BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mioma uteri, dikenal juga dengan sebutan fibromioma, fibroid ataupun leiomioma merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang menumpanginya. Sering ditemukan pada wanita usia reproduksi (20-25%), dimana prevalensi mioma uteri meningkat lebih dari 70% dengan pemeriksaan patologi anatomi uterus, membuktikan banyak wanita yang menderita mioma uteri asimptomatik. Walaupun jarang terjadi mioma uteri bisa berubah menjadi malignansi (<0,1%). Gejala mioma uteri secara medis dan sosial cukup meningkatkan morbiditas, disini termasuk menoragia, ketidaknyamanan daerah pelvis, dan disfungsi reproduksi. Kejadiannya lebih tinggi pada usia diatas 35 tahun, yaitu mendekati angka 40%. Tingginya kejadian mioma uteri antara usia 35-50 tahun, menunjukkan adanya hubungan mioma uteri dengan estrogen. Mioma uteri belum pernah dilaporkan terjadi sebelum menarke dan menopause. Di Indonesia angka kejadian mioma uteri ditemukan 2,39 % - 11,87% dari semua penderita ginekologi yang dirawat. Di USA warna kulit hitam 3-9 lebih tinggi menderita mioma uteri. Menoragia yang disebabkan mioma uteri menimbulkan masalah medis dan sosial pada wanita. Mioma uteri terdapat pada wanita
Mioma uteri, dikenal juga dengan sebutan fibromioma, fibroid
ataupun leiomioma merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot
uterus dan jaringan ikat yang menumpanginya. Sering ditemukan pada
wanita usia reproduksi (20-25%), dimana prevalensi mioma uteri
meningkat lebih dari 70% dengan pemeriksaan patologi anatomi
uterus, membuktikan banyak wanita yang menderita mioma uteri
asimptomatik. Walaupun jarang terjadi mioma uteri bisa berubah
menjadi malignansi (