pemantauan lingkungan laut pada radius 10 km dari

14
Hasil Penelitian dan Kegiatan PTLR Tahun 2012 ISSN 0852-2979 351 PEMANTAUAN RADIOEKOLOGI KELAUTAN DI PERAIRAN BANGKA BARAT DAN BANGKA SELATAN: PEMANTAUAN LINGKUNGAN LAUT PADA RADIUS 10 KM DARI CALON LOKASI PLTN Heny Suseno, Wahyu Retno Prihatiningsih Pusat Teknologi Limbah Radioaktif - BATAN ABSTRAK PEMANTAUAN RADIOEKOLOGI KELAUTAN DI PERAIRAN BANGKA BARAT DAN BANGKA SELATAN:PEMANTAUAN LINGKUNGAN LAUT PADA RADIUS 10 KM DARI CALON LOKASI PLTN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya adalah perairan. Penelitian dan pengembangan radioekologi kelautan sangat strategis sebagai salah satu upaya melakukan perlindungan pada lingkungan perairan laut Indonesia. Salah satu bagian dari riset radioekologi kelautan adalah pemantauan lingkungan di perairan pesisir sebagian wilayah Indonesia untuk memperoleh baseline data radionuklida. Baseline data radionuklida antropogenik (terutama 137 Cs dan 239/240 Pu) dibutuhkan untuk studi calon tapak PLTN di Bangka Belitung dan untuk mengetahui dampak kecelakaan nuklir di Fukushima terhadap perairan laut Indonesia. Radionuklida antropogenik sebelum operasional PLTN di Provinsi Bangka Belitung dn pasca kecelakaan di Fukushima yang terdeteksi pada sampel sedimen dan air adalah 137 Cs dan 239/240 Pu. Pada sampel biota laut hanya terdeteksi 137 Cs. Baseline data 137 Cs di dua lokasi calon PLTN untuk kopartemen air, sedimen dan bioata masing-masing berkisar 0,49 -0,66 mBq.l -1 ; <LD - 2,33 Bq.Kg -1 ; 1,02 - 109,75 mBq.Kg -1 . Baseline data rerata 239/240 Pu pada kedua lokasi tersebut untuk kompartemen air dan sedimen masing-masing 3,28 - 4,19 μBq.l -1 dan 1,45 - 1,54 Bq.Kg -1 . Baseline data radionuklida tersebut masih merupakan karakter global fall out. Kata kunci: baseline data, 137 Cs, 239/240 Pu, calon tapak PLTN, Fukushima, bioindikator ABSTRACT MARINE RADIOECOLOGICAL MONITORING AT WEST AND SOUTH BANGKA COASTAL: MARINE ENVIRONMENT MONITORING AT RADIUS 10 KM FROM CANDIDATE LOCATION OF NPP. Indonesia is an archipelago territory that most of area were covered with seawater. Research and development of marine radioecology is very strategic as one of effort in the protection of the marine environment. One part of the marine radioecological research are environmental monitoring in some Indonesia coastal areas to obtain radionuclides baseline data. Baseline data of anthropogenic radionuclides (mainly 137 Cs and 239/240 Pu) are needed for nuclear power plant site prospective study in the Bangka Belitung and for determining the impact of the nuclear accident in Fukushima to Indonesian marine areas. The results indicate that only 137 Cs and 239/240 Pu as anthropogenic radionuclides were detected in marine environment samples from Bangka Belitung Province after the Fukushima accident. The baseline data of 137 Cs on two candidate sites for nuclear power plants in seawater, sediments and bioatas were ranging 0.49 -0.66 mBq.l -1 ; below detection limit - 2.33 Bq.Kg -1 ; 1.02 – 109.75 mBq.Kg -1 . respectively. The average of 239/240 Pu concentration on water and sediments in these site were ranged from 3.28 to 4.19 μBq.l -1 and 1.45 to 1.54 Bq.kg -1 respectively. 24 l.kg -1 . Key word: baseline data, 137 Cs, 239/240 Pu, site candidates of NPP, Fukushima, bioindicator

Upload: vanduong

Post on 27-Jan-2017

222 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Hasil Penelitian dan Kegiatan PTLR Tahun 2012 ISSN 0852-2979

351

PEMANTAUAN RADIOEKOLOGI KELAUTAN DI PERAIRAN BANGKA

BARAT DAN BANGKA SELATAN: PEMANTAUAN LINGKUNGAN LAUT

PADA RADIUS 10 KM DARI CALON LOKASI PLTN

Heny Suseno, Wahyu Retno Prihatiningsih

Pusat Teknologi Limbah Radioaktif - BATAN

ABSTRAK

PEMANTAUAN RADIOEKOLOGI KELAUTAN DI PERAIRAN BANGKA BARAT

DAN BANGKA SELATAN:PEMANTAUAN LINGKUNGAN LAUT PADA RADIUS 10 KM

DARI CALON LOKASI PLTN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar

wilayahnya adalah perairan. Penelitian dan pengembangan radioekologi kelautan sangat strategis

sebagai salah satu upaya melakukan perlindungan pada lingkungan perairan laut Indonesia. Salah

satu bagian dari riset radioekologi kelautan adalah pemantauan lingkungan di perairan pesisir

sebagian wilayah Indonesia untuk memperoleh baseline data radionuklida. Baseline data radionuklida

antropogenik (terutama 137

Cs dan 239/240

Pu) dibutuhkan untuk studi calon tapak PLTN di Bangka

Belitung dan untuk mengetahui dampak kecelakaan nuklir di Fukushima terhadap perairan laut

Indonesia. Radionuklida antropogenik sebelum operasional PLTN di Provinsi Bangka Belitung dn

pasca kecelakaan di Fukushima yang terdeteksi pada sampel sedimen dan air adalah 137

Cs dan 239/240

Pu.

Pada sampel biota laut hanya terdeteksi 137

Cs. Baseline data 137

Cs di dua lokasi calon PLTN untuk

kopartemen air, sedimen dan bioata masing-masing berkisar 0,49 -0,66 mBq.l-1

; <LD - 2,33 Bq.Kg-1

;

1,02 - 109,75 mBq.Kg-1

. Baseline data rerata 239/240

Pu pada kedua lokasi tersebut untuk kompartemen

air dan sedimen masing-masing 3,28 - 4,19 µBq.l-1

dan 1,45 - 1,54 Bq.Kg-1

. Baseline data radionuklida

tersebut masih merupakan karakter global fall out.

Kata kunci: baseline data, 137

Cs, 239/240

Pu, calon tapak PLTN, Fukushima, bioindikator

ABSTRACT

MARINE RADIOECOLOGICAL MONITORING AT WEST AND SOUTH BANGKA

COASTAL: MARINE ENVIRONMENT MONITORING AT RADIUS 10 KM FROM

CANDIDATE LOCATION OF NPP. Indonesia is an archipelago territory that most of area were

covered with seawater. Research and development of marine radioecology is very strategic as one of

effort in the protection of the marine environment. One part of the marine radioecological research are

environmental monitoring in some Indonesia coastal areas to obtain radionuclides baseline data.

Baseline data of anthropogenic radionuclides (mainly 137

Cs and 239/240

Pu) are needed for nuclear power

plant site prospective study in the Bangka Belitung and for determining the impact of the nuclear

accident in Fukushima to Indonesian marine areas. The results indicate that only 137

Cs and 239/240

Pu as

anthropogenic radionuclides were detected in marine environment samples from Bangka Belitung

Province after the Fukushima accident. The baseline data of 137

Cs on two candidate sites for nuclear

power plants in seawater, sediments and bioatas were ranging 0.49 -0.66 mBq.l-1

; below detection limit

- 2.33 Bq.Kg-1

; 1.02 – 109.75 mBq.Kg-1

. respectively. The average of 239/240

Pu concentration on

water and sediments in these site were ranged from 3.28 to 4.19 μBq.l-1

and 1.45 to 1.54 Bq.kg-1

respectively. 24 l.kg-1

.

Key word: baseline data, 137

Cs, 239/240

Pu, site candidates of NPP, Fukushima, bioindicator

Hasil Penelitian dan Kegiatan PTLR Tahun 2012 ISSN 0852-2979

352

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara maritim yang rawan tercemar berbagai

kontaminan baik radioaktif maupun non radioaktif. Penelitian dan pengembangan

radioekologi kelautan sangat strategis sebagai salah satu upaya melakukan

perlindungan pada lingkungan perairan laut Indonesia. Pada awalnya studi

radioekologi focus terhadap dampak dari peristiwa uji coba senjata nuklir di atmosfer

pada tahun 1950an dan 1960an. Fokus radioekologi kelautan berkembang menjadi

alat untuk mengakses kontaminasi zat radioaktif dan mengevaluasi dosis yang

diterima oleh suatu populasi. Perkembangan berikutnya digunakan untuk

memecahkan masalah lingkungan perairan laut. Penggunaan radiotracer

meningkatkan pemahaman perilaku polutan di dalam lingkungan perairan laut [1].

Mengacu pada fokus kegiatan radioekologi kelautan, riset yang berkembang meliputi:

(1) kegiatan pemantauan lingkungan laut untuk memperoleh data dasar

konsentrasi radionuklida sebelum terdapat fasilitas nuklir dan status

konsentrasi setelah terjadinya suatu kecelakaan atau terlepasnya zat radioaktif.

(2) Penggunaan radiotracer untuk memahami perpindahan dan akumulasi

kontaminan dalam ekosistem laut.

Penelitian radioekologi dalam lingkup pemantauan lingkungan lebih banyak

bertujuan untuk memperoleh data dasar (baseline) radioaktivitas pada berbagai

kompartemen lingkungan kelautan pra konstruksi dan pra operasional Pembangkit

Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Data tersebut akan menjadi pembanding perubahan

radioaktivitas lingkungan kelautan jika suatu saat PLTN dibangun dan dioperasikan.

Data dasar radioaktivitas lingkungan sangat diperlukan bagi perencanaan PLTN dan

fasilitas nuklir lainnya. Internaional Atomic Energy Agency (IAEA) mensyaratkan

sebelum seluruh jenis fasilitas nuklir termasuk reaktor riset dan PLTN beroperasi

harus dilakukan studi level background radioaktifitas lingkungan [2-4]. Disisi lain

kegiatan pemantauan lingkungan ini juga difokuskan untuk mengantisipasi dampak

kecelakaan nuklir di Fukushima. Kecelakaan nuklir di Fukushima akibat gempa bumi

yang diikuti tsunami pada tanggal 11 Maret 2011 telah melepaskan radionuklida

Hasil Penelitian dan Kegiatan PTLR Tahun 2012 ISSN 0852-2979

353

produk fisi seperti 131

I (t1/2 8,1 hari), 134

Cs (t1/2 2,06 tahun) dan 137

Cs (t1/2 30.2 tahun)

ke atmosfir, daratan dan lingkungan laut[5]. Radionuklida yang mudah larut dalam

air seperti 137Cs dan 134Cs selanjutnya bercampur dengan massa air laut lainnya dan

bermigrasi memasuki wilayah perairan lainnya. Laut Sanriku di sebelah tenggara

pulau Honshu merupakan daerah percampuran air dimana terdapat tiga aliran

massa: Tsugaru, Oyashio dan Kuroshio Water. Arus Tsugaru yang berasal dari arus

Tsushima mengalir ke Samudra Pasifik[5-7]. Sebagai konsenkuensi masuknya

radionuklida tersebut ke perairan Samudra Pasifik, dikhawatirkan memberikan

dampak radiologi di laut dan pesisir negara-negara di kawasan Asia Pasifik.

Pada makalah ini dibahas hasil-hasil kegiatan radioekologi yang berhubungan

dengan pemantauan radionuklida dan prilaku bioakumulasi kontaminan

(direpresentasikan oleh 137

Cs). Pemantauan lingkungan telah dilakukan untuk

memperoleh baseline data pra operasional PLTN dan status konsentrasi radionuklida

di perairan laut Indonesia pasca kecelakaan nuklir di Fukushima.

BAHAN DAN TATA KERJA

Bahan dan Peralatan

Bahan yang digunakan dalam kegiatan ini antara lain: bahan acu standard

untuk analisis radionuklida gamma dalam bentuk geometri sedimen, air dan biota;

tracer 240Pu, 137Cs dan 203Hg; ammonium fosfomolibdat (AMP), heksasianoferat(II),

HgSO4, bahan kimia untuk analisis plutonium, bahan plastik dan bahan gelas.

Peralatan utama yang digunakan: 3 unit Gamma spectrometer beresolusi

tinggi detector HPGe masing-masing Canberra tipe GX2018, Canberra tipe GC2020

dan Ortex tipe GMX 25P4-76; spectrometer alpha Canberra tipe 7200-04

Tata Kerja

Pemantauan Lingkungan

Pemantauan lingkungan pada studi radioekologi ini meliputi zone di sekitar

2 lokasi calon tapak PLTN yaitu Teluk Inggris (Kabupaten Bangka Barat) dan

Hasil Penelitian dan Kegiatan PTLR Tahun 2012 ISSN 0852-2979

354

Tanjung Berani-Tanjung Krasak (Kabupaten Bangka Selatan) Wilayah studi

ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Lokasi tapak PLTN di Bangka Barat dan Selatan

a. Sebanyak 2 kg sedimen pesisir dan laut diambil dari zone disekitar tapak,

regional dan sub regional. Untuk zone disekitar tapak pengambilan sampel

dilakukan sebanyak 10 stasiun pada radius 0 – 10 km, 2 sampai 4 stasion pada

zone sub regional dan regional. Hal yang sama dilakukan untuk sampel air.

Jumlah sampel air yang diambil sebanyak 100 – 300 liter. Sepuluh biota laut

lokal antara lain: beberapa jenis ikan yang dikonsumsi penduduk , crustasea

laut, moluska diambil dari pelelangan ikan di Bangka Barat dan Bangka

Selatan.

b. Analisis radionuklida pemancar gamma meliputi radionuklida-radionuklida

alam dan antropogenik menggunakan spektrometer gamma. Radionuklida

antropogenik pemancar gamma seperti 137Cs, 134Cs dan lain-lain pada

sedimen dilakukan menggunakan metoda pengukuran langsung dengan waktu

pencacahan 2-5 hari sedangkan dalam air digunakan metoda pretreatment

sampel bervolume besar yang terabsopsi dalam amonium fosfomolibdat,

heksasianoferat (II) dan filter yang berlapis heksasionoferat. Analisis

radionuklida pemancar gamma pada air dan biota dilakukan dengan

pencacahan langsung maupun preparasi radiokimia. Analisis radionuklida

Hasil Penelitian dan Kegiatan PTLR Tahun 2012 ISSN 0852-2979

355

buatan pemancar alpha (239/240Pu) dilakukan secara terbatas (hanya 2

stasiun) menggunakan alfa spektrometer yang sebelumnya dilakukan

preparasi berdasarkan perlakuan radiokimia.

c. Program jaminan kualitas pengukuran dilakukan dengan mengikuti dua

kegiatan profisiensi/uji banding laboratorium yaitu: IAEA-TEL-2011-03

Worldwide proficiency test (IAEA Siberdoft Vienna), RCA/RAS 7/021

Ceasium determination in sea water (MEL IAEA, Monaco).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengembangan, Validasi Metoda, Pemapanan Program Jaminan Kualitas dan

Uji

Profisensi

Kandungan radionuklida antropogenik seperti 137

Cs dan 239/240

Pu dilingkungan

perairan laut sangat kecil karena tidak ada kegiatan/fasilitas nuklir di daerah Bangka

Belitung dan wilayah studi lainnya. Disisi lain untuk kegiatan pengumpulan baseline

data, radionuklida tersebut harus terdeteksi yang nantinya akan digunakan sebagai

pembanding pada saat pengoperasian PLTN maupun kejadian kecelakaan nuklir.

Pengembangan dan adaptasi metoda analisis yang dilakukan antara lain harus

dilakukan. Pengembangan metoda dan adaptasi sebelum ini dilakukan memulai

kegiatan pemantauan lingkungan. Radionuklida antrogenik dipekatkan dari sampel

bervolume besar (>100 liter) melalui tahapan proses koagulasi dan pertukaran ion,

kromatografi dan pengukuran.

Metoda pemekatan konsentrasi 137

Cs dalam air laut yang digunakan adalah

ammonium 12-molybdophosphate[(NH4)3Mo1204o.xH20] atau yang lebih dikenal

dengan AMP[8]. Ammonium 12-molybdophosphate mempunyai kemampuan

menukar ion dan selektifitasnya terhadap Cs lebih tinggi dibandingkan resin organik

konvensional lainnya seperti DOWEX. Nilai faktor pemisahan Cs+/Na

+ oleh AMP

sebesar 6000, disisi lain nilai Faktor Pemisahan kedua ion tersebut pada resin

DOWEX-50 hanya sebesar 2,4. Metoda lain yang digunakan adalah garam logam

transisi dengan hexacyanoferrate(II) dapat mengikat ion logam kedalam kisi

Hasil Penelitian dan Kegiatan PTLR Tahun 2012 ISSN 0852-2979

356

kristalnya. Kekuatan mengikat logam alkali oleh hexacyanoferrate(II)

Li<Na<K<Rb<Cs. Seperti halnya AMP, penukar ion hexacyanoferrate(II)juga

menunjukkan selektifitas spesifik pada Cs. Radioisotop 239/240Pu di dalam air bersifat

partikel reaktif sehingga pemekatannya dapat mudah dilakukan oleh MnO2.

Manggan oksida dalam bentuk suspensi mudah mengabsorpsi 239/240Pu.

Metoda analisis yang dikembangkan dan divalidasi ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Pengembangan dan Validasi Metoda

Analisis Metoda Hasil yang diperoleh

Radionuklida

alam

Pengukuran langsung

menggunakan Gamma

spectrometer

Tervalidasi menggunakan

bahan acu bersertifikat

137Cs

(dalam air

laut)

Modifikasi pemekatan

kandungan 137

Cs dalam air

laut menggunakan

Cu2[Fe(CN)6] yang dicoating

pada filter

Tervalidasi menggunakan

simulasi 137

Cs dalam air

laut.

(Recovery : + 30%)

Modifikasi pemekatan

kandungan 137

Cs dalam air

laut menggunakan

Cu2[Fe(CN)6] sebagai

pengikat

Tervalidasi menggunakan

simulasi 137

Cs dalam air

laut.

(Recovery + 78%)

Modifikasi pemekatan

kandungan 137

Cs dalam air

laut menggunakan AMP

sebagai pengikat

Tervalidasi menggunakan

simulasi 137

Cs dalam air

laut.

(Recovery + 63%) 239

Pu

(dalam air

laut)

Adaptasi dan modifikasi

metoda pengendapan dan

absorpsi MnO2

Tervalidasi menggunakan

simulasi 242

Pu dalam air

laut.

(Recovery + 55%)

Peningkatan jaminan kualitas juga ditempuh melalui keikutsertaan dalam uji

profisiensi atau uji banding yang diselenggarakan oleh International Atomic Energy

Agency. Hasil uji banding ini dapat digunakan sebagai koreksi dan acuan. Kriteria

hasil pengukuran dapat diterima adalah [9-10]:

�� ≤ �� ……………………………………………..…………… (1)

�� = ��� − �� �� ……………………………………….……… (2)

Hasil Penelitian dan Kegiatan PTLR Tahun 2012 ISSN 0852-2979

357

�� = 2,58��� ����� − ���������� …………………………………… (3)

� = �� �� ���� !"�#� ����$2 + � ��������� !"�#� ����$

2 &100%

…………….. (4)

dimana C adalah konsentrasi analit yang sebenarnya (IAEA) dan hasil pengukuran

laboratorium (lab), P bergantung secara langsung pada ketidakpastiaan pengukuran

yang ditetapkan oleh peserta profisiensi test. Batasan presisi yang diterima (LAP)

ditetapkan oleh IAEA. Peserta profisiensi test hasilnya dapat diterima jika P< LAP.

Hasil profisiensi test ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Profisiensi Test

Uji profisiensi/Penyelenggara Keterangan/Capaian

IAEA-TEL-2011-03 Worldwide

proficiency test (IAEA Siberdoft

Vienna)

Radioisotop 60

Co, 134

Cs, 137

Cs di dalam air

laut, 228

Ac, 214

Bi dan 137

Cs di dalam

sedimen sesuai dengan nilai (Accepted)

RCA/RAS 0721 Cesium determination

in sea water

(MEL IAEA, Monaco)

Radioisotop 134

Cs di dalam air laut sesuai

dengan nilai (Accepted). Radioisotop 137Cs

dalam kategori warning.

Mengacu pada hasil profisiensi test, maka analisis radionuklida-radionuklida

dapat dilakukan tanpa koreksi. Disisi lain untuk analisis radionuklida yang masih

dalam katagori warning hasil profisiensi test dapat dijadikan sebagai faktor koreksi.

Kegiatan Pemantauan Lingkungan Laut

Pemantauan di sekitar tapak PLTN dilakukan pada 68 stasion (digabungkan

dengan data penelitian tahun 2012 dan 2012) yang terdiri dari sampel air dan

sedimen. Hasil pemantauan lingkungan mendeteksi radionuklida alam dan

radionuklida antropogenik(137Cs, 239/240Pu dan 3H). Radionuklida antropogenik

lainnya antara lain seperti 90

Sr dan 141

Am berada di bawah limit deteksi. Hasil

pemantauan lingkungan di sekitar calon tapak PLTN di Pulau Bangka tersaji pada

Gambar 2 sampai dengan 9.

Hasil Penelitian dan Kegiatan PTLR Tahun 2012 ISSN 0852-2979

358

Gambar 2. Profil konsentrasi 137Cs di dalam sedimen (Bq.kg-1)

Gambar 3. Profil konsentrasi

228Ac di dalam sedimen (Bq.kg

-1)

Hasil Penelitian dan Kegiatan PTLR Tahun 2012 ISSN 0852-2979

359

Gambar 4. Profil konsentrasi 40

K di dalam sedimen (Bq.kg-1

)

Gambar 5. Profil konsentrasi 226

Ra di dalam sedimen (Bq.kg-1

)

Berdasarkan Gambar 2 sampai dengan 5, konsentrasi radionuklida antropogenik

didalam sedimen yang diwakili oleh 137Cs berkisar <LD (dibawah limit deteksi)

sampai dengan 2,33 Bq.Kg-1

.

Konsentrasi radionuklida antropogenik dalam air yang diwakili oleh 137

Cs

ditunjukkan pada Tabel 3.

Hasil Penelitian dan Kegiatan PTLR Tahun 2012 ISSN 0852-2979

360

Lokasi Koordinat Konsentrasi (mBq.l-1)

Bangka Barat 105° 07.144' BT 02° 00.156' LS 0,51 ± 0.03

Bangka Barat 105° 07.040' BT 01° 57.369' LS 0,06 ± 0.03

Bangka Barat 105° 06.334' BT 02° 00.508' LS 0,49 ± 0.05

Bangka Barat 105° 06.425' BT 02° 02.402' LS 0,57 ± 0.05

Bangka Barat 105° 07.696' BT 02° 05.159' LS 0, 66 ± 0,05

Bangka Selatan 105° 53.800' BT 02° 36.900' LS 0,49 + 0,05

Mengacu pada Tabel 3, kisaran konsentrasi 137Cs diperairan pesisir laut Bangka

Barat dan Bangka Selatan berkisar antara 0,49 sampai dengan 0,66 mBq.l-1

Konsentrasi 239/241Pu di alam sangat kecil dimana sumber radioisotop tersebut

berasal dari global fall out akibat percobaan nuklir ditahun 1940-1960-an. Untuk

mendeteksi 239/240

Pu di dalam air diperlukan sampel dalam jumlah yang sangat besar

(> 200 liter). Sampel air laut dan sedimen dari berbagai lokasi di Bangka Barat dan

Selatan dihomogenasi dan dianalisis. Hasil analisis ditunjukkan pada Tabel 4

Tabel 4. Rerata Konsentrasi 239/240Pu di dalam air laut dan sedimen

Lokasi Konsentrasi

Air (µBq.l-1

) Sedimen(Bq.kg-1

)

Bangka Barat

4,19+0,32 1,45+0,09

Bangka Selatan

3,28+0.29 1,54+0,12

Data dasar (base line data) radionuklida di dalam biota juga dibutuhkan

dalam studi tapak PLTN. Biota yang dipilih terdiri dari ikan dan kekerangan yang

banyak dikonsumsi oleh penduduk disekitar calon tapak PLTN. Hasil analisis

kandungan radionuklida 137Cs dalam biota laut ditunjukkan pada Tabel 5.

Hasil Penelitian dan Kegiatan PTLR Tahun 2012 ISSN 0852-2979

361

Tabel 5. Konsentrasi 137Cs dalam biota laut

Biota

137Cs (mBq.kg

-1)

Marine cat fish (Arius thalassinus) 14,15 + 1.51

Baramundi (Lates calcarifer) 62,09 + 7.44

Mackerel (Scomberomorus commerson )

109,75 + 15.32

Coastal crab (Scylla sp) 4,02 + 0.37

Striped eel catfish (Plotosus lineatus) 36,53 + 4.05

White shrimp (Penaeus merguiensis) 6,16 + 0.59

Yellowtail fusilier (Caesio erythrogaster) 8,95 + 9.30

marine bivalve mollusk (Anadara granosa) 10,65 + 1.12

eel tailed fish (Euristhmus microceps)

4,68 + 0.60

Mengacu pada keseluruhan base data yang telah diperoleh dasar radioekologi

kelautan di zona sekitar tapak dan zona regional maka konsentrasi radionuklida

antropogenik (137

Cs dan 239/240

Pu) berasal dari global fall out [11-19]. Data

konsentrasi antropogenik lebih diperlukan dalam studi tapak PLTN dibandingkan

degan radionuklida alam. Pada saat operasional PLTN atau kejadian kecelakaan

nuklir baik di lokasi PLTN maupun di wilayah regional, maka data konsentrasi

radionuklida antropogenik seperti 137

Cs dan 239/240

Pu dapat dijadikan pembanding

untuk menilai dampak yang ditimbulkan.

KESIMPULAN

Radionuklida antropogenik sebelum operasional PLTN di Provinsi Bangka Belitung

dn pasca kecelakaan di Fukushima yang terdeksi pada sampel sedimen dan air adalah

137Cs dan

239/240Pu. Pada sampel biota laut hanya terdeteksi

137Cs. Baseline data

137Cs

di dua lokasi calon PLTN untuk kopartemen air, sedimen dan bioata masing-masing

berkisar 0,49 -0,66 mBq.l-1; <LD - 2,33 Bq.Kg-1; 1,02 - 109,75 mBq.Kg-1. Baseline

data rerata 239/240

Pu pada kedua lokasi tersebut untuk kompartemen air dan sedimen

Hasil Penelitian dan Kegiatan PTLR Tahun 2012 ISSN 0852-2979

362

masing-masing 3,28 - 4,19 µBq.l-1

dan 1,45 - 1,54 Bq.Kg-1

. Baseline data

radionuklida tersebut masih merupakan karakter global fall out.

DAFTAR PUSTAKA

[1]. Frani. Z, Petrinec B(2006). Marine Radioecology and Waste Management in

The Adriatic, Arh Hig Rada Toksikol 57:347-352 [2]. IAEA (2006). Release of sites from regulatory control on termination of practices

:Safety guide. Safety Standards series No. WSN-G-5.1., International Atomic

Energy Agency, Vienna [3]. IAEA (2010). Programmes and systems for source and environmental radiation

monitoring. Safety Standards series No. 64. International Atomic Energy

Agency, Vienna [4]. IAEA (2005). Environmental and source monitoring for purposes of radiation

protection : safety guide. Safety Standards series No. RS-G 1.8. International

Atomic Energy, Vienna [5]. M. Inoue, H. Kofuji, Y. Hamajima , S. Nagao, K. Yoshida, M. Yamamoto

(2012). 134

Cs and 137

Cs activities in coastal seawater along Northern Sanriku and

Tsugaru Strait, northeastern Japan, after Fukushima Dai-ichi Nuclear Power

Plant accident, Journal of Environmental Radioactivity 111: 116-119. [6]. Internationl Atomic Energy Agency (2012). Marine benchmark study on the

possible impact of the Fukushima radioactive releases in the Asia-Pacific Region

Technical Cooperation (TC) Programme REGIONAL PROJECT DOCUMENT

for the IAEA Technical Cooperation Programme 2011–2015, IAEA, Vienna

2011 [7]. F. Piñero García, M.A. Ferro García (2012).Traces of fission products in

southeast Spain after the Fukushima nuclear accident. Journal of Environmental

Radioactivity, doi:10.1016/j.jenvrad.2012.01.011 [8]. S. Gaur (1996). Review Determination of Cs-137 in environmental water by ion-

exchange chromatography. Journal of Chromatography A, 733 (1996) 57-71 [9]. IAEA (2011) Individual Evaluation Report for Laboratory No. 219. The IAEA-

TEL-2011-03 World-wide open proficiency test, IAEA Vienna [10]. IAEA (2012) Individual Evaluation Report for Laboratory No. 9. RCA

RAS/7/021 Proficiency Test for Caesium Determination in Sea Water, IAEA ,

Monaco [11]. Barsanti, F., Conte, I. D., Iurlaro, G., Battisti, P., Bortoluzzi, S., Lorenzelli, R.,

Salvi, S.,

Zicari, S., Papucci, C., Delfanti, R(2012). Environmental radioactivity analyses

in Italy following the Fukushima Dai-ichi nuclear accident. J. Environ. Rad.

Hasil Penelitian dan Kegiatan PTLR Tahun 2012 ISSN 0852-2979

363

doi:10.1016/j.jenvrad.2011.12.020 [12]. Duran, E.B., Povinec, P.P., Fowler, S.W., Airey, P.L., Hong, G.H.(2004).

137Cs

and 239/240

Pu Levels in the Asia-Pacific Regional Seas. J. Environ. Rad. 76, 139–

160. [13]. Figueira, C.L., Tessler, M.G., Mahiques, M.M., Cunha, I.I(2006). Distribution of

137Cs, 238Pu and 239/ 240Pu in Sediments of the Southeastern Brazilian Shelf–SW

Atlantic Margin, J. Sci. Total Environ. 357, 146–159. [14]. Gasco, C., Anton, M.P., Delfanti, R., Gonzalez, A.M., Meral, J., Papucci, C

(2002). Variation of the activity concentrations and fluxes of natural (210

Po, 210

Pb) and anthropogenic (239,240

Pu, 137

Cs) radionuclides in the Strait of Gibraltar

(Spain). J. Environ. Rad. 62, 241–262. [15]. Godoy, J.M., Carvalho, Z.L., Fernandes, F.C., Danelon, O.M., Ferreira, A.C.M.,

Luiz Alfredo, R(2003). 137

Cs in Marine samples from the Brazilian Southeastern

coastal region. J. Environ. Rad. 70, 193–198. [16]. Huh, C-A., Su, C-C., Tu, Y-Y., Shao, K-T., Chen, C-Y., Cheng, I-J (2004).

Marine environmental radioactivity near nuclear power plants in Northern

Taiwan. J. Mar. Sci. and Tech. 12, 418-423. [17]. Kim Chang-Kyu., Jong-In Byun., Jeong-Suk Chae., Hee-Yeoul Choi., Seok-Won

Choi., Dae-Ji Kim., Yong-Jae Kim., Dong-Myung Lee., Won-Jong Park., Seong

A. Yim., Ju-Yong Yun(2012). Radiological impact in Korea following the

Fukushima nuclear accident. J. Environ. Rad. 111, 70-82 [18]. Kim Yeongkyoo., Sujin Cho., Hee-Dong Kang., Wan Kim., Heung-Rak Lee., Si-

Hong Doh., Kangjoo Kim., Sung-Gyu Yun., Do-Sung Kim., Gi Young

Jeong(2006). Radiocesium reaction with illite and organic matter in marine

sediment. Mar. Pollut. Bull. 52, 659–665. [19]. Yii, M.Y., Zaharudin, A., Norfaizal, M.(2007). Concentration of radiocaesium

137Cs and

134Cs in sediments of the Malaysian marine environment. J. Applied

Rad. and Isotopes. 65, 1389–1395

Hasil Penelitian dan Kegiatan PTLR Tahun 2012 ISSN 0852-2979

364