pembinaan mental beragama prajurit batalyon...
TRANSCRIPT
PEMBINAAN MENTAL BERAGAMA PRAJURIT BATALYON ARHANUDSE-15 KODAM IV/DIPONEGORO
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata I Dalam Ilmu Ushuluddin
Oleh; NUR ENDAH SETYOWATI
4103001
FAKULTAS USHULUDDIN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2008
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya, akhirnya penulis dapat
menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang merupakan tugas dan syarat yang
wajib dipenuhi guna memperoleh gelar kesarjanaan dari fakultas Ushuluddin
IAIN Walisongo Semarang.
Shalawat dan slam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita nabi
Muhammad SAW yang telah membawa risalah islam yang penuh dengan ilmu
pengetahuan khususnya ilmu –ilmu keislaman, sehingga dapat menjadi bekal
hidup kita, baik di dunia dan di akhirat kelak.
Ucapan terimakasih sedalam-dalamnya penulis sampaikan kepada semua
pihak yang telah memberikan pengarahan, bimbingan dengan moral dan bantuan
apapun yang sangat besar artinya bagi penulis. Ucapan terima kasih terutama
penulis sampaikan kepada:
1. Drs. Nasihun Amin, M.Ag., selaku pembantu I Dekan Fakultas
Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang
2. DR. Ahmad Suriadi, M.A., selaku pembimbing; penulis mengucapkan
terimakasih atas semua saran, arahan dan bimbingan serta keikhlasan dan
kebijaksanaannya meluangkan waktu dalam membimbing penulis untuk
menyelesaikan penulisan skripsi ini.
3. Segenap Bapak dan Ibu Dosen beserta karyawan di lingkungan fakultas
Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang yang telah memberikan berbagai
pengetahuan, sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi
ini.
4. May caj Drs. Abu Haris Mutohar, selaku Kabintaldam IV/Diponegoro
5. May caj Drs. Isa Anshari, M.Ag, selaku PASIROHIS Kodam
IV/Diponegoro
6. Kapten Inf. Suyatno, selaku KA TUUD KODAM IV / Diponegoro
7. Lettu. M. Ircham Hanafi, selaku Pasipers Batalyon Arhanudse-15
8. Sertu. H. Mursidi, Selaku Babintal Batalyon Arhanudse-15
9. Ayahanda dan Ibunda tercinta beserta seluruh keluarga yang telah
memberikan dukungan, baik moril maupun materiil yang tulus dan ikhlas
berdoa demi terselesaikannya skripsi ini.
10. berbagai pihak yang secara langsing maupun tidak langsung telah
membantu dan memberi dorongan moril dalam penyusunan skripsi ini.
Semua teman-teman seperjuangan dan sepenanggungan Fakultas
Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang.
Semoga yang telah diberikan merupakan amal kebaikan yang dapat
memberikan manfaat bagi semua. Penulis hanya dapat berdoa jazakumullah
ahsanal jaza. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat
bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya. Amiin………
Semarang,
Penulis
i
ii
iii
iv
v
vi
viii
ix
1
5
6
6
6
8
12
14
14
16
20
22
23
26
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…………………………………………………..……...
PERSETUJUAN PEMBIMBING………………………………..….…………
HALAMAN PENGESAHAN…………………………………….……………
HALAMAN MOTTO …………………………………………………………
PERSEMBAHAN …………………………………………………………….
KATA PENGANTAR …………………………………………………………
ABSTRAKSI …………………………………………………………………..
DAFTAR ISI …………………………………………………………………..
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar belakang……………………………………………………..
B. Rumusan Masalah …………………………………………………
C. Tujuan Penelitian …………………………….. …………………..
D. Manfaat Penelitan ………………………………………………….
E. Kajian Pustaka ………………………………………………….….
F. Metode Penelitian ………………………………………………….
G. Sistematika Penulisan Skripsi ……………………………………..
BAB II : PERAN AGAMA SEBAGAI MOTIVATOR DI KALANGAN
MILITER
A. Kajian Tentang Agama ……………………………………….……
1. Pengertian Agama ……………………………………………....
2. Peranan Agama Dalam Kehidupan ……………………………...
3. Tujuan Orang Beragama ………………………………………..
B. Tinjauan Tentang Motivasi
1. Pengertian Motivasi ……………………………………………
2. Macam-Macam Motivasi………………………………………..
3. Peranan Motivasi ………………………………………….......
28
29
33
34
39
41
44
56
59
64
67
67
68
C. Tinjauan Tentang Militer
1. Pengertian Tentang Militer ……………………………………….
2. Peranan dan Tujuan Militer ………………………………………
BAB III : GAMBARAN UMUM BATALYON ARHANUDSE-15, KODAM IV/
DIPONEGORO DAN KEAGAMAAN DI KALANGAN MILITER
A. Sejarah Berdirinya Batalyon Arhanudse-15 ……………………….
B. Sejarah Berdirinya KODAM IV/Diponegoro ………………….….
C. Motto Arti Makna Lambang KODAM IV/Diponegoro ………..….
D. Struktur Organisasi …………………………………………………
E. Kualitas Keberagamaan di Kalangan Militer ………………………
BAB IV : ANALISIS PEMBINAAN MENTAL KEAGAMAAN PRAJURIT
BATALYON ARHANUDSE-15 KODAM IV / DIPONEGORO
A. Kehidupan Beragama di Kalangan Prajurit Militer Batalyon
Arhanudse – 15 ……………………………………………………….
B. Peran Agama dalam Pembinaan Mental di Kalangan Prajurit Militer
Batalyon Arhanudse–15 ………………………………………………
C. Faktor–Faktor Penunjang dan Penghambat Pembinaan Mental
Keagamaan di Kalangan Militer …………………………………
BAB V: Penutup
A. Kesimpulan ……………………………………………………….
B. Saran – Saran ………………………………………………………
C. Penutup ……………………………………………………………
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama : Nur Endah Setyowati
NIM : 4103001
Fakultas/ Jurusan : Ushuluddin / Aqidah Filsafat
Tempat/Tanggal
lahir
: Grobogan, 5 Agustus 1985
Alamat : Jl. Pangeran Puger No. 18
Rt. 04 Rw. 05
Purwodadi Grobogan
Pendidikan : 1. SD Negeri I Grobogan Lulus tahun 1997
2. SMP Negeri I Grobogan Lulus tahun 2000
3. MAN Purwodadi Grobogan Lulus tahun 2003
4. Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang
Angkatan 2003
PERSEMBAHAN
Sebuah karya sederhana dalam menggapai cita-cita, tiada berarti tanpa kehadiran mereka, penulis persembahkan karya tulis ini kepada:
Ayahanda dan ibunda terkasih yang dengan tulus mencurahkan kasih sayang dan
selalu berdoa untuk penulis
Adikku tersayang (Enggar Sayekti, Suryo Prayogo) yang senantiasa memberikan keceriaan, canda tawa disaat aku pulang melepas lelah dan kejenuhan, jangan pernah
ragu edan lelah untuk maju menuju masa depan
Teman-temanku senasib seperjuangan (Avi, Adib, Atif, Dian, Ida, Indah, Tutuk, Ella) kepadamu aku berbagi suka dan duka sehingga beban tak terasa dalam menggapai cita
dan harapan
Berbagai pihak yang secara tidak langsung telah membantu baik moral maupun materiil dalam proses penyusunan skripsi ini (Mas Dwi, Mas Wiwit, Bang Herman
(Penerbad), Mas Ucok, Mas Iwan (Arhanudse-15), Mas Agung (410-Alugoro)
MOTTO
…..يغان اهللا اليتم حابقومىريغا يور فسهمابانم …..
Artinya:
“….. sesungguhnya Allah tidak akan mengubah apa yang terdapat pada (keadaan) satu kaum (masyarakat), sehingga mereka mengubah apa yang
terdapat dalam diri (sikap mental) mereka …” (QS. Arra’du: 11)1
1 Yayasan Penyelenggara Penterjemah / Pentafsiran al-Qur’an, Al-Qur’an dan
Terjemahnya, Departemen Agama RI, 1993, hlm.370
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Suatu kebanggaan bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia bukan hasil
dari pemberian atau hadiah bangsa lain, melainkan merupakan hasil
perjuangan dengan segala pengorbanan oleh seluruh rakyat dan bangsa
Indonesia dengan cara merebutnya dari tangan penjajah. Tugas militer yang
begitu berat dan kompleks dan untuk mewujudkan keberhasilan tugasnya, TN!
dituntut berpegang teguh pada jati diri yang telah dimilikinya. Jati diri tersebut
merupakan kode etik (pedoman hidup) atau akhlak bagi TN!. Pedoman sikap
serta perilaku bagi setiap anggota TNI yang harus dijunjung tinggi dan
dilaksanakan bagi setiap prajurit TNI baik dalam kegiatan pribadi maupun
organisasi. Jadi untuk menghadapi tantangan globalisasi arus reformasi dan
tugas-tugasnya yang semakin berat, maka selain meningkatkan profesionalitas
dengan kode etik yang dimilikinya, setiap prajurit TNI harus dibekali dengan
iman dan taqwa dengan nilai-nilai moral yang baik serta akhlak yang mulia.
Akan tetapi pada umumnya masyarakat menganggap militer yang di
lengkapi dengan akal dan senjata cenderung bertindak represif dan opresif
dalam memaksakan kehendaknya kepada golongan lain, sehingga perlu
ditaburkan dari kehidupan politik.1 Isu lain yang masih terkait adalah watak
brutal dan beberapa aspek kehidupan militer. Banyak laporan yang
mengungkapkan cara-cara dimana unit-unit militer “melatih” calon tentaranya
dengan tujuan untuk menjadikannya instrumen yang patuh. Meskipun salah
satu fungsi dari penggemblengan awal ini adalah untuk menjadikan mereka
mampu melakukan agresi yang terkontrol dalam pertempuran, terdapat banyak
bukti akan terus berlangsungnya brutalitas dari kehidupan militer pada
umumnya. Organisasi militer biasanya sangat otoriter personil yang
berpangkat lebih rendah mempunyai resiko mendapatkan perlakuan
1 Lance Cast1e, ABRI dan Kekerasan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1999, hlm.7.
2
sewenang-wenang oleh atau mendapat sanksi dan perwira yang lebih tinggi
pangkatnya.2
Islam sebagai agama yang bersifat Universal (rahmatan lil alamin)
secara tegas melarang pemakaian kekerasan demi untuk mencapai tujuan-
tujuannya. Secara etika dan moral tidak ada alasan yang bisa dibenarkan untuk
melakukan tindakan kekerasan atau teror. Kalau ada tindakan-tindakan teror
yang dilakukan oleh kelompok muslim tertentu maka yang menjadi akar
persoalannya bukan karena ajaran etika-moral Islam, melainkan bersumber
pada prilaku muslim yang tidak Islami.3
Menurut ajaran Islam akhlak yang mulia akan membawa kejayaan suatu
bangsa. Namun sebaliknya, jika akhlak suatu bangsa itu rusak, maka bangsa
itu akan hancur. Jadi kejayaan atau kehancuran suatu bangsa akan sangat
tergantung pada baik dan buruknya akhlak bangsa tersebut. Seperti halnya
seorang penyair Arab, Syauqi Beq yang dikutip oleh Hamzah mengenai peran
moral ini melalui ungkapan abadinya:
تقيا بم القاالخ ما االممانو وان هموا ذهبت اخالقهم ذهبوا
Artinya: “Suatu bangsa dikenal karena akhlaknya (budi pekertin1a) jika budi pekertinya telah runtuh, maka runtuh pula bangsa itu”4
Agama mempunyai suatu peran yang sangat penting dalam menunjang
tugas militer dan agama merupakan alat yang urgensi dalam menciptakan
pembinaan mental di kalangan militer. Akan tetapi, Agama bisa berperan dan
tidaknya sangat tergantung pada masing-masing pribadi, bergantung pada
peranan yang dilakukannya untuk agama dan bergantung bagaimana ia
memandang agama itu sendiri. Inti kehidupan spiritualitas adalah pemahaman
subyektif manusia. Pengalaman apapun namanya, terutama pengalaman
2 Martin Shaw, Bebas dari Militer (Analisis Sosiologis Atas Kecenderungan Masyarakat Modern), PT. Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2001, hlm.251 3 Imam Yahya, M.Ag., Tradisi Militer Dalam Islam, Logung Pustaka, Yogyakarta, 2004, hlm.63 4 H. Hamzah Ya’qub, Etika Islam Pembinaan Akhlakul Karimah, CV. Diponegoro, Bandung, 1993, hlm.30
3
beragama benar-benar bersifat individual dan subyektif. Meskipun
pengalaman itu disana-sini dapat dibentuk oleh lingkungan orang yang
mempunyai temperamen yang berbeda akan mempunyai kemampuan
mengaktualisasikan dimensi spiritualnya berbeda pula.5
Sedangkan dalam ajaran agama khususnya dalam ajaran Islam tidak
hanya dipahami secara formal, sempit dan sebatas ritual saja, tetapi agama
merupakan pedoman hidup perilaku sehari-hari. Peran agama juga dapat
dianggap sebagai salah satu sumber nilai etis yang mempunyai kekuatan
efektif di dalam masyarakat. sebagai sumber nilai etis peran agama
dimaksudkan menjadi pangkal hidup baik dan buruk yang dipergunakan
sebagai landasan untuk melakukan aktivitas termasuk dalam bidang
kemiliteran.
Agama sebagai suatu bentuk kepercayaan, diyakini manusia sebagai
sistem nilai yang harus diejawantahkan kedalam prilaku sosial tertentu. Ia
berkaitan dengan pengalaman historis manusia, baik sebagai individu maupun
kelompok, oleh karenanya pelembagaan perilaku sosial keagamaan dalam
bentuk institusi atau tradisi adalah suatu yang urgen. Urgensi pelembagaan ini
terletak pada aktualisasi nilai agama yang bersifat subyektif, agar dapat
obyektif dalam berbagai paradigma, visi dan konsep struktur atau institusi
tertentu yang mudah dipahami.6 Menjadi tentara atau militer dalam Islam
dituntut memiliki moral yang tinggi sesuai dengan keluhuran profesi yang
dimilikinya itu. Yang dimaksud, moral yang tinggi disini, mengacu kepada
keikhlasan, kejujuran dan ketaqwaan. Keikhlasan dan kejujuran disini ialah,
kesadaran atau motivasi yang terdapat di dalam hatinya, bahwa ia
melaksanakan semua tugas yang berkaitan dengan kemiliteran terutama
perang, semata-mata untuk menegakkan hukum Allah dimuka bumi.7
5 M. Amin Abdullah, Studi Agama; Normativitas atau Historitas, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1996, hIm. 167 6 H. M. Ridwan Lubis, Cetak Biru Peran Agama (Merajut Kerukunan, Kesetaraan Gender dan Demokratisasi dalam Masyarakat Multikultural), PT. Puslitbang kehidupan beragama, Jakarta, 2005, hlm.vii 7 Debby M Nasution, Kedudukan Militer Dalam Islam Dan Peranannya Pada Masa Rasulullah SAW, PT. Tiara Wacana, Yogyakarta, 2002, hlm.5 1
4
TNI haruslah mempunyai sikap teguh dan tanggung jawab kepada
perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang mana
sikap teguh dan tanggung jawab keberadaan TNI sebagai bayangkara Negara,
yang sekaligus menjadikan dirinya sebagai benteng atau perisai Negara dan
masyarakat bangsa Indonesia. Hal ini bisa terwujud manakala TNI mampu
menjunjung tinggi kepercayaan yang dilimpahkan rakyat dan bangsa
Indonesia untuk menampilkan diri sebagai pengaman dan pengayom rakyat
dan bangsa Indonesia yang diandalkan terhadap setiap bentuk propaganda,
agitasi, infiltrasi, intrik, intervensi dan provokasi yang merugikan kepentingan
rakyat dan bangsanya. Di samping itu, TNI harus memiliki semangat yang
tinggi yaitu kesiapan diri untuk ikhlas berkorban, tidak mengenal menyerah,
tahan menderita dan senantiasa mengutamakan kepentingan rakyat bangsa dan
negaranya disamping kewaspadaan dan disiplin yang ketat, serta adanya
kemauan, kemampuan dan kesanggupan diri setiap prajurit TNI untuk
meningkatkan profesionalisme.8
Jendral besar Soedirman merupakan salah satu tokoh yang memiliki
militansi yang tinggi, yaitu semangat tinggi, penuh gairah dan tangguh dalam
berjuang tanpa mengenal menyerah sekaligus beliau juga seorang yang
agamis. Dalam hal religiositas, pengaruh jendral besar Soedirman dapat dilihat
dalam dua hal; Pertama, pengaruhnya secara institusional yaitu pengaruh
pemikiran dan prinsip keberagamaannya dalam rumusan etika keprajuritan
(sumpah prajurit, sapta marga, delapan wajib TNI, sebelas asas kepemimpinan
TNI) dan pembentukan institusi pembinaan mental di lingkungan TNI. Kedua,
pengaruhnya secara personal. Artinya sikap keberagaman jendral besar
Soedirman menjadi suri tauladan bagi seluruh anggota TNI khususnya dan
masyarakat pada umumnya.
Munculnya lembaga pembinaan mental TNI tampaknya di awali dari
prinsip jendral besar Soedirman yang ingin menerapkan nilai-nilai agama
dalam kehidupan TNI. Dalam pembinaan rohani misalnya berusaha
8 H. Asren Nasution, Religiositas TNI (Refleksi Pemikiran dan Kepribadian Jendral Besar Soedirman), PT. Prenada Media, Jakarta, 2003, hIm. 100
5
menanamkan dan, memelihara keyakinan pada setiap anggota TNI agar sadar
sebagai insan hamba, Tuhan bahwa sebagai manusia ia selalu harus dapat
menunjukkan pengabdian, secara baik dalam hubungan manusia dengan
Tuhan, maupun dalam hubungan manusia dengan manusia. Tujuan lainnya
yaitu berusaha untuk menumbuhkan kesadaran agar setiap anggota TNI
memiliki perilaku, sikap mental dan budi pekerti yang bersendikan pancasila
sesuai dengan ajaran agama Islam.
Oleh karenanya nilai-nilai agama yang dipahami jendral besar
Soedirman sangat banyak menjadi acuan dalam pembentukan lembaga
pembinaan mental yang berdasarkan sikap kasad Nomor: SkepI69 1/VII/1986
tanggal 30 Nopember 1986 ditetapkan hari jadinya jatuh pada tanggal 25 mei
1946, dengan tugas pokok mempertinggi moral dan moril tentara melalui,
antara lain: mengadakan pidato-pidato keagamaan, memberi keterangan-
keterangan keagamaan yang semuanya diperuntukkan dan ditujukan kepada
segenap anggota angkatan perang.9 Hal ini perlu dilaksanakan mengingat
kondisi keimanan atau keberagamaan seseorang bisa menebal dan menipis,
tergantung dan pembinaannya.10
Dari latar belakang permasalahan diatas maka penulis akan melakukan
dan mengkaji secara mendalam dalam skripsi dengan judul: “ Pembinaan
Mental Prajurit Batalyon Arhanudse-15 KODAM IV Diponegoro
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang penulis uraikan, maka dapat diambil
pokok permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
a. Bagaimana kehidupan beragama dikalangan prajurit Batalyon
Arhanudse-l5?
b. Apa peran agama dalam pembinaan mental di kalangan prajurit Batalyon
Arhanudse-15?
9 Ibid, hlm.130 10 Iman Munawir, Memahami Prinsip-prinsip Dasar Al-Islam, PT. Bina Ilmu, Surabaya,
1987, hlm.83
6
c. Apakah faktor penunjang dan penghambat dari pembinaan mental
keagamaan, di kalangan prajurit Batalyon Arhanudse-15?
C. TUJUAN PENELITIAN
a. Untuk mengetahui keberagamaan di kalangan prajurit Batalyon
Arhanudse-15.
b. Untuk mengetahui apa peran agama dalam pembinaan mental di kalangan
prajurit Batalyon Arhanudse-15.
c. Untuk mengetahui faktor penunjang dan penghambat dari pembinaan
mental keagamaan di kalangan prajurit Batalyon Arhanudse-15.
D. MANFAAT PENELITIAN
a. Secara praktis, diharapkan dapat dijadikan informasi dan acuan bagi
peminat atau peneliti bahwa agama mempunyai peranan yang sangat
penting sebagai motivasi di kalangan militer Batalyon Arhanudse-15
KODAM IV Diponegoro
b. Secara Teoritis, sebagai sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu,
khususnya ilmu dibidang Akidah filsafat. Sehingga diharapkan dengan
penelitian ini dapat menjadi acuan bagi masyarakat secara umum dan
mahasiswa pada khususnya.
E. KAJIAN PUSTAKA
Untuk menghindari terjadinya pengulangan hasil penelitian yang
membahas permasalahan yang sama dan seseorang baik dalam bentuk buku,
kitab dan dalam bentuk tulisan yang lainnya, maka penulis akan memaparkan
buku atau skripsi yang sudah ada sebagai bandingan dalam mengupas
permasalahan tersebut sehingga diharapkan akan muncul penemuan baru.
Kajian mengenai pembinaan mental keagamaan di kalangan Prajurit
masih belum banyak ditemukan. Dalam buku ataupun artikel-artikel masih
belum banyak ditemukan karya-karya yang secara spesifik membahas tentang
pembinaan mental keagamaan prajurit Batalyon Arhanudse-15 Kodam
IV/Diponegoro.
7
Untuk lebih memperjelas gambaran tentang penelitian ini, berikut ini
merupakan ilustrasi dan beberapa literatur yang ada hubungannya dengan
tema penelitian yang dikaji dalam skripsi ini yaitu:
1. Imam Yahya, dalam bukunya “Tradisi Militer dalam Islam” yang
didalamnya mencoba melakukan kajian analisis tentang militer dalam
Islam. Yang mana perbincangan sekitar Islam dan militer seakan-akan
sangat dipaksakan karena Islam adalah sebuah institusi keagamaan yang
sarat dengan persoalan-persoalan profan. Sementara militer adalah sebuah
institusi profesional yang terstruktur dalam setiap Negara.
2. Debbi M Nasution, dalam bukunya “Kedudukan Militer dalam Islam dan
Peranannya dalam Masa Rasulullah SAW” yang didalamya menerangkan
fungsi dan kedudukan militer dalam pandangan Islam, yang mana ajaran
Islam memberikan inspirasi manusiawi dalam menangani masalah perang
dan damai, dalam memelihara keamanan dan pertahanan serta integritas
masyarakat (Negara) guna menciptakan kesejahteraan hidup warga
masyarakat (Warga Negara)
Beberapa peneliti yang sudah meneliti tentang peranan agama antara
lain: Subhan (4193055) dalam karya ilmiahnya “skripsi yang berjudul Peran
Agama Dalam Masyarakat menurut Jalaluddin Rahkmad” dalam skripsinya
dijelaskan tentang peran agama: Pengertian dan pemahaman agama, Peranan
agama dalam kehidupan, Tujuan orang dalam beragama. Azizah (4193055)
dengan judul “Peranan Akidah Bagi Wanita Karier Dalam Pembinaan
Keluarga Sakinah di Desa Pegirikan Kec. Talang Kab. Tegal” peneliti
tersebut menitik beratkan pada peranan agama dalam pembinaan keluarga
sakinah.
Dari beberapa penelitian diatas menunjukkan bahwa penelitian yang
peneliti lakukan sekarang ini, adalah benar-benar penelitian yang belum
pemah diteliti oleh peneliti lainnya yang berkaitan dengan judul, tema.
8
F. METODE PENELITIAN
Metode penelitian skripsi tidak hanya dikemukakan teknik penelitian ini,
tetapi juga mengenai dasar teori yang melandasi penelitian tersebut. Adapun
jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang
berdasarkan pada pengamatan dan menganalisa secara langsung fakta yang
ada di lapangan. Penelitian ini sama sekali tidak berpengaruh pada jumlah
angka-angka yang diperoleh dan lapangan, tetapi lebih melihat pada realitas
yang terjadi yang sedang diamati. Ada beberapa hal yang penulis uraikan di
bawah ini:
1. Populasi, sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
a. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian. Apabila
seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah
penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi. Studi
atau penelitiannya juga disebut studi populasi atau studi sensus.11
Adapun populasi dalam penelitian ini adalah kalangan militer
yaitu prajurit Batalyon Arhanudse-15 yang berjumlah 666 prajurit
terdiri dan bermacam-macam pemeluk agama. Penulis mengambil 639
prajurit yang beragama Islam.12 Untuk itu penulis menggunakan
penelitian sampel.
b. Sampel
Sampel adalah sebagian populasi yang diteliti. Dinamakan.
sampel apabila kita bermaksud untuk menggeneralisasikan hasil
penelitian sampel.13
Adapun sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari anggota
prajurit militer Batalyon Arhanudse-15 yang terdiri atas 130
orang prajurit atau I Kompi.
11 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Rineka Cipta, Jakarta, 1996, him. 108 12 Transkip Rekapituiasi Data Agama Kotama/Balakpus triwulan 11 2007 13 Ibid, him. 109
9
c. Teknik Pengambilan Sampel
Adapun teknik pengambilan sampel yang digunakan pada
penelitian ini adalah mengenai penelitian yang dilakukan berkaitan
dengan banyak sedikitnya subyek yang diteliti, Suharsimi Arikunto
menyatakan bahwa untuk sekedar ancer-ancer, maka apabila
subyeknya kurang dan 100 lebih baik semua sehingga penelitiannya
adalah penelitian populasi. Selanjutnya jika jumlah subyeknya besar
dapat diambil antara 10-15% atau 20-25% atau lebih.14
Karena subyek dalam penelitian ini lebih dan 100, maka peneliti
mengambil 20%. Peneliti mengambil sekitar I kompi yaitu 130 orang
anggota prajurit militer Batalyon Arhanudse- 15.
2. Metode pengumpulan data
Adapun untuk mengumpulkan data, peneliti menggunakan metode
sebagai berikut:
a. Observasi
Dalam penelitian ini penulis berupa mengamati secara terbuka
yaitu model pengamatan dimana subyek yang diamati mengetahui dan
memberikan kesempatan kepada pengamat untuk mengamati peristiwa
yang sedang diamati.
Dalam pelaksanaannya, pengamat melakukan pengamatan dan
pencatatan secara sistematis fenomena yang diteliti atau diselidiki.
Metode ini digunakan untuk mengetahui kondisi keagamaan di
kalangan militer Batalyon Arhanudse-15 KODAM IV Diponegoro.
b. Interview
Interview adalah teknik dalam upaya menghimpun data-data
yang akurat untuk keperluan melaksanakan proses pemecahan masalah
tertentu yang sesuai dengan data.15
14 Ibid. him. 112 15 Wardi Bachtiar, Metode Penelilian Ilmu Dakwah, PT. Logos, Jakarta, 1997, hIm. 72
10
Metode ini digunakan atau ditempuh dengan mengadakan
wawancara langsung dengan para TNI di Batalyon Arhanudse-15
Kodam IV Diponegoro khususnya di bagian Bintal dan Prajurit
untuk mencari bagaimana kondisi keberagamaan di kalangan militer
dan pemahaman agama dan upaya pembinaannya.
c. Dokumentasi
Metode ini merupakan teknik pengumpulan data dengan melihat
dan mencatat dokumen-dokumen yang tertulis maupun tidak tertulis
serta sumber data arsip lainnya.16 Artinya mencari data mengenai hal-
hal atau variable berupa transkip, buku, dan lain sebagainya. Metode
ini digunakan untuk menggali data-data langsung dan obyek penelitian
(khususnya data yang diperoleh dari pihak yang terkait, dalam hal ini
pihak Batalyon Arhanudse-15 KODAM 1V Diponegoro.
Dokumen yang diterapkan dalam penelitian ini adalah dokumen
yang berupa kegiatan-kegiatan di kalangan militer Batalyon
Arhanudse-15 KODAM IV Diponegoro, tentang keberadaan / kondisi
anggota militer Batalyon Arhanudse-15 KODAM IV Diponegoro yang
meliputi sejarah berdirinya, tujuan berdirinya, visi dan misi, struktur
organisasi.
d. Angket
Angket adalah teknik pengumpulan data dalam bentuk
pertanyaan-pertanyaan. Diharapkan dengan menyebarkan daftar
pertanyaan kepada setiap responden, peneliti dapat menghimpun data
yang relevan dengan tujuan penelitian dan memiliki tingkat reliabilitas
serta validitasnya yang tinggi.17
Bentuk angket dalam penelitian ini adalah terbuka, artinya
subyek diberi kebebasan untuk mengungkap respon yang
dikehendakinya dengan bahasanya sendiri.
16 Kunjoroningrat, Metode-metode Penelitan Masyarakat, Gramedia, Jakarta, 1983, hIm. 179
17 Ibid. him. 75
11
Pengambilan data ini berkaitan dengan peranan atas pemahaman
keimanan di kalangan militer Batalyon Arhanudse-15 KODAM 1V
Diponegoro. Adapun untuk memperoleh data tersebut penulis
menggunakan cara dengan menyebarkan draft-draft pertanyaan yang
bersifat pilihan ganda, atau isian yang telah ada dalam angket.
3. Metode analisis data
Data yang sudah terkumpul kemudian penulis analisa dengan
menggunakan metode analisis kualitatif, yaitu upaya untuk mendapatkan
gambaran yang jelas dan kesimpulan yang (mendekati) tepat. Penulis
menggunakan metode analisis data kualitatif non statistik dengan jalan
induktif yaitu pengambilan kesimpulan yang didasarkan pada hal-hal
yang khusus kemudian dikenakan pada kasus yang lebih umum karena
adanya gejala yang sama.18 Istilah lain yaitu proses logika yang berangkat
dan data empirik lewat observasi kepada suatu teori (kesimpulan).
Adapun pengambilan kesimpulan, penulis menggunakan alur
berfikir deskriptif, yaitu analisis yang didasarkan pada hasil-hasil
penggalian data yang diperoleh dan lapangan, artinya analisis pemaparan
dan uraian tentang fakta-fakta yang terjadi kemudian diberi komentar
seperlunya dan deskriptif tersebut, baru kemudian disimpulkan dan hasil
deskripsi yang diperoleh. Artinya sebagai bentuk analisis, penulis
menggunakan pemaparan dan penjelasan sifatnya kualitatif yang
berdasarkan hasil angket dan pengamatan di lapangan, bukan merupakan
angka-angka statistik. Sehingga sebagai pisau analisis, penulis
menggunakan metode deduktif yaitu penarikan kesimpulan yang
didasarkan pada kasus individual (khusus) karena adanya persamaan
gejala.19
Dengan kata lain metode ini digunakan untuk menggeneralisir dan
pendapat atau pandangan dan responden tentang peran agama sebagai
18 Ibid, hlm, 49 19 Ibid, hlm. 43
12
motivasi di kalangan militer, sehingga kalau ternyata keimanan tersebut
berpengaruh terhadap etos kerja, maka di situlah fungsi metode deduktif.
G. SISTEMATIKA PENULISAN SKRIPSI
Untuk mempermudah dan memperoleh gambaran tentang penulisan
skripsi dan sesuai dengan aturan yang berlaku dalam pembuatan skripsi, maka
skripsi ini tersusun dalam lima bab, masing-masing bab mempunyai
keterkaitan yang tidak dapat terpisahkan. Kelima bab tersebut terangkum
sebagai berikut:
BAB I
Merupakan pendahuluan. Dalam bab ini terdiri dan latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
kajian pustaka, metode penelitan, sistematika penulisan skripsi.
BAB II
Dalam bab ini penulis sajikan uraian sebagai landasan teori yakni , tentang
peran agama sebagai motivator di kalangan militer yang meliputi: pertama,
kajian tentang agama meliputi, pengertian agama, peranan agama dalam
kehidupan, tujuan orang beragama; kedua, tinjauan tentang motivasi
meliputi, pengertian motivasi, macam-macam motivasi, peranan motivasi;
ketiga, tinjauan tentang militer, meliputi, pengertian tentang militer, peranan
dan tujuan militer.
BAB III
Dalam bab ini penulis uraikan gambaran umum tentang Batalyon
Arhanudse-15, KODAM IV Diponegoro, meliputi sejarah berdirinya
batalyon Arhanudse-15, sejarah berdirinya KODAM IV Diponegoro, moto
arti makna lambang, struktur organisasi, kualitas keberagamaan di kalangan
militer
13
BAB IV
Bab ini merupakan analisa penulis terhadap pembinaan mental keagamaan
prajurit batalyon Arhanudse-15 KODAM IV Diponegoro yang meliputi
kehidupan keberagamaan di kalangan militer, peran agama dalam
pembinaan mental dan faktor-faktor penunjang dan penghambat pembinaan
mental keagamaan di kalangan militer.
BAB V
Bab ini merupakan bab penutup yang memuat kesimpulan dan semua
pembahasan, sekaligus jawaban dari permasalahan yang dikaji. Bab ini
meliputi kesimpulan, saran dan penutup.
14
BAB II
PERAN AGAMA SEBAGAI MOTIVATOR DI KALANGAN MILITER
A. KAJIAN TENTANG AGAMA
1. Pengertian Agama
“Agama” adalah satu kata yang sangat mudah diucapkan dan
mudah juga untuk menjelaskan maksudnya (khususnya bagi orang awam),
tetapi sangat sulit memberikan batasan (definisi) yang tepat lebih-lebih
bagi para pakar. Hal ini disebabkan antara lain, dalam menjelaskan sesuatu
secara ilmiah (dalam arti mendefinisikannya) mengharuskan adanya
rumusan yang mampu menghimpun semua unsur yang didefinisikan dan
sekaligus mengeluarkan segala yang tidak termasuk unsurnya, kemudahan
yang dialami oleh orang awam di sebabkan oleh cara mereka dalam
merasakan agama dan perasaan itulah yang mereka lukiskan.1
Tidak mudah mendefinisikan agama, apabila di dunia ini kita
menemukan kenyataan bahwa agama amat beragam. Pandangan seseorang
terhadap agama, ditentukan oleh pemahamannya terhadap ajaran agama itu
sendiri.2 Pada umumnya di Indonesia digunakan istilah ‘agama’ yang sama
artinya dengan istilah asing ‘religie’ atau ‘godsdienst’ (belanda) atau
‘religion’ (inggris). Istilah ‘agama’ berasal dari bahasa sansekerta yang
pengertiannya menunjukkan adanya kepercayaan manusia berdasarkan
wahyu dari tuhan. Dalam arti linguistic kata beragama berasal dari suku
kata A-GAM-A, kata ‘A’ merupakan kata sifat yang menguatkan yang
kekal, jadi istilah ‘Agama’ atau ‘Agama’ berarti ‘tidak pergi’ atau ‘tidak
1 Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an; Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan
Masyarakat, (Bandung, PT. Mizan, 1994), hlm. 209. 2 Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an; Tafsir Maudhu’I atas Pelbagai Persoalan Umat,
(Bandung, PT. Mizan, 1996), hlm. 375.
15
berjalan’ alias tetap (kekal, eternal) sehingga pada umumnya kata A-GAM
atau AGAMA mengandung arti pedoman hidup yang kekal.3
Para ahli agama sulit menyepakati apa yang menjadi unsur esensial
agama. Namun hampir semua agama diketahui mengandung empat unsur
penting berikut:
1) Pengakuan bahwa ada kekuatan gaib yang menguasai atau
mempengaruhi kehidupan manusia.
2) Keyakinan bahwa keselamatan hidup manusia tergantung pada adanya
hubungan baik antara manusia dengan kekuatan gaib itu.
3) Sikap emosional pada hati manusia terhadap kekuatan gaib itu, seperti
sikap takut, hormat, cinta, penuh harap, pasrah dan lain-lain.
4) Tingkah laku tertentu yang dapat diamati, seperti shalat (sembahyang),
doa, puasa, suka menolong, tidak korupsi dan lain-lain, sebagai buah
dari tiga unsur pertama.
Tiga unsur pertama itu merupakan jiwa agama, sedangkan unsur
keempat merupakan bentuk lahiriyah.4
Bagi umat Islam pengertian istilah ‘Agama’ cara atau jalan,
berhubungan dengan Tuhan-Nya di gunakan istilah ‘syari’at’, tharikat,
shiratul mustaqim (jalan yang lurus). Jadi apabila di gunakan penafsiran
menurut Islam, maka yang diartikan agama apa yang disyari’atkan Allah
dengan perantara para Nabi-Nya, yang berupa perintah-perintah dan
larangan-larangan serta petunjuk-petunjuk untuk kebaikan hidup manusia
di dunia dan di akhirat.
Dengan demikian ciri-ciri agama adalah terdiri dari:
a. Percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa
b. Mengadakan hubungan dengan Tuhan dan melakukan upacara (ritus)
pemujaan dan permohonan.
3 H. Hilman Hadikusuma, Antropologi Agama bagian I (Pendekatan Budaya terhadap
Aliran Kepercayaan, Agama Hindu, Budha, Kong Hu Cu, di Indonesia), (Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 1993), hlm. 16.
4 Prof. Dr. Harun Nasution, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta, PT. Djambatan, 1992), hlm. 63.
16
c. Adanya ajaran tentang ketuhanan.
d. Adanya sikap hidup yang di tumbuhkan oleh ketiga unsur tersebut,
kepercayaan adanya hubungan dengan Tuhan dan ajarannya.5
Seseorang sosiologi Agama bernama Elizabeth K Nottingham
berpendapat, bahwa agama bukan sesuatu yang dapat di pahami melalui
definisi, melainkan melalui deskripsi (penggambaran). Tak ada satupun
definisi tentang agama yang benar-benar memuaskan, tulis Elizabeth
menurut gambaran Elizabeth K Nottingham, agama adalah gejala yang
begitu sering “terdapat dimana-mana” dan agama berkaitan dengan usaha-
usaha manusia untuk mengukur dalamnya makna dari keberadaan diri
sendiri dan keberadaan alam semesta selain itu agama dapat
membangkitkan kebahagiaan batin yang paling sempurna, dan perasaan
takut dan ngeri. Meskipun perhatian, tertuju kepada adanya suatu dunia
yang tak dapat dilihat (akhirat), namun agama melibatkan dirinya dalam
masalah-masalah kehidupan sehari-hari di dunia (Elizabeth K Nottingham,
1985 : 3-4).6
Agama sebagai bentuk keyakinan manusia terhadap sesuatu yang
bersifat Adikodrati (supernatural) ternyata seakan menyertai manusia
dalam ruang lingkup kehidupan yang luas. Agama memiliki nilai-nilai
bagi kehidupan manusia sebagai orang perorang maupun dalam
hubungannya dengan kehidupan bermasyarakat, selain itu agama juga
memberi dampak bagi kehidupan sehari-hari, ini berarti manusia tidak
dapat melepaskan diri dari agama. Tuhan menciptakan demikian, karena
agama merupakan kebutuhan hidupnya.
2. Peranan Agama dalam Kehidupan
Adapun yang dimaksud dengan fungsi agama adalah peran agama,
dalam mengatasi persoalan-persoalan yang timbul di masyarakat yang
tidak dapat di pecahkan secara empiris karena adanya keterbatasan
kemampuan dan ketidakpastian, oleh karena itu diharapkan agama
5 Ibid, hlm. 19. 6 Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta, PT. Raya Grafindo Persada, 1996), hlm. 225.
17
menjalankan fungsinya sehingga masyarakat merasa sejahtera, aman,
stabil dan sebagainya. Thomas F.O ‘Dea menuliskan enam fungsi agama
yaitu (1) Sebagai pendukung, pelipur lara dan perekonsiliasi, (2) Sarana
hubungan trasendental melalui pemujaan dan upacara ibadat, (3) Penguat
norma-norma dan nilai-nilai yang sudah ada, (4) Pengkoreksi fungsi yang
sudah ada, (5) Pemberi identitas diri, dan (6) Pendewasaan agama.
Sedangkan fungsi agama yang dijelaskan Hendropuspito lebih ringkas
lagi, tetapi intinya hampir sama. Menurutnya, fungsi agama itu adalah
edukatif, penyelamatan, pengawasan sosial, memupuk persaudaraan dan
transformative.7
Agama dalam kehidupan individu berfungsi sebagai suatu sistem,
nilai yang memuat norma-norma tertentu, secara umum norma-norma
tersebut menjadi kerangka acuan dalam bersikap dan bertingkah laku agar
sejalan dengan keyakinan agama yang di anutnya. Sebagai sistem nilai
agama memiliki arti yang khusus dalam kehidupan individu serta
dipertahankan sebagai bentuk ciri khas, dilihat dari fungsi dan peran
agama dalam memberi pengaruhnya terhadap individu, baik dalam bentuk
sistem nilai, motivasi maupun pedoman hidup, maka pengaruh yang paling
penting adalah sebagai pembentuk kata hati (conscience), maka pengaruh
agama dalam kehidupan individu adalah memberi kemantapan batin, rasa
bahagia, rasa terlindung, rasa sukses dan rasa puas. Perasaan positif ini
lebih lanjut akan menjadi pendorong untuk berbuat. Agama dalam
kehidupan individu selain menjadi motivator dan nilai etik juga
merupakan harapan.8 Fungsi agama dalam masyarakat antara lain:
a. Berfungsi edukatif
Para penganut agama berpendapat bahwa ajaran agama yang
mereka anut memberikan ajaran-ajaran yang harus di patuhi. Ajaran
agama secara yuridis berfungsi menyuruh dan melarang, kedua unsur
suruhan dan larangan ini mempunyai latar belakang mengarahkan
7 H. Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, (Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 2002), hlm 130.
8 Ibid, hlm.226.
18
bimbingan agar pribadi penganutnya menjadi baik dan terbiasa dengan
yang baik menurut ajaran agama masing-masing
Berfungsi penyelamat
Dimanapun manusia berada dia selalu menginginkan dirinya selamat.
b. Berfungsi sebagai pendamaian
Melalui agama seseorang yang bersalah atau berdosa dapat
mencapai kedamaian batin melalui tuntunan agama. Rasa berdosa dan
rasa bersalah akan segera menjadi hilang dari batinnya apabila
seseorang pelanggar telah menebus dosanya melalui: tobat, pensucian
atau penebusan dosa.
c. Berfungsi sebagai social control
Ajaran agama oleh penganutnya di anggap sebagai norma,
sehingga dalam hal ini agama dapat berfungsi sebagai pengawasan
sosial secara individu maupun kelompok.
d. Berfungsi sebagai pemupuk rasa solidaritas
Para penganut agama yang sama secara psikologis akan merasa
memiliki, kesamaan dalam satu kesatuan: iman dan kepercayaan rasa
kesatuan ini akan membina rasa solidaritas dalam kelompok maupun
perorangan, bahkan kadang-kadang dapat membina rasa persaudaraan
yang kokoh.
e. Berfungsi transformative
Ajaran agama dapat mengubah kehidupan kepribadian
seseorang atau kelompok menjadi kehidupan baru sesuai dengan
ajaran agama yang di anutnya, kehidupan baru yang diterimanya
berdasarkan ajaran agama yang dipeluknya itu kadangkala mampu
mengubah kesetiaannya kepada adat atau norma kehidupan yang di
anutnya sebelum itu.
19
f. Berfungsi kreatif
Ajaran agama mendorong dan mengajak para penganutnya
untuk bekerja produktif bukan saja untuk kepentingan dirinya sendiri,
tetapi juga untuk kepentingan orang lain. Penganut agama bukan saja
disuruh bekerja secara rutin dalam pola hidup yang sama, tetapi juga
dituntut untuk melakukan inovasi dan penemuan baru.
g. Berfungsi sublimatif
Ajaran agama mengkuduskan segala usaha manusia, bukan
saja yang bersifat agama ukhrawi, melainkan juga yang bersifat
duniawi segala usaha manusia selama tidak bertentangan dengan
norma-norma agama, bila di lakukan atas niat yang tulus, karena dan
untuk Allah merupakan Ibadah.9
Sedangkan Prof. Dr. Mukti Ali mengemukakan bahwa peranan
agama dalam pembangunan adalah sebagai berikut;
a. Sebagai Ethos Pembangunan
Maksudnya adalah bahwa agama yang menjadi anutan
seseorang atau masyarakat jika diyakini dan dihayati secara mendalam
mampu memberikan suatu tatanan, nilai, moral dan sikap.
b. Sebagai Motivator
Ajaran agama yang sudah menjadi keyakinan mendalam akan
mendorong seseorang atau kelompok untuk mengejar tingkat
kehidupan yang lebih baik. Pengalaman ajaran agama tercermin dari
pribadi yang berpartisipasi dalam peningkatan mutu kehidupan tanpa
mengharapkan imbalan yang berlebihan. Keyakinan akan balasan
Tuhan terhadap perbuatan baik telah mampu memberikan ganjaran
batin yang akan mempengaruhi seseorang untuk berbuat tanpa
imbalan material, balasan dari Tuhan berupa pahala bagi kehidupan
hari akhirat lebih didambakan oleh penganut agama yang taat.
9 Ibid, hlm. 233.
20
Melalui motivasi keagamaan seseorang terdorong untuk
berkorban baik dalam bentuk materi maupun tenaga atau pemikiran.10
3. Tujuan Orang Beragama
Tujuan manusia beragama pada esensinya oleh Allah adalah orang
yang bermasyarakat dan berbudaya dengan aspek moralnya sebagai ciri
utama. Penataan kehidupan yang demikian akan bisa menjamin suatu
kualitas kehidupan yang dapat mewujudkan martabat kemanusiaan (al-
Karomah al-Insaniah) yang diisyaratkan oleh Al-Qur’an surat Al-Isra’,
17:70, sebagai berikut:
ولقد كرمنا بني آدم وحملناهم في البر والبحر ورزقناهم من الطيبات
نلى كثري ممع ماهلنفضفضيلاوا تلقن٧٠:سرأ اإل (خ(
Artinya: “Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak adam, kami angkut mereka di lautan dan daratan kami beri rizki dari yang baik-baik, dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang tlah kami ciptakan” (QS. Al-Isra’ : 70).11
Jauh sebelum datangnya Islam manusia telah mengenal berbagai
kepercayaan dan Agama, mulai dari animisme, dinamisme sampai pada
monotheism. Kepercayaan-kepercayaan Agama tersebut membentuk
wawasan dan pandangan hidup serta melahirkan norma-norma pergaulan
umumnya dari wawasan tersebut sangat merendahkan martabat manusia
karena harus menghambakan diri serta tunduk kepada berhala-berhala dan
tirani. Islam datang dengan wawasan baru yang memperkenalkan dengan
nilai-nilai sebelumnya hampir-hampir tidak dikenal masyarakat Jahiliyah
(pra Islam).
Al-Qur’an disamping berbicara tentang agama-agama yang sudah
dikenal juga berdialog dengan segala macam agama. Sepanjang dialognya,
10 Ibid, hlm. 236. 11 Yayasan Penyelenggara Terjemah Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya,
Departemen Agama RI, (Bandung, cv. Diponegoro, 2005), hlm. 231.
21
diungkapkan disoroti dari segala segi masalah ketuhanan yang tergambar
dalam alam pikiran manusia supaya dapat menghindari kesesatan-
kesesatan dan menemukan kebenaran dalam pengenalannya terhadap
Tuhan. Ada dua hal yang sangat ditekankan oleh al-Qur’an dalam masalah
ketuhanan. Pertama, adanya garis perintah eksistensi Tuhan yang mencipta
dan eksistensi makhluk atau yang tercipta. Wujud Tuhan adalah wujud
yang mutlak, sedangkan wujud alam adalah wujud yang terbatas dan nisbi.
Kedua, sebagai konsekuensi logis yang pertama adalah tidak adanya
manusia Tuhan.12 Dalam hubungan ini berulang kali Nabi SAW
diperintahkan mempertegas eksistensi dirinya. Sebagaimana Q.S. Al-
Kahfi, 18 : 110
قل إنما أنا بشر مثلكم يوحى إلي أنما إلهكم إله واحد فمن كان
يرجوا لقاء ربه فليعمل عملا صالحا ولا يشرك بعبادة ربه أحدا
)١١٠: الكهف (
Artinya : “Katakan lah, sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu yang di wahyukan kepadaku, “bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Maha Esa”, barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya.” (QS. Al-Kahfi : 110).13
Mengingat hal tersebut maka tujuan manusia beragama adalah
manusia yang bebas dari belenggu keberhalaan dan syirik, baik terhadap
manusia maupun alam sekitarnya. Islam menempatkan manusia agar dapat
menjadi kunci di alam raya, manusia adalah puncak ciptaan Allah dan
mengemban amanat. Berkaitan dengan ajaran itu, manusia disebut sebagai
Khalifah dalam pengertian penguasaan. Penguasaan disini dalam arti
12 K.H. Ali Yafi, Menggagas Fiqh Sosial, (Bandung, PT. Mizan, 1995), hlm. 23. 13 Yayasan Penyelenggara Terjemah Al-Qur’an, op. cit., hlm. 243.
22
mandataris, manusia terkait dengan berbagai hal, kewajiban serta tanggung
jawab yang kesemuanya merupakan amanat yang diembannya.14
Manusia apabila telah mengetahui tujuan Agama dan tujuan
beragama, maka dalam kehidupan sosial, ekonomi dan kemasyarakatannya
berusaha untuk selalu berhubungan secara kontinyu dengan Allah, serius,
bahkan meneladani sifat-sifat Allah. Usaha tersebutlah yang dinamai
beragama.
B. TINJAUAN TENTANG MOTIVASI
1. Pengertian Motivasi
Sebelum kita mengenal apa yang dinamakan motivasi terlebih
dahulu kita mengenal apa itu motif atau dalam bahasa Inggrisnya
“motive”, berasal dari kata “motion”, yang berarti gerakan atau sesuatu
yang bergerak. Dalam hal ini gerakan yang dilakukan oleh manusia atau
disebut juga perbuatan atau tingkah laku. Motif adalah psikologi berarti
rangsangan, dorongan atau pembangkit tenaga bagi terjadinya suatu
tingkah laku. Disamping istilah “motif” dikenal pula dalam psikologi
istilah motivasi, motivasi merupakan istilah yang lebih umum, yang
menunjuk kepada seluruh proses gerakan itu, termasuk situasi yang
mendorong, dorongan yang timbul dalam diri individu, tingkah laku yang
ditimbulkan oleh situasi tersebut dan tujuan atau akhir daripada gerakan
atau perbuatan.15 Ada beberapa pendapat mengenai apa sebenarnya
motivasi itu diantaranya:
a. Menurut Dr. Nico Syukur Dister
Bahwa yang dinamakan motivasi (motif) adalah penyebab
psikologi yang merupakan sumber, serta tujuan dari tindakan dan
perbuatan seseorang.16
14 K.H. Ali Yafi, Teologi Sosial; Telaah Kritis Persoalan Agama dan Kemanusiaan,
(Yogyakarta, LKPSM, 1997), hlm. 161. 15 Sarlito Wirawan Sarwono, Pengantar Umum Psikologi, (Jakarta, PT. Bulan Bintang,
1982), hlm. 64. 16 Nico Syukur Dister, Pengalaman dan Motivasi Beragama, (Jakarta, Leppenas, 1982),
hlm. 77.
23
b. Menurut Drs. Bimo Walgito
Bahwa motif atau motivasi artinya suatu kekuatan yang
terdapat dalam diri organisme yang menyebabkan organisme itu
bertindak atau berbuat dan mengarahkan pada suatu tujuan tertentu.17
c. Menurut H.M. Arifin M.Ed.
Bahwa motivasi adalah tenaga kejiwaan yang membangkitkan
manusia dalam perjuangan hidupnya dan oleh karenanya menjadi
tenaga penggerak yang sangat vital, untuk menghindarkan seseorang
dari frustasi (kekecewaan karena gagal dalam berusaha).18
Motif itu merupakan suatu pengertian yang melingkupi semua
penggerak alasan-alasan atau dorongan dalam diri manusia yang
menyebabkan ia berbuat sesuatu, semua tingkah laku manusia pada
hakekatnya mempunyai motif juga tingkah laku yang disebut tingkah laku
secara refleks dan berlangsung secara otomatis, mempunyai maksud
tertentu walaupun maksud itu tidak senantiasa sadar bagi manusia. Motif
manusia merupakan dorongan, keinginan, hasrat dan tenaga penggerak
lainnya yang berasal dari dalam diri manusia, untuk melakukan sesuatu
motif-motif itu memberi tujuan kearah tingkah laku kita juga kegiatan-
kegiatan yang bisa kita lakukan sehari-hari. Misalnya, kita memasang
radio pada gelombang RRI tepat pada jam 07.00 pagi dengan motif untuk
mendengarkan warta berita, dengan demikian dari beberapa pendapat
tentang motivasi, dapat penulis simpulkan bahwa motivasi adalah suatu
dorongan kejiwaan atau kemauan seseorang untuk melakukan perbuatan
demi tercapainya apa yang diinginkan sehingga puas yang dirasa dalam
dirinya.19
2. Macam-macam motivasi
17 Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, (Yogyakarta, PT. Andi, 1981), hlm. 220. 18 H.M. Arifin, Psikologi Dakwah (Suatu Pengantar Studi), (Jakarta, PT. Bulan Bintang,
1977), hlm. 63. 19 W.A. Gerungan, Psikologi Sosial, (Bandung, Eresco, 1986), hlm. 140.
24
Para ahli psikologi individu maupun sosial atau kelompok telah
melakukan studi secara luas tentang seberapa banyak dorongan-dorongan
kejiwaan yang mempengaruhi tingkah laku manusia. Dengan nama-nama
yang berbeda-beda bagi adanya dorongan-dorongan tersebut mereka
menguraikan macam-macam motive antara lain:
a. Motive yang mendorong aktivitas pribadi yang disebut oleh Goldstein
“Self-actualization” yang di dalamnya mengandung dorongan
keinginan yang bersifat organis (jasmaniah) dan psikologis (rohaniah),
motive ini menuntut kepada pemuasan hidup jasmaniah seperti makan
dan minum, serta pemuasan rohaniah seperti harga diri, status dan rasa
aman serta kebebasan dari segala tekanan dan sebagainya.
b. Motive kepada keamanan atau disebut “security motive”. Motive ini
dipandang oleh ahli psikologi sebagai yang paling asasi, motive ini
mengandung keinginan-keinginan yang didasarkan atas kebutuhan
seseorang untuk melindungi dirinya dari segala bentuk ancaman
terhadap integritas dan stabilitas hidupnya manifestasi nya adalah
bentuk penghindar dari bahaya dan resiko, juga dalam sikap hati-hati
atau waspada serta konservatif dan sebagainya.
Termasuk ke dalam klasifikasi motive tersebut adalah
Motive fisiologis yaitu desakan keinginan yang mendorong
manusia untuk memenuhi kebutuhan jasmaniah. Dengan telah
dipuaskannya kebutuhan ini maka seseorang menjadi tenang, yang
tergolong motive ini adalah rasa lapar, haus, nafsu, berkelamin dan
sebagainya dapat dianggap sebagai motive yang timbul secara
periodik yang bukan bersifat kronis (tidak henti-hentinya),
dorongan ini banyak dipengaruhi oleh faktor kebudayaan dan
harapan sosial, misalnya, etika dan norma susila dan agama serta
kebiasaan atau tradisi masyarakat. Dengan demikian tidaklah mesti
setiap orang yang mengalami dorongan keinginan tersebut lalu
bebas memenuhinya tanpa adanya peraturan dan aturannya. Dalam
masyarakat primitif-pun tatacara dan peraturan serta aturan bagi
25
pemenuhan kebutuhan demikian telah ada, apalagi di lingkungan
masyarakat beradab.
Motive kepada kepercayaan dan konformitas dipandang oleh
banyak ahli psikologi sebagai suatu kekuatan yang cukup
memberikan dorongan kepada manusia ke arah hidup tenteram.
Kepercayaan kepada yang maha ghaib adalah suatu tenaga
motivasi yang paling kuat dalam masyarakat, karena hal itu pada
umumnya merupakan sumber kedamaian yang tahan lama; suatu
dorongan keinginan untuk mempercayai nya adalah kekuatan
pendorong yang potensial dalam kehidupan manusia.
c. Motive untuk mengadakan response. Motive ini berbeda dengan
motive untuk hidup aman dan tenteram, karena motive ini timbul
bilamana ada dorongan ingin mendapatkan pengalaman baru dalam
hidup sekitar, baik dalam bentuk hubungan personal maupun
impersonal. Dorongan keinginan mengadakan response adalah
dorongan untuk mengadakan hubungan yang intim dan bersahabat
dengan orang lain (bersifat personal) yang di dalamnya mengandung
keinginan untuk dicintai, untuk dihargai, untuk dipuji. Dengan telah
terpenuhinya dorongan tersebut, seseorang baru merasa puas.
Manifestasi dari motive ini nampak berkembang dalam bentuk
kerjasama, saling tolong menolong, rasa keterkaitan kelompok dimana
ikatan rasa kasih sayang diantara satu sama lain merupakan tali
pengikatnya.
d. Motive-motive lainnya yang bersifat individual adalah motive untuk
mendapatkan pengakuan di dalam kelompok atau masyarakat dimana
ia hidup, motive recognition ini dimanifestasikan dalam berbagai
bentuk perilaku misalnya sikap berani, memamerkan diri dalam
berpakaian, dalam berpendapat dan sebagainya. Tergolong dalam
motive ini adalah self-esteem, yaitu motive yang mendorong untuk
mendapatkan penghargaan dari orang lain terhadap dirinya, atau
26
disebut harga diri, impact yang diperoleh dari pemuasan motive ini
timbulnya kepercayaan terhadap diri sendiri.
e. Motive yang mendorong mencari pengalaman baru adalah merupakan
daya kekuatan psikologis yang membawa manusia kepada usaha
pembaharuan dan perubahan, manifestasi nya dalam bentuk perilaku
pada masa kanak-kanak ialah adanya dorongan untuk menambah luas
daerah pengalaman seperti sejak periode “merebut dunia” (menurut
istilah Prof. Cassimir) atau periode mengenal dunia sekitar. Usia anak
pada masa ini adalah 1 tahun yakni masa kemampuan berjalan
perhatiannya sangat besar kepada kenyataan yang ada di sekitarnya
dan ia berusaha memperoleh pengetahuan baru tentang dunia sekitar
tersebut, dorongan ini kemudian berkembang menjadi kebutuhan
untuk memperoleh kelezatan atau kesenangan hidup, dorongan
memperoleh pengetahuan, dorongan untuk mencapai cita-cita dan
sebagainya.20
3. Peranan motivasi
Setiap tindakan mesti didasari atas keinginan untuk memuaskan
kebutuhannya agar ia tetap hidup tetapi sulit dipastikan, kebutuhan apa
yang mempengaruhinya untuk mengambil tindakan tertentu dalam situasi
yang tertentu pula, disinilah keunikan manusia sulit diterka apa yang
dilakukannya. Alasan secara umum adalah karena kegiatan orang seorang
(individu) terus-menerus mengalami perubahan selama hidupnya melalui
proses belajar sejak lahir sampai mati.21
Salah satu cara yang dapat digunakan memahami kompleksitas
manusia adalah dengan analisis kebutuhannya yang beraneka ragam sudah
barang tentu banyak cara yang dapat dipakai untuk membuat berbagai
kategori kebutuhan manusia. Kategorisasi yang paling sederhana adalah
dengan mengatakan bahwa kebutuhan manusia itu terdiri dari kebutuhan
20 Ibid, hlm. 74-79. 21 Andi Baso Mappatoto, Siaran Pers Suatu Kiat Penulisan, (Jakarta, PT. Gramedia
Pustaka Utama, 1993), hlm. 1.
27
primer dan sekunder. Yang tergolong pada kebutuhan primer pada
dasarnya adalah semua kebutuhan yang bersifat kebendaan, sedangkan
yang tergolong kepada kebutuhan yang bersifat sekunder adalah semua
kebutuhan yang tidak bersifat kebendaan. Kategorisasi demikian tidak
salah. Kelemahannya, terletak pada cara yang terlalu simplistic, artinya
pendekatan yang terlalu sederhana itu tidak memberikan gambaran yang
akurat tentang berbagai jenis kebutuhan manusia yang sesungguhnya
sangat kompleks itu yang jelas ialah bahwa Kategorisasi kebutuhan
manusia dan berbagai cara dan teknik pemuasan nya.22
Pada umumnya peranan motivasi dalam segala tingkah laku
manusia besar sekali, motivasi (dorongan diri) adalah kekuatan yang
mampu memunculkan aktivitas dalam diri manusia. Hal ini di mulai dari
adanya perilaku yang diarahkan pada tujuan tertentu yang menjadikan
aktivitas tersebut adalah satu tugas yang harus dilaksanakan, motivasi
inilah yang mendorong manusia dalam melaksanakan banyak kegiatan
penting yang bermanfaat yang sesuai dengan keinginannya. Manusia
mempunyai banyak kebutuhan diantaranya, kebutuhan dasar yang harus
dipenuhinya, karena dengan adanya pemenuhan akan kebutuhan dasar
inilah, ia dapat bertahan hidup dan melestarikan jenisnya di muka bumi.
Selain itu, ia mempunyai kebutuhan yang penting dan urgen dalam
mewujudkan keamanan dan kebahagiaan dirinya, kebutuhan inilah yang
mendorong manusia dalam melakukan banyak kegiatan dan aktivitas
hingga ia mampu memenuhi semua kebutuhan tersebut. Motivasi dibagi
menjadi dua bagian penting, yaitu:
a. Motivasi Utama atau Motivasi Psikologi
Ia adalah motivasi yang fitrah dan sudah menjadi tabiat dan
bawaan manusia sejak dilahirkan, motivasi ini berhubungan erat
dengan kebutuhan tubuh dan juga segala sesuatu yang berkaitan
dengan bentuk fisik seperti halnya adanya kekurangan atau
22 Sondang P. Siagian, Teori Motivasi dan Aplikasinya, (Jakarta, PT. Bina Aksara, 1989),
hlm. 75.
28
ketidakpuasan akan bentuk fisik yang ada. Motivasi inilah yang akan
mengarahkan perilaku seseorang pada tujuan tertentu dalam
pemenuhan kebutuhan fisik nya secara psikologi atau dalam usaha
menutupi kekurangan yang ada dan dirasa.
b. Motivasi Kejiwaan dan Spiritual
1. Motivasi Kejiwaan
Ia sering juga disebut dengan motivasi kejiwaan dan sosial,
karena ia memenuhi kebutuhan kejiwaan setiap individu dari satu
sisi, yang tampak pada perkembangan individu masyarakat, hasil
dari optimismenya dan interaksinya dengan sesamanya, disisi
lainnya ia merupakan motivasi fitrah manusia, seperti halnya
kebutuhan untuk berkembang.
2. Motivasi Spiritual
Adalah motivasi yang berkaitan erat dalam aspek
spiritualitas pada diri manusia, seperti halnya motivasi untuk tetap
konsisten dalam melaksanakan ajaran agama; motivasi untuk
bertakwa kepada Allah; mencintai kebaikan, kebenaran dan
keadilan, serta membenci kejahatan, kebatilan dan kezaliman.23
C. TINJAUAN TENTANG MILITER
1. Pengertian Militer
Militer atau tentara adalah salah satu kelompok profesional yang
harus dimiliki oleh suatu negara, militer terdiri dari kelompok orang-orang
yang terorganisasi yang disiplin untuk melakukan pertempuran yang
tentunya berbeda dengan kelompok orang-orang sipil, sementara
kelompok militer atau organisasi militer, menurut Amos Perlmutter adalah
sebuah ikatan persaudaraan dan persekutuan sekaligus alat kekuasaan dan
23 Dr. Musfir bin Said Az-Zahrani, Konseling Terapi, (Jakarta, PT. Gema Insani, 2005),
hlm. 96.
29
birokrasi. Dalam pengertian SE Finer, kelompok militer ini dipersiapkan
untuk bertempur dan memenangkan peperangan guna mempertahankan
eksistensi sebuah negara. Dengan demikian maka tugas militer adalah
melatih diri dan mengadakan perlengkapan untuk menghadapi musuh dari
luar, dari pengertian diatas dapat diambil pengertian bahwa fungsi militer
adalah melakukan tugas dalam bidang pertahanan di sebuah negara yang
secara umum disebut “fungsi militer”.24
Dalam Islam tentara dibagi menjadi dua kelompok, militer
murtaziqah dan militer mutathawwi’ah.
a. Militer Murtaziqah adalah militer yang secara resmi diberikan gaji
tetap oleh negara, mereka dipersiapkan secara khusus untuk
mempertahankan negara dengan menghalau musuh-musuh yang dari
luar dan akan menduduki negara, mereka secara resmi digaji oleh
negara dari pos pertahanan dan keamanan, sebagai konsekuensinya
mereka harus siap setiap saat untuk berperang apabila negara dalam
keadaan bahaya. Gaji setiap tentara adalah sah, karena jasa yang telah
diberikan kepada negara.
b. Militer Mutathawwi’ah adalah militer semesta atau militer suka rela
yang dijadikan sebagai cadangan kalau negara dalam keadaan bahaya,
kelompok ini tidak saja terdiri dari laki-laki, tetapi juga perempuan
dan anak-anak, mereka memasuki kelompok tentara ini atas dasar
kesadaran dan kemauan dalam rangka ikut serta mempertahankan
negara dari pasukan asing.
Kalau militer murtaziqah dianggarkan dari negara, bentuk militer
yang kedua ini tidak ada anggaran rutin, budget yang disediakan
diambilkan dari dana Baitul Maal yang menjadi hak fisabilillah, yakni
orang-orang yang berjuang di jalan Allah SWT.25
2. Peranan dan Tujuan Militer
24 Imam Yahya, Tradisi Militer dalam Islam, (Yogyakarta, Logung Pustaka, 2004), hlm. 1.
25 Ibid, hlm. 48.
30
Pertahanan dan keamanan merupakan kebutuhan asasi (dharuriyah)
setiap manusia, masyarakat dan negara, kapan dan dimana saja, sebab
dengan adanya pertahanan dan keamanan manusia, masyarakat dan negara
akan mampu mengaktualisasikan segala potensi yang dimilikinya. Al-
Qur’an merangkum kedua kebutuhan asasi itu dalam term al-amn, atau
keamanan. Keamanan berasal dari bahasa arab, yaitu al-amn, yang berarti
aman tentram, keamanan terkait dengan keimanan, karena iman sebagai
suatu keteguhan dalam hati akan menciptakan rasa aman, orang yang
beriman adalah orang yang aman, yaitu aman dari segala gangguan dan
kegundahan, baik di dunia apalagi di akhirat nanti, tanpa diliputi rasa
takut.
Tugas utama dari pasukan militer adalah menjaga keamanan
negara dari ancaman eksternal, tetapi sejak munculnya tentara dalam
jumlah yang besar, para sarjana dan politisi mulai memperdebatkan
apakah angkatan bersenjata seharusnya juga digunakan untuk misi
perdamaian yang bermanfaat bagi komunitas yang lebih besar atau tidak.26
Oleh karena itu, menjadi tugas dan tanggung jawab semua komponen
bangsa untuk mewujudkan pertahanan dan menciptakan (al-amn) atas
nama negara sedemikian pentingnya kolektivisme dalam mewujudkan
pertahanan dan keamanan itu, secara kelembagaan rakyat dan negara
Republik Indonesia telah melimpahkan amanah (menciptakan al-amn)
pada Tentara Nasional Indonesia (TNI). Amanah tersebut telah diemban
selama setengah abad lebih dan semoga akan berlanjut untuk seterusnya.
Komponen ini telah mempersembahkan aktivitas dan sebagian besar
hidupnya untuk amanah ini. Sebab, disadari atau tidak, amanah itu selain
berkonotasi horizontal (berasal dari harapan rakyat Indonesia) juga
berkonotasi vertikal (kepercayaan dari Tuhan).
Akan tetapi sesuai sifatnya sebagai amanah kolektif, pertahanan
dan keamanan tidak hanya menjadi tanggung jawab TNI, melainkan juga
26 Larry Diamond dan Marc F. Plattner (ed)., Hubungan Sipil – Militer dan Konsolidasi
Demokrasi, (Jakarta, PT. Raya Grasindo Persada, 2000), hlm. 44.
31
segenap komponen bangsa. Namun pada masa tertentu karena gempuran
globalisasi atau berbagai persoalan masyarakat lokal, kolektivisme ini
mengalami erosi, sebagian TNI dan masyarakat beranggapan bahwa
keamanan hanya ada atau terwujud melalui TNI. Tanpa TNI, dengan
demikian, kondisi masyarakat dan negara akan berada dalam suasana
chaos dan kacau. Didasarkan pada kesan inilah maka sebagian anggota
TNI melakukan apa saja dalam upaya menciptakan keamanan.27
Dimana letak dan bagaimana peran TNI dalam Indonesia baru
tidak mudah dijawab tanpa memahami karakter warga dan bangsa ini.
Persoalan yang tak kalah penting dipahami ialah pola dan arah perubahan
kehidupan warga dan bangsa itu sendiri. Berbagai tuntutan, terutama
hujatan pada TNI mungkin merupakan reaksi kebijakan politik orde baru.
Namun, bisa pula hal itu berakar watak dasar masyarakat warga dan
bangsa yang selama ini tidak dipahami secara jernih. Penjernihan berbagai
persoalan itu dan penyelesaiannya merupakan prasyarat memahami dan
perumusan kembali posisi, fungsi dan peran TNI. Di sinilah perlunya TNI
merumuskan atau menemukan kembali jati dirinya melalui proses kajian
mendalam, jernih dan ikhlas selama lebih setengah abad kemerdekaan,
konsep diri bangsa nampak belum benar-benar berhasil dirumuskan
dengan baik dan disadari seluruh warga, akibatnya, bangsa ini nampak
rentan ketika menghadapi perubahan besar seperti munculnya berbagai
krisis mengiringi gerak reformasi, dari kemampuan manajerial sumber
daya manusia terdidik, jenjang karir dan pendidikan sistematis, dan etika
kolektifnya, TNI bisa melakukan peran penting dalam penjernihan dan
penyelesaian banyak masalah ini. Peran itu sangat berarti bagi rekonsepsi
diri bangsa, penumbuhan etika bela negara, pertahanan, sosial-politik dan
ekonomi dalam sistem rasional – manusiawi.28
27 Syahrin Harahap dkk, Reformis untuk Amanah Mewujudkan Kedekatan Relasi Rakyat –
TNI Atas Nama Negara, (Yogyakarta, PT. Tiara Wacana, 2000), hlm. Viii. 28 Abdul Munir Mulkhan, Kiai Presiden, Islam dan TNI di Tahun-tahun Penentuan,
(Yogyakarta, UII Press (Anggota IKAPI), 2001), hlm. 109.
32
Sebaliknya, sesuai dengan kebutuhan zaman, peran dan fungsi TNI
pun harus senantiasa diperbaruhi, bila untuk menjadi sebuah kekuatan
profesional baik secara ideologis dan ekonomis masih belum
memungkinkan, yang terbaik bagi TNI adalah menyesuaikan dengan
perkembangan lingkungan. Dimasa TNI dianggap sebagai tentara revolusi,
kemudian di zaman pemerintahan Soeharto, TNI dipandang sebagai alat
“Stability and Growth”, sekarang, tentu harus berubah menjadi kekuatan
reformasi yang menjunjung tinggi penegakan hukum kesetaraan antara
warga serta proses demokratisasi dan perluasan partisipasi politik secara
otonom.29
Dengan demikian jelaslah bahwa sekalipun ada perumusan-
perumusan yang agak berlainan namun pada hakekatnya terdapat
konsensus yang luas mengenai tujuan yang dicapai dengan peranan militer
yang penting dan luas sekarang ini. Tujuan yang hendak dicapai itu ialah
masyarakat Indonesia yang lebih maju dari pada masyarakat sekarang ini,
lebih modern, lebih sesuai dengan cita-cita perjuangan kita, lebih
demokratis, lebih terbuka dan dengan sendirinya pancasila tetap
merupakan dasar dan pedoman bagi masyarakat yang kita hendak bangun
itu. Secara implisif itu juga berarti bahwa semakin tercapai kemajuan-
kemajuan dalam perjalanan kita kearah cita-cita dan tujuan tadi, maka
peranan militer semakin tidak perlu begitu luas dan penting lagi seperti
sekarang ini, sekalipun kita semua termasuk militer, tetapi turut
bertanggung jawab mengenai keseluruhan hidup Nasional kita. Tujuan
yang hendak kita capai dengan memanfaatkan peranan militer yang luas
dan penting tadi bukanlah tujuan militer yang hendak kita capai ialah
tujuan Nasional yang sejak Proklamasi Kemerdekaan telah menjadi
pedoman kita.30
29 DR. Indria Samego, TNI di Era Perubahan, (Jakarta, PT. Erlangga, 2000), hlm. 54. 30 H. Bakri Syahid, Pertahanan Keamanan Nasional, (Yogyakarta, PT. Bagus Arafah,
1976), hlm. 214.
33
BAB III
GAMBARAN UMUM BATALYON ARHANUDSE-15,
KODAM IV / DIPONEGORO,
DAN KEAGAMAAN DI KALANGAN MILITER
A. Sejarah Berdirinya Batalyon Arhanudse – 15
Yonarhanudse 57 mm s-60 (tanpa AKT) adalah satuan bantuan
tempur yang mempunyai kemampuan untuk menghadapi serangan udara
musuh, yang dilakukan sampai pada arah rendah (300M). batalyon Arhanudse
57 MM S-60 yang beralamat di jalan Kesatrian Jatingaleh Semarang bertugas
melaksanakan fungsi dan peranan Arhanudse 57 MM S-60 di daerah Kodam
IV diponegoro. Yonarhanudse15 dibentuk dalam rangka proyek pertahanan
udara angkatan darat berdasarkan surat keputusan Men / Pangad Nomor: Kep
738/4/1964, tanggal 4 April 1964. terhitung mulai tanggal 7 Juli 1965 mulai
dilaksanakan penyusunan personel sesuai surat keputusan Man / Pangad
Nomor: Kep. 458-a/05/1965 tanggal 14 Mei 1965 sebagai pelaksanaan
penyusunan satuan baru proyek SIS Hanudad.
Pada tanggal 27 Juli 1966 bertempat di lapangan Maospati, Madiun
telah dilaksanakan upacara berdirinya Yonarhanudse-15 bersama
Yonarhanudse-14, starad 076 dan 077 berdasarkan surat keputusan
Men/Pangad Nomor: Kep 714/7/1966 tanggal 15 JULI 1966 dan berlaku surut
Tmt 1 April 1966. maka tanggal 1 April 1966 merupakan kelahiran
Yonarhanudse-15 Dam IV Diponegoro.
1. Tugas dan Peranan
a. Tugas Pokok
1) Melindungi satu atau lebih obyek rawan terhadap ancaman, udara
dengan jalan mengganggu, menggagalkan, mengurangi efektifitas
dan meniadakan serangan udara lawan sebelum mencapai garis
lempar bom.
2) Tugas pokok dilaksanakan dengan cara:
34
- Melaksanakan penembakan sista meriam 57 mm terhadap
pesawat udara lawan pada ketinggian rendah sampai sedang,
dan kecepatan sampai 259 m/dtk, dengan tujuan menembak
jatuh sasaran dan mengganggu menurunkan moril
penerbangannya.
- Mengkoordinasikan penyelenggaraan pertahanan udara secara
pasif sekitar obyek rawan setempat guna mengurangi efektifitas
serangan udara musuh.
3) Peranan
Sebagai unsur pertahanan udara, melindungi obyek rawan dalam
pertahanan udara terpadu di wilayah belakang guna menambah
kepadatan tembakan dalam rangka pertahanan udara nasional.
b. Kemampuan
1) Dapat menembak sasaran udara sampai jarak 5000 m pada
ketinggian 300 m dengan efektif secara visual atau barrage.
2) Mampu menembak sasaran darat atau sasaran laut dengan
tembakan langsung, secara tunggal maupun berkelompok.
3) Menyelenggarakan pertahanan udara secara berdiri sendiri maupun
bersama untuk Hanud lainnya dalam melindungi obyek rawan.
4) Menyelenggarakan intelijen Hanud secara terbatas.
5) Menyelenggarakan sistem peringatan terbatas dan mengendalikan
operasi pertahanan udara bagi satuan-satuan tembak bawahannya
maupun daerah pertahanan udara yang dibentuk.1
B. Sejarah berdirinya Kodam IV/Diponegoro
1. Kelahiran dan Perkembangan
Kelahiran Kodam IV/ Diponegoro tidak dapat dipisahkan dari jiwa
dan semangat proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17
Agustus 1945, karena proklamasi merupakan puncak perjuangan bangsa
indonesia dalam rangkaian sejarah perjuangan nasional. Setelah berdirinya
1 Hasil wawancara dengan Bapak M. Ilham Hanafi selaku Pasipers di Batalyon Arhanudse-15 pada tanggal 10 Juli 2007
35
pemerintahan Republik Indonesia, maka untuk mempertahankan negara
yang baru berdiri tersebut dibentuklah suatu badan yang bernama Badan
Keamanan Rakyat (BKR). Sehubungan dengan hal itu bentuk organisasi
pejuang kemerdekaan republik Indonesia di jawa tengah paling awal dan
merupakan embrio dari Kodam IV Diponegoro ada empat devisi yaitu:
a. TKR devisi empat
Dibawah pimpinan Jendral Mayor GPH Jatikusumo
b. TKR devisi lima
Dibawah pimpinan Jendral Mayor Sudirman
c. TKR devisi sembilan
Dibawah pimpinan Jendral Mayor Soedarsono
d. TKR devisi sepuluh
Dibawah pimpinan kolonel Soetarto
Organisasi terus mengalami perkembangan, maka TKR diubah
menjadi Tentara Keselamatan Rakyat, kemudian disempurnakan lagi
menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI). Akhirnya pada tanggal 3 Juni
1947 Tri diubah menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI). Dengan
diresmikannya TNI mak laskar perjuangan dilebur dan masuk ke dalam
TNI. Pada bulan Mei organisasi TRI jawa tengah disusun sebagai berikut:
b. Devisi Dua/ Sunan Gunung Jati
c. Devisi Tiga / Diponegoro
d. Devisi Empat / Panembahan Senopati
e. Devisi Lima / Ronggolawe
Bertepatan dengan HUT ke–1 angkatan perang republik Indonesia
ada tanggal 5 oktober 1946 di alum alun utara yogyakarta diadakan parade
untuk memperingati HUT tersebut. Dalam upacara itu presiden Republik
Indonesia memberi nama dan menyerahkan panji-panji kepada devisi-
devisi di Jawa. Devisi III diberi nama ‘Diponegoro’, maka sekarang
dikenal dengan sebutan devisi Diponegoro. Setelah berakhirnya perang
kemerdekaan, TNI memasuki masa konsolidasi. Dalam masa konsolidasi
terjadi perubahan organisasi karena wilayah Republik Indonesia disusun
36
menjadi Tentara Territorium (TT). Untuk daerah jawa tengah termasuk
daerah istimewa Yogyakarta, disusun menjadi satu Tentara Territorium
(TT) dengan Panglima Gatot Subroto.
2. Hari jadi kodam IV/Diponegoro
Semula tanggal 5 Oktober 1950 hari jadi Devisi Diponegoro, hal ini sesuai
dengan pemberian panji-panji Diponegoro oleh presiden Republik
Indonesia pada upacara parade di alun-alun utara yogyakarta. Dengan
terjadinya peristiwa G 30 SPKI pada tahun 1965 yang melibatkan
beberapa oknum prajurit Diponegoro, panglima kodam IV/Diponegoro
pada waktu itu menganggap perlu mengadakan konsolidasi.. Panglima
kodam IV/ Diponegoro selaku pembina Ikatan Rumpun Diponegoro, oleh
karena itu HUT Kodam IV/Diponegoro tidak lagi tanggal 5 Oktober, tetapi
diubah menjadi tanggal 1 Maret.
3. Pengabdian kodam IV/ Diponegoro
Sepanjang sejarahnya, kodam IV/ Diponegoro telah berhasil,
melaksanakan tugas pokoknya dalam rangka mempertahankan dan
menegakkan negara Republik Indonesia antara lain:
a. Mengusir penjajah Belanda yang melancarkan agresi militer I dan II
b. Menyelamatkan Pancasila dari tarikan ke kanan oleh pemberontak
DI/TII dan separatis PRRI/Persemesta
c. Menyelamatkan Pancasila dari tarikan ke kiri oleh pemberontakan
PKI, Madiun tahun 1948, G 30 S/PKI pada tahun 1965.
d. Dalam era pembangunan untuk mengisi kemerdekaan, prajurit
Diponegoro melaksanakan Bhakti TNI masuk desa (TMD) hingga
sekarang elah terlaksana sampai dengan manunggal ke 77.
Disamping itu prajurit-prajurit Kodam IV/Diponegoro ikut serta dalam
tugas memelihara perdamaian dunia, tergantung dalam kontingen Garuda
ke Kongo, Mesir, Vietnam Selatan dan Timur Tengah.
4. Panglima Kodam IV/ Diponegoro
Dalam usia yang ke-57, kodam IV / Diponegoro saat ini telah 29 panglima
yang menjabat di kodam IV/Diponegoro sebagai berikut:
37
Ke-1 kolonel Gatot Soebroto
Ke-2 kolonel Moch. Bachrun
Ke-3 kolonel Soeharto
Ke-4 kolonel Pranoto Reksosamudra
Ke-5 Brigjen TNI Sarbini
Ke-6 Brigjen TNI Soeryosoempeno
Ke-7 Brigjen TNI Soerono
Ke-8 Mayjen TNI Widodo
Ke-9 Mayjen TNI Yasir Hadibroto
Ke-10 Mayjen TNI Soemitro
Ke-11 Mayjen TNI Soekotjo
Ke-12 Mayjen TNI Ismail
Ke-13 Mayjen TNI Soegiarto
Ke-14 Mayjen TNI Harsudiyono Hartas
Ke-15 Mayjen TNI Setijana
Ke-16 Mayjen TNI Wismoyo Arismunandar
Ke-17 Mayjen TNI Hariyoto PS
Ke-18 Mayjen TNI Soeryadi
Ke-19 Mayjen TNI Soeyono
Ke-20 Mayjen TNI M. Yusuf Kartanegara
Ke-21 Mayjen TNI Soebagyo Hadisiswoyo
Ke-22 Mayjen TNI Mardijanto
Ke-23 Mayjen TNI Tyasno Sudarto
Ke-24 Mayjen TNI Bibit Waluyo
Ke-25 Mayjen TNI Sumarsono
Ke-26 Mayjen TNI Cornel Simbolon, M.M
Ke-27 Mayjen TNI Amirul Isnaini
Ke-28 Mayjen TNI Sunarso
Ke-29 Mayjen TNI Agus Suyitno
38
5. Kepala staf Kodam IV / Diponegoro
Ke-1 Letkol Inf R. Suprapto
Ke-2 Letkol Inf M. Bachrun
Ke-3 Letkol Inf A.Y. Mokoginta
Ke-4 Letkol Inf B. Saragih
Ke-5 Letkol Inf Soeharto
Ke-6 Letkol Inf Pranoto Reksosamudro
Ke-7 Letkol Inf Sardjono
Ke-8 Letkol Inf Panuju
Ke-9 Letkol Inf Soejono
Ke-10 Letkol Inf R. Widodo
Ke-11 Brigjen TNI Drs. Hr. ISkandar Ranuwiharjo
Ke-12 Brigjen TNI Soeprapto
Ke-13 Brigjen TNI Soekotjo
Ke-14 Letkol Inf Ery Soepardjan
Ke-15 Brigjen TNI Mardheo
Ke-16 Brigjen TNI Sawarno
Ke-17 Brigjen TNI Sarwono
Ke-18 Brigjen TNI Siswandi
Ke-19 Brigjen TNI T.B. Silalahi
Ke-20 Brigjen TNI Suryadi Sudirja
Ke-21 Brigjen TNI Saryono
Ke-22 Brigjen TNI Mulyadi
Ke-23 Brigjen TNI Moch. Ma’ruf
Ke-24 Brigjen TNI Budi Sujana
Ke-25 Brigjen TNI Abdul Muis Lubis
Ke-26 Brigjen TNI Djoko Subroto
Ke-27 Brigjen TNI Bibit Waluyo
Ke-28 Brigjen TNI Songko Purnomo
Ke-29 Brigjen TNI Djoko Santoso
Ke-30 Brigjen TNI M. Ali Fathan
39
Ke-31 Brigjen TNI Salim Mengga
Ke-32 Brigjen TNI M. Sochib, S.E, MBA
Ke-33 Brigjen TNI Rasyid Qurnuen, A. Msc
Ke-34 Brigjen TNI M. Noor Mu’is, Msc
Ke-35 Brigjen TNI Haryadi Soetanto
C. Motto, arti makna lambang kodam IV/ Diponegoro
1. Moto kodam IV/ Diponegoro
Pada pita yang melingkar di bawah standar panji kesatuan Divisi
Diponegoro tertulis sesanti “SIRNANING YEKSA KATON
GAPURANING RATU” yang arti kata-katanya adalah “kebahagiaan akan
dapat tercapai dengan jalan menghilangsirnakan segala perintang,
penghalang kemajuan nusa dan bangsa.” Tulisan sesanti diatas bila
direnungkan, niscaya kita akan larut dalam kekaguman betapa agung dan
dalamnya kandungan nilai-nilai luhur yang diemban prajurit Diponegoro
khususnya dalam rangka upaya menentang kezaliman dan penindasan,
mengatasi segala bentuk ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan
baik dari dalam maupun dari luar negeri untuk mencapai kejayaan bangsa
dan negara pancasila.
2. Arti dan makna lambang Kodam IV/Diponegoro
Lambang kodam IV/Diponegoro adalah miniatur perpaduan dan lukisan
tata warna, tulisan, dan gambar yang padat dan gambar yang padat akan
arti dan makna sebagai berikut:
a. Tata warna putih – kuning – merah dan hitam, memiliki arti yaitu;
warna putih berarti suci, warna kuning berati cahaya yang
melambangkan kemahiran, keterampilan dan ketangkasan warna
merah berarti berani dan warna hitam berarti ketenangan.
Keseluruhan arti perpaduan tata warna diatas mengandung makan
yaitu bahwa sifat, karakter dan kepribadian segenap prajurit
Diponegoro dalam pelaksanaan tugasnya wajib bersih dan jujur, mahir,
gagah berani dan selalu tenang.
40
b. Tulisan kata “DIPONEGORO” diambil dari nama pangeran
Diponegoro seorang pahlawan Nasional dari jawa Tengah dengan
perjuangannya yang sarat dengan nilai-nilai luhur dan semangat
melekat dalam jiwa, semangat dan kepribadian bangsa Indonesia pada
umumnya, masyarakat jawa tengah dan Yogyakarta pada khususnya.
Di sisi lain, melestarikan kata Diponegoro menjadi nama Kodam
IV/Diponegoro mengandung makna luhur yaitu membentuk setiap
prajurit Diponegoro selalu mengikuti, menghayati dan mengamalkan
jiwa, semangat dan kepribadian pangeran Diponegoro untuk tetap
siapa siaga menentang siapapun dan memberantas kegiatan apapun
yang merongrong kemerdekaan bangsa dan negara kesatuan Republik
Indonesia yang berdasarkan pancasila dan UUD 1945.
c. Bintang warna kuning bersudut lima yang berati bahwa warna kuning
adalah cita-cita bercahaya sedangkan bintang bersudut lima
melambangkan Pancasila.
Bintang berwarna kuning bersudut lima mengandung makna bahwa
prajurit Diponegoro senantiasa mengejar hasil yang gilang-gemilang
sebagai wujud aktualisasi dan pengamalan Pancasila.
d. Keris bertangkai putih, bebilah hitam dan berpamor putih merupakan
perpaduan dan keris adalah senjata pusaka yang melambangkan
kesaktian. Bilah hitam artinya tajam dan tenang, melambangkan jiwa
yang tajam dan tenang bijaksana. Tangkai putih artinya pegangan suci
yang melambangkan dasar kesucian. Dan pamor putih artinya inti yang
bersih, melambangkan prinsip bahwa kebersihan rohani menimbulkan
daya upaya yang suci, bijaksana dan waspada.2
2 Sumber: Buku Profesionalisme dan Penegakan Ham di Jajaran Kodam IV/ Diponegoro
41
D. Struktur organisasi
1. Struktur organisasi Kodam IV/Diponegoro
Keterangan:
PANGDAM : Panglima Daerah Militer
ITDAM IV DIPONEGORO : Insperktorat Daerah Militer
SPRI : Asisten Pribadi
SINTEL : Staf Intel
SOPS : Staf Operasi
SPERS : Staf Personil
SLOG : Staf Logistik
PANGDAM
ITDAM SPRI
STAF SINTEL SLOG SPERS SOPS STER
SRENDAM SSUSDAM LIAISON
SETUMDAM SANDIDAM PANGDAM INFOLAHTADAM
PENDAM BITALDAM JASDAM BABINMIN VETCAD
AJENDAM
HUB DAM
PAL DAM
ZI DAM
TOP DAM
POM DAM
HUB DAM
HUB DAM
BEKANG DAM
KES DAM
BS RIN DAM
BS
INTEL
X III II II II II II II II
42
STER : Staf Teritorial
SRENDAM : Staf Perencanaan Daerah Militer
SSUSDAM : Staf Khusus Daerah Militer
LIAISON : Perwira Penghubung
SETUMDAM : Sekretaris Umum Daerah Militer
SANDIDAM : Staf Sandi Daerah Militer
INFOLAHTADAM : Informasi Pengolahan Data Daerah Militer
DENMADAM : Detasemen Markas Daerah Militer
PENDAM : Penerangan Daerah Militer
BINTALDAM : Bimbingan Daerah Militer
JASDAM : Jasmani Daerah Militer
BABINMIN VETCAD : Badan Pembinaan dan Administrasi Veteran Corps
Angkatan Darat
AJENDAM : Ajudan Jendral Daerah Militer
KESDAM : Kesehatan Daerah Militer
BEKANGDAM : Perbekalan dan Angkutan Daerah Militer
KUDAM : Keuangan Daerah Militer
KUMDAM : Hukum Daerah Militer
HUBDAM : Hubungan Daerah Militer
PALDAM : Peralatan Daerah Militer
ZIDAM : Zeni Daerah Militer
TOPDAM : Tophografi Daerah Militer
POMDAM : Polisi Militer Daerah Militer
RINDAM : Resimen Daerah Militer
43
2. Struktur Organisasi Bintal
KABINTALDAM : May caj Drs. Abu Haris Mutohar
KABINTAL ROH : May caj Drs. Inyoman Wedu
KASIBINTAL IFJUANG : May caj Drs. Udi Wiyanto
KASIBINDOK LISTAKA : May caj (k) Siti Utari
KASIBINMUS MONTRA : May caj Drs. Ahmad Luwih
PASIROHIS : May caj Drs. Isa Anshari, M.Ag
PASIROH HINBUD : May caj Drs. AAK. Darmaja
PASIROH PROT : May caj Toto Widodo SPAK
PASIROH KAT : May caj S. Priyo Winarto
KA TUUD : Kapten Inf Suyatno
MUSMON : Kapten caj Ananta
KABINTALDAM
KASIBINTAL INJUANG
KASIBINTAL ROH
KASIBINMUS MONTRA
KASIBINDOK LISTAKA
KA TUUD
MUSMON
PASIROHIS
PASIROH PROT
PASIROH KAT
PASIROH HINBUD
44
E. Kualitas Keberagamaan di Kalangan Militer
Keberagaman seseorang yang dimaksud adalah seberapa jauh
seseorang tersebut taat kepada ajaran agama dengan cara menghayati dan
mengamalkan ajaran agama tersebut dan tercermin dalam berfikir, bersikap
serta berperilaku.
Hasil pengambilan angket terhadap anggota prajurit militer, Batalyon
Arhanudse-15, maka penulis dapat mengetahui kualitas keberagaman ini dapat
dilihat dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dan berhubungan dengan
nilai-nilai keberagaman yang dihayati.
Agama mempunyai suatu peran yang sangat penting dalam
menunjang tugas militer dan agama merupakan alat yang urgen dalam
menciptakan pembinaan mental di kalangan militer khususnya di Batalyon
Arhanudse-15. Meningkatkan keberagaman di Batalyon Arhanudse-15,
selama mengikuti kegiatan dan aktivitas yang sudah diprogramkan oleh Bintal
tersebut. Peningkatan keberagaman anggota prajurit militer Batalyon
Arhanudse-15 yang terdiri dari ibadah, sosial keagamaan, motivasi dan akhlak
dapat diuraikan lebih lanjut berikut:
1. Ibadah
Ajaran yang berhubungan dengan peraturan antara hubungan
manusia dengan Tuhan. Menjelaskan arti hidup dan untuk apa hidup dan
selanjutnya berusaha menegakkan ibadah sesuai yang dibutuhkan oleh
Rasulullah Saw. Hal ini dapat diterapkan dalam kehidupan sehari, hari
misalnya shalat 5 waktu, shalat sunnah, mengaji, puasa, haji.
Di sisi lain, kegiatan ibadah itu merupakan lambang tidak adanya
perbedaan manusia baik dilihat dari kedudukan pada kasta, pangkat, ras,
dan sebagainya. Sedangkan untuk pelaksanaan ibadah-ibadah sunnah
seperti shalat sunnah, mengaji merupakan sebagai ibadah tambahan yang
kelak akan mendapatkan ganjaran dari Allah Swt dan sekaligus
membentengi diri, anak dari perbuatan yang tercela.
45
Peningkatan ibadah, di sini penulis berikan data peningkatan
ibadah yang dilakukan oleh anggota prajurit militer Batalyon Arhanudse-
15 sebagai berikut:
Tabel
Peningkatan Ibadah Anggota Prajurit
Ya Tidak Sering Kadang-2 No Aktivitas
F % F % F % F %
1
2
3
4
5
6
7
8
Shalat fardhu
Shalat Berjamaah
Shalat Tarawih
Shalat dalam 1 hari
Puasa wajib
Mengaji
Yasin – Tahlil
Haji
128
60
128
116
110
8
122
125
98,47
46,15
98,47
89,23
84,62
6,15
93,84
96,15
-
-
-
3
2
68
5
5
-
-
-
2,31
1,53
52,31
3,85
3,85
-
50
-
7
15
25
3
-
-
38,46
-
5,38
11,54
19,23
2,31
-
2
20
2
4
3
29
-
-
1,53
15,39
1,53
3,08
2,31
22,31
-
-
Sumber: Berdasarkan hasil atau data angket anggota prajurit militer Batalyon Arhanudse-15 tanggal 11 September 2007
Data tersebut diperoleh dari hasil angket yang terdiri dari 11 item
pertanyaan kaitannya dengan peningkatan ibadah anggota prajurit. Adapun
deskripsi dari hasil angket tersebut adalah sebagai berikut; dalam hal shalat
wajib, yang menjawab ya 98,47% (128 orang), tidak 0% (tidak ada), sering
0% (tidak ada), sering 0% (tidak ada), kadang-kadang 1,53% (2 orang).
Shalat dalam 1 hari, yang menjawab 5 kali 89,23% (116 orang), 3-4 kali
2,31% (3 orang), 1-2 kali 5,38% (7 orang) belum mengerjakannya 3,08%
(4 orang). Dalam menjalankan shalat yang menjawab tepat waktu 61,54%
(80 orang), menunda waktu 11,54% (15 orang), lupa waktu 26,15% (34
orang), belum bisa shalat 0,77% (1 orang). Menjalankan shalat, yang
menjawab shalat berjamaah 46,15% (60 orang), berjamaah dengan teman
15,39% (20 orang), sendirian 38,46% (50 orang), tidak pernah shalat 0%
(tidak ada). Membaca Qur'an dalam 1 minggu, yang menjawab setia hari
46
6,15% (8 orang), 2-3 kali 19,23% (25 orang), 1 kali 22,31% (29 orang),
tidak pernah 52,31% (68 orang), tidak menjalankan ibadah puasa dalam 1
bulan, yang menjawab 1-2 kali 84,62% (110 orang), 2-3 kali 11,54% (15
orang), 4-5 kali 2,31% (3 orang), tidak berpuasa 1,53% (2 orang). Shalat
tarawih, yang menjawab ya 98,47% (128 orang), tidak 0% (tidak ada),
sering 0% (tidak ada), kadang-kadang 1,53% (2 orang). Tidak
melaksanakan shalat tarawih, semuanya menjawab 1-2 kali 100% (130
orang). Berlatih secara keras pada saat menjalankan ibadah puasa, yang
menjawab tetap berpuasa 86,92% (113 orang), tidak berpuasa 2,31% (3
orang), berpuasa kalau ada kesempatan membatalkan puasa 4,62% (6
orang), kadang-kadang 6,15% (8 orang). Yasin – tahlil, yang menjawab ya
93,84% (122 orang), tidak 3,85% (5 orang), sering 2,31% (3 orang),
kadang-kadang 0% (tidak ada). Haji, yang menjawab ya 96,15% (125
orang), tidak 3,85% (5 orang), sering 0% (tidak ada), kadang-kadang 0%
(tidak ada).
Hal ini menunjukkan bahwa ada segi positif kegiatan
keberagaman di Batalyon Arhanudse-15 dalam keberagaman para anggota
prajurit militer.
Gambaran aktivitas-aktivitas ibadah bagi para anggota prajurit
militer di Batalyon Arhanudse-15 yang meningkat antara lain ibadah
shalat, meliputi shalat fardhu, shalat berjamaah, shalat tarawih, shalat
dalam 1 hari 1 malam yang dikerjakan, puasa wajib, yasin-tahlil, keinginan
menunaikan ibadah haji. Prajurit yang menjawab ya dan sering (ada
peningkatan) dikarenakan kebutuhan spiritual yang dibutuhkan dalam
menjalankan tugas-tugas prajurit yang semakin berat yang mana agama
dijadikan dasar landasan ataupun pedoman hidup untuk melangkah faktor
lainnya yaitu dikarenakan dorongan di instansi atau bintal khususnya di
bidang kerohanian dalam mendidik prajuritnya dengan ilmu agama. Serta
adanya kesepahaman prajurit akan manfaat dalam melaksanakan aktivitas-
aktivitas ibadah tersebut.
47
Sedangkan bagi anggota prajurit yang menjawab kadang-kadang
dan tidak pernah dalam aktivitas ibadah karena dapat diperkirakan bahwa
mengingat pengalaman apapun namanya, terutama pengalaman beragama
benar-benar bersifat individual dan subyektif. Meskipun pengalaman itu di
sana-sini dapat dibentuk oleh lingkungan, orang yang mempunyai
temperamen yang berbeda akan mempunyai kemampuan
mengaktualisasikan dimensi spiritualnya berbeda pula penyebab lainnya
yaitu bahwa prajurit kurang memahami dan mengerti ajaran-ajaran agama
islam sehingga dapat diketahui keimanan prajurit masih sangat lemah.
Faktor yang menyebabkan prajurit kurang faham terhadap ajaran-ajaran
agama antara lain karena prajurit sebelumnya kurang mendapat didikan
dari orang tuanya dari kecil dan didikan itu tidak diperolehnya secara
intensif.
Mungkin juga emosional yang dimiliki di mana sebagian besar
prajurit berusia muda (remaja) seseorang yang dalam usia remaja
mempunyai emosi yang fungsi, sehingga prajurit bertindak kurang baik
yang mungkin diwujudkan dalam sikap "cuek" tidak peduli dan biasa-
biasa saja dalam kehidupan sehari-hari.
2. Akhlak
Ajaran yang berhubungan dengan pembentukan sikap moral
kepribadian muslim menanamkan arti hidup di dunia ini dengan amal
shaleh untuk tegaknya nilai-nilai islam dengan berpedoman kepada ajaran-
ajaran al-Qur'an dan sunnah Nabi Saw.
Manifestasinya ditunjukkan dalam sikap sehari-hari dan
berperilaku kehidupan dalam berinteraksi dengan orang lain. Akhlak
anggota prajurit militer di Batalyon Arhanudse-15 dapat dipahami melalui
berperilaku dan sikap sopan santun prajurit ketika berhadapan dengan
setiap orang dalam kehidupan sehari-hari, dan sikap ini tidak hanya
prajurit tunjukkan di lingkungan ksatrian saja, seperti yang dikatakan oleh
seorang prajurit di Batalyon Arhanudse-15 bernama Iwan, bahwa sikap
48
menghormati antar sesama itu adalah wajib, kapan dan di manapun kita
berada kalau tidak kita akan menerima akibatnya.
Peningkatan akhlak di sini penulis berikan data peningkatan
akhlak yang dilakukan anggota prajurit di Batalyon Arhanudse-15, sebagai
berikut:
Tabel
Peningkatan Akhlak Anggota Prajurit
Ya Tidak Sering Kadang-2 No Aktivitas
F % F % F % F %
1 Sikap terhadap
teman menyambut
kepulangan tugas
7 5,38 120 92,31 3 2,31 - -
2 Sikap terhadap
teman dan senior
124 95,38 3 2,31 - - 3 2,31
3 Kondisi atau
keberagaman
126 96,92 - - - - 4 3,08
4 Sikap
menumbuhkan
kesadaran
121 93,08 6 4,62 2 1,53 1 0,77
5 Sikap keikhlasan,
kejujuran dan
ketaqwaan dalam
menjalankan tugas
128 98,47 2 1,53 - - - -
6 Suatu bangsa
dikenal karena
akhlaknya jika budi
pekerjti runtuh,
runtuh pula bangsa
itu
123 94,62 7 5,38 - - - -
7 Sikap menanamkan 125 96,15 4 3,08 1 0,77 - -
49
Ya Tidak Sering Kadang-2 No Aktivitas
F % F % F % F %
dan memelihara
keyakinan sebagai
hamba tuhan
Sumber: Berdasarkan hasil atau data angket anggota prajurit militer Batalyon Arhanudse-15 tanggal 11 September 2007
Data tersebut diperoleh dari hasil angket yang diperoleh dari 7
item pertanyaan kaitannya dengan peningkatan akidah anggota prajurit.
Adapun deskripsi dari hasil angket tersebut adalah sebagai berikut;
menyambut kepulangan teman dan senior yang sedang bertugas dengan
meminum-minuman keras, yang menjawab menolaknya dengan satu
alasan 92,31% (120 orang), langsung mengiyakan karena juga menyukai
5,38% (7 orang), mengiyakan, rasa tidak enak dengan senior 2,31% (3
orang), mengiyakan, tapi tidak meminumnya 0 % (tidak ada). Sikap
terhadap teman dan senior melihat pelanggaran, yang menjawab masa
bodoh pura-pura tidak mengetahuinya 2,31% (3 orang), menegurnya
95,38% (124 orang), ikut serta 0% (tidak ada), melapor pada atasan 2,31%
(3 orang). Kondisi atau keberagaman ketika dihadapkan pada masalah,
yang menjawab mendekatkan diri kepada Allah 96,92% (126 orang),
menyendiri di suatu tempat 0% (tidak ada), minum-minuman keras 0%
(tidak ada), ke tempat hiburan malam 3,08% (4 orang). Sikap
menumbuhkan kesadaran yang menjawab sudah 93,08% (121 orang),
belum 4,62% (6 orang), akan 1,53% (2 orang), tidak tahu 0,77% (1 orang).
Sikap keikhlasan, kejujuran dan ketaqwaan dalam menjalankan tugas,
yang menjawab ya 98,47% (128 orang), tidak 1,53% (2 orang), akan 0%
(tidak tahu), tidak tahu 0% (tidak ada). Suatu bangsa dikenal karena
akhlaknya jika budi pekerti runtuh, runtuh pula bangsa itu, yang menjawab
setuju 94,62% (123 orang), tidak setuju 5,38% orang(7 orang), ragu-ragu
0% (tidak ada), tidak tahu 0% (tidak tahu). Sikap menanamkan dan
50
memelihara keyakinan sebagai hamba Tuhan, yang menjawab sudah
96,15% (125 orang), belum 3,08% (4 orang), akan 0,77% (1 orang).
Prajurit yang menjawab sangat meningkat, karena pada diri
prajurit ada perasaan atau anggapan bahwa manusia yang lahir ke dunia
adalah untuk mengabdi. Sebagai manusia yang lahir dan hidup di tengah
masyarakat maka punya kewajiban mengabdi. Salah satu pengabdian diri
kepada masyarakat (akhlak kepada masyarakat) yakni dengan menjaga diri
dari perbuatan-perbuatan yang dianggap tercela di hadapan masyarakat
dan mengatur sikap mereka dengan perbuatan-perbuatan yang bermanfaat.
Prajurit yang menjawab meningkat, karena punya alasan suatu
keinginan untuk mewujudkan adat persaudaraan dalam bentuk tingkah
laku, dalam rangka mewujudkan persaudaraan yang kekal dan abadi di
antara prajurit serta masyarakat untuk tercapainya manusia yang
berperikemanusiaan dan berbudi luhur.
Prajurit yang menjawab kadang-kadang dan tidak meningkat,
pada umumnya mereka adalah pemuda-pemuda yang agak nakal dalam
artian mereka jarang mendapatkan didikan atau ajaran agama yang baik
dari orang tua, atau pendidikan non formal (TPQ) sehingga kehidupan
prajurit di dalam hidup bermasyarakat bersikap semuanya sendiri,
walaupun akhirnya mereka punya keinginan untuk belajar dan mengikuti
kegiatan yang dilaksanakan di bintal.
Motivasi di atas, pada umumnya prajurit mampu
mengaktualisasikan akhlaknya dalam kehidupan sehari-hari, kehidupan di
masyarakat dengan sikap moral yang sesuai dengan ajaran-ajaran islam.
3. Sosial Keagamaan
Sosial keagamaan untuk menumbuhkembangkan kesadaran
bermasyarakat bahwa ada kesadaran dalam diri prajurit di Batalyon
Arhanudse-15 dalam mengikuti kegiatan-kegiatan sosial keagamaan yang
dilaksanakan di Batalyon Arhanudse-15 maupun di luar Ksatrian.
51
Peningkatan sosial keagamaan di sini penulis berikan data sosial
keagamaan yang dilakukan oleh prajurit di Batalyon Arhanudse-15,
sebagai berikut:
Tabel
Peningkatan Sosial Keagamaan Anggota Prajurit
Ya Tidak Sering Kadang-2 No Aktivitas
F % F % F % F %
1 Gotong royong 130 100 - - - - - -
2 Kegiatan
keagamaan
111 85,38 19 14,62 - - - -
3 Melakukan ta'ziyah 124 95,38 3 2,31 - - 3 2,31
4 Menyisihkan
sedikit rizki untuk
infaq
130 100 - - - - - -
5 Menciptakan
kerukunan hidup
beragama
90 69,23 23 17,69 4 3,08 13 10
6 Membantu
pembangunan
sarana ibadah
130 100 - - - - - -
7 Teman kesusahan
selalu membantu
65 50 - - 47 36,15 18 13,85
8 Meminta bantuan
apabila ada
kesusahan
115 88,46 1 0,77 13 10 1 0,77
9 Tolong-menolong 100 76,92 - - 25 19,23 5 3,85
Sumber: Berdasarkan hasil atau data angket anggota prajurit militer Batalyon Arhanudse-15 tanggal 11 September 2007
52
Data tersebut diperoleh dari hasil angket yang terdiri dari 10 item
pertanyaan kaitannya dengan peningkatan sosial keagamaan anggota
prajurit militer. Adapun deskripsi dari hasil angket tersebut adalah sebagai
berikut, kegiatan keagamaan, yang menjawab ya 85,38% (111 orang),
tidak 14,62% (19 orang), sering 0% (tidak ada), kadang-kadang 0% (tidak
ada). Gotong royong, yang menjawab ya 100% (130 orang), tidak 0%
(tidak ada), sering 0% (tidak ada), sering 0% (tidak ada), kadang-kadang
0% (tidak ada). Menyisihkan rizki untuk infaq dan shadaqah, yang
menjawab ya 100% (130 orang), tidak 0% (tidak ada), sering 0% (tidak
ada), kadang-kadang 0% (tidak ada). Selalu takziah bila ada yang
meninggal, yang menjawab ya 95,38% (124 orang), tidak 2,31% (3 orang),
sering 0% (tidak ada), kadang-kadang 2,31% (3 orang). Peningkatan sosial
keagamaan setelah mengikuti bintal, yang menjawab ada 90,77% (118
orang), tidak 0% (tidak ada), sedikit 6,92% (9 orang), sangat meningkat
2,31% (3 orang). Menciptakan kerukunan hidup beragama, yang
menjawab ya 69,23% (90 orang), tidak 17,69% (23 orang), sering 3,08%
(14 orang), kadang-kadang 10% (13 orang). Membantu pembangunan
sarana ibadah, yang menjawab ya 100% (130 orang), tidak 0% (tidak ada),
sering 0% (tidak ada), kadang-kadang 0% (tidak ada). Teman kesusahan
selalu membantu, yang menjawab ya 50% (65 orang), tidak 0% (tidak
ada), sering 36,15% (47 orang), kadang-kadang 13,85% (18 orang).
Meminta bantuan apabila ada kesusahan, yang menjawab ya 88,46% (115
orang), tidak 0,77% (1 orang), sering 10% (13 orang), kadang-kadang
0,77% (1 orang). Tolong-menolong, yang menjawab ya 76,92% (100
orang), tidak 0% (tidak ada), sering 19,23% (25 orang), kadang-kadang
3,85% (5 orang).
Prajurit yang menjawab ya dan selalu sebab adanya faktor dari
dorongan kebutuhan atau peran serta bintal dalam mendidik para prajurit,
serta adanya kesadaran dalam diri prajurit yang sama-sama digembleng
selama pendidikan, tugas perang di dalam militer dalam melaksanakan
ajaran-ajaran agama-agama kebutuhan mereka akan manfaat bersosialisasi.
53
Sedangkan bagi prajurit yang menjawab kadang-kadang dan tidak
pernah dalam sosial keagamaan dikarenakan rata-rata mereka masih
remaja yang mana emosi dan pemikiran masih labil, sehingga mereka
bertindak kurang baik yang mungkin diwujudkan dalam sikap cuek, tak
peduli, masa bodoh dalam kehidupan sehari-hari.
Motivasi peningkatan keberagaman para anggota prajurit di
Batalyon Arhanudse-15 yang menyangkut sosial keagamaan, karena untuk
mengajak para prajurit untuk memiliki rasa tanggung jawab dalam diri
prajurit yaitu dengan cara melaksanakan kegiatan-kegiatan sosial di dalam
lingkungan Ksatrian maupun di luar Ksatrian.
4. Motivasi
Motivasi adalah dorongan yang timbul pada diri seseorang sadar
atau tidak dasar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu.
Usaha-usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau kelompok orang
tertentu bergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang
dikehendakinya atau mendapat kepuasan dengan perbuatannya oleh karena
itu dalam hal ini agama mempunyai peran yang sangat penting, yaitu
sebagai motivasi prajurit dalam menjalankan tugas-tugasnya.
Peningkatan motivasi di sini penulis berikan data motivasi
keberagaman anggota prajurit di Batalyon Arhanudse-15, sebagai berikut:
Tabel
Peningkatan Motivasi Keberagamaan Anggota Prajurit
Ya Tidak Sering Kadang-2 No Aktivitas
F % F % F % F %
1 Peranan agama 125 96,15 1 0,77 4 3,08 - -
2 Pembimbing yang
memberikan
dukungan/motivasi
prajurit dalam
menjalankan tugas
130 100 - - - - - -
54
Ya Tidak Sering Kadang-2 No Aktivitas
F % F % F % F %
3 Dalam penugasan
dihadapkan dalam
keadaan yang sulit
di mana prajurit
juga harus
menjalankan
kewajiban sebagai
seorang muslim
54 41,54 - - 2 1,53 7 56,93
4 Manfaat adanya
bintal (pembinaan
mental)
95 73,08 - - 26 20 9 6,92
Sumber: Berdasarkan hasil atau data angket anggota prajurit militer Batalyon Arhanudse-15 tanggal 11 September 2007
Data tersebut diperoleh dari hasil angket yang terdiri dari 6 item
pertanyaan kaitannya dengan peningkatan motivasi keberagaman anggota
prajurit. Adapun deskripsi dari hasil angket tersebut adalah sebagai
berikut; peran agama sangat penting di kalangan militer, yang menjawab
ya 96,15% (125 orang), tidak 0,77% (1 orang), sering 3,08% (4 orang),
kadang-kadang 0% (tidak ada). Pembimbing yang memberikan
dukungan/motivasi prajurit dalam menjalankan tugas, yang menjawab ya
100% (130 orang), tidak 0% (tidak ada), sering 0% (tidak ada), kadang-
kadang 0% (tidak ada). Dalam setahun menjalankan tugas mendapatkan
pembimbingan rohani, yang menjawab 2 kali 12,31% (6 orang), lebih dari
3 kali 7,69% (10 orang), 4-5 kali atau lebih 73,85% (96 orang), tidak
pernah 6,15% (8 orang). Dalam penugasan dihadapkan dalam keadaan
yang sulit di mana prajurit juga harus menjalankan kewajiban sebagai
seorang muslim yang menjawab tetap menjalankan tugas negara 41,54%
(54 orang), menjalankan kewajiban sebagai seorang muslim,
meninggalkan tugas 1,53% (2 orang), meninggalkan kewajiban seorang
55
muslim, karena nyawa lebih berharga 0% (tidak ada), menjalankan
kewajiban sebagai seorang muslim meskipun nyawa taruhannya 56,93%
(74 orang). Manfaat adanya pembinaan mental kerohanian, yang
menjawab dasar atau landasan untuk melangkah 73,08% (95 orang),
pedoman hidup 6,92% (9 orang), alat kontrol 20% (26 orang), tidak ada
manfaat 0% (tidak ada). Ketika pelaksanaan kegiatan bintal dilaksanakan
sikap yang dilakukan, yang menjawab diam mendengarkan 63,85% (83
orang), aktif bertanya 1,53% (2 orang), meresapi 34,62% (45 orang).
Pengambilan angket di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi
dalam keberagamaan para anggota prajurit di Batalyon Arhanudse-15
sangat tinggi yang mana dapat dilihat dari pembinaan yang diberikan yang
menekankan prajuritnya meliputi cara berfikir, bersikap maupun bertindak
serta berperilaku baik dalam kehidupan pribadi dan kehidupan sosial
masyarakat yang dilandasi ajaran agama islam (hablum minallah dan
hablum minannas) yang diukur melalui dimensi keberagaman yaitu
keyakinan.
56
BAB IV
ANALISIS PEMBINAAN MENTAL KEAGAMAAN PRAJURIT
BATALYON ARHANUDSE-15 KODAM IV DIPONEGORO
A. Kehidupan Keberagamaan di Kalangan Prajurit Batalyon Arhanudse-15
Bahwa bagi seorang prajurit TNI seperti halnya bagi setiap warga
negara Indonesia yang beragama yang mempunyai wawasan keagamaan dan
wawasan kebangsaan bukanlah sesuatu yang saling bertentangan, tapi
keduanya dapat dipadukan secara harmonis dalam suatu kesadaran keagamaan
dan kebangsaan sekaligus. Pembinaan mental spiritual adalah pembinaan
prajurit TNI dalam rangka membentuk, memelihara dan meningkatkan
ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama yang dianut
oleh masing-masing prajurit untuk memelihara dan mempertinggi etika, moral
dan budi pekerti sehingga mampu melaksanakan tugas sesuai dengan
ketentuan aturan yang berlaku, maupun sapta marga sebagai pedoman hidup
prajurit TNI sejati.
Dalam masalah kehidupan beragama di kalangan prajurit Batalyon
Arhanudse-15 mendapat tempat dan perhatian yang cukup besar dan ditangani
secara khusus, karena kehidupan para prajurit di Batalyon Arhanudse-15
memiliki karakteristik yang berbeda dari kehidupan umum di masyarakat,
seperti sangat keras, otoriter dan hirarki yang ketat dituntut mampu
melaksanakan tugas dengan efektif, maka sebagai penyelaras adalah mental
agama.
Di dalam kehidupan beragama di kalangan prajurit militer di
Batalyon Arhanudse-15 terlihat sikap dan kedisiplinan sehari-hari dalam
menjalankan ibadah, hal ini diterapkan dan ditunjukkan melalui adanya
kegiatan-kegiatan keagamaan yang wajib diikuti oleh semua anggota prajurit
di Batalyon Arhanudse-15. meskipun pada umumnya masyarakat menganggap
bahwa militer yang dilengkapi dengan akal dan senjata cenderung bertindak
represif dan opresif dalam memaksakan kehendaknya kepada golongan lain
dan juga sangat otoriter. Akan tetapi dalam menjalankan ibadah mereka selalu
57
tepat waktu, hal ini dapat dilihat ketika datangnya waktu shalat segera
kegiatan yang dilakukan dihentikan dan seluruh anggota prajurit di Batalyon
Arhanudse-15 yang beragama Islam diwajibkan untuk melaksanakan shalat
berjamaah, adanya sanksi bagi prajurit yang tidak mengikuti shalat berjamaah.
Sikap beragama yang ditunjukkan selain shalat berjamaah yaitu adanya sikap
gotong royong dalam membantu pembangunan sarana ibadah di dalam
Ksatrian hal itu meliputi fisik, yaitu membangun bersama sedangkan non fisik
yaitu dana yang diperoleh dari pembangunan masjid diperoleh dari
pendapatan/gaji dari para anggota prajurit yang dipotong setiap bulannya.1
Meskipun di lingkungan Batalyon Arhanudse-15 sendiri diciptakan
lingkungan yang bernafaskan keislaman, akan tetapi tidak semua prajurit
memiliki moral yang baik dan akhlak yang mulia. Akan tetapi, ada juga
prajurit yang melakukan pelanggaran-pelanggaran yang mana jumlahnya lebih
sedikit dan itu merupakan oknum bukan suatu organisasi militernya. Di sinilah
peran agama sangat dibutuhkan dalam menjalankan tugas-tugas TNI yang
semakin berat dalam menghadapi tantangan globalisasi.
Secara organisasi pembinaan mental khususnya kerohaniahan yang
diberikan Kodam IV Diponegoro maupun dari Bintal Batalyon Arhanudse-15
di dalamnya menyangkut masalah-masalah etika atau akhlak. Dengan
demikian pembinaan mental sangat relevan dengan perbaikan-perbaikan sikap
dan perilaku prajurit yang ditimbulkan oleh berbagai macam persoalan hidup,
di samping berusaha untuk mendapatkan kebersihan jiwa. Dalam artian tidak
terganggu ketakutan dan konflik batin. Maka dari itu pembinaan mental
berupaya sekuat tenaga agar mendapatkan keseimbangan jiwa, mampu
memecahkan segala kesulitan hidup dengan kepercayaan diri dan keberanian.
Sebab dapat dengan mudah memulihkan macam-macam ketegangan dan
konflik-konflik batin secara spontan dan otomatis.
Inti kehidupan spiritualitas adalah pemahaman subyektif manusia.
Pengalaman apapun namanya, terutama pengalaman beragama benar-benar
1 Hasil wawancara dengan Bapak H. Mursidi selaku Babintal di Batalyon Arhanudse-15
pada tanggal 10 Juli 2007
58
bersifat individual dan subyektif, meskipun pengalaman itu di sana-sini dapat
dibentuk oleh lingkungan orang yang mempunyai temperamen yang berbeda,
akan mempunyai kemampuan mengaktualisasikan dimensi spiritualnya
berbeda pula. Dalam lingkungan kehidupan keberagamaan di Batalyon
Arhanudse-15 sendiri sangat kental dengan prajurit-prajuritnya. Hal ini
dibuktikan dengan adanya kegiatan-kegiatan keagamaan yang diselenggarakan
dari Kodam IV Diponegoro maupun dari Batalyon, yang mana dari Bintal
Kodam IV setiap tiga bulan sekali setiap hari Selasa, adapun pola yang
dilaksanakan dalam pembinaan mental prajurit TNI adalah;
1. Kunjungan para Pabintal/Paroh ke kesatuan-kesatuan markas komando
TNI/Ksatrian TNI sesuai jadwal yang telah diprogramkan untuk
memberikan penyuluhan, bimbingan kepada para prajurit dan
keluarganya.
2. Mengadakan penataran-penataran atau kursus-kursus seperti bidang
rohani, penataran imam shalat dan khatib, penataran bimbingan manasik
haji dan penataran pembantu rohaniawan.
3. Memanfaatkan peringatan-peringatan hari-hari besar keagamaan dan hari-
hari besar nasional serta jam-jam komandan pada saat apel satuan
lapangan. Dengan mengisi berbagai kegiatan keagamaan seperti
mengadakan musabaqah tilawatil Qur'an tingkat kodam, angkatan sampai
tingkat Mabes TNI.
4. Mengadakan bimbingan dan pembekalan kepada para prajurit TNI yang
akan melangsungkan perkawinan agar di dalam kehidupan berumah
tangga memahami arti sebuah rumah tangga yang harmonis, rukun dan
damai sejahtera lahir dan batin. Demikian pula dengan perceraian.
5. Mengadakan pelayanan do'a kepada prajurit TNI baik perorangan maupun
satuan yang membutuhkan atau pada acara-acara di luar keagamaan
seperti doa AMD/TMD dan hari ulang tahun.
6. Mengadakan pelayanan pemakaman jenasah baik di daerah damai atau
perang mulai mengkafankan, memandikan, menshalatkan sampai
menguburkannya. Hal ini dilakukan oleh masing-masing Paroh agama.
59
7. Kunjungan ke rumah-rumah sakit tentara untuk meninggikan moril
prajurit TNI yang sakit sambil berdo'a agar cepat sembuh dari sakit yang
dideritanya.
8. melayani dan menjadi juru sumpah pada acara-acara pelantikan prajurit
TNI yang baru selesai mengikuti pendidikan militer dasar di pusat-pusat
pendidikan satuan TNI, dilakukan oleh para paroh masing-masing agama
dan menjadi juru sumpah pada acara-acara persidangan prajurit TNI yang
melanggar disiplin keprajuritan di Mahkamah militer atau Oditur Militer.
B. Peran Agama Dalam Pembinaan Mental di Kalangan Prajurit Batalyon
Arhanudse-15
Peran agama dalam pembinaan mental di kalangan prajurit Batalyon
Arhanudse-15 sangatlah penting, hal ini mengingat tugas-tugasnya yang
semakin berat. Pembinaan mental TNI sendiri adalah segala usaha, tindakan
dan kegiatan untuk membentuk, memelihara, serta meningkatkan dan
memantapkan kondisi jiwa anggota TNI berdasarkan pancasila, sapta marga,
sumpah prajurit, doktrin perjuangan TNI “catur darma eka karma 1988”,
melalui pembinaan mental rohani, pembinaan mental ideologi dan pembinaan
mental kejuangan.2
1. Pembinaan Mental Rohani
Pembinaan mental rohani adalah pembinaan prajurit TNI dalam
rangka membentuk, memelihara dan meningkatkan keimanan dan
ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama yang
dianut oleh masing-masing prajurit untuk memelihara dan mempertinggi
etika, moral dan budi pekerti sehingga mampu melaksanakan tugas dan
tanggung jawab sesuai dengan ketentuan yang berlaku, baik agama
maupun sapta marga sebagai pedoman hidup prajurit TNI sejati.
Pembinaan mental rohani dapat dilaksanakan terus menerus, secara
2 Hasil Wawancara dengan Bapak Isa Anshari selaku Parois di Kodam IV/ Diponegoro
pada tanggal 5 Juni 2007
60
bertahap, berlanjut dan berkesinambungan oleh Perwira Rohani (paroh)
atau perwira bintal.
Adapun materi pembinaan mental rohani harus mencerminkan
serangkaian kaidah dan nilai-nilai yang berintikan keimanan dan
ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berikut aneka implikasinya
dalam kehidupan sosial maupun kehidupan prajurit itu sendiri. Pembinaan
mental rohani tersebut bersumber dari pokok-pokok materi sebagai
berikut:
a. Ajaran agama (Islam, Kristen Protestan, Katholik, Hindu dan Budha).
b. Peranan agama dalam kehidupan keprajuritan.
c. Tri kerukunan umat beragama.
2. Pembinaan Mental Ideologi
Pembinaan mental ideologi adalah peningkatan kesadaran prajurit
sebagai warga negara Indonesia yang membela, mengamankan dan
mengamalkan pancasila sebagai ideologi negara yang dalam sapta marga
sebagai pedoman hidup prajurit. Adapun materi pokok pembinaan mental
ideologi harus mencerminkan serangkaian kaidah dan nilai-nilai yang
berintikan cara pandang bangsa Indonesia dalam hidup bernegara, berikut
aneka implikasinya dalam kehidupan sosial maupun dalam kehidupan
keprajuritan TNI. Pembinaan mental ideologi tersebut bersumber antara
lain dari proyek-proyek materi sebagai berikut:
a. Pancasila
b. Undang Undang Dasar 1945
c. Garis Garis Besar Haluan Negara
d. Pegangan normatif kehidupan berbangsa dan bernegara.
e. Wawasan nusantara dan ketahanan nasional
61
3. Pembinaan Mental Kejuangan
Pembinaan mental kejuangan adalah peningkatan motivasi juang
prajurit dapat diupayakan melalui penanaman tradisi kejuangan dalam
kehidupan agar prajurit berjiwa patriotik, ksatria sebagai bhayangkari
negara dan bangsa. Materi pokok pembinaan mental kejuangan
mencerminkan serangkaian kaidah dan nilai-nilai yang berintikan
konsekuensi dari konsekuensi dari komitmen kesejarahan dalam
memperjuangkan terwujudnya cita-cita kemerdekaan bangsa Indonesia
melalui jalur pengabdian prajurit, sapta marga. Pembinaan mental
kejuangan tersebut bersumber antara lain dari;
a. Nilai-nilai sejarah perjuangan bangsa.
b. Nilai-nilai sejarah perjuangan TNI
c. Sapta Marga, sumpah prajurit dan delapan wajib TNI.
d. Doktrin perjuangan TNI “Catur Dharma Eka Karma”
Dengan adanya pembinaan mental tersebut diharapkan pada
tantangan ke depan yang semakin berat dan kompleks, maka sasaran yang
diharapkan dari pembinaan mental prajurit TNI adalah;
a. Memiliki tingkat pemahaman yang mantap, sikap percaya pada diri
sendiri keyakinan akan keluhuran tugasnya, serta perilaku pengamalan
nilai-nilai keprajuritan, sehingga mampu bertindak sebagai
pengawalan dan penyelamatan bangsa dan negara.
b. Memiliki tingkat keimanan, ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa
semakin mantap, teraplikasikan ke dalam sikap dan perilaku serta
kesungguhan dalam menyelesaikan tugas dan kewajiban yang menjadi
tanggung jawab prajurit TNI.
c. Memiliki tingkat disiplin dan loyalitas yang tinggi terhadap norma,
aturan dan hukum yang berlaku.
d. Memiliki tingkat kedisiplinan terhadap tugas dan menempatkannya
lebih tinggi di banding kepentingan pribadinya serta tanggung jawab
dapat diandalkan (tepat waktu dan tepat sasaran).
62
e. Memiliki tingkat kesetiakawanan (jiwa korsa) terpelihara secara
harmonis dan positif.
Dalam tubuh TNI pembinaan mental sangat urgen, di mana
semua prajurit TNI diberikan pembinaan yang bersifat non fisik secara
terus menerus dan sistematis hal untuk menjadikan tentara memiliki moral
yang tinggi di sini mengacu pada keikhlasan, kejujuran, ketaqwaan, di sini
ialah kesadaran atau motivasi yang terdapat di dalam hatinya, bahwa ia
melaksanakan semua tugas yang berkaitan dengan kemiliteran. Tujuan lain
dari pembinaan keagamaan yang diberikan bintal dalam peranannya yaitu,
untuk;
a. Meningkatkan Keimanan Prajurit
Dilihat dari segi keimanan prajurit Batalyon Arhanudse-15
pada awalnya adalah masih sangat minim, hal ini disebabkan karena
keterbatasan waktu yang mana waktu banyak digunakan untuk
kegiatan berlatih faktor lainnya yaitu faktor orang tua yang menjadi
penghambat dan penyebab pendidikan agama yang prajurit Batalyon
Arhanudse-15 terima baik secara formal maupun informal masih
sangat minim.
Pendidikan agama dan moral merupakan hal terpenting dalam
kehidupan prajurit, karena moral dan pendidikan agama akan
menjadikan prajurit memiliki perilaku, sikap mental dan budi pekerti
yang bersendikan pancasila sesuai dengan ajaran agama Islam.
b. Meningkatkan Ketekunan Beribadah
Realitas keimanan seseorang adalah ibadah. Tingkat
ketekunan ibadah seseorang erat kaitannya dengan tingkat
keimanannya. Semakin tinggi keimanan, maka semakin tekun pula ia
beribadah.
Setelah dari sisi keimanan menjadi lebih baik, maka tingkat
ketekunannya dalam beribadah pun meningkat. Ketekunan dalam
beribadah pada prajurit di Batalyon Arhanudse-15 menjadi lebih baik
setelah adanya upaya-upaya pembinaan yang dilakukan oleh bintal.
63
Para anggota prajurit Batalyon Arhanudse-15 yang
mendapatkan pembinaan, baik melalui bimbingan ibadah membuat
prajurit mengerti arti pentingnya ibadah dalam kehidupan beragama
pada manusia mulai dari hal yang sederhana sampai pada yang rumit.
Bintal membimbing mereka dalam cara-cara beribadah yang benar
menurut ajaran agama serta meningkatkan ibadah menjadi lebih baik.
Fasilitas yang tersedia dan kemampuan parois dalam
melakukan bimbingan mendukung lancarnya upaya peningkatan
keberagamaan.
c. Membentuk Akhlak Mulia
Pembentukan pribadi yang islami harus atas dasar kesadaran
menyerahkan diri kepada allah. Hal ini menyangkut aqidah dengan
cara beriman pada ke-esa-an allah, dan menyangkut akhlak yang
berarti seseorang harus berakhlak seperti yang diperintahkan Allah.
sesuai dengan firman Allah dalam surat al-Qalam ayat 4 yang
berbunyi:
﴾4وإنك لعلى خلق عظيم ﴿Artinya:
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (Q.S. Al-Qalam: 4)
pendidikan moral yang kuat penuh rasa cinta dan yang
bahagia akan terbentuknya seorang manusia yang sehat tubuh, akal dan
jiwanya. Dalam hal ini dapat dilihat bahwa agama mempunyai peranan
yang sangat penting di Batalyon Arhanudse-15 yaitu sebagai dasar,
landasan, pedoman hidup dan alat kontrol bagi prajuritnya dalam
menjalankan tugas-tugasnya yang semakin berat, apalagi ketika
prajurit ditugaskan di daerah konflik yang mana jauh dari orang tua,
anak-istri, keluarga. Tanpa mempunyai dasar agama mereka akan
bertindak brutal dan labil.
64
C. Faktor-faktor Penunjang dan Penghambat Pembinaan Mental
Keagamaan di Kalangan Militer
Dalam rangka pembinaan mental rohani TNI dilaksanakan secara
terus menerus secara bertahap, berlanjut dan berkesinambungan oleh para
perwira pembinaan mental yang juga bekerja sama dengan instansi lain.
Adapun faktor-faktor penunjang dan penghambat dalam pelaksanaan
pembinaan mental keagamaan di kalangan militer itu sendiri adalah sebagai
berikut:
1. Faktor Penunjang
a. Adanya Parois (Perwira Rohani Islam)
Yang mana bertugas memberi pembinaan mental rohani para prajurit
Batalyon Arhanudse-15 dalam rangka membentuk, memelihara dan
meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha
Esa, diantaranya yaitu:
1) Bagi satuan yang akan melaksanakan tugas (pra tugas)
Kegiatan ini ditujukan sebagai suatu usaha untuk
memantapkan motivasi prajurit juga merupakan penyiapan dan
peningkatan kondisi mental, berupa ceramah, penyuluhan
bimbingan, Pemberi petunjuk dan analisa daerah penugasan, agar
dihadapkan kepada daerah/medan yang sebenarnya, mental
spiritual (iman) prajurit semakin mantap sehingga hasil yang ingin
dicapai dapat terwujud.
2) Satuan yang Sedang Melaksanakan Tugas (di Medan Tugas)
Kegiatan pembinaan mental spiritual selama tugas adalah
merupakan usaha dan kegiatan untuk memelihara kondisi mental
prajurit yang sedang melaksanakan tugas agar etika, moral dan
moril dan disiplin tetap dalam keadaan mantap.
Pembinaan mental spiritual selama tugas menjadi
tanggung jawab komandan satuan dibantu oleh perwira rohani
(pabintal), kegiatan-kegiatannya berupa bimbingan dan perawatan
rohani berupa ceramah dan khotbah dan lain-lain, agar kondisi
65
mental spiritual (iman) prajurit tetap mantap sehingga pelaksanaan
tugas dapat berjalan dengan lancer dan berhasil.
3) Satuan Setelah Melaksanakan Tugas (Purna Tugas)
Setelah melaksanakan penugasan dapat diketahui factor-
faktor positif maupun negatifnya, terutama factor lingkungan tugas
dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan selama tugas, tidak mustahil
akan membawa akibat dan merubah kondisi mental prajurit,
sehingga akan menimbulkan hal-hal yang tidak diharapkan di garis
belakang (daerah asal).
Untuk itu perlu adanya usaha pengembalian sikap mental
tugas operasi misalnya ke sikap mental damai dengan kegiatan-
kegiatan;
- Bimbingan penyuluhan dan rawatan mental spiritual untuk
tetap terpeliharanya iman dan ketaqwaannya kepada Tuhan
Yang Maha Esa.
- Pengajian-pengajian baik yang terpusat maupun dari rumah ke
rumah.
- Kunjungan ke tempat-tempat yang bernuansa agamis.
4) Pembinaan Mental Spiritual Keluarga yang Ditinggalkan Tugas
Pada dasarnya keluarga adalah pendorong dan sumber
semangat prajurit TNI, sehingga kepada mereka perlu dilakukan
usaha-usaha dan kegiatan pembinaan mental spiritual secara terus-
menerus dan berencana selama ditinggalkan.
Bimbingan mental spiritual ini dimaksud untuk
memelihara dan memantapkan iman dan taqwa kepada Tuhan yang
Maha Esa, sehingga tercipta adanya rasa tanggung jawab dan
ketabahan, serta dapat memelihara etika, moral dan moril keluarga
sebagai pendorong berhasilnya prajurit TNI dari kegiatan tersebut
dapat diwujudkan.
66
5) Pembinaan Mental Spiritual di Daerah Aman (Pangkalan)
Pembinaan mental spiritual prajurit merupakan bagian
yang sangat penting, oleh karena itu dalam kondisi apapun mental
prajurit TNI tetap harus dibina. Karena prajurit setiap saat harus
siap untuk melaksanakan tugas.
b. Adanya tempat ibadah masjid “Baitul Iman”
Yang digunakan untuk melaksanakan sholat berjamaah, yasin tahlil
para prajurit batalyon Arahanudse-15
c. Aula
Digunakan untuk melaksanakan kegiatan bintal
d. Adanya peraturan yang mewajibkan mengikuti kegiatan bintal yang
harus ditaati oleh semua prajurit yang apabila dilanggar prajurit akan
mendapatkan sanksi.
2. Faktor Penghambat
Faktor penghambat pembinaan mental rohani di kalangan militer
di antaranya adalah masalah waktu di mana para prajurit dihadapkan pada
keadaan atau situasi sedang melaksanakan tugas (di medan perang) yang
mana pada saat pada saat itu pabintal/paroh berusaha untuk memberikan
motivasi agar kondisi mental prajurit yang sedang melaksanakan tugas
agar etika, moral dan moril dan disiplin tetap dalam keadaan mantap.
Sehingga dapat melaksanakan tugas berjalan dengan lancer dan berhasil.
Factor penghambat lainnya yaitu ketika prajurit bertugas di medan perang
atau latihan dihadapkan pada keadaan yang sulit, yaitu situasi di mana para
prajurit harus menghadapi musuh sedangkan di waktu bersamaan harus
menjalankan kewajiban sebagai seorang muslim.
67
BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang penulis lakukan
terhadap penulisan skripsi yang berjudul “Peran Agama Sebagai Motivasi Di
Kalangan Militer Kodam IV Diponegoro (Studi Kasus; Batalyon Arhanudse-
15)”, maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut:
1. Kehidupan beragama dikalangan prajurit militer Batalyon Arhanudse-15
terlihat sikap dan kedisiplinan sehari-hari dalam menjalankan Ibadah hal
ini diterapkan dan ditunjukkan melalui adanya kegiatan-kegiatan
keagamaan yang wajib diikuti oleh semua anggota prajurit di Batalyon
Arhanudse-15
2. agama mempunyai peran yang sangat penting dalam menunjang tugas
prajurit Batalyon Arhanudse-15 yaitu membentuk, memelihara dan
meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan yang Maha Esa,
sesuai dengan agama yang dianut oleh masing-masing prajurit untuk
memelihara dan mempertinggi etika, moral dan budi pekerti sehingga
mampu melaksanakan tugas dan tanggung jawab sesuai dengan pedoman
hidup prajurit TNI sejati.
3. Faktor penunjang pembinaan mental di Batalyon Arhanudse-15 yaitu
adanya Parois (perwira rohani Islam), adanya tempat Ibadah masjid
“Baitul Iman”, aula, adanya peraturan yang mewajibkan seluruh prajurit
yang mengikuti kegiatan BINTAL. Sedangkan faktor penghambatnya
yaitu masalah waktu dimana prajurit diharuskan untuk berlatih dan
penugasan-penugasan yang dilakukan.
B. SARAN-SARAN
1. Menjadi tentara atau militer dalam Islam hendaknya memiliki moral yang
tinggi sesuai dengan keluhuran profesi yang dimilikinya. Yang dimaksud
moral yang tinggi disini mengacu pada keikhlasan, kejujuran, ketaqwaan,
68
keikhlasan dan kejujuran disini ialah kesadaran atau motivasi yang
terdapat di dalam hatinya, bahwa ia melaksanakan semua tugas yang
berkaitan dengan kemiliteran terutama perang, semata-mata untuk
menegakkan hukum Allah di muka bumi.
2. Hendaknya sebagai prajurit TNI untuk menghadapi tantangan globalisasi
arus reformasi dan tugas-tugas yang semakin berat, selain meningkatkan
profesi analitis dengan kode etik yang dimilikinya, setiap prajurit TNI
harus dibekali dengan iman dan budi pekerti yang bersendikan pancasila
sesuai dengan ajaran Islam.
3. kesempurnaan skripsi ini masih jauh dari sempurna, sehingga penelitian
lebih lanjut sangat dibutuhkan, maka dari itu sangat dibutuhkan kritik dari
para pembaca yang sifatnya membangun.
C. PENUTUP
Segala puji bagi Allah yang Maha Rahman dan Rahim. Alhamdulillahi
Rabbil Alamin, penulis ucapkan karena atas karunia dan rahmat Allah-lah
skripsi ini dapat terselesaikan.
Pembahasan tentang “Peran Agama sebagai Motivasi di Kalangan
Militer Kodam IV Diponegoro (Studi Kasus; Batalyon Arhanudse-15)”,
semoga dapat memberi manfaat untuk melahirkan ide-ide dan pemikiran baru
yang dapat merumuskan tentang Peranan Agama di segala bidang tidak hanya
dalam kalangan militer.
Penulis mohon maaf apabila ada pihak-pihak yang merasa tersinggung,
tanpa sengaja demi penjelasan tulisan ini dan penulis berterimakasih kepada
pihak-pihak yang secara tidak langsung membantu terselesaikannya skripsi
ini.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Amin, M., Studi Agama; Normalitas atau Historis, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1996
Arifin, H.M, Psikologi Dakwah (Suatu Pengantar Studi) PT. Bulan Bintang, Jakarta, 1977
Arikunto, Suharsini, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Rineka Cipta, Jakarta, 1996
Az-Zahrani, Dr. Musfir, bin Said, Konseling Terapi, PT. Gema Insani, Jakarta, 2005
Bactiar, Wardi, Metodologi Penelitan Ilmu Dakwah, Logos, Jakarta, 1997
Castles, Lance, ABRI dan Kekerasan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1999
Diamond, Larry, dan Plattner, F. Marc. (ed), Hubungan Sipil – Militer dan Konsolidasi Demokrasi, PT. Raya Grasindo Persada, Jakarta, 2002
Dister, Mico Syukur, Pengalaman Dan Motivasi Beragama, LEPPENAS, jakarta 1982
Gerungan, W.A, Psikologi Sosial, Eresco, Bandung, 1986
Hadi, Kusuma, H. Hilman, Antropologi Agama Bagian I (Pendekatan Budaya Terhadap Aliran Kepercayaan Agama Hindu, Budha, Khong Hu Cu Di Indonesia), bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 1993
Harahap, Syahrin, dkk., Reformis Untuk Amanah Mewujudkan Kedekatan Relasi Rakyat – TNI Atas Nama Negara), PT. Tiara Wacana, Yogyakarta, 2000
Jalaluddin, Psikologi Agama, PT. Raya Grafindo Persada, 1996
Koentjoroningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Gramedia, Jakarta, 1983
Lubis, H.M. Ridwan, Cetak Biru Peran Agama (Merajut Kerukunan Kesetaraan Gender Dan Demokratisasi Dalam Masyarakat Multi Kultural) PT. Puslitbang Kehidupan Beragama, Jakarta, 2005
Mappatoto, Andi Baso, Siaran Pers Suatu Kilat Penulisan, PT. Gramedia Pustaka Utama, 1993
Moloeng, Lexy, Metode Penelitan Kualitatif, Remaja Rosda Karya, Bandung, 2002
Mulkan, Abdul Munir, Kiai Presiden, Islam dan TNI di Tahun-Tahun Penentuan, UII Press (Anggota IKAPI) Jakarta, 2001
Munawir, Imam, Memahami Prinsip-Prinsip Dasar Al-Islam, PT. Bina Ilmu, Surabaya, 1987.
Nasution, H. Asren, Religiositas TNI, (Refleksi Pemikiran Dan Kepribadian Jendral Besar Sudirman) PT. Prenada Media, Jakarta, 2003
Nasution, Harun, Ensiklopedi Islam Indonesia, PT. Djambatan, jakarta 1999
Nasution, M. Debby, Kedudukan Militer Dalam Islam Dan Peranannya Pada Masa Rasulullah Saw, PT. tiara wacana, Yogyakarta, 2002
Rahmad, H. Dadang, Sosiolog Agama, PT. Remaja Rosda Karya, Bandung, 2002
Samego, Indria, TNI di Era Perubahan, PT. Erlangga, Jakarta, 2000
Sarwono, sarlito wirawan, Pengantar Umum Psikologi, PT. Bulan bintang, jakarta, 1982
Shaw, Martin, Bebas Dari Militer (Analisis Sosiologi Atas Kecenderungan Masyarakat Modern), PT. Pustaka Pelajar, yogyakarta, 2001
Siagian, P. Sondang, Teori Motivasi Dan Aplikasinya, PT. Bina aksara, Jakarta, 1989
Sihab, Quraish, Membumikan al-Quran; fungsi dan peranan wahyu dalam kehidupan masyarakat, PT. Mizan, bandung, 1994
_______________, Wawasan al-Quran; Tafsir Maudhui atas Berbagai Persoalan Umat, PT. Mizan, Bandung, 1996
Syahid, Bakri, Pertahanan Keamanan Nasional, PT. Bagus Arafah, Yogyakarta, 1976
Transkip Rekapitulasi Data Agama Kotama, BALAKPUS triwulan II 2007.
Walgito, Bimo, Pengantar Psikologi Umum, PT. Andi, Yogyakarta, 1981
Ya’qub, H. Hamzah, Etika Islam Pembinaan Akhlakul Karimah, CV. Diponegoro, Bandung, 1993
Yafi, KH. Ali, Menggagas Fiqh Sosial, PT. Mizan Bandung, 1995
______________, Teologi sosial, Telaah Kritis Persoalan Agama dan Kemanusiaan, LKPSM, Yogyakarta, 1997
Yahya, Imam, Tradisi Militer Dalam Islam, Logung Pustaka, Yogyakarta, 1999
Yayasan Penyelenggara Terjemah al-Quran, al-Quran dan Terjemahnya, Departemen Agama RI, CV. Diponegoro, Bandung, 2005