pemenuhan prasarat dasar pengawasan di institusi penyelenggaraan makanan rumah sakit rumah sakit...
TRANSCRIPT
PEMENUHAN PRASYARAT DASAR PENGAWASAN MUTU DI INSTITUSI PENYELENGGARAAN MAKANAN RUMAH SAKIT KOTA MALANG
Dr Roekistiningsih, SpMK, MS1
Yohanes Kristianto, GradDipFoodSci, MFT2
Laksmi Karunia Tanuwijaya3
1. Staf Pengajar Program Studi Ilmu Gizi Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang. 2. Staf Pengajar Program Studi Ilmu Gizi Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang. 3. Mahasiswa Program Studi Ilmu Gizi Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang.
Abstrak : Pelaksanaan prasyarat dasar pengawasan mutu makanan berdasarkan Keputusan Menkes RI Nomor
: 715/Menkes/SK/V/2003 merupakan salah satu jaminan higiene sanitasi jasaboga, yang menunjang tersedianya makanan yang bermutu serta memuaskan keinginan pasien sebagai konsumen di 5 (lima) rumah sakit kota Malang. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan prasyarat dasar pengawasan mutu; mutu makanan yang disajikan; tingkat kepuasan pasien; tingkat kepentingan pasien; hubungan antara tingkat kepuasan dan tingkat kepentingan pasien; dan perbedaan tingkat kepuasan pasien antar rumah sakit.
Jenis penelitian adalah deskriptif observasional, yang dilaksanakan di RSU Dr Saiful Anwar Malang, RST Tk II Dr Soepraoen Malang, RS Panti Nirmala Malang, RS Panti Waluya Sawahan Malang, RS Islam Malang. Variabel penelitian adalah pelaksanaan persyaratan higiene sanitasi instalasi gizi, mutu makanan yang disajikan, tingkat kepuasan dan kepentingan pasien.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh rumah sakit telah Laik Higiene Sanitasi Jasaboga. Mutu makanan di RS Panti Waluya Sawahan Malang dikategorikan Baik; RSU Dr Saiful Anwar Malang, RS Panti Nirmala Malang, RS Islam Malang dikategorikan Cukup, RST Tk II Dr Soepraoen Malang dikategorikan Kurang. Tingkat kepuasan pasien terhadap mutu makanan yang disajikan adalah Biasa, sebanyak 46.97%. Tingkat kepentingan pasien terhadap mutu makanan yang disajikan adalah Penting, sebanyak 54.84%. Mutu makanan yang disajikan masuk dalam Kuadran I atau daerah prioritas utama yang harus dibenahi dalam Diagram Kartesius. Berdasar uji Kruskal-Wallis diketahui tidak ada perbedaan yang signifikan pada tingkat kepuasan pasien antar rumah sakit, kecuali pada komponen kebersihan alat saji. Berdasar uji Mann-Whitney diketahui rumah sakit yang lebih rendah tingkat kepuasan pasiennya terhadap kebersihan alat saji adalah RSU Dr Saiful Anwar Malang. Kata kunci : higiene, sanitasi, jasaboga, mutu makanan, tingkat kepuasan, tingkat kepentingan
1
Compliance to Food Safety Pre-requirement of Hospital Food Service in Malang
Dr Roekistiningsih, SpMK, MS1
Yohanes Kristianto, GradDipFoodSci, MFT2
Laksmi Karunia Tanuwijaya3
1. Lecturer of Nutrition of Health Program of Medical Faculty of Brawijaya University Malang 2. Lecturer of Nutrition of Health Program of Faculty of Brawijaya University Malang 3. Student of Nutrition of Health Program of Medical Faculty of Brawijaya University Malang .
Food safety requirement according to the decree of Ministry of Health number 15/Menkes/SK/V/2003
representing one of guarantee of food service hygiene and sanitation, supporting available of certifiable food and also gratify the patient desire as consumer in 5 hospitals in Malang. This research was aimed to study the prerequisites compliance of qualified control; quality of presented food; level of patient satisfaction; level of the patient importance; relation between satisfaction level and patient importance level; and difference of the patient satisfaction among 5 hospitals.
The research was descriptive observational, conducted in RSU Dr Saiful Anwar Malang, RST Tk II Dr Soepraoen Malang, RS Panti Nirmala Malang, RS Panti Waluya Sawahan Malang, RS Islam Malang. Variable of research were compliance of hygiene sanitation in food service establishment, quality of presented food, level of patient satisfaction and patient importance.
Result of research indicated that all hospitals had complied with minimum standard requirement as outlined by the decree. Quality of food in RS Panti Waluya Sawahan was categorized Good, RSU Dr Saiful Anwar Malang, RS Panti Nirmala Malang, RS Islam Malang were categorized Enough, RST Tk II Dr Soepraoen Malang was categorized Less. The patient satisfaction level to food quality presented was Normal, as much 46.97%. Level of patient Importance to food quality presented was Important, as much 54.84%. Food quality presented entered in Quadrants A or especial priority area which must be corrected in Kartesius chart. Based on Kruskal-Wallis test was known that there was no significant difference of patient satisfaction level among 5 hospitals, except to component of eating utensils hygiene. Based on Mann-Whitney test was known that the hospital with the lower level of its patient satisfaction to hygiene of eating utensils was RSU Dr Saiful Anwar Malang.
In conclusions, all hospitals had complied with minimum standard requirement as outlined by the decree of Ministry of Health number 15/Menkes/SK/V/2003, mostly patient have the Normal satisfaction level at presented food quality, mostly patient said that food quality presented were Important. Food quality presented entered quadrants A or especially priority area which must be corrected. There was no significant difference of patient satisfaction level among 5 hospitals, except to component of eating utensils hygiene. The lowest level among 5 hospitals of its patient satisfaction to hygiene of eating utensils was RSU Dr Saiful Anwar Malang. Keyword: hygiene, sanitation, hospital food service, quality of food, the satisfaction level, the importance level.
2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pelayanan gizi di rumah sakit adalah
pelayanan gizi yang disesuaikan dengan keadaan
pasien dan berdasarkan keadaan klinis, status
gizi, dan status metabolisme tubuhnya. Tujuan
umum pelayanan gizi rumah sakit adalah
terciptanya sistem pelayanan gizi di rumah sakit
dengan memperhatikan berbagai aspek gizi dan
penyakit, serta merupakan bagian dari pelayanan
kesehatan secara menyeluruh untuk
meningkatkan dan mengembangkan mutu
pelayanan gizi di rumah sakit (Depkes RI, 2003).
Untuk meningkatkan kualitas makanan dan
daya terima konsumen dari makanan yang
disajikan, maka pengolahan makanan bertujuan
untuk memberikan kepuasan kepada konsumen
sehingga dapat dikonsumsi (Mukrie, 1990).
Sebagai penyelenggara makanan, menjaga
keamanan merupakan keharusan karena dapat
membahayakan orang banyak (Moehyi, 1992).
Terjadinya peningkatan jumlah keracunan
menuntut adanya praktek higiene dan sanitasi
yang lebih baik (Wilson dkk, 1997).
Indikasi lain yang mendukung pentingnya
peningkatan mutu makanan produksi instalasi gizi
adalah data yang diperoleh dari sebuah peneilitian
di RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta yang
menyebutkan bahwa, prevalensi kurang gizi di
bagian ruang bedah sebesar 15-70% dan 55-65%
pasien geriarti dengan gizi kurang. Salah satu
penyebab besarnya prevalensi gizi kurang di
rumah sakit adalah karena kurangnya saran dan
ketrampilan petugas gizi dalam memberikan
asuhan gizi sehingga pemberian makanan
menjadi kurang memadai (Pusdiknakes, 2000).
Oleh karena itu untuk melindungi masyarakat
dari makanan dan minuman yang dikelola usaha
jasaboga yang tidak memenuhi persyaratan
higiene dan sanitasi, disusun Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor :
715/Menkes/SK/V/2003. Dalam peraturan tersebut
dinyatakan bahwa jasaboga yang melayani sarana
pelayanan kesehatan (Instalasi Gizi rumah sakit)
termasuk jasaboga golongan B karena melayani
kebutuhan khusus (Depkes RI, 2004).
Berdasarkan survey pendahuluan, diketahui
bahwa petugas gizi di instalasi gizi rumah sakit di
kota Malang pernah mendapatkan pelatihan
tentang cara produksi makanan yang baik, namun
masih ditemukan penyimpangan dalam praktek
higiene personil dan sanitasi lingkungan di
instalasi gizi.
1.2 Rumusan Masalah
”Bagaimana pelaksanaan persyaratan higiene
dan sanitasi jasaboga pada penyelenggaraan
makanan di rumah sakit di kota Malang (RS
Umum dr Saiful Anwar Malang, RS Panti Waluya
Sawahan Malang, RS Panti Nirmala Malang, RST
Tk II dr Soepraoen Malang dan RS Islam Malang)
dalam kaitannya dengan mutu makanan dan
tingkat kepuasan pasien terhadap makanan yang
disajikan?”
1.3 Tujuan Penelitian
Mempelajari pelaksanaan prasyarat dasar
pengawasan mutu makanan pada
penyelenggaraan makanan di rumah sakit di kota
Malang.
1.4 Manfaat Penelitian
Memberikan informasi kepada manajemen
Instalasi Gizi rumah sakit mengenai pelaksanaan
prasyarat dasar pengawasan mutu makanan
sebagai pedoman untuk memproduksi makanan
yang berkualitas serta memberikan informasi
mengenai kepuasan pasien sebagai pengguna
jasa pelayanan gizi rumah sakit yang
bersangkutan.
1
BAB II METODE PENELITIAN
2.1 Rancangan Penelitian
Penelitian bersifat deskriptif observasional
dengan mengamati pelaksanaan prasyarat dasar
pengawasan mutu makanan (higiene dan sanitasi)
pada penyelenggaraan makanan di rumah sakit.
2.2 Subjek Penelitian Subjek penelitian untuk menilai pelaksanaan
pengawasan mutu makanan adalah instalasi gizi
rumah sakit di kota Malang, dengan kriteria inklusi
yaitu :
1. memiliki instalasi gizi/ruang pengolahan
makanan
2. mengadakan kegiatan penyelenggaraan
makanan
3. dikelola oleh tenaga gizi sebagai penanggung
jawab instalasi gizi
Untuk menilai mutu makanan melalui persepsi
dan kepuasan terhadap makanan yang disajikan
adalah pasien dari 5 rumah sakit tersebut, yang
diambil secara proporsional berdasarkan BOR dan
jumlah tempat tidur hingga seluruhnya mencapai
30 orang pasien, dengan kriteria inklusi yaitu :
1. pasien pria atau wanita, dengan umur antara
20 – 50 tahun
2. mendapatkan diet dengan bentuk makanan
biasa (bukan diet khusus)
3. sudah mendapatkan perawatan minimal dua
hari
4. dapat berkomunikasi dengan baik dan
mampu memberikan respon terhadap
pernyataan dalam kuesioner (mengerti
bacaan dengan jelas)
5. bersedia menjadi responden penelitian
2.3 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di 5 (lima) rumah
sakit di kota Malang, yaitu RS Umum dr Saiful
Anwar Malang, RS Panti Waluya Sawahan
Malang, RS Panti Nirmala Malang, RST Tk II dr
Soepraoen Malang dan RS Islam Malang, pada
bulan Maret hingga Mei 2006.
2.4 Bahan dan Instrumen Penelitian
Bahan yang diperlukan dalam penelitian yaitu :
1. Ruang persiapan, pengolahan, distribusi,
penyimpanan makanan dan fasilitas
penunjang instalasi gizi.
2. Peralatan untuk proses persiapan,
pengolahan, distribusi dan penyimpanan
makanan.
3. Bahan makanan.
4. Makanan yang disajikan.
5. Petugas instalasi gizi.
6. Pasien rawat inap.
7. Dokumen rumah sakit.
Sedangkan instrumen yang digunakan dalam
penelitian yaitu :
1. Formulir uji kelaikan fisik untuk higiene
sanitasi jasa boga menurut Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
715/Menkes/SK/V/2003.
2. Kuesioner tingkat kepentingan/harapan
terhadap mutu makanan pasien yang meliputi
rasa, warna, aroma, tekstur makanan,
keamanan makanan, suhu makanan,
kebersihan alat saji, ditentukan dengan
memberikan skor 1, 2, 3, 4, 5 kemudian skor
tersebut dijumlahkan dan dicari rata-ratanya.
3. Kuesioner kepuasan pasien terhadap
makanan yang disajikan yang meliputi rasa,
warna, aroma dan tekstur makanan,
keamanan makanan, suhu makanan,
kebersihan alat saji ditentukan dengan
memberikan 5, 4, 3, 2, 1 kemudian skor
tersebut dijumlahkan dan dicari rata-ratanya.
2
4. Form penilaian mutu makanan secara obyektif
yang meliputi rasa, warna, aroma dan tekstur
makanan, variasi menu, besar porsi, cara
penyajian dan tingkat kematangan,
kontaminasi benda asing, suhu makanan,
kebersihan alat saji, komposisi gizi,
penggunaan bahan tambahan makanan dan
garam beryodium. Data ini diolah dengan
memberikan skor 5, 4, 3, 2, 1 kemudian skor
tersebut dijumlahkan dan dicari rata-ratanya.
2.5 Cara Kerja dan Pengumpulan Data
Data dikumpulkan oleh peneliti dan
enumerator, melalui observasi terhadap ruang
instalasi gizi dan makanan yang disajikan,
wawancara kepada petugas gizi dan penyebaran
kuesioner kepada pasien.
2.6 Analisis Data
Data higiene dan sanitasi jasaboga dianalisa
secara deskriptif dan hasil penilaian menentukan
terhadap dipenuhi tidaknya persyaratan secara
keseluruhan dengan ketentuan untuk golongan B
minimal mencapai 83 atau 83/92 = 90,2%. Data
penilaian mutu makanan secara obyektif disajikan
dalam bentuk tabel dan dianalisa secara deskriptif,
tingkat kepentingan/harapan terhadap mutu
makanan dan kepuasan pasien dianalisis
menggunakan Diagram Kartesius yang akan
menunjukkan hubungan antara tingkat kepuasan
dengan harapan.
Analisis statistik untuk mengetahui perbedaan
tingkat kepuasan pasien antar 5 (lima) rumah sakit
di kota Malang menggunakan uji Kruskal-Wallis
dengan SPSS versi 12.0. Untuk mengetahui lebih
lanjut kelompok pasangan rumah sakit yang
berbeda, digunakan uji Mann-Whitney dengan
SPSS versi 12.0. Perbedaan yang signifikan
ditunjukkan oleh angka signifikansi yang kurang
dari 0.05.
BAB III HASIL PENELITIAN
3.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Institusi penyelenggaraan makanan rumah
sakit di kota Malang sebanyak 5 (lima) rumah
sakit, yaitu RS Umum Dr Saiful Anwar Malang, RS
Tentara Tk II Dr Soepraoen Malang, RS Panti
Nirmala Malang, RS Panti Waluya Sawahan
Malang, RS Islam Malang. Adapun gambaran
umum dari rumah sakit tersebut disajikan pada
Tabel 3.1.1.
Tabel 3.1.1 Gambaran Umum 5 (lima) Rumah
Sakit di Kota Malang
Sedangkan kapasitas tempat tidur serta BOR
(Bed Occupancy Rate) dari kelima rumah sakit
disajikan pada Tabel 3.1.2.
Tabel 3.1.2 Kapasitas Tempat Tidur dan BOR 5
(lima) Rumah Sakit di Kota Malang
No Nama Rumah Sakit Lokasi Tahun
Berdiri Tipe Kepemilikan
1. RSU Dr Saiful Anwar Malang
Jl JA Suprapto No.2 Malang 1947 B
Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Timur
2. RST Tk II Dr Soepraoen Malang
Jl Dr S.Supriadi No.22 Malang
1950 B Kesdam V Brawijaya
3. RS Panti Nirmala Malang
Jln Kebalen Wetan No 2 – 8 Malang
1929 C Yayasan Rumah Sakit Panti Nirmala
4. RS Panti Waluya Sawahan Malang
Jl Nusa Kambangan No.56 Malang
1956 C Konggregasi Misericordia
5. Rumah Sakit Islam Malang
Jl Mayjen Haryono 139 Malang
1994 C Yayasan Universitas Islam Malang
No Nama Rumah Sakit Jumlah Tempat Tidur
(TT) BOR (%)
1. RSU Dr Saiful Anwar
Malang (RSSA) 767 62.76
2. RST Tk II Dr Soepraoen
Malang (RST) 304 58.20
3. RS Panti Nirmala
Malang (RSPN) 161 52.10
4.
RS Panti Waluya
Sawahan Malang
(RSPW)
224 55.82
5. Rumah Sakit Islam
Malang (RSI) 72 49,3
3
Kelima rumah sakit tersebut di atas
memiliki instalasi gizi untuk menyediakan
makanan yang berkualitas dan sesuai kebutuhan
serta pelayanan yang layak dan memadai bagi
pasien rawat inap. Rangkaian kegiatan di instalasi
gizi meliputi penyusunan menu, pemesanan
bahan makanan, pembelian, penerimaan,
penyimpanan, persiapan bahan makanan,
pengolahan, distribusi makanan dan pencucian
peralatan. Pada Tabel 3.1.3 berikut disajikan profil
instalasi gizi menurut luas bangunan, ketenagaan
dan konsumen yang dilayani.
Tabel 3.1.3 Gambaran Instalasi Gizi 5 (lima)
Rumah Sakit di Kota Malang
3.2 Pelaksanaan Prasyarat Dasar Pengawasan Mutu Makanan
Pelaksanaan prasyarat dasar pengawasan
mutu makanan atau persyaratan higiene sanitasi
jasaboga yang mengacu pada Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor :
715/Menkes/SK/V/2003 di 5 rumah sakit di kota
Malang disajikan pada Tabel 5.2.1 berikut.
Tabel 3.2.1 Pelaksanaan Persyaratan Higiene
Sanitasi Jasaboga di 5 (lima) Rumah
Sakit di Kota Malang
Meskipun berdasarkan penilaian seluruh
rumah sakit dinyatakan telah laik higiene sanitasi
jasaboga, namun ada beberapa komponen yang
belum dapat terpenuhi, diantaranya :
1. Komponen Lokasi, Bangunan, Fasilitas sudah
terpenuhi seluruh unsur-unsurnya oleh RS
Panti Nirmala Malang, dan belum terpenuhi
beberapa unsurnya oleh RSU Dr Saiful Anwar
Malang, RST Tk II Dr Soepraoen Malang, RS
Panti Waluya Sawahan Malang, dan RS Islam
Malang.
2. Komponen Pencahayaan sudah terpenuhi
unsur-unsurnya oleh seluruh rumah sakit.
3. Komponen Penghawaan sudah terpenuhi
unsur-unsurnya oleh RST Tk II Dr Soepraoen
Malang, RS Panti Nirmala Malang, RS Panti
Waluya Sawahan Malang, RS Islam Malang,
namun belum terpenuhi beberapa unsurnya
oleh RSU Dr Saiful Anwar Malang.
4. Komponen Air sudah terpenuhi unsur-
unsurnya oleh seluruh rumah sakit.
5. Komponen Air Kotor sudah terpenuhi unsur-
unsurnya oleh seluruh rumah sakit.
6. Komponen Fasilitas Cuci Tangan dan Toilet
sudah terpenuhi unsur-unsurnya oleh seluruh
rumah sakit.
7. Komponen Pembuangan Sampah sudah
terpenuhi unsur-unsurnya oleh seluruh rumah
sakit.
8. Komponen Ruangan Pengolahan Makanan
sudah terpenuhi unsur-unsurnya oleh seluruh
rumah sakit.
No Nama Rumah Sakit Nilai Standar Keterangan
1. RSSA 85 83 – 92 Laik
2. RST 84 83 – 92 Laik
3. RSPN 91 83 – 92 Laik
4. RSPW 90 83 – 92 Laik
5. RSI 83 83 – 92 Laik
Jumlah Tenaga Berdasar Pendidikan
Gizi Non Gizi No Nama
RS
Luas Instalasi Gizi (m2) S1 DIV DIII DI S1 SMA SMP SD
1. RSSA 856.32 3 18 16 6 - 34 3 16
2. RST 921.90 - - 5 - 1 10 6 3
3. RSPN 421 - - 2 - 1 7 5 3
4. RSPW 286 - - 2 - 1 8 10 5
5. RSI 62 - - 1 - - 4 4 3
4
9. Komponen karyawan sudah terpenuhi seluruh
unsurnya oleh RS Panti Nirmala Malang dan
RS Panti Waluya Sawahan Malang dan belum
terpenuhi beberapa unsurnya oleh RSU Dr
Saiful Anwar Malang, RST Tk II Dr Soepraoen
Malang dan RS Islam Malang.
10. Komponen Makanan sudah terpenuhi unsur-
unsurnya oleh seluruh rumah sakit.
11. Komponen Perlindungan Makanan sudah
terpenuhi seluruh unsurnya oleh RS Panti
Nirmala Malang dan RS Panti Waluya
Sawahan Malang, dan belum terpenuhi
beberapa unsurnya oleh RSU Dr Saiful Anwar
Malang, RST Tk II Dr Soepraoen Malang, dan
RS Islam Malang.
12. Komponen Peralatan Makan dan Masak
sudah dapat terpenuhi unsur-unsurnya oleh
RST Tk II Dr Soepraoen Malang, RS Panti
Nirmala Malang dan RS Panti Waluya
Sawahan Malang, namun RS Islam Malang
belum memenuhi 1 (satu) dari 5 (lima) unsur,
sedangkan RSU Dr Saiful Anwar Malang
belum dapat memenuhi 2 (dua) dari 5 (lima)
unsur penilaian.
13. Komponen Persyaratan Khusus Jasaboga
Golongan B dapat terpenuhi seluruh unsurnya
oleh RSU Dr Saiful Anwar Malang; RST Tk II
Dr Soepraoen Malang, RS Panti Nirmala
Malang, RS Panti Waluya Sawahan Malang
belum dapat memenuhi 1 (satu) dari 14
(empat belas) unsur penilaian, sedangkan RS
Islam Malang belum dapat memenuhi 4
(empat) dari 14 (empat belas) unsur penilaian.
3.3 Penilaian Mutu Makanan 3.3.1 Penilaian Mutu Makanan Secara Obyektif
Menu yang dinilai adalah menu makanan
biasa secara umum. Hasil penilaian mutu
makanan disajikan pada Tabel 3.3.1.1 berikut.
Tabel 5.3.1.1 Penilaian Mutu Makanan di 5 (lima)
Rumah Sakit di Kota Malang
Urutan pencapaian hasil penilaian mutu setiap
komponen adalah sebagai berikut :
1. komponen aroma, tekstur, tingkat
kematangankomposisi gizi, variasi makanan,
besar porsi, penggunaan garam beryodium,
kesempurnaan proses pemasakan,
penggunaan BTM dengan skor 20.
2. komponen rasa, warna dengan skor 19
3. komponen cara penyajian, keadaan bahan
makanan, penggunaan alat masak dengan
skor 18
4. komponen penanganan potensi kontaminasi
serangga, penanganan potensi kontaminasi
rambut, kerikil, kesesuaian suhu penyajian
dengan skor 16.
5. komponen pencucian buah dan sayur,
penggunaan minyak goreng dengan skor 15.
6. komponen penanganan potensi kontaminasi
debu dengan skor 14.
3.3.2 Penilaian Mutu Makanan Secara Subyektif 3.3.2.1 Tingkat Kepuasan Konsumen
Penilaian terhadap tingkat kepuasan
konsumen dilakukan melalui pengisian kuesioner.
Rekapitulasi tingkat kepuasan pengguna jasa
instalasi gizi rumah sakit yang menunjukkan
tingkat kepuasan pengguna jasa instalasi gizi
rumah sakit terhadap mutu makanan yang
disajikan pada Tabel 3.3.2.1.1 berikut.
Nama Rumah Sakit Nilai Kategori
RSSA 69 Cukup
RST 67 Kurang
RSPN 77 Cukup
RSPW 80 Baik
RSI 72 Cukup
5
Tabel 3.3.2.1.1 Tingkat Kepuasan Pasien
Terhadap Mutu Makanan
Berdasarkan hasil penilaian diketahui bahwa
jawaban paling banyak adalah “biasa” sebanyak
155 jawaban atau sebesar 46.97%. Jumlah total
nilai hasil jawaban pengguna jasa instalasi gizi
rumah sakit atas tingkat kepuasan menunjukkan
urutan komponen yang direspon melalui tingkat
kepuasan oleh responden sebagai berikut :
1. Komponen Keamanan (nilai rata-rata 106),
dengan urutan unsur yaitu :
a. kebersihan alat saji
b. keamanan makanan dari kontaminasi
c. suhu penyajian
2. Komponen Sensori (nilai rata-rata 101.2),
dengan urutan unsur yaitu :
a. tingkat kematangan
b. tekstur makanan
c. cara penyajian
d. rasa makanan
e. warna makanan
f. aroma makanan
3. Komponen Gizi (nilai rata-rata 99), dengan
urutan unsur yaitu :
a. variasi menu
b. besar porsi
3.3.2.2 Tingkat Harapan / Kepentingan Konsumen
Rekapitulasi tingkat kepentingan pengguna
jasa instalasi gizi rumah sakit menunjukkan tingkat
harapan pengguna jasa instalasi gizi rumah sakit
terhadap mutu makanan yang disajikan pada
Tabel 3.3.2.2.1 berikut.
Tabel 3.3.2.2.1 Tingkat Kepentingan Pasien
Terhadap Mutu Makanan Jumlah Jawaban
Tingkat Kepentingan N %
Sangat Tidak Penting 0 0
Tidak Penting 7 2.12
Biasa 67 20.30
Penting 181 54.84
Sangat Penting 75 22.73
Total 330 100
Berdasarkan hasil penilaian yang disajikan
pada Tabel 3.3.2.2.1 di atas, diketahui bahwa
jawaban paling banyak adalah “penting” sebanyak
181 jawaban atau sebesar 54.84%. Jumlah total
nilai hasil jawaban pengguna jasa instalasi gizi
rumah sakit atas tingkat kepentingan menunjukkan
urutan komponen yang direspon melalui tingkat
kepentingan oleh responden, sebagai berikut :
1. Komponen Keamanan (nilai rata-rata 126),
dengan urutan unsur yaitu :
c. kebersihan alat saji
d. keamanan makanan dari kontaminasi
e. suhu penyajian
2. Komponen Gizi (nilai rata-rata 119), dengan
urutan unsur yaitu :
a. besar porsi
b. variasi menu
3. Komponen Sensori (nilai rata-rata 116.3),
dengan urutan unsur yaitu :
a. rasa makanan
b. tingkat kematangan
c. tekstur makanan
d. cara penyajian
e. aroma makanan
f. warna makanan
3.3.2.3 Hubungan Antara Nilai Kepuasan dan Nilai Kepentingan Konsumen
Hubungan antara nilai kepuasan dan nilai
kepentingan konsumen terhadap mutu makanan
yang disajikan oleh instalasi gizi 5 (lima) rumah
sakit di kota Malang dapat diketahui dengan
menghubungkan titik koordinat variabel nilai
Jumlah Jawaban Tingkat Kepuasan
n %
Sangat Tidak Puas 0 0
Tidak Puas 27 8.18
Biasa 155 46.97
Puas 138 41.81
Sangat Puas 10 3.03
Total 330 100
6
kepuasan dan nilai kepentingan dalam diagram
Kartesius.
Dengan dibatasi oleh dua buah garis yang
berpotongan secara horisontal dan vertikal yaitu
rata-rata dari jumlah rata-rata nilai kepuasan pada
sumbu x = 3.4 dengan jumlah rata-rata nilai
harapan pada sumbu y = 4.0 yang akan membagi
diagram Kartesius menjadi 4 (empat) kuadran.
2,5
2,7
2,9
3,1
3,3
3,5
3,7
3,9
4,1
4,3
4,5
2,8 3 3,2 3,4 3,6 3,8 4 4,2 4,4 4,6 4,8 5
Nilai Kepuasan
Nila
i Kep
entin
gan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Gambar 3.3.2.3.1 Hubungan Antara Nilai
Kepuasan dan Nilai Kepentingan Keterangan :
1 = Rasa makanan
2 = Aroma makanan
3 = Tekstur makanan
4 = Warna makanan
5 = Variasi menu
6 = Besar porsi
7 = Cara penyajian
8 = Tingkat kematangan
9 = Kontaminasi makanan
10 = Suhu makanan yang disajikan
11 = Kebersihan alat saji
Dalam Gambar 3.3.2.3.1 disajikan grafik
hubungan antara nilai kepuasan dan nilai
kepentingan, dapat dilihat bahwa kedudukan titik-
titik koordinat berada di kuadran A atau pada
daerah prioritas utama yang harus dibenahi
karena harapan konsumen tinggi sedangkan
kepuasan yang dicapai konsumen rendah.
Komponen mutu yang berada pada daerah ini
adalah rasa makanan, aroma makanan, tekstur
makanan, warna makanan, variasi menu, besar
porsi, cara penyajian, tingkat kematangan,
keamanan makanan, suhu makanan yang
disajikan, dan kebersihan alat saji.
3.3.2.4 Perbedaan Tingkat Kepuasan Pasien Antar 5 (lima) Rumah Sakit di Kota Malang
Berikut disajikan hasil pengujian perbedaan
tingkat kepuasan pasien antar 5 (lima) rumah sakit
di kota Malang.
Tabel 3.3.2.4.1 Hasil Uji Beda Tingkat Kepuasan
Pasien Antar 5 (lima) Rumah Sakit di Kota Malang
Keterangan :
* = perbedaan signifikan pada p < 0.05
Pada Tabel 3.3.2.4.1 di atas diketahui bahwa
tingkat kepuasan pasien antar 5 (lima) rumah sakit
di kota Malang memperoleh probabilitas > 0.05
sehingga Ho diterima atau tidak ada perbedaan
signifikan tingkat kepuasan pasien antar 5 (lima)
rumah sakit di kota Malang pada komponen rasa,
aroma, tekstur, warna, cara penyajian, tingkat
kematangan, variasi menu, besar porsi,
kontaminasi makanan dan suhu makanan.
Sedangkan untuk komponen kebersihan alat saji
diperoleh hasil bahwa probabilitas < 0.05 sehingga
H0 ditolak, atau ada perbedaan yang signifikan
pada tingkat kepuasan pasien antar 5 (lima)
rumah sakit di kota Malang.
No Komponen Penilaian Keterangan
1. Rasa makanan (p = 0.850) 0.850 > 0.05 (H0 diterima)
2. Aroma makanan (p = 0.825) 0.825 > 0.05 (H0 diterima)
3. Tekstur makanan (p = 0.495) 0.495 > 0.05 (H0 diterima)
4. Warna makanan (p = 0.896) 0.896 > 0.05 (H0 diterima)
5. Cara penyajian (p = 0.119) 0.119 > 0.05 (H0 diterima)
6. Tingkat kematangan (p = 0.104) 0.104 > 0.05 (H0 diterima)
7. Varisi menu (p = 0.657) 0.657 > 0.05 (H0 diterima) 8. Besar porsi (p = 0.069) 0.069 > 0.05 (H0 diterima)
9. Kontaminasi makanan (p = 0.070) 0.070 > 0.05 (H0 diterima)
10. Suhu makanan (p = 0.099) 0.099 > 0.05 (H0 diterima)
11. Kebersihan alat saji (p = 0.003)* 0.003 < 0.05 (H0 ditolak)
7
Untuk mengetahui pasangan rumah sakit
yang berbeda untuk tingkat kepuasaan pasien
pada komponen kebersihan alat saji digunakan uji
lanjutan yaitu uji Mann-Whitney, dinyatakan
berbeda apabila angka signifikansi atau p value
<0.05.
Tabel 3.3.2.4.2 Hasil Uji Beda Tingkat Kepuasan
Pasien Antar 5 (lima) Rumah Sakit di Kota Malang
Terhadap Kebersihan Alat Saji
Keterangan :
* = perbedaan signifikan pada p < 0.05
Dari Tabel 3.3.2.4.2 diketahui bahwa rumah
sakit yang mempunyai skor p-value yang
bermakna (p < 0.05) adalah RSU Dr Saiful Anwar
Malang. RSU Dr Saiful Anwar Malang mempunyai
nilai perbedaan yang signifikan pada tingkat
kepuasan pasiennya terhadap komponen
kebersihan alat saji bila dipasangkan dengan 4
(empat) rumah sakit lainnya yaitu RST Tk II Dr
Soepraoen Malang, RS Panti Nirmala Malang, RS
Panti Waluya Sawahan Malang dan RS Islam
Malang. Sedangkan 4 (empat) rumah sakit yang
lain tidak berbeda secara signifikan tingkat
kepuasan pasiennya terhadap komponen
kebersihan alat saji yang ditunjukkan dengan skor
p-value > 0.05.
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Pelaksanaan Prasyarat Dasar Pengawasan
Mutu Makanan Instalasi gizi 5 (lima) rumah sakit di kota
Malang yang menjadi subjek penelitian telah Laik
Higiene Sanitasi Jasaboga. Meskipun demikian
masih ada komponen yang belum terpenuhi
karena kemampuan rumah sakit yang belum
memadai untuk memenuhi seluruh kebutuhannya
(komponen lokasi, bangunan, sarana dan
prasarana) serta kurangnya kesadaran dan
pengetahuan pegawai di instalasi gizi tentang
pentingnya higiene dan sanitasi di lingkungan
kerjanya.
4.2 Penilaian Mutu Makanan 4.2.1 Penilaian Mutu Makanan secara Obyektif
Berdasarkan penilaian mutu makanan yang
disajikan oleh instalasi gizi 5 (lima) rumah sakit di
kota Malang diperoleh hasil bahwa RS Panti
Waluya Sawahan Malang termasuk dalam
kategori Baik; RSU Dr Saiful Anwar Malang, RS
Panti Nirmala Malang dan RS Islam Malang
termasuk dalam kategori cukup dan RST Tk II Dr
Soepraoen Malang termasuk dalam kategori
kurang.
Komponen mutu makanan yang mendapatkan
nilai “sangat baik” (skor 5) ialah komponen
penggunaan alat masak yang tidak mencemari
dan kesesuaian suhu penyajian yang didapatkan
oleh RS Panti Waluya Sawahan Malang. Hal ini
dapat terjadi karena di instalasi gizi RS Panti
Waluya Sawahan Malang sebagian besar alat
pengolahan masakan adalah stainless steel dan
tidak menggunakan peralatan yang beresiko
menimbulkan pencemaran untuk mengolah
makanan serta penggunaan hot plate untuk
mempertahankan suhu makanan saat masa
tenggang antara setelah waktu pemasakan
dengan waktu pemorsian.
No Rumah Sakit Skor (p value)
Keterangan
1. RSU Dr Saiful Anwar
Malang 0.01* Ho ditolak
2. RST Tk II Dr Soepraoen
Malang 0.25 Ho diterima
3. RS Panti Nirmala Malang 0.40 Ho diterima
4. RS Panti Waluya Sawahan
Malang 0.20 Ho diterima
5. RS Islam Malang 0.47 Ho diterima
8
Diantara seluruh komponen penilaian mutu,
komponen Gizi (nilai gizi makanan, besar porsi
yang disajikan, variasi menu,penggunaan garam
beryodium), komponen Sensori (aroma makanan,
tekstur makanan, tingkat kematangan makanan),
komponen Keamanan (kesempurnaan proses
pemasakan dan penggunaan bahan tambahan
makanan) mendapatkan nilai “baik” (skor 4) untuk
seluruh instalasi gizi rumah sakit. Hal ini terjadi
karena dalam proses pengolahan telah
menggunakan standar resep, protap pengolahan
serta kebijakan-kebijakan khusus yang berlaku di
setiap instalasi gizi rumah sakit. Sebagaimana
dijelaskan oleh Mukrie (1990) bahwa untuk
mendapatkan makanan yang berkualitas tinggi
dibutuhkan standar kualitas dan standar resep
dimana dengan adanya standar-standar tersebut
akan dihasilkan makanan dengan kualitas yang
relatif sama setiap waktu.
Komponen mutu makanan yang paling
banyak mendapatkan nilai “biasa” (skor 3) adalah
komponen Keamanan (pencucian buah dan sayur
dengan air matang, penggunaan minyak goreng
yang tidak berulang dan penggunaan alat masak
yang tidak mencemari). Hal ini terjadi karena
hampir seluruh instalasi gizi tidak mencuci buah
dan sayur dengan air matang, minyak goreng
digunakan secara berulang (2 kali pemakaian),
dan alat masak yang beresiko mencemari
digunakan untuk mengolah makanan (permukaan
alat yang terbuat dari plastik banyak yang cacat
sehinga sulit dibersihkan).
Komponen mutu makanan yang mendapatkan
nilai “tidak baik” (skor 2) adalah komponen
Keamanan (penanganan makanan dari
kontaminasi debu, penanganan makanan dari
kontaminasi serangga, penanganan makanan dari
kontaminasi rambut, kerikil, dan kesesuaian suhu
penyajian). Hal ini tidak sesuai dengan ketentuan
Depkes RI (2003) yang menyatakan bahwa
penyimpanan makanan jadi terlindung dari debu,
bahan kimia berbahaya, serangga dan hewan.
Makanan cepat busuk disimpan dalam suhu panas
≥ 65,5o C atau disimpan dalam suhu dingin ≤ 4o C.
Makanan cepat busuk untuk penggunaan dalam
waktu lama (lebih dari 6 jam) disimpan dalam suhu
–5o C sampai –1o C.
4.2.2 Penilaian Mutu Makanan secara Subyektif 4.2.2.1 Tingkat Kepuasan Konsumen
Kepuasan konsumen adalah kepuasan atau
kekecewaan yang dirasakan oleh konsumen
setelah membandingkan antara harapan dengan
kenyataan yang ada (Kottler dalam Ratnawati,
2005). Berdasarkan hasil penilaian diketahui
bahwa jawaban paling banyak adalah “biasa”
sebanyak 155 jawaban atau sebesar 46.97%. Hal
ini menggambarkan bahwa usaha-usaha yang
dilakukan instalasi gizi 5 (lima) rumah sakit di kota
Malang dalam upaya menyajikan makanan yang
berkualitas belum memberikan kepuasan bagi
konsumen pengguna jasa instalasi gizi.
Persepsi pasien pada penelitian ini sejalan
dengan hasil penelitian Almatsier, dkk (1992)
dengan judul Persepsi Pasien Terhadap Makanan
di Rumah Sakit (Survei Pada 10 Rumah Sakit di
DKI Jakarta) yang menyatakan bahwa secara
keseluruhan, 43,2% pasien yang diteliti
menyatakan persepsi kurang baik terhadap mutu
makanan yang disajikan.
Urutan kepuasan yang diperoleh berdasarkan
kuesioner yang dibagikan pada responden adalah
komponen Keamanan pada urutan pertama, diikuti
komponen Sensori dan Gizi. Hal ini dimungkinkan
terjadi karena beragamnya karakter dan persepsi
responden, selain itu juga dikarenakan perbedaan
selera masing-masing responden, kondisi fisik
yang dalam keadaan tidak sehat dan kondisi
mental responden yang cenderung mengalami
stres, penurunan nafsu makan, adanya gangguan
fungsi pengecapan.
Lingkungan ruang rawat juga mempengaruhi
penilaian responden. BOR yang tinggi
mempengaruhi kualitas layanan perawatan serta
9
kenyamanan suasana ruang rawat, sehingga
mempengaruhi nafsu makan pasien. Kelas ruang
rawat juga mempengaruhi cara penyajian
makanan. Faktor jumlah serta karakteristik
petugas gizi juga mempengaruhi kualitas makanan
yang disajikan. Semakin banyak jumlah petugas di
instalasi gizi maka diperlukan kontrol yang
semakin ketat oleh koordinator atau kepala
instalasi, apabila sistem pengawasan kurang
berjalan dengan baik maka kedisiplinan karyawan
akan berkurang dan berakibat pada menurunnya
kualitas makanan yang disajikan.
4.2.2.2 Tingkat Kepentingan Konsumen
Berdasarkan urutan kepentingan yang
diharapkan responden diketahui bahwa komponen
Keamanan menduduki urutan pertama, diikuti
komponen Gizi dan Sensori. Penilaian
kepentingan terhadap mutu makanan (yang lebih
diprioritaskan pada komponen keamanan
makanan) diasumsikan dipengaruhi opeh faktor
pendidikan responden, dimana 70% responden
berpendidikan SLTA ke atas sehingga lebih
mengerti tentang pentingnya keamanan makanan.
Menurut Zeithmal dalam Ratnawati (2005),
dinyatakan bahwa harapan pelanggan mempunyai
dua pengertian. Pertama, apa yang pelanggan
yakini akan terjadi pada saat layanan
disampaikan. Kedua, apa yang diinginkan
pelanggan untuk terjadi (harapan). Sehingga
berdasar teori di atas dapat dikatakan bahwa
responden atau konsumen menginginkan 11
(sebelas) komponen mutu dapat terjadi saat
konsumen atau pasien menggunakan jasa
instalasi gizi rumah sakit atau lebih spesifik dapat
dikatakan bahwa responden memprioritaskan
unsur-unsur dalam komponen Keamanan, diikuti
unsur-unsur komponen Gizi dan Sensori untuk
didapatkan dari pelayanan gizi di rumah sakit.
4.2.2.3 Hubungan Antara Nilai Kepuasan dan Nilai Kepentingan Konsumen
Menurut Zeithmal dalam Ratnawati (2005),
kepuasan konsumen dalam bisnis pelayanan jasa
dapat diukur dari kesenjangan antara harapan dan
persepsi pelanggan tentang pelayanan yang akan
diterima. Persepsi adalah apa yang dilihat atau
dialami setelah memasuki lingkungan yang
diharapkan akan memberikan sesuatu padanya.
Secara tradisional pengertian kepuasan dan
ketidakpuasan pelanggan merupakan perbedaan
antara harapan dan kinerja yang dirasakan
(perceived performance).
Apabila dibandingkan antara keinginan
konsumen dengan penilaian mutu secara obyektif,
konsumen lebih memilih untuk memprioritaskan
perbaikan pelayanan gizi pada komponen Sensori
hal ini sesuai dengan penilain secara obyektif
bahwa komponen Sensori yang perlu dilakukan
perbaikan adalah pada unsur cara penyajian.
Untuk komponen Gizi secara subyektif
maupun obyektif telah baik pelaksanaannya
sehingga perlu untuk dipertahankan. Sedangkan
untuk komponen Keamanan, konsumen tidak
menjadikannya sebagai prioritas berkebalikan
dengan penilaian obyektif, hal ini mungkin
disebabkan karena konsumen mengetahui produk
jadi (makanan yang disajikan) tanpa mengetahui
bagaimana proses persiapan hingga
pendistribusian makanan, sehingga hanya menilai
secara sensoris saja.
Konsumen atau pelanggan menuntut suatu
bukti imbalan yang minimal seimbang dari
pengorbanan yang diberikan, karena setiap
pelanggan memiliki harapan yang tertentu dari
setiap pengorbanannya (Ratnawati, 2005).
Pembenahan kualitas pelayanan mutlak dilakukan
namun harus sejalan dengan kebijakan institusi
diantaranya pengaturan diet untuk pasien dan
kelas pelayanan; serta harus disesuaikan dengan
kemampuan institusi, sehingga proses
10
penyelenggaraan makanan dapat berjalan dengan
baik.
4.2.2.4 Perbedaan Tingkat Kepuasan Pasien Antar 5 (lima) Rumah Sakit di Kota Malang
Untuk komponen kebersihan alat saji
(Keamanan) diperoleh ada perbedaan yang
signifikan tingkat kepuasan pasien antar 5 (lima)
rumah sakit di kota Malang. Perbedaan yang
signifikan ini adalah karena perbedaan alat saji.
Umumnya alat saji yang digunakan oleh
pasien kesehariannya di rumah adalah piring,
sementara di rumah sakit masih ada yang
menggunakan plato (tempat makan dari stainless
steel atau plastik) yang menimbulkan kesan
kurang layak untuk digunakan sebagai alat saji
serta kurang bersih penampakannya (karena plato
berwarna abu-abu atau kuning kecoklatan).
Berdasarkan uji Mann-Whitney yang
dilakukan didapatkan bahwa RSU Dr Saiful Anwar
Malang berbeda tingkat kepuasannya bila
dibandingkan dengan 4 (empat) rumah sakit yang
lain. Jika ditinjau kembali pada data dasar tentang
tingkat kepuasan pasien masing-masing rumah
sakit maka diketahui bahwa RSU Dr Saiful Anwar
Malang memperoleh rata-rata kepuasan pasien
terhadap alat saji yang paling rendah diantara 5
(lima) rumah sakit, dengan rincian 9 orang
menjawab “biasa” dan 3 orang menjawab “puas”.
Bila dibandingkan dengan penilaian secara
obyektif persepsi konsumen ini kurang sesuai
karena berdasarkan penilaian higiene dan sanitasi
jasaboga, RSU Dr Saiful Anwar Malang telah
memenuhi syarat dalam hal pencucian peralatan
makan yaitu menggunakan tiga bak pencuci
dengan aliran air panas, serta menggunakan
pengeringan secara mekanik. Sehingga dapat
diasumsikan bahwa jawaban responden tersebut
lebih dikarenakan penggunaan alat saji yang
kurang sesuai dengan keinginan responden yaitu
plato.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor :
715/Menkes/SK/V/2003 tentang Persyaratan
Higiene Sanitasi Jasaboga, instalasi gizi RS
Umum Dr Saiful Anwar Malang, RS Tentara
Tk II Dr Soepraoen Malang, RS Panti Nirmala
Malang, RS Panti Waluya Sawahan Malang,
RS Islam Malang telah Laik Higiene Sanitasi
Jasaboga.
2. Komponen persyaratan higiene sanitasi
jasaboga yang belum dapat dipenuhi oleh
instalasi gizi RS Umum Dr Saiful Anwar
Malang adalah komponen lokasi, bangunan,
fasilitas, karyawan, perlindungan makanan,
peralatan makan dan masak, RS Tentara Tk II
Dr Soepraoen Malang belum memenuhi
komponen lokasi, bangunan, fasilitas,
peralatan makan dan masak, perlindungan
makanan dan persyaratan khusus golongan,
RS Panti Nirmala Malang belum memenuhi
komponen persyaratan khusus golongan, RS
Panti Waluya Sawahan Malang belum
memenuhi persyaratan komponen lokasi,
bangunan fasilitas, dan persyaratan khusus
golongan, RS Islam Malang belum memenuhi
persyaratan komponen lokasi, bangunan,
fasilitas, karyawan, perlindungan makanan,
peralatan makan dan masak, dan persyaratan
khusus golongan.
3. Untuk penilaian mutu makanan RS Panti
Waluya Sawahan Malang termasuk dalam
kategori Baik; RSU Dr Saiful Anwar Malang,
RS Panti Nirmala Malang dan RS Islam
Malang termasuk dalam kategori cukup; RST
Tk II Dr Soepraoen Malang dalam kategori
kurang.
4. Komponen penilaian mutu yang mendapat
nilai “baik” adalah komponen nilai gizi
1184
makanan, variasi menu, aroma makanan,
tekstur makanan, besar porsi yang disajikan,
tingkat kematangan makanan, penggunaan
garam beryodium, kesempurnaan proses
pemasakan dan penggunaan bahan
tambahan makanan. Komponen penilaian
mutu yang mendapat nilai “biasa” adalah
komponen pencucian buah dan sayur dengan
air matang, penggunaan minyak goreng yang
tidak berulang dan penggunaan alat masak
yang tidak mencemari. Komponen mutu
makanan yang mendapatkan nilai “tidak baik”
adalah komponen penanganan makanan dari
kontaminasi debu, penanganan makanan dari
kontaminasi serangga, penanganan makanan
dari kontaminasi rambut, kerikil, dan
kesesuaian suhu penyajian.
5. Hasil penilaian tingkat kepuasan konsumen
adalah “biasa” sebanyak 155 jawaban atau
sebesar 46.97%.
6. Hasil penilaian tingkat kepentingan atau
harapan konsumen adalah “penting”
sebanyak 181 jawaban atau sebesar 54.84%.
Komponen tekstur makanan adalah
komponen mutu yang paling diharapkan
responden untuk dijadikan prioritas dalam
penyajian makanan.
7. Melalui diagram Kartesius diketahui bahwa
kedudukan titik-titik koordinat nilai kepuasan
dan nilai kepentingan konsumen berada di
kuadran A atau pada daerah prioritas utama
yang harus dibenahi karena harapan
konsumen tinggi sedangkan kepuasan yang
dicapai konsumen rendah. Komponen mutu
yang berada pada daerah kuadran A adalah
rasa makanan, aroma makanan, tekstur
makanan, warna makanan, variasi menu,
besar porsi, cara penyajian, tingkat
kematangan, keamanan makanan, suhu
makanan yang disajikan, dan kebersihan alat
saji.
8. Berdasarkan uji Kruskal-Wallis diperoleh hasil
bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan
pada tingkat kepuasan pasien antar 5 (lima)
rumah sakit di kota Malang untuk komponen
penilaian rasa, aroma, tekstur, warna, cara
penyajian, tingkat kematangan, variasi menu,
besar porsi, kontaminasi makanan dan suhu
makanan ( p value > 0.05). Sedangkan untuk
komponen kebersihan alat saji diperoleh hasil
bahwa p value < 0.05 ada perbedaan yang
signifikan pada tingkat kepuasan pasien antar
5 (lima) rumah sakit di kota Malang.
9. Berdasarkan uji Mann-Whitney diperoleh hasil
bahwa rumah sakit yang berbeda tingkat
kepuasan pasiennya terhadap kebersihan alat
saji adalah RSU Dr Saiful Anwar Malang bila
dibandingkan dengan rumah sakit yang lain.
5.2 Saran
1. Rumah sakit yang telah memenuhi kriteria
Laik Higiene dan Sanitasi hendaknya harus
mempertahankan prestasi yang diraih. Untuk
komponen persyaratan higiene sanitasi
jasaboga yang belum dapat dipenuhi
hendaknya diupayakan untuk diperbaiki,
untuk meningkatkan mutu layanan bagi
konsumen.
2. Rumah sakit yang telah masuk dalam kategori
“Baik” hendaknya tetap dapat menyajikan
makanan dengan mutu yang baik. Rumah
sakit yang masuk dalam kategori “Cukup” dan
“Kurang” hendaknya meningkatkan mutu
makanan yang diproduksi. Peningkatan mutu
makanan yang disajikan harus dilakukan
terutama diprioritaskan pada komponen yang
mendapat nilai “biasa” dan “tidak baik”.
3. Perbaikan komponen sensori dapat dilakukan
dengan meningkatkan pengetahuan tenaga
gizi terhadap ilmu kuliner, melalui
pembenahan dari segi rasa agar dapat
konsisten melalui standarisasi resep,
pembenahan tehnik pengolahan tetapi tidak
12
menyimpang dari penampilan dan rasa,
pembenahan bentuk penampilan dan
penyajian agar lebih menarik namun sesuai
kemampuan rumah sakit.
4. Perbaikan komponen gizi dapat dilakukan
dengan pemberian penyegaran ilmu dietetik
kepada petugas gizi agar makanan yang
disajikan sesuai dengan kaidah dietetik untuk
menunjang proses kesembuhan pasien,
pemilihan bahan makanan dan BTM yang
baik, serta proses pengolahan yang baik agar
kandungan nilai gizi tidak terbuang.
5. Perbaikan komponen keamanan makanan
dapat dilakukan dengan menghindarkan
makanan dari potensi kontaminasi selama
proses persiapan hingga penyajian, pemilihan
bahan makanan dan BTM yang aman,
penggunaan alat makan serta alat masak
yang tidak menimbulkan kontaminasi.
6. Perlunya kesadaran dari pihak manajemen,
pelaksana asuhan gizi maupun pasien untuk
bersama-sama berkomitmen meningkatkan
mutu pelayanan gizi di rumah sakit.
7. Untuk penelitian selanjutnya disarankan agar
memperbesar jumlah responden agar lebih
mewakili, serta memperbanyak variabel yang
diteliti agar dapat diketahui faktor-faktor yang
mempengaruhi mutu makanan yang disajikan
untuk perbaikan kualitas pelayanan instalasi
gizi rumah sakit.
DAFTAR PUSTAKA
Ahza, A.B. 1999. Mutu Pangan, Pengukuran, dan
Pengendaliannya. Dalam Materi Pelatihan
Pengendalian Mutu dan Keamanan
Pangan. Jakarta: Pusat Studi Pangan dan
Gizi dan Bagian Proyek Pengembangan
Kesehatan dan Gizi Masyarakat, Ditjen
DIKTI, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Almatsier, dkk. 1992. “Persepsi Pasien Terhadap
Makanan di Rumah Sakit (Survei Pada 10
Rumah Sakit di DKI Jakarta)”. Gizi
Indonesia. Vol 17 (1/2) Hal 87-96. Jakarta
Astuti, S. 2002. “Tinjauan Aspek Mutu dalam
Kegiatan Industri Pangan”. Makalah
Falsafah Sains Program Pasca Sarjana
Institut Pertanian Bogor. Desember 2002.
(http://rudyct.tripod.com/seml_023/sussi_as
tuti.htm, diakses 29 Desember 2005).
Basuki, A. 1997. Mutu Pangan, Pengukuran dan
Pengendaliannya. Bogor : Pusat Studi
Pangan dan Gizi.
Departemen Kesehatan RI. 2001.Kumpulan Modul
Kursus Penyehatan Makanan Bagi
Pengusaha Makanan dan Minuman.
Jakarta : Yayasan Pesan
Departemen Kesehatan RI. 2003. Pedoman
Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Jakarta :
Departemen Kesehatan RI.
Departemen Kesehatan RI. 2004. Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor : 715/Menkes/SK/V/2003 tentang
Persyaratan Higiene dan Sanitasi
Jasaboga. Jakarta : Departemen
Kesehatan RI.
FAO/WHO. 2004. Final Report of the FAO/WHO
Regional Conference on Food Safety for
Asia and the Pacific.
(http://www.fao.org/docrep/meeting/008/y55
57e12.htm#TopOfPage, diakses tanggal 20
Desember 2005).
Fardiaz, D. 1997. Cara Produksi Makanan yang
Baik (Good Manufacturing Practices).
Bogor : PAU Pangan dan Gizi IPB.
13
Hubeis, M. 1994. “Pemasyarakatan ISO 9000
untuk Industri Pangan di Indonesia”. Buletin
Teknologi dan Industri Pangan. Vol. V (3).
Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian IPB.
Hubeis, M. 1997. Jaminan Mutu Pangan. Bogor :
Pusat Studi Pangan dan Gizi IPB.
Irawan, H. 2002. 10 Prinsip Kepuasan Pelanggan.
Jakarta : PT Elek Media Komputindo.
Kottler, P. 1997. Marketing Management Analysis,
Planning, Implementation and Control 7th
Edition. New Jersey : Prentice Hall Inc.
Kottler, P. 2000. Marketing Management Millenium
Edition. New Jersey : Prentice Hall Inc.
Kramer, A dan B. A. Twigg. 1983. Fundamental of
Quality Control for the Food Industry.
Connecticut, USA : The AVI Pub. Inc.
Louden, O. 1993. Consumer Behavoiur Fourth
Edition. New York : McGraw-Hill.
Moehyi, S. 1992. Penyelenggaraan Makanan
Institusi dan Jasa Boga. Jakarta : Bharata.
Mortimore, S. 2005. HACCP: Sekilas Pandang.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Mukrie, NA. 1990. Manajemen Pelayanan Gizi
Institusi Lanjut. Jakarta : Proyek
Pengembangan Pendidikan Tenaga Gizi
Pusat Departemen Kesehatan RI.
Presiden Republik Indonesia. 2004. Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28
Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan
Gizi Pangan. Jakarta.
Pusdiknakes, 2000. Faktor-faktor Yang
Mempengaruhi Status Gizi Pasien Selama
Dirawat di Bagian Penyakit Dalam.
(http://www.pusdiknakes.or.id/news/iptek.php3?id=1, diakses tanggal 15
September 2006).
Ratnawati, P. 2004. Mengukur Kepuasan
Masyarakat Terhadap Pelayanan
Pendidikan.
(http://www.depdiknas.go.id/jurnal/43/p-ratnawati.htm, diakses tanggal 29
Desember 2005).
Sabetta, JR, dkk. 1991. Foodborne Nosocomial
Outbreak of Salmonella Reading –
Connecticut.
(http://www.cdc.gov/mmwr/preview/mmwrht
ml/00015627.htm, diakses tanggal 29
Desember 2005).
Supranto, J. 2001. Pengukuran Tingkat Kepuasan
Pelanggan. Jakarta : Rineka Cipta.
Syarief , R dan Halid. 1992. Teknologi
Penyimpangan Pangan. Jakarta : Arcan.
Tjiptono, F. 1998. Strategi Pemasaran Edisi 2.
Yogyakarta : Andi Offset
Wilson, M, dkk. 1997. “Illuminate The
Implementation of Hazard Analysis and
Critical Control Points in Hospital Catering”.
Managing Service Quality. Vol. 7 (3). Hal.
150 – 156. United Kingdom : MCB
University Press.
Winarno, FG. 1993. Pangan, Gizi, Teknologi dan
Konsumen. Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama.
Wirakartakusumah, MA. 1997. “Peraturan
Perundangan Tentang Makanan Pangan”.
Pelatihan Pengendalian Mutu dan
Keamanan Makanan Bagi Staf Pengajar.
Bogor : Institut Pertanian Bogor.
14