pembahasan-pendengaran
DESCRIPTION
try it .TRANSCRIPT
PEMBAHASAN
1. Uji Pendengaran Dengan Suara (voice test)
Pada praktikum ini dilakukan pengujian kemampuan OP mendengar suara berbisik dan
suara keras pada lingkungan yang cukup hening. Secara umum kekerasan suara berkaitan
dengan amplitudo gelombang suara dan nada berkaitan dengan prekuensi (jumlah gelombang
persatuan waktu).
Semakin besar suara semakin besar amplitudo, semakin tinggi frekuensi dan semakin
tinggi nada. Namun nada juga ditentukan oleh faktor – faktor lain yang belum sepenuhnya
dipahami selain frekuensi dan frekuensi mempengaruhi kekerasan, karena ambang pendengaran
lebih rendah pada frekuensi dibandingkan dengan frekuensi lain. Gelombang suara memiliki
pola berulang, walaupun masing – masing gelombang bersifat kompleks, didengar sebagai suara
musik, getaran apriodik yang tidak berulang menyebabakan sensasi bising. Sebagian dari suara
musik bersala dari gelombang dan frekuensi primer yang menentukan suara ditambah sejumlah
getaran harmonik yang menyebabkan suara memiliki timbre yang khas. (Ganong, 2005).
Dengan pemeriksaan voice test ini praktikan dapat mengetahui ketajaman pendengaran OP dan
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keras lemahnya suara yang terdengar oleh OP.
Telinga OP dihadapkan ke pemeriksa agar suara yang dipancarkan oleh pemeriksa tidak
terhalang oleh apapun sehingga gelombang suara langsung diterima telinga OP. Penyaluran
suara prosesnya adalah telinga mengubah gelombang suara di lingkungan eksternal menjadi
potensi aksi di saraf pendengaran. Gelombang diubah oleh gendang telinga dan tulang-tulang
pendengaran menjadi gerakan-gerakan lempeng kaki stapes. Gerakan ini menimbulkan
gelombang dalam cairan telinga dalam. Efek gelombang pada organ Corti menimbulkan
potensial aksi di serat-serat saraf (Ganong, 2005).
Pada pemeriksaan dengan suara berbisik rata-rata OP baru bisa mendengar suara pada
jarak 4-5 meter. Hal ini dapat dikarenakan lingkungan yang kurang kondusif saat melakukan
praktikum.
Praktikum ini dilakukan dilorong laboratorium dan di dalam laboratorium fisiologi.
Walaupun suara-suara pengganggu yang berasal dari praktikan sudah diusahakan seminimal
mungkin untuk meminimalkan gangguan. Namun tetap saja suara dari lingkungan dapat
mengganggu proses pengujian. Suara-suara tersebut dapat berasal dari ruang lab lain yang agak
berisik dan juga suara mesin kulkas maupun AC. Suara-suara tersebut dapat membuat hilangnya
konsentrasi OP untuk mendengar suara bisikan yang diberikan. Sehingga suara yang dibisikkan
pada jarak 6 meter ke OP tidak dapat tersampaikan dan OP harus maju lagi beberapa meter agar
terdengar dengan jelas. Pemeriksaan dengan suara biasa dapat dilakukan oleh semua OP dengan
baik. Ini dikarenakan suara biasa yang dibuat cukup keras dan lingkungan lab yang lebih
kondusif dibandingkan pada pengujian sebelumnya, menjadikan suara tersebut terdengar dengan
jelas. Begitupula dengan pemeriksaan dengan suara keras. Suara yang disampaikan pada OP
dapat terdengar dengan jelas.
2. Pemeriksaan Dengan Garpu Tala
Untuk melihat ada tidaknya gangguan fungsi pendengaran pada OP adalah dengan
menggunakan garpu tala. Test garpu tala digunakan untuk pengukuran kualitatif, idealnya
menggunakan garpu tala dengan frekuensi 512, 1024, dan 2048 Hz. Beberapa tes menggunakan
garpu tala yang dilakukan pada praktikum ini adalah:
- Tes Rinne
Pemeriksaan Tes Rinne menggunakan garpu tala frekuensi 256. Tes Rinne dilakukan
dengan menggetarkan garpu tersebut dan menekankan gagang penala yang bergetar pada
Processus Mastoideus pada telinga yang diperiksa. Setelah OP menandakan bunyi dengungan
menghilang segera mungkin mendekatkan ujung penala pada telinga yang diperiksa. Jika
terdengar maka R+ dan jika tidak R-. OP dapat mendengar dengan baik suara yang menghilang
saat garpu tala ditempelkan pada Processus Mastoideus dan mendengar kembali suara tersebut
saat didekatkan dengan telinga. Ini terjadi karena saat suara menghilang di Processus
Mastoideus sebenarnya garpu tala itu masih bergetar, hanya karena intensitas terlalu halus maka
tidak dapat terdengar oleh telinga OP. Sehingga perlu didekatkan ke telinga OP untuk mndengar
suara yang halus itu.
- Tes Webber
Pada pemeriksaan garpu tala dengan tes Weber menggunakan garpu tala frekuensi 512.
Tes ini dilakukan dengan cara menggetarkan garpu tala tersebut dan menempelkannya pada
bagian meridian tepat diatas kepala. Hsil yang didapat normal jika OP mendengar dengungan
sama kuat antara telinga kiri dan kanan. Dari hasil yang didapat OP mendengar dengungan
tersebut sama kuat pada kedua telinganya. Akan tetapi sebelum dapat mendengar dengungan ini
OP menutup kedua telinganya terlebih dahulu. Ini dilakukan untuk mencegah suara dari
lingkungan seperti suara kipas AC yang dapat mengganggu gelombang hantaran dari garpu tala
tersebut.
- Tes Schwabach
Pada pemeriksaan garpu tala dengan tes Schwabach digunakan garpu tala dengan
frekuensi 128. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggetarkan garpu tala tersebut dan
meletakkannya pada Processus Mastoideus OP. Setelah bunyi menghilang OP segera member
tanda dan pemeriksa meletakkan garpu tala tersebut pada Processu Mastoideusnya. Tes ini
dianggap normal jika baik OP maupun pemeriksa tidak mendengar lagi suara setelah OP
memberikan tanda suara berhenti. Dari hasil baik pemeriksa maupun OP tidak mendapatkan lagi
suara terdengar dari garpu tala tersebut.
Kondisi schwabach memanjang dan memendek dapat terjadi dikarenakan kekurang
pekaan pemeriksa atau OP dalam mendengar bunyi tersebut.
- Tes Bing
Pada pemeriksaan garpu tala dengan tes Bing digunakan garpu tala dengan frekuensi
512. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara menggetarkan garpu tersebut dan menempelkannya
pada processus mastoideus. Kemudian ditanyakan telinga mana yang mendengar paling keras.
Dari hasil setelah diulang beberapa kali tidak terdapat telinga bagian mana yang mendengar
paling keras. Semua telinga mendengar suara sama kuatnya. Pengulangan yang dilakukan,
dimaksudkan untuk mengurangi kesalahan hasil yang diakibatkan oleh perbedaan kekuatan saat
menggetarkan garpu tala.
KESIMPULAN
1. Pemeriksaan ketajaman suara dapat dilakukan dengan berbisik pada jarak 6 meter dari OP,
berbicara biasa pada jarak 30 meter dan berbicara keras pada jarak 30 meter.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kuat atau lemahnya suara adalah nada atau frekuensi,
intensitas atau kekuatan, dan warna suara atau kualitas.
3. Dari hasil suara berbisik terdengar pada jarak antara 4-6 meter sementara untuk berbicara
biasa dan keras dapat terdengar pada jarak 30 meter.
4. Cara pemeriksaan dengan garpu tala yaitu, Tes Rinne, Tes Schwabach, Tes Weber, dan Tes
Bing.
5. Dari hasil yang didapatkan keseluruhan OP dapat mendengar dengan normal suara yang
dihasilkan dari tiap uji.
DAFTAR PUSTAKA
Ganong, William. 2005. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Terjemahan dari: Review of Medical Physiology.
Guyton AC. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku
Junqueira LC, Caneiro J. 2005. Basic Histology Text & Atlas. USA: The Mc Graw-HillCompanies
Herman, Ning Widya Putri. 2011. Prevalensi Gangguan Pendengaran Pada Mahasiswa Program
Studi Pendidikan Dokter. http://perpus.fkik.uinjkt.ac.id/. Di akses tanggal 9-11-2013