pembuatan vaksin sederhana dalam …bpblambon-kkp.org/wp-content/uploads/2015/02/lap-vaksin.pdf ·...

20

Click here to load reader

Upload: hanga

Post on 06-Feb-2018

214 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: PEMBUATAN VAKSIN SEDERHANA DALAM …bpblambon-kkp.org/wp-content/uploads/2015/02/lap-Vaksin.pdf · tidak kurang dari 1 gram. ... identifikasi dan karateristik bakteri, uji patogenisitas,

LAPORAN

KEGIATAN PEREKAYASAAN

PEMBUATAN VAKSIN SEDERHANA

DALAM MENGATASI SERANGAN BAKTERI

VIBRIO

BALAI BUDIAYA LAUT AMBON

DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA

DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN

2009

Oleh :

EVRI NOERBAETI

LUTFI HARDIAN MURTIONO

ISTIANA

SYARIPUDDIN

Page 2: PEMBUATAN VAKSIN SEDERHANA DALAM …bpblambon-kkp.org/wp-content/uploads/2015/02/lap-Vaksin.pdf · tidak kurang dari 1 gram. ... identifikasi dan karateristik bakteri, uji patogenisitas,

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Usaha budidaya ikan diketahui merupakan salah satu industri yang sangat diperhitungkan

saat ini. Hal ini terlihat dari perkembangannya yang dari tahun ke tahun semakin meningkat.

Namun karena umumnya usaha budidaya yang selalu menggunakan sistem yang terbatas dalam

meningkatkan hasil produksi dengan kepadatan yang cukup tinggi, berdampak terhadap

kesehatan ikan yang dibudidaya serta meningkatkan kerentanan ikan terhadap infeksi.

Bermacam-macam kemoterapi yang telah digunakan untuk mengobati infeksi bakteri

selama kurang lebih 20 tahun terakhir dan insiden resistennya bakteri terhadap obat-obatan yang

diberikan menjadi masalah besar pada budidaya ikan. Banyaknya masalah yang selalu muncul

akibat penggunaan bahan kemoterapi, mewujudkan pengujian-pengujian dengan menggunakan

bahan peningkat imun tubuh ikan.

Imunologi ikan tidak hanya untuk kepentingan pengetahuan respon kekebalan terhadap

infeksi bakteri, namun untuk kepentingan jangka panjang seperti bagaimana memberikan proteksi

terhadap ikan khususnya pada ikan budidaya skala besar dari serangan dan keberadaan pathogen

yang mematikan. Vaksinasi digunakan untuk mencegah serangan penyakit infeksi dan

kebanyakan efektif untuk mengontrol serangan penyakit ikan. Banyak vaksin untuk penyakit

vibriosis, redmouth dan furunculosis serta infeksi virus seperti IPN sudah banyak dijual.

Namun pembuatan vaksin saat ini masih terkendala oleh mahalnya harga untuk

memperoleh vaksin di pasaran. Selain itu imunisasi pada ikan masih sangat terbatas jika

dibandingkan dengan manusia dan ternak karena ikan tidak imun kompeten seperti ternak

khususnya pada temperatur rendah dan metode yang terbatas pada imunisasi massal untuk ikan

budidaya. Dengan demikian perlu dilakukan suatu pengujian pembuatan vaksin sederhana yang

mampu meningkatkan respon kekebalan ikan yang dibudidaya terhadap serangan infeksi bakteri.

Page 3: PEMBUATAN VAKSIN SEDERHANA DALAM …bpblambon-kkp.org/wp-content/uploads/2015/02/lap-Vaksin.pdf · tidak kurang dari 1 gram. ... identifikasi dan karateristik bakteri, uji patogenisitas,

1.2. Tujuan

Kegiatan perekayasaan ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas vaksin terhadap

serangan bakteri Vibrio pada ikan uji yang dilakukan melalui uji tantang.

1.3. Sasaran

Meningkatkan tingkat sintasan pada komoditi uji hingga 60 %

Page 4: PEMBUATAN VAKSIN SEDERHANA DALAM …bpblambon-kkp.org/wp-content/uploads/2015/02/lap-Vaksin.pdf · tidak kurang dari 1 gram. ... identifikasi dan karateristik bakteri, uji patogenisitas,

II. TINJAUAN PUSTAKA

Vaksin adalah suatu antigen yang biasanya berasal dari suatu jasad patogen (tidak selalu)

yang telah dilemahkan atau dimatikan. Syarat dari suatu vaksin harus bersifat immunogen yaitu

harus dapat merangsang dalam pembentukan antibodi. Tujuan dari vaksinasi adalah untuk

mendapatkan kekebalan secara aktif dimana cara kerja vaksin berjalan dengan menggabungkan

antigen bersama dengan sel lympoid untuk membentuk zat anti (antibodi) (Sakai, 1998).

Pemakaian vaksin pada usaha budidaya perikanan sangat penting, mengingat pemakaian

vaksin maka kita akan memperoleh kekebalan pada ikan yang dibudidaya. Kekebalan yang

diperoleh biasanya berlangsung dalam jangka waktu yang lama artinya dengan sekali atau dua

kali pemberian vaksin maka kekebalan yang diperoleh dapat bertahan untuk satu periode

pemeliharaan. Biaya yang diperlukan untuk vaksinasi tidak terlalu tinggi. Dan selain itu untuk

pemakaian vaksin tidak diperlukan tenaga yang cukup banyak. Keuntungan yang lain dari

pemakaian vaksin adalah tidak adanya efek samping.

Cara aplikasi vaksin ada bermacam-macam tergantung pada sediaan vaksin, kondisi serta

jumlah ikan yang akan divaksin.

a. Melalui suntikan (injection), hanya dapat dilakukan pada ikan yang ukurannya besar dan

jumlahnya tidak terlalu banyak. Cara ini sangat efektif, tapi banyak memerlukan tenaga serta

waktu dalam pelaksanaannya.

b. Melalui makanan (oral), cara ini sangat efisien namun efikasi yang diperlihatkan sangat

lambat, selain itu memerlukan jumlah antigen yang banyak.

c. Melalui perendaman (immersion), ada 2 cara perendaman yaitu perendaman langsung dan

perendaman tidak langsung. Perendaman langsung dilakukan dengan merendam ikan secara

langsung didalam sediaan vaksin pada konsentrasi tertentu. Sedangkan perendaman tidak

langsung yaitu sebelum ikan direndam dalam sediaan vaksin terlebih dahulu harus direndam

dalam suatu larutan yang tekanan osmosenya lebih pekat dari sediaan vaksin, misalnya

larutan garam (NaCl), baru kemudian ikan dimasukkan kedalam sediaan vaksin. Namun cara

perendaman tidak langsung ini dapat menimbulkan stress pada ikan.

d. Melalui semprotan dengan tekanan tinggi, ikan dikumpulkan dalam suatu tempat kemudian

disemprot dengan vaksin. Metoda ini menggunakan alat penyemprot dengan tenaga cukup

Page 5: PEMBUATAN VAKSIN SEDERHANA DALAM …bpblambon-kkp.org/wp-content/uploads/2015/02/lap-Vaksin.pdf · tidak kurang dari 1 gram. ... identifikasi dan karateristik bakteri, uji patogenisitas,

tinggi supaya vaksin dapat masuk kedalam tubuh ikan. Namun cara ini dapat menyebabkan

ikan mengalami stres akibat terlepasnya lendir.

Beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan vaksinasi pada ikan, antara lain

adalah :

a. Temperatur

Produksi zat antibodi pada organisme poikilothermal seperti ikan adalah lebih lambat pada

temperatur rendah. Sebaliknya antibodi akan diproduksi lebih banyak pada temperatur yang

relatif tinggi.

b. Umur dan berat ikan

Ikan yang umurnya kurang dari 3 minggu masih lambat dalam pembentukan antibodi,

sedangkan berat minimal ikan yang disarankan untuk divaksin adalah ikan yang beratnya

tidak kurang dari 1 gram.

c. Dosis yang diberikan

harus cukup untuk menimbulkan antibodi oleh tubuh ikan. Banyak antigen yang masuk

kedalam tubuh ikan tergantung kepada dosis yang diberikan, cara pemberian vaksin dan

kemampuan ikan itu sendiri untuk meyerapnya.

d. Adjuvant

adalah suatu bahan (biasanya terdiri dari sejenis minyak) yang fungsinya adalah untuk

menambah daya sebar dari vaksin tersebut didalam tubuh ikan. Adjuvant biasanya dicampur

bersama-sama dengan vaksin. Macam atau jenis adjuvant akan memberikan hasil yang

berbeda dalam produksi antibodi pada tubuh ikan.

Beberapa penelitian telah dilakukan dalam pembuatan vaksin sebagai imunostimulan pada

ikan antara lain Dugenci et al (2003 dalam Sakai, 1998) yang melaporkan tentang beberapa jenis

imunostimulan pada ikan, Dalmo et al (1996) telah meneliti tentang pemberian laminaran (β(1.3)-

D-glucan sebagai imunostimulan pada ikan salmon. Bakterin V. anguillarium kebanyakan

berhasil diterapkan pada budidaya ikan salmon dan untuk tingkat kemanjurannya terlihat dengan

metode injeksi, oral dan imersi. Sakai et al (1995c) melaporkan ikan rainbouw trout diimersi

dengan cairan bakterin V. Angullarium menunjukkan peningkatan perlindungan (12X pada LD50)

terhadap Streptococcus sp. Itami et al (1989) melaporkan bahwa udang yang diinjeksi atau

diimersi dengan bakterin Vibrio yang dimatikan dengan formalin mampu mengurangi mortalitas

ketika mereka diuji tantang dengan injeksi Vibrio 30 hari kemudian.

Page 6: PEMBUATAN VAKSIN SEDERHANA DALAM …bpblambon-kkp.org/wp-content/uploads/2015/02/lap-Vaksin.pdf · tidak kurang dari 1 gram. ... identifikasi dan karateristik bakteri, uji patogenisitas,

III. METODOLOGI

3.1. Alat dan Bahan

BHI broth

Formalin 37 %

Lipopolisakarida (LPS)

Peptodoglican (PG)

Benih kerapu 7-10 cm

Aquarium 75 L

Inkubator

Colony counter

Peralatan Glass Ware

Waskom Plastik

3.2. Metode Kerja

3.2.1. Uji Patologi dan Patogenisitas

1. Bakteri Vibrio sp diisolasi dari luka dan organ ginjal ikan yang terinfeksi dan diinokulasi

dengan jarum ose pada media TCBS agar dalam cawan petri dan diinkubasi pada suhu

ruangan selama 48 jam. Koloni Vibrio yang tumbuh diidentifikasi sesuai karateristik untuk

mengetahui jenisnya.

2. Isolat bakteri yang teridentifikasi diperbanyak dengan cara ditumbuhkan pada media BHI

broth untuk digunakan dalam uji patologi dan patogenisitasnya guna mengetahui tingkat

keganasan dan gejalanya.

3. Infeksi dilakukan melalui perendaman yaitu memelihara ikan dalam media suspensi bakteri

dengan konsentrasi 106, 10

7,10

8 CFU ml

-1. Pemeliharaan dilakukan selama seminggu

untuk mengamati rata-rata waktu kematian serta tingkat mortalitas yang terjadi dan gejala

yang ditimbulkannya. Pencatatan kematian dihitung setiap hari.

Page 7: PEMBUATAN VAKSIN SEDERHANA DALAM …bpblambon-kkp.org/wp-content/uploads/2015/02/lap-Vaksin.pdf · tidak kurang dari 1 gram. ... identifikasi dan karateristik bakteri, uji patogenisitas,

3.2.2. Pembuatan Bakterin

1. Bahan bakterin terdiri atas beberapa jenis isolat bakteri Vibrio yang telah diuji

patogenitasnya.

2. Kemudian bakteri Vibrio diinokulasi ke dalam 400 ml BHI broth dengan setengah

konsentrasi media. Letakkan di magnetic stirrer. Untuk membantu menumbuhkan bakteri,

inkubasikan pada suhu ruangan selama 48 jam.

3. Inokulasi bakteri pada media BHI broth dengan pengenceran 10-4

, 10-5

dan 10-6

dalam

larutan NaCl 0,4 %. Tebarkan (spread) ke media BHI agar kemudian inkubasikan pada

suhu ruangan selama 48 jam dan hitung koloni yang tumbuh.

4. Tambahkan 0,3 % formalin ke dalam media BHI broth untuk menginaktifkan bakteri.

Inkubasi pada suhu ruangan selama 24 jam.

5. Pengecekan keaktifan bakteri dengan menginokulasi bakteri ke media BHI broth yang telah

diberi formalin ke media BHI agar dan diinkubasikan selama 1 hari pada suhu ruangan.

6. Jika bakteri sudah inaktif, lakukan pengumpulan bakteri dengan menggunakan centrifuge

3000 rpm selama kurang lebih 3 menit. Kemudian bilas dengan larutan NaCl 0,9 % steril.

Simpan bakteri dalam 20 ml larutan NaCl 0,9 % steril sehingga konsentrasi bakteri menjadi

20x.

7. Simpan di lemari pendingin (refrigerator) hingga waktu pengujian dilakukan.

3.2.2. Pelaksanaan Vaksinasi

1. Pelaksanaan vaksinasi dilakukan dengan menggunakan metode immersi langsung yaitu

dengan merendam ikan uji kedalam larutan vaksin yang berisi suspensi bakterin dengan

konsentrasi sesuai hasil pengujian LC50.

2. Benih ikan kerapu ukuran 7 – 10 cm sebanyak 30 ekor (grup-1 dan grup-2) direndam

langsung kedalam larutan vaksin selama 1 jam sambil diaerasi sebagai vaksinasi tahap

pertama. Benih ikan lainnya sebanyak 10 ekor digunakan sebagai kontrol (grup-3)

3. Vaksinasi tahap kedua dilakukan setelah seminggu terhadap setengah jumlah benih kerapu

yang telah divaksin tahap pertama (grup-2).

4. Benih kerapu pada grup-4 dan grup-5 adalah kelompok pembanding dengan menggunakan

bahan imunostimulan yang umum.

Page 8: PEMBUATAN VAKSIN SEDERHANA DALAM …bpblambon-kkp.org/wp-content/uploads/2015/02/lap-Vaksin.pdf · tidak kurang dari 1 gram. ... identifikasi dan karateristik bakteri, uji patogenisitas,

waktu (minggu)

0 1 2 3 4 5

Grup-1 vaksin tahap I uji tantang

Grup-2 vaksin tahap II (booster) uji tantang

Grup-3 Kontrol uji tantang

Grup-4 LPS uji tantang

Grup-5 PG uji tantang

3.2.3. Uji Tantang

1. Setelah 1 minggu vaksinasi tahap kedua kemudian dilakukan uji tantang dengan merendam

benih ikan kerapu yang telah divaksinasi kedalam larutan suspensi bakteri Vibrio sp dengan

konsentrasi 1 x 108 cfu ml

-1 selama 60 menit dan diaerasi.

2. Efikasi vaksin dilihat berdasarkan hasil pembandingan mortalitas (M), sintasan (SR),

tingkat perlindungan realtif (RPS) dan rerata waktu kematian (MTD) antara ikan yang

diuji.:

a. Mortalitas (M)

M = Mt / Mo x 100 % M = Mortalitas

Mt = Jumlah ikan mati pada akhir percobaan

Mo = Jumlah ikan pada awal percobaan

b. Sintasan (SR)

SR = Nt / No x 100 % SR = sintasan

Nt = Jumlah ikan hidup pada akhir percobaan

No = Jumlah ikan pada awal percobaan

Page 9: PEMBUATAN VAKSIN SEDERHANA DALAM …bpblambon-kkp.org/wp-content/uploads/2015/02/lap-Vaksin.pdf · tidak kurang dari 1 gram. ... identifikasi dan karateristik bakteri, uji patogenisitas,

c. Tingkat Perlindungan Relatif (RPS)

% kematian ikan yang divaksin

RPS = 1 - X 100 %

% kematian ikan yang tidak divaksin

d. Rerata Waktu Kematian (MTD)

∑ aibi

MTD =

∑ bi a = waktu kematian (hari)

b = jumlah ikan yang mati (ekor)

3.3.3. Waktu dan Tempat

Pengujian meliputi isolasi, identifikasi dan karateristik bakteri, uji patogenisitas, uji

konsentrasi larutan pelemah, pembuatan bakterin, vaksinasi dan uji tantang dilakukan pada tahun

2009 di Laboratorium Hama Penyakit Ikan dan Lingkungan Balai Budidaya Laut Ambon.

Page 10: PEMBUATAN VAKSIN SEDERHANA DALAM …bpblambon-kkp.org/wp-content/uploads/2015/02/lap-Vaksin.pdf · tidak kurang dari 1 gram. ... identifikasi dan karateristik bakteri, uji patogenisitas,

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Bakteri Vibrio

Vibrio merupakan salah satu bakteri patogen yang termasuk dalam famili Vibrionaceae

yang bersifat kosmopolitan dengan penyebaran yang sangat luas. Menurut Murdjani (2002), ada

beberapa jenis bakteri Vibrio yang hidupnya berasosiasi dengan kerapu bebek yang antara lain

V. alginolitycus, V. Anguillarium dan V. Fuscus yang mana keganasan V. alginolitycus dan V.

anguillarium dapat menyebabkan kematian larva kerapu bebek. Bahkan V. alginolitycus dapat

menyebabkan kematian larva hingga 100 %, bahkan juga bersifat patogen terhadap manusia (Mc

Laughlin et al., 1999 dalam Qiun et al., 2008) yang dapat menyebabkan luka infeksi, otitis,

keracunan, terganggunya pencernaan dan septicemia (Hladi dan Klotz, 1996; Morris dan Black,

1985 dalam Qiun et al., 2008). Bakteri Vibrio lainnya yang patogen dan sering dijumpai pada

kasus-kasus serangan penyakit adalah Vibrio ordalii. V. ordalii merupakan serotipe kedua dari V.

anguillarum serta memiliki karakteristik yang hampir sama antara keduanya. Vibrio ordalii

memiliki pertumbuhan dalam kultur dan tingkat serangan yang lebih lambat sehingga hanya

menyebabkan penyakit kronis pada komoditas peliharaan. Vibrio ordalii menghasilkan

bakterimia dan dalam jaringan berbentuk koloni terutama di otot daging dan jantung, pada

bagian depan dan belakang saluran pencernaan dan insang.

Vibrio ordalii dan Vibrio alginolitycus adalah dua jenis bakteri Vibrio yang paling sering

dijumpai pada kasus-kasus penyakit infeksi bakterial di Balai Budidaya Laut Ambon. Sehingga

kedua jenis ini dijadikan bahan bakterin dalam pelaksanaan vaksinasi. Kedua bakteri diisolasi

dari luka infeksi dan organ ginjal benih kerapu ukuran 15 – 17 cm untuk diidentifikasi

karateristiknya dan dikoleksi untuk dijadikan bahan bakterin vaksin. Hasil isolasi dan identifikasi

dikoleksi 2 jenis bakteri Vibrio seperti yang terlihat pada tabel 1.

Pengujian

Jenis : kerapu bebek

Tgl isolasi : 21/3/2009

Organ Target : ginjal

(2 ekor)

Jenis : kerapu bebek

Tgl isolasi : 28/3/2009

Organ Target : luka tubuh

(3 ekor)

KOLONI :

- Warna

- Bentuk

Kuning

Bulat

Kuning

Bulat

Page 11: PEMBUATAN VAKSIN SEDERHANA DALAM …bpblambon-kkp.org/wp-content/uploads/2015/02/lap-Vaksin.pdf · tidak kurang dari 1 gram. ... identifikasi dan karateristik bakteri, uji patogenisitas,

- Tepi

- Elevasi

- Struktur Dalam

Licin

Cembung

Transparan

Licin

Cembung

Transparan

Uji Gram Negatif, batang pendek Negatif, batang pendek

Oksidase Positif Positif

Katalase Positif Positif

OFBM Fermentatif Fermentatif

Citrat Positif Positif

TSIA negatif negatif

SIM Media Positif Positif

Motilitas Motil Motil

TCBS Kuning Kuning

MR Negatif Positif

VP Negatif Positif

Uji Gula :

- Glukosa

- Manitol

- Inositol

- Arabinosa

- Sucrosa

Positif

Positif

Negatif

Negatif

Positif

Positif

Positif

Negatif

Negatif

Positif

HASIL IDENTIFIKASI Vibrio ordalii Vibrio alginolyticus

4.2. Patogenesitas Bakteri Uji

Hasil ini menunjukkan bahwa rata-rata persentase kematian yang disebabkan

patogenesitas Vibrio cukup tinggi yaitu 32,10 %, 42,71% dan 51,39%. Gejala penyakit eksternal

pertama kali yang ditimbulkan oleh spesies Vibrio patogen pada uji ini adalah adanya bercak-

bercak merah pada pangkal sirip punggung yang terlihat 4 jam setelah perendaman untuk

perlakuan dengan konsentrasi 108 CFU ml

-1 oleh bakteri Vibrio ordalii sedangkan yang

diperlihatkan hasil perendaman Vibrio alginolyticus mulai terlihat setelah 18 – 24 jam. Gejala

eksternal lainnya terlihat juga geripisnya sirip ekor dan berwarna lebih gelap dan warna insang

pucat (gambar 1). Sedangkan gejala internal yang diperlihatkan adalah terjadi perubahan warna

hati menjadi pucat.

Page 12: PEMBUATAN VAKSIN SEDERHANA DALAM …bpblambon-kkp.org/wp-content/uploads/2015/02/lap-Vaksin.pdf · tidak kurang dari 1 gram. ... identifikasi dan karateristik bakteri, uji patogenisitas,

.

Gambar 1. Gejala eksternal infeksi

Uji patogenesitas terhadap 2 isolat bakteri ini, menunjukkan bahwa Vibrio ordalii dan Vibrio

alginolyticus mempunyai tingkat keganasan yang berbeda seperti yang terlihat pada Tabel 2.

Tabel. 2. LC50 Isolat Vibrio terhadap Kerapu Bebek

No Jenis Bakteri LC50 (cfu.ml-1

)

1. Vibrio ordalii 2,51 x 108

2. Vibrio alginolyticus 2,73 x 108

Menurut Isnansetyo dkk., (2006) bahwa V. ordalii maupun V. alginolitycus bersifat pathogen

terhadap kerapu bebek. Injeksi intraperitoneal pada dengan nilai LD50 3,16 x 104 cfu/ikan bersifat

patogen pada kerapu bebek, injeksi Vibrio sp. pada E. coioides (ukuran 10-20 g) dengan

kepadatan 107-10

8 cfu.ml

-1 dapat menyebabkan kematian dalam waktu 24 jam. Penelitian serupa

dilaporkan Murdjani (2002) bahwa infeksi V. alginolyticus pada kerapu tikus (ukuran 4-5 cm)

menyebabkan kematian pada ikan uji dengan nilai LD50 sebesar 4,5x106 CFU/ikan melalui

penyuntikan IM, IP, dan IV. Rajan et al. (2001) melaporkan infeksi V. alginolyticus pada juvenil

ikan Cobia (Rachycentron canadum) menyebabkan kematian ikan uji dengan LD50 sebesar 4,86 x

106 cfu/ikan melalui penyuntikan IM dan IP. Sedangkan Nindarwi (2008), mendapatkan bahwa

infeksi V. alginolyticus pada kerapu macan pada LD 50 sebesar 9,5 x 103 CFU/ml.

Tingkat patogenisitas bakteri terhadap inang berbeda-beda, dipengaruhi oleh faktor

pertahanan inang dalam melawan patogen, maupun faktor patogenisitas yang ada pada patogen

(kemampuan memproduksi toksin, enzim, mengatasi ketahanan inang, serta kecepatan

berkembang biak). Spesies Vibrio patogen memiliki plasmid sebagai faktor keganasan, dimana

Page 13: PEMBUATAN VAKSIN SEDERHANA DALAM …bpblambon-kkp.org/wp-content/uploads/2015/02/lap-Vaksin.pdf · tidak kurang dari 1 gram. ... identifikasi dan karateristik bakteri, uji patogenisitas,

perbedaan jenis plasmid yang dimiliki tiap bakteri menyebabkan perbedaan tingkat keganasan

(Crosa et al., 1983; Kamiso, 1996).

4.3. Konsentrasi Larutan Pelemah

Uji ini dimaksud untuk mencari ketepatan konsentrasi dalam perlakuan inaktivasi

(pelemahan/mematikan) bakteri. Konsentrasi yang diuji dimulai dari konsentrasi 0,1 %, 0,2 %,

0,3 %, 0,9 % dan 1,3 %. Larutan pelemah yang digunakan adalah Formalin 20 %, 25 %, 30 %

dan 37 %. Lama proses inaktivasi bakteri yang diuji adalah 6, 12 dan 24 jam. Hasil negatif

koloni ditunjukkan seperti pada tabel 3.

Tabel 3. Uji Konsentrasi Larutan Pelemah Bakteri

No

Pengujian

Hasil Konsentrasi Uji

Pelemah (%)

Konsentrasi

Formalin (%)

Waktu Inaktivasi

(jam)

0,2 37 12 , 24 negatif

0,3 20, 25, 30, 37 6, 12, 24 negatif

0,9 20, 25, 30, 37 6, 12, 24 negatif

1,3 20, 25, 30, 37 6, 12, 24 negatif

Hasil menunjukkan konsentrasi perlarut inaktivasi sudah dapat digunakan pada

konsentrasi inaktivasi 0,2 % pelarut formalin 37 % dengan lama waktu pelemahan diatas 12 jam.

Pada perlakuan inaktivasi bakteri ini digunakan konsentrasi inaktivasi 0,3 % pelarut formalin

37 % dengan lama pelemahan diatas 24 jam dengan kepadatan bakteri adalah 2,81 x 108

cfu.ml-1

. Hal ini dimaksud untuk mendapatkan hasil yang tidak meragukan dalam

pelaksanaannya.

Formalin merupakan bahan kimia yang umum digunakkan pada proses pelemahan atau

inaktivasi bakteri yang akan dijadikan bakal bakterin. Konsentrasi pelemahan umumnya

berbeda-beda tergantung tingkat virulensi bakteri dipakai. Seperti yang pernah diuji di wilayah

Pangkep – Sulawesi Selatan, konsentrasi inaktivasi yang digunakan untuk melemahkan bakteri

Vibrio adalah sebesar 1 % (Seniati, 2009, – komunikasi pribadi). Pada konsentrasi tersebut,

bakteri Vibrio yang ditumbuhkan pada TCBS Agar menunjukkan hasil negatif koloni. Bila

dibandingkan dengan hasil yang didapat dari pengujian ini, menunjukkan bahwa tingkat virulensi

bakteri Vibrio di sekitar BBL Ambon relatif masih lebih ringan.

Page 14: PEMBUATAN VAKSIN SEDERHANA DALAM …bpblambon-kkp.org/wp-content/uploads/2015/02/lap-Vaksin.pdf · tidak kurang dari 1 gram. ... identifikasi dan karateristik bakteri, uji patogenisitas,

4.4. Uji Tantang

Uji tantang dilakukan untuk melihat efikasi vaksin yang dibuat dengan metode yang

mudah terhadap paparan bakteri patogen. Vaksin yang dibuat merupakan vaksin bivalen yang

hanya terdiri atas 2 jenis bakteri Vibrio dan merupakan vaksin sel utuh (whole sel). Sedangkan

pembandingnya digunakan lipopolisakarida (LPS) dan peptidoglikan (PG) yang merupakan

cuplikan bagian sel bakteri. Uji tantang dilakukan dengan metode perendaman yang menurut Mc

Carthy et al., (1983) dalam Gronvedt et al., (2004) merupakan vaksinasi atau cara imunisasi yang

cukup potensial di budidaya ikan karena kemudahan metodenya, resiko bahaya yang ditimbulkan

juga sedikit serta efektifitas metodenya cukup tinggi.

Gejala awal yang diperlihatkan adalah penampakkan bercak-bercak merah di pangkal

sirip punggung setelah 3 hari infeksi dilakukan. Penampakan gejala klinis ini jelas terlihat pada

grup-3 (non vaksin) dengan persentase penampakkan adalah 50 %, sedangkan pada keempat

grup lainnya tidak memperlihatkan persentase yang sama. Infeksi kemudian berkembang

menjadi perdarahan pada pangkal sirip anal, anus dan celah-celah operculum

Proses mortalitas mulai terjadi setelah 4 -5 hari setelah infeksi. Peningkatan kematian

rata-rata terjadi peda hari 6 – 10 pada semua grup uji. Kematian terjadi hingga hari ke 12 dari 14

hari pengujian. Pencapaian mortalitas tertinggi dijumpai pada grup non vaksin yaitu sebanyak

47 % kemudian grup-1 (vaksin 1 kali) sebanyak 37 % dan grup-5 (peptidoglikan) sebanyak

33 %, sedangkangkan grup-2 (vaksin + booster) dan grup-4 (lipopolisakarida) adalah yang

terendah yakni 27 % (gambar 2).

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

Hari

Ku

mu

lati

f K

emat

ian

vaksin

vaksin+booster

control

LPS

PG

Gambar 2. Grafik mortalitas pada uji tantang bakteri Vibrio 108 cfu.ml

-1

Page 15: PEMBUATAN VAKSIN SEDERHANA DALAM …bpblambon-kkp.org/wp-content/uploads/2015/02/lap-Vaksin.pdf · tidak kurang dari 1 gram. ... identifikasi dan karateristik bakteri, uji patogenisitas,

Kematian diawali gejala dan tingkah laku yang ditampakkan sebagai tanda infeksi yaitu

warna tubuh yang berubah menjadi lebih gelap, pernapasan cepat sehingga ikan terlihat megap-

megap, tidak aktif berenang serta tergeletak didasar (gambar 3). Sedangkan perbedaan

penampakkan terlihat dengan jelas pada infeksi hati. Rata-rata infeksi hati pada ikan yang

divaksin yang mengalami kematian pada grup-1, grup-2, grup-4 dan grup-5 menunjukkan

degeneratif dan perubahan warna menjadi pucat sedangkan infeksi pada hati grup-3 (kontrol)

yang tidak divaksin mengalami degeneratif dan nekrosis (gambar 4).

Gambar 3. Gejala eksternal saat uji tantang

Gambar 4. Gejala internal infeksi grup vaksin dan imunostimulan (a) dan grup non vaksin (b)

(necrosis : tanda panah)

Tingkat sintasan serta tingkat perlindungan relatif tertinggi dijumpai pada grup-2 (vaksin

+ booster) dan grup-4 (lipopolisakarida) yaitu masing-masing dengan sintasan 73 % dan RPS

43 % dengan rerata waktu kematian 6 hari. Kemudian grup-5 (peptidoglican) dan grup-1 (vaksin)

masing-masing sintasan 67 % dan 63 % dan RPS masing-masing 29 % dan 21 % dengan rerata

(a) (b)

Page 16: PEMBUATAN VAKSIN SEDERHANA DALAM …bpblambon-kkp.org/wp-content/uploads/2015/02/lap-Vaksin.pdf · tidak kurang dari 1 gram. ... identifikasi dan karateristik bakteri, uji patogenisitas,

waktu kematian 7 hari. Sedangkan yang terendah adalah grup-3 (non vaksin) dengan sintasan

53 % dengan rerata waktu kematian 9 hari.

Dari hasil yang ditampilkan menunjukkan bahwa vaksin sederhana yang dibuat dapat

menimbulkan kekebalan yang spesifik (humoral) pada kerapu bebek karena merupakan

kekebalan yang dibentuk hanya efektif untuk mencegah infeksi patogen dari bakteri V. ordalii

dan V. alginolyticus. Demikian halnya dengan penggunaan lipopolisakarida (LPS) yang

menunjukkan hasil perlindungan yang sama dengan vaksin buatan sendiri. Lipopolisakarida

merupakan protein penyusun dinding sel yang banyak terdapat pada sel bakteri gram negatif

yang tidak dimiliki oleh bakteri gram positif. Qian et al., (2008) menyatakan bahwa bakteri

patogen gram negatif, dinding luarnya memainkan peranan penting dalam menginfeksi dan

merusak inang yang diserang (Tsolus 2002). Karena komposisi dasar dari membran luar bakteri

tersebut terdiri atas protein, lemak, gula yang dapat dengan mudah dikenali sebagai substansi

luar/asing oleh sistem pertahanan imun inang. Diantara komponen-komponen tersebut, membran

protein memiliki peranan penting pada banyak sel dan proses fisiologi dimana bagian-bagian

tersebut digunakan untuk pengembangan bakal vaksin dan kit diagnosa (pizza et al 2000,Qjan et

al., 2007 dalam Qian et al., 2008). Namun vaksin dari bahan lipopolisakarida hanya akan

memberikan kekebalan non spesifik (selular atau cel-mediated immunity) atau yang memiliki

aktivitas imunomodulator yang dibentuk sebagai anti dari berbagai infeksi. Sedangkan vaksin

dengan bahan dasar peptidoglikan memberikan perlindungan kekebalan tidak sebesar LPS. Hal

ini dikarenakan peptidoglikan merupakan bagian terbanyak yang menyusun dinding sel bakteri

gram positif dibandingkan sel gram negatif. Namun baik vaksin buatan, LPS dan peptidoglikan,

ketiganya dapat dijadikan bahan peningkatan kekebalan tubuh ikan yang dibudidaya melalui

perendaman.

Sebagai informasi sekunder, pengukuran kualitas air dilakukan pada awal dan akhir uji

tantang sebagaimana tertera pada tabel 4.

Tabel 4. Kualitas air selama uji tantang Grup

Uji

Awal Uji Akhir Uji

Suhu

(oC)

Salinitas

(o/oo)

DO

(mg/l)

pH NH3

(mg/l)

NO2

(mg/l)

Suhu

(oC)

Salinitas

(o/oo)

DO

(mg/l)

pH

(mg/l)

NH3

(mg/l)

NO2

(mg/l)

Grup-1 29,12 34,2 5,07 8,03 0,09 0,2 28,71 34,1 5,02 8,01 3,2 2,2

Grup-2 29,10 34,2 5,03 8,06 0,08 0,3 28,84 34,2 5,02 7,98 3,2 2,1

Grup-3 29,10 34,1 5,04 8,01 0,09 0,3 28,72 34,2 5,05 8,04 3,4 2,5

Grup-4 29,17 34,2 5,03 8,02 0,07 0,2 28,81 34,3 5,03 8,01 3,1 2,1

Grup-5 29,11 34,1 5,01 8,02 0,08 0,2 28,80 34,2 5,02 8,01 3,2 2,1

Page 17: PEMBUATAN VAKSIN SEDERHANA DALAM …bpblambon-kkp.org/wp-content/uploads/2015/02/lap-Vaksin.pdf · tidak kurang dari 1 gram. ... identifikasi dan karateristik bakteri, uji patogenisitas,

Dari hasil pengukuran kualitas air terlihat adanya peningkatan pada parameter amonia dan nitrit

pada akhir uji tantang pada semua grup uji. Hal ini disebabkan oleh akumulasi sisa pakan pellet

serta hasil limbah aktivitas metabolisme ikan uji yang meningkatkan kadar amonia dan nitrit

dalam air. Amonia pada kondisi terbatas akan bersifat toksik bagi ikan yang dibudidayakan

terutama bila temperatur dan pH media air meningkat. Kadar aman amonia yang terionisasi

dalam air adalah dibawah 0,02 ppm. Sedangkan nitrit dalam air laut dapat dinetralkan oleh ion

khlorida (Cl-) sehingga sifat toksiknya melemah dan tidak terlampau berpengaruh bagi ikan yang

dibudidaya di air laut maupun payau.

Page 18: PEMBUATAN VAKSIN SEDERHANA DALAM …bpblambon-kkp.org/wp-content/uploads/2015/02/lap-Vaksin.pdf · tidak kurang dari 1 gram. ... identifikasi dan karateristik bakteri, uji patogenisitas,

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil pengujian vaksin dapat disimpulkan bahwa :

1. Vaksin bivalen Vibrio yang dibuat dengan konsentrasi inaktivasi 0,3 % efektif

meningkatkan kekebalan spesifik pada ikan kerapu bebek dengan sintasan sebesar 73 %.

2. Perlakuan vaksinasi memberikan hasil lebih baik bila dilanjutkan dengan booster untuk

meningkatkan memori sel dalam menghadapi patogen

5.2. Saran

Dari hasil yang didapat beberapa saran pengujian yang dapat dilanjutkan antara lain :

1. Perlu dilakukan uji vaksinasi dengan vaksin buatan melalui metode injeksi dan oral

2. Perlu dilakukan uji tantang dengan menggunakan jenis bakteri Vibrio patogen lainnya

Page 19: PEMBUATAN VAKSIN SEDERHANA DALAM …bpblambon-kkp.org/wp-content/uploads/2015/02/lap-Vaksin.pdf · tidak kurang dari 1 gram. ... identifikasi dan karateristik bakteri, uji patogenisitas,

DAFTAR PUSTAKA

Crosa, J. H., M. A. Walter and S. A. Potter. 1983. The genetic of plasmid-mediated virulence in

the marine pathogen Vibrio anguillarium. Bactaerial and viral diseases of fish. Molecular

studies. A Washington Sea Grant Pub. Univ of Washington, Seattle

Dalmo, P. L. and P. H. Klesius. 1996a. Dietary immunostimulants enhance nonspecific immune

responses in channel catfish but not resistance to Edwarsiella ictaluri. J. Aquant.

Anim. Health 8.

Grontvedt, R. N, V. Lund and S. Espelid. 2004. Atupical furunculosis in spotted wolfish

(Anarhichas minor O.) juveniles : bath vaccination and challenge. Journal aquaculture

232 (2004) 69 – 80.

Itami, T., Takahashi, Y., and Y. Nakamura. 1989. Efficacy of vaccination against vibriosis in

cultured kuruma prawns Peneaeus japonicus. J. Aquant. Anim. Health 1.

Isnansetyo, A., Kamiso H.N., Murwantoko, Triyanto dan M. Murdjani. 2006. Efikasi vaksin

vibrio polivalen untuk pengendalian vibriosis pada budidaya kerapu. Disampaikan pada

Seminar Riset Unggulan Strategis Nasional (RUSNAS) Kerapu 2006, BPPT, Serpong,31

Agustus 2006.

Kamiso, H.N. 1996. Vaksinasi induk untuk meningkatkan kekebalan bibit lele dumbo (Clarias

gariephunus) terhadap serangan Aeromonas hydrophyla. Bul. Ilmu Perikanan (7): 10-18.

Lonnstrom, L. G., R. Rahkonen, T. Lunden, M. Pasternack, J. Koskela and A. Grondahl. 2001.

Protection, immune response and side-effects in European whitefish (Coregonus

larvaretus L.) vaccinated against vibriosis and furunculosis. . Journal aquaculture 200

(2001) 271 – 284.

Murdjani, M. 2002. Identifikasi dan patologi bakteri Vibrio alginolyticus pada ikan kerapu tikus

(Cromileptes altivelis). Ringkasan Disertasi. Program Studi Ilmu-ilmu Pertanian

Kekhususan Perlindungan Tanaman. Program Pasca Sarjana Universitas Brawijaya.

Malang.

Qian, R-H., Z-H. Xiao, C-W. Zhang, W-Y. Chu, L-S. Wang, H-H. Zhou, Y-W. Wei and L. Yu.

2008. A conserved outer membrane protein as an effective vaccine candidate from Vibrio

alginolitycus. . Journal aquaculture 378 (2008) 5 – 9.

Roitt, I., J. Brostoff and D. Male. 2001. Immunology. Sixth Edition. Mosby-London. 2001

Sakai, M., Atsuta, S., and M. Kobayashi. 1995c. Efficacies of combined vaccine for Vibrio

anguillarium and Streptococcus sp. Fisheries Sci, 61.

Page 20: PEMBUATAN VAKSIN SEDERHANA DALAM …bpblambon-kkp.org/wp-content/uploads/2015/02/lap-Vaksin.pdf · tidak kurang dari 1 gram. ... identifikasi dan karateristik bakteri, uji patogenisitas,

Sakai, M. 1998. Current research status of fish immunostimulants. Journal Aquaculture 172

(1999) 63 – 92.

Zhou, Y-C., H. Huang, J. Wang, B. Zhang and Y-Q. Su. 2002. Vaccination of the grouper,

Epinephalus awoara, against vibriosis using the ultrasonic technique. Journal aquaculture

203 (2002) 229 – 238.