pembenihan ikan patin
DESCRIPTION
PendahuluanTRANSCRIPT
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Patin siam (Pangasius hypothalamus) merupakan jenis ikan
konsumsi air tawar asli indonesia. Daging ikan patin memiliki kandungan
kalori dan protein yang cukup tinggi, rasa daging yang khas, enak, lezat
dan gurih sehingga digemari oleh masyarakat. Ikan patin dinilai lebih
aman untuk kesehatan karena kadar kolesterolnya rendah dibandingkan
dengan daging hewan ternak. Selain itu ikan patin memiliki beberapa
kelebihan lain, yaitu ukuran per individunya besar dan di alam panjangnya
bisa mencapai 120 cm.
Pembenihan ikan patin merupakan salah satu tahap pada proses
budidaya ikan patin. Tahapan ini dikatakan tahapan yang rentan terhadap
kematian sebelum benih ikan patin siap untuk dibesarkan menjadi ikan
konsumsi, apabila pada tahap ini mengalami kegagalan, produksi benih
ikan patin tidak dapat memenuhi permintaan pasar. Walaupun permintaan
di tingkat pasaran lokal akan ikan patin dan ikan air tawar lainnya selalu
mengalami pasang surut, namun dilihat dari jumlah hasil penjualan secara
rata – rata selalu mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Dengan melihat
kondisi ini maka kegiatan pembenihan ikan patin siam sangat perlu
dikembangkan.
Oleh karena itu, berbagai upaya yang dapat dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan benih tersebut dengan cara mengembangkan usaha
pembenihan yang berkesinambungan. Berdasarkan hal tersebut di atas,
1
2
maka perlu dilakukan praktek tentang teknik pembenihan ikan patin yakni
di Balai Budidaya Ikan Sentral (BBIS), Jl Raya Mandor, Desa Kepayang
Kecamatan Sungai Pinyuh Kabupaten Pontianak.
1.2. Tujuan
Tujuan dan Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini adalah, untuk
mengetahui teknik pembenihan ikan patin siam (Pangasius hypothalamus)
serta faktor-faktor pendukung lainnya dalam kegiatan pembenihannya di
BBIS Anjongan dan sebagai media studi banding antara pengetahuan yang
telah didapatkan dibangku kuliah dengan yang didapat dilapangan.
1.3. Manfaat
Manfaat dari PKL ini adalah menambah pengetahuan dan
keterampilan mahasiswa, pengalaman kerja serta memberikan informasi
mengenai teknik pembenihan ikan Patin yang baik. membantu Unit
Pembenihan untuk meningkatkan hasil produksi benih ikan Patin Siam
sehingga dapat menyediakan benih ikan Patin Siam bagi pembudidaya di
Kalimantan Barat dan sebagai mitra kerja bagi kampus Universitas
Muhammadiyah Pontianak untuk mempraktekan hasil pembelajaran yang
di dapat mahasiswa/ mahasiswi dari kampus di Balai Budidaya Ikan
Sentral (BBIS) Anjongan Kalimantan Barat, Jl Raya Mandor, Desa
Kepayang Kecamatan Sungai Pinyuh Kabupaten Pontianak.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Klasifikasi dan Biologi Ikan Patin Siam (Pangasius Hypothalamus)
2.1.1. Klasifikasi Ikan Patin Siam (Pangasius Hypothalamus)
Klasifikasi ikan patin siam (Pangasius Hypothalamus) menurut
Heru Susanto, ( 2009 ) adalah sebagai berikut :
Phylum : Chordata
Class : Pisces
Ordo : Ostariophysi
Subordo : Siluroidea
Family : Pangasidae
Genus : Pangasius
Spesies : Pangasius Hypothalamus
Nama Inggris : Catfish
Nama Lokal : Patin Siam
II.2. Morfologi
Badan ikan patin memanjang, bagian punggung berwarna kebiruan
mengilap cerah dan bagian perut berwarna putih mengilat. Ikan patin
memiliki satu jari – jari keras pada sirip dada dan satu jari – jari keras pada
sirip punggung yang disebut patil yang berfungsi sebagai senjata.
3
4
Posisi mulut ikan patin agak ke bawah menandakan ikan lebih
menyukai makan di bawah permukaan air atau dasar perairan. Ikan patin
tidak bersisik. Sirip ekor ikan patin berbentuk cagak/huruf V dan simetris,
sirip dada mempunyai 12 – 13 jari – jari lunak, dan sirip anus mempunyai
30 – 33 jari – jari lunak dan ujung sirip berwarna putih.
II.3. Kebisaan Hidup
Patin biasanya hidup di lubang atau di gua – gua di dasar perairan.
Ikan ini bersifat nockturnal atau menjauhi cahaya dan bergerak aktif pada
malam hari. Patin termasuk ikan dasar yang hidup di sungai besar dan
muara sungai. Daging ikan patin sangat gurih dan lezat sehingga sagat
digemari oleh masyarakat (Susanto, H. 2006).
Di alam ikan ini termasuk pemakan segala (omnivora). Patin dapat
memakan ikan – ikan kecil, cacing, detritus, serangga, biji – bijian udang –
udangan kecil, dam moluska.
Kebiasaan berkembang biak ikan patin sampai sekarang belum bisa
dikawinkan secara alami. Pengembangbiakanya masih membutuhkan
rangsangan agar induk betina mau mengeluarkan telurnya. Rangsangan
yang dilakukan adalah perpaduan antara kawin suntik (induce breeding)
dengan teknik stripping (Susanto, H 2006).
II.4. Penyebaran
Di alam, penyebaran geografis ikan patin cukup luas, hampir di
seluruh wilayah Indonesia. Secara alami ikan ini banyak ditemukan di
sungai-sungai besar dan berair tenang di Sumatera, seperti sungai Way
Rarem, Musi, Batanghari dan Indragiri. Sungai-sungai besar lainnya di
5
Jawa seperti Sungai Brantas dan Bengawan. Bahkan keluarga dekat lele ini
juga dijumpai di sungai-sungai besar di Kalimantan, seperti sungai Kayan,
Berau, Mahakam, Barito, Kahayan dan Kapuas. Umumnya ikan ini
ditemukan di lokasi-lokasi tertentu di bagian sungai, seperti lubuk (lembah
sungai) yang dalam (Agribisnis & Aquacultures, 2008 dalam Hidayat
2013).
Susanto dan Amri dalam Hidayat (2013) mengatakan, ikan patin
bersifat nocturnal atau melakukan aktivitas dimalam hari sebagaimana
umumnya ikan catfish lainnya. Patin suka bersembunyi di dalam liang-
liang di tepi sungai habitat hidupnya dan termasuk ikan dasar, hal ini bisa
dilihat dari bentuk mulutnya yang agak ke bawah.
Ikan ini mampu bertahan hidup pada perairan yang kondisinya
sangat jelek dan akan tumbuh normal di perairan yang memenuhi
persyaratan ideal sebagaimana habitat aslinya. Kandungan Oksigen (O2)
yang cukup baik untuk kehidupan ikan patin berkisar 2-5 ppm dengan
kandungan karbondioksida (CO2) tidak lebih 12,0 ppm. Nilai pH atau
derajat keasaman adalah 7,2-7,5, konsentrasi sulfide (H2S) dan ammonia
(NH3) yang masih dapat ditoleransi oleh ikan patin yaitu 1 ppm. Keadaan
suhu air yang optimal untuk kehidupan ikan patin antara 28-29˚C. ikan
patin lebih menyukai perairan yang memiliki fluktuasi suhu rendah.
Kehidupan ikan patin mulai terganggu apabila suhu perairan menurun
sampai 14-15˚C ataupun meningkat di atas35˚C. aktivitas patin terhenti
pada perairan yang suhunya di bawah 6˚C atau di atas 42˚C (Djariah, 2001
dalam Hidayat, 2013).
6
II.5. Reproduksi
Ikan patin siam betina mencapai dewasa pada umur tiga tahun,
sedangkan jantan adalah pada umur dua tahun. Pemijahan di alam
berlangsung pada musim penghujan yakni sekitar bulan Oktober sampai
November (Ghufran. M, H. Kordi. 2005 dalam Hidayat 2013).
Sistem reproduksi ikan terdiri atas kelamin, gonad kelenjar
hipofisa dan syaraf yang berhubungan dengan perkembangan alat
reproduksi. Secara alami sistem kerja reproduksi ikan yakni disebabkan
oleh lingkungan perairan, seperti suhu, cahaya dan cuaca yang merangsang
hyphothalmus sehingga menghasilkan GnH (Gonadotropin Hormone)
yang berfungsi dalam perkembangan dan pematangan gonad hingga terjadi
pemijahan.
II.6. Pembenihan
Pembenihan adalah proses atau serangkaian kegiatan untuk
menghasilkan benih ikan yang dinilai dari seleksi induk, pemijahan,
perawatan larva sampai pendederan sehingga menghasilkan benih atau
bibit baru (Susanto, 2002 dalam Hidayat, 2013).
2.6.1. Seleksi Induk Matang Gonad
Induk ikan patin siam (Pangasius Hypothalmus) yang akan
dipijahkan diseleksi terlebih dahulu, yaitu dengan memilih induk-induk
betina dan jantan yang telah matang gonad atau sudah bisa dipijahkan.
Penangkapan induk dilakukan dengan mengurangi volume air kolam
7
sampai mencapai ketinggian 20cm dari dasar kolam. Penangkapan induk
dapat dilakukan secara hati-hati untuk menghindari terjadinya stres pada
induk ikan patin.
Menurut Khairuman (2007) dalam Hidayat (2013), ciri-ciri induk
ikan patin siam (Pangasius Hypothalmus) yang telah matang gonad antara
lain :
Tabel 1. Ciri-ciri induk patin siam (Pangasius Hypothalmus) yang
siap dipijahkan
No Induk Betina Induk Jantan
1 Perut membesar ke arah anus Gerakannya lincah dan gesit
2 Keluar beberapa butiran telur
berbentuk bundar dan berukuran
seragam jika bagian di sekitar
kloaka ditekan
Keluar cairan sperma
berwarna putih susu dan
kental jika bagian perut
diurut kearah anus
3 Genetikal membengkak dan
berwarna merah tua
Alat kelamin membengkak
dan berwarna merah muda
4Perut terasa empuk dan halus saat
dirabaKulit perut lembek dan tipis
5 Umur ± 2,5 tahun Umur minimum 2 tahun
6 Berat minimum 3 kg/ekor Berat minimum 2 kg/ekor
8
2.6.2. Pemijahan
Ikan patin termasuk salah satu jenis ikan yang sulit dipijahkan
secara alami jika tidak berada di habitat aslinya. Untuk itu perlu di lakukan
pemijahan sistem Induced breeding (kawin suntik). Tingkat keberhasilan
pemijahan sistem kawin suntik sangat di pengaruhi oleh tingkat
kematangan gonad induk ikan patin. Faktor lainnya yang juga cukup
berpengaruh adalah kualitas ais dan ketersediaan makanan yang
berkualitas serta kecermatan dalam penanganan atau pelaksanaan
penyuntikan (Khairuman dan suhenda, 2008 dalam Hidayat 2013).
Induced breeding dapat dilakukan dengan menggunakan kelenjar hipofisa
ikan lain, seperti ikan Mas (Cyprinus carpio). Selain itu, dapat juga
dilakukan dengan menggunakan kelenjar hipofisa buatan yang
mengandung hormon gonadotropin yang dikenal dengan Ovaprim.
Dewasa ini, pemijahan ikan patim siam (Pangasius Hypothalmus)
pada umumnya dilakukan dengan menggunakan ovaprim. Penyuntikan
ovaprim di lakukan di belakang sirip punggung ikan dengan kemiringan
45°. Setelah itu, induk patin siam yang telah disuntik selanjutnya di
simpan di dalam waring yang di pasang di dalam kolam bak/kolam dengan
air yang mengalir.
2.7. Pemeliharaan Larva
2.7.1. Perawatan Larva
Larva ikan patin siam ditampung sementara ditempat
penampungan larva. Tempat penampungan larva berupa kain hapa (trilin)
9
yang dipasang di dalam bak penampungan larva. Hal tersebut di
maksudkan guna memudahkan pemanenan larva saat akan dipindahkan ke
tempat pemeliharaan. Larva ikan patin siam (Pangasius Hypothalmus)
yang baru berumur satu hari dari corong penetasan,di ambil dengan
menggunakan scop net halus secara hati-hati. Agar larva ikan patin tidak
mengalami stres, kualitas air ditempat penampungan larva dan tempat
pemeliharaan, khususnya suhu atau temperatur harus mendekati sama
(Khairuman dan suhenda 2008 dalam Hidayat, 2013). Pada saat penebaran
larva, aerasi sebaiknya dikecilkan, ketinggian air pada bak pemeliharaan di
upayakan 20-50 cm dan padat penebaran optimal 100 ekor/liter air.
2.7.2. Pakan dan Pemberian Pakan
Menurut Djariah (2001) dalam Lisna Sari (2012), larva ikan patin
belum sanggup memakan makanan dari luar selama masih tersedia
cadangan makanan berupa kuning telur yang melekat di bawah perutnya,
karena rongga mulut larva baru terbuka menjelang cadangan makanannya
terserap habis. Setelah kuning telurnya habis, larva ikan patin yang
berumur 4-5 hari dapat memakan plankton dan zooplankton yang
berukuran kecil seperti Brachionus calicyflorus, Synchaeta sp, Notholca
sp, Polyarthra platyptera, Hexarthra mira, Brachionus falcatus,
Concchibus sp, Filina sp, Brachionus angularis, dan Kratella guadrata.
Sedangkan benih ikan patin yang telah berumur 20 hari hingga menjelang
menjadi benih muda dapat memakan plankton yang lebih besar seperti
Paramaecium, Artemia sp, Moina sp, Dhapnia dan Copepoda.
10
2.7.3. Pengelolaan Kualitas Air
Kualitas air merupakan salah satu faktor penting yang harus
diperhatikan dalam melakukan kegiatan pembenihan ikan patin siam
(Pangasius Hypothalumus). Air yang digunakan untuk pembenihan ikan
patin siam harus bersih dan jernih serta tidak mengandung kaporit. Hal
tersebut di maksudkan agar telur-telur ikan patin siam yang sedang
ditetaskan dapat menetas dengan sempurna. Menurut Kordi (2005) dalam
Lisna Sari (2013), air yang digunakan dalam pembenihan patin harus
memenuhi syarat-syarat kualitas air yang baik seperti oksigen, suhu, pH,
kecerahan dan sebagainya. Sumber air yang dapat digunakan yakni bisa
berasal dari sumur pompa yang biasa digunakan untuk keperluan keluarga
ataupun sumur pompa tersendiri yang dibuat terpisah. Selain itu, air hujan
juga dapat digunakan untuk mengairi kolam yang terlebih dahulu
ditampung di dalam kolam penampungan dan diendapkan (Lisna Sari,
2012). Selanjutnya pergantian air dilakukan 3 hari sekali. Cara pergantian
air merupakan cara yang benar-benar dapat menghilangkan kotoran dan
dapat memperbaiki kualitas air secara nyata (Lisna Sari, 2012).
Menurut Khairuman (2006) dalam Hidayat (2013), Parameter
kualitas air untuk pemeliharaan ikan patin yakni sebagai berikut :
11
Tabel 2. Parameter kualitas air untuk pemeliharaan ikan patin
No Parameter Batas Toleransi
1 Suhu (°C) 26 – 31
2 pH (ppm) 6 – 8,9
3 Oksigen Terlarut (mg/I) > 4
4 Salinitas (ppt) 0 – 4
2.8. Pemanenan
Pemanenan dilakukan setelah ikan patin mencapai ukuran tertentu,
biasanya setelah dipelihara selama satu bulan. Pemanenan dilakukan pada
pagi hari saat suhu air masih rendah guna menghindari ikan patin
mengalami stres. Pemanenan dilakukan dengan mengeringkan kolam
secara perlahan-lahan, yaitu dengan menutup saluran pemasukan air dan
membuka saluran pembuangan atau pengeluaran yang terletak di dasar
kolam. Agar ikan patin tidak ada yang lolos, sebaiknya pintu pengeluaran
air dipasang saringan.
Setelah tanah dasar kolam kering dan airnya hanya ada di kemalir,
ikan patin digiring dari arah pemasukan air sampai berkumpul di pintu
pengeluaran. Selanjutnya, ikan ditangkap dengan menggunakan alat
tangkap yang tidak merusak atau yang dapat menyebabkan ikan luka-luka.
Alat yang umumnya digunakan adalah scop net (serokan). Setelah itu, ikan
patin siam ditampung sementara dengan air yang mengalir menggunakan
jaring atau hapa.
12
III. METODE PRAKTEK
3.1. Waktu dan Tempat
Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini dilaksanakan selama 2 bulan yaitu
terhitung sejak februari sampai dengan maret 2014, di Balai Budidaya
Ikan Sentral (BBIS) Anjongan Kalimantan Barat, Jl Raya Mandor, Desa
Kepayang Kecamatan Sungai Pinyuh Kabupaten Pontianak.
3.2. Alat dan Bahan
Untuk menunjang kegiatan pembenihan ikan patin, dibutuhkan
peralatan-peralatan dan bahan selama kegiatan berlangsung. Alat dan
bahan yang digunakan dalam pembenihan ikan patin (Pangasius
hypopthalmus) adalah sebagai berikut.
Bahan yang digunakan dalam pembenihan ikan patin djambal
adalah:
- Induk ikan patin jantan 2 ekor dan betina 1 ekor, dengan berat
induk betina 2,8 kg, dan induk jantan 2,5 kg.
- Pakan induk patin dengan pemberian 3 % digunakan untuk
pematangan induk, pemberian pakan larva patin berupa artemia,
dan pemberian pakan benih patin yaitu pakan DOA.
- Pupuk organik digunakan untuk menumbuhkan pakan alami dalam
kolam pendederan.
- Kapur dolomite untuk memberantas hama dan penyakit serta
menetralkan pH tanah.
- Cairan tanah kuning untuk menghilangkan daya rekat telur
12
13
- Ovaprim untuk merangsang ovulasi.
Alat-alat yang dibutuhkann dalam kegiatan pembenihan ikan patin siam
adalah:
- Timbangan digunakan untuk menimbak induk dan telur
- Akuarium dengan ukuran panjang 90 cm, lebar 40 cm, dan
tinggi 40 cm sebanyak 23 buah untuk penetasan telur dan
perawatan larva patin.
- Bulu ayam digunakan untuk mengaduk sperma dan telur
- Aerator yang berfungsi sebagai penyuplai oksigen
- mikroskop digunakan untuk mengamati perkembangan telur.
3.3. Prosedur Praktek Kerja Lapangan (PKL)
3.3.1. Persiapan produksi
Sebelum melakukan pembenihan ikan Patin Siam, hal pertama yang
harus dilakukan yaitu persiapan alat, bahan, wadah dan media pembenihan
ikan yang sangat menunjang keberhasilan dalam pembenihan.
3.3.2. Pengadaan Induk
Pengadaan induk bertujuan untuk memenuhi kebutuhan induk-
induk yang berkualitas. Dalam kegiatan ini ada beberapa langkah kerja
yang dilakukan yaitu :persiapan alat dan bahan (persiapan bak induk,
serokan, kantong plastik dan timbangan.
14
3.3.3. Pengelolaan Induk
Pengelolaan induk bertujuan untuk menyediakan induk yang
matang gonad dan siap untuk dipijahkan. Dalam kegiatan ini ada beberapa
langkah kerja yang dilakukan yaitu : Penempatan induk, Pemberian pakan,
pengamatan kualitas air, pengamatan kesehatan ikan.
3.3.4. Pemijahan ikan
Adapun tujuan dari proses pemijahan ikan Patin Siam adalah untuk
mendapatkan fertilisasi yang optimal. Langkah kerja yang dilakukan
adalah : Seleksi induk matang gonad, pemberokan, penyuntikan,ovulasi
dan fertilisasi.
3.3.5. Penetasan telur
Wadah penetasan telur berupa corong-corong penetasan. Untuk
menjamin keberhasilan penetasan, corong penetasan dipersiapkan satu hari
sebelum pemijahan. Menurut Khairuman dan Sudenda (2008) dalam
Hardianto (2013), adapun langkah-langkah persiapan wadah penetasan
telur ikan patin (Pangasius hypopthalmus), sebagai berikut :
1. Semua wadah di unit pembenihan patin, seperti corong penetasan
telur, tempat perawatan larva, bak filter air dan bak penampungan
air bersih, dicuci bersih dan dikeringkan.
2. Untuk menghindari kontaminasi jamur atau bakteri, corong-
corong penetasan telur dapat pula direndam dalam larutan PK
(Kalium Permanganat) sebanyak 20 ppm atau dengan Malachite
Green sebanyak 5 ppm selama 30 menit.
15
3. Setelah semua wadah dipersiapkan, langkah selanjutnya adalah
memasukkan air bersih ke semua wadah.
Telur-telur ikan patin yang akan ditetaskan dituangkan ke dalam
corong penetasan, lalu disebarkan menggunakan bulu ayam. Air pun harus
dialirkan dengan cara mengatur debit air dengan menggunakan keran agar
telur selalu terangkat di dalam corong tersebut. Karena jika telur
menumpuk akan mengakibatkan pembusukan. Telur yang dibuahi akan
mengalami perkembangan sedikit demi sedikit dan menetas menjadi larva.
3.3.6. Pemeliharaan larva
Larva ikan patin ditampung sementara di tempat penampungan
larva. Tempat penampungan larva berupa kain hapa (trilin) yang dipasang
di dalam bak penampungan larva. Hal tersebut dimaksudkan guna
memudahkan pemanenan larva saat akan dipindahkan ke tempat
pemeliharaan. Larva ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus) yang baru
berumur satu hari yang terbawa arus air dari corong penetasan, diambil
dengan menggunakan scop net halus secara hati-hati. Agar larva patin
tidak mengalami stres, kualitas air di tempat penampungan larva dan
tempat pemeliharaan, khususnya suhu atau temperatur harus mendekati
sama (Khairuman dan Sudenda, 2008 dalam Hardianto 2013).
3.3.7. Persiapan kolam pendederan
Tujuan dari persiapan kolam pendederan adalah mendapatkan
kolam yang siap dan layak untuk membudidayakan ikan benih baik dari
segi konstruksi kolam, kesuburan dan kualitas air. Adapun langkah kerja
16
yang mesti dilakukan adalah : pengolahan dasar kolam (meliputi :
pengeringan kolam, peneplokan, pencagkulan dasar kolam, dan pembuatan
kemalir), pengapuran, pemupukan, pengisian air, dan pengendalian hama.
3.3.8. Pendederan dan Pemeliharaan Benih
Pemeliharaan larva untuk mencapai ukuran benih yang
dikehendaki. Langkah kerja yang dilakukan adalah : melakukan
pendederan, pemeliharaan benih, pengamatan kulitas air, pengamatan
kesehatan ikan, dan pengamatan pertumbuhan.
3.3.9. Panen Benih
Panen benih bertujuan untuk mengambil benih yang telah
dipelihara yang telah mencapai ukuran yang diinginkan oleh
pembeli.langkah kerja yang dilakukan adalah pengeringan kolam,
memanen benih, dan mengumpulkan benih.
3.4. Metode Pengumpulan Data
3.4.1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya,
diamati, dan dicatat untuk pertama kalinya. Data primer merupakan data
yang diperoleh ditempat pelaksanaan kegiatan praktek kerja lapangan
(PKL) yang meliputi:
1. Fekunditas.
Fekunditas yaitu jumlah telur masak sebelum dikeluarkan
pada waktu ikan memijah. Untuk mengetaui fekunditas, menurut
Zonneveld dan Huisman (1991) dalam Lisna Sari (2012), dapat
dihitung mengunakan rumus.
17
F = x n
keterangan :
F : Fekunditas
W : Berat telur seluruhnya
n : jumlah telur yang dihitung saat sampling (butir)
w : Berat sampel sebagian kecil telur (ml)
2. Persentase Telur Terbuahi
Persentase telur yang terbuahi dapat ditentukan dengan
menggunakan metode pengambilan sampel telur yang ada di dalam
wadah diambil dengan cara pengadukan air di dalam baskom
dengan sampel basah 3 ml. Persentase telur yang terbuahi dihitung
dengan menggunakan rumus :
FR= Telur terbuahijumlah telur awal
x 100 %
3. Hatching Rate (HR %)
Hatching rate dapat dilakukan dengan mengetahui FR yaitu
dengan mengambil sampel dari sekitar kakaban dan dapat
diketahui dengan menggunakn rumus :
HR = Jumlah telur menetasJumlah telur terbuahi
x 100 %
18
4. Tingkat Kelangsungan Hidup Larva dan Benih (SR %)
Larva dan benih pada pendederan I dan II akan dianalisis
tingkat kelangsungan hidupnya. Untuk mengetahui tingkat
kelngsungan hidup larva dan benih dapat dihitung dengan rumus :
SR¿ NtNo
x 100 %
Dimana : SR = Persentase kelansungan hidup (%)
No = jumlah individu pertama kali ditebar
Nt = Jumlah Individu setelah pemeliharan
3.4.2. Data Sekunder
Data sekunder yaitu pengambilan data yang dilakukan dengan cara
mengutip atau menjadikan buku sebagai literatur untuk melengkapi data
primer. Data-data yang biasa di ambil dari buku yang menjadi literatur
dalam data sekunder biasanya berupa tabel–tabel, gambar, ataupun kutipan
pernyataan seseorang ataupun penulis buku tersebut, pengumpulan data
sekunder diperoleh dari hasil penelitian pihak lain, data yang didapat dari
instansi atau lembaga perkantoran yang menyediakan catatan dan laporan
mengenai data yang kita butuhkan.
Data sekunder yang diambil dari kegiatan praktek kerja lapangan ini
adalah sejarah berdirinya Usaha, Keadaan Umum Lokasi, struktur
organisasi, fasilitas ataupun publikasi lainya mengenai lokasi PKL.
19
Adapun metode yang digunakan antara lain :
1. Metode Studi Pustaka
Metode studi pustaka adalah suatu metode atau cara
memperoleh data dan mengumpulkan informasi–informasi dari
berbagai literatur dan mengkaji sumber–sumber pustaka yang
berhubungan dengan masalah yang diamati.
2. Metode Partisipatif
Metode ini merupakan praktek langsung dilapangan,
berperan aktif dalam kegiatan yang dilakukan oleh responden
selama pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan (PKL) berlangsung.
3. Metode Wawancara
Metode wawancara adalah pengumpulan data dengan cara
berkomunikasi secara langsung dan memberikan pertanyaan–
pertanyaan kepada teknisi atau orang yang ahli dalam hal tekhnik
pembenihan ikan patin.
4. Metode Deskriptif
Metode yang mengklasifikasikan, menganalisa,
menginterprsetasikan data secara akurat dan optimal sehingga
20
diperoleh hasil yang baik. Menganalisa usaha yang baik dan layak
dalam Mengelola atau Manajemen Induk.
3.5. Analisis finansial
Analisa finansial dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa
metode yaitu analisa laba / rugi, revenue cost ratio (R/C), payback period
(PP) dan break event point (BEP). Analisa laba / rugi bertujuan untuk
mengetahui besarnya keuntungan atau kerugian dari usaha yang dikelola.
Suatu usaha yang menguntungkan akan memiliki nilai penerimaan lebih
besar daripada total pengeluaran. Rumus yang digunakan untuk
menghitung laba / rugi yaitu (Effendi dan Oktariza, 2006 dalam Lisna Sari
2012) :
Keuntungan = Penerimaan - (Total biaya tetap – Total biaya
variabel)
Analisa (R/C) merupakan alat untuk melihat keuntungan relative
suatu usaha dala satu tahun terhadap biaya yang dipakai dalam kegiatan
tersebut. Suatu usaha dikatakan layak bila R/C lebih besar dari 1 (R/C >
1). Hal ini menggambarkan semakin tinggi nilai R/C maka tingkat
keuntungan suatu usaha semakin tinggi. Rumus yang digunakan untuk
menghitung R/C yaitu (Effendi dan Oktariza, 2006 dalam Lisna Sari,
2012) :
21
R/C= Total PenerimaanTotal Biaya Tetap + Total Biaya Variabel
Analisis Payback period (PP) bertujuan untuk mengetahui waktu
tingkat pengembalian investasi yang telah ditanam pada suatu jenis usaha.
Secara umum, rumus yang digunakan yaitu (Effendi dan Oktariza, 2006
dalam Lisna Sari, 2012) :
PP= Total Investasi x 1 tahunKeuntungan
Analisa BEP merupakan alat analisa untuk mengetahui batas nilai
produksi atau volume produksi suatu usaha mencapai titik impas (tidak
untung dan tidak rugi). Usaha dinyatakan layak bila nilai BEP produksi
lebih besar dari jumlah unit yang sedang diproduksi saat ini. Sementara
BEP harga harus lebih rendah daripada harga yang berlaku saat ini.
Rumus yang digunakan untuk menghitung BEP yaitu (Effendi dan
Oktariza, 2006 dalam Lisna Sari) :
BEP Produksi = Total Biaya / Harga Penjualan
BEP harga = Total biaya / Total Produk
22
DAFTAR PUSTAKA
Amri, K dan Khairuman, AgroMedia Pustaka, 2008.
Agribisnis & Aquacultures. 2008. Prospek Usaha Ikan Patin Menjanjikan.
Effendi dan Oktariza, 2006. Telaah Kualitas Air, Bagi Pengelolaan Sumber
Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta.
Hardianto. 2013. Teknik Pembenihan Ikan Patin Siam (Pangasius
Hypothalamus) di Unit Pembenihan Budidaya Ikan Air Tawar Sekolah
Usaha Perikanan Menengah Pontianak (SUPM). Laporan PKL. Pontianak.
Hidayat. 2013. Teknik Pembenihan Ikan Patin Siam (Pangasius
Hypophthalmus) di Balai Benih Ikan Lokal (BBIL) Di Desa Pasti Jaya
Kecamatan Samalantan Kabupaten Bengkayang. Laporan PKL. Pontianak.
Sari, L. 2012. Tehnik Pembenihan Ikan Patin Siam (Pangasius Hypopthalmus)
di Unit Pembenihan Ikan Sentral (UPIS) Anjongan Kabupaten Pontianak.
Laporan PKL. Pontianak.
Partosuwiryo, S. dan Irfan, M. 2011. Kiat Sukses Budidaya Ikan Patin. PT
Citra Aji Parama. Yogyakarta.
Prasetyo, H. 1993. Pembenihan dan Pembesaran Ikan Air Tawar. Penebar
Swadaya.Jakarta. 56 hal
Pemeliharaan Larva. 2008. Ikan Patin. http:/id. Usniarie. Blogspot. Com.
15/11/2013/.09:30
23
Susanto, H. dan Khairul Amri. 2002. Budidaya Ikan Patin. Penebar Swadaya.
Jakarta.90 hal.
Susanto, H. 2009. Pembenihan dan Pembesaran Patin. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Susanto, H. 2006. Budidaya Ikan di Pekarangan. Penebar Swadaya. Jakarta.