pembahasan indera peraba
DESCRIPTION
faalTRANSCRIPT
PEMBAHASAN
Pada kulit kita terdapat beberapa jenis reseptor rasa. Mekanisme sensoris pada reseptor-
reseptor tersebut dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan philogenesis, jalur-jalur syaraf
spinal, dan daerah cortex cerebri.
Golongan pertama, yakni paleo-sensibilities, meliputi rasa-rasa primitif atau rasa-rasa
vital, antara lain rasa raba, rasa tekan, nyeri, dingin, dan panas. Syaraf-syaraf afferen dari rasa-
rasa ini bersinap dengan interneuron-interneuron yang bersinap lagi dengan motor-motor neuron
dari medulla spinalis dan juga dengan thalamus dan cortex cerebri melalui traktus
spinotalamicus. Indera somatik merupakan mekanisme saraf yang mengumpulkan informasi
sensoris dari tubuh. Indera somatik dapat digolongkan menjadi tiga jenis fisiologis yaitu indera
somatik mekanoreseptif yang dirangsang oleh pemindahan mekanis sejumlah jaringan tubuh,
indera termoreseptor yang mendeteksi panas dan dingin, dan indera nyeri yang digiatkan oleh
faktor apa saja yang merusak jaringan.
A. PALEO-SENSIBILITIES
A.I. Rasa-Rasa Panas dan Dingin
Percobaan untuk mendeteksi rasa panas dan dingin dilakukan dengan memasukkan
telunjuk ke dalam air es, air panas 40oC, dan air pada suhu kamar (air PDAM). Jari telunjuk yang
dimasukkan ke dalam air es lalu dimasukkan ke dalam air dengan suhu kamar (air PDAM) terasa
lebih hangat, sedangkan jari telunjuk yang dimasukkan ke dalam air panas 400 C terasa lebih
dingin saat dimasukkan ke dalam air dengan suhu kamar (air PDAM). Hal ini disebabkan karena
adanya perbandingan atau perbedaan relatif indera rasa kita saat merasakan panas atau dingin,
bukan kekuatan mutlak dari suhu suatu benda.
Reseptor dingin dan hangat terletak tepat di bawah kulit yang dipisahkan oleh spot
tertentu. Pada banyak area pada tubuh, terdapat 3 sampai 10 titik –titik hangat yang juga
merupakan titik dingin, jumlahnya bervariasi pada tiap area tubuh, mulai dari 15 sampai 25 cm
per kubik titik dingin di bibir, 3 sampai 5 cm per kubik titik dingin di jari hingga kurang dari 1
cm per kubik titik dingin di area permukaan trunkus. Meskipun letak warmth nerve ending sudah
pasti, berdasarkan tes secara psikologi, belum bisa dipastikan secara histologis. Mereka
diasumsikan sebagai free nerve ending, karena sinyal hangat yang ditransmisikan melewati
serabut saraf tipe C dengan kecepatan transmisi 0,4 samapai 2 m/detik. Namun untuk reseptor
dingin sudah teridentifikasi. Sinyal yang ditransmisikandari reseptor melalui serabut saraf
dengan kecepatan 20m/detik (Guyton & Hall, 2006).
Gradasi termal yaitu gradasi panas dan dingin, adalah perubahan mula-mula dari dingin
menjadi sejuk sampai biasa lalu hangat kemudian biasa. Organ indera suhu merupakan ujung
saraf bebas yang berespon terhadap suhu absolut. Afferen hangat dan dingin akan menyiarkan
informasi ke gyrus post centralis melalui tractus spinothalmicus lateralis dan radiation
thalamica. Rasa panas dan dingin dapat dirasakan dari daerah tubuh yang mengandung ujung
saraf bebas (free nerve ending). Pada saat telunjuk kanan dicelupkan ke air panas, ada rasa
seperti tertusuk karena air berada di atas suhu tubuh. Saat telunjuk dipindahkan ke air suhu
ruangan, secara normal kulit akan mempertahankan keseimbangan suhunya dengan cara
menstabilkan pemasukan dan pengeluaran panas. Cara menyeimbangkannya dengan
mengalirkan suhu yang lebih tinggi ke suhu yang lebih rendah. Tentu telunjuk yang tercelup oleh
air suhu 400 C yang lebih cepat kembali ke suhu normal, karena rentang suhunya ke suhu normal
tubuh (370 C) lebih dekat dibandingkan dengan air es.
A.II. Reaksi-Reaksi di Kulit
Telapak tangan merupakan tempat dimana terdapat paling banyak titik rasa. Hal ini disebabkan
oleh karena indera rasa di bagian ini paling sering mendapatkan rangsangan. Hal yang sama
terjadi pada kuduk, yang tingkat kepekaannya hampir sama dengan telapak tangan. Sementara
bagian lengan bawah dan pipi kurang peka karena jarang diberikan rangsangan pada tempat
tersebut.
Pada percobaan meniup punggung tangan, mahasiswa coba merasa dingin karena terjadi
penguapan pada permukaan punggung tangan dengan mengambil panas dari kulit. Saat
punggung tangan dibasahi oleh air kemudian ditiup, air akan menyerap kalor untuk menguap,
tetapi proses penguapan air lebih lama dibandingkan dengan proses penguapan alkohol. Maka
dari itu, saat mahasiswa coba mengoleskan alkohol terlebih dahulu, tiupan akan terasa lebih
dingin dibanding saat diberi air. Hal ini disebabkan karena titik penguapan alkohol lebih rendah
dari air sehingga mengambil kalor lebih banyak dari permukaan kulit dan mahasiswa coba
merasa lebih dingin.
Pada percobaan dengan alkohol pada kulit, mula-mula timbul rasa dingin lalu disusul rasa
panas. Rasa dingin ini disebabkan oleh penguapan alkohol, tetapi karena proses penguapan
alkohol berlangsung cepat, maka lama-kelamaan alkohol menguap habis dan suhu permukaan
kulit kembali normal. Saat permukaan kulit kembali ke suhu normal, mahasiswa coba merasakan
panas karena kulit mengalami kenaikan suhu.
Dari hasil percobaan tersebut dapat disimpulkan, bila suatu rangsang tetap diberikan
secara terus-menerus pada suatu reseptor, frekuensi potensial aksi di saraf sensorik lama-
kelamaan akan menurun. Hal ini yang dinamakan dengan adaptasi. Dengan adanya proses
adaptasi pada tubuh seseorang, rasa panas yang dirasakan pada percobaan meniup punggung
tangan dengan mengoleskan alkohol sebelumnya akan hilang dan tidak berlangsung terus-
menerus.
B. NEO-SENSIBILITIES
Golongan kedua adalah gnostic atau neo-sensibilities yang meliputi rasa-rasa yang sangat
dideferensiasikan, antara lain sensasi raba yang membutuhkan rangsangan dengan derajat
lokalisasi tinggi, sensasi getaran, sensasi posisi tubuh, sensasi tekan yang berkaitan dengan
derajat penentuan intensitas tekanan. Syaraf-syaraf afferen dari rasa-rasa ini menghantarkan
impuls-impuls yang terutama dialirkan melalui traktus dorsospinalis ke daerah sensoris di dalam
cortex cerebri setelah diintegrasikan seperlunya.
Dari percobaan yang telah dilakukan, dibuktikan bahwa tubuh memiliki tingkat kepekaan
yang berbeda-beda pada tiap bagiannya. Hal ini disebabkan kepadatan titik-titik reseptor di
setiap bagian kulit tidaklah sama. Pada semua pemberian rangsangan tersebut juga dirasakan rasa
tekan.
Reseptor dingin dan reseptor hangat terletak tepat di bawah kulit, yakni pada titik-titik
yang berbeda dan terpisah-pisah, dengan diameter perangsangan kira-kira 1 mm. Pada sebagian
besar daerah tubuh jumlah reseptor dingin kira-kira tiga sampai sepuluh kali reseptor panas dan
pada berbagai daerah tubuh jumlah reseptor bervariasi, 3-5 titik dingin pada jari-jari, dan kurang
dari satu titik dingin per sentimeter persegi pada daerah permukaan dada yang luas. Sedangkan
jumlah titik hangatnya lebih sedikit. Alat indera untuk nyeri adalah ujung saraf telanjang yang
terdapat di hampir semua jaringan tubuh.
Rangsangan raba, tekan, dan getaran dideteksi oleh jenis reseptor yang sama. Satu-
satunya perbedaan dari ketiga jenis sensasi ini adalah sensasi raba umumnya disebabkan oleh
perangsangan reseptor taktil di dalam kulit, sensasi tekanan biasanya disebabkan oleh perubahan
bentuk jaringan yang lebih dalam, dan sensasi getaran disebabkan oleh isyarat sensoris yang
berulang dengan cepat, tetapi menggunakan beberapa jenis reseptor yang sama seperti yang
digunakan untuk raba dan tekanan, terutama jenis reseptor yang cepat beradaptasi.
Reseptor taktil terdapat di beberapa ujung saraf bebas yang dapat ditemukan di dalam
kulit dan di dalam banyak jaringan lain serta dapat mendeteksi raba dan tekanan. Reseptor raba
dengan kepekaan khusus adalah korpuskuslus Meissner, suatu ujung saraf berkapsul yang
merangsang serabut saraf sensoris besar bermielin. Reseptor ini terutama banyak di dalam ujung
jari, bibir, dan daerah kulit lain, tempat kemampuan seseorang untuk membedakan sifat-sifat
ruang dari sensasi raba sangat berkembang. Reseptor-reseptor ini terutama bertanggung jawab
bagi kemampuan untuk mengenali dengan tepat letak tubuh bagian mana yang disentuh dan
untuk mengenali tekstur benda yang diraba.
Guyton menyebut golongan paleo-sensibilities dengan golongan sistem anterolateral.
Sedangkan untuk golongan neo-sensibilities, guyton menyebut dengan golongan sistem kolumna
dorsalis-lemnikus medialis. Sistem anterolateral atau paleo-sensibilities mempunyai kemampuan
khusus yang tidak dimiliki oleh sistem dorsalis, yaitu kemampuan unutk menjalarkan modalitas
sensasi yang sangat luas.
B.I. Lokalisasi Rasa Tekan
Lokalisasi Rasa Tekan
Pada percobaan kali ini dilakukan dengan cara menekan ujung pensil dengan kuat
pada ujung jari, telapak tangan, lengan bawah, lengan atas, pipi dan kuduk. Kemudian
instruksikan kepada orang coba untuk menunjukan dengan tepat letak bagian tubuh
yang dirangsang. Percobaan ini dilakukan sebanyak tiga kali. Berdasarkan percobaan
yang telah kita lakukan bagian yang paling peka terhadap rasa tekan adalah pada
bagian kuduk. Hal ini ditunjukan dengan hasil rata-rata pada daerah kuduk yang paling
kecil yaitu sebesar 1.6 mm.
Diskriminasi Rasa Tekan
Diskriminasi Dua Titik stimultan
Pada percobaan ini dilakukan dengan cara menekan pada ujung jari
dengan sebuah jangka. Perbesar setiap kali 2 mm sampai dirasakan dua titik
sampai dapat dibedakan dua titik oleh orang coba. Pada percobaan ini dapat
kita ketahui bahwa daerah yang paling peka dalam membedakan dua titik
ujung jangka yaitu pada lengan atas dan lidah. Terbukti dengan rerata yang
kecil yaitu 4 mm.
Diskriminasi Rasa Tekan dua Titik Berurutan
Perlakuan sama seperti diskriminasi tekan dua titik, namun bukan secara
simultan melainkan secara berurutan. Pada percobaan kali ini orang coba
diinstruksikan untuk menyebutkan saat terasanya kedua ujung jangka. Pada
percobaan ini didapatkan hasil pengamatan, daerah yang paling peka dalam
membedakan dua titik ujung jangka yaitu pada bibir. Terbukti dengan rerata
yang kecil yaitu 5 mm.
Diskriminasi Kekuatan Rangsangan- Hukum Weber-Fechner
Pada percobaan kekuatan rangsangan – Hukum Weber-Fechner, orang coba
ditutup matanya kemudian pada telapak tangannya diletakan beban awal.
Kemudian sedikit demi sedikit ditambah bebannya sampai terasa pertambahan
beban tersebut. Pertambahan beban yang terasa berkisar 11-30 gram. Hasil
percobaan tersebut sesuai dengan hukum Weber – Fencher. Hal ini dibuktikan
pada hasil pengamatan, yaitu respon indra rangsang yang didapatkan lebih rendah
daripada stimulus yang diberikan. Sehingga, beban akan terasa lebih ringan dari
berat asalnya.
Kemampuan Diskriminasi
Kemampuan Diskriminasi Kekasaran
Pada percobaan kali ini dilakukan pengujian terhadap kemampuan menebak
orang coba terhadap kekasaran kertas gosok 1,2, dan 3 (halus, sedang, kasar).
Percobaan dilakukan pada beberapa bagian tubuh yaitu jari tangan, telapak
tangan, lengan bawah dan kuduk. Bagian yang paling peka dalam menebak
kekasaran kertas gosok adalah pada bagian jari tangan, sedangkan pada telapak
tangan, lengan bawah dan kuduk terjadi kesalahan dalam penebakan terutama
dalam menebak kekasaran kertas gosok sedang.
Kemampuan Diskriminasi Bentuk
Pada percobaan kemampuan diskriminasi bentuk, orang coba tidak dapat
membedakan dengan tepat bentuk yang diletakkan pada telapak tangannya,
kecuali bentuk persegi. Tetapi, mahasiswa coba dapat membedakan bentuk saat
diletakkan pada lengan bawahnya. Hal ini agak bertentangan dengan teori bahwa
lebih banyak reseptor yang terdapat pada telapak tangan, sehingga seharusnya
telapak tangan dapat mendiskriminasikan benda secara lebih baik. Pada percobaan
kemampuan diskriminasi kekasaran, mahasiswa coba dapat membedakan derajat
kekasaran dari bahan yang dicobakan, baik pada telapak tangan maupun pada
lengan bawah.
RASA NYERI KULIT DAN OTOT
Pada praktikum rasa nyeri ini dilakukan pengujian dengan menggunakan alat Hardy-
wolff yaitu terdiri dari lampu proyeksi yang dapat memusatkan sinar-sinarnya untuk
menembus suatu lubang diafragma. Kekuatan radiasi sinar ditentukan dengan sebuah
rheostat yang disusun seri dengan lampu. Sinar tersebut akan mengenai objek (tangan
orang coba) dengan jarak 1 cm. Setelah penyinaran selama 10 detik, tegangan listrik
dinaikkan dengan cara menaikkan kekuatan sinar radiasi sinar rheostat. Setelah subjek
merasa nyeri seperti ditusuk – tusuk dan tidak dapat ditahan, maka alat uji dimatikan dan
mencatat angka yang ditunjuk rheostat dimana orang percobaan tidak dapat menahan rasa
sakit lagi, hal ini disebut nilai ambang rasa nyeri orang tersebut. Percobaan ini dilakukan
dengan 4 perlakuan, yaitu perlakuan normal, perlakuan mengalihkan perhatian, perlakuan
pemberian olesan balsam, dan perlakuan anestetika topical.
C.1 tanpa perlakuan
Orang coba diberi tanda hitam dengan spidol di daerah kecil di kulit lengan
bawah, kemudian ditempatkan alat Hardy-Woff 1 cm dari daerah kulit. Pasien disinari
lalu dicatat waktu dan intensitas radiasinya. Orang coba merasakan nyeri pada detik ke 95
dengan voltase sebesar 100 Volt.
C.2 Mengalihkan Perhatian
orang coba dialihkan perhatiannya, dengan ajakan obrolan hal-hal yang
disukainya, sehingga fokusnya bukan pada nyerinya. Pada percobaan mengalihkan
perhatian ini didapatkan hasil ambang nyeri 120 volt pada 110 detik.
C.3 Pengaruh Hiperaemia
Orang coba diberikan olesan balsam pada permukaan kulit yang telah dihitamkan
sebagai pembedanya. Dan didapatkan hasil ambang batas nyeri pada 90 Volt dan 83 detik.
C.4 pengaruh Anastetika Topikal
Orang coba diberikan anestetika topical berupa salep benzokain yang dioleskan
pada kulit yang telah dihitamkan dengan spidol. Setelah itu, didapatkan hasil berupa ambang
batas nyeri sebesar 130 Volt selama 129 detik.
Diskusi Jawaban Pertanyaan
A. PALEO-SENSIBILITIES
A.I. Rasa-Rasa Panas dan Dingin
1. Pertanyaan : Pada percobaan dengan alkohol atau eter pada kulit, mula-mula ditimbulkan
perasaan dingin dahulu kemudian disusul dengan perasaan panas. Terangkan!
Jawab : Alkohol atau CH3COOH merupakan nama dari asam asetat yaitu larutan senyawa yang
bersifat asam. Alkohol atau asam asetat dalam suhu ruangan berwujud cair dan memiliki titik
didih yang cukup tinggi dibandingkan eter.
Ketika alkohol atau asam asetat bersentuhan dengan kulit dan kemudian diberikan tiupan akan
timbul sensasi dingin akibat reaksi oksidasi alkohol yaitu reaksi pengikatan oksigen. Pada saat
alkohol atau eter pertama bersentuhan dengan kulit, mula-mula timbul rasa dingin dahulu,
kemudian disusul dengan perasaan panas. Hal inii dikarenakan oleh reaksi endoterm yang
memerlukan panas untuk dapat menguap, dimana panas diambil dari tubuh kita saat alkohol
dioleskan di tangan. Oleh karena itu, kita merasakan dingin saat alkohol menguap. Setelah
alcohol telah menguap seluruhnya, tubuh akan kembali melakukan keseimbangan suhu dengan
mengalirkan panas dari lingkungan menuju kulit, dalam hal ini adalah punggung tangan sehingga
terasa panas dan kembali normal.
2. Pertanyaan : Apakah rasa panas atau dingin itu dirasakan terus menerus? Terangkan!
Jawab : Rasa panas atau dingin tidak dirasakan terus menerus karena pada percobaan yang
menggunakan alcohol, alcohol terus menguap sehingga rasa dingin lama kelamaan akan hilang.
Setelah alkohol menguap, tubuh akan menyesuaikan dengan suhu tubuh normal (homeostasis).
Rasa dingin dari air es lebih cepat terasa daripada rasa panas, karena tubuh melepaskan kalor dan
merasakan perubahan suhu yang cukup drastis, yaitu dari 37 Derajat Celcius (suhu normal tubuh)
ke 0 derajat Celcius. Sedangkan rasa panas lebih cepat hilang karena tubuh melakukan
kesetimbangan panas dengan menyerap panas dan air bersuhu lingkungan kurang lebih 37
derajat Celcius, dengan kata lain, perubahan suhu tidak terlalu besar.
A.II. Reaksi-Reaksi di Kulit
1. Pertanyaan : Di bagian manakah dari masing-masing rasa itu yang terpadat?
Jawab : Dari percobaan diatas, untuk reaksi kulit yang menggunakan air panas, rasa yang
terpadat adalah di bagian punggung tangan dan lengan bawah. Untuk reaksi kulit yang
menggunakan air dingin, rasa yang terpadat ada pada bagian pipi, dan untuk reaksi kulit yang
menggunakan pensil (sentuhan), rasa yang terpadat terdapat pada bagian kuduk. Jumlah ujung
dingin atau hangat dalam setiap daerah permukaan tubuh sangat kecil, sehingga sulit untuk
menilai degradasi suhu bila daerah kecil dirangsang. Tetapi, apabila daerah tubuh yang luas
dirangsang, isyarat suhu dari seluruh daerah tersebut dijumlahkan. Sejatinya seseorang dapat
mencapai kemampuan maksimum untuk membedakan varian suhu yang kecil bila seluruh tubuh
mengalami perubahan suhu secara serentak. Tetapi untuk percobaan ini, tentunya akan
didapatkan hasil yang bervariasi, karena tergantung juga dengan ketebalan kulit, dan faktor-
faktor lainnya. Untuk mahasiswa coba ini, bagian pipi merupakan bagian yang paling peka,
sementara punggung tangan merupakan bagian yang kurang peka.
B. NEO-SENSIBILITIES
B.I. Lokalisasi Rasa Tekan (Tidak ada Pertanyaan)
B.II. Diskriminasi Rasa Tekan (Two Points Discrimination)
1. Pertanyaan : Adakah perbedaan diskriminasi bila ujung-uung jangka ditekankan secara
simultant dan succesif?
Jawab : Ada. Perbedaan yang terjadi saat percobaan di tempat tersebut menunjukkan bahwa di
setiap bagian tubuh memiliki nilai ambang diskriminasi rasa tekan yang berbeda, tergantung
pada kepadatan dari saraf reseptor raba. Dua rangsangan pada ujung jangka dapat dirasakan
sebagai satu rangsangan bila kedua ujung jangka mengenai dua reseptor yang berbeda namun
hanya dilayani oleh satu unit sensorik (simultant), dan akan terasa sebagai dua rangsangan bila
dilayani oleh unit sensorik yang berbeda. Jarak minimum antara dua rangsangan yang masih bisa
dirasakan terpisah disebut nilai ambang dua titik.
B.III. Diskriminasi Kekuatan Rangsangan (Hukum Weber Frechner)
1. Pertanyaan : Bagaimanakah hukum Weber-Fechner? Dapatkah hukum ini diperlihatkan
dengan percobaan tersebut diatas?
Jawab : Hukum Weber Frechner berbunyi “Kemampuan untuk membedakan kekuatan
rangsangan rasa-rasa pada umumnya tidak tergantung pada kekuatan mutlak dari rangsangan
tersebut, tetapi pada perbedaan relatifnya.” Hukum ini dapat diperlihatkan pada percobaan ini
karena menurut hukum tersebut didapatkan bahwa sebuah rangsang yang didapatkan akan lebih
rendah daripada stimulus yang diberikan sehingga beban akan terasa lebih ringan dari beban
asalnya. Hasil yang didapat adalah bahwa pada beban mula-mula yang lebih kecil, penambahan
bebannya lebih segera terasa daripada beban mula-mula yang lebih besar.
B.IV. Kemampuan Diskriminasi
B.IV.A. Kemampuan Diskriminasi Kekasaran
Apabila yang digosokkan tipe kertas gosok yang halus maka tidak akan terasa sakit, apabila yang
digosokkan tipe kertas yang sedang maka akan terasa sedikit sakit, apabila yang digosokkan tipe
kertas yang kasar maka akan terasa sakit karena permukaannya yang kasar yang apabila
digosokkan di ujung jari maupun lengan bawah akan terasa sakit.
RASA NYERI OTOT DAN KULIT
Pertanyaan : terangkan hasil-hasil yang saudara dapatkan dari ketiga percobaan tersebut diatas!
PerlakuanMulai terasa nyeri pada
Voltase Waktu
Tanpa perlakuan 100 volt 95 detik
Mengalihkan perhatian 120 volt 110 detik
Hiperaemia 90 volt 83 detik
Anestetika topical 130 volt 129 detik
Dari hasil percobaan rasa nyeri kulit dan otot didapatkan hasil seperti tabel diatas.
Perlakuan dibedakan menjadi 4 bagian. Yaitu tanpa perlakuan, yaitu orang coba dibiarkan
fokus tanpa gangguan, orang coba dalam kondisi dialihkan perhatiannya, orang coba diolesi
balsam, dan orang coba diolesi anestesi topical. Dari hasil praktikum, didapatkan bahwa nilai
ambang rasa nyeri orang coba dengan perlakuan normal yaitu 100 voltase dalam waktu 95
detik. Untuk perlakuan mengalihkan perhatian 120 volt dalam waktu 110 detik. Untuk
perlakuan pemberian balsam (hiperaemia) 90 volt dalam waktu 83 detik. Sedangkan
perlakuan anestetika topical yaitu 130 volt dalam waktu 129 detik.
Dari praktikum ini dapat di buktikan bahwa mengalihkan perhatian dapat mengubah
persepsi nyeri pada orang coba, bisa dilihat dari nilai ambang rasa nyeri pada perlakuan
normal dan perlakuan mengalihkan perhatian. Penghambatan rasa nyeri bisa dilakukan
dengan cara mengalihkan fokus perhatian orang coba, sehingga dia tidak terfokus untuk
merasakan nyeri. Kemampuan mengalihkan perhatian untuk meredakan nyeri
didasarkarkan pada teori bahwa apabila ada dua rangsangan yang tepisah, fokus pada salah
satunya akan menghilangkan fokus pada yang lain (price & Wilson, 2006).
Pada perlakuan pemberian balsam dan perlakuan anestetika topikal, didapatkan hasil
yang berbeda dari teori. Harusnya, keadaan hiperaemia menyebabkan naiknya hasil
ambang nilai nyeri, namun yang terjadi disini sebaliknya. Kesalahan bisa terjadi pada
operator, pada pemakaian alat atau pengolesan balsam yang terlalu banyak pada orang
coba. Hal ini bisa juga karena hipersensitivitas orang coba pada balsam, dimana orang coba
bisa saja tidak tahan dengan pemakaian balsam sehingga ia merasa sedari awal merasakan
nyeri dan semakin balsam bekerja, ia semakin merasa nyeri yang susah ditahan.
Harusnya, hasil nilai ambang rasa nyeri pada perlakuan pemberian balsam dan
perlakuan anestetika topical pada hasil praktikum lebih tinggi, karena balsem dan benzokain
meresap kedalam dengan cara panas balsem dan benzokain membuat pori-pori kulit
mengembang sehingga dapat menyerap balsam dan benzokain bercampur dengan toksin
didalam tubuh di lokasi yang terasa nyeri sehingga dapat menghambat rasa nyeri.
Price, A. S., Wilson M. L., 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Alih Bahasa: dr. Brahm U. Penerbit. Jakarta: EGC
Ganong WF. 2006. Review of medical physiology. 22nd Ed. USA: The McGraw-Hill
companies
Guyton, Arthur C. dan John E. Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC.
2008. p. 635,636,637.
Guyton & Hall. Textbook of Medical Physiology. 11th ed. Elsevier, Philadelpia. 2006: p 572-
573, 607.
Guyton AC, Hall JE. 2006. Textbook of medical physiology. 11th ed. Philadelphia: Elsevier