pemetaan daerah rawan kebakaran -...

52
Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran Solichin Laut Tarigan Paul Kimman Bona Firman Radian Bagyono

Upload: truongquynh

Post on 04-Jul-2019

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran - gfmc.onlinegfmc.online/wp-content/uploads/Pemetaan-Daerah-Rawan-Kebakaran.pdf · akibat adanya perubahan dari faktor-faktor yang digunakan untuk

Pemetaan Daerah Rawan

Kebakaran

Solichin

Laut Tarigan

Paul Kimman

Bona Firman

Radian Bagyono

Page 2: Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran - gfmc.onlinegfmc.online/wp-content/uploads/Pemetaan-Daerah-Rawan-Kebakaran.pdf · akibat adanya perubahan dari faktor-faktor yang digunakan untuk

Manual

Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran

Solichin

Laut Tarigan

Paul Kimman

Bona Firman

Radian Bagyono

2007

South Sumatra Forest Fire Management Project

Page 3: Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran - gfmc.onlinegfmc.online/wp-content/uploads/Pemetaan-Daerah-Rawan-Kebakaran.pdf · akibat adanya perubahan dari faktor-faktor yang digunakan untuk

Untuk memperoleh buku ini atau informasi lebih lanjut, silahkan hubungi:

South Sumatra Forest Fire Management Project

Jl. Jendral Sudirman Km 3,5 No 2837 Palembang 30129

Telp/fax: 0711-377821 / 0711-353 176

[email protected]

http://www.ssffmp.or.id

Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan

Jl. Kol. H. Burlian Km 6.5 Punti Kayu Palembang

Telp/fax: 0711-411476 / 411479

http://www.dishutsumsel.go.id

Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah II

Jl. Kol. H. Burlian Km 6 PO Box 95 Palembang

Telp/fax: 0711-410819 / 418219

[email protected]

Manual ini disertai CD

Page 4: Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran - gfmc.onlinegfmc.online/wp-content/uploads/Pemetaan-Daerah-Rawan-Kebakaran.pdf · akibat adanya perubahan dari faktor-faktor yang digunakan untuk

Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran

i

Kata Pengantar

South Sumatra Forest Fire Management Project (SSFFMP) merupakan

proyek kerjasama bilateral antara Pemerintah Indonesia dengan

Pemerintah Uni Eropa yang bertujuan untuk mengurangi dampak akibat

kebakaran hutan dan lahan. Salah satu komponen di dalam proyek

SSFFMP adalah Sistem Informasi Kebakaran yang berperan di dalam

mendukung dan mengembangkan kapasitas instansi terkait di dalam

pengumpulan, pengolahan serta penyebaran informasi terkait dengan

kebakaran.

Pengembangan kapasitas atau kemampuan pihak terkait di dalam

menjalankan operasi-operasi pengelolaan kebakaran hutan merupakan hal

penting yang dilakukan oleh SSFFMP. Selain kegiatan pengembangan

organisasi, pelatihan, dan penyediaan alat, penyusunan prosedur operasi

atau panduan pelaksanaan juga sangat diperlukan untuk menjamin

keberlangsungan kegiatan. Karenanya penyusunan manual ini diharapkan

dapat dimanfaatkan bagi instansi terkait di dalam pemantapan kapasitas

pengendalian kebakaran hutan dan lahan, khususnya di dalam

pengembangan sistem informasi kebakaran.

Diharapkan buku panduan ini dapat bermanfaat bagi pihak terkait serta

memberikan kontribusi bagi perbaikan sistem pengendalian kebakaran

hutan dan lahan khususnya di Provinsi Sumatera Selatan.

EU Co-Director National Co-Director

Dr. Karl-Heinz Steinmann Dr. Dodi Supriadi

Page 5: Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran - gfmc.onlinegfmc.online/wp-content/uploads/Pemetaan-Daerah-Rawan-Kebakaran.pdf · akibat adanya perubahan dari faktor-faktor yang digunakan untuk

Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran

ii

Daftar Isi

Kata Pengantar............................................................................................ i

Daftar Isi ..................................................................................................... ii

1. Pendahuluan...........................................................................................1

A. Latar Belakang ....................................................................................1

B. Tujuan .................................................................................................2

C. Penggunaan Manual ...........................................................................2

2. Analisa Penyebab Kebakaran.................................................................3

A. Pemicu Kebakaran ..............................................................................3

B. Kondisi Pendukung..............................................................................5

3. Metodologi ..............................................................................................8

A. Metode ................................................................................................8

B. Data yang Diperlukan ..........................................................................9

C. Hardware dan Software.....................................................................11

4. Penyiapan Data ....................................................................................12

A. Memulai ArcView dan ModelBuilder ..................................................12

B. Konversi Data Penutupan Lahan (Shapefile ke GRID) ......................13

C. Klasifikasi Ulang (Reclass) Data Ketinggian......................................18

D. Memasukan Data Penyebaran Lahan Gambut..................................24

5. Pembobotan dan Penilaian ( Weighting/Scoring) ..................................26

A. Memulai Proses Weighted Overlay....................................................26

B. Pembobotan dan Penilaian Peta Ketinggian......................................30

C. Pembobotan dan Penilaian Peta Tanah ............................................31

6. Menyimpan dan Menjalankan Model.....................................................37

A. Menyimpan Project ModelBuilder .....................................................37

B. Menjalankan Model ...........................................................................37

7. Hasil dan Pembahasan.........................................................................40

Bahan Bacaan ..........................................................................................44

Lampiran...................................................................................................45

1. Sebaran Hotspot Berdasarkan Tutupan Lahan Tahun 2006 ..............45

2. Sebaran Hotspot Berdasarkan Jenis Tanah Tahun 2006...................45

3. Sebaran Hotspot Berdasarkan Ketinggian Tahun 2006 .....................46

4. Tabel penyebaran daerah rawan kebakaran di Sumatera Selatan.....47

Page 6: Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran - gfmc.onlinegfmc.online/wp-content/uploads/Pemetaan-Daerah-Rawan-Kebakaran.pdf · akibat adanya perubahan dari faktor-faktor yang digunakan untuk

Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran

1

1. Pendahuluan

A. Latar Belakang

Kesadaran akan perlunya upaya penanggulangan kebakaran hutan dan

lahan oleh pihak pemerintah baik di pusat sudah lebih tinggi

dibandingkan beberapa tahun sebelumnya. Hal ini terlihat dari cukup

banyaknya upaya pengalokasian sumberdaya pemadaman di provinsi-

provinsi rawan kebakaran. Anggaran untuk kegiatan pencegahan dan

pemadaman juga banyak dianggarkan oleh pemerintah daerah.

Hanya saja, kegiatan perencanaan untuk pencegahan dan pemadaman

kebakaran memerlukan informasi yang akurat, aktual serta mudah

dipahami oleh pengambil keputusan. Seringkali informasi mengenai

daerah rawan kebakaran tidak disajikan secara jelas, serta tidak

didasari atas metode pengolahan yang secara metodologi tidak

konsisten, sehingga cenderung subyektif dan tergantung dari pengolah

data.

Informasi mengenai daerah rawan kebakaran merupakan informasi

yang sangat penting dan diperlukan oleh fire manager atau pengambil

keputusan di dalam kegiatan pengendalian kebakaran hutan dan lahan.

Saat musim kemarau panjang, kebakaran besar bisa terjadi di areal

yang luas dan sulit dijangkau. Keterbatasan sumberdaya pemadaman

menjadi salah satu kendala yang paling sering dihadapi di lapangan.

Karena itu kegiatan pengendalian perlu difokuskan ke wilayah-wilayah

yang rawan kebakaran.

Peta daerah rawan kebakaran karenanya berperan penting di dalam

membantu fire manager di dalam mengambil keputusan tersebut.

Penyajian secara spasial akan lebih membantu memberikan gambaran

Page 7: Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran - gfmc.onlinegfmc.online/wp-content/uploads/Pemetaan-Daerah-Rawan-Kebakaran.pdf · akibat adanya perubahan dari faktor-faktor yang digunakan untuk

Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran

2

yang jelas dan akurat mengenai lokasi, jarak serta aksesibilitas antara

lokasi daerah rawan dengan sumber daya pemadaman yang ada di

lapangan.

Permasalahan selanjutnya muncul saat peta tersebut tidak akurat lagi,

akibat adanya perubahan dari faktor-faktor yang digunakan untuk peta

rawan kebakaran tersebut. Sebagai contoh, penutupan lahan cederung

akan cepat berubah sehingga akan memiliki karakteristik yang berbeda

terhadap perilaku kebakaran. Untuk itu diperlukan kemampuan bagi

operator Sistem Informasi Kebakaran untuk melakukan pemutakhiran

(updating) peta sesuai dengan perubahan yang terjadi, sehingga

menjadi lebih akurat.

B. Tujuan

Manual ini disusun untuk mendokumentasikan prosedur pemetaan

daerah rawan kebakaran yang telah dibuat oleh SSFFMP pada tahun

2005 dan 2007. Pendokumentasian prosedur atau metodologi ini

diperlukan agar upaya perbaikan data dapat dilakukan, atau paling tidak

metode pemetaan tersebut dapat diketahui dan dipahami.

C. Penggunaan Manual

Manual ini disertai CD yang berisi data-data yang diperlukan untuk

penyusunan peta rawan kebakaran. Dalam manual akan dijelaskan

langkah-langkah untuk menyusun peta rawan kebakaran menggunakan

extensi ModelBuilder. Langkah-langkah tersebut dijelaskan secara

lengkap dan sistematis, sehingga pengguna dapat lebih mudah

mengikutinya. Namun terdapat istilah atau langkah standar yang tidak

dijelaskan, karenanya diperlukan pemahaman dasar tentang aplikasi

dalam Windows ,GIS serta software ArcView GIS 3.x sebelumnya.

Page 8: Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran - gfmc.onlinegfmc.online/wp-content/uploads/Pemetaan-Daerah-Rawan-Kebakaran.pdf · akibat adanya perubahan dari faktor-faktor yang digunakan untuk

Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran

3

2. Analisa Penyebab Kebakaran

A. Pemicu Kebakaran

Secara umum faktor utama terjadinya kebakaran bisa digolongkan menjadi

2 kelompok, yaitu pemicu kebakaran dan kondisi pendukung. Pemicu

kebakaran merupakan faktor yang secara langsung mempengaruhi

terjadinya penyulutan api. Aktifitas manusia merupakan porsi terbesar di

dalam penyulutan api, dibandingkan secara alami. Kebakaran yang berasal

dari batubara yang terbakar, halilintar ataupun gesekan ranting kering,

sangatlah jarang terjadi, terlebih di Sumatera Selatan. Karenanya

penyulutan oleh alam cenderung dapat diabaikan.

Penyulutan api oleh manusia juga dikelompokkan menjadi 2 komponen

yaitu kesengajaan dan kecerobohan. Walaupun seringkali kebakaran besar

diawali dari upaya yang disengaja dan akibat ketidakpahaman pembakar

mengenai kondisi yang ada, sehingga menjadi kecerobohan yang

menyebabkan kebakaran merambat ke tempat lain.

Motivasi dari pembakaran/kebakaran yang disengaja dan biasa dijumpai di

Sumatera Selatan meliputi beberapa hal, antara lain:

1. Penyiapan lahan baik oleh perusahaan maupun oleh masyarakat. Ini

merupakan kasus terbanyak yang terjadi di Sumatera dan Kalimantan.

Sejak berkembangnya budidaya kelapa sawit, kebutuhan akan lahan

yang sesuai dan menguntungkan sangatlah tinggi. Seringkali lahan

yang ditutupi hutan menjadi incaran bagi investasi tersebut. Tiga hal

yang mendasari pemikiran tersebut, yaitu: (1) biasanya lahan berhutan

relatif jauh dari masyarakat sehingga memiliki resiko konflik lahan yang

rendah, (2) dengan adanya penutupan hutan, unsur hara yang

dikandung tanah lapisan atasnya sangatlah subur,dan (3) potensi kayu

yang dapat ditebang juga sangat menarik untuk dijadikan keuntungan

Page 9: Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran - gfmc.onlinegfmc.online/wp-content/uploads/Pemetaan-Daerah-Rawan-Kebakaran.pdf · akibat adanya perubahan dari faktor-faktor yang digunakan untuk

Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran

4

tambahan sebelum pemanenan hasil penanaman. Penyiapan lahan

oleh masyarakat cenderung lebih bijaksana, terkendali serta berdampak

kecil. Selain itu penyiapan lahan dengan membakar dilakukan untuk

memenuhi kebutuhan primer masyarakat kecil. Namun, terlepas dari

kontroversi penggunaan api oleh masyarakat, ada tiga hal yang perlu

disikapi secara tegas, pertama pembakaran di lahan gambut walaupun

oleh masyarakat, termasuk sonor, harus dihindari mengingat sulitnya

upaya pembakaran terkendali di lahan gambut, kedua pengaturan

jadwal pembakaran perlu dilakukan agar tetap berdampak kecil, ketiga

perlunya mengantisipasi pembakaran oleh pelaku yang

mengatasnamakan masyarakat kecil yang dibayar untuk membakar

lahan milik perusahaan atau juragan pemilik lahan. Hal yang demikian

juga mulai banyak terjadi.

2. Pembukaan akses untuk mencari kayu, ikan ataupun berburu. Di areal

hutan gambut yang telah terdegradasi seperti di Padang Sugihan dan

Padang Sugihan OKI, pencari kayu mulai mencari kayu tenggelam yang

sudah terendam beberapa tahun sebelumnya, baik akibat roboh secara

alami ataupun sisa bekas tebangan yang tidak termanfaatkan. Karena

berada dalam kondisi anaerob akibat terendam air, maka tidak terjadi

pelapukan terhadap kayu tenggelam tersebut. Selain itu, di Kecamatan

Bayung Lencir juga banyak dijumpai masyarakat yang memanfaatkan

kayu gelam (Melaleuca sp) di lahan gambut sekunder untuk dijual

sebagai bahan bangunan. Untuk keperluan membuka akses yang lebih

baik, pembakaran dilakukan untuk di lahan-lahan gambut tersebut.

3. Berburu dan mencari ikan merupakan aktifitas masyarakat yang masih

bisa dijumpai di sekitar kawasan hutan. Penggunaan api sebenarnya

tidak secara langsung digunakan untuk berburu, melainkan untuk

membakar semak atau rumput sehingga memungkinkan munculnya

tunas-tunas atau rumput muda yang disukai oleh hewan-hewan

Page 10: Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran - gfmc.onlinegfmc.online/wp-content/uploads/Pemetaan-Daerah-Rawan-Kebakaran.pdf · akibat adanya perubahan dari faktor-faktor yang digunakan untuk

Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran

5

ungulata, seperti rusa dan kijang. Beberapa literatur menyatakan bahwa

pembakaran semak di sekitar rawa juga dilakukan oleh pencari ikan,

dan diperkirakan juga untuk menarik perhatian ikan akibat abu hasil

pembakaran. Namun, di wilayah pesisir Sumatera Selatan, sebagian

besar pencari ikan melakukan pembakaran semak agar lebih

memudahkan menemukan ceruk-ceruk tempat ikan berkumpul di musim

kemarau.

4. Spekulan tanah, konflik lahan dan arson juga merupakan motivasi

pembakaran yang dilakukan manusia. Tanah yang cenderung bersih

dari semak belukar cenderung dihargai lebih tinggi sekaligus sebagai

penanda bahwa lahan tersebut ada pemiliknya. Spekulasi tanah

tersebut tidak hanya terjadi di lahan mineral, namun sudah merambah

hingga ke lahan gambut. Konflik lahan dan arson memang jarang

dijumpai atau sulit dibuktikan sebagai penyebab kebakaran. Arson

merupakan orang yang dengan sengaja melakukan pembakaran untuk

kepentingan dirinya sendiri, baik karena hobi atau kesenangan belaka.

B. Kondisi Pendukung

Faktor kedua penyebab kebakaran adalah Kondisi Pendukung yang juga

dipengaruhi oleh alam (iklim) dan juga manusia. Kemarau dan kekeringan

yang disebabkan oleh adanya fluktuasi iklim sebenarnya sudah lama

terjadi, namun kebakaran besar di daerah tropis tidak banyak tercatat oleh

para peneliti sebelum tahun 70an. Kejadian kebakaran hutan tropis mulai

sering muncul setelah tahun 1982/1983. Hal ini disebabkan adanya

perubahan vegetasi dan tapak yang sangat drastis serta pengaruh sosial

ekonomi masyarakat.

Page 11: Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran - gfmc.onlinegfmc.online/wp-content/uploads/Pemetaan-Daerah-Rawan-Kebakaran.pdf · akibat adanya perubahan dari faktor-faktor yang digunakan untuk

Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran

6

Perubahan Tutupan Lahan

Perubahan tapak yang dimaksud meliputi perubahan tutupan lahan dan

perubahan hodrologi khususnya di lahan gambut. Indonesia yang dulunya

sebagian besar merupakan hutan hujan tropis primer menjadi hutan bekas

tebangan atau terdegradasi akibat pengusahaan hutan dan exploitasi kayu

secara besar-besaran sejak awal tahun 70an. Hilangnya tajuk atau kanopi

pohon besar menyebabkan kondisi hutan menjadi lebih terbuka terhadap

sinar matahari dan iklim mikro menjadi lebih kering. Limbah bekas

tebangan juga seringkali menjadi bahan bakar yang sangat potensial

meningkatkan intensitas kebakaran. Di hutan yang terdegradasi menjadi

semak belukar, bahkan menjadi lebih rawan lagi terhadap kebakaran,

karena mudahnya penyulutan dan penyebaran api.

Perubahan Hidrologi

Perubahan hidrologi khususnya di lahan gambut juga merupakan kondisi

yang sangat mendukung terjadinya kebakaran. Akibat terbatasnya lahan

untuk pertanian, perkebunan dan hutan tanaman, banyak lahan gambut

dalam yang dikeringkan (drained) dengan membuat kanal-kanal yang

membelah kubah gambut. Selain mengeringkan lahan gambut, kanal juga

berfungsi sebagai aksesibilitas bagi masyarakat untuk masuk ke lebih jauh

ke dalam areal lahan gambut untuk melakukan aktifitas yang seringkali

juga menimbulkan kebakaran.

Pengaruh Sosial Ekonomi dan Budaya

Sebagai salah satu faktor utama di dalam penyebab kebakaran, perilaku

manusia sangat dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi serta budaya.

Faktor kemiskinan sering diusung sebagai faktor utama yang mengarahkan

perilaku membakar hutan. Karenanya banyak pendekatan pencegahan

kebakaran dilakukan melalui pemberdayaan masyarakat sekitar hutan.

Namun demikian, budaya penggunaan api sebenarnya juga sudah lama

diterapkan oleh banyak masyarakat tradisional yang hidup di sekitar hutan

Page 12: Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran - gfmc.onlinegfmc.online/wp-content/uploads/Pemetaan-Daerah-Rawan-Kebakaran.pdf · akibat adanya perubahan dari faktor-faktor yang digunakan untuk

Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran

7

atau peladang berpindah. Bahkan hukum dan aturan adat juga telah dibuat

sehingga pembakaran yang mereka lakukan memiliki dampak yang kecil

terhadap masyarakat dan lingkungan.

Di banyak tempat di Sumatra dan Kalimantan, dimana lahan pertanian

menjadi lebih terbatas, masyarakat baik lokal maupun pendatang juga

mulai merambah areal lahan gambut, baik untuk mencari kayu, berburu,

mencari ikan dan bahkan pertanian. Pertanian di lahan gambut bukanlah

tradisi dan budaya masyarakat tradisional di Sumatra dan Kalimantan.

Karena itu upaya pencegahan dan penyadaran akan bahaya kebakaran

hutan dan lahan perlu difokuskan di wilayah ini.

Selain itu budaya pemahaman dampak akibat asap juga masih sangat

rendah. Masyarakat seringkali tidak peduli dengan dampak pembakaran

yang mereka lakukan terhadap masyarakat sekitar dan lingkungan. Contoh

kecil yang sering kita lihat adalah, masih banyaknya masyarakat di kota

yang masih membakar sampahnya, apalagi masyarakat di daerah

pedesaan yang tidak memiliki akses dan teknologi untuk membersihkan

lahan secara mekanis. Akibatnya, undang-undang dan peraturan yang

melarang masyarakat melakukan pembakaran, mendapat resistensi di

dalam penerapannya.

Page 13: Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran - gfmc.onlinegfmc.online/wp-content/uploads/Pemetaan-Daerah-Rawan-Kebakaran.pdf · akibat adanya perubahan dari faktor-faktor yang digunakan untuk

Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran

8

3. Metodologi

Tidak ada tekhnologi lain kecuali GIS (Geographic Information System)

yang mampu melakukan visualisasi secara efektif mengenai kondisi

geografis yang akurat, kejadian bencana kebakaran, ataupun perkiraan

ancaman kebakaran yang yang akan terjadi. Informasi spasial tersebut

akan sangat membantu fire manager di dalam melakukan identifikasi dan

perencanaan, pencegahan, persiapan, respon serta restorasi (Greene,

2002).

A. Metode

Peta rawan kebakaran merupakan model spasial yang digunakan untuk

merepresentasikan kondisi di lapangan terkait dengan resiko terjadinya

kebakaran hutan dan lahan. Model ini dibuat menggunakan aplikasi GIS

untuk memudahkan proses overlay antar faktor-faktor penyebab

kebakaran. Karenanya, memahami faktor-faktor penyebab dan perilaku

kebakaran merupakan hal yang sangat utama di dalam melakukan

permodelan ini.

Mengingat keterbatasan data yang ada, pendekatan dilakukan dengan

menerapkan beberapa asumsi untuk melengkapi keterwakilan data. Model

peta rawan kebakaran ini tidak secara khusus memperhatikan potensi

penyulutan, melainkan lebih secara luas memprediksi kemungkinan

kebakaran akan terjadi serta kemungkinan intensitas serta dampak yang

ditimbulkan. Potensi penyulutan juga dikembangkan sebagai salah satu

komponen di dalam Sistem Analisa Ancaman Kebakaran (Ruecker, 2007)

yang dikembangkan oleh SSFFMP.

Rawan Kebakaran = (0.4 * [Penutupan Lahan]) + (0.3 * [Lahan Gambut]) +

(0.3 [Zona Iklim/Elevasi])

Page 14: Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran - gfmc.onlinegfmc.online/wp-content/uploads/Pemetaan-Daerah-Rawan-Kebakaran.pdf · akibat adanya perubahan dari faktor-faktor yang digunakan untuk

Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran

9

Penilaian (scoring) dilakukan dengan menggunakan hasil analisa dari

penyebaran hotspot selama musim kemarau panjang, yang lebih menarik

dan relevan bagi fire manager untuk bahan pertimbangan musim

kebakaran selanjutnya. Hasil analisa frekuensi hotspot dari berbagai faktor

tersebut selanjutnya di klasifikasi ke dalam beberapa kelas nilai (misalnya

1-5). Sedangkan pembobotan (weighting) dilakukan dengan menggunakan

penilaian berdasarkan pengetahuan serta kondisi yang terjadi di lapangan

(expert judgement). Faktor dengan pengaruh lebih besar mendapatkan

pembobotan yang lebih besar dibandingkan faktor lainnya. Dalam hal ini

pengaruh penutupan lahan dianggap lebih besar dibanding faktor lainnya,

mengingat selain terkat dengan data vegetasi, penutupan lahan juga terkait

dengan penggunaan lahan, seperti pertanian, perkebunan, HTI, dll.

B. Data yang Diperlukan

Data – data tematik yang diperlukan hanya terdiri dari 3 jenis data yang

relatif mudah untuk didapatkan. Yaitu peta penutupan lahan, penyebaran

gambut serta ketinggian. Data-data tersebut harus dalam format GIS serta

memiliki sistem koordinat dan proyeksi yang sama.

Penutupan Lahan yang diperoleh dari hasil interpretasi citra satelit yang

dilakukan oleh BPKH II, digunakan sebagai salah satu faktor yang

terkait dengan penggunaan lahan aktual. Wilayah yang terdegradasi

dan tidak memiliki pola pemanfaatan intensif cenderung rawan

terhadap kebakaran.

Lahan Gambut merupakan faktor penting yang berpengaruh terhadap

intensitas dan dampak kebakaran yang terjadi. Kebakaran lahan

gambut sangat sulit dipadamkan dan menyebabkan polusi kabut

asap. Selain itu dampak emisi karbon akibat kebakaran lahan

gambut juga berpotensi terhadap peningkatan gas rumah kaca.

Page 15: Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran - gfmc.onlinegfmc.online/wp-content/uploads/Pemetaan-Daerah-Rawan-Kebakaran.pdf · akibat adanya perubahan dari faktor-faktor yang digunakan untuk

Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran

10

Informasi penyebaran lahan gambut diperoleh dari peta unit lahan

yang dikeluarkan oleh Puslitanak.

Elevasi atau ketinggian diperoleh dari data Digital Elevation Model (DEM)

SRTM. Informasi ketinggian digunakan untuk membedakan dataran

rendah (0-25) daerah lahan kering (25 -1000 m) dan dataran tinggi

atau pegunungan (1000 – 3000 m). Pembagian tiga zona ketinggian

ini terkait dengan pembagian zona iklim, mengingat curah hujan di

Sumatera dipengaruhi oleh topografi yang berkisar antara 6000 mm

per tahun di wilayah barat atau sekitar bukit Barisan hingga 1500 mm

di bagian timur (Whitten et al, 2000).

Seperti terlihat pada peta di atas yang merupakan peta pembagian zona

iklim di Sumatera, untuk Provinsi Sumatera Selatan terdapat 3 zona iklim

(Whitten et al, 2000).

Batas Provinsi atau batas lainnya digunakan hanya sebagai batas areal

yang akan dianalisa, sehingga peta yang dihasilkan memiliki areal sesuai

Legenda Zona A

Zona B

Zona C

Zona D

Zona E

Page 16: Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran - gfmc.onlinegfmc.online/wp-content/uploads/Pemetaan-Daerah-Rawan-Kebakaran.pdf · akibat adanya perubahan dari faktor-faktor yang digunakan untuk

Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran

11

dengan yang kita inginkan. Format batas tersebut harus dalam bentuk

ESRI GRID. Dalam hal ini digunakan batas Provinsi Sumsel.

C. Hardware dan Software

ArcView 3.x dan ArcView Spatial Analyst diperlukan untuk penyusunan

peta rawan kebakaran ini. Untuk menjalankan program ArcView 3.3 dan

Spatial Analyst dalam platform PC-Intel, paling tidak diperlukan komputer

yang memiliki sistem operasi Windows 2000 atau yang terbaru (kecuali

Windows Vista). Sehingga persyaratan minimal PC yang diperlukan antara

lain: Memory / RAM sebesar 64 MB serta free disk space sekitar 300 MB.

Page 17: Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran - gfmc.onlinegfmc.online/wp-content/uploads/Pemetaan-Daerah-Rawan-Kebakaran.pdf · akibat adanya perubahan dari faktor-faktor yang digunakan untuk

Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran

12

4. Penyiapan Data

Sebelum memulai, pastikan persyaratan yang diperlukan untuk melakukan

analisa ini terpenuhi. Semua data yang digunakan dalam penjelasan ini

dapat diperoleh di dalam CD yang menyertai manual.

A. Memulai ArcView dan ModelBuilder

1. Start ArcView

Atur properties melalui menu View > Properties :

3.Klik OK

4. Aktifkan extension yang diperlukan:File > Extension > beri tanda check

pada ModelBuilder dan Spatial Analyst.

Map Unit : Meter

Distance Unit : Kilometer

Page 18: Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran - gfmc.onlinegfmc.online/wp-content/uploads/Pemetaan-Daerah-Rawan-Kebakaran.pdf · akibat adanya perubahan dari faktor-faktor yang digunakan untuk

Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran

13

5. Klik OK

6. Masukan data ke dalam tampilan View. Contoh data dapat diperoleh di

CD yang disertakan dalam manual ini:

-Penutupan lahan atau vegetasi dalam format shapefile

(landcover.shp).

-Elevasi atau data ketinggian dalam format GRID yang diperoleh dari

data SRTM (elevasi).

-Data penyebaran gambut yang diperoleh dari peta Land Unit Puslitanak

dalam format GRID (tanah).

-Batas Provinsi Sumsel sebagai batas areal yang ingin dianalisa dalam

format GRID (sumsel)

8. Mulai ModelBuilder dengan mengklik menu Model > Start

ModelBuilder

Selanjutnya, jendela ModelBuilder akan muncul.

B. Konversi Data Penutupan Lahan (Shapefile ke GRID)

Untuk pengolahan data menggunakan Spatial Analyst, diperlukan data

dengan format GRID ESRI. Kecuali data elevasi dan tanah, landcover

masih dalam format shapefile.

1. Klik menu Add Process > Data Coversion > Vector to Grid

\

2. Di jendela Vector Conversion yang muncul, klik Next

Page 19: Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran - gfmc.onlinegfmc.online/wp-content/uploads/Pemetaan-Daerah-Rawan-Kebakaran.pdf · akibat adanya perubahan dari faktor-faktor yang digunakan untuk

Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran

14

3. Pilih shapefile apa yang akan di konversi

Choose the input theme : Landcover

Choose the input field : Kelas_new

Lalu klik Next.

Page 20: Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran - gfmc.onlinegfmc.online/wp-content/uploads/Pemetaan-Daerah-Rawan-Kebakaran.pdf · akibat adanya perubahan dari faktor-faktor yang digunakan untuk

Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran

15

4. Klik Next pada jendela yang muncul.

5. Klik Next pada jendela yang muncul.

Page 21: Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran - gfmc.onlinegfmc.online/wp-content/uploads/Pemetaan-Daerah-Rawan-Kebakaran.pdf · akibat adanya perubahan dari faktor-faktor yang digunakan untuk

Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran

16

6. Tentukan layar yang akan digunakan sebagai batas analisis.

The extent of this theme : Sumsel

Lalu klik Next

7. Tentukan cell size, atau resolusi rasternya.

The cell size of this theme : Sumsel

Lalu klik Next.

Page 22: Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran - gfmc.onlinegfmc.online/wp-content/uploads/Pemetaan-Daerah-Rawan-Kebakaran.pdf · akibat adanya perubahan dari faktor-faktor yang digunakan untuk

Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran

17

8. Beri nama untuk peta dan file penutupan lahan yang akan dibuat.

Enter the theme name : Peta Landcover

Enter the file name : lc_grd

Lalu klik OK.

Hal yang perlu diperhatikan untuk penamaan file atau folder terkait dengan

data format GRID, adalah harus sesuai dengan kaidah penamaan DOS,

dimana hanya terbatas sebanyak 8 karakter dan tanpa spasi.

Setelah proses diatas selesai dilakukan, maka pada halaman ModelBuilder

akan muncul Flowchart / bagan alur tentang proses konversi yang kita

lakukan yaitu konversi data landcover dalam format shapefile berdasarkan

kolom “Nama_Kelas” menjadi “Peta landcover” dalam format GRID.

Page 23: Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran - gfmc.onlinegfmc.online/wp-content/uploads/Pemetaan-Daerah-Rawan-Kebakaran.pdf · akibat adanya perubahan dari faktor-faktor yang digunakan untuk

Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran

18

C. Klasifikasi Ulang (Reclass) Data Ketinggian

Pengklasifikasian ulang data ketinggian dilakukan untuk mendapatkan

layer sebaran kelas ketinggian yang terkait dengan perbedaan zonasi iklim.

Untuk wilayah Sumatera Selatan, zonasi iklim dikategorikan ke dalam 3

zona, yaitu zona dataran rendah (0 - 25 m), lahan kering (25 - 500 m) dan

pegunungan (500 – 3000 m).

1.Klik Add Process > Reclassification

Lalu klik Next

2. Pilih data ketinggian yang akan diklasifikasi ulang (reclass)

Choose the input theme: Ketinggian

Page 24: Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran - gfmc.onlinegfmc.online/wp-content/uploads/Pemetaan-Daerah-Rawan-Kebakaran.pdf · akibat adanya perubahan dari faktor-faktor yang digunakan untuk

Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran

19

Lalu klik Next

3. Tentukan kolom input yang akan digunakan untuk proses analisa.

Choose the input field: Value

Lalu klik Next.

4. Tentukan jenis metode klasifikasi yang diinginkan.

Page 25: Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran - gfmc.onlinegfmc.online/wp-content/uploads/Pemetaan-Daerah-Rawan-Kebakaran.pdf · akibat adanya perubahan dari faktor-faktor yang digunakan untuk

Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran

20

Pilih: Group value into ranges

Selanjutnya klik Next, maka akan muncul jendela di bawah ini:

Secara default akan muncul klasifikasi ketinggian seperti yang diatas.

Mengingat kita hanya membutuhkan 3 kelas ketinggian, maka kita harus

menghapus kelas-kelas yang tidak kita butuhkan, dan mengeditnya

sebagian.

Page 26: Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran - gfmc.onlinegfmc.online/wp-content/uploads/Pemetaan-Daerah-Rawan-Kebakaran.pdf · akibat adanya perubahan dari faktor-faktor yang digunakan untuk

Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran

21

5. Klik pada ujung baris yang akan dihapus sampai baris yang dipilih akan

terblok warna biru, lalu klik tombol Delete Class

Demikian seterusnya, hingga jumlah baris kelas yang ada menjadi 3

kelas ketinggian saja.

6. Isikan nilai pada kolom Class Start Value dan Class End Value sesuai

nilai pada gambar dibawah ini:

Selanjutnya klik Next.

Page 27: Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran - gfmc.onlinegfmc.online/wp-content/uploads/Pemetaan-Daerah-Rawan-Kebakaran.pdf · akibat adanya perubahan dari faktor-faktor yang digunakan untuk

Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran

22

7. Tentukan batas analisis, dengan memilih batas sumsel.

The extend of this theme: Sumsel

8. Tentukan tingkat resolusi yang diinginkan (sesuai dengan resolusi data

Sumsel).

The cell size of this theme : Sumsel

Page 28: Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran - gfmc.onlinegfmc.online/wp-content/uploads/Pemetaan-Daerah-Rawan-Kebakaran.pdf · akibat adanya perubahan dari faktor-faktor yang digunakan untuk

Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran

23

Selanjutnya klik Next.

9. Beri nama layer (theme name) dan nama file (file name) sesuai dengan

gambar dibawah:

Perhatikan kembali kaidah penamaan file (file name) GRID, yang

dibatasi hanya 8 karakter dan tanpa spasi.

9. Selanjutnya klik Finish.

Sebuah bagan alur yang menggambarkan proses “Reclass” dari data

“Elevasi” menjadi sebuah “Peta Ketinggian”, akan muncul dan

menambahkan dari bagan alur yang sebelumnya dibuat.

Page 29: Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran - gfmc.onlinegfmc.online/wp-content/uploads/Pemetaan-Daerah-Rawan-Kebakaran.pdf · akibat adanya perubahan dari faktor-faktor yang digunakan untuk

Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran

24

Proses tersebut membuat sebuah layer baru yang diberi nama “Peta

Ketinggian” yang hanya memiliki 3 kelas ketinggian dan mewakili 3 zona

iklim di Sumatera Selatan.

D. Memasukan Data Penyebaran Lahan Gambut

Lahan gambut merupakan falah satu faktor penting terjadinya kebakaran

besar yang mengakibatkan kabut asap di Sumatera Selatan. Untuk itu,

penyebaran lahan gambut sangat penting untuk dimasukkan ke dalam

model daerah rawan kebakaran ini. Data gambut diperoleh dari data jenis

tanah yang diperoleh dari Puslitanak Bogor. Dalam hal ini, data tanah

sudah dalam format GRID.

1. Klik tombol Add data (tombol dengan logo kotak biru)

2. Arahkan mouse ke bagian kosong di View project yang kita kerjakan

saat ini (misalnya di bagian atas flow chart yang sudah ada, lalu Klik

kiri, maka akan muncul kotak kosong pada halaman ModelBuilder

dengan nama Data.

Page 30: Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran - gfmc.onlinegfmc.online/wp-content/uploads/Pemetaan-Daerah-Rawan-Kebakaran.pdf · akibat adanya perubahan dari faktor-faktor yang digunakan untuk

Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran

25

3. Arahkan mouse ke kotak ”Data” tersebut, lalu Klik kanan, dan pilih

Theme.

4. Klik kanan pada kotak “Theme” yang baru, lalu pilih Properties

5. Tentukan data yang ingin digunakan sebagai data penyebaran lahan

gambut.

Page 31: Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran - gfmc.onlinegfmc.online/wp-content/uploads/Pemetaan-Daerah-Rawan-Kebakaran.pdf · akibat adanya perubahan dari faktor-faktor yang digunakan untuk

Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran

26

Enter the project data name : Peta Tanah

Choose the input theme : Tanah

Choose the input field : Status

Lalu klik OK.

5. Pembobotan dan Penilaian ( Weighting/Scoring)

Setelah semua data lengkap, selanjutnya dilakukan proses pembobotan

dan penilaian terhadap masing-masing faktor dan parameternya. Proses

dilakukan menggunakan metode Weighted Overlay, dimana selain kita

memberi nilai dari tiap parameter yang ada, kita juga dapat memberi

bobot dari pengaruh suatu faktor terhadap tingkat kerawanan

kebakaran.

Rawan Kebakaran = (0.4 * [Penutupan Lahan]) + (0.3 * [Lahan

Gambut]) + (0.3 [Zona Iklim/Elevasi])

Untuk itu kita perlu memberikan nilai dan bobot dari ketiga faktor yang

sebelumnya telah kita masukkan. Sesuai dengan rumus diatas, maka

nilai bobot yang diterapkan adalah:

1. Peta Landcover (40%)

2. Peta Ketinggian (30%)

3. Peta Tanah (30%)

A. Memulai Proses Weighted Overlay

1. Klik menu Add Process > Overlay > Weighted Overlay

Page 32: Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran - gfmc.onlinegfmc.online/wp-content/uploads/Pemetaan-Daerah-Rawan-Kebakaran.pdf · akibat adanya perubahan dari faktor-faktor yang digunakan untuk

Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran

27

Lalu klik Next.

2. Pilih Skala Evaluasi (Evaluation Scale) yang ingin digunakan.

Choose a predefined evaluation scale : 1 to 5

Lalu klik Next. Maka akan muncul jendela Weighted Overlay yang

masih kosong.

Page 33: Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran - gfmc.onlinegfmc.online/wp-content/uploads/Pemetaan-Daerah-Rawan-Kebakaran.pdf · akibat adanya perubahan dari faktor-faktor yang digunakan untuk

Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran

28

Pembobotan dan Penilaian Peta Landcover

1. Klik tombol Add Theme

Masukan paramater pertama yaitu Peta Landcover

Choose the input theme : Peta Landcover

Choose the input field : Value

2. Klik OK

Pada jendela yang muncul, perhatikan 2 kolom yang harus diisi dengan

nilai yang sesuai, yaitu kolom “% Inf” atau % of influence yang

merupakan nilai untuk pembobotan dari sebuah faktor atau layer, serta

“Scale Value” yang merupakan nilai tiap unsur dari faktor tertentu.

3. Untuk merubah nilai pada kolom “% Inf”, klik sel kosong di bawahnya,

lalu ketik angka 40. Untuk merubah nilai “Scale Value”, klik di sel yang

ingin dirubah, lalu pilih nilai dari daftar nilai yang ada (drop down list)

yang berkisar anatar 1-5 dan restricted.

Page 34: Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran - gfmc.onlinegfmc.online/wp-content/uploads/Pemetaan-Daerah-Rawan-Kebakaran.pdf · akibat adanya perubahan dari faktor-faktor yang digunakan untuk

Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran

29

Tentukan nilai % Inf sesuai dengan nilai bobot masing-masing layer

pada rumus yang telah dijelaskan sebelumnya. Dalam hal ini ketik

angka 40 untuk memberi bobot sebesar 40% bagi penutupan lahan.

Selanjutnya rubah nilai “Scale Value” dari masing-masing nilai seperti

gambar dibawah ini. Nilai-nilai tersebut diperoleh dari hasil analisa data

penyebaran hotspot tahun 2006.

Page 35: Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran - gfmc.onlinegfmc.online/wp-content/uploads/Pemetaan-Daerah-Rawan-Kebakaran.pdf · akibat adanya perubahan dari faktor-faktor yang digunakan untuk

Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran

30

B. Pembobotan dan Penilaian Peta Ketinggian

Setelah selesai memberi nilai dan bobot pada Peta Landcover, kita masih

harus menambahkan layer-layer berikutnya. Selanjutnya kita akan

menambahkan Peta Ketinggian ke dalam Weighted Overlay.

1. Dari jendela Weighted Overlay, Klik Add theme

2. Pilih nama layer Peta Ketinggian yang ingin dimasukkan.

Choose the input theme : Peta Ketinggian

Choose the input field : Value

Page 36: Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran - gfmc.onlinegfmc.online/wp-content/uploads/Pemetaan-Daerah-Rawan-Kebakaran.pdf · akibat adanya perubahan dari faktor-faktor yang digunakan untuk

Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran

31

Lalu klik OK.

Tentukan nilai % Inf sesuai dengan nilai bobot masing-masing layer pada

rumus yang telah dijelaskan sebelumnya. Dalam hal ini ketik angka 30

untuk memberi bobot sebesar 30% bagi Peta Ketinggian atau Zonasi Iklim.

Selanjutnya rubah nilai “Scale Value” dari masing-masing nilai seperti

gambar di atas.

C. Pembobotan dan Penilaian Peta Tanah

Selanjutnya kita akan menambahkan Peta Ketinggian ke dalam Weighted

Overlay.

1. Klik Add theme dari jendela Weighted Overlay.

2. Pilih layer Tanah dan kolom Status.

Page 37: Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran - gfmc.onlinegfmc.online/wp-content/uploads/Pemetaan-Daerah-Rawan-Kebakaran.pdf · akibat adanya perubahan dari faktor-faktor yang digunakan untuk

Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran

32

Choose the input theme : Tanah

Choose the input field : Status

Lalu klik OK.

3. Tentukan nilai % Inf sesuai dengan nilai bobot masing-masing layer

pada rumus yang telah dijelaskan sebelumnya. Dalam hal ini ketik

angka 30 untuk memberi bobot sebesar 30% bagi Peta Tanah atau

Penyebaran Gambut. Selanjutnya rubah nilai “Scale Value” dari

masing-masing nilai seperti gambar di bawah.

Saat ini kita telah memasukkan 3 layer untuk digunakan dalam proses

Weighted Overlay, yaitu Peta Landcover, Peta Ketinggian, serta Peta

Tanah atau penyebaran gambut. Selain memberi bobot, kita juga telah

memberi nilai dari masing-masing kelas dari layer-layer tersebut, seperti

pada gambar berikut.

Page 38: Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran - gfmc.onlinegfmc.online/wp-content/uploads/Pemetaan-Daerah-Rawan-Kebakaran.pdf · akibat adanya perubahan dari faktor-faktor yang digunakan untuk

Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran

33

4. Selanjutnya, Klik OK

Page 39: Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran - gfmc.onlinegfmc.online/wp-content/uploads/Pemetaan-Daerah-Rawan-Kebakaran.pdf · akibat adanya perubahan dari faktor-faktor yang digunakan untuk

Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran

34

5. Pilih salah satu gradasi warna yang akan digunakan untuk peta

keluaran. Lalu klik Next.

6. Pilih batasan areal yang akan dianalisa.

The extent of this theme : Sumsel

Page 40: Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran - gfmc.onlinegfmc.online/wp-content/uploads/Pemetaan-Daerah-Rawan-Kebakaran.pdf · akibat adanya perubahan dari faktor-faktor yang digunakan untuk

Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran

35

7. Tentukan resolusi yang diinginkan. Pilih layer Sumsel. Lalu klik Next

The cell size of this theme : Sumsel

8. Beri nama peta (Peta Rawan Kebakaran) dan nama file output

(FDR_grd). Lalu klik Finish.

Page 41: Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran - gfmc.onlinegfmc.online/wp-content/uploads/Pemetaan-Daerah-Rawan-Kebakaran.pdf · akibat adanya perubahan dari faktor-faktor yang digunakan untuk

Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran

36

Sebuah model Peta Rawan Kebakaran yang lengkap telah disusun dan

siap dijalankan. Namun sebelumnya kita dapat mengklik kedua tombol di

bawah ini untuk merapihkan diagram alur yang kita susun.

Page 42: Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran - gfmc.onlinegfmc.online/wp-content/uploads/Pemetaan-Daerah-Rawan-Kebakaran.pdf · akibat adanya perubahan dari faktor-faktor yang digunakan untuk

Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran

37

6. Menyimpan dan Menjalankan Model

A. Menyimpan Project ModelBuilder

Project yang telah disusun bisa disimpan ke dalam hard disk, sehingga

bisa dibuka kembali kapan pun untuk melakukan pembaharuan atau

updating peta.

1. Klik File > Save As

2. Masukan lokasi harddrive tempat data permodelan akan disimpan

Drives : tentukan drive

Save In : tentukan foldernya

Model name : firerisk atau petarawan

B. Menjalankan Model

Setelah semua prosedur dijalankan dan model sudah lengkap, langkah

selanjutnya adalah menjalankan model secara keseluruhan. Pastikan

seluruh komponen dalam bagan alur memiliki warna, yang berarti tidak ada

kesalahan dari input data.

Page 43: Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran - gfmc.onlinegfmc.online/wp-content/uploads/Pemetaan-Daerah-Rawan-Kebakaran.pdf · akibat adanya perubahan dari faktor-faktor yang digunakan untuk

Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran

38

1. Klik menu Model > Run Entire Model

Secara otomatis ArcView akan menjalankan proses penyusunan peta

rawan kebakaran berdasarkan model yang telah disusun sebelumnya.

Biasanya diperlukan waktu beberapa menit tergantung dari spesifikasi

komputer yang digunakan. Jika proses berhasil, maka akan tampil

sebuah layer peta rawan kebakaran baru.

2. Untuk memudahkan klasifikasi kelas di dalam tampilan peta, ubah

legenda peta dengan merubah warna dan label dari nilai-nilai layer

tersebut seperti tabel di berikut ini.

Page 44: Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran - gfmc.onlinegfmc.online/wp-content/uploads/Pemetaan-Daerah-Rawan-Kebakaran.pdf · akibat adanya perubahan dari faktor-faktor yang digunakan untuk

Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran

39

Nilai Label Warna

1 Tidak Rawan Hijau

2 Rendah Kuning

3 Sedang Jingga

4 Tinggi Merah

5 Sangat Rawan Merah Tua / Coklat

Selanjutnya, tampilan peta rawan yang dibuat akan seperti pada gambar di

atas. Secara visual, tingkat kerawanan kebakaran ditampilkan dengan

warna hijau, kuning, jingga, merah dan coklat untuk mewakili tingkat rawan

kebakaran mulai dari tidak rawan, rendah, sedang, tinggi dan sangat

rawan. Sehingga lebih memudahkan interpretasi peta oleh pengguna akhir.

Page 45: Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran - gfmc.onlinegfmc.online/wp-content/uploads/Pemetaan-Daerah-Rawan-Kebakaran.pdf · akibat adanya perubahan dari faktor-faktor yang digunakan untuk

Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran

40

7. Hasil dan Pembahasan

Ketiga kabupaten prioritas SSFFMP, yaitu Musi Banyuasin, Banyuasin dan

Ogan Komering Ilir (OKI) merupakan daerah dengan tingkat kerawanan

kebakaran yang tinggi. Terlihat dari grafik di bawah ini, yang merupakan

hasil analisis daerah rawan kebakaran. Tingkat rawan tinggi dan sedang

sebagian besar tersebar pada ketiga kabupaten prioritas tersebut. Karena

keterbatasan sumberdaya pemadaman yang ada, maka diperlukan

pengkonsentrasian kegiatan pencegahan dan pemadaman di wilayah-

wilayah tersebut.

Luas Areal Rawan Kebakaran

0

100000

200000

300000

400000

500000

600000

700000

800000

900000

Musi B

an

yua

sin

Ba

nyua

sin

Og

an

Ko

me

ring

Ilir

La

hat

Lub

uk L

ing

ga

u

Mu

ara

En

im

Mu

si R

aw

as

Og

an Ilir

OK

U

OK

U S

ela

tan

OK

U T

imur

Pa

gar

Ala

m

Pale

mba

ng

Pra

bu

mu

lih

Kabupaten

Ha

Tidak Rawan

Rendah

Sedang

Tinggi

Sangat Rawan

Grafik penyebaran daerah rawan kebakaran per kabupaten di Sumatera

Selatan.

Kabupaten OKI memiliki daerah sangat rawan kebakaran yang sangat

luas, lebih dari 470 ribu hektar. Hal ini akibat cukup luasnya areal lahan

Page 46: Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran - gfmc.onlinegfmc.online/wp-content/uploads/Pemetaan-Daerah-Rawan-Kebakaran.pdf · akibat adanya perubahan dari faktor-faktor yang digunakan untuk

Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran

41

gambut terdegradasi, khususnya di kecamatan Tulung Selapan. Selain itu,

kriteria tinggi juga didominasi oleh Kabupaten OKI dengan luasan lebih dari

650 ribu hektar (lihat Lampiran 4 tentang tabel penyebaran daerah rawan

kebakaran). Sebagian besar penyebab kebakaran di wilayah ini adalah

kegiatan masyarakat yang terkait dengan penanaman padi sonor, mencari

ikan, serta membuat akses di lahan gambut untuk mencari kayu atau

berburu. Upaya pencegahan melalui pengembangan masyarakat melalui

upaya pemberian altenatif matapencaharian sekitar lahan gambut

sangatlah penting untuk menghindari terpicunya kebakaran gambut oleh

masyarakat saat musim kemarau. Peningkatan kesadaran masyarakat

sekitar akan bahaya kebakaran gambut serta pentingnya ekosistem bagi

lingkungan global juga perlu diterapkan.

Rendahnya aksesibilitas yang dapat dilalui oleh regu-regu pemadam juga

menyulitkan upaya pemadaman oleh regu Manggala Agni. Ditambah lagi

dengan terbatasnya sumber air di lahan gambut saat kemarau,

mengakibatkan regu pemadam hanya mampu menjangkau areal lahan

gambut tidak lebih dari 500 meter dari di pinggir jalan dan kanal. Alternatif

transportasi bagi regu pemadam, selain akses jalan, karenanya sangat

perlu diperhatikan, mengingat sulitnya aksesibilitas menuju areal lahan

gambut yang terdegradasi. Namun, upaya pencegahan perlu diprioritaskan

di wilayah ini.

Tidak semua areal dataran rendah di wilayah pesisir timur Sumatera

Selatan berada dalam tingkat rawan kebakaran yang tinggi. Taman

Nasional Sembilang (TNS) sebagian besar masih berada dalam tingkat

rawan sang rendah. Hal ini karena wilayah TNS masih didominasi oleh

hutan bakau (mangrove) yang masih

Sementara itu, Kabupaten Lahat, Muara Enim, Musi Rawas serta OKU

Selatan memiliki daerah yang tidak rawan kebakaran yang masih cukup

Page 47: Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran - gfmc.onlinegfmc.online/wp-content/uploads/Pemetaan-Daerah-Rawan-Kebakaran.pdf · akibat adanya perubahan dari faktor-faktor yang digunakan untuk

Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran

42

banyak. Cukup masuk akal, mengingat sebagian wilayah kabupaten

tersebut berada di daerah pegunungan atau memiliki areal berhutan yang

masih relatif cukup baik kondisinya. Namun demikian di Kabupaten Muara

Enim dan Musi Rawas juga masih terdapat areal dengan tingkat kebakaran

tinggi bahkan sangat rawan, khususnya di daerah gambut sepanjang

sungai Musi. Sebenarnya lahan gambut di wilayah ini relatif aman dari

kebakaran besar dibandingkan lahan gambut yang berada di pesisir timur.

Kebakaran di wilayah ini biasanya dimulai atau paling tidak dipicu oleh

pembukaan lahan untuk perkebunan sawit. Hal ini dapat dilihat dari

kumulatif penyebaran hotspot di wilayah tersebut, dimana terdapat

kumpulan (cluster) hotspot yang sangat rapat di areal yang dibuka untuk

perkebunan. Kebijakan zero burning karenanya harus diterapkan untuk

keperluan tersebut, tentunya dengan dibarengi upaya penegakkan hukum.

Daerah dengan tingkat rawan tinggi juga terdapat di OKU Timur. Hal ini

disebabkan banyaknya hotspot yang terdeteksi akibat pembakaran di

lahan persawahan di kecamatan Belitang yang merupakan lahan

pertanian. Seperti halnya pertanian intensif lainnya hal ini tidak memiliki

dampak yang cukup besar, mengingat bukan di lahan gambut.

Evaluasi peta rawan kebakaran juga dilakukan untuk mengetahui kualitas

informasi terkait dengan penyebaran hotspot. Dengan menggunakan peta

rawan kebakaran yang disusun menggunakan hasil analisa penyebaran

hotspot tahun 2004, evaluasi dilakukan untuk mengetahui tingkat

keakurasian prediksi penyebaran hotspot tahun 2006. Sebagian besar

hotspot (hampir 90%) berada di daerah dengan tingkat rawan kebakaran

sangat tinggi.

Korelasi yang tinggi antara peta rawan kebakaran dengan penyebaran

hotspot pada musim kemarau berikutnya, dapat dilihat dari grafik di atas,

Page 48: Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran - gfmc.onlinegfmc.online/wp-content/uploads/Pemetaan-Daerah-Rawan-Kebakaran.pdf · akibat adanya perubahan dari faktor-faktor yang digunakan untuk

Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran

43

dimana sebaliknya di areal dengan tingkat rawan yang rendah dan tidak

rawan, kerapatan penyebaran hotspot sangatlah rendah.

5.03

12.51 12.63

36.86

89.14

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

Tidak Rawan Rendah Sedang Rawan Sangat Rawan

Tingkat Kerawanan Kebakaran

Ke

rap

ata

n p

er

10

Km

2

Grafik evaluasi penyebaran hotspot tahun 2006 dengan peta rawan

kebakaran yang dibuat tahun 2005.

Karenanya peta rawan kebakaran tersebut dapat digunakan untuk

keperluan identifikasi areal prioritas dan perencanaan kegiatan

pencegahan, alokasi sumberdaya pemadaman ataupun perencanaan

kebijakan dan strategis lainnya. Selain itu, bagi fire manager yang sudah

lebih mumpuni (advanced), Sistem Analisa Ancaman Kebakaran

merupakan informasi tambahan yang sangat detail dan bermanfaat untuk

keperluan perencanaan pada skala yang lebih rinci.

Kehidupan nyata selalu dinamis dan mengalami perubahan. Berbeda

dengan peta atau model yang dibuat, hanya mewakili suatu kondisi dalam

waktu tertentu. Untuk itu perlu dilakukan pembaharuan data dan peta

secara reguler, sehingga akurasi dan aktualitas menjadi lebih baik.

Page 49: Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran - gfmc.onlinegfmc.online/wp-content/uploads/Pemetaan-Daerah-Rawan-Kebakaran.pdf · akibat adanya perubahan dari faktor-faktor yang digunakan untuk

Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran

44

Bahan Bacaan

Anderson, I. P., M.R. Bowen, I.D. Imanda dan Muhnandar. 1999.

Vegetation Fires in Indonesia: The Fire History of the Sumatra

Province 1996 – 1998 as a Predictor of Future Areas at Risk. FFPCP

Report. Palembang.

ESRI. 2002. Using ArcView GIS. Environmental Systems Research

Institute, Inc. Redlands California.

Greene, R. W. 2002. Confronting Catastrophe: A GIS Handbook. ESRI

Press. Redlands California.

Nuarsa, I Wayan. 2005. Belajar Sendiri Menganalisis Data Spasial dengan

ArcView 3.3 untuk Pemula. PT Elex Media Komputindo. Jakarta.

Ormsby, T dan Alvi, J. 1999. Extending ArcView GIS. ESRI Press.

Redlands California.

Prahasta, Edy. 2002. Konsep-Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis.

Informatika. Bandung.

Prahasta, Edy. 2003. Sistem Informasi Geografis: Tutorial ArcView.

Informatika Bandung.

Ruecker, G. 2007. Ekstensi Sistem Analisa Ancaman Kebakaran untuk

ArcView GIS 3.x: Panduan bagi Pengguna dan Administrator.

SSFFMP. Palembang.

Solichin, Hasanuddin dan Christiana. 2007. Manual Pengumpulan

Informasi Kebakaran Hutan dan Lahan melalui Internet. SSFFMP.

Palembang.

Solichin dan P. Kimman. 2003. Sistem Informasi Kebakaran Hutan dan

Lahan. SSFFMP. Palembang.

Whitten, T. 2000. The Ecology of Sumatra. Periplus Edition. Singapore.

Page 50: Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran - gfmc.onlinegfmc.online/wp-content/uploads/Pemetaan-Daerah-Rawan-Kebakaran.pdf · akibat adanya perubahan dari faktor-faktor yang digunakan untuk

Pem

eta

an D

aerah R

aw

an K

ebakaran

45

Lam

pira

n.

1. S

eb

ara

n H

ots

po

t Berd

asark

an

Tu

tup

an

Lah

an

Tah

un

2006

Fre

ku

en

si H

ots

po

t 20

06

Be

rda

sa

rka

n D

ae

rah

Tu

tup

an

La

ha

n0.186

0.374

1.889

4.738

0.043

0.037

0.083

0.811

3.637

0.774

4.451

0.59

1.22

0.862

1.904

4.858

1.263

4.347

0.74

1.126

3.325

0.809

0 1 2 3 4 5 6Air

Awan

Belukar

Belukar Rawa

Hutan Mangrove Prim

Hutan Mangrove Sekun

Hutan Primer

Hutan Rawa Primer

Hutan Rawa Sekunder

Hutan Sekunder

Hutan Tanaman

Pemukiman

Perkebunan

Pertanian Campuran

Pertanian Lahan Keri

Rawa

Sawah

Semak Rawa

Tambak

Tambang

Tanah Terbuka

Transmigrasi

Tu

tup

an

La

ha

n

Frekuensi

2. S

eb

ara

n H

ots

po

t Berd

asark

an

Jen

is T

an

ah

Tah

un

2006

Fre

ku

en

si S

eb

ara

n H

ots

po

t Ta

hu

n 2

00

6 B

erd

as

ark

an

Je

nis

Ta

na

h

1.45

2.027

1.059

2.723

2.245

0.259

5.763

1.18

0.504

0.269

0.631

0.502

0.825

0 1 2 3 4 5 6 7

Acid Tuff Plain

Alluvial

Hilly

Karst

Marin

Montain/Plateau

Peat Domes

Plain

SEA/RIVERS

Urban Area

Very steep

slop

Volcanic

Water body

Je

nis

Ta

na

h

Frekuensi

Page 51: Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran - gfmc.onlinegfmc.online/wp-content/uploads/Pemetaan-Daerah-Rawan-Kebakaran.pdf · akibat adanya perubahan dari faktor-faktor yang digunakan untuk

Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran

46

3. Sebaran Hotspot Berdasarkan Ketinggian Tahun 2006

Frekuensi Sebaran Hotspot Tahun 2006 Berdasarkan

Kelas Ketinggian

3.1

53

1.0

48 1.3

37

1.5

58

0.6

79

0.2

69

0.0

7

0

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

0 -

25 m

25 -

50 m

50 -

100 m

100 -

200 m

200 -

500 m

500 -

1000 m

1000 -

2000

m

2000 -

3200

m

Kelas Ketinggian

Fre

ku

en

si

Page 52: Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran - gfmc.onlinegfmc.online/wp-content/uploads/Pemetaan-Daerah-Rawan-Kebakaran.pdf · akibat adanya perubahan dari faktor-faktor yang digunakan untuk

Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran

47

4. Tabel penyebaran daerah rawan kebakaran di Sumatera Selatan

Tidak Rawan Rendah Sedang Tinggi Sangat Rawan

Total Luas

Kabupaten Kabupaten

Ha % Ha % Ha % Ha % Ha %

Musi Banyuasin 0 0.0 772138 53.0 348678 23.9 277074 19.0 39804 2.7 1457975

Banyuasin 222 0.0 301731 25.1 362395 30.2 395708 33.0 78511 6.5 1199983

OKI 4 0.0 329110 18.9 267951 15.4 659769 37.9 473144 27.1 1743107

Lahat 349185 52.9 218355 33.1 38487 5.8 41391 6.3 0 0.0 660748

Lubuk Linggau 7971 19.0 30098 71.8 1349 3.2 0 0.0 0 0.0 41898

Muara Enim 108844 12.7 463361 54.0 138710 16.2 94513 11.0 42501 5.0 858563

Musi Rawas 251708 20.6 674964 55.2 192136 15.7 91257 7.5 3417 0.3 1222890

Ogan Ilir 0 0.0 79132 33.3 79585 33.4 76636 32.2 275 0.1 238022

OKU 63702 22.0 133823 46.2 71374 24.7 19165 6.6 0 0.0 289588

OKU Selatan 181321 34.2 188337 35.5 106439 20.1 13488 2.5 0 0.0 530386

OKU Timur 0 0.0 145725 45.2 56193 17.4 111594 34.6 0 0.0 322540

Pagar Alam 56969 94.7 2357 3.9 0 0.0 0 0.0 0 0.0 60148

Palembang 0 0.0 19846 52.3 15207 40.0 926 2.4 0 0.0 37983

Prabumulih 0 0.0 36952 87.1 3396 8.0 1946 4.6 0 0.0 42412

Total 1019926 3395928 1681900 1783467 637652 8706242