pembelajaran biologi menggunakan model … · 2013-07-22 · research council) (dalam rahman, dkk....

12
JURNAL INKUIRI ISSN: 2252-7893, Vol 1, No 3, 2012 (hal 183-194) http://jurnal.pasca.uns.ac.id 183 PEMBELAJARAN BIOLOGI MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES SAINS UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR DAN HASIL BELAJAR Yokhebed 1) , Suciati Sudarisman 2) , Widha Sunarno 3) 1 Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sains, Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret Jl. Ahmad Yani 78124, Pontianak, Kalimantan Barat, Indonesia [email protected] 2 Program Studi Pendidikan Sains, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Jl.Ir. Sutami 36 A 57126, Surakarta, Indonesia [email protected] 3 Program Studi Pendidikan Sains, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Jl.Ir. Sutami 36 A 57126, Surakarta, Indonesia [email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan membuat rancangan dan mengimplementasikan model pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan keterampilan proses, dan mengetahui peningkatan motivasi belajar dan hasil belajar pada mahasiswa yang mengikuti pembelajaran model pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan keterampilan proses sains. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dilaksanakan dalam 3 siklus, masing-masing siklus terdiri atas empat tahapan yaitu: perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Penelitian dilaksanakan di Program Studi Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Tanjungpura Pontianak pada bulan Maret-Juni 2012. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik observasi, angket, tes. Uji beda rerata hasil belajar menggunakan uji paired samples T test. Motivasi dan hasil belajar ranah kognitif, afektif dan keterampilan proses sains (KPS) mengalami peningkatan. Mahasiswa yang memiliki motivasi tinggi Pra Siklus, Siklus I, II, III (31,57%; 63,15%; 68,42%; 79%). Pada ranah kognitif jumlah mahasiswa yang lulus Pra Siklus, Siklus I, II, III (26, 31%; 68,42%; 89,47%; 94,73%). Pada ranah afektif rata-rata nilai pada Pra Siklus, Siklus I, II, III (31,08; 75,20; 82,6; 87,42). Nilai rata-rata KPS Pra Siklus, Siklus I, II, III (52,81; 58,10; 61,62; 78,38). Dengan demikian disimpulkan: 1) dapat dibuat rancangan model pembelajaran berbasis masalah dengan keterampilan proses sains, 2) model pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan keterampilan proses sains dapat diterapkan pada mahasiswa Pendidikan Biologi semester II mata kuliah Pengetahuan Lingkungan, 3) dapat meningkatkan motivasi belajar dan hasil belajar mahasiswa Pendidikan Biologi FKIP UNTAN semester II pada mata kuliah Pengetahuan Lingkungan Tahun Akademik 2011/2012. 4) terdapat perbedaan signifikan Keterampilan Proses Sains antara siklus II dan siklus III (sign = 0,000); 5) terdapat perbedaan signifikan hasil belajar kognitif antara Siklus I dan Siklus II (sign = 0,000); 6) terdapat perbedaan signifikan hasil belajar ranah afektif antara Pra Siklus dan Siklus I (sign = 0,000) , Siklus I dan Siklus II (sign = 0,000), Siklus II dan Siklus III (sign = 0,000). Kata kunci: Pembelajaran Berbasis Masalah, Pendekatan Keterampilan Proses Sains, Motivasi Belajar, Hasil Belajar. Pendahuluan Mutu lulusan dari pendidikan dasar atau pendidikan tinggi yang dihasilkan (out put dan out come) harusnya selaras dengan Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) akhir-akhir ini yang berkembang sangat pesat. Lulusan pendidikan nasional harus memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif sesuai standar mutu nasional dan internasional. Sejalan dengan perkembangan IPTEK yang pesat dan perubahan masyarakat yang dinamis, perlu disiapkan warga negara Indonesia yang mampu bersaing bebas dan memiliki ketangguhan dalam berpikir, bersikap, dan bertindak berdasarkan pemahaman tentang konsep-konsep dan prinsip- prinsip sains serta penerapannya melalui kurikulum sains. Poedjadi (2005) menyatakan bahwa : Diharapkan pendidikan sains dapat menghasilkan anggota masyarakat yang memahami sains dan teknologi serta kaitannya dengan kepentingan masyarakat

Upload: others

Post on 26-May-2020

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

JURNAL INKUIRI

ISSN: 2252-7893, Vol 1, No 3, 2012 (hal 183-194)

http://jurnal.pasca.uns.ac.id

183

PEMBELAJARAN BIOLOGI MENGGUNAKAN MODEL

PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENDEKATAN

KETERAMPILAN PROSES SAINS UNTUK MENINGKATKAN

MOTIVASI BELAJAR DAN HASIL BELAJAR

Yokhebed1)

, Suciati Sudarisman2)

, Widha Sunarno3)

1Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sains, Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret

Jl. Ahmad Yani 78124, Pontianak, Kalimantan Barat, Indonesia

[email protected]

2Program Studi Pendidikan Sains, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret

Jl.Ir. Sutami 36 A 57126, Surakarta, Indonesia

[email protected]

3Program Studi Pendidikan Sains, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret

Jl.Ir. Sutami 36 A 57126, Surakarta, Indonesia

[email protected]

Abstrak Penelitian ini bertujuan membuat rancangan dan mengimplementasikan model pembelajaran berbasis masalah

dengan pendekatan keterampilan proses, dan mengetahui peningkatan motivasi belajar dan hasil belajar pada

mahasiswa yang mengikuti pembelajaran model pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan

keterampilan proses sains. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dilaksanakan dalam 3

siklus, masing-masing siklus terdiri atas empat tahapan yaitu: perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi.

Penelitian dilaksanakan di Program Studi Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP)

Universitas Tanjungpura Pontianak pada bulan Maret-Juni 2012. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik

observasi, angket, tes. Uji beda rerata hasil belajar menggunakan uji paired samples T test.

Motivasi dan hasil belajar ranah kognitif, afektif dan keterampilan proses sains (KPS) mengalami peningkatan.

Mahasiswa yang memiliki motivasi tinggi Pra Siklus, Siklus I, II, III (31,57%; 63,15%; 68,42%; 79%). Pada ranah kognitif jumlah mahasiswa yang lulus Pra Siklus, Siklus I, II, III (26, 31%; 68,42%; 89,47%; 94,73%).

Pada ranah afektif rata-rata nilai pada Pra Siklus, Siklus I, II, III (31,08; 75,20; 82,6; 87,42). Nilai rata-rata KPS

Pra Siklus, Siklus I, II, III (52,81; 58,10; 61,62; 78,38). Dengan demikian disimpulkan: 1) dapat dibuat

rancangan model pembelajaran berbasis masalah dengan keterampilan proses sains, 2) model pembelajaran

berbasis masalah dengan pendekatan keterampilan proses sains dapat diterapkan pada mahasiswa Pendidikan

Biologi semester II mata kuliah Pengetahuan Lingkungan, 3) dapat meningkatkan motivasi belajar dan hasil

belajar mahasiswa Pendidikan Biologi FKIP UNTAN semester II pada mata kuliah Pengetahuan Lingkungan

Tahun Akademik 2011/2012. 4) terdapat perbedaan signifikan Keterampilan Proses Sains antara siklus II dan

siklus III (sign = 0,000); 5) terdapat perbedaan signifikan hasil belajar kognitif antara Siklus I dan Siklus II (sign

= 0,000); 6) terdapat perbedaan signifikan hasil belajar ranah afektif antara Pra Siklus dan Siklus I (sign = 0,000)

, Siklus I dan Siklus II (sign = 0,000), Siklus II dan Siklus III (sign = 0,000).

Kata kunci: Pembelajaran Berbasis Masalah, Pendekatan Keterampilan Proses Sains, Motivasi Belajar, Hasil

Belajar.

Pendahuluan

Mutu lulusan dari pendidikan dasar atau

pendidikan tinggi yang dihasilkan (out put dan

out come) harusnya selaras dengan Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

(IPTEK) akhir-akhir ini yang berkembang sangat

pesat. Lulusan pendidikan nasional harus

memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif sesuai standar mutu nasional dan internasional.

Sejalan dengan perkembangan IPTEK yang pesat

dan perubahan masyarakat yang dinamis, perlu

disiapkan warga negara Indonesia yang mampu

bersaing bebas dan memiliki ketangguhan dalam

berpikir, bersikap, dan bertindak berdasarkan pemahaman tentang konsep-konsep dan prinsip-

prinsip sains serta penerapannya melalui

kurikulum sains. Poedjadi (2005) menyatakan bahwa :

“Diharapkan pendidikan sains dapat

menghasilkan anggota masyarakat yang

memahami sains dan teknologi serta kaitannya dengan kepentingan masyarakat

JURNAL INKUIRI

ISSN: 2252-7893, Vol 1, No 3, 2012 (hal 183-194)

http://jurnal.pasca.uns.ac.id

184

serta mampu membangun suatu masyarakat

yang memiliki literasi sains dan teknologi.” Pembelajaran dalam konteks

mempersiapkan sumber daya manusia abad 21

mengacu pada konsep belajar yang memberi

pengalaman pada peserta didik seperti yang

dicanangkan UNESCO (dalam Poedjiadi, 2005) yaitu"Learning to do, learning to know, learning

to be, and learning to live to-gether".

Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

proses pembelajaran agar peserta didik secara

aktif mengembangkan potensi dirinya sehingga

memiliki kekuatan spiritual, kecerdasan, kepribadian, akhlak mulia serta keterampilan

yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan

negara (UU No. 20 tahun 2003). Dengan demikian, dalam proses pembelajaran harus

melibatkan mahasiswa secara aktif dan tidak

hanya menekankan pada aspek kognitif namun juga pada aspek psikomotor dan afektif.

Pembelajaran yang diharapkan adalah

pembelajaran yang inovatif, relevan dengan

kebutuhan dan peran aktif mahasiswa dalam pembelajaran. Pendekatan pembelajaran yang

inovatif itu berpusat pada mahasiswa (student

centered) dan terkait dengan permasalahan

kehidupan sehari-hari. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Tanjungpura Pontianak khususnya program studi pendidikan Biologi merupakan

salah satu Lembaga Pendidikan dan Tenaga

Pendidikan yang memiliki visi sebagai penghasil pendidik dalam bidang studi Biologi yang

profesional dan berkompetensi berbasis IPTEK

berwawasan tropik khatulistiwa pada tahun 2020.

Kompetensi yang dimaksud menurut Undang Undang Pasal 14 Tahun 2005 (dalam Sagala,

2011) tentang Guru dan Dosen adalah

kompetensi pedagogik, profesional, sosial, dan kepribadian. Dengan demikian FKIP khususnya

program studi pendidikan Biologi sebagai

penyedia tenaga pendidik (guru) biologi seyogyanya mempersiapkan calon pendidik yang

profesional dan memiliki kompetensi yang

diharapkan.

Biologi sebagai salah satu bidang sains menyediakan berbagai pengalaman belajar untuk

memahami konsep dan proses sains. Biologi

berkaitan dengan cara mencari tahu dan memahami tentang alam secara sistematis,

sehingga biologi bukan hanya penguasaan

kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip saja tetapi juga

merupakan suatu proses penemuan (inquiry). Hal

tersebut dapat dilakukan dengan bekerja secara

ilmiah. Pembelajaran biologi menekankan pada pemberian pengalaman secara langsung,

sehingga mahasiswa perlu dibantu untuk

mengembangkan sejumlah keterampilan proses

sains supaya mereka mendapatkan pengetahuan dan terbentuk sikap ilmiah. Bruner (dalam Dahar,

1989) menyatakan bahwa “siswa-siswa

hendaknya belajar melalui partisipasi aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip

mereka dianjurkan untuk memperoleh

pengalaman dan melakukan eksperimen-

eksperimen yang mengizinkan mereka untuk menemukan prinsip-prinsip itu sendiri“. Hal

tersebut menunjukkan bahwa dosen tidak begitu

saja memberikan pengetahuan kepada mahasiswa, tetapi mahasiswa yang harus aktif

membangun pengetahuan dalam pikiran mereka

sendiri. Menurut Ausubel (dalam Ango, 2002) “dengan belajar hafalan, mereka hanya mampu

menulis definisi dan daftar, tetapi mereka tidak

mampu memecahkan masalah”. Dengan

demikian pembelajaran harus mengembangkan tujuan pada ranah kognitif tingkat tinggi agar

mahasiswa mampu memecahkan masalah. Berdasarkan Standar Pendidikan Sains

Nasional Amerika (United States National

Research Council) (dalam Rahman, dkk. Tanpa

Tahun) dinyatakan bahwa dalam pembelajaran di LPTK, metode mengajar hendaknya lebih

memperhatikan pada keterampilan teknik

pengambilan keputusan, teori dan penalaran. Proses penyiapan calon guru sains khususnya

Biologi perlu mendapat perhatian karena

berkaitan erat dengan mutu peserta didik dan

perkembangan pendidikan sains (Biologi). Pembelajaran sains di Indonesia belum

optimal. Berdasarkan data PISA (Program for

International Student Assessment) 2009 dalam laporan Organisation for Economic Co-

Operation and Development 2010 penguasaan

bidang sains peserta didik Indonesia (tingkatan usia 15 tahun ) hanya memperoleh skor 383 dari

skor tertinggi yaitu 575 yang diperoleh

Shanghai-Cina dan berada pada peringkat 60 dari

65 dari seluruh negara peserta. Peserta didik dari Indonesia tidak dapat menjawab soal-soal pada

level 5 dan 6 yang merupakan soal-soal dalam

bentuk yang kompleks. Hal ini menunjukkan masih rendahnya kualitas pembelajaran yang

berdampak pada rendahnya hasil belajar siswa.

Oleh sebab itu mahasiswa FKIP sebagai calon guru diharapkan telah memiliki kemampuan-

JURNAL INKUIRI

ISSN: 2252-7893, Vol 1, No 3, 2012 (hal 183-194)

http://jurnal.pasca.uns.ac.id

185

kemampuan seperti pemecahan masalah, analisis

dan evaluasi agar dapat melatihkannya pada

siswa-siswi ketika telah menjadi seorang guru. Rendahnya penguasaan sains (Biologi)

juga terjadi di LPTK khususnya pada mahasiswa

Pendidikan Biologi FKIP UNTAN semester II

khususnya yang mengikuti mata kuliah pengetahuan lingkungan. Keterampilan-

keterampilan yang harus dimiliki peserta didik,

seyogyanya telah diterapkan pada mahasiswa sebagai calon pendidik (guru) dalam

perkuliahan. Berdasarkan pengalaman dan

pengamatan di kelas pada mata kuliah

Pengetahuan Lingkungan UNTAN dosen cenderung menerapkan model pembelajaran

konvensional dengan metode ceramah, sehingga

kurang melibatkan mahasiswa dalam pembelajaran. Pembelajaran masih terpusat pada

dosen, mahasiswa hanya mencatat, menyimak

dan memberi tanggapan. Konsep-konsep dalam pembelajaran hanya diperoleh secara pasif,

akibatnya belajar secara hapalan. Dosen

cenderung kurang memberikan pembelajaran

yang mendorong mahasiswa agar mampu memecahkan masalah dan menggunakan

keterampilan proses sains.

Pembelajaran dan penilaian masih berorientasi pada hafalan atau ingatan dan

pemahaman, kurang mengembangkan

kemampuan memecahkan masalah berupa soal-soal yang membutuhkan keterampilan berpikir

tingkat tinggi. Selain itu, dosen masih belum

mengembangkan pengukuran dan penilaian pada

ranah afektif dan psikomotor secara komprehensif. Pelaksanaan praktikum masih

berupa langkah-langkah yang berurutan seperti

resep (cookery book type), mahasiswa belum diberi kesempatan merancang percobaan.

Meskipun pada saat melaksanakan

perkuliahan dosen memberikan pertanyaan yang

berbentuk problem solving tetapi secara klasikal, mahasiswa kesulitan dalam memberikan

pemecahan masalah. Hal tersebut tampak dari

jawaban yang diberikan mahasiswa yang belum optimal. Hanya 30% dari seluruh mahasiswa

yang dapat memberikan pemecahan masalah. Pada proses pembelajaran mahasiswa

cenderung pasif dalam aktivitas pembelajaran,

hal ini ditunjukkan oleh sikap mahasiswa yang

cenderung kurang terlibat aktif dalam pembelajaran terutama dalam pemecahan

masalah. Gejala tersebut menunjukkan motivasi

belajar mahasiswa cenderung masih rendah.

Mata kuliah Pengetahuan Lingkungan

merupakan mata kuliah dengan bobot 2 SKS

teori dan 1 SKS praktikum. Penyampaian teori dilaksanakan dalam 1(satu) kali pertemuan dalam

satu minggu. Karakteristik materi pengetahuan

lingkungan merupakan materi yang konkrit dan

pada kehidupan sehari-hari banyak sekali permasalahan yang berhubungan dengan masalah

lingkungan yang dapat dijadikan acuan dalam

pembelajaran. Pada mata kuliah pengetahuan lingkungan salah satu kompetensi dasar yang

dicapai bahwa mahasiswa dapat memecahkan

permasalahan yang terjadi di lingkungan sekitar.

Pembelajaran yang dilaksanakan selama ini cenderung masih tekstual dan masih kurang

menggunakan isu-isu atau masalah yang terjadi

dilingkungan sekitar sebagai acuan dalam pembelajaran. Selain itu, pembelajaran mata

kuliah Pengetahuan Lingkungan yang

dilaksanakan cenderung kurang mengembangkan keterampilan proses sains

terutama keterampilan proses sains terintegrasi

seperti membuat definisi operasional,

menginterpretasi data, berhipotesis dan mengontrol variabel.

Dengan demikian diperlukan model

pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan pemecahan masalah, keterampilan

sosial, sikap ilmiah dan keterampilan proses

sains. Pembelajaran berbasis masalah adalah belajar dengan memanfaatkan masalah dan

mahasiswa harus melakukan pencarian atau

penggalian informasi (inquiry). Pembelajaran

berbasis masalah ini dapat melibatkan mahasiswa untuk berpikir analisis logis dan kritis,

penggunaan analogi dan berpikir divergen,

integrasi kreatif dan sintesis. Pada pembelajaran berbasis masalah, mahasiswa diperhadapkan

dengan masalah-masalah autentik dalam

kehidupan sehari-hari. Situasi ini menjadi titik

tolak pembelajaran untuk memahami konsep atau prinsip dan memecahkan masalah tersebut

melalui investigasi dan penyelidikan (Arends,

2008). Sintaks model pembelajaran berbasis masalah terdiri dari 5 tahap yaitu orientasi

masalah, mengorganisasikan mahasiswa belajar,

membimbing penyelidikan individu dan kelompok, mengembangkan dan menyajikan

hasil karya, menganalisis dan mengevaluasi

proses pemecahan masalah.

Model pembelajaran berbasis masalah memiliki beberapa keuntungan yaitu menekankan

pada makna, meningkatkan pemahaman diri,

mengembangkan keterampilan berpikir,

JURNAL INKUIRI

ISSN: 2252-7893, Vol 1, No 3, 2012 (hal 183-194)

http://jurnal.pasca.uns.ac.id

186

mengembangkan sikap memotivasi diri,

hubungan tutor antara dosen dan mahasiswa

(Yazdani dalam Nur, 2011). Model pembelajaran berbasis masalah melibatkan kerja kelompok

untuk memecahkan masalah sebagai fokus utama

dalam pembelajaran. Konsep dan teori dari

berbagai disiplin ilmu dapat dipelajari dengan pemecahan masalah melalui keterampilan proses

sains.

Pendekatan keterampilan proses sains melibatkan mahasiswa dalam proses

pembelajaran agar terampil dalam memproses

pengetahuan menggunakan proses-proses fisik,

intelektual dan sosial seperti menginterpretasi data, menyimpulkan, mengkomunikasikan data,

merancang percobaan dan lain lain. Mahasiswa

dilatih untuk bekerja sesuai metode ilmiah untuk menemukan produk sains berupa konsep, prinsip,

hukum, fakta-fakta baru dan teori-teori. Dengan

demikian penggunaan model pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan

keterampilan proses diprediksi dapat mengatasi

permasalahan motivasi belajar dan hasil belajar

yang rendah pada mahasiswa semester II Pendidikan Biologi FKIP UNTAN mata kuliah

Pengetahuan Lingkungan.

Metode Penelitian

Setting penelitian dilaksanakan pada

mahasiswa Pendidikan Biologi semester II FKIP

Universitas Tanjungpura Tahun Akademik

2011/2012 pada mata kuliah Pengetahuan

Lingkungan. Penelitian dilaksanakan dari bulan

Maret 2012 –Juni 2012. Penelitian ini merupakan

Penelitian Tindakan Kelas dilaksanakan dalam 3

siklus. Masing- masing siklus terdiri atas tahapan

perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi.

Pengumpulan data dilakukan dengan

menggunakan teknik tes untuk mengukur prestasi

belajar kognitif dan keterampilan proses sains.

Hasil belajar pada ranah afektif di ukur

menggunakan teknik non tes menggunakan

lembar observasi dan angket. KPS diukur

menggunakan lembar observasi dan tes.

Pengukuran motivasi belajar dilakukan tiap akhir

siklus dengan menggunakan angket. Analisis data

melalui tahapan reduksi data, penyajian data,

kesimpulan, dan verifikasi.

Indikator kinerja pada penelitian tindakan

kelas ini yaitu pada penilaian ranah kognitif batas

kelulusan ditentukan sebesar 60 dengan jumlah mahasiswa yang lulus sebesar 75%. Ranah

afektif dan KPS minimal mencapai nilai rata-rata

75 pada akhir siklus dan capaian per indikator sebesar 75%. Indikator kinerja motivasi belajar

mencapai 75% mahasiswa dengan kategori

motivasi tinggi. Menurut Mulyasa (2010)

pembelajaran dikatakan berhasil apabila seluruhnya atau setidaknya sebagian besar (75%)

peserta didik terlibat aktif baik fisik, mental

maupun sosial dalam proses pembelajaran, disamping menunjukkan kegairahan belajar yang

tinggi, semangat yang besar, dan rasa percaya

pada diri sendiri. Sedangkan dari segi hasil, proses pembelajaran dikatakan berhasil apabila

terjadi perubahan perilaku pada peserta didik

setidaknya sebagian besar (75%).

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Deskripsi data mengenai perbandingan hasil

Observasi pelaksanaan tahapan pembelajaran di sajikan pada Tabel 1. Sedangkan data mengenai

pelaksanaan PTK tiap siklus di sajikan pada

Tabel 2. Tabel 1. Hasil Observasi Pelaksanaan Pembelajaran Biologi Menggunakan Model Pembelajaran Berbasis Masalah dengan

Pendekatan KPS Tahap Siklus 1 Siklus II Siklus III

Orientasi masalah Pada tahap ini dosen memberikan

masalah dalam bentuk wacana,

mahasiswa mendengar-kan penjelasan

dosen dan membaca permasalahan.

Pada tahap ini belum terlihat mahasiswa

yang bertanya atau mengajukan

pendapat mengenai permasalahan yang

diberikan. Rumusan masalah yang

disampaikan mahasiswa sebagian besar

sudah mengarah pada tahap pemecahan

masalah namun belum spesifik.

Pada tahap ini, masalah di

sampaikan dalam bentuk

wacana. Mahasiswa pada tahap

ini menentukan permasalahan

dan sebagian besar 16

mahasiswa telah menentukan

permasalahan yang mengarah

pada pemecahan masalah.

Sementara 3 orang mahasiswa

masih belum menunjukkan

pemecahan masalah yang logis.

Masalah diberikan dalam

bentuk wacana, hampir semua

kelompok sudah dapat

menentukan permasalahan.

Namun dalam merumuskan

masalah ada 1 kelompok yang

merumuskan masalah belum

mengarah pada pemecahan

masalah.

Mengorganisasikan

mahasiswa belajar

Setelah dibagi dalam 4 kelompok

belajar, mahasiswa membagi tugas

dengan anggota kelompoknya untuk

bersama-sama memecahkan

permasalahan. Berdasarkan pengamatan

mahasiswa merencanakan percobaan

belum menggunakan referensi atau

Pada tahap ini mahasiswa

mulai diarahkan untuk

merencanakan percobaan

berupa alat penjernih dan

penyaringan air. Hanya ada 3

kelompok yang merencanakan

percobaan berdasarkan sumber

Semua kelompok sudah

menggunakan sumber belajar

dari jurnal untuk mendukung

pemecahan masalah.

JURNAL INKUIRI

ISSN: 2252-7893, Vol 1, No 3, 2012 (hal 183-194)

http://jurnal.pasca.uns.ac.id

187

sumber belajar lain.

belajar

(internet dan bahan ajar)

Tahap Siklus 1 Siklus II Siklus III

sedangkan 1 (satu) kelompok

belum menggunakan sumber

belajar

Membim-bing inves-

tigasi kelompok dan

individu

Mahasiswa:

saat mendisku-sikan pemeca-han

masalah, semua kelom-pok kesulitan

dalam merum-uskan hipotesis, definisi

operasional dan menginterpre-tasi data.

Hal tersebut tampak pada banyaknya

anggota kelompok yang bertanya pada

dosen.

Hanya satu kelompok yang mengontrol

variabel.

Dosen: cenderung kurang memberikan

kesempatan mahasiswa untuk bertanya

pada saat menjelaskan prosedur

pelaksanaan percobaan. Bimbingan

dilakukan pada kelompok-kelompok.

Pada tahap ini semua

mahasiswa sudah mulai

memahami menentukan

variabel termasuk manipulasi

variabel bebas dan mengontrol

variabel. Pada saat membuat

definisi operasional sebagian

besar masih kesulitan. Pada

tahap ini, ada satu kelompok

yaitu kelompok 3 yang

melakukan pengulangan

pembuatan alat penyaringan

air.

Dosen memberikan bimbingan

dengan mendatangi tiap-tiap

kelompok untuk menanyakan

kesulitan masing- masing

kelompok

Penyelidikan dilakukan selama

2 minggu pengamatan, setiap

kelompok aktif untuk

melakukan pengukuran dan

memantau proses pembuatan

kompos.

Mengem-bangkan dan

menyaji-kan hasil

karya

Hasil karya berupa presentasi hasil

percobaan, na-mun dalam menyajikan-

nya masih ada 1 (satu) kelompok

mahasiswa yang belum sistematis

mengkomunika-sikannya.

Tahap ini dibagi menjadi dua

bagian yaitu mempresentasi-

kan rancangan pembuatan alat

penjernih dan penyaringan air

dan mendemonstrasikan alat

yang telah dibuat. Setiap

anggota kelompok terlibat aktif

dalam mempresentasi-kan serta

mendemonstrasikannya.

Hasil karya disajikan dalam

bentuk presentasi dan

menunjukan produk berupa

kompos.

Menganalisis dan

mengevaluasi

pemecahan masalah

Pada kegiatan diskusi dan tanya jawab

mahasiswa masih pasif, dosen

memberikan pertanyaan-

pertanyaan

Masing-masing kelompok

mengomentari atau

memberikan masukan pada

kelompok lain mengenai

rancangan masing-masing

Berdasarkan hasil analisis dan

evaluasi, terdapat satu

kelompok yang masih

memerlukan waktu tambahan

Tahap Siklus 1 Siklus II Siklus III

untuk mengarahkan mahasiswa agar

dapat merefleksi proses pemecahan masalah yang telah dilakukan.

kelompok mengomentari atau

memberikan masukan pada

kelompok lain mengenai

rancangan alat yang dibuat.

Dosen memotivasi mahasiswa

untuk mengajukan pertanyaan,

kemudian menanyakan pada

setiap kelompok alasan

penyusunan atau rancangan alat

yang di kerjakan mahasiswa.

Berdasarkan hasil analisis dan

evaluasi, terdapat satu

kelompok yang masih

memerlukan waktu tambahan

untuk membuat kompos.

Tabel 1 menunjukkan pada pelaksanaan pembelajaran sudah mengalami peningkatan dari siklus

1 hingga siklus 3. Tabel 2. Perbandingan Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas Tiap Siklus

Siklus Tahapan

Perencanaan Tindakan dan observasi Refleksi

1 a. Membuat SAP sesuai

tahapan model

pembelajaran berbasis

masalah dengan

pendekatan keterampilan

proses sains

b. Merancang LKM sesuai

tahapan kegiatan

pembelajaran

c. Membuat perangkat

penilaian ranah kognitif,

afektif, psikomotor dan

motivasi belajar.

a. Dosen memberikan motivasi dan apersepsi

b. Dosen mengorienta-sikan masalah melaui

wacana

c. Dosen mengorgani-sasikan mahasiswa belajar

d. Dosen membimbing investigasi kelompok dan

individu

e. Mengembangkan dan

menyajikan hasil karya berupa laporan

f. Menganalisis dan mengevaluasi proses

pemecahan

masalah.

Kelebihan: Dosen sudah mengarahkan

mahasiswa untuk menemukan

permasalahan berdasarkan wacana

Kekurangan:

a. Pemecahan masalah belum

menggunakan referensi

b. Hasil karya mahasiswa hanya berupa

laporan

c. Dosen belum membimbing pada

masing-masing individu

d. Dosen belum

memberikan

kesempatan bertanya

JURNAL INKUIRI

ISSN: 2252-7893, Vol 1, No 3, 2012 (hal 183-194)

http://jurnal.pasca.uns.ac.id

188

e. Mahasiswa belum melakukan

pengontrolan varibel

Siklus Tahapan

Perencanaan Tindakan dan observasi Refleksi

f. Mahasiswa masih belum memahami

istilah-istilah definisi operasional dan

variabel.

2 a. Merancang SAP dengan

perencanaan sbb: pada

tahap mengorganisasi- kan

mahasiswa belajar, dosen

merencanakan untuk

memberikan penegasan

untuk menggunakan

sumber/referensi dalam

pemecahan masalah.

Dosen mengarahkan

mahasiswa untuk

mengontrol variabel dan

membuat variabel

manipulasi.

b. Pada tahap

mengembangkan dan

menyajikan hasil karya,

dosen merencanakan

mengarahkan mahasiswa

membuat produk berupa

alat penjernih dan

penyaringan air.

c. Dosen merencanakan

membimbing mahasiswa

baik kelompok maupun

individu

d. Dosen merencanakan

memberikan kesempatan

bertanya selama kegiatan

perkuliahan.

e. Merancang LKM sesuai

tahapan kegiatan

pembelajaran.

f. Membuat perangkat

penilaian ranah kognitif,

afektif, psikomotor dan

motivasi belajar.

a. Dosen memberikan motivasi dan apersepsi

b. Dosen mengorienta-sikan masalah melalui

wacana

c. Dosen mengorgani-sasikan mahasiswa belajar,

mengarahkan mahasiswa mengguna

kan referensi untuk memecahkan masalah

d. Dosen membimbing investigasi kelompok dan

individu, dosen mendekati tiap-tiap kelompok

dan individu membimbing mahasiswa

merencana

kan percobaan dan praktikum

e. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

berupa proses dan hasil pembauatan alat

penjernih air.

f. Menganalisis dan mengevaluasi proses

pemecahan masalah

dosen memberikan kesempatan bertanya dan

memberikan pendapat.

Kelebihan:

a. Dosen sudah mengarahkan mahasiswa

mencari referensi pendukung untuk

memecahkan masalah

b. Dosen sudah mengarahkan mahasiswa

untuk membuat produk berupa alat

penjernih dan penyaringan air.

c. Sebagian besar Mahasiswa sudah

memahami istilah-istilah definisi

operasional, variabel dan memanipula-

si variabel serta mengontrol variabel.

d. Mahasiswa sudah melakukan

pengontrolan variabel dalam praktikum

sesuai rancangan percobaan.

Kekurangan:

Dosen belum mengarahkan mahasiswa

untuk mengungkap-kan kelebih-

an dan kelemah-

an proses pemecahan masalah yang

dilaksanakan, sebagian besar masih

kesulitan

membuat definisi operasional.

Siklus Tahapan

Perencanaan Tindakan dan observasi Refleksi

memberikan kesempatan bertanya dan

memberikan pendapat.

membuat definisi operasional.

3 a. Menyusun SAP, pada

tahap membimbing

investigasi kelompok dan

individu, dosen

merencanakan

membimbing mahasiswa

membuat definisi

operasional pada masing-

masing individu.

b. Pada tahap analisis dan

evaluasi pemecahan

masalah dosen

merencanakan untuk

mengarahkan mahasiswa

mengungkapkan kelebihan

dan kelemahan proses

pemecahan masalah.

d. Merancang LKM sesuai

tahapan kegiatan

pembelajaran.

e. Membuat perangkat

penilaian ranah kognitif,

afektif, psikomotor.

a. Dosen memberikan motivasi dan apersepsi.

b. Dosen mengorienta-sikan masalah melalui

wacana.

c. Dosen mengorgani-sasikan mahasiswa belajar,

membimbing mencari jurnal untuk mendukung

pemecahan masalah.

d. Dosen membimbing investigasi kelompok dan

individu, membimbing mahasiswa membuat

definisi operasional

e. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

berupa proses dan hasil pembuatan kompos.

f. Menganalisis dan mengevaluasi proses

pemecahan masalah, membimbing mahasiswa mengungkapkan kelebihan dan kelemahan proses dan hasil pemecahan masalah.

Kelebihan:

a. Dosen sudah dapat membimbing

secara individu.

b. Dosen sudah dapat mengarahkan

mahasiswa untuk aktif dalam diskusi,

tanya jawab.

c. Dosen sudah mengarahkan

mahasiswa dalam memecahkan

masalah dengan sumber berupa

jurnal.

d. Mahasiswa sudah dapat membuat

rancangan percobaan dengan

berbagai manipulasi variabel

pengamatan dan membuat produk

berupa kompos.

e. Mahasiswa sudah dapat menganalisis

dan mengevaluasi proses pemecahan

masalah.

Kekurangan: Dosen masih belum optimal membimbing mahasiswa

membuat definisi operasional.

JURNAL INKUIRI

ISSN: 2252-7893, Vol 1, No 3, 2012 (hal 183-194)

http://jurnal.pasca.uns.ac.id

189

Tabel 2 menunjukkan terdapat perbaikan

pelaksanaan proses pembelajaran berdasarkan

refleksi dari siklus I dan II. Perbandingan persentase kelulusan hasil

belajar ranah kognitif disajikan pada Gambar 1,

perbandingan ketercapaian indikator ranah afektif

antar siklus disajikan pada Gambar 2 dan perbandingan ketercapaian indikator KPS antar

siklus disajikan pada Gambar 3. Sedangkan

perbandingan nilai rata-rata hasil belajar disajikan pada Gambar 4.

Gambar 1. Perbandingan Persentase Kelulusan Hasil

Belajar Kognitif antar Siklus

Gambar 1 menunjukkan bahwa hasil

belajar pada ranah kognitif telah terjadi

peningkatan tiap siklus, dan pada akhir siklus

(94,73%) telah mencapai kriteria kelulusan 75%. Peningakatan hasil belajar yang paling tinggi

yaitu pada Pra Siklus ke Siklus I.

Gambar 2. Perbandingan Ketercapaian Indikator

Ranah Afektif antar Siklus.

Gambar 2 menunjukkan bahwa hasil

belajar pada ranah afektif telah terjadi peningkatan tiap siklus. Pada akhir siklus telah

mencapai kriteria kelulusan 75%. Indikator

keingintahuan lebih tinggi peningkatannya

dibandingkan dengan indikator teliti, kritis dan

kerjasama. Pada indikator kerjasama mengalami

penurunan dari Pra Siklus ke Siklus I.

Gambar 3. Perbandingan Ketercapaian Indikator

KPS antar Siklus

Keterangan:

Pada kegiatan Pra Siklus indikator KPS 4 dan 5 tidak diobservasi. KPS 1 = Mengajukan Pertanyaan KPS 2 = Membuat Hipotesis KPS 3 = Merancang Percobaan KPS 4 = Menentukan Variabel KPS 5 = Membuat Definisi Operasional KPS 6 = Melakukan Pengukuran

KPS 7 = Mengkomunikasikan Data KPS 8 = Menginterpretasi Data KPS 9 = Menyimpulkan

Gambar 3 menunjukkan pada akhir siklus

masing-masing indikator mencapai kriteria ketercapaian 75%, namun pada indikator

membuat definisi operasional (38,2%) belum

mencapai kriteria yang ditetapkan 75%.

Gambar 4. Perbandingan Motivasi Belajar antar Siklus

Gambar 4 menunjukkan motivasi belajar

mahasiswa mengalami peningkatan tiap siklus. Pada akhir siklus mencapai 78,94% melebihi

kriteria ketercapaian yang ditetapkan 75%.

0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%

100%

PRASIKLUS

SIKLUS1

SIKLUS2

SIKLUS3

J

U

M

L

A

H

K

E

L

U

L

U

S

A

N

LULUS

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%K

E

T

E

R

C

A

P

A

I

A

N

Indikator Ranah Afektif

Pra siklus

Siklus 1

Siklus 2

Siklus 3

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

KPS1

KPS2

KPS3

KPS4

KPS5

KPS6

KPS7

KPS8

KPS9

K

E

T

E

R

C

A

P

A

I

A

N

INDIKATOR KPS

PRASIKLUSSIKLUS 1

SIKLUS 2

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

PRASIKLUS

SIKLUS1

SIKLUS2

SIKLUS3

K

E

T

E

R

C

A

P

A

I

A

N

MotivasiTinggi

JURNAL INKUIRI

ISSN: 2252-7893, Vol 1, No 3, 2012 (hal 183-194)

http://jurnal.pasca.uns.ac.id

190

Gambar 5. Perbandingan Nilai Rata-Rata Hasil Belajar

dan KPS antar Siklus

Berdasarkan gambar 5 dapat dilihat bahwa

peningkatan hasil belajar dari yang tertinggi

secara berurutan dari Pra siklus ke siklus III

yaitu ranah afektif (selisih 56,34), ranah kognitif (selisih 34,43), dan KPS (selisih 25,35).

Data penelitian berupa hasil belajar

kognitif, afektif dan KPS dianalisis statistik menggunakan uji Paired Samples T Test.

Rangkuman hasil uji statistik disajikan pada

Tabel 3. Tabel 3. Rangkuman Uji Paired Samples T Test

Pair Siklus Sign Kesimpulan Ho

Keterampilan

Proses Sains

Pra Siklus-Siklus I 0,203 Diterima

Siklus I- Siklus II 0,220 Diterima

Siklus II- Siklus

III

0,000 Ditolak

Kognitif Pra Siklus-Siklus I 0,113 Diterima

Siklus I- Siklus II 0,000 Ditolak

Siklus II- Siklus

III

0,054 Diterima

Afektif Pra Siklus-Siklus I 0,000 Ditolak

Siklus I- Siklus II 0,000 Ditolak

Siklus II- Siklus

III

0,000 Ditolak

Hasil Penelitian Tindakan Kelas pada

mahasiswa pendidikan Biologi semester II FKIP UNTAN pada mata kuliah Pengetahuan

Lingkungan menunjukkan adanya peningkatan

dan motivasi belajar dan hasil belajar pada ranah kognitif, afektif, serta KPS. Pada kegiatan awal,

dosen mengeksplorasi pengetahuan awal yang

sudah dimiliki mahasiswa dengan mengajukan pertanyaan- pertanyaan berdasarkan apa yang

sudah diketahui mahasiswa dengan materi yang

akan dipelajari. Menurut Piaget (dalam Dahar,

1989) konsep-konsep yang sudah dimiliki mahasiswa tersebut akan mengalami proses

asimilasi. Konsep-konsep tersebut memudahkan

mahasiswa untuk memecahkan masalah. Pembelajaran berbasis masalah dengan

pendekatan keterampilan proses sains diawali

dengan menghadirkan masalah yang terdapat di

sekitar lingkungan mahasiswa. Masalah autentik

yang dijadikan acuan pada proses pembelajaran

dapat memotivasi mahasiswa untuk belajar. Masalah yang diberikan dapat menimbulkan

banyak solusi atau cara pemecahan masalah

sehingga menimbulkan pertanyaan-pertanyaan

dalam pikiran mahasiswa. Berdasarkan hasil penelitian Chin & Chia (2006) menyebutkan masalah yang tidak terstuktur menstimulasi siswa

untuk mengajukan pertanyaan yang memetakan kegiatan mereka, yang mengarah pada

penyelidikan independen. Mahasiswa didorong

untuk mencari cara pemecahan masalahnya

melalui berbagai sumber belajar diantaranya internet dan buku ajar. Proses ini mendorong

kemandirian belajar mahasiswa.

Pada tahap mengorganisasikan mahasiswa belajar, mahasiswa dibagi menjadi 4 kelompok

yang heterogen. Kelompok yang dibentuk

bersama-sama mendiskusikan pemecahan masalah, memberikan pendapat dan mengajukan

pertanyaan pada anggota kelompok lainnya.

Menurut Arends (2008) kolaborasi atau

kerjasama pada kelompok-kelompok belajar dapat mendorong penyelidikan dan dialog

bersama dan mengembangkan keterampilan

berpikir dan keterampilan sosial. Keterampilan sosial menurut Vigotsky akan memacu

pertukaran ide-ide baru dan memperkaya

perkembangan intelektual. Pada tahap membimbing investigasi

kelompok dan individu, dosen berperan sebagai

fasilitator. Namun pada siklus I dosen masih

kurang dalam membimbing mahasiswa secara individu. Pada tahap penyelidikan dosen

memberikan bimbingan khususnya pada saat

mengajukan pertanyaan, merumuskan hipotesis, merancang percobaan, menentukan variabel dan

membuat definisi operasional. Keterampilan-

keterampilan tersebut masih baru bagi

mahasiswa. Sedangkan untuk menginterpretasi data, mengkomunikasikan data, dan

menyimpulkan sudah pernah dilakukan

mahasiswa pada saat membuat laporan praktikum pada mata kuliah semester I. Kegiatan

membimbing mahasiswa untuk melakukan

investigasi sangat penting dilakukan karena peran pembimbing untuk mengarahkan mahasiswa

mengkonstruksi pengetahuannya.

Mahasiswa melakukan investigasi dengan

menggunakan pengamatan langsung untuk menemukan informasi dan menyelesaikan

masalah. Proses ini mengembangkan hands on,

minds on, hearts on activity. Bruner (dalam

0102030405060708090

100

Kognitif Afektif KPS

N

I

L

A

I

R

A

T

A

-

R

A

T

A

HASIL BELAJAR

Pra Siklus

Siklus 1

Siklus 2

Siklus 3

JURNAL INKUIRI

ISSN: 2252-7893, Vol 1, No 3, 2012 (hal 183-194)

http://jurnal.pasca.uns.ac.id

191

Arends, 2008) menekankan pentingnya proses

penemuan (discovery learning) yang dilakukan

dalam kegiatan pembelajaran. Strategi-strategi mahasiswa dalam kegiatan investigasi dalam

pemecahan masalah membantu mahasiswa

berpikir analitis (Jacobsen et al, 2009). Selain

itu secara tidak langsung mereka memperoleh informasi sebagai hasil kegiatan investigasi.

Mahasiswa dapat menemukan informasi-

informasi dengan bantuan (scaffolding) yang dilakukan oleh dosen atau teman yang lebih

mampu. Pada saat mahasiswa melakukan

investigasi mahasiswa melakukan pengukuran

yang membutuhkan ketelitian. Pada tahap ini mahasiswa juga dilatih untuk teliti dalam

membaca petunjuk kerja dalam pelaksanaan

kegiatan investigasi. Pada tahap menyajikan dan

mengembangkan hasil karya pada siklus I hanya

berupa laporan, namun pada siklus II dan siklus III hasil karya sudah dihasilkan dalam bentuk

produk berupa alat penjernih air dan kompos.

Pada keterampilan merancang percobaan

mahasiswa merancang alat dan dilanjutkan dengan membuat produk berupa alat penjernih air

dan kompos. Pembuatan produk ini juga sebagai

hasil pemecahan masalah. Proses pemecahan masalah dengan menghasilkan hasil karya yang

bermanfaat bagi masyarakat secara tidak

langsung telah membangun literasi sains bagi mahasiswa. Literasi sains yang dikembangkan

pada materi pengolahan limbah secara biologi

telah memanfaatkan bioteknologi sederhana

(pemanfaatan mikroorganisme) pada pembuatan kompos berdasarkan pengetahuan yang telah

dimiliki mahasiswa. Berdasarkan hasil penelitian

Mei et al. (2007) temuan menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan dalam persepsi

siswa tentang kompetensi keterampilan proses

sains. Persentase siswa yang sangat tinggi

menunjukkan bahwa program ini telah membuat siswa lebih sadar akan relevansi sains dalam

kehidupan.

Pada tahap analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah, mahasiswa melakukan

refleksi berdasarkan proses pemecahan masalah

yang dilakukan. Pada proses ini mahasiswa diberikan kesempatan untuk berdiskusi,

memberikan masukan, dan mengkritisi proses

pemecahan masalah yang dilakukan kelompok

lain. Kegiatan yang demikian melatih keterampilan berpikir yang kritis, analitis dan

evaluatif terhadap proses pemecahan masalah

yang terdiri atas banyak solusi. Keterampilan

berpikir yang muncul pada saat proses

pembelajaran merupakan salah satu ciri

keterampilan berpikir tingkat tinggi. Keterampilan berpikir tingkat tinggi menurut

Holbrook & Rannikmae (2009) salah satu cirinya

adalah mampu menempatkan, mengumpulkan,

menganalisis, dan mengevaluasi sumber- sumber informasi ilmiah dan teknologi serta dapat

menggunakan sumber-sumber dalam

memecahkan masalah, membuat keputusan dan mengambil tindakan. Dosen berperan

memberikan konfirmasi kepada mahasiswa

dalam rangka proses analisis dan evaluasi

pemecahan masalah yang dilakukan bersama-sama mahasiswa. Konfirmasi dilakukan dengan

merefleksi pembelajaran.

Pada kegiatan refleksi proses pembelajaran siklus 1 dan siklus II mahasiswa belum secara

langsung mengungkapkan kelemahan serta

kelebihan dari proses pembuatan alat, namun dosen memberikan pertanyaan-pertanyaan yang

mengarahkan mahasiswa untuk mengevaluasi

proses pemecahan masalah yang dilakukan. Pada

siklus 3 mahasiswa sudah mengevaluasi secara langsung mengenai kelebihan dan kelemahan

pembuatan produk kompos. Dengan demikian

mahasiswa telah dilatih untuk berpikir evaluatif. Peningkatan motivasi belajar terjadi pada

tiap siklus. Menurut Uno (2010) anak akan

tertarik untuk belajar apabila yang dipelajarinya itu sedikit sudah diketahui atau dinikmati

manfaatnya. Pada setiap pertemuan dosen

memberikan masalah yang berada disekitar

lingkungan. Dosen menumbuhkan motivasi mahasiswa secara verbal untuk memberikan

penjelasan mengenai manfaat pembelajaran yang

dilaksanakan, selain itu motivasi diberikan secara visual pada siklus II dan siklus III melalui

gambar-gambar fenomena yang terjadi di

lingkungan. Kondisi yang demikian

menumbuhkan rasa ingin tahu. Menurut Piaget dalam Arends (2008) menyatakan keingintahuan

ini dapat memotivasi mahasiswa untuk

mengkonstruksi pengetahuan secara aktif. Dengan demikian proses pembelajaran menjadi

terpusat kepada mahasiswa (student centered).

Usaha pemberian motivasi yang dilakukan dosen dengan cara verbal dan visual (gambar)

merupakan motivasi ekstrinsik yang mendorong

mahasiswa untuk belajar. Kegiatan yang menarik

dalam belajar menurut Uno (2010) merupakan salah satu indikator motivasi belajar. kegiatan

yang menarik dalam proses pembelajaran yang

dihadirkan dosen berupa kegiatan- kegiatan yang

JURNAL INKUIRI

ISSN: 2252-7893, Vol 1, No 3, 2012 (hal 183-194)

http://jurnal.pasca.uns.ac.id

192

sebelumnya belum pernah dilakukan oleh

mahasiswa. Selain itu kegiatan pembuatan

produk sebagai hasil karya diakhir perkuliahan mendorong mahasiswa memahami bahwa

pembelajaran tersebut bermanfaat bagi kehidupan

di masa akan datang. Dengan demikian akan

tumbuh hasrat atau keinginan untuk belajar dan

berhasil dalam proses pembelajaran. Peningkatan motivasi belajar sejalan

dengan peningkatan hasil belajar. Motivasi belajar telah mendorong tercapainya tujuan

pembelajaran. Berdasarkan proses pembelajaran

yang telah dilaksanakan berdampak pada peningkatan hasil belajar pada ranah kognitif.

Berdasarkan uji paired samples T Test diketahui

terdapat perbedaan rata-rata pada siklus I ke siklus II (p<0,05). Hasil belajar pada ranah

kognitif yang diperoleh mahasiswa yaitu pada

tingkat kognitif menganalisis dan mencipta. Pada

tingkat kognitif menganalisis mahasiswa melakukan identifikasi masalah berdasarkan

wacana kemudian mengorganisasi hubungan-

hubungan yang sistematis dan koheren antar informasi sedangkan pada tingkat kognitif

mencipta mahasiswa merencanakan metode

penyelesaian masalah dan memproduksi suatu hasil karya (Airasian, et al.2010). Pengetahuan

yang dimiliki mahasiswa merupakan hasil

konstruksi mereka sendiri. Proses konstruksi

pengetahuan tersebut mengaitkan antara konsep baru dengan konsep yang telah ada pada struktur

kognitif mahasiswa. Berdasarkan proses tersebut

menurut Ausubel (dalam Dahar,1989) mengakibatkan konsep-konsep yang diperoleh

lebih bermakna sehingga konsep-konsep atau

prinsip prinsip dapat bertahan lebih lama dalam

struktur kognitif mahasiswa. Peningkatan hasil belajar pada ranah

afektif pada setiap siklus pembelajaran

menunjukkan bahwa pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan keterampilan proses

sains mengembangkan sikap ilmiah dan

keterampilan sosial mahasiswa. Hal ini juga didukung oleh hasil uji Paired Samples T Test

menunjukkan Ho ditolak (p<0,05), artinya

terdapat perbedaan nilai rata-rata hasil belajar

afektif Pra Siklus, Siklus I, Siklus II dan Siklus III. Pada tahap mengorganisasikan mahasiswa

belajar dan investigasi melalui kegiatan

merancang percobaan dan melakukan pengukuran, dapat menumbuhkan sikap

kerjasama, ketelitian, rasa ingin tahu dan kritis.

Hal ini relevan dengan hasil penelitian Dwiastuti dan Aryanto (2010) bahwa model pembelajaran

berbasis masalah meningkatkan sikap dan

interaksi mahasiswa dalam belajar serta

meningkatkan motivasi belajar pada mata kuliah Pengetahuan Lingkungan.

Indikator keterampilan proses sains yang

dikembangkan terdiri atas sembilan indikator

yang termasuk keterampilan proses dasar dan terintegrasi. Keterampilan proses menurut

Nuryani (2007) memberikan pengalaman belajar.

Pada siklus 1 indikator merancang percobaaan, menentukan variabel pengamatan, dan membuat

definisi operasional masih belum mecapai

indikator ketercapaian. Namun pada pelaksanaan

tindakan pada siklus berikutnya telah mengalami peningkatan. Pada siklus I kesulitan yang dialami

mahasiswa dalam merancang percobaan adalah

menentukan alat dan bahan yang dibutuhkan dalam percobaan, mahasiswa kesulitan dalam

menentukan variabel dan definisi operasional

karena istilah tersebut belum diketahui sebelumnya. Pada kegiatan konfirmasi dosen

telah mengarahkan mahasiswa mengenai cara

menentukan alat dan bahan percobaan, variabel

dan definisi operasional. Pada siklus II indikator membuat hipotesis

dan menyimpulkan belum mencapai indikator

ketercapaian. Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa dalam merumuskan hipotesis

mahasiswa masih banyak yang belum tepat

dalam menghubungkan variabel bebas dan terikat. Hal tersebut berdampak pada indikator

menyimpulkan yang masih belum sfesifik sesuai

dengan hipotesis atau bertele-tele. Indikator

menginterpretasi data mengalami penurunan dari siklus I, berdasarkan hasil pengamatan diketahui

bahwa mahasiswa masih cenderung kesulitan

dalam menemukan pola-pola berdasarkan data hasil pengamatan.

Berdasarkan hasil uji paired samples T

Test diketahui bahwa untuk siklus II ke siklus III

Ho di tolak (p< 0,05), artinya terdapat perbedaan yang signifikan nilai rata-rata KPS. Pembelajaran

berbasis masalah dengan pendekatan

keterampilan proses sains mengarahkan mahasiswa untuk dapat memecahkan

permasalahan. Upaya mahasiswa memecahkan

masalah dilakukan melalui tahapan keterampilan proses sains. Hal tersebut sejalan dengan

pendapat Brown dan Jegede (dalam Ango, 2002)

bahwa “nilai keterampilan proses pembelajaran

dalam rangka mengembangkan keahlian dalam pemecahan masalah”. Keterampilan proses sains

menurut Nuryani (2007) melibatkan

keterampilan-keterampilan kognitif atau

JURNAL INKUIRI

ISSN: 2252-7893, Vol 1, No 3, 2012 (hal 183-194)

http://jurnal.pasca.uns.ac.id

193

intelektual, manual dan sosial”. Dengan demikian

dalam proses pembelajaran mengembangkan

daya cipta, rasa dan karsa. pada tiap siklus menunjukkan bahwa mahasiswa telah berproses

secara aktif dalam memperoleh pengetahuan.

Peningkatan keterampilan proses sains

Keterampilan yang telah dikembangkan pada proses pembelajaran pada siklus III telah

mencapai indikator ketercapaian, meskipun

masih terdapat satu indikator yang belum berhasil dikembangkan secara maksimal hingga

akhir siklus yaitu keterampilan membuat definisi

operasional. Berdasarkan hasil pengamatan dari

Lembar Kerja Mahasiswa diketahui bahwa mahasiswa belum mengungkapkan cara

mengukur suatu variabel. Menurut Nur (2011)

bahwa definisi operasional harus mendeskripsikan bagaimana variabel harus

diukur. Dosen telah melakukan bimbingan

kepada masing-masing kelompok namun mahasiswa tetap mengalami kesulitan. Namun,

pada proses pengukuran mahasiswa sudah dapat

melakukan pengukuran dengan menunjukkan

peningkatan pada setiap siklus.

Kesimpulan dan Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian dapat

disimpulkan bahwa: 1) Dapat dibuat rancangan model pembelajaran berbasis masalah dengan

pendekatan keterampilan proses sains untuk

meningkatkan motivasi belajar dan hasil belajar pada mahasiswa pendidikan Biologi FKIP

UNTAN semester II mata kuliah pengetahuan

Lingkungan tahun akademik 2011/2012; 2)

Model pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan keterampilan proses sains dapat

diterapkan pada mahasiswa pendidikan Biologi

FKIP UNTAN semester II pada mata kuliah pengetahuan Lingkungan tahun akademik

2011/2012; 3) Pembelajaran berbasis masalah

dengan pendekatan keterampilan proses sains

melibatkan masalah lingkungan dalam belajar sehingga mahasiswa tertarik mengikuti

pembelajaran; 4) Pada kegiatan pembelajaran

mahasiswa merancang percobaan dan melakukan investigasi sehingga mahasiswa aktif melakukan

pemecahan masalah, menumbuhkan kerjasama

dan sikap ilmiah; 5) Motivasi dan hasil belajar ranah kognitif, afektif dan KPS mengalami

peningkatan. Mahasiswa yang memiliki motivasi

tinggi Pra Siklus, Siklus I, II, III (31,57%;

63,15%; 68,42%; 79%). Pada ranah kognitif jumlah mahasiswa yang lulus Pra Siklus, Siklus

I, II, III (26, 31%; 68,42%; 89,47%; 94,73%).

Pada ranah afektif rata-rata nilai pada Pra Siklus,

Siklus I, II, III (31,08; 75,20; 82,6; 87,42) sedangkan nilai rata-rata KPS Pra Siklus, Siklus

I, II, III (52,81; 58,10; 61,62; 78,38); 6) terdapat

perbedaan signifikan Keterampilan Proses Sains

antara siklus II dan siklus III (sign = 0,000); 7) terdapat perbedaan signifikan hasil belajar

kognitif antara siklus I dan Siklus II (sign =

0,000); 8) terdapat perbedaan signifikan hasil belajar ranah afektif antara Pra Siklus dan Siklus

I (sign = 0,000), Siklus I dan Siklus II (sign =

0,000), siklus II dan siklus III (sign = 0,000).

Rekomendasi bagi peneliti lain diharapkan:

1) Melakukan penelitian sejenis dengan cakupan

materi lain yang sesuai dengan karakteristik model pembelajaran berbasis masalah dengan

pendekatan keterampilan proses sains sehingga

dapat diketahui sejauh mana penerapan model ini terhadap hasil belajar dan motivasi belajar; 2)

Mengembangkan penelitian sejenis dengan

meninjau secara khusus aspek kemampuan

pemecahan masalah.

Daftar Pustaka

Airasian, PW., Cruikshank, KA., Mayer, RE.,

Pintrich, PR., Raths, J & Wittrack, MC. (2010).

Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen.

Yogyakarta: Pustaka pelajar.

Ango, ML. (2002). Mastery of Science Process Skill

and Their Effective Use in the Teaching of

Science: An Educology of Science Education in the Nigerian Context. International Journal of

Educology, 16(1): 11-30.

Arends, RI. (2008). Learning to Teach: Belajar untuk

Mengajar. Buku Dua Edisi Ketujuh.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Chin, C. & Chia, L. (2006). Problem- Based

Learning: Using Ill- Struktured Problems in

Biology Project Work. Science Education 90:

44-67 Retrieved 3 Juni 2012 (www.interscience.wiley.com).

Dahar, RW. (1989). Teori-teori Belajar. Jakarta:

Erlangga

Dwiastuti, S dan Aryanto, J. (2010). Implementasi

Model Pembelajaran Berbasis Masalah melalui

Variasi Integrasi outdoor dan indoor Learning

dalam Mata Kuliah Lingkungan pada

Mahasiswa P. Biologi. Hal 277-238 Prosiding

JURNAL INKUIRI

ISSN: 2252-7893, Vol 1, No 3, 2012 (hal 183-194)

http://jurnal.pasca.uns.ac.id

194

Seminar Nasional Pendidikan Biologi FKIP

UNS.

Holbrook, J & Rannikmae, M. (2009). The Meaning

of Scientific Literacy. International Journal of

Environmental & Science Education, 4(3);

275-28.

Jacobsen, DA., Eggen, P & Kauchak, D. (2009).

Methods for Teaching: Metode-Metode

Pengajaran meningkatkan belajar siswa TK-SMA. Edisi Ke-8. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Mei, GTY., Kaling, C., Xinyi, CS., Sing, JSK &

Khoon, KNS. (2007). Promoting Science

Process Skill and the Relevance of Science

Through Science Alive Programe. Proceeding

of the Redesigning Pedagogy: Culture,

Knowledge, and Understanding Conference:

Singapura.

Mulyasa, HE. (2010). Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: Kemandirian Guru

dan Kepala Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara

Nur, M. (2011). Modul Keterampilan Proses Sains

(disadur dari INQURY SKILL ACTIVITY

BOOK yang diterbitkan oleh Prentice-Hall,

Inc.Upper Saddle River, New Jersey 07458

pada tahun 2000). Pusat Sains dan Matematika

Sekolah Universitas Negeri Surabaya.

-------------(2011). Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah. Pusat Sains dan Matematika Sekolah

Universitas Negeri Surabaya

Nuryani.YR. (2007). Keterampilan Proses Sains.

Makalah SPS UPI Bandung.

Organisation for Economic Co-operation and

Development. (2010). PISA 2009 Results: What

Students Know and Can Do – Student

Performance in Reading, Mathematics and

Science (Volume I) Retrieved 6 Agustus 2012

OECD Publishing

http://dx.doi.org/10.1787/9789264091450-en

Poedjiadi, A. (2005). Model Pembelajaran Sains

Teknologi Masyarakat pada Pendidikan

Formal. Hal 15-19. Prosiding Seminar

Nasional Pendidikan IPA. Bandung.

Rahman, T., Sukmadinata, NS dan Poedjiadi, A.

(Tanpa Tahun). Program Pembelajaran

Praktikum Berbasis Kemampuan Generik

(P3BGK) dan Profil Pencapaiannya (Studi

Deskriptif pada Praktikum Fisiologi Tumbuhan

Calon Guru Biologi). Laporan Penelitian. SPS UPI Bandung. (Unpublished).

Sagala, S. (2011). Kemampuan Profesional Guru dan

Tenaga Kependidikan. Bandung: Alfabeta.

Undang Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun

2003. Sistem Pendidikan Nasional. Retrieved

28 Juli 2012 www.dikti.go.id

Uno, HB. (2010). Teori Motivasi dan Pengukurannya

Analisis di Bidang Pendidikan. Jakarta: Bumi

Aksara