pemanfaatan nanoteknologi dalam sistem penghantaran...

10
Pemanfaatan Nanoteknologi dalam Sistem Penghantaran Obat Baru untuk Produk Bahan Alam (Utilization of Nanotechnology in Drug Delivery System for Natural Products) DELLY RAMADON*, ABDUL MUN’IM Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia, Gedung E lt 8 Rumpun Ilmu Kesehatan, Kampus UI Depok, Jawa Barat, 16424. Diterima 27 Oktober 2015, Disetujui 11 Agustus 2016 Vol. 14, No. 2 JURNAL ILMU KEFARMASIAN INDONESIA, September 2016, hlm. 118-127 ISSN 1693-1831 *Penulis korespondensi: Tlp.(021)7864049 e-mail: [email protected] Abstract: Natural products have been known to have a major role in maintaining health. Some studies reported that they demonstrated various pharmacological activities and provided a lead compound or drug candidate. Isolated compounds from the extracts have been studied both in vitro and in vivo to determine their effects and bioavailability in the body. However, more than 40% natural products have low solubility in water, or even give a high toxicity. Low solubility in water and the lack of ability to penetrate the absorption barrier may affect the bioavailability in the body. Furthermore, the bioavail- ability of a compound is also influenced by the stability of drugs in the pH of the stomach and colon, metabolism by normal microflora in the digestive tract, absorption through the intestinal wall, efflux pumps mechanism and first-pass metabolism. Solution to overcome these problems is by developing a drug delivery system known as a novel drug delivery system (NDDS). The NDDS is a more mod- ern system to control the release of drugs so that it will give better pharmacological activity. Making dosage forms based on this novel technology can be an alternative for manufacturing herbal prod- ucts. It can increase their bioavailability in the body so that it can provide a better therapeutic effect. Keywords: natural products, utilization, nanotechnology, drug delivery system. Abstrak: Sejak dahulu banyak ekstrak dari bahan alam yang secara empiris dimanfaatkan untuk pengobatan. Ekstrak-ekstrak tersebut digunakan karena mengandung senyawa bioaktif yang dapat memberikan efek farmakologis. Isolat dari ekstrak tersebut diuji baik secara in vitro maupun in vivo untuk mengetahui efek dan bioavailabilitas dalam tubuh secara ilmiah. Namun demikian diperkirakan lebih dari 40% senyawa bahan alam memiliki kelarutan yang rendah di dalam air atau bahkan memberikan toksisitas yang tinggi. Kelarutan yang rendah di dalam air serta kurangnya kemampuan permeabilitas menembus barrier absorpsi dapat mempengaruhi bioavailabilitas senyawa bahan alam di dalam tubuh. Tidak hanya itu, bioavailabilitas suatu senyawa juga sangat dipengaruhi oleh stabilitas terhadap pH lambung dan kolon, metabolisme oleh mikroflora normal dalam saluran pencernaan, absorpsi melalui dinding usus, mekanisme aktif pompa efflux dan metabolisme lintas pertama. Solusi dari permasalahan tersebut adalah dengan mengembangkan sistem penghantaran obat yang dikenal dengan sistem penghataran obat baru (novel drug delivery system). Sistem penghantaran obat baru merupakan suatu sistem penghantaran obat yang lebih modern dengan cara mengontrol pelepasan obat sehingga aktivitas farmakologis menjadi lebih baik. Pembuatan sediaan berbasis teknologi baru ini dapat menjadi alternatif dalam pembuatan produk herbal dan diharapkan bioavailabilitas produk herbal dalam tubuh menjadi lebih baik sehingga dapat memberikan efek terapi yang lebih baik. Kata kunci: produk bahan alam, pemanfaatan, nanoteknologi, sistem penghantaran obat.

Upload: tranhanh

Post on 16-May-2018

239 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pemanfaatan Nanoteknologi dalam Sistem Penghantaran …staff.ui.ac.id/system/files/users/abdul.munim61/publication/... · Vol 14, 2016 Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia 120 ... dalam

Pemanfaatan Nanoteknologi dalam Sistem Penghantaran Obat Baru untuk Produk Bahan Alam

(Utilization of Nanotechnology in Drug Delivery System for Natural Products)

DELLY RAMADON*, ABDUL MUN’IM

Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia, Gedung E lt 8 Rumpun Ilmu Kesehatan, Kampus UI Depok, Jawa Barat, 16424.

Diterima 27 Oktober 2015, Disetujui 11 Agustus 2016

Vol. 14, No. 2JURNAL ILMU KEFARMASIAN INDONESIA, September 2016, hlm. 118-127ISSN 1693-1831

*Penulis korespondensi: Tlp.(021)7864049e-mail: [email protected]

Abstract: Natural products have been known to have a major role in maintaining health. Some studies reported that they demonstrated various pharmacological activities and provided a lead compound or drug candidate. Isolated compounds from the extracts have been studied both in vitro and in vivo to determine their effects and bioavailability in the body. However, more than 40% natural products have low solubility in water, or even give a high toxicity. Low solubility in water and the lack of ability to penetrate the absorption barrier may affect the bioavailability in the body. Furthermore, the bioavail-ability of a compound is also influenced by the stability of drugs in the pH of the stomach and colon, metabolism by normal microflora in the digestive tract, absorption through the intestinal wall, efflux pumps mechanism and first-pass metabolism. Solution to overcome these problems is by developing a drug delivery system known as a novel drug delivery system (NDDS). The NDDS is a more mod-ern system to control the release of drugs so that it will give better pharmacological activity. Making dosage forms based on this novel technology can be an alternative for manufacturing herbal prod-ucts. It can increase their bioavailability in the body so that it can provide a better therapeutic effect.

Keywords: natural products, utilization, nanotechnology, drug delivery system.

Abstrak: Sejak dahulu banyak ekstrak dari bahan alam yang secara empiris dimanfaatkan untuk pengobatan. Ekstrak-ekstrak tersebut digunakan karena mengandung senyawa bioaktif yang dapat memberikan efek farmakologis. Isolat dari ekstrak tersebut diuji baik secara in vitro maupun in vivo untuk mengetahui efek dan bioavailabilitas dalam tubuh secara ilmiah. Namun demikian diperkirakan lebih dari 40% senyawa bahan alam memiliki kelarutan yang rendah di dalam air atau bahkan memberikan toksisitas yang tinggi. Kelarutan yang rendah di dalam air serta kurangnya kemampuan permeabilitas menembus barrier absorpsi dapat mempengaruhi bioavailabilitas senyawa bahan alam di dalam tubuh. Tidak hanya itu, bioavailabilitas suatu senyawa juga sangat dipengaruhi oleh stabilitas terhadap pH lambung dan kolon, metabolisme oleh mikroflora normal dalam saluran pencernaan, absorpsi melalui dinding usus, mekanisme aktif pompa efflux dan metabolisme lintas pertama. Solusi dari permasalahan tersebut adalah dengan mengembangkan sistem penghantaran obat yang dikenal dengan sistem penghataran obat baru (novel drug delivery system). Sistem penghantaran obat baru merupakan suatu sistem penghantaran obat yang lebih modern dengan cara mengontrol pelepasan obat sehingga aktivitas farmakologis menjadi lebih baik. Pembuatan sediaan berbasis teknologi baru ini dapat menjadi alternatif dalam pembuatan produk herbal dan diharapkan bioavailabilitas produk herbal dalam tubuh menjadi lebih baik sehingga dapat memberikan efek terapi yang lebih baik.

Kata kunci: produk bahan alam, pemanfaatan, nanoteknologi, sistem penghantaran obat.

Page 2: Pemanfaatan Nanoteknologi dalam Sistem Penghantaran …staff.ui.ac.id/system/files/users/abdul.munim61/publication/... · Vol 14, 2016 Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia 120 ... dalam

119 RAMADON ET AL. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia

farmasi konvensional masih belum dapat memberikan kemampuan tersebut.

Aplikasi NDDS pada produk herbal memiliki beberapa keuntungan untuk senyawa bahan alam, misalnya meningkatkan kelarutan, bioavailabilitas, mengurangi toksisitas, meningkatkan aktivitas farmakologi, penghantaran diperlambat, melindungi dari pH ekstrem dalam lambung, meningkatkan stabilitas, memperbaiki biodistribusi dan mencegah terjadinya degradasi fisik ataupun kimia(10). Tidak hanya digunakan sebagai instrumen untuk mengetahui adanya peningkatan bioavailabilitas dari bioaktif tetapi NDDS juga dapat digunakan untuk mengetahui biodistribusi pada jaringan tertentu sehingga diketahui profil toksikokinetiknya. Pembuatan sediaan berbasis teknologi NDDS dapat menjadi alternatif dalam pembuatan produk herbal. Dari formulasi tersebut diharapkan bioavailabilitas produk herbal dalam tubuh menjadi lebih baik sehingga dapat memberikan efek terapi yang lebih baik.

Sistem Penghantaran Obat Baru untuk Obat Bahan Obat Alam. Dalam membuat produk berbasis bahan alam sangat penting untuk memperhatikan permasalahan yang sering terjadi, seperti kelarutan dan bioavailabilitas dari senyawa bioaktif yang terkandung di dalamnya. Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan memanfaatkan perkembangan teknologi farmasi yaitu Novel Drug Delivery System (NDDS). Beberapa sistem pembawa yang termasuk ke dalam NDDS misalnya nanovesikel (liposom, fitosom, etosom dan transfersom), nanopartikel, mikrosfer, mikro/nanoemulsi, misel atau dengan cara memodifikasi kelarutan dari senyawa flavonoid itu sendiri misalnya dengan dibuat kokristal dengan suatu koformer(10). Pembawa-pembawa tersebut di atas dapat dikelompokkan menjadi beberapa golongan, yaitu(12):a) sistem pembawa berbahan dasar fosfolipid, seperti liposom, etosom, transfersom dan fitosom. b) sistem pembawa berbahan dasar lemak, seperti mikro/nanoemulsi dan solid lipid nanoparticle (SLN). c) sistem pembawa berbasis surfaktan, seperti misel.d) sistem pembawa berbasis polimer, seperti nanopartikel kitosan atau dendrimer.

Liposom. Liposom adalah suatu vesikel artifisial yang dibuat dari fosfolipid dan kolesterol. Liposom telah dilaporkan dapat digunakan sebagai pembawa dari zat aktif dalam pengobatan. Liposom memiliki ukuran yang beragam, mulai dari nanometer hingga mikrometer yang umumnya dalam rentang 25 nm-2,5 µm(1). Liposom merupakan partikel sferis yang mengenkapsulasi suatu fraksi pelarut, sehingga pelarut tersebut dapat berdifusi ke bagian dalam. Liposom dapat terdiri dari satu, beberapa atau banyak membran

PENDAHULUAN

SEJAK dahulu banyak ekstrak dari bahan alam yang secara empiris dimanfaatkan untuk mengobati suatu penyakit tertentu. Ekstrak-ekstrak tersebut digunakan karena mengandung suatu senyawa bioaktif yang dapat memberikan efek farmakologis. Seiring dengan perkembangan teknologi ditemukanlah suatu teknik pemisahan senyawa kimia seperti kromatografi sehingga senyawa akif dari ekstrak bahan alam dapat diisolasi menjadi senyawa murni. Kemudian isolat tersebut diuji baik secara in vitro maupun in vivo untuk mengetahui efek farmakologi dan bioavailabilitas dalam tubuh(1).

Namun demikian diperkirakan 40% atau lebih dari senyawa bahan alam memiliki kelarutan yang rendah di dalam air(2) atau bahkan memberikan toksisitas yang tinggi(3). Kelarutan yang rendah di dalam air serta kurangnya kemampuan permeabilitas menembus barrier absorpsi dapat mempengaruhi bioavailabilitas suatu senyawa bahan alam di dalam tubuh. Tidak hanya itu, bioavailabilitas suatu senyawa juga sangat dipengaruhi oleh stabilitas senyawa terhadap pH lambung dan kolon, metabolisme oleh mikroflora normal dalam saluran pencernaan, absorpsi melalui dinding usus, mekanisme aktif pompa efflux dan metabolisme lintas pertama(4).

Contoh senyawa bahan alam yang memiliki permasalahan bioavailabilitas di dalam tubuh misalnya kurkumin dengan kelarutan yang sangat rendah dan metabolisme lintas pertama yang tinggi(5), kuersetin yang mudah terdegradasi oleh asam lambung ataupun enzim pencernaan(6), emodin yang kemampuan permeabilitas perkutannya rendah(7), silimarin yang memiliki kelarutan rendah dan 80% dieksresikan melalui sistem empedu setelah mengalami glukoronidasi dan sulfatasi(8) serta naringenin yang sangat mudah terdegradasi oleh cahaya, panas, oksigen dan asam lambung(9). Oleh sebab itu sangat penting untuk melakukan pengembangan formula sehingga bioavailabilitas senyawa bahan alam dapat meningkat(10).

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, beberapa tahun terakhir mulai dilakukan pengembangan sistem penghantaran obat baru atau yang dikenal dengan Novel Drug Delivery System (NDDS). NDDS merupakan suatu sistem penghantaran obat yang lebih modern dengan cara mengontrol pelepasan obat sehingga aktivitas farmakologis menjadi lebih baik(11). Sistem pembawa NDDS yang digunakan untuk bahan alam sebaiknya dapat menghantarkan obat pada laju yang sesuai dengan kebutuhan tubuh selama periode pengobatan serta mampu menyalurkan senyawa aktif dari sediaan hingga ke tempat aksi obat. Sediaan

Page 3: Pemanfaatan Nanoteknologi dalam Sistem Penghantaran …staff.ui.ac.id/system/files/users/abdul.munim61/publication/... · Vol 14, 2016 Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia 120 ... dalam

Vol 14, 2016 Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia 120

konsentris. Liposom terbentuk dari senyawa lemak polar yang dikarakterisasi dengan bagian lipofilik dan hidrofilik pada molekul yang sama. Ketika berinteraksi dengan air, maka lipid polar berkumpul dan membentuk partikel koloid. Bila digambarkan secara melintang (Gambar 1), maka bagian hidrofilik mengarah ke air dan bagian lipofilik mengarah ke tengah vesikel sehingga membentuk membran lipid bilayer(10).

Uniknya, liposom dapat mengenkapsulasi baik senyawa hidrofilik maupun lipofilik. Senyawa-

dengan aktivitas antikanker namun memiliki kelarutan yang rendah di dalam air. Pada penelitiannya, Yu et al merancang optimasi formula liposom ginsenosid dengan desain faktorial 33 menggunakan piranti lunak response surface method (RSM). Dari hasil optimasi kemudian dibuat liposom ginsenosida Rg3 dengan cara hidrasi lapis tipis menggunakan fosfatidilkolin telur dan kolesterol. Hasil uji bioavailabilitas menunjukkan bahwa ginsenosida Rg3 liposom memberikan profil farmakokinetika yang lebih baik dibandingkan dengan larutan ginsenosida Rg3 biasa. Selain itu aktivitas dalam menghambat pertumbuhan tumor juga dilihat dengan mengukur volume tumor pasca pemberian beberapa dosis liposom dan larutan gensenosid. Hasil menunjukkan bahwa liposom dengan dosis 3,0 mg/kg memberikan aktivitas penghambatan paling baik.

Etosom. Etosom adalah suatu sistem pembawa berupa vesikel yang lembut dan elastik dengan komponen utama adalah fosfopilid, alkohol (etanol atau isopropil alkohol) dengan konsentrasi yang cukup tinggi (20-45%) dan air. Etosom dikembangkan pertama kali oleh Touitou dan rekannya pada tahun 1997. Etosom merupakan pembawa yang sangat menarik karena kemampuannya untuk berpenetrasi melalui kulit karena deformabilitasnya tinggi. Sifat fisikokimia dari etosom dapat dijadikan sebagai pembawa untuk menghantarkan senyawa aktif lebih baik melalui kulit secara jumlah maupun kedalaman ketika dibandingkan dengan liposom konvensional. Selain itu, etosom dapat digunakan untuk menghantarkan obat yang bersifat hidrofilik, lipofilik ataupun amfifilik(15).

Secara umum struktur dari etosom mirip dengan liposom, yaitu merupakan suatu vesikel lipid bilayer yang memiliki suatu celah di bagian intinya seperti terlihat pada Gambar 2. Perbedaannya dengan liposom yaitu pada komponen penyusunnya digunakan etanol dengan konsentrasi yang tinggi. Etosom juga dapat memiliki ukuran yang lebih kecil dan efisiensi penjerapan yang lebih besar bila dibandingkan dengan liposom konvensional sehingga dapat memperbaiki stabilitas dari vesikel yang dihasilkan. Pada aplikasinya, etosom dapat dijadikan sebagai suatu sediaan lepas lambat. Ukuran etosom bervariasi dari 10 nm hingga 1000 nm, bergantung pada metode

Gambar 1. Potongan melintang dari liposom.

senyawa hidrofilik akan terjerap pada bagian tengah dari liposom dan senyawa yang larut lemak akan beragregasi pada bagian lemak. Liposom biasanya terbentuk dari suatu fosfolipid, yang umum digunakan untuk mengubah profil farmakokinetik dari suatu obat, senyawa bahan alam, vitamin ataupun enzim. Liposom telah banyak diteliti untuk senyawa bahan alam. Karena sifatnya yang unik maka liposom dapat digunakan untuk meningkatkan performa produk herbal dengan cara meningkatkan kelarutan, memperbaiki BA, meningkatkan uptake intrasel, mengubah profil farmakokinetika dan biodistribusi(10).

Liposom sebagai NDDS dapat memperbaiki aktivitas terapetik dan keamanan obat, khususnya dengan menghantarkan obat pada sisi aksi dan mengatur kadar obat pada konsentrasi terapetik dalam jangka waktu yang diperpanjang. Keuntungan utama dari penggunaan liposom, yaitu(13): a. Dapat meningkatkan kelarutan; b. Biokompatibilitas yang tinggi; c. Mudah dalam pembuatannya; d. Sifatnya yang fleksibel sehingga dapat digunakan sebagai pembawa bahan obat yang bersifat hidrofilik, amfifilik, atau lipofilik; e. Modulasi yang sederhana dari karakteristik farmakokinetiknya hanya dengan mengganti komposisi bilayer; f. Dapat digunakan untuk sistem penghantaran tertarget.

Salah satu contoh aplikasi liposom untuk produk herbal misalnya adalah yang dilakukan oleh H. Yu et al(14). dalam jurnalnya “Development of liposomal Ginsenosid Rg3: Formulation optimization and evaluation of its anticancer effects”(14) menjelaskan bahwa ginsenosid merupakan senyawa bahan alam Gambar 2. Ilustrasi diagram dari suatu etosom.

Page 4: Pemanfaatan Nanoteknologi dalam Sistem Penghantaran …staff.ui.ac.id/system/files/users/abdul.munim61/publication/... · Vol 14, 2016 Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia 120 ... dalam

Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia121 RAMADON ET AL.

c. komponen penyusunnya aman dan telah disetujui untuk digunakan pada sediaan farmasi dan kosmetik; d. dalam pengembangannya tidak ada risiko seperti profil toksikologi dari setiap komponen penyusun etosom; e. Umumnya etosom diberikan dalam bentuk sediaan semisolid (gel atau krim) sehingga meningkatkan kepatuhan pasien; f. Dalam pemberiannya merupakan sistem noninvasif; g. pembuatan skala besar cukup mudah karena tidak memerlukan teknik pembuatan yang rumit.

Namun demikian etosom juga memiliki beberapa kekurangan seperti pada pembawa berukuran nano lainnya, yaitu(16,18): a. kemampuan menjerap obat dalam jumlah terbatas; b. hanya dapat membawa obat dengan dosis harian yang rendah.

Etosom sering digunakan untuk meningkatkan penetrasi perkutan dari suatu senyawa bahan alam(19). Etosom ammonium glisirizinat dibuat dengan cara dingin menggunakan Phospolipone 90 sebagai bahan dasar vesikel. Dari hasil uji penetrasi in vitro menunjukkan bahwa ammonium glisirizinat yang dibuat dalam bentuk etosom memberikan jumlah terpenetrasi paling tinggi dibandingkan dengan larutan hidroalkoholik, larutan dalam air dan campuran etosom-etanol. Dari penelitian ini terbukti bahwa etosom mampu meningkatkan penetrasi dari amonium glisirizinat seperti terlihat pada Gambar 3A. Hasil uji antiinflamasi juga menunjukkan bahwa etosom amonium glisirizinat memberikan penghambatan eritema tertinggi selama 4 jam seperti pada Gambar 3B.

Fitosom. Fitosom merupakan suatu teknologi yang telah dikembangkan dalam formulasi obat dan produk nutrasetika yang mengandung senyawa aktif bahan alam (herbal) yang bersifat hidrofilik dengan membentuk kompleks senyawa aktif (phytoconstituent) di dalam fosfolipid. Pembuatan fitosom ditujukan untuk meningkatkan absorpsi obat sehingga dapat meningkatkan bioavailabilitas dan efikasi obat(10).

pembuatan, komposisi dan teknik penggunaan alat seperti sonikator(15).

Etosom merupakan pembawa yang noninvasif dan dapat menghantarkan obat ke bagian dalam kulit atau hingga sirkulasi sistemik. Sifat deformabilitas yang tinggi diperoleh karena komponen penyusunnya adalah fosfolipid dan etanol. Fosfolipid merupakan bahan pembentuk vesikel dari sistem etosom. Fosfolipid yang dapat digunakan untuk membuat etosom cukup beragam, misalnya fosfatidilkolin (PC), PC terhidrogenasi ataupun fosfatidiletanolamin (PE) dengan rentang konsentrasi 0,5-10%. Fosfolipid dapat berasal dari telur, kacang kedelai, semi sintetik atau sintetik(16).

Selain fosfolipid, konsentrasi utama dari etosom adalah alkohol (umumnya etanol) dalam konsentrasi tinggi yaitu 20-45%. Konsentrasi etanol yang tinggi di dalam formula memberikan karakteristik elastik, fleksibel dan stabilitas terhadap vesikel yang terbentuk. Pada etosom, etanol juga bisa menjadi peningkat daya penetrasi dari obat yang dibawa sebab etanol dapat mengganggu struktur lipid bilayer pada kulit yang akan meningkatkan permeabilitas membran dan mengubah kemampuan melarutkan bahan dari lipid bilayer pada stratum korneum(17). Tidak hanya etanol yang dapat digunakan pada pembuatan etosom, turunan glikol seperti propilen glikol pun dapat ditambahkan pada formula. Penggunaan propilen glikol dimaksudkan untuk meningkatkan penetrasi pada kulit. Untuk meningkatkan stabilitas vesikel etosom dapat pula ditambahkan kolesterol dengan konsentrasi 0,1-1%(16).

Bila dibandingkan dengan vesikel pembawa lain-nya etosom memiliki beberapa keunggulan, yaitu(15): a. etosom dapat meningkatkan penetrasi dari suatu obat melalui kulit untuk tujuan dermal ataupun trasndermal; b. dapat membawa molekul obat dengan sifat fisikokimia yang beragam, mulai dari senyawa yang hidrofilik, lipofilik ataupun amfifilik;

Gambar 3. (A) Hasil uji penetrasi in vitro dan (B) hasil uji antiinflamasi dari ammonium glisirizinat dalam berbagai pembawa.

(A) (B)

Page 5: Pemanfaatan Nanoteknologi dalam Sistem Penghantaran …staff.ui.ac.id/system/files/users/abdul.munim61/publication/... · Vol 14, 2016 Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia 120 ... dalam

Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia 122Vol 14, 2016

Pembentukan senyawa bahan alam dengan molekul fosfolipid telah banyak dikembangkan sebagai suatu sistem pembawa yang potensial dan mampu meningkatkan bioavailabilitas dari ekstrak atau senyawa aktif dari bahan alam yang bersifat hidrofilik. Karakteristik fosfolipid yang menyerupai sifat dari membran sel manusia menjadikan sistem ini sangat kompatibel dengan sistem fisiologis manusia(20).

Pengembangan sistem fito-fosfolipid kompleks atau yang dikenal dengan fitosom dimulai pada tahun 1989 di Italia melalui suatu reaksi kimia antara ekstrak fenolik dengan fosfolipid yang mengandung fosfatidilkolin. Setelah melalui pengujian, diketahui bahwa terjadi peningkatan bioavailabilitas senyawa fenol tersebut bila diformulasikan dalam bentuk fitosom dibandingkan dengan pemberian ekstrak secara langsung. Mulai dari masa tersebut hingga saat ini, penelitian mengenai penggunaan fitosom sebagai pembawa senyawa aktif dari bahan alam yang bersifat hidrofilik sangat banyak dikembangkan(20).

Apabila dibandingkan dengan formulasi herbal secara konvensional, terdapat beberapa keunggulan fitosom, antara lain dapat meningkatkan efikasi efek terapetik karena adanya peningkatan absorpsi oleh fosfatidilkolin sehingga ekstrak yang bersifat polar dapat menembus membran lipid bilayer dengan lebih baik. Selain itu, pembentukan fitosom dapat menurunkan dosis obat yang dimasukkan ke dalam formulasi karena adanya peningkatan absorpsi dan bioavailabilitas obat. Di samping itu, fitosom juga memiliki efisiensi penjerapan yang cukup baik dan kompleks yang terbentuk relatif stabil karena proses pembentukan kompleks berlangsung melalui reaksi kimia(21).

Fitosom dibuat melalui reaksi yang melibatkan fosfolipid, baik sintetis maupun yang berasal dari alam, dengan ekstrak tanaman yang telah distandardisasi dengan rasio yang bervariasi, berkisar antara 0,5 hingga 2. Akan tetapi, biasanya rasio 1:1 merupakan pilihan yang paling banyak digunakan karena menghasilkan kompleks yang lebih stabil. Reaksi tersebut melibatkan pelarut-pelarut aprotik seperti aseton dan dioksan kemudian kompleks fitosom dapat diisolasi melalui proses pengendapan atau dengan melakukan liofilisasi menggunakan spray drying atau alat lainnya. Fitosom memiliki ukuran yang bervariasi, mulai dari 50 nm dan mencapai 500 µm. Ketika berinteraksi dengan air, fitosom akan membentuk suatu misel dan merupakan karakteristik yang serupa dengan liposom. Fitosom dapat terlarut dengan mudah di dalam pelarut aprotik, dapat larut di dalam lemak dan air serta tidak stabil di dalam alkohol(21).

Fitosom dapat dibedakan dengan liposom

melalui mekanisme penjerapan senyawa obat, di mana penjerapan molekul obat pada fitosom terjadi pada bagian polar fosfolipid (Gambar 4), sementara pada liposom, molekul obat yang hidrofilik akan terjerap pada bagian inti (cavity) yang merupakan ruang yang terbentuk di antara membran fosfolipid. Beberapa peneliti mengemukakan bahwa fitosom merupakan alternatif yang lebih baik dibandingkan dengan liposom karena lebih permeabel terhadap membran dan stabilitas yang lebih baik. Oleh karena itu, penggunaan fitosom telah banyak dikembangkan hingga saat ini untuk meningkatkan efikasi bahan aktif terutama yang berasal dari tanaman, baik dalam formulasi sediaan obat maupun kosmetika(21).

Aplikasi fitosom pada produk herbal masih terus dikembangkan baik untuk meningkatkan absorpsi ataupun kelarutan dari suatu zat. Aplikasi lain dari fitosom misalnya untuk memperlambat pelepasan obat seperti yang dilakukan oleh Zhang, Tang, Xu, & Li(5). Zhang et al mengembangkan NDDS untuk senyawa kurkumin dalam bentuk fitosom yang dijerap di dalam suatu mikrosfer kitosan (Cur-PS-CMs). Hal

Gambar 4. Penampang melintang fitosom dan interaksi fitosom dengan membran biologis.

ini dilatarbelakangi oleh sifat fisikokimia kurkumin yang memiliki kelarutan rendah serta dengan cepat dieliminasi dari tubuh. Dengan formula tersebut diharapkan bioavailabilitas kurkumin dapat meningkat karena pelepasannya diperpanjang.

Pembuatan Cur-PS-CMs dilakukan dengan mengenkapsulasi Cur-PSs ke dalam mikrosfer kitosan menggunakan gelasi ionik. Hasil uji pelepasan in vitro selama 5 jam menunjukkan bahwa Cur-PS-CMs lebih lambat (39-43%) dalam melepaskan kurkumin bila dibandingkan dengan mikrosfer kurkumin (Cur-CMs) (59-61%) saja. Selain itu waktu paruh kurkumin dalam bentuk Cur-PS-CMs menjadi lebih panjang (3,16 jam) daripada mikrosfer (1,73 jam) dan fitosom kurkumin (2,34 jam). Hasil tersebut membuktikan bahwa Cur-PS-CMs memberikan keuntungan bila dibandingkan dengan kurkumin mikrosfer atau fitosom tunggal.

Page 6: Pemanfaatan Nanoteknologi dalam Sistem Penghantaran …staff.ui.ac.id/system/files/users/abdul.munim61/publication/... · Vol 14, 2016 Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia 120 ... dalam

Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia123 RAMADON ET AL.

pemijatan. Namun sebenarnya emodin memiliki permeabilitas yang rendah melewati kulit. Oleh karena itu Lu et al. memformulasikan emodin dalam bentuk transfersom yang terbuat dari fosfolipid, kolesterol, asam deoksikolat dan dapar fosfat dengan desain optimasi 34. Formula yang paling optimal dibuat kemudian diuji kandungan lemak dalam darah, ekspresin ATGL (enzim penghidrolisis lemak) dan G0S2 (enzim penghambat ATGL). Hasil menunjukkan bahwa emodin dalam bentuk nano transfersom (NET) memberikan peningkatan HDL dan ATGL serta penurunan LDL dan G0S2 yang lebih baik bila dibandingkan dengan pemberian larutan emodin saja. Oleh karena itu transfersom dapat digunakan untuk meningkatkan aktivitas emodin yang diberikan secara transdermal.

Mikro dan Nanoemulsi. Emulsi merupakan suatu sistem dispersi yang tidak homogen yang terbuat dari dua jenis cairan yang tidak bercampur satu sama lain dan salah satunya terdispersi dalam cairan lainnya dan membentuk droplet. Secara umum emulsi terbuat dari fase minyak, fase air, surfaktan dan subsurfaktan. Penampilan sediaan ini adalah cairan translusent hingga transparan. Emulsi dapat diklasifikasikan menjadi emulsi biasa (0,1-100 µm), mikroemulsi (10-100 nm), sub mikro emulsi (100-600 nm). Selain itu terdapat pula nanoemulsi(10). Nanoemulsi adalah suatu sistem dispersi minyak dalam air ataupun air dalam minyak dengan ukuran globul 50-1000 nm. Baik nanoemulsi maupun mikroemulsi, keduanya memiliki penampilan fisik yang transparan atau trasluscent. Namun, apabila dibandingkan antara nanoemulsi dengan mikroemulsi, nanoemulsi stabil secara kinetik sedangkan mikroemulsi secara termodinamik.

Sebagai suatu sistem penghantaran obat, emulsi terdistribusi dalam tubuh dan tertarget berdasarkan afinitasnya terhadap limfa. Obat juga dapat dilepaskan

Oleh karena itu PS-CMs dapat digunakan untuk sistem penghantaran diperlambat untuk obat lipofilik yang memiliki kelarutan dalam air dan bioavailabilitas oral yang rendah.

Transfersom. Transfersom adalah suatu vesikel lipid yang memiliki deformabilitas paling baik di antara nanovesikel lainnya. Umumnya transfersom digunakan secara topikal. Vesikel ini terdiri dari fosfolipid dan edge activator (EA) yang merupakan surfaktan rantai tunggal. EA adalah bahan yang berperan dalam meningkatkan fleksibilitas dan deformabilitas dari transfersom sehingga dapat dengan mudah melewati stratum korneum seperti yang terlihat pada Gambar 5. Beberapa jenis EA yang sering digunakan misalnya sodium kolat, sodium deoksikolat, Span 60, Span 65, Span 80, Tween 20, Tween 60, Tween 80 atau dikalsium glisirizinat. Transfersom dapat melewati kulit melalui mekanisme perbedaan tekanan osmotik(23). Komposisi transfersom terdiri dari 10-25% surfaktan dan 3-10% larutan atau hidroalkoholik(24).

Transfersom memiliki beberapa kelebihan yaitu biokompatibel, biodegradabel, mudah dibuat, dapat melindungi obat dari degradasi lingkungan, mampu menghantarkan obat melalui celah sempit antar sel dengan baik dan telah digunakan untuk berbagai bahan seperti peptida, protein, analgesik dan senyawa bahan alam. Namun transfersom juga memiliki beberapa keterbatasan, misalnya sulit untuk dibuat dalam skala besar, sistem pembawa tidak stabil terhadap oksidasi dan tidak dapat membawa obat dengan dosis harian yang tinggi(24). Lu et al.(7) pada penelitiannya membuat transfer-som yang mengandung emodin. Emodin merupakan salah satu kandungan dari tanaman yang sering digunakan pada pengobatan tradisional China untuk menurunkan berat badan yang penggunaannya dengan

Gambar 5. Mekanisme penetrasi perkutan transfersom(24).

Page 7: Pemanfaatan Nanoteknologi dalam Sistem Penghantaran …staff.ui.ac.id/system/files/users/abdul.munim61/publication/... · Vol 14, 2016 Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia 120 ... dalam

Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia 124Vol 14, 2016

secara diperlambat dalam jangka waktu yang lama karena obat dijerap pada fase dalam dan keluar secara langsung karena sentuhan tubuh dan cairan jaringan. Senyawa yang bersifat lipofilik dibuat menjadi sediaan O/W atau O/W/O. Droplet minyak akan difagositosis oleh makrofag sehingga konsentrasinya tinggi pada hati dan ginjal. Sedangkan untuk senyawa yang larut air umumnya dibuat emulsi tipe W/O atau W/O/W sehingga dapat dengan mudah terkonsentrasi pada sistem limfatik melalui injeksi intramuskular atau subkutan. Ukuran emulsi sangat berkaitan dengan jaringan distribusinya(10).

Ragelle et al.(25) memformulasikan fisetin ke dalam nanoemulsi. Hasil menunjukkan bahwa nanoemulsi fisetin yang diberikan melalui intravena (13 mg/kg) tidak menunjukkan perbedaan signifikan bila dibandingkan dengan fisetin bebas. Namun ketika nanoemulsi fisetin diberikan secara intraperitonial, bioavailabilitas fisetin meningkat 24 kali lebih baik daripada larutan fisetin biasa. Selain itu aktivitas antitumor nanoemulsi fisetin terhadap sel karsinoma paru Lewis memberikan dosis yang lebih rendah (36,6 mg/kg) bila dibandingkan dengan fisetin bebas (223 mg/kg). Oleh karena itu nanoemulsi fisetin dapat meningkatkan bioavailabilitas dan aktivitas antitumor dari fisetin.

Nanopartikel: Solid Lipid Nanoparticle (SLN). Telah banyak dilakukan penelitian mengenai sistem penghantaran obat menggunakan suatu sediaan partikulat untuk molekul besar dan kecil. Salah satu sistem penghantaran partikulat yang banyak digunakan yaitu nanopartikel (NP). NP merupakan suatu partikel yang berukuran dari 10 hingga 1000 nm. NP dapat disintesis dari lemak, protein, karbohidrat atau polimer sintetik lainnya. Dalam pembuatannya obat dapat dilarutkan, dijerap, dienkaspulasi atau ditempelkan pada suatu matriks NP. Berdasarkan metode pembuatannya hasil yang diperoleh akan berbeda, dapat berupa NP, nanosfer atau nanokapsul. Sistem NP banyak diteliti dan dieksplorasi untuk berbagai macam aplikasi biomedis. Penggunaannya ditujukan untuk memperbaiki indeks terapetik dari obat yang dienkapsulasi baik untuk melindungi dari degradasi enzimatik, memperbaiki profil farmakokinetika, menurunkan toksisitas atau mendapatkan pelepasan zat aktif terkendali(10).

NP dapat memperbaiki bioavailabilitas oral dari obat-obat yang kelarutannya rendah dan uptake jaringan setelah pemberian parenteral. NP juga meningkatkan penghantaran suatu obat melewati membran. Karena ukurannya yang kecil, NP memiliki potensi untuk meninggalkan sistem vaskuler dan memasuki daerah yang mengalami peradangan. Keterbatasan NP dalam melewati barrier biologis

yang berbeda bergantung pada jenis jaringan, sisi target dan sirkulasi darah. NP dapat memasuki sel melalui mekanisme fagositosis dan endositosis. Apabila bahan yang digunakan bersifat hidrofobik maka NP akan mudah memasuki sel dan mengalami sistem fagositosis. Sedangkan bila bahan yang digunakan seperti Polietilen glikol (PEG) yang bersifat hidrofilik maka akan dapat meningkatkan hidrofilisitas sehingga memperpanjang waktu di sirkulasi dan dapat terkumpul pada tempat yang mengalami inflamasi(6). Nanonisasi dari produk herbal memiliki beberapa keuntungan seperti meningkatkan kelarutan zat aktif, menurunkan dosis terapi, memperbaiki absorpsi dan bioavailabilitas di dalam tubuh(10).

Solid lipid nanoparticles (SLN) adalah suatu sistem pembawa dari jenis partikulat yang terdiri dari suatu lemak padat yang didispersikan di dalam medium air dengan adanya surfaktan sebagai emulgator dengan ukuran partikel rata-rata adalah 50-1000 nm(26). SLN dikembangkan sejak tahun 1990 sebagai pembawa alternatif selain emulsi, liposom atau nanopartikel polimer lain. Komposisi SLN umumnya terdiri dari lemak, air dan bisa ditambah surfaktan dengan konsentrasi sebagai emulgator dan penstabil. Lemak yang digunakan dapat berupa trigliserida, gliserida parsial, asam-asam lemak padat, steroid dan wax. Semua jenis emulgator telah banyak digunakan untuk menstabilisasi dari dispersi lemak. Telah dilaporkan bahwa kombinasi emulgator dapat digunakan untuk mencegah aglomerasi secara efisien.

SLN dapat digunakan sebagai sistem penghantaran topikal, transdermal, oral maupun parenteral. Tujuan utama dari rancangan SLN sebagai sistem penghantaran obat partikulat adalah untuk memperkecil ukuran partikel, memperbaiki absorpsi dan mengendalikan pelepasan obat sehingga dapat mencapai sisi aksi spesifik pada laju pelepasan dan regimen dosis yang optimal. Kelebihan dari SLN sebagai sistem penghantaran obat adalah sebagai berikut(27): a. ukuran partikel dan muatan permukaan SLN dapat dengan mudah dimanipulasi untuk mencapai penghantaran tertarget baik sistem aktif maupun pasif; b. SLN dapat dibuat menjadi sediaan lepas terkendali dan lepas lambat serta dapat mencapai loka aksi spesifik; c. dapat memperbaiki bioavailabilitas dan distribusi obat dalam tubuh sehingga mengingkatkan efikasi dan mengurangi efek samping obat; d. pelepasan obat dapat ditentukan dengan mudah berdasarkan konstituen matriks yang dipilih; e. menggunakan eksipien yang bersifat biokompatibel dan biodegradable; f. sebagai pembawa untuk bahan obat yang bersifat hidrofobik dan hidrofilik; g. memungkinkan pembuatan dalam skala besar.

Selain keuntungan di atas, nanopartikel juga

Page 8: Pemanfaatan Nanoteknologi dalam Sistem Penghantaran …staff.ui.ac.id/system/files/users/abdul.munim61/publication/... · Vol 14, 2016 Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia 120 ... dalam

Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia 125 RAMADON ET AL.

dalam tubuh menjadi lebih baik.Contoh aplikasi misel terhadap bioavalabilitas

produk herbal adalah seperti yang dilakukan oleh Yi et al(30). Yi et al mengekstraksi sterol dari tanaman Flammulina velutipes kemudian memisahkan masing-masing sterol menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik. Sterol yang diperoleh yaitu ergosterol, 22,23-dihidroergosterol dan ergin. Sterol-sterol tesebut diformulasikan dalam suatu nanomisel yang dibuat dengan cara dispersi lapis tipis menggunakan polivinilpirolidon (PVP-K30). Dari hasil uji farmakokinetika menunjukkan bahwa sterol yang dibuat menjadi nanomisel memberikan bioavailabilitas lebih baik bila dibandingkan dengan obat bebas setelah pemberian per oral pada tikus.

Aplikasi lain dari sistem pembawa miselar yaitu pada uji aktivitas hipoglikemik dan uji farmakokinetika dari misel berberin(29). Wang et al. memformulasikan berberin ke dalam misel dengan bahan dasar campuran fosfatidilkolin soya (SPC) dan trigliserida rantai tunggal (MCT) yang dibuat dengan cara liofilisasi. Misel berberin, larutan berberin, injeksi berberin dan larutan campuran antara berberin+SPC+MCT diberikan pada tikus putih untuk diuji aktivitas penurunan kadar glukosa dan kadar berberin di dalam darah. Dari hasil menunjukkan bahwa berberin yang diformulasikan menjadi misel memberikan efek penurunan kadar glukosa yang hampir sama dengan pemberian berberin injeksi. Selain itu kadar berberin di dalam plasma pun menjadi lebih baik karena AUC dari formulasi misel berberin paling besar bila dibandingkan dengan formula.

SIMPULAN

Senyawa bahan alam merupakan bioaktif yang mulai dikembangkan untuk berbagai tujuan, baik dalam bentuk sediaan farmasi maupun nutrasetika. Namun aplikasinya membutuhkan formulasi khusus karena senyawa-senyawa bahan alam umumnya memiliki permasalahan terkait kelarutan, permeabilitas, stabilitas dan bioavailabilitas yang rendah. Aplikasi Novel Drug Delivery System (NDDS) dapat dimanfaatkan sebagai sistem penghantaran produk herbal. Bentuk sediaan yang termasuk ke dalam NDDS yaitu liposom, etosom, fitosom, transfersom, nanopertikel, nanoemulsi, misel dan masih banyak lagi. Aplikasi tersebut telah diteliti dan memberikan peningkatan signifikan baik untuk meningkatkan kelarutan, aktivitas farmakologis atau bioavailabilitas di dalam tubuh.

DAFTAR PUSTAKA

1. Aqil F, Munagala R, Jeyabalan J, Vadhanam

memiliki kekurangan. Kekurangan tersebut misalnya karena ukuran partikel yang kecil dan luas permukaan yang lebar dapat membuat partikel beragregasi. Selain itu karena ukurannya yang sangat kecil suatu nanopartikel hanya mampu menjerap obat dalam jumlah terbatas dan memudahkan terjadinya burst release. Aplikasi SLN dalam produk herbal tidak hanya digunakan sebagai instrumen untuk mengetahui adanya peningkatan bioavailabilitas dari bioaktif tetapi juga dapat digunakan untuk mengetahui biodistribusi pada jaringan tertentu sehingga diketahui profil toksikokinetiknya. Uji toksikokinetik dan biodistribusi SLN ini telah dilakukan oleh Xue et al.(3) untuk senyawa triptolid yang berasal dari Tripterygium wilfordii Hook F. Triptolid tersebut memiliki aktivitas sebagai agen antiinflamasi dan penyakit autoimun seperti sindroma lupus eritomatosus namun senyawa ini memiliki toksisitas yang sangat tinggi. Pada penelitian sebelumnya Xue et al. telah berhasil membuktikan bahwa ekstrak Tripterygium wilfordii yang diformulasikan menjadi SLN dapat menurunkan toksisitas triptolid terhadap sistem reproduksi pria. Pada penelitian kali ini triptolid murni dibuat menjadi suatu SLN kemudian dilakukan uji toksikokinetik dan biodistribusi di dalam jaringan tikus. Selain itu dilakukan pula uji bioavailabilitas triptolid di dalam plasma. Hasil menunjukkan bahwa triptolid yang dibuat menjadi SLN dapat meningkatkan bioavailabilitas di dalam tubuh, menurunkan biodistribusi pada beberapa jaringan dan menurunkan toksisitas toksisitas terhadap sistem reproduksi bila dibandingkan dengan triptolid biasa.

Misel. Misel merupakan suatu molekul surfaktan atau polimer yang membentuk suatu partikel sferis di dalam larutan. Polimer misel berukuran dari 10-100 nm. Suatu misel dapat meningkatkan bioavailabilitas zat aktif karena misel dapat meningkatknan kelarutan dan melindungi obat dari pengaruh lingkungan selama obat dihantarkan. Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pelepasan obat dari misel, seperti stabilitas misel, laju difusi obat terhadap polimer, koefisien partisi dan laju degradasi kopolimer. Selain itu, konsentrasi obat di dalam misel, berat molekul, sifat fisikokimia dan lokasi obat pada misel juga mempengaruhi pelepasannya. Umumnya obat dapat dilepaskan dari misel karena adanya stimulus berupa pH, temperatur atau gelombang ultrasonik(1).

Beberapa bahan alam yang telah fiormulasikan ke dalam pembawa miselar misalnya kurkumin(28), berberin(29) dan senyawa sterol dari Flammulina velutipes(30). Umumnya pembuatan produk herbal dalam bentuk misel bertujuan untuk meningkatkan kelarutan senyawa aktif sehingga bioavailabilitas di

Page 9: Pemanfaatan Nanoteknologi dalam Sistem Penghantaran …staff.ui.ac.id/system/files/users/abdul.munim61/publication/... · Vol 14, 2016 Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia 120 ... dalam

Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia 126Vol 14, 2016

anticancer effects. Int J Pharm. 2013.450(1-2):250–8.

15. Rakesh R, Anoop KR. Ethosomes for transdermal and topical drug delivery. Int J Pharm Pharm Sci. 2012.4(3):17–24.

16. Nandure HP, Puranik P, Giram P, Lone V. Ethosome: a novel drug carrier. Int J Pharm Res Allied Sci. 2013.2(3):18–30.

17. Barry BW. Novel mechanisms and devices to enable successful transdermal drug delivery. Eur J Pharm Sci. 2001.14(2):101–14.

18. Rai U, Chandra D, Kumar S. Ethosomal gel: a novel tool for topical drug delivery. Int J Univers Pharm Life Sci. 2013.3:349–65.

19. Paolino D, Lucania G, Mardente D, Alhaique F, Fresta M. Ethosomes for skin delivery of ammonium glycyrrhizinate: in vitro percutaneous permeation through human skin and in vivo anti-inflammatory activity on human volunteers. J Control Release. 2005.106(1-2):99–110.

20. Khan J, Alexander A, Ajazuddin, Saraf S. Recent advances and future prospects of phyto-phospholipid complexation technique for improving pharmacokinetic profile of plant actives. J Control Release. 2013.168(1):50–60.

21. Tripathy S, Patel DK, Baro L, Nair SK. A review on phytosomes, their characterization, advancement & potential for transdermal application. Juornal Drug Deliv Ther. 2013.3(3):147–52.

22. Zhang J, Tang Q, Xu X, Li N. Development and evaluation of a novel phytosome-loaded chitosan microsphere system for curcumin delivery. Int J Pharm. 2013.448(1):168–74.

23. Elnaggar YSR, El-Refaie WM, El-Massik MA, Abdallah OY. Lecithin-based nanostructured gels for skin delivery: An update on state of art and recent applications. J Control Release. 2014.180C:10–24.

24. Kumar A, Pathak K, Bali V. Ultra-adaptable nanovesicular systems: a carrier for systemic delivery of therapeutic agents. Drug Discov Today. 2012.17(21-22):1233–41.

25. Ragelle H, Crauste-Manciet S, Seguin J, Brossard D, Scherman D, Arnaud P, et al. Nanoemulsion formulation of fisetin improves bioavailability and antitumour activity in mice. Int J Pharm. 2012.

26. Vaghasiya H, Kumar A, Sawant K. Development of solid lipid nanoparticles based controlled release system for topical delivery of terbinafine hydrochloride. Eur J Pharm Sci. 2013.49(2):311–22.

27. Mohanraj VJ, Chen Y. Nanoparticles – A Review. Trop J Pharm Res. 2006.5:561–73.

28. Yu Y, Zhang X, Qiu L. The anti-tumor efficacy

M V. Bioavailability of phytochemicals and its enhancement by drug delivery systems. Cancer Lett. 2013.334(1):133–41.

2. Jing X, Deng L, Gao B, Xiao L, Zhang Y, Ke X, et al. A novel polyethylene glycol mediated lipid nanoemulsion as drug delivery carrier for paclitaxel. Nanomed. 2014.10(2):371–80.

3. Xue M, Zhao Y, Li X-J, Jiang Z-Z, Zhang L, Liu S-H, et al. Comparison of toxicokinetic and tissue distribution of triptolide-loaded solid lipid nanoparticles vs free triptolide in rats. Eur J Pharm Sci. 2012.47(4):713–7.

4. Kesarwani K, Gupta R, Mukerjee A. Bioavailability enhancers of herbal origin: An overview. Asian Pac J Trop Biomed. 2013.3(4):253–66.

5. Zhang J, Tang Q, Xu X, Li N. Development and evaluation of a novel phytosome-loaded chitosan microsphere system for curcumin delivery. Int J Pharm. 2013.448(1):168–74.

6. Bose S, Michniak-Kohn B. Preparation and characterization of lipid based nanosystems for topical delivery of quercetin. Eur J Pharm Sci. 2012.48(3):442–52.

7. Lu K, Xie S, Han S, Zhang J, Chang X, Chao J, et al. Preparation of a nano emodin transfersome and study on its anti-obesity mechanism in adipose tissue of diet-induced obese rats. J Transl Med. 2014.12(1):1–14.

8. Wu W, Wang Y, Que L. Enhanced bioavailability of silymarin by self-microemulsifying drug delivery system. Eur J Pharm Biopharm. 2006.63(3):288–94.

9. Sansone F, Picerno P, Mencherini T, Villecco F, D’Ursi M, Aquino RP, et al. Flavonoid microparticles by spray-drying: Influence of enhancers of the dissolution rate on properties and stability. J Food Eng. 2011.103(2):188–96.

10. Ajazuddin, Saraf S. Applications of novel drug delivery system for herbal formulations. Fitoterapia. 2010.81(7):680–9.

11. Farooq SA, Saini V, Singh R, Kaur K. Application of novel drug delivery system in the pharmacotherapy of hyperlipidemia. J Chem Pharm Sci. 2013.6(3):138–46.

12. Ting Y, Jiang Y, Ho C-T, Huang Q. Common delivery systems for enhancing in vivo bioavailability and biological efficacy of nutraceuticals. J Funct Foods. 2014.7:112–28.

13. Verma H, Prasad SB, Singh H. Herbal drug delivery system : a modern era prospective. Int J Curr Pharm Rev Res. 2013.4(3):88–101.

14. Yu H, Teng L, Meng Q, Li Y, Sun X, Lu J, et al. Development of liposomal Ginsenoside Rg3: formulation optimization and evaluation of its

Page 10: Pemanfaatan Nanoteknologi dalam Sistem Penghantaran …staff.ui.ac.id/system/files/users/abdul.munim61/publication/... · Vol 14, 2016 Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia 120 ... dalam

Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia 127 RAMADON ET AL.

of curcumin when delivered by size/ charge- changing multistage polymeric micelles based on amphiphilic poly ( b - amino ester ) derivates. Biomaterials. 2014.35(10):3467–79.

29. Wang T, Wang N, Song H, Xi X, Wang J, Hao A, et al. Preparation of an anhydrous reverse micelle delivery system to enhance oral bioavailability and anti-diabetic efficacy of berberine. Eur J Pharm Sci. 2014.44(1-2):127–35.

30. Yi C, Sun C, Tong S, Cao X, Feng Y, Firempong CK, et al. Cytotoxic effect of novel Flammulina velutipes sterols and its oral bioavailability via mixed micellar nanoformulation. Int J Pharm. 2013.448(1):44–50.