pembahasan osteomielitis

8
Judul tiap pembahasan warna MERAH Pembahasan warna HITAM Daftar pustaka warna BIRU 1. Mekanisme terjadinya gejala? Arifa, desy, sheilla, naila, hazmy Pada osteomyelitis, bakteri mencapai daerah metafisis tulang melalui darah dan tempat infeksi di bagian tubuh yang lain seperti pioderma atau infeksi saluran nafas atas. Trauma ringan yang menyebabkan terbentuknya hematoma diduga berperan dalam menentukan timbulnya infeksi didaerah metafisis yang kaya akan pembuluh darah. Hematoma tersebut merupakan media yang baik bagi pertumbuhan bakteri yang mencapai tulang melalui aliran darah. Di daerah hematoma tersebut terbentuk suatu fokus kecil infeksi bakteri sehingga terjadi hyperemia dan edema. Tulang merupakan jaringan yang kaku dan tertutup sehingga tidak dapat menyesuaikan diri dengan pembengkakan yang terjadi akibat edema dan oleh karena itu, edema akibat peradangan tersebut menyebabkan kenaikan tekanan intraseus secara nyata dan menimbulkan rasa nyeri yang hebat dan menetap, kemudian terbentuk pus, yang semakin meningkatkan tekanan intraseus didaerah infeksi dengan akibat timbulnya gangguan aliran darah. Gangguan aliran darah ini dapat mengakibatkan terjadinya trombosis vaskuler dan kematian jaringan tulang. (Samiaji, 2003) Mula-mula terdapat fokus infeksi di daerah metafisis, lalu terjadi hiperemia dan udem. Karena tulang bukan jaringan yang bisa berekspansi maka tekanan dalam tulang yang hebat ini menyebabkan nyeri lokal yang hebat. Biasanya osteomyelitis akut disertai dengan gejala septikemia seperti febris, malaise, dan anoreksia. Infeksi dapat pecah ke periost, kemudian menembus subkutis dan menyebar menjadi selulitis, atau menjalar melelui rongga subperiost ke diafisis. Infeksi juga dapat pecah ke bagian tulang diafisis melalui kanalis medularis. Penjalaran subperiostal ke arah diafisis, sehingga menyebabkan nekrosis tulang yang disebut sekuester. Periost akan membentuk tulang baru yang menyelubungi tulang mati tersebut. Tulang baru yang menyelubungi tulang mati disebut involukrum.(Kisworo, 1995) Samiaji E., 2003, Osteomyelitis, Bagian Ilmu Bedah BRSD Wonosobo, Fakultas Kedokteran UMY.

Upload: abdullah-al-hazmy

Post on 29-Dec-2014

36 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pembahasan Osteomielitis

Judul tiap pembahasan warna MERAHPembahasan warna HITAMDaftar pustaka warna BIRU

1. Mekanisme terjadinya gejala? Arifa, desy, sheilla, naila, hazmyPada osteomyelitis, bakteri mencapai daerah metafisis tulang melalui darah dan

tempat infeksi di bagian tubuh yang lain seperti pioderma atau infeksi saluran nafas atas. Trauma ringan yang menyebabkan terbentuknya hematoma diduga berperan dalam menentukan timbulnya infeksi didaerah metafisis yang kaya akan pembuluh darah. Hematoma tersebut merupakan media yang baik bagi pertumbuhan bakteri yang mencapai tulang melalui aliran darah. Di daerah hematoma tersebut terbentuk suatu fokus kecil infeksi bakteri sehingga terjadi hyperemia dan edema. Tulang merupakan jaringan yang kaku dan tertutup sehingga tidak dapat menyesuaikan diri dengan pembengkakan yang terjadi akibat edema dan oleh karena itu, edema akibat peradangan tersebut menyebabkan kenaikan tekanan intraseus secara nyata dan menimbulkan rasa nyeri yang hebat dan menetap, kemudian terbentuk pus, yang semakin meningkatkan tekanan intraseus didaerah infeksi dengan akibat timbulnya gangguan aliran darah. Gangguan aliran darah ini dapat mengakibatkan terjadinya trombosis vaskuler dan kematian jaringan tulang. (Samiaji, 2003) Mula-mula terdapat fokus infeksi di daerah metafisis, lalu terjadi hiperemia dan udem. Karena tulang bukan jaringan yang bisa berekspansi maka tekanan dalam tulang yang hebat ini menyebabkan nyeri lokal yang hebat. Biasanya osteomyelitis akut disertai dengan gejala septikemia seperti febris, malaise, dan anoreksia. Infeksi dapat pecah ke periost, kemudian menembus subkutis dan menyebar menjadi selulitis, atau menjalar melelui rongga subperiost ke diafisis. Infeksi juga dapat pecah ke bagian tulang diafisis melalui kanalis medularis. Penjalaran subperiostal ke arah diafisis, sehingga menyebabkan nekrosis tulang yang disebut sekuester. Periost akan membentuk tulang baru yang menyelubungi tulang mati tersebut. Tulang baru yang menyelubungi tulang mati disebut involukrum.(Kisworo, 1995)Samiaji E., 2003, Osteomyelitis, Bagian Ilmu Bedah BRSD Wonosobo, Fakultas Kedokteran UMY.Kisworo B., 1995, Majalah Kedokteran Indonesia, Vol. 45, No. 5.

2. mengapa plain foto dilakukan 5 hari mendatang? Hazmy Patologi yang terjadi pada osteomielitis hematogen akut tergantung pada umur, daya tahan penderita, lokasi infeksi, serta virulensi kuman. Infeksi terjadi melalui aliran darah dari fokus tempat lain dari tubuh pada fase bakterimia dan dapat menimbulkan septikemia. Embolus infeksi kemudian masuk ke dalam juxta epifisis pada daerah metafisis tulang panjang. Proses selanjutnya terjadi hiperemi dan udem di daerah metafisis disertai pembentukan pus di tulang panjang. Terbentuknya pus dalam tulang di mana jaringan ulang tidak dapat berekspansi akan menyebabkan tekanan dlam tulang bertambah, peninggian tekanan dalam tulang mengakibatkan terganggunya sirkulasi dan timbul trombosis pada pembuluh darah tulang yang akhirnya menyebabkan nekrosis tulang. Di samping proses yang disebutkan di atas, pembentukan tulang baru yang ekstendsif terjadi pada bagian dalam periostem sepanjang diafisis (terutama pada anak-anak) sehingga terbentuk lingkungan tulang seperti peti mayat yang disebut involukrum dengan jaringan sekuestrum di dalamnya. Proses ini terlihat jelas pada akhir minggu kedua. (Rasjad, 2007)Selain itu pada akhir minggu kedua terlihat pula gambaran radiologi mulai menunjukkan destruksi tulang dan reaksi periosteal pembentukan tulang baru.(Kisworo, 1995)Gambaran destruksi pada tulang ini baru dapat terlihat plain foto pada hari ke 10, karena spesifikasi plain foto itu sendiri yang hanya bisa mengambil gambaran dari jaringan padat, seperti jaringan tulang. Apabila plain foto diambil sebelum hari ke 10 atau sebelum minggu

Page 2: Pembahasan Osteomielitis

kedua, maka yang terlihat hanya gambaran tulang putih yang utuh tanpa destruksi, itu sebabnya mengapa pengambilan plain foto dilakukan 5 hari lagi atau 11 hari pasca tertusuk kayuKisworo B., 1995, Majalah Kedokteran Indonesia, Vol. 45, No. 5.Rasjad C., Infeksi dan Inflamasi. Dalam Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Edisi 3. Penerbit Yarsif Watampone. Jakarta. 2007. Hal 132- 41.

8. DD? Geby, hazmy, sheillaDIAGNOSIS BANDING1. Selullitis adalah radang jaringan ikat difus dengan peradangan parah lapisan dermal dan subkutan kulit.2. Artritis Supuratif Akut radang sendi bernanah. Dapat terjadi pada bayi, oleh karena lempeng epifise yang berfungsi sebagai barier belum berfungsi baik.3. Demam Reumatik4. Penyakit Gaucher penyakit genetik di mana suatu zat lemak (glukoserebrosid) terakumulasi dalam sel dan organ-organ tertentu.5. Tumor Ewing (Sarkoma Ewing) muncul pada masa pubertas, dimana tulang tumbuh sangat cepat. Tumor bisa tumbuh di bagian tubuh manapun, paling sering di tulang panjang anggota gerak, panggul atau dada. (Rasjad, 2003)Rasjad C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Edisi ke-2. Bintang Lamumpatue. Ujung Pandang, 2003 : 133-137

12. Prognosis? Hazmy, ArifaPrognosis

Angka mortalitas pada osteomielitis akut yang diobati adalah kira-kira 1 %, tetapi morbiditas tetap tinggi. Bila terapi efektif dimulai dalam waktu 48 jam setelah timbulnya gejala, kesembuhan yang cepat dapat diharapkan pada kira-kira 2/3 kasus. Kronisitas dan kambuhnya infeksi mungkin terjadi bila terapinya terlambat. (King & Johnson, 2008)

Empat faktor penting yang menentukan keefektifan terapi antimikroba dalam terapi osteomielitis hematogenous akut, sehingga akan mempengaruhi prognosis adalah :

1. Interval waktu diantara onset penyakit dan permulaan terapi.

Terapi yang dimulai dalam 3 hari pertama adalah yang paling ideal karena pada tahap ini area lokal dari osteomielitis masih belum menjadi iskemi. Dengan pengobatan dini, organisme penyebab akan lebih sensitif terhadap obat yang dipilih dan dapat mengontrol infeksi sehingga osteolisis, nekrosis tulang dan pembentukan tulang baru akan dihambat. Dengan keadaan seperti ini maka perubahan gambaran radiologik tidak akan muncul kemudian pengobatan dalam tiga sampai tujuh hari akan mengurangi infeksi baik sistemik maupun lokal, namun terlalu lambat untuk mencegah kerusakan tulang. Pengobatan yang dimulai setelah satu minggu infeksi hanya dapat mengontrol septikemia dan menyelamatkan jiwa, tetapi memiliki efek yang kecil dalam mencegah kerusakan tulang lebih lanjut.

2. Keefektifan obat antimikroba dalam melawan kuman penyebabHal ini bergantung pada jenis kuman penyebab yang bersangkutan apakah kuman

tersebut resisten atau sensitif terhadap antibiotik yang digunakan.3. Dosis dari obat antimikrobaFaktor lokal dari vaskularisasi tulang yang terganggu memerlukan dosis antibiotik

yang lebih besar untuk osteomielitis daripada infeksi jaringan lunak.4. Durasi terapi antimikroba

Penghentian terapi yang terlalu awal terutama bila kurang dari empat minggu akan mengakibatkan terjadinya infeksi kronik dan rekuren dari osteomielitis. (King & Johnson, 2008)

Page 3: Pembahasan Osteomielitis

King R., Johnson D. Osteomyelitis. www.emedicine.com. Last updated: Nov 4, 2008

17. bagaimana sekuestrasi, debridemen, dan dekompresi membuat nyeri hilang? hazmyPada osteomyelitis dilakukan sekuestrasi dan debridemen serta pemberian antibiotik

yang sesuai dengan hasil kultur dan tes resistensi. Tindakan ini bertujuan mengeluarkan seluruh jaringan nekrotik, baik jaringan lunak maupun jaringan tulang(sekuestrum) sampai ke jaringan sehat sekitarnya. Selanjutnya dilakukan drainase dan irigasi secara kontinu selama beberapa hari. Adakalanya diperlukan penanaman rantai antibiotik di dalam bagian tulang yang infeksi.

Selain 2 tindakan diatas, dilakukan pula dekompresi pada tulang yang akan memberikan ruang gerak yang lebih luas, ketiga tindakan diatas tujuannya sama yakni memberikan ruang gerak bagi neurovaskularisasi, apabila neurovaskularisasi lancar maka nyeri dapt berangsur-angsur hilang. (Rasjad, 2007)Rasjad C., Infeksi dan Inflamasi. Dalam Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Edisi 3. Penerbit Yarsif Watampone. Jakarta. 2007. Hal 132- 41.

Diagnosis dan Pemeriksaan PenunjangDiagnosis dari osteomielitis pada awalnya didasarkan pada penemuan klinik, melalui

data dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium memberikan data dimana respon terapi dapat diukur. Lekositosis, peningkatan laju endap darah, dan C-reaktif protein harus diperhatikan. Kultur darah akan positif pada setengah dari anak-anak dengan osteomielitis akut. (Jong & Sjamsuhidayat, 2005)

Page 4: Pembahasan Osteomielitis

Jika tulang teraba, maka evaluasi mikrobiologi dan histologi langsung dilakukan untuk mengkonfirmasi terdapatnya osteomielitis, setelah itu pengobatannya. Pemeriksaan penunjang lainnya tidak diperlukan lagi. (Lew, et all., 1997)

Radiografi

Dalam osteomielitis pada ekstremitas, foto radiografi polos dan scintigrafi tulang adalah alat pemeriksaan utama. Bukti radiograf dari osteomielitis tidak akan muncul sampai kira-kira dua minggu setelah onset dari infeksi. (Jong & Sjamsuhidayat, 2005)

Kuman biasanya bersarang dlam spongiosa metafisis dan membentuk pus sehingga timbul abses. Pus menjalar ke arah diafisis dan korteks, mengangkat periost dan kadang-kadang menembusnya. Pus meluas di daerah periost dan pada tempat-tempat tertentu membentuk fokus skunder. Nekrosis tulang yang timbul dapat luas dan terbentuk sekuester. Periost yang terangkat oleh pus kemudian akan membentuk tulang di bawahnya, yang dikenal sebagai reaksi periosteal. Juga di dalam tulang itu sendiri dibentuk tulang baru, baik pada trabekula dan korteks, sehingga tulang terlihat lebih opak dan dikenal sebagai sklerosis. Tulang yang dibentuk di bawah periost ini membentuk bungkus bagi tulang yang lama dan disebut involukrum. Involukrum ini pada berbagai tempat terdapat lubang tempat pus keluar, yang disebut kloaka. (Rasad, 1995)

Page 5: Pembahasan Osteomielitis

Seringkali reaksi periosteal yang terlihat lebih dahulu, baru kemudian terlihat daerah-daerah yang berdensitas lebih rendah pada tulang yang menunjukkan adanya dekstruksi tulang, dan disebut rarefikasi. (Rasad, 1995)

Pada osteomielitis kronik tulang akan menjadi tebal dan sklerotik dengan gambaran hilangnya batas antara korteks dan medula. Dalam tulang yang terinfeksi akan terdapat sekuestra dan area destruksi. Kadang-kadang suatu abses, dikenal dengan brodie’s abscess akan terlihat sebagai daerah lusen yang dikelilingi area sklerotik. (Rasjad, 2007)

Scintigrafi tulangUntuk pencitraan nuclir, Technetium Tc-99m metilen

difosfonat adalah agen pilihan utama. Sensitivitas pemeriksaan ini terbatas pada minggu pertama dan sama sekali tidak spesifik. (Jong & Sjamsuhidayat, 2005)

MRI (Magnetic resonance imaging)Magnetic resonance imaging (MRI) sangat membantu

dalam mendeteksi osteomielitis. MRI lebih unggul jika dibandingkan dengan radiografi, CT scan dan scintigrafi tulang MRI memiliki sensitifitas 90-100% dalam mendeteksi osteomielitis. MRI juga memberikan gambaran resolusi ruang anatomi dari perluasan infeksi. (King & Johnson, 2008)

Ultrasonografi dan CT (computed tomographic) scan Pemeriksaan ultrasonografi dan CT (computed

tomographic) scan dapat membantu menegakkan diagnosa osteomielitis. USG dapat menunjukkan perubahan sedini mungkin 1-2 hari setelah timbulnya gejala. USG dapat menunjukkan ketidakabnormalan termasuk abses jaringan lunak atau penumpukan cairan (seperti abses) dan elevasi periosteal. (King & Johnson, 2008)USG juga dapat digunakan untuk menuntun dalam melakukan aspirasi. Tapi, USG tidak digunakan untuk mengevaluasi cortex tulang. CT scan dapat menggambarkan kalsifikasi abnormal, osifikasi

dan ketidaknormalan intrakortikal. CT scan mungkin dapat membantu dalam mengevaluasi lesi pada tulang vetebra. CT scan juga lebih unggul dalam area dengan anatomi yang kompleks, contohnya pelvis, sternum, dan calcaneus. (King & Johnson, 2008)Pemeriksaan histopatologi dan mikrobiologi Pemeriksaan histopatologi dan mikrobiologi merupakan gold standard dalam mendiagnosa osteomielitis. Kultur dari sediaan sinus tidak dapat dipercaya sepenuhnya untuk mengidentifikasi etiologi dari osteomielitis, sehingga biopsi merupakan anjuran untuk menentukan etiologi dari osteomielitis. Namun keakuratan biopsi seringkali terbatas oleh kurangnya pengumpulan spesimen yang sama dan penggunaan antibiotik sebelumnya. (Lew, et all., 1997)

Rasjad C., Infeksi dan Inflamasi. Dalam Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Edisi 3. Penerbit

Page 6: Pembahasan Osteomielitis

Yarsif Watampone. Jakarta. 2007. Hal 132- 41.Jong W., Sjamsuhidayat R. 2005. Infeksi Muskuloskeletal. In Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi kedua. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Hal 903 – 910.King R., Johnson D. Osteomyelitis. www.emedicine.com. Last updated: Nov 4, 2008Lew, Daniel P., Waldvogel, Francis A. 1997. Osteomyelitis. The New England Journal of Medicine. Rasad S., Kartoleksono S, Ekayuda I. Infeksi Tulang dan Sendi. Radiologi Diagnostik. Bagian Radilogi FKUI. Jakarta. 1995. Hal: 62-72.