pemanasan global

46
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Latar belakang disusunnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas yang telah diberikan oleh dosen pengajar. Makalah ini membahas tentang Peranan Indonesia dan negara-negara maju dalam mengurangi laju pemanasan global. Pemanasan global adalah kejadian meningkatnya temperatur rata-rata atmosfer, laut dan daratan Bumi. Pemanasan global hanya sebuah wacana sekitar sepuluh tahun yang lalu. Akan tetapi sekarang pemanasan global adalah suatu kenyataan yang harus dihadapi oleh seluruh umat manusia. Sudah banyak fakta-fakta yang menunjukkan bahwa pemanasan global telah terjadi. Pada saat ini, Bumi menghadapi pemanasan yang cepat, yang oleh para ilmuan dianggap disebabkan aktifitas manusia. Penyebab utama pemanasan ini adalah pembakaran bahan bakar fosil, seperti batu bara, minyak bumi, dan gas alam, yang melepas karbondioksida dan gas-gas lainnya yang dikenal sebagai gas rumah kaca ke atmosfer. Dan juga diantaranya banyaknya beruang kutub yang mati kelaparan di kutub utara, hal ini terjadi dikarenakan menipisnya lapisan es sehingga mengakibatkan mereka kesulitan mencari makanan. Penelitian menunjukkan bahwa banyak beruang kutub yang tidak memiliki cukup banyak lapisan KELOMPOK III / REKAYASA LINGKUNGAN 1

Upload: januar-fitri

Post on 20-Jan-2016

52 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

rekayasa lingkungan

TRANSCRIPT

Page 1: Pemanasan Global

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Latar belakang disusunnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas

yang telah diberikan oleh dosen pengajar. Makalah ini membahas tentang Peranan

Indonesia dan negara-negara maju dalam mengurangi laju pemanasan global.

Pemanasan global adalah kejadian meningkatnya temperatur rata-rata

atmosfer, laut dan daratan Bumi. Pemanasan global hanya sebuah wacana sekitar

sepuluh tahun yang lalu. Akan tetapi sekarang pemanasan global adalah suatu

kenyataan yang harus dihadapi oleh seluruh umat manusia. Sudah banyak fakta-

fakta yang menunjukkan bahwa pemanasan global telah terjadi. Pada saat ini,

Bumi menghadapi pemanasan yang cepat, yang oleh para ilmuan dianggap

disebabkan aktifitas manusia. Penyebab utama pemanasan ini adalah pembakaran

bahan bakar fosil, seperti batu bara, minyak bumi, dan gas alam, yang melepas

karbondioksida dan gas-gas lainnya yang dikenal sebagai gas rumah kaca ke

atmosfer. Dan juga diantaranya banyaknya beruang kutub yang mati kelaparan di

kutub utara, hal ini terjadi dikarenakan menipisnya lapisan es sehingga

mengakibatkan mereka kesulitan mencari makanan. Penelitian menunjukkan

bahwa banyak beruang kutub yang tidak memiliki cukup banyak lapisan lemak

tubuh untuk bertahan hidup. Selain itu, Suku Inut juga telah melihat banyaknya

bongkahan es besar bahkan gunung es menghilang secara tiba-tiba. Akan tetapi,

hal yang tak kalah mengerikan adalah terjadinya berbagai bencana alam di seluruh

bagian bumi.

Makalah ini disusun berdasarkan tentang perbincangan yang sedang

hangat dibicarakan oleh dunia. Pemanasan global belum menemukan titik terang

dalam penanggulangannya. Disini penulis berusaha menerangkan materi yang

dibutuhkan sebagai referensi agar dapat menyempurnakan topik yang akan

diperbincangkan.

KELOMPOK III / REKAYASA LINGKUNGAN 1

Page 2: Pemanasan Global

1.2 Batasan Masalah

Karena berdasarkan latar belakang tersebut kami mencoba menuliskan

makalah tentang peranan Indonesia dan negara-negara maju dalam mengurangi

laju pemanasan global.

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu :

1. Menyelesaikan tugas yang telah diberikan oleh dosen pembimbing.

2. Semoga dengan adanya makalah ini para pembaca tersadar akan adanya

lingkungan hidup yang harus dilestarikan.

3. Kita dapat menimalkan dampak pemanasan global.

1.4 Manfaat Penulisan

Adapun manfaat dari penulisan makalah ini yaitu :

1. Dapat digunakan sebagai pedoman untuk mengurangi laju pemanasan

global.

2. Makalah ini bermanfaat sebagai referensi bagi pembaca ataupun bahan

bacaan semata.

3. Makalah ini dapat memberikan wawasan yang luas mengenai pemanasan

global.

KELOMPOK III / REKAYASA LINGKUNGAN 2

Page 3: Pemanasan Global

BAB II

PEMBAHASAN

Peranan Indonesia dan Negara-Negara Maju dalam Mengurangi Laju

Pemanasan Global

Seperti yang kita diketahui pemanasan global adalah meningkatnya suhu

rata-rata permukaan bumi akibat peningkatan jumlah emisi Gas Rumah Kaca di

atmosfer. Pemanasan Global akan diikuti dengan Perubahan Iklim, seperti

meningkatnya curah hujan di beberapa belahan dunia sehingga menimbulkan

banjir dan erosi. Sedangkan, di belahan bumi lain akan mengalami musim kering

yang berkepanjangan disebabkan kenaikan suhu. Bumi ini sebetulnya secara alami

menjadi panas karena radiasi panas matahari yang masuk ke atmosfer. Panas ini

sebagian diserap oleh permukaan Bumi lalu dipantulkan kembali ke angkasa.

Karena ada gas rumah kaca di atmosfer, di antaranya karbon dioksida (CO2),

metana (CH4), nitro oksida (N2O), sebagian panas tetap ada di atmosfer sehingga

bumi menjadi hangat pada suhu yang tepat (60ºF/16ºC) bagi hewan, tanaman, dan

manusia untuk bisa bertahan hidup. Mekanisme inilah yang disebut efek gas

rumah kaca. Tanpa efek gas rumah kaca, suhu rata-rata di dunia bisa menjadi -

18ºC. Sayangnya, karena sekarang ini terlalu banyak gas rumah kaca di atmosfer,

terlalu banyak panas yang ditangkapnya. Akibatnya, Bumi menjadi semakin

panas.

Adapun penyebab pemanasan global yaitu pemanasan global terjadi ketika

ada konsentrasi gas-gas tertentu yang dikenal dengan gas rumah kaca, yang terus

bertambah di udara, hal tersebut disebabkan oleh tindakan manusia, kegiatan

industri, khususnya CO2 dan chlorofluorocarbon. Yang terutama adalah karbon

dioksida, yang umumnya dihasilkan oleh penggunaan batubara, minyak bumi, gas

dan penggundulan hutan serta pembakaran hutan.

Asam nitrat dihasilkan oleh kendaraan dan emisi industri, sedangkan emisi

metan disebabkan oleh aktivitas industri dan pertanian. Chlorofluorocarbon CFCs

merusak lapisan ozon seperti juga gas rumah kaca menyebabkan pemanasan

global, tetapi sekarang dihapus dalam Protokol Montreal. Karbon dioksida,

KELOMPOK III / REKAYASA LINGKUNGAN 3

Page 4: Pemanasan Global

chlorofluorocarbon, metan, asam nitrat adalah gas-gas polutif yang terakumulasi

di udara dan menyaring banyak panas dari matahari. Sementara lautan dan

vegetasi menangkap banyak CO2, kemampuannya untuk menjadi “atap” sekarang

berlebihan akibat emisi. Ini berarti bahwa setiap tahun, jumlah akumulatif dari gas

rumah kaca yang berada di udara bertambah dan itu berarti mempercepat

pemanasan global.

Sepanjang seratus tahun ini konsumsi energi dunia bertambah secara

spektakuler. Sekitar 70% energi dipakai oleh negara-negara maju; dan 78% dari

energi tersebut berasal dari bahan bakar fosil. Hal ini menyebabkan

ketidakseimbangan yang mengakibatkan sejumlah wilayah terkuras habis dan

yang lainnya mereguk keuntungan. Sementara itu, jumlah dana untuk

pemanfaatan energi yang tak dapat habis (matahari, angin, biogas, air, khususnya

hidro mini dan makro), yang dapat mengurangi penggunaan bahan bakar fosil,

baik di negara maju maupun miskin tetaplah rendah, dalam perbandingan dengan

bantuan keuangan dan investasi yang dialokasikan untuk bahan bakar fosil dan

energi nuklir.

Penggundulan hutan yang mengurangi penyerapan karbon oleh pohon,

menyebabkan emisi karbon bertambah sebesar 20%, dan mengubah iklim mikro

lokal dan siklus hidrologis, sehingga mempengaruhi kesuburan tanah.

Pemanasan global ini mengakibatkan dampak yang luas dan serius bagi

lingkungan bio-geofisik (seperti pelelehan es di kutub, kenaikan muka air laut,

perluasan gurun pasir, peningkatan hujan dan banjir, perubahan iklim, punahnya

flora dan fauna tertentu, migrasi fauna dan hama penyakit, dsb). Sedangkan

dampak bagi aktivitas sosial-ekonomi masyarakat meliputi :

a. gangguan terhadap fungsi kawasan pesisir dan kota pantai,

b. gangguan terhadap fungsi prasarana dan sarana seperti jaringan jalan,

pelabuhan dan bandara,

c. gangguan terhadap permukiman penduduk,

d. pengurangan produktivitas lahan pertanian,

e. peningkatan resiko kanker dan wabah penyakit, dsb).

Dampak-dampak lainnya :

a. Musnahnya berbagai jenis keanekragaman hayati

KELOMPOK III / REKAYASA LINGKUNGAN 4

Page 5: Pemanasan Global

b. Meningkatnya frekuensi dan intensitas hujan badai, angin topan, dan

banjir

c. Mencairnya es dan glasier di kutub

Gambar 2.1 Beruang kutub akan hilang habitatnya

d. Meningkatnya jumlah tanah kering yang potensial menjadi gurun

karena kekeringan yang berkepanjangan

e. Kenaikan permukaan laut hingga menyebabkan banjir yang luas. Pada

tahun 2100 diperkirakan permukaan air laut naik hingga 15 - 95 cm.

f. Kenaikan suhu air laut menyebabkan terjadinya pemutihan karang

(coral bleaching) dan kerusakan terumbu karang di seluruh dunia

g. Meningkatnya frekuensi kebakaran hutan

h. Menyebarnya penyakit-penyakit tropis, seperti malaria, ke daerah-

daerah baru karena bertambahnya populasi serangga (nyamuk)

i. Daerah-daerah tertentu menjadi padat dan sesak karena terjadi arus

pengungsian.

j. Menipiskan lapisan ozon.

Gambar 2.2 Gas buangan yang membuat lapisan ozon menipis

KELOMPOK III / REKAYASA LINGKUNGAN 5

Page 6: Pemanasan Global

Dalam makalah ini, fokus diberikan untuk peranan Indonesia dan negara-

negara maju dalam mengurangi laju pemanasan global.

2.1 Peranan Indonesia dalam mengurangi laju pemanasan global

a. Menanggulagi permasalahan kabut asap di Palembang

Bulan Juni 2006 di Palembang, Sumatra Selatan, Presiden Susilo

Bambang Yudhoyono mengatakan dia lebih baik tidak ditanya mitra

ASEAN soal merembesnya kabut asap pada Pertemuan Puncak ASEAN di

Filipina. Presiden agaknya menunjukkan ketidaknyamanannya membahas

asap dengan mitra ASEAN. Namun, Indonesia merupakan negara yang

rawan terkena kebakaran hutan dan polusi asap yang tidak meratifikasi

Perjanjian ASEAN tentang Asap Lintas Batas.Ahmad Farial, wakil ketua

Komisi VII DPR RI, mengatakan parlemen masih menyosialisasikan

Perjanjian itu ke daerah-daerah sebelum meratifikasinya.

ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution disetujui

oleh 10 negara pada Juni 2002 dan mulai berlaku efektif pada November

2003 ketika enam negara meratifikasinya. 10 Hingga Juli 2005, tujuh

negara telah meratifikasinya (Brunei, Malaysia, Myanmar, Singapura,

Thailand, Vietnam dan Laos), namun tidak dengan negara paling penting,

Indonesia. Begitu banyak perjanjian dan pertemuan yang diadakan oleh

negara-negara di kawasan ini dalam rangka mengakhiri kebakaran hutan

dan polusi asap. ASEAN Transboundary Haze Agreement pada Pasal 3

nomor 5 tentang Prinsip menegaskan bahwa “Pihak-pihak, dalam

mengatasi polusi asap lintasbatas, harus melibatkan, sepantasnya, semua

stakeholder, termasuk masyarakat lokal, kalangan LSM, petani dan

perusahaan swasta.” Tak pelu dipertanyakan kalau kalangan LSM

mendesak Pemerintah Indonesian untuk segera meratifikasi Perjanjian itu.

Pemerintah dan parlemen seharusnya tidak mengulur-ulur waktu.

Bagaimanapun, kebakaran hutan dan polusi hutan masih menghantui

kawasan itu, yang tampaknya gagal menghentikan banyak praktek tebang-

dan-bakar sejak 1997. Asap pada 1997 melewati kawasan ini diperkirakan

merugikan hampir 10 miliar dolar AS untuk kerugian ekonomi saja, dan

KELOMPOK III / REKAYASA LINGKUNGAN 6

Page 7: Pemanasan Global

banyak lagi kerusakan dalam hal kesehatan manusia dan

ketidaknyamanan. Kerugian yang diakibatkan oleh kebakaran hutan di

tahun-tahun mendatang jelas akan meningkat selagi tidak ada tindakan

mendesak yang diambil. “Visi Riau untuk menjadi daerah bebas asap

tahun ini, nol besar,” keluh Wan Abu Bakar, wakil gubernur Riau,

menyalahkannya pada sedikitnya kesadaran masyarakat dan antisipasi

lemah pada tingkat kabupaten dan kota serta pemilih lahan.

Dapat dikatakan kepedulian bangsa Indonesia khususnya dalam

menghadapi perubahan iklim yang terjadi saat ini sangat tinggi, banyak

sekali hal-hal yang dilakukan pemerintah Indonesia. Misalnya, wakil

presiden Jusuf Kalla, pada 11 April 2007 meminta pemerintah Malaysia

serius mengambil tindakan terhadap pelaku yang memasukkan kayu ilegal

dari Indonesia untuk mengurangi permasalahan kabut asap. Pernyataan

wakil presiden tersebut menanggapi kasus pembalakan liar di Kalimantan

Barat yang baru-baru ini terungkap. Dari penyidikan yang dilakukan

Mabes Polri, terungkap kayu ilegal tersebut dimasukkan  ke Malaysia.

Wakil presiden menyatakan Indonesia meminta pertemuan bilateral untuk

mengusut kasus tersebut dan Jusuf Kalla juga mengucapkan selamat atas

kinerja Polri yang berhasil mengungkap ilegal loging yang terjadi.

Rapat paripurna DPR RI yang mengesahkan RUU tentang

pengelolaan sampah menjadi undang-undang, pada April 2007 di Jakarta

juga merupakan salah satu bukti keseriusan Indonesia dalam

penanggulangan masalah perubahan iklim. Semakin bertambahnya jumlah

penduduk yang berakibat bertambah pula jumlah sampah dan pandangan

sebagian masyarakat Indonesia bahwa sampah adalah sesuatu yang tidak

dapat di manfaatkan kembali menjadi latar belakang pengesahan undang-

undang ini.

Pemerintah Indonesia tidak hanya aktif mengkampanyekan

penanggulangan dampak perubahan iklim secara nasional namun

pemerintah Indonesia juga turut andil di dalam kegiatan internasional, di

antaranya pemerintah Indonesia melalui Departemen Kelautan dan

Perikanan RI, siap menyelenggarakan Konferensi Laut Internasional pada

KELOMPOK III / REKAYASA LINGKUNGAN 7

Page 8: Pemanasan Global

11-15 Mei 2009 mendatang, konferensi ini akan di selenggarakan di

Manado, Sulawesi Utara. Presiden Yudhoyono sebagai wakil Indonesia

dalam keanggotaan RI dalam Organisasi Se-Asia Tenggara, ASEAN, juga

mau meratifikasi dan bersedia menjalankan piagam ASEAN pada 15

Desember 2008 lalu yang memiliki tiga dokumen penting yang

diantaranya memuat pembangunan lingkungan secara berkelanjutan,

terutama mengenai perubahan iklim.

b. Indonesia mengadakan WOC di Manado, Sulawesi Utara

World Ocean Conference (WOC) yang berlangsung 11–15 Mei di

Manado, Sulawesi Utara, telah mengingatkan kita bangsa-bangsa di dunia,

khususnya bangsa Indonesia, betapa pentingnya kelestarian dan keasrian

lingkungan laut untuk menjaga kestabilan iklim dan mencegah terjadinya

global warming (kenaikan suhu bumi.

Hutan laut yang meliputi berbagai jenis kehidupan laut yang

membutuhkan karbondioksida sebagai bahan makanannya––seperti halnya

tumbuhan di hutan––berjumlah amat banyak,mulai dari jasad renik bersel

satu sampai yang bersel banyak. Biota laut “penyerap”karbondioksida

inilah yang mampu mengurangi pemanasan suhu bumi.

Salah satu biota laut yang paling banyak menyerap gas

karbondioksida adalah berbagai ganggang hijau (algae).Organisme yang

mudah hidup di laut ini punya kemampuan besar menyerap

karbondioksida dan itu dapat diolah menjadi biofuel, bahan bakar ramah

lingkungan.

Penelitian dalam skala laboratorium yang dilakukan Badan

Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) membuktikan algae di laut

mampu tumbuh 20–25 kali hanya dalam 15 hari dengan diberi makan

karbondioksida (CO2).

Ganggang dari jenis chaetoceros sp dengan jumlah sel awal 40.000

sel per mililiter setelah diberi CO2 menjadi sebesar 780.000 sel per ml

dalam 15 hari, bahkan chlorella sp dengan jumlah sel awal 40.000 sel per

ml menjadi 1 juta sel per ml dalam 15 hari,kata Kepala BPPT Dr Marzan

Aziz Iskandar dalam seminar “Implementasi Pengurangan Emisi

KELOMPOK III / REKAYASA LINGKUNGAN 8

Page 9: Pemanasan Global

Karbondioksida sebagai Upaya Mitigasi Global Warming” belum lama ini

di Jakarta.

Hal ini bisa menjadi konsep awal penghitungan penyerapan karbon

di laut.Indonesia memiliki potensi laut sangat luas sehingga pemerintah

bisa mengambil peran besar dalam upaya mengurangi global warming. Di

lain pihak, ganggang juga bisa dipanen sebagai bahan baku biofuel yang

prosesnya memiliki efisiensi 40% lebih tinggi dibandingkan membuat

biofuel dengan bahan baku minyak kelapa sawit (CPO).

Ke depan, penangkapan dan penyerapan karbon dengan algae bisa

diterapkan pada pembuangan emisi karbon dari pembangkit listrik tenaga

uap (PLTU) yang biasanya dibangun di pinggir laut. Pengurangan emisi

karbon dari industri selain dengan penggunaan carbon capture

sequestrationseperti ini, juga bisa dengan pemanfaatan energi terbarukan

dan perbaikan teknologi yang mampu melakukan efisiensi energi serta

memperbaiki proses produksi menjadi lebih hemat bahan bakar.

Indonesia menyumbang 7% pencemaran dunia yang berasal dari

karbondioksida atau setara dengan 2,5 miliar ton CO2.Jumlah

karbondioksida sebanyak itu berdampak cukup serius terhadap laju

pemanasan suhu bumi (global warming). Besarnya polutan karbondioksida

ini antara lain disebabkan besarnya laju dan tingkat penggundulan hutan di

Indonesia yang mencapai 1–2 juta hektare per tahun. Tentu saja sumber

pencemar di darat ini harus segera dihentikan.

Pemerintah harus berani melakukan “moratorium” penebangan

hutan sampai batas waktu tertentu sehingga hutan yang gundul tersebut

tumbuh dan pulih kembali.Jika hutan itu sudah pulih kembali, pemerintah

harus bisa menerapkan peraturan penebangan kayu yang ketat dan

konsisten sehingga jumlah kayu yang ditebang tidak mengganggu ke-

lestarian hutan.

Indonesia, negara yang memiliki hutan cukup luas di dunia, sangat

memainkan peran penting untuk bisa menjaga paru-paru dunia dalam

rangka mengatasi pemanasan global. Namun, kita sering tak menyadari

bahwa sesungguhnya Indonesia yang 2/3 wilayahnya adalah lautan juga

KELOMPOK III / REKAYASA LINGKUNGAN 9

Page 10: Pemanasan Global

memiliki fungsi dan peran cukup besar dalam mengikat emisi karbon,

bahkan dua kali lipat dari kapasitas penyerapan karbondioksida (carbon

sink) oleh hutan.

Emisi karbon yang sampai ke laut ini diserap oleh fitoplankton

yang jumlahnya sangat banyak di lautan, yang kemudian ditenggelamkan

ke dasar laut atau diubah menjadi sumber energi ketika fitoplankton

tersebut dimakan oleh ikan dan biota laut lainnya. Selain berbagai jenis

fitoplankton, Indonesia juga kaya dengan terumbu karang yang bisa

menyerap karbondioksida.

Terumbu karang yang hidup di dasar laut dan menyerupai hutan ini

tak kalah fungsinya dibandingkan hutan dalam rangka penyerapan

karbondioksida. Sayangnya,kita tahu,pemanasan global juga membawa

ancaman terhadap terumbu karang Indonesia, yang merupakan jantung

kawasan segi tiga karang dunia (heart of global coral triangle).

Coral triangle ini meliputi Indonesia, Filipina, Malaysia, Timor

Leste, Papua Nugini, dan Kepulauan Solomon yang merupakan kawasan

dengan keanekaragaman hayati laut tertinggi di dunia, khususnya terumbu

karang. Pemanasan global telah meningkatkan suhu air laut sehingga

terumbu karang menjadi stres dan mengalami pemucatan/ pemutihan

(bleaching).

Jika kondisi ini terus berlangsung, terumbu karang tersebut akan

mengalami kematian. Di sisi lain coral triangle memiliki fungsi penting

bagi kehidupan manusia. Lebih dari 120 juta orang bergantung hidupnya

pada terumbu karang dan perikanan di kawasan tersebut. Coral triangle

dua dekade belakangan ini juga menjadi pusat penelitian para ahli kelautan

dunia.

c. Lembaga The Nature Conservancy Coral Triangel Center (TNCCTC)

membuat kegiatan untuk melestarikan terumbu karang akibat pemanasal

global

The Nature Conservancy Coral Triangle Center (TNCCTC),

sebuah lembaga konservasi internasional yang juga menjalankan

programnya di Indonesia dan negara-negara Pasifik,telah mengadakan

KELOMPOK III / REKAYASA LINGKUNGAN 10

Page 11: Pemanasan Global

sebuah workshop internasional di Bali yang dihadiri para pakar kelautan

dunia dengan tujuan untuk menetapkan batas cakupan wilayah coral

triangle.

Pada akhir workshop,para pakar kelautan berhasil memetakan coral

triangle yang mencakup negara-negara tersebut di atas dengan luas total

terumbu karang 75.000 km2. Indonesia sendiri memiliki luas terumbu

karang sekitar 51.000 km2 yang menyumbang lebih dari 21% luas

terumbu karang dunia.

Melihat peran dan posisinya yang strategis,Presiden Republik

Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono pada pertemuan APEC di Sidney

telah mengumumkan dan mengajak negara-negara di dunia, khususnya di

kawasan Asia Pasifik, untuk menjaga dan melindungi kawasan coral

triangle.

Indonesia bersama lima negara lain, yaitu Filipina, Malaysia,Timor

Leste,Papua Nugini, dan Kepulauan Solomon, menyepakati inisiatif

perlindungan terumbu karang yang disebut Coral Triangle Initiative (CTI).

Inisiatif ini juga telah mendapatkan dukungan dan respons positif dari

negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Australia.

Dari perspektif itulah kita mengetahui betapa pentingnya posisi

Indonesia dalam upaya penyelamatan manusia dari kenaikan suhu bumi.

Jika hal itu disadari dan pemerintah bisa memanfaatkan kondisi tersebut

dengan cerdas,bukan tidak mungkin Indonesia akan menjadi pusat

perhatian “pembangunan ekosistem”global untuk mencegah pemanasan

suhu bumi yang dampaknya akan menambah lapangan kerja, memperluas

pendidikan masyarakat, dan meningkatkan perekonomian bangsa

Indonesia.

d. Kearifan lokal suku badui dalam mengurangi laju pemanasan global

Kearifan Lokal Suku Badui adalah tanpa perubahan apapun, atau

perubahan sesedikit mungkin. Hal ini tercermin dalam mendayagunakan

hutan dengan semangat melestarikan. Garna (1993) membedakan Hutan

Suku Badui menjadi empat jenis meliputi : leuweung kolot (hutan tua),

leuweung ngora (hutan muda), leuweung reuma (semak belukar lebat

KELOMPOK III / REKAYASA LINGKUNGAN 11

Page 12: Pemanasan Global

bekas huma), dan jami (semak belukar). Sedangkan, Adimihardja : 2000

membaginya menjadi tiga zona yang meliputi : Zona I terletak di kaki

bukit umumnya digunakan sebagai daerah permukiman dan dukuh lembur.

Zona II terletak di lereng-lereng yang digunakan sebagai wilayah pertanian

atau huma. Sedangkan, Zona III terletak di puncak perbukitan atau disebut

hutan tua yang diperuntukan sebagai hutan suci atau hutan lindung.

Suku Badui melarang warganya menebang pohon sembarangan.

Hal tersebut berlaku di seluruh wilayah di Suku Badui, terutama untuk

wilayah leuweung kolot (hutan suci). Penebangan pohon dilingkungan

leuweung kolot dilarang dengan alasan apapun. Dimana, hutan suci atau

hutan lindung dibutuhkan untuk menjada keseimbangan dan kejernihan

sumber daya air. Hal tersebut telah menjadi wisdom dan sangat dipahami

oleh seluruh warga Suku Badui. Apabila, warga Suku Badui melakukan

pelanggaran maka akan diberikan sanksi atau hukuman sesuai aturan Suku

Badui. Sehingga dengan demikian, hutan lindung dilingkungan Suku

Badui tidak akan pernah berubah fungsinya menjadi ladang, kebun sayur,

kebun buah dan lainnya.

Kelestarian hutan badui sangat tergantung oleh faktor eksternal dan

internal. Faktor eksternal yakni masyarakat di luar wilayah badui,

pemerintah daerah kabupaten dan pemerintah provinsi. Sedangkan, faktor

internalnya adalah komitment masyarakat badui dalam melestarikan hutan.

Ancaman faktor ekternal meliputi penyerobotan, penjarahan, dan

penggundulan yang dilakukan oleh masyarakat diluar Suku Badui.

Sedangkan ancaman internal antara lain pelanggaran masyarakat badui

terhadap peraturan-peraturan adat dalam memelihara alam.

Wilayah Suku Badui berdasarkan hasil penelitian Purnomohadi,

dalam Permana (2001), seluas 5.101 hektar. Wilayah tersebut terbagi

untuk permukiman, lahan pertanian dan hutan lindung. Wilayah yang

digunakan sebagai permukiman seluas 24,5 ha atau 0,48 persen. Lahan

pertanian seluas 2.585 ha atau 51persen yang terbagi 709 ha sebagai lahan

produktif dan sisanya 1.876,25 ha sebagai lahan tidur (bera). Sedangkan,

wilayah hutan lindung atau hutan suci seluas 2.492 ha atau 49 persen.

KELOMPOK III / REKAYASA LINGKUNGAN 12

Page 13: Pemanasan Global

Hutan lindung telah menyumbangkan pengurangan CO2 yang

cukup besar. Jika, setiap m³ hutan memproduksi sekitar 2,5 Kg karbon per

tahun, maka minimal Hutan lindung 2.630 sampai 186.900 Kg karbon per

tahun. Sisi lain yang juga menyumbangkan karbon yakni pohon bamboo

diperkampungan Suku Badui yang cukup luas. Setiap satu juta are akan

mengurangi hingga 4,8 juta ton emisi CO2 per tahun.

Kelestarian hutan Suku Badui perlu dipertahankan oleh pihak

internal dan pihak eksternal. Untuk itu, Pemerintah Provinsi Banten telah

menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 32 Tahun 2001 tentang

Perlindungan Hak Ulayat Masyarakat Badui. Hal ini merupakan langkah

penting untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan terhadap

wilayah Suku Badui.

e. Mahasiswa Indonesia mengurangi emisi dengan Smart Exhaust

Padatnya volume kendaraan setiap hari di perkotaan membuat udara

lingkungan semakin memburuk. Menurut catatan pengendalian Dampak

Lingkungan atau Bapedal, kendaraan bermotor menjadi penyumbang terbesar

yaitu 75% bagi polusi udara. Tertantang untuk mengatasi masalah ini Dian

Prayogi Susanto mahasiswa ITB jurusan teknik Mesin berinisiatif

menciptakan teknologi Smart Exhaust. Smart Exhaust adalah suatu paket

teknologi berupa tabung yang didalamnya terdapat absorber emisi gas buang

berupa karbon aktif dan TiO2. Prinsip kerja alat ini adalah memanfaatkan

sifat karbon aktif yang mampu memberi absorsi gas emisi kendaraan

bermotor dan gas tersebut akan terperangkap. Dan hasilnya gas emisi itu

berkurang menjadi 75%. Berkat inovasi ini Dian Prayogi Susanto berhasil

diakui internasional karena karyanya yang membantu mengurangi laju

pemanasan global akibat gas emisi. Inovasi tepat guna dan efisien dapat

menjadi satu solusi mengurangi polusi udara yang menjadi beban

lingkungan.

KELOMPOK III / REKAYASA LINGKUNGAN 13

Page 14: Pemanasan Global

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 2.3 (a) Smart Exhaust, (b) dan (c) Smart Exhaust pada kenalpot motor,

(d) Karbon fktif dan TiO2 .

2.2 Peranan negara-negara maju dalam mengurangi laju pemanasan global

a. Dua peneliti lingkungan dari Universitas Princeton dan Universitas

Brown, Michael Oppenheimer dan Brian O’Neill, di AS dalam suatu

kajian yang dimuat Journal Science .

Sebuah laporan yang dikeluarkan di Cina pada tahun yang sama

menyatakan ramalan, suhu global Bumi bisa meningkat sampai 5,8 derajat

Celcius sedikitnya pada akhir abad ini. Pernyataan ini diperkuat pula oleh

laporan lain dari NASA Goddard Institute for Space Studies yang

mengatakan, ambang CO2 meningkat dari angka satuan 280 ppmv (/parts

per million by volume/) pada tahun 1850 menjadi 360 ppmv pada tahun

2001. Padahal, dalam kajian yang lain dikatakan, ambang CO2 di atmosfer

harus dicegah untuk tidak melebihi ambang 450 ppmv.

Para ilmuwan mempelajari cara-cara untuk membatasi pemanasan

global. Kunci utamanya adalah:

- Membatasi emisi CO2.

Tehnik yang efektif untuk membatasi emisi karbon ada dua

yakni mengganti energi minyak dengan sumber energi lainnya

KELOMPOK III / REKAYASA LINGKUNGAN 14

Page 15: Pemanasan Global

yang tidak mengemisikan karbon dan yang kedua penggunaan

energi minyak sehemat mungkin.

- Menyembunyikan karbon yang juga membantu mencegah

karbon dioksida memasuki atmosfer atau mengambil CO2 yang

ada. Menyembunyikan karbon dapt dilakukan dengan dua cara:

Di bawah tanah atau penyimpanan air tanah.

Bawah tanah atau air bawah tanah bisa digunakan untuk

menyuntikkan emisi CO2 ke dalam lapisan bumi atau

ke dalam lautan. Lapisan bumi yang dapat digunakan

adalah penyimpanan alami minyak dan gas bumi di

tambang-tambang minyak. Dengan memompakan CO2

kedalam tempat-tempat penyimpanan minyak di perut

bumi akan membantu mempermudah pengambilan

minyak atau gas yang masih tersisa. Hal ini bisa

menutupi biaya penyembunyian karbon. Lapisan garam

dan batubara yang dalam juga bias menyembunyikan

karbon dioksida.

Penyimpanan di dalam tumbuhan hidup.

Tumbuhan hijau menyerap CO2 dari udara untuk

tumbuh. Kombinasi karbon dari CO2 dengan hidrogen

diperlukan untuk membentuk gula sederhana yang

disimpan di dalam jaringan. Mengingat pentingnya

tumbuhan dalam menyerap CO2 , maka perlunya

memelihara pepohonan dan menanam pohon baru lebih

banyak lagi

b. Prokol Kyoto

Pemanasan global sudah menjadi isu internasional. Bahkan,

keresahan dunia ini terwujud dalam konferensi Kyoto pada Desember

1997. Persetujuan konferensi itu berlaku mulai 16 Februari 2005. Protokol

Kyoto adalah sebuah amandemen terhadap Konvensi Rangka Kerja PBB

tentang Perubahan Iklim (UNFCCC), yakni sebuah persetujuan

internasional mengenai pemanasan global.

KELOMPOK III / REKAYASA LINGKUNGAN 15

Page 16: Pemanasan Global

Negara-negara yang meratifikasi protokol ini berkomitmen untuk

mengurangi emisi/pengeluaran karbon dioksida dan lima gas rumah kaca

lainnya. Jika sukses diberlakukan, Protokol Kyoto diprediksi akan

mengurangi rata-rata pemanasan global antara 0,02°C dan 0,28°C pada

tahun 2050.

Hingga Februari 2005, 141 negara telah meratifikasi protokol

tersebut, termasuk Kanada, Tiongkok, India, Jepang, Selandia Baru, Rusia,

25 negara anggota Uni Eropa, serta Rumania dan Bulgaria. Untuk

mencapai protokol Kyoto ini, semua negara terus menciptakan teknologi

yang ramah lingkungan, terutama negara maju. Karena, negara maju yang

banyak mengeluarkan CO2 penyebab rumah kaca.

Dengan mengedepankan Protokol Kyoto, industri-industri stategis

seperti industri migas, industri transportasi, industri minyak dan gas

didorong untuk menggunakan energi alternatif yang ramah lingkungan.

Artinya, sedapat mungkin meninggalkan penggunaan migas yang

merupakan sumber utama emisi gas karbon.

Lima besar negara penyumbang emisi Gas Rumah Kaca terbesar

adalah :

1. Amerika Serikat

2. Tiongkok

3. Rusia

4. India

5. Jepang

Sejumlah negara industri maju seperti Amerika Serikat (AS) dan

Australia hingga kini belum menandatangi protokol ini. Mereka

beranggapan, kesepakatan ini akan mengancam masa depan industi

mereka. Padahal, AS tercatat sebagai salah satu negara penyumbang emis

gas karbon terbesar di dunia.

Penolakan terhadap perjanjian ini di Amerika Serikat terutama

dikemukakan oleh industri minyak, industri batubara dan perusahaan-

perusahaan lainnya yang produksinya tergantung pada bahan bakar fosil.

Para penentang ini mengklaim bahwa biaya ekonomi yang diperlukan

KELOMPOK III / REKAYASA LINGKUNGAN 16

Page 17: Pemanasan Global

untuk melaksanakan Protokol Kyoto dapat menjapai 300 milyar dollar AS,

terutama disebabkan oleh biaya energi.

Perjanjian ini, yang belum diimplementasikan, menyerukan kepada

38 negara-negara industri yang memegang persentase paling besar dalam

melepaskan gas-gas rumah kaca untuk memotong emisi mereka ke tingkat

5 persen di bawah emisi tahun 1990. Pengurangan ini harus dapat dicapai

paling lambat tahun 2012. Pada mulanya, Amerika Serikat mengajukan

diri untuk melakukan pemotongan yang lebih ambisius, menjanjikan

pengurangan emisi hingga 7 persen di bawah tingkat 1990; Uni Eropa,

yang menginginkan perjanjian yang lebih keras, berkomitmen 8 persen;

dan Jepang 6 persen. Sisa 122 negara lainnya, sebagian besar negara

berkembang, tidak diminta untuk berkomitmen dalam pengurangan emisi

gas.

Akan tetapi, pada tahun 2001, Presiden Amerika Serikat yang baru

terpilih, George W. Bush mengumumkan bahwa perjanjian untuk

pengurangan karbon dioksida tersebut menelan biaya yang sangat besar. Ia

juga menyangkal dengan menyatakan bahwa negara-negara berkembang

tidak dibebani dengan persyaratan pengurangan karbon dioksida ini.

Kyoto Protokol tidak berpengaruh apa-apabila negara-negara industri yang

bertanggung jawab menyumbang 55 persen dari emisi gas rumah kaca

pada tahun 1990 tidak meratifikasinya. Persyaratan itu berhasil dipenuhi

ketika tahun 2004, Presiden Rusia Vladimir Putin meratifikasi perjanjian

ini, memberikan jalan untuk berlakunya perjanjian ini mulai 16

Februari 2005.

Banyak orang mengkritik Protokol Kyoto terlalu lemah. Bahkan

jika perjanjian ini dilaksanakan segera, ia hanya akan sedikit mengurangi

bertambahnya konsentrasi gas-gas rumah kaca di atmosfer. Suatu tindakan

yang keras akan diperlukan nanti, terutama karena negara-negara

berkembang yang dikecualikan dari perjanjian ini akan menghasilkan

separuh dari emisi gas rumah kaca pada 2035. Penentang protokol ini

memiliki posisi yang sangat kuat. Penolakan terhadap perjanjian ini

di Amerika Serikat terutama dikemukakan oleh industri minyak, industri

KELOMPOK III / REKAYASA LINGKUNGAN 17

Page 18: Pemanasan Global

batubara dan perusahaan-perusahaan lainnya yang produksinya tergantung

pada bahan bakar fosil. Para penentang ini mengklaim bahwa biaya

ekonomi yang diperlukan untuk melaksanakan Protokol Kyoto dapat

menjapai 300 milyar dollar AS, terutama disebabkan oleh biaya energi.

Sebaliknya pendukung Protokol Kyoto percaya bahwa biaya yang

diperlukan hanya sebesar 88 milyar dollar AS dan dapat lebih kurang lagi

serta dikembalikan dalam bentuk penghematan uang setelah mengubah ke

peralatan, kendaraan, dan proses industri yang lebih effisien.

Pada suatu negara dengan kebijakan lingkungan yang ketat,

ekonominya dapat terus tumbuh walaupun berbagai macam polusi telah

dikurangi. Akan tetapi membatasi emisi karbon dioksida terbukti sulit

dilakukan. Sebagai contoh, Belanda, negara industrialis besar yang juga

pelopor lingkungan, telah berhasil mengatasi berbagai macam polusi tetapi

gagal untuk memenuhi targetnya dalam mengurangi produksi karbon

dioksida.

Setelah tahun 1997, para perwakilan dari penandatangan Protokol

Kyoto bertemu secara reguler untuk menegoisasikan isu-isu yang belum

terselesaikan seperti peraturan, metode dan pinalti yang wajib diterapkan

pada setiap negara untuk memperlambat emisi gas rumah kaca. Para

negoisator merancang sistem dimana suatu negara yang memiliki program

pembersihan yang sukses dapat mengambil keuntungan dengan menjual

hak polusi yang tidak digunakan ke negara lain. Sistem ini

disebut perdagangan karbon. Sebagai contoh, negara yang sulit

meningkatkan lagi hasilnya, seperti Belanda, dapat membeli kredit polusi

di pasar, yang dapat diperoleh dengan biaya yang lebih rendah. Rusia,

merupakan negara yang memperoleh keuntungan bila sistem ini

diterapkan. Pada tahun 1990, ekonomi Rusia sangat payah dan emisi gas

rumah kacanya sangat tinggi. Karena kemudian Rusia berhasil memotong

emisinya lebih dari 5 persen di bawah tingkat 1990, ia berada dalam posisi

untuk menjual kredit emisi ke negara-negara industri lainnya, terutama

mereka yang ada di Uni Eropa.

KELOMPOK III / REKAYASA LINGKUNGAN 18

Page 19: Pemanasan Global

c. Perjanjian Baru Pemanasan Global

Kurang dari sebulan menjelang Konferensi Internasional

Pemanasan Global di Kopenhagen, Denmark, namun masih belum ada

rencana jangka panjang yang jelas mengenai kesepakatan baru demi

mencegah semakin panasnya bumi. Sejak dua tahun lalu dalam konferensi

internasional di Bali, Indonesia telah dilakukan penjajakan luas mengenai

penandatangan perjanjian baru pemanasan global. Akhir penjajakan soal

ini telah dilakukan pekan lalu dalam pertemuan internasional di kota

Barcelona, Spanyol. Sekitar 4 ribu wakil dari 180 negara di dunia dan para

aktivis lingkungan hidup melakukan perundingan demi mendekatkan

pelbagai pandangan soal draft perjanjian baru pemanasan global.

Dua tahun lewat Perserikatan Bangsa Bangsa dan para aktivis

lingkungan hidup berusaha keras menciptakan kesepakatan internasional

demi menghadapi bahaya pemanasan global, namun semua usaha itu

tampaknya belum berhasil. Kegagalan ini terjadi pada kondisi di mana

selama dua tahun lalu terjadi banyak bencana alam luas dan perubahan

tiba-tiba iklim global. Perubahan iklim global dan dampak merusaknya

tampak jelas bagi semua negara dan masyarakat internasional.

Berdasarkan pengkajian yang telah dilakukan, negara-negara kepulauan

seperti Republik Maladewa yang berada di Samudera Hindia bakal lenyap

bila permukaan air laut naik satu meter. Presiden Maladewa beberapa

waktu lalu memperingatkan soal kondisi bahaya yang akan menimpa

negaranya dan dalam gerakan simbolik ia menyelenggarakan sidang

kabinet di bawah air.

Filipina sejak sebulan lalu menyaksikan banjir dahsyat yang

menimpa hampir semua daerahnya. Banjir itu diakibatkan hujan lebat yang

diprediksi para pakar merupakan dampak dari fenomena pemanasan

global. Para ilmuwan mengatakan, hingga 30 tahun ke depan, es di Kutub

Selatan akan mencair dan orang sudah tidak akan menyaksikan lagi

puncak es di pegunungan Alpen di Eropa dan Kalimanjaro di Afrika. Sejak

sekarang sungai-sungai mulai kering akibat kekeringan berturut-turut yang

KELOMPOK III / REKAYASA LINGKUNGAN 19

Page 20: Pemanasan Global

menimpa dan hanya menjadi sungai di musim-musim tertentu. Perubahan

model iklim yang ada bakal mengancam kehidupan hewan-hewan.

Tanda-tanda perubahan iklim berdampak pada meningkatnya suhu

bumi dan tidak ada yang ragu pentingnya tekad global untuk mencegah

femonena global ini. Satu dari faktor utama meningkatnya suhu bumi

kembali pada kehidupan urban, industri dan pemakaian bahan bakar fosil

yang semakin meningkat. Penyebaran gas karbon dioksida juga telah

merusak lapisan ozon. Patut diketahui lapisan ozon berfungsi mencegah

pancaran sinar matahari yang berbahaya ke bumi dan berperan penting

dalam menyeimbangkan suhu bumi dan musim-musim. Satu-satunya cara

untuk mencegah kerusakan lebih besar lapisan ozon dan peningkatan suhu

bumi dengan mengurangi penyebaran gas karbon dioksida dan mengurangi

konsumsi bahan bakar fosil.

Sementara negara-negara dunia tengah menuju industrisasi,

kehidupan urban dan pemanfaatan berlebihan bahan bakar fosil. Negara-

negara maju sejak seabad lalu telah mengambil langkah-langkah jauh demi

pengembangan industri dan ekonomi. Pada hakikatnya negara-negara maju

yang paling bertanggung jawab atas kerusakan lapisan ozon. Dengan

mengkonsumsi bahan bakar fosil tanpa batas mereka berhasil mencapai

tahapan industri dan bahkan post-industri. Mereka kini mampu mengontrol

perkembangan populasi penduduk dan mampu memanfaatkan teknologi

modern guna menjamin bahan bakar yang dibutuhkannya.

Kenyataannya, mayoritas negara-negara yang rendah tingkat

pendidikan dan budayanya menghadapi masalah pertambahan jumlah

penduduk. Sebagian negara-negara hanya dalam jangka waktu 15 atau 20

tahun jumlah populasinya telah meningkat dua kali lipat. 90 persen

pertumbuhan penduduk dunia terkait dengan kelompok negara-negara ini.

Pertumbuhan ekonomi demi menjamin kebutuhan ekonomi dan

pendidikan tengah terus bertambah dan kini menjadi hal yang harus

dilakukan oleh negara-negara miskin. Negara-negara ini membutuhkan

produksi dan konsumsi energi yang besar guna membangun infrastruktur

ekonomi dan industri.

KELOMPOK III / REKAYASA LINGKUNGAN 20

Page 21: Pemanasan Global

Jurang ekonomi yang lebar antara negara-negara maju dan negara-

negara miskin termasuk masalah utama dalam mencapai kesepakatan

internasional soal perjanjian baru pemanasan global. Dalam Perjanjian

Kyoto, ada 37 negara maju yang berjanji akan mengurangi 5 persen

tingkat penyebaran emisi gas rumah kaca dari tahun 1990. Perjanjian ini

diterapkan tahun 1997 dan akan berakhir tahun 2012. Namun Amerika

sebagai negara terbesar pemakai bahan bakar fosil dan penyebar emisi gas

rumah kaca tidak bersedia melaksanakan janjinya dalam Perjanjian Kyoto

dan akhirnya keluar dari perjanjian ini.

Presiden Bill Clinton di akhir masa jabatannya menandatangani

Perjanjian Kyoto, tapi Presiden George W. Bush menyatakan negaranya

keluar dari perjanjian itu dengan alasan industri negaranya bakal merugi

bila melaksanakannya. Keluarnya negara terbesar penyebar gas karbon

dioksida dari Perjanjian Kyoto praktis melumpuhkan upaya mencegah

pemanasan global yang berujung pada pentingnya membuat perjanjian

baru soal pemanasan global. Sikap ambigu Amerika soal pemanasan

global saat ini menjadi masalah utama penyusunan perjanjian baru

pemanasan global.

Pemerintah Barack Obama mengambil sikap yang berbeda dengan

pemerintah Bush. Sekaitan dengan masalah ini, Obama telah menyerahkan

sebuah draft kepada Kongres yang berisikan upaya mengurangi

penyebaran gas karbon dioksida hingga tahun 2050. Namun masalah

aslinya kembali pada tidak adanya tekad yang serius dari pemerintah untuk

berusaha bersama negara-negara di dunia. Kongres Amerika sendiri sangat

lambat menyikapi dan membahas draft yang diajukan Barack Obama.

Kelambanan ini berkat lobi-lobi yang dilakukan kelompok penekan di

Amerika. Menurut mereka, bila Amerika melaksanakan janji-janjinya

untuk mengurangi penyebaran gas karbon dioksida sama artinya

membebani biaya besar kepada para produsen.

Kenyataannya, di Amerika sendiri pemikiran yang mendominasi

adalah memprioritaskan kepentingan ekonomi ketimbang melindungi

lingkungan hidup. Satu dari faktor yang membuat Ban Ki-moon, Sekjen

KELOMPOK III / REKAYASA LINGKUNGAN 21

Page 22: Pemanasan Global

PBB dan sebagian pejabat PBB lainnya menyatakan pupusnya harapan

mereka bakal dicapai kesepakatan dalam Konferensi Internasional

Pemanasan Global di Kopenhagen dan akar masalahnya adalah

ketidakjelasan politik Amerika.

Masalah lain yang menjadi penghalang tercapainya kesepakatan

global soal perjanjian baru pemanasan global adalah bantuan kepada

negara-negara yang sedang berkembang. Negara-negara Barat yang kaya

tidak punya pilihan lain harus membantu negara-negara sedang

berkembang bila ingin berperan serta bersama mereka dalam program

pengurangan penyebaran gas karbon dioksida. Pemilikan teknologi

modern dan pemanfaatan energi secara tepat guna yang diiringi eskalasi

pertumbuhan ekonomi negara-negara miskin membutuhkan penanaman

modal asing.

Uni Eropa menyatakan, negra-negara berkembang sejak tahun

2013 hingga 2020 setiap tahunnya membutuhkan bantuan finansial sebesar

100 juta euro demi berperan serta dalam program global pengurangan suhu

bumi. Uni Eropa siap menjamin setengah dari anggaran dana bantuan

kepada negara-negara sedang berkembang dan miskin. Namun UE

mensyaratkan akan menyerahkan bantuan ini bila setengah dari anggaran

lainnya dibayar oleh negara-negara kaya dan berkembang lainnya.

Sementara di Uni Eropa sendiri muncul friksi hebat antara negara-negara

anggota terkait saham setiap negara dalam menyerahkan anggaran ini.

Polandia dan delapan negara anggota UE di Eropa Timur menyatakan

ketidakbersediaannya menerima saham apa pun demi membantu negara-

negara sedang berkembang.

Sejumlah masalah yang dihadapi ini membuat para aktivis

lingkungan hidup dan para pejabat PBB sampai pada satu keyakinan, bila

Konferensi Kopenhagen berhasil mencapai kesepakatan pun, maka

kesepakatan itu hanya terkait masalah-masalah umum. Dengan demikian,

dibentuknya sebuah perjanjian baru bakal diundur sekali lagi untuk masa

yang belum dapat ditentukan.

KELOMPOK III / REKAYASA LINGKUNGAN 22

Page 23: Pemanasan Global

d. Salah satu masjid di Inggris mengupayakan bebas karbon

Sebuah masjid di South Woodford, sebelah timur laut kota London

menyatakan diri sebagai tempat ibadah pertama yang bebas zat karbon. Masjid

ini mengurangi pemakaian gas dan listrik dan menggantikannya dengan

penanaman pohon-pohon. Organisasi sosial Tolerance Internasional telah

melakukan kalkulasi atas emisi karbon masjid tersebut, untuk membantu

seberapa besar pengurangan energi yang harus dilakukan Masjid South

Woodford.

Ketua masjid Dr. Muhammad Fahim mengatakan, ajaran Islam

mewajibkan umatnya untuk menjaga kelestarian lingkungan tempat mereka

hidup. Kita tidak bisa hanya memanfaatkannya, tanpa menjaga dan

melindungi alam. Ketika pohon-pohon memberikan memberikan buah, buah

itu bukan untuk pohon itu sendiri tapi juga untuk umat manusia yang

mendapat keuntungan darinya. Fahim ingin setiap Muslim seperti pohon itu,

yang memberikan manfaat bukan buat dirinya sendiri, tapi juga untuk orang

lain.

Masjid ini menjadi masjid pertama di Inggris yang bebas karbon dan

kami berusaha menjadi pelopor untuk masjid-masjid lainnya. Sementara itu,

Ketua Eksekutif Tolerance International, Hamid Bayazi mengatakan, inisiatif

yang dilakukan Masjid South Woodford akan mempercepat upaya untuk

mengatasi masalah pemanasan global.

Para ilmuwan dunia memprediksikan, suhu dunia rata-rata akan

rmeningkat antara 1, 8 sampai 3 derajat Celsius pada abad ini karena efek

emisi gas rumah kaca, terutama dari hasil pembakaran bahan bakar minyak.

Peningkatan suhu berdampak pada kekeringan, kelaparan, banjir yang bisa

membahayakan kelangsungan hidup manusia.

Lembaga Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC)

menyebutkan, pada tahun 2080 kemungkinan ada 3, 2 milyar penduduk dunia-

sepertiga penduduk bumi-yang akan kekurangan air, 600 juta orang akan

mengalami kelaparan dan 7 juta orang akan mengalami kebanjiran karena

permukaan air laut yang terus naik.

KELOMPOK III / REKAYASA LINGKUNGAN 23

Page 24: Pemanasan Global

Organisasi pemerhati lingkungan hidup World Wildlife WWF

menuding AS menjadi negara yang paling besar kontribusinya dalam

pemanasan global dan telah mengesampingkan peringatan dari para ilmuwan

agar ikut mengatasi masalah itu.

e. Jepang ikut berpatisipasi dalam mengurangi laju pemanasan global

Sejalan dengan makin mudah dan nyamannya kehidupan modern,

berkembang kecenderungan orang membuat barang yang digunakan satu

kali saja, lalu membuangnya. Hal ini menyebabkan timbulnya banyak

macam masalah lingkungan, seperti pencemaran udara dan air, perusakan

lingkungan alam, pemanasan global, dan jumlah limbah yang luar biasa.

Perlindungan lingkungan merupakan tugas vital tidak saja bagi Jepang tapi

juga bagi seluruh dunia. Di bawah pimpinan pemerintahnya, masyarakat

Jepang dewasa ini sibuk melakukan usaha-usaha perlindungan lingkungan

dalam lingkup luas.

Harga yang harus dibayar bagi kenyamanan kehidupan modern

adalah timbulnya generasi penyebab banyak limbah. Bila limbah dibawa

begitu saja untuk menimbun tanah, maka akan timbul gunungan-gunungan

sampah yang terus membesar. Sekarang kita harus membangun

masyarakat daur-ulang di mana barang digunakan secukupnya saja dan

dapat digunakan berulang kali, dan bukan terus dibuang. Jepang telah

mencapai kemajuan besar dalam mengurangi volume sampah dan dalam

mendaur-ulang produk-produk bekas, khususnya daur-ulang kaleng dan

botol plastik telah berjalan dengan mantap di Jepang.

Kehidupan yang nyaman memerlukan banyak energi, termasuk

listrik, gas, dan bensin. Karbon dioksida dan gas-gas lainnya terlepas ke

udara ketika orang membangkitkan listrik dan mengoperasikan mesin

dengan membakar bahan bakar seperti minyak dan batubara. Gas-gas

tersebut menimbulkan berbagai masalah seperti pemanasan global dan

pencemaran udara. Pemanasan global merupakan masalah di mana suhu di

seputar dunia meningkat. Untuk mencegahnya, jumlah karbon dioksida

serta gas-gas rumah-kaca lainnya harus dikurangi. Pada kesempatan

COP3, sebuah konperensi besar mengenai pencegahan pemanasan global

KELOMPOK III / REKAYASA LINGKUNGAN 24

Page 25: Pemanasan Global

yang diselenggarakan di kota Kyoto, Jepang pada tahun 1997, banyak

negara berjanji akan mengurangi jumlah gas-gas rumah-kaca yang

diproduksinya.

Gambar 2.4 Barang-barang bekas

Salah satu jalan untuk menanggulangi pemanasan global adalah

menggunakan bentuk-bentuk energi yang ‘bersih’ yang tidak

mengeluarkan gas buangan. Energi sinar surya, angin dan geothermal

(panas bumi) adalah beberapa di antara jenis energi bersih yang tersedia.

Jepang aktif mengembangkan dan menerapkan energi bersih sebagai

bagian dari usaha-usahanya untuk mengatasi masalah pemanasan global

dan mengurangi pencemaran.

Gambar 2.5 Energi sinar surya, angin, dan geothermal

Jepang berusaha membantu negara-negara di berbagai penjuru

dunia dalam mengatasi masalah-masalah lingkungan dengan, misalnya,

memberikan mereka teknologi daur-ulang, teknologi untuk mengurangi

emisi gas-gas rumah-kaca, dan berbagai teknologi lingkungan lainnya.

KELOMPOK III / REKAYASA LINGKUNGAN 25

Page 26: Pemanasan Global

f. Inggis ikut berpartisipasi dalam mengurangi laju pemansan global

Pemerintah Inggris telah menekankan pentingnya untuk segera

bertindak sekarang juga guna mengatasi emisi pemanasan gas rumah kaca

karena manfaat jangka panjangnya akan jauh lebih murah daripada tidak

melakukan apapun.

Nicholas Stern, seorang ilmuan pemerintah Inggris dan

sebelumnya adalah ketua ahli ekonomi Bank Dunia, menyatakan dalam

suatu pertemuan di Meksiko bagian utara bahwa ditinjau dari segi

ekonomi maupun lingkungan maka sudah saatnya untuk menggali sumber

energi hijau. Dia juga mengingatkan semua orang bahwa semakin lama

tindakan ini di tunda, maka bianya akan semakin mahal.

David Millband, Sekretaris Lingkungan Inggris menambahkan

peringatan Stern dengan penting sekali untuk mengambil tindakan untuk

mencegah perubahan cuaca lebih lanjut karena biaya ekonomi belum lagi

biaya manusia dan biaya lingkungan akan jauh lebih berat dari pada biaya

mitigasi.

Peserta yang hadir dalam pertemuan yang berlangsung di

Monterrey, Meksiko diantaranya adalah para menteri energi dan

lingkungan hidup dari 20 negara penghasil gas rumah kaca terbesar

Amerika Serikat. Tema utama dari pembahasan ini adalah tentang

peralihan ke konsep yang ilmiah dan juga dialog tentang perubahan iklim.

g. Perancis ikut berpartisipasi dalam mengurangi laju pemanasan global

dengan Pakta Nasional bagi Lingkungan Hidup

Dominique de Vellepin, perdana menteri Perancis mengumumkan

suatu “Pakta Nasional bagi Lingkungan Hidup. Ia menawarkan dana

kepada rumah tangga dan perusahaan di Perancis sebesar 10 juta euro

dalam bentuk pinjaman lunak guna membiayai proyek penghematan

energi. Pakta ini adalah sebuah dorongan kepada bangsa Perancis untuk

mulai memperhatikan lingkungan hidup. Dalam pakta ini sudah termasuk

janji untuk menambah sejumlah stasiun pengisian bahan bakar di Perancis

yang menyediakan minyak berbasis ethanol pada pompa bensin mereka

sebagai bagian dari gerakan melepaskan ketergantungan Perancis terhadap

KELOMPOK III / REKAYASA LINGKUNGAN 26

Page 27: Pemanasan Global

minyak bumi dan untuk mengurangi emisi. Selain itu disediakan 100 juta

euro untuk membiayai penelitian motor hybrid lebih lanjut. Dana senilai

10 miliar euro untuk program penghematan energi diambil dari rekening

tabungan Codevi dari warga negara Perancis, yang membayar 2,75%

bunga per tahun dan sejauh ini dipatok sekitar 4.600 euro per orang.

h. Pemerintah Norwegia mengurangi emisi

Suatu komite yang ditunjuk oleh pemrintah mengatakan bahwa

Norwegia sebagai negara pengekspor minya terbesar ketiga di dunia bisa

mengurangi emisi as rumah kacanya hingga 80 persen sebelum tahun 2050

tanpa menghambat pertumbuhan ekonomi.

Komite tersebut mengajikan 15 cara untuk memotong emisi gas

rumah kaca hingga 50-80 persen pada tahun 2050 untuk mengatasi

perubahan iklim. Negara-negara maju lainnya juga berupaya untuk

mengurangi emisi dari sumber pembangkit tenaga listrik, industri, dan

mobil di tahun-tahun mendatang.

Usaha pengurangan jangka panjang tersebut akan dilakukan dari

tahun 2008-2012 yang akan melampaui 5,2% pengurangan tingkat emisi

tahun 1990, sebagaimana yang telah disetujui oleh 35 negara industri,

termasuk Norwegia, di bawah Protokol Kyoto PBB.

Sebagai tambahan, penghematan energi disektor lain, termasuk

pemanasan gedung yang lebih efisien, akan mengurangi beban biaya

tersebut. Perkembangan pengendalian karbon dari sumber tenaga listrik

juga bisa menciptakan tonggak baru dalam bidang teknologi bagi

Norwegia.

Kelompok lingkungan hidup dari “Yayasan Satwa Liar Dunia

( World Wildlife Fund – WWF)” meminta pemerintah Norwegia untuk

menerapkan saran-saran komite ini, dengan mengatakan bahwa

perusahaan minyak di Norwegia seperti Statoil dan Norsk Hydro bahkan

mendesar agar pemerintah mengambil tindakan untuk mengurangi

pemanasan global.

KELOMPOK III / REKAYASA LINGKUNGAN 27

Page 28: Pemanasan Global

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pemanasan global telah menjadi permasalahan yang menjadi sorotan

utama umat manusia. Fenomena ini bukan lain diakibatkan oleh perbuatan

manusia sendiri dan dampaknya diderita oleh manusia itu juga. Untuk mengurangi

pemanasan global diperlukan usaha yang sangat keras karena hampir mustahil

untuk diselesaikan saat ini sehingga juga diperlukannya peranan Indonesia dan

negara-negara maju untuk meminimalisir dampak yang terjadi. Pemanasan global

memang sulit diatasi, namun kita bisa mengurangi efeknya. Penanggulangan hal

ini adalah kesadaran kita terhadap kehidupan bumi di masa depan. Apabila kita

telah menanamkan kecintaan terhadap bumi ini maka pemanasan global hanyalah

sejarah kelam yang pernah menimpa bumi ini.

3.2 Saran

Kehidupan ini berawal dari kehidupan di bumi jauh sebelum makhluk

hidup ada. Maka dari itu untuk menjaga dan melestarikan bumi ini harus beberapa

dekade kah kita memikirkannya. Sampai pada satu sisi dimana bumi ini telah tua

dan memohon agar kita menjaga serta melstarikannya. Marilah kita bergotong

royang untuk menyelematkan bumi yang telah memberikan kita kehidupan yang

sempurna ini. Stop global warming.

KELOMPOK III / REKAYASA LINGKUNGAN 28

Page 29: Pemanasan Global

DAFTAR PUSTAKA

1. http://makalahdanskripsi.blogspot.com/2009/06/pemanasan-global-global-

warming.html

2. http://baskoro06.wordpress.com/2009/01/22/makalah-pemanasan-global/

3. http://kontaktuhan.org/news/news175/eLetter/gv_37.htm

4. http://www.id.emb-japan.go.jp/expljp_16.html#

5. http://www.planethijau.com/mod.php?

mod=publisher&op=viewarticle&cid=47&artid=1406

6. http://edukasi.kompasiana.com/2009/12/02/1001-cara-untuk-mengatasi-

pemanasan-global-dapat-dimulai-dari-rumah/

7. http://ijodaoen.blogspot.com/2008/09/peduli-pemanasan-global-masjid-

di.html

8. http://www.gema-nurani.com/2012/04/pemanasan-global-indonesia-dan-

arogansi-negara-negara-maju/

9. http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/12/07/05052156/pemanasan.global

10. http://indonesian.irib.ir/en/sosialita/-/asset_publisher/QqB7/content/id/

4895683/pop_up?_101_INSTANCE_QqB7_viewMode=print

11. http://dikikezper.blogspot.com/2012/02/makalah-pemanasan-global-global-

warming.html

12. http://pramudyasikumbang.wordpress.com/2012/06/08/peran-fibre-optic-

dalam-mengatasi-global-warming/

KELOMPOK III / REKAYASA LINGKUNGAN 29