkan di Mesir hilir tahun 1849 dari keluarga petani. Setelah sekolah agama, M.

Abduh berkenalan dengan al-Afghani dan belajar islam dengan konsep baru dari Al-afghani.

Abduh diperkenalkan dengan karya-karya barat, masalah-masalah politik dan sosial yang

sedang dihadapi oleh rakyat Mesir dan umat Islam. Pengaruh Afghani membawa Abduh pada

bidang jurnalistik dan terus mempraktekkannya. Setelah menjadi sarjana dari universitas al-

Azhar, Abduh mulai di angkat jadi pengajar di Dar Al-Ulum, selanjutnya dia memimpin

majalah resmi Al-waaqa`i al- Misriyah yang kemudian berubah menjadi Partai Liberal.

Karena terlibat pemberontakan Urabi Pasha Abduh di usir dari Mesir dan pergi ke Paris untuk

menemui Afghani dan membentuk organisasi al-Urwah al-Wutsqa.

Selanjutnya Abduh pindah ke Tunisia dan terus menjalankan keorganisasian serta

lembaga pendidikan agama. Dalam periode ini Abduh sempat menyalin karya Afghani

tentang sanggahan terhadap paham atheisme. Abduh kemudian memimpin majalah al-Waqa`i

al-Misriyah. Abduh menilai suatu karangan yang berjudul ”Kesalahan Para Cendikiawan”

yaitu dengan menyatakan bahwa merupakan suatu kebodohan dan bukan sekedar suatu

kesalahan oleh para cendikiawan yang menganjurkan rakyatnyaagar menempuh suatu jalan

baru yang belum dikenal rakyat. Pendapat Abduh bukan berarti menentang lembaga

permusyawaratan. Dia bahkan menambahkan bahwa Allah memerintahkan umat Islam untuk

bermusyawarah dalam surat Ali-Imran ayat 159.

Melihat kebrobakan pemerintahan yang terjadi Muhammad Abduh mulai angkat

bicara dalam pemikirannya yaitu Proses realisasi pembentukan dewan rakyat menurutnya

harus bertahap. Pertama-tama diperlukan masa persiapan selam lima belas tahununtuk

melatih rakyat tentang bagaimana memanfaatkan hak-hak politik mereka dengan penuh rasa

tanggung jawab, dan jangan langsung membentuk dewan perwakiln rakyat tingkat nasional

dengan segala atribut dan kewenangannya. Lebih baik denga pembentukan dewan-dewa kota,

dengan kewenangannya yng terbats dan belum besar, ini dimanfaatkan sebagai tempat

berlatih bagi calon-valon dewan perwakilan rakyat mengenai seluk-beluk urusan negara.

Dalam hubungan ini dengan tegas Abduh menyatakan bahwa tidak ada salahnya umat Islam

meniru Barat, jika tidak secara jelas dilaran oleh Al-Qur`an dan sunah Nabi.

Page 2: Pemikiran Muhammnad Abduh

Novi Hendra, S. IP

Berbicara tentang kekuasaan keagamaan, dalam pemikirannya baduh berpendapat

bahwa Islam tidak mengenal adanya kekuasaan agama artinya

1. Islam tidak memberikan kekuasaan kepada seseorang atau sekelompok orang untuk

menindak orang lain atas nama agama atau berdasarkan mandat dari agama dan

Tuhan.

2. Islam tidak membenarkan campurtangan seseorang ataupun penguasa dalam

kehidupan dan urusan keagamaan orang lain

3. Islam tidak mengakui hak seseorang untuk memaksakan pengertian, pendapat, dan

penafsirannya tentang agama atas orang lain.

Selanjunya Abduh menuliskan bahwa sesungguhnya dalam Islam tidak terdapat

kekuasaan keagamaan selain kewenangan untuk memberikan peringatan secara baik,

mengajak orang lain kearah kebaikan dan mengeluarkannya dari keburukan. Kewenangan

tersebut diberikan kepada setiap muslim. Bahkan menurutnya lagi salah satu prinsip dari

ajaran Islam adalah mengkikis habis kekuasaan keagamaan, sehingga setelah Allah dan

RasulNya tidak akan ada seorang pun yang mempunyai kekuasaan keagamaan atas aqidah

dan iman orang lain.

Pendapat yang demikian mengartikan bahwa Abduh tidak sepaham dengan pemikir

politik Islam zaman klasik dan pertengahan yang menyatakan bahwa kekuasaan raja atau

khalifah itu merupakan mandat dari Allah dan karean itu harus dipertanggungjawabkan

kepada Allah. Pandangannya terhadap pemikir klasik dan pertengahan adalah khalifah atau

raja hanyalah seorang penguasa sipil yang pengangkatan dan pemberhentianya merupakan

hak manusia atau rakyat bukan mandat Tuhan.

Abduh mengakui bahwa Islam itu bukan agama semata-mata, melainkan memiliki

hukum yang mengatur hubungan antar muslim dan sesama hidup. Yang untuk pelaksanaan

dan pengawasannya memerlukan adanya penguasa, lengkap dengan aparatnya. Tugas itu

merupakan tanggungjawab kepala negara beserta aparat pemerintahannya. Tetapi kepala

negara diangkat oleh rakyatnya, secara garis besar rakyat adalah pemilik kekuasaan yang

sesungguhnya yang juga berhak menurunkan kepala negara dari tahtanya. Secara tegas

Abduh menekankan khalifah atau raja tidak memiliki kekuasaan keagamaan.

Page 3: Pemikiran Muhammnad Abduh

Novi Hendra, S. IP

Pandangan Abduh tentang agama dan politik juga dapt dilihat terutama pada program

Partai Nasional Mesir. Yaitu bahwa Partai Nasional adalah partai politik bukan partai agama,

yang anggotanya terdiri dari orang Islam, Nasrani, dan Yahudi serta semua ras di Mesir. Ini

menunjukkan partai tersebut sebagi gambaran saudara antara sesama rakyat Mesir dan tidak

dibatasi oleh keyakinan. Abduh menyatakan hak-hak rakyat Mesir dalam berpolitik tidak

dibatasi oleh agama, dalam artian setiap orang yang berbeda agama bisa bersatu dalam satu

partai politik dengn tujuan politik pemerintahan mesir yang baik.

Pada saat pemerintahan utsmaniyah mengalami kekacauan, Abduh berpendapat

bahwa pemerintah Utsmani dalam keadaan jatuh, dia menilai perlu diadakannya tindakan

perbaikan dan reformasi maka akan mapu memainkan peranan sebagi kekuatan moral dan

spritual bagi pembinaan solidaritas Islam dan bagi penggalakan semangat dunia Islam untuk

terus bergerak maju. Sasaran-sasaran akan perbaikan akan tercapai melalui evolusi dan

usaha-usaha bertahap dan untuk menjamin bahwa pembaharuan politik itu nanti

menghasilkan perubahan-perubahan yang dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat

banyak, dan tidak hanya oleh segelintir manusia saja. Dalam hal ini diperlukan juga

pembaharuan dibidang pendidikan yang akan meningkatkan kualitas pendidikan dan

membari kesempatan belajar bagi rakyat jelata.

Abduh percaya bahwa hanya melalui reformasi dalam bidang pendidikan umat Islam

akan mendapat kebebasan dan kemampuan berpikir serta tahu akan hak-haknya. Dampak

lain adalah meningkatkan kesadaran akan tanggung jawab dan kewajibannya. Menurutnya

lagi jika reformasi politik tidak disertai dengan reformasi pendidikan akan berakibat rakyat

hanya akan berpindah majikan, dari raj atau kelpala negara yang despotik kepada wakil-wakil

rakyat yang mampu memanipulasi kebodohan dan kelemahan rakyat untuk kepentingan diri

sendiri dan kelompoknya.

Pemikiran abduh mendapat tanggapan berbeda dari umat muslim lainnya, tertama

pada murid-murid dan sahabatnya lebih condong pada paham nasionalisme dan sekulerisme

dan kurang setuju dengan paham dari Abduh yang menuju pada Humanisme Religius

Gerakan-gerakan pembaruan pemikiran keagamaan. Dan berkembang di Timur Tengah pada

prinsipnya adalah upaya menghidupkan kembali ajaran rasional mu’tazilah dan menolak

taklid buta. Tak heran jika banyak orang menyebut pemikiran Abduh sebagai Neo-

Mu’tazilah.