pembatalan eksekusi terhadap objek perjanjian...
TRANSCRIPT
PEMBATALAN EKSEKUSI TERHADAP OBJEK PERJANJIAN
FIDUSIA (STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG
1572K/PDT/2015)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh:
ANGGIT HANDOYO
NIM 11140480000016
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1440 H/2018 M
ii
PEMBATALAN EKSEKUSI TERHADAP OBJEK PERJANJIAN FIDUSIA
(STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG 1572K/PDT/2015)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi
Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Disusun Oleh:
Anggit Handoyo
11140480000016
Pembimbing
Dr. M. Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H
NIP. 196702032014111001
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1 4 4 0 H / 2 0 1 8 M
iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
Skripsi yang berjudul “PEMBATALAN EKSEKUSI TERHADAP OBJEK PERJANJIAN FIDUSIA (STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG 1572K/PDT/2015)” telah diajukan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Program Studi Ilmu Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 7 September 2018. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata satu (S-1) pada Program Studi Ilmu Hukum.
Jakarta, September 2018 Mengesahkan Dekan
Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A.
NIP. 196912161996031001
PANITIA UJIAN
1. Ketua : Dr. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H. (.…………….) NIP. 196911211994031001
2. Sekretaris : Drs. Abu Thamrin, S.H., M.Hum. (.…………….) NIP. 1965090819955031001
3. Pembimbing: : Dr. M. Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H (.…………….)
NIP. 196702032014111001
4. Penguji I : Indra Rahmatullah, S.H.I, M.H. (.…………….)
NIP.-
5. Penguji II : Dr. Nurhasanah, M.Ag (.…………….) NIP. 197408172002122013
iv
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bawa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu syarat memperoleh gelar Stata 1 (S1) di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan telah tercantum sesuai dengan ketentuan
yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa skripsi ini bukan karya asli saya atau
siplakan karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku
di universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 24 Agustus 2018
Anggit Handoyo
v
ABSTRAK
ANGGIT HANDOYO, NIM 11140480000016, “PEMBATALAN
EKSEKUSI TERHADAP OBJEK PERJANJIAN FIDUSIA (STUDI KASUS
PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG 1572K/PDT/2015)”. Konsentrasi Hukum
Bisnis, Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 1440 H/2018 M. x + 98 halaman + 4 halaman
daftar pustaka + 80 halaman lampiran.
Permasalahan pada skripsi ini adalah pembatalan eksekusi terhadap objek
perjanjian fidusia oleh Pengadilan Negeri Jakarta Barat yang diperkuat oleh putusan
Pengadilan Tinggi Jakarta dan Putusan Mahkamah Agung dan akibat hukum kepada
para pihak setelah adanya putusan pembatalan eksekusi terhadap objek perjanjian
fidusia. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan yang bersifat normatif
yuridis. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan, yaitu
penelitian terhadap data sekunder yaitu mengacu pada norma hukum yang terdapat
pada peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan.
Kesimpulan dari analisis yang dilakukan adalah putusan hakim merupakan
salah satu yang bisa menghapuskan perjanjian. Hal inilah yang terjadi pada perjanjian
pinjam meminjam (Loan Agreement) sebagai perjanjian utama dan akta perjanjian
jaminan fidusia sebagai perjanjian ikutan (accesoir) yang terbukti melanggar
peraturan perundang-undangan. Akibat dari putusan tersebut para pihak dikembalikan
kepada keadaan semula seolah-olah tidak pernah ada perjanjian.
Kata Kunci : Putusan pengadilan, Pembatalan Eksekusi, perjanjian Fidusia
Dosen Pembimbing : Dr. M. Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H
Daftar Pustaka : 1983-2017
vi
KATA PENGANTAR
حيم حمن الر بسم هللا الر
Segala puji dan syukur hanya untuk Allah SWT. Atas berkat rahmat,
hidayat dan juga anugerah-Nya peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“PEMBATALAN EKSEKUSI TERHADAP OBJEK PERJANJIAN
FIDUSIA (STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG
1572K/PDT/2015)”. Sholawat serta salam tidak lupa tercurah oleh peneliti
kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa umat manusia
dari zaman jahiliah, kepada zaman islamiyah pada saat ini
Penulisan skripsi ini dilakukan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum
pada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi ini
tidak dapat diselesaikan oleh peneliti tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai
pihak selama penyusunan skripsi ini.
Peneliti ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas para
pihak yang telah memberikan peranan secara langsung dan tidak langsung atas
pencampaian yang telah dicapai oleh peneliti, yaitu antara lain kepada yang
terhormat :
1. Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A., Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H. ketua Program Studi Ilmu Hukum
dan Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum. Sekertaris Program Studi Ilmu Hukum
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4. Dr. M. Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H. Dosen pembimbing Skripsi peneliti,
saya ucapkan banyak terimakasih atas kesempatan waktu, arahan dan kritik
serta saran yang diberikan demi penelitian yang saya lakukan.
5. Dr. Burhanudin, S.H., M.Hum. Dosen Pembimbing Akademik Peneliti, saya
ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya atas segala bentuk dukungan yang
telah diberikan hingga saya mampu untuk menyelesaikan studi saya di
Program Studi Ilmu Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
vii
6. Pimpinan perpustakaan yang telah memberikan fasilitas untuk mengadakan
studi kepustakaan, sehingga saya dapat memperoleh bahan referensi untuk
melengkapi hasil penelitian saya.
7. Terima kasih sebesar-besarnya kepada ayahanda Mu’id dan ibunda Robah
yang telah memberikan doa kepada peneliti untuk menyelesaikan skripsi ini,
nafkah dan kasih saying selama ini, serta pengorbanan kepentingannya untuk
mendahulukan studi peneliti.
8. Terima kasih sebesar-besarnya kepada saudara-saudara kandung peneliti.
Dodo Prananda, Muhammad Khoiron dan Wiarti yang telah memberikan
dorongan berbentuk motivasi dan inspirasi kepada peneliti untuk
menyelesaikan skripsi ini.
9. Teman-teman peneliti Ahmad Husein S.H., M. Rizki Ramadhan S.H., Sarah
Alzagladi S.H., Meti Indah Sari S.H., Gita Cheryl Barizqi S.H., Nauvald Fathu
Dzulfikar S.H., Martunis S.H., Abdul Muadz S.H., Ksatria Imam Nugraha
S.H., M. Dadi Dwiono, Novrizal Putra, Wahyu, Muh. Eddy Kurniawan, Andi
FH, Wahyu Agung N, Rivanda A, Aulia Pramana P, Nila Tari, Nur Rahmi
Febriani, Dalilah Hazimah, Farhana Thahira dan teman-teman Ilmu Hukum
Angkatan 2014 yang telah saling bantu-membantu selama proses perkuliahan
sehingga tugas-tugas dan skripsi ini dapat selesai sebagaimana mestinya.
10. Keluarga besar Moot Court Community (MCC) dan KKN ADINATA
11. Pihak-pihak lain yang telah memberikan kontribusi kepada peneliti dalam
menyelesaikan karya tulis ini.
Jakarta, 24 Agustus 2018
Anggit Handoyo
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................. ii
SURAT PENGESAHAN PANITIA UJIAN ...................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................ iv
ABSTRAK .......................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ........................................................................................ vi
DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii
BAB I : PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................... 1
B. Indentifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah ....................... 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................ 6
D. Metode Penelitian ............................................................................ 7
E. Sistematika penulisan ....................................................................... 11
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 13
A. Kerangka Konseptual ....................................................................... 13
1. Perjanjian Pada Umumnya ......................................................... 13
a. Pengertian Perikatan dan Perjanjian .............................. 13
b. Asas-asas Perjanjian ....................................................... 14
c. Unsur-Unsur Perjanjian ................................................. 15
d. Syarat Sahnya Perjanjian ............................................... 17
e. Hapusnya Perjanjian ...................................................... 19
2. Perjanjian Pinjam-Meminjam .................................................... 21
a. Pengertian Perjanjian Pinjam-Meminjam ...................... 21
ix
b. Subjek dan Objek Pinjam Meminjam ............................ 22
c. Hak dan Kewajiban ........................................................ 22
d. Peminjaman dengan Bunga ............................................ 23
3. Lembaga Pembiayaan ................................................................ 24
a. Pengertian Lembaga Pembiayaan .................................. 24
b. Jenis-Jenis Lembaga Pembiayaan .................................. 25
c. Prosedur Pembiayaan ..................................................... 26
4. Jaminan Fidusia ......................................................................... 27
a. Pengertian Jaminan Fidusia ........................................... 27
b. Sifat Jaminan Fidusia ..................................................... 28
c. Subyek Jaminan Fidusia ................................................ 31
d. Obyek Jaminan Fidusia .................................................. 32
e. Pendaftaran Jaminan Fidusia ......................................... 34
f. Pengalihan dan Hapusnya Jaminan Fidusia ................... 35
g. Eksekusi Jaminan Fidusia .............................................. 37
5. Implikasi / Akibat Hukum Perjanjian dalam Penggunaan Bahasa
Asing dan Penanaman Modal Asing .......................................... 40
B. Kajian Teori ..................................................................................... 45
1. Teori Kepastian Hukum ............................................................. 45
2. Teori Keadilan ........................................................................... 47
3. Teori Itikad Baik ........................................................................ 50
C. Tinjauan (review) Kajian Terdahulu ................................................ 51
BAB III: PERJANJIAN PINJAM-MEMINJAM DENGAN JAMINAN
FIDUSIA ANTARA NINE AM LTD DENGAN PT BANGUN
KARYA PRATAMA LESTARI .................................................... 54
A. Kedudukan Para Pihak ..................................................................... 54
1. Nine AM Ltd sebagai Kreditor .................................................. 54
2. PT Bangun Karya Pratama Lestari sebagai Debitor .................. 54
B. Hak dan Kewajiban Para Pihak ........................................................ 55
x
1. Hak dan Kewajiban Nine AM Ltd ............................................. 55
2. Hak dan Kewajiban PT Bangun Karya Pratama Lestari ............ 56
C. Kasus Posisi ..................................................................................... 57
1. Duduk Perkara ........................................................................... 57
2. Pertimbangan Hukum oleh Hakim Mahkamah Agung
Nomor:1572K/Pdt./2015 ............................................................ 60
3. Putusan Hakim Mahkamah Agung Nomor: 1572K/Pdt./2015 ... 63
BAB IV: PEMBATALAN EKSEKUSI TERHADAP OBJEK PERJANJIAN
FIDUSIA ANTARA NINE AM LTD DENGAN PT BANGUN
KARYA PRATAMA LESTARI .................................................... 64
A. Hal-Hal Yang Menghapuskan Perjanjian ......................................... 64
B. Analisis Hukum Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor:
1572K/Pdt./2015 ............................................................................... 66
C. Akibat Hukum Para Pihak Atas Putusan Mahkamah Agung Nomor:
1572K/Pdt./2015 ............................................................................... 85
BAB V: PENUTUP .......................................................................................... 89
A. Kesimpulan ...................................................................................... 89
B. Rekomendasi .................................................................................... 90
Daftar Pustaka ................................................................................................. 92
Lampiran .......................................................................................................... 96
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan sehari-hari keperluan akan dana guna menggerakan
roda perekonomian dirasakan semakin meningkat. Di satu sisi ada masyarakat
yang kelebihan dana, tetapi tidak memiliki kemampuan untuk
mengusahakannya, dan di sisi lain ada kelompok masyarakat lain yang
memiliki kemampuan untuk berusaha namun terhambat pada kendala oleh
karena hanya memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki dana sama sekali1.
Untuk pelaku usaha sendiri dalam memenuhi kebutuhan dananya
dapat diperoleh dari lembaga keuangan seperti: pegadaian, pasar modal, bank
dan sebagaianya. Namun dalam kenyataanya tidak semua pelaku usaha dapat
dengan mudah mengakses dana dari setiap sumber dana disebabkan oleh
masing-masing lembaga keuangan menerapkan ketentuan yang tidak dengan
mudah dipenuhi oleh pihak yang membutuhkan dana.
Bank yang selama ini dikenal oleh masyarakat sebagai lembaga
keuangan tidak mampu memenuhi kebutuhan dana yang dibutuhkan oleh
masyarakat dikarenakan terbatasnya kemampuan permodalan bank sendiri.
Oleh karena itu, lembaga pembiayaan hadir sebagai salah satu alternatif
sumber dana yang penting dan potensial untuk dipertimbangkan.
Peran penting lembaga pembiayaan ini juga disadari oleh pemerintah
Republik Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia yang
selanjutnya dipertegas dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor
61 Tahun 1988 Tentang Lembaga Pembiayaan dan Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 29/POJK.05/2014. Dalam pertimbangan (konsiderans)
1 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), cet.3, h. 1.
2
Huruf a Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 1988
Tentang Lembaga Pembiayaan2 dinyatakan
“bahwa dalam rangka menunjang pertumbuhan ekonomi maka sarana penyediaan dana yang dibutuhkan masyarakat perlu lebih diperluas sehingga peranannya sebagi sumber dana pembangunan makin meningkat”.
Pengertian Lembaga Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan
kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal.
Dimana jenis-jenis lembaga pembiayaan itu sendiri terbagi menjadi tiga yaitu
perusahaan pembiayaan, perusahaan modal ventura dan perusahaan
pembiayaan infrastruktur. Perusahaan pembiayaan inilah yang menjadi
intermediary yang akan bertindak selaku kreditor yang akan menyediakan
dana bagi debitor. Dari sinilah timbul perjanjian utang piutang atau pemberian
kredit.
Perjanjian utang piutang merupakan perjanjian yang mengatur
hubungan hukum pinjam meminjam dimana ketentuan tersebut diatur dalam
Pasal 1754 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu perjanjian dengan
mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah
tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat
bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama
dari macam dan keadaan yang sama pula.
Pada dasarnya pemberian kredit dapat diberikan oleh siapa saja yang
memiliki kemampuan untuk itu, melalui perjanjian utang piutang antara
pemberi uang (kreditor) di satu pihak dan penerima pinjaman (debitor) di lain
pihak. Setelah perjanjian tersebut disepakati, maka lahirlah kewajiban pada
2 Andika Wijaya dan Wida Peace Ananta, Hukum Bisnis Properti Di Indonesia, (Jakarta: PT Grasindo, 2017), h. 183.
3
diri kreditor, yaitu untuk menyerahkan uang yang diperjanjikan kepada
debitor; dengan hak untuk menerima kembali uang itu dari debitor pada
waktunya, disertai dengan bunga yang disepakati oleh para pihak pada saat
perjanjian pemberian kredit tersebut disetujui oleh para pihak3.
Hak dan kewajiban debitor adalah bertimbal balik dengan hak dan
kewajiban kreditor. Selama para pihak melaksanakan hak dan kewajibannya
masing-masing sesuai dengan yang diperjanjikan maka persoalan pun tidak
akan muncul. Biasanya persoalan baru timbul jika debitor lalai
mengembalikan uang pinjaman pada saat yang telah ditentukan. Jika terjadi
demikian, Pasal 1311 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menentukan
bahwa semua kebendaan yang menjadi milik seseorang, baik yang sudah ada
maupun yang akan ada dikemudian hari, akan menjadi jaminan bagi
perikatannya.
Jaminan pelunasan atas utang yang dimiliki oleh debitor, serta menjadi
pelunasan piutang bagi kreditor dinamakan dengan jaminan kebendaan.
Secara umum, ada dua jenis jaminan kebendaan yang bisa diterapkan terhadap
perjanjian pembiayaan yang telah dibuat, berdasarkan objek hak atas
tanah/rumah/bangunan/gedung yaitu jaminan kebendaan berdasarkan hak
tanggungan dan jaminan kebendaan berdasarkan jaminan fidusia4.
Jaminan fidusia berdasarkan ketentuan Pasal 1 Angka 1 Undang-
Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan fidusia, adalah hak jaminan
atas benda bergerak, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan
benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak
tangungan sebagaimana dimakusd dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun
1996 Tentang Hak Tanggungan, yang tetap berada dalam penguasaan pemberi
3 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Jaminan Fidusia …, h. 2.
4 Andika Wijaya dan Wida Peace Ananta, Hukum Bisnis Properti Di Indonesia …, h. 204.
4
fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan uatang tertentu, yang memberikan
kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditor
lainnya.
Salah satu fungsi dari jaminan fidusia adalah untuk memberikan
perlindungan kepada kepentingan kreditor, yaitu kepentingan atas
terpenuhinya pemenuhan atas piutang yang dimiliki. Namun apabila debitor
atau pemberi fidusia melakukan cidera janji, eksekusi terhadap benda yang
menjadi obyek jaminan fidusia dapat dilakukan dengan cara:
1. Pelaksanaan title eksekutorial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 Ayat (2)
oleh penerima fidusia
2. Penjualan benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas kekuasaan penerima
fidusia sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan
piutangnya dari hasil penjualan.
3. Penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan para
pihak jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang
menguntungkan para pihak.
Namun ketentuan tersebut tidak berlaku untuk Nine Am Ltd sebagai
kreditor terhadap PT Bangun Karya Pratama Lestari sebagai debitor dalam
perjanjian pinjam-meminjam uang sebesar US$ 4,999,500 (empat juta
sembilan ratus sembilan puluh Sembilan ribu lima ratus Dollar Amerika
Serikat) dengan jaminan fidusia lima Unit Truck Caterpillar Model 777 D.
Perjanjian tersebut dibuat dengan Akta Perjanjian Jaminan Fidusia Atas
Benda tertanggal 30 Juli 2010 Nomor 77 yang dibuat di hadapan Popie Savitri
Martosuhardjo Pharmanto, SH., Notaris & PPAT di Jakarta.
Setelah berjalannya satu tahun lebih tepatnya tanggal 30 September
2011 kreditor mengirim surat peringatan karena debitor tidak membayar
angsuran untuk setiap bulan tepatnya tanggal 11. Namun tidak ada jawaban
dari debitor yang kemudian pada tanggal 12 Juli 2012 mengirim surat
5
peringatan kalau tidak membayar hutangnya akan dilakukan eksekusi karena
debitor telah melakukan cidera janji.
Berdasarkan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 yang
telah dijelaskan di atas, kasus antara Nine Am Ltd dengan PT Bangun Karya
Pratama Lestari seharusnya bisa dilakukan eksekusi, tetapi hal tersebut
dibatalkan oleh Pengadilan. Sedangkan kasus tersebut tidak termasuk ke
dalam Pasal 25 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 yang
mengatur tentang hapusnya jaminan fidusia.
Dari putusan Pengadilan tingkat pertama sampai dengan Mahkamah
agung isinya juga membatalkan eksekusi terhadap objek fidusia yang
dilakukan oleh Nine Am Ltd selaku kreditor terhadap PT Bangun Karya
Pratama Lestari. Oleh karenanya studi ini merasa perlu menelitinya dimana
penelitian ini merupakan hal yang baru atau belum pernah diteliti yang
hasilnya dituangkan dalam judul skripsi yang berjudul “PEMBATALAN
EKSEKUSI TERHADAP OBJEK PERJANJIAN FIDUSIA (STUDI KASUS
PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 1572K/PDT/2015)”.
B. Indentifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Dari pemaparan di atas terdapat berbagai masalah yang dapat di
identifikasi, yang pada gilirannya akan di teliti sesuai batasan kemampuan
dalam studi ini, masalah yang dapat di identifikasi, yaitu:
a. Syarat-syarat sahnya suatu perjanjian menurut Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata
b. Mekanisme perjanjian pinjam-meminjam dengan jaminan fidusia
yang dilakukan oleh Nine Am Ltd dengan PT Bangun Karya
Pratama Lestari
c. Benda-benda yang termasuk objek fidusia menurut Undang-
Undang Nomor 42 Tahun 1999
6
d. Mekanisme eksekusi terhadap objek jaminan fidusia menurut
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999
2. Pembatasan Masalah
Berdasarkan dari apa yang telah peneliti identifikasi, karena begitu
luas cakupan penelitian ini, maka kajian ini hanya akan dibatasi pada
perihal pembatalan eksekusi terhadap objek perjanjian fidusia, yang mana
juga dibatasi pada studi kasus putusan Mahkamah Agung Nomor
1572K/Pdt./2015.
3. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah yang telah
dijabarkan sebelumnya yaitu adanya pembatalan eksekusi terhadap objek
perjanjian fidusia, maka dibuat perumusan masalah dalam bentuk
pertanyaan penelitian sebagai berikut:
a. Apa pertimbangan hukum oleh majelis hakim dalam memutus
pembatalan eksekusi terhadap objek perjanjian fidusia?
b. Bagaimana akibat hukum kepada para pihak setelah adanya
putusan pembatalan eksekusi terhadap objek perjanjian fidusia?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini secara umum sebagi berikut :
a. Untuk memahami pertimbangan hukum oleh majelis hakim dalam
memutus pembatalan eksekusi terhadap objek perjanjian fidusia
b. Untuk memahami akibat hukum kepada para pihak setelah adanya
putusan pembatalan eksekusi terhadap objek perjanjian fidusia
2. Manfaat Penelitian
Selain tujuan yang ingin dicapai di atas, ada beberapa hal yang
merupakan manfaat dari studi ini diantaranya:
a. Manfaat Teoritis
7
1) Dapat menambah pengetahuan dan khazanah keilmuan tentang
hukum jaminan terutama tentang jaminan fidusia dan mekanisme
pelaksanaan eksekusi objek perjanjian fidusia
2) Sebagai acuan untuk memperdalam penelitian berikutnya terkait
permasalahan eksekusi objek perjanjian fidusia.
b. Manfaat Praktis
1) Menambah pengetahuan bagi masyarakat khususnya para pelaku
usaha dalam hal perjanjian pinjam meminjam dengan jaminan
fidusia dan mekanisme pelaksanaan eksekusi objek perjanjian
fidusia.
2) Menjadi bahan masukan bagi penegak hukum agar menerapkan
hukum yang berlaku demi kelancaran bisnis di Indonesia.
D. Metode Penelitian
Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah, yang di dasarkan pada
metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari
satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya.
Kecuali itu, maka juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta
hukum tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas
permasalahan-permasalahan yang timbul dalam gejala yang bersangkutan5.
1. Pendekatan Penelitian
Penulis dalam melakukan proses penelitian ini menggunakan
pendekatan ilmu perundang-undangan (statute approach) yaitu dengan
menelaah semua Undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut
dengan isu hukum yang sedang ditangani6.Dalam hal ini peraturan-
5 Soerjono Soekanto, Pengantar Peneltian Hukum, ( Jakarta : Universitas Indonesia (UI-Press), 1986), cet.3, h. 43.
6 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum …, h. 93.
8
peraturan yang berkaitan dengan pembatalan eksekusi terhadap objek
perjanjian fidusia antara Nine Am Ltd dengan PT Bangun Karya Prata
Lestari, yaitu :
a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999
Tentang Jaminan Fidusia
c. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009
Tentang Bendera, Bahasa, Dan Lambang Negara, Serta Lagu
Kebangsaan.
d. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007
Tentang Penanaman Modal
e. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2009
Tentang Lembaga Pembiayaan
f. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2010
Tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha
Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal.
2. Jenis Penelitian
Untuk jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian normatif
yuridis. Dimana penelitian ini mengacu kepada norma-norma hukum yang
terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan
pengadilan serta norma-norma hukum yang ada dalam mastarakat7.
Dalam hal ini yang menjadi objek normatif yuridis yaitu menelaah,
menginterpretasikan, serta menganalisis putusan Mahkamah Agung yang
menguatkan putusan-putusan pengadilan sebelumnya mengenai
pembatalan eksekusi terhadap objek perjanjian fidusia antara Nine Am Ltd
dengan PT Bangun Karya Prata Lestari.
7 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), Cet. 2, h.
105.
9
3. Sumber Data
Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data sekunder yang
artinya data yang sebelumnya telah diolah oleh orang lain. Data sekunder
ini antara lain: dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian
yang berbentuk laporan, buku harian dan lain-lain8. Data sekunder ini
meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum
tersier:
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat
autoritatif yang artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum
primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau
risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan
hakim. Bahan hukum primer yang digunakan antara lain:
1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999
Tentang Jaminan Fidusia
3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009
Tentang Bendera, Bahasa, Dan Lambang Negara, Serta Lagu
Kebangsaan.
4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007
Tentang Penanaman Modal
5) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2009
Tentang Lembaga Pembiayaan
6) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2010
Tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha
Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal
8 Soerjono Soekanto, Pengantar Peneltian Hukum …, h. 12.
10
7) Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor
1572K/Pdt./2015
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang erat kaitannya
dangan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisa,
memahami, dan menjelaskan bahan hukum primer. Yang termasuk
dalam bahan hukum sekunder yaitu semua publikasi tentang hukum
yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi9. Misalnya dapat
berupa hasil karya dari kalangan hukum, seperti skripsi, tesis dan
disertasi hukum. Disamping itu juga, kamus-kamus hukum dan
komentar-komentar atas putusan pengadilan10.
4. Metode dan Teknik Pengumpulan data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini yaitu
studi kepustakaan. Studi kepustakaan dilakukan dengan mencari referensi
untuk mendukung materi penelitian ini melalui berbagai literatur seperti
buku, bahan ajar perkuliahan, artikel, jurnal, skripsi, tesis dan undang-
undang di berbagai perpustakaan umum dan universitas.
5. Teknik Pengolahan Data
Data-data yang diperoleh dikumpulkan lalu di kategorikan menjadi
bab dan sub-bab dalam penelitian secara rinci agar tersusun dengan runtut.
6. Analisis Data
Penulis menggunakan metode penelitian kualitatif yang tidak
membutuhkan populasi dan sampel karena jenis penelitian ini
menekankan pada aspek pemahaman suatu norma hukum yang terdapat di
dalam peraturan perundang-undangan serta norma-norma yang
berkembang di masyarakat. Penelitian kualitatif menggunakan lingkungan
9 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum …, h. 141.
10 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum …, h. 155.
11
yang menjadi penelitiannya sebagai sumber data. Maksudnya data dan
informasi lapangan dilakukan analisis sehingga memperoleh hasil
penelitian yang bersifat deskriptif analisis.
7. Teknik Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan pada penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan pola pikir deduktif, yaitu dengan menarik kesimpulan
khusus dari pernyataan-pernyataan yang bersifat umum terhadap
permasalahan konkret yang dihadapi.
E. Rancangan Sistematika penelitian
Skripsi ini disusun sesuai dengan buku Pedoman Penulisan Skripsi
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun
2017, yang terbagi dalam lima bab. Pada setiap bab terdiri dari sub bab yang
digunakan untuk memperjelas ruang lingkup dan inti permasalahan yang
diteliti. Adapun urutan dan tata letak masing-masing bab serta inti
permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Merupakan pendahuluan, yang berisi Latar Belakang,
Pembatasan Masalah Dan Perumusan Masalah, Tujuan Dan
Manfaat Penelitian, Metode Penelitian dan Sistematika
Penulisan.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Merupakan kajian pustaka yang berisi kerangka konseptual
diantaranya definisi perjanjian, mekanisme perjanjian pinjam-
meminjam, definisi lembaga pembiayaan, definisi jaminan
fidusia yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun
1999 dan aturan terkait. Kemudian dilanjutkan dengan kajian
12
teori diantaranya teori kepastian hukum dan teori itikad baik.
Pada bab ini juga dibahas review studi terdahulu yang relevan
yang fokus pembahasannya mendeskripsikan persamaan dan
studi-studi dengan rencana studi yang akan dilakukan.
BAB III DATA PENELITIAN
Merupakan penyajian data dan penelitian secara deskriptif
dimana data yang dimaksud yaitu Putusan Mahkamah Agung
Nomor: 1572K/Pdt./2015 yang membahas mengenai tentang
kasus, pertimbangan hakim dan putusan terhadap Nine Am Ltd
dengan PT Bangun Karya Pratama Lestari.
BAB IV ANALISIS DATA PUTUSAN HAKIM TENTANG
PEMBATALAN EKSEKUSI TERHADAP OBJEK
PERJANJIAN FIDUSIA
Merupakan analisis permasalahan yang membahas dan
menjawab permasalahan pada penelitian ini diantaranya
menganalisis dan menjawab pertimbangan hukum oleh majelis
hakim dalam memutus pembatalan eksekusi terhadap objek
perjanjian fidusia dan akibat hukum kepada para pihak setelah
adanya putusan Mahkamah Agung Nomor: 1572K/Pdt./2015.
BAB V PENUTUP
Merupakan penutup yang berisikan tentang kesimpulan yang
dapat ditarik mengacu pada hasil penelitian sesuai dengan
perumusan masalah yang telah ditetapkan dan rekomendasi
yang akan lahir setelah pelaksanaan penelitian dan
pengulasannya dalam skripsi.
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Konseptual
1. Perjanjian Pada Umumnya
a. Pengertian Perikatan dan Perjanjian
Perikatan merupakan suatu perkataan yang memiliki
pengertian yang abstrak. Kata “perikatan” berasal dari
terjemahan dari kata verbintenis (dalam bahasa Belanda), yang
dibedakan dari overeenkomst (dalam bahasa Belanda) yang
diterjemahkan sebagai “perjanjian”. Aturan-aturan hukum yang
berkaitan dengan perikatan terdapat dalam Buku III Burgerlijk
Wetboek (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata)1.
Ketentuan Pasal 1233 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata menyatakan bahwa :
“Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena perjanjian, maupun
karena Undang-undang”.
Selanjutnya dalam ketentuan berikutnya dalam Pasal
1234 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan
bahwa:
“Tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk
berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu”.
Dari kedua rumusan tersebut dapat diketahui bahwa
perikatan melahirkan kewajiban kepada orang perorangan atau
pihak tertentu, dimana dalam ilmu hukum istilah kewajiban
tersebut dikenal dengan sebutan “prestasi”. Sedangkan pihak
yang berkewajiban dinamakan “debitor” dan pihak yang
1 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), cet.3, h. 11.
14
berhak menuntut pelaksanaan kewajiban atau prestasi disebut
dengan “kreditor”2.
Pengertian perjanjian telah diatur dalam Pasal 1313
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan
bahwa:
“ Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang
atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau
lebih”
Dari rumusan tersebut mengisyaratkan bahwa
perjanjian melahirkan suatu kewajiban atau prestasi dari satu
orang atau lebih kepada satu orang atau lebih lainnya, yang
berhak atas prestasi tersebut3.
b. Unsur-Unsur Perjanjian
Menurut para ahli (Sudikno Martokusumo, Mariam
Darus, Satrio) bersepakat bahwa unsur-unsur perjanjian itu
terdiri dari:
1) Unsur Esensialia
Yaitu unsur yang mutlak harus ada untuk terjadinya
perjanjian, agar perjanjian itu sah dan ini merupakan
syarat sahnya perjanjian. Dengan kata lain, sifat
esensialia perjanjian adalah sifat yang menentukan
perjanjian itu tercipta (Constructieve Oordeel).
2) Unsur Naturalia
Adalah unsur yang lazim melekat pada perjanjian
yaitu unsur yang tanpa diperjanjikan secara khusus
dalam perjanjian secara diam-diam dengan sendirinya
2 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Jaminan Fidusia …, h. 12.
3 Gunawan widjaja dan Ahmad Yani, Jaminan Fidusia …, h. 13.
15
dianggap ada dalam perjanjian. Unsur ini merupakan
sifat bawaan atau melekat pada perjanjian.
3) Unsur Aksidentalia
Yaitu unsur yang harus dimuat atau dinyatakan secara
tegas di dalam perjanjian oleh para pihak.
Namun secara umum, unsur-unsur yang harus ada
dalam perjanjian, yaitu:
(a) Pihak-pihak yang melakukan perjanjian atau subjek
perjanjian
(b) Consensus antar para pihak
(c) Objek perjanjian
(d) Tujuan dilakukannya perjanijan yang bersifat
kebendaan atau harta kekayaan yang dapat dinilai
dengan uang
(e) Bentuk perjanjian yang dapat berupa lisan maupun
tulisan4.
c. Syarat Sahnya Perjanjian
Tiap-tiap perjanjian mempunyai dasar pembentukannya
dan ilmu hukum mengenal empat unsur pokok yang harus ada
agar suatu perbuatan hukum dapat disebut dengan perjanjian
yang sah. Ke-empat unsur tersebut digolongkan menjadi dua,
yaitu:
1) Syarat subjektif
Yaitu syarat yang menyangkut subjek yang mengadakan
perjanjian, diantaranya :
4 Sangkoeno, Syarat-Syarat Perjanjian dan Unsur-Unsur Perjanjian, artikel diakses
pada tanggal 26 Mei 2018 dari http://www.sangkoeno.com/2015/01/syarat-syarat-perjanjian-dan-unsur.html
16
a) Kesepakatan di antara para pihak yang telah diatur
dalam ketentuan Pasal 1321 sampai dengan Pasal 1328
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Ketentuan tersebut mengatakan bahwa kesepakatan
bebas dianggap terjadi pada saat perjanjian dibuat oleh
para pihak, kecuali dapat dibuktikan bahwa
kesepakatan tersebut terjadi karena kekhilafan, paksaan
maupun penipuan.
b) Kecakapan untuk bertindak telah diatur dalam
ketentuan Pasal 1329 sampai dengan Pasal 1331 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata.
Ketentuan tersebut menyatakan bahwa pada
prinsipnya semua orang dianggap cakap untuk
melakukan tindakan hukum, kecuali mereka yang
masih berada di bawah umur, yang berada di bawah
pengampuan dan mereka yang dinyatakan pailit (Pasal
1330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata)5.
Apabila syarat subjektif ini tidak terpenuhi maka
akibat hukumnya perjanjian yang telah dibuat dapat
dibatalkan. Tetapi jika tidak dimintakan pembatalan
kepda Hakim, perjanjian itu tetap mengikat pihak-
pihak, walau diancam pembatalan sebelum lampau
waktu lima tahun (Pasal 1454 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata)
2) Syarat Objektif
Yaitu syarat yang berhubungan langsung dengan objek
perjanjian, diantaranya:
5 Gunawan Djaja dan Ahmad Yani, Jaminan Fidusia …, h. 16
17
a) Suatu hal tertentu diatur dalam ketentuan Pasal 1332
sampai dengan Pasal 1334 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata.
Ketentuan tersebut menyatakan keharusan adanya
suatu objek dalam perjanjian, yang merupakan tujuan
dari para pihak yang berisikan hak dan kewajiban dari
salah satu atau para pihak dalam perjanjian, tanpa
adanya objek dalam perjanjian maka perjanjian itu
sendiri absurb adanya.
b) Causa yang halal diatur dalam ketentuan Pasal 1335
sampai dengan Pasal 1337 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata.
Ketentuan tersebut menyatakan kewajiban adanya
suatu causa yang halal dalam setiap perjanjian yang
dibuat oleh para pihak. Causa yang halal ini maksudnya
sesuatu yang tidak dilarang oleh Undang-undang,
kesusilaan dan ketertiban umum yang berlaku dalam
masyarakat dari waktu ke waktu6.
Apabila syarat objektif ini tdak terpenuhi maka
akibat hukumnya perjanjian yang telah dibuat batal
demi hukum.
d. Asas-asas Perjanjian
Asas-asas umum yang terdapat dalam perjanjian, yaitu:
1) Asas kebebasan berkontrak
Yaitu asas yang memberikan hak kepada para pihak
untuk membuat dan melakukan kesepakatan apa saja
6 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Jaminan Fidusia …, h. 18.
18
dengan siapa saja, selama mereka memenuhi syarat-
syarat sahnya perjanjian.
Asas kebebasan berkontrak tercantum dalam
ketentuan Pasal 1338 Ayat (1) Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata. Ketentuan tersebut menyatakan
bahwa:
“semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku
sebagai Undang-undang bagi mereka yang
membuatnya”.
Dari maksud Pasal tersebut mempunyai
pengertian bahwa perjanjian yang telah disepakati
oleh kedua belah pihak mengikat bagi pihak-pihak
yang bersangkutan (pactum sunt servanda).
2) Asas konsensualitas
Yaitu asas ini dimaksudkan bahwa perjanjian itu
terjadi (ada) sejak saat tercapainya kata sepakat antara
pihak-pihak. Dengan kata lain, perjanjian itu sudah
sah dan mempunyai akibat hukum sejak saat tercapai
kata sepakat antara pihak-pihak, mengenai pokok
perjanjian.
Asas sepakat ini mempunyai arti bahwa dalam
perjanjian yang dibuat berdasarkan para pihak, secara
tegas bahwa pihak-pihak telah menyetujui adanya
perjanjian itu dengan suatu consensus baik secara
lisan atau kemudian diikuti secara tertulis (Pasal 1320
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata)7.
3) Asas personalia
7 Ria Safitri dan M. Yasir, Hukum Perikatan, (Ciputat : Program Studi Ilmu Hukum UIN Jakarta, 2011), h. 25.
19
Asas ini terdapat dalam rumusan Pasal 1315 dan
Pasal 1340 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Dari kedua rumusan tersebut dapat diketahui bahwa
pada dasarnya perjanjian hanya akan melahirkan hak-
hak dan kewajiban-kewajiban di antara para pihak
yang membuatnya.
e. Hapusnya Perjanjian
Hapusnya perjanjian harus benar-benar dibedakan
dengan hapusnya perikatan, karena suatu perikatan dapat
hapus, sedangkan perjanjiannya yang merupakan sumbernya
masih tetap ada. Misalnya:
Pada perjanjian jual-beli, dengan dibayarnya harga
maka perikatan mengenai pembayaran menjadi hapus,
sedangkan perjanjiannya belum hapus, karena perikatan
perikatan mengenai penyerahan barang belum terlaksana.
Hanya jika semua perikatan-perikatan dari perjanjian telah
hapus seluruhnya, maka perjanjian pun akan berakhir.
Hal tersebut merupakan hapusnya perjanjian sebagai
akibat dari hapusnya perikatan-perikatannya. Sebaliknya
hapusnya perjanjian dapat pula mengakibatkan hapusnya
perikatan-perikatanya, yaitu apabila suatu perjanjian hapus
dengan berlaku surut. Misalnya:
Sebagai akibat dari pembatalan berdasarkan
wanprestasi (Pasal 1266 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata) maka semua perikatan yang telah terjadi menjadi
hapus. Perikatan-perikatan tersebut tidak perlu lagi dipenuhi
dan apa yang telah dipenuhi, harus pula ditiadakan.
Perjanjian dapat berakhir atau hapus karena beberapa
hal, diantaranya yaitu:
20
1) Ditentukan dalam perjanjian oleh para pihak.
Misalnya perjanjian akan berlaku untuk waktu
tertentu.
2) Undang-undang menentukan batas berlakunya suatu
perjanjian. Misal, menurut Pasal 1066 Ayat (3)
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwa para
ahli waris dapat mengadakan perjanjian untuk
selama waktu tertentu untuk tidak melakukan
pemecahan harta warisan. Akan tetapi waktu
persetujuan tersebut oleh pasal 1066 Ayat (4) Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata dibatasi
berlakunya hanya untuk lima tahun.
3) Para pihak atau Undang-undang dapat menentukan
bahwa dengan terjadinya suatu pertistiwa tertentu,
maka perjanian akan hapus. Misalnya, jika salah
satu pihak meninggal dunia, maka perjanjian akan
hapus. Hal tersebut diatur dalam Pasal 1646 Ayat
(4) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang
perjanjian perseroan, Pasal 1813 Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata tentang pemberian kuasa,
dan Pasal 1603 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata tentang perjanjian kerja.
4) Pernyataan menghentikan persetujuan (opzegging).
Pernyataan tersebut dapat dilakukan oleh kedua
belah pihak atau oleh salah satu pihak. Opzegging
ini hanya ada pada persetujuan-persetujuan yang
bersifat sementara. Misalnya, perjanjian kerja,
perjanjian sewa-menyewa dan lain-lain.
5) Perjanjian hapus karena putusan hakim.
21
6) Tujuan dari perjanjian telah tercapai.
7) Dengan persetujuan para pihak (herroeping)8
2. Perjanjian Pinjam-Meminjam
a. Pengertian Perjanjian Pinjam-Meminjam
Pengertian perjanjian pinjam-meminjam itu tercantum
dalam Pasal 1754 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
menyebutkan, bahwa:
“pinjam-meminjam adalah perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula”.
Berdasarkan ketentuan diatas bahwa orang yang
menerima pinjaman menjadi pemilik mutlak atas barang
pinjaman itu dan apabila barang tersebut musnah maka akan
menjadi tanggungjawab dari si penerima pinjaman.
Mariam Darus Badrulzaman berpendapat bahwa:
“Apabila dua pihak telah mufakat mengenai semua unsur dalam perjanjian pinjam-meminjam uang maka tidak berarti bahwa perjanjian tentang pinjam uang telah terjadi. Yang hanya baru terjadi adalah perjanjian untuk mengadakan perjanjian pinjam uang. Apabila uang telah diserahkan kepada pihak peminjam, lahirlah perjanjian pinjam-meminjam
8 Abi Asmana, Hapusnya Suatu Perjanjian dan Akibat-akibat Perjanijan, artikel
diakses pada tanggal 29 Mei 2018 dari http://legalstudies71.blogspot.co.id/2015/09/hapusnya-suatu-perjanjian-dan-akibat.html?m=1
22
uang dalam pengertian menurut bab XIII buku ketiga Kitab Undang-Undang Hukum Perdata”9
b. Subjek dan Objek Pinjam Meminjam
Subjek dalam perjanjian pinjam meminjam itu ada dua
pihak yaitu pihak yang memberi pinjaman dan pihak yang
menerima pinjaman. Istilah yang sering digunakan dalam
perjanjian tersebut, untuk pihak yang memberikan pinjaman
adalah pihak yang berpiutang atau kreditur, sedangkan pihak
yang menerima pinjaman disebut pihak yang berutang atau
debitur.
Ketentuan mengenai objek perjanjian pinjam-
meminjam itu tercantum dalam Pasal 1754 Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata dimana objeknya berupa barang-
barang yang habis karena pemakaian. Buah-buahan, minyak
tanah, pupuk, cat, kapur merupakan barang-barang yang habis
karena pemakaian. Uang dapat merupakan objek perjanjian
pinjam-meminjam, karena termasuk barang yang habis karena
pemakaian. Uang yang fungsinya sebagai alat tukar, akan habis
karena dipakai berbelanja10.
c. Hak dan Kewajiban
Pada dasarnya pemberian pinjaman dapat diberikan
oleh siapa saja yang memiliki kemampuan untuk itu dengan
cara melalui perjanjian pinjam-meminjam antara pemberi
pinjaman (kreditor) dengan penerima pinjaman (debitor).
Setelah perjanjian itu disepakati, maka lahirlah hak dan
kewajiban diantara para pihak.
9 Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, (Bandung: Alumni, 1983), h.
24. 10 Gatot Supramono, Perjanjian Utang Piutang, (Jakarta: Kencana, 2013), h. 10.
23
Hak dan kewajiban pemberi pinjaman itu bertimbal
balik dengan hak dan kewajiban penerima pinjaman. Ketentuan
mengenai hak dan kewajiban dari pemberi dan penerima
pinjaman itu tercantum dalam Pasal 1759 sampai dengan Pasal
1764 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Kewajiban dari pemberi pinjaman yaitu untuk
menyerahkan uang yang diperjanjikan kepada peminjam dan
tidak dapat meminta kembali sebelum lewatnya waktu yang
diperjanjikan, sedangkan haknya yaitu menerima kembali uang
yang dipinjam dari peminjam sesuai dengan jumlah dan
keadaan yang sama serta waktu yang telah ditentukan.
Kewajiban dari penerima pinjaman yaitu
mengembalikan uang yang dipinjam dari pemberi pinjaman
sesuai dengan jumlah dan keadaan yang sama serta waktu yang
telah ditentukan. Sedangkan hak dari penerima pinjaman yaitu
menerima uang yang diperjanjikan dari pemberi pinjaman.
d. Peminjaman dengan Bunga
Ketentuan mengenai peminjaman dengan bunga diatur
dalam Pasal 1765 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang
menyatakan diperbolehkan memperjanjikan bunga atas
peminjaman uang atau barang yang habis karena pemakaian.
Akan tetapi, apabila tidak diperjanjikan maka peminjam tidak
ada kewajiban untuk membayar bunga tersebut.
Jika peminjam telah membayarkan bunga yang tidak
diperjanjikan tersebut, maka tidak dapat meminta kembali
bunga tersebut dan tidak dapat menguranginya dari pinjaman
pokok. Kecuali bunga yang dibayarkan melampaui bunga yang
ditentukan oleh Undang-undang.
24
Ketentuan mengenai bunga diatur dalam Pasal 1767
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dimana bunga dapat
dibedakan menjadi dua macam yaitu:
1) Bunga yang ditentukan oleh undang-undang
Yaitu bunga yang ditentukan oleh undang-undang,
yang besaran bunganya 6% pertahun. Sedangkan
dalam staatsblaad tahun 1976 Nomor 239, besaran
bunga yang ditetapkan itu 8% sampai 10%
pertahun. Dalam praktiknya, bunga perbankan yang
dikenakan berkisar antara 18% sampai 24%
pertahun.
2) Bunga yang ditentukan dalam perjanjian
Yaitu bunga yang besarannya ditentukan oleh para
pihak berdasarkan atas kesepakatan yang dibuat
oleh kedua belah pihak. Bunga berdasarkan
perjanjian ini boleh melampaui bunga menurut
undang-undang dalam segala hal yang dilarang oleh
Undang-undang11.
3. Lembaga Pembiayaan
a. Pengertian Lembaga Pembiayaan
Istilah lembaga pembiayaan merupakan padanan dari
istilah bahasa Inggris financing institution. Lembaga
pembiayaan ini kegiatan usahanya lebih menekankan pada
fungsi pembiayaan, yaitu dalam bentuk penyediaan dana atau
11 Salim H.S, Hukum Kontrak, Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), Cet.2, h. 79.
25
barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari
masyarakat12.
Ketentuan mengenai lembaga pembiayaan diatur dalam
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2009
Tentang Lembaga Pembiayaan, yang menyebutkan bahwa
lembaga pembiayaan adalah badan usaha yang kegiatan
pembiayaan dalam bentuk penyediaandana atau barang modal.
b. Jenis-Jenis Lembaga Pembiayaan
Berdasarkan Pasal 2 Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 9 Tahun 2009 Tentang Lembaga
Pembiayaan, menyebutkan jenis-jenis lembaga pembiayaan,
yaitu:
1) Perusahaan Pembiayaan
Yaitu badan usaha yang khusus didirikan untuk
melakukan sewa guna usaha, anjak piutang,
pembiayaan konsumen dan atau usaha kartu kredit
(Pasal 1 butir 2 Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 9 Tahun 2009 Tentang Lembaga
Pembiayaan).
2) Perusahaan Modal Ventura (Venture Capital
Company)
Yaitu badan usaha yang melakukan usaha
pembiayaan atau penyertaan modal ke dalam suatu
perusahaan yang meneriam bantuan pembiayaan
(Investee Company) untuk jangka waktu tertentu
dalam bentuk penyertaan saham, penyertaan melalui
12 Sunaryo, Hukum Lembaga Pembiayaan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), Cet.3, h. 1.
26
pembelian obligasi konversi, dan atau pembiayaan
berdasarkan pembagian atau bagi hasil (Pasal 1 butir
3 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9
Tahun 2009 Tentang Lembaga Pembiayaan).
3) Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur
Yaitu badan usaha yang didirikan khusus untuk
melakukan pembiayaan dalam bentuk penyediaan
dana pada proyek infrastruktur (Pasal 1 butir 4
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9
Tahun 2009 Tentang Lembaga Pembiayaan).
Berdasarkan Pasal 6 Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 9 Tahun 2009 Tentang Lembaga
Pembiayaan, menyebutkan bahwa perusahaan pembiayaan,
perusahaan modal ventura dan perusahaan pembiayaan
infrastruktur itu berbentuk Perseroan Terbatas atau Koperasi.
Dengan demikian, untuk dapat menjalankan kegiatan usaha di
bidang perusahaan pembiayaan, perusahaan modal ventura dan
perusahaan pembiayaan infrastruktur harus berbentuk badan
hukum baik berbentuk perseroan terbatas (PT) atau Koperasi.
c. Prosedur Pembiayaan
Prosedur pembiayaan di masing-masing jenis lembaga
pembiayaan itu berbeda-beda sesuai dengan kegiatan usaha
lembaga pembiayaan. Dimana dalam menjalankan kegiatan
usahanya harus memenuhi ketentuan yang berlaku dalam
lembaga pembiayaan.
Agar lembaga pembiayaan ini tidak menyerupai lembaga
perbankan, maka lembaga pembiayaan menurut Pasal 9
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2009
27
Tentang Lembaga Pembiayaan, dilarang untuk menarik dana
secara langsung kepada masyarakat dalam bentuk:
1) Giro
2) Deposito
3) Tabungan13
4. Jaminan Fidusia
a. Pengertian Jaminan Fidusia
Kata fidusia didefinisikan menurut Pasal 1 Angka 1
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan
Fidusia sebagai pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas
dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak
kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan
pemilik benda14.
Sementara yang dimaksud dengan jaminan fidusia
berdasarkan ketentuan Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang
Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia adalah hak
jaminan atas benda bergerak, baik yang berwujud maupun
yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak, khususnya
bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan yang tetap berada
dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi
pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang
diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditor lainnya.
13 Sunaryo, Hukum Lembaga Pembiayaan, …, h. 9.
14 Andika Wijaya dan Wida Peace Ananta, Hukum Bisnis Properti di Indonesia …, h. 223.
28
Menurut pranata kepailitan, jika debitor pailit, pihak
penerima fidusialah yang terlebih dahulu menerima pelunasan
utangnya yang diambil dari penjualan barang objek jaminan
fidusia. Setelah itu, jika ada sisa baru diberikan kepada kreditor
lainnya.
b. Sifat Jaminan Fidusia
Jaminan fidusia memiliki beberapa sifat, diantaranya yaitu:
1) Sifat didahulukan (droit de preference)
Sifat didahulukan (droit de preference) dari
jaminan fidusia terkandung dalam pengertian jaminan
fidusia yang tercantum dalam Pasal 1 Angka 2
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 yang
menyatakan bahwa dalam hal pelunasan utang
penerima fidusia diberikan kedudukan utama
dibandingkan kreditor lainnya.
Ketentuan tersebut dipertegas kembali melalui
ketentuan Pasal 27 Ayat (1) Undang-Undang Nomor
42 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa penerima
fidusia memiliki hak yang didahulukan terhadap
kreditor lainnya. Pasal 27 Ayat (1) Undang-Undang
Nomor 42 Tahun 1999 kemudian diinterpretasikan
secara otentik melalui Pasal 27 Ayat (2) Undang-
Undang Nomor 42 Tahun 1999, bahwa hak yang
didahulukan adalah hak penerima fidusia untuk
mengambil pelunasan piutangnya, atas hasil eksekusi
benda yang menjadi objek jaminan fidusia15.
15 Andika Wijaya dan Wida Peace Ananta, Hukum Bisnis Properti di Indonesia …,
h. 224.
29
Sifat didahulukan (droit de preference) dari
jaminan fidusia bahkan tidak dapat dihapus karena
adanya kepailitan dan atau likuidasi pemberi fidusia.
Memori penjelasan Pasal 27 Ayat (3) Undang-
Undang Nomor 42 Tahun 1999 memberi penegasan
bahwa ketentuan dalam ayat ini berhubungan dengan
ketentuan bahwa jaminan fidusia merupakan hak
agunan atas kebendaan bagi pelunasan utang.
Di samping itu, ketentuan bahwa undang-
undang tentang kepailitan menentukan bahwa benda
yang menjadi objek jaminan fidusia berada diluar
kepailitan dan atau likuidasi.
2) Sifat mengikuti benda yang dibebani jaminan fidusia
(droit de suite)
Sifat mengikuti benda yang dibebani jaminan
fidusia (droit de suite) diatur dalam Pasal 20 Undang-
Undang Nomor 42 Tahun 1999 berbunyi:
“Jaminan fidusia tetap mengikuti benda yang mengikuti benda yang menjadi objek jaminan fidusia dalam tangan siapapun benda tersebut berada, kecuali pengalihan atas benda persediaan yang menjadi objek jaminan fidusia”.
Interpretasi otentik yang diberikan oleh memori
penjelasan tersebut menunjukan bahwa pasal ini
mengikuti prinsip “droit de suite” yang telah
merupakan bagian dari peraturan perundang-
30
undangan Indonesia dalam kaitannya dengan hak
mutlak atas kebendaan (in rem)16.
3) Sifat dapat diberikan kepada lebih dari satu penerima
fidusia
Pada prinsipnya, jaminan fidusia dapat diterima
oleh lebih dari satu penerima fidusia. Hal demikian
bisa saja terjadi, misalnya dalam hal pemberian kredit
atau pembiayaan sindikasi. Pasal 8 Undang-Undang
Nomor 42 Tahun 1999 menegaskan bahwa jaminan
fidusia dapat diberikan kepada lebih dari satu
penerima fidusia atau kepada kuasa atau wakil dari
penerima fidusia.
4) Sifat accessoir
Sama halnya dengan hak tanggungan, jaminan
fidusia merupakan perjanjian ikutan (accessoir) dari
perjanjian utang-piutang yang menjadi perjanjian
pokoknya. Berdasarkan ketentuan Pasal 4 Undang-
Undang Nomor 42 Tahun 1999, jaminan fidusia
disebut sebagai perjanjian ikutan dari suatu perjanjian
pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak
untuk memenuhi suatu prestasi.
Yang dimaksud dengan prestasi dalam
ketentuan ini adalah memberikan seuatu, berbuat
sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu, yang dapat dinilai
dengan uang. Perjanjian kredit atau perjanjian
pembiayaan yang dibuat oleh debitor dan kreditor
16 Andika Wijaya dan Wida Peace Ananta, Hukum Bisnis Properti di Indonesia …,
h. 225.
31
merupakan perjanjian pokok yang melandasi
dibuatnya perjanjian ikutannya, yaitu jaminan fidusia.
5) Titel eksekutorial jaminan fidusia
Sifat istimewa dari jaminan fidusia adalah adanya
titel eksekutorial yang melekat. Hal ini termaktub
dalam bunyi Pasal 15 Ayat (1) dan (2) Undang-
Undang Nomor 42 Tahun 1999, dimana dalam
sertifikat jaminan fidusia dicantumkan kata-kata
“DEMI KEADILAN BERDASARKAN
KETUHANAN YANG MAHA ESA”17, yang
mempunyai kekuatan eksekutorial sama dengan
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap.
Berdasarkan memori penjelasan Pasal 15 Ayat
(2) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999, yang
dimaksud dengan “kekuatan eksekutorial” adalah
langsung dapat dilaksanakan tanpa melalui
pengadilan dan bersifat final serta mengikat para
pihak untuk melaksanakan putusan tersebut.
c. Subyek Jaminan Fidusia
Subjek jaminan fidusia adalah para pihak yang terlibat
dalam jaminan fidusia yaitu pemberi dan penerima fidusia.
Pemberi fidusia adalah orang perseorangan atau korporasi
pemilik benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Penerima
fidusia adalah orang perseorangan atau korporasi yang
mempunyai piutang yang pembayarannya dijamin dengan
jaminan fidusia.
17Andika Wijaya dan Wida Peace Ananta, Hukum Bisnis Properti di Indonesia …, h. 226.
32
Antara pemberi fidusia dengan penerima fidusia
terdapat ikatan hukum berupa perjanjian utang-piutang, dimana
pemberi fidusia merupakan debitor (orang atau badan hukum
yang memiliki utang), sedangkan penerima fidusia merupakan
kreditor (orang atau badan hukum yang memiliki piutang).
d. Obyek Jaminan Fidusia
Ketentuan yang mengatur tentang objek jaminan fidusia
diatur dalam Pasal 1 Ayat (4), Pasal 9, Pasal 10 dan Pasal 20
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan
Fidusia. Dalam Pasal 9 Undang-Undang jaminan fidusia
menyebutkan:
“Jaminan fidusia dapat diberikan terhadap satu atau lebih satuan atau jenis benda, termasuk piutang, baik yang telah ada pada saat jaminan diberikan maupun yang diperoleh kemudian”
Dari ketentuan tersebut, objek jaminan fidusia bisa satu
benda tertentu atau lebih. Benda jaminan itu bisa merupakan
benda yang tertentu atau disebutkan berdasarkan jenis18.
Benda-benda yang menjadi objek jaminan fidusia
adalah:
1) Benda yang harus dapat dimiliki dan dialihkan secara
hukum.
2) Benda berwujud.
3) Benda tidak berwujud, termasuk di dalamnya berupa
piutang.
4) Benda bergerak.
18 J. Satrio, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan, (Bandung: PT Citra Aditya
Bakti, 2007), Cet. V. h. 196.
33
5) Benda tidak bergerak yang tidak dapat diikat dengan
hak tanggungan.
6) Benda tidak bergerak yang tidak dapat diikat dengan
hipotek.
7) Benda yang sudah ada, maupun terhadap benda yang
akan diperoleh kemudian. Dalam konteks benda yang
akan diperoleh kemudian, tidak diperlukan suatu akta
pembebanan fidusia tersendiri.
8) Satu satuan atau jenis benda.
9) Lebih dari satu jenis atau satuan benda.
10) Hasil dari benda yang telah menjadi objek fidusia.
11) Hasil klaim asuransi dari benda yang menjadi objek
jaminan fidusia.
12) Benda persediaan (inventori, stok perdagangan).
13) Pesawat terbang dan helikopter yang telah terdaftar di
Indonesia.
Menurut Pasal 9 Undang-Undang Nomor 15
Tahun 1992 Tentang Penerbangan, pesawat udara
sipil maupun militer yang beroperasi di Indonesia
wajib didaftarkan, dengan ketentuan pendaftaran
yang akan diatur lebih lanjut dalam peraturan
pemerintah.
Selanjutnya, Pasal 12 Undang-Undang tersebut
mengatur bahwa pesawat terbang dan helikopter yang
telah terdaftar di Indonesia dapat diikat dengan
hipotek, kemudian hipotek itu harus didaftarkan
sebagaimana yang akan diatur lebih lanjut dalam
peraturan pemerintah. Akan tetapi, Undang-Undang
Penerbangan Nomor 15 Tahun 1992 tersebut telah
34
dicabut dengan Undang-Undang Penerbangan Nomor
1 Tahun 2009, yang tidak lagi menyebut-nyebut
tentang hipotek atas pesawat udara dan helikopter.
Jadi, hipotek hanya dapat diikatkan pada kapal
laut, sedangkan pesawat terbang dan helikopter hanya
dapat diikat dengan jaminan fidusia19.
e. Pendaftaran Jaminan Fidusia
Pendaftaran jaminan fidusia pada prinsipnya dilakukan
guna memenuhi prinsip asas publisitas. Menurut Munir Fuady,
salah satu ciri jaminan utang yang modern adalah terpenuhinya
asas publisitas, dimana dengan semakin terpublikasinya
jaminan utang akan semakin baik karena kreditor atau
khalayak ramai dapat mengetahuinya atau punya akses untuk
mengetahui informasi-informasi penting di sekitar jaminan
utang tersebut20.
Penerapan asas publisitas pada jaminan fidusia diatur
dalam ketentuan yang bersifat imperatif pada Pasal 11 Ayat (1)
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 yang berbunyi:
“Benda yang dibebani dengan jaminan fidusia wajib
didaftarkan”.
Pendaftaran benda yang dibebani dengan jaminan
fidusia dilaksanakan di tempat kedudukan pemberi fidusia, dan
pendaftarannya mencakup benda, baik yang berada di dalam
maupun di luar wilayah Negara Republik Indonesia untuk
memenuhi asas publisitas sekaligus merupakan jaminan
19 Munir Fuady, Hukum Jaminan Utang, (Jakarta: Erlangga, 2013), h. 119.
20 Munir Fuady, Jaminan Fidusia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003), h. 30.
35
kepastian terhadap kreditor lainnya mengenai benda yang telah
dibebani jaminan fidusia.
Pendaftaran jaminan fidusia dilakukan pada kantor
pendaftaran fidusia, yang berada dalam ruang lingkup tugas
Departemen Kehakiman (sekarang Departemen Hukum dan
Hak Asasi Manusia)21. Permohonan pendaftaran jaminan
fidusia dilakukan oleh penerima fidusia, kuasa atau wakilnya
dengan melampirkan pernyataan pendaftaran jaminan fidusia,
pernyataan pendaftaran itu memuat beberapa hal yaitu:
1) Identitas pihak pemberi dan penerima fidusia.
2) Tanggal, nomor akta jaminan fidusia, nama, tempat
kedudukan notaris yang membuat akta jaminan
fidusia.
3) Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia.
4) Uraian mengenai benda yang menjadi objek jaminan
fidusia.
5) Nilai penjaminan
6) Nilai benda yang menjadi objek jaminan fidusia.
Atas permohonan sebagaimana di atas, kantor
pendaftaran fidusia menerbitkan dan menyerahkan kepada
penerima fidusia, sertifikat jaminan fidusia pada tanggal yang
sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran.
Sertifikat jaminan fidusia merupakan salinan dari buku daftar
fidusia yang memuat catatan tentang hal-hal sebagaimana
dimaksud pada Pasal 13 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 42
Tahun 1999.
21 Andika Wijaya dan Wida Peace Ananta, Hukum Bisnis Properti di Indonesia …, h. 228.
36
f. Pengalihan dan Hapusnya Jaminan Fidusia
Pengalihan jaminan fidusia diatur dalam Pasal 19 Ayat
(1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 yang menyatakan
bahwa pengalihan hak atas piutang yang djamin dengan fidusia
mengakibatkan beralihnya demi hukum segala hak dan
kewajiban penerima fidusia kepada kreditor baru. Pengalihan
hak atas piutang dalam ketentuan ini, dikenal dengan istilah
cessie, yaitu pengalihan piutang yang dilakukan dengan akta
otentik atau akta dibawah tangan.
Dengan adanya cessie ini, segala hak dan kewajiban
penerima fidusia lama beralih kepada penerima fidusia baru
dan pengalihan hak atas piutang tersebut diberitahukan kepada
pemberi fidusia. Selanjutnya, atas peralihan piutang tersebut,
yang membawa konsekuensi peralihan jaminan fidusia, si
kreditor baru wajib mendaftarkannya kepada kantor
pendaftaran fidusia.
Jaminan fidusia sendiri bisa hapus karena beberapa hal
dimana ketentuan ini diatur dalam Pasal 25 Ayat (1) Undang-
Undang Nomor 42 Tahun 1999, yang menegaskan bahwa
jaminan fidusia hapus karena hal-hal sebagai berikut:
1) Hapusnya utang yang dijamin dengan fidusia.
2) Pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh penerima
fidusia, atau
3) Musnahnya benda yang menjadi objek jaminan
fidusia.
Sesuai dengan sifat ikutan dari jaminan fidusia, adanya
jaminan fidusia bergantung pada adanya piutang yang dijamin
pelunasannya. Apabila piutang tersebut hapus karena hapusnya
37
utang atau karena pelepasan, dengan sendirinya jaminan
fidusia yang bersangkutan menjadi hapus.
Atas hapusnya jaminan fidusia, penerima fidusia
memberitahukan kepada Kantor Pendaftaran Fidusia dengan
melampirkan pernyataan mengenai hapusnya utang, pelepasan
hak atau musnahnya benda yang menjadi objeka jaminan
fidusia tersebut. Kemudian, Kantor Pendaftaran Fidusia akan
mencoret pencatatan jaminan fidusia dari buku daftar fidusia22.
g. Eksekusi Jaminan Fidusia
Eksekusi merupakan pelaksanaan terhadap putusan
hakim baik keputusan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap maupun yang belum mempunyai kekuatan hukum tetap.
Dalam praktik peradilan pada umumnya apabila suatu
putusan telah mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht van
gewijsde) dapat dilaksanakan eksekusi terhadap barang-barang
yang menjadi jaminan baik itu barang bergerak maupun tidak
bergerak, kecuali:
1) Terhadap putusan serta merta (uit voerbaar bij
voorraad)
2) Putusan provisional atau putusan yang dapat
dilaksanakan terlebih dahulu dengan alasan
mendesak23.
Salah satu ciri dari jaminan utang kebendaan yang baik
adalah manakala hak tanggungan tersebut dapat dieksekusi
22 Andika Wijaya dan Wida Peace Ananta, Hukum Bisnis Properti di Indonesia …,
h. 231.
23 Sarwono, Hukum Acara Perdata; Teori dan Praktik, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), Cet. 2, h. 316.
38
secara cepat dengan proses yang sederhana, efisien dan
mengandung kepastian hukum.
Misalnya ketentuan eksekusi jaminan fidusia di Amerika
Serikat membolehkan pihak kreditor mengambil sendiri barang
objek jaminan fidusia, asal dapat menghindari perkelahian atau
percecokan (breaking the peace).
Fidusia sebagai salah satu jenis jaminan utang juga harus
memiliki unsur-unsur cepat, murah dan pasti. Inilah yang
dikeluhkan sejak lama dalam praktik, sebab selama ini
(sebelum keluarnya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999)
tidak ada kejelasan mengenai bagaimana mengeksekusi
fidusia24. Jadi, karena tidak ada ketentuan yang mengaturnya,
banyak yang menafsirkan bahwa eksekusi fidusia adalah
dengan memakai prosedur gugatan biasa (lewat pengadilan
dengan prosedur biasa) yang panjang, mahal dan melelahkan.
Namun, sejak berlakunya Undang-Undang Rumah Susun
Nomr 16 Tahun 1985 ada prosedur yang lebih mudah lewat
eksekusi di bawah tangan. Akan tetapi, di samping syaratnya
yang berat, eksekusi di bawah tangan versi Undang-Undang
Rumah Susun tentunya hanya berlaku atas fidusia yang
berhubungan dengan rumah susun saja. Karena itu, eksekusi
fidusia di bawah tangan sangat jarang digunakan dalam praktik
hukum.
Hal ini yang mendasari para pembentuk Undang-Undang
Nomor 42 Tahun 1999 membuat beberapa terobosan
diantaranya dengan mengambil pola eksekusi hak tanggungan
yang dikembangkan oleh Undang-Undang Hak Tanggungan
24 Munir Fuady, Hukum Jaminan Utang …, h. 141.
39
Nomor 4 Tahun 1996; mengatur eksekusi fidusia secara
bervariasi, sehingga para pihak dapat memilih model eksekusi
mana yang mereka inginkan. Model-model eksekusi jaminan
fidusia menurut Undang-Undang Fidusia Nomor 42 Tahun
1999 adalah:
1) Secara sifat eksekusi (dengan memakai title eksekutorial),
yakni lewat suatu penetapan pengadilan.
Ada beberapa akta yang mempunyai title eksekutorial
yang disebut dengan istilah “grosse akta”25, dimana salah
satunya akta fidusia. Menurut Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Perdata (HIR), setiap akta yang mempunyai
title eksekutorial dapat dilakukan fiat eksekusi.
Sedangkan yang dimaksud fiat eksekusi adalah
eksekusi atas sebuah akta seperti mengeksekusi suatu
putusan pengadilan yang telah berkekuatan pasti, dengan
cara meminta “fiat” dari ketua pengadilan yaitu memohon
penetapan dari ketua pengadilan untuk melakukan
eksekusi, ketua pengadilan tersebut akan memimpin
eksekusi sebagaimana dimaksud dalam HIR.
Dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 42 Tahun
1999 juga menyatakan bahwa dalam sertifikat jaminan
fidusia terantum irah-irah yang berbunyi “DEMI
KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG
MAHA ESA” dimana irah-irah tersebut memberikan title
eksekutorial, yakni title yang mensejajarkan kekuatan akta
tersebut dengan putusan pengadilan. Dengan demikian,
25 Munir Fuady, Hukum Jaminan Utang …, h. 142.
40
akta tersebut dapat dieksekusi tanpa perlu lagi putusan
pengadilan26.
2) Secara parate eksekusi, yakni dengan menjual (tanpa perlu
penetapan pengadilan) di depan pelelangan umum27.
Eksekusi fidusia dapat juga dilakukan dengan jalan
eksekusi oleh penerima fidusia lewat lembaga pelelangan
umum (Kantor Lelang). Hasil pelelangan tersebut
kemudian diambil untuk melunasi pembayaran piutang-
piutangnya. Parate eksekusi lewat pelelangan umum ini
dapat dilakukan tanpa melibatkan pengadilan sama sekali
dan ini tercantum dalam Pasal 29 Ayat (1) Huruf b.
3) Dijual di bawah tangan oleh pihak kreditur sendiri
Jaminan fidusia dapat juga dieksekusi secara parate
eksekusi dengan cara menjual benda objek fidusia secara di
bawah tangan, asalkan terpenuhi syarat-syarat untuk itu.
Menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Pasal 29
menyebutkan syarat-syarat agar suatu fidusia dapat
dieksekusi secara di bawah tangan adalah:
a) Dilakukan berdasarkan kesepakatan antara
pemberi dan penerima fidusia
b) Jika dengan cara penjualan di bawah tangan
tersebut dicapai harga tertinggi yang
menguntungkan para pihak
c) Diberitahukan secara tertulis oleh pemberi atau
penerima fidusia kepada pihak-pihak yang
berkepentingan.
26 Munir Fuady, Hukum Jaminan Utang …, h. 143.
27 Munir Fuady, Hukum Jaminan Utang …, h. 144.
41
Pihak kreditor tentunya dapat menempuh prosedur
eksekusi biasa lewat gugatan biasa ke pengadilan, sekalipun
tidak disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun
1999.
5. Implikasi / Akibat Hukum Perjanjian dalam Penggunaan Bahasa Asing
dan Penanaman Modal Asing
Pengaturan mengenai bahasa Indonesia telah diatur dalam
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa,
dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan. Dimana, salah satu
pertimbangan dikeluarkannya Undang-Undang tersebut adalah
bendera, bahasa dan lambang negara serta lagu kebangsaaan
merupakan sarana pemersatu, identitas dan wujud eksistensi bangsa
yang menjadi simbol kedaulatan dan kehormatan negara.
Penggunaan bahasa Indonesia dalam Undang-Undang ini
bersinggungan dengan penyusunan kontrak. Keterkaitan ini
menimbulkan implikasi besar terhadap perkembangan dunia kontrak
di Indonesia28.
Ketentuan-ketentuan yang mengatur penggunaan bahasa
Indonesia dalam penyusunan kontrak telah tercantum dalam Pasal 31
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009.
Ketentuan Pasal 31 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2009 berbunyi:
28 Chandra Kurniawan, Catatan tentang Kewajiban Penggunaan Bahasa Indonesia
dalam Kontrak, artikel diakses pada tanggal 18 Juli 2018 dari http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4b84cb774f63b/catatan-tentang-kewajiban-penggunaan-bahasa-indonesia-dalam-kontrak-broleh-chandra-kurniawan-
42
“Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam nota kesepahaman atau perjanjian yang melibatkan lembaga Negara, instansi pemerintahan Republik Indonesia, lembaga swasta Indonesia atau perseorangan warga negara Indonesia”.
Ketentuan Pasal 31 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2009 berbunyi:“Nota kesepahaman atau perjanjian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) yang melibatkan pihak asing ditulis juga
dalam bahasa nasional pihak asing tersebut dan/atau bahasa
Inggris”.
Ketentuan tersebut secara tegas mewajibkan penggunaan
bahasa Indonesia dalam perjanjian dan bila perjanjian tersebut
melibatkan pihak asing maka perjanjian tersebut juga ditulis dalam
bahasa nasional pihak asing tersebut dan/atau bahasa Inggris.
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 memang tidak
menyebutkan sanksi terhadap pelanggaran kewajiban penggunaan
bahasa Indonesia dalam perjanjian. Hal inilah yang menimbulkan
banyak kekhawatiran terutama terkait dengan ancaman pembatalan
terhadap kontrak-kontrak yang dibuat dengan tidak menggunakan
bahasa Indonesia yang melibatkan pihak asing dan menggunakan
hukum Indonesia sebagai pilihan hukumnya.
Undang-Undang Penanaman Modal No.25 Tahun 2007
mengatur mengenai kegiatan penanaman modal, baik penanaman
modal asing dan penanaman modal dalam negeri dan tidak
mengadakan pemisahaan Undang-undang secara khusus, seperti
halnya Undang-Undang Penanaman Modal terdahulu yang terdiri dari
43
dua Undang-undang, yaitu Undang-Undang Penanaman Modal Asing
dan Undang-Undang Penanaman Modal Dalam Negeri29.
Menurut ketentuan yang tercantum dalam Pasal 1 Angka 1
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 berbunyi:
“Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia”.
Selanjutnya disebutkan juga dalam Pasal 1 Angka 3 Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 2007 berbunyi:
“Penanaman modal asing adalah kegiatan menanam modal untuk melaksanakan usaha di wilayah Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanaman modal dalam negeri”.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 juga memberikan
definisi yuridis tentang modal asing, dimana modal asing adalah
modal yang dimiliki oleh negara asing, perseorangan warga negara
asing, badan usaha asing, badan hukum asing, dan/atau badan hukum
Indonesia yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki oleh pihak
asing.
Penanaman modal dalam negeri boleh berbentuk badan hukum
atau tidak berbadan hukum. Akan tetapi, penanaman modal asing yang
berkedudukan di Indonesia menurut Undang-Undang Nomor 25
Tahun 2007 justru wajib dalam bentuk badan hukum perseroan
29 Dhaniswara K. Harjono, Hukum Penanaman Modal, (Jakarta: PT Radja Grafindo
Persada, 2007), h. 122-123.
44
terbatas/PT. Ketentuan tersebut tercantum dalam Pasal 5 Ayat (1) dan
(2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007.
“Penanaman modal asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di wilayah Indonesia, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang”.
Tujuan atas hal tersebut diterangkan dalam bagian penjelasan
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007, yaitu merupakan salah satu
upaya pemerintah dalam memberikan kepastian hukum dalam
penyelenggaraan PMA.
Hal tersebut tidak lain bertujuan agar penanaman modal yang
menjadi bagian dari penyelenggaraan perekonomian nasional dapat
ditempatkan sebagai upaya untuk meningkatkan pertumbuhan
ekonomi nasional, menciptakan lapangan kerja, meningkatkan
pembangunan ekonomi berkelanjutan, meningkatkan kapasitas dan
kemampuan teknologi nasional, mendorong pembangunan ekonomi
kerakyatan, serta mewujudkan kesejahteraan masyarakat dalam suatu
sistem perekonomian yang berdaya saing30.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun
2007 Tentang Penanaman Modal, penanam modal asing yang tidak
memenuhi kewajiban seperti yang di sebutkan dalam Pasal 15 yang
berbunyi:
“Setiap penanam modal berkewajiban: a. menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik; b. melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan;
30 Eva Jayanti dan Mas Ariani, Kepastian Hukum Penanaman Modal Asing dalam Bentuk Perseroan Terbatas (Naamloze Vennotschap), artikel ini diakses pada tanggal 19 Juli 2018 dari https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article/view/.../4029
45
c. membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal dan menyampaikannya kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal;
d. menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan usaha penanaman modal; dan
e. mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan”.
Dapat menimbulkan akibat hukum yang juga diatur didalam pasal
34 yang berbunyi :
Ayat (1)
“Badan usaha atau usaha perorangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 yang tidak memenuhi kewajiban sebagaiman disebutkan dalam pasal 15 dapat dikenai sanksi administrasi berupa:
(a) peringatan tertulis; (b) pembatasan kegiatan usaha; (c) pembekuan kegiatan usaha dan atau fasilitas
penenman modal; (d) pencabutan kegiatan usaha dana atau fasilitas
penanaman modal.
Ayat (2)
“Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan
oleh instansi atau lembaga yang berwenang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan”.
Ayat (3)
“Selain dikenai sanksi administratif, badan usaha atau usaha
perseorangan dapat dikenai sansi lainnya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan”.
Ketentuan sanksi lainnya seperti yang dimaksud dalam Pasal
34 Ayat (3) dimaksudkan untuk merujuk pada Undang-Undang terkait
pelanggaran dari investor asing yang bersangkutan dilihat/ dikaji
secara kasuistis, misalnya investor asing tersebut melanggar hal-hal
yang dilarang di bidang pertambangan, maka investor tersebut akan
46
dikenakan sanksi berdasarkan Undang-Undang dan peraturan
perundang-undangan terkait pertambangan. Sehingga pelanggar
tersebut dapat di kenakan sanksi administrasi, pidana maupun perdata
sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan31.
B. Kajian Teori
1. Teori Kepastian Hukum
Menurut Kelsen, hukum adalah sebuah sistem norma.
Norma adalah pernyataan yang menekankan aspek “seharusnya”
atau das sollen, dengan menyertakan beberapa peraturan tentang apa
yang harus dilakukan. Norma-norma adalah produk dan aksi
manusia yang deliberative. Undang-Undang yang berisi aturan-
aturan yang bersifat umum menjadi pedoman bagi individu bertingkah
laku dalam bermasyarakat, baik dalam hubungan dengan sesama
individu maupun dalam hubungannya dengan masyarakat. Aturan-
aturan itu menjadi batasan bagi masyarakat dalam membebani atau
melakukan tindakan terhadap individu. Adanya aturan itu dan
pelaksanaan aturan tersebut menimbulkan kepastian hukum32.
Kepastian hukum secara normatif dapat dilihat ketika suatu
peraturan dibuat dan diundangkan secara pasti yang mengatur
mengenai sesuatu hal secara jelas dan logis. Jelas dalam artian tidak
menimbulkan keragu-raguan (multi tafsir) dan menjadi suatu sistem
norma dengan norma lain sehingga tidak berbenturan atau
menimbulkan konflik norma. Kepastian hukum menunjuk kepada
pemberlakuan hukum yang jelas, konsisten dan konsekuen yang
31 Hendy Prabawa Marwanto, Akibat Hukum Bagi Penanam Modal Asing Yang
Melakukan Pelanggaran Kontrak Dalam Berinvestasi Di Indonesia, artikel ini diakses pada tanggal 19 Juli 2018 dari https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article/view/.../4695
32 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Kencana, 2008), h. 158.
47
pelaksanaannya tidak dipengaruhi oleh keadaan-keadaan yang sifatnya
subjektif. Kepastian dan keadilan bukanlah sekedar tuntutan moral
melainkan secara faktual mencirikan hukum.
Menurut Utrecht, kepastian hukum mengandung dua
pengertian, yaitu:
a. adanya aturan yang bersifat umum membuat individu
mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh
dilakukan.
b. berupa keamanan hukum bagi individu dari
kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan
yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa
saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh Negara
terhadap individu33.
Jika dikaitkan teori kepastian hukum dalam suatu perjanjian sesuai
Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata serta hak dan
kewajiban pemberi dan penerima fidusia, menekankan pada penafsiran
dan sanksi yang jelas agar suatu perjanjian/ kontrak dapat memberikan
kedudukan yang sama antarsubjek hukum yang terlibat (para pihak
yang melakukan perjanjian utang piutang dengan jaminan fidusia).
Kepastian memberikan kejelasan dalam syarat-syarat sahnya
suatu perjanjian dimana ada dua akibat hukum yang terjadi apabila
syarat-syaratnya tidak terpenuhui yaitu:
1) dapat dibatalkan
apabila syarat subjektif dalam suatu perjanjian tidak terpenuhi
seperti kesepakatan dan kecakapan hukum.
2) batal demi hukum
33 Riduan Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, (Bandung: Penerbit Citra Aditya Bakti, 1999), h. 23.
48
apabila syarat objektif dalam suatu perjanjian tidak terpenuhi
seperti suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal.
Kepastian memberikan kejelasan melakukan perbuatan hukum
saat pelaksanaan suatu perjanjian utang piutang dengan jaminan
fidusia, dalam bentuk prestasi bahkan saat perjanjian tersebut cidera
janji atau salah satu pihak ada yang dirugikan maka sanksi dalam
suatu perjanjian/kontrak tersebut harus dijalankan sesuai kesepakatan
para pihak baik kreditor maupun debitor.
2. Teori Keadilan
Keadilan berasal dari kata adil, menurut Kamus Bahasa
Indonesia adil adalah tidak sewenang-wenang, tidak memihak, tidak
berat sepihak34. Adil mengandung arti bahwa suatu keputusan dan
tindakan didasarkan atas norma-norma yang objektif, jadi tidak
subjektif apalagi sewenang-wenang.
Keadilan pada dasarnya adalah suatu konsep yang relatif,
setiap orang tidak sama, adil menurut yang satu belum tentu adil untuk
yang lainnya. Keadilan sendiri tentunya harus relevan dengan
ketertiban umum di mana suatu skala keadilan diakui. Skala keadilan
sangatlah bervariasi yang mana ditentukan oleh masyarakat sesuai
dengan ketertiban umum dari masyarakat tersebut35.
Istilah lain yang dimiliki oleh keadilan yaitu legal justice atau
keadilan hukum yang merujuk pada pelaksanaan hukum menurut
prinsip-prinsip yang ditentukan dalam negara hukum. Ada pula istilah
lain yaitu soial justice atau keadilan sosial yang didefinisikan sebagai
34 Eko Hadi Wiyono, Kamus Bahasa Indonesia Lengkap, (Jakarta: Akar Media, 2007), h., 227.
35 H. M. Agus Santoso, Hukum, Moral dan Keadilan; Sebuah Kajian Filsafat Hukum, Cet. 3, (Jakarta: Prenanda Media Group, 2015), h., 85.
49
konsepsi-konsepsi umum mengenai social firmnes36 atau keadilan
sosial yang mungkin dapat dan tidak berselisih dengan konsepsi
keadilan individu atau keadilan secara individu.
Ada beberapa definisi keadilan menurut para ahli yang dikutip
dari Curzon, diantaranya sebagai berikut:
a. “Justice is a political virtue, by the rules of it, the state is regulated and these rules the criterion of what is right”37. (Aristoteles)
b. “The virtue which results in each person receiving his due”. (Justianus)
c. “Justice has always weighted the scales solely in favour of the weak and prescuted. A justice decision is a decision based on grounds which appeal to a disinterested person”. (Eugen Ehrlich)
d. “Justice is the correct application of a law as opposed to arbitratines”38. (Ross)
Dari beberapa definisi di atas, pemahaman tentang keadilan itu
beraneka ragam. Ada yang mengkaitkan keadilan dengan peraturan
politik negara, sehingga ukuran apa yang menjadi hak atau bukan,
senantiasa didasarkan pada ukuran yang telah ditentukan oleh negara.
Ada juga yang memandang keadilan dalam wujud kemauan yang
sifatnya tetap dan terus-menerus, untuk memberikan apa yang menjadi
hak bagi setiap orang39.
36 H. M. Agus Santoso, Hukum, Moral dan Keadilan; Sebuah Kajian Filsafat Hukum
…, h., 86.
37 Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence), Cet. 5, (Jakarta: Kencana, 2013), h., 217.
38 Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence) …, h., 218.
39 Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence) …, h., 221.
50
Keadilan merupakan salah satu tujuan hukum. Tujuan hukum
memang tidak hanya keadilan, tetapi juga kepastian hukum dan
kemanfaatan. Idealnya, hukum memang harus mengakomodasikan
ketiganya. Putusan hakim, misalnya sedapat mungkin merupakan
resultante dari ketiganya. Sekalipun demikian, tetap ada yang
berpendapat di antara ketiga tujuan hukum itu, keadilan merupakan
tujuan yang paling penting, bahkan ada yang berpendapat merupakan
tujuan hukum satu-satunya40. Contohnya ditunjukan oleh seorang
hakim Indonesia, Bismar Siregar dengan mengatakan, bila untuk
menegakan keadilan saya kobankan kepastian hukum, akan saya
korbankan hukum itu. Hukum hanya sarana, sedangkan tujuannya
adalah keadilan41.
3. Teori Itikad Baik
Pengaturan itikad baik di Indonesia diatur dalam Pasal 1338
Ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pasal ini menentukan
bahwa perjanjian dilaksanakan dengan itikad baik, namun ketentuan
ini sangat abstrak dikarenakan tidak ada tolak ukur dan makna dari
itikad baik tersebut42.
Di Negeri Belanda, Pengaturan itikad baik dalam kontrak
terdapat dalam Pasal 1374 Ayat (3) BW (lama) Belanda yang
menyatakan bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.
Menurut P.L. Wery, makna pelaksanaan dengan itikad baik
(uitvoering tegoeder trouw) dalam Pasal 1374 Ayat (3) di atas masih
tetap sama dengan makna bona fides dalam hukum Romawi beberapa
40 Muhamad Erwin, Filsafat Hukum; Refleksi Kritis Terhadap Hukum, Cet. 2,
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012), h., 218.
41 Bismar Siregar, Rasa Keadilan, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1996), h., 7.
42 Ridwan Khairandy, Kebebasan Berkontrak & Pacta Sunt Servanda Versus Itikad Baik: Sikap Yang Harus Diambil Pengadilan, (Yogyakarta: FH UII Press, 2015), h., 51.
51
abad lalu. Itikad baik bermakna bahwa kedua belah pihak harus
berlaku satu dengan lainnya tanpa tipu daya, tanpa tipu muslihat, tanpa
mengganggu pihak lain, tidak hanya melihat kepentingan diri sendiri
saja, tetapi juga kepentingan pihak lainnya juga.
Produk legislatif terbaru yang berkaitan dengan itikad baik ini
terdapat di dalam Pasal 6.248.1 BW Baru Belanda. Menurut
Hartkamp, pembentuk Undang-Undang telah membedakan itikad baik
dalam makna ketaatan akan reasonable commercial standard of fair
dealing dari itikad baik dalam makna honesty in fat. Namun Belanda
menggunakan istilah itikad baik sebagai reasonableness dan equity.
Itikad baik dalam kontrak dibedakan menjadi itikad baik dua, yaitu:
1) Itikad baik pra kontrak (preontractual good faith) atau disebut
juga itikad baik subjektif, yaitu pengertian itikad baik yang
terletak dalam sikap batin seseorang. Di dalam hukum benda
itikad baik ini diartikan dengan kejujuran43.
2) itikad baik dalam pelaksanaan kontrak (good faith on contract
performane) disebut juga itikad baik objektif, bahwa suatu
perjanjian yang dibuat haruslah dilaksanakan dengan
mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan yang
berarti bahwa perjanjian itu harus dilaksanakan sedemikian
rupa sehingga tidak merugikan salah satu pihak.
C. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu
Setelah penulis melakukan peninjauan terhadap kajian terdahulu terdapat
beberapa kajian yang berhubungan dengan penelitian ini yaitu;
1. Analisa Hukum Terhadap Kekuatan Eksekutorial Sertipikat Jaminan
Fidusia (berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang
43 R. Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Citra Aditya Bakti, 1983), h., 25
52
Jaminan Fidusia). Skripsi yang ditulis oleh Ahamd Wahyudi, Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun
2014.
Pada skripsi tersebut membahas tentang kekuatan eksekutorial
sertipikat jaminan fidusia tanpa melalui proses pengadilan apabila debitor
telah melakukan wanprestasi. Perbedaannya pada skripsi tersebut lebih
fokus kepada cara mengeksekusi benda objek fidusia dengan sertipikat
jaminan fidusia sedangkan penelitian yang akan dilakukan peneliti ini
lebih fokus pembatalan eksekusi terhadap benda objek perjanjian fidusia.
2. Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Eksekusi Terhadap Benda Jaminan
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang
Jaminan Fidusia (Studi Kasus Pada Pt. Kembang 88 Surakarta).
Skripsi yang ditulis oleh Netty Prahmaningtyastuti, Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Surakarta pada tahun 2015.
Pada skripsi tersebut hanya membahas tentang pelaksanaan eksekusi
objek yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 29 Undang-Undang
Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, karena perjanjian
fidusianya tidak didaftarkan melalui Notaris,dan hanya dilakukan dibawah
tangan. Perbedaannya pada skripsi tersebut lebih fokus kepada
pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia dengan akta dibawah tangan
sedangkan penelitian yang akan dilakukan peneliti ini fokus kepada hal-
hal yang membatalkan eksekusi jaminan fidusia.
3. Jaminan Fidusia44. Buku yang ditulis oleh Gunawan Widjaja dan Ahmad
Yani yang membahas tentang hukum jaminan fidusia, sifat jaminan
fidusia, subjek dan obyek jaminan fidusia, mekanisme pendaftaran sampai
dengan eksekusi jaminan fidusia.
44 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Jaminan Fidusia …, h. 9
53
Perbedaannya pada buku tersebut lebih fokus kepada pembahsan
mengenai jaminan fidusia sebagai salah satu pranata jaminan yang
memiliki hak kebendaan sedangkan penelitian yang akan dilakukan
peneliti ini lebih fokus pada pembatalan eksekusi terhadap benda objek
perjanjian fidusia yang dilakukan oleh PT Bangun Karya Pratama Lestari
terhadap Nine Am Ltd.
4. Kajian Yuridis Eksekusi Obyek Jaminan Fidusia Yang Dialihkan
Kepada Pihak Ketiga45. Jurnal yang ditulis oleh Kusumastuti Indri
Hapsari, Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta pada tahun
2017.
Pada jurnal tersebut membahas tentang obyek jaminan fidusia sebagai
jaminan kredit yang dialihkan kepada pihak ketiga dan eksekusi jaminan
fidusia yang beralih kepada pihak ketiga. Perbedaannya pada jurnal
tersebut lebih fokus kepada pengalihan obyek jaminan fidusia kepada
pihak ketiga sehingga eksekusi jaminan fidusia juga beralih ke pihak
ketiga, sedangkan penelitian yang akan dilakukan peneliti ini lebih fokus
kepada pembatalan eksekusi benda objek perjanjian fidusia yang diajukan
oleh debitor kepada pengadilan.
45 Kusumastuti Indri Hapsari, “Kajian Yuridis Eksekusi Jaminan Fidusia yang Dialihkan Kepada Pihak Ketiga”, Jurnal Repertorium Vol. IV (Januari, 2017), h. 45.
54
BAB III
PERJANJIAN PINJAM-MEMINJAM (LOAN AGREEMENT) DENGAN
JAMINAN FEDUSIA ANTARA NINE AM LTD DENGAN PT BANGUN
KARYA PRATAMA LESTARI
A. Kedudukan Para Pihak
1. Nine AM Ltd sebagai Kreditor
Nine AM Ltd adalah suatu perusahaan kemitraan terbatas yang
didirikan dan berdasarkan hukum yang berlaku di Negara bagian
Texas, Amerika Serikat. Perusahaan ini berkedudukan di 16031 East
Freeway, Channelview, Texas 77530 USA.
Nine AM Ltd melakukan perjanjian pinjam-meminjam dengan
jaminan secara fidusia bersama PT Bangun Karya Pratama Lestari,
dimana Nine AM Ltd bertindak sebagai kreditor dengan memberikan
pinjaman berupa sejumlah uang kepada PT Bangu Karya Pratama
Lestari.
2. PT Bangun Karya Pratama Lestari sebagai Debitor
PT Bangun Karya Pratama Lestari adalah sebuah badan hukum
berbentuk Perseroan Terbatas (PT) yang didirikan berdasarkan hukum
Negara Republik Indonesia yang berkedudukan di Jakarta Barat dan
berkantor di Sentra Niaga Puri Indah Blok T 3 nomor 1, Puri
Kembangan, Jakarta Barat, yang memiliki kegiata usaha utamanya
dalam bidang penyewaan atau rental alat-alat berat.
PT Bangun Karya Pratama Lestari dalam perjanjian ini
bertindak sebagai debitor yang menerima pinjaman berupa sejumlah
uang dengan jaminan berupa lima unit Truck Caterpillar model 777 D
kepada Nine AM Ltd.
55
B. Hak dan Kewajiban Para Pihak
Hak dan kewajiban timbul setelah terjadinya kesepakatan antara Nine
AM Ltd dengan PT Bangun Karya Pratama Lestari dalam perjanjian pinjam-
meminjam dengan jaminan secara fidusia. Hak dan kewajiban kreditur
bertimbal balik dengan hak dan kewajiban debitur.
1. Hak dan Kewajiban Nine AM Ltd
Hak Nine AM Ltd sebagai kreditur diantaranya:
a. Menerima kembali uang yang dipinjam dari debitur sesuai dengan
jumlah dan keadaan yang sama ditambah bunga yang telah disepakati
sesuai dengan waktu yang telah diperjanjikan.
b. Kepemilikan atas benda yang dijadikan obyek fidusia, namun secara
fisik benda tersebut tidak di bawah penguasaannya;
c. Dalam hal debitur wanprestasi, untuk menjual benda yang menjadi
obyek jaminan fidusia atas kekuasaannya sendiri (parate eksekusi),
karena dalam Sertifikat Jaminan Fidusia terdapat adanya titel
eksekutorial, sehingga mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama
dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap;
d. Yang didahulukan terhadap kreditur lainnya untuk mengambil
pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yang menjadi obyek
jaminan fidusia;
e. Memperoleh penggantian benda yang setara yang menjadi obyek
jaminan dalam hal pengalihan jaminan fidusia oleh debitur;
f. Memperoleh hak terhadap benda yang menjadi obyek jaminan fidusia
dalam rangka pelaksanaan eksekusi
g. Tetap berhak atas utang yang belum dibayarkan oleh debitur.
Sementara kewajiban Nine AM Ltd sebagai kreditur diantaranya:
a. Untuk menyerahkan uang yang diperjanjikan kepada debitur dan tidak
dapat meminta kembali sebelum lewatnya waktu yang diperjanjikan
56
b. Wajib mendaftarkan jaminan fidusia kepada Kantor Pendaftaran
Fidusia;
c. Wajib mengajukan permohonan pendaftaran atas perubahan dalam
Sertifikat Jaminan Fidusia kepada Kantor Pendaftaran Fidusia;
d. Wajib mengembalikan kepada Pemberi Fidusia dalam hal hasil
eksekusi melebihi nilai penjaminan;
e. Wajib memberitahukan kepada Kantor Pendaftaran Fidusia mengenai
hapusnya jaminan fidusia. Pengecualian: Penerima Fidusia tidak
menanggung kewajiban atas akibat tindakan atau kelalaian Pemberi
Fidusia baik yang timbul dari hubungan kontraktual atau yang timbul
dari perbuatan melanggar hukum sehubungan dengan penggunaan dan
pengalihan Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia
2. Hak dan Kewajiban PT Bangun Karya Pratama Lestari
Hak PT Bangun Karya Pratama Lestari sebagai debitur diantaranya:
a. Menerima uang yang diperjanjikan dari kreditur.
b. Tetap menguasai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia;
c. Dapat menggunakan, menggabungkan, mencampur atau mengalihkan
benda atau hasil dari benda yang menjadi obyek jaminan fidusia, atau
melakukan penagihan atau melakukan kompromi atas utang apabila
Penerima Fidusia menyetujui.
Kewajiban PT Bangun Karya Pratama Lestari sebagai debitur
diantaranya:
a. Pemberi Fidusia wajib untuk membayar seluruh hutang ditambah
bunga yang telah disepakati sesuai dengan waktu yang diperjanjikan;
b. Pemberi Fidusia wajib untuk memelihara Objek Jaminan dengan
sebaik-baiknya;
c. Segala pajak, Bea, pungutan dan beban lainnya terhadap Objek
Jaminan (bila ada) merupakan beban dan tanggungan Pemberi Fidusia;
57
d. Pemberi fidusia menjamin Penerima Fidusia dari semua gugatan yang
diajukan oleh pihak ke tiga sehubungan dengan objek jaminan;
e. Pemberi Fidusia tidak berhak untuk melakukan Fidusia ulang, Objek
Jaminan, tidak diperkenankan untuk membebankan dengan cara
apapun, atau mengalihkan dengan cara apapun Objek Jaminan kepada
pihak lain; dan
f. Menyerahkan Objek Jaminan kepada Penerima Fidusia apabila tidak
memenuhi kewajibannya dengan seksama seperti yang telah
ditentukan dalam Akta atau Perjanjian Pembiayaan.
C. Kasus Posisi
1. Duduk Perkara
a. Pada tanggal 30 Juli 2010 telah dibuat Perjanjian Pinjam-Meminjam
(Loan Agreement) oleh dan antara PT Bangun Karya Pratama Lestari
dengan Nine AM Ltd, dimana PT Bangun Karya Pratama Lestari
menerima pinjaman uang dari Nine AM Ltd sebesar US$ 4,999,500
(empat juta Sembilan ratus sembilan puluh Sembilan ribu lima ratus
dolar Amerika Serikat).
b. Perjanjian ini diatur oleh dan ditafsirkan menurut hukum yang berlaku
di Republik Indonesia. Mengenai perjanjian ini dan segala akibatnya,
debitur memilih domisili hukum tetap di Kantor Panitera Pengadilan
Negeri Jakarta Barat.
c. Meskipun perjanjian ini dibuat dan ditandatangani serta tunduk pada
ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia namun bahasa
yang digunakan dalam perjanjian ini menggunakan bahasa inggris. Hal
ini terjadi karena semua yang mempersiapkan perjanjian ini adalah
pihak Nine AM Ltd, dimana pihak PT Bangun Karya Pratama Lestari
tinggal menandatangani perjanjian tersebut.
d. Sebagai jaminan atas hutang tersebut, antara PT Bangun Karya
Pratama Lestari dengan Nine AM Ltd, telah dibuat Akta Perjanjian
58
Jaminan Fidusia atas Benda tertanggal 30 Juli 2010 Nomor 77 yang
dibuat di hadapan Popie Savitri Martosuhardjo Pharmanto, S.H.,
Notaris & PPAT di Jakarta.
e. Benda atau barang yang dijadikan jaminan secara fidusia tersebut
adalah berupa 5 Unit Truck Caterpillar Model 777 D dengan nomer
seri masing-masing FKR 00635, FKR 00636, FKR 00637, FKR
00638, FKR 4064.
f. Dalam perjanjian tersebut juga diatur mengenai pelunasan atau
pembayaran kembali pinjaman beserta bunganya yang bisa dilakukan
sebagai berikut:
1) 48 kali angsuran bulanan sebesar US$ 179,550 (serratus tujuh
puluh Sembilan lima ratus lima puluh dolar Amerika Serikat)
per bulan, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 1, dimana
angsuran pertama wajib dibayar satu bulan setelah tanggal
transfer pinjaman ke rekening debitur sebagaimana dijelaskan
dalam Pasal 1 di atas, sedangkan angsuran sisanya akan
menyusul setelahnya.
2) Pembayaran bunga akhir sebesar US$ 1,500,000 (satu juta lima
ratus ribu dolar Amerika Serikat) yang wajib dibayar pada
tanggal pembayaran terakhir angsuran pinjaman.
g. Perihal pembayaran alternatif atas bunga terakhir juga diatur dalam
perjanjian ini yang berbunyi:
1) Pembayaran bunga akhir bisa dibayar tunai atau (berdasarkan
keputusan debitur) melalui pengalihan hak atas alat dan serah
terima alat kepada kreditur atau agennya di Jakarta;
2) Bilamana debitur memilih melakukan pengalihan hak atas alat
dan serah terimanya kepada kreditur di Jakarta, maka seluruh
alat wajib diserahkan kepada kreditur di Jakarta pada atau
sebelum tanggal, yaitu 30 hari setelah tanggal pembayaran
59
angsuran terakhir sesuai ketentuan dan syarat pengembalian
sebagaimana diterapkan dalam lampiran 2, yang jika tidak
dipatuhi oleh debitur, maka kreditur berhak meminta
pembayaran bunga akhir tersebut seara langsung atau tunai.
h. Dalam perjanjian ini juga diatur perihal pembayaran atas penurunan
nilai jaminan yang berbunyi:
Kesepakatan kreditur untuk menerima pengalihan hak atas alat
sebagai pengganti pembayaran bunga pinjaman didasarkan pada
asumsi bahwa nilai residual (sisa) alat setelah digunakan selama empat
tahun adalah sebesar US$ 1,500,000 (satu juta lima ratus ribu dolar
Amerika Serikat). Asumsi ini didasarkan pula pada asumsi bahwa tiap
Truck Caterpillar 777 yang secara bersama-sama merupakan alat telah
dioperasikan maksimal 400 jam per bulan selama empat tahun masa
pinjaman.
Debitur sepakat bahwa bahwa bilamana salah satu dari Truck
Caterpillar 777 diopersikan selama lebih dari 400 jam dalam sebulan
selama masa pinjaman, maka debitur wajib melakukan pembayaran
kepada kreditur atas penurunan nilai jaminan sebesar 40,00 US$
(empat puluh dolar Amerika Serikat) untuk tiap jam kelebihan
pengoperasian ke lima Truk Caterpillar 777. Pembayaran atas
penurunan nilai jaminan tersebut wajib dilaksanakan bersama-sama
dengan pembayaran angsuran bulanan pada bulan setelah kelebihan
penggunaan dimaksud.
i. Namun setelah berjalan satu tahun lebih timbulah permasalahan
dimana kreditur mengirimkan surat tagihan pembayaran tanggal 30
November 2012 karena debitur melakukan cidera janji (wanprestasi)
dengan tidak memenuhi kewajibannya untuk membayar angsuran
tanggal 11 September 2011, namun tidak ada balasan dari debitur atas
surat tagihan tersebut.
60
j. Pada tanggal 10 Juli 2012 kreditur mengirimkan surat peringatan
(somasi) kepada debitur karena telah melakukan cidera janji
(wanprestasi) dengan tidak membayar kewajiban-kewajiban debitur
untuk membayar utangnya kepada kreditur yang dimulai sejak tagihan
tanggal 30 November 2011 (untuk pembayaran angsuran 11
September 2011) hingga saat ini dengan jumlah utang pokok secara
keseluruhan sebesar US$ 8,083,154 (delapan juta delapan puluh tiga
ribu serratus lima puluh empat dollar Amerika Serikat).
k. Setelah memberikan surat peringatan (somasi) namun tidak ada
balasan atau itikad baik dari debitur maka kreditur berupaya
melakukan eksekusi jaminan fidusia termasuk memperoleh penetapan
dari Pengadilan Negeri Tenggarong dan melalui Pengadilan Negeri
Jakarta Barat telah melakukan Aanmaning kepada debitur. Namun
debitur telah menolak untuk secara sukarela melakukan kewajiban
pembayaran utangnya kepada kreditur. Debitur bahkan telah
melakukan upaya-upaya untuk menghalangi kreditur dalam
melaksanakan haknya berdasarkan perjanjian fidusia, termasuk
mengajukan perlawanan terhadap pelaksanaan eksekusi terhadap Akta
Perjanjian Jaminan Fidusia Nomor 77 tanggal 30 Juli 2010 pada
Pengadilan Negeri Tenggarong, gugatan pembatalan di Pengadilan
Negeri Tenggarong.
l. Namun pada tanggal 30 agustus 2012, debitur mengajukan gugatan
pembatalan perjanjian pinjam meminjam (Loan Agreement) kepada
Pengadilan Negeri Jakarta Barat agar mengeluarkan putusan bahwa
perjanjian pinjam meminjam (Loan Agreement) tertanggal 30 Juli
2010 batal demi hukum dan membatalkan akta perjanjian jaminan
fidusia atas benda tertanggal 30 Juli 2010 nomor 77.
2. Pertimbangan Hukum oleh Hakim Mahkamah Agung Nomor:
1572K/Pdt./2015
61
a) Menimbang gugatan yang diajukan pada intinya berisi:
1) Karena Loan Agreement tidak memenuhi syarat formil tertentu
sebagaimana diwajibkan oleh Undang-undang, maka Loan
Agreement tersebut batal demi hukum atau setidak-tidaknya tidak
memiliki kekuatan hukum mengikat (null and void ; nietig).
2) karena isi Loan Agreement mengandung ketentuan-ketentuan yang
bertentangan dengan Undang-undang, ketertiban umum dan
kesusilaan (Pasal 1335 jo. Pasal 1337 kuhperdata) maka Loan
Agreement batal demi hukum atau setidak-tidaknya tidak memiliki
kekuatan mengikat (null & void ; nietig);
3) isi Loan Agreement mengindikasikan bahwa tergugat sebagai
perusahaan asing telah bertindak sebagai suatu perusahaan yang
bergerak dalam bidang penyewaan atau rental alat-alat berat yang
menurut Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 jo. Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 2007 adalah dilarang karena termasuk
dalam bidang yang tertutup bagi perusahaan asing;
4) tuntutan yang diminta oleh PT Bangun Karya Pratama Lestari
(debitur / penggugat) yang pada pokoknya berisi:
(a) Mengabulkan gugatan tergugat dalam Rekonvensi untuk
seluruhnya.
(b) Menyatakan perjanjian pinjam meminjam (Loan Agreement)
tertanggal 30 Juli 2010 batal demi hukum dan membatalkan
akta perjanjian jaminan fidusia atas benda tertanggal 30 Juli
2010 nomor 77.
b) Menimbang Eksepsi yang diajukan pada intinya berisi:
1) Menyatakan gugatan yang diajukan kabur karena dalam
gugatannya menggabungkan antara perbuatan melawan hukum
dan perbuatan cidera janji (wanprestasi).
62
2) Penggugat (debitur) tidak mempunyai hak untuk mengajukan
gugatan kepada tergugat (kreditur) karena tergugat terbukti
melakukan wanprestasi.
c) Menimbang dalam Rekonvensi, tergugat dalam Konvensi disebut
Penggugat dalam Rekonvensi yang diajukan pada intinya berisi:
1) Mengabulkan gugatan Penggugat dalam Rekonvensi untuk
seluruhnya.
2) Menyatakan sah dan mengikat para pihak atas perjanjian pinjam
meminjam (Loan Agreement) tertanggal 30 Juli 2010 dan akta
perjanjian jaminan fidusia atas benda tertanggal 30 Juli 2010
nomor 77.
d) Menimbang Putusan yang dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta
Barat dengan nomor: 450/Pdt.G/2012/PN Jkt.Bar yang berisi:
1) Mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya.
2) Menyatakan perjanjian pinjam meminjam (Loan Agreement)
tertanggal 30 Juli 2010 batal demi hukum dan membatalkan akta
perjanjian jaminan fidusia atas benda tertanggal 30 Juli 2010
nomor 77.
3) Memerintahkan penggugat untuk mengembalikan sisa uang
pinjaman kepada tergugat sebesar US$ 1.176.730,50 (satu juta
serratus tujuh puluh enam ribu tujuh ratus tiga puluh, lima puluh
sen dollar Amerika Serikat)
4) Menghukum tergugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp
816.000,00 (delapan ratus enam belas ribu rupiah).
e) Menimbang Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta dengan nomor:
662/Pdt/2014/PT.DKI yang putusannya menguatkan putusan
Pengadilan Negeri Jakarta Barat.
f) Menimbang permohonan kasasi yang pada pokoknya berisi:
63
1) Menyatakan bahwa putusan Judex Facti terbukti tidak sesuai
secara mendasar dengan hukum dan kurang dalam pertimbangan
karena tidak mempertimbangkan dalil-dalil yang diajukan oleh
pemohon kasasi, sehingga dianggap sebagai suatu kelalaian dalam
beracara (vormverzum).
2) Menyatakan bahwa putusan Judex Facti telah secara nyata
memberikan putusan yang melebihi dari apa yang dimintakan oleh
termohon kasasi (penggugat) dalam petitumnya (Ultra Petita).
3) Menyatakan bahwa putusan Judex Facti telah salah memberikan
pertimbangan hukum karena termohon kasasi telah melakukan
wanprestasi terlebih dahulu terhadap pemohon kasasi (Exceptio
Non Adimpleti Contractus).
4) Menyatakan bahwa putusan Judex Facti telah mengabaikan asas
Audi et Alteram Partem dalam pertimbangan hukumnya.
g) Menimbang kontra memori kasasi yang pada pokoknya menyatakan
batal demi hukum terhadap perjanjian pinjam meminjam (Loan
Agreement) tertanggal 30 Juli 2010 dan akta perjanjian jaminan fidusia
atas benda tertanggal 30 Juli 2010 nomor 77.
3. Putusan Hakim Mahkamah Agung Nomor: 1572K/Pdt./2015
Adapun putusan Mahkamah Agung yang dikeluarkan pada hari Jum’at
tanggal 23 Oktober 2015 oleh Soltoni Mohdally, S.H., M.H., Hakim
Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua
Majelis, Dr. Nurul Elmiyah, S.H., M.H. dan Dr. H. Zahrul Rabain, S.H.,
M.H. Hakim-Hakim Agung sebagai Hakim Anggota, adalah sebagai
berikut:
a) Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi Nine AM Ltd
tersebut
64
b) Menghukum Pemohon Kasasi/Tergugat/Pembanding untuk membayar
biaya perkara dalam tingkat kasasi ini sejumlah Rp 500.000,00 (lima
ratus ribu rupiah)
64
BAB IV
PEMBATALAN EKSEKUSI TERHADAP BENDA OBJEK PERJANJIAN
FEDUSIA ANTARA NINE AM LTD DENGAN PT BANGUN KARYA
PRATAMA LESTARI
A. Hal-Hal yang Menghapuskan Perjanjian
Perjanjian pinjam meminjam (Loan Agreement) antara Nine AM Ltd
dengan PT Bangun Karya Pratama Lestari sama seperti perjanjian pada
umumnya yang dapat berakhir atau hapus karena beberapa hal, diantaranya
yaitu:
1. Ditentukan dalam perjanjian oleh para pihak.
Dimana hal tersebut telah diatur dalam perjanjian pinjam meminjam
(Loan Agreement) antara Nine AM Ltd dengan PT Bangun Karya Pratama
Lestari yang telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia bahwa PT
Bangun Karya Pratama Lestari harus melunasi hutangnya yang sebesar
US$ 4.999.500 (empat juta Sembilan ratus Sembilan puluh Sembilan ribu
lima ratus dolar Amerika Serikat) dalam 48 kali angsuran bulanan. Hal
tersebut menandakan bahwa perjanjian pinjam meminjam tersebut hanya
berlaku selama 4 tahun yang mana telah disepakati oleh kedua belah pihak.
2. Undang-undang menentukan batas berlakunya suatu perjanjian.
Dalam perjanjian pinjam meminjam (Loan Agreement) antara Nine
AM Ltd dengan PT Bangun Karya Pratama Lestari secara tidak langsung
dalam pasal 1338 ayat (2) yang inti bunyi pasalnya bahwa perjanjian
didasarkan pada kesepakatan kedua belah pihak dimana batas berlakunya
perjanjian tersebut juga diatur dalam kesepakatan kedua belah pihak.
3. Para pihak atau Undang-undang dapat menentukan bahwa dengan
terjadinya suatu pertistiwa tertentu, maka perjanjian akan hapus.
65
Dalam perjanjian pinjam meminjam (Loan Agreement) antara Nine
AM Ltd dengan PT Bangun Karya Pratama Lestari jika debitur
melaksanakan prestasi, maka perjanjian akan hapus.
4. Pernyataan menghentikan persetujuan (opzegging).
Pernyataan tersebut dapat dilakukan oleh kedua belah pihak atau oleh
salah satu pihak. Opzegging ini hanya ada pada persetujuan-persetujuan
yang bersifat sementara.
5. Perjanjian hapus karena putusan hakim.
Perjanjian pinjam meminjam (Loan Agreement) antara Nine AM Ltd
dengan PT Bangun Karya Pratama Lestari bisa hapus oleh putusan hakim
apabila salah satu pihak bisa membuktikan di persidangan bahwa
perjanjian tersebut telah melanggar syarat subjektif atau syarat objektif
dalam perjanjian.
6. Tujuan dari perjanjian telah tercapai.
Tujuan dari perjanjian pinjam meminjam (Loan Agreement) antara
Nine AM Ltd dengan PT Bangun Karya Pratama Lestari yaitu para pihak
melaksanakan ketentuan-ketentuan yang telah disepakati di dalam
perjanjian. Apabila tujuan dari perjanjian tersebut telah tercapai maka
perjanjian bisa hapus.
7. Dengan persetujuan para pihak (herroeping)
Dalam perjanjian pinjam meminjam (Loan Agreement) antara Nine
AM Ltd dengan PT Bangun Karya Pratama Lestari ada persetujuan para
pihak perihal melanjutkan atau menghentikan perjanjian.
Namun dari ketujuh hal tersebut yang menghapuskan perjanjian pinjam
meminjam (Loan Agreement) antara Nine AM Ltd dengan PT Bangun Karya
Pratama Lestari adalah putusan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat
Nomor 450/Pdt.G/2012/PN Jkt.Bar yang dikuatkan dengan Putusan
Pengadilan Tinggi Nomor 662/Pdt/2014/PT.DKI dan Putusan Mahkamah
Agung Nomor 1572 K/Pdt/2015 yang menyatakan bahwa perjanjian pinjam
66
meminjam (Loan Agreement) antara Nine AM Ltd dengan PT Bangun Karya
Pratama Lestari tertanggal 30 Juli 2010 batal demi hukum dan membatalkan
akta perjanjian jaminan fidusia atas benda tertanggal 30 Juli 2010 Nomor 77.
B. Analisis Hukum Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor:
1572K/Pdt./2015
Dalam hal ini peneliti akan menganalisis hal-hal yang menjadi
pertimbangan hakim dalam memutus perkara gugatan pembatalan perjanjian
pinjam meminjam (Loan Agreement) antara Nine AM Ltd dengan PT Bangun
Karya Pratama Lestari dengan teori-teori yang telah dijelaskan di atas.
Hal-hal yang menjadi pertimbangan hakim, antara lain:
1. Menimbang gugatan yang diajukan pada intinya berisi:
a) Karena Loan Agreement tidak memenuhi syarat formil tertentu
sebagaimana diwajibkan oleh Undang-undang, maka loan
agreement tersebut batal demi hukum atau setidak-tidaknya tidak
memiliki kekuatan hukum mengikat (null and void ; nietig).
Bahwa Pasal 31 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2009 Tentang bendera, bahasa, lambang dan lagu kebangsaan telah
secara tegas menyatakan bahwa:
“Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam nota kesepahaman atau perjanjian yang melibatkan lembaga Negara, instansi pemerintah Republik Indonesia, lembaga swasta Indonesia atau perseorangan warga Negara Indonesia ”
Pasal tersebut secara tegas mewajibkan penggunaan bahasa
Indonesia dalam membuat suatu perjanjian dimana frasa kata wajib
disini merupakan suatu keharusan. Namun perjanjian pinjam
meminjam (Loan Agreement) antara Nine Am Ltd dengan PT
67
Bangun Karya Pratama Lestari tidak dibuat dalam bahasa
Indonesia.
Hal tersebut secara jelas telah melanggar Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2009 yang mengakibatkan tidak terpenuhi syarat
formil yang diwajibkan Undang-Undang dan syarat sahnya
perjanjian yaitu sebab yang halal.
Berdasarkan kepastian hukum yang tercantum dalam Pasal
1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwa apabila syarat
objektif yaitu “sebab yang halal” dalam suatu perjanjian tidak
terpenuhi maka akibat hukumnya batal demi hukum. Oleh karena
itu perjanjian pinjam meminjam (Loan Agreement) antara Nine
Am Ltd dengan PT Bangun Karya Pratama Lestari batal demi
hukum karena tidak terpenuhi syarat objektif yaitu “sebab yang
halal”.
b) karena isi Loan Agreement mengandung ketentuan-ketentuan yang
bertentangan dengan Undang-undang, ketertiban umum dan
kesusilaan (Pasal 1335 jo. Pasal 1337 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata) maka Loan Agreement batal demi hukum atau
setidak-tidaknya tidak memiliki kekuatan mengikat (null & void ;
nietig);
Bahwa ketentuan mengenai eksekusi terhadap objek fidusia
telah diatur dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 42 Tahun
1999, eksekusi tersebut dapat dilakukan dengan cara:
1) pelaksanaan title eksekutorial
2) penjualan benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas
kekuasaan penerima fidusia sendiri melalui pelalangan
umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil
penjualan
68
3) penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan
kesepakatan pemberi dan penerima fidusia jika dengan cara
demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang
menguntungkan para pihak.
Namun dalam perjanjian pinjam meminjam (Loan Agreement)
antara Nine Am Ltd dengan PT Bangun Karya Pratama Lestari
tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 42
Tahun 1999 melainkan menggunakan pembayaran alternatif
dengan cara pengalihan hak atas alat dan pembayaran atas
penurunan nilai jaminan yang tercantum dalam Pasal 3 dan Pasal 7
perjanjian pinjam meminjam (Loan Agreement) tersebut.
Berdasarkan kepastian hukum yang tercantum dalam Pasal 32
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 yang menyatakan batal
demi hukum apabila pelaksanaan eksekusi terhadap objek fidusia
tidak sesuai dengan Pasal 29 dan Pasal 31 Undang-Undang Nomor
42 Tahun 1999.
Pasal 33 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 juga
mempertegas bahwa janji yang memberikan kewenangan kepada
penerima fidusia untuk memiliki objek fidusia apabila debitur
cidera janji, batal demi hukum.
Perjanjian pinjam meminjam (Loan Agreement) tersebut juga
termasuk perjanjian yang tidak mempunyai kekuatan hukum
karena dibuat oleh suatu sebab yang palsu atau terlarang (Pasal
1335 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) dimana suatu sebab
adalah terlarang apabila dilarang oleh Undang-undang, apabila
berlawanan dengan kesusilaan atau ketertiban umum (Pasal 1337
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata)
Bahwa dengan berpedoman Pasal 1320 Kitab Undang-Undang
hukum Perdata yang menentukan bahwa salah satu syarat sahnya
69
perjanjian adalah “sebab yang halal”. Dimana jika tidak terpenuhi
syarat objektif yaitu “sebab yang halal” maka akibat hukumnya
batal demi hukum.
Berdasarkan ketentuan tersebut maka perjanjian pinjam
meminjam (Loan Agreement) antara Nine Am Ltd dengan PT
Bangun Karya Pratama Lestari batal demi hukum karena tidak
terpenuhi syarat objektif yaitu “sebab yang halal”.
c) isi Loan Agreement mengindikasikan bahwa tergugat sebagai
perusahaan asing telah bertindak sebagai suatu perusahaan yang
bergerak dalam bidang penyewaan atau rental alat-alat berat yang
menurut Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 jo. Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 2007 adalah dilarang karena termasuk
dalam bidang yang tertutup bagi perusahaan asing.
Bahwa berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010
Tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha
Yang Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal,
kegiatan persewaan mesin konstruksi dan teknis sipil dan
peralatannya (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia kode
Nomor 77306) hanya terbuka bagi penanaman modal dalam negeri
dan karenanya tertutup bagi penanam modal asing.
Berdasarkan Pasal 5 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 25
Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal menyebutkan:
“Penanaman modal asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas dan berdasrkan hukum Indonesia dan berkedudukan di dalam wilayah Negara Republik Indonesia, keuali ditentukan lain oleh Undang-undang”.
Namun perjanjian pinjam meminjam (Loan Agreement) antara
Nine Am Ltd dengan PT Bangun Karya Pratama Lestari
70
bertentangan dengan ketentuan yang tercantum dalam Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 2007 dan Perpres Nomor 36 Tahun 2010
dimana Nine Am Ltd sebagai penanam modal asing tidak
mengikuti ketentuan yang mewajibkannya untuk berbentuk
perseroan terbatas (PT) melainkan masih berbentuk perusahaan
kemitraan.
Ketentuan mengenai jumlah pembayaran kembali dalam
perjanjian pinjam meminjam (Loan Agreement) tersebut juga tidak
didasarkan dengan perjanjian pinjam meminjam/ perjanjian utang
piutang sebagaimana layaknya melainkan didasarkan atas
perjanjian sewa menyewa / rental atas “Alat” yang tercantum
dalam pasal 7 perihal pembayaran atas penurunan nilai jaminan,
sehingga jumlah yang harus dibayarkan kembali oleh PT Bangun
Karya Pratama Lestari kepada Nine Am Ltd sebesar US$
10.902.923 (sepuluh juta Sembilan ratuts dua ribu Sembilan ratus
dua puluh tiga dolar Amerika Serikat) untuk pembayaran dari
bulan September 2010 sampai bulan Maret 2014 dengan
prosentase bunga sebesar 48,7 % per tahun. Padahal besarnya
bunga pinjaman mata uang dlar Amerika Serikat yang berlaku di
lembaga Perbankan di Indonesia hanya 7% per tahun.
Berdasarkan ketentuan tersebut maka perjanjian pinjam
meminjam (Loan Agreement) antara Nine Am Ltd dengan PT
Bangun Karya Pratama Lestari batal demi hukum karena tidak
terpenuhi syarat objektif yaitu “sebab yang halal”.
d) Tuntutan yang diminta oleh PT Bangun Karya Pratama Lestari
yang pada pokoknya berisis:
1) Mengabulkan gugatan tergugat dalam Rekonvensi untuk
seluruhnya.
71
2) Menyatakan perjanjian pinjam meminjam (Loan Agreement)
tertanggal 30 Juli 2010 batal demi hukum dan membatalkan
akta perjanjian jaminan fidusia atas benda tertanggal 30 Juli
2010 Nomor 77.
Bahwa tuntutan yang diminta oleh PT Bangun Karya
Pratama Lestari (debitur / penggugat) yaitu pembatalan
terhadap perjanjian pinjam meminjam (Loan Agreement)
tertanggal 30 Juli 2010 dan akta perjanjian jaminan fidusia atas
benda tertanggal 30 Juli 2010 Nomor 77 karena telah terbukti
bahwa perjanjian yang dibuat oleh Nine Am Ltd telah
melanggar ketentuan yang tercantum dalam peraturan
perundang-undangan diantaranya:
(a) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 Tentang bendera,
bahasa, lambing dan lagu kebangsaan
(b) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan
fidusia
(c) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang
Penanaman Modal
(d) Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 Tentang daftar
bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka
dengan persyaratan di bidang penanaman modal.
Di samping itu juga, PT Bangun Karya Pratama Lestari baru
mendapatkan salinan perjanjiannya dar Nine Am Ltd satu tahun
setelah perjanjian itu disepakati. Hal tersebut mengindikasikan
bahwa Nine Am Ltd tidak mempunyai itikad baik dalam
melaksanakan kegiatan bisnisnya di Indonesia.
Berdasarkan uraian di atas, tuntutan yang diajukan PT Bangun
Karya Pratama Lestari (debitur / penggugat) mempunyai dasar
72
hukum yang kuat untuk mengajukan pembatalan perjanjian
pinjam meminjam (Loan Agreement) tersebut.
2. Menimbang Eksepsi yang diajukan pada intinya berisi:
a) Menyatakan gugatan yang diajukan kabur karena dalam
gugatannya menggabungkan antara perbuatan melawan hukum
dan perbuatan cidera janji (wanprestasi).
Bahwa gugatan yang diajukan oleh PT Bangun Karya Pratama
Lestari tidak menggabungkan antara perbuatan melawan hukum
(PMH) dan perbuatan cidera janji (wanprestasi), karena dilihat
dari struktur gugatannya itu terdiri dari dua teori dalam perumusan
fundamentum petendi atau dalil gugatan, yaitu:
1) Teori pertama disebut Substantierings theorie
Bahwa dalil gugatan tidak cukup hanya merumuskan
peristiwa hukum yang menjadi dasar tuntutan, tetapi juga
harus menjelaskan fakta-fakta yang mendahului peristiwa
hukum yang menjadi penyebab timbulnya peristiwa hukum.
Hal tersebut terlihat dalam gugatan PT Bangun Karya
Pratama Lestari dimana sebelum mengemukakan dasar
tuntutannya yaitu “pembatalan perjanjian pinjam meminjam
(Loan Agreement) terlebih dahulu menjelaskan fakta-fakta
yang menjadi penyebab timbulnya peristiwa hukum seperti
Nine Am Ltd dengan PT Bangun Karya Pratama Lestari
membuat perjanjian pinjam meminjam (Loan Agreement),
pinjaman yang diberikan sebesar US$ 4.999.500 dengan
jaminan lima Truck Caterpillar baru model 777 dan
sebagainya sampai dengan dasar tuntutan.
2) Teori kedua disebut Individualisering theorie
Bahwa teori yang menjelaskan peristiwa atau kejadian
hukum yang dikemukakan dalam gugatan, harus dengan jelas
73
memperlihatkan hubungan hukum yang menjadi dasar
tuntutan1.
Hal tersebut terlihat dalam gugatan PT Bangun Karya
Pratama Lestari dimana peristiwa atau kejadian hukum
dikemukakan harus terlihat jelas hubungan hukumnya seperti
Nine Am Ltd dengan PT Bangun Karya Pratama Lestari
mempunyai hubungan hukum karena adanya perjanjian pinjam
meminjam (Loan Agreement) yang kemudian diberi pinjaman
sebesar US$ 4.999.500 dengan jaminan lima Truck Caterpillar
baru mode 777 dan pembayaran kembali dengan 48 kali
angsuran sampai dengan terjadinya permasalahan diantara
keduanya. Dimana PT Bangun Karya Pratama Lestari
menganggap bahwa perjanjian yang dibuat dengan Nine Am
Ltd melanggar berbagai peraturan sehingga batal demi hukum.
Berdasarkan uraian di atas, gugatan PT bangun Karya
Pratama Lestari telah menggabungkan kedua teori dalam
perumusan gugatan untuk menghindari terjadinya perumusan
dalil gugatan yang kabur atau obscuur libel (gugatan yang gelap).
Sehubungan dengan itu, dalil gugatan dianggap lengkap apabila
memenuhi dua unsur, yaitu:
1) Dasar hukum
Memuat penegasan atau penjelasan mengenai hubungan
hukum antara:
(a) penggugat dengan materi dan atau objek yang
disengketakan,
(b) antara penggugat dengan tergugat berkaitan dengan
materi atau objek yang disengketakan.
1 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta: Liberty, 1977), h. 35.
74
2) Dasar fakta
Memuat penjelasan pernyataan mengenai:
(a) Fakta atau peristiwa yang berkaitan langsung dengan
hubungan hukum yang terjadi antara penggugat
dengan materi atau objek perkara maupun dengan
pihak tergugat.
(b) Penjelasan fakta-fakta yang berlangsung berkaitan
dengan dasar hukum atau hubungan hukum yang
didalilkan penggugat2.
Bahwa gugatan yang diajukan oleh PT Bangun Karya Pratama
Lestari telah memenuhi dua unsur tersebut sehingga terhindar dari
cacat (obscuur libel), karena gugatannya jelas sekaligus memuat
penjelasan dan penegasan dasar hukum yang menjadi dasar
hubungan hukum serta dasar fakta atau peristiwa yang terjadi
disekitar hubungan hukum.
Berdasarkan uraian di atas, eksepsi yang diajukan tergugat
yang menyatakan bahwa gugatan penggugat itu kabur (Obscuur
libel) yang mempersoalkan antara perbuatan melawan hukum
(PMH) dan perbuatan cidera janji (wanprestasi) itu tidak terbukti.
b) Penggugat (debitur) tidak mempunyai hak untuk mengajukan
gugatan kepada tergugat (kreditur) karena tergugat terbukti
melakukan wanprestasi.
Bahwa hak untuk mengajukan gugatan dapat dilakukan oleh
siapa saja, namun ada doktrin hukum yang dijelaskan oleh M.
Yahya Harahap dalam bukunya yang menyatakan seseorang tidak
2 M.Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata; Gugatan, Persidangan, Penyitaan,
Pembuktian dan Putusan Pengadilan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2015), h. 58.
75
berhak menggugat apabila dia sendiri tidak memenuhi apa yang
menjadi kewajibannya dalam perjanjian3.
Perbuatan wanprestasi yang dilakukan oleh PT bangun Karya
Pratama Lestari (debitur) terhadap Nine Am Ltd (kreditur)
memang terbukti berdasarkan surat tagihan pembayaran untuk
angsuran bulan September 2011 sampai bulan agustus 2012.
Namun perbuatan wanprestasi tersebut tidak mempunyai kekuatan
hukum yang mengikat karena didasarkan pada perjanjian yang
tidak halal atau perjanjian yang bertentangan dengan Undang-
undang.
Berdasarkan uraian di atas, PT Bangun Karya Pratama Lestari
(debitur) tetap mempunyai hak untuk mengajukan gugatan
terhadap Nine Am Ltd (tergugat).
3. Menimbang dalam Rekonvensi, tergugat dalam Konvensi disebut
Penggugat dalam Rekonvensi yang diajukan pada intinya berisi:
a) Mengabulkan gugatan Penggugat dalam Rekonvensi untuk
seluruhnya.
b) Menyatakan sah dan mengikat para pihak atas perjanjian pinjam
meminjam (Loan Agreement) tertanggal 30 Juli 2010 dan akta
perjanjian jaminan fidusia atas benda tertanggal 30 Juli 2010
Nomor 77.
Bahwa tuntutan yang diminta oleh Nine Am Ltd yaitu menolak
gugatan yang diajukan oleh PT Bangun Karya Pratama Lestari dan
menyatakan sah terhadap perjanjian pinjam meminjam (Loan
Agreement) tertanggal 30 Juli 2010 dan akta perjanjian jaminan
fidusia atas benda tertanggal 30 Juli 2010 Nomor 77.
3 M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata; Gugatan, Persidangan, Penyitaan,
Pembuktian dan Putusan Pengadilan …, h. 461.
76
Namun tuntutan tersebut tidak didasari dengan dasar hukum
yang kuat dimana Nine Am Ltd menganggap perjanjian pinjam
meminjam (Loan Agreement) tersebut sah dan tidak termasuk
perjanjian yang dilarang di Indonesia.
Nine Am Ltd juga menggunakan perjanjian pinjam meminjam
(Loan Agreement) sebagai dasar hukum untuk menyatakan cidera
janji (wanprestasi) terhadap PT Bangun Karya Pratama Lestari
padahal perjanjian tersebut terbukti telah melanggar peraturan
perundang-undangan sehingga tidak bisa dijadikan sebagai dasar
hukum.
Berdasarkan uraian di atas, tuntutan Nine Am Ltd tidak
memiliki dasar hukum yang kuat untuk menyatakan gugatan PT
Bangun Karya Pratama Lestari kabur (obscuur libel) dan
perjanjian pinjam meminjam (Loan Agreement) tersebut tetap sah.
4. Menimbang Putusan yang dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta
Barat dengan Nomor: 450/Pdt.G/2012/PN Jkt.Bar yang berisi:
a) Mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya.
b) Menyatakan perjanjian pinjam meminjam (Loan Agreement)
tertanggal 30 Juli 2010 batal demi hukum dan membatalkan akta
perjanjian jaminan fidusia atas benda tertanggal 30 Juli 2010
Nomor 77.
c) Memerintahkan penggugat untuk mengembalikan sisa uang
pinjaman kepada tergugat sebesar US$ 1.176.730,50 (satu juta
serratus tujuh puluh enam ribu tujuh ratus tiga puluh, lima puluh
sen dollar Amerika Serikat)
d) Menghukum tergugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp
816.000,00 (delapan ratus enam belas ribu rupiah).
Bahwa putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat telah
mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya dalam pokok
77
perkara karena tuntutan yang diajukan oleh PT Bangun Karya
Pratama Lestari memiliki dasar hukum yang kuat dibandingkan
tuntutan yang diajukan oleh Nine Am Ltd.
Putusan tersebut menyatakan bahwa perjanjian pinjam
meminjam (Loan Agreement) antara Nine Am Ltd dengan PT
Bangun Karya Pratama Lestari tertanggal 30 Juli 2010 batal demi
hukum karena tidak terpenuhinya syarat sahnya perjanjian yaitu
sebab yang halal (syarat objektif).
Hal ini terjadi karena dalam perjanjian pinjam meminjam
(Loan Agreement) tersebut terbukti melanggar ketentuan yang
tercantum dalam peraturan perundang-undangan, diantaranya:
(a) Pasal 31 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 Tentang
bendera, bahasa, lambing dan lagu kebangsaan.
Bahwa ketentuan yang tercantum dalam pasal tersebut
mewajibkan setiap perjanjian yang melibatkan lembaga
Negara/ swasta Indonesia atau perseorangan Indonesia
untuk menggunakan bahasa Indonesia.
Namun, perjanjian pinjam meminjam (Loan
Agreement) antara Nine Am Ltd dengan PT Bangun Karya
Pratama Lestari tidak menggunakan bahasa Indonesia
melainkan menggunakan bahasa asing yaitu bahasa Inggris.
Hal tersebut dengan jelas melanggar ketentuan Pasal 31
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009.
(b) Pasal 29 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999
Tentang Jaminan fidusia
Bahwa ketentuan yang tercantum dalam pasal tersebut
menyatakan eksekusi terhadap benda yang menjadi objek
jaminan fidusia apabila debitur cidera janji (wanprestasi)
dapat dilakukan dengan cara:
78
(1) Pelaksanaan title eksekutorial
(2) Penjualan benda yang menjadi objek jaminan fidusia
atas kekuasaan penerima fidusia sendiri melalui
pelelangan umum serta mengambil pelunasan utangnya
dari hasil penjualan
(3) Penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan
kesepakatan pemberi dan penerima fidusia agar dapat
memperoleh harga tertinggi yang menguntungkan
kedua belah pihak.
Namun, perjanjian pinjam meminjam (Loan
Agreement) tersebut tidak menggunakan cara-cara yang
ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999
melainkan dengan cara pengalihan hak atas alat (objek
jaminan fidusia). Hal tersebut dengan jelas melanggar
ketentuan Pasal 29 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 42
Tahun 1999.
Padahal dalam Pasal 32 Undang-Undang Nomor 42
Tahun 1999 menyatakan bahwa setiap janji untuk
melaksanakan eksekusi terhadap objek jaminan fidusia
yang bertentangan dengan Pasal 29 dan Pasal 31 berakibat
batal demi hukum.
(c) Pasal 5 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007
Tentang Penanaman Modal
Bahwa ketentuan yang tercantum dalam pasal tersebut
mewajibkan penanaman modal asing harus berbentuk
perseroan terbatas (PT) dan berdasarkan hukum Indonesia
dan berkedudukan di dalam wilayah negara Republik
Indonesia, kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang.
79
Namun, perjanjian pinjam meminjam (Loan
Agreement) yang melibatkan pihak asing sebagai penyedia
dana yaitu Nine Am Ltd tidak berbentuk Perseroan
Terbatas melainkan perusahaan kemitraan terbatas. Hal ini
secara jelas telah melanggar ketentuan yang tercantum
dalam Pasal 5 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun
2007. Adapun sanksi terhadap pelanggaran Pasal 5 ini
berbentuk peringatan tertulis sampai dengan pencabutan
kegiatan usaha.
(d) Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 Tentang daftar
bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka
dengan persyaratan di bidang penanaman modal.
Bahwa ketentuan yang tercantum dalam Peraturan
Presiden Nomor 36 Tahun 2010 menyatakan bahwa
kegiatan persewaan mesin konstruksi dan teknis sipil dan
peralatannya (klasifikasi baku lapangan usaha Indonesia
kode Nomor 77306) hanya terbuka bagi penanaman modal
dalam negeri dan tertutup bagi penanaman modal asing.
Namun, perjanjian pinjam meminjam (Loan
Agreement) tersebut dalam hal pembayaran kembali itu
tidak didasarkan pada perjanjian pinjam meminjam pada
umumnya melainkan didasarkan pada perjanjian sewa
menyewa/ rental atas alat (objek jaminan fidusia), sehingga
jumlah uang yang harus dibayarakan kembali dari bulan
September 2010 sampai bulan maret 2014 oleh PT Bangun
Karya Pratama Lestari sebesar US$ 10.902.923 dengan
prosentase bunga sebesar 48,7 % per tahun.
Padahal besarnya bunga pinjaman mata uang dollar
Amerika Serikat yang berlaku di lembaga perbankan
80
Indonesia hanya 7% per tahun.Hal ini secara jelas
melanggar ketentuan yang tercantum dalam Peraturan
Presiden Nomor 36 Tahun 2010.
Berdasarkan uraian di atas, perjanjian pinjam
meminjam (Loan Agreement) secara jelas telah melanggar
peraturan perundang-undangan sehingga tidak memenuhi
syarat sahnya perjanjian yaitu sebab yang halal.
Pelanggaran peraturan perundang-undangan yang
ditemukan dalam perjanjian pinjam meminjam (Loan
Agreement) tersebut mengindikasikan bahwa pembuat
perjanjian yaitu Nine Am Ltd tidak mempunyai itikad baik
dalam melaksanaan bisnis di Indonesia.
Putusan tersebut juga menyatakan bahwa akta
perjanjian jaminan fidusia atas benda tertanggal 30 Juli
2010 Nomor 77, batal demi hukum karena perjanjian
jaminan fidusia termasuk perjanjian ikutan (accesoir).
Perjanjian ini tidak bisa berdiri sendiri melainkan
mengikuti perjanjian pokok dimana apabila perjanjian
pokoknya batal otomatis juga berakibat batal bagi
perjanjian acesoir nya.
Hal inilah yang terjadi pada akta perjanjian jaminan
fidusia dimana perjanjian pinjam meminjam (Loan
Agreement) sebagai perjanjian pokok telah dinyatakan batal
demi hukum karena terbukti melanggar peraturan
perundang-undangan. Akibat batalnya perjanjian pokok
maka akta pejanjian jaminan fidusia sebagai perjanjian
accesoir nya pun batal demi hukum.
Konsekuensi dari pembatalan akta ini yaitu pelaksanaan
eksekusi terhadap objek jaminan fidusia tidak bisa
81
dilakukan. Oleh karena itu, tidak ada alasan untuk Majelis
Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat untuk tidak
mengabulkan tuntutan PT bangun Karya Pratama Lestari.
5. Menimbang Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta dengan Nomor:
662/Pdt/2014/PT.DKI yang putusannya menguatkan putusan Pengadilan
Negeri Jakarta Barat.
Bahwa putusan yang dijatuhkan oleh hakim Pengadilan Negeri Jakarta
Barat sesuai dengan dasar hukum yang kuat. Hal ini terlihat dalam
penerapan hukum yang digunakan oleh hakim itu tepat dengan
mempertimbangkan dalil-dalil yang diajukan dalam persidangan. Sehinnga
tidak ada alasan Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta untuk membatalkan
putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat.
6. Menimbang permohonan kasasi yang pada pokoknya berisi:
a) Menyatakan bahwa putusan Judex Facti terbukti tidak sesuai
secara mendasar dengan hukum dan kurang dalam pertimbangan
karena tidak mempertimbangkan dalil-dalil yang diajukan oleh
pemohon kasasi, sehingga dianggap sebagai suatu kelalaian dalam
beracara (vormverzum).
Bahwa putusan Judex Facti sesuai dengan dasar hukum yang
kuat dan menggunakan dalil-dalil yang diajukan dalam
persidangan sebagai pertimbangan hakim sebelum menjatuhkan
putusan. Namun, dalil yang diajukan oleh pemohon kasasi tidak
memiliki dasar hukum yang kuat karena didasarkan pada
perjanjian yang tidak halal atau bertentangan dengan Undang-
undang. Sehingga hakim mengabulkan tuntutan termohon kasasi
yang mengajukan dalil dengan dasar hukum yang kuat
dibandingkan pemohon kasasi.
Berdasarkan uraian di atas, pernyataan bahwa putusan Judex
Facti tidak mendasar dengan hukum dan kurang
82
mempertimbangkan dalil-dalil yang diajukan dalam persidangan
tidak terbukti.
b) Menyatakan bahwa putusan Judex Facti telah secara nyata
memberikan putusan yang melebihi dari apa yang dimintakan oleh
termohon kasasi (penggugat) dalam petitumnya (Ultra Petita).
Bahwa putusan Judex Facti tersebut tidak termasuk ultra petita
dikarenakan hakim hanya mengabulkan tuntutan termohon kasasi
dalam pokok perkaranya saja dan tidak mengabulkan sesuatu yang
sama sekali tidak diajukan dalam petitum.
Dalam hal jumlah uang yang harus dikembalikan oleh
termohon kasasi juga tidak melebihi apa yang terantum dalam
petitum termohon kasasi. Sehingga pernyataan bahwa putusan
Judex Facti memberikan putusan yang melebihi apa yang diminta
(Ultra Petita) tidak terbukti
c) Menyatakan bahwa putusan Judex Facti telah salah memberikan
pertimbangan hukum karena termohon kasasi telah melakukan
wanprestasi terlebih dahulu terhadap pemohon kasasi (Exceptio
Non Adimpleti Contractus).
Bahwa putusan Judex facti telah memberikan pertimbangan
hukum yang tepat terhadap dalil-dali yang diajukan dalam
persidangan. Sedangkan hakim dalam pertimbangan hukumnya
akan mencari dalil-dalil yang mempunyai dasar hukum yang kuat.
Dalil pemohon kasasi yang menyatakan bahwa termohon
kasasi melakukan wanprestasi memang diakui olehnya namun hal
tersebut harus dibuktikan lebih lanjut dalam persidangan karena
masuk dalam pokok perkara.
Setelah dilakukannya pembuktian dalam persidangan,
perjanjian pinjam meminjam (Loan Agreement) yang dijadikan
dasar untuk menyatakan termohon kasasi melakukan wanprestasi
83
itu terbukti melanggar peraturan perundang-undangan sehingga
perjanjian tersebut tidak memiliki dasar hukum untuk dijadikan
dalil.
Berdasarkan uraian di atas, pernyataan bahwa Judex Facti salah
memberikan pertimbangan hukum itu tidak terbukti.
d) Menyatakan bahwa putusan Judex Facti telah mengabaikan asas
Audi et Alteram Partem dalam pertimbangan hukumnya.
Bahwa asas Audi et Alteram Partem mewajibkan pemeriksaan
persidangan harus mendengar kedua belah pihak secara seimbang.
Pengadilan atau majelis yang memimpin pemeriksaan persidangan,
wajib memberikan kesempatan yang sama (to give the same
opportunity to each party) untuk mengajukan pembelaan
kepentingan masing-masing4.
Putusan Judex Facti tidak mengabaikan asas Audi et Alteram
Partem, hal tersebut bisa dilihat dalam pertimbangan hakim
sebelum amar putusan. Dimana hal-hal yang menjadi
pertimbangan hakim sebelum memutus perkara ini diantaranya;
(1) Gugatan yang diajukan penggugat (termohon kasasi)
(2) Eksepsi yang diajukan tergugat dan gugatan rekonvensi oleh
penggugat rekonvensi (pemohon kasasi)
(3) Pembuktian dari kedua belah pihak
(4) Fakta-fakta persidangan
Uraian di atas dengan jelas hakim telah memberikan
kesempatan yang sama kepada para pihak untuk menyampaikan
dalil-dalilnya untuk menyelesaikan perkara ini. Sehingga
pernyataan yang menyatakan bahwa putusan Judex Facti
4 M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata; Gugatan, Persidangan, Penyitaan,
Pembuktian dan Putusan Pengadilan …, h.72
84
mengabaikan asas Audi et Alteram Partem dalam pertimbangan
hukum nya tidak terbukti.
7. Menimbang kontra memori kasasi yang pada pokoknya menyatakan batal
demi hukum terhadap perjanjian pinjam meminjam (Loan Agreement)
tertanggal 30 Juli 2010 dan akta perjanjian jaminan fidusia atas benda
tertanggal 30 Juli 2010 Nomor 77.
Bahwa perjanjian pinjam meminjam (Loan Agreement) yang dibuat
oleh Nine Am Ltd telah melanggar peraturan perundang-undangan yang
diantaranya adalah Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 Tentang
bendera, bahasa, lambing dan lagu kebangsaan. Namun, perjanjian tersebut
dibuat dengan menggunakan bahasa asing setelah adanya Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2009 yang mewajibkan penggunaan bahasa Indonesia
dalam perjanjian yang melibatkan lembaga negara/lembaga swasta
Indonesia atau perseorangan warga Indonesia.
Hal ini bertentangan sehingga perjanjian tersebut tidak memenuhi
syarat sahnya perjanjian yaitu “sebab yang halal” yang berakibat batal
demi hukum. Sebagai akibatnya akta perjanjian jaminan fidusia yang
merupakan perjanjian ikutan (accesoir) juga batal demi hukum.
Berdasarkan uraian di atas, setelah meneliti memori kasasi dan kontra
memori kasasi dengan menghubungkan pertimbangan Judex Facti tidak
terbukti atas dalil-dalil yang diajukan oleh pemohon kasasi. Sehingga
Majelis Hakim Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi yang
artinya menguatkan putusan sebelumnya yaitu putusan Pengadilan Tinggi
Jakarta dengan nomor 662/Pdt/2014/PT.DKI. Oleh karena itu, peneliti
berpendapat bahwa putusan yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim
Mahkamah Agung dalam kasus ini masih sesuai dalam koridor hukum.
Hal ini terlihat dalam pertimbangan hukumnya dan telah terbukti
bahwa perjanjian pinjam meminjam (Loan Agreement) telah melanggar
85
peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga dijatuhkan putusan
pembatalan terhadap perjanjian pinjam meminjam (Loan Agreement).
Namun putusan tersebut hanya lebih menitikberatkan pada kepastian
hukum tanpa melihat keadilan yang diharapkan oleh para pihak dalam
menyelesaikan kasusnya di pengadilan. Padahal kepastian hukum bukan
satu-satunya tujuan hukum melainkan ada keadilan dan kemanfaatan. Jika
dilihat dari duduk perkara sampai dengan isi putusan, kesalahan bukan
hanya terletak pada Nine Am Ltd selaku perusahaan asing (kreditor) tetapi
juga dilakukan oleh PT Bangun Karya Pratama Lestari selaku perusahaan
Indonesia (debitor). Hal ini seharusnya juga menjadi pertimbangan hakim
dalam memutus perkara ini dengan melihat nilai keadilan. Sehingga
putusan yang dijatuhkan dapat diterima oleh para pihak dan tidak ada
pihak yang merasa dirugikan.
C. Akibat Hukum Para Pihak atas Putusan Mahkamah Agung Nomor:
1572K/Pdt./2015
Hal-hal yang menghapuskan perjanjian salah satunya yaitu putusan
hakim. Dimana perjanjian pinjam meminjam (Loan Agreement) telah hapus
oleh putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat yang diperkuat oleh putusan
pengadilan Tinggi Jakarta dan putusan Mahkamah Agung. Hal ini terjadi
karena salah satu pihak mengajukan pembatalan perjanjian ke pengadilan dan
membuktikan bahwa perjanjian tersebut telah melanggar peraturan
perundang-undangan sehingga tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian yaitu
“sebab yang halal”. Akibat hukum tidak terpenuhinya syarat objektif (sebab
yang halal) yaitu batal demi hukum.
Suatu prinsip dasar hukum perdata adalah jika suatu perjanjian batal
demi hukum, posisi hukum para pihak harus dikembalikan kepada keadaan
semula, seolah-olah perjanjian tersebut tidak pernah ada. Hal tersebut
menunjukan bahwa apabila suatu perjanjian diputuskan batal demi hukum
86
(Pembatalan perjanjian) pada umumnya mengakibatkan keadaan antara kedua
belah pihak yang terikat dalam suatu perjanjian dikembalikan seperti keadaan
pada waktu perjanjian belum dibuat.
Maka konsekuensinya adalah tidak boleh ada pihak yang dirugikan
atau bisa disebut dengan “Kembali kepada keadaan semula” dimana perbuatan
hukum yang bersangkutan oleh hukum dianggap tidak pernah terjadi,
sehingga para pihak tidak boleh ada yang dirugikan, sebagai akibat dari
kembali kepada keadaan semula.
Akibat hukum yang diterima oleh para pihak diantaranya sebagai
berikut:
1. Akibat hukum kepada PT Bangun Karya Pratama Lestari atas putusan
Mahkamah Agung Nomor: 1572K/Pdt./2015.
Hubungan hukum yang terjadi antara PT bangun Karya Pratama
Lestari dan Nine Am Ltd hapus karena yang menjadi dasar telah
dibatalkan oleh putusan hakim. Pembatalan perjanjian tersebut
mengakibatkan posisi hukum para pihak kembali seperti keadaan semula
seolah-olah tidak ada perjanjian. Sehingga hak dan kewajiban yang timbul
dari perjanjian pinjam meminjam (Loan Agreement) menjadi hapus.
Namun, PT Bangun Karya Pratama Lestari diperintahkan oleh
pengadilan untuk mengembalikan sisa pinjaman kepada Nine Am Ltd
sebagai konsekuensi dari pembatalan perjanjian pinjam meminjam (Loan
Agreement) tersebut.
2. Akibat hukum kepada Nine Am Ltd atas putusan Mahkamah Agung
Nomor: 1572K/Pdt./2015
Nine Am Ltd merupakan salah satu pihak yang paling dirugikan atas
putusan Mahkamah Agung Nomor: 1572K/Pdt./2015 dimana posisi
hukum para pihak dikembalikan seperti semula sebelum terjadinya
perjanjian. Hak dan kewajiban yang dimiliki oleh Nine Am Ltd juga ikut
hapus.
87
Sehingga keuntungan yang harusnya didapat dari pembayaran
angsuran (pinjaman dan bunga) tidak bisa diperoleh lagi. Hak untuk
mengeksekusi obyek jaminan fidusia karena debitur wanprestasi juga
hapus karena putusan Mahkamah Agung Nomor: 1572K/Pdt./2015.
Putusan tersebut berakibat tidak baik bagi pihak swasta asing yang dalam
hal ini Nine Am Ltd yang menginvestasikan modalnya di Indonesia.
Kerugian yang dialami oleh Nine Am Ltd itu berupa waktu dan keuangan,
karena dalam hal keuangan tentunya pada investor baik domestic maupun
asing tentu tidak dapat kembali secara penuh seperti semula. Hal ini
karena adanya biaya-biaya perizinan pada birokrasi di Indonesia yang
tidak dapat kembali yang tentunya akan merugikan pihak investor.
3. Akibat hukum kepada iklim bisnis di Indonesia
Factor-faktor yang mempengaruhi minat masuknya para investor asing
di Indonesia tidak hanya pada aturan regulasi saja melainkan kualitas
putusan pengadilannya. Dimana para investor asing sangat memperhatikan
kualitas putusan-putusan pengadilan baik tingkat pertama sampai dengan
kasasi di Mahkamah Agung dalam menyelesaikan kasus sengketa usaha
atau bisnis yang terjadi. Salah satunya putusan pembatalan perjanjian
pinjam meminjam (Loan Agreement) yang menjadi perhatian bagi para
pelaku usaha asing.
Hal ini terlihat saat training 'Study for the Amendment to the Law' di
Osaka, Jepang, yang dilaksanakan pada 12-22 Februari 20175, dimana
para investor jepang dan pengacara kenamaan jepang Kobayashi Kazuhiro
mengeluhkan kepada delegasi Kemenkumham atas putusan pembatalan
tersebut. Mengingat bahwa jepang adalah negara dengan relasi
perdagangan dan investasi yang cukup tinggi dengan Indonesia, putusan
5 Andi Saputra, Kala Putusan MA Indonesia Bikin Sentimen Negatif Investor
Jepang, artikel diakses pada tanggal 19 September 2018 dari https://news.detik.com/berita/d-3427698/kala-putusan-ma-indonesia-bikin-sentimen-negatif-investor-jepang
88
pembatalan tersebut cukup mengejutkan para investor jepang. Hal
tersebut berakibat negatif kepada iklim bisnis di Indonesia dikarenakan
kurangnya rasa aman dan kenyamanan serta hilangnya kepercayaan
investor asing dalam melakukan bisnis di Indonesia.
89
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari penelitian dan pembahasan yang telah peneliti
kaji pada setiap sup bab pembahasan, maka dalam hal ini peneliti memberikan
kesimpulan sebagai berikut :
1. Putusan hakim merupakan salah satu dari tujuh hal yang bisa
menghapuskan perjanjian. Dimana hal tersebut bisa dilakukan oleh salah
satu pihak dalam perjanjian dengan mengajukan gugatan pembatalan ke
pengadilan dan dapat membuktikan bahwa perjanjian tersebut tidak
memenuhi syarat sahnya perjanjian.
Hal inilah yang terjadi pada perjanjian pinjam meminjam (Loan
Agreement) antara Nine Am Ltd dengan PT Bangun Karya Pratama
Lestari yang di batalkan oleh putusan Pengadilan Negeri Jakrta Barat yang
diperkuat oleh putusan Pengadilan Tinggi Jakarta dan putusan Mahkamah
Agung. Putusan pembatalan perjanjian ini dijatuhkan karena dalam
pertimbangan hakim telah terbukti bahwa perjanjian pinjam meminjam
(Loang Agreement) telah melanggar peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Di samping itu juga, PT Bangun Karya Pratama Lestari baru
mendapatkan salinan perjanjiannya dar Nine Am Ltd satu tahun setelah
perjanjian itu disepakati. Hal tersebut mengindikasikan bahwa Nine Am
Ltd tidak mempunyai itikad baik dalam melaksanakan kegiatan bisnisnya
di Indonesia.
Berdasarkan uraian di atas, Hakim Pengadilan Negeri Jakrta Barat
memutus bahwa perjanjian pinjam meminjam (Loan Agreement)
tertanggal 30 Juli 2010 batal demi hukum karena tidak terpenuhinya syarat
sahnya perjanjian yaitu sebab yang halal (syarat objektif). Akibat hukum
90
dari pembatalan perjanjian ini juga berimbas pada perjanjian ikutan
(accesoir) yaitu akta perjanjian jaminan fidusia ikut batal demi hukum
sehingga eksekusi terhadap objek fidusia tidak bisa dilakukan oleh Nine
Am Ltd.
2. Akibat hukum atas pembatalan perjanjian ini adalah posisi hukum para
pihak dikembalikan kepada keadaan semula sebelum adanya perjanjian,
seolah-olah tidak pernah terjadi perjanjian. Sehingga hak dan kewajiban
yang melekat pada para pihak menjadi hapus.
Namun, PT Bangun Karya Pratama Lestari diperintahkan oleh
Pengadilan untuk mengembalikan sisa pinjaman kepada Nine Am Ltd
sebagai konsekuensi dari pembatalan perjanjian pinjam meminjam (Loan
Agreement) tersebut.
Sedangkan Nine Am Ltd merasa paling dirugikan atas putusan ini
dikarenakan kehilangan keuntungan yang harusnya didapat dari
pembayaran angsuran (pinjaman dan bunga), hilangnya hak untuk
mengeksekusi obyek jaminan fidusia karena debitur telah wanprestasi dan
mengalami kerugian baik berupa waktu maupun keuangan. Dalam hal
keuangan tentunya pada investor baik domestik maupun asing tentu tidak
dapat kembali secara penuh seperti semula. Hal ini karena adanya biaya-
biaya perizinan pada birokrasi di Indonesia yang tidak dapat kembali yang
tentunya merugikan.
B. Rekomendasi
Berdasarkan pada permasalahan dalam bahasan pada penelitian ini,
maka peneliti mencoba untuk memberikan rekomendasi agar nantinya dalam
penyusunan perjanjian dengan pihak asing harus lebih memperhatikan syarat
sahnya perjanjian agar perjanjian tersebut tidak dibatalkan, adapun
rekomendasi tersebut ialah:
1. Kesepakatan dalam perjanjian untuk memilih domisili hukum dan aturan
hukum yang digunakan dalam perjanjian sering diabaikan oleh para pihak
91
sehingga dalam penyusunan perjanjiannya tidak berpedoman pada aturan
hukum yang digunakan. Konsekuensinya banyak peraturan yang dilanggar
oleh perjanjian yang dibuat yang pada akhirnya dapat dibatalkan oleh
putusan pengadilan.
2. Tidak adanya kepastian hukum dalam hal pelanggaran Pasal 31 Ayat (1)
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 dimana sanksi atas
pelanggarannya diatur dalam peraturan presiden yang saat ini belum juga
diterbitkan. Hal inilah yang membuat ketidakpastian dan kebingungan
para pihak yang telah membuat perjanjian dengan bahasa asing atau
bahasa inggris.
92
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Ali, Achmad. Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence). Cet. 5. Jakarta: Kencana. 2013.
Ali, Zainuddin. Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, Cet. 2. 2010. Darus Badrulzaman, Mariam. Perjanjian Kredit Bank. Bandung: Alumni.
1983. Erwin, Muhamad. Filsafat Hukum; Refleksi Kritis Terhadap Hukum. Cet. 2.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2012. Fuady, Munir. Hukum Jaminan Utang. Jakarta: Erlangga. 2013. Fuady,Munir. Jaminan Fidusia. Bandung: Citra Aditya Bakti. 2003. H.S,Salim. Hukum Kontrak; Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak. Jakarta:
Sinar Grafika, Cet.2. 2004. Hadi Wiyono, Eko. Kamus Bahasa Indonesia Lengkap. Jakarta: Akar Media.
2007. K. Harjono, Dhaniswara. Hukum Penanaman Modal. Jakarta: PT Radja
Grafindo Persada. 2007. Khairandy, Ridwan. Kebebasan Berkontrak & Pacta Sunt Servanda Versus
Itikad Baik: Sikap Yang Harus Diambil Pengadilan, Yogyakarta: FH UII Press. 2015.
M. Agus Santoso, M. Hukum, Moral dan Keadilan; Sebuah Kajian Filsafat
Hukum. Cet. 3,. Jakarta: Prenanda Media Group. 2015. Mahmud Marzuki, Peter. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Kencana. 2008. Mertokusumo, Sudikno. Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta:
Liberty. 1977.
93
Safitri, Ria dan M. Yasir, Hukum Perikatan. Ciputat : Program Studi Ilmu Hukum UIN Jakarta. 2011.
Sarwono. Hukum Acara Perdata; Teori dan Praktik. Jakarta: Sinar Grafika,
Cet.2. 2011. Satrio, J. Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan. Bandung: PT Citra
Aditya Bakti, Cet. V. 2007. Siregar, Bismar. Rasa Keadilan. Surabaya: PT Bina Ilmu. 1996. Soekanto, Soerjono. Pengantar Peneltian Hukum, Jakarta: Universitas
Indonesia (UI-Press), Cet. 3. 1986. Subekti, R. Hukum Perjanjian. Jakarta: Citra Aditya Bakti, 1983 Sugiyono. Metode Penelitian Kulitatif, Kunatitatif,dan R&D. Bandung:
Alfabeta. 2005. Sunaryo. Hukum Lembaga Pembiayaan. Jakarta: Sinar Grafika, Cet.3. 2013. Supramono, Gatot. Perjanjian Utang Piutang. Jakarta: Kencana. 2013. Syahrani, Riduan. Rangkuman Intisari Ilmu Hukum. Bandung: Penerbit
Citra Aditya Bakti. 1999. Widjaja, Gunawan dan Ahmad yani. Jaminan Fedusia. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, Cet. 3. 2003. Wijaya, Andika dan Wida Peace Ananta. Hukum Bisnis Properti Di
Indonesia. Jakarta: PT Grasindo. 2017. Yahya Harahap, M. Hukum Acara Perdata; Gugatan, Persidangan,
Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan. Jakarta: Sinar Grafika. 2015.
JURNAL Indri Hapsari, Kusumastuti. “Kajian Yuridis Eksekusi Jaminan Fidusia yang
Dialihkan Kepada Pihak Ketiga”. Jurnal Repertorium Volume IV. 1. 2017
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
94
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 Tentang Lembaga Pembiayaan Pertimbangan (konsiderans) huruf a Kepres RI Nomor 61 Tahun 1988
Tentang Lembaga Pembiayaan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 Tentang Bendera,
Bahasa, Dan Lambang Negara, Serta Lagu Kebangsaan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 Tentang
Penanaman Modal INTERNET Asmana, Abi. Hapusnya Suatu Perjanjian dan Akibat-akibat Perjanijan, artikel
diakses pada tanggal 29 Mei 2018 dari http://legalstudies71.blogspot.co.id/2015/09/hapusnya-suatu-perjanjian-dan-akibat.html?m=1
Jayanti, Eva dan Mas Ariani, Kepastian Hukum Penanaman Modal Asing
dalam Bentuk Perseroan Terbatas (Naamloze Vennotschap), artikel ini diakses pada tanggal 19 Juli 2018 dari https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article/view/.../4029
Kurniawan, Chandra. Catatan tentang Kewajiban Penggunaan Bahasa
Indonesia dalam Kontrak, artikel diakses pada tanggal 18 Juli 2018 dari http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4b84cb774f63b/catatan-tentang-kewajiban-penggunaan-bahasa-indonesia-dalam-kontrak-broleh-chandra-kurniawan-
Prabawa Marwanto, Hendy. Akibat Hukum Bagi Penanam Modal Asing Yang
Melakukan Pelanggaran Kontrak Dalam Berinvestasi Di Indonesia, artikel ini diakses pada tanggal 19 Juli 2018 dari https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article/view/.../4695
Sangkoeno, Syarat-Syarat Perjanjian dan Unsur-Unsur Perjanjian, artikel
diakses pada tanggal 26 Mei 2018
95
dari http://www.sangkoeno.com/2015/01/syarat-syarat-perjanjian-dan-unsur.html
Saputra, Andi. Kala Putusan MA Indonesia Bikin Sentimen Negatif Investor
Jepang, artikel diakses pada tanggal 19 September 2018 dari https://news.detik.com/berita/d-3427698/kala-putusan-ma-indonesia-bikin-sentimen-negatif-investor-jepang
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 1 dari 80 hal. Put. Nomor 1572 K/Pdt/2015
P U T U S A N Nomor 1572
K/Pdt/2015
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G
memeriksa perkara perdata pada tingkat kasasi telah memutus sebagai berikut
dalam perkara:
NINE AM LTD, berkedudukan di 16031 East Freeway,
Channelview, Texas 77530 USA, dalam perkara ini diwakili oleh
Harold Alton selaku Wakil Nine Ltd., dalam hal ini memberi
kuasa kepada Emir Kusumaatmadja, S.H., LLM dan kawan-
kawan para Advokat berkantor di Mochtar Karuwin Komar
alamat Wisma Metropolitan II Lantai 14 Jalan Jend. Sudirman
Kav.31 Jakarta 12920, berdasarkan Surat Kuasa Khusus
tanggal 18 September 2013;
Pemohon Kasasi dahulu Tergugat/Pembanding;
L a w a n
PT BANGUN KARYA PRATAMA LESTARI, beralamat di Sentra
Niaga Puri Indah Blok T.3 Nomor 1, Puri Kembangan, Jakarta
Barat, yang diwakili oleh Andi Sutedja sebagai Direktur Utama,
dalam hal ini diwakili Kuasa Hukumnya Antawirya Jaya, S.H.,
M.H., dan kawan para Advokat pada Kantor Hukum Antawirya &
Associates beralamat di Wisma Nugraha Lt.4 Jalan Raden Saleh
Nomor 6 Jakarta Pusat 10430, berdasarkan Surat Kuasa Khusus
tanggal 10 Maret 2015;
Termohon Kasasi dahulu Penggugat/Terbanding;
Mahkamah Agung tersebut;
Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat tersebut ternyata sekarang
Termohon Kasasi dahulu sebagai Penggugat/Terbanding telah menggugat
sekarang Pemohon dahulu sebagai Tergugat/Pembanding di muka persidangan
Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada pokoknya atas dalil-dalil:
I. Hubungan Hukum Yang Terjadi Antara Penggugat (PT Bangun Karya
Pratama Lestari) Dengan Tergugat (Nine Am Ltd.) Didasarkan Atas
Adanya Loan Agreement Tertanggal 30 Juli 2010;
1. Bahwa Penggugat adalah sebuah badan hukum berbentuk Perseroan
Terbatas yang didirikan berdasarkan hukum Negara Republik
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 1
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 2 dari 80 hal. Put. Nomor 1572 K/Pdt/2015
Indonesia, berkedudukan di Jakarta Barat dan berkantor di Sentra
Niaga Puri Indah Blok T 3 nomor 1, Puri Kembangan, Jakarta Barat,
yang memiliki kegiatan usaha utamanya dalam bidang Penyewaan/
Rental Alat-Alat Berat;
2.
Bahwa Tergugat adalah suatu perusahaan kemitraan terbatas yang
didirikan dan berdasarkan hukum yang berlaku di negara bagian Texas,
Amerika Serikat;
3. Bahwa berdasarkan Loan Agreement/Perjanjian Pinjam Meminjam
tertanggal 30 Juli 2010 yang dibuat oleh dan antara Penggugat
dengan Tergugat, (berdasarkan Loan Agreement yang telah
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Penterjemah Resmi
dan Tersumpah) (selanjutnya disebut sebagai “Loan Agreement”),
Penggugat telah memperoleh pinjaman uang dari Tergugat sebesar
US$ 4,999,500 (empat juta sembilan ratus sembilan puluh sembilan
ribu lima ratus Dollar Amerika Serikat).(bukti P-1 dan P-2,);
4. Bahwa Pasal 18 Loan Agreement perihal Hukum Yang Mengatur Dan
Domisili Hukum, menentukan bahwa:
“Perjanjian ini diatur oleh dan ditafsirkan menurut hukum yang berlaku
di Republik Indonesia. Mengenai Perjanjian ini dan segala akibatnya,
Debitur memilih domisili hukum tetap di Kantor Panitera Pengadilan
Negeri Jakarta Barat” ;
5. Bahwa sekalipun Loan Agreement tersebut dibuat dan ditandatangani
serta tunduk pada ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia,
namun bahasa yang digunakan pada Loan Agreement tersebut adalah
bahasa Inggris. Hal ini terjadi karena semua yang mempersiapkan Loan
Agreement tersebut adalah pihak Tergugat, dimana Penggugat tinggal
menandatangani saja Loan Agreement. Bahkan Loan Agreement yang
telah ditandatangani tersebut, baru Penggugat peroleh dari Tergugat, +
(kurang lebih) 1 (satu) tahun kemudian;
6. Bahwa sebagai jaminan atas hutang tersebut, antara Penggugat
dengan Tergugat, telah dibuat Akta Perjanjian Jaminan Fidusia Atas
Benda tertanggal 30 Juli 2010 Nomor 77 yang dibuat di hadapan Popie
Savitri Martosuhardjo Pharmanto, SH., Notaris & PPAT di
Jakarta.(bukti P-3);
7. Bahwa benda atau barang yang dijadikan jaminan secara fidusia
tersebut adalah berupa 5 Unit Truck Caterpillar Model 777 D dengan
nomer seri masing-masing berturut-turut, FKR 00635, FKR OO636,
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 2
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 3 dari 80 hal. Put. Nomor 1572 K/Pdt/2015
FKR 00637, FKR 00638 dan FKR 4064(selanjutnya barang jaminan
fidusia ini disebut sebagai “Alat”);
8.
Bahwa Pasal 2.1 Loan Agreement menentukan bahwa pelunasan atau
pembayaran kembali pinjaman beserta bunganya akan dilakukan
sebagai berikut:
(a) 48 kali angsuran bulanan sebesar US$ 179,550 (seratus tujuh
puluh sembilan ribu lima ratus lima puluh rupiah) per bulan,
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 1, dimana angsuran
pertama wajib dibayar satu bulan setelah tanggal transfer pinjaman
ke rekening Debitur sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 di atas,
sedangkan angsuran sisanya akan menyusul setelahnya;
(b) Pembayaran bunga akhir sebesar US$ 1,500,000 (satu juta lima
ratus ribu Dolar Amerika Serikat) yang wajib dibayar pada tanggal
pembayaran terakhir angsuran pinjaman;
II. Karena Loan Agreement Tidak Memenuhi Syarat Formil Tertentu
Sebagaimana Diwajibkan Oleh Undang–Undang, Maka Loan Agreement
Tersebut Batal Demi Hukum Atau Setidak-Tidaknya Tidak Memiliki
Kekuatan Hukum Mengikat (Null And Void; Nietig); 9. Bahwa Pasal 31 ayat (1) Undang Undang Nomor 24 Tahun 2009
tentang bendera, bahasa, lambang dan lagu kebangsaan telah secara
tegas menyatakan:
“Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam nota kesepahaman atau
perjanjian yang melibatkan lembaga negara, instansi pemerintah
Republik Indonesia, lembaga swasta Indonesia atau perseorangan
warga Negara Indonesia;
10. Bahwa oleh karena Loan Agreement dibuat dengan tidak menggunakan
bahasa Indonesia melainkan hanya dibuat dalam bahasa Inggris, maka
berdasarkan Pasal 31 ayat (1) Undang Undang Nomor 24 Tahun 2009,
Loan Agreement Batal Demi Hukum atau setidak-tidaknya tidak
memiliki kekuatan hukum mengikat (Null and void; Nietig);
III. Karena Isi Loan Agrrement Mengandung Ketentuan-Ketentuan Yang
Bertentangan Dengan Undang-Undang, Ketertiban Umum Dan KesusilaaN
(Pasal 1335 juncto Pasal 1337 KUHPerdata.) Maka Loan Agreement Batal
Demi Hukum Atau Setidak - Tidaknya Tidak Memiliki Kekuatan Mengikat
(Null & Void; Nietig). 11. Bahwa Pasal 29 ayat (1) UU Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan
Fidusia menyatakan:
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 3
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 4 dari 80 hal. Put. Nomor 1572 K/Pdt/2015
Apabila Debitor atau Pemberi Fidusia cidera janji, eksekusi terhadap
benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia dapat dilakukan dengan
cara:
a.
Pelaksanaan titel eksekutorial sebagaimana dimaksud dalam Pasal
15 ayat (2) oleh Penerima Fidusia;
b. Penjualan benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia atas
kekuasaan Penerima Fidusia sendiri melalui pelelangan umum serta
mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan;
c. Penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan
Pemberi dan Penerima Fidusia jika dengan cara demikian dapat
diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak;
Selanjutnya Pasal 32 dan Pasal 33 UU Nomor 42 Tahun 1999
Tentang Jaminan Fidusia masing-masing berturut – turut menyatakan:
“Setiap Janji untuk melaksanakan eksekusi terhadap Benda yang
menjadi obyek Jaminan Fidusia dengan cara bertentangan dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dan Pasal 31, batal
demi hukum”;
“Setiap janji yang memberikan kewenangan kepada Penerima Fiducia
untuk memiliki Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia apabila
debitur cedera janji, batal demi hukum”; 12. Bahwa, namun demikian Pasal 3 dan Pasal 7 Loan Agreement
menyatakan masing-masing berturut turut sebagai berikut:
“ Pasal 3 Pembayaran Alternatif Atas Bunga Akhir:
3.1. Pembayaran bunga akhir sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 2.1
(b)di atas bisa dibayar tunai atau (atas keputusan Debitur
berdasarkan ketentuan Pasal 3,2 di bawah ini) melalui pengalihan
hak atas Alat dan serah terima Alat kepada Kreditur atau agennya
di Jakarta; 3.2. Bilamana Debitur (dalam hal pembayaran bunga akhir) memilih
melakukan pengalihan hak atas Alat dan serah terimanya kepada
Kreditur di Jakarta, maka seluruh Alat wajib diserahkan kepada
Kreditur di Jakarta pada atau sebelum tanggal, yaitu 30 hari
setelah tanggal pembayaran angsuran terakhir sesuai Ketentuan
dan Syarat Pengembalian sebagaimana diterapkan dalam
Lampiran 2, yang jika tidak dipatuhi oleh Debitur, maka Kreditur
berhak meminta pembayaran bunga akhir tersebut secara
langsung dan tunai.”
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 4
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 5 dari 80 hal. Put. Nomor 1572 K/Pdt/2015
“Pasal 7 Pembayaran Atas Penurunan Nilai Jaminan;
Kesepakatan kreditur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 di
atas untuk menerima pengalihan hak atas Alat sebagai pengganti
pembayaran bunga Pinjaman didasarkan pada asumsi bahwa nilai
residual (sisa) Alat setelah digunakan selama empat tahun adalah
sebesar US$ 1, 500,000. ........”;
Oleh karenanya, berdasarkan Pasal 29
juncto Pasal 32 dan Pasal
33 UU Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, cara
pengalihan “Alat” sebagaimana ditentukan dalam Pasal 3 dan
Pasal 7 Loan Agreement, adalah bertentangan dengan undang-
undang yang berlaku. 13. Bahwa dengan berpedoman pada Pasal 1320 KUHPerdata yang
menentukan bahwa salah satu syarat sahnya suatu perjanjian adalah
“Suatu Sebab Yang Halal” serta Pasal 1335 KUHPerdata yang isinya
menyatakan:
“Suatu perjanjian tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena suatu
sebab yang palsu atau terlarang,tidak mempunyai kekuatan hukum”;
serta Pasal 1337 KUHPerdata yang isinya menyatakan:
“Suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-
undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau
ketertiban umum”;
Maka Loan Agreement adalah Batal Demi Hukum atau setidak-
tidaknya tidak memiliki kekuatan mengikat (null and void/nietig);
IV. Isi Loan Agreement Mengindikasikan Bahwa Tergugat Sebagai
Perusahaan Asing Telah Bertindak Sebagai Suatu Perusahaan Yang
Bergerak Dalam Bidang Penyewaan Atau Rental Alat-Alat Berat Yang
Menurut Per.Pres Nomor 36 Tahun 2010 juncto UU Nomor 25 Tahun 2007
Adalah Dilarang Karena Termasuk Dalam Bidang Yang Tertutup Bagi
Perusahaan Asing
14. Bahwa berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010
tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang
Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal (“Perpres
Nomor 36/2010”), kegiatan persewaan mesin konstruksi dan teknis
sipil dan peralatannya (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia
kode Nomor 77306) hanya terbuka bagi penanaman modal dalam
negeri dan karenanya tertutup bagi penanaman modal asing;
15. Bahwa selanjutnya berdasarkan Pasal 5 ayat (2) Undang Undang
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 5
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 6 dari 80 hal. Put. Nomor 1572 K/Pdt/2015
Nomor
25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (selanjutnya
disebut “UU Nomor 25/2007”):
“Penanaman modal asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas dan
berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di dalam wilayah
negara Republik Indonesia, kecuali ditentukan lain oleh undang-
undang”;
16. Bahwa berdasarkan atas kedua ketentuan tersebut di atas, maka
kegiatan persewaan/rental mesin konstruksi dan tehnik sipil dan
peralatannya (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia kode
Nomor 77306) adalah tertutup bagi perusahaan asing.
17. Bahwa, ternyata isi dari Loan Agreement sangat bertentangan
dengan ketentuan UU Nomor 25/2007 juncto Perpres Nomor 36
Tahun 2010, hal mana dapat dibuktikan sebagai berikut:
17.1. Isi konsiderans dari Loan Agreement menyatakan bahwa
Tergugat akan memberikan pinjaman sebesar US$ 4,999,500
(empat juta sembilan ratus sembilan puluh sembilan ribu lima
ratus Dollar Amerika Serikat)kepada Penggugat untuk
membeli 5 (lima) Unit Truck Caterpillar Model 777 D dengan
nomer seri masing-masing berturut-turut, FKR 00635, FKR
OO636, FKR 00637, FKR 00638 dan FKR 4064;
17.2. Isi Pasal 2.1 Loan Agreement berbunyi sebagai berikut:
“Pembayaran kembali Pinjaman beserta bunganya akan
dilakukan sebagai berikut:
(a) 48 kali angsuran bulanan sebesar US$ 179,550 (seratus
tujuh puluh sembilan ribu lima ratus lima puluh rupiah)per
bulan, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 1,
dimana angsuran pertama wajib dibayar satu bulan
setelah tanggal transfer pinjaman ke rekening Debitur
sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 di atas,
sedangkan angsuran sisanya akan menyusul setelahnya;
(b) Pembayaran bunga akhir sebesar US$ 1,500,000 (satu
juta lima ratus ribu Dolar Amerika Serikat)yang wajib
dibayar pada tanggal pembayaran terakhir angsuran
pinjaman;
Isi Pasal 3 Loan Agreement perihal Pembayaran Alternatif
Atas Bunga Akhir, berbunyi sebagai berikut:
3.1. Pembayaran bunga akhir sebagaimana dijelaskan
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 6
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 7 dari 80 hal. Put. Nomor 1572 K/Pdt/2015
dalam Pasal 2.1 (b) di atas bisa dibayar tunaiatau
(atas keputusan Debitur berdasarkan ketentuan
Pasal 3.2 di bawah ini) melalui pengalihan hak atas
Alat dan serah terima Alat kepada Kredituratau
agennya di Jakarta;
3.2.
Bilamana Debitur (dalam hal pembayaran bunga
akhir) memilih melakukan pengalihan hak atas Alat
dan serah terimanya kepada Kreditur di Jakarta,
maka seluruh Alat wajib diserahkan kepada Kreditur
di Jakarta pada atau sebelum tanggal, yaitu 30 hari
setelah tanggal pembayaran angsuran terakhir
sesuai Ketentuan dan Syarat Pengembalian
sebagaimana diterapkan dalam Lampiran 2, yang jika
tidak dipatuhi oleh Debitur, maka Kreditur berhak
meminta pembayaran bunga akhir tersebut secara
langsung dan tunai”;
Isi Pasal 7 Loan Agreement perihal Pembayaran Atas
Penurunan Nilai Jaminan berbunyi:
Kesepakatan kreditur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
di atas untuk menerima pengalihan hak atas alat sebagai
pengganti pembayaran bunga Pinjaman didasarkan pada
asumsi bahwa nilai residual (sisa) alat setelah digunakan
selama empat tahun adalah sebesar US$ 1,500,000 (satu
juta lima ratus ribu Dolar Amerika Serikat). Asumsi ini
didasarkan pula pada asumsi bahwa tiap Truk Caterpillar 777
yang secara bersama-sama merupakan alat telah dioperasikan maksimal 400 jam per bulan selama empat
tahun masa pinjaman. Debitur sepakat bahwa bilamana salah
satu dari Truk Caterpillar 777 dioperasikan selama lebih dari
400 jam dalam sebulan selama masa pinjaman, maka
Debitur wajib melakukan pembayaran kepada Kreditur atas
penurunan nilai jaminan sebesar US 40,00 (empat puluh
Dolar Amerika Serikat) untuk tiap jam kelebihan
pengoperasian ke lima Truk Caterpillar 777. Pembayaran
atas Penurunan Nilai Jaminan tersebut wajib dilaksanakan
bersama-sama dengan pembayaran angsuran bulanan pada
bulan setelah kelebihan penggunaan dimaksud.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 7
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 8 dari 80 hal. Put. Nomor 1572 K/Pdt/2015
Catatan
: Penebalan huruf serta garis bawah adalah dari
kami untuk menunjukkan bahwa Tergugat telah
bertindak sebagai suatu perusahaan Penyewaan/
Rental Alat-Alat Berat yang dilarang undang-
undang; 17.3. Mencermati hal-hal tersebut di atas, dihubungkan dengan
invoice/tagihan bulanan dari Tergugat kepada Penggugat,
dapat dipastikan bahwa Tergugat telah bertindak sebagai suatu
perusahaan yang bergerak dalam bidang penyewaan atau
rental alat-alat berat, namun dengan menggunakan perusahaan
Penggugat, hal mana dapat dibuktikan sebagai berikut:
a. Masing-masing jumlah tagihan/ invoice baik yang telah
dibayar maupun yang belum dibayar oleh Penggugat
(bukti P-4), telah didasarkan atas penjumlahan dari:
- Biaya Sewa Penggunaan “Alat”, ditambah
- Kelebihan Jam Penggunaan “Alat” (overtime), yang
menurut Pasal 7 Loan Agreement, dalam hal terjadi
penurunan nilai sebagai akibat dari adanya
penggunaan “Alat” yang melebihi 400 jam dalam
sebulan selama masa pinjaman, untuk kelebihan
dimaksud, Penggugat diharuskan membayar US$ 40
(empat puluh Dolar Amerika Serikat) untuk tiap jam
kelebihan pengoperasian ke enam Truk Caterpillar
777. Yang kemudian hasilnya barulah dialokasikan sebagai
penjumlahan dari:
- Hutang pokok (Principal), ditambah
- Bunga (interest), ditambah
- Uang Jaminan Perbaikan dan Perawatan;
Adapun mengenai “pengalokasian” tersebut juga
tercermin pada Financial Calculation tertanggal 10 Juli
2012 yang merupakan lampiran dari surat Tergugat
tertanggal 10 Juli 2012 perihal wanprestasi) PT Bangun
Karya Pratama Lestari (bukti P-5 dan P-6), dimana
Penggugat diharuskan untuk membayar “variable
amounts for extra hours of usage” atau “jumlah variabel
untuk jam ekstra/tambahan penggunaan”, disamping
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 8
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 9 dari 80 hal. Put. Nomor 1572 K/Pdt/2015
Angsuran Pokok (Principal) + Bunga (interest);
b.
Penentuan besarnya “Bunga Akhir” (“the final baloon payment of interest”) sebesar US$1,500,000. (satu juta
lima ratus ribu Dolar Amerika Serikat) yang harus dibayar
Penggugat kepada Tergugat, ternyata bukan ditentukan
berdasarkan prosentase sebagaimana layaknya suatu
perjanjian utang piutang, melainkan didasarkan atas
asumsi bahwa setelah “Alat” dipergunakan selama 4
tahun maka “Alat” dimaksud akan mengalami “Penurunan
Nilai” atau “Penyusutan Nilai” menjadi US$ 1,500,000;
c. Adanya opsi bagi Penggugat untuk memilih apakah akan
membayar “Bunga Akhir” sebesar US$ 1,500,000 atau
menyerahkan/ mengalihkan kepemilikan “Alat” kepada
Tergugat sebagaimana pada Pasal 3.2 Loan Agreement,
telah mengindikasikan bahwa Tergugat bertindak
layaknya sebagai suatu perusahaan Penyewaan/Rental
Alat-Alat Berat yang memberi kesempatan kepada
Penggugat untuk membeli atau memiliki “Alat” yang
nilainya telah menyusut menjadi US$ 1,500,000 akibat
pemakaian atau pengoperasian oleh Penggugat selama
4 (empat) tahun atau maksimal 400 (empat ratus) jam,
dengan cara membayar harga tersebut kepada Tergugat,
yang bila tidak dibayar maka “Alat” harus diserahkan
kepada Tergugat;
17.4. Memperhatikan hal tersebut di atas,dapat disimpulkan bahwa
jumlah Pembayaran Kembali oleh Penggugat kepada Tergugat
yang tercantum pada Loan Agreement, tidak didasarkan
sebagaimana layaknya suatu perjanjian pinjam meminjam/
perjanjian utang piutang, melainkan didasarkan atas perjanjian
sewa menyewa/rental atas “Alat”, sehingga jumlah yang harus
dibayarkan kembali oleh Penggugat kepada Tergugat
mencapai kurang lebih 48,7 % (empat puluh delapan koma
tujuh persen)/tahun dari besarnya pinjaman yang diperoleh, hal
mana dapat dibuktikan sebagai berikut:
- Jumlah Pinjaman yang diterima
Penggugat .................................................US$ 4,999,500;
- Jumlah yang harus dibayarkan Kembali kepada Tergugat
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 9
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 10 dari 80 hal. Put. Nomor 1572 K/Pdt/2015
sesuai tagihan sebagaimana tercantum pada Financial
Calculation yakni: (jumlah yang telah dibayar dari bulan
September 2010-September 2011 sebesar US$ 2,819,769
+ Jumlah yang belum dibayar hingga bulan Maret 2014
sebesar US$ 8,083,154 ..................... US$ 10,902,923 (-)
=======================================
Dalam hitungan Bunga sebesar US$ 5,903,423;
Atau dalam prosentase sebesar 48,7%/tahun. Padahal
besarnya bunga pinjaman mata uang Dolar Amerika
Serikat yang berlaku di lembaga perbankan di Indonesia
hanya 7% (tujuh) persen/tahun;
18. Bahwa oleh karena telah terbukti bahwa isi dari Loan Agreement
tersebut bertentangan dengan ketentuan UU Nomor 25/2007 juncto
Perpres Nomor 36/2010, maka berdasarkan Pasal 1320 juncto Pasal
1335 juncto Pasal 1337 KUHPerdata, Loan Agreement menjadi Batal
Demi Hukum atau setidak-tidaknya tidak memiliki kekuatan hukum
mengikat (null and void; nietig);
19. Bahwa oleh karena Loan Agreement tersebut telah terbukti tidak
memenuhi syarat formil tertentu sebagaimana diwajibkan oleh
Undang-Undang serta isinya pun bertentangan dengan peraturan
perundangan yang berlaku, maka sudah seyogyanyalah bahwa Majelis
Hakim Pengadilan Jakarta Barat menyatakan bahwa Loan Agreement
tertanggal 30 Juli 2010 yang dibuat oleh dan antara Penggugat
dengan Tergugat, batal demi hukum (null and void atau void ab initio
atau rechtswegenieteg) atau setidak-tidaknya tidak memiliki kekuatan
hukum yang mengikat (nieteg);
20. Bahwa untuk mencegah terjadinya kerugian Penggugat yang lebih
besar lagi akibat dari Loan Agreement yang bertentangan dengan
undang-undang, maka Penggugat mohon kiranya agar Majelis Hakim
pada Pengadilan Negeri Jakarta Barat yang akan memeriksa,
mengadili serta memutus perkara a quo, berkenan untuk
mengeluarkan Putusan Provisi yang menyatakan bahwa untuk
sementara waktu Tergugat dilarang melakukan penagihan kepada
Penggugat sesuai dengan Loan Agreement tertanggal 30 Juli 2010
sampai dengan perkara a quo memiliki kekuatan hukum yang tetap (in
kracht van gewijsde);
21. Bahwa bilamana Majelis Hakim memutuskan bahwa Loan Agreement
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 10
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 11 dari 80 hal. Put. Nomor 1572 K/Pdt/2015
batal demi hukum atau setidak-tidaknya tidak memiliki kekuatan hukum
mengikat, maka sudah seyogyanya pula bahwa Majelis Hakim
Pengadilan Negeri Jakarta Barat menyatakan pula bahwa Akta
Perjanjian Jaminan Fiducia atas benda tertanggal 30 Juli 2010 Nomor
77 yang merupakan perjanjian ikutan (accesoir) dari Loan
Agreement, batal demi hukum atau setidak-tidaknya tidak memiliki
kekuatan mengikat;
22. Bahwa apabila (quad non) Loan Agreement beserta Akta Perjanjian
Jaminan Fidusia atas Benda tertanggal 30 Juli Nomor 77 dinyatakan
batal demi hukum, maka baik posisi Penggugat maupun Tergugat
menurut hukum harus dikembalikan kepada keadaan semula. Demikian
pula dengan Loan Agreement berserta Perjanjian Jaminan Fidusia Atas
Benda tertanggal 30 Juli 2010 Nomor 77, harus dianggap tidak pernah
ada. Oleh karenanya, sudah seyogyanyalah bahwa Majelis Hakim
Pengadilan Negeri Jakarta Barat memerintahkan kepada Penggugat
untuk mengembalikan kepada Tergugat secara mencicil sesuai
kemampuan Penggugat, seluruh uang yang telah diterima dari Tergugat
setelah dikurangkan dengan jumlah uang yang telah dibayarkan oleh
Penggugat kepada Tergugat yakni sebagai berikut:
- Jumlah Pinjaman yang diterima Penggugat dari Tergugat
.................................................................................US$ 4,999,500
- Jumlah yang telah dibayar Penggugat sejak bulan September
2010 sampai bulan September 2011 (bukti P-7) .......US$
2,819,769 (-)
Sisa yang harus dikembalikan kepada Tergugat US$ 2,179,731 (Dua
juta seratus tujuh puluh sembilan ribu tujuh ratus tiga puluh satu
Dolar Amerika Serikat); 23 Bahwa adapun dasar dari Penggugat mengajukan pengembalian uang
pinjaman yang telah diberikan oleh Penggugat kepada Tergugat dengan
cara mencicil, karena perusahaan kontraktor yang sejenis dengan
perusahaan Penggugat telah mengalami penurunan pendapatan akibat
dari lesunya usaha jasa kontraktor pada saat ini di Indonesia. Hal mana
sangat berpengaruh sekali kepada perusahaan Penggugat;
24. Bahwa oleh karena gugatan Penggugat telah didasarkan atas bukti-bukti
yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum, maka sudah
seyogyanyalah bahwa gugatan Penggugat dikabulkan untuk seluruhnya,
sehingga segala biaya perkara yang akan timbul dikemudian hari dalam
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 11
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 12 dari 80 hal. Put. Nomor 1572 K/Pdt/2015
perkara a quo dibebankan seluruhnya kepada Tergugat;
Bahwa berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, maka Penggugat
mohon supaya Pengadilan Negeri Jakarta Barat memberikan putusan yang
sebagai berikut:
I. Dalam Provisi:
Menyatakan bahwa untuk sementara waktu Tergugat dilarang melakukan
penagihan kepada Penggugat sesuai dengan Loan Agreement tertanggal
30 Juli 2010 sampai dengan perkara a quo memiliki kekuatan hukum yang
tetap (in kracht van gewisjde);
II. Dalam Pokok Pekara:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan bahwa Loan Agreement tertanggal 30 Juli 2010 yang
dibuat oleh dan antara Penggugat dengan Tergugat,batal demi hukum
atau setidak-tidaknya tidak memiliki kekuatan hukum mengikat (Null and
Void atau void ab initio; Nietig);
3. Menyatakan bahwa Akta Perjanjian Jaminan Fiducia atas benda
tertanggal 30 Juli 2010 Nomor 77 yang merupakan perjanjian ikutan
(accesoir) dari Loan Agreement, batal demi hukum atau setidak-
tidaknya tidak memiliki kekuatan hukum mengikat (Null and Void atau
void ab initio; Nietig);
4. Memerintahkan kepada Penggugat untuk mengembalikan sisa uang
dari pinjaman yang belum diserahkan kembali kepada Tergugat
sebesar US$ 4,999,500 – US$ 2,819,769 = US$ 2,179,731 (dua juta
seratus tujuh puluh sembilan ribu tujuh ratus tiga puluh satu Dolar
Amerika Serikat) secara mencicil sesuai kemampuan Penggugat; 5. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya yang timbul dari perkara
ini;
Menimbang, bahwa terhadap gugatan tersebut Tergugat mengajukan
eksepsi dan gugatan rekonvensi yang pada pokoknya sebagai berikut:
Dalam Eksepsi:
1. Bahwa Nine Am LTD. (dalam Bagian Konvensi ini selanjutnya disebut
”Tergugat”) secara tegas menolak segala dalil yang diajukan oleh PT
Bangun Karya Pratama Lestari (dalam Bagian Konvensi ini selanjutnya
disebut ”Penggugat”) dalam Surat Gugatannya tanggal 30 Agustus 2012
dalam perkara a quo, kecuali yang kebenarannya diakui secara tegas oleh
Tergugat dan terbukti menurut hukum;
2. Bahwa setelah Majelis Hakim memerintahkan para pihak dalam perkara a
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 12
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 13 dari 80 hal. Put. Nomor 1572 K/Pdt/2015
quo untuk melakukan mediasi yang berlangsung mulai tanggal 8 Oktober
2013 sampai dengan tanggal 6 November 2013, para pihak tidak mencapai
kesepakatan dalam mediasi tersebut sehingga agenda persidangan
dilanjutkan dengan agenda jawab-menjawab antara para pihak;
3. Bahwa sebelum Tergugat membantah segala dalil yang diajukan Penggugat
dalam pokok perkara, perkenankanlah Tergugat mengajukan Eksepsi yang
kiranya Majelis Hakim yang Mulia dapat pertimbangkan dan diputuskan
dalam perkara a quo;
4. Sehubungan dengan Surat Gugatan Penggugat, Tergugat dengan ini
mengajukan eksepsi dengan dasar, alasan dan bukti-bukti sebagai berikut:
a. Gugatan Penggugat dalam perkara a quo adalah kabur (obscuur libel)
antara mempersoalkan perbuatan melawan hukum dan perbuatan cidera
janji (wanprestasi);
b. Penggugat dalam perkara a quo tidak mempunyai hak untuk mengajukan
gugatan terhadap Tergugat karena Penggugat terbukti telah wanprestasi
dengan tidak memenuhi kewajibannya terhadap Tergugat menurut
perjanjian (exceptio non adimplenti contractus).
Di bawah ini Tergugat akan menguraikan dalil-dalil eksepsi tersebut di atas
secara lebih terinci. Ad.a. Gugatan Penggugat dalam Perkara a quo adalah Kabur (Obscuur
Libel) antara Mempersoalkan Perbuatan Melawan Hukum dan
Perbuatan Cidera Janji (wanprestasi);
5. Bahwa pada Bagian I Surat Gugatan (halaman 2-4), dalil-dalil posita
Gugatan Penggugat pada pokoknya mendalilkan adanya hubungan hukum
kontraktual antara Penggugat engan Tergugat yang didasarkan dan
dibuktikan secara nyata dengan adanya Perjanjian Pinjam Meminjam (Loan
Agreement) tanggal 30 Juli 2010 (bukti T-1a). Untuk lengkapnya kami kutip
gugatan Penggugat;
”2. Bahwa Tergugat adalah suatu perusahaan kemitraan terbatas yang
didirikan dan berdasarkan hukum yang berlaku di negara bagian Texas,
Amerika Serikat;
3. Bahwa berdasarkan Loan Agreement/Perjanjian Pinjam Meminjam
tertanggal 30 Juli 2010 yang dibuat oleh dan antara Penggugat dengan
Tergugat, (berdasarkan Loan Agreement yang telah diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonsesia [Indonesia] oleh Penterjemah Resmi dan
Tersumpah) (selanjutnya disebut sebagai "Loan Agreement"), Penggugat
telah memperoleh pinjaman uang dari Tergugat sebesar US$ 4.999.500
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 13
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 14 dari 80 hal. Put. Nomor 1572 K/Pdt/2015
(empat juta sembilan ratus sembilan puluh sembilan ribu lima ratus Dollar
Amerika Serikat) (bukti P-1 dan P-2,);”
6. Bahwa berdasarkan doktrin hukum yang dijelaskan oleh M. Yahya Harahap,
S.H. (mantan Hakim Agung pada Mahkamah Agung Republik Indonesia)
dalam bukunya yang berjudul “Hukum Acara Perdata: Gugatan,
Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan”, Sinar
Grafika, Cetakan Kedelapan, Jakarta, 2008, halaman 454 (bukti T-2),
dinyatakan “wanprestasi) menurut Pasal 1243 Kitab Undang-undang Hukum
Perdata timbul dari persetujuan (agreement) yang berdasarkan Pasal 1320
KUH Perdata:…”
7. Bahwa dengan adanya hubungan hukum kontraktual sebagaimana
disampaikan oleh Penggugat dalam dalil-dalil posita Gugatan pada Bagian I
Surat Gugatan maka dalil posita Gugatan pada Bagian I Surat Gugatan
merupakan persoalan hukum wanprestasi);
8. Namun demikian, pada Bagian IV Surat Gugatannya (halaman 8) secara
inkonsisten Penggugat telah mendalilkan adanya perbuatan melawan hukum
yang dilakukan oleh Tergugat, yaitu dengan menyatakan Tergugat sebagai
suatu perusahaan yang bergerak dalam bidang penyewaan atau rental alat-
alat berat yang tertutup bagi perusahaan asing menurut Peraturan Presiden
Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan
Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman
Modal tanggal 25 Mei 2010 juncto Undang Undang Nomor 25 Tahun 2007
tentang Penanaman Modal. Untuk lengkapnya kami kutip gugatan
Penggugat sebagai berikut:
”17. Bahwa ternyata isi dari Loan Agreement sangat bertentangan dengan
ketentuan UU Nomor 25/2007 juncto Perpres Nomor 36 Tahun 2010,
hal mana dapat dibuktikan sebagai berikut:
17.1. lsi konsiderans dari Loan Agreement menyatakan bahwa Tergugat
akan memberikan pinjaman sebesar US$ 4.999.500 (empat juta
sembilan ratus sembilan puluh sembilan ribu lima ratus Dollar
Amerika Serikat) kepada Penggugat untuk membeli 5 (lima) unit truk
Caterpillar baru model 777 D dengan nomer seri masing-masing
berturut-turut: FKR 00635, FKR 00636, FKR 00637, FKR 00638 dan
FKR 4046;
17.2. Isi Pasal 2.1 Loan Agreement berbunyi sebagai berikut:
”Pembayaran kembali Pinjaman beserta bunganya akan dilakukan
sebagai berikut:
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 14
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 15 dari 80 hal. Put. Nomor 1572 K/Pdt/2015
(a) 48 kali angsuran bulanan sebesar US$ 179.500 (seratus tujuh
puluh sembilan ribu lima Dollar Amerika Serikat) per bulan,
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 1, dimana angsuran
pertama wajib dibayar satu bulan setelah tanggal transfer
pinjaman ke rekening Debitur sebagaimana dijelaskan dalam
Pasal 1 di atas, sedangkan angsuran sisanya akan menyusul
setelahnya;
(b) Pembayaran bunga akhir sebesar US$ 1.500.000 (satu juta lima
ratus ribu Dolar Amerika Serikat) yang wajib dibayar pada tanggal
pembayaran terakhir angsuran pinjaman;”
9. Bahwa berdasarkan uraian-uraian Tergugat di atas, dapat disimpulkan
bahwa materi dari Gugatan Penggugat adalah mengenai persoalan
Perbuatan Melawan Hukum (onrecht matigedaad), namun telah dicoba untuk
didasarkan pula pada adanya hubungan hukum kontraktual (wanprestasi).
Masalah persoalan hukum wanprestasi) dan Perbuatan Melawan Hukum
adalah dua hal yang sangat berbeda satu sama lain, baik dalam hal dasar
hukum, hubungan hukum, maupun akibat hukum yang ditimbulkannya.
Dengan demikian, kedua persoalan tersebut tidak dapat dicampuradukkan
atau digabungkan dalam satu gugatan;
10. Bahwa dalil Tergugat di atas dalam perkara a quo telah sesuai dengan
kaidah hukum dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1875K/Pdt/1984
tanggal 24 April 1986 yang pada pokoknya menyatakan Perbuatan Melawan
Hukum yang berdasarkan kepada Pasal 1365 KUHPerdata tidak dibenarkan
digabungkan dengan Perbuatan Cidera Janji (wanprestasi)) berdasarkan
Pasal 1243 KUHPerdata dalam satu gugatan menurut tata tertib beracara
perdata. Untuk lengkapnya Tergugat mengutip Putusan Mahkamah Agung
Nomor 1875K/Pdt/1984 tanggal 24 April 1986 tersebut sebagai berikut (bukti
T-3):
“Perbuatan Melawan Hukum yang berdasarkan kepada Pasal 1365 KUH
Perdata tidak dibenarkan digabungkan dengan Perbuatan Ingkar Janji
(wanprestasi)) berdasarkan Pasal 1243 KUH Perdata dalam satu gugatan
menurut tertib beracara perdata. Keduanya harus diselesaikan secara
tersendiri.”
11. Bahwa dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 879 K/Pdt/1999 tanggal 29
Januari 2001 yang dimuat dalam Varia Peradilan Tahun XVIII Nomor 208
Januari 2003 pada halaman 22 alinea 1, Mahkamah Agung dalam
pertimbangan hukumnya menyatakan (bukti T-4):
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 15
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 16 dari 80 hal. Put. Nomor 1572 K/Pdt/2015
“bahwa suatu gugatan yang didasarkan atas dasar perbuatan melawan
hukum tidak dapat juga diajukan sebagai akibat suatu ingkar janji, karena
kedua dasar hukum itu diatur dalam pasal-pasal yang berbeda dalam
KUHPerdata, yaitu perbuatan melawan hukum dalam pasal 1365
KUHPerdata dan wanprestasi dalam Pasal 1243 KUHPerdata, juga akibat hukum yang dapat dituntut dari akibat perbuatan itu adalah berbeda”;
12. Bahwa terhadap penggabungan dan pencampuradukan Gugatan Penggugat
yang secara nyata-nyata dalil-dalil positanya didasarkan pada materi
Gugatan wanprestasi) dan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum, akan tetapi
faktanya dalam perkara a quo Penggugat dengan sengaja tanpa alas hak
mengajukan Gugatan dengan judul dan materi Gugatan Pembatalan
Perjanjian. Gugatan yang demikian adalah Gugatan yang kabur dan
melanggar tata tertib beracara, yang pada pokoknya mewajibkan setiap
gugatan dengan materi perbuatan melawan hukum dan gugatan wanprestasi
tidak dapat digabungkan dan dicampuradukkan dalam satu gugatan seperti
halnya Gugatan Penggugat dalam perkara a quo. Oleh karena itu, sudah
sepatutnya Majelis Hakim yang mulia menyatakan Gugatan Penggugat tidak
dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard);
Ad b. Penggugat dalam perkara a quo Tidak Mempunyai Hak untuk
Mengajukan Gugatan terhadap Tergugat karena Penggugat Terbukti
Telah wanprestasi) dengan Tidak Memenuhi Kewajibannya terhadap
Tergugat Menurut Perjanjian (Exceptio Non Adimplenti Contractus);
13. Bahwa Penggugat secara tanpa dasar dan tanpa hak telah mengajukan
Gugatan Pembatalan Perjanjian kepada Tergugat dengan Gugatan yang
sifatnya mengada-ada, tidak beralasan sama sekali dan hanya bertujuan
agar Penggugat dapat mangkir dari kewajibannya;
14. Bahwa berdasarkan fakta-fakta dan bukti-bukti yang ada serta
pengakuannya sendiri, justru pihak Penggugat yang telah melakukan
perbuatan wanprestasi kepada Tergugat dengan tidak memenuhi
kewajibannya dalam Perjanjian Pinjam Meminjam (Loan Agreement). Lihat
butir 3 halaman 2-3 Surat Gugatan Penggugat yang memperlihatkan secara
jelas bahwa Penggugat telah mengakui secara tegas bahwa Penggugat
telah menerima pinjaman uang dari Tergugat dengan jumlah utang pokok
sebesar US$ 4.999.500 (empat juta sembilan ratus sembilan puluh sembilan
ribu lima ratus Dollar Amerika Serikat);
15.`Menurut ketentuan Pasal 1238 KUH Perdata yang pada pokoknya
menyatakan bahwa untuk membuktikan bahwa salah satu pihak baru dapat
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 16
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 17 dari 80 hal. Put. Nomor 1572 K/Pdt/2015
dinyatakan telah melakukan cidera janji (wanprestasi) setelah pihak tersebut
berdasarkan surat perintah atau akta sejenis telah dinyatakan lalai atau
perjanjiannya sendiri menyatakan demikian. Untuk selengkapnya Tergugat
mengutip isi ketentuan Pasal 1238 KUHPerdata sebagai berikut:
“Si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan akta
sejenis telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri, ialah jika ia menetapkan bahwa si berutang akan harus dianggap lalai dengan lewatnya
waktu yang ditentukan” ;
16. Bahwa sehubungan dengan uraian dari ketentuan Pasal 1238 KUHPerdata
tersebut dapat dibuktikan bahwa Penggugat sendiri yang telah melakukan
wanprestasi kepada Tergugat dengan tidak memenuhi kewajibannya untuk
membayar utang kepada Tergugat sesuai dengan Perjanjian Pinjam
Meminjam (Loan Agreement) sebagaimana Tergugat uraikan pada butir 14
di atas. Adapun bukti lainnya yang menunjukkan secara jelas Penggugat
sendiri telah melakukan wanprestasi kepada Tergugat adalah dengan
adanya surat peringatan (somasi) dari Tergugat kepada Penggugat pada
tanggal 10 Juli 2012 (bukti T-5); 17. Bahwa dengan dikirimkannya surat peringatan (somasi) sebagaimana
Tergugat sebutkan di atas, maka berdasarkan ketentuan Pasal 11 Perjanjian
Pinjam Meminjam (Loan Agreement), Penggugat dinyatakan telah Cidera
Janji (wanprestasi). Dengan demikian, Penggugat dalam hal ini telah terbukti
secara jelas telah melakukan Cidera Janji (wanprestasi), karena Penggugat
telah tidak memenuhi kewajiban-kewajiban Penggugat untuk membayar
utangnya kepada Tergugat yang dimulai sejak tagihan Tergugat tanggal 30
November 2011 (untuk pembayaran angsuran 11 September 2011) hingga
saat ini dengan jumlah utang pokok secara keseluruhan sebesar US$
8.083.154 (delapan juta delapan puluh tiga ribu seratus lima puluh empat
Dollar Amerika Serikat); 18. Berdasarkan bukti-bukti yang didukung dengan dalil-dalil yang diuraikan
Tergugat di atas, sangatlah jelas bahwa Penggugat sendiri secara nyata
telah terbukti melakukan wanprestasi kepada Tergugat. Dalil-dalil Tergugat
tersebutdiperkuat pula oleh doktrin hukum yang dijelaskan oleh M. Yahya
Harahap, S.H. dalam bukunya yang berjudul “Hukum Acara Perdata:
Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan”,
Penerbit Sinar Grafika, Cetakan Kedua, Jakarta, 2005, halaman 461 (bukti
T-2) yang menyatakan ”seseorang tidak berhak menggugat; apabila dia
sendiri tidak memenuhi apa yang menjadi kewajibannya dalam perjanjian.”
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 17
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 18 dari 80 hal. Put. Nomor 1572 K/Pdt/2015
19. Bahwa dengan mendasarkan pada ketentuan-ketentuan hukum dan doktrin
hukum di atas, maka dengan adanya Peristiwa Cidera Janji (wanprestasi)
menurut Perjanjian Pinjam Meminjam (Loan Agreement) dan dengan
dikirimkannya surat peringatan (somasi) tanggal 10 Juli 2012 (bukti T-6)
sebagaimana telah Tergugat uraikan pada butir 16 di atas, Penggugat
terbukti secara jelas telah melakukan perbuatan cidera janji (wanprestasi) kepada Tergugat, dan sepatutnyalah Penggugat harus menyelesaikan
segala kewajibannya kepada Tergugat, termasuk kewajiban untuk
membayar utang pokok dan bunga, serta mengganti segala biaya yang
timbul sebagai akibat dari tindakan cidera janji (wanprestasi) Penggugat
kepada Tergugat; 20. Oleh karena itu, Penggugat sama sekali tidak mempunyai hak dan dasar
hukum untuk mengajukan Gugatan a quo terhadap Tergugat di Pengadilan
Negeri Jakarta Barat. Atas dalil-dalil yang diuraikan Tergugat tersebut,
sepatutnyalah Majelis Hakim yang Mulia dalam perkara a quo menyatakan
Gugatan Penggugat ditolak atau setidak-tidaknya menyatakan Gugatan
Penggugat tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard);
21. Bahwa Tergugat telah pula berupaya untuk melakukan eksekusi jaminan
fidusia termasuk memperoleh penetapan dari Pengadilan Negeri
Tenggarong (bukti T-6a) dan melalui Pengadilan Negeri Jakarta Barat telah
melakukan Aanmaning kepada Penggugat (bukti T-6b). Namun Penggugat
telah menolak untuk secara sukarela melakukan kewajiban pembayaran
utangnya kepada Tergugat. Penggugat bahkan telah melakukan upaya-
upaya untuk menghalang-halangi Tergugat dalam melaksanakan haknya
berdasarkan Perjanjian Fidusia, termasuk mengajukan perlawanan tehadap
Pelaksanaan Eksekusi terhadap Akta Perjanjian Jaminan Fidusia Nomor 77
tanggal 30 Juli 2010 (bukti T-7) pada Pengadilan Negeri Tenggarong,
gugatan pembatalan di Pengadilan Negeri Tenggarong, serta gugatan a quo;
22. Bahwa Penggugat telah pula melakukan tindakan-tindakan lain untuk
mencoba menghindari pembayaran dan pelunasan utang kepada Tergugat
berdasarkan Perjanjian Pinjam Meminjam (Loan Agreement) yang telah
disepakati oleh kedua belah pihak. Penggugat bahkan dengan tanpa dasar
telah melaporkan Tergugat ke Kepolisian Republik Indonesia atas tuduhan
penipuan yang sangat bertentangan dengan fakta sebenarnya. Hal-hal ini
dapat mengakibatkan adanya ketidak pastian hukum, yang memberikan
dampak yang sangat buruk terhadap iklim usaha di Indonesia di masa kini
maupun yang akan datang, dan dapat merugikan pihak peminjam lainnya
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 18
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 19 dari 80 hal. Put. Nomor 1572 K/Pdt/2015
dari Indonesia yang jujur dan beriktikad baik;
23. Bahwa perlu Tergugat sampaikan untuk menjadi perhatian Majelis Hakim
yang Mulia mengenai adanya dugaan pemalsuan oleh Penggugat yang telah
dilaporkan oleh Pihak Ketiga kepada Kepolisian Republik Indonesia yang
pada pokoknya menyatakan bahwa dokumentasi berupa faktur-faktur
(invoices) atas pembelian alat-alat berat telah dipalsukan oleh Penggugat. Faktur-faktur pembelian tersebut kemudian diberikan oleh Penggugat
kepada Tergugat untuk menunjukkan bahwa Penggugat adalah pembeli alat-
alat berat tersebut dan sekaligus merupakan pemiliknya. Tindakan
Penggugat tersebut sangat bertentangan dengan pernyataan dan jaminan
yang disampaikan oleh Penggugat kepada Tergugat dalam Pasal 6.2.1.Akta
Perjanjian Jaminan Fidusia Nomor 77 tanggal 30 Juli 2010 (bukti T-6), yang
antara lain menyatakan bahwa:
“ 6.2. Pemberi Fidusia dengan ini menyatakan, berjanji dan menjamin
kepada dan untuk kepentingan Penerima Fidusia bahwa:
6.2.1.Selama masa berlakunya Perjanjian ini, Pemberi Fidusia adalah,
dan akan menjadi satu-satunya pemilik yang sah atas Benda, bebas
dari segala Jaminan Fidusia berdasarkan Perjanjian ini) atau hak-hak
atau kepentingan dari pihak ketiga manapun (kecuali Penerima
Fidusia)”;
Dalam Rekonvensi:
1. Bahwa semua dalil, bukti-bukti dan fakta-fakta sebagaimana yang telah
dimuat dalam Konvensi di atas mohon dianggap menjadi satu kesatuan dan
termasuk di dalam bagian Rekonvensi ini;
2. Bahwa Tergugat untuk selanjutnya dalam bagian Rekonvensi ini disebut
sebagai “Penggugat dalam Rekonvensi”, dan Penggugat selanjutnya dalam
Bagian Rekonvensi ini disebut sebagai “Tergugat dalam Rekonvensi”;
3. Penggugat dalam Rekonvensi dengan ini mengajukan Gugatan Rekonvensi
perihal Cidera Janji (wanprestasi)) terhadap Tergugat dalam Rekonvensi
berdasarkan fakta-fakta yang didukung dengan bukti-bukti yang sangat kuat
dan beralasan;
Fakta dan Hubungan Hukum antara Penggugat dalam Rekonvensi dan
Tergugat dalam Rekonvensi;
4. Bahwa sebagaimana telah Penggugat dalam Rekonvensi uraikan dalam
butir 21 sampai dengan butir 40 di atas, singkatnya hubungan hukum yang
terjadi antara Penggugat dalam Rekonvensi dan Tergugat dalam
Rekonvensi adalah berdasarkan Perjanjian Pinjam Meminjam (Loan
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 19
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 20 dari 80 hal. Put. Nomor 1572 K/Pdt/2015
Agreement) tanggal 30 Juli 2010;
5. Bahwa tanpa mengurangi dalil-dalil Penggugat dalam Rekonvensi di atas,
Penggugat dalam Rekonvensi merasa perlu untuk meluruskan fakta-fakta
yang terjadi serta menjelaskan latar belakangnya, semata-mata untuk
mempermudah Majelis Hakim dalam memeriksa dan memutus perkara a
quo, khususnya berkaitan dengan Gugatan Rekonvensi Penggugat dalam
Rekonvensi;
Latar Belakang Hubungan Hukum antara Penggugat dalam Rekonvensi dan
Tergugat dalam Rekonvensi;
6. Bahwa latar belakang digugatnya Tergugat dalam Rekonvensi dalam
perkara a quo adalah pada awalnya Penggugat dalam Rekonvensi (in casu
Nine AM Ltd.) dan Tergugat dalam Rekonvensi (in casu PT Bangun Karya
Pratama Lestari) menandatangani Perjanjian Pinjam Meminjam (Loan
Agreement) (bukti T-1a);
7. Bahwa dalam Perjanjian Pinjam Meminjam (Loan Agreement) tersebut
Penggugat dalam Rekonvensi bertindak sebagai Lender (Pemberi
Pinjaman)dan Tergugat dalam Rekonvensi bertindak sebagai Borrower
(Peminjam);
8. Bahwa berdasarkan Pasal 1 Perjanjian Pinjam Meminjam (Loan Agreement),
jumlah pinjaman pokok berdasarkan Perjanjian Pinjam Meminjam (Loan
Agreement) tersebut adalah sebesar US$ 4.999.500 (empat juta sembilan
ratus sembilan puluh sembilan ribu lima ratus Dollar Amerika Serikat)
(selanjutnya disebut ”Pinjaman”);
9. Bahwa berdasarkan Perjanjian Pinjam Meminjam tersebut, Penggugat dalam
Rekonvensi dan Tergugat dalam Rekonvensi sepakat bahwa Pinjaman
tersebut digunakan oleh Tergugat dalam Rekonvensi untuk membeli 5 (lima)
unit truk Caterpillar baru model 777 D dengan nomor seri masing-masing
berturut-turut: FKR00635, FKR00636, FKR00637, FKR00638 dan FKR00645
(selanjutnya disebut “Peralatan”), dan Tergugat dalam Rekonvensi selaku
Peminjam berjanji untuk tidak menggunakan Pinjaman untuk tujuan lainnya;
10. Bahwa untuk menjamin pembayaran secara tepat waktu oleh Tergugat
dalam Rekonvensi (Peminjam) kepada Penggugat dalam Rekonvensi
(Pemberi Pinjaman), Tergugat dalam Rekonvensi menjaminkan Peralatan
yang dibeli oleh Tergugat dalam Rekonvensi melalui lembaga jaminan
sebagaimana dituangkan dalam Akta Perjanjian Jaminan Fidusia Nomor 77
pada tanggal 30 Juli 2010 yang dibuat di hadapan Popie Savitri
Martosuhardjo Pharmanto, S.H., Notaris di Jakarta (bukti T-7);
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 20
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 21 dari 80 hal. Put. Nomor 1572 K/Pdt/2015
11. Bahwa Tergugat dalam Rekonvensi telah menerima seluruh uang Pinjaman
tersebut dari Penggugat dalam Rekonvensi dan berdasarkan Perjanjian
Pinjam Meminjam (Loan Agreement) tersebut (bukti T-1a), lahirlah kewajiban
Tergugatdalam Rekonvensi untuk melaksanakan pembayaran utang kepada
Penggugat dalam Rekonvensi sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam
Perjanjian Pinjam Meminjam (Loan Agreement);
12. Bahwa sesuai dengan Pasal 2 juncto Pasal 3 juncto Pasal 4 Perjanjian
Pinjam Meminjam (Loan Agreement), Tergugat dalam Rekonvensi wajib
melakukan pembayaran kembali pinjaman dengan bunganya (“Angsuran”)
dengan cara mengangsur sebanyak 48 (empat puluh delapan) kali sebesar
US$179.550 (seratus tujuh puluh sembilan ribu lima ratus lima puluh Dolar
Amerika Serikat), pembayaran terakhir bunga sebesar US$ 1.500.000 (satu
juta lima ratus ribu Dolar Amerika Serikat) dan uang jaminan pemeliharan
sebesar US$ 31.250 (tiga puluh satu ribu dua ratus lima puluh Dolar Amerika
Serikat) setiap tanggal 11 (sebelas) bulan berikutnya sejak tanggal
dicairkannya Pinjaman kepada Tergugat dalam Rekonvensi;
13. Bahwa Tergugat dalam Rekonvensi tidak hanya terlambat memenuhi
kewajibannya sejak tagihan tanggal 30 November 2011 untuk pembayaran
bulan September 2011 (bukti T-6), namun sama sekali tidak memenuhi apa
yang telah dijanjikannya kepada Penggugat dalam Rekonvensi dalam
Perjanjian Pinjam Meminjam (Loan Agreement);
14. Bahwa atas cidera janji Tergugat dalam Rekonvensi tersebut, Penggugat
dalam Rekonvensi telah berulang kali mengingatkan Tergugat dalam
Rekonvensi untuk memenuhi kewajibannya tersebut. Namun Tergugat
dalam Rekonvensi tidak pernah menunjukkan iktikad baik untuk
melaksanakan kewajibannya berdasarkan Perjanjian Pinjam Meminjam
(Loan Agreement) tersebut. Selanjutnya, Penggugat dalam Rekonvensi
melalui Kuasa Hukumnya mengirimkan Surat Peringatan (somasi) mengenai
cidera janji (wanprestasi) yang dilakukan Tergugat dalam Rekonvensi
kepada Penggugat dalam Rekonvensi, yaitu pada tanggal 10 Juli 2012 (bukti
T-5). Namun atas Surat Peringatan (somasi) tersebut, Tergugat dalam
Rekonvensi tidak memberikan jawaban sama sekali kepada Penggugat
dalam Rekonvensi;
Tindakan Tergugat dalam Rekonvensi tersebut merupakan kelalaian
menurut Pasal 11.1 Perjanjian Pinjam Meminjam (Loan Agreement) dengan
tidak memenuhi kewajiban-kewajiban Tergugat dalam Rekonvensi dalam
membayar angsuran sejak September 2011 sampai dengan dikirimnya surat
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 21
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 22 dari 80 hal. Put. Nomor 1572 K/Pdt/2015
peringatan. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan sebagai berikut:
Tergugat dalam Rekonvensi Telah Melakukan Cidera Janji (wanprestasi))
terhadap Penggugat dalam Rekonvensi Terkait dengan Perjanjian Pinjam
Meminjam (Loan Agreement) pada tanggal 30 Juli 2010
15. Bahwa seperti yang Penggugat dalam Rekonvensi jelaskan di atas, Tergugat
dalam Rekonvensi mempunyai kewajiban untuk melakukan pembayaran
kembali utang pokok beserta bunga atas Pinjamannya kepada Penggugat
dalam Rekonvensi sesuai dengan Pasal 2 Perjanjian Pinjam Meminjam
(Loan Agreement) (bukti T-1a), yang mengatur sebagai berikut:
“ 2. REPAYMENT
1.1 Repayment of the Loan
Repayment of the Loan together with interest thereon will be made in
the following manner:
(a) In 48 equals monthly installments of US$179,550 (one hundred and
seventy nine thousands five hundred and fifty United States Dollars)
as described in Appendix 1 hereto, with the first such installment to
be paid on the date one month after the date of the deposit of the
Loan into the Borrower’s account as provided for in Section 1 above
and the remaining installments to follow thereafter accordingly; and
(b) A final balloon payment of interest in the amount of US$1,500,000
(one million five hundred thousand United States Dollars) payable on
the scheduled date of payment of the last Loan repayment
installment.
1.2 All payments to be made by the Borrower to the Lender in cash
hereunder shall be made by the Lender on the date owing into such
bank account as may be from time to time be designated in writing to
the Borrower by the Lender. If the Borrower fails to pay any amount
owing under this Agreement on the date due, the Borrower shall pay
default interest in US Dollars on such amount from the date of default
up to the date of actual receipt of all amounts owing to the Lender
hereunder at the rate of two percent (2%) per annum above the
interest rate otherwise applicable to such amounts.”
Yang dalam Terjemahan resminya (bukti T-1b):
“2. Pembayaran Kembali
2.1 Pembayaran kembali Pinjaman bersama dengan bunganya akan
dilakukan dengan cara sebagai berikut:
(a) Dalam 48 angsuran bulanan sebesar US$179,550 (seratus tujuh
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 22
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 23 dari 80 hal. Put. Nomor 1572 K/Pdt/2015
puluh sembilan ribu lima ratus lima puluh Dolar Amerika Serikat)
seperti diuraikan dalam Lampiran 1 pada Perjanjian ini, dengan
angsuran pertama yang akan dibayarkan pada tanggal satu bulan
setelah tanggal setoran Pinjaman kedalam Rekening Peminjam
seperti yang ditentukan dalam Ayat 1 diatas dan angsuran-
angsuran sisanya menyusul sesudahnya; dan
(b) Pembayaran terakhir bunga sebesar US$1,500,000 (satu juta lima
ratus ribu Dolar Amerika Serikat) harus dibayar pada tanggal
pembayaran yang dijadwalkan dari angsuran pembayaran kembali
Pinjaman yang terakhir.”;
2.2 Semua pembayaran harus dilakukan oleh Peminjam kepada
Pemberi Pinjaman secara tunai menurut Perjanjian ini harus
dilakukan oleh Pemberi Pinjaman (catatan penerjemah:
seharusnya Peminjam) pada tanggal jumlah tersebut terhutang
kepada rekening bank yang dari waktu ke waktu diberitahukan
secara tertulis kepada Peminjam oleh Pemberi Pinjaman. Apabila
Peminjam lalai untuk membayar jumlah yang terhutang menurut
Perjanjian ini pada tanggal jatuh temponya, Peminjam harus
membayar bunga atas kelalaian dalam Dolar Amerika Serikat atas
jumlah tersebut sejak tanggal kelalaian sampai tanggal
penerimaan yang sebenarnya atas semua jumlah terhutang
kepada Pemberi Pinjaman menurut Perjanjian ini sebesar dua
persen (2%) per tahun diatas suku bunga yang berlaku pada
jumlah tersebut.”;
16. Bahwa berdasarkan Pasal 2 Perjanjian Pinjam Meminjam (Loan Agreement),
Tergugat dalam Rekonvensi mempunyai kewajiban-kewajiban sebagai
berikut yaitu: 1) membayar angsuran pokok pinjaman beserta bunganya
(“angsuran”) setiap tanggal 11 dari bulan-bulan berikutnya sejak Pinjaman
diberikan, dan 2) apabila Tergugat dalam Rekonvensi lalai dalam membayar
angsuran, maka Tergugat dalam Rekonvensi bersedia untuk membayar
bunga sebesar 2% (dua persen) di atas suku bunga yang berlaku untuk
jumlah tersebut;
17. Bahwa selain Pembayaran atas Pinjaman Pokok beserta Bunga, Tergugat
dalam Rekonvensi mempunyai kewajiban untuk memastikan pemeliharaan
peralatan dengan benar. Untuk menjamin pelaksanaan kewajiban tersebut,
Tergugat dalam Rekonvensi telah sepakat untuk memberi uang jaminan
pemeliharaan sebesar US$ 31.250 (Tiga puluh satu ribu dua ratus lima puluh
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 23
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 24 dari 80 hal. Put. Nomor 1572 K/Pdt/2015
Dolar Amerika Serikat) sesuai dengan Pasal 4.1 Perjanjian Pinjam
Meminjam (Loan Agreement) (bukti T-1a). Untuk lebih jelasnya, Penggugat
dalam Rekonvensi mengutip kembali pasal tersebut sebagai berikut:
“ 4. REPAIR AND MAINTENANCE/MAINTENANCE DEPOSIT
4.1 The equipment will at all times be maintained by the borrower
in good working in accordance with its relevant operating and
maintenance manuals, and all required maintenance checks
and repairs shall be made and carried out on a timely basis.
For the purpose of assuring proper maintenance of the
Equipment the Borrower will pay to the Lender a separate
amount of US$ 31.250 (thirty one thousand two hundred fifty
United State Dollars) per month into an escrow monthly
payments into the Maintenance Deposit shall be made on the
same date as the monthly Loan repayment installments;”;
Yang dalam terjemahan resminya berbunyi (bukti T-1b):
“4. Uang Jaminan Pemeliharaan/Perbaikan Dan Pemeliharaan
4.1 Peralatan pada setiap waktu harus dijaga oleh Peminjam
dalam keadaan dapat bekerja dengan baik sesuai dengan buku
petunjuk pengoperasian dan pemeliharaan terkait, dan semua
pemeriksaan pemeliharaan dan perbaikan yang diperlukan
harus dilakukan dan dilaksanakan pada waktunya. Untuk
tujuan memastikan pemeliharaan peralatan yang benar
Peminjam wajib membayar kepada Pemberi Pinjaman jumlah
terpisah sebesar US$31.250 (tiga puluh satu ribu dua ratus
lima puluh Dolar Amerika Serikat) setiap bulan kedalam
rekening escrow yang diperuntukkan dan dikelola oleh Pemberi
Pinjaman (“Uang Jaminan Pemeliharaan”). Pembayaran-
pembayaran bulanan kedalam Uang Jaminan Pemeliharaan
akan diberikan pada tanggal yang sama seperti angsuran-
angsuran bulanan pembayaran kembali Pinjaman.”;
18. Bahwa berdasarkan bukti-bukti (bukti T-5) yang ada, faktanya Tergugat
dalam Rekonvensi selalu membayar lewat dari tanggal yang disepakati
bersama dalam Perjanjian Pinjam Meminjam (Loan Agreement). Namun
Penggugat dalam Rekonvensi memberikan dispensasi atas keterlambatan
tersebut. Akan tetapi, ternyata Tergugat dalam Rekonvensi tidak menghargai
itikad baik Penggugat dalam Rekonvensi dan tidak melakukan pembayaran
sama sekali kepada Penggugat dalam Rekonvensi sejak 30 November 2011
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 24
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 25 dari 80 hal. Put. Nomor 1572 K/Pdt/2015
(untuk pembayaran angsuran bulan September 2011);
19. Bahwa atas cidera janji Tergugat dalam Rekonvensi tersebut, Penggugat
telah memberikan surat peringatan (somasi) (bukti T-5) kepada Tergugat
dalam Rekonvensi pada tanggal 10 Juli 2012 dan menyatakan dengan tegas
kelalaian yang telah dilakukan Tergugat dalam Rekonvensi terhadap
Perjanjian Pinjam Meminjam (Loan Agreement) terhitung sejak 30 November
2011 (untuk pembayaran angsuran bulan September 2011);
20. Bahwa berdasarkan Pasal 11.1 Perjanjian Pinjam Meminjam (Loan
Agreement) Tergugat dalam Rekonvensi nyata-nyata telah melakukan cidera
janji (wanprestasi) kepada Penggugat dalam Rekonvensi karena tidak
melaksanakan kewajiban pembayaran angsuran pinjaman sejak 30
November 2011 (untuk pembayaran angsuran bulan September 2011).
Untuk membuat jelas, Penggugat dalam Rekonvensi mengutip kembali isi
Pasal 11.1 Perjanjian Pinjam Meminjam (Loan Agreement) tersebut:
“11. EVENT OF DEFAULT
11.1 Any of the following events or occurrences shall constitue an
event of default (the “Event of Default” of the Borrower under
this Agreement:
(a) The Borrower fails to make timely payment to the Lender of
any payment or repayment required hereunder;”
Yang dalam terjemahan resminya (bukti T-1b) berbunyi sebagai berikut:
“11. KEADAAN LALAI
11.1 Setiap keadaan atau kejadian berikut ini akan merupakan
sebuah keadaan lalai (“Keadaan Lalai”) dari Peminjam
berdasarkan Perjanjian ini:
(a) Peminjam lalai untuk melakukan pembayaran tepat pada
waktunya kepada Pemberi Pinjaman atas suatu
pembayaran atau pembayaran kembali yang disyaratkan
menurut perjanjian ini”
21. Bahwa dengan tidak dipenuhinya kewajiban Tergugat dalam Rekonvensi
kepada Penggugat dalam Rekonvensi sebagaimana dijelaskan di atas,
maka Tergugat dalam Rekonvensi secara jelas dan nyata telah
melakukan perbuatan cidera janji (wanprestasi) kepada Penggugat dalam
Rekonvensi sebagaimana diatur dalam Pasal 1238 KUH Perdata yang
menyatakan:
“Si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau
dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 25
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 26 dari 80 hal. Put. Nomor 1572 K/Pdt/2015
perikatannya sendiri, ialah jika ini menetapkan, bahwa si berutang
harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.”
22. Bahwa berdasarkan uraian fakta-fakta di atas, maka Tergugat dalam
Rekonvensi nyata-nyata telah lalai memenuhi kewajibannya (wanprestasi)
kepada Penggugat dalam Rekonvensi dengan tidak memenuhi
kewajibannya untuk membayar angsuran pinjaman berikut bunga seperti
yang telah disepakati dalam Perjanjian Pinjam Meminjam (Loan Agreement)
sejak tanggal 30 November 2011 (untuk pembayaran angsuran bulan
September 2011) sampai dengan Gugatan Rekonvensi ini diajukan;
Tindakan Tergugatdalam Rekonvensi telah menimbulkan Kerugian
bagiPenggugat dalam Rekonvensi;
23. Bahwa akibat perbuatan dari Tergugat dalam Rekonvensi yang telah lalai
memenuhi kewajibannya terhadap Penggugat dalam Rekonvensi, jelas
merupakan perbuatan cidera janji (wanprestasi) berdasarkan Pasal 1238
KUH Perdata yang akibatnya sangat merugikan Penggugat dalam
Rekonvensi, baik secara materiil maupun immateriil. Oleh karena itu,
Tergugat dalam Rekonvensi harus bertanggung jawab terhadap Penggugat
dalam Rekonvensi;
24. Bahwa atas kelalaian Tergugat dalam Rekonvensi tersebut, Penggugat telah
mengalami kerugian material sebesar US$ 8.083.154 (delapan juta delapan
puluh tiga ribu seratus lima puluh empat Dollar Amerika Serikat) dengan
rincian sebagai berikut:
Dalam US$
No Uraian Jumlah
1
Angsuran yang telah jatuh tempo Oktober
2011-Juni 2012 US$1.914.854
2
Angsuran yang harus dibayarkan selama
Juli 2012-Agustus 2014 US$ 4.668.300
3
Pembayaran terakhir bunga (Ballon
Payment) US$ 1.500.000
Total US$ 8.083.154
25. Oleh karena itu, kami mohon Majelis Hakim yang mulia pada Pengadilan
Negeri Jakarta Barat agar menghukum Tergugat dalam Rekonvensi untuk
membayar utangnya kepada Penggugat dalam Rekonvensi sebesar US$
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 26
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 27 dari 80 hal. Put. Nomor 1572 K/Pdt/2015
8.083.154 (delapan juta delapan puluh tiga ribu seratus lima puluh empat
Dollar Amerika Serikat);
Permohonan Sita Jaminan
26. Bahwa oleh karena gugatan Penggugat dalam Rekonvensi didasarkan pada
alas hukum yang kuat dan didukung oleh bukti-bukti sah yang menunjukkan
Tergugat dalam Rekonvensi telah melakukan perbuatan cidera janji
(wanprestasi) kepada Penggugat dalam Rekonvensi sebagaimana diatur
dalam Perjanjian Pinjam Meminjam serta Pasal 1238 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata, sementara terdapat dugaan yang beralasan bahwa
Tergugat dalam Rekonvensi akan mengalihkan harta kekayaannya untuk
menjauhkan harta kekayaan dari Penggugat dalam Rekonvensi, maka kami
mohon kepada Pengadilan Negeri Jakarta Barat untuk meletakkan sita
jaminan (conservatoir beslag) atas barang-barang bergerak dan barang-
barang tidak bergerak Tergugat dalam Rekonvensi berdasarkan Pasal 227
ayat (1) HIR, sebagai berikut:
27. Barang tidak bergerak yaitu:
(i) Bangunan dan tanah yang berlokasi di Sentra Niaga Puri Indah
Blok T3/1, Kembangan Jakarta Barat; dan
(ii) Bangunan dan tanah yang berlokasi di Jl. Green Ville AS 43 RT
008 RW 14, Duri Kepa, Jakarta Utara;
b. Barang bergerak yaitu:
Mobil Toyota Kijang Innova tahun 2007 plat Nomor B 1879 PVA;
Penggugat dalam Rekonvensi juga mencadangkan haknya untuk
meminta sita jaminan terhadap harta kekayaan Tergugat dalam
Rekonvensi lainnya;
Bahwa berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas Penggugat dalam
Rekonvensi mohon supaya Pengadilan Negeri Jakarta Barat memberikan
putusan sebagai berikut:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat dalam Rekonvensi untuk seluruhnya;
2. Menyatakan Perjanjian Pinjam Meminjam (Loan Agreement) tanggal 30 Juli
2010 antara Penggugat dalam Rekonvensi dan Tergugat dalam Rekonvensi
adalah merupakan perjanjian yang sah dan mengikat para pihak dengan
segala akibat hukumnya;
3. Menyatakan Jaminan Fidusia atas benda sebagaimana dinyatakan dalam
Akta Perjanjian Jaminan Fidusia atas benda Nomor 77 pada tanggal 30 Juli
2010 yang dibuat di hadapan Popie Savitri Martosuhardjo Pharmanto, S.H.,
Notaris di Jakarta, yang merupakan perjanjian ikutan (accesoir) dari
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 27
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 28 dari 80 hal. Put. Nomor 1572 K/Pdt/2015
Perjanjian Pinjam Meminjam (Loan Agreement) sah dan mengikat para pihak
dengan segala akibat hukumnya;
4. Menyatakan secara hukum bahwa Tergugat dalam Rekonvensi telah
melakukan cidera janji (wanprestasi) kepada Penggugat dalam Rekonvensi;
5. Menghukum Tergugat dalam Rekonvensi karena telah melakukan cidera
janji (wanprestasi) untuk membayar seluruh kewajiban berdasarkan
Perjanjian Pinjam Meminjam (Loan Agreement) sebesar US$ 8.083.154
(Delapan juta delapan puluh tiga ribu seratus lima puluh empat Dollar
Amerika Serikat) secara tunai, sekaligus, dan seketika ditambah dengan
bunga serta denda keterlambatan sesuai dengan Perjanjian Pinjam
Meminjam;
6. Menyatakan sah dan berharga atas sita jaminan (Conservatoir Beslag) atas
harta kekayaan berupa barang-barang bergerak dan barang-barang tidak
bergerak Tergugat dalam Rekonvensi;
7. Menyatakan putusan dalam Gugatan Rekonvensi ini dapat dijalankan
terlebih dahulu (uitvoerbaar bijvoorraad verklaard) walaupun ada bantahan,
perlawanan (verzet), banding dan kasasi;
8. Menghukum Penggugat dalam Konvensi/Tergugat dalam Rekonvensi untuk
membayar seluruh biaya yang timbul dalam perkara;
Atau apabila Majelis Hukum Pengadilan Negeri Jakarta Barat berpendapat lain,
mohon putusan yang seadil-adilnya (ex a quo et bono);
Bahwa terhadap gugatan tersebut Pengadilan Negeri Jakarta Barat telah
memberikan Putusan Nomor 450/Pdt.G/2012/PN Jkt.Bar., tanggal 6 Maret 2014
dengan amar sebagai berikut:
Dalam Konvensi;
Dalam Eksepsi:
- Menolak eksepsi Tergugat untuk seluruhnya;
Dalam Provisi:
- Menolak tuntutan Provisionil Penggugat;
Dalam Pokok Perkara;
- Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
- Menyatakan bahwa Loan Agreement tertanggal 30 Juli 2010 yang dibuat
oleh dan antara Penggugat dengan Tergugat, batal demi hukum;
- Menyatakan, bahwa Akta Perjanjian Jaminan Fiducia atas Benda tertanggal
30 Juli 2010 Nomor 77 yang merupakan Perjanjian ikutan (accesoir) dari
Loan Agreement tanggal 30 Juli 2010, batal demi hukum;
- Memerintahkan kepada Penggugat untuk mengembalikan sisa uang dari
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 28
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 29 dari 80 hal. Put. Nomor 1572 K/Pdt/2015
pinjaman yang belum diserahkan kembali kepada Tergugat sebesar US $
1.176.730,50 (satu juta seratus tujuh puluh enam ribu tujuh ratus tiga puluh,
lima puluh sen Dollar Amerika);
Dalam Rekonvensi;
- Menolak Gugatan Penggugat Rekonvensi/Tergugat Konvensi untuk
seluruhnya;
- Menghukum Penggugat Rekonvensi/Tergugat Konvensi untuk membayar
ongkos perkara sebesar Nihil;
Dalam Konvensi Dan Rekonvensi;
- Menghukum Tergugat Konvensi/Penggugat Rekonvensi membayar ongkos
perkara sebesar Rp 816.000,00 (delapan ratus enam belas ribu rupiah,);
Menimbang, bahwa dalam tingkat banding atas permohonan Tergugat
putusan Pengadilan Negeri tersebut telah dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi
dengan Putusan Nomor 662/Pdt/2014/PT.DKI. Tanggal 4 Desember 2014;
Menimbang, bahwa sesudah putusan terakhir ini diberitahukan kepada
Tergugat/Pembanding pada tanggal 6 Februari 2015 kemudian terhadapnya
oleh Tergugat/Pembanding dengan perantaraan kuasanya, berdasarkan Surat
Kuasa Khusus tanggal 11 September 2013 diajukan permohonan kasasi pada
tanggal 20 Februari 2015 sebagaimana ternyata dari Akta Permohonan Kasasi
Nomor 450/Pdt.G/2012/PN Jkt.Bar., yang dibuat oleh Panitera Pengadilan
Negeri Jakarta Barat, permohonan tersebut diikuti dengan memori kasasi yang
memuat alasan-alasan yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri
tersebut pada tanggal 4 Maret 2015;
Bahwa memori kasasi dari Pemohon Kasasi/Tergugat/Pembanding
tersebut telah diberitahukan kepada Termohon Kasasi/Penggugat/Terbanding
pada tanggal 11 Maret 2015;
Kemudian Termohon Kasasi/Penggugat/Terbanding mengajukan
tanggapan memori kasasi yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri
Jakarta Barat pada tanggal 24 Maret 2015;
Menimbang, bahwa permohonan kasasi a quo beserta alasan-alasannya
telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam
tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan dalam undang-undang, oleh
karena itu permohonan kasasi tersebut secara formal dapat diterima;
Menimbang, bahwa alasan-alasan yang diajukan oleh Pemohon Kasasi/
Tergugat/Pembanding dalam memori kasasinya tersebut pada pokoknya
sebagai berikut:
1. Sebagaimana akan diuraikan dibawah ini, Putusan Judex Facti terbukti tidak
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 29
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 30 dari 80 hal. Put. Nomor 1572 K/Pdt/2015
sesuai secara mendasar dengan hukum dan kurang dalam pertimbangan
karena tidak mempertimbangkan dalil-dalil dan bukti-bukti yang diajukan oleh
Pemohon Kasasi, sehingga dipandang sebagai suatu kelalaian dalam
beracara (vormverzum) berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut:
A. Dalam Eksepsi a. Majelis Hakim Judex Facti telah keliru dan salah menerapkan hukum
dengan telah memutus melampaui Petitum dalam Gugatan Termohon
Kasasi tanggal 30 Agustus 2012 (Ultra Petita);
b. Majelis Hakim Judex Facti telah salah dalam memberikan
pertimbangan hukum karena Termohon Kasasi telah melakukan
wanprestasi terlebih dahulu terhadap Pemohon Kasasi (Exceptio Non
Adimpleti Contractus);
c. Majelis Hakim Judex Facti telah mengabaikan asas Audi et Alteram
Partem sehingga telah tidak tepat dalam memberikan pertimbangan
hukum terkait dengan peristiwa wanprestasi) yang dilakukan oleh
Termohon Kasasi. Hal ini terbukti dengan tidak dipertimbangkannya
bukti-bukti yang telah sangat jelas membuktikan fakta yang
sesungguhnya yang telah disampaikan oleh Pemohon Kasasi kepada
Majelis Hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Barat;
B. Dalam Konvensi
a. Persyaratan formal mengenai kewajiban penggunaan bahasa
Indonesia dalam perjanjian yang diatur dalam Pasal 31 ayat (1)
Undang Undang Nomor 24 Tahun 2009 bukan merupakan persoalan
perjanjian yang dilarang oleh undang-undang;
b. Putusan Judex Facti telah keliru dan salah menerapkan hukum
dengan menganggap persoalan penggunaan bahasa Inggris dalam
Perjanjian Pinjam Meminjam tanggal 30 Juli 2010 (“Loan Agreement”)
sebagai persoalan “sebab yang halal”, yang dilarang undang-undang sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1320, Pasal 1335 dan
Pasal 1337 KUH Perdata padahal menurut hukum, persoalan sebab
atau kuasa yang halal adalah berkenaan dengan isi perjanjian, dan
tidak ada satu pun ketentuan dalam Loan Agreement yang dilarang
oleh undang-undang;
c. Sesuai dengan Loan Agreement, Termohon Kasasi telah menjamin
Pemohon Kasasi bahwa Loan Agreement adalah sah dan tidak
melanggar undang-undang dan/atau hukum yang berlaku, dan
dengan demikian pengajuan gugatan pembatalan Loan Agreement
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 30
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 31 dari 80 hal. Put. Nomor 1572 K/Pdt/2015
yang tanpa dasar tersebut juga telah bertentangan dengan janjidan
pernyataan yang diberikan oleh Termohon Kasasi sendiri
(wanprestasi) sebagaimana tersebut di atas;
d. Undang Undang Nomor 24 Tahun 2009 tidak memberikan sanksi apa
pun, apalagi sanksi kebatalan, bagi perjanjian yang hanya
menggunakan bahasa Inggris karena Pembuat Undang-undang
tersebut memang bermaksud untuk tidak membuat batal perjanjian
yang demikian;
e. Menurut hukum, persoalan tidak dipenuhinya syarat formal suatu
perjanjian akan membuat perjanjian yang bersangkutan menjadi batal
demi hukum hanya jika undang-undang yang bersangkutan
meletakkan kewajiban tersebut secara tegas dengan menetapkan
sanksi kebatalan atas kelalaian memenuhi kewajiban tersebut;
f. Pertimbangan-pertimbangan hukum Judex Facti telah keliru
menetapkan hukum dengan menganggap bahwa seolah-olah setiap
kewajiban yang ditetapkan dalam suatu undang-undang selalu harus
mempunyai sanksi, padahal tidak demikian keadaannya dan dalam
Ilmu Pengetahuan Hukum juga dikenal adanya norma hukum yang
tanpa sanksi hukum;
g. Hakim berwenang untuk menambah ketentuan yang ada dalam
undang-undang, akan tetapi semata-mata hanya dapat dilakukan
untuk menciptakan keadilan, dan bukan malahan menciptakan
ketidakadilan seperti yang terjadi dengan putusan Judex Facti dalam
perkara a quo;
h. Seandainya pun Loan Agreement tersebut batal (quod non), Putusan
Judex Facti telah mengabaikan asas keadilan dalam putusannya dan
keliru dalam menerapkan hukum dengan menyatakan kedua belah
pihak kembali ke keadaan semula dengan semata-mata
memerintahkan Termohon Kasasi mengembalikan sisa uang
pinjaman sebesar US$ 1.176.730,50 (satu juta seratus tujuh puluh
enam ribu tujuh ratus tiga puluh lima puluh sen Dollar Amerika
Serikat) kepada Pemohon Kasasi, karena dalam perkara a quo
Termohon Kasasi telah menerima, menikmati dan mengunakan serta
mendapatkan manfaat dari Pinjaman yang diberikan oleh Pemohon
Kasasi, sehingga sudah sepatutnya dan sesuai dengan hukum yang
berlaku serta keadilan, bunga yang telah dibayar oleh Termohon
Kasasi kepada Pemohon Kasasi merupakan pembayaran yang sah
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 31
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 32 dari 80 hal. Put. Nomor 1572 K/Pdt/2015
atas bunga, dan bunga yang masih belum dibayar atas jumlah pokok
pinjaman yang sampai dengan Memori Kasasi ini disampaikan
kepada Pengadilan belum dilakukan oleh Termohon Kasasi kepada
Pemohon Kasasi, merupakan bunga yang sah sampai dengan jumlah
pinjaman pokok tersebut yang masih terutang dibayar secara lunas
oleh Termohon Kasasi kepada Pemohon Kasasi;
i. Judex Facti telah tidak memberikan pertimbangan hukum yang cukup
dalam putusannya (onvoldoende gemotiveerd);
j. Judex Facti telah salah menerapkan hukum karena tidak
mempertimbangkan keberatan-keberatan yang diajukan oleh
Pemohon Kasasi (audi et alteram partem);
k. Judex Facti telah salah menerapkan hukum dalam memberikan
pertimbangan bahwa seolah-olah yang berwenang untuk menentukan
penafsiran terhadap kata “wajib” dalam Pasal 31 ayat 1 UU Nomor 24
Tahun 2009 adalah Mahkamah Konstitusi; C. Dalam Rekonvensi
Majelis Hakim pada Judex Facti Telah Keliru dan Tidak Cermat
Menerapkan Hukum berdasarkan Fakta-Fakta Hukum yang Terungkap
dalam Persidangan bahwa Termohon Kasasi/semula Terbanding/
Tergugat dalam Rekonvensi Telah Melakukan Cidera Janji terhadap
Pemohon Kasasi/semula Pembanding/Penggugat dalam Rekonvensi.
Untuk lengkapnya, berikut adalah penjelasan lebih lanjut dalil-dalil
Pemohon Kasasi tersebut di atas:
A. Dalam Eksepsi
Ad.a. Judex Facti telah keliru dan salah menerapkan hukum dengan
telah memutus melampaui Petitum dalam Gugatan Termohon
Kasasi tanggal 30 Agustus 2012 (Ultra Petita);
2. Bahwa angka 4 petitum Gugatan Termohon Kasasi tanggal 30 Agustus 2012
yang didaftarkan pada Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Barat
tanggal 30 Agustus 2012 sebagaimana dimuat dalam Putusan pada
halaman 15, berbunyi sebagai berikut:
“4. Memerintahkan kepada Penggugat untuk mengembalikan sisa uang dari
pinjaman yang belum diserahkan kembalikan kepada Tergugat sebesar
US$4,999,500 – US$ 2,819,769 = US$ 2,179,731 (dua juta seratus tujuh
puluh sembilan ribu tujuh ratus tiga puluh satu dollar Amerika Serikat)
secara mencicil sesuai kemampuan Penggugat;”
3. Bahwa pada bagian pertimbangan Majelis Hakim pada Pengadilan Negeri
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 32
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 33 dari 80 hal. Put. Nomor 1572 K/Pdt/2015
Jakarta Barat, yaitu pada halaman 97 alinea ke 3 angka 4, Majelis Hakim
pada Pengadilan Negeri Jakarta Barat secara jelas merujuk pada petitum
Gugatan Termohon Kasasi, yang berbunyi sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa oleh karena sesuai petitum Penggugat pada angka 4
(empat) tersebut, maka diperintahkan kepada Penggugat untuk mengembalikan
sisa uang pinjaman Penggugat kepada Tergugat yang belum diserahkan
kepada Tergugat sejumlah US$ 1.176.730,50 (satu juta seratus tujuh puluh
enam ribu tujuh ratus tiga puluh lima puluh sen Dollar Amerika);”
4. Bahwa tanpa mengurangi dalil-dalil Pemohon Kasasi dalam Jawaban, Duplik
dan Kesimpulan Oleh Pemohon Kasasi yang pada intinya tetap merujuk
pada jumlah yang seharusnya dibayarkan oleh Termohon Kasasi sebesar
US$ 8.083.154 (delapan juta delapan puluh tiga ribu seratus lima puluh
empat Dollar Amerika Serikat) sesuai dengan Loan Agreement, Pemohon
Kasasi sangat keberatan terhadap Petitum dalam Gugatan Termohon Kasasi
yang intinya memohon agar dirinya sendiridihukum untuk mengembalikan
sisa pinjaman sebesar US$ 2.179.731 (dua juta seratus tujuh puluh sembilan
ribu tujuh ratus tiga puluh satu Dollar Amerika Serikat). Tampak sangat jelas
itikad buruk Termohon Kasasi yang mengingkari apa yang telah
disepakatinya dalam Loan Agreement;
5. Bahwa dengan keliru dan tanpa dasar Majelis Hakim pada Pengadilan
Negeri Jakarta Barat dalam Putusannya Nomor 450/Pdt.G/2012/PN Jkt.Bar.
tanggal 6 Maret 2014 sebagaimana diuraikan di atas, justru memutus untuk
menghukum Termohon Kasasiuntuk membayar sejumlah nominal hanya
sebesar US$ 1.176.730,50 (satu juta seratus tujuh puluh enam ribu tujuh
ratus tiga puluh Dollar Amerika Serikat dan lima puluh sen), yang jauh lebih rendah daripada apa yang telah dituntut oleh Termohon Kasasi dalam Surat
Gugatannya, tanpa memperhatikan dalil-dalil atau bukti-bukti dari Pemohon
Kasasi (mengabaikan asas audi et alteram partem);
6. Bahwa Termohon Kasasi telah melakukan perubahan Petitum Gugatannya
tanpa persetujuan terlebih dulu dari Pemohon Kasasi. Hal mana
bertentangan dengan Hukum Acara Perdata yang berlaku, termasuk
Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan;
7. Bahwa berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, Judex Facti telah secara
nyata memberikan putusan yang melebihi dari apa yang dimintakan oleh
Termohon Kasasi dalam petitumnya (Ultra Petita). Sesuai dengan Pasal 178
ayat (3) HIR, Hakim dilarang mengabulkan lebih daripada apa yang
diminta/digugat. Lihat pula pendapat Ny. Retnowulan Sutantio, S.H. (mantan
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 33
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 34 dari 80 hal. Put. Nomor 1572 K/Pdt/2015
Hakim Agung pada Mahkamah Agung Republik Indonesia) dan Iskandar
Oeripkartawinata, S.H., dalam bukunya “Hukum Acara Perdata dalam Teori
dan Praktek”, Cetakan X, Mandar Maju Bandung, 2005, halaman 112 yang
merujuk pula pada putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 29
K/Sip/1950 tanggal 24 Mei 1951 serta memberikan contoh-contoh dengan
menyatakan sebagai berikut:
“Apabila Penggugat lupa untuk, dalam petitum, menyebutkan, agar Tergugat
dihukum membayar biaya perkara, apabila ternyata Penggugat menang, tidak
diperkenankan, untuk menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara.
Hal tersebut di atas telah tidak diminta oleh Penggugat dan karenanya
dilarang untuk dikabulkan. Apabila yang dituntut hanya berupa pembayaran
hutang pokok saja, tidaklah diperkenankan untuk menambah dengan
bunga.Dalam hal yang dimohonkan bunga menurut hukum, 6% (enam
persen) setahun, maka tidak dapat dikabulkan bunga yang diperjanjikan yang
besarnya adalah 5% (lima persen) sebulan. Oleh karena adanya ketentuan
ini, Penggugat harus berusaha menyusun petitum yang lengkap”;
Oleh karena itu, sudah sepatutnya Majelis Hakim Mahkamah Agung
Republik Indonesia yang mulia membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi DKI
Jakarta Nomor 662/PDT/2014 tanggal 4 Desember 2014 yang menguatkan
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor 450/Pdt.G/2012/PN
Jkt.Bar. tanggal 6 Maret 2014 beserta semua pertimbangan hukumnya;
8. Bahwa tanpa mengurangi dalil-dalil Pemohon Kasasi akan melanjutkan
keberatan-keberatannya terhadap Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat
Nomor 450/Pdt.G/2012/PN Jkt.Bar. tanggal 6 Maret 2014;
Ad.b Judex Facti telah salah dalam memberikan pertimbangan hukum
karena Termohon Kasasi telah melakukan wanprestasi terlebih dahulu terhadap Pemohon Kasasi (Exceptio Non Adimpleti
Contractus);
9. Bahwa Pemohon Kasasi keberatan dengan pertimbangan Judex Facti yang
menyatakan bahwa eksepsi Exceptio Non Adimpleti Contractus atau eksepsi
Termohon Kasasi kehilangan hak menggugat karena telah wanprestasi
terlebih dahulu adalah masuk pokok perkara yang tunduk pada hukum
pembuktian di persidangan. Lebih lengkapnya Pemohon Kasasi kutip
sebagai berikut (halaman 90 alinea terakhir – halaman 91 alinea 1 Putusan
Pengadilan Negeri Jakarta Barat):
“Menimbang, bahwa memperhatikan eksepsi pada poin b tersebut, dan
dihubungkan dengan gugatan Pengguga, Majelis Hakim berpendapat bahwa
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 34
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 35 dari 80 hal. Put. Nomor 1572 K/Pdt/2015
apa yang diuraikan dalam eksepsi tersebut adalah sudah merupakanbagian
dari pokok perkara, dan tidak dapat dikatakan sebagai eksepsi, oleh karena
kebenaran dari apa yang diuraikan dalam eksepsi tersebut masih harus
dibuktikan dalam acara pembuktian di persidangan.;”
10. Bahwa Judex Facti telah keliru dan salah memberikan pertimbangan hukum
dengan menganggap persoalan wanprestasi dari Termohon Kasasi telah
masuk pokok perkara yang memerlukan pembuktian lebih lanjut di
persidangan. Padahal dari Surat Gugatan Termohon Kasasi sendiri telah
jelas bahwa Termohon Kasasi mengakui secara tegas belum membayar
utang kepada Pemohon Kasasi sehingga persoalan wanprestasi tersebut
jelas sekali tidak memerlukan pembuktian lagi; 11. Bahwa Judex Facti telah keliru dan salah dengan tidak mempertimbangkan
syarat-syarat dan formalitas untuk mengajukan gugatan, karena Termohon
Kasasi tidakmemenuhi kualifikasi untuk mengajukan gugatan mengingat
Termohon Kasasi telah terlebih dahulu melakukan wanprestasi kepada
Pemohon Kasasi;
12. Bahwa dalil-dalil Pemohon Kasasi di atas telah sesuai dengan apa yang
pernah diputus oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam dalam
Putusan Nomor 995K/Sip/1975 tanggal 8 Agustus 1975 (bukti T-22) yang
menyatakan:
“bahwa Terbanding, semula Penggugat sebagai Debitur hanya sekedar
mempunyai kewajiban-kewajiban, ialah kewajiban untuk melunasi hutangnya
dan tidak mempunyai hak terhadap krediturnya, sedangkan bagi pengajuan
gugat haruslah ada sesuatu hak yang dilanggar oleh orang lain, untuk dapat
menarik yang bersangkutan sebagai tergugat dalam suatu proses peradilan;”
13. Bahwa berdasarkan uraian-uraian di atas dan juga sebagaimana termuat
dalam Putusan Judex Facti, sangat jelas fakta-fakta yang menunjukkan
bahwa peristiwa wanprestasi) terjadi lebih dahulu atau sebelum Termohon
Kasasi mengajukan gugatan perkara a quo. Namun demikian, fakta yang
terungkap dalam persidangan pada Pengadilan Negeri Jakarta Barat
tersebut nyata-nyatatelah diabaikan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri
Jakarta Barat, sehingga mengakibatkan kesalahan dalam memberikan
pertimbangan. Kesalahan yang sama juga dilakukan oleh Pengadilan Tinggi
DKI Jakarta yang jelas-jelas sangat kurang pertimbangan hukumnya,
sebagaimana dinyatakan dalam halaman 4 alinea 3 Putusan Nomor
662/PDT/2014/PT DKI, yang menyatakan:
”Menimbang, bahwa setelah Majelis Hakim Tingkat Banding memeriksa
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 35
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 36 dari 80 hal. Put. Nomor 1572 K/Pdt/2015
dengan seksama berkas perkara yang bersangkutan yang terdiri dari berita
acara persidangan Pengadilan Negeri Jakarta Barat, surat bukti dan surat-
surat lain yang berhubungan dengan perkara ini, dan salinan putusan akhir
Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor 450/PDT.G/2012/PN Jkt.Bar.,
tanggal 4 Maret 2014, memori banding, kontra memori banding, maka
Majelis Hakim Tingkat Banding berpendapat bahwa pertimbangan hukum
Majelis Hakim Tingkat Pertama dalam putusan perkara a quo sudah tepat
dan benar serta tidak bertentangan dengan hukum maka oleh Majelis Hakim
Tingkat Banding dapat disetujui dan diambil alih sebagai pertimbangan
sendiri dalam memutus perkara ini serta menjadi bagian dari dan telah
termasuk dalam putusan ini”;
14. Bahwa dalil-dalil Pemohon Kasasi mengenai eksepsi exceptio non adimpleti
contractus telah didukung oleh pendapat ahli,M. Yahya Harahap, S.H.,
dalam bukunya yang berjudul “Hukum Acara Perdata: Gugatan,
Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan”, Penerbit
Sinar Grafika, Cetakan Kedua, Jakarta, 2005, halaman 461(bukti T-2) yang
menyatakan: ”seseorang tidak berhak menggugat; apabila dia sendiri tidak
memenuhi apa yang menjadi kewajibannya dalam perjanjian.” (Huruf tebal
dari Pemohon Kasasi);
15. Bahwa sesuai dengan uraian-uraian Pemohon Kasasi di atas, pertimbangan
hukum dalam Judex Facti yang menyatakan eksepsi Pemohon Kasasi
tersebut (exceptio non adimpleti contractus) telah memasuki pokok perkara
yang tunduk pada hukum pembuktian di persidangan adalah salah. Oleh
karena itu, sudah sepatutnya Mahkamah Agung Republik Indonesia
menerima dalil-dalil Pemohon Kasasi dan membatalkan putusan Judex Facti
serta memutus sendiri menerima eksepsi exceptio non adimpleti
contractusyang diajukan oleh Pemohon Kasasi;
Ad.c. Judex Facti telah mengabaikan asas Audi et Alteram Partem
sehingga telah tidak tepat dalam memberikan pertimbangan hukum
terkait dengan peristiwa wanprestasi) yang dilakukan oleh Termohon
Kasasi. Hal ini terbukti dengan tidak dipertimbangkannya bukti-bukti
yang telah sangat jelas membuktikan fakta yang sesungguhnya yang
telah disampaikan oleh Pemohon Kasasi kepada Majelis Hakim pada
Pengadilan Negeri Jakarta Barat;
16. Bahwa fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan di Pengadilan Negeri
Jakarta Barat terkait dengan (i) pengakuan atas adanya hubungan
kontraktual, (ii) pengakuan atas kewajiban Termohon Kasasi sebesar US$
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 36
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 37 dari 80 hal. Put. Nomor 1572 K/Pdt/2015
4.999.500 (empat juta sembilan ratus sembilan puluh sembilan ribu lima
ratus Dollar Amerika Serikat) berdasarkan Loan Agreement; (iii) somasi dari
Pemohon Kasasi; (iv) upaya untuk mengeksekusi Jaminan berdasarkan
Loan Agreement melalui Pengadilan Negeri Tenggarong; dan (v) Aanmaning
melalui Pengadilan Negeri Jakarta Barat agar Termohon Kasasi
melaksanakan pelunasan secara sukarela, tidak pernah dipertimbangkan
oleh Judex Facti;
17. Bahwa berdasarkan uraian-uraian Pemohon Kasasi di atas, sudah
sepatutnya gugatan Termohon Kasasi dinyatakan tidak dapat diterima oleh
Majelis Hakim yang mulia Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Berdasarkan dalil-dalil, bukti-bukti dan fakta-fakta yang telah diuraikan di
atas mengenai tidak berwenangnya Pengadilan Negeri Jakarta Barat untuk
memeriksa dan memberikan putusan dalam perkara perdata ini serta
eksepsi-eksepsi lainnya, maka Pemohon Kasasi memohon kepada Majelis
Hakim pada Mahkamah Agung Republik Indonesia yang Mulia berkenan
untuk menjatuhkan putusan sebagai berikut:
(1) Menyatakan gugatan Termohon Kasasi terhadap Pemohon Kasasi
tidak dapat diterima;
(2) Menghukum Termohon Kasasi untuk membayar segala ongkos dan
biaya perkara.
Namun, apabila Majelis Hakim pada Mahkamah Agung Republik Indonesia
yang Mulia berpendapat lain, maka tanpa mengurangi dalil-dalil Pemohon
Kasasi tersebut di atas, Pemohon Kasasi juga akan menyampaikan Memori
Kasasi dalam Pokok Perkara sebagaimana diuraikan di bawah ini.
B. Dalam Pokok Perkara
18. Bahwa Pemohon Kasasi mohon agar segala dalil yang telah diuraikan di
dalam Eksepsi tersebut di atas menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari
Memori Kasasi dalam Pokok Perkara ini; 19. Bahwa Pemohon Kasasi sangat keberatan dengan Putusan Pengadilan
Tinggi Jakarta Nomor 662/PDT/2014/PT DKI yang menguatkan Putusan
Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor 450/Pdt.G/2012/PN Jkt.Bar.Putusan
Pengadilan Negeri Jakarta Barat dalam pertimbangan-pertimbangan
hukumnya menyatakan (halaman 4 alinea 4-5):
“Menimbang, bahwa setelah Majelis Hakim tingkat banding mencermati
keberatan Pembanding semula Tergugat tersebut dihubungkan dengan
pertimbangan hukum Majelis Hakim tingkat Pertama, menurut pendapat
Majelis Hakim tingkat Banding dari materi keberatan Pembanding semula
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 37
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 38 dari 80 hal. Put. Nomor 1572 K/Pdt/2015
Tergugat dalam Konvensi/Penggugat dalam Rekonvensi tersebut pada
prinsipnya tidak terdapat hal-hal yang dapat membatalkan putusan banding
Majelis Hakim Tingkat Pertama karena telah dipertimbangkan dengan benar
oleh Majelis Hakim Tingkat Pertama, sehingga Majelis Hakim Tingkat
Banding berpendapat bahwa putusan perkara a quo secara substansi sudah
tepat dan benar serta beralasan menurut hukum, maka oleh Majelis Hakim
Tingkat Banding disetujui dan diambil alih sebagai pertimbangan sendiri
dalam memutus perkara ini dalam tingkat banding serta menjadi bagian dari
dan telah termasuk dalam putusan ini;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka
putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor 450/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Bar
tanggal 6 Maret 2014, yang dimohonkan pemeriksaan dalam tingkat banding
tersebut haruslah dikuatkan”;
20. Bahwa pada pokoknya putusan Judex Facti memuat pertimbangan-
pertimbangan hukum berikut:
1. Sesuai ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata, salah satu syarat sahnya
perjanjian adalah adanya sebab yang halal (halaman 92 alinea 4
Putusan);
2. Sesuai ketentuan Pasal 1335 KUH Perdata, suatu perjanjian yang telah
dibuat karena suatu sebab yang terlarang tidak mempunyai kekuatan
hukum (halaman 94 alinea 1 Putusan);
3. Sesuai ketentuan Pasal 1337 KUH Perdata, suatu sebab adalah
terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan
dengan kesusilaan yang baik atau ketertiban umum (halaman94 alinea 1
Putusan);
4. Loan Agreement tanggal 30 Juli 2010 antara Pemohon Kasasi dan
Termohon Kasasi dibuat dalam satu bahasa, yakni bahasa Inggris tanpa
bahasa Indonesia (halaman 94 alinea 2 Putusan);
5. Pasal 31 UU Nomor 24 Tahun 2009 menyatakan:
“Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam nota kesepahaman atau
perjanjian yang melibatkan Negara, instansi Pemerintah Republik
Indonesia, Lembaga Swasta Indonesia atau perseorangan Warga
Negara Indonesia.”
(halaman 94 alinea 3 Putusan)
6. Perjanjian yang tidak menggunakan bahasa Indonesia bertentangan
dengan undang-undang, yang dalam hal ini UU Nomor 24 Tahun 2009
tersebut (halaman 94 alinea 4 Putusan);
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 38
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 39 dari 80 hal. Put. Nomor 1572 K/Pdt/2015
7. Surat Menteri Hukum dan HAM RI Nomor M.HH.UM.01.01.35 tanggal 28
Desember 2009 tidak dapat menghilangkan atau mengesampingkan
ketentuan dalam undang-undang oleh karena Surat Menteri tidak
termasuk dalam tata urutan peraturan perundang-undangan (halaman 95
alinea 2 Putusan);
8. Tidak dibuatnya Loan Agreement dalam bahasa Indonesia adalah
bertentangan dengan undang-undang, dalam hal ini UU Nomor 24 Tahun
2009 sehingga merupakan perjanjian yang terlarang karena dibuat
dengan sebab yang dilarang sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1335
juncto Pasal 1337 KUH Perdata (halaman95 alinea 3 Putusan);
9. Oleh karena Loan Agreement tersebut tidak memenuhi salah satu syarat
esensial dari syarat sahnya suatu perjanjian sebagaimana ditentukan
dalam Pasal 1320 KUH Perdata, Loan Agreement adalah batal demi
hukum. Akta Perjanjian Jaminan Fudusia atas Benda yang merupakan
perjanjian ikutan (accesoir) dari Loan Agreement tersebut juga harus dinyatakan batal demi hukum (halaman 95 alinea 4 Putusan);
10. Karena itu diperintahkan kepada Pemohon Kasasi untuk mengembalikan
sisa uang Pinjaman yang belum diserahkan kembali kepada Termohon
Kasasi sebesar USD 3.999.500 dikurangi USD 2.822.769,50 sama
dengan USD 1.176.730,50 (halaman 96 alinea 3Putusan);
21. Bahwa tanpa mengurangi dalil-dalil Pemohon Kasasi tersebut di atas,
sebagaimana yang akan kami uraikan di bawah ini, sangat jelas bahwa
putusan Judex Facti tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang dan
telah menciptakan suatu keresahan di dalam masyarakat karena
mengabaikan prinsip kepastian hukum (Rechtssicherheit), kemanfaatan
(Zweckmassigheit), dan keadilan (Gerechtigheit). Lihat pendapat dan uraian-
uraian Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H. dalam bukunya “Mengenal
Hukum Suatu Pengantar”, Edisi IV, Cetakan III, Liberty, Yogyakarta, 2002,
halaman 145, yang menyatakan:
“Hukum adalah untuk manusia, maka pelaksanaan hukum atau penegakan
hukum harus memberi manfaat atau kegunaan bagi masyarakat. Jangan
sampai justru karena hukumnya dilaksanakan atau ditegakkan timbul
keresahan dalam masyarakat.”;
Lihat pula pendapat dan uraian-uraian Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H.
dalam bukunya “Penemuan Hukum”, Cetakan V, Universitas Atma Jaya
Yogyakarta, Yogyakarta, 2014, halaman 52, yang menyatakan:
“... suatu putusan hakim tidak akan berisi atau meliputi lebih dari apa yang
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 39
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 40 dari 80 hal. Put. Nomor 1572 K/Pdt/2015
terdapat dalam undang-undang yang berhubungan dengan peristiwa
konkrit”;
22. Bahwa disamping itu Prof. Dr. H. Bagir Manan, S.H., MCL.dalam tulisannya
yang berjudul Hakim dan Prospek Hukum dalam buku “Perkembangan Hukum Di Indonesia Tinjauan Retrospeksi dan Prospektif Dalam Rangka 70
tahun Prof. Dr. Mieke Komar, S.H., MCL”, Cetakan I, PT Remaja
Rosdakarya bekerjasama dengan Bagian Hukum Internasional Fakultas
Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung, 2012, halaman 149, yang
menyatakan:
“Ketika seorang hakim membuat putusan yang tidak memuaskan, tidak
selalu karena terlalu legalistik atau dogmatik. Putusan hakim tidak
memuaskan justru dapat terjadi karena tidak menerapkan hukum
sebagaimana mestinya.Hal ini dapat terjadi dengan kesengajaan, kelalaian,
memudah-mudahkan persoalan, atau karena pengetahuan hakim yang tidak
memadai”;
23. Berdasarkan hal tersebut di atas, sudah sepatutnya Mahkamah Agung
Republik Indonesia yang Mulia membatalkan Putusan Judex Facti dan
menolak Gugatan Termohon Kasasi atau setidak-tidaknya dinyatakan tidak
dapat diterima.Tanpa mengurangi dalil-dalil Pemohon Kasasi yang diuraikan
di atas, Pemohon Kasasi juga akan menguraikan alasan-alasan permohonan
kasasi lebih lanjut di bawah ini;
Ad. a. Persyaratan Formal Mengenai Kewajiban Penggunaan Bahasa
Indonesia dalam Perjanjian yang Diatur dalam Pasal 31 Ayat (1)
Undang Undang Nomor 24 Tahun 2009 Bukan Merupakan
Persoalan Perjanjian yang Dilarang oleh Undang-undang
24. Bahwa Pasal 1335 dan Pasal 1337 KUH Perdata, sebagaimana dikutip pula
dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat (halaman 94 alinea 1),
menyatakan:
“ Menimbang, bahwa Pasal 1335 KUH Perdata menentukan sebagai berikut:
Suatu Perjanjian tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena sebab yang
palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan;
Sedangkan ketentuan Pasal 1337 KUH Perdata menentukan sebagai
berikut: “Suatu sebab adalah terlarang apabila dilarang oleh undang undang
atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik, atau ketertiban umum”;
25. Bahwa dari ketentuan-ketentuan Pasal 1335 dan Pasal 1337 KUH Perdata,
dapat dilihat dengan jelas bahwa kewajiban penggunaan bahasa Indonesia
dalam perjanjian sebagaimana yang diatur dalam Pasal 31 ayat (1) Undang
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 40
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 41 dari 80 hal. Put. Nomor 1572 K/Pdt/2015
Undang Nomor 24 Tahun 2009 bukan merupakan persoalan mengenai
sebab yang dilarang. Bahkan Pasal 31 ayat (2) Undang Undang Nomor 24
Tahun 2009 menyatakan bahwa dalam hal perjanjian dibuat dengan pihak
asing, perjanjian tersebut juga ditulis bahasa asing yang bersangkutan atau
bahasa Inggris. Jadi bagaimana mungkin penggunaan bahasa Inggris
semata-mata dalam perjanjian membuat perjanjian tersebut menjadi batal
demi hukum?;
26. Bahwa seandainya putusan Judex Facti dapat dibenarkan (quod non),
dengan analisis yang sama, perjanjian yang semata-mata dibuat dalam
bahasa daerah juga menjadi batal demi hukum. Padahal Pasal 32 Undang-
undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan:
“(1) Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah
peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam
memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya;
(2) Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai
kekayaan budaya nasional”;
27. Bahwa yang dimaksud dengan sebab yang dilarang oleh Undang-undang
sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1335 dan Pasal 1337 KUH
Perdata adalah perjanjian yang isinya dilarang oleh undang-undang. Lihat
uraian-uraian Pemohon Kasasi lebih lanjut mengenai hal ini di bawah;
Ad.b. Putusan Judex Facti Telah Secara Keliru Menerapkan Hukum
dengan Menganggap Persoalan Penggunaan Bahasa Inggris
dalam Loan Agreement sebagai Persoalan “Sebab Yang Halal”,
yang Dilarang Undang-undang, sebagaimana yang Dimaksud
dalam Pasal 1320, Pasal 1335 dan Pasal 1337 KUH Perdata;
Padahal Menurut Hukum, Persoalan Sebab atau Causa yang
Halal Adalah Berkenaan dengan Isi Perjanjian, dan Tidak Ada
Satu pun Ketentuan dalam Loan Agreement yang Dilarang oleh
undang-undang;
28. Bahwa Judex Facti salah dalam memberikan pertimbangan hukum sehingga
menyebabkan kesalahan yang fatal dalam menerapkan hukum, karena
Judex Facti tidak menganalisa secara lebih dalam mengenai pengertian
“causa yang halal”. Hal yang sama terjadi pula pada tingkat Banding dimana
Judex Facti mengabaikan argumentasi-argumentasi hukum dari Pemohon
Kasasi yang didukung oleh pendapat-pendapat para ahli hukum sehubungan
dengan pengertian“causa yang halal”;
29. Bahwa dalam pertimbangannya Judex Facti (lihat halaman 95 alinea 3-4
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 41
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 42 dari 80 hal. Put. Nomor 1572 K/Pdt/2015
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat) menyatakan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa oleh karena Loan Agreement yang ditandatangani oleh
Penggugat dan Tergugat tertanggal 30 Juli 2010 tersebut dibuat setelah
tanggal diundangkannya UU Nomor 24 tahun 2009 tanggal 9 Juli 2009,
maka dengan tidak dibuatnya Perjanjian/Loan Agrement itu merupakan
perjanjian terlarang karena dibuat berdasarkan sebab yang terlarang (vide
Pasal 1335 KUHPerdata junctoPasal 1337 KUHPerdata);
Menimbang, bahwa dengan tidak terpenuhinya salah satu syarat essensial
dari syarat sahnya suatu perjanjian, sebagaimana ditentukan dalam
ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata, maka dengan demikian Perjanjian/Loan
[A]greement tertanggal 30 Juli 2010 yang telah ditanda tangani oleh
Penggugat dan Tergugat adalah Batal Demi Hukum;”
30. Bahwa menurut hukum causa yang halal adalah berkenaan dengan isi
perjanjian (artinya mengenai substansi perjanjian), dan bukan berkenaan
dengan persoalan syarat formal (formalitas perjanjian) seperti penggunaan
bahasa. Lihat antara lain:
a. Pendapat dan uraian-uraian Prof. Subekti, S.H. (mantan Ketua
Mahkamah Agung RI) dalam bukunya “Hukum Perjanjian”, Cetakan XXI,
PT Intermasa, Jakarta, 2005, halaman 19-20, yang menyatakan:
“Akhirnya oleh Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata
tersebut di atas, ditetapkan sebagai syarat keempat untuk suatu
perjanjian yang sah adanya suatu sebab yang halal. Dengan sebab
(bahasa Belanda oorzaak, bahasa latincausa) ini dimaksudkan tiada lain
dari pada isi perjanjian. Dengan segera harus dihilangkan suatu
kemungkinan salah sangka, bahwa sebab itu adalah sesuatu yang
menyebabkan seseorang membuat perjanjian yang termaksud. Bukan itu
yang dimaksudkan oleh Undang-undang dengan sebab yang halal itu.
Sesuatu yang menyebabkan seorang membuat suatu perjanjian atau
dorongan jiwa untuk membuat suatu perjanjian pada asasnya tidak
diperdulikan oleh Undang-undang. Hukum pada asasnya tidak
menghiraukan apa yang berada dalam gagasan seseorang atau apa
yang dicita-citakan seorang. Yang diperhatikan oleh hukum atau undang-
undang hanyalah tindakan orang-orang dalam masyarakat. Misalnya,
saya membeli rumah karena saya mempunyai simpanan uang dan saya
takut kalau-kalau dalam waktu singkat akan ada suatu tindakan moneter
pemerintah atau nilai uang akan terus menurun. Atau menjual mobil
saya, karena harga alat-alat mobil sudah sangat mahal. Gagasan, cita-
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 42
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 43 dari 80 hal. Put. Nomor 1572 K/Pdt/2015
cita, perhitungan yang menjadi dorongan untuk melakukan perbuatan-
perbuatan tadi bagi undang-undang tidak penting;
Jadi, yang dimaksudkan dengan sebab atau causa dari suatu perjanjian
adalah isi perjanjian itu sendiri. Dalam suatu perjanjian jual beli isinya
adalah: Pihak yang satu menghendaki uang. Dalam perjanjian sewa-
menyewa: Satu pihak mengingini kenikmatan sesuatu barang, pihak yang
lain menghendaki uang. Dengan demikian, kalau seseorang membeli
pisau di toko dengan maksud untuk membunuh orang dengan pisau tadi,
jual beli pisau tersebut mempunyai suatu sebab atau causa yang halal,
seperti jual beli barang-barang lain. Lain halnya, apabila soal membunuh
itu dimasukkan dalam perjanjian, misalnya: Si penjual hanya bersedia
menjual pisaunya, kalau si pembeli membunuh orang. Isi perjanjian ini
menjadi sesuatu yang terlarang”;
b. Pendapat dan uraian-uraian Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, S.H. (mantan
Ketua Mahkamah Agung RI) dalam bukunya “Azas-azas Hukum
Perjanjian”, Cetakan ke-IX, Mandar Maju, Bandung, 2011, halaman 37-
38, yang menyatakan:
“Dalam pandangan saya, causa dalam Hukum Perjanjian adalah isi dan
tujuan suatu persetujuan, yang menyebabkan adanya persetujuan itu.
Pertama-tama harus dikemukakan, bahwa causa berlainan daripada
“motief”, alasan pendorong untuk sesuatu. Alasan pendorong ini berada
dalam batin seorang, maka dalam alam Hukum tidak berarti sebagai
hakekat. Seperti diketahui, hukum mengatur tingkah laku orang-orang
dalam masyarakat. Soal kebatinan menginjak lapangan keagamaan dan
kesusilaan, yang pada hakekatnya agak lain dari pada lapangan Hukum.
Bahwa selalu ada saling mempengaruhi diantara dua lapangan tersebut,
adalah betul, akan tetapi ini adalah perkara lain;
Dengan suatu penentuan arti kata dari causa, yang saya kemukakan di
atas, agaknya mudah dapat dimengerti, bahwa tidak mungkin ada suatu
persetujuan yang tidak mempunyai causa, oleh karena causa sebetulnya
isi dari persetujuan, dan tiap-tiap persetujuan tentu mempunyai isi,
bagaimanapun sedikit atau kecilnya. Suatu persetujuan bukanlah suatu
tempat yang diisi, melainkan berupa isi itu sendiri;
Kalau misalnya seorang A berjanji akan memberi uang kepada B, dengan
tidak disebutkan untuk apa pemberian uang itu, maka mungkin ada
setengah orang yang menamakan perjanjian itu tidak mempunyai causa.
Akan tetapi sebetulnya yang dimaksudkan oleh orang itu, bukan lah
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 43
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 44 dari 80 hal. Put. Nomor 1572 K/Pdt/2015
causa, melainkan “motief”.alasan pendorong, yang saya sebutkan diatas;
dan alasan pendorong itu pada hakekatnya tidak perlu dipedulikan, oleh
karena pada hakekatnya tidak masuk lapangan Hukum. Dan dalam hal
ini causanya tak lain tak bukan ialah janji Si A untuk memberikan uang
kepada B. Sebetulnya “motief” tentunya ada, kecuali kalau A adalah
orang gila. Dan motel ini tidak perlu diketahui. Barangkali motief ini ialah
keinginan belaka dari si A untuk melihat si B senang setelah menerima
uang itu;
Dalam Pasal 1320 ke-4 B.W. yang rnenyebutkan causa yang
diperbolehkan (geoorloofde corzaak) sebagai salah satu syarat dari suatu
persetujuan, titik berat berada pada perkataan “geoorloofde”
(diperbolehkan), tidak pada perkataan “oorzaak (causa). Maka pasal
tersebut berarti, bahwa untuk sahnya suatu persetujuan causanya harus
diperbolehkan.Dan sebagai penjelasan dapat dianggap Pasal 1337 B.W.
yang mengatakan, bahwa causa adalah tidak diperbolehkan, apabila
dilarang oleh undang-undang atau apabila bertentangan dengan
kesusilaan atau dengan ketertiban umum;
Suatu larangan dalam undang-undang yang selayaknya merupakan
halangan untuk membuat suatu persetujuan yang bersifat melanggar
larangan itu. Misalnya seorang berjanji akan membunuh orang lain atau
akan mencuri barang-barang milik orang lain. Dua-duanya perbuatan ini
dilarang dengan ancaman hukuman pidana dalam Pasal 338 dan Pasal
362 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (K.U.H.P.): Maka larangan
causa seperti ini adalah terang layaknya dan mudah tampaknya”;
c. Mantan Wakil Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Bidang
Yudisial, Mariana Sutadi yang menyatakan dalam diskusi bertajuk
“Pembatalan Kontrak Berbahasa Asing” yang diadakan oleh Hukum
online pada Rabu, 16 Desember 2012, bahwa kata ”causa” atau kausa
secara letterlijk diartikan sebagai sebab. Namun, menurut Beliau dilihat
dari riwayatnya, kata ”causa” berarti tujuan perjanjian yang dikehendaki
para pihak. Dengan demikian menunjuk pada materi perjanjian. Materi
perjanjian adalah isi perjanjian, karenanya bukan berkenaan dengan
penggunaan bahasa. Menurut mantan Hakim Agung Mariana Sutadi,
kausa yang tidak halal itu harus merujuk pada hal yang dilarang undang-
undang atau apabila bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban
umum. Rujukan itu ditentukan dalam Pasal 1337 KUH Perdata. Menurut
mantan Hakim Agung Mariana Sutadi, dalam konteks perjanjian
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 44
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 45 dari 80 hal. Put. Nomor 1572 K/Pdt/2015
berbahasa asing, syarat tersebut tidak bisa dipakai sebagai dasar untuk
melakukan pembatalan terhadap perjanjian tersebut;
31. Bahwa berdasarkan uraian-uraian di atas, jelas sekali bahwa persoalan
apakah suatu perjanjian telah memenuhi syarat sebab atau causa yang halal
atau apakah mengandung sebab yang dilarang oleh undang-undang
sebagaimana yang masing-masing diatur dalam Pasal 1320 dan Pasal 1335
KUH Perdata, bergantung pada isi atau ketentuan-ketentuan yang tercantum
dalam perjanjian yang bersangkutan;
32. Bahwa sebagaimana telah Pemohon Kasasi uraikan dalam Jawabannya
tanggal 9 Desember 2013, Dupliknya tanggal 20 Januari 2014 dan
Kesimpulannya tanggal 20 Februari 2014, tidak ada satupun ketentuan atau
isi dari Loan Agreement yang dilarang oleh undang-undang. Loan
Agreement memuat syarat dan ketentuan yang berkaitan dengan pinjam
meminjam uang yang akan dipergunakan untuk membeli Peralatan, dan
perjanjian yang demikian tidak dilarang oleh undang-undang dan tidak
bertentangan dengan kesusilaan maupun ketertiban umum. Oleh karena itu,
seharusnya Loan Agreement merupakan perjanjian yang sah dan mengikat
antara Pemohon Kasasi dan Termohon Kasasi. Demikian juga Akta
Perjanjian Jaminan Fidusia atas Benda sebagai perjanjian ikutannya,
seharusnya merupakan pula perjanjian yang sah dan mengikat antara
Pemohon Kasasi dan Termohon Kasasi;
33. Bahwa sebagaimana yang telah diuraikan oleh Pemohon Kasasi di atas,
menurut Hukum Perjanjian yang berlaku di Indonesia, yang dimaksud
dengan sebab yang halal sebagai persyaratan sahnya suatu perjanjian
menurut Pasal 1320 KUH Perdata adalah mengenai isi perjanjian itu sendiri,
apakah isi perjanjian tersebut dilarang oleh undang-undang atau
bertentangan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum, bukan
mengenai permasalahan persyaratan formalsuatu perjanjian;
34. Bahwa ketentuan UU Nomor 24 Tahun 2009 (sebagaimana didefinisikan di
bawah ini), tidak bermaksud untuk membuat batal suatu perjanjian karena
semata-mata menggunakan bahasa Inggris tanpa disertai dengan versi
bahasa Indonesianya;
35. Bahwa penggunaan bahasa Inggris dalam suatu perjanjian bilateral yang
melibatkan pihak asing tidak dilarang berdasarkan Pasal 31 ayat (2) UU
Nomor 24 Tahun 2009 yang menyatakan bahwa perjanjian yang melibatkan
pihak asing ditulis juga dalam bahasa nasional pihak asing tersebut dan/atau
bahasa Inggris. Penjelasan UU Nomor 24 Tahun 2009, ketentuan Pasal 31
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 45
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 46 dari 80 hal. Put. Nomor 1572 K/Pdt/2015
ayat (2) dijelaskan lebih lanjut, yaitu bahwa dalam perjanjian bilateral,
naskah perjanjian ditulis dalam bahasa Indonesia, bahasa nasional negara
lain tersebut, dan/atau bahasa Inggris, dan semua naskah itu sama aslinya.
Penggunaan kata “dan/atau” pada ketentuan ini, khususnya pada kata
“atau”, berdasarkan analisa secara gramatikal menegaskan kehendak
pembuat undang-undang bahwa sesungguhnya suatu perjanjian bilateral
yang melibatkan pihak asing dapat dibuat dalam bahasa Inggris (dan bahwa
naskah perjanjian bilateral dalam bahasa asing atau Inggris tersebut adalah
sama aslinya);
36. Bahwa kehendak pembuat undang-undang untuk tidak membuat batal suatu
perjanjian yang dibuat hanya dalam bahasa asingatau Inggris telah
ditegaskan pula dalam undang-undang yang dibuat setelah berlakunya UU
Nomor 24 Tahun 2009, yaitu UU Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan
Atas Undang Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (“UU
2 Tahun 2014”). UU Nomor 2 Tahun 2014 tersebut tidak memberikan sanksi
batal bagi suatu perjanjian yang dibuat di hadapan seorang notaris dalam
bahasa asing (termasuk bahasa Inggris). Pasal 43 ayat (3) UU Nomor 2
Tahun 2014 menyatakan:
“Jika para pihak menghendaki Akta dapat dibuat dalam bahasa asing”;
Ad. c. Sesuai dengan Loan Agreement, Termohon Kasasi Telah
Menjamin Pemohon Kasasi bahwa Loan Agreement Adalah Sah
dan Tidak Melanggar Undang-undang dan/atau Hukum yang
Berlaku; dan dengan demikian Pengajuan Gugatan Pembatalan
Loan Agreement yang Tanpa Dasar Tersebut juga Telah
Bertentangan dengan Janji Termohon Kasasi Sendiri
(wanprestasi));
37. Bahwa disamping itu, berdasarkan ketentuan Pasal 8 huruf (b) dan huruf (d)
Loan Agreement, Termohon Kasasi telah secara tegas menyatakan
memberikan pernyataan dan jaminan (representations and warranties)
kepada Pemohon Kasasi, antara lain, bahwa kewajiban-kewajibannya
kepada Pemohon Kasasi berdasarkan Loan Agreement tersebut adalah sah
dan tidak melanggar undang-undang dan/atau hukum yang berlaku. Berikut
adalah ketentuan Pasal 8 huruf (b) dan huruf (d) Loan Agreement
selengkapnya, yaitu:
“8. REPRESENTATION AND WARRANTIES
The Borrower has represents and warrants to Lender that: …
(b) The Borrower (i) is not in violation of its Articles of Association, (ii) is not
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 46
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 47 dari 80 hal. Put. Nomor 1572 K/Pdt/2015
in default in any material respect which such would affect the
performance by the Borrower of its obligations under this Agreement, and
no event has occurred which, with notice or lapse of time or both, would
constitute such a default in the due performance or observance of any
term, covenant or condition contained in any other agreement, contract or
instrument to which it is a party or by which it is bound or to which any of
its property or assets is subject, (iii) has not violated in any material
respect any law, ordinance, governmental rule, regulation or court decree
to which it or its property may be subject, and (iv) has not failed to obtain
and maintain in full force and effect any material license, permit,
certificate or other approval or authorization necessary to the conduct of
its business. …
(d) The execution, delivery and performance of this Agreement by the
Borrower will not conflict with or result in a breach or violation of any of
the terms or provisions of, or constitute a default under any agreement,
contract or instrument to which the Borrower is a party or by which the
Borrower is bound or to which any of the property or assets of the
Borrower is subject, nor will such actions result in any violation of the
provisions of Articles of Association of the Borrower or any statute or any
order, rule or regulation of any court or governmental agency or body
having jurisdiction over the Borrower and no consent, approval,
authorization or order of, or filing or registration with, any such court or
governmental agency or body is required for the execution, delivery and
performance of this Agreement by the Borrower. …”
Sesuai dengan Terjemahan dari Penerjemah Tersumpah:
“8. Pernyataan Dan Jaminan
Peminjam menyatakan dan menjamin kepada Pemberi Pinjaman
bahwa:
(b) Peminjam (i) tidak melanggar Anggaran Dasarnya, (ii) tidak lalai
dalam hal penting yang akan dapat mempengaruhi pelaksanaan
oleh Peminjam atas kewajiban-kewajibannya berdasarkan
Perjanjian ini, dan tidak ada kejadian yang terjadi yang, dengan
pemberitahuan atau lewatnya waktu atau keduanya, akan
merupakan kelalaian tersebut dalam pelaksanaan atau kepatuhan
memenuhi setiap persyaratan, janji atau ketentuan yang termuat
dalam perjanjian lainnya, kontrak atau instrumen dalam mana dia
adalah pihak atau oleh mana dia terikat atau pada mana suatu milik
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 47
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 48 dari 80 hal. Put. Nomor 1572 K/Pdt/2015
atau assetnya terkait, (iii) tidak melanggar suatu hal penting dan
hukum, ordonansi, aturan pemerintah, peraturan atau keputusan
pengadilan pada mana dia atau miliknya terkait, dan (iv) tidak lalai
untuk memperoleh dan menjaga sepenuhnya keberlakuan lisensi,
perijinan, pernyataan yang penting atau persetujuan atau wewenang
lainnya yang diperlukan untuk melakukan usahanya;
(d) Penandatanganan, penyerahan dan pelaksanaan Perjanjian ini oleh
Peminjam tidak bertentangan dengan atau mengakibatkan
pelanggaran atau pelanggaran atas syarat-syarat atau ketentuan-
ketentuan dari, atau merupakan sebuah kelalaian berdasarkan
suatu perjanjian, kontrak atau instrumen pada mana Peminjam
adalah pihak atau oleh mana Peminjam terikat atau pada mana
suatu milik atau aset Peminjam terkait, ataupun tindakan-tindakan
demikian tidak akan mengakibatkan suatu pelanggaran dan
ketentuan-ketentuan dan Anggaran Dasar Peminjam atau suatu
undang-undang atau perintah, aturan atau peraturan dari suatu
pengadilan atau badan pemerintahan atau badan yang mempunyai
kewenangan hukum atas Peminjam dan tidak ada ijin, persetujuan,
wewenang atau perintah dari, atau pengajuan tuntutan atau
pendaftaran pada sebuah pengadilan atau badan pemerintahan
atau badan yang diperlukan untuk penandatanganan, penyerahan
dan pelaksanaan Perjanjian ini oleh Peminjam;
Dengan demikian, Gugatan Termohon Kasasi telah diajukan dengan
melanggar janjinya sendiri (wanprestasi) dan tidak dilandasi dengan
iktikad baik;
Oleh karena itu, sudah sepatutnya serta sesuai dengan hukum dan
undang-undang yang berlaku apabila Majelis Hakim Mahkamah Agung
Republik Indonesia menerima dan mengabulkan permohonan kasasi
Pemohon Kasasi dan mengadili sendiri serta menolak gugatan Termohon
Kasasi atau setidak-tidaknya menyatakan gugatan Termohon Kasasi
tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard);
Ad.d. Undang Undang Nomor 24 Tahun 2009 Tidak Memberikan
Sanksi Kebatalan bagi Perjanjian yang Hanya Menggunakan
Bahasa Inggris karena Pembuat Undang-undang Tersebut
Memang Bermaksud untuk Tidak Membuat Batal Perjanjian
yang Demikian;
38. Bahwa Judex Facti tidak tepat dalam memberikan pertimbangan hukum
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 48
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 49 dari 80 hal. Put. Nomor 1572 K/Pdt/2015
mengenai sanksi kebatalan dalam Undang Undang Nomor 24 tahun 2009
berikut kaitannya dengan Peraturan Presiden dan Surat Menteri Hukum dan
HAM (lihat Putusan Nomor 450/Pdt.G.2012/PN Jkt.Bar. halaman 94 alinea 3-
6 dan halaman 95 alinea 1-2), yang menyatakan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa ketentuan pasal 31 ayat (1) UU Nomor 24 tahun 2009
tentang Bendera, Bahasa, Lambang Negara dan Lagu Kebangsaan yang
diundangkan pada tanggal 9 Juli 2009 menyebutkan sebagai berikut:
“Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam nota kesepahaman atau
perjanjian yang melibatkan Negara, Instansi Pemerintah Republik Indonesia,
Lembaga Swasta Indonesia atau Perseorangan Warga Negara Indonesia;
Menimbang, bahwa oleh karena Undang Undang Nomor 24 tahun 2009
tentang Bendera, Bahasa, Lambang Negara dan Lagu Kebangsaan tersebut
diundangkan pada tanggal 9 Juli 2009, sehingga dengan demikian kekuatan
mengikat berlakunya undang undang tersebut ada sejak tanggal
diundangkan, dan oleh karena itu setiap kesepahaman atau Perjanjian yang
melibatkan Negara, Instansi Pemerintah Republik Indonesia, Lembaga
Swasta Indonesia atau Perseorangan Warga Negara Indonesia yang dibuat
sesudah tanggal diundangkannya UU Nomor 24 tahun 2009 tersebut yang
tidak menggunakan Bah[a]sa Indonesia adalah bertentangan dengan UU.
Nomor 24 tahun 2009;
Menimbang, bahwa mengenai dalil sangkalan Tergugat yang menyatakan
bahwa mendasarkan pada Pasal 40 UU Nomor 24 tahun 2009, maka
undang-undang tersebut pelaksanaanya pada Pasal 40 UU Nomor 24 tahun
2009, maka undang-undnag tersebut pelaksanaannya masih menunggu
Peraturan Presiden;
Menimbang, bahwa hal tersebut tidaklah dapat menghapuskan ketentuan
dalam undang- undang Nomor 24 tahun 2009 tersebut yang mewajibkan
setiap kesepahaman atau Perjanjian yang melibatkan Negara, Instansi
Pemerintah Republik Indonesia, lembaga Swasta Indonesia dan
Perseorangan Warga Negara Indonesia Wajib menggunakan Bahasa
Indonesia, karena suatu Peraturan Peresiden mempunyai kedudukan yang
lebih rendah dari Undang Undang, dan ketentuan dalam Peraturan Presiden
tersebut tidak boleh bertentangan dengan ketentuan yang ada diatasnya;
Menimbang, bahwa demikian pula dengan surat Menteri Hukum dan HAM
R.I. Nomor M.HH.UM.01.01.35 tanggal 28 Desember 2009, yang dijadikan
dasar dan alasan Tergugat (bukti T-13) yang pada intinya menyatakan
bahwa penggunaan bahasa inggris pada perjanjian tidak melanggar syarat
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 49
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 50 dari 80 hal. Put. Nomor 1572 K/Pdt/2015
formil, tidak dapat menghilangkan atau mengesampingkan ketentuan dalam
undang undang, oleh karena surat Menteri tidak termasuk dalam tata urutan
perundang-undangan”;
39. Bahwa sudah jelas Surat Menteri Hukum dan HAM bukan merupakan suatu
peraturan perundang-undangan, akan tetapi Menteri Hukum dan HAM
adalah pihak yang mewakili pemerintah RI dalam pembahasan Rancangan
Undang-undang tentang Bendera, Bahasa, Lambang Negara dan Lagu
Kebangsaan. Berdasarkan Pasal 14 Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun
2004 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 102 Tahun 2001
tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan
Tata Kerja Departemen Sebagaimana Telah Diubah dengan Keputusan
Presiden Nomor 45 Tahun 2002, tugas dan kewenangan Menteri Hukum dan
Hak Asasi Manusia adalah melakukan pembinaan hukum dan peraturan
perundangan-undangan nasional. Lihat pula website resmi Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia yakni
www.kemenkumham.go.id, yang menyatakan bahwa tugas Menteri Hukum
dan Hak Asasi Manusia adalah menyeleggarakan urusan di bidang hukum
dan hak asasi manusia dalam pemerintahan untuk membantu Presiden
dalam menyelenggarakan pemerintahan Negara dan fungsi Menteri tersebut
adalah perumusan, penetapan dan pelaksanaan kebijakan di bidang hukum
dan hak asasi manusia. Oleh karena itu, Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia RI adalah pemegang kekuasaan eksekutif tertinggi di bawah
Presiden RI, sebagai perpanjangan tangan dari Presiden RI terkait dengan
hal-hal mengenai Hukum dan HAM, sehingga interpretasi dan pendapat
Menteri Hukum dan HAM RI sudah sepatutnyalah dijadikan dihargai dan
dijadikan acuan atau rujukan mengenai posisi Pemerintah RI berkenaan
dengan persoalan tersebut serta sudah seharusnya penjelasan Menteri
Hukum dan HAM tersebut berfungsi sebagai penafsiran sejarah pembuatan
undang-undang sehingga dapat membantu hakim dan pengadilan-
pengadilan dalam menerapkan undang-undang secara tepat;
40. Bahwa sebagaimana akan kami uraikan di bawah ini, tidak semua ketentuan
dalam undang-undang memiliki sanksi. Bilamana suatu undang-undang
memang bermaksud untuk memberikan sanksi kebatalan, maka sanksi
tersebut akan secara tegas diatur didalamnya;
41. Bahwa penggunaan Bahasa Inggris semata-mata dalam suatu perjanjian
tidak menyebabkan perjanjian tersebut batal, karena tidak ada satupun
ketentuan yang menyatakan hal tersebut mengakibatkan suatu perjanjian
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 50
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 51 dari 80 hal. Put. Nomor 1572 K/Pdt/2015
menjadi batal demi hukum;
42. Bahwa pernyataan tersebut didukung dan ditegaskan pula dengan
dikeluarkannya UU Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris. Pada
intinya, Pasal 43 ayat (3) UU Nomor 2 Tahun 2014 menyatakan bahwa suatu
akta dapat dibuat dalam bahasa asing. Pasal 43 ayat (3) tersebut
selengkapnya menyatakan:
“(3) Jika para pihak menghendaki, Akta dapat dibuat dalam bahasa asing”;
43. Bahwa meskipun UU Nomor 2 Tahun 2014 ini belum berlaku pada saat
penandatangan Loan Agreement, namun UU Nomor 2 Tahun 2014 ini
menunjukkan maksud yang konsisten dari pembuat undang-undang
berkenaan dengan penggunaan bahasa asing, bahwa penggunaan bahasa
asing dalam suatu perjanjian dalam bentuk akta notaris diperkenankan, dan
tidak berakibat perjanjian yang terkandung di dalamnya menjadi serta merta
batal demi hukum;
44. Bahwa pembuat UU Nomor 24 Tahun 2009 memang tidak bermaksud untuk
memberikan sanksi kebatalan bagi perjanjian yang hanya menggunakan
bahasa Inggris. Judex Facti telah mengabaikan secara tanpa dasar
argumentasi hukum yang didukung dengan bukti-bukti berikut yang telah
Pemohon Kasasisampaikan dalam persidangan:
a. Surat resmi dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor
M.HH.UM.01.01-35 tanggal 28 Desember 2009 Perihal Permohonan
klarifikasi atas implikasi dan pelaksanaan Undang Undang Nomor 24
Tahun 2009 (bukti T-13) yang membuktikan bahwa Pemerintah RI
sendiri dalam hal ini diwakili oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia sebagai bagian dari pembuat Undang-undang telah
menyatakan bahwa penggunaan bahasa asing dalam Perjanjian
bukanlah tindakan yang mengakibatkan Perjanjian batal demi hukum;
b. Pendapat Legal Drafter atau Pembuat undang-undang yaitu Dewan
Perwakilan Rakyat (”DPR”) seperti yang disampaikan oleh Lukman
Hakim, anggota Komisi X DPR, dalam artikel di Hukumonline, ”Kontrak
Non Berbahasa Indonesia Tak Batal Demi Hukum ” dalam Seminar
”Implikasi Hukum Kewajiban Kontrak Berbahasa Indonesia dalam Dunia
Usaha” yang diselenggarakan oleh Hukumonline tanggal 8 Oktober
2009, yang diunduh dari website www.hukumonline.com pada tanggal 8
Maret 2013, pukul 15.00 WIB (bukti T-14), yang menyatakan sebagai
berikut:
“Anggota Komisi X DPR, Lukman Hakim mengakui Penyusunan pasal
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 51
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 52 dari 80 hal. Put. Nomor 1572 K/Pdt/2015
itu bersifat politis. Hanya untuk mendorong penggunaan bahasa
Indonesia dan menjunjung bahasa Indonesia sebagai bahasa
Persatuan. “Makanya tidak ada sanksi”... Lukman menerangkan kata
“wajib” dalam Pasal 31 lebih bersifat anjuran...”;
c. bukti Dokumen Proses Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU)
Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara,
serta Lagu Kebangsaan yang dilakukan sejak tahun 2007 hingga tahun
2009 (bukti T-32) menunjukkan bahwa pembuat Undang Undang Nomor 24
tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu
Kebangsaan, dalam hal ini Pemerintah dan DPR, memang tidak pernah
membahas atau bermaksud untuk memberikan larangan dan sanksi
(termasuk sanksi kebatalan perjanjian) bagi perjanjian yang tidak
menggunakanbahasa Indonesia. Dengan demikian, bukti ini membuktikan
bahwa sejak mulai dibahas pada tahun 2007 hingga diundangkan pada
tahun 2009, tidak ada satupun pembahasan dan pengaturan mengenai
larangan atau sanksikebatalan bagi perjanjian yang tidak menggunakan
bahasa Indonesia dalam UU Nomor 24 Tahun 2009;
Ad.e. Menurut Hukum, Persoalan Tidak Dipenuhinya Syarat Formal
Suatu Perjanjian Akan Membuat Perjanjian yang Bersangkutan
Menjadi Batal Demi Hukum Hanya Jika Undang-undang yang
Bersangkutan Meletakkan Kewajiban Tersebut Secara Tegas
dengan Menetapkan Sanksi Kebatalan atas Kelalaian
Memenuhi Kewajiban tersebut;
45. Bahwa Judex Facti salah dalam memberikan pertimbangan hukum sehingga
menyebabkan kesalahan yang fatal dalam menerapkan hukum, karena tidak
dipenuhinya syarat formal suatu perjanjian akan membuat perjanjian yang
bersangkutan menjadi batal demi hukum hanya jika undang-undang yang
bersangkutan meletakkan kewajiban tersebut secara tegas dengan
menetapkan sanksi kebatalan atas kelalaian memenuhi kewajiban tersebut;
46. Bahwa menurut hukum, persoalan tidak dipenuhinya syarat formal suatu
perjanjian akan membuat perjanjian yang bersangkutan menjadi batal demi
hukum hanya jika undang-undang yang bersangkutan yang meletakkan
kewajiban tersebut secara tegas menetapkan sanksi kebatalan atas
kelalaian memenuhi kewajiban tersebut. Lihat pendapat Elly Erawati dan
Herlien Budiono, ”Penjelasan Hukum tentang Kebatalan Perjanjian”, National
Legal Reform Program, Jakarta, 2010, halaman 10 (bukti T-21) yang
menyatakan:
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 52
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 53 dari 80 hal. Put. Nomor 1572 K/Pdt/2015
“Untuk mengetahui ketentuan manakah dalam peraturan perundang-
undangan yang bersifat memaksa sehingga tidak boleh disimpangi para
pihak, perlu diperhatikan apakah rumusan ketentuan itu menyebut secara
eksplisit akibat hukum bila apa yang diatur dalam perundang-undangan itu
dilanggar”;
47. Bahwa memang terdapat beberapa undang-undang yang secara jelas dan
eksplisit menetapkan sanksi kebatalan bagi perjanjian yang tidak memenuhi
persyaratan yang disebutkan dalam undang-undang yang bersangkutan.
Akan tetapi, tidak ada satu pun undang-undang yang memberikan sanksi
kebatalan atas perjanjian yang semata-mata menggunakan bahasa asing
(bahasa Inggris). Berikut ini beberapa undang-undang di antaranya:
a. Pasal 33 UU Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal:
”(1) Penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing yang
melakukan penanaman modal dalam bentuk perseroan terbatas
dilarang membuat perjanjian dan/atau pernyataan yang
menegaskan bahwa kepemilikan saham dalam perseroan terbatas
untuk dan atas nama orang lain;
(2) Dalam hal penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing
membuat perjanjian dan/atau pernyataan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), perjanjian dan/atau pernyataan itu dinyatakan batal
demi hukum”;
b. Pasal 124 ayat (3) UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan:
”Dalam hal isi perjanjian kerja bersama bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), maka ketentuan yang bertentangan tersebut batal demi hukum dan
yang berlaku adalah ketentuan dalam peraturan perundang-undangan.”
c. Pasal 18 ayat (3) UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen:
”Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada
dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dinyatakan batal demi hukum” ;
d. Pasal 9 ayat (4) UU Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa:
“Perjanjian tertulis yang tidak memuat hal sebagaimana dimaksud dalam
ayat (3) batal demi hukum”;
48. Bahwa Pemohon Kasasiakan memberikan pula contoh undang-undang yang
meletakkan kewajiban formal dan ketentuan sanksinya. Hal tersebut dapat
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 53
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 54 dari 80 hal. Put. Nomor 1572 K/Pdt/2015
dilihat antara lain dalam Pasal 57 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan. Pasal 57 ayat (1) Undang Undang Nomor 13
Tahun 2003 menetapkan persyaratan formal perjanjian kerja waktu tertentu
dengan menyatakan:
“Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dibuat secara tertulis serta harus
menggunakan bahasa Indonesia dan huruf Latin.”
Selanjutnya, Pasal 57 ayat (2) Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003
memberikan sanksi jika persyaratan formal tersebut tidak terpenuhi dengan
menyatakan:
“Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang dibuat tidak tertulis bertentangan
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan sebagai
perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu.”
Dalam Undang-undang ketenagakerjaan tersebut bahkan tidak ada pula
sanksi mengenai penggunaan bahasa asing dalam perjanjian kerja;
49. Bahwa dari uraian-uraian Pemohon Kasasi di atas, dapat dilihat bahwa
undang-undang tidak selalu menetapkan sanksi kebatalan bagi perjanjian
yang tidak memenuhi kewajiban formal yang ditetapkan dalam undang-
undang yang bersangkutan.
Ad. f. Pertimbangan-pertimbangan Hukum Judex Facti Telah Keliru
Menerapkan Hukum dengan Menganggap Bahwa Seolah-olah
Setiap Kewajiban yang Ditetapkan dalam Suatu Undang-undang
Selalu Harus Mempunyai Sanksi; Padahal Tidak Demikian
Keadaannya dan dalam Ilmu Pengetahuan Hukum Juga Dikenal
Adanya Norma Hukum yang Tanpa Sanksi Hukum;
50. Bahwa Judex Facti salah dalam memberikan pertimbangan hukum sehingga
menyebabkan kesalahan yang fatal dalam menerapkan hukum, dengan
menciptakan hukum yang tidak adil dan menganggap bahwa semua
kewajiban yang ditetapkan dalam suatu Undang-undang selalu mempunyai
sanksi, karena dalam kenyataannya serta telah diakui pula oleh Ilmu
Pengetahuan Hukum tidak setiap norma hukum dalam undang-undang
disertai dengan sanksi;
51. Bahwa Hakim tidak dapat menciptakan sanksi kecuali dalam hal terdapat
perkosaan terhadap keadilan (untuk menciptakan keadilan). Dalam perkara
a quo, Putusan Judex Facti malah sebaliknya telah menciptakan sanksi
secara tanpa dasar dan yang secara jelas telah menimbulkan ketidakadilan
yang luar biasa;
52. Bahwa dalil Pemohon Kasasi tersebut di atas didukung pula oleh pendapat
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 54
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 55 dari 80 hal. Put. Nomor 1572 K/Pdt/2015
para ahli hukum sebagaimana telah Pemohon Kasasi sampaikan kepada
Judex Facti, yaitu antara lain:
a. Pendapat Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H, Mengenal Hukum Suatu
Pengantar, hal 23-24 dan halaman 25 alinea 2, Cahaya Atma Pustaka,
Yogyakarta, 2010, yang menyatakan (bukti T-17):
“Tidak setiap kaidah hukum disertai dengan sanksi. Kaidah hukum tanpa
sanksi ini disebut lex imperfecta. Ketentuan yang tercantum dalam Pasal
298 BW misalnya, yaitu bahwa seorang anak berapa pun umurnya wajib
menghormati dan menyegani orang tuanya, merupakan lex imperfect.
Ketentuan ini tidak ada sanksinya;
Tidak semua pelanggaran kaidah dapat dipaksakan sanksinya. Beberapa
kewajiban tidak dapat dituntut pemenuhannya menurut hukum secara
paksa. Ini terjadi, misalnya, dengan kewajiban yang berhubungan dengan
apa yang dinamakan perikatan alamiah (obligation naturalis, natuurlijke
verbintenis), suatu perikatan yang tidak ada akibat hukumnya. Jadi, ada
perikatan yang mempunyai akibat hukum, yang disebut perikatan perdata
(obligation civilis), yang apabila tidak dipenuhi dapat diajukan ke
pengadilan; da nada perikatan yang tidak mempunyai akibat hukum atau
disebut juga perikatan alamiah. Adapun yang dimaksudkan dengan
perikatan pada umumnya adalah hubungan hukum dalam hukum harta
kekayaan yang menimbulkan hak bagi pihak yang satu asas suatu
prestasi dari pihak yang lain, sedangkan pihak yang lain wajib melakukan
prestasi untuk pihak satunya. Jadi, perikatan alamiah adalah perikatan
yang boleh dikatakan tidak sempurna, yang tidak dapat dipaksakan
pelaksanaannya menurut hukum.Ini terjadi, misalnya, pada kewajiban
yang timbul dari perjanjian mengenai permainan dan pertaruhan, yang
lebih dikenal dengan perjudian;
Sekalipun pada umumnya kaidah hukum itu disertai sanksi, namun tidak
terhadap semua pelanggaran kaidah hukum dikenakan sanksi”;
b. Pendapat Prof. Mr. Dr. L.J. van Apeldoorn, dalam bukunya “Pengantar
Ilmu Hukum,” (terjemahan Sadino Utarid), Cetakan ke-24, Pradnya
Paramita, Jakarta, 1990, halaman 33 dan 34 yang menyatakan (bukti T-
18):
“Ada peraturan-peraturan, yang umum diakui sebagai peraturan-
peraturan hukum, akan tetapi tidak dapat dipertahankan oleh paksaan
pemerintah.Paksaan yang teratur adalah sesuatu sifat dari hukum pada
umumnya, dari tertib hukum, tetapi bukan sifat dari tiap-tiap peraturan
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 55
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 56 dari 80 hal. Put. Nomor 1572 K/Pdt/2015
hukum.Sebagian dari peraturan hukum tidak mempunyai sifat-sifat
demikian, karena ada juga keadaan-keadaan yang mempersukar
dipertahankannya oleh paksaan yang teratur, tidak memungkinkannya
atau tidak dikehendakinya;
Dengan demikian maka patutlah kita menolak ajaran, bahwa hakekat
hukum terletak dalam sanctie yang dijalankan bilamana hukum tidak
diikuti. Ajaran tersebut selanjutnya bertentangan dengan dirinya sendiri,
karena ia mencari hal-hal yang essensiil dari kaidah hukum dalam
sanctie, dalam ancaman, yang dibubuhkan pada kaidah (atau lebih baik:
yang biasanya dibubuhkan). Jika itu benar, maka perintah yang diberikan
oleh sekawan penyamun dengan ancaman harus dipandang juga
sebagai kaidah hukum, dengan perkataan lain hukum dan kekerasan
akan menjadi identik;
Ajaran yang kita tentang itu antara lain dibela oleh J.M. Péritch, Quelques
observations sur le problemé des sources du Droit et la fonction de la loi,
dalam Sources du Droit II hal. 227 dst. Ia menulis (hal. 230): “L’essence
du droit consiste dans sa fonction, dans son exécution, c est-à-dire dans
sa sanction”;
Lihat selanjutnya, bab V;
Pembentuk undang-undang Belanda misalnya, tidak menghendaki
diadakan paksaan hukum pada utang yang berasal dari judi atau
pertaruhan.Ia mengakui utang-utang tersebut, dan tidak mengizinkan
penagihan kembali jika utang telah dibayar dengan sukarela, akan tetapi
ia tidak memberikan tuntutan untuk membayar kepada pemenang (Pasal
1825 B.W.). Hal sedemikian itu kita sebut “natuurlijke verbintenis”;
c. Pendapat Fernando Manullang (Pengajar Fakultas Hukum Universitas
Indonesia) dalam artikel Hukum online “Bahasa Hukum yang Mulai
Kehilangan Roh,” Kamis, 8 Oktober 2009, (bukti T-19) yang mengatakan
kata “wajib” tidak identik dengan sanksi. Menurutnya, jika suatu hukum
tidak mengandung sanksi maka hukum itu disebut tidak sempurna.
Dalam UU Nomor 24 Tahun 2009 tidak terdapat sanksi sehingga tidak
sempurna dan tidak dapat diimplementasikan dan dijadikan dasar untuk
menjadi syarat batal demi hukum suatu perjanjian;
53. Bahwa di samping itu, Dr. E. Utrecht, S.H. dalam bukunya “Pengantar Dalam
Hukum Indonesia”, Cetakan ke-9, 1996, halaman 23 alinea 1-3 memberikan
pula contoh-contoh norma hukum yang tidak mempunyai sanksi dengan
menyatakan sebagai berikut (ejaan masih seperti dalam teks aslinya):
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 56
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 57 dari 80 hal. Put. Nomor 1572 K/Pdt/2015
“Tetapi kadang-kadang atas pelanggaran hukumpun tidak ada sanksinja.
Beberapa tjontoh:
Menurut Pasal 106 ajat 2 K.U.H Perdata, isteri wajib hidup bersana dengan
suaminja dan mengikutnja ke tempat kediamannja di mana-manapun
djuga.Tetapi kalau isteri tidak mau bertindak demikian maka pemerintah
tidak dapat memaksanja. Atas pelanggaran kaidah hukum ini tidak ada
sanksi (hukum)-nja. Tetapi mungkin ada sanksi sosial lain;
Menurut Pasal 34 K.U.H. Perdata, seorang perempuan belum boleh kawin
lagi selama 300 hari setelah pertjeraiannja dari suami pertama, belum liwat.
Apabila perempuan tidak mengindahkan waktu (idah) itu, maka pemerintah
tidak dapat memaksanja harus menunggu dulu”;
54. Bahwa berkaitan dengan kewajiban penggunaan bahasa Indonesia dalam
perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 31 UU Nomor 24 Tahun 2009,
banyak sarjana hukum lain yang berpendapat penggunaan bahasa Inggris
semata-mata dalam suatu perjanjian tidak mengakibatkan perjanjian tersebut
batal demi hukum.Hal ini dapat dilihat antara lain dari:
a. Pendapat Prof. Hikmahanto Juwana, S.H., LL.M, Ph.D., Guru Besar Ilmu
Hukum Universitas Indonesia, yang menegaskan bahwa Penggunaan
bahasa asing dalam Perjanjian tidak serta merta membuat Perjanjian
batal demi hukum, dalam makalahnya yang berjudul “Kewajiban
Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Kontrak Bisnis Internasional”
dalam Seminar ”Implikasi Hukum Kewajiban Kontrak Berbahasa
Indonesia dalam Dunia Usaha” yang diselenggarakan oleh Hukum online
pada tanggal 8 Oktober 2009, halaman 6-7, yang menyatakan sebagai
berikut (bukti T-15):
“...Pertama, kata wajib dalam Pasal 31 tidak serta merta membatalkan
kontrak yang tidak menggunakan bahasa Indonesia atau melakukannya
dua bahasa. Wajib di sini harus diterjemahkan sebagai keharusan untuk
menggunakan bahasa Indonesia tanpa konsekuensi batalnya kontrak bila
belum atau tidak bahasa Indonesianya;
Dalam konteks ini Pengadilan sebagai pihak yang dimintai permohonan
dan harus memutus bila menerima permohonan untuk membatalkan
kontrak atas dasar kontrak tidak menggunakan bahasa Indonesia. Di
Indonesia, kerap bila salah satu pihak tidak dapat memenuhi prestasi
terhadap pihak lain, atau sebagai upaya untuk tidak mengakui putusan
arbitrase maka dilakukan upaya pembatalan atas kontrak yang dibuat;
Bila kontrak dibatalkan oleh Pengadilan maka konsekuensinya adalah
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 57
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 58 dari 80 hal. Put. Nomor 1572 K/Pdt/2015
kontrak dianggap tidak pernah ada. Tentu ini merupakan celah yang bisa
digunakan oleh pengacara. Sikap hakim harus jelas yaitu tidak akan
membatalkan kontrak atas dasar tidak menggunakan bahasa Indonesia.
Keberatan atas kewajiban menggunakan Bahasa Indonesia tentu sama
sekali tidak berarti tidak bangga terhadap penggunaan bahasa Indonesia.
Keberatan lebih karena kewajiban penggunaan bahasa Indonesia akan
menimbulkan komplikasi dari segi hukum;
Untuk sementara waktu ada sejumlah solusi agar tidak memunculkan
ketidakpastian hukum. Inti dari solusi yang ditawarkan adalah kewajiban
penggunaan bahasa Indonesia bukan merupakan Kaedah Memaksa
yang dapat membatalkan kontrak;
Dalam kontrak terkait dengan penggunaan bahasa Indonesia tidak ada
pihak yang lemah yang harus dilindungi layaknya UU Perlindungan
Konsumen atau UU Ketenagakerjaan.”
(Sebagaimana telah diuraikan oleh Pemohon Kasasi di atas, bahkan
dalam Undang-undang Ketenagakerjaan tidak ada sanksi mengenai
penggunaan bahasa asing dalam perjanjian kerja);
b. Frisca Cristi, “Akibat Hukum Berbahasa Indonesia terhadap Perjanjian
Berdasarkan Pasal 31 UU Nomor 24 tahun 2009,” Tesis pada Fakultas
Hukum Universitas Indonesia, 2010, halaman 58-59, yang menyatakan
(bukti T-16):
“Sudah menjadi pengetahuan hukum yang umum bahwa jika syarat
objektif perjanjian dalam Pasal 1320 KUHPerdata tidak dipenuhi
berakibat perjanjian tersebut Batal Demi Hukum. Hal ini sudah ditentukan
oleh KUHPerdata sendiri dalam Pasal 1335 yang berbunyi: Suatu
perjanjian tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena sesuatu causa
yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan”;
Pengertian Causa bukanlah sebab seperti dalam pengertian Hukum
Pidana. Causa dalam hukum perjanjian adalah ini dari perjanjian.
Bandingkan dengan Pendapat Prof. Wirjono Prodjodikuro dan Prof.
Subekti. Hal ini dikarenakan apa yang menjadi motif atau alasan
seseorang untuk membuat perjanjian tidak diperhatikan oleh undang-
undang. Pada kenyataannya yang berwenang untuk menguji apakah isi
dari suatu perjanjian tidak bertentangan dengan undang-undang,
ketertiban umum dan kesusilaan adalah hakim;
Jadi yang dilarang oleh Pasal 1320 KUHPerdata adalah jika isi perjanjian
yang dibuat bertentangan dengan undang-undang tertentu. Dengan
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 58
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 59 dari 80 hal. Put. Nomor 1572 K/Pdt/2015
demikian jika suatu perjanjian, yang memenuhi ketentuan dalam Pasal 31
Undang Undang Nomor 24 Tahun 2009, kemudian tidak dibuat dalam
Bahasa Indonesia tidak otomatis melanggar syarat sahnya perjanjian
kecuali jika isinya bertentangan dengan undang-undang tertentu yang
berlaku pada waktu tertentu, misalnya isi perjanjiannya adalah
melakukan aborsi dimana jelas-jelas aborsi dilarang oleh Kitab Undang-
undang Hukum Pidana;
Jadi kesimpulannya pelanggaran Pasal 31 Undang Undang Nomor 24
Tahun 2009 tidak melanggar syarat objektif sahnya suatu perjanjian,
yaitu causa yang halal, sebagaimana diatur dalam Pasal 1320
KUHPerdata”;
55. Bahwa dari kutipan koran Kontan, tanggal 20 Juli 2013 dengan judul
“Bencana Beleid Bahasa” yang ditulis oleh Bobby R. Manalu, Alumni
Fakultas Hukum dan Magister Hukum Universitas Gadjah Mada, dinyatakan
(bukti T-20):
“Terlepas dari pengajuan gugatan merupakan hak setiap orang, tidak dapat
dipungkiri bahwa badan peradilan Indonesia masih dinilai tak reliable karena
masih peka dengan aroma mafia pengadilan. Sudah menjadi rahasia umum
bahwa pengadilan sering dimanfaatkan oleh Debitor nakal melegitimasi
perbuatannya (vexatious proceedings). Untuk mengemplang pinjaman,
modus yang sering dipakai debitur nakal adalah meminjam tangan
pengadilan meminta pembatalan perjanjian tersebut bertentangan dengan
undang-undang (void ab initio atau rechtswegenieteg)… Tanpa beleid ini
saja, praktik pembatalan perjanjian telah marak terjadi. Debitur nakal
bertindak seolah-olah tidak mengerti isi perjanjian, sehingga merasa ditipu
oleh Kreditor, padahal faktanya debitur berstatus badan hukum yang berkala
nasional yang dalam proses negosiasi diwakili oleh penasihat hukum. Beleid
ini menambah amunisi bagi Debitor nakal untuk mencari keuntungan pribadi
dengan membahayakan kepentingan ekonomi nasional. Padahal sudah
lama diingatkan bahwa putusan pengadilan sangat mempengaruhi
perkembangan dan perbaikan ekonomi sebab putusan badan peradilan yang
tidak reliable itu berhubungan erat dengan kepercayaan publik (Himawan,
2003), khususnya para Investor”;
56. Bahwa berdasarkan sorotan media di atas, banyak Debitor nakal semata-
mata mencari keuntungan pribadi yang tidak dapat dibenarkan. Seandainya
tindakan Debitor yang demikian, seperti Termohon Kasasi, dibenarkan oleh
Pengadilan, hal tersebut dapat membahayakan kepentingan Investor dan
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 59
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 60 dari 80 hal. Put. Nomor 1572 K/Pdt/2015
memperburuk iklim investasi di Indonesia yang pada gilirannya dapat
merugikan masyarakat secara keseluruhan khususnya para pengusaha
Indonesia yang beriktikad baik. Mereka akan menanggung biaya yang
teramat besar/mahal terkait dengan pembuatan terjemahan resmi atas
setiap perjanjian yang dibuatnya dengan pihak asing (meskipun kita ketahui
bahwa untuk hal ini Pemerintah pun belum pasti dengan belum
dikeluarkannya peraturan pelaksana terhadap UU Nomor 24 Tahun 2009
sampai dengan saat ini);
57. Bahwa berdasarkan uraian-uraian Pemohon Kasasi di atas, terbukti secara
jelas bahwa Loan Agreement merupakan perjanjian yang sah dengan segala
akibat hukumnya. Sebagai akibatnya, Akta Perjanjian Jaminan Fidusia
Nomor 77 tanggal 30 Juli 2010 yang merupakan perjanjian ikutannya, juga
merupakan perjanjian yang sah dengan segala akibat hukumnya;
58. Bahwa berdasarkan segala hal yang telah Pemohon Kasasi uraikan di atas,
jelas dan terbukti bahwa pertimbangan-pertimbangan hukum serta Putusan
Judex Facti telah salah dalam menerapkan hukum dan undang-undang yang
berlaku;
59. Bahwa Putusan Judex Facti juga sangat tidak mencerminkan rasa keadilan
terhadap Pemohon Kasasi di mana faktanya Termohon Kasasi telah mencari
alasan-alasan belaka dan tidak berdasar bahkan seolah-olah tidak mengerti
Loan Agreement yang telah disepakati dengan Pemohon Kasasi. Bahkan
faktanya Termohon Kasasi telah terlebih dahulu wanprestasi. Hal tersebut
jelas sangat merugikan Pemohon Kasasi;
Ad.g. Hakim Berwenang untuk Menambah Ketentuan Undang-undang
akan tetapi Hanya Dapat Dilakukan untuk Menciptakan Keadilan;
dalam Perkara A Quo justru Sebaliknya, Putusan Judex Facti
Telah Menciptakan Ketidakadilan yang Sangat Nyata;
60. Sesuai dengan hukum yang berlaku dan telah menjadi Yurisprudensi, dan
telah diakui dalam doktrin dan ilmu hukum di Indonesia, Hakim dan
Pengadilan, mempunyai wewenang untuk menafsirkan ketentuan atau pasal
suatu undang-undang, termasuk untuk menambah atau mengurangi
ketentuan atau pasal suatu undang-undang jika memang sungguh-sungguh
diperlukan dalam rangka penegakan hukum yang adil dan semestinya. Hal
ini dapat dibuktikan dari uraian-uraian Pemohon Kasasi berikut ini.
Sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Prof. R. Subekti, S.H. dalam
tulisannya mengenai “Peranan Mahkamah Agung dalam Pembinaan Hukum
Nasional” yang dimuat dalam bukunya yang berjudul “Pembinaan Hukum
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 60
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 61 dari 80 hal. Put. Nomor 1572 K/Pdt/2015
Nasional”, Alumni, Bandung, 1981, halaman 27-42:
(i) Dalam menerapkan hukum atau undang-undang yang berlaku
Pengadilan tidak hanya melakukannya dengan silogisme belaka dan
sering kali hukum yang tepat dan adil itu harus dicari dan hakim
merupakan pula penemu hukum (halaman 29);
(ii) Kata-kata dalam suatu undang-undang seringkali baru menemukan
artinya yang tepat dalam putusan-putusan hakim yang dengan
demikian hakimlah akhirnya yang memberikan arti pada suatu
perkataan atau pasal undang-undang. Apabila suatu undang-undang
tidak mencakup suatu hal atau persoalan yang disengketakan, maka
tidak jarang Hakim terpaksa memperluas ruang lingkup undang-undang
tersebut (halaman 29);
(iii) Sudah sejak dahulu kita telah menyaksikan terjadinya penyingkiran
atau perluasan terhadap berbagai ketentuan undang-undang (halaman
34-35) termasuk ketentuan Pasal 284 ayat (3) KUH Perdata dan Pasal
39 HIR;
(iv) Penyingkiran terhadap ketentuan undang-undang dalam hukum publik
terjadi pula, seperti terhadap Pasal 535 KUH Pidana (mempertunjukkan
atau menawarkan alat-alat untuk mencegah kehamilan) oleh Hakim
Pidana dapat dipertanggungjawabkan (halaman 35);
(v) Penyingkiran terhadap ketentuan hukum acara dalam Pasal 393 HIR
yang melarang Hakim Pengadilan Negeri untuk memakai bentuk-
bentuk lain dari yang diberikan dalam HIR. Pengadilan Negeri telah
menggunakan penggabungan (voeging) dan pencampuran (intervensi)
dalam perkara perdata yang mencontoh RV (halaman 40);
(vi) Juga Pengadilan telah menerima tentang adanya kemungkinan adanya
alasan-alasan yang menghapus sifat dapat dihukumnya suatu
perbuatan di luar KUH Pidana, demi memenuhi tuntutan keadilan
(antara lain kasus Machrus Effendi, putusan Mahkamah Agung
Republik Indonesia Nomor 42K/Kr./1965); diterapkannya syarat adanya
organisasi untuk kejahatan subversi; ditetapkannya norma bahwa di
dalam forum sidang Pengadilan seorang pembela dalam perkara
pidana mempunyai hak-hak yang sama seperti yang dimiliki oleh si
Terdakwa sendiri, yaitu bila terpaksa mengemukakan hal-hal yang bila
itu dilakukan di luar sidang ia dapat dituntut, tetapi dalam forum sidang
tidak dapat dituntut (kasus Yap Thiam Hien); kemudian juga
ditetapkannya bahwa penahanan rumah dapat pula dikurangkan dari
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 61
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 62 dari 80 hal. Put. Nomor 1572 K/Pdt/2015
hukuman pokok, asal ada perintah tertulis, dan lain-lain yang
merupakan usaha-usaha dari Mahkamah Agung untuk menegakkan
keadilan (halaman 42);
61. Bahwa dalam perkara a quo, Putusan Judex Facti justru sebaliknya telah
menciptakan ketidakadilan yang sangat nyata bagi Pemohon Kasasi serta
keliru dalam menerapkan hukum. Oleh karena itu, sudah sepatutnya
Putusan Judex Facti yang demikian dibatalkan oleh Majelis Hakim pada
Mahkamah Agung Republik Indonesia yang mulia; Ad. h. Seandainya pun Loan Agreement Tersebut Batal (quod non),
Judex Facti Telah Mengabaikan Asas Keadilan dalam Putusannya
serta Keliru dalam Menerapkan Hukum dengan Menyatakan
Kedua Belah Pihak Kembali ke Keadaan Semula dengan Semata-
mata Memerintahkan Termohon Kasasi Mengembalikan Sisa
Uang Pinjaman kepada Pemohon Kasasi karena dalam Perkara a
quoTermohon Kasasi Telah Menggunakan, Menikmati dan
Mendapatkan Manfaat dari Uang Pinjaman yang diberikan oleh Pemohon Kasasi, sehingga Sudah Sepantasnya serta Sesuai
dengan Hukum yang Berlaku serta Keadilan, Bunga yang Telah
Dibayar oleh Termohon Kasasi kepada Pemohon Kasasi
Merupakan Pembayaran yang Sah atas Bunga, dan Bunga yang
Masih Belum Dibayar atas Jumlah Pokok Pinjaman yang sampai
dengan Memori Kasasi ini Disampaikan kepada Pengadilan Belum
Dilakukan oleh Termohon Kasasi kepada Pemohon Kasasi
Merupakan Bunga yang Sah sampai dengan Jumlah Pinjaman
Pokok tersebut yang Masih Terutang Dibayar secara Lunas oleh
Termohon Kasasi kepada Pemohon Kasasi;
62. Bahwa halaman 96 alinea terakhir - halaman 97 alinea 1 Putusan
Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor 450/Pdt.G/2012/PN Jkt.Bar. tanggal
6 Maret 2014 berbunyi sebagai berikut:
”Menimbang, bahwa mengenai petitum pada angka 4 (empat) tersebut, oleh
karena Loan Agreement tertanggal 30 Juli 2010 (bukti PK/TR-1A yang sama
dengan T-1A) dan Akta perjanjian jaminan Fidusia atas benda Nomor .77
tanggal 30 Juli 2010 yang merupakan perjanjian ikutan (Accesoir) dari Loan
Agreement tanggal 30 Juli 2010 tersebut dinyatakan batal demi hukum,
maka segala sesuatunya harus kembali kepada keadaan semula, dan
kepada Penggugat berkewajiban untuk mengembalikan uang pinjaman
pokok tersebut kepada Tergugat”;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 62
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 63 dari 80 hal. Put. Nomor 1572 K/Pdt/2015
63. Bahwa pendapat Prof. Subekti S.H. dalam bukunya yang berjudul “Hukum
Perjanjian”, PT Intermasa, Jakarta, Cetakan XIV, 1992, halaman 51 aliena 3-
4 dan halaman 52 alinea 1, menyatakan:
“Dalam hal perjanjian dibatalkan, maka kedua belah pihak dibawa dalam
keadaan sebelum perjanjian diadakan. Dikatakan, pembatalan itu berlaku
surut sampai pada detik dilahirkannya perjanjian. Apa yang sudah terlanjur
diterima oleh satu pihak harus dikembalikan kepada pihak yang lainnya;
Di sini orang menghadapi kesulitan dalam hal pembatalan suatu perjanjian
sewa-menyewa. Apakah jika perjanjian sewa-menyewa itu dibatalkan,
pemilik barang harus mengembalikan uang sewa yang telah diterimanya dan
apakah ia berhak menuntut pembayaran tunggakan uang sewa, kalau
perjanjian itu dianggap dari semula tidak pernah ada? Untuk menjawab soal
ini, ada yang mengajarkan, bahwa berlaku surutnya pembatalan itu, suatu
hal yang dapat dilepaskan oleh penggugat (pemilik barang yang disewa).
Juga diajarkan bahwa pemilik barang yang disewa itu menuntut pembatalan
perjanjian untuk waktu yang akan datang, untuk hari depan dengan tidak
menengok ke belakang. Menurut pendapat kami, ajaran-ajaran ini diperlukan
dalam suatu alam pikiran yang abstrak-teoritis. Sebenarnya, soalnya mudah
saja! Berlaku surutnya pembatalan itu adalah suatu pedoman yang harus
dilaksanakan, jika itu mungkin dilaksanakan;
Dalam hal suatu perjanjian jual beli atau tukar-menukar, barang hak milik
dapat dengan mudah dikembalikan kepada pemilik asli. Tetapi dalam hal
sewa-menyewa, bagaimanakah si penyewa dapat mengembalikan
kenikmatan yang sudah diperolehnya dari barang yang disewa itu. Dan
karena kenikmatan itu tidak mungkin dikembalikan, tentunya pemilik barang
dapat tetap memiliki uang sewa yang sudah diterimanya. Begitu pula halnya
dalam suatu perjanjian perburuhan.Bagaimanakah tenaga yang sudah
diberikan oleh pihak buruh dapat dikembalikan oleh majikan”;
64. Bahwa kembali ke keadaan semula bagi Pemohon Kasasi seharusnya berarti
masing-masing pihak kembali ke keadaan sebelum ditandatanganinya atau
diterimanya fasiltas pinjaman berdasarkan Loan Agreement;
65. Bahwa berdasarkan Loan Agreement, Pemohon Kasasi telah memberikan
Pinjaman kepada Termohon Kasasi untuk membeli Peralatan. Sebagaimana
telah disepakati pula dalam Loan Agreement bahwa Peralatan tersebut
selanjutnya akan disewakan oleh Termohon Kasasi kepada pihak ketiga,
dan untuk itu Termohon Kasasi mendapatkan sejumlah uang dari
penyewaan (leasing) Peralatan tersebut;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 63
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 64 dari 80 hal. Put. Nomor 1572 K/Pdt/2015
66. Bahwa kembali ke keadaan semula sebagaimana diputus oleh Judex Facti
tidak mempertimbangkan kenikmatan dan manfaat yang diperoleh Termohon
Kasasi atas fasilitas pinjaman berdasarkan Loan Agreement, yaitu berupa: (i)
kepemilikan atas Peralatan (dengan sejumlah uang yang diterima dari fasilitas
pinjaman dengan tanpa bunga) dan (ii) sejumlah uang yang diperoleh
Termohon Kasasi dari hasil penyewaan Peralatan kepada pihak ketiga;
67. Bahwa tanpa mengurangi dalil-dalil Pemohon Kasasi mengenai keberatan-
keberatannya terhadap Judex Facti, berdasarkan uraian-uraian di atas,
Judex Facti telah lalai mempertimbangkan asas keadilan dan hukum yang
berlaku, khususnya bagi Pemohon Kasasi, yaitu dengan tidak
memperhitungkan kenikmatan dan manfaat yang diperoleh Termohon
Kasasi, yaitu berupa:
(i) Sejumlah uang yang diterimanya untuk membeli truk seolah-olah dengan
tanpa bunga (fasilitas yang gratis);
(ii) Hak kepemilikannya atas 5 (lima) unit truk Caterpillar model 777 Doff-
highway yang dibeli dengan uang yang diperolehnya dari Pemohon
Kasasiberdasarkan Loan Agreement; dan
(iii) Sejumlah uang yang diterimanya dari penyewaan (leasing) truk-truk
tersebut yang dilakukan oleh Termohon Kasasi dengan pihak ketiga;
68. Bahwa semua kenikmatan dan manfaat dari pinjaman yang telah diberikan
oleh Pemohon Kasasi kepada Termohon Kasasi, termasuk uang sewa yang
diperoleh Termohon Kasasi, tidak mungkin dapat dikembalikan oleh
Termohon Kasasi kepada Pemohon Kasasi. Oleh karena itu, sudah
sepatutnya serta sesuai dengan hukum yang berlaku serta keadilan:
a. Bunga yang telah dibayarkan oleh Termohon Kasasi kepada Pemohon
Kasasi merupakan pembayaran yang sah atas bunga; dan
b. Bunga yang masih belum dibayar atas jumlah pokok pinjaman yang
sampai dengan Memori Kasasi ini disampaikan kepada Mahkamah
Agung Republik Indonesiabelum dilakukan oleh Termohon Kasasi
merupakan bunga yang sah sampai dengan jumlah pokok tersebut yang
masih terutang dibayar secara lunas oleh Termohon Kasasi kepada
Pemohon Kasasi karena Termohon Kasasi dengan iktikad buruk tidak
pernah menunaikan kewajibannya;
69. Bahwa berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, sangat jelas bahwa Judex
Facti telah mengabaikan hukum yang berlaku serta asas keadilan, khususnya
bagi Pemohon Kasasi, dalam memutus perkara tersebut. Oleh karena itu,
sudah sepatutnya Mahkamah Agung Republik Indonesia yang Mulia
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 64
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 65 dari 80 hal. Put. Nomor 1572 K/Pdt/2015
membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 662/PDT/2014/PT
DKI tanggal 4 Desember 2014 juncto Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat
Nomor 450/Pdt.G/2012/PN Jkt.Bar., tanggal 6 Maret 2014; Ad.i. Judex Facti Telah Tidak Memberikan Pertimbangan Hukum yang
Cukup dalam Putusannya (onvoldoende gemotiveerd);
70. Bahwa Pemohon Kasasi sangat keberatan terhadap Putusan Judex Facti
tersebut, karena Judex Facti telah kurang dalam memberikan pertimbangan
hukum (onvoldoende gemotiveered). Dalam perkara a quo Judex Facti
Pengadilan Tinggi Jakarta langsung menyatakan bahwa alasan-alasan,
pertimbangan hukum dan kesimpulan dalam Putusan Judex Facti
Pengadilan Negeri Jakarta Barat sudah tepat dan benar serta tidak
bertentangan dengan hukum.Padahal secara jelas Putusan Judex Facti
banyak mengandung kekeliruan yang mendasar dalam menerapkan hukum
yang berlaku. Pertimbangan hukum Judex Facti tidak adil dan berat sebelah
serta saling bertentangan satu sama lain. Dengan demikian, Judex Facti
nyata-nyata tidak memberikan pertimbangan yang cukup (onvoldoende
gemotivereed), karena tidak mempertimbangkan dalil-dalil yang diajukan
oleh Pemohon Kasasi, sehingga dipandang sebagai suatu kelalaian dalam
beracara (vormverzuim);
71. Bahwa Judex Facti telah melanggar hukum yang berlaku karena Judex Facti
tidak mempertimbangkan sama sekali dalil-dalil Pemohon Kasasi dalam
tingkat banding sebagaimana yang terlihat dari halaman 3 sampai dengan 5
Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 662/PDT/2014/PT DKI,
sehingga Putusan Judex Facti bersifat tidak memberikan pertimbangan yang
cukup (onvoldoende gemotiveerd);
72. Dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 492
K/SIP/1970 tanggal 16 November 1970 dinyatakan bahwa suatu putusan
yang kurang cukup pertimbangannya (onvoldoende gemotiveerd) harus
dibatalkan karena dalam putusannya itu hanya mempertimbangkan soal
mengesampingkan keberatan-keberatan yang diajukan dalam memori
banding tanpa memeriksa perkara ini, baik fakta-faktanya maupun mengenai
soal penerapan hukumnya (Himpunan Kaidah Hukum Putusan Perkara
Dalam Buku Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Tahun
1969-2001 dihimpun oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia 2002).
Dengan demikian, pertimbangan hukum Judex Facti tidak lengkap dan
karena itu putusan tersebut harus dibatalkan;
Ad.j. Judex Facti telah salah menerapkan hukum karena tidak
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 65
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 66 dari 80 hal. Put. Nomor 1572 K/Pdt/2015
mempertimbangkan keberatan-keberatan yang diajukan oleh
Pemohon Kasasi (audi et alteram partem);
73. Suatu putusan yang kurang dalam pertimbangan hukum serta telah
mengabaikan asas keseimbangan (asas audi et alteram partem) dan asas
keadilan dapat mengakibatkan batalnya suatu putusan. Hal ini sesuai
dengan Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia tanggal 25
November 1974 Nomor M.A/Pemb.1154/74 yang menyatakan bahwa
putusan yang tidak disertai alasan yang jelas dikehendaki oleh Undang-
undang dapat menimbulkan suatu kelalaian dalam acara (Vormverzuim).
Selain itu, Judex Facti dalam memberikan pertimbangan-
pertimbanganhukum tidak melaksanakan dan tidak memperhatikan asas
audi et alteram partem dalam memeriksa perkara a quo. Dalam perkara a
quo, Judex Facti hanya mempertimbangkan dalil-dalil yang dibuat oleh
Termohon Kasasi yang bahkan tidak didukung oleh bukti-bukti yang relevan.
Oleh karena itu, sudah sepatutnya apabila Mahkamah Agung Republik
Indonesia membatalkan Putusan Judex Facti;
Ad. k. Judex Facti telah salah menerapkan hukum dalam memberikan
pertimbangan bahwa seolah-olah yang berwenang untuk
menentukan penafsiran terhadap kata “wajib” dalam Pasal 31 ayat
1 UU Nomor 24 Tahun 2009 adalah Mahkamah Konstitusi;
74. Bahwa pertimbangan hukum Judex Facti yang menyatakan bahwa “apabila
tidak sependapat dengan kata-kata “wajib” pada ketentuan Pasal 31 ayat (1)
UU Nomor 24 tahun 2009, maka prosedur yang harus ditempuh adalah
mengajukan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi atau
mengamandemen dan merevisi UU Nomor 24 tahun 2009 tersebut (halaman
61 alinea 2 Putusan Judex Facti), adalah keliru karena bukan wewenang
Mahkamah Konstitusi untuk menafsirkan kata-kata yang ada dalam suatu
undang-undang;
75. Bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 3 Undang Undang Nomor 8 Tahun 2011
Tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang
Mahkamah Konstitusi (“UU Mahkamah Konstitusi”), diatur sebagai berikut:
“Permohonan adalah permintaan yang diajukan secara tertulis kepada
Mahkamah konstitusi mengenai:
1. Pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Sengketa kewenangan lembaga Negara yang kewenangannya diberikan
oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 66
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 67 dari 80 hal. Put. Nomor 1572 K/Pdt/2015
3. Pembubaran partai politik;
4. Perselisihan tentang hasil pemilihan umum; atau
5. Pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah
melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap Negara,
korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela,
dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil
Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.”
76. Bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 3 UU Mahkamah Konstitusi, sangat jelas
Judex Facti tidak memiliki dasar serta keliru dalam memberikan
pertimbangan hukum dalam Putusan Judex Facti Pengadilan Negeri Jakarta
Barat (halaman 61 alinea 3);
C. Dalam Rekonvensi
77. Bahwa semua dalil, bukti dan uraian-uraian sebagaimana yang telah dimuat
dalam Bagian Konvensi di atas mohon dianggap menjadi satu kesatuan dan
termasuk di dalam Bagian Rekonvensi ini;
Majelis Hakim pada Judex Facti Telah Keliru dan Tidak Cermat Menerapkan
Hukum berdasarkan Fakta-Fakta Hukum yang Terungkap dalam
Persidangan bahwa Termohon Kasasi/semula Terbanding/Tergugat dalam
RekonvensiTelah Melakukan Cidera Janji terhadap Pemohon Kasasi/semula
Pembanding/Penggugat dalam Rekonvensi;
78. Bahwa Pemohon Kasasi/semulaPembanding/Penggugat dalam Rekonvensi
(untuk selanjutnya dalam bagian Rekonvensi ini disebut ”Pemohon Kasasi
dalam Rekonvensi”) menolak secara tegas kebenaran dalil-dalil Termohon
Kasasi/semula Terbanding/Tergugat dalam Rekonvensi (untuk
selanjutnya dalam bagian Rekonvensi ini disebut ”Termohon Kasasi
dalam Rekonvensi”) sehubungan dengan Gugatan Pemohon Kasasi
dalam Rekonvensi sebagaimana diuraikan dalam (1) Repliknya tanggal 6
Januari 2014, (2) Kesimpulannya tanggal 20 Februari 2014 dan (3) Kontra
Memori Bandingnya tanggal 22 Agustus 2014, kecuali yang kebenarannya
diakui secara tegas oleh Pemohon Kasasi dalam Rekonvensi dan terbukti
menurut hukum;
79. Bahwa Pemohon Kasasi dalam Rekonvensi tetap pada dalil-dalilnya
sebagaimana diuraikan dalam Bagian Rekonvensi dari: (1) Jawaban tanggal
9 Desember 2013, (2) Duplik tanggal 20 Januari 2014, (3) Kesimpulan
tanggal 20 Februari 2014, dan (4) Memori Banding tanggal 15 Juli 2014;
dalil-dalil mana merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Memori
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 67
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 68 dari 80 hal. Put. Nomor 1572 K/Pdt/2015
Kasasi ini, sehingga dianggap dimasukkan kembali dalam Memori Kasasi ini;
80. Bahwa Pemohon Kasasi dalam Rekonvensi sangat keberatan terhadap
pertimbangan-pertimbangan Majelis Hakim pada Judex Facti berikut ini,
karena salah, keliru dan tidak cermat dalam menerapkan hukum sesuai
dengan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan:
a. Pertimbangannya Judex Facti pada halaman 4alinea 4 Putusan
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, yang menyatakan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa setelah Majelis Hakim tingkat banding mencermati
keberatan Pembanding semula Tergugat tersebut dihubungkan dengan
pertimbangan hukum Majelis Hakim tingkat Pertama, menurut pendapat
Majelis Hakim tingkat Banding dari materi keberatan Pembanding
semula Tergugat dalam Konvensi/Penggugat dalam Rekonvensi
tersebut pada prinsipnya tidak terdapat hal-hal yang dapat
membatalkan putusanbanding Majelis Hakim Tingkat Pertama,
sehingga Majelis Hakim Tingkat Banding berpendapat bahwa putusan
perkara a quo secara substansi sudah tepat dan benar serta beralasan
menurut hukum, maka oleh Majelis Hakim Tingkat Banding disetujui dan
diambil alih sebagai pertimbangan sendiri dalam memutus perkara ini
dalam tingkat bandingserta menjadi bagian dari dan telah termasuk
dalam putusan ini”;
b. Pertimbangannya Judex Facti pada halaman 4 alinea 5 Putusan
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, yang menyatakan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka
putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor 450/Pdt.G/2012/PN
Jkt.Bar., tanggal 6 Maret 2014, yang dimohonkan pemeriksaan dalam
tingkat banding tersebut haruslah dikuatkan”;
c. Pertimbangan Judex Facti pada halaman 99 alinea 2 Putusan Pengadilan
Negeri Jakarta Barat, yang menyatakan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa oleh karena petitum pada angka 2 dan petitum
pada angka 3 dalam gugatan Rekonvensi ini dinyatakan ditolak,
maka terhadap tuntutan/petitum pada angka 4 dalam gugatan
rekonvensi ini yang menuntut agar Pengadilan“Menyatakan secara
hukum bahwa Tergugat dalam Rekonvensi telah melakukan cidera
janji (wanprestasi) kepada Penggugat dalam Rekonvensi“ haruslah
dinyatakan ditolak pula”;
d. Pertimbangan Judex Facti pada halaman 99 alinea 3 Putusan Pengadilan
Negeri Jakarta Barat, yang menyatakan sebagai berikut:
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 68
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 69 dari 80 hal. Put. Nomor 1572 K/Pdt/2015
“Menimbang, bahwa oleh karena petitum pokok dalam gugatan
Rekonvensi sebagaimana tersebut pada petitum angka 2 , angka 3 dan
angka 4 tersebut telah dinyatakan ditolak, maka terhadap tuntutan
rekonvensi yang selebihnya haruslah dinyatakan ditolak pula“;
e. Pertimbangannya Judex Facti pada halaman 99 alinea 4 Putusan
Pengadilan Negeri Jakarta Barat, yang menyatakan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa berdasarkan pada pertimbangan pertimbangan
hukum tersebut diatas , maka dengan demikian seluruh tuntutan dalam
gugatan Rekonvensi dari Penggugat Rekonvensi/Tergugat Konvensi
haruslah dinyatakan ditolak untuk untuk seluruhnya”;
f. Pertimbangannya Judex Facti pada halaman 99 alinea 5 Putusan
Pengadilan Negeri Jakarta Barat, yang menyatakan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa mengenai bukti-bukti lain yang diajukan oleh
Penggugat konvensi/Tergugat Rekonvensi dan Tergugat konvensi/
Penggugat Rekonvensi haruslah dikesampingkan”;
g. Pertimbangannya Judex Facti pada halaman 99 alinea 6 Putusan
Pengadilan Negeri Jakarta Barat, yang menyatakan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa oleh karena Gugatan Rekonvensi dari
Penggugat Rekonvensi/Tergugat Konvensi tersebut dinyatakan
ditolak seluruhnya dan Penggugat Rekonvensi/Tergugat Konvensi
dinyatakan sebagai pihak yang kalah,…””
81. Bahwa berdasarkan satu dan lain hal sebagaimana akan diuraikan dibawah
ini akan tampak bahwa pertimbangan-pertimbangan Majelis Hakim pada
Judex Facti salah dan keliru serta tidak cermat dalam menerapkan hukum
sesuai dengan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan;
82. Bahwa Pemohon Kasasi dalam Rekonvensi tetap pada pendirian bahwa
Loan Agreement tidak batal demi hukum dan merupakan perjanjian yang
sah. Sebagaimana telah Pemohon Kasasi dalam Rekonvensi uraikan dalam
butir 48 sampai dengan butir 57 di atas, karena Loan Agreement tersebut
tetap sah dan mengikat para pihak yaitu antara Pemohon Kasasi dalam
Rekonvensi dengan Termohon Kasasidalam Rekonvensi, maka Pemohon
Kasasi dalam Rekonvensi dan Termohon Kasasi dalam Rekonvensi tetap
terikat dengan segala hak dan kewajiban berdasarkan Loan Agreement
tersebut, termasuk namun tidak terbatas pada ketentuan pembayaran
Pinjaman yang harus dipenuhi oleh Termohon Kasasi dalam Rekonvensi
sebagai kewajibannya berdasarkan Loan Agreement kepada Pemohon
Kasasi dalam Rekonvensi;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 69
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 70 dari 80 hal. Put. Nomor 1572 K/Pdt/2015
83. Bahwa dalil-dalil Pemohon Kasasi dalam Rekonvensi didukung oleh
pendapat ahli hukum, Prof. R. Subekti, S.H., dalam bukunya yang berjudul
”Pokok-Pokok Hukum Perdata”, PT. Intermasa, Cetakan XXVIII, Jakarta,
1996, halaman 139, yang menyatakan bahwa:
“Pasal 1338 BW menetapkan bahwa segala perjanjian yang dibuat secara
sah berlaku sebagai Undang-undang untuk mereka yang
membuatnya.Apakah maksudnya kalimat itu? Dengan kalimat ini
dimaksudkan, tidak lain, bahwa suatu perjanjian yang dibuat secara sah
artinya tidak bertentangan dengan Undang-undang, mengikat kedua belah
pihak. Perjanjian itu pada umumnya tidak dapat ditarik kembali, kecuali
dengan persetujuan kedua belah pihak atau berdasarkan alasan-alasan
yang ditetapkan oleh Undang-undang”;
84. Bahwa dalil Pemohon Kasasi dalam Rekonvensi didukung oleh pendapat
ahli, R. Setiawan, S.H., dalam bukunya yang berjudul ”Aneka Masalah Hukum Dan Hukum Acara Perdata”, Penerbit Alumni, Bandung, 1992,
halaman 179, yang menyatakan bahwa: “Hukum Perjanjian atau Hukum Kontrak di Negara kita, setidak-tidaknya
sebagaimana terdapat dalam buku ketiga KUHPerdata, dibangun di atas
fondasi asas kebebasan berkontrak bahwa, setiap orang bebas
memperjanjikan apapun dengan orang lain asalkan tidak bertentangan
dengan Undang-undang serta kesusilaan. Dan, setiap perjanjian yang dibuat
secara sah, mengikat Para Pihak bagaikan Undang-undang”;
85. Bahwa menurut Prof. R. Subekti, S.H., dalam bukunya yang berjudul ”Pokok-
Pokok Hukum Perdata”, PT. Intermasa, Cetakan XXVIII, Jakarta, 1996,
halaman 147, yang memberikan pengertian lalai dalam memenuhi suatu
perjanjian yaitu sebagai berikut:
”Seorang Debitur dikatakan lalai, apabila ia tidak memenuhi kewajibannya
atau terlambat memenuhinya atau memenuhinya tetapi tidak seperti yang
diperjanjikan”;
86. Bahwa untuk mempermudah Majelis Hakim Mahkamah Agung Republik
Indonesia dalam perkara a quo, maka Pemohon Kasasi dalam Rekonvensi
akan menguraikan fakta-fakta berikut ini, yang tidak pernah dibantah oleh
Termohon Kasasi dalam Rekonvensi, yang secara jelas dan tegas yang
membuktikan bahwa Loan Agreement tersebut sah dan mengikat para pihak
dan membuktikan Termohon Kasasi dalam Rekonvensi dengan sengaja
melakukan cidera janji (wanprestasi) terhadap Loan Agreement:
a. Bahwa latar belakang digugatbaliknya Termohon Kasasi dalam
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 70
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 71 dari 80 hal. Put. Nomor 1572 K/Pdt/2015
Rekonvensi dalam perkara a quo adalah pada awalnya Pemohon
Kasasidalam Rekonvensi (in casu Nine AM Ltd.) dan Termohon
Kasasidalam Rekonvensi (in casu PT Bangun Karya Pratama Lestari)
menandatangani Loan Agreement;
b. Bahwa dalam Loan Agreement tersebut Pemohon Kasasi dalam
Rekonvensi bertindak sebagai Lender (Pemberi Pinjaman) dan
Termohon Kasasi dalam Rekonvensi bertindak sebagai Borrower
(Peminjam);
c. Bahwa berdasarkan Pasal 1 Loan Agreement, jumlah pinjaman pokok
berdasarkan Loan Agreement tersebut adalah sebesar US$ 4.999.500
(empat juta sembilan ratus sembilan puluh sembilan ribu lima ratus Dollar
Amerika Serikat);
d. Bahwa berdasarkan Loan Agreement tersebut, Pemohon Kasasi dalam
Rekonvensi dan Termohon Kasasi dalam Rekonvensi sepakat bahwa
oleh Termohon Kasasi dalam Rekonvensi Pinjaman tersebut digunakan
untuk membeli 5 (lima) unit truk Caterpillar baru model 777 Doff-highway
dengan nomor seri masing-masing berturut-turut: FKR00635, FKR00636,
FKR00637, FKR00638 dan FKR00645 (selanjutnya disebut “Peralatan”),
dan Termohon Kasasi dalam Rekonvensi selaku Peminjam berjanjiuntuk
tidak menggunakan Pinjaman untuk tujuan lainnya;
e. Bahwa untuk menjamin pembayaran secara tepat waktu oleh Termohon
Kasasi dalam Rekonvensi (Peminjam) kepada Pemohon Kasasidalam
Rekonvensi (Pemberi Pinjaman), Termohon Kasasi dalam Rekonvensi
memberikan jaminan secara fidusia atas Peralatan yang dibeli oleh
Termohon Kasasi dalam Rekonvensi sebagaimana tertuang dalam Akta
Perjanjian Jaminan Fidusia Nomor 77 tanggal 30 Juli 2010, dibuat di
hadapan Popie Savitri Martosuhardjo Pharmanto, S.H., Notaris di Jakarta;
f. Bahwa sebagaimana telah diakui sendiri secara tegas oleh Termohon
Kasasi dalam Rekonvensi dan sesuai syarat-syarat dan ketentuan
berdasarkan Loan Agreement yang telah ditandatangani oleh Termohon
Kasasi dalam Rekonvensi, Termohon Kasasi dalam Rekonvensi telah
menerima seluruh uang Pinjaman tersebut dari Pemohon Kasasi dalam
Rekonvensi. Oleh karena itu, telah lahirlah kewajiban Termohon
Kasasidalam Rekonvensi untuk melaksanakan pembayaran utang
kepada Pemohon Kasasidalam Rekonvensi sesuai dengan ketentuan-
ketentuan dalamLoan Agreement;
g. Bahwa sesuai ketentuan Pasal 2 juncto Pasal 3 juncto Pasal 4 Loan
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 71
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 72 dari 80 hal. Put. Nomor 1572 K/Pdt/2015
Agreement, Termohon Kasasi dalam Rekonvensi wajib melakukan
pembayaran kembali pinjaman termasuk bunganya (“Angsuran”) dengan
cara mengangsur sebanyak 48 (empat puluh delapan) kali masing-
masing sebesar US$179.550 (seratus tujuh puluh sembilan ribu lima
ratus lima puluh Dollar Amerika Serikat), yaitu pada setiap tanggal 11
(sebelas) bulan berikutnya sejak tanggal dicairkannya Pinjaman kepada
Termohon Kasasi dalam Rekonvensi;
h. Bahwa Termohon Kasasi dalam Rekonvensi tidak memenuhi apa yang
telah dijanjikannya kepada Pemohon Kasasi dalam Rekonvensi
berdasarkan Loan Agreement sejak tagihan tanggal 30 November 2011
untuk pembayaran bulan September 2011;
i. Bahwa atas cidera janji Termohon Kasasi dalam Rekonvensi tersebut,
Pemohon Kasasi dalam Rekonvensi telah berulang kali mengingatkan
Termohon Kasasi dalam Rekonvensi untuk memenuhi kewajibannya
tersebut. Namun,Termohon Kasasi dalam Rekonvensi tidak pernah
menunjukkan iktikad baik untuk melaksanakan kewajibannya
berdasarkan Loan Agreement tersebut. Selanjutnya, Pemohon Kasasi
dalam Rekonvensi melalui Kuasa Hukumnya mengirimkan Surat
Peringatan (somasi) mengenai cidera janji (wanprestasi) yang
dilakukan Termohon Kasasidalam Rekonvensi kepada Pemohon
Kasasi dalam Rekonvensi, yaitu pada tanggal 10 Juli 2012. Namun
atas Surat Peringatan (somasi) tersebut, Termohon Kasasidalam
Rekonvensi tidak memberikan jawaban sama sekali kepada Pemohon
Kasasi dalam Rekonvensi;
j. Bahwa tindakan Termohon Kasasi dalam Rekonvensi tersebut
merupakan kelalaian menurut Pasal 11.1 Loan Agreement dengan tidak
memenuhi kewajiban-kewajiban Termohon Kasasi dalam Rekonvensi
dalam membayar angsuran sejak September 2011 sampai dengan
dikirimnya surat peringatan;
k. Bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, sangat jelas pada faktanya
bahwa Termohon Kasasi dalam Rekonvensi telah lalai atau cidera janji
(wanprestasi) untuk melaksanakan kewajibannya berdasarkan Loan
Agreement;
l. Bahwa fakta-fakta telah terjadi cidera janji (wanprestasi) yang dilakukan
oleh Termohon Kasasi dalam Rekonvensi sebagaimana tersebut di atas
telah pula terungkap dan terbukti secara jelas dalam persidangan di
Pengadilan Negeri Jakarta Barat;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 72
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 73 dari 80 hal. Put. Nomor 1572 K/Pdt/2015
m. Bahwa telah terbukti pula dalam persidangan di Pengadilan Negeri
Jakarta Barat bahwa Pemohon Kasasi dalam Rekonvensi telah
melakukan upaya-upaya berupa teguran (somasi) kepada Termohon
Kasasi dalam Rekonvensi, dan kemudian melakukan upaya eksekusi
terhadap jaminan dalam Akta Fidusia tanggal 30 Juli 2010 Nomor 77
yang bahkan telah melibatkan pula Pengadilan Negeri Jakarta Barat
untuk melakukan Aanmaning. Lebih lanjut, tidak dapat disangkal bahwa
Termohon Kasasi dalam Rekonvensi justru dengan iktikad buruk telah
menolak untuk melakukan kewajibannya bahkan selanjutnya mengajukan
gugatan a quo;
n. Bahwa Termohon Kasasi dalam Rekonvensi telah pula melakukan
tindakan-tindakan lain untuk mencoba menghindari kewajiban
pembayaran dan pelunasan utang kepada Pemohon Kasasi dalam
Rekonvensi berdasarkan Loan Agreement yang telah disepakati oleh
kedua belah pihak. Termohon Kasasi dalam Rekonvensi bahkan
dengan tanpa dasar telah melaporkan Pemohon Kasasi dalam
Rekonvensi ke Kepolisian Republik Indonesia atas tuduhan penipuan
yang sangat bertentangan dengan fakta sebenarnya. Hal-hal ini jika
dibenarkan oleh Pengadilan dapat mengakibatkan adanya ketidak
pastian hukum, yang memberikan dampak yang sangat buruk terhadap
iklim usaha di Indonesia di masa kini maupun yang akan datang, dan
dapat merugikan pihak peminjam lainnya dari Indonesia yang jujur dan
beriktikad baik;
o. Bahwa akibat perbuatan dari Termohon Kasasi dalam Rekonvensi yang
telah lalai memenuhi kewajibannya terhadap Pemohon Kasasi dalam
Rekonvensi, jelas merupakan perbuatan cidera janji (wanprestasi)
berdasarkan Pasal 1238 KUH Perdata yang akibatnya sangat merugikan
Pemohon Kasasi dalam Rekonvensi, baik secara materiil maupun
immateriil. Oleh karena itu, Termohon Kasasi dalam Rekonvensi harus
bertanggung jawab terhadap Pemohon Kasasi dalam Rekonvensi;
p. Bahwa atas kelalaian Termohon Kasasi dalam Rekonvensi tersebut,
Pemohon Kasasi dalam Rekonvensi mengalami kerugian material
sebesar US$8.083.154 (delapan juta delapan puluh tiga ribu seratus lima
puluh empat Dollar Amerika Serikat) dengan rincian sebagai berikut:
Dalam US$
No Uraian Jumlah
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 73
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 74 dari 80 hal. Put. Nomor 1572 K/Pdt/2015
1 Angsuran yang telah jatuh tempo Oktober
2011-Juni 2012 US$1.914.854
2 Angsuran yang harus dibayarkan selama
Juli 2012-Agustus 2014 US$ 4.668.300
3
Pembayaran terakhir bunga (Ballon
Payment) US$ 1.500.000
Total
US$
8.083.154
87. Bahwa berdasarkan fakta-fakta dalam butir 107 huruf a sampai dengan huruf
p tersebut di atas, terbukti secara jelas bahwa Termohon Kasasi dalam
Rekonvensi telah cidera janji (wanprestasi)kepada Pemohon Kasasi dalam
Rekonvensi berdasarkan Loan Agreement;
88. Bahwa cidera janji (wanprestasi) yang dilakukan oleh Termohon Kasasi
dalam Rekonvensi menyebabkan kerugian bagi Pemohon Kasasi dalam
Rekonvensi. Adapun jumlah kerugian yang diderita oleh Pemohon Kasasi
dalam Rekonvensi yaitu sebesar US$ 8.083.154 (delapan juta delapan puluh
tiga ribu seratus lima puluh empat Dollar Amerika Serikat);
89. Bahwa dalil Pemohon Kasasi dalam Rekonvensi didukung oleh pendapat
ahli hukum, M. Yahya Harahap, S.H., dalam bukunya yang berjudul ”Segi-
segi Hukum Perjanjian”, Penerbit Alumni, Bandung, 1986, halaman 72, yang
menyatakan bahwa:
“… Kalau terjadi wanprestasi, kreditur dapat menuntut pembayaran bunga
tersebut, dan bukan bunga Undang-Undang. Ini sesuai dengan pasal 1338:
apa-apa yang telah diperjanjikan menjadi undang-undang bagi para pihak”;
90. Bahwa sesuai dengan prinsip peradilan cepat, sederhana dan biaya murah
adalah suatu hal yang tepat bagi Pemohon Kasasi dalam Rekonvensi
untuk mengajukan gugat balik terkait ganti rugi kepada Termohon
Kasasi dalam Rekonvensi guna mendapatkan jumlah pengembalian
Pinjaman berdasarkan Loan Agreement;
91. Bahwa Judex Facti sama sekali tidak mempertimbangkan dengan baik dan
cermat mengenai apa yang menjadi hak dari Pemohon Kasasi dalam
Rekonvensi yaitu agar Termohon Kasasi dalam Rekonvensi memenuhi
pembayaran sesuai dengan Loan Agreement;
Jika pun Loan Agreement itu dibatalkan (quod non), karena Termohon
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 74
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 75 dari 80 hal. Put. Nomor 1572 K/Pdt/2015
Kasasi dalam Rekonvensi telah menerima Pinjaman, menikmatinya dan
mendapatkan keuntungan serta manfaat dari Pinjaman tersebut, maka
sudah sepatutnya Termohon Kasasi dalam Rekonvensi mengembalikan
Pinjaman tersebut kepada Pemohon Kasasi dalam Rekonvensi berikut
bunganya paling sedikit bunga sebagaimana ditetapkan dalam undang-
undang (Pasal 1250 KUH Perdata juncto Pasal 1767KUHPerdata), yaitu 6%
(enam persen) setahun (S.1848 Nomor 22). Hal mana tidak pernah
dipertimbangkan oleh Judex Facti;
92. Bahwa sebagaimana diuraikan oleh Pemohon Kasasi dalam Rekonvensi di
atas tampak jelas kekeliruan dan ketidakcermatan Judex Facti dalam
menerapkan hukum berdasarkan fakta-fakta yang telah terungkap dan
terbukti dalam persidangan pada Pengadilan Negeri Jakarta Barat;
93. Bahwa Majelis Hakim pada Judex Facti telah lalai dan mengabaikan fakta
yang terungkap dalam persidangan dan diakui sendiri serta tidak dibantah
oleh Termohon Kasasidalam Rekonvensi bahwa Termohon Kasasi dalam
Rekonvensi telah menerima, menggunakan dan menikmati serta mendapat
manfaat dari Pinjaman yang diperoleh dari Pemohon Kasasi dalam
Rekonvensi berdasarkan Loan Agreement;
94. Bahwa apabila Majelis Hakim Mahkamah Agung Republik Indonesia Yang
Mulia sependapat dengan uraian-uraian Pemohon Kasasi dalam Rekonvensi
maka sudah sepatutnya dan berdasarkan hukum bila Majelis Hakim
Mahkamah Agung Republik Indonesia Yang Mulia mengabulkan seluruh
gugatan rekonvensi dari Pemohon Kasasi dalam Rekonvensi dan berkenan
menyatakan Termohon Kasasi dalam Rekonvensi telah melakukan
wanprestasi terhadap Pemohon Kasasi dalam Rekonvensi dan menghukum
Termohon Kasasidalam Rekonvensi untuk membayar utangnya kepada
Pemohon Kasasidalam Rekonvensi sebesar US$ 8.083.154 (delapan juta
delapan puluh tiga ribu seratus lima puluh empat Dollar Amerika Serikat)
secara tunai, sekaligus, dan seketika ditambah dengan bunga serta denda
keterlambatan sesuai dengan Loan Agreement (Perjanjian Pinjam
Meminjam);
Permohonan Sita Jaminan
95. Bahwa berdasarkan segala hal yang telah Pemohon Kasasi/semula
Pembanding/Tergugat dalam Konvensi/Penggugat dalam Rekonvensi,
uraikan di atas, jelas dan terbukti bahwa pertimbangan-pertimbangan hukum
dan Putusan Judex Facti telah salah dalam menerapkan hukum dan undang-
undang yang berlaku;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 75
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 76 dari 80 hal. Put. Nomor 1572 K/Pdt/2015
96. Bahwa Putusan Judex Facti juga sangat tidak mencerminkan rasa keadilan
terhadap Pemohon Kasasi/semulaPembanding/Tergugatdalam Konvensi/
Penggugat dalam Rekonvensi, di mana faktanya Termohon Kasasi/semula
Terbanding/Penggugat dalam Konvensi/Tergugat dalam Rekonvensi, telah
mencari alasan-alasan belaka dan tidak berdasar bahkan seolah-olah tidak
mengerti Loan Agreement yang telah disepakati dengan Pemohon
Kasasi/semula Pembanding/Tergugat dalam Konvensi/Penggugat dalam
Rekonvensi. Bahkan, faktanya Termohon Kasasi/semula Terbanding/
Penggugat dalam Konvensi/Tergugat dalam Rekonvensi, telah terlebih dahulu
wanprestasi. Hal tersebut jelas sangat merugikan Pemohon Kasasi/ semula
Pembanding/Tergugat dalam Konvensi/Penggugat dalam Rekonvensi;
97. Bahwa gugatan Pemohon Kasasi/semula Pembanding/Tergugat dalam
Konvensi/Penggugat dalam Rekonvensi didasarkan pada alas hukum yang
kuat dan didukung oleh bukti-bukti sah yang menunjukkan Termohon Kasasi/
semula Terbanding/Tergugat dalam Rekonvensi telah melakukan perbuatan
cidera janji (wanprestasi) kepada Pemohon Kasasi/ semula Pembanding/
Penggugat dalam Rekonvensi sebagaimana diatur dalam Loan Agreement
serta Pasal 1238 KUH Perdata. Sementara, terdapat dugaan yang beralasan
bahwa Termohon Kasasi/semula Terbanding/ Tergugat dalam Rekonvensi
akan mengalihkan harta kekayaannya untuk menjauhkan harta kekayaan
dari Pemohon Kasasi/ semula Pembanding/Penggugat dalam Rekonvensi,
maka kami mohon kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia untuk
meletakkan sita jaminan (conservatoir beslag) atas barang-barang bergerak
dan barang-barang tidak bergerak Termohon Kasasi/semula Terbanding/
Tergugat dalam Rekonvensi berdasarkan Pasal 227 ayat (1) HIR, sebagai
berikut:
a. Barang tidak bergerak, yaitu: (i) Bangunan dan tanah yang berlokasi di Sentra Niaga Puri Indah Blok
T3/1, Kembangan Jakarta Barat; dan
(ii) Bangunan dan tanah yang berlokasi di Jl. Green Ville AS 43 RT 008
RW 14, Duri Kepa, Jakarta Utara.
b. Barang bergerak, yaitu:
Mobil Toyota Kijang Innova Tahun 2007 plat nomor B 1879 PVA.
Pemohon Kasasi/semulaPembanding/Penggugat dalam Rekonvensi juga
mencadangkan haknya untuk meminta sita jaminan terhadap harta
kekayaan Termohon Kasasi/semula Terbanding/Tergugat dalam
Rekonvensi lainnya;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 76
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 77 dari 80 hal. Put. Nomor 1572 K/Pdt/2015
Berdasarkan segala sesuatu sebagaimana yang telah kami uraikan di
atas, Pemohon Kasasi/Pembanding/Tergugat dalam Konvensi/Penggugat
dalam Rekonvensi, mohon kepada Majelis Hakim pada Mahkamah Agung
Republik Indonesia yang Mulia berkenan untuk menjatuhkan putusan sebagai
berikut:
Petitum
Berdasarkan alasan-alasan Permohonan Kasasi sebagaimana tersebut di atas,
maka dengan ini Pemohon Kasasi mohon kepada Mahkamah Agung Republik
Indonesia cq Majelis Hakim Agung Yang Terhormat yang memeriksa dan
mengadili perkara a quo ini menjatuhkan putusan sebagai berikut:
Mengadili:
1. Menerima Permohonan Kasasi dari Pemohon Kasasi/semula Pembanding/
Tergugat dalam Konvensi/Penggugat dalam Rekonvensi, untuk seluruhnya;
2. Membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor
662/PDT/2014/PT DKI tanggal 4 Desember 2014 juncto Pengadilan Negeri
Jakarta Barat Nomor450/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Bar. tanggal 6 Maret 2014 untuk
seluruhnya;
Dengan Mengadili Sendiri
Dalam Konvensi
Dalam Eksepsi
1. Menerima Eksepsi Pemohon Kasasi/semula Pembanding/Tergugat dalam
Konvensi/Penggugat dalam Rekonvensi untuk seluruhnya;
2. Menolak Gugatan Termohon Kasasi/semula Terbanding/Penggugat dalam
Konvensi/Tergugat dalam Rekonvensi untuk seluruhnya atau setidak-
tidaknya dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard);
Dalam Pokok Perkara
1. Menolak Gugatan Termohon Kasasi/semula Terbanding/Penggugat dalam
Konvensi/Tergugat dalam Rekonvensi untuk seluruhnya atau setidak-
tidaknya dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard);
2. Menyatakan Loan Agreement tanggal 30 Juli 2010 antara Termohon Kasasi/
semula Terbanding/Penggugat dalam Konvensi/Tergugat dalam Rekonvensi
dan Pemohon Kasasi/semula Pembanding/Tergugat dalam Konvensi/
Penggugat dalam Rekonvensi, sah dan mengikat para pihak dengan segala
akibat hukumnya;
3. Menyatakan Jaminan Fidusia atas Benda yang termuat dalam Akta Perjanjian
Jaminan Fidusia atas Benda Nomor 77 tanggal 30 Juli 2010, yang dibuat di
hadapan Popie Savitri Martosuhardjo Pharmanto, S.H., Notaris di Jakarta,
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 77
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 78 dari 80 hal. Put. Nomor 1572 K/Pdt/2015
yang merupakan perjanjian ikutan (accesoir) dari Loan Agreement (Perjanjian
Pinjam Meminjam) yang telah didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia sah
dan mengikat para pihak dengan segala akibat hukumnya;
Dalam Rekonvensi
1. Mengabulkan gugatan Pemohon Kasasi/semula Pembanding/Tergugat dalam
Konvensi/Penggugat dalam Rekonvensi, untuk seluruhnya;
2. Menyatakan Loan Agreement (Perjanjian Pinjam Meminjam) tanggal 30 Juli
2010 antara Pemohon Kasasi/semula Pembanding/Tergugat dalam
Konvensi/Penggugat dalam Rekonvensi, dan Termohon Kasasi/semula
Terbanding/Penggugat dalam Konvensi/Tergugat dalam Rekonvensi, adalah
merupakan perjanjian yang sah dan mengikat para pihak dengan segala
akibat hukumnya;
3. Menyatakan Jaminan Fidusia atas Benda sebagaimana dinyatakan dalam
Akta Perjanjian Jaminan Fidusia atas Benda Nomor 77 pada tanggal 30 Juli
2010 yang dibuat di hadapan Popie Savitri Martosuhardjo Pharmanto, S.H.,
Notaris di Jakarta, yang merupakan perjanjian ikutan (accesoti) dari Loan
Agreement (Perjanjian Pinjam Meminjam) sah dan mengikat para pihak
dengan segala akibat hukumnya;
4. Menyatakan secara hukum bahwa Termohon Kasasi/semula Terbanding/
Penggugat dalam Konvensi/Tergugat dalam Rekonvensi, telah melakukan
cidera janji (wanprestasi) terhadap Pemohon Kasasi/semula Pembanding/
Tergugat dalam Konvensi/Penggugat dalam Rekonvensi;
5. Menghukum Termohon Kasasi/semula Terbanding/Penggugat dalam
Konvensi/Tergugat dalam Rekonvensi, karena telah melakukan cidera janji
(wanprestasi) untuk membayar seluruh kewajibannya berdasarkan Loan
Agreement (Perjanjian Pinjam Meminjam) kepada Pemohon Kasasi/semula
Pembanding/Tergugat dalam Konvensi/Penggugat dalam Rekonvensi,
sebesar US$ 8.083.154 (Delapan juta delapan puluh tiga ribu seratus lima
puluh empat Dollar Amerika Serikat) secara tunai, sekaligus, dan seketika
ditambah dengan bunga serta denda keterlambatan sesuai dengan Loan
Agreement (Perjanjian Pinjam Meminjam);
6. Menyatakan sah dan berharga atas sita jaminan (conservatoir beslag) atas
harta kekayaan berupa barang-barang bergerak dan barang-barang tidak
bergerak Termohon Kasasi/semula Terbanding/Penggugat dalam
Konvensi/Tergugat dalam Rekonvensi;
7. Menyatakan putusan dalam Gugatan Rekonvensi ini dapat dijalankan terlebih
dahulu (uitvoerbaar bijvoorraad verklaard) walaupun ada bantahan,
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 78
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 79 dari 80 hal. Put. Nomor 1572 K/Pdt/2015
perlawanan (verzet), dan kasasi;
Dalam Konvensi Dan Rekonvensi
- Menghukum Termohon Kasasi/semula Terbanding/Penggugat dalam
Konvensi/ Tergugat dalam Rekonvensi, untuk membayar seluruh biaya yang
timbul dalam perkara ini;
Atau apabila Majelis Hakim pada Mahkamah Agung Republik Indonesia yang
mulia berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono);
Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung
berpendapat:
Bahwa keberatan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah
meneliti secara seksama memori kasasi tanggal 4 Maret 2015 dan kontra
memori kasasi tanggal 24 Maret 2015 dihubungkan dengan pertimbangan
Judex Facti dalam hal ini pertimbangan Pengadilan Tinggi yang menguatkan
putusan Pengadilan Negeri tidak salah menerapkan hukum, dengan
pertimbangan sebagai berikut:
Bahwa perjanjian yang dibuat para pihak ditandatangani pada tanggal 30
Juli 2010, dibuat setelah diundangkannya Undang Undang Nomor 24 Tahun
2009 tertanggal 9 Juli 2009 yang mengsyaratkan harus dibuat dalam bahasa
Indonesia;
Bahwa faktanya Loan Agreement tersebut tidak dibuat dalam bahasa
Indonesia, hal ini membuktikan bahwa perjanjian yang dibuat para pihak
bertentangan dengan ketentuan Pasal 31 ayat (1) Undang Undang Nomor 24
Tahun 2009 sehingga dengan demikian perjanjian/Loan Agreement a quo
merupakan perjanjian yang dibuat berdasarkan sebab yang terlarang, sehingga
sesuai ketentuan Pasal 1335 juncto Pasal 1337 KUHPerdata perjanjian tersebut
batal demi hukum;
Bahwa Akta perjanjian Jaminan Fiducia atas benda tertanggal 30 Juli
2010 Nomor 77, yang merupakan perjanjian ikutan (accesoir) juga harus
dinyatakan batal demi hukum;
Bahwa selain itu alasan kasasi hanya pengulangan atas semua yang
telah dipertimbangkan dengan benar oleh Judex Facti;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, ternyata putusan
Judex Facti/Pengadilan Tinggi Jakarta yang menguatkan putusan Pengadilan
Negeri Jakarta Barat dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum
dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh
Pemohon Kasasi NINE AM, LTD. tersebut harus ditolak;
Menimbang, bahwa oleh karena permohonan kasasi dari Pemohon
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 79
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 80 dari 80 hal. Put. Nomor 1572 K/Pdt/2015
Kasasi ditolak dan Pemohon Kasasi ada di pihak yang kalah, maka Pemohon
Kasasi dihukum untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini;
Memperhatikan Undang Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman, Undang Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang
Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang Undang
Nomor 3 Tahun 2009 serta peraturan perundangan lain yang bersangkutan;
M E N G A D I L I: 1. Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi NINE AM. LTD tersebut;
2. Menghukum Pemohon Kasasi/Tergugat/Pembanding untuk membayar biaya
perkara dalam tingkat kasasi ini sejumlah Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah);
Demikianlah diputuskan dalam rapat musyawarah Majelis Hakim pada
hari Jum’at, tanggal 23 Oktober 2015 oleh Soltoni Mohdally, S.H., M.H., Hakim
Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis,
Dr. Nurul Elmiyah, S.H., M.H. dan Dr. H. Zahrul Rabain, S.H., M.H. Hakim-
Hakim Agung sebagai Hakim Anggota dan diucapkan dalam sidang terbuka
untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis dengan dihadiri Para Hakim
Anggota tersebut dan Yusticia Roza Puteri, S.H., M.H. Panitera Pengganti dan
tidak dihadiri oleh para pihak.
Hakim-Hakim Anggota: Ketua Majelis,
Ttd/ Ttd/
Dr. Nurul Elmiyah, S.H., M.H. Soltoni Mohdally, S.H., M.H.
Ttd/
Dr. H. Zahrul Rabain, S.H., M.H.
Panitera Pengganti,
Ttd/
Yusticia Roza Puteri, S.H.,M.H.
Biaya-biaya: 1. M e t e r a i ……………. Rp 6.000,00 2. R e d a k s i …………… Rp 5.000,00 3. Administrasi kasasi ……Rp489.000,00 Jumlah …….………………..Rp500.000,00
Untuk Salinan Mahkamah Agung RI
a.n. Panitera Panitera Muda Perdata
Dr.PRI PAMBUDI TEGUH,SH.,MH NIP 19610313 198803 1 003
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 80