pembahasan cikananga irfan

4
Pengelolaan Pusat Penyelamatan Satwa Cikananga Sukabumi Kegiatan pengelolaan di Pusat Penyelamatan Satwa Cikananga (PPSC) dilakukan dengan prinsip mengedepankan aspek kesejahteraan dan konservasi terhadap satwaliar. Prinsip ini kemudian dijadikan sebagai pedoman dalam kegiatan yang dilakukan oleh PPS. Penyelamatan terhadap jenis satwa yang dilindungi merupakan prioritas PPSC. Program Pusat Penyelamatan Satwaliar ini berusaha untuk memadukan konservasi ke dalam kegiatan-kegiatan nasional melalui penguatan kapasitas, promosi pembangunan yang berkelanjutan, pengembangan sumberdaya manusia, pengembangan inovasi serta keterlibatan dari berbagai pihak dalam pengembangan PPSC . PPS Cikananga merupakan organisasi non pemerintah (NGO) dan mendapatkan dana dari sumbangan swasta atau melalui kerjasama dengan berbagai lembaga dan perusahaan terutama lembaga swadaya masyarakat /LSM. Pada awalnya, PPSC didanai sepenuhnya oleh organisasi Java Gibbon namun saat ini PPSC harus mencari dana sendiri untuk menjalankan pengelolaannya. Berbagai upaya terlah dilakukan salah satunya dengan meminta kepada pemerintah untuk memberikan kucuran dana agar pengelolaan dapat dilakukan secara maksimal. Namun hingga saat ini belum ada tanggapan dari pemerintah terkait kebutuhan yang semakin besar dari PPSC ini. Dengan semakin buruk kondisi alam di Indonesia tentunya akan semakin banyak satwaliar yang perlu untuk diselamatkan. PPSC biasanya juga menjalin hubungan kemitraan dengan berbagai LSM, diantaranya : YPAL, PKBI, KSM Cikananga, LIPI, PKA, IPB, Kanwil Kehutanan, KSDA, Pemda Sukabumi (Bupati, Camat, Lurah), TRAFFIC, BOS, Primate Center, EAZA, NVD, dan lembaga konservasi ex-situ. Saat ini PPSC cikananga memperoleh banyak bantuan dana dari beberapa LSM yang bergerak di bidang satwaliar di Indonesia seperti yayasan Gibbon. Saat ini permasalahan utama dari PPSC ini yakni belum adanya dana yang mencukupi. Dana pengelolaan yang saat ini digunakan lebih mengandalkan dana dari LSM. Beberapa LSM dan Kebun Binatang yang saat ini bekerja sama saat ini dengan PPSC antara lain : Orang Utan Outreach, ZGAP, LA Zoo, Wraclaw Zoo,Zoo Heidelberg, P ragueZoo P raha, Vereinigung fⁿr Artenschutz , O regon Z oo,Waddes Don,Waza, Kolner Zoo, Plzen Zoo, Zoo Lyon,IOSF, Humane Society International Australia , Disney Worldwide Conservation Fund , Singapore Zoo , The Mohamed bin Zayed Species Conservation Fund , ISIS – International Species

Upload: irfan-haidar-basyir

Post on 27-Jan-2016

220 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

sssa

TRANSCRIPT

Page 1: Pembahasan Cikananga Irfan

Pengelolaan Pusat Penyelamatan Satwa Cikananga Sukabumi

Kegiatan pengelolaan di Pusat Penyelamatan Satwa Cikananga (PPSC) dilakukan

dengan prinsip mengedepankan aspek kesejahteraan dan konservasi terhadap satwaliar.

Prinsip ini kemudian dijadikan sebagai pedoman dalam kegiatan yang dilakukan oleh PPS.

Penyelamatan terhadap jenis satwa yang dilindungi merupakan prioritas PPSC. Program

Pusat Penyelamatan Satwaliar ini berusaha untuk memadukan konservasi ke dalam

kegiatan-kegiatan nasional melalui penguatan kapasitas, promosi pembangunan yang

berkelanjutan, pengembangan sumberdaya manusia, pengembangan inovasi serta

keterlibatan dari berbagai pihak dalam pengembangan PPSC.

PPS Cikananga merupakan organisasi non pemerintah (NGO) dan mendapatkan

dana dari sumbangan swasta atau melalui kerjasama dengan berbagai lembaga dan

perusahaan terutama lembaga swadaya masyarakat /LSM. Pada awalnya, PPSC didanai

sepenuhnya oleh organisasi Java Gibbon namun saat ini PPSC harus mencari dana sendiri

untuk menjalankan pengelolaannya. Berbagai upaya terlah dilakukan salah satunya dengan

meminta kepada pemerintah untuk memberikan kucuran dana agar pengelolaan dapat

dilakukan secara maksimal. Namun hingga saat ini belum ada tanggapan dari pemerintah

terkait kebutuhan yang semakin besar dari PPSC ini. Dengan semakin buruk kondisi alam di

Indonesia tentunya akan semakin banyak satwaliar yang perlu untuk diselamatkan.

PPSC biasanya juga menjalin hubungan kemitraan dengan berbagai LSM,

diantaranya : YPAL, PKBI, KSM Cikananga, LIPI, PKA, IPB, Kanwil Kehutanan, KSDA,

Pemda Sukabumi (Bupati, Camat, Lurah), TRAFFIC, BOS, Primate Center, EAZA, NVD, dan

lembaga konservasi ex-situ. Saat ini PPSC cikananga memperoleh banyak bantuan dana

dari beberapa LSM yang bergerak di bidang satwaliar di Indonesia seperti yayasan Gibbon.

Saat ini permasalahan utama dari PPSC ini yakni belum adanya dana yang mencukupi.

Dana pengelolaan yang saat ini digunakan lebih mengandalkan dana dari LSM. Beberapa

LSM dan Kebun Binatang yang saat ini bekerja sama saat ini dengan PPSC antara lain :

Orang Utan Outreach, ZGAP, LA Zoo, Wraclaw Zoo,Zoo Heidelberg, PragueZoo Praha,

Vereinigung fⁿr Artenschutz, Oregon Zoo,Waddes Don,Waza, Kolner Zoo, Plzen Zoo, Zoo

Lyon,IOSF, Humane Society International Australia, Disney Worldwide Conservation Fund,

Singapore Zoo, The Mohamed bin Zayed Species Conservation Fund, ISIS – International

Species Information System, The Rufford Foundation dan hanya satu kebun binantang di

Indonesia yang termasuk dalam daftar ini yakni Jatim, Park. Terdapat tiga LSM utama selain

melakukan pendanaan juga ikut membantu dalam pengelolaan PPSC yakni Wanicare,ZGAP

dan Chester Zoo.

Keterlibatan asing dalam pengelolaan PPSC sudah dinilai sangat

mengkhawatirkan. Hampir 90 persen lebih bentuk kerja sama dikuasai oleh asing. Hal ini

semakin diperparah dengan kurangnya perhatian masyarakat luas dan pemerintah terhadap

PPSC. Tentu dana menjadi suatu hambatan pengelolaan , tanpa adanya dana pengelolaan

Page 2: Pembahasan Cikananga Irfan

tidak dapat dilakukan. Berdasarkan kondisi tersebut dengan tetap mempertahankan

pengelolaan yang suda ada , PPSC terpaksa menarik LSM dan kebun binatang dari luar

Indonesia untuk diajak bekerja sama.

Pertanyaan terbesar yang menjadi permasalahan adalah apakah pusat

penyelamatan satwaliar yang ada di Indonesia saat ini yang berjumlah 9 masih layak disebut

sebagai salah satu bagian dari lembaga eks-situ satwaliar. Hal terjadi dengan melihat prinsip

dasar yang menjadi acuan dalam pengelolaan PPSC yakni mengedepankan aspek

konservasi semata bahwa konservasi terhadap satwaliar berarti menlindungi dan

memastikan bahwa satwaliar harus hidup di alam dan tidak boleh dimanfaatkan. Hal ini tentu

menjadi suatu tanda tanya besar mengenai apakah selama ini makna kata konservasi

satwaliar di lembaga eks-situ khususnya piusat penyelamatan satwaliar diartikan sebagai

suatu upaya perlindungan dan pelestarian semata tanpa adanya upaya pemanfaatan. Tentu

hal ini berbanding terbalik bila melihat lembaga konservasi eks-situ lainnya misalnya pada

kasus penangkaran. Pengelolaan penangkaran satwaliar jelas memperlihatkan adanya

upaya pemanfaatan satwaliar dalam konteks yang bertanggung jawab. Kebun binantang

merupakan contoh yang lebih jelas lagi menggambarkan bentuk pemanfaatan terhadap

satwaliar sebagai display untuk kegiatan wisata maupun sarana edukasi/pendidikan. Jelas

upaya penyelamatan dilakukan untuk aspek kelestarian satwaliar, namun pada

kenyataannya satwa yang diselamatkan oleh PPSC tidak sepenuhnya dilepasliarkan.

Beberapa keterangan hasil wawancara menyebutkan bahwa terdapat beberapa tahapan

yang harus dilalui oleh satwa yang akan masuk ke PPSC. Satwa yang masuk ke PPSC

biasanya berasal dari satwa tangkapan pemerintah (sitaan). satwa bekas peliharaan serta

satwa hasil penyelamatan. Dominan satwa yang masuk ke PPSC adalah satwa hasil sitaan

pemerintah. Ketika satwa masuk, sebelumnya dilihat terlebih dahulu apakah satwa yang

bersangkutan merupakan satwa yang dilindungi atau tidak dilindungi. Berdasarkan hasil

wawancara PPSC hanya menerima dan menampung satwa yang dilindungi saja. Tentu hal

tersebut menimbulkan suatu pertanyaan apakah PPSC masih layak disebut sebagai pusat

penyelamatan satwaliar sedangkan satwaliar yang diselamatkan dan ditampung hanya

satwa yang dilindungi saja.

Tahap selanjutnya setelah satwa yang dilindungi masuk ke PPSC diperikasa

terlebih dahulu apakah satwa yang bersangkutan masih layak untuk dipertahankan bila

satwa sakit atau mengalami cacat PPSC akan mengembalikan satwa tersebut kepada

pemiliknya atau dengan kata lain PPSC tidak mau menerima satwa sakit atau satwa yang

sudah tidak berkualitas lagi. Tentu ini bertentangan dengan prinsip dasar PPSC yang

mengedepankan aspek konservasi terhadap satwaliar. Seharusnya tidak diperlukan suatu

diskriminasi untuk melakukan upaya penyelamatan terhadap satwa. Bila satwa berkualitas

kemudian satwa akan ditampung, diberi makan dan dibiarkan liar kembali sebelum

dilakukan upaya release. PPSC mengklaim bahwa satwaliar yang ditampung akan direlease

Page 3: Pembahasan Cikananga Irfan

bila habitat alaminya memungkinkan atau sesuai bagi satwa yang bersangkutan.

Berdasarkan hasil wawancara pihak pengelola memiliki anggapan bahwa habitat alami

satwaliar yang ada di Indonesia sudah tidak memungkinkan lagi untuk melakukan release.

Ketika release tidak dapat dilakukan maka upaya selanjutnya adalah memindahkan satwa

tersebut ke lembaga atau kebun binatang yang bersedia menampung serta mampu

memastikan aspek kesejahteraan satwaliar terpenuhi. Hal ini jelas merupakan suatu

keanggalan dalam pengelolaan PPSC, alur pasti dari satwa yang tidak dilepasliarkan tidak

begitu dijelaskan saat wawancara. Bahkan daftar kebun binatang yang mendapatkan satwa

hasil penyelamatan oleh PPSC juga tidak disebutkan oleh pengelola. Diduga bila alurnya

seperti yang telah dijelaskan diketahui bahwa hamper dapat dipastikan bahwa satwa hasil

pelepasliaran akan mengalir ke kebun binatang. Hal tersebut didasarkan atas pernyataan

pengelola yang beranggapan bahwa habitat alami satwaliar di Indonesia sudah tidak

memungkinkan lagi. Berdasarkan fakta nyatanya tidak semua habitat alami satwaliar telah

rusak di Indonesia. Meskipun mengalami ancaman yang tinggi namun upaya pelepasliaran

perlu dilakukan sebagai langkah menambah stok di alam. Hal mendasar yang harus

dilakukan melihat kondisi habitat satwa yang memiliki ancaman yang tinggi serta telah rusak

adalah dengan melakukan pembinaan habitat sebelum melakukan pelepasliaran serta

memastikan aspek habitat satwa terpenuhi. Kegiatan monitoring terhadap satwa yang telah

direleas merupakan hal penting lainnya yang harus dilakukan