pemikiran islam rasional dan tradisional di...

146
HENNI MARLINAH PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI INDONESIA (Study Pemikiran Harun Nasution dan M. Rasyidi) Pustakapedia 2018

Upload: duongdan

Post on 03-Mar-2019

248 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

iii

HENNI MARLINAH

PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL

DAN TRADISIONAL DI INDONESIA (Study Pemikiran Harun Nasution dan M. Rasyidi)

Pustakapedia

2018

Page 2: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

iv

PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI INDONESIA

(Study Pemikiran Harun Nasution dan M. Rasyidi)

Henni Marlinah

©2018, Henni Marlinah

Hak cipta dilindungi undang-undang

Tata Letak : Tim Pustakapedia

Layout Cover :Fadhilla

ISBN 978-602-6719-58-4

Cetakan ke-I, Maret 2018

Diterbitkan oleh:

Pustakapedia

(CV Pustakapedia Indonesia)

Jl. Kertamukti No.80 Pisangan

Ciputat Timur, Tangerang Selatan 15419

Email: [email protected]

Website: http://pustakapedia.com

Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan

dengan cara apapun tanpa izin tertulis dari Penulis

Page 3: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan Rahmat, Taufik,

dan Hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga penulis telah dapat

menyelesaikan penyusunan Buku yang berjudul: Pemikiran Islam

Tradisional dan Modern di Indonesia (Study Komparatif Pemikiran

Harun Nasution dan Rasyidi dalam Perspektif Teologis), Buku ini ditulis

sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan Program Studi Magister

Agama di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Alhamdulillah buku ini dapat diselesaikan dengan segala keterbatasan dan

kemampuan, penulis sangat menyadari banyak pihak yang telah turut serta

membantu baik secara moril, materil dan doa. Sebab, tanpa bantuan dan

bimbingan serta dorongan dari semua pihak penulis tidak dapat

menyelesaikan buku ini tepat pada waktunya. Oleh karena itu pada

kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa terimakasih yang sebesar-

besarnya kepada berbagai pihak.

Ucapan terima kasih penulis sampaikai kepada Rektor UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta dan Dekan Fakultas Ushuluddin beserta semua

jajarannya. Terima kasih juga kepada seluruh Dosen Pasca Sarjana Fakultas

Ushuluddin, khususnya Dosen Filsafat Islam yang telah memberikan bekal

ilmu kepada penulis.

Ucapan terima kasih yang sangat besar kepada Prof. Dr. Zainun

Kamal Faqih, MA. yang telah memberikan bimbingan kepada penulis daam

menyelesaikan tesis ini dan telah meluangkan waktu ditengah kesibukannya.

Ucapan terima kasih yang terdalam penulis sampaikan kepada Ibu

saya Lili Herawati dan Bapak saya M. Rusyd yang telah membantu saya

Page 4: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

iv

banyak hal baik materi maupun sprituil, serta terimakasih saya kepada suami

dan anak-anak saya tercinta yang telah berkorban dan menjadi motivasi bagi

penulis, serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu

yang telah banyak membantu baik berupa bantuan moril maupun materiil

sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan buku ini.

Sebagai manusia biasa penulis menyadari masih banyak keterbatasan

dan kekurangan dalam penyampaian atau penjabaran materi dalam buku ini.

Untuk itu penulis sangat membutuhkan masukan, saran dan kritik yang

bersifat membangun untuk menambah kesempurnaan buku ini, walaupun

demikian penulis mempunyai harapan agar buku ini dapat berguna bagi

semua pihak yang memerlukannya.

Jakarta, 28 Februari 2018

Penulis

HENNI MARLINAH

Page 5: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

v

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................i

KATA PENGANTAR................................................................................. iii

DAFTAR ISI.................................................................................................v

BAB I PENDAHULUAN..................................................................1

A. Latar Belakang................................................................1

B. Permasalahan Penelitian................................................7

C. Signifikansi Penelitian....................................................9

D. Penelitian Terdahulu......................................................9

E. Metodologi Penelitian...................................................14

F. Sistematika Penulisan...................................................16

BAB II TEORI-TEORI TEOLOGI DALAM WACANA

RASIONAL DAN TRADISONAL.............................................................19

A. Pengertian Teologi........................................................19

B. Teologi dalam Rasionalitas dan Tradisional..............21

1. Teologi Rasional.......................................................21

2. Teologi Tradisional..................................................26

C. Teori Teologi Mu’tazilah.............................................30

Page 6: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

vi

1. Sejarah Teologi Mu’tazilah...................................30

2. Teologi Mu’tazilah.................................................34

D. Teori Teologi Asy’ariyah ............................................ 37

1. Sejarah Teologi Asy’ariyah..................................37

2. Teologi Asy’ariyah.................................................39

BAB III PEMIKIRAN HARUN NASUTION DAN M. RASYIDI

A. Pemikiran Harun Nasution .........................................53

1. Biografi Harun Nasution................................................ 53

2. Teologi Harun Nasution.................................................. 58

a. Akal dan Wahyu........................................................ 66

b. Kebebasan Manusia..................................................75

c. Kekuasaan Mutlak Tuhan........................................ 80

3. Pengaruh dan Gagasan Harun Nasution dalam

Pemikiran Islam di Indonesia.........................................82

B. Pemikiran M. Rasyidi........................................................86

1. Biografi M. Rasyidi.......................................................86

2. Teologi M. Rasyidi.........................................................89

a. Akal dan Wahyu.......................................................91

b. Kebebasan Manusia..................................................93

c. Kekuasaan Mutlak Tuhan.......................................96

Page 7: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

vii

3. Pengaruh dan Gagasan M. Rasyidi dalam

Pemikiran Islam di Indonesia...............................98

BAB IV CORAK PEMIKIRAN HARUN NASUTION DAN

M. RASYDI DALAM PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL

DAN TRADISIONAL DI INDONESIA..........................109

A. Teologi..........................................................................109

B. Metodologi...................................................................114

C. Epistemologi.................................................................123

BAB V PENUTUP...........................................................................131

A. Kesimpulan..................................................................131

B. Saran.............................................................................132

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................135

Page 8: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu
Page 9: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sangatlah penting memahami kerangka umum Islam bagi kehidupan

sehingga kita dapat memahami pemikiran dan metodologi Islam serta ruang

geraknya dan juga memahami hubungan-hubungan, konsep-konsep dan

landasan-landasan pokok yang mengatur dan memberi ciri pemikiran,

metodologi dan struktur kehidupan islam.1

Gagasan untuk mengkaji Islam sebagai nilai alternatif baik dalam

perspektif interpretasi tekstual maupun kajian kontekstual mengenai

kemampuan Islam memberikan solusi baru kepada temuan-temuan disemua

dimensi kehidupan akhir-akhir ini semakin merebak luas. Penguasaan lebih

mendalam mengenai wawasan pemikiran secara filosofis, terutama

penjelajahan intelaktual terhadap gagasan-gagasan berpikir Barat yang

seakan tak terbendung lagi datangnya bagi kaum muslimin sudah dimulai

sejak abad ke-19, dan dipenghujung abad ke-20 serta memasuki abad ke-21,

pemikir-pemikir muslim sedang bergelut kuat untuk menemukan jati diri

pemikirannya agar bisa memanfaatkan ide-ide yang yang merayap tak

terhingga sebagai akibat modernisasi berpikir radikal yang diterapkan Barat.2

Islam adalah pandangan dunia yang berorientasi kemasa depan. Suatu

sistem pemikiran dan tindakan yang mengandung keabsahan abadi pasti

memiliki pula komponen-komponen yang dirancang untuk menghadapi

1

Abdul Hamid Abu Sulayman, Azmah Al-Aql Al Muslim, Terj oleh Rifyal Ka‟bah,

(Jakarta: Media Da‟wah, 1994), hlm 161.

2Abdul Sani, Lintasan Sejarah Pemikiran Perkembangan Modern dalam Islam,

(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1998), hlm. 235.

Page 10: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

2

tantangan dimasa yang akan datang. Suatu ideologi universal yang terus

menerus berupaya untuk mewujudkan sepenuhnya ajaran-ajarn dasarnya

harus memusatkan perhatiannya pada pembentukan masa depan. Suatu

peradaban dengan sejarah yang gemilang harus memandang ke masa depan

untuk meraih kembali kejayaan-kejayaan masa silamnya. Karenanya, sebagai

sebuah agama, ideologi, dan peradaban, Islam memberikan suatu pandangan

dunia yang terutama ditujukan untuk pembangunan masa depan baik di dunia

maupun diakhirat nanti.3

Seiring dengan maraknya industri penerbitan buku di Tanah Air,

perkembangan pemikiran Islam bergejolak tanpa henti dan dan menimbulkan

gelombang kontroversi yang tak habis-habisnya. Keadaan semacam ini tentu

tak mungkin terjadi jika tak ada kombinasi tiga faktor sekaligus: munculnya

kelas terdidik Islam dengan derajat keterdedahan yang tinggi pada ragam

informasi yang berjenis-jenis, tumbuhnya industri penerbitan yang

bersemangat, dan lingkungan diskursif yang makin terlembaga untuk

memperdebatkan pelbagai ragam penafsiran yang muncul.4 Diantara

perkembangan pemikiran Islam yang marak dibahas adalan tentang ilmu kala

atau teologi, Ilmu kalam atau teologi dari masa ke masa mengalami

perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu kalam

bermunculan. Dan memiliki argumentasi yang berbeda-beda, sehingga

persoalan-persoalan yang mengenai ilmu kalam atau teologi itu sendiri

semakin serius untuk dibahas. Karena dari permasalahan tersebut akan

memicu timbulnya pemikiran-pemikiran yang baru dan tanggapan dari

3Ziauddin Sardar, Islamic Futures: The Shape ofIdeas to Came, terj oleh Rahmani

Astuti, (Bandung: Pustaka, 1987), hlm. 1

4Luthfi Assyaukanie, Wajah Liberal Islam di Indonesia, (Jakarta: Akbar Media,

2002), hlm. 76.

Page 11: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

3

berbagai tokoh-tokoh ilmu kalam itu sendiri. Diantara para tokoh tersebut

yaitu: Harun Nasution dan M. Rasyidi.

Pemikiran Islam Harun dilatar-belakangi oleh suatu keprihatinan atas

realitas umat Islam pada waktu itu yang secara kuantitas menduduki posisi

mayoritas, akan tetapi secara kualitas pada aspek kontribusi dalam

pembangunan nasional bersifat minoritas. Realitas tersebutlah yang

kemudian mendorong para pembaharu (termasuk Harun) untuk menelusuri

akar penyebabnya secara mendasar. Tidak berhenti di situ, akan tetapi juga

menawarkan solusinya.

Berkaitan dengan hal ini, Harun Nasution menilai bahwa faktor

yang melatar belakangi realitas tersebut, yakni adanya korelasi antara sikap

umat Islam dengan paham teologi yang dipilih dan dihayatinya. Dengan

kata lain, sikap atau perilaku tersebut merupakan refleksi dari pemikiran

teologisnya. Maka dari itu, konsep teologi rasional sebuah solusi yang

ditawarkan oleh Harun diharapkan dapat menumbuhkan sikap dinamis,

sebaliknya teologi yang bersifat tradisional hanya akan menumbuhkan

sikap dan perilaku yang cenderung fatalistis dan statis.5

Pemikiran rasional Harun Nasution telah memberikan pengaruh

besar dalam khazanah pemikiran Islam di Indonesia. Harun dengan

kemampuan intelektualnya berusaha agar teologi yang sebelumnya

dianggap sebagai ilmu langit dapat diaktualisasikan dalam kehidupan sosial.

Dalam hal ini, Harun memandang bahwa teologi rasional sesuai untuk

diaplikasikan pada konteks masyarakat modern karena memiliki konsekuensi

erat dengan perbuatan manusia dalam hidup keseharian yang mencakup

5Nurhadi, “Harun Nasution : Islam Rasional dalam Gagasan dan Pemikiran” 45.

Page 12: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

4

berbagai aspek, seperti halnya aspek pendidikan, politik, budaya, dan sosial

kemasyarakatan.6

Pada masanya, Harun mengalami banyak tantangan karena

banyaknya counter penolakan dari berbagai kelompok Islam di segenap

tanah air. Namun ketika itu Harun tidak sendirian. Pada kurun waktu yang

sama juga bermunculan gagasan-gagasan liberal dari para pemikir muslim

lain. Dalam hal ini, Deliar Noer mencatat tejradi perbedaan metodologi

antara Harun dengan sarjana dan pemikir lainnya yang terlibat pada masa

pergerakan. Mereka pada umumnya lebih ideologis sedangkan Harun lebih

terbuka.

Salah satu metode pembaharuan Harun dalam sistem pendidikan di

kampus yang dapat dilihat, yakni merubah cara mengajar mahasiswa. Bila

yang lain pada masanya masih menggunakan metode ceramah, Harun

mengganti dengan presentasi. Mahasiswa juga diperintahkan untuk menulis

makalah untuk melatih berfikir sistematis. Di samping itu, mahasiswa juga

diberi kebebasan berfikir sekaligus kesempatan untuk menganalisa

problematika yang dibahas. Soal interaksi antar umat beragama juga tak

lepas dari pengamatan Harun. Ia dikenal juga sebagai tokoh yang berpikiran

terbuka. Ketika ramai dibicarakan tentang dialog antar agama pada tahun

1975, Harun mengusulkan pembentukan wadah musyawarah antar agama,

yang bertujuan untuk menghilangkan rasa saling curiga.

6Muhammad Arifin, “Relevansi dan Aktualisasi Teologi dalam Kehidupan Sosial

Menurut Harun Nasution” Substantia, Vol. 16, No. 1(2014) h. 101. Selain Harun Nasution

yang dikenal dengan “Islam Rasional”-nya. Nurcholish Madjid (Cak Nur) juga dikenal

dengan ide “Sekularisasi”-nya yang kemudian kedua tokoh tersebut dikenal sebagai

penggerak „pembaharuan pemikiran Islam di Indonesia pada era tahun 1970-an. Baca

Khoirul Huda “Fenomena Pergeseran Konflik Pemikiran Islam dari Tradisionalis Vs

Modernis ke Fndamentalis Vs Liberalis”, Islamica, Vol.3, No.2 (2009), h. 32.

Page 13: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

5

Selanjutnya, Harun merupakan intelektual muslim Indonesia yang

banyak memperhatikan masalah pembaharuan dalam Islam dalam arti

yang seluas-luasnya, terutama pada bidang teologi, filsafat dan tasawuf

serta berbagai masalah kehidupan muslim lainnya. Seluruh ilmu dan

pengalamannya berusaha ia tuangkan dalam aplikasi melalui bidang

akademisi sebagai dosen, dekan dan rektor di IAIN melalui

nasionalisasi ajaran agama dan Islamisasi ilmu-ilmu umum.

Bagi Harun, penafsiran dan pemikiran ke-Islaman itu tidak

bersifat mutlak. Semuanya dipandang masih dalam koridor kebenaran selama

tidak bertentangan dengan prinsip ajaran dasar Islam yang termaktub dalam

al-Qur‟an dan Hadits. Pemikiran Islam modernis merupakan pemikiran Islam

yang menghendaki agar ajaran Islam mampu memberikan kontribusi yang

riil dan faktual dalam memecahkan berbagai problem sosial sepanjang

zaman dan di manapun problem tersebut harus dipecahkan. Hal tersebut

penting dilakukan, karena sesuai dengan misi Islam itu sendiri, yakni

untuk memberi rahmat bagi seluruh alam dan sepanjang zaman

dimanapun berada. Maka dari itu, ajaran Islam yang digali dari al-Qur‟an

dan Hadits harus ditinjau ulang setiap zaman untuk dilihat secara kritis

apakah pemikiran itu masih cocok atau sudah tertinggal.

Sejalan dengan itu, maka pemikiran Islam modernis menghendaki

agar pintu ijtihad tetap terbuka. Tidak hanya itu, umat Islam yang memiliki

kemampuan dan kepribadian yang baik agar tidak ragu-ragu untuk

berijtihad bagi kepentingan umat Islam. Dengan cara tersebut, ajaran Islam

akan tetap relevan sepanjang zaman. Keinginan untuk melihat persoalan

secara komprehensif seakan terhalang oleh kemampuan dan waktu.

Page 14: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

6

Agaknya di sinilah kesempatan Harun Nasution muncul lebih kurang 25

tahun sesudah Indonesia merdeka.7

Harun Nasution memandang bahwa realisasi pemikiran Mu‟tazilah

sangat penting bagi perkembangan modenisasi Islam di Indonesia. Ia

berpendapat bahwa rasionalisasi teologi Islam merupakan komponen

esensial dalam program modernisasi yang lebih luas dalam masyarakat

Islam. Harun Nasution memiliki kesempatan untuk menerapkan teorinya ke

dalam praktek. Tujuan Harun Nasution adalah untuk mengembangkan

kemampuan modernitas Islam untuk bersaing dengan komunitas Barat

dengan tetap memperhatikan karakteristik akhlaq mulia Islam trasdisional.

Harun Nasution memiliki kesimpulan bahwa masyarakat Islam yang akan

bersentuhan dengan moderenitas agar menggeser kalam Asy‟ari dengan

kalam Mu‟tazilah. Harun menegaskan bahwa rasionalisme merupakan

diantara tema sentral al-Qur‟an. Dalam hal ini, Hermeneutika Nasution

berbeda dari penafsir klasik dan kontemporer, Harun tidak melakukan

penafsiran makna ayat per ayat, akan tetapi ia lebih berusaha untuk

mengeluarkan tema umum dari sejumlah besar ayat.

Harun Nasution menemukan akar esensial dari pandangan

rasionalisme Islam dalam teks-teks al-Qur‟an. Dalam bukunya Akal dan

Wahyu Dalam Islam, Harun mengutip tidak kurang dari 30 ayat yang

menurut pandangannya manusia diperintahkan untuk berfikir rasional

dalam mengetahui Tuhan dan dunia. Harun menegaskan bahwa al-Qur‟an

7Muhammad Husnol Hidayat “Harun Nasution dan Pembaharuan Pemikiran

Pendidikann Islam di Indonesia”, h. 31-33.

Page 15: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

7

mengajarkan doktrin Mu‟tazilah yang mendasar tentang kebebasan

berkehendak, kebebasan berbuat dan pertanggungjawaban manusia.8

Sementara itu M. Rasyidi dikenal sebagai tokoh yang aktif dalam

mengkritik setiap pandangan yang dianggap tidak sesuai dengan dasar

pemikiran Islam. Salah satu kritikannya itu ia ajukan kepada Harun

Nasution, dengan menerbitkan sebuah buku Koreksi Terhadap Harun

Nasution tentang Islam di tinjau dari Berbagai Aspeknya. Dalam bukunya

tersebat M. Rasyidi terlihat sekali bahwa pemikiran Harun Nasution bertolak

belakang dengan pemikiran M. Rasyidi. Melihat latar belakang pendidikan

Harun Nasution dan M.Rasyidi dapat dikatakan bahwa keduanya memiliki

diaspora intelektual yang sama, yakni sama-sama pernah menuntut Ilmu di

Timur dan Barat. Namun corak pemikiran keduanya berkaitan dengan

pembaharuan pemikiran ke-Islaman di Indonesia bertentangan, yakni tidak

sejalan. Maka dari itu, dalam tesis ini, penulis tertarik ingin menemukan

corak pemikiran ke-Islaman dari keduannya dan juga melihat bagaimana

relevansi pemikiran kedua tokoh tersebut dengan perkembangan

pembaharuan pemikiran ke-Islaman pada masanya di Indonesia. Adapun

judul tesis ini, yakni: Pemikiran Islam Rasional dan Tradisional di

Indonesia (Study Pemikiran Harun Nasution dan M. Rasyidi).

B. Permasalahan Penelitian

1. Identifikasi dan Batasan Masalah

Dalam penelitian corak pemikiran kalam/teologi Harun Nasution

dan M. Rasyidi penulis membatasi pembahasan pada;

8Baca Zulhelmi,“Epistemologi Pemikiran Mu‟tazilah: Pengaruhnya Terhadap

Perkembangan Pemikiran Islam di Indonesia”, JIA, Vol. XIV, No.2 (2013), h. 136-138.

Page 16: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

8

Pertama corak kalam/teologi Islam rasional dan tradisional.

Harun Nasution sebagaimana yang dikutip oleh Masri Mansoer bahwa

dalam sejarah perkembangan teologi Islam (kalam) dikenal dua corak

pemikiran kalam. Corak kalam tradisonal dan corak kalam liberal

(rasional). Kategori ini didasarkan kepda akal dan keterikatan atau

kelengketan dalam memberi arti (makna) teks dari ayat-ayat kalam yang

dijadikan sandaran oleh kedua corak pemikiran kalam ini. Kalangan

kalam tradisonal memberikan posisi lemah kepada akal dan lebih

menekankan pada makna harfi dan kalangan rasional (liberal)

memberikan posisi kuat pada akal dan lebih menekankan makna majasi

(metafor). Dengan kata lain kalangan pertama agak mmenekankan makna

tekstual dan kalangan kdua makna kontekstual dan karenanya agak

cenderung memberi takwil.9

Kedua, masalah kalam/teologi yang dibahas dalam pemikiran

Harun Nasution dan M. Rasyidi dalam tesis ini, penulis membatasi pada

tiga tema, yaitu tentang akal dan wahyu, kebebasan manusia dan

kekuasaan mutlak Tuhan.

2. Rumusan Masalah dan Tujuan Penelitian

Dari pembatasan masalah di atas, maka dirumuskanlah masalah

penelitian tesis ini, yakni; Bagaimana corak pemikiran teologis antara

Harun Nasution dan M. Rasyidi?

9 Masri Mansoer, Karakteristik Penafsiran Ayat-ayat Kalam Al-Qur‟an dan

Tafsirnya Karya Departemen Agama, (Tesis Program Pascasarjana Program Magister Studi

Islam Universitas Muhammadiyah Jakarta 2001) h. 3

Page 17: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

9

Selanjutnya, tujuan penelitian dalam tesis ini adalah untuk

menemukan corak pemikiran teologis Harun Nasution dan M. Rasyidi

dalam pemikiran Islam di Indonesia.

C. Signifikansi Penelitian

Terdapat dua signifikansi atau manfaat dari penelitian tesis ini, yakni

manfaat teoritis dan praktis. Adapun manfaat teoritis penelitian tesis ini

diharapkan dapat menjadi telaah ilmiah tentang pemikiran ke-Islaman,

khususnya terkait teologi, filsafat dan pembaharuan Islam. Sementara itu,

secara praktis diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi

pemangku kebijakan kurikulum di lembaga pendidikan Islam di Indonesia,

khususnya terkait kajian perkembangan pemikiran Islam di Indonesia.

D. Penelitian Terdahulu yang Relevan

Adapun penelitian terdahulu yang sesuai dengan tema penelitian ini

yang dilakukan oleh beberapa peneliti, antara lain:

Pertama, M. Imron Abdullah, dalam bentuk disertasi yang berjudul

“Perkembangan Teologi Rasional di Indonesia; Studi atas Pemikran

Pembaharuan Islam Harun Nasution”10

. Disertasi ini mengangkat beberapa

tema penting tentang teologi rasional yang dimunculkan dengan iman, ajaran

absolut dan relatif dalam al-Qur‟an, teologi sunnah Allah, Free Will dan

Predestination, dan kekuasaan serta keadilan Tuhan.

10

M. Imron Abdullah, Perkembangan Teologi Rasional di Indonesia; Studi atas

Pemikran Pembaharuan Islam Harun Nasution(Disertasi Program Pascasarjana IAIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, 1999).

Page 18: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

10

Kedua, Agus Mahmud, dalam bentuk tesis yang berjudul

“Pembaharuan Islam di Indonesia; Suatu Tinjauan atas Gagasan Ijtihad Harun

Nasution.”11

Tesis tersebut melihat gagasan dan pembaharuan yang dilakukan

Harun Nasution.

Ketiga, “Pemikiran Harun Nasution tentang Islam Rasional.”12

Sebuah

disertasi yang ditulis oleh Ariendonika. Disertasi tersebut menjelaskan

substansi pemikiran teologi rasional, proses penyebaran dan pengaruhnya.

Keempat, “Pergulatan Pemikiran Islam di indonesia; Studi terhadap

Pemikiran Harun Nasution, Munawir Sjadzali dan Nurcholish Madjid”13

.

sebuah disertasi yang ditulis oleh Alkhendra. Disertasi tersebut merupakan

studi komparatif terhadap pemikiran Harun Nasution, munawir Sjadzali, dan

Nurcholish madjid dalam persoalan teologi, fiqh dan politik.

Kelima, “Peranan Harun Nasution dalam Pembaharuan Pendidikan

Tinggi Islam di indonesia.”14

Sebuah disertasi yang di tulis oleh Achmad

Ruslan Efendi. Disertasi tersebut menyimpulkan bahwa Harun Nasution

memiliki kontribusi besar terhadap pembaharuan pendidikan tinggi Islam di

indonesia, meskipun disisi lain mendapat tuduhan-tuduhan miring karena

pemikirannya melawan arus.

11

Agus Mahmud, Pembaharuan Islam di Indonesia: Suatu Tinjauan atas Gagasan

Ijtihad Harun Nasution (Tesis IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1998) 12

Ariendonika, Pemikiran Harun Nasution tentang Islam Rasional (Disertasi

Program Pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2002). 13

Alkhendra, Pergulatan Pemikiran Islam di indonesia; Studi terhadap Pemikiran

Harun Nasution, Munawir Sjadzali dan Nurcholish Madjid (Disertasi Program Pascasarjana

IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006) 14

Achmad Ruslan Afendi, Peranan Harun Nasution dalam Pembaharuan

Pendidikan Tinggi Islam di indonesia (Disertasi Program Pascasarjana IAIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2010)

Page 19: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

11

Keenam, “Pendidikan Akal Perspektif Harun Nasution.”15

Sebuah tesis

yang ditulis oleh Junni. Tesis tersebut menjelaskan hubungan antara akal dan

pendidikan dalam perspektif Harun Nasution. Pendidikan akal secara aplikatif

dihubungkan dengan beberapa tema penting dalam kajian Islam, yakni sejarah,

teologi, falsafat, tasawuf, hukum, politik dan pembaharuan dalam Islam.

Ketujuh, “Pembaharuan Islam di Indonesia; Suatu Tinjauan atas

Gagaan Ijtihad Harun Nasution.”16

Sebuah tesis yang ditulis oleh Agus

Mahmud. Tesis tersebut melihat gagasan dan pembaharuan yang dilakukan

Harun Nasution.

Kedelapan, “Konsep Pendidikan Islam menurut Harun Nasution.”17

Sebuah tesisi yang ditulis oleh Dicky Salahuddin. Tesis tersebut menjelaskan

pendidikan dalam perspektif Harun Nasution.

Kesembilan, “Akal dan Wahyu dalam Perspektif Harun Nasution.”18

Sebuah skripsi yang ditulis oleh Ach. Khomaidi. Skripsi tersebut membahas

pandangan Harun Nasution tentang hubungan akal dan wahyu. Akan tetapi

penelitian tersebut tidak menganalisis pemikiran Harun Nasution mengenai

empat persoalan yang dibahas penelitian ini.

Sedangkan tulisan yang membahas M. Rasyidi diantaranya adalah

sebagai berikut:

15

Junni, Pendidikan Akal Perspektif Harun Nasution (Tesis, Program Pascasarjana

IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2004). 16

Agus Mahmud, Pembaharuan Islam di Indonesia; Suatu Tinjauan atas Gagaan

Ijtihad Harun Nasution (Tesis, IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1998). 17

Dicky Salahuddin, Konsep Pendidikan Islam menurut Harun Nasution (Tesis

Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Jakarta, 2000). 18

Ach. Kumaidi, Akal dan Wahyu dalam Perspektif Harun Nasution (Skripsi

Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005).

Page 20: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

12

Pertama, “Revitalisasi Etika: Analisis Nurcholish Madjid dan M.

Rasyidi tentang Sekularisasi.19

” Sebuah buku yang berasal dari disertasi

ditulis oleh Syefriyeni. Buku tersebut menjelaskan pergulatan pemikiran

antara Nurcholish Madjid dan M. Rasyidi tentang sekularisasi dan

implikasinya terhadap aspek sosial.

Kedua, “Pandangan M. Rasyidi tentang Kebatinan: Studi atas Buku

„Islam dan Kebathinan‟ Karya M. Rasyidi.”20

Sebuah skripsi yang ditulis oleh

Muklis Koiruddin. Skripsi tersebut mengulas pandangan M. Rasyidi tentang

kebatinan ditinjau dari perspektif Islam.

Ketiga, “Pemikiran M. Rasyidi tentang Metodologi Pendidikan Islam

di indonesia.”21

Sebuah disertasi yang ditulis oleh Nasruddin Syarief. Disertasi

tersebut secara tidak langsung merupakan studi komparatif terhadap pemikran

Harun Nasution dan M. Rasyidi. Disertasi itu menyimpulkan bahwa

metodologi pendidikan yang dibawa Harun Nasution yang disebut dengan

metodologi pendidikan “Islam Liberal” perlu ditinjau kembali dengan

bertumpu kepada metodologi yang ditawarkan oleh M. Rasyidi.

Dari berbagai tinjauan pustaka diatas ditemukan dua tulisan yang

melakukan studi komparatif terhadap pemikiran Harun Nasution dan M.

Rasyidi, yaitu:

19

Syefriyeni, Revitalisasi Etika: Analisis Nurcholish Madjid dan H.M. Rasyidi

tentang Sekularisasi (Ciputat: Pustaka Anak Negeri, 2013) 20

Muklis Koirudin, Pandangan H.M. Rasyidi tentang Kebatinan: Studi atas Buku

„Islam dan Kebathinan‟ Karya H.M. Rasyidi (Skripsi Fakultas Ushuluddin, UIN Sunan

Kalijaga Yogyakarta, 2009). 21

Nasruddin Syarief, Pemikiran H.M. Rasyidi tentang Metodologi Pendidikan Islam

di indonesia, (Program Doktor Universitas Ibnu Khaldun Bogor, 2013)

Page 21: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

13

Pertama, “Pembaharuan Hukum Islam di Indonesia: Studi Pemikiran

Harun Nasution dan M. Rasyidi.”22

Sebuah skripsi yang ditulis oleh Eka

Sumanja. Tema yang diangkat dalam penelitian ini merupakan studi

komparatif atas salah satu tema dari 14 aspek yang dibicarakan oleh Harun

Nasution dan M. Rasyidi dalam Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya.

Skripsi tersebut membicarakan relevansi ide pembaharuan hukum yang

ditawarkan oleh Harun Nasution dan M. Rasyidi.

Kedua, “Polemik Harun Nasution dan M. Rasyidi”23

. Sebuah skripsi

yang ditulis oleh Abdus Syakur. Penelitian ini hanya fokus pada dua aspek

dari polemik yang terjadi antara Harun Nasution dan M. Rasyidi. Itu pun

hanya fokus pada persoalan tertentu dari masing-masing tersebut.

Berdasarkan penelusuran penulis dari berbagai penelitian terdahulu

belum ditemukan penelitian yang fokus membahas tentang corak pemikiran

ke-Islaman Harun Nasution dan Rasyidi dalam pembaharuan pemikiran

Islam di Indonesia khususnya dibidang teologi, filsafat dan tasawuf. Maka

dari itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitan lebih mendalam terkait

pembahasan tersebut.

22

Eka Sumanja, Pembaharuan Hukum Islam di Indonesia: Studi Pemikiran Harun

Nasution dan H.M. Rasyidi, (Skripsi Fakultas Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,

2010). 23

Abdus Syakur, Polemik Harun Nasution dan H.M. Rasyidi (Skripsi Fakiltas

Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016).

Page 22: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

14

E. Metodologi Penelitian

1. Jenis dan Sumber Data

Metode atau jenis penelitian yang digunakan dalam kajian buku

ini yaitu metode kualitatif yang berupa kajian pustaka (library

research).

Salah satu bentuk penelitian kualitatif bertujuan untk memahami

sebuah fenomena yang menyangkut konsep, perilaku, dan persepsi

seseorang atau kelompok. Penelitian ini secara umum bersifat

deskriptif.24

Oleh karena itu, penelitian ini sepenuhnya bersifat

deskriptif-analisis. Sumber data yang terkumpul kemudian

dideskripsikan secara sistematis dan dianalisis secara cermat dan

obyektif.

Sumber data yang digunakan dalam tesis ini terdiri dari dua

sumber (sumber primer dan skunder). Adapun sumber primer yang

digunakan dalam tesis ini, yakni buku yang berjudul Islam Ditinjau Dari

Berbagai Aspek karya Harun Nasution dan buku yang berjudul Koreksi

Terhadap Dr.Harun Nasution Tentang Islam Ditinjau Dari Berbagai

Aspek karya M. Rasyidi.

Selain dua sumber diatas, penulis juga mengacu kepada karya-

karya Harun Nasution dan M. Rasyidi yang lain untuk menganalisis

pemikiran mereka secara komprihensif. Karya-karya Harun Nasution

yang lain diantaranya: (1) Falsafat Agama; (2) Falsafat dan mistisisme

dalam Islam; (3) Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran; (4) Teologi

Islam: Aliran-aliran, Sejarah dan Analisa Perbandingan; (5)

24

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya,

2013), h.3-4

Page 23: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

15

Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan;(6) Akal

dan Wahyu dalam Islam; (7) Kedudukan Akal dalam Islam; (8)

Muhammad Abduh dan Teologi Rasional Mu‟Tazilah; dan (9) Mu‟tazilah

dalam Pandangan Rasionalnya. Sementara karya-karya M. Rasyidi di

antaranya: (1) Koreksi Prof. Dr. H.M. Rasyidi kepada Prof. Dr. Harun

Nasution tentang Ajaran Akal dan Akhlak dalam Islam; (2) Koreksi

terhadap Drs. Nurcholish Madjid tentang Sekularisasi; (3) Empat kuliah

Agama Islam pada Perguruan Tinggi (4) Islam dan Kebathinan; (5)

Islam dan Indonesia di Zaman Modern; (6) Mengapa Aku Tetap

Memeluk Islam (7) Apa Itu Syiah; (8) Falsafat Agama (9) Keutamaan

Hukum Islam; dan (10) Hukum Islam dan Pelaksanaannya dalam

Sejarah.

Sedangkan sumber sekunder yang digunakan dalam tesis ini,

antara lain seperti tesis, disertasi, jurnal. Teknik penulisan dalam

penelitian ini mengacu kepada Pedoman Penulisan Karya Ilmiah tahun

2007.

2. Teknik Pengolahan Data

Pengolahan data dalam kajian tesis ini menggunakan teknik

dokumenter, yakni dengan mendokumentasikan sumber-sumber data, baik

primer atau sekunder yang terkait dengan objek kajian. Kemudian penulis

menganalisisnya dengan metode deskriptif analitis kritis yaitu dengan

menggambarkan, menganalisis serta memberikan interpretasi terhadap data

objek kajian. Kemudian dilanjutkan dengan menggunakan metode content

analysis yaitu digunakan untuk menganalisa secara ilmiah terkait inti

pesan ke dalam sebuah gagasan.

Page 24: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

16

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian tesis ini terbagi menjadi lima

bab, yakni sebagai berikut :

Bab I, dalam bab ini akan menjelaskan latar belakang masalah yang

menjadi kegelisahan akademik penulis sehingga tertarik utuk melakukann

penelitian objek kajian dalam tesis ini. Kemudian dilanjutkan dengan

penjelasan permasalahan penelitian yang terdiri identifikasi, pembatasan

dan perumusan masalah. Selanjutnya penjelasan tujuan dan signifikansi

penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan apa yang diharapkan dari

tujuan dan manfaat, baik teoritis maupun praktis dari penelitian tesis ini.

Selanjutnnya, penjelasan beberapa penelitian terdahulu yang relevan.

Penjelasan tersebut bertujuan untuk menyajikan beberapa kajian

sebelumnya yang sudah pernah mengkaji hal-hal yang berkaitan dengan

objek penelitian tesis ini, sehingga diharapkan dapat menemukan beberapa

hal apa saja yang belum pernah dikaji sebelumnya atau agar dapat

mengetahui distingsi dari penelitian yang terdahulu. Kemudian penjelasan

terkait metodologi penelitian tesis ini yang terdiri dari penjelasan jenis dan

sumber data, teori pendekatan serta teknik pengolahan data. Yang terakhir,

yakni sub bab penjelasan terkait sistematika penulisan guna menjelaskan

alur pembahasan dalam penelitian tesis ini.

Bab II, dalam bab ini akan menjelaskan tentang Teori-teori Teologi

dalam Wacana Rasional dan Tradisonal, yang terdiri dari empat sub bab

pembahasan, yakni pengertian teologi, teologi rasional, teologi tradisional,

teologi Mu’tazilah dan teologi Asy’ariyah.

Page 25: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

17

Bab III, dalam bab ini akan menjelaskan tentang Islam rasional dan

tradisonal Indonesia dalam pemikiran Harun Nasution dan M. Rasyidi yang

terdiri dari dua sub bab pembahasan. Sub bab pertama akan menjelaskan

tentang pemikiran Harun Nasution, Sub bab kedua tentang pemikiran M.

Rasyidi.

BAB IV, dalam bab ini akan menjelaskan tentang Corak Pemikiran

Harun Nasution dan M. Rasyidi dalam Pemikiran Islam Rasional dan Islam

Tradisional di Indonesia. Bab ini menjelaskan tentang corak pemikiran

Islam Harun Nasution dan M. Rasyidi dilihat dari teologi, Metodologi dan

Epistemologi.

BAB V, bab ini merupakan bab penutup yang terdiri dari kesimpulan

penelitian tesis dan rekomendasi (saran) penulis terkait dari hasil penelitian

tesis agar dapat dilakukan penelitian selanjutnya oleh pembaca atau peneliti

lainnya.

Page 26: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

18

Page 27: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

19

BAB II

TEORI-TEORI TEOLOGI

DALAM WACANA RASIONAL DAN TRADISIONAL

A. Pengertian Teologi

Teologi, sebagaimana diketahuai, membahas tentang ajaran-ajaran

dasar dari suatu agama. Arti kata teologi dari segi etimologis maupun

terminologis yaitu, kata teologi berasal dari bahasa Yunani yaitu theologia

yang terdiri dari kata “Theos” yang artinya “Tuhan” dan “Logos” yang

artinya “Ilmu”. Jadi, teologi yaitu ilmu tantang Tuhan atau ilmu Ketuhanan.1

Teologi adalah ilmu yang membicarakan tentang Tuhan dan pertaliannya

dengan manusia, baik berdasarkan kebenaran wahyu ataupun berdasarkan

penyelidikan akal murni. Kata teologi yang tidak bisa dipisahkan dengan

Islam merupakan ilmu yang membahas tentang fakta-fakta dan gejala-gejala

agama dan hubungan-hubungan antara Tuhan dan manusia.2

Berbicara mengenai teologi dalam Islam, tidak terlepas dari apa yang

disebut dengan ilmu kalam, ilmu kalam adalah sains Islam yang membahas

berbagai persoalan ketuhanan yang berhubungan dengan manusia dan

kehidupan akhirat. Kalau yang dimaksud dengan kalam ialah sabda Tuhan

maka teologi dalam Islam disebut „ilm al-kalam, karena sabda Tuhan atau

Alquran pernah menimbulkan pertentangan-pertentangan keras di kalangan

1Nico Syukur Dister, Pengantar Teologi (Yogyakarta: Kanisius, 1990), h. 17. Lihat

juga dalam A. Hanafi, Pengantar Theology Islam, (Jakarta: PT. Al Husna Zikra, 1995), h.

11. 2A. Hanafi, Pengantar Theology Islam, hlm. 11-12.

Page 28: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

20

umat Islam di abad IX dan X Masehi, sehingga timbul penganiyayaan dan

pembunuhan-pembunuhan terhadap sesama muslim di waktu itu.

Kalau yang dimaksud dengan kalam ialah kata-kata manusia, maka

teologi dalam Islam disebut „ilm al-kalam, karena kaum teolog Islam bersilat

dengan kata-kata dalam mempertahankan pendapat dan pendirian masing-

masing.3 Dalam menjalankan agamanya umat Islam dilandasi dengan ajaran

pokok yang disebut dengan akidah, sebagai pedoman bagi seluruh rangkaian

keyakinan manusia terhadap Tuhan. Ajaran pokok ini disosialisasikan lewat

berbagai macam keilmuan Islam diantaranya melalui ilmu kalam.

Teologi Islam adalah ilmu yang secara sistematis membicarakan

tentang persoalan ketuhanan dan alam semesta menurut perspektif Islam

yang harus diimani, dan hal-hal lain yang terkait dengan ajaran Islam yang

harus diamalkan, guna mendapatkan keselamatan hidup (dunia dan akhirat).

A. Hanafi mengatakan bahwa, kepercayaan suatu agama merupakan

pokok dasar sebab-sebab lahirnya teologi. Islam sebagai agama yang

mengingkari agama-agama Yahudi dan Nasrani serta agama-agama berhala,

merasa perlu menjelaskan pokok dasar ajarannya dan segi-segi dakwah yang

menjadi tujuan al-Qur‟an dan Hadits Nabi Muhammad banyak berisi

pembicaraan tentang wujud Tuhan, keagungan dan keesaan Tuhan. Kita

tidak dapat mengatakan bahwa al-Qur‟an dan Hadits Nabi berisi uraian

teratur dan sistimatis tentang soal kepercayaan dan meletakkan metode yang

lengkap serta mencakup untuk ilmu tauhid (teologi Islam).4

3

Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandinga,

(Jakarta: UI Press, 1986), h. ix.

4A. Hanafi, Pengantar Theologi Islam, hlm. 18

Page 29: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

21

Agak aneh kiranya kalau dikatakan bahwa dalam Islam, sebagai

agama, persoalan yang pertama-tama timbul adalah dalam bidang politik dan

bukan dalam bidang teologi. Akan tetapi, persoalan politik ini segera

meningkat menjadi persoalan teologi.5 Isu pertama yang berakibat langsung

pada keretakan masyarakat muslim sesaat setelah wafatnya Nabi Muhammad

Saw. adalah perkara keabsahan pengganti Nabi Saw. atau khalifah. Setelah

khalifah Utsman bin Affan terbunuh pada tahun 656, isu pengganti Nabi

Saw. ini semakin mengemuka. Puncaknya, bentrokan antara pendukung Ali

ibn Abi Thalib yang juga menantu Nabi Saw. dan Mu‟awiyah sebagai

kerabat khalifah yang terbunuh dan Gubernur Damaskus tak dapat

dielakkan.6

Berawal dari perseteruan tersebut, mulai muncul aliran-aliran atau

sekte-sekte yang setiap sekte atau aliran tersebut mempunyai paham sendiri-

sendiri. Di antara aliran-aliran tersebut yaitu, Khawarij, Syi‟ah, Jabariyah,

Mur‟jiah, Mu‟tazilah, Asy‟ariyah, dan Maturidiyah.

B. Teologi dalam Rasionalitas dan Tradisional

1. Teologi Rasional

Kata rasional berasal dari bahasa Inggris ratio yang berarti akal atau

pikiran. Ada beberapa kata dalam bahasa Indonesia yang akar katanya dari

ratio ini, misalnya rasional, rasionalisasi dan rasionalisme. Kata rasional

5Harun Nasution, Teologi Islam, hlm. 3.

6Madjid Fakhry, Sejarah Filsafat Islam Sebuah Peta Kronologis (Bandung: Mizan,

1997), hlm. 13.

Page 30: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

22

mengandung makna sifat, kata rasionalisasi mengandung arti proses dan kata

rasionalisme mengandung pengertian paham.7

Dalam sejarahnya, rasionalisme pernah menjadi tema aktual di dunia

Barat pada abad ke-17, bahkan menjadi suatu aliran, yakni aliran

rasionalisme yang ajarannya menitikberatkan kemampuan rasio atau akal

budi dalam segala macam pengetahuan. Menurut pendapat mereka,

pengetahuan manusia berasal dari akal budi. Konsep-konsep yang merupakan

pusat pemikiran filsafat, seperti ketuhanan, jiwa, substansi dan sebagainya

tidak dapat disaring dari pengalaman indrawi, melainkan bersumber pada

akal budi. Konsep-konsep ini merupakan pembawaan yang telah berakar

dalam batinmanusia sejak lahir.8

sedangkan menurut Adi Negoro,

rasionalisme adalah suatu aliran yang mengutamakan akal, segala sesuatu

diukur dengan pandangan akal dan tidak percahaya bahwa segala sesuatu

telah ditentukan Tuhan.9 Karena itu, aliran rasionalisme berpendapat bahwa

sumber pengetahuan yang mencukupi danyang dapat dipercaya adalah rasio

atau akal. Hanya pengetahuan yang diperoleh dari akallah yang memenuhi

syarat yang dituntut oleh sifat umum dan yang perlu mutlak, yaitu syarat

yang dituntut oleh semua pengetahuan ilmiah. Akal tidak memerlukan

7 Kafrawi Ridwan, dkk. (ed.), Ensiklopedi Islam, Cet.IX, (Jakarta: Ichtiar Baru van

Hoeve, 1999) h. 98

8C.A. Van Peursen, Filosofische Orientatie, diterjemahkan oleh Dik Hartono,

Orientasi di Alam Filsafat, (Jakarta: Gramedia, 1980), h. 22

9

Adi Negoro, Ensiklopedi Umum dalam Bahasa Indonesia, (Jakarta:Bulan

Bintang, 1954) h. 306.

Page 31: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

23

pengalaman. Akal dapat menurunkan kebenaran dari dirinya sendiri, yaitu

atas dasar asas-asas pertama yang pasti.10

Dengan demikian, kata rasionalisme di dunia Barat tidak punya

hubungan dengan agama, bahkan kata itu mengingkari adanya penomena

agama dalam kehidupan manusia. Berbeda dari itu, di dunia islam pengertian

kata rasionalisme yang terlepas dari agama tidak ada, sehingga bila

menggunakan “rasionalisme” di dunia Islam harus mempunyai terminologi

yang berbeda dari terminologi yang ada di Barat. Ini berarti rasionalisme

yang ada di Barat tidak sama dengan rasionalisme yang ada di dunia Islam.11

Dalam Islam, kata rasionalisme bisa dipahami berasal dan berakar

dari kata ‘aql yang berarti akal. Kata ‘aql dizaman jahiliyah dipakai dalam

arti kecerdasan praktis (practical intelligence) yang dalam istilah psikologi

modern disebut kecakapan memecahkan masalah (problem solving capacity).

Ini berarti, orang berakal adalah orang yang mempunyai kecakapan untuk

menyelesaikan masalah; setiap kali dia dihadapkan dengan problema, dia

dapat menyelesaikan diri dari bahaya yang mungkin terjadi. Setelah Islam

datang, kata akal itu tidak pernah lepas dari agama. Dalam hal ini, akal

dipandang oleh agama sebagai alat untuk mendalami agama. Karenanya, akal

tidak pernah bertentangan dengan agama, akal senantiasa sejalan dengan

agama, bahkan akal dan agama saling mendukung.

10 Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2, (Yogyakarta: Kanisius, 1980),

h. 18-39

11

Dengan konsep seperti ini, sehinga ahli ada yang berpendapat bahwa

rasionalisme tidak ada di dunia Islam, yang ada hanya rasional, rasionalitas, dan

rasionalisasi.

Page 32: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

24

Orang yang sering menggunakan akalnya dalam menelaah sesuatu

biasa disebut orang rasional. Rasional disini mengandung beberapa unsur

seperti dinamis, filosofis dan sistematis. Sedangkan dalam kajian ilmu kalam

dikenal dengan istilah teologi rasional atau Islam rasional.

Dalam ilmu kalam, kelompok yang termasuk dalam rasional adalah

kelompok yang menganut paham atau pemikiran teologi yang banyak

mengandalkan kekuatan rasio. Mereka mengatakan bahwa akal mempunyai

daya yang kuat serta memberikan interpretasi secara lebih luas terhadap teks

ayat-ayat al-Qur‟an dan hadis. Interpretasi secara lebih luas dalam ilmu

kalam dilakukan oleh aliran Mu‟tazilah dan Maturidiah Samarkand. Penganut

teologi ini hanya terikat pada dogma-dogma yang dengan jelas lagi tegas

disebut dalam al-Qur‟an atau hadis, yaitu teks-teks ayat al-Qur‟an atau hadis

yang tidak dapat diinterpretasikan lagi kepada arti lain selain arti teks yang

terkandung didalamnya (biasa disebut dengan istilah qath’i). Ayat-ayat yang

dianggap mempunyai arti qath’i ini tidak banyak terdapat dalam al-Qur‟an.12

Teologi rasional dikenal dengan penggunaan akal secara bebas, yaitu

dengan menggunakan rasional dalam memahami Islam. Pemahaman dalam

teologi rasional berarti aliran teologi yang mengandalkan kekuatan akal atau

rasio karena akal mempunyai daya yang kuat serta dapat memberikan

interpretasi secara rasional terhadap teks-teks, ayat-ayat Alquran dan hadis.

Pengertian rasional secara sosiologis ini sejalan dengan pengertian

12 Lawan dari qath’i ini adalah zhanni, Istilah qath’i dan zhanni, masing-masing

terdiri atas dua bagian, yaitu yang menyangkut al-tsubut (kebenaran sumber) dan al-dalalah

(kandungan makna). Dengan demikian, ada qath’i al-tsubut, zhanni al-tsubut, qath’i al-

dalalah dan ada zhannial-dalalah. Uraian lebih lanjut lihat, M.Quraish Shihab,

Membumikan Al-Qur’an Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat,

(Bandung: Mizan, 1993), h. 137-142.

Page 33: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

25

modernisasi ialah rasionalisasi.13

Teologi modern adalah pembicaraan tentang

keyakinan yang berhubungan dengan Ilahiyat untuk menyelaraskan dengan

pemahaman selera baru yang bersifat rasional atau ilmiah. Menurut Joesoef

Sou„yb bahwa teologi modern adalah pandangan maupun metode baru,

kecendrungannya khusus dalam masalah kepercayaan keagamaan untuk

menundukkan tradisi dalam upaya penyelarasan dengan pemikiran baru.

Menurut Ahmad Hasan, modernisme adalah aliran pemikiran

keagamaan yang menafsirkan Islam melalui pendekatan rasional untuk

menyesuaikannya dengan perkembangan zaman. Dengan demikian Islam

harus beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di dunia modern. Hampir

serupa dengan rumusan Hasan, Mukti Ali tampaknya setuju dengan

pengertian ini, tetapi dia lebih menekankan defenisi modernisme pada usaha

purifikasi agama dan kebebasan berfikir.14

Sedangkan menurut Abuddin Nata, Islam rasional adalah Islam yang

menghargai pendapat akal pikiran dan menggunakannya untuk memperkuat

dalil-dalil agama.15

Dengan demikian teologi rasional atau Islam rasional merupakan

paham yang menggunakan akal dalam menyelesaikan setiap persoalan

dengan menggunakan akal. Islam rasional adalah aliran teologi yang

mengandalkan kekuatan akal atau rasio karena akal mempunyai daya yang

13 Nurcholis Madjid, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan (Bandung: Mizan,

1993), h. 183

14

Yusril Ihza Mahendra, Modernisme dan Fundamentalisme Dalam Politik Islam

(Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina, 1999), h. 12.

15

Abudin Nata, Peta Keagamaan Pemikiran Islam di Indonesia, (Jakarta: Raja

Grafindo Persada, 2001) h. 62

Page 34: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

26

kuat serta dapat memberikan interpretasi secara rasional terhadap teks-teks

wahyu.

2. Teologi Tradisional

Tradisi dalam kamus bahasa Indonesia adalah segala sesuatu seperti

adat, kepercayaan, kebiasaan, dan ajaran yang turun temurun dari leluhur.16

Dalam bahasa Arab kata tradisi adalah salah satu makna dari kata sunnah

selain makna norma, aturan, dan kebiasaan.17

Sedangkan kata sunnah

merupakan, ucapan, ketetapan, serta perbuatan rosulullah.

Ketika berbicara mengenai masyarakat Islam tradisional, yang

terbayang adalah sebuah gambaran mengenai masyarakat yang terbelakang,

masyarakat Islam yang kolot, masyarakat yang anti atau menolak perubahan

(anti progresivitas), konservatif (staid approach), dan diliputi oleh

sikap taqlid. Mereka adalah kelompok yang membaca dan belajar “kitab

kuning”, termasuk karya al-Ghazali dan ulama‟ fiqh klasik, dan tokoh-tokoh

sufi pada zaman pertengahan Islam.18

Terma tradisional merupakan terma

untuk sesuatu yang irrational, pandangan dunia yang tidak ilmiah, lawan

dari segala bentuk kemodernan.Tradisionalisme dianggap sebagai aliran

yang berpegang teguh pada fundamen Agama melalui penafsiran terhadap

kitab suci Agama secara rigid dan literalis.19

16W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,

1991), cet. XII, h. 1088.

17

Munir Baalbaki, Rohi Baalbaki, Kamus Al-Maurid Arab-Inggris-Indonesia,

(Surabaya: Halim Jaya, 2006) h.483.

18

Munir Mulkhan, Islam Murni dalam Masyarakat Petani (Yogyakarta: Yayasan

Bentang Budaya, 2000), h. 2

19

Fundamentalis”, dalam The Oxford English Dictionary, 1988.

Page 35: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

27

Secara etimologis, tradisional berarti kecenderungan untuk

melakukan sesuatu yang telah dilakukan oleh pendahulu, dan memandang

masa lampau sebagai otoritas dari segala bentuk yang telah mapan. Menurut

Achmad Jainuri, kaum tradisionalis adalah mereka yang pada umumnya

diidentikkan dengan ekspresi Islam lokal, serta kaum elit kultur tradisional

yang tidak tertarik dengan perubahan dalam pemikiran serta praktik Islam

Teologi tradisional, merupakan salah satu corak paham keislaman

yang telah membudaya atau hal ini sudah menjadi kebiasaan dan melekat

pada sebuah kelompok tertentu yang menganggap bahwa paham yang

dianutnya merupakan paham yang paling benar diantara paham-paham yang

lainnya. Berbicara mengenai teologi tradisional, dalam konteks teologi

berarti mengambil sikap terikat, tidak hanya kepada dogma yang jelas dan

tegas di dalam Alquran dan Hadist, tetap juga pada ayat-ayat yang

mempunyai zhanni, yaitu ayat-ayat yang mempunyai arti harfiah dari teks-

teks ayat Alquran dan kurang menggunakan logika.20

Paham tradisional ini merupakan paham yang paling populer dan

banyak dianut oleh masyarakat Indonesia, seperti mazhab Syafi„i yang sudah

menjadi tradisi dari generasi ke generasi. Paham keislaman ini sering

dikonfrontasikan dengan teologi modernis, yang menklaim teologi tradisional

sebagai penghambat kemajuan dan membawa kemunduran umat Islam.

Berbagai pemikiran yang dilakukan kaum modernis untuk membawa umat

Islam kepada kemajuan, salah satunya yaitu mengajak untuk meninggalkan

sikap atau paham tradisionalnya.

20

Al-Munawwar, Ahmad Warson, Kamus Arab Indonesia (Yogyakarta: Pustaka

Progresif, 1984), h. 716.

Page 36: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

28

Jika kita amati dari ciri-ciri teologi tradisional ini, bahwa kedudukan

akal yang rendah membuat pemikiran para pengikutnya tidak berkembang

atau disebut dengan kaku dalam segala aspek, sehingga sikap taklid semakin

mengakar dan berkembang didalam masyarakat. Contohnya saja dalam

perbuatan manusia, paham ini mengklaim bahwa manusia tidak bebas dalam

berbuat, takdir bagi pengikut aliran ini tidak dapat dielakkan. Pandangan

teologi tradisional, manusia adalah makhluk yang lemah, manusia tidak dapat

berbuat sesuai dengan kemaunnya karena kehendak dan kekuasaan Tuhan

atas manusia bersifat mutlak.Dalam teologi ini dinyatakan bahwa di atas

Tuhan tidak ada satu zat pun yang dapat menghukum atau menentukan apa

yang boleh dibuat dan apa yang tidak boleh dibuat oleh Tuhan. Tuhan

bersifat absolute, dalam kehendak dan kekuasaan-Nya.21

Menurut Harun Nasution membagi kriteria teologi tradisional yaitu,

Pertama, mengakui kelemahan akal untuk mengetahui sesuatu, kedua,

mengakui ketidak bebasan dan ketidak pastian manusia dalam berkehendak

dan berbuat, dan ketiga, mengakui ketidakpastian sunatullah dan hukum

kausalitas sebab ssemua yang terjadi di alam semesta ini adalah menurut

kehendak mutlak Allah yang tidak diketahui oleh manusia.22

Sedangkan di Indonesia Dalam konteks sosial-budaya, unsur-unsur

yang terdapat pada Islam tradisional Indonesia meliputi adanya lembaga

pesantren, peranan dan kepribadian kyai yang sangat menentukan dan

kharismatik. Basis masa kaum tradisionalis semacam ini pada umumnya

berada di pedesaan.Begitu lekatnya Islam tradisionalis di Indonesia dengan

21

Harun Nasution, Teologi Islam Rasional: Apresiasi Terhadap Wacana dan

PraktikHarun Nasution (Jakarta: Ciputat Press, 2001), h. 126. 22

Harun Nasution, Islam Rasional...h. 345.

Page 37: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

29

kalangan pedesaan, sampai-sampai dikatakan bahwa Islam tradionalis adalah

Islam pedesaan.23

Islam tradisional secara religi bersifat kultural, secara intelektual

sederhana, secara kultural bersifat sinkretik, dan secara politis bersifat

oportunis.24

Meskipun untuk saat ini banyak kaum tradisionalis yang

kontroversial dengan yang konservatif, akan tetapi peran warna

konservatifme sangat kuat sekali di tingkat lokal.25

Kaum tradisionalis Indonesia sering digolongkan ke dalam organisasi

sosial keagamaan terbesar26

bernama NU, sebuah organisasi keagamaan yang

didirikan pada tahun 1926 di Surabaya, oleh beberapa ulama‟ pengasuh

pesantren, di antaranya K.H. Hasyim Asy'ari (Tebu Ireng) dan K. Wahab

Hasbullah (Tambak Beras).27

Golongan tradisi banyak menghiraukan soal-soal ibadah belaka. Bagi

mereka Islam seakan sama dengan fiqh, dan dalam hubungan ini mereka

mengakui taqlid dan menolak ijtihad. Sikap ini sering menyebabkan mereka

menjadi patuh buta, sebab imam madzhab fiqh atay kyai dianggap ma'sum,

bebas dari kesalahan. Dalam situasi seperti itu Islam dan tafsiran tentangnya

23 Kacung Marijan, Quo Vadis NU Setelah Kembali ke Khittah 1926 (Jakarta:

Penerbit Erlangga, 1992), 38.

24

Kacung Marijan, Quo Vadis NU Setelah Kembali ke Khittah 1926 (Jakarta:

Penerbit Erlangga, 1992), 38

25

Zainuddin Maliki, Agama Priyayi (Yogyakarta: Pustaka Marwa, 2004), 41.

26

Greg Fealy, Percikan Api Muktamar 1994;Gus Dur, Suksesi dan Perlawanan NU

Terhadap Kontrol Negara, dalam Greg Fealy, Greg Barton (ed), Tradisionalisme

Radikan;Persinggungan Nahdatul Ulama’ Negara, ter. Ahmad Suaedy (Yogyakarta;LKiS,

1997), h. 220.

27

Ronald Alan Lukens Bull, A Peaceful Jihad, 124.

Page 38: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

30

merupakan monopoli kyai belaka, sehingga fatwa kyai dianggap mutlak,

final dan tidak dapat dipertanyakan lagi.28

C. Teologi Mu’tazilah

1. Sejarah Teologi Mu’tazilah

Pada awalnya Mu‟tazilah merupakan aliran teologi yang hanya dianut

oleh masyarakat biasa. Tapi kemudian teologi yang bercorak rasional dan

liberal ini menarik perhatian kalangan intelektual dan juga lingkungan

pemerintah kerajaan Abbasiyah. Melihat hal demikian, khalifah Al-Makmun

(813-833 M) putera Harun al-Rasyid (766-809 M), pada tahun 827 M

menjadikan teologi Mu‟ta zilah sebagai mazhab resmi Negara.29

Sejak itu

resmilah aliran Mu‟tazilah menjadi satu-satunya aliran teologi yang boleh

dianut oleh umat Islam dalam wilayah kekuasaan Dinasti Abbasiyah.

Dengan mendapat pengakuan resmi dari pemerintah, maka otomatis

aliran ini mendapat dukungan sekaligus perlindungan dari penguasa waktu

itu. Selanjutnya aliran ini pun dengan leluasa dan berani menyebarkan

paham-pahamnya secara terbuka kepada public. Penyebaran tersebut mereka

lakukan mulai cara lemah lembut sampai pemaksaan dan kekerasan. Puncak

kekerasan dan pemaksaan itu berkenaan dengan paham “Al-Quran

makhluk”. Masalah ini sampai menimbulkan peristiwa al-Mihnah yaitu

pemeriksaan terhadap para ulama ahli Hadits dan ahli fikih oleh Khalifah Al-

Makmun pada Dinasti Abbasiyah.

28 Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942 (Jakarta: LP3S,

1996), h. 320-321. 29

Ahmad Amin, Dhuha al-Islam, h. 8.

Page 39: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

31

Mula-mula Khalifah Al-Makmun mengirimkan surat kepada Ishaq

ibn Ibrahim (gubernur Bagdad) agar memerintahkan kepada para pejabat

untuk mengakui paham bahwa Al-Qur‟an makhluk. Ada tiga langkah yang

harus diambil, pertama memberhentikan pejabat-pejabat yang tidak mau

mengakui kemakhlukan Al-Quran. Kedua memerintahkan untuk melakukan

pemeriksaan terhadap para ulama ahli fikih dan ahli Hadits serta yang terkait

dengan urusan fatwa tentang makhluk tidaknya Al-Quran. Bila upaya kedua

ini tidak membawa hasil (mereka tawaqquf), maka perlu dilakukan langkah

ketiga yaitu mereka harus disiksa bahkan diancam hukuman mati.30

Dalam peristiwa al-Mihnah, Ishaq telah memeriksa sekitar 30 orang

hakim, ulama ahli hadis dan ahli fikih, mereka sepakat mengakui

kemakhlukan Al-Quran. Namun ada empat orang ulama yang tawaqquf yaitu

Ahmad ibn Hanbal, Sajjadah, al -Qawariri dan Muhammad ibn

Nuh.3123

Karena itu, keempat ulama tadi dimasukkan ke dalam tahanan dalam

keadaan diborgol. Keesokan harinya Sajjadah mau mengakui dan ia pun

dibebaskan. Pada hari-hari berikutnya ketiga ulama yang masih ditahan tadi

terus dipaksa dan diancam agar mau mengakui kemakhlukan Al-Quran,

hingga akhirnya al-Qawariri mengakuinya dan iapun dibebaskan. Sementara

dua lainnya dikirim kepada khalifah Al-Makmun di Thurus. Muhammad ibn

Nuh meninggal dunia dalam perjalanan. Di tengah perjalanan tersiar kabar

bahwa Al-Makmun meninggal dunia, namun sebelumnya ia sempat

berwasiat kepada penggantinya yaitu al-Mu‟tashim agar melanjutkan

30

Abu Zahrah, Tarikh Mazahib al-Islamiyah, h.180-181. 31

Ahmad Amin, Dhuha al-Islam, , h. 176

Page 40: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

32

kebijakannya itu.32

Atas wasiat tersebut, Al-Mu‟tashim pun melanjutkan al-

Mihnah terhadap mereka yang belum mengakui kemakhlukan Al-Quran

termasuk yang masih tawaqquf. Ahmad ibn Hanbal karena tetap tawaqquf,

iapun dipenjarakan dan disiksa sampai beberapa tahun baru ia dibebaskan.33

Setelah al-Mu‟tashim meninggal, kekhalifahan diganti oleh al-Wasiq

(842-847 M). Kebijakan melakukan al-Mihnah tampaknya tidak dihentikan,

namun tidak lagi terlalu keras seperti pendahulunya. Namun demikian, ada

informasi bahwa khalifah terakhir ini telah memancung seorang ulama

terkenal Ahmad ibn Naser al-Khuza‟i karena tidak mengakui kemakhlukan

Al-Qur‟an.34 26

Setelah Al-Wasiq meninggal, kekhalifahan digantikan oleh

Al-Mutawakkil ( 232-247 H). Berbeda dengan khalifah-khalifah sebelumnya,

Al-Mutawakkil tidak menudukung aliran Mu‟tazilah, sehingga masalah al

Mihnah tidak lagi ia teruskan. Sejak itu al-Mihnah pun terhenti, ia bahkan

berusaha meredam ketegangan situasi dan membebaskan semua ulama yang

ditahan sebelumnya.35

Kalau semula aliran Mu‟tazilah mengalami kemajuan dan dapat

meraih zaman keemasan karena mendapat dukungan penguasa dan ajarannya

disenangi kaum intelektual, namun setelah mereka melancarkan kekerasan

dan penyiksaan , terlebih lagi pemenjaraan terhadap para ulama, maka sejak

itu kaum muslimin mulai membenci aliran Mu‟tazilah. Merekapun mulai

meninggalkan aliran tersebut.

32

Abu Zahrah, Tarikh Mazahib al-Islamiyah, h.182. 33

Abu Zahrah, Tarikh Mazahib al-Islamiyah, h.183. 34

Umar Hasyim, Apakah Anda Termasuk Golongan Ahlussunnah Waljamaah?

(Surabaya: Bina Ilmu, 1987).h. 44. 35

Umar Hasyim, Apakah Anda Termasuk, h.44.

Page 41: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

33

Kebencian mereka itu seakan didukung oleh sikap

khalifah Al-Mutawakkil yang juga tidak senang dengan aliran Mu‟tazilah.

Aliran ini perlahan-lahan mulai mengalami kemunduran dan kehilangan

kekuatannya. Lebih-lebih setelah Muhammad al-Ghazwani, seorang

pengikut mazhab Sunny dan Syafi‟i berkuasa sampai ke wilayah Irak tahun

395 H mengeluarkan pengumuman larangan terhadap aliran Mu‟tazilah di

wilayahnya, buku-bukunya banyak yang dibakar dan ajaran-ajarannya tak

boleh lagi dianut.36

Akhirnya Al-Mutawakkil pun membatalkan aliran

Mu‟tazilah sebagai mazhab resmi Negara pada tahun 848 M.37

Umat Islam yang telah lama meras tertekan akibat pemaksaan dan

kekerasan yang dilancarkan kaum Mu‟tazilah, begitu mengetahui khalifah

telah membatalkan aliran Mu‟tazilah sebagi mazhab resmi negara, maka

kaum muslimin pun mulai berani angkat bicara, mendiskusikan, mengkritisi

bahkan membantah paham-paham Mu‟tazilah dengan berbagai argumentasi.

Situasi ini juga didukung oleh mulai berkembangnya aliran Asy‟ariyah yang

telah digagas oleh seorang ulama besar, tokoh sentral kaum Ahlusunnah

Waljamaah yaitu Abu al-Hasan al-Asy‟ari (260-324 H).

Dengan kharisma Al-Asy‟ari dan ditambah dengan ajaran-ajaran

yang dibawanya agak moderat dan tradisional serta merupakan jalan tengah

antara dua pemikiran yang ekstrim, akhirnya semakin mendapat simpati dan

dukungan masyarakat luas bahkan juga pihak penguasa, semakin membuat

aliran Mu‟tazilah tidak berdaya lagi sampai datangnya pasukan Mongolia

36

A. Hanafi, Pengantar Theology Islam, h.102. 37

Harun Nasution, Teologi Islam, h. 60.

Page 42: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

34

yang meluluhlantakkan kota Baghdad dan kota-kota lainnya tahun 1258 M,

aliran inipun lenyap.38

Kalau kita perhatikan masa perkembangan aliran ini yaitu dimulai

sekitar awal abad kedua Hijrah bertepatan dengan awal abad ke-8 Masehi,

kemudian mengalami kemajuan dan kejayaan hingga masa khalifah Al-

Mutawakkil pada abad ke-3 Hijrah. Setelah itu mengalami kemunduran

sekitar abad ke-5 Hijrah bertepatan dengan abad ke-11 M. Aliran rasional ini

akhirnya lenyap sama sekali seiring dengan hancurnya kota Bagdad dan kota

lainnya akibat serangan tentara Mongolia pada abad ke-7 Hijrah atau 13

Masehi.

2. Teologi Mu’tazilah

Menurut Abu Zahrah, dalam menetapkan akidah, Mu‟tazilah

berpegang pada premis-premis logika, kecuali dalm masalah-masalah yang

tidak dapat dijangkau akal. Mereka mempercayai kemampuan dan kekuatan

akal. Setiap masalah yang timbul mereka hadapkan kepada akal. Yang dapat

diterima akal, mereka terima, dan yang tidak dapat diterima akal mereka

tolak.39

Mu‟tazilah banyak dipengaruhi oleh pemikiran filsafat Yunani dan

logika dalam menemukan landasan-landasan paham mereka. Penyebabnya

ada dua yaitu:

1. Mereka menemukan di dalam filsafat Yunani keserasian dengan

kecenderungan pikiran mereka. Kemudian mereka jadikan sebagai metode

38

A. Hanafi, Pengantar Theology Islam, h.103. 39

Abu Zahrah, Tarikh Mazahib al-Islamiyah ( Cairo Mesir: Dar al-Fikr al-Araby,

t.th), h. 144.

Page 43: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

35

berpikir yang membuat mereka lebih lancar dan kuat dalam

berargumentasi.

2. Ketika para filosof dan pihak lain berusaha meruntuhkan dasar-dasar

ajaran Islam dengan argumentasi-argumentasi logis,

Mu‟tazilah dengan gigih menolak mereka dengan menggunakan

metode diskusi dan debat mereka. Kaum Mu‟tazilah memang banyak

mempelajari filsafat untuk dijadikan senjata mengalahkan serangan para

filosof dan pihak lainnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kaum

Mu‟tazilah adalah filosof-filosof Islam.40

Dalam menemukan pemikiran akidahnya, Mu‟tazilah menggunakan

metode logika murni dengan tetap berusaha agar tidak menyimpang dari nas-

nas al-Quran. Jika kelihatan adanya pertentangan antara paham mereka dan

nash al-Qur‟an yang mereka baca, maka nas itu mereka takwilkan sehingga

tidak bertentangan dengan paham mereka sekaligus tidak bertentangan

dengan makna al-Qur‟an.41

Di dalam sejarah pemikiran Islam, kaum Mu‟tazilah merupakan

golongan yang membawa persoalan-persoalan teologi yang lebih mendalam

dan bersifat filosofis dibanding aliran-aliran teologi lainnya. Hal ini

sebagaimana dikatakan di atas karena mereka banyak dipengaruhi filsafat

dan logika. Dalam membahas dan memecahkan masalah-masalah teologi

mereka lebih banyak menggunkan kemampuan akal.. Karenanya maka

40

Abu Zahrah, Tarikh Mazahib al-Islamiyah, h. 145. 41

Abu Zahrah, Tarikh Mazahib al-Islamiyah, h. 149

Page 44: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

36

teologi yang mereka kembangkan lebih bercorak rasional dan liberal. Mereka

pun dinamakan juga dengan sebutan “kaum rasionalis Islam”42

.

Kaum Mu‟tazilah mempunyai lima doktrin pokok yang populer

dengan sebutan al -Ushul al-Khamsah. Kelima doktrin itu adalah al-Tauhid,

al-Adl, al-Wa’d wa al-Wa’id, al-Manzilah bain al-Manzilatain, dan al-Amr

bi al-ma’ruf wa al-Nahyu ‘an al-Munkar.

1. Al-Tauhid, yaitu mengesakan Tuhan. Dalam mengesakan Tuhan, kaum

Mu‟tazilah berpendapat bahwa Tuhan tidak mempunyai sifat-sifat yang

berdiri sendiri di luar zat, karena akan berakibat banyaknya yang qadim.

Mereka juga menolak sifat-sifat jasmaniyah (antropomorfisme) bagi

Tuhan karena akan membawa tajsim dan tasybih.

2. Al’Adlu, yaitu keadilan Tuhan. Keadilan Tuhan menurut amu‟tazilah

mengandung arti bahwa Tuhan wajib berbuat baik dan terbaik bagi

hamba-Nya (al-shalah wal ashlah), Tuhan wajib menepati janji Tuhan

wajib berbuat sesuai norma dan aturan yang ditetapkan-Nya, dan Tuhan

tidak akan member beban dluar kemampan hamba.

3. Al-Wa’d wa al-Wa’id, yaitu janji dan ancaman. Kaum Mu‟tazilah

meyakini bahwa janji dan ancaman Tuhan untuk membalas perbuatan

hamba-Nya pasti akan terlaksana. Ini bagian dari keadilan Tuhan.

4. Al-Manzilah bain al-Manzilatain, yaitu tempat di antara dua

tempat.Kaum Mu‟tazilah berpendapat bahwa orang mukmin yang

berdosa besar, statusnya tidak lagi mukmin dan juga tidak kafir, ia

berada di antara keduanya. Doktrin inilah yang kemudian melahirkan

aliran Mu‟tazilah yang digagas oleh Washil ibn Atha.

42

Harun Nasution, Teologi Islam, h. 38

Page 45: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

37

5. Al-Amr bi al-ma’ruf wa al-Nahyu ‘an al-munkar., yaitu perintah

melaksanakan perbuatan baik dan larangan perbuatan munkar.

Ini merupakan kewajiban dakwah bagi setiap orang Mu‟tazilah.

Menurut salah seorang pemuka Mu‟tazilah, Abu al-Husain al-Khayyat,

seseorang belum bisa diakui sebagai anggota Mu‟tazilah kecuali jika sudah

menganut kelima doktrin tersebut.43

D. Teologi Asy’ariyah

1. Sejarah Teologi Asy’ariyah

Teologi Asy‟ariyah muncul karena tidak terlepas dari, atau malah

dipicu oleh situasi sosial politik yang berkembang pada saat itu. Teologi

Asy‟ari muncul sebagai teologi tandingan dari aliran Mu‟tazilah yang

bercorak rasionil. Aliran Mu‟tazilah ini mendapat tantangan keras dari

golongan tradisionil Islam terutama golongan Hanbali. Hal ini dapat

digambarkan sebagai berikut:

Pada tahun 827 M. Khalifah Abbasiyah, al-Makmun, menerima

doktrin Mu‟tazilah secara resmi, dan dilanjutkan pada pemerintahan dua

khalifah setelahnya. Orang-orang yang teguh memegang tradisi, khususnya

Ahmad bin Hanbal disiksa bahkan lebih dari itu, orang- orang yang tidak

memahami defenisi dogmatis Mu‟tazilah yang cerdas atau menolak

menerima mereka, dan kadang-kadang sebagian besar dianggap kafir.44

43

Ahmad Amin, Dhuha al-Islam, juz III, (Cairo Al-Nahdhah al-

Mishriyah, 1966), h. 22. 44

Annemarie Schimmel, Islam Interpretatif. (Cet. I; Depok: Inisiasi Press, 2003), h.

100.

Page 46: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

38

Pada masa pemerintahan Khalifah Al-Makmun, serangan Mu‟tazilah

terhadap para fuqaha’ dan muhadditsin semakin gencar. Tak seorang pun

pakar fiqh yang populer dan pakar hadis yang mashur luput dari gempuran

mereka. Serangan dalam bentuk pemikiran, disertai dengan penyiksaan fisik

oleh penguasa dalam bentuk suasana al-mihnah (inkuisisi).45

Banyak tokoh

dan ulama yang menjadi panutan umat menjadi korban gerakan mihnah,

mulai dari penyiksaan fisik, pemenjaraan bahkan sampai pada hukuman

mati.46

Sebagai akibat dari hal itu, timbul kebencian masyarakat terhadap

Mu‟tazilah, dan berkembang menjadi permusuhan. Masyarakat tidak senang

dengan hasutan-hasutan mereka untuk melakukan inkuisisi (mihnah)

terhadap setiap imam dan ahli hadis yang bertaqwa. Isu sentral yang menjadi

topik mihnah waktu itu adalah tentang “Alquran sebagai mahluk bukan

kalamullah yang qadîm”.

Keadaan berbalik setelah Al-Mutawakkil naik menduduki tahta

kekhalifahan. Setelah kurun pemerintahan khalifah al-Makmun, al-Mu‟tasim

dan al-Wasiq dari Dinasti Abbasiyah (813M-847M) paham Mu‟tazilah

mencapai puncaknya. Akhirnya al-Mutawakkil membantalkan pemakaian

aliran Mu‟tazilah sebagai mazhab negara ditahun 848 M. Dengan demikian

selesailah riwayat mihnah yang ditimbulkan kaum Mu‟tazilah dan dari ketika

45

Kata al-mihnah berasal dari bahasa Arab yang bermakna cobaan, bencana. Lihat

A. W. Munawwir, Kamus Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia (Cet. XIV; Surabaya:

Pustaka Progressif, 1997), h. 1315 46

Nukman Abbas, al-Asy’ari: Misteri Perbuatan Manusia dan Takdir Tuhan

(Jakarta: Penerbit Erlangga, t.th), h. 103.

Page 47: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

39

itu mulailah menurun pengaruh dan arti kaum Mu‟tazilah.47

Beliau sebagai

khalifah menjauhkan pengaruh Mu‟tazilah dari pemerintahan. Sebaliknya dia

mendekati lawan-lawan mereka, dan membebaskan para ulama yang

dipenjarakan oleh khalifah terdahulu.

Pada akhir abad ke 3 Hijriah muncul dua tokoh yang menonjol, yaitu

Abu al-Hasan al-Asy‟ari di Bashrah dan Abu Mansyur al-Maturidi di

Samarkand. Keduanya bersatu dalam melakukan bantahan terhadap

Mu‟tazilah, kendatipun diantara mereka terdapat pula perbedaan.

Selanjutnya, yang akan dibicarakn hanyalah mengenai al-Asy‟ari yang

merupakan tokoh sentral dan pendiri aliran Asy‟ariyah.48

2. Teologi Asy’ariyah

Formulasi pemikiran al-Asy‟ari, secara esensial, menampilkan

sebuah upaya sintesis antara formulasi ortodoks ekstrim di satu sisi dan

Mu‟tazilah di sisi lain. Dari segi etosnya, pergerakan tersebut memiliki

semangat ortodoks. Aktualitas formulasinya jelas menampakkan sifat

reaksionis terhadap Mu‟tazilah, sebuah reaksi yang tidak dapat dihindarinya.

Corak pemikiran yang sintesis ini, menurut Watt, barangkali dipengaruhi

teologi Kullabiah (teologi Sunni yang dipelopori Ibn Kullab; w. 854 M).49

47

Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan

(Cet.V; Jakarta: UI Press),h. 64.

48

Muhammad Abu> Zahrah, Tarikh al-Maza>hib al-Islamiyyah, terj.

Abdurrahman Dahlan dan Ahmad Qarib, Aliran Politik dan Aqidah dalam Islam (Jakarta:

Logos Publishing House, 1996), h. 189.

49

W. Montgomery Watt, Islam Philosophy and Theology (Edinbrugh: Edinbrugh

University Press, 1985), h. 58.

Page 48: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

40

Adapun pokok-pokok ajaran Abu Hasan al-Asy‟ary adalah sebagai

berikut:

1. Zat dan sifat-sifat Tuhan

Persoalan sifat-sifat Allah, merupakan maslaha yang banyak

dibicarakan oleh ahli teologi Islam. Berkaitan dengan itu berkembang dua

teori yaitu: teori isbat al-sifat dan naïf al-sifat. Teori pertama mengajarkan

bahwa Allah memiliki sifat-sifat, seperti, mendengar, melihat dan berbicara.

Teori inilah yang dianut oleh kaum Asy‟ariyah. Sementara teori kedua

mengajarkan bahwa Allah tidak memiliki sifat-sifat. Teori tersebut dianut

oleh kaum Mu‟tazilah dan para ahli ahli falsafah.

Paham kaum Asy‟ariyah berlawanan dengan paham Mu‟tazilah.

golongan Asy‟ariyah berpendapat bahwa Allah itu mempunyai sifat di

antaranya, al-‘ilm, al-qudrat, al-sama’ al-bas}ar, al-hayah, iradah, dan

lainnya. Namun semua ini dikatakan la yukayyaf wa la yuhadd (tanpa

diketahui bagaimana cara dan batasnya).

Menurut al-Asy‟ari, Allah mempunyai ilmu karena alam yang

diciptakan demikian teratur, alam tidak aka nada kecuali diciptakan oleh

Allah yang memiliki ilmu. Argumen ini antara lain diperkuat oleh firman

Allah dalam QS. al-Nisa/ 4: 166.

كن أزنٱلل بأزلإنيك ۥيشهدب ئكتوۦبعه

ه بٱن وكفى يشهدو ٱلل

٦١١شهيدا

Artinya: “(Mereka tidak mau mengakui yang diturunkan kepadamu

itu), tetapi Allah mengakui Al Quran yang diturunkan-Nya

kepadamu. Allah menurunkannya dengan ilmu-Nya; dan

Page 49: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

41

malaikat-malaikat pun menjadi saksi (pula). Cukuplah Allah

yang mengakuinya.”50

Menurut al-Asy‟ari ayat tersebut menunjukkan bahwa Allah

mengetahui dengan ilmu. Oleh karena itu, mustahil ilmu Allah itu zat-Nya.

Jika Allah mengetahui dengan zat-Nya, maka zat-Nya itu merupakan

pengetahuan. Dan mustahil al-‘ilm (pengetahuan) merupaka ‘Alim (Yang

Mengetahui), atau al’Alim (Yang Mengetahui) merupakan al-‘ilm

(pengetahuan) atau zat Allah diartikan sebagai sifat-sifatnya. Oleh karena

mustahil Allah mengetahui dengan zat-Nya sendiri, karena dengan demikian

zat-Nya adalah pengetahuan dan Allah sendiri adalah pengeathuan. Allah

bukan pengetehuan („ilm) tetapi yang Mengetahui („Alim) . Dengan demikian

menurut al-Asy‟ari, Allah mengetahui dengan pengetahuan dan pengetahuan-

Nya bukanlah zat-Nya.

Kaum Asy‟ariyah juga meyakini akan sifat-sifat Allah yang bersifat

khabariyah, seperti Allah punya wajah, tangan, kaki, betis dan seterusnya.

Dalam hal ini al-Asya‟ariyah mengartikannya secara sombolis serta tidak

melakukan takyif (menanyakan bagaimana rupa wajah, tangan dan kaki

Allah), ta'til (menolak bahwa Allah punya wajah, tangan dan kaki ), tams\il

(menyerupakan wajah, tangan dan kaki Allah dengan sesuatu) serta tahrif

(menyimpangkan makna wajah, tangan dan kaki Allah dengan makna

lainnya).51

50 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: Penerbit al-Qur‟an

Hilal,2010), h. 104. 51

C.A. Qadir, Filsafat dan Ilmu Pengetahuan Dalam Islam (Cet. I; Jakarta:

Yayasan Obor, 1991), h. 67-68.

Page 50: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

42

Argumen al-Asy‟ariyah tersebut diperkuat dengan firman Allah, di

antaranya QS. Al-Rahman/55: 27:

موجزبكذوويبقى كساووٱنجه ٧٢ٱل

Artinya: Tetapi wajah Tuhanmu yang memiliki kebesaran dan

kemuliaan tetap kekal.52

Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil sebuah konklusi bahwa,

dalam paham Asy‟ariyah sifat-sifat Allah adalah sebagaimana yang tertera

dalam al-Qur‟an dan hadis. Sifat-sifat tersebut merupakan sifat-sifat yang

sesuai dengan zat Allah sendiri dan sekali-kali tidak menyerupai sifat-sifat

makhluk. Allah melihat tidak seperti makhluk. Begitu pula Allah mendengar

tidak seperti makhluk. Bahkan al-Asy‟ariyah berpendapat bahwa Allah

mempunyai muka, tangan, mata dan sebagainya tanpa ditentukan

bagaimananya (bila kaifa).

2. Kebebasan dalam berkehendak

Pada dasarnya al-Asy'ari, menggambarkan manusia sebagai seorang

yang lemah, tidak mempunyai daya dan kekuatan apa-apa disaat berhadapan

dengan kekuasaan absolut mutlak.53

Karena manusia dipandang lemah, maka

paham al-Asy'ari dalam hal ini lebih dekat kepada faham Jabariyah

(fatalisme) dari faham Qadariyah (Free Will). Manusia dalam kelemahannya

banyak tergantung kepada kehendak dan kekuasaan Tuhan. Untuk

52

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah, h. 532.

53 Rosihan Anwar, Ilmu Kalam (Cet. I; Bandung: CV. Pustaka Setia, 2001), h. 122.

Page 51: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

43

menggambarkan hubungan perbuatan dengan kemauan dan kekuasaan

mutlak Tuhan al-Asy‟ari memakai istilah al-kasb (acquisition, perolehan).

Menurut para ahli bahasa, kata kasb mempunyai makna dasar yang

meliputi “menginginkan, mencari, dan memperoleh”. Dari sini kemudian

muncul, makna “mencari rezeki (usaha), “berjalan untuk mencari rezeki”,

dan “mencari sesuatu yang diduga mendatangkan manfaat (keuntungan), dan

ternyata mendatangkan mudharat (kerugian)”. Anak juga disebut kasb karena

bapaknya menginginkannya dan berusaha untuk mendapatkannya.54

Al-Asy‟ari membedakan antara khaliq dan kasb. Menurutnya, Allah

adalah pencipta (khaliq) perbuatan manusia, sedangkan manusia sendiri yang

mengupayakannya (muktasib). Hanya Allah-lah yang mampu menciptakan

segala sesuatu (termasuk keinginan manusia).

Al-Kasb dapat diartikan sebagai suatu perbuatan yang timbul dari

manusia dengan perantaraan daya yang diciptakan oleh Allah. Tentang

faham kasb ini, al-Asy'ari memberi penjelasan yang sulit ditangkap. Di satu

pihak ia ingin melukiskan peran manusia dalam perbuatannya. Namun dalam

penjelasannya tertangkap bahwa kasb itu pada hakekatnya adalah ciptaan

Tuhan. Jadi, dalam teori kasb manusia tidak mempunyai pengaruh efektif

dalam perbuatannya. Kasb, kata al-Asy'ari, adalah sesuatu yang timbul dari

yang berbuat (al-muhtasib) dengan perantaraan daya yang diciptakan.

Melihat kepada pengertian,"sesuatu yang timbul dari yang berbuat"

mengandung atas perbuatannya. Tetapi keterangan bahwa "kasb itu adalah

ciptaan Tuhan" menghilangkan arti keaktifan itu, sehingga akhirnya manusia

54

M. Quraish Shihab, et.al (Ed.), Ensiklopedia Al-Qur’an: Kajian Kosakata

(Jakarta: Lentera Hati, 2007), h. 431.

Page 52: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

44

bersifat pasif dalam perbuatan-perbuatannya. Argumen yang dimajukan oleh

al-Asy'ari tentang diciptakannya kasb oleh Tuhan adalah QS. Al-Saffat/37:

96:

و ٱلل هى ٦١خهقكىويبتع

Artinya: Allah menciptakan kamu dan perbuatan-perbuatan

kamu.55

31

Jadi dalam paham al-Asy'ari, perbuatan-perbuatan manusia adalah

diciptakan Tuhan. Dan tidak ada pembuat (agen) bagi kasb kecuali Allah.

Dengan perkataan lain, yang mewujudkan kasb atau perbuatan manusia,

menurut al-Asy'ari, sebenarnya adalah Tuhan sendiri.

Bahwa perbuatan manusia sebenarnya adalah perbuatan Allah, dapat

dilihat dari pendapat al-Asy'ari tentang kehendak dan daya yang

menyebabkan perbuatan menjadi wujud. Al-Asy'ari menegaskan bahwa

Tuhan menghendaki segala apa yang mungkin dikehendaki. Tidak satupun di

alam ini terwujud lepas dari kekuasaan dan kehendak Tuhan. Jika Tuhan

menghendaki sesuatu, ia pasti ada, dan jika Allah tidak menghendakinya

niscaya ia tiada.56

Firman Allah dalam QS. al-Insan/76:30:

أيشبءويب إل تشبءو ٨٣...ٱلل

Artinya: Kamu tidak menghendaki kecuali Allah menghendaki"

55

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah, h. 449.

56 Abul Hasan al-Asy‟ari, al-Ibanah ‘an ushul Addiyanah, ter. Abu Ihsan al-As|ari,

Alibanah Buku Putih Imam Al-Asy’ari (Solo: At-Tibyan, tth.), h. 51

Page 53: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

45

Ayat ini diartikan oleh al-Asy'ari bahwa manusia tak bisa

menghendaki sesuatu, kecuali jika Allah menghendaki manusia supaya

menghendaki sesuatu itu. Ini mengandung arti bahwa kehendak manusia

adalah satu dengan kehendak Allah, dan kehendak yang ada dalam diri

manusia, sebenarnya tidak lain dari kehendak Allah.

Dalam teori kasb, untuk terwujudnya suatu perbuatan dalam

perbuatan manusia, terdapat dua perbuatan,yaitu perbuatan Tuhan dan

perbuatan manusia. Perbuatan Tuhan adalah hakiki dan perbuatan manusia

adalah majazi (sebagai lambang). Walaupun manusia itu tidak mempunyai

pengaruh yang efektif, namun dapat dipahami bahwa ia tidak mutlak pasif

tetapi justeru aktif walau dalam kadar minimum. Tuhan dan manusia dalam

suatu perbuatan adalah seperti dua orang yang mengangkat batu besar; yang

seorang mampu mengangkatnya sendirian, sedangkan yang seorang lagi tidak

mampu. Kalau kedua orang tersebut sama- sama mengangkat batu besar itu,

maka terangkatnya batu itu adalah oleh yang kuat tadi,namun tidak berarti

bahwa orang yang tidak sanggup itu tidak turut mengangkat. Demikian

pulalah perbuatan manusia. Perbuatan pada hakekatnya terjadi dengan

perantaraannya daya Tuhan, tetapi manusia dalam pada itu tidak kehilangan

sifat sebagai pembuat.57

Berangkat dari uraian tersebut dapat dinyatakan bahwa sebenarnya al-

Asy‟ari tidak menginginkan umat manusia terjatuh dalam lingkaran

Jabariyah dan juga Qadariyah. Oleh sebab itulah dia mengemukakan sebuah

ajaran yang mengambil jalan tengah melalui teori al -kasbnya. Sebagai ajaran

pertengahan, yang dimaksud oleh al-Asy‟ari adalah bahwa manusia dalam

57

Hamzah Harun, Trend moderasi Asy’ariyah di Bidang ketuhanan, h. 35-36.

Page 54: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

46

perbuatannya bebas namun terikat; terpaksa tapi masih mempunyai

kebebasan.

3. Akal dan wahyu

Pada dasarnya golongan Asy‟ary dan Mu‟tazilah mengakui

pentingnya akal dan wahyu.58

Namun mereka berbeda pendapat dalam

menghadapi persoalan yang memperoleh penjelasan kontradiktif dari akal

dan wahyu. Al-Asy‟ari mengutamakan wahyu sementara Mu‟tazilah

mengutamakan akal. Mu‟tazilah memandang bahwa mengetahui Tuhan,

kewajiban mengetahui Tuhan, mengetahui baik dan buruk, kewajiban

mengerjakan yang baik dan menjauhi yang buruk adalah dapat diketahui

lewat akal tanpa membutuhkan wahyu. 59

Sementara dalam pandangan al-Asya‟ariyah semua kewajiban agama

manusia hanya dapat diketahui melalui informasi wahyu. Akal menurut al-

Asya‟ariyah tidak mampu menjadikan sesuatu menjadi wajib dan tak dapat

mengetahui bahwa mengerjakan yang baik dan menjauhi yang buruk adalah

wajib bagi manusia. Wajib mengenal Allah ditetapkan melalui wahyu

hanyalah sebagai alat untuk mengenal, sedangkan yang mewajibkan

mengenal Allah ditetapkan melalui wahyu. Bahkan dengan wahyu pulalah

untuk dapat mengetahui ganjaran kebaikan dari Tuhan bagi yang berbuat

ketaatan, serta ganjaran keburukan bagi yang tidak melakukan ketaatan.60

58

Rosihan Anwar, Ilmu Kalam (Cet. I; Bandung: CV. Pustaka Setia, 2001), h. 122. 59

Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, h.

83-84.

60 Al-Syahrastani. Al-Milal wa al-Nihal, (Milal wa al-Nihal: Aliran-aliran Teologi

dalam Sejarah Umat Manusia), h. 85-86

Page 55: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

47

Berdasarkan konsepsi di atas, dapat dipahami bahwa dalam teologi

Asy‟ariyah, institusi akal tidak memilki otoritas dalam mengetahui semua

kewajiban manusia. Oleh karena itu, otoritas wahyulah dalam menjelaskan

semua itu, atau dengan kata lain lewat wahyulah semua kewajiban

keagamaan manusia itu diketahui.

4. Qadimnya kalam Allah (al-Qur’an)

Masalah Qadimnya al-Qur‟an golongan Asy‟ariyah memiliki

pandangan tersendiri. Asy‟ari mengatakan bahwa walaupun al-Qur‟an terdiri

atas kata-kata, huruf dan bunyi, semua itu tidak melekat pada esensi Allah

dan karenanya tidak qadim.

Pemikiran kalam al-Asy‟ari tentang Kalam Allah (al-Qur‟an) ini

dibedakannya menjadi dua, Kalam Nafsi yakni firman Allah yang bersifat

abstrak tidak berbentuk yang ada pada Zat (Diri) Tuhan, Ia bersifat Qadim

dan Azali serta tidak berubah oleh adanya perubahan ruang, waktu dan

tempat. Maka al-Qur‟an sebagai kalam Tuhan dalam artian ini bukanlah

makhluk. Sedangkan kalam Lafzi adalah kalam Allah yang diturunkan

kepada para Rasul yang dalam bentuk huruf atau kata-kata yang dapat

ditulis, dibaca atau disuarakan oleh makhluk-Nya, yakni berupa al-Qur‟an

yang dapat dibaca sehari-hari. Maka kalam dalam artian ini bersifat hadis

(baru) dan termasuk makhluk.61

Sebagai reaksi atas pandangan Mu‟tazilah, yang mengatakan bahw

kalam Allah tidak bersifat kekal tetapi bersifat baru dan diciptakan Allah,

61

Muhammad Tholhah Hasan, Ahlussunnah wal Jama’ah dalam Persepsi dan

Tradisi NU (Cet. Ke-7; Jakarta: Lantabora Press, 2005), 37-38.

Page 56: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

48

maka al-Asy‟ari berpendapat bahwa kalam Allah tidaklah diciptakan, sebab

kalau diciptakan, maka bertentangan dengan firman Allah QS. Al-

Nahl/16:40.

ب أ قىلنإ ۥقىنبنشيءإذاأزد ٩٣كفيكى

Artinya: Sesungguhnya terhadap sesuatu apabila kami

menghendakinya, kami hanya mengatakan kepadanya,

“jadilah!” Maka jadilah sesuatu itu.62

Menurut al-Asy‟ari, ayat tersebut menegaskan bahwa untuk

menciptakan itu perlu kata „kun’, dan untuk terciptanya „kun’ ini perlu pula

kata „kun’ yang lain, begitu seterusnya, sehingga terdapat rentetan kata ‘kun’

yang tidak berkesudahan. Ini, menurut al-Asy‟ari, tidak mungkin. Oleh

karena itu al-Qur‟an tidak mungkin diciptakan.63

Argumen ini berdasarkan

QS. al-Rum/30: 25

وي ت بءأتقىوۦءاي ...ۦبأيسٱلزضوٱنس

Artinya: Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah

berdirinya langit dan bumi dengan kehendaknya.64

Dalam ayat di atas, disebutkan bahwa langit dan bumi terjadi dengan

perintah Allah. Perintah mempunyai wujud dalam bentuk kalam. Dengan

62

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 271.

63 Hamzah Harun, Trend Moderasi Asyariyyah di Bidang Ketuhanan (Makassar:

Alauddin Press, 2012), h. 112-113 64

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah, h. 407

Page 57: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

49

demikian, kata al-Asy‟ari, perintah Allah adalah kalam Allah dan kalam

Allah merupakan sifat, dan sebagai sifat Allah maka mestilah ia kekal.

Dari uraian yang telah dikemukakan di atas, dapat dipahami bahwa

kalam Allah, menurut aliran Asy‟ariyah adalah sifat, dan sebagai sifat Allah,

maka mestilah ia kekal. Namun, untuk mengatasi persoalan bahwa yang

tersusun tidak boleh bersifat kekal atau qadim, seperti yang dikemukakan

Mu‟tazilah, al-Asy‟ariyah memberikan dua defiisi yang berbeda. Kalam

yang tersusun disebut sebagai firman dalam arti kiasan (kalam lafzi).

Sedangkan kalam yang sesungguhnya adalah apa yang terletak di balik yang

tersusun tersebut (kalam nafsi).

5. Melihat Allah

Al-Asy‟ari berpendapat bahwa Allah dapat dilihat di akhirat, tetapi

tidak digambarkan. Karena boleh saja itu terjadi bila Allah sendiri yang

menyebabkan dapat dilihat sesuai kehendaknya. Firman Allah dalam QS. Al-

Qiyamah/75: 22:

٧٧يىيئر بضسةوجى

Artinya : Wajah-wajah (orang-orang mu'min) pada hari itu berseri-seri.

Kepada Tuhannyalah mereka melihat.65

Argumen logika yang dikemukakan ialah bahwa Tuhan itu ada, maka

melihat-Nya pada hari kiamat dengan mata kepala adalah hal yang mungkin.

65

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah, h. 578.

Page 58: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

50

Karena sesuatu yang tidak bisa dilihat dengan mata kepala, itu tidak bias

diakui adanya, sama seperti sesuatu yang tidak ada. Padahal Tuhan pasti ada.

Pada hari kiamat, Allah dapat dilihat seperti melihat bulan purnama.

Dia dapat dilihat oleh orang yang beriman, dan bukan oleh orang kafir.

Sebab mereka dihalangi untuk melihat-Nya. Musa pernah meminta agar

diperkenankan melihat Allah di dunia, kemudian gunung pun bergetar

sebagai penjelmaan kekuasaan-Nya. Dengan demikian, dapat dipahami

bahwa Dia tidak dapat dilihat di dunia, sebaliknya di akhirat dapat dilihat.66

6. Keadilan

Asy‟ari tidak sependapat dengan Mu‟tazilah yang mengharuskan

Allah berbuat adil sehingga Dia harus menyiksa orang yang salah dan

memberi pahala orang yang berbuat baik. Menurutnya Allah tidak memiliki

keharusan apapun karena Ia adalah penguasa mutlak.

Puncak perselisihan antara Asy‟ariyah dan Mu‟tazilah dalam masalah

keadilan Tuhan adalah ketika Mu‟tazilah tidak mampu menjawab kritik yang

dilontarkan Asy‟ariyah, bahwa jika keadilan mencakup ikhtiar, baik dan

buruk logistik serta keterikatan tindakan Tuhan dengan tujuan-tujuan semua

tindakan-Nya, maka pendapat ini akan bertentangan dengan ke-Esaan

tindakan Tuhan (Tauhid fil Af’al) bahkan bertentang dengan ke-Esaan Tuhan

itu sendiri. Karena ikhtiar menurut Mu‟tazilah merupakan bentuk penyerahan

ikhtiar yang ekstrim dan juga menafikan ikhtiar dari Zat-Nya.67

66

Abu Hasan Al-Asya‟ari, al-Ibanah Buku Putih Imam Al-Asy’ari, h. 87-93.

67 Ahmad Amin, Zuhr al-Islam, Juz 4 (Cet. V; Beirut: Da>r al-Misriah, 1965), h.

81.

Page 59: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

51

Dalam pandangan Asy‟ariyah, Tuhan itu adil, sedangkan pandangan

Mu‟tazilah standar adil dan tidak adil dalam pandangan manusia untuk

menghukumi Tuhan, sebab segala sesuatu yang bekenaan dengan kebaikan

manusia hukumnya wajib bagi Allah.

Keadilan dalam pandangan al-Asy‟ariyah sebagaimana dikutip al-

Syahrastani, adalah menempatkan ssuatu pada tempat yang sebenarnya. Oleh

karena alam dan segala yang ada di dalamnya adalah milik Allah, maka Dia

dapat berbuat apa saja yang dikehendaki-Nya meskipun dalam pandangan

manusia tidak adil. Dengan demikian, jika Allah menambah beban yang

telah ada pada manusia, atau menguranginya, dalam pandangan al-

Asya‟ariyah, Allah tetap adil. Bahkan Dia tetap adil walaupun memasukkan

semua orang ke dalam surga atau nerakanya, baik yang jahat maupun yang

taat dan banyak amalnya.68

Dan hal ini tidak memberi kesan bahwa Allah

berlaku zalim pada hamba-Nya, karena yang dinamakan zalim ialah

mempergunakan sesuatu yang bukan haknya atau meletakkkan sesuatu

bukan pada tempatnya.

Berdasarkan keterangan tersebut, dapat dipahami bahwa keadilan

Allah menurut pemahaman Asy‟ariyah adalah bersifat absolut, Dia memberi

hukuman menurut kehendak mutlak-Nya, tidak terikat pada sesuatu

kekuasan, kecuali kekuasaan-Nya sendiri.

68

Al-Syahrastani. Al-Milal wa al-Nihal, (Milal wa al-Nihal: Aliran-aliran Teologi

dalam Sejarah Umat Manusia), h. 85

Page 60: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

52

7. Kedudukan orang yang berbuat dosa

Al-Asy‟ari mengatakan bahwa orang mukmin yang mengesakan

Tuhan tetapi fasik, terserah kepada Tuhan, apakah akan diampuni-Nya dan

langsung masuk syurga atau akan dijatuhi siksa karena kefasikannya, tetapi

dimasukkan-Nya kedalam surga.

Dalam hal ini, al-Asy‟ari berpendapat bahwa mukmin yang berbuat

dosa besar adalah mukmin yang fasiq, sebab iman tidak mungkin hilang

karena dosa selain kufur.69

Berdasarkan pokok-pokok ajaran Asy‟ariyah, maka ciri-ciri orang

yang menganut aliran Asy‟ariyah adalah sebagai berikut:

a. Mereka berpikir sesuai dengan Undang-undang alam dan mereka juga

mempelajari ajaran itu.

b. Iman adalah membenarkan dengan hati, amal perbuatan adalah

kewajiban untuk berbaut baik dan terbaik bagi manusia. dan mereka

tidak mengkafirkan orang yang berdosa besar.

c. Kehadiran Tuhan dalam konsep Asy‟ariyah terletak pada kehendak

mutlak-Nya.

69

Rosihan Anwar, Ilmu Kalam, h. 124

Page 61: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

53

BAB III

PEMIKIRAN HARUN NASUTION DAN M. RASYIDI

Pada bagian ini penulis akan membahas tentang bagaimana pemikiran

Harun Nasution dan M. Rasyidi tentang teologi Islam. Dalam aspek teologi

terdapat tema-tema pokok yang dipermasalahkan oleh hampir semua aliran

teologi dalam Islam, yakni akal dan wahyu, kebebasan manusia, kekuasaan

mutlak Tuhan, keadilan Tuhan, sifat Tuhan, perbuatan Tuhan dan konsep

iman. Namun pembahasan teologi Harun dan M.Rasyidi dalam bab ini

penulis akan membatasi hanya pada masalah akal dan wahyu, perbuatan

manusia, dan kekuasaan mutlak Tuhan.

A. Pemikiran Islam Harun Nasution

1. Biografi Harun Nasution

Harun Nasution (selanjutnya di Tulis Harun) lahir pada hari selasa

tepatnya pada tanggal 23 September 1919 di Pematang Siantar, Sumatera

Utara. Ayahnya bernama Abdul Jabbar Ahmad, seorang ulama kelahiran

Mandailing yang berkecukupan serta pernah menduduki jabatan sebagai

qadi, penghulu, kepala agama, hakim agama dan imam masjid di kabupaten

Simalungun. Sementara itu, ibunya bernama Maimunah yang berasal dari

Tanah Bato adalah seorang putri ulama asal boru Mandailing Tapanuli, dan

masa gadisnya pernah bermukim di Makkah dan pandai bahasa Arab.

Harun merupakan putra dari lima bersaudara. Saudaranya yang tertua

yakni Mohammad Ayyub yang kemudian disusul oleh Khalil, Sa‟idah dan

adik perempuannya Hafshah. Kedua orang tua Harun yang berpendidikan

Page 62: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

54

agama tinggi telah memberikan sumbangan dan peran amat besar dalam

menanamkan pendidikan agama anak-anaknya.

Sebagaimana pendidikan yang ditempuh oleh Harun Nasution dengan

memulai pada Sekolah Dasar milik Belanda, Hollandsch Inlandsch School

(HIS) selama 7 tahun dan selesai tahun 1934 yang pada waktu itu ia berusia

14 tahun. Selama belajar di Sekolah Dasar ini, Harun berkesempatan

mempelajari bahasa Belanda dan ilmu pengetahuan umum. Setelah itu, ia

meneruskan studinya ke Moderns Islamietische Kweekschool (MIK), yakni

sebuah sekolah guru menengah pertama swasta modern. Selama tiga tahun,

Harun belajar di sana dengan bahasa pengantar bahasa Belanda. Di sekolah

inilah, Harun mulai terlihat daya kritisnya terhadap hukum-hukum Islam

yang bertolak belakang dengan apa yang dianut oleh kedua orang tua dan

masyarakat sekitarnya.1

Setelah pengetahuan umum yang diperolehnya dari sekolah Belanda

dirasa sudah cukup, Harun pergi ke Mekkah untuk mendalami ilmu agama

Islam dan menunaikan ibadah Haji. Akan tetapi, setelah lebih dari kurang

satu tahun lamanya, Harun merasa tidak betah berada di Makkah. Oleh

karenanya, pada tahun 1938 Harun memutuskan pergi ke Mesir. Pada tahun

tersebutlah Harun melanjutkan studinya di al-Azhar. Alasan Harun tertarik

untuk belajar di Mesir, karena sejumlah pemikir Muslim progresif yang ia

temukan pada saat di Bukit Tinggi merupakan lulusan universitas di Mesir.

Dengan pertimbangan untuk mencari tempat belajar yang sesuai

akhirnya orang tuanya merelakannya ia pergi ke Mesir. Di Mesir, Harun

1Muhammad Husnol Hidayat “Harun Nasution dan Pembaharuan Pemikiran

Pendidikann Islam di Indonesia”, (Tadrîs, Vol.10 No.1, 2015), h. 25-26.

Page 63: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

55

kuliah di Fakultas Ushuluddin pada Universitas Al-Azhar. Di sinilah Harun

mulai mencoba mendalami Islam. Di fakultas Ushuludin tersebutlah, Harun

juga belajar berbagai ilmu umum, seperti halnya, filsafat, ilmu jiwa, etika.

Tidak hanya itu, selain berbahasa Arab, ia juga belajar bahasa Inggris dan

Prancis.2 Namun studinya tidak membuat Harun merasa puas meskipun

mendapatkan nilai yang tinggi. Dengan alasan ketidakpuasan inilah, Harun

Nasution juga melanjutkan studi di Universitas Amerika di Kairo. Di

universitas ini, Harun tidak lagi mendalami studi Islam, melainkan ilmu

pendidikan dan ilmu-ilmu sosial. Dari American University Kairo ini harun

memperoleh gelar Bachelor Of Art (BA) dalam bidang Social Studies pada

tahun 1952.3

Dengan bekal gelar BA dari American University serta ditambah

dengan pengalaman sebagai aktivis di PERPINDOM serta didukung oleh

kemampuan berbahasa Arab, Inggris dan Belanda, Harun untuk sementara

waktu tidak melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi. Ia memilih

bekerja di sebuah perusahaan swasta di Mesir. Dalam kesempatan ini pula ia

menikah dengan seorang wanita Mesir dan beberapa tahun kemudian

diangkat sebagai pegawai di konsulat.

Beberapa tahun kemudian Harun dipanggil pulang untuk bekerja di

Departemen Luar Negeri Jakarta, hingga akhirnya ia di tempatkan sebagai

Sekretaris di Kedutaan Besar Indonesia di Brussel Belgia. Ketika bekerja di

Brussel terjadi gejolak politik yang berimplikasi pada keadaan yang kurang

menguntungkan bagi Harun, akhirnya ia kembali ke Mesir dan melanjutkan

2Nurhidayat Muh Said, Pembaharuan Pemikiran Islam Di Indonesia : Studi

Pemikiran Harun Nasution”(Jakarta : Pustaka Mapan, 2006), h. 12. 3Nurhidayat Muh Said, Pembaharuan Pemikiran Islam Di Indonesia:, h. 12.

Page 64: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

56

kuliahnya. Pada saat itu, Harun masuk di Sekolah Tinggi Studi Islam

(Dirâsah Islâmiyyah) di bawah bimbingan seorang ulama berkebangsaan

Mesir yang terkemuka, yakni Muhammad bin Abi Zahrah. Pada saat belajar

di Mesir putaran kedua inilah, Harun memperoleh tawaran studi Islam di

McGill University, Monteral, Kanada. Selama studi di McGill, ia mengambil

konsentrasi kajian tentang modernisasi dalam Islam.4

Setelah menyelesaikan masternya (MA), Harun melanjutkan studi

doktornya selama dua setengah tahun untuk memperoleh gelar Ph.D dengan

menyelesaikan disertasi di bidang ilmu kalam (teologi) pada bulan Mei tahun

19685 melalui disertasinya setebal 174 halaman tentang konsep akal dalam

pemikiran Muhammad Abduh.6 Setelah meraih gelar Doktor, Harun kembali

ke tanah air dan mencurahkan perhatiannya pada pengembangan pemikiran

Islam di Indonesia.

4Beberapa waktu kemudian Harun berhasil mengantongi ijazah B.A. Selama

beberapa tahunsempat bekerja di perusahaan swasta. Selanjutnya Harun bekerja di Konsulat

Indonesia Kairo. Berawal dari sinilah Harun memulai karir politiknya. Kemudian putra

Batak yang menikahi putri Mesir bernama Sayedah ini ditarik ke Jakarta. Tidak lama

berselang ia bekerja sebagai sekretaris pada Kedutaan Besar Indonesia di Brussel. Supandi

“Membaca Ulang Pemikiran dan Pembaruan Islam Harun Nasution”, Dinika, Vol.12. No

2(2014), h.102. 5Pada tahun 1968, ia melanjutkan studi untuk memperoleh Ph.D. Sebagai

objek kajian terakhirnya adalah Islam di Turki, Arab dan India, yaitu Islam yang

dianut oleh Muhammad Abduh dan Sayyid Ahmad Khan. Menurut Harun, metode

berpikir mereka bisa dipakai untuk perkembangan dunia Islam modern. Akhirnya, ia

secara konsekuen memilih Muhammad Abduh. Kekagumannya terhadap Muhammad

Abduh menyoroti pemikirannya yang sangat terpola ide-ide pembaharuannya. Lewat

kajian inilah ia ingin melihat sosok Abduh sebagai pembaharu dalam Islam melalui

kajian ilmu kalam yang cenderung pada Mu‟tazilah. Sisi lain, kenapa ia lebih

cenderung kepada pola pikir Abduh adalah karena kemodernannya, maksudnya

Muhammad Abduh itu adalah pemikiran modern. Sesuai dengan keinginannya dan

bidangnya, yaitu mempelajari modernis, yang berkaitan dengan ilmu kalam modern,

tapi tidak mengabaikan ilmu kalam klasik. Nurhadi, “Harun Nasution : Islam Rasional

dalam Gagasan dan Pemikiran” Edukasi, Vol. 1, No.1(201 3), h. 47. 6Abdul Halim Ed, Teologi Islam Rasional (Jakarta: Ciputat Press, 2001), h. 115.

Page 65: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

57

Melalui Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta. Pada tahun pertama di IAIN, kehadiran Harun belum dapat diterima

sepenuhnya. Namun Harun didukung penuh oleh para pimpinan dan pejabat

di lingkungan Departemen Agama, khususnya ketika Mukti Ali, lulusan

McGill diangkat menjadi Menteri Agama. Harun sendiri diangkat menjadi

rektor beberapa tahun (1973-1984). Selesai tugasnya sebagai rektor, Harun

dipercaya sebagai Direktur Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

hingga akhir hayatnya. Berkat ketekunannya mengelola Pascasarjana ini

telah lahir ratusan doktor dalam bidang ilmu agama Islam yang kini telah

banyak menjadi orang nomor satu di lembaga pendidikan yang dipimpinnya.

Di tengah-tengah kesibukannya memberi kuliah dan memimpin UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, Harun juga tercatat sebagai ilmuwan yang produktif

dalam menulis karya ilmiah. Di antara karya ilmiah yang dihasilkannya

adalah:

1. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya;

2. Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan;

3. Filsafat Agama;

4. Filsafat dan Mistisisme dalam Islam;

5. Teologi Islam: Aliran-Aliran, Sejarah, Analisa dan Perbandingan;

6. Muhammad Abduh dan Teologi Rasional Mu‟tazilah;

7. Akal dan Wahyu dalam Islam; dan

8. Islam Rasional.7

7Muhammad Husnol Hidayat “Harun Nasution dan Pembaharuan Pemikiran

Pendidikann Islam di Indonesia”, Tadrîs, 27-28. Dengan mengantongi ijazah doktor, Harun

kembali ke tanah air. Di bumi pertiwiini Harun mencurahkan perhatiannya pada

pengembangan pemikiran Islam lewat corong IAIN. Harun pernah menjabat rektor IAIN

Page 66: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

58

2. Teologi Harun Nasution

Pada awal abad XX ide tentang kebebasan, pemikiran rasional, serta

pemikiran ilmiah tidak dijumpai dikalangan para pembaharu Indonesia. Hal

ini terjadi karena pemikiran Islam di Indonesia masih bersifat tradisional

yang kental dengan paham teologi Asy‟ariyah, yakni pemikiran tradisional

atau kepercayaan kepada qadha dan qadhar8. sehingga pintu ijtihad dengan

kembali kepada al-Qur‟an dan hadits yang dianut oleh para pembaharu tidak

dapat berkembang di Indonesia, karena pada hakikatnya masih terikat pada

hasil ijtihad ulama masa silam.

Dalam hal ini Harun mengatakan:

“Teologi Islam yang diajarkan di Indonesia pada umumnya adalah

teologi dalam bentuk ilmu tauhid. Ilmu tauhid biasanya kurang

mendalam dalam pembahasan dan kurang bersifat filosofis. Ilmu

tawhid biasanya memberi pembahasan sepihak dan tidak

mengemukakan pendapat dan paham dari aliran-aliran atau golongan-

golongan lain yang ada dalam teologi Islam. Dan ilmu tauhid

diajarkan dan dikenal di Indonesia pada umumnya ialah ilmu tauhid

menurut aliran Asy‟ariyah, sehingga timbullah kesan dikalangan

Syarif Hidayatullah Jakarta selama dua periode (1974-1982). Harun juga memelopori

berdirinya pascasarjanauntuk studi Islam di IAIN. Ia pun pernah menjabat sebagai dekan

Fakultas Pascasarjana IAIN Jakarta.Harun mewakafkan dirinya hingga akhir hayat di

lingkungan IAIN. Ia mengajar dan membimbing mahasiswa dari jenjang S1 hingga doktor.

Saat ini, tidak sedikit murid-muridnya yang menjadi guru besar dan tersebar di berbagai

perguruan tinggi di tanah air. Mereka meneruskan gagasan-gagasan gurunya di tempat

mereka mengajar. Supandi “Membaca Ulang Pemikiran dan Pembaruan Islam Harun

Nasution”, Dinika, 103

8Harun Nasution, Islam Rasional, h.154.

Page 67: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

59

sementara umat Islam Indonesia, bahwa inilah satu-satunya yang ada

dalam Islam.”9

Dari kutipan diatas, bahwa pandangan Harun tentang kajian Islam di

Indonesia lebih bersifat dogmatis dan hanya terpaku pada mazhab tertentu,

yakni hanya terpaku pada pendapat-pendapat ahlus sunnah wal‟jamaah yang

didominasi oleh paham Asy-ariyah, inilah yang membuat pemikiran umat

Islam menjadi mandek.

Menurut Harun umat Islam Indonesia kebanyakan mengutamakan

hidup spiritual keakhiratan dari pada hidup material di dunia. Islam di

Indonesia banyak di identikan dengan shalat, puasa, zakat, dan haji, sungguh

pun menurut ajaran dasar Islam yaitu Al-qur‟an dan hadits. Sementara urusan

dunia dikesampingkan padahal menurut Harun urusan dunia seperti

menuntut ilmu berusaha untuk kepentingan masyarakat termasuk ekonomi,

industri, dan pertanian tidak kalah pentingnya.10

Hal ini berarti terjadi

ketidakseimbangan antara kehidupan spiritual akhirat dan kehidupan

material dunia. Produktivitas dikalangan umat Islam Indonesia terasa sangat

rendah sebagai akibat dari pandangan teologi tradisional dan orientasi yang

sangat dominan.

Harun Nasution mengusulkan supaya teologi sunnatullah dengan

pemikiran rasional, filosofis, dan ilmiah harus ditanamkan dan

dikembangkan dikalangan umat Islam Indonesia untuk mengggantikan

9 Harun Nasution, Teologi Islam, h. ix-x

10Harun Nasution, Islam Rasional, h. 120.

Page 68: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

60

teologi tradisional yang olehnya disebut teologi kehendak Tuhan.11

Harun

juga menyarankan agar umat Islam Indonesia menganut paham

keseimbangan antara orientasi spiritual keakhiratan dan orientasi

keduniaan.12

Dengan demikian dari pemikiran Harun tersebut dapat dikatakan

bahwa orientasi keakhiratan umat Islam harus diimbangi dengan orientasi

keduniaan, sehingga umat Islam juga mementingkan hidup kemasyarakatan

dan berusaha mencapai kemajuan dalam kehidupan duniawi. Umat Islam

harus di bawa kembali ke teologi yang mengandung paham dinamika dan

kepercayaan kepada rasio dalam batas-batas yang ditentukan wahyu. Umat

Islam harus dirangsang untuk berpikir dan berusaha secara maksimal untuk

mencapai kemajuan dalam bidang kehidupan duniawi seperti umat Islam

pada masa keemasan. Hal ini berarti bahwa teologi yang ada harus dirubah

dengan teologi baru yang dapat mencapai keseimbangan dan kemajuan

kehidupan umat islam.

Untuk mencapai keseimbangan dan kemajuan kehidupan umat islam

tersebut Harun menawarkan gagasan penggunaan teologi rasional.13

Menurut

Harun teologi rasional dapat membawa kemajuan. Dengan mengubah teologi

11

Harun Nasution, Islam Rasional, h. 121 12

Harun Nasution, Islam Rasional, h. 121 13

Harun Nasution merupakan pemikir muslim rasional Indonesia yang

memberiakan pengaruh besar dalam khazanah pemikiran Islam di Indonesia. Dengan

kemampuan intelektualnya, Harun berusaha agar teologi yang sebelumnya dianggap

sebagai ilmu langit dapat dibumikan dan diaktualisasikan dalam kehidupan sosial.

Harun Nasution memandang teologi rasional sesuai untuk masyarakat modern karena

memiliki konsekuensi erat dengan perbuatan manusia dalam hidup keseharian yang

mencakup aspek pendidikan, politik, budaya dan sosial kemasyarakatan.Muhammad Arifin,

“Relevansi dan Aktualisasi Teologi Dalam Kehidupan Sosial Menurut Harun Nasution”,

Substantia, Vol 16, No1(2014), h. 101.

Page 69: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

61

tradisional menjadi teologi rasional, maka cita-cita umat Islam untuk

mencapai peradaban yang tinggi, tanpa terkecuali di indonesia akan tercapai.

Sebagaimana Harun mengungkapkan, bahwa dengan bertambah

berkembangnya teologi rasional itu dikalangan umat Islam, cita-cita untuk

memperoleh peradaban tinggi Islam di zaman modern ini akan bisa

tercapai.14

Lebih lanjut Harun mengatakan:

“Teologi atau falafat hidup Asy-ariyah yang memiliki corak

tradisional kurang sesuai dengan pandangan hidup mereka (kaum

terpelajar), yang lebih dapat mereka terma ialah teologi atau falsafat

hidup Mu‟tazilah yang lebih banyak memiliki corak liberal.”15

Teologi rasional yang dimaksud adalah bahwa kita harus

mempergunakan rasio (akal) dalam urusan-urusan dunia dan agama tanpa

harus mengenyampingkan wahyu. Menurutnya, di dalam Al-Qur‟an ada dua

bentuk kandungan yaitu qath’iy al dalalah dan zhanniy al-dalalah. Qath‟iy

al dalalah adalah kandungan yang sudah jelas sehingga tidak lagi dibutuhkan

interpretasi. Zhanniy al-dalalah adalah kandungan dalam Al-Qur‟an yang

masih belum jelas sehingga menimbulkan interpretasi yang berlainan.16

14 Harun Nasution, “Kata Sambutan” dalam Hasan Zaini, Tafsir Tematik Ayat0ayat

Kalam: Tafsir al-Maraghi (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), h. VII

15

Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, h. 43 16

Qat„i dan Zanni merupakan suatu masalah pokok yang dibahas dalam ilmu us{ul

fikih yang berkaitan erat dengan hukum-hukum syariat. Qat‟i yaitu suatu dalil yang sudah

pasti penjelasan maknanya dan meyakinkan sehingga tidak ada kemungkinan penjelasan

lain. Sedangkan Zanni yaitu suatu dalil yang belum pasti maknanya, sehingga masih

menimbulkan penjelasan lain. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir : Syarat, Ketentuan dan

Page 70: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

62

Untuk mendobrak tradisi mengekor (taklid). Dalam melakukan reinterpretasi

ajaran Islam, Harun terlebih dahulu membedakan mana wilayah absolut

(qath‟iy) yang tidak bisa ditafsir ulang dan mana yang relatif (zhanniy).

Terhadap yang kedua ini, ia sering melakukan terobosan makna.17

Dari pemikiran Harun tersebut dapat dipahami bahwa jika hendak

memperbaiki kondisi umat Islam, yang mendesak dilakukan adalah

membuang teologi fatalistik menuju teologi yang berwatak rasional serta

mandiri. Dan jika dilihat sepertinya Harun Nasution banyak dipengaruhi oleh

pemikiran teologi rasional Mu‟tazilah, karena dalam teologi Mu‟tazilah

bahwa akal sangat berperan dalam kehidupan. Sebagaimana dijelaskan

Harun bahwa:

“Teologi mu'tazilah memberi penghargaan tertinggi terhadap akal

akan mengantarkan manusia untuk dapat berpikir secara rasional.

Penghargaan yang tinggi pada akal itu memunculkan teologi atau

falsafah hidup yang bercorak rasional dalam Islam. akal adalah

lambang kekuatan manusia. Islam memberikan kedudukan yang

tinggi pada akal karena mempunyai daya yang kuat. Pentingnya

peranan akal dalam kehidupan manusia ini perlu dipelajari kedudukan

akal dalam ajaran Islam.”18

Aturan Yang Patut Anda Ketahui Dalam Memahami Ayat-ayat al-Qur’an ( Tanggerang :

Lentera Hati, 2013), cet.ke12, h.166. 17

Harun mengemukakan bahwa jika ingin melakukan pemmbaharuan pemikiran ke-

Islaman, terlebih dahulu kita membedakan antara ajaran yang bersifat qat’i dan dhanni. Baca

Nurhidayat Muh Said, Pembaharuan Pemikiran Islam Di Indonesia: Studi Pemikiran Harun

Nasution, h.4. 18

Harun Nasution, Islam Rasional, h. 139.

Page 71: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

63

Dari kutipan di atas, tergambar bahwa pengakuan Harun terhadap

teologi Mu‟tazilah yang menempatkan penghargaan akal pada posisi

tertinggi, kecenderungan Harun terhadap Mu‟tazilah juga dapat dilihat dari

pernyataannya berikut:

“Madzhab berfikir muktazilah adalah solusi. Sementara aliran

Asy‟ariyah yang telah lebih dulu dianut kaum Muslim Indonesia

dipandang racun yang mematikan. Karena itu, menggeser teologi

fatalis Asy‟ariyah oleh teologi rasional Mu‟tazilah tidak bisa

dielakan.”19

Aku melihat pemikiran Mu‟tazilah maju sekali. Kaum Mu‟tazilahlah

yang bisa mengadakan suatu gerakan pemikiran dan peradaban Islam.

Ini yang membuat aku berpikir, kalau zaman dulu begitu, mengapa

Islam sekarang tidak. Sebaliknya Islam zaman sekarang lebih

didorong lagi kearah sana.”20

Dari pemikiran Harun diatas, terlihat jelas bahwa Harun hendak

mengganti teologi tradisional kearah teologi rasional ini dapat dipahami

bahwa teologi yang berkembang di Indonesia yang dimaksud adalah teologi

Asy‟ariyah, sedangkan teologi rasional adalah teologi Mu‟tazilah. Harun

Nasution dalam pemikirannya sangat jelas bahwa pemikirannya terpengaruh

dengan pemikiran Mu‟tazilah yang mengutamakan akal.

Harun Nasution menjelaskan bahwa dalam ajaran Islam akal

mempunyai kedudukan tinggi dan banyak dipakai, bukan dalam

19Har un Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya Jilid II, h.42

20

Harun Nasution, “Mencari Islam di McGill” dalam Aqib Suminto (ed.), Refleksi

Pembaharuan Pemikiran Islam, (Jakarta: LSAF, 1989) h. 37

Page 72: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

64

perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan saja, tetapi juga dalam

perkembangan ajaran-ajaran keagamaan Islam sendiri. Ketinggian,

keutamaan dan kelebihan manusia dari makhluk lain terletak pada akal yang

dianugerahkan Tuhan kepadanya. Akallah yang membuat manusia

mempunyai kebudayaan dan peradaban yang tinggi. Akal manusialah yang

mewujudkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selanjutnya ilmu pengetahuan

dan teknologi yang membuat manusia dapat mengubah dan mengatur alam

sekitarnya untuk kesejahteraan dan kebahagiaannya baik pada masa kini

maupun pada masa mendatang. Memang akallah yang membuat manusia

berbeda dengan hewan dan karena itu dalam filsafat manusia disebut sebagai

binatang berbicara atau berpikir.21

Harun melihat adanya bahaya besar yang mengancam umat Islam

jika sikap selalu nrimo, fatalistik, pesimistis senantiasa dipelihara oleh umat

Islam, yakni mereka akan semakin terisolasi dari kancah pembangunan

bangsa dan negara. Mereka akan seperti tikus mati di lumbung padi. Inilah

yang merisaukan Harun.

Harun sangat gigih memperjuangkan teologi rasional dan menentang

keras teologi ortodok yang mencengkram kebebasan akal untuk berfikir.

Keseluruhan pemikirannya dibangun untuk mengokohkan gagasannya bahwa

penyebab mundurnya umat Islam, khususnya di Indonesia adalah akibat

mereka memegangi teologi tradisional.

Tampak kecenderungan Harun kepada teologi rasional yang menjadi

madzhab kelompok Mu‟tazilah. Ia menulis: Hal-hal inilah antara lain yang

membuat aliran Asy‟ariyah kurang sesuai dengan jiwa kaum terpelajar Islam

21

Harun Nasution, Islam Rasional, h. 139.

Page 73: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

65

yang banyak mendapat pendidikan Barat. Dalam suasana serupa inilah orang

mulai kembali ke faham-faham rasional yang dibawa kaum Muktazilah.

Teologi atau falsafat hidup Asy‟ariyah yang mempunyai corak tradisional itu

kurang sesuai dengan pandangan hidup mereka. Yang lebih dapat mereka

terima ialah teologi atau falsafat hidup Muktazilah yang lebih banyak

mempunyai corak modern.

Harun menambahkan bahwa untuk membangun peradaban suatu

bangsa dan negara tidak hanya pada wilayah objek fisik pembangunan saja,

melainkan juga dalam wilayah teologi agama yang diyakini oleh masyarakat.

Teologi tersebut sangat berkaitan dengan sikap dan mentalitas masyarakat

dalam mengahadapi perubahan dan pembangunan peradaban. Oleh

karenanya, yang terpenting dalam pembangunan teologi agama, yakni upaya

mengubah sikap mental tradisional menjadi sikap mental rasional dan liberal.

Menurut Harun, dengan pendekatan filsafat rasional dan liberal,

problematika pembangunan dan sosial serta keagamaan dapat mudah

diselesaikan.22

Di Indonesia, menurut Harun Nasution, sebagian besar umat Islam

hanya percaya dengan aspek fikih saja, padahal Islam mempunyai banyak

aspek lain yang perlu diketahui dan di pelajari, salah satunya dengan

mengenal Islam dari aspek teologi atau ilmu kalam. Dengan demikian,

tinjauan teologi akan memberikan pandangan yang lebih lapang dan sikap

yang lebih toleran dari tinjauan hukum atau fikih.

Beberapa tema yang sering dipermasalahkan oleh hampir semua

aliran teologi yaitu tentang akal dan wahyu, kebebasan manusia, kekuasaan

22

Harun Nasution, Islam Rasional : Gagasan dan Pemikiran, h.139-146.

Page 74: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

66

mutlak tuhan, keadilan tuhan, sifat tuhan, perbuatan tuhan dan konsep iman.

Dalam aspek teologi yang diuraikan oleh Harun Nasution ini, penulis

membatasi tema yang dibahas yakni tentang akal dan wahyu, kebebasan

manusia dan kekuasaan mutlak Tuhan.

a. Akal dan Wahyu

Dalam pembahasan ini berkenaan dengan pemahaman tentang

hubungan akal dan wahyu. Menurut Harun, penggunaan akal dalam

memahami teks wahyu tidak bermaksud untuk menentangnya, melainkan

hanya sebagai media yang digunakan untuk memahami teks wahyu yang ada

dengan memberikan interpretasi atau penafsiran sesuai dengan berbagai

pertimbangan konteks yang ada bagi terwujudnya kemaslahatan umat.23

Harun Nasution menegaskan bahwa, pemakaian kata-kata rasional,

rasionalisme dan rasionalis dalam Islam –rasio/rasional adalah penggunaan

akal dalam interpretasi wahyu- harus dilepaskan dari arti kata sebenarnya,

yaitu percaya kepada rasio semata-mata dan mengesampingkan wahyu,

dengan kata lain membuat akal lebih tinggi dari pada wahyu, sehingga

wahyu dapat dibatalkan oleh akal. Akal dipakai hanya untuk memahami teks

wahyu dan sekali-kali tidak untuk menentang wahyu. Akal hanya memberi

interpretasi terhadap teks wahyu sesuai dengan kecenderungan dan

kesanggupan pemberi interpretasi.24

Pemikiran Harun Nasution, berangkat dari pemikiran kaum

Mu‟tazilah, golongan yang sering disebut sebagai kaum rasionalis Islam.

23

Nurhidayat Muh Said, Pembaharuan Pemikiran Islam Di Indonesia, h.53-54. 24

Harun Nasution, Akal dan Wahyu dalam Islam, h. 101.

Page 75: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

67

Harun Nasution mengungkapkan keyakinan, bahwa akal dan iman

seharusnya tidak ada pertentangan, bahkan sebaliknya iman justru akan

diperdalam apabila akal dipergunakan sepenuhnya.25

Menurut Mu‟tazilah,

segala pengetahuan dapat diperoleh menggunakan perantara akal, dan

kewajiban-kewajiban dapat diketahui dengan pemikiran yang mendalam.

Dengan demikian, berterimakasih kepada Tuhan sebelum turunnya wahyu

adalah wajib. Baik dan jahat wajib diketahui melalui akal dan demikian pula

mengerjakannya, yang baik dan menjauhi yang jahat adalah wajib.26

Sementara aliran Asy‟ariah, menolak sebagian besar dari pendapat

kaum Mu‟tazilah. Di dalam pendapatnya, segala kewajiban manusia hanya

dapat diketahui melalui wahyu. Akal tak dapat membuat sesuatu menjadi

wajib dan tidak dapat mengetahui bahwa mengerjakan yang baik dan

menjauhi yang buruk adalah wajib bagi manusia. Akal dapat mengetahui

Tuhan, tetapi wahyu yang mewajibkan orang mengetahui Tuhan dan

berterimakasih kepada-Nya.27

Dari penjelasan tersebut, Asy‟ariah secara

tidak langsung mengatakan bahwa, akal dan wahyu tidak dapat dipisahkan,

keduanya saling berkaitan.

Sebagaimana Al-Ghazali yang dikutip Harun dalam bukunya al-

iqtisad fi al-I’tiqad, seperti Asy‟ariah berpendapat bahwa, akal tidak bisa

membawa kewajiban-kewajiban bagi manusia, kewajiban-kewajiban

ditentukan oleh wahyu. Dengan demikian, kewajiban manusia mengetahui

Tuhan dan kewajiban berbuat baik dan menjauhi perbuatan jahat hanya dapat

25

Franz Magnis Suseno, “Sumbangan Filsafat Agama di Indonesia”, dalam Refleksi

Pembaharuan Pemikiran 70 Tahun Harun Nasution, h. 179 26

Harun Nasution, Teologi Islam, h. 82. 27

Harun Nasution, Teologi Islam, h. 83-84.

Page 76: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

68

diketahui dengan perantara wahyu. Adapun soal mengetahui Tuhan, maka

uraian al-Ghazali bahwa wujud Tuhan dapat diketahui melalui pemikiran

tentang alam yang bersifat dijadikan, mengandung arti bahwa soal itu dapat

diketahui dengan akal. Hal ini diperkuat oleh keterangan al-Ghazali

selanjutnya bahwa objek pengetahuan terbagi tiga yaitu, yang dapat

diketahui dengan akal saja, yang dapat diketahui dengan wahyu saja dan

yang dapat diketahui dengan akal dan wahyu. Wujud Tuhan dimasukkan al-

Ghazali dalam kategori ketiga yaitu kategori yang dapat diketahui dengan

akal dan wahyu.28

Demikian juga Mu‟tazilah, dalam pemikiran teologis mereka, tidak

menentang nas atau teks ayat. Semuanya tunduk kapada nas atau teks Al-

Quran; hanya nas itu diberi interpretasi yang sesuai dengan pendapat akal.

Perbedaannya hanyalah bahwa golongan Mu‟tazilah memberikan interpretasi

yang sesuai dengan pendapat akal. Perbedaannya hanyalah bahwa golongan

Asy‟ariah, penafsirannya dekat kepada arti lafdzi sedang penafsiran

Mu‟tazilah jauh dari arti lafdzi. Tetapi sesungguhnya kedua aliran tersebut,

mempergunakan akal dalam memahami ayat-ayat Al-Quran.29

Harun menyatakan bahwa akal melambangkan kekuatan manusia.

Keutamaan dan kelebihan manusia dari makhluk lainnya, yakni terletak pada

potensi akal yang dimilikinya. Yang demikian karena berdasarkan potensi

akal, manusia mempunyai kesanggupan untuk menaklukkan kekuatan

makhluk lain disekitarnya. Bertambah tinggi akal manusia, bertambah tinggi

pula kesanggupannya untuk mengalahkan makhluk lain. Bertambah lemah

28

Harun Nasution, Teologi Islam, h. 85-86. 29

Harun Nasution, Akal dan Wahyu dalam Islam, h. 81.

Page 77: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

69

kekuatan akal manusia, bertambah lemah pulalah kesanggupannya untuk

menghadapi kekuatan-kekuatan lain tersebut.30

Hubungan antara akal dan wahyu memang menimbulkan berbagai

pertanyaan, akan tetapi keduanya tidak bertentangan,31

keduanya saling

berhubungan. Di dalam ajaran agama yang diwahyukan ada dua jalan untuk

memperoleh pengetahuan, pertama dengan jalan wahyu, dalam arti

komunikasi dari Tuhan kepada manusia, dan kedua jalan akal, yang

dianugerahkan Tuhan kepada manusia, dengan memakai kesan-kesan yang

diperoleh pancaindera sebagai bahan pemikiran untuk sampai kepada

kesimpulan. Pengetahuan yang dibawa wahyu diyakini bersifat absolut dan

30

Harun Nasution, Islam Rasional : Gagasan dan Pemikiran,139-140. Harun

sangat menekankan pentingnya akal dan kebebasan manusia dalam pemikiran

teologinya. Manusia, kata Harun, melalui akalnya mampu mempertimbangkan baik dan

buruknya suatu perbuatan, kemudian dengan kehendaknya sendiri ia mengambil suatu

keputusan, selanjutnya dengan daya yang demikian ia wujudkan dalam perbuatan

nyata. Terkait dengan itu, lebih lanjut Harun, mengedepankan konsepsinya tentang

keadilan Tuhan. Dimana Tuhan kata Harun, Maha Adil. Karena keadilan itu manusia

diberi kebebasan berkehendak dan berbuat. Dengan demikian manusia, kata Harun,

akan dihukum menurut perbuatan dan dosanya sendiri, begitu sebaliknya, manusia

akan diberi pahala dari kebaikan karena amal yang dilakukannya sendiri. Sungguhpun

Harun menempatkan posisi manusia pada posisi bebas, tapi kebebasannya itu tidaklah

mutlak. Hal itu nampak dalam uraiannya ketika ia menjelaskan pandangannya terhadap

asuransi. Dengan merujuk kepada qadariyah yang nampaknya juga merupakan

pemikiran teologisnya Harun menyatakan bahwa, manusia itu dibatasi oleh hal-hal

yang tidak bisa dikuasainya, hal-hal yang tidak dapat disangka-sangka datang secara

tiba-tiba. Jika digunakan kerangka Abduh, pernyataan Harun, identik dengan istilah

Taqshir (kelalaian manusia) dan al-Asbab al-Kauniyat (sebab-sebab alami, sunnatullah).

Dua hal itu nampaknya juga dipandang Harun sebagai pembatas kebebasan manusia,

sehingga jika manusia itu mengalami kegagalan dalam usaha untuk mewujudkan

rencananya, hal itu dikarenakan kekeliruannya dalam menangkap dan memperhitungkan

langkah-langkahnya, tidak sejalan dengan sunnatullah, dan begitu pula sebaliknya.

Nurhadi, “Harun Nasution : Islam Rasional dalam Gagasan dan Pemikiran” h.51-52. 31

Harun Nasution, Muhammad Abduh dan Teologi Rasional Mu‟tazilah, h. 46.

Page 78: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

70

mutlak benar, sedang pengetahuan yang diperoleh melalui akal bersifat

relatif, mungkin benar dan mungkin salah.32

Harun Nasution juga tidak terlepas dari pengaruh muhammad Abduh

dalam pemikirannya tentang akal dan wahyu. Muhammad Abduh

berpendapat bahwa, jalan yang dipakai untuk mengetahui Tuhan, sebagai

telah dijelaskan dalam falsafah wujudnya, bukanlah wahyu saja tetapi juga

akal. Akal, dengan kekuatan yang ada dalam dirinya, berusaha memperoleh

pengetahuan tentang Tuhan dan wahyu turun untuk memperkuat

pengetahuan akal itu dan untuk menyampaikan kepada manusia apa yang

tidak diketahui akalnya.33

Jalan untuk memperoleh pengetahuan menurut Muhammad Abduh

ada dua, yaitu akal dan wahyu. Wahyu diartikan “pengetahuan” yang

diperoleh seseorang dalam dirinya sendiri dengan keyakinan bahwa itu

berasal dari Allah, baik dengan perantara maupun tidak. Abduh kelihatannya

menganut falsafah emanasi yang mengatakan bahwa jiwa manusia dapat

mengadakan kominukasi dengan alam abstrak. Di dalam Risalah, Abduh

menjelaskan bahwa Allah memilih manusia tertentu, yang jiwanya mencapai

puncak kesempurnaan, sehingga mereka dapat menerima pancaran ilmu yang

disinarkan-Nya.34

Selanjutnya menurut Harun, Tuhan berdiri di puncak alam wujud dan

manusia di kakinya berusaha dengan akalnya untuk sampai kepada Tuhan,

32

Harun Nasution, Akal dan Wahyu dalam Islam (Jakarta: UI Press, 1982), h. 5.

Lihat pula di dalam Harun Nasution, Muhammad Abduh dan Teologi Rasional Mu‟tazilah,

h. 44. 33

Harun Nasution, Muhammad Abduh, h. 43. 34

Harun Nasution, Muhammad Abduh, h. 44.

Page 79: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

71

dan Tuhan sendiri dengan belas kasihan-Nya terhadap kelemahan manusia,

diperbandingkan dengan kemahakuasaan Tuhan, menolong manusia dengan

menurunkan wahyu melalui Nabi-nabi dan Rasul-rasul-Nya.35

Konsepsi ini

merupakan sistem teologi yang dapat digunakan terhadap aliran-aliran

teologi Islam yang berpendapat bahwa akal manusia bisa sampai kepada

Tuhan.

Harun Nasution juga menyatakan bahwa para filosof Islam

berkeyakinan bahwa, antara akal dan wahyu, tidak ada pertentangan.

Keduanya terlihat sejalan dan serasi.36

Seperti Al-Kindi, filosof Islam

pertama menjelaskan bahwa, tiada pertentangan antara agama dan filsafat.

Titik pertemuan antara keduanya terletak pada kebenaran (al- haq). Filsafat

dalam pengertian al-Kindi adalah pembahasan tentang kebenaran, bukan

untuk diketahui saja tapi juga untuk diamalkan. Agama datang juga untuk

kebenaran. Agama dan filsafat membahas tentang kebenaran dan kebaikan

dengan membawa argument-argumen yang kuat. Agama dan filsafat

membahas subjek yang sama dan memakai metode yang sama.

Perbedaannya hanyalah bahwa filsafat memperoleh kebenaran melalui akal,

sedangkan agama melalui wahyu.37

Di dalam filsafat Ibn Tufail yang terkandung dalam buku Hayy Ibn

Yaqzan, yang menceritakan bagaimana Hayy, sungguhpun dari semenjak

bayi hidup sendiri di suatu pulau terasing dan dibesarkan oleh seekor rusa,

dapat memperoleh pengetahuan-pengetahuan. Pemikiran akal akhirnya dapat

35

Harun Nasution, Teologi Islam, h. 81. 36

Harun Nasution, Akal dan Wahyu dalam Islam, h. 82. 37

Harun Nasution, Filsafat dan Mistisisme dalam Islam (Jakarta: Bulan Bintang,

1978), h. 15.

Page 80: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

72

membawa Hayy kepada pengetahuan dan pengakuan adanya Tuhan. Akalnya

menghasilkan agama yang bersifta folosofis. Dari cerita tersebuat yang ingin

digambarkan Ibn Tufail kelihatannya adalah pendapat para filosof bahwa

pengetahuan yang diperoleh akal dan pengetahuan yang dibawa wahyu tidak

bertentangan. Kedua pengetahuan itu bersumber dari Tuhan.38

Begitu juga Ibn Rusyd mengatakan bahwa tugas filsafat tidak lain

dari berfikir tentang wujud untuk mengetahui pencipta semua yang ada ini.

Manusia harus berpikir tentang wujud dan alam sekitarnya untuk mengetahui

Tuhan. Bagi Ibn Rusyd jika pendapat akal bertentangan dengan wahyu, teks

wahyu harus diberi interpretasi begitu sehingga sesuai dengan pendapat

akal.39

Ibn Rusyd dalam bukunya Fashl al-Maqal berpendapat bahwa karena

filsafat berbicara tentang kebenaran entitas sejauh ia dicipta dan menunjuk

kepada sang pencipta, mempelajarinya tidak hanya dianjurkan, tetapi juga

diwajibkan oleh al-Qur‟an sebagai bagian dari merenungkan kebenaran

tanda-tanda sang pencipta.40

Dengan demikian, mengenai penjelasan terkait akal dan wahyu,

Harun Nasution memberi kesimpulan bahwa, dalam ajaran Islam akal

mempunyai kedudukan tinggi dan banyak dipakai, bukan dalam

perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan saja, tetapi juga dalam

perkembangan ajaran-ajaran keagamaan Islam sendiri. Akal sebagai

penyempurna wahyu dalam memecahkan berbagai permasalahan yang ada

pada saat ini.

38

Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, h. 55. 39

Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, h. 58. 40

Majid Fakhry, Sejarah afailsafat Islam Sebuah Peta Kronologis (Bandung:

Mizan, 2002), h. 110.

Page 81: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

73

Menurut Harun, pemakaian akal dalam sejarah Islam bukan terjadi

pada soal-soal keduniawian saja, tetapi juga dalam soal-soal keagamaan

sendiri. Karena ayat-ayat Al Qur‟an yang mengandung masalah keimanan,

ibadah dan hidup kemasyarakatan manusia dikenal dengan muamalah yang

berjumlah kurang lebih hanya 500 ayat, dan itupun hanya pada umumnya

datang dalam bentuk prinsip-prinsip dan garis-garis besar tanpa penjelasan

lebih lanjut mengenai perincian maupun cara pelaksanaannya, maka akal

banyak dipakai dalam masalah iman, ibadah dan muamalah. Pemakaian akal

yang dilakukan ulama terhadap teks ayat Al Qur‟an dan hadits disebut ijtihad

dan ijtihad-tegasnya merupakan sumber ketiga dalam Islam. Jelasnya,

sumber ajaran Islam adalah tiga: Al Qur‟an, hadits dan akal. Harun

menegaskan bahwa jumlah ayat ahkam sedikit dan tidak semua persoalan

yang timbul dapat dikembalikan kepada Al Qur‟an atau sunah. Karena itu

para khalifah dan sahabat dahulu berijtihad dengan menggunakan akal.41

Dari penjelasan pemikiran Harun dapat disimpulkan bahwa hubungan

akal dan wahyu keduanya tidak bertentangan. Akal mempunyai kedudukan

yang tinggi dalam Al-Qur‟an. Orang yang beriman tidak perlu menerima

bahwa wahyu sudah mengandung segala-galanya. Wahyu bahkan tidak

menjelaskan semua permasalahan keagamaan. Dalam banyak tulisan, Harun

sering menyebut keunggulan kelompok Muktazilah yang mampu

memosisikan akal dan wahyu secara tepat. Bagi dia, kelompok Muktazilah

yang rasionalis ini adalah model ideal bagi acuan memfungsikan akal

sekaligus menjelaskan secara praktis posisi akal terhadap wahyu. Wahyu

41

Supandi “Membaca Ulang Pemikiran dan Pembaruan Islam Harun Nasution”,

Dinika, h. 106.

Page 82: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

74

adalah sumber utama pedoman hidup manusia. Tanpa wahyu, manusia sulit

mencapai kebenaran hakiki meski ia seorang jenius.

Namun bagi Harun, wahyu saja tidak cukup. Jika wahyu itu tidak

dipahami dan dijelaskan oleh akal, maka ia belum bisa menjadi petunjuk

dalam menyelesaikan problem-problem kehidupan. Itulah sebabnya Harun

menolak paham jabariyah yang mengandalkan segala petunjuk pada wahyu

dan cenderung menafikan akal. Harun melihat, dalam pemikiran tradisional

peran akal tidak begitu menentukan dalam memahami ajaran Al Qur‟an dan

hadits. Seperti telah disinggung, pemikiran tradisional terikat bukan hanya

pada Al Qur‟an dan hadits tetapi juga pada ajaran-ajaran hasil ijtihad ulama

zaman klasik yang jumlahnya amat banyak. Di samping itu pemikiran

tradisional terikat pada arti lafzhi dari teks ayat Al Qur‟an dan hadits.

Pemikiran tradisional karena itu sulit sekali menyesuaikan diri dengan

perkembangan modern sebagai hasil dari filsafat, sains dan teknologi.

Harun menuturkan bahwa terdapat kecemasan bagi kalangan umat

Islam ketika berusaha mengoptimalisasikan penggunaan akal (nalar) dalam

memahami teks wahyu. Kecemasan tersebut berasal dari rasa takut akan hasil

pemikiran atau pemahaman yang bertentangan dengan teks wahyu. Kondisi

demikian menyebabkan umat Islam dewasa ini masih menerima pemahaman

harfiah dari teks wahyu yang ada. Sedangkan faktanya pemahaman harfiah

tersebut tidak menjadi pemahaman solutif untuk menyelesaikan problematika

yang ada.

Page 83: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

75

b. Kebebasan Manusia

Harun Nasution ternyata juga telah memakai taktik Muhammad

Abduh mengenai kebebasan manusia, di antaranya menyebarkan ide-ide

tetapi tidak terlalu bertele-tele dan tidak memakai etiket seperti Muhammad

Abduh atau Mu‟tazilah, kalau ada dugaan bahwa kelompok tertentu tidak

senang terhadap etiket itu.42

Bagi Harun Nasution, jasa paling penting dari

pemikiran Muhammad Abduh adalah pintu ijtihad dan kebebasan berpikir

dan dibuka untuk dipikirkan kembali adalah pokok persoalan aqidah, seperti

kehendak Tuhan, qadar manusia, hubungan akal dan wahyu.43

Tidak jauh berbeda dengan kaum Mu‟tazilah, karena Muhammad

Abduh juga salah seorang yang juga mengunggulkan kekuatan akal. Akan

tetapi dalam pemikiran Abduh ini lebih ke dalam pemikiran pembaharuan

Islam, dengan ia melihat berbagai persoalan yang terjadi pada masanya

maupun sebelumnya. Menurut Abduh, kekuatan akal membawa kepada

faham bahwa manusia mempunyai kebebasan dalam kemauan dan perbuatan,

faham inilah yang mengantarkan pada pemikiran pembaharuannya.

Kepercayaan kepada kekuatan akal membawa Muhammad Abduh

selanjutnya kepada faham bahwa manusia mempunyai kebebasan dalam

kemauan dan perbuatan (free will dan free act atau qadariah).44

Faham ini

dapat dilihat dari uraiannya menganai perbuatan manusia dalam Risalah Al-

Tauhid. Di dalam karya tersebut, Abduh mengatakan bahwa manusia

42

Karel A. Steenbrink, “Dari Kairo hingga Kanada dan Kampung Utan:

Perkembangan Pemikiran Teologis Prof. Dr. Harun Nasution”, dalam Refleksi Pembaharuan

Pemikiran 70 Tahun Harun Nasution, h. 158. 43

Karel A. Steenbrink, “Refleksi Pembaharuan Pemikiran 70 Tahun Harun

Nasution, h. 159. 44

Harun Nasution, Muhammad Abduh, h. 64.

Page 84: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

76

mewujudkan perbuatannya dengan kemauan dan usahanya sendiri, dengan

tidak melupakan bahwa di atasnya masih ada kekuasaan yang lebih tinggi.

Di dalam Al-Urwah Al-Wusqa, Abduh bersama-sama dengan

Jamaluddin Al-Afghani menjelaskan bahwa qadha dan qadar telah

diselewengkan menjadi fatalisme, sedang faham itu sebenarnya mengandung

faham dinamis yang membuat umat Islam di zaman klasik dapat membawa

Islam sampai ke Sepanyol dan dapat memunculkan peradaban yang tinggi.

Faham fatalisme yang terdapat di kalangan umat Islam perlu dirubah dengan

faham kebebasan manusia dalam kemauan dan perbuatan. Inilah yang akan

menimbulkan dinamika umat Islam kembali.45

Dalam uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa, pemikiran

Muhammad Abduh banyak persamaannya dengan pemikiran teologi kaum

Mu‟tazilah. Karena semua pemikiran Muhammad Abduh berkisar kepada

kekuatan akal, bahwa akal memiliki kedudukan terpenting, dibandingkan

dengan wahyu. Walaupun demikian, Muhammad Abduh mengatakan bahwa,

akal dan wahyu tidak dapat dipisahkan, keduanya saling melengkapi dan

saling membutuhkan.

Bagi harun, di sini terdapat dua paham yang secara radikal

bertentangan, yakni paham Qadariah dan Jabariah, istilah qadariah berasal

dari qadar yang berarti ketetapan, hukum, ukuran dan kekuatan; juga berarti

apa yang dikehendaki Tuhan atas hambaNya dan ketergantungan kehendak

kepada sesuatu pada waktunya.46

Akan tetapi, istilah qadar juga berarti

45

Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam, h. 66. 46

Harun Nasution, Muhammad Abduh dan Teologi Rasional Mu’tazilah, UI-Press,

Jakarta h. 64-65

Page 85: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

77

ketergantungan perbuatan hamba pada kekuatannya sendiri.47

Karena itulah,

Mu‟tazilah disebut berpaham Qadariah karena menurut mereka setiap orang

adalah pencipta bagi perbuatannya sendiri. Namun, kaum Mu‟tazilah sendiri

menolak sebutan Qadariah yang dikenakan kepada mereka.menurut mereka,

nama itu hanya cocok untuk orang-orang yang percaya pada qadar (takdir)

Tuhan. Kemungkinan besar istilah Qadariah diberikan kepada Mu‟tazilah

oleh lawan-lawannya, seperti Asy‟ariyah.

Sedangkan, Jabariah adalah paham yang berpendapat bahwa manusia

itu lemah, dan setiap yang terjadi pada diri manusia telah ditentukan atasnya

oleh Tuhan sejak zaman azali. Karena itu, manusia tidak bebas memilih

untuk melakukan atau menhindar dari suatu perbuatan. Paham Jabariah

dibawah oleh Jaham ibn Shafwan yang berpendapat bahwa manusia tidak

punya daya dan tidak kuaa berikhtiar atas perbuatannya sendiri. Jika paham

Qadariah (free will) dianut oleh Mu‟tazilah,48

maka paham Jabariah dianut

oeh Asy‟ariyah.49

Karena itu, menurut Harun, Mu‟tazilah berpendapat bahwa perbuatan

manusia diciptakan oleh manusia sendiri; misalnya berbuat baik atau jahat,

patuh dan ingkar kepada Tuhan, semuanya terjadi atas kehendak manusia

sendiri dengan daya yang sudah ada dlam dirinya. Daya itu sendiri

diciptakan Tuhan pada diri manusia, sehingga manusia dapat berbuat.

Meskipun demikian, Tuhan tidaklah turut campur dalam melakukan

perbuatan yang dilakukan manusia. Dengan demikian, kehendak dan daya

47

Harun Nasution, Muhammad Abduh h. 187

48

Harun Nasution, Teologi Islam, 103 49

Harun Nasution, Teologi Islam , h.107

Page 86: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

78

yang melahirkan perbuatan manusia adalah kehendak dan daya manusia itu

sendiri, tuhan tidak ikut campur dalam penggunaan daya itu.50

Dalam mengemukakan pahamnya itu, Mu‟tazilah memakai argumen-

argumen logis yang didukung pula dengan ayat-ayat al-Qur‟an. Salah satu

argumennya bertumpu ada teori tanggung jawab. Manusia akan dimintai

pertanggungjawaban atas perbuatannya, dan kelak akan mendapatkan

balasan sesuai dengan sifat (baik atau buruk) perbuatan yang dilakukannya

itu. Hal ini sesuai dengan firman Tuhan dalam QS. 32:17

ة أعيي جزاء بوا كاىا يعولىى ي قر ا أخفي لهن ه ٧١فل تعلن فس ه

Artinya: “Tak seorangpun mengetahui berbagai nikmat yang

menanti, yang indah dipandang sebagai balasan bagi

mereka, atas apa yang mereka kerjakan.”51

Seandainya perbuatan manusia adalah perbuatan Tuhan sendiri, maka

perbuatannya itu tidak perlu diberi balasan, karena perbuatan apapun

sifatnya, baik atau jahat, yang dilakukan manusia adalah perbuatan Tuhan

yang tentunya tidak perlu dipertanggungjawabkan oleh manusia.52

Sementara itu, kaum Asy‟ariyah sebagai aliran yang berpaham

Jabariah, memandang manusia itu lemah, dan karena itu manusia bergantung

50

Harun Nasution, Teologi Islam, h. 105 51

Depag RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, Yayasan Penyelenggara Penterjemah al-

Qur‟an, Jakarta, 1992, h. 662 (lihat juga Harun Nasution, Teologi Islam, h. 106) 52

Harun Nasution, Teologi Islam,h. 110-111

Page 87: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

79

sepenuhnya pada kehendak dan kekuasaan mutlak Tuhan. Bagi mereka,

Tuhan adalah pencipta segala sesuatu dan tak ada pencipta selain Dia.

Segenap perbuatan manusia adalah ciptaanTuhan sebagaimana Firman

Tuhan dalam Qs. 37:96:

خلقكن وها تعولىى ٦٩وٱلل

Artinya: Dan Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu

perbuat itu"53

Dari ayat diatas dapat dipahami bahwa bagi Asy‟ariyah untuk

menunjukkan tanggung jawab manusia atas perbuatannya, dan hak untuk

memperoleh pahala dan balasan atas perbuatannya itu, maka Asy‟ariyah

memakai istilah al-kasb.54

Sehingga ada kesan seolah-olah manusia berperan

aktif dalam melakukan perbuatannya. Akan tetapi, menurut Harun Nasution,

jika ditelusuri pengertian kasb menurut Asy‟ariyah, ternyata manusia hanya

semata-mata menerima perbuatannya yang diciptakan Tuhan untuknya.55

Dari penjelasan diatas, dapat dipahami bahwa pemikiran Harun

Nasution tentang kebebasan manusia lebih cenderung pada pemikiran

Mu‟tazilah.

53

Depag RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 724. (lihat juga Harun Nasution,

Teologi Islam, h. 108) 54

Ahmad Amin, Zuhr al-Islam, Juz IV, t.pn.,Beirut, 1969, h. 79. (lihat juga Harun

Nasution, Teologi Islam, h. 108) 55

Harun Nasution, Muhammad Abduh, h. 68-69

Page 88: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

80

c. Kekuasaan Mutlak Tuhan

Kecenderungan pemikiran Harun Nasution terhadap teologi

Mu‟tazilah juga mempengaruhi pemikirran Harun tentang kekuasaan mutlak

Tuhan. Harun Nasution memberikan pandangan tentang kekuasaan mutlak

Tuhan dengan merujuk pada pendapat kaum Mu‟tazilah. Bagi Harun aliran

Mu‟tazilah berpendapat kekuasaan Tuhan tidak bersifat absolut. Hal itu

disebabkan oleh bebrapa hal. Pertama, adanya kebebasan yang diberikan

Tuhan kepada manusia dalam menentukan kemauan dan perbuatannya

sendiri. Kedua, bahwa Tuhan bersifat adil karena itu Dia mustahil berbuat

sewenang-wenang terhadap hambaNya. Ketiga, bahwa menurut kaum

Mu‟tazilah, Tuhan mempunyai kewajiban-kewajiban terhadap hambaNya.

Dan keempat, ada hukum alam atau natur yang diciptakan Tuhan dalam

mengatur alam semesta yang harus berlaku sebagaimana mestenya.

Selanjutnya Mu‟tazilah mengakui ada hukum alam yang disebut sunnatullah,

yang tak dapat berubah-ubah (QS. 33:62). Dengan sunnatullah itu, Tuhan

mustahil berbuat sewenang-wenang yang dapat mengacaukan alam

ciptaanNya sendiri.56

Menurut Harun, kaum Mu‟tazilah percaya pada hukum alam atau

sunnah Allah yang menganut perjalanan kosmos dan dengan demikian

menganut paham determinisme dan diterminisme ini bagi mereka, tidak

berubah-ubah sama dengan keadaan Tuhan yang juga tidak berubah-ubah.57

Harun memberikan penjelasan tentang paham sunnah Allah yang tak

berubah-ubah dan diterminisme ini dengan mengutip uraian Tafsir al-Manar.

56 Harun Nasution, Teologi Islam, h. 119-120.

57

Harun Nasution, Teologi Islam,h.120

Page 89: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

81

Segala sesuatu di alam ini, demikian al-Manar, berjalan menurut sunnah

Allah dan Sunnah Allah itu dibuat Tuhan sedemikian rupa sehingga sebab

dan musabab di dalamnya mempunyai hubungan yang erat. Bagi tiap sesuatu

Tuhan menciptakan sunnah tertentu. Umpamanya sunnah yang mengatur

hidup manusia berlainan dengan sunnah yang mengatur hidup tumbuh-

tumbuhan. Bahkan juga ada sunnah yang tidak berubah-ubah untuk

mencapai kemenangan. Jika seseorang mengikuti jalan yang ditentukan

sunnah ini, orang akan mencapai kemenangan, tetapi jika menyimpng dari

jalan yang ditentukan sunnah itu ia akan mengalami kekalahan.58

Selanjutnya, Harun menyatakan dalam paham Mu‟tazilah tentang

kekuasaaan mutlak Tuhan mempunyai batasan-batasan, dan Tuhan sendiri

tidak bersikap absolut seperti halnya dengan Raja Absolut yang menjatuhkan

hukuman menurut kehendaknya semata-mata. Keadaan Tuhan, dalam paham

ini, lebih dekat menyerupai keadaan Raja Konstitusional, yang kekuasaannya

dan kehendaknya dibatasi oleh konstitusi.59

Dari kutipan diatas,maka dapat disimpulkan bahwa kekuasaan mutlak

Tuhan menurut Harun bahwa sunnah Allah yang tidak mengalami perubahan

atas kehendak Tuhan sendiri merupakan batasan bagi kekuasaan dan

kehendak mutlak Tuhan.

58 Harun Nasution, Teologi Islam, h. 121

59

Harun Nasution, Teologi Islam, h. 121

Page 90: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

82

3. Pengaruh dan Gagasan Harun Nasution dalam Pemikiran Islam di

Indonesia

Harun Nasution sosok pemikir Islam di Indonesia adalah prototipe

cendikiawan Muslim yang dibesarkan dalam dua tradisi keilmuan yaitu

Timur Tengah “tradisional” dan tradisi keilmuan Barat “modern”.

Pengalamannya dalam dua tradisi keilmuan itu, memberikan nilai tersendiri

dalam usahanya untuk melakukan pembaharuan pemikiran Islam.60

Menurut Harun, karena perkembangan modern menuntut pemikiran

kritis, maka untuk memecahkan berbagai persoalan yang muncul sebagai

akibat dari modernisasi, umat Islam dituntut untuk menumbuhkan semangat

berpikir. Hanya dengan mengubah cara berpikir tradisional kecara berpikir

rasional, umat Islam dapat memberikan andil terhadap perkembangan ilmu

pengetahuan dan sains modern.61

Harun dalam pemikirannya sangat kuat “mengkampanyekan” tema

Islam Rasional. Karena dalam sejarah perkembangan pemikiran Islam, aliran

teologi yang bercorak rasional itu ditampilkan oleh Mu‟tazilah, maka Harun

sering dituduh sebagai “Neo Mu‟tazilah”62

di Indonesia Harun dikenal

sebagai seorang intelektual Muslim yang banyak mencurahkan perhatiannya

kepada pembaharuan dalam Islam, dalam arti yang seluas-luasnya, tidak

60

Nurhidayat Muh. Said, M.Ag, Pembaharuan Pemikiran Harun Nasution, h. iii 61

Nurhidayat Muh. Said, M.Ag, Pembaharuan Pemikiran Harun Nasution, h. iii 62

M. Yunus Yusuf, Mengenal Harun Nasution Melalui Tlisannya dalam refleksi

Pembaharuan Pemikiran Islam 70 tahun Harun Nasution, (Jakarta: Lembaga Studi Agama

dan Falsafat, 1982) h. 132

Page 91: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

83

hanya terbatas dalam teologis, filsafat, mistisisme (tasawuf), tetapi berbagai

segi kehidupan kaum muslimin.63

Berbagai gagasan pembaruan Islam, menempatkan Harun menjadi

tokoh penting bagi terbentuknya madzhab Ciputat. Setidaknya ada dua

agenda yang hendak dicapai Harun. Pertama, bagaimana membawa umat

Islam ke arah rasionalitas. Kedua, bagaimana menumbuhkan pengakuan

qadariah (berkehendak) manusia. Dua agenda tersebut didasarkan pada fakta

umat Islam Indonesia saat itu yang cenderung ortodok, terkungkung oleh

doktrin-doktrin agama yang tidak proporsional dan terkesan ambigu. Sebagai

imbasnya, kaum muslim Indonesia apatis dan hidup penuh pesimis. Pada

taraf tertentu juga tidak berani berpendapat lepas dalam seminar dan kajian-

kajian ke-Islaman.64

1) Pengembangan Perguruan Tinggi Agama Islam di Indonesia

a) Perubahan Kurikulum IAIN

Sesaat setelah dilantik menjadi rektor, Harun Nasution

merumuskan empat langkah kebijaksanaan. Langkah tersebut; 1)

mendasarkan tujuan dan fungsi IAIN Jakarta atas dasar kebutuhan

masyarakat pada umumnya, dan DKI pada khususnya, 2) mengutamakan

kualitas dari pada kuantitas, 3) peningkatan mutu ilmiah, dan 4)

penyederhanaan dan penyempurnaan organisasi.65

63

Harun Nasution, Islam Rasional Gagasan dan Pemikiran, (Bandung: Mizan,

1996) Cet.IV, h. 393 64

Supandi “Membaca Ulang Pemikiran dan Pembaruan Islam Harun Nasution”,

Dinika, h.104.

65

Aqib Suminto (ed.), Refleksi Pembaharuan Pemikiran Islam: 70 Tahun Harun

Nasution, (Jakarta: LSAF, 1989), h.41

Page 92: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

84

b) Pengembangan Program Pascasarjana

Dalam usaha pembenahan dan peningkatan kualitas IAIN,

Harun kemudian menggagas berdirinya fakultas Pascasarjana IAIN

(sekarang bernama Sekolah Pascasarjana). Program pascasarjana IAIN

yang hendak digagas merupakan pendidikan tinggi agama tingkat

lanjutan diatas program tingkat sarjana (S1) yang menyiapkan peserta

didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan

akademik. Gagasan ini lahir berdasarkan pertimbangan akan pentingnya

lembaga yang menyelenggarakan pengkajian Islam secara komprehensif,

mendalam dan rasional sehingga dapat melahirkan ulama yang mampu

berijtihad untuk menjawab masalah-masalah yang timbul pada

zamannya. Ide ini kemudian mendapat respon positif dari para pendiri

dan civitas akademika IAIN Jakarta. Dukungan yang besar juga datang

dari Menteri Agama yang pada saat itu dijabat oleh Mukti Ali. Dengan

berbagai dukungan tersebut, akhirnya Ide dan pemikiran Harun Nasution

tersebut terealisasi dengan didirikannya Program Pascasarjana IAIN

Jakarta (1982). Program ini merupakan yang pertama dalam sejarah

IAIN Indoneisa, yang kemudian menginspirasi berdirinya program

pascasarjana lainnya di Indoneisa seperti; PPS IAIN Yogyakarta (1983),

IAIN Banda Aceh (1989), IAIN Ujung Pandang (1990), dan pada tahun

1994 berdiri pula PPS IAIN Surabaya, Padang, dan Medan, serta

kemudian disusul oleh IAIN lainnya secara bertahap.

Program yang digagas Harun ini mempunyai tujuan umum untuk

menghasilkan tenaga ilmu agama Islam yang merupakan inti dari tenaga

penggerak pendidikan, penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan

Page 93: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

85

di lingkungan IAIN. Sedangkan tujuan khususnya adalah: pertama,

mengembangkan kemampuan dan keahlian peserta untuk menguasai

bidang ilmu agama Islam termasuk ilmu bantu yang diperlukan dalam

rangka pengembangan ilmu pengetahuan agama Islam serta

mengamalkannya pada masyarakat, kedua, memiliki keterampilan dan

keahlian dalam bidang-bidang ilmu agama Islam dan penelitian sesuai

dengan bidang program yang bersangkutan. Ketiga, memiliki sikap

ilmiah dan amal ilmiah sebagai tenaga ahli di bidang ilmu agama Islam

yang bertanggung jawab.

c) Penggagas Transformasi IAIN ke UIN

Harun juga dikenal sebagai penggagas ide transformasi IAIN

menjadi UIN yang kini sudah terwujud dan tengah berkembang menjadi

salah satu universitas riset di dunia. Pada tahun 1973-1984, Harun

membentuk sebuah tim dan mengirimkannya ke Timur Tengah dan

Malaysia untuk melakukan studi komparatif mengenai format ideal

sebuah universitas Islam. Tokoh yang ketika itu dikirim ke Timur

Tengah adalah Komaruddin Hidayat, Atho Mudzhar, dan Mastuhu.

Sementara Zakiah Daradjat dikirim ke Malaysia. Alasan Harun Nasution

ingin mengembangkan IAIN menjadi UIN dikemukakan dalam sebuah

wawancara dengan Republika, pada Kamis, 28 Desember 1995. Saat itu

ia sudah menjadi Direktur Program Pascasarjana. “Kita merasa yang

diperlukan umat di zaman sekarang ini bukan hanya sarjana yang

mengetahui ilmu agama saja, tapi juga ilmu umum. Harus diakui tidak

Page 94: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

86

banyak orang yang bisa menguasai keduanya secara mumpuni. Hanya

orang-orang jenius saja yang bisa melakukannya,” katanya.

Berangkat dari kebutuhan itu, Harun berpendapat, IAIN perlu

ditransformasikan menjadi universitas, sehingga dapat membuka

jurusan-jurusan umum. Harapannya tentu saja mampu mencetak sarjana

yang memiliki kompetensi agama namun tidak asing dengan

pengetahuan umum. Hal itu bagi Harun bukan mustahil. Sejarah

mencatat seorang Ibnu Rusyd dan Ibnu Sina yang selain ahli filsafat,

syariah, juga seorang dokter yang masyhur. “Kalau pada masa lampau

mereka bisa menghasilkan tokoh seperti itu, kenapa kita tidak mampu

menghasilkannya. Inilah dasar pendirian kita sehingga ada keinginan

untuk mengubah IAIN menjadi UIN,” tegas Harun. Namun, gagasan itu

kandas lantaran terkendala aturan dan SDM yang belum memadai.

hingga ide tersebut akhirnya terealisasi pada 20 Mei 2002, periode

kepemimpinan Rektor Prof Dr Azyumardi Azra (1998-2006), yang telah

dibahas pada pertemuan sebelumnya.

B. Pemikiran Islam M. Rasyidi

1. Biografi M. Rasyidi

M. Rasyidi (selanjutnya ditulis Rasyidi) lahir di Kotagede

Yogyakarta pada Kamis 20 Mei 1915 atau 4 Rajab 1333 H. Ia merupakan

anak kedua dari Bapak Atmosugido. Ia menempuh sekolah dasar di

Muhammadiyah Yogyakarta. Kemudian Rasyidi melanjutkan sekolah

menengahnya di perguruan Al Irsyad al Islamiyah, Malang dibawah

pimpinan Syekh Ahmad Surkati. Semangat mencari ilmunya makin tinggi,

Page 95: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

87

karena yang mengajar di situ bukan hanya guru-guru dari Indonesia, tapi

juga dari Mesir, Sudan dan Mekkah.

Perkenalannya dengan banyak guru-guru Timur Tengah itu,

menjadikan Rasyidi bersemangat untuk melanjutkan studinya di Mesir.

Ketika di Mesir, selain mempelajari ilmu-ilmu agama di Sekolah Persiapan

Darul Ulum (setingkat Sekolah Menengah), ia juga belajar ilmu aljabar, ilmu

bumi, sejarah dan lain-lain. Kemudian Rasyidi juga menguasai bahasa

Perancis, Inggris, Arab dan Belanda tentunya. Ia pun menjadi seorang hafizh,

hafal al Qur‟an 30 juz.

Selanjutnya, Rasyidi melanjutkan studi ke Universitas al Azhar,

Kairo. Di sana ia mengambil jurusan Filsafat dan Agama. Setelah empat

tahun belajar di situ, ia mendapat gelar Licence. Di kelas itu mahasiswanya

hanya tujuh orang. Ia menempati rangking satu mengalahkan mahasiswa dari

Mesir, Albania dan Sudan. Selanjutnya Rasyidi melanjutkan kuliahnya di

Fakultas Sastra, Universitas Sorbonne, Paris. Pada hari Jumat, 23 Maret

1956, Rasyidi akhirnya meraih gelar doktor di universitas terkemuka itu

dengan disertasi berjudul l‟Evolution de l‟Islam en Indonesie ou

Consideration Critique du Livre Centini (Evolusi Islam di Indonesia atau

Tinjauan Kritik terhadap Kitab Centini).

Umumnya, masyarakat Indonesia mengenal sosok Rasyidi sebagai

Menteri Agama pertama di Indonesia. Akan tetapi sebenarnya, Rasjdi

sebelumnya pernah menjabat sebagai menteri negara yang mengurusi

permasalahan umat Islam pada kabinet Syahrir I (14 Nopember 1945–12

Maret 1946). Ia diangkat menggantikan Wahid Hasjim sebagai menteri

agama pada kabinet sebelumnya, yaitu Kabinet Presidensil yang berusia

Page 96: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

88

cukup singkat (2 September 1945–14 Nopember 1945) di bawah

pemerintahan Presiden Soekarno. Rasyidi pernah diangkat menjadi sekretaris

misi Diplomatik RI yang dipimpin oleh KH. Agus Salim ke beberapa negara

Arab dalam upaya mempertahankan kemerdekaan Indonesia dan

memperoleh pengakuan dari negara lain sebagai negara merdeka dan

berdaulat.

Adapun jabatan yang penah diduduki Rasyidi lainnya adalah sebagai

berikut; Guru pada Islamitische Middelbaare School (Pesantren Luhur),

Surakarta (1939-1941), Pegawai Departemen P & K di zaman Jepang,

Pegawai RRI Jakarta, siaran luar negeri, Menteri Agama Kabinet Sjahrir

(1946) Sekretaris, kemudian ketua delegasi diplomatik RI ke negara- negara

Arab (1947-1949), Dubes RI di Mesir dan Arab (1950-1951), Dubes RI di

Pakistan (1956-1958), Associate Professor pada Institut Studi Islam,

Universitas McGill, Kanada (1959), Direktur Islamic Center, Washington,

AS Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Direktur kantor

Rabitah Alam Islami, Jakarta Anggota PP Muhammadiyah,Anggota Dewan

Dakwah Islamiyah Indonesia Pusat

Sedangkan karya-karya Rasyidi berupa karangan –karangan dan juga

hasil terjemahan-terjemahan Sebagai berikut:

1. Koreksi terhadap Drs. Nurcholish Madjid Tentang Sekulerisasi

2. Filsafat Agama

3. Islam di Indonesia Di Zaman Modern

4. Keutamaan Hukum Islam

5. Islam dan Kebatinan Islam Menentang Komunisme

6. Islam dan Sosialisme

Page 97: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

89

7. Mengapa Aku tetap Memeluk Agama Islam

8. Dari Rasyidi dan Maududi Kepada Paus Paulus VI

9. Sikap umat Islam Indonesia terhadap Expansi Kristen

10. Agama dan Etik Disekitar Kebatinan Kasus RUU Perkawinan Dalam

Hubungan Islam dan Kristen

11. Empat kulia Agama Islam pada Perguruan Tinggi

12. Strategi Kebudayaan dan Pembaharuan Pendidikan Islam.

13. Sidang Raya Dewan Gereja Sedunia di Jakarta 1975 ( artinya bagi dunia

Islam)

14. Koreksi terhadap Dr, Harun Nasution tentang “ Islam ditinjau dari

berbagai Aspeknya”

15. Bibel Qur‟an dan Sains Modern ( judul Aslinya : la bible le coran et la

science oleh Dr. Maurice bucaille)

2. Teologi M. Rasyidi

Salah satu tema ilmu kalam Harun Nasution yang dikritik oleh

Rasyidi adalah deskripsi aliran-aliran kalam yang sudah tidak relevan lagi

dengan kondisi umat Islam sekarang, khususnya di Indonesia dengan maksud

mengganti teologi yang telah lama berkembang di Indonesia yaitu teologi

Asy‟Ariyah yang bersifat tardisional hendak digantikan dengan teologi

Mu‟tazilah. Teologi Mu‟tazilah yang merupakan salah satu aliran dalam

teologi Islam dengan menggunakan pemikiran rasional. Sehingga

menimbulkan perbedaan yang mendasar diantara kedua teologi tersebut.

Harun yang meyakini kebangkitan pemikiran Mu‟tazilah sangat penting bagi

modernisasi Islam dengan menyatakan bahwa rasionalisasi teologi Islam

Page 98: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

90

merupakan komponen esensial dalam program modernisasi yang lebih luas

dalam tatanan masyarakat Islam. Harun beranggapan bahwa masyarakat

Islam yang akan bersentuhan dengan kemoderenan harus beralih dari kalam

Asy‟ari ke kalam Mu‟tazilah.66

Untuk itu, Rasyidi berpendapat bahwa menonjolnya perbedaan

pendapat antara Asy‟ariyah dan Mu‟tazilah, sebagaimana dilakukan Harun

Nasution, akan melemahkan iman para mahasiswa. Rasyidi mengakui

bahwa soal-soal yang pernah diperbincangkan pada dua belas abad yang lalu,

masih ada yang relevan untuk masa sekarang, tetapi ada pula yang sudah

tidak relevan.67

Sebagaimana yang dilakukan Harun menghidupkan kembali

teologi Mu‟tazilah belum tentu relevan bagi umat islam di Indonesia bahkan

boleh jadi membahayakan, hal ini sebagaimana dikatakan Rasyidi:

“Menghidupkan kembali golongan Mu‟tazilah sebagai nama bagi

orang-orang terpelajar yang menghayati Islam, tentu saja fikiran

semacam itu sangat berbahaya kepada umat Islam Indonesia.”68

Rasyidi berpendapat bahwa tidak perlu menghidupkan kembali

teologi Mu‟tazilah bagi umat Islam di Indonesia sebagaimana yang

dianjurkan oleh Harun dengan menggunakan istilah teologi rasional.69

Dari penjelasan pemikiran Rasyidi di atas, dapat dipahami bahwa

Rasyidi menolak gagasan Harun yang hendak mengganti teologi Asy‟ariyah

66

Harun Nasution, Islam Rasional : Gagasan dan Pemikiran, h.139-146.

67

M. Rasyidi, Koreksi Terhadap Dr. Harun Nasution…, h. 104

68

M. Rasyidi, Koreksi terhadap Dr. Harun Nasution tentang Islam Ditinjau dari

Berbagai Aspeknya, Jakarta: Bulan Bintang, 1977, h.107 69

Nurhidayat Muh Said tentang reaksi Rasyidi terhadap pemikiran Harun Nasution

dalam Pembaharuan Pemikiran Islam Di Indonesia : Studi Pemikiran Harun Nasution, h.89.

Page 99: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

91

menjadi teologi Mu‟tazilah. Rasyidi sepertinya mempertahankan teologi

Asy‟ariyah yang telah lama berkembang di Indonesia, karena bagi Rasyidi

menghidupkan kembali teologi Mu‟tazilah sangat berbahaya bagi umat Islam

di Indonesia. Bagi Rasyidi umat Islam di Indonesia telah tertanam dalam

kehidupannya bahwa apa yang telah diajarkan Asy‟ariyah adalah paham

yang telah menyatu bagi umat sehingga jika hendak dirubah dengan

paham/teologi lain maka akan terjadi pergulatan/kekacauan baik dalam

bidang pemikiran ataupun ritual ibadah lainnya, khususnya kaum terpelajar.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Rasyidi lebih cenderung

pada pembelaanya terhadap faham Asy‟ariyah, hal ini berarti dalam

pendekatan teologi cenderung bermazhab Asy‟ariyah.

Selanjutnya, untuk melihat pandangan Rasyidi tentang teologi ini,

penulis juga membatasi tema pembahasan yakni tentang akal dan wahyu,

kebebasan manusia dan keadilan Tuhan. Sebagaimana tema ini juga

dijelaskan dalam pembahasan teologi Harun nasution sebelumnya, dan

dijadikan perbandingan atas pemikiran diantara keduanya.

a. Akal dan Wahyu

Dalam persoalan hubungan akal dan wahyu, dapat dilihat dalam

tanggapan Rasyidi tentang pemikiran Harun yang membicarakan tentang

kekuatan akal, bahwa:

“Kalau kaum Mu‟tazilah banyak percaya pada kekuatan akal manusia

sedangkan kaum Asy‟ariyah banyak bergantung kepada wahyu.

Sikap yang dipakai kaum Mu‟tazilah ialah mempergunakan akal dan

kemudian memberi interpretasi pada teks atau nas wahyu. Kaum

Asy‟ariyah sebaliknya pergi terlebih dahulu kepada teks wahyu dan

Page 100: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

92

kemudian membawa argumen-argumen rasionil untuk teks wahyu

itu.”70

Rasyidi menanggapi kutipan Harun tersebut terlihat jelas bahwa

Islam menjunung tinggi akal atau pikiran dan Asy‟ariyah juga memakai akal.

Namun perbedaannya adalah titik berat dalam beberapa masalah, sehingga

tak dapat dikatakan bahwa Mu‟tazilah lebih rasional dari Asy‟ariyah dan

lebih menarik kepada kaum terpelajar.71

Meskipun Rasyidi menyatakan

bahwa Asy‟ariyah juga menggunakan akal namun maksudnya adalah bahwa

akal digunakan untuk membawa argumen-argumen rasional dalam

memahami teks wahyu.

Memang agama Islam menjunjung tinggi akal atau fikiran, tetapi

dengan menggambarkan bahwa akal dapat mengetahui baik dan buruk,

sedangkan wahyu hanya membuat nilai yang dihasilkan pikiran manusia

bersifat absolute-universal.72

Seharunya umat islam memahami makna ayat-

ayat al-Qur‟an seperti Q.S. Al-Baqarah ayat 232:

يعلن وأتن ل تعلوىى .... ٢٣٢وٱلل

Artinya: .....Allah mengetahui, sedang kamu tidak

mengetahui

70 Harun Nasution, Islam ditinjau dari berbagai Aspeknya jilid II, h. 42

71

M. Rasyidi, Koreksi Terhadap Dr. Harun Nasution…, h.111

72

M. Rasyidi, Koreksi Terhadap Dr. Harun Nasution…, h. 52

Page 101: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

93

Dari kutipan ayat di atas, Rasyidi berpendapat bahwa akal tidak

mampu mengetahui baik dan buruk.73

Dengan menganggap akal dapat

mengetahui baik dan buruk berarti meremehkan ayat-ayat al Qur‟an

sebagimana dikutip diatas. Hal ini berarti meskipun Rasyidi menyatakan

bahwa golongan Asy‟ariyah tetap menggunakan akal, namun baginya akal

memiliki keterbatasan, karena tentunya wahyu merupakan pedoman utama

bagi umat islam dalam setiap pemikirannya.

b. Kebebasan Manusia

Kebebasan menurut Rasyidi dapat diartikan dengan kemerdekaan.

kemerdekaan yang dimaksud Rasyidi adalah:

Kemerdekaan terlibat dalam adanya dosa yang dikerjakan manusia,

oleh sebab itu hanya dapat menjadi baik dan berharga kalau ia

sebenarnya dapat mengerjakan kejahatan akan tetapi dapat

menghindarkan dirinya dari melakukan kejahatan tersebut. Karena

manusia merdeka tidak seperti binatang yang lain, maka ia dapat pula

menjadi lebih jahat daripada binatang sebagaimana dia juga dapat

menjadi jauh lebih utama.

Kemerdekaan manusia mengandung dua hal; yaitu memikir dan

memutuskan. Tindakan berpikir adalah suatu tindakan yang

mengherankan akan tetapi kita rasakan sebagai kejadian biasa, sebab

kita berpikir. Seorang yang mengingk ariadanya kemerdekaan

73

M. Rasyidi, Koreksi terhadap Dr. Harun Nasution, tentang “Islam Ditinjau dari

Berbagai Aspeknya”, (Jakarta : Bulan Bintang, 1977), h. 52

Page 102: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

94

manusia, berkata, bahwa faktor-faktor lain pula menentukan tindakan

manusia dan faktor yang dikatakan kuat itulah yang menang.

Memang keputusan manusia yang merupakan tindakan seperti ini

merupakan kejadian yang amat penting akan tetapi hal ini tak berarti

bahwa badan atau materi itu tidak penting.”74

Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa manusia mempunyai

hak dan kebebasan dalam kehidupannya untuk menuju ke arah yang lebih

baik yang diingininya. Begitu pula halnya kebebasan dalam beragama.

Berdasarkan informasi dan pedoman dari Al-Qur‟an bahwa manusia itu

bebas untuk memilih kepercayaan sesuai keyakinannya karena tidak ada

paksaan untuk memeluk suatu agama. Seperti yang terdapat dalam al-

Qur‟an, al-Baqarah (2: 256):

يي ٱإكراه في ل شد ٱقد تبيي لد غىت ٱفوي يكفر ب لغي ٱهي لر لط

ٱويؤهي ب ٱلها و فصام ٱل لىثقى ٱ لعروة ٱب ستوسك ٱفقد لل سويع لل

٢٥٩علين

Artinya: Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam);

Sesungguhnya Telah jelas jalan yang benar daripada

jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar

kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, Maka

Sesungguhnya ia Telah berpegang kepada buhul tali yang

74M. Rasyidi, Filsafat AgamaI, (Jakarta: Bulan Bintang, 1983) h. 211

Page 103: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

95

amat Kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha

mendengar lagi Maha Mengetahui

Lebih lanjut Rasyidi mengatakan bahwa:

Kemerdekaan itu tak akan berarti kecuali kalau kita memandangnya

dengan kacamata yang dipengaruhi oleh wujud dan watak Tuhan.

Kita merdeka, dan kemerdekaan kita itu merupakan suatu

pengambilan dari sifat Tuhan; walaupun manusia merdeka

sebagaimana Tuhan merdeka, tetapi kemerdekaan manusia tak dapat

membuat orang lain yang merdeka. ... Hanya Allah Yang Maha Esa

dan Kuasa saja yang membuat manusia merdeka, merasa dalam diri

kita sendiri pengaruhnya kemauan yang dapat mengatur hal-hal yang

kecill yang di bawah kekuasaan kita.75

Dari kutipan di atas dapat dipahami, bahwa Rasyidi hendak

menjelaskan bahwa manusia memang memiliki kebebasan, akan tetapi

kebebasan manusia diperoleh atas kehendak Tuhan. Artinya kebebasan

manusia dikendalikan oleh Tuhan. Pemikiran Rasyidi tentang kebebasan

manusia ini cenderung pada pendapat yang diajarkan oleh kaum Asy‟ariyah.

Asy‟ariyah menggambarkan hubungan perbuatan dengan kemauan

dan kekuasaan mutlak Tuhan al-Asy‟ari memakai istilah al-kasb (acquisition,

75

Page 104: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

96

perolehan). Al-Asy‟ari membedakan antara khaliq dan kasb. Menurutnya,

Allah adalah pencipta (khaliq) perbuatan manusia, sedangkan manusia

sendiri yang mengupayakannya (muktasib). Hanya Allah-lah yang mampu

menciptakan segala sesuatu (termasuk keinginan manusia).

Dalam teori kasb, untuk terwujudnya suatu perbuatan dalam

perbuatan manusia, terdapat dua perbuatan,yaitu perbuatan Tuhan dan

perbuatan manusia. Perbuatan manusia pada hakekatnya terjadi dengan

perantaraannya daya Tuhan, tetapi manusia dalam pada itu tidak kehilangan

sifat sebagai pembuat.76

Dalam paham al-Asy'ari, perbuatan-perbuatan manusia adalah

diciptakan Tuhan. Dan tidak ada pembuat (agen) bagi kasb kecuali Allah.

Dengan perkataan lain, yang mewujudkan kasb atau perbuatan manusia,

menurut al-Asy'ari, sebenarnya adalah Tuhan sendiri.

Berangkat dari uraian tersebut diatas dapat dinyatakan bahwa

kebebasan manusia menurut Rasyidi tetap tidak terlepas dari perantara

/kehendak Tuhan.

c. Kekuasaan Mutlak Tuhan

Sebagaimana penjelasan sebelumnya bahwa Rasyidi dalam teologi

lebih cenderung pada pemikiran mazhab Asy‟ariyah maka tentunya juga

memiliki kesamaan dalam pemikiran tentang kekuasaan mutlak Tuhan.

Prinsip ke-Maha Kuasaan Tuhan, Al-Asy‟ary berpendirian bahwa manusia tidak

memiliki kehendak dan daya untuk melakukan sebuah pekerjaan. Apa yang

dikerjakan manusia adalah merupakah kehendak dan ciptaan Tuhan. Tidak ada

76

Hamzah Harun, Trend moderasi Asy’ariyah di Bidang ketuhanan, h. 35-36.

Page 105: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

97

seorangpun yang mampu melakukan suatu perbuatan sebelum perbuatan itu

dikehendaki dan dicipta oleh Tuhan. Semua yang terjadi dialam ini atas

kehendak dan ketetapan Tuhan.77

Rasyidi menggambarkan tentang kekuasaan mutlak Tuhan bahwa:

Sesungguhnya anggapan bahwa Tuhan itu Maha Kuasa timbul dari

pada perasaan bahwa kita manusia itu mempunyai rasa kemerdekaan

dan kalau kita yang terbatas ini mempunyai kemerdekaan tentu

Tuhan yang tak terbatas mempunyai kemerdekaan yang penuh untuk

menjalankan hal-hal yang dikehendaki. Akan tetapi kita harus insaf

bahwa kemerdekaan tuhan lain dari pada kemerdekaan manusia.

Kemerdekaan Tuhan bukan untuk memilih dua hal; kemerdekaan

Tuhan berarti tidak ada sebab selain dirinya sendiri yang mendorong

untuk bertindak dan tak ada segala sesuatu di luar dirinya yang dapat

menghalangi kemauan-Nya.78

Dari kutipan diatas terlihat bahwa menurut Rasyidi Tuhan memiliki

kekuasaan dan kehendak mutlak terhadap perbuatan manusia dan segala

sesuatu yang terjadi dialam semesta. Pendapat Rasyidi ini sejalan dengan apa

yang Firman Allah dalam QS. al-Insan/76:30:

أى يشاء وها تشاءوى إل ٣٣ ... ٱلل

Artinya: Kamu tidak menghendaki kecuali Allah menghendaki"

77

Fathul Mufid, Menimbang Pokok-pokok Pemikiran Teologi Imam al-

Asy’ari dan Al-Maturidi, Jurnal Fikrah, Vol. I, No. 2, Juli-Desember 2013.

78 M. Rasyidi, Filsafat Agama, h. 188

Page 106: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

98

Dan QS. 85:16:

ال لوا يريد ٧٩فع

Artinya: Maha Kuasa berbuat apa yang dikehendaki-Nya

Ayat tersebut dapat dipahami bahwa Tuhan adalah pencipta yang

berkuasa mutlak atas ciptaanNya. Tuhan menghendaki segala apa yang

mungkin dikehendaki. Tidak satupun di alam ini terwujud lepas dari

kekuasaan dan kehendak Tuhan. Jika Tuhan menghendaki sesuatu, ia pasti

ada, dan jika Allah tidak menghendakinya niscaya ia tiada. Tuhan sebagai

pemilik atas ciptaannya berkuasa secara absolut, tanpa terikat kepada norma

dan batasan-batasan hukum, sebab tak ada zat lain yang mengaturNya,

memerintah dan melarangNya. Semua perbuatan Tuhan adalah adil sesuai

dengan kekuasaan mutlakNya.

3. Pengaruh dan Gagasan M. Rasyidi dalam pemikiran Islam di

Indonesia

Rasyidi sebagai seorang intelektual muslim yang telah

menyelamatkan dari ajaran-ajaran yang dianggapnya datang dari luar Islam.

Dia juga dikenal sebagai seorang pengkritik yang tajam, karena analisa

masalahnya yang tajam dan mendasar dia tidak segan-segan mengkritik

seorang yang dianggapnya telah salah dalam berpikir, dan ia juga telah ikut

Page 107: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

99

membangkitkan pembaharuan pemikiran Islam dan mempertajam daya nalar

sarjana muslim Indonesia.79

Pemikiran Islam Rasyidi dapat di telusuri dari kritikan-kritikan yang

dialamatkan kepada Harun Nasution dan Nurcholis Madjid, dalam hal ini,

penulis menelusuri pemikiran Rasyidi dalam kritikannya terhadap Harun

nasution.

Dalam menyikapi karya Harun Nasution tentang Islam ditinjau dari

berbagai aspeknya, Rasyidi menolak keberadaan rekomendasi yang

diberikan DEPAG untuk menajdikan karya Harun tersebut salah satu

referensi penting bagi seluruh mahasiswa di IAIN. Buku ini mulai

disebarkan secara luas setelah hasil rapat rektor IAIN se-Indonesia pada

Agustus 1973 di Ciumbuluit, Bandung. Yang kemudian Departemen Agama

menjadikannya sebagai buku wajib mahasiswa IAIN. Namun penolakan

Rasyidi tidak digubris oleh Departemen Agama.

Pada mulanya, Rasyidi berinisiatif melakukan koreksi terhadap

berbagai pemikiran ke-Islaman yang ditulis oleh Harun, yakni diawali karena

banyaknya pengaduan dari mahasiswa dan dosen tentang perkuliahan yang

diajarkan oleh Harun Nasution tentang pemikiran-pemikirannya yang ditulis

dalam bukunya. Setelah membuktikan dengan membaca buku Harun

tersebut, Rasyidi semakin yakin bahwa berbagai pemikiran yang ditulis

dalam buku tersebut penuh dengan pengaruh pemikiran orientalis yang

membahayakan. Maka dari itu perlu adanya beberapa koreksi.80

79

Romdoni Muslim, 72 Tokoh Muslim Indonesia (Pola Pikir Gagasan Kiprah dan

Falsafah), (Jakarta : Restu Ilahi, 2005), hal. 103 80

Said Agil Husin Al-Munawar dkk, Teologi Islam Rasional : Apresiasi Terhadap

Wacana dan Praksis Harun Nasution (Ciputat : Ciputat Press, 2001), 18-22. Baca Rasyidi,

Page 108: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

100

M. Rasyidi kemudian memberikan peringatan kepada Departemen

Agama sekaligus menunjukkan bahwa gambaran Harun tentang Islam itu

sangat berbahaya.Menurut Rasyidi, cara penyajian dalam buku ini adalah

cara pengarang Barat yang dalam fikiran mereka menyimpan suatu perasaan

bahwa semua agama itu pada dasarnya sama dan merupakan gejala sosial

yang dapat ditemukan pada tiap-tiap kelompok manusia. Penganjur

kelompok ini adalah sarjana Prancis yang bernama Emile Durkheim (1858-

1917). Namun Rasyidi gagal meminta perhatian Menteri Agama ( ketika itu

Mukti Ali) agar mengambil tindakan terhadap buku tersebut. Mengetahui

peringatannya tidak digubris, H.M Rasyidi, menulis koreksinya dalam

sebuah buku. Ia menerbitkan koreksi tersebut pada tahun 1977. Dan segera

saja mendapat sambutan antusias dari umat Islam. Prof. Rasyidi dianggap

sebagai pembela Islam oleh kaum Muslim mayoritas di Indonesia.81

Dalam konteks perkembangan peta pemikiran Islam di Indonesia,

sosok kehadiran Rasyidi dapat kita tempatkan. Suatu bentuk pemikiran yang

Koreksi Terhadap Dr.Harun Nasution Tentang Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspek (Jakarta

: Bulan Bintang, 1977), Cet.Ke-1, h. 7-150. 81

Contoh koreksi H.M Rasyidi ialah saat Harun mengatakan bahwa pemikiran-

pemikiran Muktazilah mulai ditimbulkan kembali oleh pemuka-pemuka pembaharuan dalam

Islam periode abad kesembilan belas masehi, terutama Jamaluddin Al Afghani, Muhammad

Abduh dan Ahmad Khan di India. Di abad dua puluh ini, penonjolan pemikiran-pemikiran

Muktazilah diteruskan oleh pengikut-pengikut Muhammad Abduh di Mesir dan pengikut-

pengikut Ahmad Khan di India dan Pakistan. Menanggapi pernyataan tersebut, H.M Rasyidi

memberikan koreksi bahwa Jamaluddin Al Afghani atau Muhammad Abduh tidak pernah

mengatakan mereka itu kaum Muktazilah yang baru muncul kembali. Mereka adalah orang-

orang yang ingin membangkitkan umat Islam dari keterlambatan dan kebodohannya agar

mereka dapat mempertahankan diri dari imperialisme Barat. Sebenarnya, Harun dan Rasyidi

adalah kolega akrab. Keduanya adalah sahabat lama. Dalam biografi kedua tokoh ini, kisah

persahabatan mereka juga digambarkan. Ketika itulah dia membantu Harun Nasution untuk

melanjutkan kuliahnya McGill. Supandi “Membaca Ulang Pemikiran dan Pembaruan Islam

Harun Nasution”, Dinika, 107-108.

Page 109: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

101

intelektualistik tetapi relatif doktriner serta tidak terlalu bergairah untuk

mendialogkan pemikiran-pemikirannya dengan pemikiran luar Islam. Atau

dalam pengertian yang lebih sederhana, suatu pemikiran Islam yang

cenderung mempertahankan kemurnian ajaran yang dianggapnya telah

benar.82

Islam sebagai agama yang utuh, mengandung konsep yang

menyeluruh terhadap semua aspek kehidupan manusia dalam

mencapai hakikat dan tujuan hidupnya. Dorongan dan upaya untuk

mengimplementasikan ajaran- ajaran Al-Quran yang terkandung dalam Al-

Quran dan hadis tidak dapat dilepaskan dari perkembangan dan kemajuan

zaman. Sebagaimana diketahui setiap tindakan perilaku serta pola pikir

seseorang tidak luput dari pengaruh lingkungan, baik lingkungan keluarga

secara mikro maupun lingkungan tempat tinggal dan pendidikan secara

Makro.

Demikian juga halnya dengan Rasyidi sebagai seorang intelektual

muslim yang telah menyelamatkan dari ajaran-ajaran yang dianggapnya

datang dari luar Islam. sebagai seorang pengkritik yang tajam, karena analisa

masalahnya yang tajam dan mendasar dia tidak segan-segan mengkritik

seorang yang dianggapnya telah salah dalam berpikir, dan ia juga telah ikut

membangkitkan pembaharuan pemikiran Islam dan mempertajam daya nalar

sarjana muslim Indonesia.83

82 Fachry Ali, Pak Rasyidi dan Perkembangan Pemikiran Islam dalam

Penyunting Endang Basri Ananda, 70 Tahun Prof. Dr. H.M. Rasyidi, Jakarta: Harian

Umum Pelita, h. 230.

83

Romdoni Muslim, 72 Tokoh Muslim Indonesia ( Pola Pikir Gagasan Kiprah dan

Falsafah), (Jakarta: Restu Ilahi, 2005), h. 103.

Page 110: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

102

Dunia Islam berhadapan dengan perkembangan dan kemajuan Barat

terutama dalam bidang pengetahuan dan tekhnologi. Dunia Islam tentu tidak

lepas dari sentuhan kemajuan Barat yang sangat menakjubkan baik dibidang

pengetahuan, teknologi dan filsafat, disinilah menurut Rasyidi letak

persoalan modernisme. Rasyidi mengoreksi Harun Nasution bahwa “umat

Islam mundur, karena agama Islam merupakan penghambat bagi kemajuan,

bukan karena agama Islam, tetapi karena umat Islam terikat pada tradisi

nenek moyang. Dalam tiap masyarakat tradisi memang merupakan

penghambat besar bagi tiap usaha-usaha modernisasi, apalagi kalau tradisi

itu dianggap mempunyai sifat sakral.” 84

Titik tolak pendapat Harun ini

adalah bahwa Islam itu ada, suatu fakta yang nyata dalam dunia ini. Kalau

kita menafsirkannya menurut kebutuhan sekarang, kita akan mendapat

kemajuan. Tetapi kalau kita terikat dengan faham dahulu yang kita anggap

sakral, kita tetap akan terbelakang.85

Menurut Rasyidi “seharusnya Harun tidak memberikan pernyataan

menyudutkan keadaan umat Islam yang ada di Indonesia, akan tetapi

menyampaikan pemikiran bahwa umat Islam hanya dapat maju dan kuat jika

melakukan ajaran-ajaran yang terdapat dalam Al-Qur‟an dan Hadis. Al-

Qur‟an menyuruh kita berpiki, maka ilmu pengetahuan harus dipelajari oleh

umat Islam.”86

Rasyidi menyatakan bahwa Islam adalah pegangan bagi umat

manusia. Kita umat Islam sedunia bukan berkewajiban memberi tafsiran baru

84M. Rasyidi, Koreksi terhadap Dr. Harun Nasution tentang Islam Ditinjau dari

Berbagai Aspeknya, (Jakarta: Bulan Bintang), h. 146.

85

M. Rasyidi, Koreksi terhadap Dr. Harun Nasution, h. 146.

86

M. Rasyidi, Koreksi terhadap Dr. Harun Nasution, h. 147.

Page 111: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

103

dan memahami dalam konteks keadaan sekarang. Ada perbedaan besar

antara memberi tafsiran baru dan memahami dalam konteks keadaan

sekarang. Kalau memberikan tafsiran baru berarti bahwa kita harus

menyesuaikan diri dengan keadaan baru dan mencari dasar penyesuaian itu

dalam Al-Qur‟an dan Hadis. Kalau kita memahami Al-Qur‟an dalam konteks

keadaan sekarang ini berarti bahwa tidak semua yang terjadi dalam kemajuan

kehidupan dunia ini sesuai dengan Islam. Adat istiadat –kebiasaan- secara

Islam yang diberikan oleh Rasulullah memang ada sifat sakralnya, tetapi

justru di situlah terletak kekuatan Islam. Harun Nasution selalu

menggambarkan rasa kagumnya kepada Kebudayaan Barat seakan-akan

segala yang ada di Barat itu bersifat mutlak. Fikiran manusiapun dianggap

mutlak. padahal menurut Rasyidi orang Barat sedang bingung mencari

pegangan baru.87

Dengan demikian dapat dipahami bahwa menurut Rasyidi pemikiran

dalam Islam itu bukan berarti harus mengikuti modernisasi yang

didengungkan oleh dunia Barat, akan tetapi Umat Islam diserukan untuk

mempelajari ilmu pengetahuan seluas-luasnya dengan tetap berpedoman

pada Al-Qur‟an dan Hadis untuk mencapai kemajuan yang disebut dengan

modrenisasi tersenbut. Mengikuti perkembangan modrenisasi/pembaharuan

pemikiran dalam Islam bukan berarti ajaran yang terkandung dalam Al-

Qur‟an dan Hadis harus disesuaikan dengan kemajuaan modernisasi, akan

tetapi pembaharuan Islam dalam modernisasi harus tetap sesuai dengan

Islam.

87M. Rasyidi, Koreksi terhadap Dr. Harun Nasution, h. 147.

Page 112: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

104

Ketegasan Rasyidi dalam mempertahankan kemurnian ajaran Islam

yang berkaitan dengan perkembangan pembaharuan pemikiran Islam di

Indonesia juga dialamatkan pada Nurcholis Madjid atas pemikirannya

tentang konsep iman. Rasyidi menolak faham Cak Nur yang menganggap

akal itu mutlak dalam bidang-bidang kehidupan dunia. Hal ini beliau

bandingkan dengan kemutlakan fikiran pada filsafat Yunani yang dimulai

dari Socrates kemudian pada zaman pertengahan ketika Gereja Katolik

berkuasa pada abad 13. Bahwa yang perlu adalah iman bukan fikiran sebagai

semboyan pada zaman pertengahan “ Credo Ut Intelligam” yang artinya aku

percaya agar aku dapat mengerti, bukan aku mengerti, maka aku percaya.88

Deskripsi iman yang diberikan Nurcholis Madjid, yakni “percaya dan

menaruh kepercayaan kepada Tuhan. Dan sikap apresiatif kepada Tuhan

merupakan inti pengalaman keagamaan seseorang. Sikap ini disebut takwa.

Takwa diperkuat dengan kontak yang kontinu dengan Tuhan. Apresiasi

ketuhanan menumbuhkan kesadaran ketuhanan yang menyeluruh, sehingga

menumbuhkan keadaan bersatunya hamba dengan Tuhan.89

Menanggapi pernyataan di atas Rasyidi mengatakan bahwa iman

bukan sekedar menuju bersatunya manusia dengan Tuhan, tetapi dapat

dilihat dalam dimensi konsekuensial atau hubungan dengan manusia dengan

manusia, yakni hidup dalam masyarakat. Bersatunya seseorang dengan

Tuhan tidak merupakan aspek yang mudah dicapai, mungkin hanya

seseorang saja dari sejuta orang. Jadi, yang terpenting dari aspek penyatuan

88 Rasyidi, Sekulerisasi Dalam Persoalan Lagi, Suatu Koreksi atas tulisan Drs.

Nurcholish Madjid tentang Sekulerisasi, (Jakarta : Yayasan Bangkit, 1972), h. 34.

89

M. Rasyidi, Koreksi terhadap DR. Nurcholish Madjid tentang Sekularisasi,

(Jakarta:Bulan Bintang,1997), h. 61.

Page 113: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

105

itu adalah kepercayaan, ibadah dan kemasyarakatan.90

Hal ini berarti bahwa

konsep iman merupakan hubungan manusia dengan Tuhan dan hubungan

manusia dengan manusia harus berjalan seimbang, karena manusia tidak

dapat melepaskan diri dari kehidupan sesama manusia. Setiap manusia akan

berinteraksi dengan sesamanya seiring dengan berkembangan dan kemajuan

zaman, baik ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat dan mistisisme tidak

terkecuali Islam itu sendiri.

Selanjutnya Rasyidi juga menolak keras pendapat Nurcholish Madjid

tentang sekularisasi. Nurcholish menyatakan bahwa sekularisasi di satu

kontek dapat bernilai lain pada konteks yang lain. Misalnya berperang

mempertahankan diri hukumnya wajib padahal dalam peperangan itu terjadi

bunuh-membunuh, sedang membunuh dalam konteks yang lain adalah

haram. Sebagai kelanjutan dari teorinya itu ia mengatakan bahwa

sekularisasi yang menjurus kepada sekularisme memang dilarang, sebab

menghapus dan meniadakan Tuhan. Tetapi sekularisasi yang tidak menjurus

kesana tidak dilarangbahkan disuruh, seperti ajaran tauhid adalah pangkal

tolak sekularisasi secara besar-besaran, sebab yang diimankan sebagai Tuhan

hanya Allah saja. Selain Dia adalah alam, makhluk yang dapat dan bahkan

harus dimengerti dan diteliti serta diperkembangkan oleh manusia sendiri

dengan menggunakan akal atau intelek yang dianugerahkan Allah

kepadanya. Akal dan kecerdasan serta kemampuan itu merupakan amanah

90M.Rasyidi, Koreksi terhadap DR. Nurcholish Madjid tentang Sekularisasi, h. 61.

Page 114: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

106

Allah kepada manusia, dan manusia diangkat sebagai Khalifah Allah di bumi

sebagai mandataris untuk memakmurkan dunia.91

Bagi Rasyidi sekularisasi tidak mungkin dipisahkan dari sekularisme,

menurut sejarah dan arti yang sebenar-benarnya. Disamping itu Rasyidi juga

menolak teori Nurcholis tentang manusia sebagai Khalifah Allah yang

diartikan sebagai mandataris, yakni manusia sebagai Khalifah Allah telah

diberi wewenang Allah untuk mengelola dan mengembangkan kehidupan

dunia ini dengan akal, kecerdasan dan kemampuannya dengan bimbingan

Allah dalam garis besar sedang kebijaksanaan detailnya terserah kepada

manusia itu sendiri.92

Padahal, menurut Rasyidi, konsepsi manusia yang jelas menurut al-

Qur‟an ialah hamba Allah, dan itu telah menjadi pendirian umumnya uamt

Islam. Sedang terhadap Nabi Muhammad s.a.w. yang menerimah wahyu-Nya

dan diutus sebagai Rasul_Nya, Allah tidak pernah memanggila dia

“Khalifah-Ku”, bahkan dalam surah Isra‟ ayat pertama Allah menyebut

Rasul-Nya sebagai “hamba-Nya”. Lebih dari 250 kali dalam Al-Qur‟an

Allah memanggil manusia dengan “hamba-hamba-Ku”. Dengan istilah

manusia sebagai hamba Allah terkandung pengertian bahwa manusia harus

mengabdi, menyembah dan memohon pertolongan hanya kepada Allah.93

91Djarnawi Hadikusuma, Prof. Rasyidi, Pengritik Tajam, dalam Penyunting

Endang Basri Ananda, 70 Tahun Prof. Dr. H.M. Rasyidi, Jakarta: Harian Umum Pelita, h.

140, lihat juga, M. Rasyidi, Koreksi terhadapa Drs. Nurcholis Madjid tenatng Sekularisasi,

Jakarta: Bualan Bintang, h. 32.

92

Djarnawi Hadikusuma, Prof. Rasyidi, Pengritik Tajam, h. 141.

93

dalam Penyunting Endang Basri Ananda, h. 14, lihat juga M. Rasyidi, Koreksi

terhadapa Drs. Nurcholis Madjid tenatng Sekularisasi, Jakarta: Bualan Bintang, h. 32.

Page 115: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

107

Selain sebagai penulis dan pengkritik, Rasyidi juga sebagai

penterjemah karya para sarjana Barat, diantara buku terjemahannya itu

adalah bible, Qur’an dan Sains Modren karya Maurice Bucaille,

Humanisme dalam Islam karya Marcel A. Boisard, dan Janji-janji Islam

terjemahan dari Promesses de l’Islam karya Roger Garaudy. Dalam ketiga

buku itu diuraikan penilaian ilmiah terhadap Islam yang amat positif oleh

ketiga sarjana Prancis tersebut. Tidak seperti kebanyakan sarjana Barat

tempo dulu yang selalu mencela, mengganggap palsu kewahyuan Qur‟an dan

kerasulan Muhammad s.a.w., dan menilai hukum Islam sebagai hukum yang

tajam. Kesegaran penilaian sarjana Barat terhadap Islam itulah yang agaknya

oleh Rasyidi digambarkan kepada umat Islam Indonesia –terutama angkatan

mudanya- agar supaya mereka bertambah yakin akan kebenaran agama

Islam, rasionalitas ajarannya, dan terutama sebagai pendorong agar mereka

meningkatkan himmahnya untuk menambah ilmu. Rasyidi mengekspresikan

pandangan-pandangannya lewat pemikir-pemikir Barat, tapi tidak lupa

membuat catatan-catatan kaki yang sifatnya mengoreksi pandangan-

pandangan atau interpretasi-interpretasi yang dianggapnya keliru.94

94 M. Dawam Rahardjo, Sedikit tentang Sejarah Intelektual dan Peranan Kaum

Terpelajar Muslim, dalam Penyunting Endang Basri Ananda, 70 Tahun Prof. Dr. H.M.

Rasyidi, Jakarta: Harian Umum Pelita, h. 208-209.

Page 116: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

108

Page 117: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

109

BAB IV

CORAK PEMIKIRAN HARUN NASUTION DAN M. RASYIDI

DALAM PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL

DI INDONESIA

A. Teologi

Dalam aspek teologi, Harun menawarkan gagasan teologi rasional.1

Harun berkeyakinan bahwa jika hendak memperbaiki kondisi umat Islam,

yang mendesak dilakukan adalah membuang teologi fatalistik menuju teologi

yang berwatak rasional serta mandiri. Titik tolak pemikiran Harun Nasution

adalah pemikiran Mu’tazilah. Menurut harun bahwa:

―madzhab berfikir rasionalis sebagaimana mu’tazilah adalah solusi.

Oleh karenanya, menggeser teologi fatalis Asy’ariyah oleh teologi

rasional Mu’tazilah tidak bisa dielakan ketika ingin melakukan

pembaharuan pemikiran ke-Islaman dengan tetap harus menyadari

bahwa dalam ajaran Islam terdapat berbagai ajaran yang bersifat

mutlak, yakni tidak dapat dirubah (absolut).‖2

1Harun Nasution merupakan pemikir muslim rasional Indonesia yang memberiakan

pengaruh besar dalam khazanah pemikiran Islam di Indonesia. Dengan kemampuan

intelektualnya, Harun berusaha agar teologi yang sebelumnya dianggap sebagai ilmu

langit dapat dibumikan dan diaktualisasikan dalam kehidupan sosial. Harun Nasution

memandang teologi rasional sesuai untuk masyarakat modern karena memiliki

konsekuensi erat dengan perbuatan manusia dalam hidup keseharian yang mencakup

aspek pendidikan, politik, budaya dan sosial kemasyarakatan.Muhammad Arifin, ―Relevansi

dan Aktualisasi Teologi Dalam Kehidupan Sosial Menurut Harun Nasution‖, Substantia,

Vol 16, No1(2014), 101. 2Sementara itu, ajaran Islam yang dapat diperbaharui hanyalah ajaran yang tidak

bersifat mutlak, Harun menambahkan bahwa upaya pembaharuan dapat dilakukan terkait

interpretasi (penafsiran) dalam aspek teologi, hukum, politik dan lain. sebagainyaHarun

Nasution, Islam ditinjau Dari Berbagai Aspeknya (Jakarta : UI Press, 1985), 93-94. Harun

mengemukakan bahwa jika ingin melakukan pemmbaharuan pemikiran ke-Islaman, terlebih

Page 118: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

110

Dari kutipan diatas dapat dipahami bahwa menurut Harun, untuk

membangun kemajuan peradaban bangsa Indonesia dalam kondisi

perkembangan zaman yang senantiasa dinamis, umat Islam di Indonesia

perlu menggeser falsafat hidup Asy’ariyah yang mempunyai corak

tradisional dengan teologi atau falsafat hidup Muktazilah yang lebih banyak

mempunyai corak rasionalis. Harun sangat gigih memperjuangkan teologi

rasional dan menentang keras teologi ortodok yang mencengkram kebebasan

akal untuk berfikir. Keseluruhan pemikirannya dibangun untuk

mengokohkan gagasannya bahwa penyebab mundurnya umat Islam,

khususnya di Indonesia adalah akibat mereka memegangi teologi tradisional.

Secara umum, pemikiran Harun tentang teologi rasional maksudnya

adalah bahwa kita harus mempergunakan rasio kita dalam menyikapi

masalah. Namun bukan berarti menyepelekan wahyu. Karena menurutnya, di

dalam Al-Qur’an hanya memuat sebagian kecil ayat ketentuan-ketentuan

tentang iman, ibadah, hidup bermasyarakat, serta hal-hal mengenai ilmu

pengetahuan dan fenomena natur. Menurutnya, di dalam Al-Qur’an ada dua

bentuk kandungan yaitu qath’iy al dalalah dan zhanniy al-dalalah. Qath’iy

al dalalah adalah kandungan yang sudah jelas sehingga tidak lagi dibutuhkan

interpretasi. Zhanniy al-dalalah adalah kandungan di dalam Al-Qur’an yang

masih belum jelas sehingga menimbulkan interpretasi yang berlainan.

Disinilah dibutuhkan akal yang dapat berpikir tentang semua hal tersebut.

Dalam hal ini, keabsolutaan wahyu sering dipertentangkan dengan

kerelatifan akal.

dahulu kita membedakan antara ajaran yang bersifat qat’i dan dhanni.Baca Nurhidayat Muh

Said, Pembaharuan Pemikiran Islam Di Indonesia : Studi Pemikiran Harun Nasution, h. 4.

Page 119: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

111

Dengan demikian gagasan teologi rasional Harun yang identik

dengan teologi Mu’tazilah sebagaimana dijelaskan sebelumnya, dapat

dikatakan memiliki relevansi dengan teologi rasional, yakni teologi rasional

dikenal dengan penggunaan akal secara bebas, yaitu dengan menggunakan

rasional dalam memahami Islam. Pemahaman dalam teologi rasional berarti

aliran teologi yang mengandalkan kekuatan akal atau rasio karena akal

mempunyai daya yang kuat serta dapat memberikan interpretasi secara

rasional terhadap teks-teks, ayat-ayat Alquran dan hadis. Hal ini sejalan

dengan pengertian rasional yakni rasionalisasi.3

Selanjutnya, Dalam banyak ceramahnya, Harun selalu menekankan

agar kaum Muslim Indonesia berpikir secara rasional. Harun mengemukakan

bahwa ketika ingin melakukan pembaharuan pemikiran ke-Islaman, kita

harus menyadari bahwa dalam ajaran Islam terdapat berbagai ajaran yang

bersifat mutlak, yakni tidak dapat dirubah (absolut). Oleh karena itu, ajaran

Islam yang dapat diperbaharui hanyalah ajaran yang tidak bersifat mutlak.

Harun menambahkan bahwa upaya pembaharuan dapat dilakukan terkait

interpretasi (penafsiran) dalam aspek teologi, hukum, politik dan lain

sebagainya.4

Deliar Noer mencatat perbedaan metodologi Harun dengan sarjana

dan pemikir yang terlibat pada masa pergerakan, yakni mereka pada

umumnya lebih ideologis sedangkan Harun lebih terbuka. Salah satu metode

Harun yang nampak adalah merubah cara mengajar mahasiswa. Bila yang

lain menggunakan metode ceramah, ia mengganti dengan presentasi.

3 Nurcholis Madjid, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan (Bandung: Mizan,

1993), h. 183 4Harun Nasution, Islam ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta : UI Press,

1985), h. 93-94.

Page 120: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

112

Mahasiswa juga diperintahkan menulis makalah untuk melatih berfikir

sistematis. Di samping itu, mahasiswa juga diberi kebebasan berfikir

sekaligus kesempatan untuk menganalisis persoalan-persoalan yang dibahas

secara leluasa.5

Pada tataran pendidikan, Harun berusaha mengorientasikan

pendidikan agama yang terbuka (inklusif). Baginya, pluralitas beragama di

Indonesia merupakan sebuah keniscayaan. Semenjak kesadaran ini muncul,

Harun beserta Mukti Ali, Nurcholis Madjid dan lain-lain gencar menggagas

dialog antar agama. Menurut Azra, pada saat Harun memimpin IAIN Jakarta,

ia menjadikan lembaga ini berada pada garis depan gerakan pembaruan di

IAIN secara keseluruhan. Harun bercita-cita menjadikan IAIN Jakarta

sebagai pusat modernisasi umat Islam. Langkah konkrit yang dilakukannya

adalah merekonstruksi kurikulum IAIN secara menyeluruh.6

Dengan

demikian pemikiran teologi Harun Nasution bercorak rasional yang

cenderung dengan konsep teologi rasional mu’tazilah.

Sedangkan M. Rasyidi dalam bidang teologi, Rasyidi berusaha kuat

mempertahankan teologi Asy’ariyah, sebagaimana pembelannya terhadap

Harun yang meyatakan bahwa untuk membangun kemajuan peradaban

bangsa Indonesia dalam kondisi perkembangan zaman yang senantiasa

dinamis, umat Islam di Indonesia perlu menggeser teologi hidup Asy’ariyah

yang bercorak tradisional dengan teologi hidup Muktazilah yang bercorak

rasionalis. Oleh karenanya, yang terpenting dalam pembangunan teologi

5

Muhammad Husnol Hidayat, Harun Nasution dan Pembaharuan Pemikiran

Pendidikann Islam di Indonesia, Tadrîs, h.31-32. 6Supandi, Membaca Ulang Pemikiran dan Pembaruan Islam Harun Nasution, h.

105.

Page 121: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

113

agama, yakni upaya mengubah sikap mental tradisional menjadi sikap mental

rasional.7

Menurut M. Rasyidi, tidak perlu menghidupkan kembali teologi

Mu’tazilah bagi umat Islam di Indonesia sebagaimana yang dianjurkan oleh

Harun dengan menggunakan istilah teologi rasional. Teologi Asy’ariyah

merupakan teologi yang telah melebur dengan tradisi dan budaya lokal umat

Islam Indonesia, sehingga jika hal ini digeser kearah rasional Mu’tazilah

maka dampaknya akan membingungkan pemikiran kaum terpelajar yang

sebelumnya telah tertanam mazhab Asy’ariyah, hal ini sangat membayakan

bagi pemikiran umat Islam Indonesia.

Usaha yang dilakukan Rasyidi dalam mempertahankan teologi

Asy’ariyah bertujuan untuk menjaga aqiah umat Islam di Indonesia agar

tidak tergoyahkan, baik dalam segi pemikiran maupun keimanan. Menurut

Rasyidi merasionalkan umat pemikiran umat Islam bukan berarti harus

mengganti teologi yang telah ada akan tetapi sebaiknya mewarnai teologi

tersebut dengan pemikiran rasional dalam bentuk lain yang lebih netral,

sehingga dapat diterima oleh setiap kalangan umat Islam di Indonesia baik

kaum awam maupun kaum intelektual Islam. Teologi Asy’ariyah yang telah

melebur dalam tradisi umat Islam di Indonesia tidak dapat digantikan begitu

saja.

Pendapat Rasyidi yang demikian tersebut memiliki relevansi dengan

karakteristik pemikiran Islam tradisional. Teologi tradisional merupakan

salah satu corak paham keIslaman yang telah membudaya atau hal ini sudah

menjadi kebiasaan dan melekat pada sebuah kelompok tertentu yang

7Harun Nasution, Islam Rasional Gagasan dan Pemikiran, (Bandung: Mizan, 1996)

Cet.IV, h. 139-146.

Page 122: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

114

menganggap bahwa paham yang di anutnya merupakan paham yang paling

benar diantara paham-paham yang lainnya. Teologi tradisional berarti

mengambil sikap terikat, tidak hanya kepada dogma yang jelas dan tegas di

dalam Alquran dan Hadist, tetap juga pada ayat-ayat yang mempunyai

zhanni, yaitu ayat-ayat yang mempunyai arti harfiah dari teks-teks ayat

Alquran dan kurang menggunakan logika.8Tradisional merupakan terma

untuk sesuatu yang irrational, pandangan dunia yang tidak ilmiah, lawan

dari segala bentuk kemodernan.Tradisionalisme dianggap sebagai aliran

yang berpegang teguh pada fundamen Agama melalui penafsiran terhadap

kitab suci Agama secara rigid dan literalis.9

Dengan demikian pemikiran teologi Rasyidi bercorak tradisional,

yaitu yang menempatkan segala persoalan berdasarkan teks wahyu, dengan

mazhab teologi Asy’ariyah dan identik dengan pemikiran Muhammadiyah.

B. Metodologi

Dalam ajaran agama yang diwahyukan ada dua jalan untuk

memperoleh pengetahuan, pertama dengan jalan wahyu, dalam arti

komunikasi dari Tuhan kepada manusia, dan kedua jalan akal, yang

dianugerahkan Tuhan kepada manusia, dengan memakai kesan-kesan yang

diperoleh pancaindera sebagai bahan pemikiran untuk sampai kepada

kesimpulan. Pengetahuan yang dibawa wahyu diyakini bersifat absolut dan

8 Al-Munawwar, Ahmad Warson, Kamus Arab Indonesia (Yogyakarta: Pustaka

Progresif, 1984), h. 716.

9 Fundamentalis‖, dalam The Oxford English Dictionary, 1988.

Page 123: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

115

mutlak benar, sedang pengetahuan yang diperoleh melalui akal bersifat

relatif, mungkin benar dan mungkin salah.10

Jika dilihat dari pemikiran teologi Harun yang cenderung pada

teologi Mu’tazilah dengan teologi rasionalnya maka metodologi Harun

dalam pemikiran Islam tidak jauh berbeda dengan metodologi yang

dikembangkan mazhab Mu’tazilah. Karena dalam teologi rasional Harun

dalam menyelesaikan persoalan/kemaslahatan umat serta dalam memahami

ayat-ayat al-Qur’an lebih dahulu merujuk pada akal yang kemudian

melakukan interpretasi terhadap kadungan ayat-ayat al-Qur’an tersebut, baru

kemudian wahyu berfungsi sebagai konfirmasi. Mu’tazilah banyak percaya

pada kekuatan akal manusia, sikap yang dipakai kaum Mu’tazilah ialah

mempergunakan akal dan kemudian memberi interpretasi pada teks atau nas

wahyu.11

Menurut Harun, penggunaan akal dalam memahami teks wahyu

tidak bermaksud untuk menentangnya, melainkan hanya sebagai media yang

digunakan untuk memahami teks wahyu yang ada dengan memberikan

interpretasi atau penafsiran sesuai dengan berbagai pertimbangan konteks

yang ada bagi terwujudnya kemaslahatan umat.12

Harun Nasution mengungkapkan keyakinan, bahwa akal dan iman

seharusnya tidak ada pertentangan, bahkan sebaliknya iman justru akan

diperdalam apabila akal dipergunakan sepenuhnya.13

Sejalan dengan

10

Harun Nasution, Akal dan Wahyu dalam Islam (Jakarta: UI Press, 1982), h. 5.

Lihat pula di dalam Harun Nasution, Muhammad Abduh dan Teologi Rasional Mu‟tazilah,

h. 44.

11

Harun Nasution, Islam ditinjau dari berbagai Aspeknya jilid II, h. 42 12

Nurhidayat Muh Said, Pembaharuan Pemikiran Islam Di Indonesia, h.53-54. 13

Franz Magnis Suseno, ―Sumbangan Filsafat Agama di Indonesia‖, dalam Refleksi

Pembaharuan Pemikiran 70 Tahun Harun Nasution, h. 179

Page 124: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

116

Mu’tazilah, bahwa segala pengetahuan dapat diperoleh menggunakan

perantara akal, dan kewajiban-kewajiban dapat diketahui dengan pemikiran

yang mendalam. Dengan demikian, berterimakasih kepada Tuhan sebelum

turunnya wahyu adalah wajib. Baik dan jahat wajib diketahui melalui akal

dan demikian pula mengerjakannya, yang baik dan menjauhi yang jahat

adalah wajib.14

Pemikiran Harun Nasution, berangkat dari pemikiran kaum

Mu’tazilah, golongan yang sering disebut sebagai kaum rasionalis Islam.

Harun Nasution mengungkapkan keyakinan, bahwa akal dan iman

seharusnya tidak ada pertentangan, bahkan sebaliknya iman justru akan

diperdalam apabila akal dipergunakan sepenuhnya.15

Menurut Mu’tazilah,

segala pengetahuan dapat diperoleh menggunakan perantara akal, dan

kewajiban-kewajiban dapat diketahui dengan pemikiran yang mendalam.

Dengan demikian, berterimakasih kepada Tuhan sebelum turunnya wahyu

adalah wajib. Baik dan jahat wajib diketahui melalui akal dan demikian pula

mengerjakannya, yang baik dan menjauhi yang jahat adalah wajib.16

Mu’tazilah, dalam pemikiran teologis mereka, tidak menentang nas

atau teks ayat. Semuanya tunduk kapada nas atau teks Al-Quran; hanya nas

itu diberi interpretasi yang sesuai dengan pendapat akal. Akan tetapi

penafsiran Mu’tazilah jauh dari arti lafdzi dalam memahami ayat-ayat Al-

Quran.17

14

Harun Nasution, Teologi Islam, h. 82. 15

Franz Magnis Suseno, ―Sumbangan Filsafat Agama di Indonesia‖, dalam Refleksi

Pembaharuan Pemikiran 70 Tahun Harun Nasution, h. 179 16

Harun Nasution, Teologi Islam, h. 82. 17

Harun Nasution, Akal dan Wahyu dalam Islam, h. 81.

Page 125: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

117

Salah satu argumen yang dikemukakan oleh kaum Mu’tazilah yang

diikuti oleh Harun adalah tentang teori tanggung jawab manusia atas

perbuatannya. Menurutnya bahwa manusia akan dimintai

pertanggungjawaban atas perbuatannya, dan kelak akan mendapatkan

balasan sesuai dengan sifat (baik atau buruk) perbuatan yang dilakukannya

itu. Hal ini sesuai dengan firman Tuhan dalam QS. 32:17

ة أعيه جزاء بما كاوىا يعملىن ه قر ا أخفي لهم م ٧١فل تعلم وفس م

Artinya: Tak seorangpun mengetahui berbagai nikmat yang menanti,

yang indah dipandang sebagai balasan bagi mereka, atas

apa yang mereka kerjakan18

Dari ayat tersebut menurut Harun, seandainya perbuatan manusia

adalah perbuatan Tuhan sendiri, maka perbuatannya itu tidak perlu diberi

balasan, karena perbuatan apapun sifatnya, baik atau jahat, yang dilakukan

manusia adalah perbuatan Tuhan yang tentunya tidak perlu

dipertanggungjawabkan oleh manusia.19

Metode memahami al-Qur’an yang digunakan Harun ini disebut

dengan pendekatan kontekstual, yakni metode yang menjadikan rasio atau

akal manusia sebagai alat yang paling dominan dalam memperoleh

18

Depag RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, Yayasan Penyelenggara Penterjemah al-

Qur’an, Jakarta, 1992, h. 662 (lihat juga Harun Nasution, Teologi Islam, h. 106) 19

Harun Nasution, Teologi Islam,h. 110-111

Page 126: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

118

pengetahuan dan pemahaman atas pelbagai ajaran Islam, karena itu seluruh

teks teks wahyu harus dibedah secara kontekstual, kritis, logis dan rasional.20

Model kontekstualis menurut Harun Nasution dapat diartikan

sebagai sebuah manhaj fikir yang memahami agama Islam sebagai

organisme yang hidup dan berkembang sesuai dengan denyut nadi

perkembangan manusia, karena itu didalam menafsirkan teks-teks suci

mereka menggunakan penafsiran yang kontekstual, substansial dan non

literal.21

Karakteristik yang paling nampak dalam model ini meliputi;

Penekanan pada semangat religio etik, bukan pada makna literal sebuah

teks, manhaj yang dikembangkan mereka adalah penafsiran Islam

berdasarkan semangat dan spirit teks, memahami latar teks secara

kontekstual, substansial dan non literal, menurut mereka hanya dengan

model tersebut, Islam akan hidup survive dan berkembang secara kreatif

menjadi bagian dari ―peradaban manusia‖ universal. Karena itu bagi

mereka pintu ijtihad mesti dibuka pada semua bidang sehingga

memungkinkan Islam mampu menjawab persoalan kemanusiaan yang terus

berubah, penutupan pintu ijtihad (baik secara terbatas atau secara

keseluruhan) adalah ancaman atas Islam itu sendiri, sebab dengan demikian

Islam akan mengalami pembusukan.22

20Hefni Zayn, Berbagai Pendekatan Memahami Islam, Jurnal ,5 Desember 2013,

h.5

21

Hefni Zayn, Berbagai Pendekatan Memahami Islam, h.12

22

Hefni Zayn, Berbagai Pendekatan Memahami Islam, Jurnal ,5 Desember 2013,

h.16

Page 127: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

119

Tradisi slametan, lagi-lagi, menjadi sebuah fenomena menarik untuk

memperkuat aplikasi teori ini yang mengasumsikan adanya hubungan

struktural antara slametan itu sendiri dengan mitos-mitos lokal tertentu

sehingga ia menjadi bagian integral dari kebudayaan Islam Jawa.

Sebagaimana yang pernah diteliti oleh Woodward, tradisi ritual slametan

terkait erat dengan mitos Majapahit-Demak sehubungan dengan

memburuknya kondisi agrikultur di awal masa kerajaan Demak.Menurut

hasil penelitian Woodward di wilayah Yogyakarta pada awal dekade 1980-

an, tradisi slametan pernah dipraktikkan oleh masyarakat Jawa jauh sebelum

Islam hadir di tanah Jawa, terutama pada masa Majapahit. Tradisi slametan

itu muncul sebagai sarana ampuh untuk "meminta" kepada "sang Pencipta"

agar hasil-hasil pertaniannya bisa melimpah dan tidak menemui kendala.

Ketika Jawa dikuasai oleh kerajaan Demak, praktik slametan ini tidak

dilanjutkan.

Namun demikian, pemutusan tradisi slametan ini ternyata tidak

memenuhi harapan masyarakat, bahkan fenomena kelaparan tidak mampu

untuk dielakkan meski tradisi itu diputus. Atas perintah sultan, Sunan

Kalijaga kemudian menghidupkan kembali tradisi slametan dengan

mengganti formatnya dengan komponen-komponen yang lebih Islami serta

dijadikan sarana efektif untuk mengajarkan Islam kepada khalayak ramai.

Dari situlah kemudian slametan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari

kebudayaan –Islam—Jawa dan menjadi media akulturasi antara Islam

dengan budaya setempat.23

23Masdar Hilmy, Metodologi dalam Kajian Islam, 2011.

Page 128: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

120

Sedangkan Rasyidi yang berusaha mempertahankan teologi

Asy’ariyah, maka dengan demikian tentunya dalam metodologi memahami

persoalan/kemaslahatan umat Rasyidi tidak jauh berbeda dengan yang

dilakukan oleh kaum Asy’ariyah, yakni menyelesaikan persoalan

kemanusian/kemaslahatan umat selalu kembali pada makna teks wahyu, baru

kemudian menjadikan akal sebagai alat dalam mempertahankan kebenaran

wahyu dengan argumen-argumen rasional. Hal ini sejalan dengan metodologi

kaum Asy’ariyah. Kaum sy’ariyah pergi terlebih dahulu kepada teks wahyu

dan kemudian membawa argumen-argumen rasionil untuk teks wahyu itu.24

Salah satu contoh pendapatnya adalah tentang kewajiban manusia.

―Menurut Asy’ariyah segala kewajiban manusia hanya dapat

diketahui melalui wahyu. Akal tak dapat membuat sesuatu menjadi

wajib dan tidak dapat mengetahui bahwa mengerjakan yang baik dan

menjauhi yang buruk adalah wajib bagi manusia. Akal dapat

mengetahui Tuhan, tetapi wahyu yang mewajibkan orang mengetahui

Tuhan dan berterimakasih kepada-Nya.25

Dari kutipan diatas dapat dipahami bahwa kaum Asy’ariyah sebagai

aliran yang berpaham Jabariah, memandang manusia itu lemah, dan karena

itu manusia bergantung sepenuhnya pada kehendak dan kekuasaan mutlak

Tuhan. Bagi mereka, Tuhan adalah pencipta segala sesuatu dan tak ada

pencipta selain Dia. Segenap perbuatan manusia adalah ciptaanTUhan

sebagaimana Firman Tuhan dalam Qs. 37:96:

24 Harun Nasution, Islam ditinjau dari berbagai Aspeknya jilid II, h. 42

25Harun Nasution, Teologi Islam, h. 83-84.

Page 129: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

121

خلقكم وما تعملىن ٦٩وٱلل

Artinya: Dan Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu

perbuat itu"26

Barangkali untuk menunjukkan tanggung jawab manusia atas

perbuatannya, dan hak untuk memperoleh pahala dan balasan atas

perbuatannya itu, maka Asy’ariyah memakai istilah al-kasb.27

Menurut Rasyidi memang agama Islam menjunjung tinggi akal atau

fikiran, tetapi dengan menggambarkan bahwa akal dapat mengetahui baik

dan buruk, sedangkan wahyu hanya membuat nilai yang dihasilkan pikiran

manusia bersifat absolute-universal.28

Seharunya umat Islam memahami

makna ayat-ayat al-Qur’an seperti Q.S. Al-Baqarah ayat 232 dan ayat 216:

يعلم وأوتم ل تعلمىن .... ٢٣٢وٱلل

Artinya: .....Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui

Dari kutipan ayat di atas, Rasyidi berpendapat bahwa akal tidak

mampu mengetahui baik dan buruk.29

Dengan menganggap akal dapat

mengetahui baik dan buruk berarti meremehkan ayat-ayat al Qur’an

sebagimana dikutip diatas. Hal ini berarti meskipun Rasyidi menyatakan

bahwa golongan Asy’ariyah tetap menggunakan akal, namun baginya akal

26

Depag RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 724. (lihat juga Harun Nasution,

Teologi Islam, h. 108) 27

Ahmad Amin, Zuhr al-Islam, Juz IV, t.pn.,Beirut, 1969, h. 79. (lihat juga Harun

Nasution, Teologi Islam, h. 108)

28

M. Rasyidi, Koreksi Terhadap Dr. Harun Nasution…, h. 52 29

M. Rasyidi, Koreksi terhadap Dr. Harun Nasution, tentang “Islam Ditinjau dari

Berbagai Aspeknya”, (Jakarta : Bulan Bintang, 1977), h. 52

Page 130: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

122

memiliki keterbatasan, karena tentunya wahyu merupakan pedoman utama

bagi umat Islam dalam setiap pemikirannya.

Dengan demikian metode yang dilakukan Rasyidi tersebut identik

dengan teologi Asy’ariyah yakni dengan menggunakan pendekatan tekstual.

Pendekatan tekstual adalah suatu model pemahaman yang berpegang pada

formal teks, berpedoman pada tradisi yang terbentuk dimasa silam dan

mengikatkannya secara ketat serta menganggap ajaran Islam yang mereka

yakini sebagai suatu kebenaran mutlak yang tidak perlu dirubah lagi karena

secara otoritatif telah dirumuskan oleh para ulama’ terdahulu secara final dan

tuntas, mereka kurang suka dengan perubahan karena hawatir menimbulkan

keresahan yang mengancam integrasi umat, karena itu dalam merespon tiap

perubahan, model pendekatan ini terkesan hati hati (untuk tidak mengatakan

lamban) dan selalu menempatkan konsep “Almuhafadatu ala al qodim as

soleh wal ahdu bil jadidil aslah” pada posisi bagaimana benang tak

terputus dan tepung tak terserak.

Dalam aplikasinya, pendekatan tekstual barangkali tidak menemui

kendala yang cukup berarti ketika dipakai untuk melihat dimensi Islam

normatif. Namun Persoalan baru muncul ketika pendekatan ini dihadapkan

pada realitas ibadah umat Islam yang tidak tertulis secara eksplisit, baik di

dalam al-Qur’an maupun Hadits, namun kehadirannya diakui dan, bahkan,

diamalkan oleh komunitas Muslim tertentu secara luas. Contoh yang paling

nyata adalah adanya ritual tertentu dalam komunitas Muslim yang sudah

mentradisi secara turun-temurun seperti slametan (tahlilan atau kenduren).30

Cukup dilematis, memang, bagi pendekatan tekstual untuk sekedar

30 Masdar Hilmy, Metodologi dalam Kajian Islam, 2011.

Page 131: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

123

menjustifikasi bahwa ritual-ritual tersebut merupakan bagian dari ajaran

Islam atau tidak. Sebagai bagian dari diskursus akademis, tujuan mengkaji

ritual-ritual populer dalam Islam memang bukan untuk membuktikan apakah

mereka merupakan bagian dari ajaran Islam atau tidak.

Jika dikaitkan dengan pemikiran Islam di Indonesia maka dapat

digambarkan bahwa metodologi pemikiran Rasyidi cenderung kearah teologi

tradisional Asy’ariyah yang tidak menerima segala bentuk ijtihad dan ijma

para ulama.

C. Epistemologi

Epistemologi yang di gunakan Harun Nasution dalam pemikiran

Islam adalah dengan cara berpikir rasional. Gagasan berfikir rasional terlihat

pada cara Harun yang merubah metode ceramah dalam mengajar mahasiswa

menjadi metode presentasi. Mahasiswa juga diperintahkan membuat makalah

untuk melatih berfikir sistematis serta diberi kebebasan berfikir sekaligus

kesempatan untuk menganilisis persoalan-persoalan yang dibahas secara

leluasa.31

Epistemologi pemikiran Islam Harun ini, sejalan dengan pemikiran

Islam rasional yang menekankan pengoptimalisasian rasionalitas (akal)

dalam melakukan reinterpretasi terhadap interpretasi landasan teologis yang

menjadi doktrin pemikiran ke-Islaman yang sudah ada dengan menyesuaikan

dengan fakta modernitas kehidupan yang ada.32

Menurut Harun, penggunaan akal dalam memahami teks wahyu

tidak bermaksud untuk menentangnya, melainkan hanya sebagai media yang

31

Muhammad Husnol Hidayat ―Harun Nasution dan Pembaharuan Pemikiran

Pendidikann Islam di Indonesia‖, Tadrîs, h. 31-32. 32

Atho Mudzhar, “Perkembangan Islam Liberal di Indonesia,” Jurnal

Multikultural & Multireligius, Vol. IX, No.33(2010), 10.

Page 132: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

124

digunakan untuk memahami teks wahyu yang ada dengan memberikan

interpretasi atau penafsiran sesuai dengan berbagai pertimbangan konteks

yang ada bagi terwujudnya kemaslahatan umat.33

Harun Nasution menegaskan bahwa, pemakaian kata-kata rasional,

rasionalisme dan rasionalis dalam Islam –rasio/rasional adalah penggunaan

akal dalam interpretasi wahyu- harus dilepaskan dari arti kata sebenarnya,

yaitu percaya kepada rasio semata-mata dan mengesampingkan wahyu,

dengan kata lain membuat akal lebih tinggi dari pada wahyu, sehingga

wahyu dapat dibatalkan oleh akal. Akal dipakai hanya untuk memahami teks

wahyu dan sekali-kali tidak untuk menentang wahyu. Akal hanya memberi

interpretasi terhadap teks wahyu sesuai dengan kecenderungan dan

kesanggupan pemberi interpretasi.34

Harun menyatakan bahwa akal melambangkan kekuatan manusia.

Keutamaan dan kelebihan manusia dari makhluk lainnya, yakni terletak pada

potensi akal yang dimilikinya. Yang demikian karena berdasarkan potensi

akal, manusia mempunyai kesanggupan untuk menaklukkan kekuatan

makhluk lain disekitarnya. Bertambah tinggi akal manusia, bertambah tinggi

pula kesanggupannya untuk mengalahkan makhluk lain. Bertambah lemah

kekuatan akal manusia, bertambah lemah pulalah kesanggupannya untuk

menghadapi kekuatan-kekuatan lain tersebut.35

Harun Nasution juga tidak terlepas dari pengaruh muhammad Abduh

dalam pemikirannya tentang akal dan wahyu. Muhammad Abduh

berpendapat bahwa, jalan yang dipakai untuk mengetahui Tuhan, sebagai

33

Nurhidayat Muh Said, Pembaharuan Pemikiran Islam Di Indonesia, h.53-54. 34

Harun Nasution, Akal dan Wahyu dalam Islam, h. 101. 35

Harun Nasution, Islam Rasional : Gagasan dan Pemikiran,139-140

Page 133: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

125

telah dijelaskan dalam falsafah wujudnya, bukanlah wahyu saja tetapi juga

akal. Akal, dengan kekuatan yang ada dalam dirinya, berusaha memperoleh

pengetahuan tentang Tuhan dan wahyu turun untuk memperkuat

pengetahuan akal itu dan untuk menyampaikan kepada manusia apa yang

tidak diketahui akalnya.36

Jalan untuk memperoleh pengetahuan menurut Muhammad Abduh

ada dua, yaitu akal dan wahyu. Wahyu diartikan ―pengetahuan‖ yang

diperoleh seseorang dalam dirinya sendiri dengan keyakinan bahwa itu

berasal dari Allah, baik dengan perantara maupun tidak. Abduh kelihatannya

menganut falsafah emanasi yang mengatakan bahwa jiwa manusia dapat

mengadakan kominukasi dengan alam abstrak. Di dalam Risalah, Abduh

menjelaskan bahwa Allah memilih manusia tertentu, yang jiwanya mencapai

puncak kesempurnaan, sehingga mereka dapat menerima pancaran ilmu yang

disinarkan-Nya.37

Menurut Harun, Tuhan berdiri di puncak alam wujud dan manusia di

kakinya berusaha dengan akalnya untuk sampai kepada Tuhan, dan Tuhan

sendiri dengan belas kasihan-Nya terhadap kelemahan manusia,

diperbandingkan dengan kemahakuasaan Tuhan, menolong manusia dengan

menurunkan wahyu melalui Nabi-nabi dan Rasul-rasul-Nya.38

Konsepsi ini

merupakan sistem teologi yang dapat digunakan terhadap aliran-aliran

teologi Islam yang berpendapat bahwa akal manusia bisa sampai kepada

Tuhan.

36

Harun Nasution, Muhammad Abduh, h. 43. 37

Harun Nasution, Muhammad Abduh, h. 44. 38

Harun Nasution, Teologi Islam, h. 81.

Page 134: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

126

Dengan demikian epistemologi Harun memiliki kesamaan dengan

epistemologi Mu’tazilah dan dalam pemikiran Islam di Indonesia bercorak

rasional yang menerima ijtihad dan ijma para ulama.

Sedangkan Rasyidi lebih cenderung pada epistemologi Asy’ariyah,

bahwa sumber pengetahuan yang diyakini oleh manusia adalah Teks wahyu.

Yakni kebenaran mutlak ada dalam Al-Qur’an, pengetahuan dan kebenaran

yang ditimbulkan oleh hasil pemikiran manusia adalah kebenaran relatif.

Dalam konteks perkembangan peta pemikiran Islam di Indonesia, sosok

kehadiran Rasyidi dapat kita tempatkan. Suatu bentuk pemikiran yang

intelektualistik tetapi relatif doktriner serta tidak terlalu bergairah untuk

mendialogkan pemikiran-pemikirannya dengan pemikiran luar Islam. Atau

dalam pengertian yang lebih sederhana, suatu pemikiran Islam yang

cenderung mempertahankan kemurnian ajaran yang dianggapnya telah

benar.39

Islam sebagai agama yang utuh, mengandung konsep yang

menyeluruh terhadap semua aspek kehidupan manusia dalam

mencapai hakikat dan tujuan hidupnya. Dorongan dan upaya untuk

mengimplementasikan ajaran- ajaran Al-Quran yang terkandung dalam Al-

Quran dan hadis tidak dapat dilepaskan dari perkembangan dan kemajuan

zaman. Sebagaimana diketahui setiap tindakan perilaku serta pola pikir

seseorang tidak luput dari pengaruh lingkungan, baik lingkungan keluarga

secara mikro maupun lingkungan tempat tinggal dan pendidikan secara

Makro.

39 Fachry Ali, Pak Rasyidi dan Perkembangan Pemikiran Islam dalam

Penyunting Endang Basri Ananda, 70 Tahun Prof. Dr. H.M. Rasyidi, Jakarta: Harian

Umum Pelita, h. 230.

Page 135: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

127

Demikian juga halnya dengan Rasyidi sebagai seorang intelektual

muslim yang telah menyelamatkan dari ajaran-ajaran yang dianggapnya

datang dari luar Islam. sebagai seorang pengkritik yang tajam, karena analisa

masalahnya yang tajam dan mendasar dia tidak segan-segan mengkritik

seorang yang dianggapnya telah salah dalam berpikir, dan ia juga telah ikut

membangkitkan pembaharuan pemikiran Islam dan mempertajam daya nalar

sarjana muslim Indonesia.40

Dunia Islam berhadapan dengan perkembangan dan kemajuan Barat

terutama dalam bidang pengetahuan dan tekhnologi. Dunia Islam tentu tidak

lepas dari sentuhan kemajuan Barat yang sangat menakjubkan baik dibidang

pengetahuan, teknologi dan filsafat, disinilah menurut Rasyidi letak

persoalan modernisme. Rasyidi mengoreksi Harun Nasution bahwa ―umat

Islam mundur, karena agama Islam merupakan penghambat bagi kemajuan,

bukan karena agama Islam, tetapi karena umat Islam terikat pada tradisi

nenek moyang. Dalam tiap masyarakat tradisi memang merupakan

penghambat besar bagi tiap usaha-usaha modernisasi, apalagi kalau tradisi

itu dianggap mempunyai sifat sakral.‖ 41

Titik tolak pendapat Harun ini

adalah bahwa Islam itu ada, suatu fakta yang nyata dalam dunia ini. Kalau

kita menafsirkannya menurut kebutuhan sekarang, kita akan mendapat

kemajuan. Tetapi kalau kita terikat dengan faham dahulu yang kita anggap

sakral, kita tetap akan terbelakang.42

40 Romdoni Muslim, 72 Tokoh Muslim Indonesia ( Pola Pikir Gagasan Kiprah dan

Falsafah), (Jakarta: Restu Ilahi, 2005), h. 103.

41

M. Rasyidi, Koreksi terhadap Dr. Harun Nasution tentang Islam Ditinjau dari

Berbagai Aspeknya, (Jakarta: Bulan Bintang), h. 146.

42

M. Rasyidi, Koreksi terhadap Dr. Harun Nasution, h. 146.

Page 136: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

128

Menurut Rasyidi ―seharusnya Harun tidak memberikan pernyataan

menyudutkan keadaan umat Islam yang ada di Indonesia, akan tetapi

menyampaikan pemikiran bahwa umat Islam hanya dapat maju dan kuat jika

melakukan ajaran-ajaran yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadis. Al-

Qur’an menyuruh kita berpiki, maka ilmu pengetahuan harus dipelajari oleh

umat Islam.‖43

Rasyidi menyatakan bahwa Islam adalah pegangan bagi umat

manusia. Kita umat Islam sedunia bukan berkewajiban memberi tafsiran baru

dan memahami dalam konteks keadaan sekarang. Ada perbedaan besar

antara memberi tafsiran baru dan memahami dalam konteks keadaan

sekarang. Kalau memberikan tafsiran baru berarti bahwa kita harus

menyesuaikan diri dengan keadaan baru dan mencari dasar penyesuaian itu

dalam Al-Qur’an dan Hadis. Kalau kita memahami Al-Qur’an dalam konteks

keadaan sekarang ini berarti bahwa tidak semua yang terjadi dalam kemajuan

kehidupan dunia ini sesuai dengan Islam. Adat istiadat –kebiasaan- secara

Islam yang diberikan oleh Rasulullah memang ada sifat sakralnya, tetapi

justru di situlah terletak kekuatan Islam. Harun Nasution selalu

menggambarkan rasa kagumnya kepada Kebudayaan Barat seakan-akan

segala yang ada di Barat itu bersifat mutlak. Fikiran manusiapun dianggap

mutlak. padahal menurut Rasyidi orang Barat sedang bingung mencari

pegangan baru.44

Dengan demikian dapat dipahami bahwa menurut Rasyidi pemikiran

dalam Islam itu bukan berarti harus mengikuti modernisasi yang

didengungkan oleh dunia Barat, akan tetapi Umat Islam diserukan untuk

43M. Rasyidi, Koreksi terhadap Dr. Harun Nasution, h. 147.

44

M. Rasyidi, Koreksi terhadap Dr. Harun Nasution, h. 147.

Page 137: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

129

mempelajari ilmu pengetahuan seluas-luasnya dengan tetap berpedoman

pada Al-Qur’an dan Hadis untuk mencapai kemajuan yang disebut dengan

modrenisasi tersenbut. Mengikuti perkembangan modrenisasi/pembaharuan

pemikiran dalam Islam bukan berarti ajaran yang terkandung dalam Al-

Qur’an dan Hadis harus disesuaikan dengan kemajuaan modernisasi, akan

tetapi pembaharuan Islam dalam modernisasi harus tetap sesuai dengan

Islam.

Dengan demikian pemikiran Rasyidi secara epistemologi dapat

dikatakan bersifat tradisional. dalam konteks teologi berarti mengambil sikap

terikat, tidak hanya kepada dogma yang jelas dan tegas di dalam Alquran dan

Hadist, tetap juga pada ayat-ayat yang mempunyai zhanni, yaitu ayat-ayat

yang mempunyai arti harfiah dari teks-teks ayat Alquran dan kurang

menggunakan logika.45

45 Al-Munawwar, Ahmad Warson, Kamus Arab Indonesia (Yogyakarta:

Pustaka Progresif, 1984), h. 716.

Page 138: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

130

Page 139: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

131

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan Pemikiran Islam Rasional dan Tradisional di

Indonesia (study pemikiran Harun Nasution dan M. Rasydi) yang telah

dijelaskan dalam bab-bab sebelumnya, maka penulis memberikan

kesimpulan sebagai berikut:

1. Pemikiran Islam di Indonesia dalam perspektif teologis dapat

dipetakan kedalam teologi rasional dan teologi tradisional. Teologi

rasional diusung oleh aliran Mu’tazilah dan teologi tradisional diusung

oleh aliran Asy’ariyah.

2. Corak pemikiran teologi Harun Nasution dilihat dalam bidang akal dan

wahyu, kebebasan manusia dan kekuasaan mutlak Tuhan. Dalam

bidang akal dan wahyu menyatakan bahwa hubungan akal dan wahyu

keduanya tidak bertentangan. Akal mempunyai kedudukan yang tinggi

dalam memberikan interpretasi wahyu atau penafsiran sesuai dengan

berbagai pertimbangan konteks yang ada bagi terwujudnya

kemaslahatan umat. Dalam hal kebebasan manusia Harun Nasution

berpendapat manusia mempunyai kebebasan dalam perbuatannya.

Dalam hal kekuasaan mutlak Tuhan, menurut Harun Nasution bahwa

kekuasaan Tuhan tidak bersifat absolut. Dengan demikian corak

pemikiran Harun Nasution dalam pemikiran Islam di Indonesia secara

teologis bercorak rasional dan identik dengan pemikiran Mu’tazilah.

Dengan menggunakan epistemologi rasional yang mengedepankan

Page 140: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

132

akal dalam memahami teks wahyu, dan dalam menyelesaikan

persoalan/kemaslahatan umat.

3. Corak pemikiran teologi M. Rasyidi dilihat dalam bidang akal dan

wahyu, kebebasan manusia dan kekuasaan mutlak Tuhan. Dalam

bidang akal dan wahyu M. Rasyidi berpendapat bahwa akal tidak

memiliki kemampuan untuk menafsirkan wahyu. Dalam bidang

kebebasan manusia M. Rasyidi berpendapat bahwa manusia memiliki

kebebasan, akan tetapi kebebasan manusia diperoleh atas kehendak

Tuhan. Artinya kebebasan manusia dikendalikan oleh Tuhan. Dalam

hal kekuasaan mutlak Tuhan, menurut M. Rasyidi bahwa kekuasaan

Tuhan bersifat absolut. Tuhan memiliki kekuasaan dan kehendak mutlak

terhadap perbuatan manusia dan segala sesuatu yang terjadi dialam semesta.

Dengan demikian corak Pemikiran Rasyidi dalam pemikiran Islam di

Indonesia secara teologis bercorak tradisional yang cenderung pada

teologi Asy’ariyah. Dengan menggunakan epistemologi teks wahyu

sebagai pedoman dalam menyelesaikan segala persoalan dan

kemaslahatan umat. Akal hanyalah sebagai alat untuk memperkuat teks

wahyu dengan argumen-argumen raional.

B. Saran

Dalam rangka memahami Pemikiran Islam di Indonesia, baik secara

rasional maupun tradisional menimbulkan banyak perbedaan pemahaman

diantara para tokoh-tokoh agama, akan tetapi hal ini tidaklah menjadi

persoalan yang mendasar selagi kita masih berpedoman pada Al-Qur’an

dan hadis dan perbedaan tersebut merupakan bagian dari rahmat yang

diberikan Allah kepada manusia yang memiliki akal pikiran. Salah satu

Page 141: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

133

contoh dalam penelitian tesis ini penulis mengangkat tentang perbedaan

pendapat antara dua tokoh yaitu pemikiran Islam Harun Nasution dan M.

Rasyidi. Namun demikian penelitian ini masih banyak kekurangan dan

keterbatasan, oleh karena itu penulis memberikan saran:

1. Kepada Akademisi

Insan akademis yang tertarik untuk mengkaji dan memahami

pemikiran Islam tradisional dan modern di Indonesia, khususnya dalam

study komparatif Harun Nasution dan M. Rasyidi, untuk dapat

meningkatkan cara berpikir dan ilmu pengetahuan, agar tidak terjebak

pada satu pemahaman yang sempit dan kultus kelompok serta individu

yang pada akhirnya dapat mengakibatkan pada kekeliruan dalam

pemikiran, pemahaman dan perbuatan serta perpecahan umat.

2. Kepada Pemerintah

Pemerintah dapat memberikan apresiasi pada setiap perbedaan

pemikiran-pemikiran dalam Islam dan memberikan perlindungan serta

penghargaan yang adil kepada setiap tokoh tanpa berpihak pada satu

individu.

3. Kepada Tokoh Agama

Selayaknya para tokoh agama menjadikan setiap perbedaan pemikiran

adalah bagian dari rahmat Allah, dan dapat menghargai setiap

perbedaan pemikiran tersebut. Sehingga perkembangan pemikiran

Islam di Indonesia dapat diterima oleh setiap lapisan masyarakat dan

tidak menimbulkan perpecahan umat.

4. Kepada Masyarakat

Dalam memahami perbedaan pemikiran Islam khususnya Harun

Nasution dan M. Rasyidi, hendaknya masyarakat dapat bersikap arif

Page 142: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

134

dan tidak mengkultuskan salah satu diantara tokoh tersebut,akan tetapi

mengambil hal-hal positif dari pemikiran-pemikiran tokoh Islam. Dan

masyarakat mampu mengambil manfaat dari perbedaan pemikiran

dalam Islam

Page 143: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

135

DAFTAR PUSTAKA

Amien Jaiz, M., Masalah Mistik Tasawuf Dan Kebatinan, Bandung: Al-

Ma’arif,1980.

Asymawi, M. Said, Menentang Islam Politik, Bandung: Alifya, 2004.

Abdul Halim Ed, Teologi Islam Rasional, Jakarta: Ciputat Press, 2001.

Depag RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, Yayasan Penyelenggara

Penterjemah al-Qur’an, Jakarta, 1992,

Hanafi, A. Pengantar Theology Islam, Jakarta: PT. Al Husna Zikra, 1995.

Hanafi, Hassan, Aku Bagian dari Fundamentalisme Islam.Yogyakarta:

Islamika, 2003.

Jamhari dan Jajang Jahroni, Gerakan Salafi Radikal di Indonesia.Jakarta:

PT Raja Grafindo Persada, 2004.

Kaelan, Filsafat Pancasila: Pandangan Hidup Bangsa Indonesia,

Yogyakarta: Paradigma, 2002.

Madjid, Nurcholis, Kaki Langit Peradaban Islam, Jakarta: Paramadina,

1977.

_______, Islam Doktrin dan Peradaban: Sebuah Telaah Kritis Tentang

Masalah Keimanan, Kemanusiaan dan Kemoderenan, Jakarta:

Yayasan Wakaf Paramadina, 1992.

Page 144: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

136

Majid Fakhry, Sejarah afailsafat Islam Sebuah Peta Kronologis, Bandung:

Mizan, 2002.

Muh. Said, Nurhidayat, Pembaharuan Pemikiran Islam Di Indonesia: Studi

Pemikiran Harun Nasution” Jakarta : Pustaka Mapan, 2006.

Muslim, Romdoni, 72 Tokoh Muslim Indonesia (Pola Pikir Gagasan

Kiprah dan Falsafah), Jakarta : Restu Ilahi, 2005.

Nasr, Sayyed Hossein dan Oliver Leaman, Ensiklopedi Filsafat Islam,

Bandung: Mizan, 2003.

Nasution, Harun, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid II, Cet. VI

Jakarta: UI-Press 1986.

___________, Filsafat Agama, Jakarta: Bulan Bintang, 1979.

___________, Filsafat Dan Mistisisme Dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang,

1973.

____-_______

,Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan,

Jakarta: Bulan Bintang, 1928.

___________, Islam Rasional; Gagasan dan Pemikiran, Cet. IV, Bandung:

Mizan, 1996.

___________, Akal dan Wahyu dalam Islam, Jakarta: UI Press, 1982.

___________, Filsafat dan Mistisisme dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang,

1978.

Page 145: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

137

___________, Muhammad Abduh dan Teologi Rasional Mu’tazilah, Jakarta:

UI-Press, 1997

___________, Pembaharuan dalam Islam; Sejarah Pemikiran dan Gerakan,

Jakarta: Bulan Bintang, 1975.

___________, Teologi Islam: Aliran-aliran, Sejarah dan Anlisa Perbandingan,

Jakarta: UI Press, 1986.

Rasyidi, M., Koreksi terhadap Dr. Harun Nasution, tentang “Islam

Ditinjau dari Berbagai Aspeknya”, Jakarta : Bulan Bintang, 1977.

_______, Islam dan Kebatinan, Jakarta : Yayasan Islam Studi Club

Indonesia, 1967.

_______, Sekali Lagi Ummat Islam Indonesia Menghadapi Persimpangan

Jalan, (PT. Sinar Hudaya, Jakarta, tth), h. 10

___________, Apa Itu Syiah?, Jakarta: Pelita, 1984.

___________, Hukum Islam dan Pelaksanaannya dalam Sejarah, Jakarta:

Bulan Bintang, 1976.

___________, Islam dan Socialisme, Jakarta: Yayasan Study Club Indonesia,

1966.

___________, Islam Menentang Komunisme, Jakarta: Yayasan Study Club

Indonesia, 1966.

___________, Koreksi Terhadap Drs. Nurcholis Madjid tentang Sekularisasi,

Jakarta: Bulan Bintang, 1972.

Page 146: PEMIKIRAN ISLAM RASIONAL DAN TRADISIONAL DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39383/1/HENNI... · perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu

Pemikiran Islam Rasional Dan Tradisional Di Indonesia--- Henni Marlinah

138

Simuh, Sufisme Jawa Transformasi Tasawuf Islam Ke Mistik Jawa,

Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1996.

Syamsudin, M., Prof. DR. H.M. Rasjidi Perjuangan dan Pemikirannya,

Yogyakarta: Azizah, 2004.

Syahrustani, Al-Milal wa al-Nihal, Vol.I, Beirut: Dar al-Ma‘rifah, 1997.

Yusuf, M. Yunus, Mengenal Harun Nasution Melalui Tulisannya dalam

refleksi Pembaharuan Pemikiran Islam 70 tahun Harun Nasution,

Jakarta: Lembaga Studi Agama dan Falsafat, 1982.