,pembangkangan tubuh nasional k ~asa oleh · kadar bencana besar. di situ bebera ... culrup banyak...

1
KOMPAS, MINGGU, 1 JUNI 1997 Halaman 21 ,Pembangkangan Tubuh Nasional K EKERASAN dalarri kam- panye penlllihan urnurri 1997 diakui berbagai pihak sebagai yang terburuk dalam· sejarah pemi-· lihan urnurn' Indonesia. Lebih dari 200. nyawa menjadi korban. Entah beraparatus korban dan bera- pa besar kerugian, harta material yang ditanggling berbagai pihak. En- tah bagaiman.a harus menghitung' kerugian yang tidak bersifat badani- ah dan tidak bersifat bendawi. Semua itu memprihatinkan.Tapi itu pun belum menggambarkan selu- ruh duduk persoalan. Yang tak kalah sulit adalah memahami, membahas, dan menanggapi semua kejadian itu. Berbagai peristiwa ,itu bukan se- kadar bencana besar. Di situ bebera- pa macam peristiwa, malma, hasrat, siasat, dan oknum dari aneka warna sekaligus bertumpang-tindih. Baha- sa terbata-bata menghadapinya .. Sebagian besar kejadian padatiro- ni, paradoks, dan kontradiksi. Ada amarah dicampur humor. Ada luka- derita disambut tawa. Ada petugas bersenjata tak berkutik di hadapan seorang anak muda bertelanjang da- da yang menantang. Ada orang ter- kapar, ada hujan batu, hampir bersa- maan dengan mereka yang bergo- yang pinggul di jalan raya. Ada ke- pentingan besar yang dipertaruhkan di antara canda. Di sini demokrati-, , sasi festival berlangs).IDg lebih seru' daripada festival demokrasi.. ;tt** Oleh ,Ariel Heryanto' APA daya bahasa inenghadapi berbagai kekerasan itu? Terlaluba:" nyak hal yang tidak terkatakan. Apalagi dalam tulisan sependek dan sesederhana berikut ini. Setiap urai- an seperti ini dibebani' tUntutan SI KECIL - Apa boleh buat,di tengah zaman yang serba kebendaan, orang perlu tetap eksis. Mereka . yang boleh tak punya apa-apa bisa menggunakan tubuhnya, untuk media ekspresi. Coret-coret atau me- lukis tulJ:uh di atas adalai).: con,tohnya. " tampil dengan kerangka maian dl3.n· .'. " , .' . tata-bahasa yang jauh lebih' rapi bedaan berdasarkan identitas sosial daripada realitas yang gegap-gempi- pela1ru; sasaran, .corak gaya Ie., ta dan terpatah-patah. dakan, konteks historis, lokasi, ling:.: Ambil con toh istilah-istilah seperti kUp sepak-terjang, pemicu, apalagi "kerusuhan", "kebrutalan", "keberi- motivasi dan target yang ingin dica- ngasan" yang konon dilakukan pi- paL Dengan demikian tidak banyak hak yang disebut "massal". Istilah- . yang dapat dibicarakan secara . istilah ini sudah sering dihambur- urnurn pukul rata tentang "kebrutal- hamburkan dalam bahasa.kita. Teta- an" atau ".kekerasan" rriassal selama pi sejauhmana istilah-istilah umpat- masa kampanye pemilu. an seperti itu membantu kita mema- . Pembahasan baru bisa banyak, hami apa yang terjadi di tengah ma- mendalam dan bertanggung.:jawab syarakat? Jangan-jangan istilah-isti- bila dipertegas secara konkret: peris- lah itu dan kerangka berpikir yang tiwa kekerasim yang mana? Dengan membingkainya, tidakjauh beranjak demikian 'sebuah' pengkajian yang dan sebuah kebiasaan berwacana serius - bukan seperti yang'ditutur- yang hanya menyediakan pembe- kan di sini - membutuhkan rincian naran bagi aparat bersenjata un,tuk untuk setiap peristiwa penuh ben- menggunakan . kekerasan dengan trokan itu. mengatas namakan ketenangan dan Dari situ dapat dibedakan bebera- ketertiban urnum? pa corak peristiwa. Ada yang men- Sebaliknya di ujung ekstrem lain dekati gambaran baku jurnalistik culrup banyak komentar yang mero- dan keterangan resn1i pegawai pe- mantisir berbagai gejolak itu. Me- merintah: pendukung dua opp jum- nurut pengkisahan mereka, apa yang pa di tempat urnumdan bentrok ka- terjadi adalah ledakan "dendam ke- rena fanatisme berlebihan. Ada ben- sumat", "frustrasi membabi-buta", trok antara pendukung satu opp de- atau "perlawanan" kaurn tertindas, ngan aparat keamanan yang diang- rakyat jelata, arus bawahj atau mas· gap menghalang-halangi kegiatan sa mengambang. Lalu diberikan se- mereka. Ada sejumlah massa yang juinlah data sosiologis dan historis sengaja mampir ke beberapa' OP:p untuk mendukung teori mereka. Da- untuk sejuinlah pamrih recehan. ta-data itu tidak mengada-ada. Se- Masih ada lagi kategori peristiwa. muanya menggambarkan penderita- yang tak kalah menggemparkan di- an yang selama ini ditanggung kaurn prakarsai massa yang tak terlalu pe- bawahan. Seakan-akan dengan pe- duli dengan politik partai mana pun maparan alasan-alasan demikian, atau dengan aturan kampanye. Bu- maka berbagai kerusuhan itu diberi kannya mereka apolitis. Tetapi politik rasionalisasi dan pembenaran. mereka bukan politik kepartaian. Me- Apakah masalahnya sesederhana reka tak kalah giat dan galak dalam itu? Jika kita jujur, kita harus berani mengaduk-aduk keheningan kota. bertanya sejauh mana kerangka ber- Mereka tak selalu punya alasan jelas. pikir sosial-ekonomi 'seperti itu Kalaupun alasan itu ada, belum tentu mampu menjelaskan kompleksitas alasan itu disadari, dapat atau pernah realitas yang diacunya. Sejauh mana dirumuskan sebelumnya. Alasan itu hal itu memproyeksikan harapan, tidak selalu berakar pada kesenjang- corak dan aspirasi politik orang yang an sosial, politik, atau ekonomi. berkomentar? Betapa pun mulia as- Juga tidak harus dihapuskan sama pirasi semacam itu. sekali kemungkinan skenario lain Salah satu titik berangkat yang yang menampilkan agen provokasi dapat dipakai untuk membahas ren- dari pihak aparat negara sendiri di tetan peristiwa itu adalah menyadari balik sejumlah kerusuhah itu. Se- dan membuat kesepakatan, berbagai muanya mungkin terjadi, bahkan peristiwa itu tidak seragam. Ada per- mungkin sudah ambil bagian dalam pefa'besar,'lkerusuhan" selama masa kampanye. Politik praktis di Indone- -siaberlangsung diluar lembaga yang secara resmi disebut politik, misal- nya partai, parlemen, atau pemilihan urnurn. Masa kampanye yang murah meriah kaya akah peristiwa artistik,. kultural, binal dan sekaligus apolitis. Maka acara itu pantas disaksikan ti- dak hanya pengamat atau sarjana il'- mu politik, tetapi juga kritilms seni, fotografer, perawat, mobil ambulans dan petugas pemadam kebakaran. *** SETELAH dihujani liputan tentang kekerasan kampanye pemilu, ada bailmya kita simak sejumlah peristi- wa lain yang seakan-akan tampak ga- rang dan keras. Di sebagian tempat memang terjadi penyerouan terhadap orang, kantor, dan atribut OPP terten- tu. Korban berjatuhan, kerusakan tak terbantahkan. Tetapi tidak sedikit pe- nstiwa pembakaran yang mengambil sasaran ban mobil. Tak lebih. Selintas, pembakaran ban seperti pengusungan keranda "demokrasi" memberi kesan angker dan ganas. Sesekali mereka menunda laju lalu- lintas dan mengintimidasi ketertiban kota. Tetapi, pembakaran ban dan pengusungan keranda demokrasi di beberapa tempat, hanya terhenti di situ. Tak ada yang disakiti. Seniua hanya sebuah pernyataan politik di temp at publik. Seperti pembakaran dupa, pembakaran boneka efigi dan kertas, sebuah pidato di sidang par- lemen, sebuah kalimat grafiti di tem- bok WC urnurn, atau musik di pang- gung kampanye. Kalau ,itu merupakan sebuah wa- cana politik, apa pesan yang maudi- katakan? Kepadasiapa pesan itu di- tujukan?Sekali lagi, kita tidak . mungkin merangkum berbagai pe- ristiwa yang majemuk dalam sebuah rumusan tunggal. Yangjelas, salah satu yang menonjol dari berbagai hiruk pikuk itu adalah pernyataan -dari massa mengambang kepada se- sama massa mengambang. lsinya, se- buah proklamasi kemerdekaan. Se- buah kegembiraan dan perayaan me- " naklUkkan Wnayah publik untuk be- berapa jam atau hari, membebaskan wilayah itu'dari kekuasaan negara, dan mengambangkan segala aturan yang biasa berlaku di situ. Ini. mirip sebuah kudetaterbatas dan sejenak. Kadang-kadang dengan kekerasan, huj'an batu, dan pem- bakaran kantor. Kadang dengan pembakaran ban mobil, menduduld ruas jalan raya dan berjoget ria atau tidur-tiduran - di tengah jalan raya yang selama lima tahun sedikit pun menghor:mati pejalan kaki. Se- buah pembangkangan nasional. Sudah jelas-jelas dilarang mela- kUkan arak-arakan, masih tetap sa- ja mereka buat festival. Tetapi pembangkangan - seperti ini tidak dengan serta merta dapat dibaca sebagai sebuah perlawanan yang sengaja ditujulmn terhadap peme- rintah atau Golkar. Mungkin yang pertama dan utama dilawan adalah kebosanan atau kejenuhan. Yang dikejar adalah penyegaran, bukan perubahan sosial. Dan persis seperti telah dilmta- kan sejurnlah pengamat, pembang- kangan seperti itu, seperti uap pa- nas yang mengepul ke udara. Hanya sejenak menggeliat di angkasa lalu lenyap ditelan angin. Bukari saja mereka tidak mengarahkan pem- bangkangan terhadap musuh ter- tentu. Mereka juga tidak mewakili atau terwakili lembaga-lembaga yang ada. Mereka mengambang da- lam arti setuntas-tuntasnya! lni bu- kan berarti ketidak-berdayaan. de- ngan harga mati. Dalam statusnya sebagai mass a mengambang, mere- ka menguasai ruang publik sejenak dan membuat seluruh lembaga yang resmi tak berkutik. *** lTULAH sebabnya, dalam keselu- ruhan hiruk-pikuk festival itu tubuh meniadi bahan aksesori paling me- nonjol dalam gebrakan mereka. Co- rat-coret tubuh, ter:masuk batok ke- pala yang digtmdul, atau cukur ram- but yang diukir dengan ikon terten- tu, bukan barang baru dalam sejarah kampanye pemilu Indonesia., Yang baru dalam kampanye 1997 adalah skala popularitas dan penyebaran gejala itu secara menonjol. Spanduk dan bendera OPP bisa di- pasang pagi, tetapiditumbangkan siangnya oleh pihak .lain. Kaos t- shirt berlogo OPP, seperti halriya ba- ju loreng, bisa dicabik, dipinjainkan, dipertukarkan atau dilucuti keamanan. Selebaran gelap dan pos- ter bisa dirampas. Namun ketika massa mengambang, arUs bawah, atau apalah nama mereka itumemi- lih tubuh sendiri han bicara, atau penanda (signifier) di saat itu menyodorkan wacana lain. Konyol bila seorang pengamat kampanye memusatkan perhatian .semata7mata pada kata-kata atau gambar pada dada, punggung, le- ngan, pipi, dahi, atau batok kepala mereka. Bukan pada tindakan ko- munikatif mereka yang memper- taruhkan benteng terakhir eksistensi manusia: tubuh sendin! Di sini kita disadarkan, kampanye bukan seka- dar peristiwa politik. Bukan juga se- mata-mata festival kesenian atau ke- budayaan yang menguhdang diskusi estetika politik. Di tengah maraknya kapitalisme global,seperti sekarang, tubuh men- jadi lambapg universal kekuatan buruh dan kaurn bawahan lainnya. Tubuh menjadi satu-satunya modal kerja dan harta terakhir yang ter- sisa di ujung eksistensi homo eco· nomicus. Wacana ini mengguling- kan rezim ikon-ikon partai politik seperti banteng, bintang, atau beri- ngin yang diberi makna-malma dar hasil olah-otak dan peradabar kaurn sekolahan. Setahun lalu menjelang penyer- buan kantor pusat PD1, ribuan anal< muda pendukung Megawati mem- bubUhkan cap jempol dengan daral: meteka sendiri. Di situ bagian dar: tubuh diungkapkan ke luar, dijadi- kan . perantara untuk membentul< teks di atas selembar kain. Yang ter- jadi pada kampanye 1997 sebalik- nya: bahasa ditarik ke tubuh, dan tu- buh dijadikan teks itu sendiri. Tanpe jasa perantaraan bahasa. Kampanye pemilihan umum diboy. ong ke layar televisL Jelas pemerintal ingin membersihkan acara pemilu da· ri politik pertubuhan. Dengan men· televisi-kan kampanye, mereka hanya punya tubuh tak lagi tempat ambil bagian. Ruang publil dibekUkan, dan studio pemancar dia· gungkan sebagai pusat percaturar politik yang sah. Dalam kampanYE yang ditelevisikan, publik hanya nerima pancaran pijar-pijar sinar d depan layar kaca. Banjir tekstual yan E tak berdaging, berkeringat, berdaral: dan tak berpijak c:Jl alun-alun kota Tindakan massa bulan lalu·merupa· kan pembangkangan terhadap siasal televisinisasi kampanye. Perebutar kekuasaan rang publik di kota. Kampanye, terbukti bisa lebih se· rius daripada yang dimaksudkar panitianya dan diduga para oposar maupun pengamat asing yang sillis Dan seriusnya bisa berbeda jam dari apa yang dirumuskan panitif itu dan dikampanyekan OPP. Kon- testan bukan lagi tiga yang puny, tanda gambar, tapi'banyak. Aturar dan jadwal kontestasi yang nyata d lapangan itu tidak lagi mengikut keputusan resmi negara. Wacam tubuh merupakan sebuah pernya- taan politik paling primordial, pa- ling vulgar, paling otentik, sekali gus paling blak-blakan terhadaI kapitalisme global. Dalam demikian angka-angka korban dar laporan tentang kekerasan jasma· niah adalah gema bicara yang serak dan menghentak. .. Ariel Heryanto, antropolog so sial, pengajar di Universitas Nasiona Singapura. Diunduh dari <arielheryanto.wordpress.com>

Upload: dangquynh

Post on 09-Mar-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ,Pembangkangan Tubuh Nasional K ~asa Oleh · kadar bencana besar. Di situ bebera ... culrup banyak komentar yang mero- dan keterangan resn1i pegawai pe ... maka berbagai kerusuhan

KOMPAS, MINGGU, 1 JUNI 1997 Halaman 21

,Pembangkangan Tubuh Nasional

K EKERASAN dalarri ~asa kam­panye penlllihan urnurri 1997 diakui berbagai pihak sebagai

yang terburuk dalam· sejarah pemi-· lihan urnurn' Indonesia. Lebih dari 200. nyawa menjadi korban. Entah beraparatus korban luka~ dan bera­pa besar kerugian, harta material yang ditanggling berbagai pihak. En­tah bagaiman.a harus menghitung' kerugian yang tidak bersifat badani­ah dan tidak bersifat bendawi.

Semua itu memprihatinkan.Tapi itu pun belum menggambarkan selu­ruh duduk persoalan. Yang tak kalah sulit adalah memahami, membahas, dan menanggapi semua kejadian itu. Berbagai peristiwa ,itu bukan se­kadar bencana besar. Di situ bebera­pa macam peristiwa, malma, hasrat, siasat, dan oknum dari aneka warna sekaligus bertumpang-tindih. Baha­sa terbata-bata menghadapinya ..

Sebagian besar kejadian padatiro­ni, paradoks, dan kontradiksi. Ada amarah dicampur humor. Ada luka­derita disambut tawa. Ada petugas bersenjata tak berkutik di hadapan seorang anak muda bertelanjang da­da yang menantang. Ada orang ter­kapar, ada hujan batu, hampir bersa­maan dengan mereka yang bergo­yang pinggul di jalan raya. Ada ke­pentingan besar yang dipertaruhkan di antara canda. Di sini demokrati-, , sasi festival berlangs).IDg lebih seru' daripada festival demokrasi..

;tt**

Oleh ,Ariel Heryanto'

AP A daya bahasa inenghadapi berbagai kekerasan itu? Terlaluba:" nyak hal yang tidak terkatakan. Apalagi dalam tulisan sependek dan sesederhana berikut ini. Setiap urai­an seperti ini dibebani' tUntutan

EKSISTEN~H SI KECIL - Apa boleh buat,di tengah zaman yang serba kebendaan, orang perlu tetap eksis. Mereka . yang boleh ~ibilang tak punya apa-apa bisa menggunakan tubuhnya, untuk media ekspresi. Coret-coret atau me­lukis tulJ:uh 'sep~ di atas adalai).: con,tohnya. "

tampil dengan kerangka maian dl3.n· .'. " , .' . tata-bahasa yang jauh lebih' rapi bedaan berdasarkan identitas sosial daripada realitas yang gegap-gempi- pela1ru; sasaran, .corak d~n gaya Ie., ta dan terpatah-patah. dakan, konteks historis, lokasi, ling:.:

Ambil con toh istilah-istilah seperti kUp sepak-terjang, pemicu, apalagi "kerusuhan", "kebrutalan", "keberi- motivasi dan target yang ingin dica­ngasan" yang konon dilakukan pi- paL Dengan demikian tidak banyak hak yang disebut "massal". Istilah- . yang dapat dibicarakan secara . istilah ini sudah sering dihambur- urnurn pukul rata tentang "kebrutal­hamburkan dalam bahasa.kita. Teta- an" atau ".kekerasan" rriassal selama pi sejauhmana istilah-istilah umpat- masa kampanye pemilu. an seperti itu membantu kita mema- . Pembahasan baru bisa banyak, hami apa yang terjadi di tengah ma- mendalam dan bertanggung.:jawab syarakat? Jangan-jangan istilah-isti- bila dipertegas secara konkret: peris­lah itu dan kerangka berpikir yang tiwa kekerasim yang mana? Dengan membingkainya, tidakjauh beranjak demikian 'sebuah' pengkajian yang dan sebuah kebiasaan berwacana serius - bukan seperti yang'ditutur­yang hanya menyediakan pembe- kan di sini - membutuhkan rincian naran bagi aparat bersenjata un,tuk untuk setiap peristiwa penuh ben­menggunakan . kekerasan dengan trokan itu. mengatas namakan ketenangan dan Dari situ dapat dibedakan bebera-ketertiban urnum? pa corak peristiwa. Ada yang men-

Sebaliknya di ujung ekstrem lain dekati gambaran baku jurnalistik culrup banyak komentar yang mero- dan keterangan resn1i pegawai pe­mantisir berbagai gejolak itu. Me- merintah: pendukung dua opp jum­nurut pengkisahan mereka, apa yang pa di tempat urnumdan bentrok ka­terjadi adalah ledakan "dendam ke- rena fanatisme berlebihan. Ada ben­sumat", "frustrasi membabi-buta", trok antara pendukung satu opp de­atau "perlawanan" kaurn tertindas, ngan aparat keamanan yang diang­rakyat jelata, arus bawahj atau mas· gap menghalang-halangi kegiatan sa mengambang. Lalu diberikan se- mereka. Ada sejumlah massa yang juinlah data sosiologis dan historis sengaja mampir ke beberapa' OP:p untuk mendukung teori mereka. Da- untuk sejuinlah pamrih recehan. ta-data itu tidak mengada-ada. Se- Masih ada lagi kategori peristiwa. muanya menggambarkan penderita- yang tak kalah menggemparkan di­an yang selama ini ditanggung kaurn prakarsai massa yang tak terlalu pe­bawahan. Seakan-akan dengan pe- duli dengan politik partai mana pun maparan alasan-alasan demikian, atau dengan aturan kampanye. Bu­maka berbagai kerusuhan itu diberi kannya mereka apolitis. Tetapi politik rasionalisasi dan pembenaran. mereka bukan politik kepartaian. Me-

Apakah masalahnya sesederhana reka tak kalah giat dan galak dalam itu? Jika kita jujur, kita harus berani mengaduk-aduk keheningan kota. bertanya sejauh mana kerangka ber- Mereka tak selalu punya alasan jelas. pikir sosial-ekonomi 'seperti itu Kalaupun alasan itu ada, belum tentu mampu menjelaskan kompleksitas alasan itu disadari, dapat atau pernah realitas yang diacunya. Sejauh mana dirumuskan sebelumnya. Alasan itu hal itu memproyeksikan harapan, tidak selalu berakar pada kesenjang­corak dan aspirasi politik orang yang an sosial, politik, atau ekonomi. berkomentar? Betapa pun mulia as- Juga tidak harus dihapuskan sama pirasi semacam itu. sekali kemungkinan skenario lain

Salah satu titik berangkat yang yang menampilkan agen provokasi dapat dipakai untuk membahas ren- dari pihak aparat negara sendiri di tetan peristiwa itu adalah menyadari balik sejumlah kerusuhah itu. Se­dan membuat kesepakatan, berbagai muanya mungkin terjadi, bahkan peristiwa itu tidak seragam. Ada per- mungkin sudah ambil bagian dalam

pefa'besar,'lkerusuhan" selama masa kampanye. Politik praktis di Indone­

-siaberlangsung diluar lembaga yang secara resmi disebut politik, misal­nya partai, parlemen, atau pemilihan urnurn. Masa kampanye yang murah meriah kaya akah peristiwa artistik,. kultural, binal dan sekaligus apolitis. Maka acara itu pantas disaksikan ti­dak hanya pengamat atau sarjana il'­mu politik, tetapi juga kritilms seni, fotografer, perawat, mobil ambulans dan petugas pemadam kebakaran.

*** SETELAH dihujani liputan tentang

kekerasan kampanye pemilu, ada bailmya kita simak sejumlah peristi­wa lain yang seakan-akan tampak ga­rang dan keras. Di sebagian tempat memang terjadi penyerouan terhadap orang, kantor, dan atribut OPP terten­tu. Korban berjatuhan, kerusakan tak terbantahkan. Tetapi tidak sedikit pe­nstiwa pembakaran yang mengambil sasaran ban mobil. Tak lebih.

Selintas, pembakaran ban seperti pengusungan keranda "demokrasi" memberi kesan angker dan ganas. Sesekali mereka menunda laju lalu­lintas dan mengintimidasi ketertiban kota. Tetapi, pembakaran ban dan pengusungan keranda demokrasi di beberapa tempat, hanya terhenti di situ. Tak ada yang disakiti. Seniua hanya sebuah pernyataan politik di temp at publik. Seperti pembakaran dupa, pembakaran boneka efigi dan kertas, sebuah pidato di sidang par­lemen, sebuah kalimat grafiti di tem­bok WC urnurn, atau musik di pang­gung kampanye.

Kalau ,itu merupakan sebuah wa­cana politik, apa pesan yang maudi­katakan? Kepadasiapa pesan itu di­tujukan?Sekali lagi, kita tidak

. mungkin merangkum berbagai pe­ristiwa yang majemuk dalam sebuah rumusan tunggal. Yangjelas, salah satu yang menonjol dari berbagai hiruk pikuk itu adalah pernyataan -dari massa mengambang kepada se­sama massa mengambang. lsinya, se­buah proklamasi kemerdekaan. Se­buah kegembiraan dan perayaan me-

" naklUkkan Wnayah publik untuk be­berapa jam atau hari, membebaskan wilayah itu'dari kekuasaan negara, dan mengambangkan segala aturan yang biasa berlaku di situ.

Ini. mirip sebuah kudetaterbatas dan sejenak. Kadang-kadang dengan kekerasan, huj'an batu, dan pem­bakaran kantor. Kadang dengan pembakaran ban mobil, menduduld ruas jalan raya dan berjoget ria atau tidur-tiduran -di tengah jalan raya yang selama lima tahun ~ak sedikit pun menghor:mati pejalan kaki. Se­buah pembangkangan nasional.

Sudah jelas-jelas dilarang mela­kUkan arak-arakan, masih tetap sa­ja mereka buat festival. Tetapi pembangkangan -seperti ini tidak dengan serta merta dapat dibaca sebagai sebuah perlawanan yang sengaja ditujulmn terhadap peme­rintah atau Golkar. Mungkin yang pertama dan utama dilawan adalah kebosanan atau kejenuhan. Yang dikejar adalah penyegaran, bukan perubahan sosial.

Dan persis seperti telah dilmta­kan sejurnlah pengamat, pembang­kangan seperti itu, seperti uap pa­nas yang mengepul ke udara. Hanya sejenak menggeliat di angkasa lalu lenyap ditelan angin. Bukari saja mereka tidak mengarahkan pem­bangkangan terhadap musuh ter­tentu. Mereka juga tidak mewakili atau terwakili lembaga-lembaga yang ada. Mereka mengambang da­lam arti setuntas-tuntasnya! lni bu­kan berarti ketidak-berdayaan. de­ngan harga mati. Dalam statusnya sebagai mass a mengambang, mere­ka menguasai ruang publik sejenak dan membuat seluruh lembaga yang resmi tak berkutik.

*** lTULAH sebabnya, dalam keselu­

ruhan hiruk-pikuk festival itu tubuh meniadi bahan aksesori paling me­nonjol dalam gebrakan mereka. Co­rat-coret tubuh, ter:masuk batok ke­pala yang digtmdul, atau cukur ram­but yang diukir dengan ikon terten­tu, bukan barang baru dalam sejarah

kampanye pemilu Indonesia., Yang baru dalam kampanye 1997 adalah skala popularitas dan penyebaran gejala itu secara menonjol.

Spanduk dan bendera OPP bisa di­pasang pagi, tetapiditumbangkan siangnya oleh pihak .lain. Kaos t­shirt berlogo OPP, seperti halriya ba­ju loreng, bisa dicabik, dipinjainkan, dipertukarkan atau dilucuti pe~ugas keamanan. Selebaran gelap dan pos­ter bisa dirampas. Namun ketika massa mengambang, arUs bawah, atau apalah nama mereka itumemi­lih tubuh sendiri seD~gai'abIad,ba­han bicara, atau penanda (signifier) di saat itu menyodorkan wacana lain.

Konyol bila seorang pengamat kampanye memusatkan perhatian .semata7mata pada kata-kata atau gambar pada dada, punggung, le­ngan, pipi, dahi, atau batok kepala mereka. Bukan pada tindakan ko­munikatif mereka yang memper­taruhkan benteng terakhir eksistensi manusia: tubuh sendin! Di sini kita disadarkan, kampanye bukan seka­dar peristiwa politik. Bukan juga se­mata-mata festival kesenian atau ke­budayaan yang menguhdang diskusi estetika poli tik.

Di tengah maraknya kapitalisme global,seperti sekarang, tubuh men­jadi lambapg universal kekuatan buruh dan kaurn bawahan lainnya. Tubuh menjadi satu-satunya modal kerja dan harta terakhir yang ter­sisa di ujung eksistensi homo eco· nomicus. Wacana ini mengguling­kan rezim ikon-ikon partai politik seperti banteng, bintang, atau beri­ngin yang diberi makna-malma dar hasil olah-otak dan peradabar kaurn sekolahan.

Setahun lalu menjelang penyer­buan kantor pusat PD1, ribuan anal< muda pendukung Megawati mem­bubUhkan cap jempol dengan daral: meteka sendiri. Di situ bagian dar: tubuh diungkapkan ke luar, dijadi­kan . perantara untuk membentul< teks di atas selembar kain. Yang ter­jadi pada kampanye 1997 sebalik­nya: bahasa ditarik ke tubuh, dan tu­buh dijadikan teks itu sendiri. Tanpe jasa perantaraan bahasa.

Kampanye pemilihan umum diboy. ong ke layar televisL Jelas pemerintal ingin membersihkan acara pemilu da· ri politik pertubuhan. Dengan men· televisi-kan kampanye, mereka yan~ hanya punya tubuh tak lagi puny~ tempat ambil bagian. Ruang publil dibekUkan, dan studio pemancar dia· gungkan sebagai pusat percaturar politik yang sah. Dalam kampanYE yang ditelevisikan, publik hanya m~ nerima pancaran pijar-pijar sinar d depan layar kaca. Banjir tekstual yanE tak berdaging, berkeringat, berdaral: dan tak berpijak c:Jl alun-alun kota Tindakan massa bulan lalu·merupa· kan pembangkangan terhadap siasal televisinisasi kampanye. Perebutar kekuasaan rang publik di kota.

Kampanye, terbukti bisa lebih se· rius daripada yang dimaksudkar panitianya dan diduga para oposar maupun pengamat asing yang sillis Dan seriusnya bisa berbeda jam dari apa yang dirumuskan panitif itu dan dikampanyekan OPP. Kon­testan bukan lagi tiga yang puny, tanda gambar, tapi'banyak. Aturar dan jadwal kontestasi yang nyata d lapangan itu tidak lagi mengikut keputusan resmi negara. Wacam tubuh merupakan sebuah pernya­taan politik paling primordial, pa­ling vulgar, paling otentik, sekali gus paling blak-blakan terhadaI kapitalisme global. Dalam wacan~ demikian angka-angka korban dar laporan tentang kekerasan jasma· niah adalah gema bicara merek~ yang serak dan menghentak.

.. Ariel Heryanto, antropolog so sial, pengajar di Universitas Nasiona Singapura.

Diunduh dari <arielheryanto.wordpress.com>