pembahasan.docx

48
BAB I 1.1 Pendahulan Sistem pemerintahan mempunyai sistem dan tujuan untuk menjaga suatu kestabilan negara itu. Namun di beberapa negara sering terjadi tindakan separatisme karena sistem pemerintahan yang dianggap memberatkan rakyat ataupun merugikan rakyat. Sistem pemerintahan mempunyai pondasi yang kuat dimana tidak bisa diubah dan menjadi statis. Jika suatu pemerintahan mempunyai sistem pemerintahan yang statis, absolut maka hal itu akan berlangsung selama- lamanya hingga adanya desakan kaum minoritas untuk memprotes hal tersebut. Secara luas berarti sistem pemerintahan itu menjaga kestabilan masyarakat, menjaga tingkah laku kaum mayoritas maupun minoritas, menjaga pondasi pemerintahan, menjaga kekuatan politik, pertahanan, ekonomi, keamanan sehingga menjadi sistem pemerintahan yang kontiniu dan demokrasi dimana seharusnya masyarakat bisa ikut turut andil dalam pembangunan sistem pemerintahan tersebut. Hingga saat ini hanya sedikit negara yang bisa mempraktikkan sistem pemerintahan itu secara menyeluruh. Secara sempit, sistem pemerintahan hanya sebagai sarana kelompok untuk menjalankan roda pemerintahan guna menjaga kestabilan negara dalam waktu relatif lama dan mencegah adanya perilaku reaksioner maupun radikal dari rakyatnya itu sendiri. 1.2 Sejarah Indonesia a. Sebelum kedatangan bangsa Eropa Dalam catatan bangsa Tionghoa kawasan kepulauan Indonesia dinamai Nan-hai (Kepulauan Laut Selatan). Berbagai catatan kuno bangsa India menamai kepulauan ini Dwipantara (Kepulauan Tanah Seberang). Nama yangditurunkan dari kata Sansekerta Ddwipa (pulau) dan Antara (luar, seberang). Kisah Ramayana karya pujangga Valmiki yang termasyhur itu menceritakan pencarian terhadap Sinta, istri Ramayang diculik Ravana, sampai ke 1

Upload: sandes-onlyy

Post on 28-Nov-2015

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pembahasan.docx

BAB I

1.1 Pendahulan

Sistem pemerintahan mempunyai sistem dan tujuan untuk menjaga

suatu kestabilan negara itu. Namun di beberapa negara sering terjadi tindakan

separatisme karena sistem pemerintahan yang dianggap memberatkan rakyat

ataupun merugikan rakyat. Sistem pemerintahan mempunyai pondasi yang kuat

dimana tidak bisa diubah dan menjadi statis. Jika suatu pemerintahan mempunyai

sistem pemerintahan yang statis, absolut maka hal itu akan berlangsung selama-

lamanya hingga adanya desakan kaum minoritas untuk memprotes hal tersebut.

Secara luas berarti sistem pemerintahan itu menjaga kestabilan

masyarakat, menjaga tingkah laku kaum mayoritas maupun minoritas, menjaga

pondasi pemerintahan, menjaga kekuatan politik, pertahanan, ekonomi,

keamanan sehingga menjadi sistem pemerintahan yang kontiniu dan demokrasi

dimana seharusnya masyarakat bisa ikut turut andil dalam pembangunan

sistem pemerintahan tersebut. Hingga saat ini hanya sedikit negara yang bisa

mempraktikkan sistem pemerintahan itu secara menyeluruh. Secara sempit,

sistem pemerintahan hanya sebagai sarana kelompok untuk menjalankan roda

pemerintahan guna menjaga kestabilan negara dalam waktu relatif lama dan

mencegah adanya perilaku reaksioner maupun radikal dari rakyatnya itu sendiri.

1.2 Sejarah Indonesia

a. Sebelum kedatangan bangsa Eropa

Dalam catatan bangsa Tionghoa kawasan kepulauan Indonesia dinamai

Nan-hai (Kepulauan Laut Selatan). Berbagai catatan kuno bangsa India menamai

kepulauan ini Dwipantara (Kepulauan Tanah Seberang). Nama yangditurunkan

dari kata Sansekerta Ddwipa (pulau) dan Antara (luar, seberang).

Kisah Ramayana karya pujangga Valmiki yang termasyhur itu

menceritakan pencarian terhadap Sinta, istri Ramayang diculik Ravana, sampai ke

1

Page 2: Pembahasan.docx

Suwarnadwipa (Pulau Emas, yaitu Sumatra sekarang) yang terletak di Kepulauan

Dwipantara.

Bangsa Arab menyebut tanah air kita Jaza’ir al-Jawi (Kepulauan Jawa).

Nama Latin untuk kemenyan adalah benzoe, berasal dari bahasa Arab luban

jawi(kemenyan Jawa), sebab para pedagang Arab memperoleh kemenyan dari

batang pohon Styrax sumatrana yang dahulu hanya tumbuh di Sumatra.

Sampai hari ini jemaah kita masih sering dipanggil “Jawa” oleh orang

Arab. Bahkan orang Indonesia luar Jawa sekalipun. “Samathrah, Sholibis,

Sundah, kulluh Jawi (Sumatera, Sulawesi , Sunda, semuanya Jawa)” kata seorang

pedagang di Pasar Seng, Mekah.

b. Masa kedatangan Bangsa Eropa

Lalu tibalah zaman kedatangan orang Eropa ke Asia. Bangsa-bangsa

Eropa yang pertama kali datang itu beranggapan bahwa Asia hanya terdiri dari

Arab, Persia, India, dan Cina. Bagi mereka, daerah yang terbentang luas antara

Persia dan Cina semuanya adalah Hindia”. Semenanjung Asia Selatan mereka

sebut “Hindia Muka” dan daratan Asia Tenggara dinamai “Hindia Belakang”.

Sedangkan tanah air kita memperoleh nama “Kepulauan Hindia” (Indische

Archipel, Indian Archipelago, l’Archipel Indien) atau “Hindia Timur” (Oost,

Indie, East Indies, Indes Orientales). Nama lain yang juga dipakai adalah

“Kepulauan Melayu” (Maleische Archipel, Malay Archipelago , l’Archipel

Malais).

Ketika tanah air kita terjajah oleh bangsa Belanda, nama resmi yang

digunakan adalah Nederlandsch- Indie (Hindia Belanda), sedangkan pemerintah

pendudukan Jepang 1942-1945 memakai istilah To-Indo (Hindia Timur).

c. Berbagai Usulan Nama

Eduard Douwes Dekker (1820-1887), yang dikenal dengan nama samaran

Multatuli, pernah mengusulkan nama yang spesifik untuk menyebutkan kepulauan

tanah air kita, yaitu Insulinde, yang artinya juga “Kepulauan Hindia” (bahasa

Latin insula berarti pulau).

2

Page 3: Pembahasan.docx

Tetapi rupanya nama Insulinde ini kurang populer. Bagi orang Bandung,

Insulinde mungkin cuma dikenal sebagai nama toko buku yang pernah ada di

Jalan Otista.

Pada tahun 1920-an, Ernest Francois Eugene Douwes Dekker (1879-

1950), yang kita kenal sebagai Dr. Setiabudi (beliau adalah cucu dari adik

Multatuli), memopulerkan suatu nama untuk tanah air kita yang tidak

mengandung unsur kata “ India ”. Nama itu tiada lain adalah Nusantara, suatu

istilah yang telah tenggelam berabad-abad lamanya.

Setiabudi mengambil nama itu dari Pararaton, naskah kuno zaman

Majapahit yang ditemukan di Bali pada akhir abad ke-19 Lalu diterjemahkan oleh

J.L.A. Brandes dan diterbitkan oleh Nicholaas Johannes Krom pada tahun 1920.

Namun perlu dicatat bahwa pengertian Nusantara yang diusulkan

Setiabudi jauh berbeda dengan pengertian, nusantara zaman Majapahit. Pada

masa Majapahit Nusantara digunakan untuk menyebutkan pulau-pulau di luar

Jawa (antara dalam bahasa Sansekerta artinya luar, seberang) sebagai lawan dari

awadwipa( Pulau Jawa).

Kita tentu pernah mendengar Sumpah Palapa dari Gajah Mada, ”Lamun

huwus kalah nusantara, isun amukti palapa” (Jika telah kalah pulau-pulau

seberang, barulah saya menikmati istirahat). Oleh Dr. Setiabudi katanusantara

zaman Majapahit yang berkonotasi jahiliyah itu diberi pengertian yang

nasionalistis.

Dengan mengambil kata Melayu asli antara, maka Nusantara kini memiliki

arti yang baru yaitu “nusa di antara dua benua dan dua samudra”, sehingga Jawa

pun termasuk dalam definisi nusantara yang modern.

Istilah nusantara dari Setiabudi ini dengan cepat menjadi populer

penggunaannya sebagai alternatif dari nama Hindia Belanda. Sampai hari ini

istilah nusantara tetap kita pakai untuk menyebutkan wilayah tanah air kita dari

Sabang sampai Merauke. Tetapi nama resmi bangsa dan negara kita adalah

Indonesia . Kini akan kita telusuri dari mana gerangan nama yang sukar bagi lidah

Melayu ini muncul.

3

Page 4: Pembahasan.docx

d. Nama Indonesia

Pada tahun 1847 di Singapura terbit sebuah majalah ilmiah tahunan,

Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia (JIAEA), yang dikelola

oleh James Richardson Logan (1819-1869), orang Skotlandia yang meraih

sarjana hukum dari Universitas Edinburgh. Kemudian pada tahun 1849

seorang ahli etnologi bangsa Inggris, George Samuel Windsor Earl (1813-

1865),menggabungkan diri sebagai redaksi majalah JIAEA.

James Richardson Logan

Dalam JIAEA Volume IV tahun 1850, halaman 66-74, Earl menulis artikel

On the Leading Characteristics of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian

Nations. Dalam artikelnya itu Earl menegaskan bahwa sudah tiba saatnya bagi

penduduk Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu untuk memiliki nama khas

(a distinctive name), sebab nama Hindia Tidaklah tepat dan sering rancu dengan

penyebutan India yang lain. Earl mengajukan dua pilihan nama: Indunesia atau

Malayunesia (nesos dalam bahasa Yunani berarti Pulau).

Pada halaman 71 artikelnya itu tertulis: … the inhabitants of the Indian

Archipelago or malayan Archipelago would become respectively Indunesians or

Malayunesians.

Earl sendiri menyatakan memilih nama Malayunesia (Kepulauan Melayu)

daripada Indunesia (Kepulauan Hindia), sebab Malayunesia sangat tepat untuk ras

Melayu, sedangkan Indunesia bisa juga digunakan untuk Ceylon (Srilanka) dan

Maldives (Maladewa). Lagi pula, kata Earl, bukankah bahasa Melayu dipakai di

seluruh kepulauan ini? Dalam tulisannya itu Earl memang menggunakan istilah

Malayunesia dan tidak memakai istilah Indunesia. Dalam JIAEA Volume IV itu

juga, halaman 252-347, James Richardson Logan menulis artikel The Ethnology

of the Indian Archipelago. Pada awal tulisannya, Logan pun menyatakan perlunya

nama khas bagi kepulauan tanahair kita, sebab istilah “Indian Archipelago” terlalu

panjang dan membingungkan.

4

Page 5: Pembahasan.docx

Logan memungut nama Indunesia yang dibuang Earl, dan huruf u

digantinya dengan huruf o agar ucapannya lebih baik. Maka lahirlah istilah

Indonesia.

Untuk pertama kalinya kata Indonesia muncul di dunia dengan tercetak

pada halaman 254 dalam tulisan Logan: Mr. Earl suggests the ethnographical

term Indunesian, but rejects it in favour of Malayunesian. I prefer the purely

geographical term Indonesia , which is merely a shorter synonym for the Indian

Islands or the Indian Archipelago. Ketika mengusulkan nama “ Indonesia ”

agaknya Logan tidak menyadari bahwa di kemudian hari nama itu akan menjadi

nama bangsa dan negara yang jumlah penduduknya peringkat keempat terbesar di

muka bumi!

Sejak saat itu Logan secara konsisten menggunakan nama “ Indonesia ”

dalam tulisan-tulisan ilmiahnya, dan lambat laun pemakaian istilah ini menyebar

di kalangan para ilmuwan bidang etnologi dan geografi. Pada tahun 1884 guru

besar etnologi di Universitas Berlin yang bernama Adolf Bastian (1826-1905)

menerbitkan buku Indonesien oder die Inseln des Malayischen Archipel sebanyak

lima volume, yang memuat hasil penelitiannya ketika mengembara ke tanah air

kita tahun 1864 sampai 1880.

Buku Bastian inilah yang memopulerkan istilah “Indonesia” di kalangan

sarjana Belanda, sehingga sempat timbul anggapan bahwa istilah “Indonesia”

itu ciptaan Bastian. Pendapat yang tidak benar itu, antara lain tercantum dalam

Encyclopedie van Nederlandsch-Indie tahun 1918.

Padahal Bastian mengambil istilah “ Indonesia ” itu dari tulisan-tulisan

Logan. Putra ibu pertiwi yang mula-mula menggunakan istilah “ Indonesia ”

adalah Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara). Ketika di buang ke

negeri Belanda tahun 1913 beliau mendirikan sebuah biro pers dengan nama

Indonesische Pers-bureau.

5

Page 6: Pembahasan.docx

e. Masa Kebangkitan Nasional

Makna politis

Pada dasawarsa 1920-an, nama “Indonesia” yang merupakan istilah

ilmiah dalam etnologi dan geografi itu diambil alih oleh tokoh-tokoh pergerakan

kemerdekaan tanah air kita, sehingga nama “Indonesia” akhirnya memiliki

makna politis, yaitu identitas suatu bangsa yang memperjuangkan kemerdekaan!

Akibatnya pemerintah Belanda mulai curiga dan waspada terhadap pemakaian

kata ciptaan Logan itu. Pada tahun 1922 atas inisiatif Mohammad Hatta, seorang

mahasiswa Handels Hoogeschool (Sekolah Tinggi Ekonomi) di Rotterdam,

organisasi pelajar dan mahasiswa Hindia di Negeri Belanda (yang terbentuk tahun

1908 dengan nama Indische Vereeniging) berubah nama menjadi Indonesische

Vereeniging atau Perhimpoenan Indonesia . Majalah mereka, Hindia Poetra,

berganti nama menjadi Indonesia Merdeka.

Bung Hatta

Bung Hatta menegaskan dalam tulisannya, “Negara Indonesia Merdeka

yang akan datang (de toekomstige vrije Indonesische staat) mustahil disebut

“Hindia Belanda”. Juga tidak “Hindia” saja, sebab dapat menimbulkan kekeliruan

dengan India yang asli.

Bagi kami nama Indonesia menyatakan suatu tujuan politik (een politiek

doel), karena melambangkan dan mencita-citakan suatu tanah air di masa depan,

dan untuk mewujudkannya tiap orang Indonesia (Indonesier) akan berusaha

dengan segala tenaga dan kemampuannya. “Sementara itu, di tanah air Dr.

Sutomo mendirikan Indonesische Studie Club pada tahun 1924. Tahun itu juga

Perserikatan Komunis Hindia berganti nama menjadi Partai Komunis Indonesia

(PKI). Lalu pada tahun 1925 Jong Islamieten Bond membentuk kepanduan

Nationaal Indonesische Padvinderij (Natipij).

Itulah tiga organisasi di tanah air yang mula-mula menggunakan nama

“ Indonesia ”. Akhirnya nama “Indonesia” dinobatkan sebagai nama tanah air,

bangsa dan bahasa kita pada Kerapatan Pemoeda-Pemoedi Indonesia tanggal 28

6

Page 7: Pembahasan.docx

Oktober 1928, yang kini kita sebut Sumpah Pemuda. Pada bulan Agustus 1939

tiga orang anggota Volksraad (Dewan Rakyat; DPR zaman Belanda), Muhammad

Husni Thamrin, Wiwoho Purbohadidjojo, dan Sutardji Kartohadikusumo,

mengajukan mosi kepada Pemerintah Belanda agar nama “Indonesia” diresmikan

sebagai pengganti nama “Nederlandsch- Indie”.

Kongres Pemuda

Tetapi Belanda keras kepala sehingga mosi ini ditolak mentah-mentah.

Maka kehendak Allah pun berlaku. Dengan jatuhnya tanah air kita ke tangan

Jepang pada tanggal 8 Maret 1942, lenyaplah nama “Hindia Belanda” untuk

selama-lamanya. Lalu pada tanggal 17 Agustus 1945, atas berkat rahmat Allah

Yang Mahakuasa, lahirlah Republik Indonesia.

1.3 UUDS 1950

a. Sejarah UUDS 1950

UUDS 1950 merupakan undang-undang sementara setelah sebelumnya

terdapat UUD RIS atau undang-undang transisi masa peralihan dari UUD RIS

menuju pemberlakuan kembali UUD 1945. Dalam UUDS diatur juga tentang

pembagian kekuasaan dari Presiden, wakil presiden, mentri-mentri, Dewan

Perwakilan Rakyat, Mahkamah Agung, Dewan Pengawas Keuangan. Setiap

lembaga memiliki tugas dan wewenang yang berbeda.

Berdasarkan Pasal 51 UUDS 1950 ”Presiden menunjuk seorang atau

beberapa orang pembentuk kabinet setelah itu sesuai dengan anjuran pembentuk

kabinet presiden mengangkat seorang menjadi perdana mentri dan mengangkat

mentri-mentri yang lain.”

Kekuasaan legeslatif dipegang oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Dewan

Perwakilan Rakyat mewakili seluruh rakyat Indonesia dan terdiri sejumlah

anggota yang besarnya ditetapkan berdasarkan atas perhitungan setiap 300.000

jiwa penduduk WNI mempunyai seorang wakil (Pasal 56 UUDS 1950).

7

Page 8: Pembahasan.docx

Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh Mahkamah Agung dan Dewan

Pengawas Keuangan. Mahkamah Agung adalah pengadilan negara tertinggi

(Pasal 105 Ayat 1 UUDS 1950). Selain MA dalam lembaga yudikatif juga

ada DPK (Dewan Pengawas Keuangan). Pengangkatan anggota DPK seumur

hidup, undang-undang menetapakan ketua, wakil ketua dan anggotanya dapat

diberhentikan apabila mencapai usia tertentu.

Pada UUDS 1950 ini diberlakukan sistem Demokrasi Parlementer yang

sering disebut Demokrasi Liberal. Pada periode itu berlaku Konstitusi RIS.

Indonesia dibagi dalam beberapa negara bagian. Sistem pemerintahan yang dianut

ialah Demokrasi Parlementer (Sistem Demokrasi Liberal).

Pandangan Umum: Karena Kabinet selalu silih berganti, akibatnya

pembangunan tidak berjalan lancar, masing-masing partai lebih memperhatikan

kepentingan partai atau golongannya.

Faktor Yang Menyebabkan Seringnya Terjadi Pergantian Kabinet Pada Masa

Demokrasi Liberal:

Pada tahun 1950, setelah unitary dari Republik Indonesia Serikat (RIS)

menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Indonesia mulai menganut

sistem Demokrasi Liberal dimana dalam sistem ini pemerintahan berbentuk

parlementer sehingga perdana menteri langsung bertanggung jawab kepada

parlemen (DPR) yang terdiri dari kekuatan-kekuatan partai. Anggota DPR

berjumlah 232 orang yang terdiri dari Masyumi (49 kursi), PNI (36 kursi), PSI

(17 kursi), PKI (13 kursi), Partai Katholik (9 kursi), Partai Kristen (5 kursi),

dan Murba (4 kursi), sedangkan sisa kursi dibagikan kepada partai-partai atau

perorangan, yang tak satupun dari mereka mendapat lebih dari 17 kursi.

Ini merupakan suatu struktur yang tidak menopang suatu pemerintahan-

pemerintahan yang kuat, tetapi umumnya diyakini bahwa struktur kepartaian

tersebut akan disederhanakan apabila pemilihan umum dilaksanakan.

8

Page 9: Pembahasan.docx

Selama kurun waktu 1950-1959 sering kali terjadi pergantian kabinet

yang menyebabkan instabilitas politik. Parlemen mudah mengeluarkan mosi tidak

percaya terhadap kabinet sehingga koalisi partai yang ada di kabinet menarik

diri dan kabinet pun jatuh. Sementara Sukarno selaku Presiden tidak memiliki

kekuasaan secara riil kecuali menunjuk para formatur untuk membentuk kabinet-

kabinet baru, suatu tugas yang sering kali melibatkan negosiasi-negosiasi yang

rumit.

Kabinet Koalisi yang diharapkan dapat memperkuat posisi kabinet dan

dapat didukung penuh oleh partai-partai di parlemen ternyata tidak mengurangi

panasnya persaingan perebutan kekuasaan antar elite politik.

Semenjak kabinet Natsir, para formatur berusaha untuk melakukan koalisi

dengan partai besar dalam hal ini adalah Masyumi dan PNI. Mereka sadar betul

bahwa sistem kabinet parlementer sangat bergantung pada basis dukungan di

parlemen.

Penyebab kabinet mengalami jatuh bangun pada masa demokrasi

liberal adalah akibat kebijkaan-kebijakan yang dalam pandangan parlemen

tidak menguntungkan Indonesia ataupun dianggap tidak mampu meredam

pemberontakan-pemberontakan di daerah. Sementara keberlangsungan

pemerintah sangat ditentukan oleh dukungan di parlemen.

Setelah negara RI dengan UUDS 1950 dan sistem Demokrasi Liberal yang

dialami rakyat Indonesia selama hampir 9 tahun, maka rakyat Indonesia sadar

bahwa UUDS 1950 dengan sistem Demokrasi Liberal tidak cocok, karena tidak

sesuai dengan jiwa Pancasila dan UUD 1945. Akhirnya Presiden menganggap

bahwa keadaan ketatanegaraan Indonesia membahayakan persatuan dan kesatuan

bangsa dan negara serta merintangi pembangunan semesta berencana untuk

mencapai masyarakat adil dan makmur, sehingga pada tanggal 5 Juli 1959

mengumumkan dekrit mengenai pembubaran Konstituante dan berlakunya

kembali UUD 1945 serta tidak berlakunya UUDS 1950.

9

Page 10: Pembahasan.docx

b. Seputar Dekrit Presiden

Pelaksanaan demokrasi terpimpin dimulai dengan berlakunya Dekrit

Presiden 5 Juli 1959. Namun tidaklah serta merta bahwa setalah dikeluarkannya

Dekrit Presiden 5 Juli 1959 Demokrasi Terpimpin dilaksanakan karena telah

disebutkan di atas bahwa Demokrasi Liberal berakhir pada tanggal 10 Juli 1959.

Latar Belakang dikeluarkan dekrit Presiden :

1. Undang-undang Dasar yang menjadi pelaksanaan pemerintahan negara

belum berhasil dibuat sedangkan Undang-undang Dasar Sementara (UUDS

1950) dengan sistem pemerintahan demokrasi liberal dianggap tidak sesuai

dengan kondisi kehidupan masyarakat Indonesia.

2. Kegagalan konstituante dalam menetapkan undang-undang dasar sehingga

membawa Indonesia ke jurang kehancuran sebab Indonesia tidak

mempunyai pijakan hukum yang mantap.

3. Situasi politik yang kacau dan semakin buruk.

4. Terjadinya sejumlah pemberontakan di dalam negeri yang semakin

bertambah gawat bahkan menjurus menuju gerakan sparatisme.

5. Konflik antar partai politik yang mengganggu stabilitas nasional

6. Banyaknya partai dalam parlemen yang saling berbeda pendapat.

7. Masing-masing partai politik selalu berusaha untuk menghalalkan segala

cara agar tujuan partainya tercapai.

Demi menyelamatkan negara maka presiden melakukan tindakan

mengeluarkan keputusan Presiden RI No. 75/1959 sebuah dekrit yang selanjutnya

dikenal dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.

Tujuan dikeluarkan dekrit adalah untuk menyelesaikan masalah negara yang

semakin tidak menentu dan untuk menyelamatkan negara.

10

Page 11: Pembahasan.docx

Isi Dekrit Presiden adalah sebagai berikut.

1. Pembubaran konstituante

2. Tidak berlakunya UUDS 1950 dan berlakunya kembali UUD 1945.

3. Pembentukan MPRS dan DPAS

Reaksi dengan adanya Dekrit Presiden:

1. Rakyat menyambut baik sebab mereka telah mendambakan adanya stabilitas

politik yang telah goyah selama masa Liberal.

2. Mahkamah Agung membenarkan dan mendukung pelaksanaan Dekrit

Presiden.

3. KSAD meminta kepada seluruh anggota TNI-AD untuk melaksanakan

pengamanan Dekrit Presiden.

4. DPR pada tanggal 22 Juli 1945 secara aklamasi menyatakan kesediaannya

untuk melakanakan UUD 1945.

Dampak positif

1. Menyelamatkan negara dari perpecahan dan krisis politik berkepanjangan.

2. Memberikan pedoman yang jelas, yaitu UUD 1945 bagi kelangsungan

negara.

3. Merintis pembentukan lembaga tertinggi negara, yaitu MPRS dan lembaga

tinggi negara berupa DPAS yang selama masa Demokrasi Parlemen

tertertunda pembentukannya.

Dampak negatif

1. Ternyata UUD 1945 tidak dilaksanakan secara murni dan

konsekuen. UUD 45 yang harusnya menjadi dasar hukum konstitusional

penyelenggaraan pemerintahan pelaksanaannya hanya menjadi slogan-

slogan kosong belaka.

2. Memberi kekeuasaan yang besar pada presiden, MPR,dan lembaga tinggi

negara. Hal itu terlihat pada masa Demokrasi terpimpin dan berlanjut

sampai Orde Baru.

11

Page 12: Pembahasan.docx

3. Memberi peluang bagi militer untuk terjun dalam bidang politik. Sejak

Dekrit, militer terutama Angkatan Darat menjadi kekuatan politik yang

disegani. Hal itu semakin terlihat pada masa Orde Baru dan tetap terasa

sampai sekarang.

12

Page 13: Pembahasan.docx

BAB II

2.1 Sistem Pemerintahan Indonesia Menurut UUD Sementara

Sistem pemerintahan yang dianut oleh Undang-Undang Sementara 1950

yang berlaku antara 17 Agustus 1950 sampai dengan 5 Juli 1959 adalah sistem

parlementer. Hai ini dijelaskan dalam pasal-pasal berikut.

a. Pasal 45 ayat1 UUDS 1950

"Presiden adalah kepala negara"

b. Pasal 83 ayat1 UUDS 1950

"Presiden dan Wakil Presiden tidak dapat diganggu gugat"

c. Pasal 83 ayat 2 UUDS 1950

"Menteri-menteri beitanggungjawab atas keseluruhan kebijaksanaan

pemerintah baik bersama-sama untuk seluruhnya, maupun masing-masing

untuk bagiannya sendiri-sendiri"

d. Pasal 84 UUDS 1950

"Presiden berhak membubarkan DPR, keputusan presiden yang menyatakan

pembubaran itu, memerintahkan pula untuk mengadakan pemilihan DPR

dalam 30 hari"

Namun sistem pemerintahan yang dianut UUDS 1950, tidak jauh berbeda

dengan yang dianut oleh Konstitusi RIS 1949 yaitu sistem parlementer semu

(Quasi parlementer). Hal ini ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:

a. Perdana menteri diangkat oleh presiden (seharusnya oleh parlemen) (Pasal 51

ayat 2).

b.Kekuasaan perdana menteri sebagai ketua dewan menteri masih

dicampurtangani oleh presiden (seharusnya presiden hanya sebagai kepala

negara dan kepala pemerintahannya adalah perdana menteri) (Pasal 46 ayat

1).

13

Page 14: Pembahasan.docx

c. Pembentukan kabinet dilakukan oleh presiden dengan menunjuk seseorang

atau beberapa orang pembentuk kabinet (lazimnya oieh parlemen) (Pasal 50

jo 51 ayat 1).

d. Pengangkatan atau penghentian menteri-menteri dan kabinet dilakukan

dengan keputusan presiden (lazimnya oleh parlemen) (Pasal 51 ayat 5).

e. Presiden dan wakil presiden berkedudukan selain sebagai kepala negara juga

sebagai kepala pemerintahan (seharusnya terpisah) (Pasal 45 jo 46 ayat 1) .

Berdasarkan penjelasan di atas, ditunjukkan bahwa sistem pemerintahan

dalam UUDS 1950, adalah sistem parlementer yang masih terdapat pula ciri-ciri

Kabinet presidensiil. Dan juga sistem pemerintahan yang dianut dalam konstitusi

RIS, masih dapat ditemukan dalam UUDS 1950.

Pada tanggal 1 April 1953, Undang-Undang tentang Pemilihan Umum

yaitu UU No. 7 tahun 1953 diumumkan selanjutnya tanggal 29 september 1955

diadakan pemilihan umum (pemilu) yang pertama kali di Indonesia, pemilu ini

diselenggarakan untuk memilih anggota DPR. Pada tanggal 10 November 1956

Konstituante hasil pemilu 1955 mulai menggelar sidangnya di Bandung. Dalam

sidang ini agenda utama adalah menetapkan UUDS 1950.

Namun setelah bersidang selama tiga tahun, badan yang bertugas membuat

konstitusi tersebut gagal membuat UUD baru. Kegagalan ini disebabkan karena

adanya perdebatan panjang diseputar persoalan dasar negara. Pada tanggal 25

April 1950, presiden Soekarno memberikan amanatnya dalam sidang Konstituante

agar menetapkan UUD 1945 sebagai pengganti UUDS 1950. Selanjutnya tanggal

29 Mei 1950 konstituante kembali bersidang, namun perdebatan tentang dasar

negara Republik Indonesia masih saja terjadi. Karena konstituante telah dianggap

gagal menetapkan UUD 1945, akhirnya tanggal 5 Juli 1959 presiden Soekamo

mengeluarkan Dekrit yang berisi antara Iain bahwa konstituante dibubarkan dan

kembali ke UUD 1945.

14

Page 15: Pembahasan.docx

2.2 Sistem Ketatanegaraan Menurut UUD 1945

Berdasarkan undang – undang dasar 1945 sistem pemerintahan Negara Republik

Indonesia adalah sebagai berikut :

1. Negara Indonesia berdasarkan atas hukum, tidak berdasarkan kekuasaan belaka.

2. Pemerintahan berdasarkan atas sistem konstitusi (hukum dasar) tidak bersifat

absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas)

3. Kekuasaan Negara yang tertinggi berada di tangan majelis permusyawaratan rakyat.

4. Presiden adalah penyelenggara pemerintah Negara yang tertinggi dibawah MPR.

Dalam menjalankan pemerintahan Negara kekuasaan dan tanggung jawab adalah

ditangan prsiden.

5. Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR. Presiden harus mendapat

persetujuan dewan perwakilan rakyat dalam membentuk undang – undang dan untuk

menetapkan anggaran dan belanja Negara.

6. Menteri Negara adalah pembantu presiden yang mengangkat dan memberhentikan

mentri Negara. Menteri Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR.

7. Kekuasaan kepala Negara tidak terbatas. presiden harus memperhatikan dengan

sungguh – sungguh usaha DPR.

Kekuasaan pemerintahan Negara Indonesia menurut undang–undang dasar 1 sampai

dengan pasal 16. pasal 19 sampai dengan pasal 23 ayat (1) dan ayat (5), serta pasal 24

adalah:

1. Kekuasaan menjalan perundang – undangan Negara atau kekuasaan eksekutif yang

dilakukan oleh pemerintah.

2. Kekuasaan memberikan pertimbangan kenegaraan kepada pemerintah atau

kekuasaan konsultatif yang dilakukan oleh DPA.

3. Kekuasaan membentuk perundang – undang Negara atau kekuasaan legislatif yang

dilakukan oleh DPR.

4. Kekuasaan mengadakan pemeriksaan keuangan Negara atau kekuasaan eksaminatif

atau kekuasaan inspektif yang dilakukan oleh BPK.

5. Kekuasaan mempertahankan perundang – undangan Negara atau kekuasaan

yudikatif yang dilakukan oleh MA.

15

Page 16: Pembahasan.docx

Berdasarkan ketetapan MPR nomor III / MPR/1978 tentang kedudukan dan hubungan

tata kerja lembaga tertinggi Negara dengan atau antara Lembaga – lembaga Tinggi

Negara ialah sebagai berikut:

1. Lembaga tertinggi Negara adalah majelis permusyawaratan rakyat. MPR sebagai

pemegang kekuasaan tertinggi dalam Negara dengan pelaksana kedaulatan rakyat

memilih dan mengangkat presiden atau mandataris dan wakil presiden untuk

melaksanakan garis – garis Besar Haluan Negara (GBHN) dan putusan – putusan

MPR lainnya. MPR dapat pula diberhentikan presiden sebelum masa jabatan

berakhir atas permintaan sendiri, berhalangan tetap sesuai dengan pasal 8 UUD

1945, atau sungguh – sungguh melanggar haluan Negara yang ditetapkan oleh MPR.

2. Lembaga – lembaga tinggi Negara sesuai dengan urutan yang terdapat dalam UUD

1945 ialah presiden (pasal 4 – 15), DPA (pasal 16), DPR (pasal 19-22), BPK (pasal

23), dan MA (pasal 24).

a. Presiden adalah penyelenggara kekuasaan pemerintahan tertinggi dibawah MPR.

Dalam melaksanakan kegiatannya dibantu oleh seorang wakil presiden. Presiden atas

nama pemerintah (eksekutif) bersama – sama dengan DPR membentuk UU termasuk

menetapkan APBN. Dengan persetujuan DPR, presiden dapat menyatakan perang.

b. Dewan pertimbangan Agung (DPA) adalah sebuah bahan penasehat pemerintah

yang berkewajiban memberi jawaban atas pertanyaan presien. Selain itu DPA berhak

mengajukan pertimbangan kepada presiden.

c. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) adalah sebauh badan legislative yang dipilih oleh

masyarakat berkewajiban selain bersama – sama dengan presiden membuat UU juga

wajib mengawasi tindakkan – tindakan presiden dalam pelaksanaan haluan Negara.

d. Badan pemeriksa keuangan (BPK) ialah Badan yang memeriksa tanggung

jawab tentang keuangan Negara. Dalam pelaksanaan tugasnya terlepas dari

pengaruh kekuasaan pemerintah. BPK memriksa semua pelaksanaan APBN. Hasil

pemeriksaannya dilaporkan kepada DPR.

e. Mehkamah Agung (MA) adalah Badan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman

yang dalam pelaksanaan tugasnya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan

pengaruh lainnya. MA dapat mempertimbangkan dalam bidang hukum, baik diminta

maupun tidak diminta kepada kepada lembaga – lembaga tinggi Negara.

16

Page 17: Pembahasan.docx

Untuk memperjelas bagaimana hubungan antara lembaga tertinggi Negara dengan

lembaga tinggi Negara dan lembaga tinggi Negara dengan lembaga tinggi Negara lainnya

menurut UUD 1945, perhatikan dengan seksama bagan – bagan dibawah ini yang

dielaborasi oleh kansil.:

Kekuasaan pemerintah (eksekutif) diatur dalam UUD 1945 pada BAB II pasal

4 sampai dengan pasal 15. Pemerintahan republic Indonesia terdiri dari Aparatur

pemerintah republic Indonesia terdiri dari Aparatur Pemerintah Pusat, Aperatur

Pemrintah daerah dan usaha – usaha Negara. Aperatur pemrintah pusat terdiri dari:

Kepresidenan beserta aparatur utamanya meliputi :

1) Presiden sebagai kepala Negara merangkap kepala pemerintahan (eksekutif).

2) Wakil presiden .

3) Menteri – menteri Negara / lembaga non departemen. Menurut keputusan prsiden

Republik Indonesia nomor 102 Tahun 2001 tanggal 13 september 2001 bahwa

departemen merupakan unsure pelaksana pemerintah yang di pimpin oleh seorang

menteri Negara yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada presiden.

Departemen luar negeri, departemen pertahanan dan dewpartemen lainnya.

4) Kejaksaan agung

5) Sekretariat Negara

6) Dewan – dewan nasional

7) Lembaga – lembaga non departemen menurut keputusan presiden RI nomor 166

tahun 2000, seperti publik Indonesia (ANRI), LAN, BKN, dan perpunas, dan lain –

lain.

1. Perbandingan antara Indische Staatsregeling dengan UUD 1945

Rupanya secara umum telah diyakini bahwa sistem pemerintahan Indonesia

menurut Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) itu adalah sistem presidensial.

Keyakinan ini secara yuridis samasekali tidak berdasar. Tidak ada dasar argumentasi

yang jelas atas keyakinan ini.

Apabila diteliti kembali struktur dan sejarah penyusunan UUD 1945 maka

tampaklah bahwa sebenarnya sistem pemerintahan yang dianut oleh UUD 1945 itu adalah

17

Page 18: Pembahasan.docx

sistem campuran. Namun sistem campuran ini bukan campuran antara sistem presidensial

model Amerika Serikat dan sistem parlementer model Inggris. Sistem campuran

yang dianut oleh UUD 1945 adalah sistem pemerintah¬an campuran model Indische

Staatsregeling (‘konstitusi’ kolonial Hindia Belanda) dengan sistem pemerintahan sosialis

model Uni Sovyet.

Semua lembaga negara kecuali Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR),

merupakan turunan langsung dari lembaga-lembaga pemerintahan Hindia Belanda

dahulu, yang berkembang melalui pengalaman sejarahnya sendiri sejak zaman VOC.

Sementara itu, sesuai dengan keterangan Muhammad Yamin (1971) yang tidak lain

adalah pengusulnya, MPR itu dibentuk dengan mengikuti lembaga negara Uni Sovyet

yang disebut Sovyet Tertinggi. Secara ringkas, maka apabila lembaga-lembaga

pemerintahan Hindia Belanda menurut Indische Staatsregeling dan lembaga-lembaga

negara Indonesia menurut UUD 1945 tersebut disejajarkan, maka akan tampak sebagai

berikut:

Majelis Permusyawaratan Rakyat Sovyet Tertinggi

Presiden/Wakil Presiden Gouverneur Generaal / Luitenant Gouverneur

Generaal

Dewan Pertimbangan Agung Raad van Nederlandsch-Indie

Dewan Perwakilan Rakyat Volksraad

Badan Pemeriksa Keuangan Algemene Rekenkamer

Mahkamah Agung Hooggerechtshof van Nederlandsch-Indie

2. Hubungan antara Presiden dengan DPR

Alur berpikir seperti terurai di atas dapatlah membantu kita untuk memahami

mengapa Presiden menurut UUD 1945 (sebelum amandemen) itu memiliki kekuasaan

yang luar biasa besar. Hal ini dapat dimengerti, sebab Gouverneur Generaal, yang

kekuasaannya ditiru oleh UUD 1945 dalam bentuk kekuasaan Presiden itu, adalahviceroy

18

Page 19: Pembahasan.docx

Belanda. Di tangan Gouvernuer Generaal-lah, kekuasaan tertinggi atas Hindia Belanda

itu terletak. Atas dasar itulah maka dapat dimengerti bahwa Presiden menurut UUD 1945

(sebelum amandemen) itu relatif omnipotent.

Di lain pihak, DPR yang merupakan turunan Volksraad-pun tidak dapat melepaskan

diri dari sifat-sifat Volksraad itu sendiri. Volksraad pada masa penjajahan Belanda itu

dibentuk sebagai ‘wakil’ rakyat Hindia Belanda, yang berhadapan dengan Gouverneur

Generaal yang mewakili Mahkota Belanda itu. Fungsi Volksraad dengan demikian

pertama-tama adalah sebagai lembaga pengawas pemerintahan kolonial Hindia Belanda,

bukan sebagai lembaga legislatif. Lembaga legislatif Hindia Belanda tetaplahGouverneur

Generaal itu sendiri. Pola hubungan ini diikuti oleh UUD 1945 (sebelum amandemen).

DPR pertama-tama adalah lembaga pengawas Presiden, dan bukan lembaga legislatif.

Lembaga legislatif menurut UUD 1945 adalah Presiden (bersama dengan DPR).

Namun dalam Sidangnya pada tanggal 19 Oktober 1999 MPR membatasi

kekuasaan Presiden, dan mengalihkan kekuasaan legislatif dari Presiden bersama DPR

tersebut kepada DPR (bersama Presiden). Konstruksi konstitusional ini lebih mirip

dengan konstruksi model Inggris. Kekuasaan legislatif di Inggris sepenuh¬nya ada

di tanganParliament, meskipun pengesahan secara nominal tetap ada di tangan Raja.

Presiden dengan demikian bertindak sebagai the ‘royal’ gouvernment, dan DPR bertindak

sebagai the loyal opposition.

3. Kedudukan MPR

Pada awalnya MPR mempunyai fungsi yang presis sama dengan fungsi Sovyet

Tertinggi di Uni Sovyet atau Majelis Nasional di Republik Tiongkok (yang masih lestari

berlaku di Taiwan dan Republik Rakyat Cina itu). MPR seperti halnya Sovyet Tertinggi

maupun Majelis Nasional merupakan pelaksana Kedaulatan Rakyat. Dalam rangka itu

MPR membuat Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang akan menjadi pedoman

kerja pemerintahan selama lima tahun ke depan.

Akan tetapi MPR pada prinsipnya tidak dapat menyelenggarakan pemerintahan yang

sebenarnya merupakan kewenangannya itu. Untuk itu maka MPR memberikan mandat

pemerintahan itu kepada Kepala Negara (yang bergelar Presiden itu). Itu sebabnya maka

19

Page 20: Pembahasan.docx

maka Kepala Negara merupakan Mandataris MPR, yang tunduk dan bertanggung jawab

kepada MPR. Hal inilah yang mendasari kewenangan Presiden untuk melaksanakan tugas

pemerintahan di Indonesia itu. Hal ini mirip dengan sistem di Uni Sovyet pula. Sovyet

Tertinggi menyerahkan mandat pemerintahan kepada Presidium Sovyet Tertinggi, yang

bersifat kolektif itu (Denisov, A. dan M. Kirichenko, 1960).

Lebih jauh, dengan demikian tidaklah tepat apabila dikatakan bahwa Presiden itu

berfungsi sebagai Kepala Negara seperti halnya sistem presidensial model Amerika

Serikat (Thomas James Norton, 1945). Berdasarkan Penjelasan Umum UUD 1945,

MPR memegang kekuasaan negara yang tertinggi. Untuk kemudian MPR mengangkat

Kepala Negara yang bergelar Presiden itu. Dengan demikian jabatan yang menjalankan

pemerintahan itu adalah Kepala Negara, sedangkan Presiden itu hanyalah gelar dari

Kepala Negara Indonesia semata. Sebaliknya tidak tepat pula apabila dikatakan bahwa

Presiden Indonesia itu juga merangkap sebagai Kepala Pemerintahan seperti Perdana

Menteri Inggris (William A. Robson, 1948 dan Wade, E.C.S & Godfrey Phillips, 1970).

Hal ini mengingat bahwa Presiden Indonesia itu mendapat mandat pemerintahan dari

Pemegang Kedaulatan Rakyat, dan bukan dari Parlemen.

Namun politik hukum Indonesia sejak Masa Reformasi telah mengubah sistem

ketatanegaraan Indonesia secara signifikan. Ada upaya untuk melakukan amerikanisasi

sistem pemerintahan Indonesia. Sejak awal masa Reformasi, ada upaya nyata untuk

menghapus eksistensi MPR ini, dan diubah menjadi sistem pemerintahan model Amerika

Serikat. Pada ini muncul lembaga negara yang samasekali baru, yaitu Dewan Perwakilan

Daerah. Secara politis, lembaga ini merupakan akomodasi dari hilangnya Fraksi Daerah

dalam susunan MPR. Akan tetapi dari sudut kelembagaan itu sendiri, lembaga baru

ini menjadi semacam lembaga Senate dalam susunan Congressdi Amerika Serikat.

Dengan demikian susunan MPR itu sendiri terdiri atas DPR dan DPD, mirip dengan

susunan Congress, yang terdiri atas Senate dan House of Representatives itu. Bedanya,

DPD di Indonesia itu tidak diberi kewenangan apapun, kecuali hanya memberi usulan

dan pertimbangan. Sesuatu yang sangat tidak efisien dan efektif. Masalahnya mengapa

Indonesia harus mengacu pada sistem Amerika Serikat? Entahlah. Seringkali muncul

pertanyaan ironik: mengapa sistem pemerintahan Indonesia tersebut tidak mengacu saja

pada Uganda atau Nepal misalnya, sebagai sesama negara yang berdaulat?

20

Page 21: Pembahasan.docx

4. Eksistensi Penasehat Presiden

Reformasi sistem pemerintahan Indonesia di Masa Refomasi seperti terurai di

atas ditandai pula dengan sebuah dagelan konstitutif. Melalui Amandemen Keempat

pada tanggal 10 Agustus 2002 Dewan Pertimbangan Agung (DPA) sebagai lembaga

pemasehat Presiden dihapus. Namun pada saat yang sama dibentuklah Dewan

Pertimbangan Presiden (DPP). Masalahnya, perbedaan antara kedua lembaga ini hanya

pada istilah ‘Agung’ dan istilah ‘Presiden’ semata. Tidak lebih, tidak kurang. Hal ini

menunjukkan bahwa perancang perubahan ini samasekali tidak mengacu pada sejarah

lembaga prestisius ini, dan rupanya juga tidak pernah mempelajari Undang-Undang

Nomor 3 Tahun 1967, tentang Dewan Pertimbangan Agung itu sendiri.

Perlu diketahui bahwa lembaga pemasehat Kepala Negara semacam ini merupakan

suatu lembaga kenegaraan purba yang telah ada sejak masa Romawi dahulu. Para kaisar

Romawi itu senantiasa didampingi oleh sekelompok penasehat yang tergabung dalam

Curia Regis. Lembaga pendamping Kepala Negara ini tetap bertahan hingga dewasa ini di

pelbagai negara. Di Inggris terdapat Privy Council yang merupakan pendamping Kepala

Negara Inggris (King/Queen). Pada masa sebelum Revolusi Perancis dikenal lembaga

conseil du roy, yang pada masa Napoleon diganti menjadiconseil d’etat. Di Belanda

terdapat Raad van State, dan di Malaysia serta di Brunai dikenal lembaga Dewan Raja.

Pada hakekatnya bersama dengan kepala negara, lembaga penasehat ini merupakan

sistem pemerintahan purba. Sistem pemerintahan ini baru memiliki sistem pemerintahan

pembanding sejak munculnya teori Trias Politika, yang diterapkan di Amerika Serikat

atas dasar Konstitusi Amerika Serikat itu sendiri. Pada saat membentuk sistem organisasi

dagangnya VOC-pun juga mengikuti pola ini.Gouverneur Generaal mengendalikan reksa

dagangnya di seberang lautan (overzee) bersama dengan Raad van Indie (Kleintjes, Ph.,

1932 & Schrieke, J.J., 1938-1939). Pada masa pemerintahan jajahan Hindia Belanda

lembaga ini berubah nama menjadiRaad van Nederlandsch-Indie. Sedemikian prestisius

dan terhormatnya kedudukan lembaga pendamping Gubernur Jenderal ini, sehingga

Kleintjes (1932) menempatkanRaad van Nederlandsch-Indie ini sejajar dengan jabatan

Gubernur Jenderal itu sendiri.

21

Page 22: Pembahasan.docx

Inilah rupanya yang mendasari Ketetapan MPRS nomor XX/MPRS/1966, tentang

Memorandum DPR-GR Mengenai Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata

Urutan Peraturan Perundangan Republik Indonesia, menempatkan DPA sejajar dengan

Presiden sebagai sesama lembaga tinggi negara. Akan tetapi apapun posisinya, baik DPA

maupun DPP merupakan lembaga pendamping Presiden. Tidak ada perubahan fungsi

sedikitpun antara keduanya. Hal ini tampak jelas dalam pengaturan Undang-Undang

Nomor 3 Tahun 1963 tersebut di atas. Jadi, tidak ada dasar akademik yang signifikan

sedikitpun untuk menghapus DPA dan mengubahnya menjadi DPP itu. Tidak lebih

daripada sekedar dagelan konstitusional itu tadi.

5. Sistem Keuangan Negara

Adapun mengenai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) jelas lembaga kenegaraan ini

mengam¬bil alih fungsi Algemeene Rekenkamer. Bahkan Indische Comptabilietswet

(ICW) dan Indische Bedrijvenswet (IBW) tetap lestari menjadi acuan kerja BPK

sampai munculnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003, tentang Keuangan

Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004, tentang Perbendaharaan Negara.

Bahkan Soepomo sendiri secara eksplisit mengatakan bahwa badan ini '... dulu

dinamakanRekenkamer, ...' (Muhammad Yamin, 1971:311).

Selanjutnya, kedudukan BPK ini terlepas dari pengaruh dan kekuasaan Pemerintah.

Akan tetapi tidak berdiri di atas Pemerintah. Lebih jauh hasil pemeriksaan BPK itu

diberitahukan kepada DPR (Bonar Sidjabat, 1968:9-10; Muhammad Yamin, 1971:308-

311). Artinya, BPK hanya wajib melaporkan hasil pemeriksaannya kepada DPR.

Dengan demikian BPK merupakan badan yang mandiri, serta bukan bawahan DPR. Hal

yang sama dijumpai pula pada hubungan kerja antara Algemeene Rekenkamerdengan

Volksraad.

6. Kekuasaan Kehakiman

Sama halnya dengan BPK, Mahkamah Agung juga mengam¬bil alih

fungsiHooggerechtshof van Nederlandsch-Indie. Ketentuan-ketentuan tentang kekuasaan

kehakiman warisan Hindia Belanda diambil alih pula ke dalam sistem hukum tentang

22

Page 23: Pembahasan.docx

kekuasaan kehakiman Indonesia beberapa waktu lamanya sampai terbentuk ketentuan

yang baru. Bedanya, pada masa penjajahan Belanda dahulu, terdapat dualisme susunan

kekuasaan kehakiman ini. Ada Europeesche Rechtsspraak yang menangani pelbagai

perkara golongan Eropa, dan ada pula Indische Rechtssspraak yang menangani perkara-

perkara golongan inlanders (pribumi). Kelak pada masa penjajahan Jepang, dualisme ini

dihapus.

Selain itu, pada masa penjajahan Belanda, badan peradilan agama merupakan

badan peradilan khusus yang tidak berdiri sendiri. Artinya, pada Pengadilan Landraad

ada jabatan Penghoeloe yang menangani perkara-perkara agama Islam, atas nama

KetuaLandraad setempat. Hal ini tetap berlangsung di Pengadilan Negeri di masa

Kemerdekaan. Perkara-perkara agama itu masih memerlukan fiat eksekusi dari Ketua

Pengadilan Negeri manakala hendak dilakukan eksekusi. Hal ini baru berakhir tahun

1989 dengan munculnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989, tentang Peradilan

Agama. Sejak itu Badan Peradilan Agama menjadi badan peradilan khusus yang berdiri

sendiri, sejajar dengan badan peradilan Umum.

Pada masa Reformasi, muncul dua lembaga kehakiman yang baru. Kedua lembaga

kehakiman tersebut adalah Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial, yang muncul

pada Amandemen Ketiga pada tanggal 9 November 2001. Komisi Yudisial tersebut

diharapkan dapat mengatasi permasalahan yang menyangkut mafia peradilan, sesuatu

yang keberadaannya antara ada dan tiada itu. Sementara itu Mahkamah Konstitusi

merupakan suatu lembaga antitesa atas buruknya kinerja lembaga peradilan itu sendiri

yang berpuncak pada Mahkamah Agung itu.

Menurut UUD 1945, bahwa sistem pemerintahan Negara Republik Indonesia tidak

menganut sistem pemisahan kekuasaan atau separation of power (Trias Politica) murni

sebagaimana yang diajarkan Montesquieu, akan tetapi menganut sistem pembagian

kekuasaan (distribution of power). Hal-hal yang mendukung argumentasi tersebut, karena

Undang-Undang Dasar 1945 :

a. Tidak membatasi secara tajam, bahwa tiap kekuasaan itu harus dilakukan oleh suatu

organisasi/badan tertentu yang tidak boleh saling campur tangan.

23

Page 24: Pembahasan.docx

b. Tidak membatasi kekuasaan itu dibagi atas 3 bagian saja dan juga tidak membatasi

kekuasaan dilakukan oleh 3 organ saja

c. Tidak membagi habis kekuasaan rakyat yang dilakukan MPR, pasal 1 ayat 2, kepada

lembaga-lembaga negara lainnya.

a. Pokok-pokok Sistem Pemerintahan Republik Indonesia

1) Bentuk negara kesatuan dengan prinsip otonomi yang luas. Wilayah negara terbagi

dalam beberapa provinsi. Provinsi tersebut adalah Nanggroe Aceh Darussalam, Bali,

Banten, Bengkulu, Bangka Belitung, DKI Jakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta,

Gorontalo, Jambi, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kepulauan Riau,

Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur,

Lampung, Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur,

Papua, Papua Barat, Riau, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara,

Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sumatra Barat, Sumatra Utara, dan Sumatra

Selatan.

2) Bentuk pemerintahan adalah republik, sedangkan sistem pemerintahan adalah

presidensial.

3) Pemegang kekuasaan eksekutif adalah Presiden yang merangkap sebagai kepala

negara dan kepala pemerintahan. Presiden dan wakilnya dipilih dan diangkat oleh

MPR untuk masa jabatan 5 tahun. Namun pada pemilu tahun 2004, Presiden dan

Wakil Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat dalam satu paket untuk masa

jabatan 2004 – 2009.

4) Kabinet atau menteri diangkat dan diberhentikan oleh presiden, serta bertanggung

jawab kepada presiden.

5) Parlemen terdiri atas 2 bagian (bikameral), yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Para anggota DPR dan DPD merupakan

anggota MPR. DPR terdiri atas para wakil rakyat yang dipilih melalui pemilu dengan

sistem proporsional terbuka. Anggota DPD adalah para wakil dari masing-masing

provinsi yang berjumlah 4 orang dari tiap provinsi. Anggota DPD dipilih oleh rakyat

melalui pemilu dengan sistem distrik perwakilan banyak. Selain lembaga DPR dan

DPD, terdapat DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota yang anggotanya juga

dipilih melaui pemilu. DPR memiliki kekuasaan legislatif dan kekuasaan mengawasi

jalannya pemerintahan.

24

Page 25: Pembahasan.docx

6) Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh Mahkamah Agung dan badan peradilan di

bawahnya, yaitu pengadilan tinggi dan pengadilan negeri serta sebuah Mahkamah

Konstitusi dan Komisi Yudisial.

7) Sistem pemerintahan negara Indonesia setelah amandemen UUD 1945, masih

tetap menganut Sistem Pemerintahan Presidensial, karena Presiden tetap sebagai

kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan. Presiden juga berada di luar

pengawasan langsung DPR dan tidak bertanggung jawab pada parlemen. Namun

sistem pemerintahan ini juga mengambil unsur-unsur dari sistem parlementer &

melakukan pembaharuan untuk menghilangkan kelemahan-kelemahan yang ada

dalm sistem presidensial.

b. Beberapa variasi dari Sistem Pemerintahan Presidensial RI

1) Presiden sewaktu-waktu dapat diberhentikan oleh MPR atas usul DPR. Jadi, DPR

tetap memiliki kekuasaan mengawasi presiden meskipun secara tidak langsung.

2) Presiden dalam mengangkat pejabat negara perlu pertimbangan dan/atau

persetujuan DPR. Contohnya dalam pengangkatan Duta untuk negara asing,

Gubernur Bank Indonesia, Panglima TNI dan kepala kepolisian.

3) Presiden dalam mengeluarkan kebijakan tertentu perlu pertimbangan dan/atau

persetujuan DPR. Contohnya pembuatan perjanjian internasional, pemberian gelar,

tanda jasa, tanda kehormatan, pemberian amnesti dan abolisi.

4) Parlemen diberi kekuasaan yang lebih besar dalam hal membentuk undang-undang

dan hak budget (anggaran).

Dengan memperhatikan hal-hal tersebut di atas, dapat dipahami bahwa dalam

perkembangan sistem pemerintahan presidensial di negara Indonesia (terutama setelah

amandemen UUD 1945) terdapat perubahan-perubahan sesuai dengan dinamika politik

bangsa Indonesia. Hal itu diperuntukkan dalam memperbaiki sistem presidensial yang

lama. Perubahan baru tersebut antara lain, adanya pemilihan presiden langsung, sistem

bikameral, mekanisme cheks and balance dan pemberian kekuasaan yang lebih besar

pada parlemen untuk melakukan pengawasan dan fungsi anggaran.

Secara umum dengan dilaksanakannya amandemen Undang-Undang Dasar 1945

pada era reformasi, telah banyak membawa perubahan yang mendasar baik terhadap

25

Page 26: Pembahasan.docx

ketatanegaraan (kedudukan lembaga-lembaga negara), sistem politik, hukum, hak asasi

manusia, pertahanan keamanan dan sebagainya. Berikut ini dapat dilihat perbandingan

model sistem pemerintahan negara republik Indonesia sebelum dan setelah dilaksanakan

amandemen Undang-Undang Dasar 1945 :

Masa Orde Baru (Sebelum amandemen UUD 1945)

Di dalam Penjelasan UUD 1945, dicantumkan pokok-pokok Sistem

Pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagai berikut :

a. Indonesia adalah negara hukum (rechtssaat)

Negara Indonesia berdasar atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan

atas kekua-saan belaka (machtsaat). Ini mengandung arti bahwa negara,

termasuk di dalamnya pemerintah dan lembaga-lembaga negara lain, dalam

melaksanakan tugasnya/ tindakan apapun harus dilandasi oleh hukum dan dapat

dipertanggungjawabkan secara hukum.

b. Sistem Konstitusional

Pemerintahan berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar). Sistem ini

memberikan ketegasan cara pengendalian pemerintahan negara yang dibatasi oleh

ketentuan konstitusi, dengan sendirinya juga ketentuan dalam hukum lain yang

merupakan produk konstitusional, seperti Ketetapan-Ketetapan MPR, Undang-

undang, Peraturan Pemerintah, dan sebagainya.

c. Kekuasaan negara tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Kedaulatan rakyat dipegang oleh suatu badan yang bernama MPR sebagai

penjelmaan seluruh rakyat Indonesia Tugas Majelis adalah:

1) Menetapkan Undang-Undang Dasar,

2) Menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara,

3) Mengangkat kepala negara (Presiden) dan wakil kepala negara (wakil presiden).

26

Page 27: Pembahasan.docx

Majelis inilah yang memegang kekuasaan negara tertinggi, sedang Presiden harus

menjalankan haluan negara menurut garis-garis besar yang telah ditetapkan oleh

Majelis. Presiden yang diangkat oleh Majelis, tunduk dan bertanggungjawab kepada

Majelis. Presiden adalah “manda-taris” dari Majelis yang berkewajiban menjalankan

ketetapan-ketetapan Majelis.

d. Presiden ialah penyelenggara peme-rintah Negara yang tertinggi menurut UUD.

Dalam menjalankan kekuasaan pemerintahan negara, tanggung jawab penuh ada

di tangan Presiden. Hal itu karena Presiden bukan saja dilantik oleh Majelis, tetapi

juga dipercaya dan diberi tugas untuk melaksanakan kebijaksanaan rakyat yang

berupa Garis-garis Besar Haluan Negara ataupun ketetapan MPR lainnya.

e. Presiden tidak bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

Kedudukan Presiden dengan DPR adalah neben atau sejajar. Dalam hal

pembentukan undang-undang dan menetapkan APBN, Presiden harus mendapat

persetujuan dari DPR. Oleh karena itu, Presiden harus bekerja sama dengan DPR.

Presiden tidak bertanggungjawab kepada Dewan, artinya kedudukan Presiden tidak

tergantung dari Dewan. Presiden tidak dapat membubarkan DPR seperti dalam

kabinet parlementer, dan DPR pun tidak dapat menjatuhkan Presiden.

f. Menteri negara ialah pembantu Presiden, menteri negara tidak ber-tanggungjawab

kepada Dewan Perwa-kilan Rakyat.

g. Presiden memilih, mengangkat dan memberhentikan mentri-mentri negara. Menteri-

mentri itu tidak bertanggungjawab kapada DPR dan kedudukannya tidak tergantung

dari Dewan., tetapi tergantung pada Presiden. Menteri-menteri merupakan pembantu

presiden.

h. Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas.

Meskipun kepala negara tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi bukan

berarti ia “diktator” atau tidak terbatas. Presiden, selain harus bertanggung jawab

kepada MPR, juga harus memperhatikan sungguh-sungguh suara-suara dari DPR

27

Page 28: Pembahasan.docx

karena DPR berhak mengadakan pengawasan terhadap Presiden (DPR adalah

anggota MPR). DPR juga mempunyai wewenang mengajukan usul kepada MPR

untuk mengadakan sidang istimewa guna meminta pertanggungjawaban Presiden,

apabila dianggap sungguh-sungguh melanggar hukum berupa pengkhianatan

terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan

tarcela.

Masa Reformasi (Setelah Amandemen UUD 1945)

Undang-Undang Dasar 1945 berdasarkan Pasal II Aturan Tambahan terdiri atas

Pembukaan dan pasal-pasal. Tentang sistem pemerintahan negara republik Indonesia

dapat dilihat di dalam pasal-pasal sebagai berikut :

a. Negara Indonesia adalah negara Hukum.

Tercantum di dalam Pasal 1 ayat (3), tanpa ada penjelasan.

b. Sistem Konstitusional

Secara eksplisit tidak tertulis, namun secara substantif dapat dilihat pada pasal-pasal

sebagai berikut:

- Pasal 2 ayat (1)

- Pasal 3 ayat (3)

- Pasal 4 ayat (1)

- Pasal 5 ayat (1) dan (2)

- Dan lain-lain

c. Kekuasaan negara tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) bahwa MPR terdiri dari anggota DPR dan anggota

Dewan Perwakilan Daerah (DPD). MPR berdasarkan Pasal 3, mempunyai

wewenang dan tugas sebagai berikut :

- Mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar.

- Melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden.

28

Page 29: Pembahasan.docx

- Dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya

menurut UUD.

d. Presiden ialah penyelenggara peme-rintah Negara yang tertinggi menurut UUD.

Masih relevan dengan jiwa Pasal 3 ayat (2), Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2).

e. Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

Dengan memperhatikan pasal-pasal tentang kekuasaan pemerintahan negara

(Presiden) dari Pasal 4 s.d. 16, dan Dewan Perwakilan Rakyat (Pasal 19 s.d. 22B),

maka ketentuan bahwa Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR masih

relevan. Sistem pemerintahan negara republik Indonesia masih tetap menerapkan

sistem presidensial.

f. Menteri negara ialah pembantu Presiden, menteri negara tidak ber-

tanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara. Menteri-menteri diangkat dan

diberhentikan oleh presiden yang pembentukan, pengubahan dan pembubarannya

diatur dalam undang-undang Pasal 17).

f. Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas.

Presiden sebagai kepala negara, kekua-saannya dibatasi oleh undang-undang.

MPR berwenang memberhentikan Presiden dalam masa jabatanya (Pasal 3 ayat 3).

Demikian juga DPR, selain mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan menyatakan

pendapat, juga hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat serta

hak imunitas (Pasal 20 A ayat 2 dan 3).

2.3 Terbentuknya Negara RIS

a. Latar Belakang Terbentuknya RIS

29

Page 30: Pembahasan.docx

Pada tanggal 15 Juli 1946, Dr. H.J. van Mook memprakarsai

penyelenggaraan konferensi di Malino, Sulawesi Selatan. Konferensi ini dihadiri

oleh beberapa utusan daerah yang telah dikuasai Belanda. Konferensi Malino

membahas pembentukan Negara-negara bagian dari suatu Negara federal.

Berawal dari konferensi tersebut, Van Mook atas nama Negara Belanda mulai

membentuk negara-negara boneka yang tujuannya adalah untuk mengepung dan

memperlemah keberadaan Republik Indonesia. Dengan terbentuknya Negara-

negara boneka, RI dan Negara-negara bagian akan dengan mudah diadu domba

oleh Belanda. Hal ini merupakan perwujudan dari politik koloniall Belanda, yaitu

devide et impera.

Sejak kembalinya para pemimpin RI ke Yogyakarta 6 Juli 1949,

perundingan dengan BFO yang telah dirintis di Bangka dimulai lagi. Yang

dibahas dalam perundingan itu adalah pembentukan pemerintah peralihan

sebelum terbentuknya Negara Indonesia Serikat. Kemudian pada tanggal 19-

22 Juli 1949, diadakan perundingan diantara kedua belah pihak, yang disebut

konferensi antar Indonesia. Konferensi itu memperlihatkan bahwa politik divide

et impera Belanda untuk memisahkan daerah-daerah di luar Republik dari

Republik Indonesia, mengalami kegagalan. Pada konferensi antar Indonesia

yang diselenggarakan di Yogyakarta itu dihasilkan persetujuan mengenai bentuk

Negara dan hal-hal yang bertalian dengan ketatanegaraan Negara Indonesia

Serikat.

1. Negara Indonesia Serikat disetujui dengan nama RIS berdasarkan demokrasi

dan federalisme.

2. RIS akan dikepalai seorang Presiden konstitusional dibantu oleh menteri-

menteri yang bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

3. Akan dibentuk dua badan perwakilan, yaitu sebuah dewan perwakilan

rakyat dan sebuah dewan perwakilan Negara bagian (senat). Pertama kali

akan dibentuk dewan perwakilan rakyat sementara.

30

Page 31: Pembahasan.docx

4. Pemerintah federal sementara akan menerima kedaulatan bukan saja dari

pihak Negara Belanda, melainkan pada saat yang sama juga dari Republik

Indonesia.(Ilmu Negara, prof,drs,c.s.t,2007,hal. 170)

Di bidang Militer juga telah disepakati persetujuan sebagai berikut :

1. Angkatan perang RIS adalah angkatan perang nasional. Presiden RIS adalah

Panglima Tertinggi Angkatan Perang RIS.

2. Pertahanan Negara adalah semata-mata hak pemerintah RIS; Negara-negara

bagian tidak akan memiliki angkatan perang sendiri.

3. Pembentukan Angkatan Perang RIS adalah semata-mata soal bangsa

Indonesia. Angkatan perang RIS akan dibentuk oleh pemerintah RIS dengan

inti angkatan perang RI (TNI), bersama-sama dengan orang-orang Indonesia

yang ada dalam KNIL, ML, KM, VB, dan territoriale bataljons.

4. Pada masa permulaan RIS Menteri Pertahanan dapat merangkap sebagai

Panglima Besar APRIS.

Konferensi antar Indonesia dilanjutkan kembali di Jakrta pada tanggal 30

Juli sampai 2 Agustus 1949, dan dipimpin oleh Perdana Menteri Hatta yang

membahas masalah pelaksanaan dari pokok-pokok persetujuan yang telah

disepakati di Yogyakarta. Kedua belah pihak setuju untuk membentuk Panitia

Persiapan Nasional yang bertugas menyelenggarakan suasana tertib sebelum dan

sesudah KMB. Sesudah berhasil menyelesaikan masalahnya sendiri dengan

musyawarah di dalam konferensi antar Indonesia, kini Indonesia siap menghadapi

KMB.

Pada tanggal 4 Agustus 1949, diangkat delegasi RI yang terdiri dari : Drs.

Moh Hatta, Mr. Moh Roem, Prof. Dr.Mr. Supomo, dr. J.Leimena, Mr.

Alisastroamidjojo, Ir. Juanda, Dr. Sukiman, Mr. Suyono Hadinoto, Dr. Soemitro

Djojohadikusumo, Mr. Abdul Karim, Kolonel T.B. Simatupang, dan Mr.

Sumardi. Delegasi BFO di wakili oleh Sultan Hamid II dari Pontianak. (Ilmu

Negara, prof,drs,c.s.t,2007,hal. 175)

31

Page 32: Pembahasan.docx

Pada tanggal 23 Agustus 1949 KMB dimulai di Den Haag. Konferensi

selesai pada tanggal 2 November 1949. Hasil Konferensi adalah sebagai berikut :

• Serah-terima kedaulatan dari pemerintah koloniall Belanda kepada RIS

kecuali Papua Bagian Barat. Indonesia ingin agar semua daerah bekas

jajahan Hindia Belanda menjadi daerah Indonesia, sedangkan Belanda

sendiri ingin menjadikan Papua bagian barat Negara terpisah karena

perbedaan etnis. Konferensi ditutup tanpa keputusan mengenai hal ini, karna

itu pasal kedua menyebutkan bahwa Papua bagian barat bukan bagian dari

serah terima, dan bahwa masalah ini akan diselesaikan dalam waktu satu

tahun.

• Dibentuknya sebuah persekutuan Belanda-Indonesia , dengan monarch

Belanda sebagai Kepala Negara.

• Pengambilalihan hutang Hindia Belanda oleh RIS.

• Keradjaan Nederland menjerahkan kedaulatan atas Indonesia yang

sepenuhnya kepada Republik Indonesia Serikat dengan tidak bersjarat

lagi dan tidak dapat ditjabut, dan karena itu mengakui Republik Indonesia

Serikat sebagai Negara yang merdeka dan berdaulat.

• Republik Indonesia Serikat menerima kedaulatan itu atas dasar ketentuan-

ketentuan pada Konstitusinya; rantjangan konstitusi telah dipermaklumkan

kepada Keradjaan Nederland.

• Kedaulatan akan diserahkan selambat-lambatnya pada tanggal 30 Desember

1949.

• Pasukan Belanda, KL, dan KM akan dipulangkan, sedangkan KNIL akan

dibubarkan dan bekas anggota KNIL diperbolehkan menjadi APRIS.

Hasil-hasil KMB kemudian diajukan kepada KNIP untuk diratifikasi.

Selanjutnya pada tanggal 15 Desember 1949 diadakan pemilihan Presiden RIS

dengan calon tunggal Presiden Soekarno. Keesokan harinya Ir. Soekarno terpilih

menjadi presiden RIS. Pada tanggal 20 Desember 1949 Moh. Hatta diangkat

sebagai Perdana Menteri RIS. Adapun pemangku jabatan Presiden RI adalah Mr.

32

Page 33: Pembahasan.docx

Asaat ( mantan Ketua KNIP ) yang dilantik pada tanggal 27 Desember 1949. Pada

tanggal 23 Desember 1949 delegasi RIS dipimpin Moh. Hatta berangkat ke negeri

Belanda untuk menandatangani naskah pengakuan kedaulatan dari pemerintah

Belanda. Upacara penandatanganan naskah pengakuan kedaulatan itu dilakukan

bersamaan, yaitu di Indonesia dan Belanda pada 27 Desember 1949. Dengan

demikian, sejak saat itu RIS menjadi Negara merdeka dan berdaulat, serta

mendapat pengakuan internasional. Berakhirlah periode perjuangan

mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

b. Keadaan RIS dari Tahun 1949 – 1950

Republik Indonesia Serikat (RIS) yang merdeka dan berdaulat adalah Negara

hukum demokratis yang berbentuk federal. RIS dlakukan oleh pemerintah federal

bersama parlemen dan senat. Wilayahnya meliputi seluruh daerah Indonesia yang

terdiri atas:

1. Negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur, Negara Pasundan,

Negara Jawa Timur, Negara Madura, Negara Sumatera Timur dan Negara

Sumatera Selatan.

2. Kesatuan poltik yang berkebangsaan yaitu Jawa Tengah Bangka, Belitung,

Riau, Kalimantan Barat, Dayak Besar, Banjar, Kalimantan Tenggara dan

Kalimantan Timur.

3. Daerah-daerah lain yang bukan daerah bagian.

Alat perlegkapan RIS terdiri atas presiden, Dewan Menteri, Senat, Dewan

perwakilam Rakyat, mahkamah agung, dan dewan pemerksa keuangan. Parlemen

terdiri atas 150 orang, Senat sebagai perwakilan Negara-negara bagian adalah

Badan Penasehat. Tiap Negara bagian mengangkat 2 orang wakil di Senat.

Sementara itu rakyat tidak setuju apabila Konstitusi RIS diberlakukan

secara dominan. Dalam keadaan rakyat yang kecewa, ada beberapa pihak yang

33

Page 34: Pembahasan.docx

mengambil kesempatan tersebut dengan mengadakan suatu aksi pengacaan atau

pemberontakan di beberapa daerah.

Gerakan pertama adalah aksi pengacauan oleh Westerling di daerah

Sumatera Utara, Sulawesi Selatan dan Bandung. Dalam melancarkan aksinya,

Westerlint menyatakan dirinya sebagai “Ratu Adil” dengan dalih untuk

menyelamatkan RIS.

Pada 23 Januari 1950 Westerling menguasai Bandung dan merencanakan

akan mengambil alih pemerintahan di Jakarta. Pemberontakan berhasil ditumpas,

namun Westerling berhasil meloloskan diri. Melalui penyelidikan intelijen, Sultan

Hamid II terlibat dalam pemberontakan ini. Ia menentang masuknya TNI ke

Negara Bagian Kalimantan Barat dan tidak mau mengakui menteri pertahanan

RIS, Sultan Hamengkubuwono IX.

Di Makasar terjadi pemberontakan yang dipimpin oleh Andi Azis

yang semula menolak peleburan anggota-anggota KNIL ke dalam APRIS.

Pemberontakan ini berhasil dipadamkan oleh pasukan APRIS. Andi Azis

menyerahkan diri dan ia dijatuhi hukuman 14 tahun penjara oleh Panglima

Tentara di Yogyakarta. (Ilmu Negara, prof,drs,c.s.t,2007,hal. 176)

Di Maluku Selatan, timbul pemberontakan pimpinan Dr. Soumokil,

bekas jaksa agung NIT. Pada tanggal 25 April 1950 ia memproklamasikan

berdirinya Republik Maluku Selatan (RMS). Pemerintah mengirimkan dr.

Leimena untuk menyelesaikan masalah tersebut secara diplomatik. RMS

menolak untuk berunding. Akhirnya pemerintah membentuk ekspedisi di bawah

pimpinan Kol. Kawilarang untuk menumpas RMS. Pada tanggal 28 September

1950 pasukan ekspedisi mendarat di Ambon dan menguasai pulau Ambon.

Pemberontakan berhasil dipatahkan namun beberapa tokohnya melarikan diri

ke Belanda, kemudian membentuk “Pemerintah buangan”. (Ilmu Negara,

prof,drs,c.s.t,2007,hal. 177)

34

Page 35: Pembahasan.docx

Ketiga pemberontakan yang terjadi selama masa pemerintahan RIS

merupakan suatu keadaan yang memang dipersiapkan oleh Belanda untuk

mengacau RIS melalui kekuatan militernya. Kondisi ini akan menimbulkan suatu

anggapan pada dunia internasional bahwa RIS tidak dapat memelihara keamanan

di wilayahnya.

Persoalan lain yang dihadapi Pemerintah RIS adalah adanya desakan dari

rakyat di beberapa Negara bagian untuk segera dapat bergabung dengan RIS dan

mengubah bentuk Negara. Kebijaksanaan pemerintah dalam hal ini didasarkan

pada konstitusi sementara yang terbentuk sebagai hasil persetujuan bersama, di

mana pemerintah telah berjanji untuk menjalankan dan memelihara peraturan

yang tercantum dalam onstitusi RIS. Oleh karena itu, dalam melaksanakan

kebijakan politik dalam negerinya terutama menyangkut perubahan bentuk

kenegaraan RIS, pemerintah harus berpegang pada ketentuan-ketentuan Konstitusi

Sementara itu.

Negara bagian yang menghendaki adanya perubahan bentuk Negara itu

antara itu antara lain NIT. Dalam rapat istimewa yang terjadi pada bulan Maret

1950, di mana partai-partai politik dan organisasi yang mewakili rakyat Indonesia

Timur telah mengeluarkan suatu pernyataan:

1. Rakyat Indonesia Timur tidak setuju dengan adanya NIT, karena NIT adalah

ciptaan Van Mook;

2. Rakyat Indonesia Timur adalah rakyat Indonesia yang setia pada

kemerdekaan 17 Agustus 1945;

3. Republic Indonesia adalah ciptaan Rakyat Indonesia sendiri bedasarkan

pada Proklamasi 17 Agustus 1945;

4. Dalam mempertahankan isi Proklamasi 17 Agustus 1945, rakyat Indonesia

Timur tetap menganggap Irian adalah suatu daerah Republik Indonesia yang

harus direbut kembali.

Selain NIT, dewan Bangka menyatakan setuju dengan segala resolusi dan

mosi-mosi yang menuntut pemasukan daerah otonom Bangka ke dalam Republik

35

Page 36: Pembahasan.docx

Indonesia. Di Madura muncul suatu tuntutan dari fraksi Indonesia dan Fraksi

Islam dalam DPRS Madura yang menuntut agar Madura hendaknya digabungkan

dalam Republik. Hal yang serupa dilakukan oleh Negara Sumatera Selatan.

RIS dihadapkan pada persoalan keuangan Negara. Sesuai dengan hasil

keputusan KMB bahwa Repulik harus menanggung semua hutang, baik hutang

dalam negeri maupun hutang luar negeri yang merupakan warisan dari pemerintah

Hindia-Belanda. Untuk mengatasi kesulitan di bidang keuangan, RIS mengambil

jalan:

1. Mengadakan rasionalisasi dalam susunan Negara dan dalam badan-badan

serta alat-alat pemerintahan;

2. Menyelidiki secara lebih baik dan teliti mengenai anggaran Negara-negara

bagian;

3. Mengintensiveer pemungutan berbagai iuran dan cukai;

4. Mengadakan pajak baru;

5. Mengadakan pinjaman nasional.

Masalah berikutnya yang dihadapi oleh Pemerintah RIS adalah mengenai

persoalan “Negara Hukum”. Langkah pertama dalam lapangan kehakiman ialah

mempelajari keadaan tata hokum Indonesia pada waktu penyerahan kedaulatan,

terutama menyelidiki bagian hokum mana yang masih berlakumenurut Konstitusi

RIS, dan bagian hokum mana yang telah hilang kekuatannya terkait dengan

penyerahan kedaulatan. Ini akan diselidiki pula, hokum mana yang harus segera

dicabut, diubah atau diganti terkait dengan RIS.

Masalah terakhir adalah angkatan perang. TNI merupakan inti dari

Angkatan Perang RIS. Maka dalam persetujuan KMB mengenai persoalan tentara

yang disebut hanya persoalan reorganisasi KNIL. Masalah ini pula yang turut

menyebabkan pemberontakan yang dipimpin oleh Andi Azis.

36

Page 37: Pembahasan.docx

c. Akhir Pemerintahan RIS

Negara RIS buatan Belanda tidak dapat bertahan lama karena muncul

tuntutan-tuntutan untuk kembali ke dalam bentuk NKRI sebagai perwujudan

dari cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945. Gerakan menuju pembentukan NKRI

mendapat dukungan yang kuat dari seluruh rakyat. Banyak Negara-negara bagian

satu per satu menggabungkan diri dengan Negara bagian Republik Indonesia.

Pada tanggal 10 Februari 1950 DPR Negara Sumatera Selatan

memutuskan untuk menyerahkan kekuasaannya pada RI. Tindakan semacam

ini dengan cepat dilakukan oleh Negara-negaa bagian lainnya ynag cenderung

untu menghapuskan Negara-negara bagian dan menggabungkan diri ke dalam

RI. Pada akhir Maret 1950, hanya tersisa empat Negara bagian dalam RIS, yaitu

Kalimantan Barat, Sumatera Barat, Negara Indonesia Timur, dan Republik

Indonesia. Pada akhir April 1950, maka hanya Republik Indonesia yang tersisa

dalam RIS.

Penggabungan Negara-negara bagian ke dalam RI menimbulkan persoalan baru

khususnya dalam hubungan luar negeri. Hal ini karena RI hanya Negara bagian

RIS, hubungan luar negeri yang berlangsung selama ini dilakukan oleh RIS.

Sehingga peleburan Negara RIS ke dalam RI harus dihindari untuk menjamin

kedaulatan negara. Solusinya adalah RIS harus menjelma menjadi RI.

Setelah diadakan konferensi antara Pemerintah RIS dan RI untuk

membahas penyatuan negara, pada tanggal 19 Mei 1950, pemerintah RIS dan

RI menandatangani Piagam Persetujuan pembentukan Negara kesatuan. Pokok

dari isi piagam tersebut adalah kedua belah pihak dalam waktu yang sesingkat-

singkatnya melaksanakan pembentukan Negara kesatuan berdasar Proklamasi 17

Agustus 1945.

Rapat-rapat antara pemerintah RIS dan RI mengenai Negara kesatuan

semakin sering dilakukan. Setelah rapat mengenai Pembagian daerah yang akan

merupakan wilayah NKRI, maka pada tanggal 15 Agustus 1950 diadakan rapat

37

Page 38: Pembahasan.docx

gabungan yang terakhir dari DPR dan Senat RIS di mana dalam rapat ini akan

dibicarakan “piagam pernyataan” terbentuknya NKRI oleh Presiden Soekarno.

Setelah pembacaan piagam pernyataan terbentuknya NKRI, maka dengan

demikian secara resmi Negara Kesatuan RI terbentuk kembali pada tanggal 17

Agustus 1950.

BAB III

a. Bentuk Lembaga Negara

Lembaga negara adalah lembaga pemerintahan dimana lembaga tersebut

dibuat oleh negara, dari negara, dan untuk negara dimana bertujuan untuk

membangun negara itu sendiri.

3.1 Bentuk Lembaga Negara pada Masa Pemerintahan Parlementer

Lembaga-lembaga negara yang ada pada masa Pemerintahan Parlementer

(UUDS) yaitu pada periode 17 Agustus 1950 - 5 Juli 1959 menurut UUDS pasal

44 lembaga negara yang ada yaitu:

1. Presiden dan Wakil Presiden

2. Menteri-menteri

3. Dewan Perwakilan Rakyat

4. Mahkamah Agung

5. Dewan Pengawas Keuangan. (Ilmu Negara, prof,drs,c.s.t,2007,hal. 179)

Dari penjelasan diatas kita bisa mengetahui bahwa sudah ada pembagian

kekuasaan yang jelas antara eksekutif, legeslatif, dan yudikatif. Presiden yang

berkedudukan sebagai kepala negara dibantu oleh wakil presiden, sedangkan

38

Page 39: Pembahasan.docx

menteri sebagai eksekutif atau pelaksana pemerintahan.

Berdasarkan Pasal 51 UUDS 1950 ”Presiden menunjuk seorang atau beberapa

orang pembentuk kabinet setelah itu sesuai dengan anjuran pembentuk kabinet

presiden mengangkat seorang menjadi perdana mentri dan mengangkat mentri-

mentri yang lain. Menteri-menteri bertanggungjawab atas seluruh kebijaksanaan

pemerintah baik bersama-sama untuk seluruhnya maupun masing-masing untuk

bagiannya sendiri-sendiri.

Sebagai kepala negara berdasarkan pasal 84 “Presiden berhak untuk

membubarkan DPR.” Kekuasaan legeslatif dipegang oleh Dewan Perwakilan

Rakyat. Dewan Perwakilan Rakyat mewakili seluruh rakyat Indonesia dan terdiri

sejumlah anggota yang besarnya ditetapkan berdasarkan atas perhitungan setiap

300.000 jiwa penduduk WNI mempunyai seorang wakil (Pasal 56 UUDS 1950).

Dewan Perwakilan Rakyat dipilih untuk masa 4 tahun. Dan keanggotan DPR

tidak dapat dirangkap oleh lembaga lainnya, hal ini agar tidak tumpang tindih

dalam pembagian kekuasaan. Seorang anggota DPR yang merangkap dalam

lembaga lainnya tidak boleh mempergunakan hak dan kewajiban sebagai anggota

badan tersebut selama ia memangku jabatan ganda.

Dalam wewenangnya DPR berhak untuk mengajukan usul Undang-undang

kepada pemerintah dan berhak mengadakan perubahan-perubahan dalam usul

Undang-undang yang diajukan oleh pemerintah kepada DPR. Apabila akan

mengusulkan Undang-undang maka mengirimkan usul itu untuk disahkan oleh

pemerintah kepada presiden.

Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh Mahkamah Agung dan Dewan Pengawas

Keuangan. Mahkamah Agung adalah pengadilan negara tertinggi (Pasal 105

Ayat 1 UUDS 1950). Sebagai lembaga yudikatif atau pengawas dari pelaksanaan

UUDS, pengangkatan Mahkamah Agung adalah untuk seumur hidup. Mahkamah

Agung dapat dipecat atau diberhentikan menurut cara dan ditentukan oleh

39

Page 40: Pembahasan.docx

undang-undang (Pasal 79 Ayat 3 UUDS 1950), selain itu diatur pada pasal yang

sama ayat berbeda yaitu ayat 4 disebutkan bahwa ”Mahkamah Agung dapat

diberhentikan oleh Presiden atas permintaan sendiri”. Selain sebagai pengawas

atas perbuatan pengadilan-pengadilan yang lain, Mahkamah Agung juga memberi

nasehat kepada Presiden dalam pemutusan pemberian hak grasi oleh presiden.

Selain MA dalam lembaga yudikatif juga ada DPK (Dewan Pengawas

Keuangan). Pengangkatan anggota DPK seumur hidup, undang-undang

menetapakan ketua, wakil ketua dan anggotanya dapat diberhentikan apabila

mencapai usia tertentu. DPK dapat diberhentikan oleh presiden atas permintaan

sendiri.

3.2 Bentuk Lembaga Negara pada Masa Pemerintahan Presidensial

Pada masa pemerintahan presidensial kekuasaan lebih besar di tangan

presiden dan pemerintah tidak bertanggung jawab kepada parlemen (legislative).

Menteri adalah pembantu presiden yang diangkat dan bertanggung jawab kepada

presiden.

Menurut Rod Hague, pemerintahan presidensiil terdiri dari 2 unsur yaitu:

• Presiden yang dipilih rakyat memimpin pemerintahan dan mengangkat

pejabat-pejabat pemerintahan yang terkait.

• Presiden dengan dewan perwakilan memiliki masa jabatan yang tetap,

tidak bisa saling menjatuhkan. (Sistem Pemerintahan Indonesia, drs.inu

kencana,dkk,2002,hal. 61)

Dalam sistem presidensial, jika presiden melakukan pelanggaran konstitusi,

pengkhianatan terhadap negara, dan terlibat masalah kriminal, posisi presiden

bisa dijatuhkan. Bila ia diberhentikan karena pelanggaran-pelanggaran tertentu,

biasanya seorang wakil presiden akan menggantikan posisinya.

40

Page 41: Pembahasan.docx

Bentuk MPR sebagai majelis permusyawaratan-perwakilan dipandang

lebih sesuai dengan corak hidup kekeluargaan bangsa Indonesia dan lebih

menjamin pelaksanaan demokrasi politik dan ekonomi untuk terciptanya keadilan

sosial,dan sebagai ciri demokrasi Indonesia. Dalam struktur pemerintahan

negara, MPR berkedudukan sebagai supreme power dan penyelenggara negara

yang tertinggi. DPR adalah bagian dari MPR yang berfungsi sebagai legislatif.

Presiden menjalankan tugas MPR sebagai kekuasaan eksekutif tertinggi, sebagai

mandataris MPR.

Sebagai penjelmaan rakyat dan merupakan pemegang supremasi kedaulatan,

MPR adalah penyelenggara pemerintahan negara tertinggi, “pemegang”

kekuasaan eksekutif dan legislatif. DPR adalah bagian MPR yang menjalankan

kekuasaan legislatif, sedangkan presiden adalah mandataris yang bertugas

menjalankan kekuasaan eksekutif. Bersama-sama, DPR dan presiden menyusun

undang-undang. DPR dan presiden tidak dapat saling menjatuhkan seperti pada

sistem parlementer maupun presidensial.

Sistem presidensial dipandang mampu menciptakan pemerintahan negara

berasaskan kekeluargaan dengan stabilitas dan efektifitas yang tinggi. Sehingga

para anggota legislatif bisa lebih independent dalam membuat UU karena

tidak khawatir dengan jatuh bangunnya pemerintahan. Sistem presidensial

mempunyai kelebihan dalam stabilitas pemerintahan, demokrasi yang lebih besar

dan pemerintahan yang lebih terbatas. Adapun kekurangannya, kemandekan

(deadlock) eksekutif-legislatif, kekakuan temporal, dan pemerintahan yang lebih

eksklusif.

Secara konstitusional, DPR mempunyai peranan untuk menyusun APBN,

mengontrol jalannya pemerintahan, membuat undang-undang dan peranan lain

seperti penetapan pejabat dan duta. Presiden tak lagi bertanggung jawab pada

DPR karena ia dipilih langsung oleh rakyat.

41

Page 42: Pembahasan.docx

Konstitusi RI jelas telah menetapkan sistem pemerintahan presidensial.

Pemerintahan presidensial mengandalkan pada individualitas. Sistem

pemerintahan presidensial bertahan pada citizenship yang bisa menghadapi

kesewenang-wenangan kekuasaan dan juga kemampuan DPR untuk memerankan

diri memformulasikan aturan main dan memastikan janji presiden berjalan.

Pemerintahan presidensial memang membutuhkan dukungan riil dari rakyat

yang akan menyerahkan mandatnya kepada capres. Namun, rakyat tak bisa

menyerahkan begitu saja mandatnya tanpa tahu apa yang akan dilakukan capres.

Tugas Presiden Sebagai Kepala Negara:

Kepala negara adalah orang yang mengepalai negara dan sebagai symbol

resmi negara Indonesia di dunia yang mempunyai tugas sebagai berikut :

1. Menetapkan dan mengajukan anggota dari hakim konstintusi. (Pasal 24A

ayat 3)

2. Mangangkat duta dan konsul untuk negara lain dengan pertimbangan DPR.

(Pasal 13 ayat 1)

3. Menerima duta dari negara lain dengan pertimbangan DPR. (Pasal 13 ayat 2)

4. Memberikan grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi dengan pertimbangan dari

MA dan DPR. (Pasal 14)

5. Memegang kekuasaan tertinggi atas AU / Angkatan Udara, AD / Angkatan

Darat dan AL / Angkatan Laut. (Pasal 10)

6. Menyatakan keadaan bahaya yang syarat-syaratnya ditetapkan oleh Undang-

Undang. (Pasal 12)

7. Menyatakan perang dengan negara lain, damai dengan negara lain dan

perjanjian dengan negara lain dengan persetujuan DPR. (Pasal 11)

8.Membuat perjanjian yang menyangkut hajat hidup orang banyak,

mempengaruhi beban keuangan negara dan atau mengharuskan adanya

42

Page 43: Pembahasan.docx

perubahan / pembentukan Undang-Undang harus dengan persetujuan DPR.

(Pasal 11 ayat 2)

9. Memberi gelar, tanda jasa, tanda kehormatan dan sebagainya yang diatur oleh

UU. (Pasal 15)

10.Menetapkan calon Hakim Agung yang diusulkan oleh KY / Komisi Yudisial

dengan persetujuan DPR. (Pasal 24A ayat 3)

11.Meresmikan anggota Badan Pemeriksa Keuangan yang dipilih DPR atas

dasar pertimbangan DPD. (Pasal 6A)

12.Membentuk dewan pertimbangan yang memiliki tugas memberi nasehat dan

pertimbangan untuk Presiden yang diatur oleh UU. (Pasal 16)

Tugas Presiden Sebagai Kepala Pemerintahan:

Sebagai kepala pemerintahan, Presiden dibantu oleh menteri-menteri

dalam kabinet, memegang kekuasaan eksekutif untuk melaksanakan tugas-tugas

pemerintahan sehari-hari. Tugas presiden sebagai kepala pemerintahan yaitu

sebagai berikut :

1. Menjalankan roda pemerintahan dengan di bantu oleh para menteri dan

stafnya. (Pasal 15 ayat 2)

2. Menetapkan peraturan pemerintah. (Pasal 15 ayat 1)

3. Mengajukan rancangan Undang-Undang. (Pasal 5 ayat 1)

3.3 Bentuk Lembaga Negara pada Masa Orde baru dan Reformasi

Pada Era sebelum reformasi atau Orde Baru kita mengenal lembaga negara

yakni lembaga tertinggi Negara yaitu MPR dan lembaga tinggi negara yakni

Presiden, DPR, DPA, MA dan BPK. Namun seiring dengan bergulirnya reformasi

terjadi perubahan lembaga tinggi negara yang mulai tahun 1999 terdiri dari

Presiden, DPR, MA, MK, DPD dan BPK, sedangkan DPA dilikuidasi. Lembaga

43

Page 44: Pembahasan.docx

seperti yudikatif, eksekutif dan legislatif merupakan perangkat keras, sedangkan

perangkat lunaknya menyangkut pemilu, akuntabilitas, hak dasar, kesamaan

hukum, kompetensi, keterbukaan dan integrasi.

Pelaksanaan penyelenggaraan negara oleh para pelakunya tetap berada

dalam koridor NKRI yang berdasarkan Pancasila, UUD 1945 serta norma dasar

yang berlaku. Dalam penyelenggaraa kekuasaan tiap-tiap lembaga mempunyai

susunan dan saling berhubungan satu dengan yang lain sehingga merupakan satu

kesatuan dalam mewujudkan nilai-nilai kebangsaan dan perjuangan negara bangsa

sesuia dengan peran, kewenangan dan tanggung jawab masing-masing. Adapaun

penyelenggaraan fungsi-fungsi eksekutif, legislatif, yudikatif, konstitutif dan

auditif terdiri atas:

1. Majelis Permusyawaratan Rakyar (MPR)

Majelis ini mempunyai wewenang mengubah dan menetapkan UUD

(fungsi konstitutif) serta melantik dan memberhentikan presiden dan waki

presiden. Untuk melaksanakan tugas dan fungsinya tersebut, majelis terdiri dari

Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah melaksanakan sidang-

sidang.

2. Presiden

Presiden merupakan pemegang kekuasaan pemerintahan. Dalam

melaksanakan tugasnya Presiden dibantu oleh satu orang wakil Presiden

dan sejumlah menter-menteri serta dewan pertimbangan yang diatur dengan

UU untuk memberikan nasehat dan perimbangan kepada Presiden. Sebagai

lembaga eksekutif, Presiden berhak mengajukan rancangan Undang-Undang dan

menetapkan peraturan pemerintah untuk melaksanakan undang-undang. Presiden

mengesahkan RUU yag telah disetujui DPR menjadi UU.

3. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

44

Page 45: Pembahasan.docx

Sebagai Manifestasi dari prinsip demokrasi perwakilan, dibentuk DPR

sebagai lembaga perwakilan rakyat yang harus mampu menyerap aspirasi rakyat

dan merumuskannya dalam kebijakan negara serta memperjuangkan aspirasi

rakyat sesuai dengan tuntutan politik yang berkembang. Dewan memegang

kekuasaan membentuk UU yang mempunyai fungsi legislative, fungsi anggaran,

serta pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.

4. Dewan Perwakilan Daerah

Dalam rangka menerapkan prinsip demokrasi dan prinsip desentralisasi

serta dalam upaya mengikutsertakan daerah dalam penyelenggaraan kebijakan

pemerintahan negara maka dibentuk Dewan Perwakilan Daerah. Lembaga ini

dapat mengajukan RUU kepada DPR dan ikut membahas RUU yang berkaitan

dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran

dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya

ekonomi lainnya serta berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.

5. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)

BPK dibentuk untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang

keuangan negara secara bebas dan mandiri. Badan ini melaksanakan fungsi auditif

yaitu pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara.

Hasil pemeriksaannya diserahkan kepada DPR, DPD dan DPRD sesuai dengan

kewenangannya untuk ditindaklanjuti serta kepada pemerintah untuk tindakan

perbaikan dan penindakan.

6. Mahkamah Agung (MA)

MA dibentuk untuk melaksanakan kekuasaan kehakiman bersama

peradilan yang berada dobawahnya dalam lingkungan peradilan umum,

leingkungan peradilan agama, peradilan militer dan tata usaha negara.

7. Mahkamah Konstitusi (MK)

45

Page 46: Pembahasan.docx

Mahkamah Konstitussi dibentuk untuk melaksanakan kekuasaan

kehakiman disamping MA dan badan peradilan untuk mengadili dengan putusan

final dalam menguji UU terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan lembaga

negara sesuai dengan UUD, memutus pembubaran partai politik, memutus

perselisihan hasil pemilu dan sebagainya.

8. Bank Sentral

Negara memiliki bank Sentral yang menurut UU No 23 tahun 1999

dilaksanakan oleh Bank Indonesia dengan tugas menetapkan dan melaksanakan

kebijakan moneter, mengatur dan menjaga sistem pembayaran dan mengatur serta

mengawasi bank.

BAB IV

4.1 Kesimpulan

UUD 1945 Pasal 4 ayat (1) tegas menyebutkan Presiden memegang

kekuasaan pemerintahan menurut UUD. Artinya pemerintahan yang kita anut

adalah sistem presidensial. Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat. Kedua,

masa jabatannya pasti selama lima tahun. Ketiga, tidak mudah dijatuhkan,

meskipun tidak berarti tidak boleh diberhentikan (impeachment).

Dalam praktik pemerintahan presidensial yang berlangsung selama

ini terutama sebelum perubahan UUD 1945 diserahkan sepenuhnya kepada

Presiden dan menempatkannya sebagai hak prerogatif Presiden (hak mutlak

yang dimiliki presiden) walaupun tidak pernah diatur dalam UUD 1945 dan

peraturan pemerintah namun dalam orde baru hak ini dilakukan secara nyata.

Akibatnya semua berjalan dengan landasan Keppres, seperti pembentukan

kabinet, pengangkatan menteri, duta, konsul, grasi, amnesti, abolisi, rehabilitasi,

pemberian gelar, kesemuanya tidak ada kontrol yang “cukup” dari lembaga negara

lainnya.Catatan sejarah politik ketatanegaraan kita jelas membuktikan apabila

46

Page 47: Pembahasan.docx

penggunaan hak-hak prerogatif yang pernah dipraktikkan di masa lalu, malah

menyebabkan timbulnya model kekuasaan politik yang tidak terkontrol.

Terlepas dari polemik model kepemimpinannya, di era Orde Lama,

Presiden Sukarno hampir terjerumus ke “lobang” kekuasaan yang diktatorialisme,

karena penggunaan hak prerogatif yang berlebihan. Demikian juga di era

kepresidenan Soeharto yang berlangsung hampir 32 tahun, hak prerogatif yang

dimilikinya secara akumulatif justru menjatuhkan kekuasaannya, akibat desakan

gerakan reformasi di tahun 1998, yang intinya tuntutan demokrasi dan tegaknya

hukum.

Jadi, tidak ada jaminan penggunaan hak prerogatif yang berlebihan

terhadap stabilitas jalannya roda pemerintahan. Belajar dari pengalaman sejarah

inilah, maka penggunaan hak prerogatif memang harus dibatasi. Namun,

akan lebih efektif lagi apabila penguatan sistem presidensial juga dilakukan

dengan membuat payung hukum yang melindungi efektivitas kinerja lembaga

kepresidenan. Karenanya, kehadiran UU No. 19 Tahun 2006 tentang Dewan

Pertimbangan Presiden dan pembentukan UU Kementerian Negara serta wacana

untuk menerbitkan UU Lembaga Kepresidenan menjadi mutlak perlu, sebagai

langkah operasional dari amanat UUD 1945. Kehadiran UU ini semua akan

memberikan jaminan yang pasti terhadap stabilitas roda pemerintahan didalam

sistem pemerintahan presidensial. Sekaligus memberi kepastian atas kelangsungan

pelayanan publik, yang dibutuhkan rakyat.

47

Page 48: Pembahasan.docx

4.2 Referensi

Prof.Drs.Kansil C.S.T. Ilmu Negara .Pradnya Paramita. Jakarta:2007

Retnowulan Sutantio SH. dan Iskandar Oerip Kartawinata SH. Hukum Acara

Perdata dalam Teori dan Praktek. Mandar Maju. Bandung: 1989.

Kencana Syafiie Inu, Drs. Dkk. Sistem Pemerintahan Indonesia. Rineka Cipta.

Jakarta: 2002.

Ndraha Taliziduhu. Metodologi Ilmu Pemerintahan. Rineka Cipta. Jakarta: 1997.

Widjaja H.A.W. Prof. Drs. Pedoman Pancasila pada Perguruan Tinggi. Rajawali

Pers. Jakarta: 2002.

48