pemakzulan kepala daerah menurut perspektif...
TRANSCRIPT
PEMAKZULAN KEPALA DAERAH MENURUT PERSPEKTIF FIQIH SIYASAH DAN HUKUM POSITIF (Studi Kasus Pemberhentian Bupati Bogor
Rahmat Yasin)
SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk memperoleh Gelar Sarjana
Syariah (S.Sy)
Oleh :
Siti Herawati N I M : 1111045200010
KONSENTRASI KETATANEGARAAN ISLAM
PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H/2015 M
KATA PENGANTAR
حیم حمن الر بسم هللا الر
Segala puji dan syukur hanya milik Allah SWT yang telah melimpahkan
kemampuan kepada Nabi Muhammad SAW untuk menjalankan tugas-tugas
kekhalifahaan di bumi dan atas semua yang telah dilimpahkan kepada umat manusia
secara umum dan penulis secara khusus. Shalawat beserta salam tak luput kepada
risalah-Nya Nabi Muhammad SAW, para keluarga, sahabat, dan mereka semua yang
telah berjuang untuk menegakkan kalimat tauhid di atas muka bumi ini dan
membimbing umat manusia sehingga dapat menjalani kehidupan yang lebih baik di
dunia dan kebaikan hidup di akhirat.
Alhamdulilah, berkat rahmat Allah SWT dan Karunia-Nya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik walaupun masih banyak kekurangan. Adanya
bimbingan, kritikan dan masukan yang sangat berarti diperlukan penulis untuk dapat
lebih menyempurnakan dan memperbaiki agar penyajian skripsi ini lebih sempurna.
Dalam perjalanan penulisan skripsi ini, satu hal yang menjadikan sebuah
kebanggana bagi penulis adalah mengikuti perkuliahan di kampus UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta khususnya Fakultas Syari'ah dan Hukum. Di dalam perjalanan
ini begitu banyak pengalaman serta pengetahuan baru yang penulis dapatkan, baik
sifatnya menyenangkan maupun yang mengharukan, karena dengan melewati itu
semua maka kepribadian dan kedewasaan dalam bersikap bisa penulis dapatkan.
v
Menyelesaikan skripsi ini tentu banyak rintangan dan halangan yang penulis
hadapi. butuh extra kerja keras untuk menyelesaikan skripsi, penulis paham bahwa
dalam mengejarkan skripsi bukan perkara yang mudah karena butuh ketelitian dan
kemauan yang tinggi. Tetapi bersyukur alhamdulillah, semua itu bisa diatasi berkat
motivasi dan dorongan yang diberikan kepada semua pihak yang membantu dan
memberikan dukungan tiada henti kepada penulis. Semoga Allah SWT, Tuhan Yang
Maha Pengasih dan Maha Penyayang selalu mengasihi dan menyayangi kalian,
dimana kalian berada. Amin. Rasa terima kasih ingin penulis ucapkan kepada :
1. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, MA, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta para pembantu Dekan.
2. Ibu Dr. Maskufah, MA, Ketua Program Studi Jinayah Siyasah Jurusan Siyasah
Syar’iyah.
3. Ibu Rosdiana, MA, Sekretaris Program Studi Jinayah Siasah Jurusan Siyasah
Syar’iyah.
4. Bapak Prof. Dr. Masykuri Abdillah, MA, Dosen Penasehat Akademik.
5. Bapak Dr. H. Mujar Ibnu Syarif, MA. Dosen pembimbing yang sangat penulis
hormati, dengan sangat sabar dan keikhlasan beliau membimbing penulis,
memberikan banyak ilmu dan waktunya kepada penulis sehingga banyak hal baru
yang penulis dapatkan selama bimbingan bersama beliau.
6. Seluruh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan
staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang membuat penulis mudah untuk mencari bahan dan literatur selama
vi
kuliah.
7. Kepada keluarga saya, teristimewa ayahanda dan ibundaku tercinta, Bapak Iyus
Yustiana dan Ibu Tinah yang senantiasa mendoakan penulis, memberikan
limpahan kasih sayang, kesabaran, dukungan serta motivasi baik moral maupun
materil kepada penulis. Tak lupa untuk kakak-kakakku tercinta (alm) Ahmad
Saepudin, dan Sri Yulianingsih serta adikku Muhamad Fahmi dan keponakan
Muhamad Raihan. Semoga Allah selalu melimpahkan kasih sayang-Nya untuk
kalian.
8. Sahabat tercinta Lisna Alvia, Abdul Mun'im bin Alias yang sudah menjadi
sahabat terbaik dalam menjalani perkuliahan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dwi Agusti, Ingkak Chintya Wangsih, Fitri Yanti, Leli Afrida S, Uliyanah, Lala,
dan ka Muhdi kalian adalah sahabat-sahabat terbaik yang pernah aku kenal dan
aku punya.
9. Teman-teman seperjuangan SJS khususnya jurusan Ketatanegaraan Islam
angkatan 2011, Andi, Imam, Merry, Tiwa, Arista, Tomi, Lisna, Uti, Dwi, Anwar,
Fajar, Devi, Fifit, Gilang, mun'im, Rezi dan Buya.
10. Kepada teman-teman KKN (Kuliah Kerja Nyata) kelompok PENA 2014. Untuk
Eva, Dewi, Lisna, Azmi, Euis, Nana, Mun'im, Ozi, Dika, Tomi, Aza, Nugi,
Mujay, Fuad. Sebulan bersama kalian adalah sesuatu yang sangat berkesan, tidak
ada kelompok KKN yang seseru dan sekompak kalian.Terima kasih semua atas
perhatian dan dukungannya. Semoga kita akan menjadi rekan se team kembali
pada kesempatan yang lain.
vii
11. Kepada semua pihak yang sudah membantu penulis, mohon maaf apabila belum
disebutkan. Akan tetapi, penulis berdo’a semoga agar kebaikan dan ketulusan
kalian di balas oleh Allah SWT.
Dalam penulisan skripsi ini mungkin terdapat banyak kekurangan, baik yang
terlihat dan tersembunyi. Akan tetapi, penulis berharap skripsi ini bisa bermanfaat
untuk para pembaca umumnya dan penulis khususnya.
Ciputat, 04 Mei 2015
Penulis
Siti Herawati
viii
ABSTRAK
Siti Herawati, 1111045200010. Pemakzulan Kepala Daerah Menurut Perspektif Fiqih Siyasah dan Hukum Poaitif (Studi Kasus Pemberhentian Bupati Bogor Rahmat Yasin). Hukum Tata Negara (Siyasah), Program Studi Jinayah Siyasah, Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta, 1436 H / 2015 M, x + 63 halaman.
Masalah pokok penelitian ini adalah bagaimana seorang pejabat negara khususnya Bupati Bogor bisa dimakzulkan dari jabatannya baik dalam undang-undang yang ada di Indonesia maupun dalam teori politik Islam. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apa penyebab latar belakang seorang kepala daerah bisa dimakzulkan dari jabatannya dan bagaimana proses pemakzulan kepala daerah menurut fiqih siyasah dan hukum positif
Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan (Library Research), yaitu penelitian dengan cara mengumpulkan bahan-bahan yang berasal dari sumber hukum premier, sumber hukum sekunder dan sumber hukum tersier baik manual maupun digital yang berkaitan dengan tema pembahasan. Metode analisis yang digunakan adalah metode deskriptif.
Hasil penelitian menunjukan bahwa kepala daerah bupati bogor bisa dimakzulkan apabila telah melanggar ketentuan yang sudah diatur oleh lembaga yang berwenang, mengacu kepada UU No 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah dan menurut para teoritis fiqih siyasah kepala daerah bisa dimakzulkan apabila sudah menyimpang dari ajaran syariat, tidak berlaku adil, tidak memenuhi syarat lagi sebagai kepala daerah dan kepala negara menghendaki pemberhentiannya, maka kepala daerah tersebut bisa dimakzulkan.
Kata kunci : Pemakzulan Kepala Daerah, Pemberhentian Bupati Bogor,
Pemakzulan.
Pembimbing : Dr. H. Mujar Ibnu Syarif, M.A.
Daftar Pustaka : 1995 s.d. 2015
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................ i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMING ............................................ ii
LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................... iii
ABSTRAK ................................................................................................. iv
KATA PENGANTAR ............................................................................... v
DAFTAR ISI .............................................................................................. ix
BAB1 PENDAHULUAN .................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ..................................................... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah................................. 4
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .......................................... 4
D. Tinjauan Pustaka ................................................................ 5
E. Metode Penelitian............................................................... 8
F. Sistematika Penulisan ........................................................ 10
BAB II KAJIAN TEORI TENTANG PEMAKZULAN KEPALA DAERAH
MENURUT PERSPEKTIF FIQIH SIYASAH ................... 12
A. Pengertian Pemakzulan ...................................................... 12
B. Sejarah Pemakzulan ........................................................... 13
C. Mekanisme Pemakzulan..................................................... 17
BAB III PROFIL BUPATI BOGOR ................................................... 24
A. Profil Bupati Bogor ............................................................ 24
ix
B. Karir Politik Bupati Bogor ................................................. 25
C. Wilayah Kekuasaan Bupati Bogor ..................................... 29
D. Tugas, Wewenang dan Kewajiban Bupati Bogor .............. 32
BAB VI PEMAKZULAN KEPALA DAERAH MENURUT PERSPEKTIF
FIQIH SIYASAH DAN HUKUM POSITIF ........................ 35
A. Indikasi Pelanggaran Hukum Bupati Bogor ...................... 35
B. Mekanisme Pemberhentian Kepala Daerah Menurut
UU No. 23 Tahun 2014 ...................................................... 40
1. Penyebab Pemberhentian Kepala Daerah ..................... 40
2. Prosedur Pemberhentian Kepala Daerah ...................... 42
C. Mekanisme Pemberhentian Bupati Bogor Ditinjau Dari
Hukum Positif .................................................................... 47
D. Mekanisme Pemberhentian Bupati Bogor Ditinjau Dari
Fiqih Siyasah ...................................................................... 52
E. Relevansi Mekanisme Pemakzulan Kepala Daerah Menurut
Fiqih Siyasah dengan Hukum Positif ................................. 55
BAB V PENUTUP ............................................................................... 57
A. Kesimpulan ........................................................................ 57
B. Saran ................................................................................... 59
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 61
x
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Penyelenggaraan pemerintahan daerah di suatu negara tergantung dari bentuk
negara yang dianut oleh negara bersangkutan. Bentuk negara menggambarkan
pembagian kekuasaan dalam suatu negara secara vertikal dan horizontal. Secara
vertikal pembagian kekuasaan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah,
sedangkan pembagian kekuasaan secara horizontal menggambarkan antara kekuasaan
legislatif, eksekutif dan yudikatif.1
Pemerintahan Daerah merupakan penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan
tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kepala daerah sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.2 Kepala daerah meliputi
Gubernur untuk Provinsi, Bupati untuk Kabupaten, serta Walikota untuk Kota.
1Andi Mustari Pide, Otonomi Daerah dan Kepala Daerah Memasuki Abad XXI, (Jakarta: Radar Jaya Pratama, 1999), h. 23.
2Undang-Undang Republik Indonesia, Ketentuan Umum Pasal 1 ayat (2) dan (3) UU .No 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.
1
2
Kepala daerah adalah pejabat yang menjalankan hak, wewenang dan
kewajiban pimpinan pemerintahan daerah atau pejabat yang memimpin di suatu
daerah tertentu dan bertanggungjawab sepenuhnya atas jalannya pemerintahan
daerah.3 Menurut fiqih siyasah kepala daerah disebut wali. Wali adalah orang yang
diangkat oleh khalifah untuk menjadi pejabat pemerintahan (hakim) di suatu daerah
serta menjadi pimpinan di daerah tertentu.4 Kepala daerah secara hirarki, tidak jauh
berbeda dengan kedudukan Presiden sebagai penanggungjawab tertinggi dalam
penyelenggaraan pemerintahan di seluruh wilayah negara. Sedangkan kepala daerah
hanya bertanggungjawab di wilayah tertentu yang dipimpinnya.
Beberapa dari pemimpin daerah melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan
undang-undang, penyalahgunaan wewenang atau tidak sesuai dengan pelaksanaan
pemerintah pusat, sehingga harus ditempuh upaya-upaya hukum yang dibutuhkan
untuk menanggulangi permasalahan ini. Salah satunya dengan cara pemakzulan
Kepala Daerah.
Pada tahun 2014 Bupati Bogor Rahmat Yasin yang diberhentikan dari
jabatannya, dikarenakan ia melakukan korupsi dengan menerima suap sebesar 4,5
miliar guna memuluskan rekomendasi surat tukar menukar kawasan hutan atas nama
PT Bukit Jonggol Asri seluar 2.754 hektar.
3Andi Mustari Pide, Otonomi Daerah dan Kepala Daerah Memasuki Abad XXI, (Jakarta: Radar Jaya Pratama, 1999), h. 50-51.
4Taqiyuddin An Nabhani,. Sistem Pemerintahan Islam: Doktrin Sejarah dan Realitas Empirik. H. 229.
3
Istilah pemakzulan relatif baru dikenal luas di Indonesia setelah perubahan
kedua Undang-Undang Dasar 1945 sebagai padanan istilah pemecatan atau
pemberhentian seseorang dari jabatannya. Pemakzulan (Impeachment) adalah proses
pemecatan, penyingkiran atau penurunan seorang persiden atau pejabat negara dari
tahta atau jabatannya karena melakukan pelanggaran hukum maupun karena tidak
lagi memenuhi syarat sebagai pejabat negara.5
Di era demokrasi sekarang ini banyak kepala daerah atau pejabat negara
dimakzulkan dari jabatannya, dikarenakan kepala daerah tersebut terkena kasus
korupsi, melanggar sumpah jabatan, melanggar larangan kepala daerah yang
sebagaimana sudah diatur dalam undang-undang dan menyalahgunakan wewenag
sebagai kepala daerah.
Bupati sebagai salah seorang pejabat negara seharusnya mampu menjadi
tauladan dalam menegakkan seluruh peraturan perundang-undangan dalam setiap
perilaku kehidupannya. Dengan kata lain tidak seharusnya seorang kepala daerah
yang merupakan pejabat negara berperilaku seperti itu. Karena tindakan korupsi dan
suap menyuap adalah kejahatan yang sangat membahayakan kepentingan negara dan
masyarakat secara luas bahkan terkait dengan perekonomian negara dan
keberlangsungan kehidupan bangsa dan negara.6
5Hamdan Zoelva, Impeachment Presiden Alasan Tindak Pidana Pemberhentian Presiden Menurut UUD 1945,( Jakarta: Konstitusi Press, 2014) h. 12-13.
6Hamdan Zoelva, Impeachment Presiden Alasan Tindak Pidana Pemberhentian Presiden Menurut UUD 1945, h. 24.
4
Dari latar belakang masalah di atas dan juga mengingat hingga kini belum ada
satu pun skripsi yang membahas tema ini, penulis merasa perlu menyajikan
pembahasannya dalam skripsi ini, dengan judul "Pemakzulan Kepala Daerah
Menurut Perspektif Fiqih Siyasah Dan Hukum Positif (Studi Kasus
Pemberhentian Bupati Bogor Rahmat Yasin)".
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka
penulis membatasi masalah yang diteliti mengenai pemakzulan Rahmat Yasin Bupati
Bogor. Adapun masalah pokok penelitian yang dibahas, dirumuskan sebagai berikut:
1. Apa latar belakang terjadinya pemakzulan terhadap Bupati Bogor Rahmat
Yasin?
2. Bagaimana mekanisme pemakzulan Bupati Bogor Rahmat Yasin ditinjau dari
perspektif Fiqih Siyasah dan Hukum Positif ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penulisan skripsi adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui latar belakang terjadinya pemakzulan terhadap Bupati
Bogor.
2. Untuk mengetahui mekanisme pemberhentian Kepala Daerah atau Pejabat
Negara menurut fiqih siyasah dan hukum positif.
Sedangkan manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
5
1. Sebagai sumbangan pemikiran dan sekaligus pengembangan keilmuan di
bidang fiqih siyasah dalam konteks ketatanegaraan Islam.
2. Menambah wacana ilmu pengetahuan mengenai pemakzulan dalam fiqih
siyasah maupun hukum positif.
D. Tinjauan Pustaka
Sejumlah penelitian tentang topik pemakzulan telah dilakukan, baik yang
mengkaji secara spesifik sumber data yang diperoleh isu, maupun yang menyinggung
secara umum. Berikut tinjauan umum atas beberapa penelitian yang telah ada
mengenai pemakzulan.
Karya ilmiyah pertama, yaitu jurnal hukum Vol. XIX No.19 Oktober 2010:
93-110 yang berjudul "Impeachment Kepala Daerah (Study Kasus Usulan
Pemberhentian Walikota Surabaya Ir. Tri Rismarini" yang ditulis oleh M. Shaleh SH,
MH. Dalam penelitian tersebut dinyatakan bahwa DPRD kota surabaya mengajukan
impeachment kepada walikota Surabaya karena dinilai telah melanggar Pasal 28 (a)
Undang-Undang Nomer 32 Tahun 2004, Peraturan Menteri Dalam Negeri
(Permendagri) Nomor 16 Tahun 2006 tentang Penyusunan Produk Hukum Daerah
saat menyusun Peraturan Wali Kota (Perwali) Surabaya Nomor 56 Tahun 2010
mengenai kenaikan pajak reklame, Perwali Nomor 57 Tahun 2010 mengenai
kenaikan pajak reklame di kawasan terbatas. Usulan pemberhentian Walikota
Surabaya tersebut mengacu kepada Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah tepatnya Pasal 29 ayat (4) yang menyatakan bahwa
6
pemberhentian kepala daerah dapat dilakukan apabila melanggar sumpah jabatan dan
tidak melaksanakan kewajiban sebagai kepala daerah.
Karya ilmiyah kedua, yaitu skripsi yang berjudul "Impeachment Presiden
Menurut UUD 1945 Hasil Amandemen Dalam Tinjauan Ketaranegaraan Islam" yang
ditulis oleh Irwanto pada tahun 2008 Fakultas Syari'ah dan Hukum Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatulla Jakarta. Dalam penelitiannya tersebut ia menjelaskan
tentang alasan pemberhentian Presiden dan atau Wakil Presiden disebutkan secara
limitatif dalam konstitusi, yaitu penghianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan,
tindak pidana berat lainnya, perbuatan tercela, atau tidak lagi memenuhi syarat
sebagai Presiden dan atau Wakil Presiden yang telah diatur dalam pasal 7A Undang-
Undang Dasar 1945.
Karya ilmiyah ketiga, yaitu skripsi yang berjudul "Konsep Negara Hukum
Terhadap Mekanisme dan Praktek Pemberhentian Presiden Di Indonesia" yang ditulis
oleh Achmad Farobi pada tahun 2012 Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penelitiannya tersebut menjelaskan aspek
hukum yang harus diperhatikan dalam pemberhentian presiden dalam masa aktif
jabatannya adalah alasaan pemakzulan, prosedur dan hukum pemakzulan serta forum
pemakzulan; alur mekanisme konstitusional melalui DPR RI, MK dan MPR RI, dan
peran Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dalam rangka aktualisasi negara
hukum Indonesia.
Karya ilmiyah keempat, yaitu tesis yang berjudul "Pemberhentian Kepala
Negara Dalam Teori Politik Islam (Studi Kasus Pemberhentian Kepala Negara di
7
Indonesia)" yang ditulis oleh Ali Zawawi pada tahun 2008 Sekolah Pascasarjana
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penelitiannya tersebut ia
menjelaskan tentang pemberhentian kelapa negara di Indonesian yang ditinjau dari
perspektif teori politik Islam.
Karya ilmiyah kelima, yaitu disertasi yang berjudul "Pemakzulan Kepala
Negara Menurut Hukum Islam (Studi Kasus Presiden Abdurrahman Wahid) yang
ditulis oleh M. Ali Hanafiyah S pada tahun 2011 sekolah pascasarjana Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalalm penelitiannya tersebut ia
menjelaskan bagaimana mekanisme pemakzulan terhadap presiden Abdurrahman
Wahid ditunjau dari hukum Islam.
Karya ilmiyah keenam, yaitu skripsi yang berjudul "Tinjauan Yuridis
Mekanisme Pemberhentian Bupati Menurut Undang-Undang 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah (Studi Kasus Pemberhentian Bupati Kabupaten Garut Aceng
Fikri)" yang ditulis oleh Gagat Rahino pada tahun 2013 Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penelitiannya tersebut
menjelaskan bagaimana mekanisme pemberhentian bupati Garut ditinjau dari
Undang-Undang 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
Kendatipun telah ada penelitian sebelumnya mengenai tema Pemakzulan
pejabat negara, skripsi ini memiliki substansi pembahasan yang berbeda dengan
penelitian yang telah ada. Perbedaan dimaksud terletak pada:
8
1. Dalam skripsi ini penulis tidak hanya menjelaskan pemakzulan kepala daerah
menurut perspektif hukum Tata Negara Republik Indonesia, tetapi juga
menurut Fiqih Siyasah.
2. Penulis ingin menilai bagaimana relevansi atau kesesuaian mekanisme
pemakzulan kepala daerah menurut hukum positif dengan teori Fiqih Siyasah.
E. Metode Penelitian
Salah satu tahapan yang penting dalam penulisan skripsi adalah penerapan
metodelogi penelitian yang tepat yang digunakan sebagai pedoman penelitian dalam
mengungkapkan fenomena serta menghubungkan antara teori yang menjelaskan
gambaran situasi dengan realitas yang terjadi sesungguhnya. Penulis menggunakan
metode penelitian kepustakaan (Library Research) yaitu penelitian dengan cara
mengumpulkan bahan-bahan yang berasal dari buku-buku, artikel-artikel, makalah,
majalah, koran, serta bahan-bahan lainnya yang berkaitan dengan permasalahan yang
diangkat dalam skripsi ini.
1. Teknik pengumpualn data
Dalam penelitian ini menggunakan teknik penelitian riset pustaka
(Library Research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara menghimpun
dan menelaah data-data sumber kepustakaan berupa data-data primer dan
sumber data sekunder yang relevan dengan pembahasan skripsi ini.
2. Sumber Data
9
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini ada tiga macam,
yaitu:
1. Sumber data primer yakni sumber data yang ada kaitan langsung dengan
tema skripsi ini. Sumber data primer yang digunakan adalah al-Qur'an dan
hadis, kitab-kitab Fiqih Siyasah, dan Undang-undang No. 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah.
2. Sumber data sekunder yakni sumber data yang tidak berkaitan langsung
dengan tema skripsi ini. Adapun data sekunder yang penulis gunakan
adalah tulisan-tulisan ilmiyah baik dalam bentuk buku, jurnal, surat kabar,
majalah maupun melalui media internet.
3. Bahan hukum tersier yakni data yang memberikan petunjuk dan
penjelasan terhadap data-data primer dan sekunder, yaitu berupa kamus-
kamus ilmiyah, ensiklopedia dan lain-lain.
3. Teknik Analisis Data
Pada tahap analisis data, data diolah dan dimanfaatkan sedemikian
rupa sampai berhasil menyimpulkan kebenaran-kebenaran yang dapat dipakai
untuk menjawab persoalan yang diajukan dalam penelitian. Adapun metode
analisis data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini penulis
menggunakan metode deskriptif. Penelitian metode deskriptif dirancang untuk
mengumpulkan informasi tentang keadaan–keadaan nyata sekarang
(sementara berlangsung). Tujuan utama menggunakan metode penelitian ini
adalah untuk menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara berjalan
10
pada saat penelitian dilakukan, dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala
tertentu.7
4. Teknik penulisan
Adapun teknik penulisan skripsi ini, mengacu pada buku "Pedoman
Penulisan Skripsi Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta Tahun 2012".
F. Sistematika Penulisan
Penulis menyusun melalui sistematika penulisan yang terdiri dari lima bab, di
mana pada setiap babnya dibagi atas sub-sub bab, dengan perincian sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini terdiri dari Latar Belakang Masalah, Pembatasan Dan Perumusan
Masalah, Tujuan Dan Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka, Metode
Penelitian Dan Sistematika Penulisan.
BAB II : KAJIAN TEORI TENTANG PEMAKZULAN KEPALA DAERAH
MENURUT PERSPEKTIF FIQIH SIYASAH
Bab ini menjelaskan tentang kajian teori yang membahas tentang
pemakzulan secara umum. Definisi Pemakzulan, Sejarah Pemakzulan, Dan
Mekanisme Pemakzulan Menurut Perspektif Fiqih Siyasah.
7Consuelo G Selvila, et all, Pengantar Metode Penelitian, (Jakarta:Universitas Indonesia UI-Press, 2006), h. 71.
11
BAB III : PROFIL BUPATI BOGOR
Dalam bab ini membahas tentang Profil Bupati Bogor, Karir Politik Bupati
Bogor, Wilayah Kekuasaan Bupati Bogor, Tugas Wewenang dan
Kewajiban Bupati Bogor.
BAB IV : PEMAKZULAN KEPALA DAERAH MENURUT FIQIH SIYASAH
DAN UNDANG-UNDANG
Bab ini berisi tentang Indikasi Pelanggaran Hukum Bupati Bogor,
Mekanisme Pemberhentian kepala daerah menurut UU No. 23 Tahun 2014,
Mekanisme Pemberhentian Bupati Bogor Menurut Perspektif Hukum
Positif, Dan Pemakzulan Bupati Bogor Ditinjau Dari Fiqih Siyasah.
BAB V : PENUTUP
Bab Penutup berisi kesimpulan dan saran-saran yang memuat kesimpulan
dan rekomendasi. Dalam bab ini disajikan pokok-pokok temuan penelitian
yang dihasilkan dan serta dimuat pada saran terkait lanjut atas penelitian.
BAB II
KAJIAN TEORI TENTANG PEMAKZULAN KEPALA DAERAH MENURUT
PERSEPKTIF FIQIH SIYASAH
A. Pengertian Pemakzulan
Dalam bahasa Arab Menurut kamus Al-Munawir "makzul" merupakan isim
maf'ul tashrifan (derivasi) kata عزل یعزل yang artinya turun takhta.P0F
1P Sedangkan dalam
bahasa Inggris "makzul" menurut Hamdan Zoelva berarti isolate (mengasingkan), set
apart (memisahkan), separate (terpisah), segregate (memisahkan), seclude
(menyendiri), dismiss (memecatkan), discharge (pemberhentian), recall (penarikan
kembali), remove (from office) memberhentikan atau memecat.P1F
2
Istilah Pemakzulan dalam kamus bahasa Indonesia berasal dari bahasa Arab,
makzul yang sudah dibakukan, mempunyai arti berhenti memegang jabatan; turun
takhta; memakzulkan artinya 1. menurunkan dari takhta; memberhentikan dari
jabatan; 2. meletakan jabatannya (sendiri) sebagai raja; berhenti sebagai raja;
pemakzulan artinya proses, cara, perbuatan memakzulkan. Dengan demikian
“pemakzulan” dapat diartikan pemberhentian dari jabatan, penurunan dari takhta atau
jabatan.3
1Achmad Warson Munawwir dan Muhammad Fairuz, Kamus Al-Munawwir Versi Indonesia-Arab, (Surabaya: Pustaka Progressif, 2007), h. 547
2Hamdan Zoelva, Pemakzulan Presiden di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), h. xiii. 3Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Keempat, Departemen Pendidkan Nasional
(Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 865.
12
13
Pemakzulan dalam Islam dapat disinonimkan dengan al-khalla' yang berarti
mencopot, mencabut, memecat, menelanjangi, menyingkirkan. Ibnu Manjhur
mengatakan, pencopotan sama pengertiannya dengan mencabutnya; hanya saja di
dalam istilah pemecatan terkandung makna "penangguhan atau proses secara
perlahan". Istilah al-khalla' ini erat kaitannya dengan pelanggaran. Jadi dapat
disimpulkan bahwa al-khalla' dapat disinonimkan dengan pemecatan atau
pemakzulan, namun dalam ketatanegaraan Indonesia lebih dikenal dengan sebutan
pemberhentian.4
Istilah pemberhentian dipadankan dengan istilah pemakzulan yang
mempunyai konotasi yang sama dengan istilah impeachment. Menurut istilah
pemakzulan adalah tindakan politik dengan hukuman berhenti dari jabatan dan
kemungkinan larangan untuk memegang suatu jabatan, bukan sebagai hukuman
pidana (criminal conviction) atau pengenaan ganti kerugian perdata. Dalam istilah
akademik, pemakzulan adalah proses hukum ketatanegaraan untuk memecat atau
menurunkan presiden atau pejabat lainnya dari jabatannya.5
B. Sejarah Pemakzulan
Pada masa Nabi gagasan pemakzulan atau pemberhentian kepala daerah
jelas belum muncul dan belum dijelaskan secara rinci, cara-cara pemberhentian
4Yahya Ismail, Hubungan Penguasa dan Rakyat Dalam Perspektif Sunnah, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), h. 191-193.
5Hamdan Zoelva, Impeachment Presiden Alasan Tindak Pidana Pemberhentian Presiden Menurut UUD 1945, h. 10.
14
kepala daerah tidak terdapat ketentuannya dalam al-Qur'an dan hadis Nabi. Namun
dalam sejarah pemerintahan Rasulullah SAW dan al-Khulafa al-Rasyidun khususnya
pada masa khalifah Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib terjadi beberapa kali
pemberhentian kepala daerah.
Pada masa Rasulullah SAW, beliau pernah memberhentikan gubernur
Yaman, Mu'adz bin Jabal tanpa alasan apapun. Beliau juga memberhentikan Ila' Al-
Hadhrami yang menjadi amil beliau di Bahrain, hanya karena beliau mendapat
pengaduan tentang Ila' dari utusan Abdul Qais.6 Pada masa pemerintahan khalifah
Utsman bin Affan, banyak sejarawan menilai Utsman melakukan praktik nepotisme.
Ia mengangkat pejabat-pejabat yang berasal dari kalangan keluarganya, meskipun
tidak layak untuk memegang jabatan tersebut. Banyak pejabat yang lama dipecatnya.
Awal praktik nepotisme ini adalah pemecatan al-Mughirah ibn Abi Syu'bah sebagai
gubernur Kufah dan digantikan oleh Sa'd ibn al-'Ash, saudara sepupu Utsman.
Namun Sa'd hanya setahun menduduki posisinya karena digantikan oleh al-Walid ibn
'Uqbah yang juga masih saudara seibu dengan Utsman.7
'Amr ibn al-'Ash juga dipecat oleh Utsman dari jabatan gubernur di Mesir.
Sebagai penggantinya, Utsman mengangkat Abdullah ibn Sa'd ibn Abi Sarh, saudara
sepupunya. Tindakan ini dinilai ceroboh karena kedudukan 'Amr sebagai tokoh yang
berjasa dalam menaklukan Mesir pada masa pemerintahan khalifah Umar. Pemecatan
6Taqiyuddin An Nabhani, Sistem Pemerintahan Islam: Doktrin Sejarah dan Realitas Empirik, Penerjemah Moh. Maghfur Wachid, (Bangil: Al Izzah, 1996), h. 235.
7Muhamad Iqbal, Fiqih Siyasah Kontekstualisasi Doktrin Polotik Islam, Cet. II, (Jakarta: Gaya Media Pratam, 2007), h. 78.
15
'Amr ini akhirnya menimbulkan protes di kalangan masyarakat Mesir. Mereka
menuntut Utsman agar memulikan kedudukannya kembali. Apalagi penggantinya,
Abdullah, bukan tipe pemimpin yang mampu menjalankan tugasnya dengan baik. Di
Bashrah, gubernur Abu Musa al-Asy'ari juga diberhentikan dan digantikan dengan
saudara sepupunya bernama 'Abdulah ibn Amir ibn Kuraiz. Sedangkan Mu'awiyah
yang juga masih keluarganya tetap diberikan jabatan sebagai gubernur Syam,
sebagaimana di masa Umar.8
Sedangkan pada masa pemerintahan khalifah Ali bin Abi Thalib juga terjadi
pemberhentian kepala daerah, ia memberhentikan gubernur-gubernur yang diangkat
Utsman. Ali memberhentikan 'Abdullah ibn 'Amir gubernur Bashrah digantikan oleh
Utsman bin Junaif. Gubernur Kufah Sa'd ibn al-'Ash diberhentikan dan digantikan
oleh 'Umarah ibn Syihab.9
Khalifah Ali juga memberhenrikan gubernur Syam yaitu Muawiyah, tetapi
Muawiyah menolak untuk turun dari jabatannya dan memberontak terhadap
pemerintahan khalifah Ali. Sehingga terjadilah Perang Siffin yang berlangsung
selama tiga (3) hari sejak tgl 29 – 31 Juli 657 M, antara pasukan Khalifah Ali bin
Abi Thalib melawan pasukan Mu’awiyah bin Abi Sufyan ( 602 – 680 M) yang ketika
itu sebagai gubernur berkuasa di wilayah Syria dan Mesir, merupakan peperangan di
kalangan umat Islam, menggulingkan pemerintahan yang berkuasa (khilafah) untuk
merebut kekuasaan. Peperangan ini disebut perang Siffin karena secara geografis
8Muhamad Iqbal, Fiqih Siyasah Kontekstualisasi Doktrin Polotik Islam, h. 78. 9Muhamad Iqbal, Fiqih Siyasah Kontekstualisasi Doktrin Polotik Islam, h. 77.
16
medan pertempuran yang terjadi berada di kota Siffin daerah pinggiran sungai. Dalam
peperangan ini pasukan Mu'awiyah telah terdesak kalah, sehingga menyebabkan
mereka mengangkat al-Qur'an sebagai tanda damai dengan cara tahkim. Khalifah
diwakili oleh Abu Musa Al-Asy'ari, sedangkan Mu'awiyah diwakili oleh 'Amr bin
Ash yang terkenal cerdik. Dalam tahkim tersebut khalifah dan Mu'awiyah harus
meletakkan jabatan, pemilihan baru harus dilaksanakan. Abu Musa pertama kali
menurunkan Ali sebagai khalifah. Akan tetapi, Amr bin Ash tidak menurunkan
Mu'awiyah tapi justru mengangkat Mu'awiyah sebagai khalifah, karena Ali telah
diturunkan oleh Abu Musa. Peperangan Siffin yang diakhiri melalui tahkim
(arbitase), yang diselesaikan oleh dua orang penengah sebagai pengadil. Ternyata
tidak menyelesaikan masalah dan menyebabkan lahirnya golongan Khawarij, orang-
orang yang keluar dari barisan pendukung Ali.10
Dari uraian singkat di atas dapat disimpulkan bahwa pada masa awal Islam,
gagasan pemakzulan kepala daerah belum dikenal dan tidak terdapat petunjuk
ataupun contoh tentang cara bagaimana mengakhiri masa jabatan kepala daerah.
Waktu itu belum adanya konsep pembatasan kekuasaan atau pembatasan masa
jabatan kepala daerah, sehingga sejak zaman klasik sampai zaman pertengahan di
dunia Islam tidak dijumpai pemikir politik yang menyatakan perlunya jabatan kepala
daerah dibatasi. Ukuran umum yang digunakan adalah tergantung dari kepala negara
yang menjabat. Kalau kepala negara berpendapat harus diberhentikan, maka kepala
daerah tersebut akan diberhentikan atau kalau rakyat dan/atau anggota majelis umat
10Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2009), h. 111-112.
17
di wilayah yang dipimpinnya menunjukan sikap benci dan tidak ridha terhadap kepala
daerah tersebut maka ia harus diberhentikan dari jabatannya.
C. Mekanisme Pemakzulan
Mengenai mekanisme pemakzulan, dalam Islam tidak ditemukan
penjelasannya secara eksplisit dan meyakinkan. Namun dalam kitab-kitab fiqih
siyasah setidaknya ditemukan beberapa cara atau mekanisme pemberhentian kepala
negara yang disinonimkan dengan pemakzulan kepala daerah. Karena kepala negara
dan kepala daerah sama-sama memiliki peranan yang penting dalam memimpin suatu
wilayah, yang membedakan antara kepala negara dan kepala daerah yaitu batas
wilayah kekuasaannya.
Kelompok Mu'tazilah, kalangan Khawarij, dan Zaidiyah bependapat bahwa
kepala daerah yang telah menyimpang dan tidak layak lagi menjabat, maka ia
diberhentikan dengan paksa, diperangi, atau dibunuh. Golongan Khawarij
berpendapat, "kepala daerah yang telah berubah perilaku baiknya dan menyimpang
dari kebenaran, maka ia wajib dipecat atau dibunuh".11 Sedangkan kelompok
Mu'tazilah percaya bahwa kepala daerah dapat digantikan apabila berbuat fasik,
meskipun belum sampai pada tingkat murtad atau zalim.12 Abu Bakr al-Asam,
pemuka Mu'tazilah juga berpendapat menyingkirkan kepala daerah yang durhaka
11Ridwan HR, Fiqih Politik: Gagasan, Harapan, dan Kenyataan, (Yogyakarta: FH UII Press, 2007) h. 276.
12Mumtaz Ahmad, Masalah-masalah Teori Politik Islam, Penerjemah Ena Hadi, Cet. III, (Bandung: Mizan, 1996), h. 104.
18
dengan kekuatan senjata adalah wajib, apabila telah ditemukan kepala daerah lainnya
yang lebih adil sebagai penggantinya.13
Salah satu kelompok Sunni ‘Abdul Ma’ali al-Juwaini, wafat (478 H – 1085
M). Menurutnya selain kematian, berakhirnya jabatan seseorang bisa terjadi karena
adanya penggeseran (khal’u) atau karena tergeser dengan sendirinya (inkhila’) dan
melalui sebuah pengunduran diri. Agak berbeda pandangannya dengan kalangan
Khawarij dan Mu’tazilah yang tidak lagi mengakui kepala daerah yang fasiq dan
berusaha menggesernya. Sementara mayoritas ahl al-hadist dan ahl al-Sunnah
memilih untuk bersabar dalam menghadapi penguasa yang fasik atau zhalim.14
Al-Mawardi berpendapat dalam kitabnya Al-Ahkam As-Sulthaaniyyah Fi Al-
Wilaayaah Ad-Diiniyyah dalam pemberhentian kepala daerah perlu diperhatikan hal
berikut ini. Jika kepala negara telah mengangkatnya, maka menteri tafwidh
mempunyai hak untuk memperlihatkan dan memeriksa hasil kerjanya, tetapi ia tidak
mempunyai hak untuk memberhentikannya atau memindahkannya dari satu wilayah
ke wilayah lain, sedangkan jika menteri itu sendiri yang mengangkat kepala daerah
ada dua kemungkinan:
1. Menteri mengangkat kepala daerah tersebut dengan seizin kepala negara.
Dalam kasus ini, menteri tidak boleh menurunkannya atau memindahkannya
dari tugasnya ke tugas lainnya kecuali setelah mendapat izin dari kepala
13Ridwan HR, Fiqih Politik: Gagasan, Harapan, dan Kenyataan, h. 276. 14Muhammad Ali Hanafiah selian,"Pemakzulan Kepala Negara Menurut Hukum Islam
(Studi Kasus Presiden Abdurrahman Wahid)", (Disertasi S2 Sekolah PascaSarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h.79-83.
19
negara dan turun instruksi darinya. Jika menteri itu berhenti, maka kepala
daerah tidak turut berhenti.
2. Menteri mengangkatnya dengan inisiatif sendiri dan kepala daerah itu
bertugas sebagai perwakilan wewenangnya. Menteri dapat dengan sendirinya
memecatnnya dan menggantinya dengan orang lain, sesuai dengan hasil
ijtihadnya dalam melihat yang terbaik dan paling cocok untuk menduduki
jabatan itu.
Pada saat menteri itu berhenti, kepala daerah itu pun turut berhenti kecuali
jika kepala negara mengesahkan jabatannya, sehingga hal itu menjadi pembaharuan
jabatannya dan permulaan pengkatannya, namun dalam peresmian jabatannya itu
tidak lagi dibutuhkan syarat-syarat seperti yang harus dipenuhi saat akan diangkat
pada pertama kali. Kepala negara cukup berkata, "Aku akui jabatan yang engkau
pegang".15
Jika kepala daerah diangkat oleh kepala negara, kepala daerah itu tidak
diberhentikan dengan meninggalnya kepala negara yang mengangkatnnya, sedangkan
jika diangkat oleh menteri, maka kepala daerah harus diberhentikan dengan
meninggalnnya sang menteri karena pengangkatan oleh kepala negara dilakukan atas
15Imam Al-Mawardi, Hukum Tata Negara dan Kepemimpinan Dalam Takaran Islam, Penerjemah Abdul Hayyie al-Kattani, Kamaluddin Nurdin (Jakarta: Gema Insani Press,2000), h. 64-65.
20
nama kaum muslimin, sedangkan pengangkatan oleh menteri dilakukan atas nama
dirinya sandiri.16
Taqi al-Din al-Nabhani juga berpendapat, dalam pemberhentian kepala daerah
tergantung kepada kepala negara. Kalau kepala negara berpendapat harus
diberhentikan, maka kepala daerah tersebut akan diberhentikan atau kalau rakyat di
wilayahnya atau anggota majelis umat menunjukan sikap benci dan tidak ridha
terhadap kepala daerah tersebut maka ia harus diberhentikan. Sedangkan yang
memberhentikannya adalah kepala negara. Hal itu, karena Rasulullah SAW, beliau
pernah memberhentikan Mu'adz bin Jabal dari Yaman tanpa alasan apapun. Beliau
juga memberhentikan Ila' Al-Hadhrami yang menjadi amil beliau di Bahrain, hanya
karena beliau mendapat pengaduan tentang Ila' dari utusan Abdul Qais. Umar bin
Khattab pun pernah memberhentikan seorang kepala daerah dengan alasan tertentu,
sekalipun suatu ketika pernah memberhentikannya dengan tanpa alasan apapun.
Beliau pernah memberhentikan Ziyad bin Abi Sufyan dengan tanpa alasan apapun.
Lalu pernah memberhentikan Sa'ad bin Abi Waqqash, dengan alasan karena beliau
mendapat pengaduan orang-orang tentang dirinya. Beliau berkata: "Aku
memberhentikannya bukan karena ia lemah, juga bukan karena ia berkhianat."
Semuanya menunjukan, bahwa kepala negara berhak memberhentikan seorang kepala
16Imam Al-Mawardi, Hukum Tata Negara dan Kepemimpinan Dalam Takaran Islam, h. 66-67.
21
daerah kapan saja. Dia juga memberhentikannya, kalau ada pengaduan dari penduduk
daerah yang dipimpinnya.17
Menurut Al-Baqillani, Ahli teolog mazhab Asy'ari, sebagaimana dikutip oleh
Mumtaz Ahmad dalam bukunya Masalah-masalah Teori Politik Islam menyatakan
bahwa kepala daerah adalah yang diberi kuasa dari wakil rakyat, dan rakyat harus
mendukung dan mengingatkan akan kewajiban-kewajiban dan tanggungjawabnya
serta memaksanya untuk mengikuti jalan yang benar. Apabila ia tetap melakukan
kesalahan, maka rakyat boleh menggantinya dengan orang lain sebagai upaya
terakhir. Al-Baqillani, pada dasarnya menolak pembatalan kontak, terutama jika
meskipun kepala daerah memenuhi semua persyaratan untuk jabatannya, rakyat
menghendaki kepala daerah yang baru hanya demi perubahan semata-mata. Hal ini
tidak berarti bahwa batas waktu bagi kekuasaan kepala daerah itu tidak absah. Baik
rumusan yuridis maupun praktik sejarah menunjukan bahwa kepala daerah akan terus
menduduki jabatannya selama memenuhi tanggungjawabnya. Tetapi, di bagian lain,
Al-Baqillani menyebutkan bahwa kepala daerah boleh diberhentikan jika ingkar,
melalaikan shalat dan mengajak orang lain untuk melakukan hal yang sama, atau jika
menjadi cacat jasmani, penyelewengan dan tingkah laku tidak bermoral (fisq),
ketidakadilan (jawr), dan kelalaian terhadap hukum-hukum Islam, juga membenarkan
pemecatan terhadap kepala daerah.18
17Taqiyuddin An Nabhani, Sistem Pemerintahan Islam: Doktrin Sejarah dan Realitas Empirik, h. 234-235.
18Mumtaz Ahmad, Masalah-masalah Teori Politik Islam, Penerjemah Ena Hadi, Cet. III, (Bandung: Mizan, 1996), h. 79-103.
22
Menurut Al-Baghdadi sebagaimana dikutip oleh J Suyuthi Pulungan
menjelaskan bahwa seorang kepala daerah yang tanpa cacat dan tindakannya tidak
bertentangan dengan syari'at umat wajib mendukung dan mentaatinya. Tapi bila ia
menyimpang dari ketetapan syari'at, masyarakat harus memilih di antara dua tindakan
kepadanya, yaitu mengembalikannya dari berbuat salah kepada kebaikan, atau
mencopot jabatannya dan memberikannya kepada yang lain. Menurut Al-Juwaini,
kepala daerah yang diangkat melalui pemilihan tidak boleh memberhentikannya
kecuali ada suatu peristiwa atau perubahan sesuatu dalam dirinya yang
membolehkannya untuk itu. Hal ini telah menjadi kesepakatan. Apabila ia fasiq dan
fajir (perbuatan dosa dan tidak berlaku adil), maka memberhentikannya adalah
mungkin. Dikatakan mungkin karena tidak ada dasar hukum (ketetapan) untuk
memberhentikannya.19 Al-Juwaini beranggapan bahwa kalau kepala daerah tidak
bermoral dan menyimpang dari akhlak yang baik, maka ia boleh turun; tetapi apakah
orang lain harus atau dapat memberhentikannya, diperlukan ijtihad dalam kasus
seperti itu.
Dari uraian singkat di atas dapat disimpulkan bahwa mekanisme pemakzulan
kepala daerah menurut para teoritis fiqih siyasah bisa terjadi, apabila kepala daerah
tersebut sudah menyimpang dari syariat, tidak adil, tidak memenuhi syarat lagi
menjadi kepala daerah dan kepala negara pun menghendaki pemberhentian kepala
daerah, tetapi proses atau prosedur pemakzulan kepala daerah tidak dijelaskan secara
19J Suyuthi Pulungan, Fiqih Siyasah: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, (Jakarta: Pt. Raja Grafindo Persada, 1995), h. 261-262.
23
rinci baik dalam al-Qur'an maupun Sunnah, para teoritis fiqih siyasah hanya
menjelaskan penyebab atau faktor-faktor yang bisa menyebabkan kepala daerah
dimakzulkan.
BAB III
PROFIL BUPATI BOGOR
A. Profil Bupati Bogor
Nama lengkap bupati Bogor yang kini telah diberhentikan (2014) adalah Drs.
H. Rahmat Yasin, M.M. Pria kelahiran Bogor, Jawa Barat, pada tanggal 4 November
1963, dan menikah dengan Hj. Eli Halimah dan mereka dikaruniai tiga anak. Rahmat
Yasin adalah seorang politisi dari fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Ia
tumbuh dan hidup dalam tradisi Nahdatul Ulama (NU), sehingga ia sering terlibat
dalam organisasi-organisasi yang berada di bawah naungan NU.1
Rahmat Yasin atau sering disapa RY merupakan putra kedua dari sembilan
bersaudara pasangan (alm) H. M. Yasin dan HJ. Nuryati dan merupakan keturunan
ulama besar KH Basri atau yang dikenal dengan nama Basri Kedaung dan HM.
Syarifudin, salah satu pejuang Bogor. Bakat politik Rahmat Yasin menurun dari
ayahandanya (alm) H. M. Yasin seorang perintis, pendiri dan tokoh kharismatis PPP
di Bogor dan pernah menjabat sebagai anggota DPRD Kabupaten Bogor dan anggota
DPRD Kota Bogor.2
Rahmat Yasin adalah seorang politikus dengan bekal akademis. Riwayat
pendidikan Rahmat yasin, ia menuntut ilmu di Sekolah Dasar Negeri Sindang Barang
1Wikipedia, "Rahmat Yasin" artikel diakses Rabu 08 April 2015 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Rahmat_Yasin
2Wikipedia, "Rahmat Yasin" artikel diakses Rabu 08 April 2015 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Rahmat_Yasin
24
25
I dan lulus pada tahun 1975. Kemudian melanjutkan Sekolah Menengah Pertama di
SMP Negeri 4, kota Bogor dan ia lulus pada tahun 1979. Dan meneruskan jenjang
pendidikannya di Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri I, kota Bogor lulus pada
tahun 1982. Ia meneruskan ke perguruan tinggi Universitas Nasional Jakarta,
Fakultas Ilmu Politik, dan mendapat gelar Sarjana Stara 1(S1) pada tahun 1988.
Kemudian ia meneruskan program Megister Manajemen, Sekolah Paska Sarjana,
Universitas Setyagama Jakarta, dan mendapat gelar Sarjana S2 pada tahun 2001.3
Rahmat Yasin menjabat menjadi bupati Bogor selama dua periode (2008-
2013 dan 2013-2018). Ia menjadi populer di media pada akhir 2014 karena kasus
menerima suap senilai Rp 4,5 miliar guna memuluskan rekomendasi surat tukar
menukar kawasan hutan atas nama PT Bukit Jonggol Asri seluas 2.754 hektar.4
Akibat kasus ini, Rahmat Yasin sebagai pejabat negara diberhentikan dari jabatannya.
B. Karir Politik Bupati Bogor
Sebelum menjadi bupati Bogor kiprahnya di Kabupaten Bogor dimulai
ketika beliau diberi amanat sebagai Ketua Gerakan Pemuda (GP) Anshor Kabupaten
Bogor tahun 1984-1991. Jalannya di dunia organisasi kepemudaan makin
berkembang saat beliau dipercaya sebagai pengurus DPD Komiite Nasional Pemuda
3Wikipedia, "Rahmat Yasin" artikel diakses, rabu 08 April 2015 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Rahmat_Yasin
4Kompas.com, " Mantan Bupati Bogor Divonis 5,5 Tahun Penjara", artikel diakses Rabu 08 April 2015 dari http://nasional.kompas.com/read/2014/11/27/1242337/Mantan.Bupati.Bogor.Divonis.5.5.Tahun.Penjara
26
Indonesia (KNPI) Kabupaten Bogor tahun 1982-1991. Terakhir di KNPI beliau
menjabat sebagai anggota Majelis Pertimbangan Pemuda (MPP) DPD KNPI
Kabupaten Bogor. Di luar organisasi kepemudaan, Rahmat dikenal sebagai aktifis di
kampus di masa orde baru. Pergaulannya yang luas membuat beliau banyak
berhubungan dengan para aktifis-aktifis yang berseberangan dengan pemerintahan
yang berkuasa waktu itu. Tak heran, jika langkah politiknya sempat terganjal ketika
beliau dicalonkan menjadi anggota DPRD kabupaten Bogor dari Partai Persatuan
Pembangunan karena penguasa kala itu tak berkenan Rahmat Yasin duduk sebagai
wakil rakyat.5
Pada tahun 1997 Rahmat Yasin terpilih menjadi anggota DPRD Kabupaten
Bogor komisi C. Lalu, pada periode 1999-2004, Rahmat Yasin kembali dipercaya
terpilih sebagai ketua Komisi C DPRD Kabupaten Bogor yang membidangi keuangan
daerah, ia juga diberi amanat sebagai Ketua Panitia Anggaran. Selanjutnya Rahmat
Yasin dipercaya menjadi Ketua DPRD Kabupaten Bogor pada periode 2004-2009. Di
Partai Persatuan Pembangunan Rahmat juga terhitung sebagai orang penting. Ia
menjabat sebagai sekertaris partai, lalu pada tahun 2003 dia terpilih aklamasi menjadi
ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
Kabupaten Bogor. Karena dipandang sukses dalam memimpin partai, tahun 2006 ia
terpilih kembali menjadi ketua DPC PPP Bogor untuk yang kedua kalinya.6
5Wikipedia, "Rahmat Yasin", artikel diakses Rabu 08 April 2015 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Rahmat_Yasin
6Wikipedia, "Rahmat Yasin" artikel diakses Rabu 08 April 2015 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Rahmat_Yasin
27
Sukses memimpin DPRD Bogor sekaligus memimpin partai berlambang
Ka'bah ini, maka ia direkomendasikan untuk maju menjadi calon bupati Bogor. Pada
tahun 2008 pemilihan kepala daerah (pilkada) digelar, Rahmat Yasin maju
berpasangan dengan H. Karyawan Fathurahman (Karfat) ketua Partai DPC PDIP
Bogor, dalam pilkada tersebut Rahmat Yasin dan H. Karyawan Faturahman terpilih
secara langsung dan menjadi Bupati dan Wakil Bupati Bogor periode pertama 2008-
2013. Tahun 2013 pilkada digelar kembali, Rahmat Yasin maju sebagai kandidat
bertahan bersama Nurhayati, dan H. Karyawan Faturahman menjadi saingannya
bersama 3 kandidat lain. Dalam pilkada 2013 Rahmat Yasin kembali terpilih menjadi
bupati Bogor bersama Nurhayati sebagai Wakil Bupati bogor untuk periode 2013-
2018 mengalahkan rivalnya, H. Karyawan Faturahman yang di periode sebelumnya
menjadi wakil Rahmat Yasin. Pencalonan Rahmat kala itu bisa dikatakan berjalan
mulus, pasalnya, diusung mayoritas partai politik di antaranya Partai Demokrat,
Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Amanat Nasional, Partai Hati
Nurani Rakyat, Partai Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera, dan Partai Kebangkitan
Bangsa.7
Namun belum setahun menjabat sebagai Bupati Bogor pada periode kedua,
Komisi Pemberantasan Korupsi pada tanggal 7 Mei 2014 menangkap Bupati Bogor
Rahmat Yasin. Rahmat Yasin dijemput tim dari komisi antirasuah di rumah
pribadinya di Jalan Wijaya Kusumah Nomor 103, Kompleks Taman Yasmin,
7Okezone.com, " Rahmat Yasin Sipembangkang SDA yang Berujung di KPK, diakses, Rabu 08 April 2015, http://news.okezone.com/read/2014/05/08/339/981938/rahmat-yasin-si-pembangkang-sda-yang-berujung-di-kpk
28
Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. Ia diduga menerima suap terkait dengan
pengurusan izin tukar menukar kawasan hutan di Bogor, Jawa Barat.8
Kini, Sang Bupati tengah menjadi sorotan akibat dugaan korupsi. Dia pun
harus dinonaktifkan dari jabatannya sebagai bupati Bogor. Kamis, 27 November 2014
dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tipikor Bandung, Bupati Bogor
nonaktif Rahmat Yasin divonis kurungan penjara selama 5 tahun 6 bulan dan denda
Rp 300 juta subsidair 3 bulan penjara oleh Majelis Hakim, Selain itu majelis hakim
juga menjatuhkan hukuman tambahan berupa pencabutan hak dipilih sebagai pejabat
publik selama 2 tahun dari pokok pidana yang dijatuhkan. Rahmat Yasin terbukti
bersalah dan secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi. Sikap
kurang terpuji sang bupati Bogor itulah yang harus dibayar mahal olehnya. Ia
dinyatakan melanggar Pasal 12 (a) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001. 9
Setelah diproses melalui mekanisme hukum yang berlaku di Indonesia,
akhirnya Pada tanggal 20 Januari 2015 Gubernur Jawa Barat Ahmad
Heryawan menyerahkan Surat Keputusan (SK) Menteri Dalam Negeri Republik
Indonesia No. 131.32-51 Tahun 2015 Tentang Pemberhentian Bupati Bogor Provinsi
Jawa Barat Rahmat Yasin kepada Ketua DPRD Kabupaten Bogor Ade Ruhendi
8Wikipedia, "Rahmat Yasin", artikel diakses Rabu 08 April 2015 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Rahmat_Yasin
9Kompas.com, " Mantan Bupati Bogor Divonis 5,5 Tahun Penjara", artikel diakses Rabu 08 April 2015 dari http://nasional.kompas.com/read/2014/11/27/1242337/Mantan.Bupati.Bogor.Divonis.5.5.Tahun.Penjara
29
didampingi Plt Bupati Bogor Nurhayanti. SK ini ditetapkan menyusul Putusan
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Bandung No.
87/Pid.Sus/TPK/2014/PN.Bdg tanggal 27 November 2014, yang menyatakan Rahmat
Yasin terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana
korupsi yang dilakukan secara bersama-sama dan berlanjut. SK ini juga memuat
penunjukkan Nurhayanti yang adalah Wakil Bupati Bogor masa jabatan 2013-2018
sebagai Pelaksana Tugas, Wewenang dan Tanggung Jawab Bupati Bogor sampai
dilantiknya Bupati Bogor sisa masa jabatan tahun 2013-2018, dan sejak saat itu
Rahmat Yasin resmi tidak menjadi Bupati Bogor dan tugasnya diambil alih oleh
Wakilnya yaitu Nurhayati.10
C. Wilayah Kekuasaan Bupati Bogor
Kabupaten Bogor adalah sebuah kabupaten di provinsi Jawa Barat, Indonesia.
Ibukotanya adalah Cibinong. Wilayah Kabupaten Bogor memiliki luas ± 298.838,304
Ha, secara geografis terletak di antara 6º18'0" - 6º47'10" Lintang Selatan dan
106º23'45" - 107º13'30" Bujur Timur, dengan batas-batas wilayahnya:
- Sebelah Utara, berbatasan dengan Kota Tangerang Selatan, Kabupaten
Tangerang, Kota Depok, Kabupaten dan Kota Bekasi;
- Sebelah Barat, berbatasan dengan Kabupaten Lebak;
10Republika, "Rahmat Yasin Diberhentikan Tidak Hormat", artikel diakses Kamis 09 April 2015 dari http://Rachmat Yasin Diberhentikan tidak Hormat_Republika Online.htm
30
- Sebelah Timur, berbatasan dengan Kabupaten Karawang, Kabupaten Cianjur
dan Kabupaten Purwakarta;
- Sebelah Selatan, berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten
Cianjur;
- Bagian Tengah berbatasan dengan Kota Bogor.11
Kabupaten Bogor memiliki tipe morfologi wilayah yang bervariasi, dari
dataran yang relatif rendah di bagian utara hingga dataran tinggi di bagian selatan,
yaitu sekitar 29,28% berada pada ketinggian 15-100 meter di atas permukaan laut
(dpl), 42,62% berada pada ketinggian 100-500 meter dpl, 19,53% berada pada
ketinggian 500–1.000 meter dpl, 8,43% berada pada ketinggian 1.000–2.000 meter
dpl dan 0,22% berada pada ketinggian 2.000–2.500 meter dpl. Selain itu, kondisi
morfologi Kabupaten Bogor sebagian besar berupa dataran tinggi, perbukitan dan
pegunungan dengan batuan penyusunnya didominasi oleh hasil letusan gunung, yang
terdiri dari andesit, tufa dan basalt.12
Secara klimatologis, wilayah Kabupaten Bogor termasuk iklim tropis sangat
basah di bagian selatan dan iklim tropis basah di bagian utara, dengan rata-rata curah
hujan tahunan 2.500–5.000 mm/tahun, kecuali di wilayah bagian utara dan sebagian
kecil wilayah timur curah hujan kurang dari 2.500 mm/tahun. Suhu rata-rata di
wilayah Kabupaten Bogor adalah 20°- 30°C, dengan rata-rata tahunan sebesar 25°C.
11Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor, Rencana Pembangunan Jangka Menegah Daerah (RPJMD) Kabupaten bogor tahun 2013-2018, 2004, h. II-1.
12Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor, Rencana Pembangunan Jangka Menegah Daerah (RPJMD) Kabupaten bogor tahun 2013-2018, 2004, h. II-1.
31
Kelembaban udara 70% dan kecepatan angin cukup rendah, dengan rata–rata 1,2
m/detik dengan evaporasi di daerah terbuka rata– rata sebesar 146,2 mm/bulan.13
Secara administratif, Kabupaten Bogor terdiri dari 40 kecamatan yang di
dalamnya meliputi 417 desa dan 17 kelurahan (434 desa/kelurahan), yang tercakup
dalam 3.882 RW dan 15.561 RT. Pada tahun 2012 telah dibentuk 4 (empat) desa
baru, yaitu Desa Pasir Angin Kecamatan Megamendung, Desa Urug dan Desa
Jayaraharja Kecamatan Sukajaya serta Desa Mekarjaya Kecamatan Rumpin. Luas
wilayah Kabupaten Bogor berdasarkan pola penggunaan tanah dikelompokkan
menjadi: kebun campuran seluas 85.202,5 Ha (28,48%), kawasan
terbangun/pemukiman 47.831,2 Ha (15,99%), semak belukar 44.956,1 Ha (15,03%),
hutan vegetasi lebat/perkebunan 57.827,3 Ha (19,33%), sawah irigasi/tadah hujan
23.794 Ha (7,95%), tanah kosong 36.351,9 Ha (12,15%).14
Secara umum, kondisi demografis Kabupaten Bogor dapat digambarkan
bahwa penduduk Kabupaten Bogor berdasarkan estimasi Badan Pusat Statistik (BPS)
pada tahun 2013 berjumlah 5.202.097 jiwa (angka sementara). Jumlah penduduk
tersebut hasil proyeksi penduduk dengan asumsi laju pertumbuhan penduduk sebesar
2,54 persen dibanding tahun 2012. Angka ini merupakan laju pertumbuhan penduduk
proyeksi selama kurun waktu 1 tahun (hasil proyeksi dari tahun 2012). Pada tahun
13Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor, Rencana Pembangunan Jangka Menegah Daerah (RPJMD) Kabupaten bogor tahun 2013-2018, 2004, h. II-1 – II-2.
14Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor, Rencana Pembangunan Jangka Menegah Daerah (RPJMD) Kabupaten bogor tahun 2013-2018, 2004, h. II-2.
32
2014 jumlah penduduk kabupten Bogor sebanyak 5.331.149 jiwa, yang terdiri dari
penduduk laki-laki 2.728.374 jiwa dan penduduk perempuan 2.602.775 jiwa.15
D. Tugas, Wewenang dan Kewajiban Bupati Bogor
Dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah,
disebutkan secara jelas mengenai tugas, wewenang dan kewajiban kepala daerah.
Tugas dan wewenang Bupati atau Kepala Daerah, yaitu:
a. Memimpin pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan
Daerah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan
kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD;
b. Memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat;
c. Menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang RPJPD dan
rancangan Perda tentang RPJMD kepada DPRD untuk dibahas bersama
DPRD, serta menyusun dan menetapkan RKPD;
d. Menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang APBD, rancangan
Perda tentang perubahan APBD, dan rancangan Perda tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD untuk dibahas
bersama;
15Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor, Rencana Pembangunan Jangka Menegah Daerah (RPJMD) Kabupaten bogor tahun 2013-2018, 2004, h. II-2. (Lihat juga Buku Satu indikator Ekonomi Daerah Kabupaten Bogor 2014).
33
e. Mewakili Daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dan dapat
menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan;
f. Mengusulkan pengangkatan wakil kepala daerah; dan
g. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepala
daerah berwenang:
a. Mengajukan rancangan Perda;
b. Menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD;
c. Menetapkan Perkada dan keputusan kepala daerah;
d. Mengambil tindakan tertentu dalam keadaan mendesak yang sangat
dibutuhkan oleh Daerah dan/atau masyarakat;
e. Melaksanakan wewenang lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. 16
Sedangkan Kewajiban Bupati atau Kepala Daerah, yaitu:
a. Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta
mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
16Undang-Undang Republik Indonesia, Pasal 65 ayat (1) dan (2) UU No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.
34
b. Menaati seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. Mengembangkan kehidupan demokrasi;
d. Menjaga etika dan norma dalam pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang
menjadi kewenangan Daerah;
e. Menerapkan prinsip tata pemerintahan yang bersih dan baik;
f. Melaksanakan program strategis nasional; dan
g. Menjalin hubungan kerja dengan seluruh Instansi Vertikal di Daerah dan
semua Perangkat Daerah.17
(1) Selain mempunyai kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67
kepala daerah wajib menyampaikan laporan penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah, laporan keterangan pertanggungjawaban, dan
ringkasan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
(2) Laporan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) mencakup laporan kinerja instansi Pemerintah Daerah.18
17Undang-Undang Republik Indonesia, Pasal 67 UU No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.
18Undang-Undang Republik Indonesia, Pasal 69 ayat (1) dan (2) UU No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.
BAB IV
PEMAKZULAN KEPALA DAERAH MENURUT PERSPEKTIF FIQIH
SIYASAH DAN HUKUM POSITIF
Sebelum membahas lebih dalam mengenai mekanisme pemakzulan kepala
daerah menurut fiqih siyasah dan hukum positif, perlu diketahui bahwa, bupati Bogor
Rahmat Yasin diberhentikan dari jabatannya karena terbukti bersalah dan secara sah
dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi menurut putusan Pengadilan
Tipikor Bandung, Kamis, 27 November 2014. Tidak hanya melakukan korupsi tetapi
ada beberapa indikasi pelanggarang hukum yang dilakukan bupati Bogor baik
menurut hukum di Indonesia maupun hukum Islam.
Dalam bab ini akan diuraikan beberapa hal penting, antara lain: Indikasi
Pelanggaran Hukum Bupati Bogor, Mekanisme Pemberhentian Kepala Daerah
Menurut UU No. 23 Tahun 2014, Mekanisme Pemberhentian Bupati Bogor Ditinjau
Dari Hukum Positif, Mekanisme Pemberhentian Bupati Bogor Ditinjau Dari Fiqih
Siyasah, dan Relevansi Mekanisme Pemakzulan Kepala Daerah Menurut Fiqih
Siyasah dengan Hukum Positif.
A. Indikasi Pelanggaran Hukum Bupati Bogor
Dari beberapa pernyataan dan tindakan sang bupati Bogor yang sudah
terlanjur diekspos dan diketahui masyarakat luas melalui berbagai media dan sarana
informasi, setidaknya terdapat beberapa hal yang bisa dikemukakan dan dicermati
35
36
pelanggaran yang dilakukan bupati Bogor dilihat dari perspektif hukum Islam dan
Perundang-undangan. Beberapa hal pokok yang dapat dikemukakan itu adalah.
Pertama, melanggar larangan bagi pejabat Bupati/ kepala daerah. Kedua, tidak
mencerminkan keteladanan mulia sebagai pemimpin dan pejabat publik.
Terhadap masalah pertama, melanggar larangan bagi pejabat Bupati/ kepala
daerah. di dalam Undang-Undang Nomer 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan
Daerah Pasal 76 ayat (d) dan (e) dijelaskan bahwa bupati dilarang menyalahgunakan
wewenang yang menguntungkan diri sendiri dan/atau merugikan Daerah yang
dipimpin; dan bupati dilarang melakukan korupsi, kolusi, nepotisme, dan menerima
uang, barang dan/atau jasa dari pihak lain yang mempengaruhi keputusan atau
tindakan yang akan dilakukannya.1
Sebagi seorang bupati atau pejabat negara seharusnya bisa melaksanakan
peranan dan kewajibannya dengan baik, dengan memberikan contoh yang mulia
terhadap masyarakatnya, tidak seharusnya seorang bupati melanggar peraturan yang
sudah ada dan menyalahgunakan wewenang atau kekuasaan dengan tidak tepat
karena bisa merugikan daerah yang sedang dipimpin oleh bupati tersebut.
Seharusnnya sebagai seorang pemimpin bisa menggunakan wewenangnnya untuk
memajukan daerah yang dipimpinnya agar menjadi pemerintahan yang sehat dan
bersih.
1Undang-Undang Republik Indonesia, Pasal 76 (d) dan (e) UU No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.
37
Dimasukkannya secara khusus tindak pidana korupsi dan penyuapan sebagai
alasan pemakzulan pejabat negara menunjukkan bahwa kejahatan korupsi dan
penyuapan adalah kejahatan yang sangat membahayakan kepentingan negara dan
masyarakat, bahkan merusak perekonomian negara dan keberlangsungan
pembangunan. Tidak hanya Indonesia, dalam konstitusi negara-negara lain juga
mencantumkan korupsi dan penyuapan sebagai alasan pemakzulan pejabat negara
antara lain konstitusi, Amerika Serikat, Korea Selatan, serta Filipina.2
Di Indonesia sendiri mengenai tindakan korupsi diatur dalam Undang-Undang
Republik Indonesia Nomer 31 Tahun 1999 yang telah dirubah menjadi Undang-
Undang Republik Indonesia Nomer 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi.
Istilah korupsi berasal dari bahasa latin, yakni corupptio atau corruptus,
dalam bahasa Inggris corruption atau corrupt, bahasa Perancis corruption dan bahasa
Belanda corruptie. Asumsi kuat menyatakan bahwa dari bahasa Belanda inilah yang
dibakukan ke dalam bahasa Indonesia, yakni korupsi. Arti harfiyah dari korupsi ialah,
kebusukan, keburukan kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral,
penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang menghina atau memfitnah.
Andi Hamzah mengartikan korupsi sebagai perbuatan buruk, busuk, bejat, suka
disuap, perbuatan yang menghina atau memfitnah, menyimpang kesucian, dan tidak
bermoral. Baharuddin Lopa, mengatakan korupsi ialah the offering and accepting of
2Hamdan Zoelva, Impeachment Presiden Alasan Tindak Pidana Pemberhentian Presiden Menurut UUD 1945, h. 24.
38
bribes (penawaran/pemberian dan penerimaan hadiah-hadiah berupa suap). Di
samping itu, diartikan juga "decay" yaitu kebusukan/kerusakan. Yang busuk/rusak
ialah moral akhlak oknum yang melakukan perbuatan korupsi.3
Dalam bahasa Arab, korupsi juga disebut risywah yang berarti penyuapan.
Risywah juga diartikan sebagai uang suap. Secara etimologi kata risywah berasal dari
bahasa Arab " یرشو -رشا " yang berarti upah, hadiah, komisi atau suap. Adapun secara
terminologi, risywah adalah sesuatu yang diberikan dalam rangka mewujudkan
kemaslahatan atau sesuatu yang diberikan dalam rangka membenarkan yang
batil/salah atau menyalahkan yang benar. P3F
4
Adapun beberapa hadis tentang risywah yang dibahas oleh para ulama antara
lain:
اشي والمرتشي في الحكم عن أ بي ھریرة قال لعن رسول هللا صلى هللا علیھ وسلم الر
"bahwa laknat Allah akan (ditimpahkan)kepada orang yang menyuap dan yang disuap dalam masalah hukum"
اشي والمرتشي صلى هللا علیھ وسلم الر بن عمر وقال لعن رسول هللا عن عبد هللا
"Rasulullah SAW melaknat orang yang menyuap dan disuap" Berkaitan dengan sanksi hukum bagi pelaku risywah, yaitu hukum Ta'zir
sebab tidak termasuk dalam ranah qisas dan hudud. Sanksi hukum pelaku tindak
pidana suap masuk dalam kategori sanki-sanki takzir yang kompetensinya ada
ditangan hakim.
3Andi, Hamzah, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional, (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), h. 4-5.
4M. Nurul Irfan, Korupsi Dalam Hukum Pidana Islam, Edisi Kedua, (Jakarta: AMZAH, 2012), h. 89.
39
Dalam kasus bupati Bogor ini, bukan hanya yang bersangkutan dinilai
melanggar undang-undang sebagai produk hukum yang harus ditaati, tetapi ia sebagai
seorang muslim juga sudah melanggar hukum Allah. Sebagai salah satu komponen
seorang pemimpin atau wakil rakyat yang seyogyanya memberikan contoh dan
teladan yang baik bagi masyarakat, justru memberikan hal yang sebalinya. Di sinilah
letak ketidakbaikan bahkan kezaliman yang semestinya tidak perlu terjadi.
Kemudian terkait dengan masalah yang kedua, tidak mencerminkan
keteladanan mulia sebagai pemimpin dan pejabat publik. Sebagai pejabat publik
sudah selayaknya jika sang bupati memberikan teladan dan contoh perilaku mulia
bagi warganya. Sebab hakekat seorang pemimpin adalah melayani masyarakat luas.
Proses palayanan antara pejabat dengan rakyat sama sekali tidak akan efektif jika
terdapat ganjalan terkait dengan tingkah laku dan akhlaq keseharian sang pemimpin.
Menurut penulis, perilaku yang sudah dilakukan oleh bupati Bogor adalah
perbuatan yang tercela, ia tidak mencerminkan sebagai pemimpin yang teladan bagi
masyarakatnya, karena ia sudah menggunakan kekuasaannya dengan tidak bijak, ia
melakukan korupsi dan menerima suap yang mengakibatkan kerugian bagi negara
dan dirinya sendiri. Semestinya hal itu bisa dihindari, maka, tidak heran ia
diberhentikan dari jabatannya karena telah melakukan korupsi dan melanggar
peraturan undang-undang yang diatur dan berlaku di Indonesia.
40
B. Mekanisme Pemberhentian Kepala Daerah Menurut Undang-Undang
Nomer 23 Tahun 2014
1. Penyebab Pemberhentian Kepala Daerah
Sebelum memasuki pembahasan mengenai mekanisme Pemakzulan kepala
daerah bupati Bogor, menurut Undang-Undang Nomer 23 tahun 2014 akan dibahas
beberapa hal atau faktor yang menyebabkan seorang kepala daerah dapat
dimakzulkan. Dalam konteks pemberhentian terdapat tiga alasan mengapa kepala
atau wakil kepala daerah tidak bisa melanjutkan atau dimakzulkan sebagai kepala
daerah atau wakil kepala daerah.
Pada Pasal 78 ayat (1) Undang-Undang Nomer 23 tahun 2014 meyatakan,
kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah berhenti karena:
a. Meninggal dunia;
b. Permintaan sendiri; atau
c. Diberhentikan
Pada Pasal 78 ayat (1) Undang-Undang Nomer 23 tahun 2014 membagi tiga
alasan mengapa seorang kepala daerah dapat berhenti menjabat sebagai kepala
daerah. Dalam pembahasan yang ingin disampaikan penulis lebih terfokus pada
alasan kepala daerah berhenti menjabat yang disebabkan oleh diberhentikannya
seorang kepala daerah terlebih karena beberapa faktor yang disebabkan oleh kepala
daerah yang patut diduga melakukan kesalahan seperti melanggar sumpah jabatan,
melakukan korupsi dan juga melakukan tindak pidana. Hal ini tertuang Pada Pasal 78
ayat (2) Undang-Undang Nomer 23 tahun 2014 yang berbunyi:
41
Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c diberhentikan karena:
a. Berakhir masa jabatannya;
b. Tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap
secara berturut-turut selama 6 (enam) bulan;
c. Dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan kepala daerah/wakil kepala
daerah;
d. Tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf b;
e. Melanggar larangan bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1), kecuali huruf c, huruf i, dan huruf j;
f. Melakukan perbuatan tercela;
g. Diberi tugas dalam jabatan tertentu oleh Presiden yang dilarang untuk
dirangkap oleh ketentuan peraturan perundang-undangan;
h. Menggunakan dokumen dan/atau keterangan palsu sebagai persyaratan pada
saat pencalonan kepala daerah/wakil kepala daerah berdasarkan pembuktian
dari lembaga yang berwenang menerbitkan dokumen; dan/atau
i. Mendapatkan sanksi pemberhentian.
Tidak hanya terbatas pada larangan bagi kepala daerah tetapi juga melanggar
sumpah jabatan merupakan tindakan yang bisa berakibat diberhentikannya seorang
kepala ataupun wakil kepala daerah. Isi dari sumpah jabatan kepala ataupun wakil
kepala daerah tercantum dalam Pasal 61 ayat (2) Undang-Undang Nomer 23 Tahun
42
2014 yang berbunyi "Demi Allah/Tuhan, saya bersumpah/berjanji akan memenuhi
kewajiban saya sebagai kepala daerah dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya,
memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya
serta berbakti kepada masyarakat, nusa, dan bangsa".
Pemberhentian menurut Pasal 78 ayat (1) Undang-Undang Nomer 23 tahun
2014, terjadi karena beberapa faktor di atas atau dengan kata lain pemberhentian
dilakukan kepada kepala daerah yang diduga melakukan pelanggaran-pelanggaran
hukum yang berlaku.
2. Prosedur Pemberhentian Kepala Daerah
Setelah membahas berbagai faktor yang menyebabkan seorang kepala daerah
dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan maka penulis akan membawa kepada
prosedur atau mekanisme pemberhentian kepala daerah yang sesuai dengan Undang-
Undang Nomer 23 Tahun 2014. Mekanisme pemberhentian kepala daerah mengalami
beberapa tahapan dalam perjalannanya dan juga melewati aspek hukum dan politik.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomer 23 Tahun 2014, pemberhentian dibedakan
menjadi beberapa alur sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan oleh kepala
dan/atau wakil kepala daerah.
Pada Pasal 79 Undang-Undang Nomer 23 Tahun 2014 dijelaskan:
(1) Pemberhentian kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (1) huruf a dan huruf b serta ayat (2) huruf a dan huruf b diumumkan oleh pimpinan DPRD dalam rapat paripurna dan diusulkan oleh pimpinan DPRD kepada Presiden melalui Menteri untuk gubernur dan/atau wakil gubernur serta kepada Menteri melalui gubernur
43
sebagai wakil Pemerintah Pusat untuk bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota untuk mendapatkan penetapan pemberhentian.
(2) Dalam hal pimpinan DPRD tidak mengusulkan pemberhentian kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Presiden memberhentikan gubernur dan/atau wakil gubernur atas usul Menteri serta Menteri memberhentikan bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota atas usul gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat.
(3) Dalam hal gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat tidak mengusulkan pemberhentian bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri memberhentikan bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota.
Proses pemberhentian di atas pada Pasal 79 Undang-Undang Nomer 23 Tahun
2014 hanya berlaku pada kasus kepala daerah yang menginggal dunia atau
mengundurkan diri sebagai kepala daerah.
Pada Pasal 80 Undang-Undang Nomer 23 Tahun 2014 dijelaskan:
(1) Pemberhentian kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (2) huruf c, huruf d, huruf e, dan/atau huruf f dilaksanakan dengan ketentuan:
a. pemberhentian kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diusulkan kepada Presiden untuk gubernur dan/atau wakil gubernur serta kepada Menteri untuk bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota berdasarkan putusan Mahkamah Agung atas pendapat DPRD bahwa kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan, tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf b, atau melanggar larangan bagi kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1), kecuali huruf c, huruf i, huruf j, dan/atau melakukan perbuatan tercela;
b. pendapat DPRD sebagaimana dimaksud pada huruf a diputuskan melalui Rapat Paripurna DPRD yang dihadiri oleh paling sedikit 3/4 (tiga perempat) dari jumlah anggota DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan paling sedikit 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPRD yang hadir;
c. Mahkamah Agung memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat DPRD tersebut paling lambat 30 (tiga puluh) Hari setelah permintaan DPRD diterima Mahkamah Agung dan putusannya bersifat final;
44
d. Apabila Mahkamah Agung memutuskan bahwa kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah terbukti melanggar sumpah/janji jabatan, tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf b, atau melanggar larangan bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1), kecuali huruf c, huruf i, huruf j, dan/atau melakukan perbuatan tercela, pimpinan DPRD menyampaikan usul kepada Presiden untuk pemberhentian gubernur dan/atau wakil gubernur dan kepada Menteri untuk pemberhentian bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota;
e. Presiden wajib memberhentikan gubernur dan/atau wakil gubernur paling lambat 30 (tiga puluh) Hari sejak Presiden menerima usul pemberhentian tersebut dari pimpinan DPRD; dan
f. Menteri wajib memberhentikan bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota paling lambat 30 (tiga puluh) Hari sejak Menteri menerima usul pemberhentian tersebut dari pimpinan DPRD.
(2) Dalam hal pimpinan DPRD tidak menyampaikan usul pemberhentian kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d paling lambat 14 (empat belas) Hari sejak diterimanya pemberitahuan putusan Mahkamah Agung, Presiden memberhentikan gubernur dan/atau wakil gubernur atas usul Menteri dan Menteri memberhentikan bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota atas usul gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat.
(3) Dalam hal gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat tidak menyampaikan usul kepada Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri memberhentikan bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberhentian kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) diatur dalam peraturan pemerintah.
Proses pemberhentian di atas pada Pasal 80 Undang-Undang Nomer 23 Tahun
2014 berlaku untuk kasus kepala daerah yang melanggar sumpah/janji jabatan kepala
daerah/wakil kepala daerah, tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan wakil
kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf b, melanggar larangan
bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76
ayat (1), kecuali huruf c, huruf i, dan huruf j, dan/atau melakukan perbuatan tercela.
45
Pada pasal ini, usulan atau pendapat DPRD sangat berpengaruh untuk memproses
pemberhetian kepala dan/atau wakil kepala daerah. Diusulkan kepada Presiden untuk
gubernur dan/atau wakil gubernur serta kepada Menteri untuk bupati dan/atau wakil
bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota berdasarkan putusan Mahkamah
Agung atas pendapat DPRD bahwa kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah
dinyatakan melanggar apa yang terdapat dalam Pasal 80 UU No. 23 Tahun 2014.
Pada Pasal 81 Undang-Undang Nomer 23 Tahun 2014 dijelaskan:
(1) Dalam hal DPRD tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (1), Pemerintah Pusat memberhentikan kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang: a. Melanggar sumpah/janji jabatan kepala daerah/wakil kepala daerah; b. Tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf b; c. Melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 kecuali
huruf c, huruf i, dan huruf j; dan/atau d. Melakukan perbuatan tercela.
(2) Untuk melaksanakan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Pusat melakukan pemeriksaan terhadap kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah untuk menemukan bukti-bukti terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah.
(3) Hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Pemerintah Pusat kepada Mahkamah Agung untuk mendapat keputusan tentang pelanggaran yang dilakukan oleh kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah.
(4) Apabila Mahkamah Agung memutuskan bahwa kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah terbukti melakukan pelanggaran, Pemerintah Pusat memberhentikan kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberhentian kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah oleh Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) diatur dalam peraturan pemerintah.
Proses pemberhetian pada Pasal 81 Undang-Undang Nomer 23 Tahun 2014
sama halnnya pada dengan Pasal 80, tetapi yang membedakan adalah pada pasal ini
DPRD tidak mengajukan usulan pemberhentian kepala dan/atau wakil kepala daerah
46
terhadap Presiden maupun Menteri, melainkan Pemerintah Pusat yang melakukan
pemeriksaan terhadap kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah untuk menemukan
bukti-bukti terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh kepala daerah dan/atau wakil
kepala daerah. Hasil dari pemeriksaan tersebut disampaikan kepada Mahkamah
Agung untuk mendapat keputusan.
Pada Pasal 83 Undang-Undang Nomer 23 Tahun 2014 dijelaskan:
(1) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(2) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang menjadi terdakwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberhentikan sementara berdasarkan register perkara di pengadilan.
(3) Pemberhentian sementara kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh Presiden untuk gubernur dan/atau wakil gubernur serta oleh Menteri untuk bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota.
(4) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan tanpa melalui usulan DPRD apabila terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
(5) Pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan oleh Presiden untuk gubernur dan/atau wakil gubernur serta oleh Menteri untuk bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota.
Pada Pasal 83 Undang-Undang Nomer 23 Tahun 2014, menjelaskan proses
pemberhentian kepala dan/atau wakil kepala daerah yang diduga melakukan tindak
pidana yang ancamannya minimal 5 tahun atau lebih berdasarkan putusan dari
pengadilan. Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah dapat diberhentikan oleh
Presiden tanpa melalui usulan DPRD apabila telah terbukti dan telah mendapat
47
putusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap. Tindak pidana yang
dimaksud dalam Pasal 83 adalah tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme,
makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan/atau perbuatan lain yang dapat
memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ada dua status pemberhentian
seorang kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah pada pasal ini yaitu,
"diberhentikan sementara" dan "diberhentikan".
Pengertian dari "diberhentikan sementara" dijelaskan pada Pasal 83 ayat (1)
dan (2) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara apabila
kepala dan/atau wakil kepala daerah menjadi terdakwa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diberhentikan sementara berdasarkan register perkara di pengadilan atau
dengan kata lain proses hukumnya masih berjalan. Sedangkan untuk "diberhentikan"
dijelaskan pada Pasal 38 ayat (4) kepala dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan
jika kasus tindak pidana yang dilakukan kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah
telah memiliki kekuatan hukum tetap. Berbeda halnya dengan Pasal 80, pada Pasal 83
tidak membutuhkan usulan dari DPRD untuk memberhentikan kepala daerah dan/atau
wakil kepala daerah. Pemberhentian sementara ataupun pemberhentian dilaksanakan
langsung oleh Presiden untuk Gubernur dan/atau wakil Gubernur, Mendagri untuk
Bupati dan/atau wakil Bupati / Walikota dan/atau Walikota.
C. Mekanisme Pemberhentian Bupati Bogor Ditinjau Dari Hukum Positif
Pemakzulan Bupati Bogor tidak terlepas dari kasus korupsi yang menjeratnya,
yaitu berkaitan dengan pengurusan izin tukar-menukar kawasan hutan seluas 2.754
48
hektar di Bogor, Jawa Barat. Peristiwa ini bermula Rachmat Yasin menerima suap
senilai Rp 4,5 miliar guna memuluskan rekomendasi surat tukar menukar kawasan
hutan atas nama PT Bukit Jonggol Asri.
Atas dasar ketentuan Pasal 83 Undang-Undang Nomer 23 Tahun 2014 ini,
kronologi proses pemberhentian bupati Bogor Rahmat Yasin adalah sebagai berikut:
Pada tanggal 7 Mei 2014, Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap Bupati
Bogor Rahmat Yasin. Rahmat Yasin dijemput tim dari komisi antirasuah di rumah
pribadinya di Jalan Wijaya Kusumah Nomor 103, Kompleks Taman Yasmin,
Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. Ia diduga menerima suap terkait dengan
pengurusan izin tukar menukar kawasan hutan di Bogor, Jawa Barat. Pada tanggal 8
Mei 2014 KPK resmi menetapkan Rahmat Yasin sebagai tersangka.5
Pada tanggal 20 September 2014 Bupati Bogor Rahmat Yasin mengajukan
surat pengunduran diri. Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan telah menerima surat
pengunduran diri Bupati Bogor Rahmat Yasin tertanggal 20 September 2014
lalu. Dalam penyelenggaraan pemerintah daerah, jika seorang bupati/walikota
menjadi terdakwa yang diperkuat oleh bukti register pengadilan, maka akan diusulkan
ke presiden untuk pemberhentian sementara. Perjalanan pengunduran diri ini,
Gubernur sudah mengusulkan pemberhentian sementara Bupati Bogor ke Mendagri.
Ini disebabkan statusnya sudah menjadi terdakwa yang dibuktikan dengan bukti
register pengadilan. Menurut aturan PP No.6 Tahun 2005, seorang bupati atau
5Republika, "Terima Suap Rp. 4,5 Miliar Bupati Bogor Resmi Jadi Tersangka" artikel diakses Kamis 09 April 2015 dari http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/hukum/14/05/08/n59h7h-terima-suap-rp-45-miliar-bupati-bogor-resmi-jadi-tersangka
49
walikota yang sudah ditetapkan menjadi terdakwa maka Gubernur harus mengajukan
pemberhentian sementara. Gubernur Jawa Barat sendiri sudah menyampaikan usulan
tersebut pada Selasa tertanggal 23 september 2014 ke mendagri. Pada saat yang sama,
Rahmat Yasin mengajukan surat pengunduran diri tertanggal 20 september.6
Pada tanggal 22 september 2014 DPRD kabupaten Bogor menerima surat
pengunduran diri bupati Bogor Drs. H. Rahmat yasin, M.M. karena pada tanggal 22
september 2014 anggota DPRD baru dilantik jadi belum ada perlengkapan dewan
untuk membahas surat pengunduran bupati Bogor Rahmat Yasin, sehingga DPRD
menunggu sampai terbentuknya atau terpilihnya ketua definitif DPRD, setelah
terpilihnya ketua, wakil, sekertaris dan anggota lainnya barulah dibentuk Badan
Musyawarah. Setelah terbentuknya Badan Musyawarah maka surat pengunduran diri
bupati Bogor Rahmat Yasin dibawa ke dalam rapat badan musyawarah pada tanggal
22 oktober 2014. Hasil dari rapat badan musyawarah tersebut menghasilkan agar
DPRD mengkordinasikan surat pengunduran diri bupati Bogor Rahmat Yasin seperti
apa tindak lanjutnya untuk DPRD. Setelah itu DPRD konsultasi ke Departemen
Dalam Negeri (depdagri) mengenai pengunduran diri bupati Bogor Rahmat Yasin.
Setelah DPRD konsultasi dengan depdagri maka, badan musyawarah DPRD
mengadakan rapat paripurna, di dalam rapar paripurna tersebut diagendakan untuk
mengumumkan pengunduran diri Bupati Bogor Rahmat Yasin tetapi tidak untuk
mengambil suatu keputusan hanya menginformasikan bahwa bupati Bogor Rahmat
6Bandung Bisnis, "Pengunduran Diri Rahmat Yasin, Aher Tunggu Proses DPRD" artikel diakses Kamis 09 April 2015 dari http://Pengunduran Diri Rahmat Yasin, Aher Tunggu Proses di DPRD Bogor bandung.bisnis.com.htm
50
Yasin telah mengundurkan diri sebagai bupati Bogor. Surat pengunduran diri Bupati
Bogor Rahmat Yasin dibacakan langsung oleh sekertaris DPRD.7
Setelah selesai rapat paripurna DPRD mengirimkan surat kepada Gubernur
Jawa Barat tentang pengunduran diri bupati Bogor Rahmat yasin. Surat dari DPRD
tersebut ditujukan kepada Menteri Dalam Negeri yang dikirimkan melalui Gubernur
Jawa Barat tentang pengumuman pengunduran diri Bupati Bogor Rahmat Yasin yang
disertai dengan risalah rapat paripurna DPRD. Lalu, gubernur Jawa Barat
menyampaikan lagi surat kepada departemen dalam negeri berdasarkan surat yang
disampaikan dari DPRD. Setelah menerima surat tersebut, kurang lebih satu bulan
terbitlah Surat keputusan (SK) pertama menteri dalam negeri tentang pemberhentian
bupati Bogor Rahmat Yasin pada tanggal 27 November 2014 yang berdasarkan
pengunduran diri Rahmat Yasin.8
Pada tanggal 27 November 2014 Pengadilan Tipikor Bandung menjatuhkan
vonis hukuman kepada Bupati Bogor non-aktif, Rahmat Yasin, dalam kasus suap
tukar menukar pengelolaan kawasan hutan PT Bukit Jonggol Asri. Rahmat Yasin
terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang
dilakukan secara bersama-sama dan berlanjut. Rahmat Yasin dijatuhi pidana penjara
selama lima tahun enam bulan dan pidana denda sebesar Rp 300 juta subsider tiga
bulan kurungan penjara dan hukuman tambahan pencabutan hak dipilih selama dua
tahun. Rachmat Yasin terbukti bersalah dan secara sah dan meyakinkan melakukan
7Wawancara Pribadi dengan Nurjanah, Bogor, 17 Maret 2015. 8Wawancara pribadi dengan Nurjanah, Bogor, 17 Maret 2015.
51
tindak pidana korupsi, sebagaimana tercantum dalam dakwaan pertama
yaitu melanggar Pasal 12 (a) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.9
Senin 26 Januari 2015, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan (Aher)
menyerahkan Surat Keputusan (SK) Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia No.
131.32-51 Tahun 2015 tanggal 20 Januari 2015 Tentang Pemberhentian Bupati Bogor
Provinsi Jawa Barat Rahmat Yasin kepada Ketua DPRD Kabupaten Bogor Ade
Ruhendi didampingi Plt Bupati Bogor Nurhayanti. SK ini ditetapkan menyusul
Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Bandung No.
87/Pid.Sus/TPK/2014/PN. Penyerahan SK ini diselenggarakan di Gedung Sate. SK
ini juga memuat penunjukkan Nurhayanti yang adalah Wakil Bupati Bogor masa
jabatan 2013-2018 sebagai Pelaksana Tugas, Wewenang dan Tanggung Jawab Bupati
Bogor sampai dilantiknya Bupati Bogor sisa masa jabatan tahun 2013-2018.10
Senin 16 Maret 2015 Gubernur Jabar Ahmad Heryawan melantik Nurhayanti
sebagai Bupati Bogor sisa masa jabatan tahun 2013-2018 di Gedung Sate. Dalam
sambutannya, Ahmad Heryawan mengatakan pelantikan terhadap Nurhayanti
merupakan amanat dari Keputusan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor
131.32-526 Tahun 2015 tanggal 10 Maret 2015 tentang Pengangkatan Bupati dan
9Kompas, "Mantan Bupati Bogor Divonis 5,5 Tahun Penjara" artikel diakses Rabu 08 April 2015 dari http://nasional.kompas.com/read/2014/11/27/1242337/Mantan.Bupati.Bogor.Divonis.5.5.Tahun.Penjara
10Republika, " Bupati Bogor Segera Dilantik" artikel diakses Rabu 08 April 2015 dari http://Bupati Bogor Segera Dilantik Republika Online.htm
52
Pemberhentian Bupati Bogor Provinsi Jawa Barat. Hal ini juga sesuai dengan
ketentuan Pasal 203 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014
tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi Undang-Undang.11
D. Mekanisme Pemberhentian Bupati Bogor Ditinjau Dari Fiqih Siyasah
Pada uraian subbab sebelumnya telah penulis kemukakan bahwa Bupati
Bogor Rahmat Yasin diberhentikan atas dasar Undang-Undang Nomer 23 Tahun
2014 Tentang Pemerintah Daerah. Pasal pokok yang dijadikan alasan ia harus
diberhentikan adalah Pasal 83 ayat (4), ia terbukti melakukan pelanggaran larangan
kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah dengan melakukan tidak korupsi
menerima suap.
Langkah dan prosedur pemberhentian bupati Bogor Rahmat Yasin
sebagaimana dikemukana secara sangat rinci dalam rumusan Pasal 83 ayat (4)
Undang-Undang Nomer 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah tersebut tentu
saja tidak pernah dikemukakan oleh para teoritis fiqih siyasah. Para teoritis fiqih
siyasah hanya sedikit memaparkan bagaimana seorang pemimpin bisa dimakzulkan
seperti Imam al-Mawardi, Taqiyuddin An Nabhani dan teoritis-teoritis fiqih siyasah
lainnya.
11Republika, " Bupati Bogor Segera Dilantik" artikel diakses Rabu 08 April 2015 dari http://Bupati Bogor Segera Dilantik Republika Online.htm
53
Kelompok Mu'tazilah, Khawarij, dan Zaidiyah bependapat bahwa kepala
daerah yang telah menyimpang dari ajaran Islam maka ia diberhentikan dengan
paksa, diperangi, atau dibunuh. Al-Baqillani menyebutkan bahwa kepala daerah
boleh diberhentikan jika ingkar, melalaikan shalat dan mengajak orang lain untuk
melakukan hal yang sama, atau jika menjadi cacat jasmani, penyelewengan dan
tingkah laku tidak bermoral (fisq), ketidakadilan (jawr), dan kelalaian terhadap
hukum-hukum Islam, juga membenarkan pemecatan terhadap kepala daerah. Menurut
Al-Baghdadi, kepala daerah bisa diberhentikan apabila ia menyimpang dari ketetapan
syari'at, maka masyarakat harus memilih di antara dua tindakan kepadanya, yaitu
mengembalikannya dari berbuat salah kepada kebaikan, atau mencopot jabatannya
dan memberikannya kepada yang lain.
Imam al-Mawardi dalam Kitabnya al-Ahkam al-Sultaniyyah, ia menjelaskan
bahwa kepala daerah bisa diberhentikan dilihat dari siapa yang mengangkatnnya.
Apabila yang mengangkatnnya adalah menteri maka ada dua kemungkinan; Pertama,
Menteri mengangkat kepala daerah tersebut dengan seizin kepala negara. Maka,
menteri tidak bisa memberhentikan kepala daerah tanpa seizin dari kepala negara dan
turun instruksi darinya. Kedua, Menteri mengangkatnya dengan inisiatif sendiri.
Menteri dapat dengan sendirinya memecatnnya dan menggantinya dengan orang lain,
sesuai dengan hasil ijtihadnya dalam melihat yang terbaik dan paling cocok untuk
menduduki jabatan itu. Sedangkan kepala daerah yang diangkat oleh kepala negara,
54
maka pada saat kepala negara meninggal atau berhenti dari jabatannya, kepala daerah
tidak turut berhenti dari jabatannya.12
Berbeda dengan al-Mawardi, Taqiyuddin An Nabhani menjelaskan bahwa
kepala daerah bisa diberhentikan tergantung dari kepala negara yang menjabat pada
saat itu. Jika kepala negara menghendaki harus diberhentikannya kepala daerah
tersebut makan kepala daerah itu pun diberhentikan atau kalau rakyat di wilayah yang
sedang ia pimpin dan anggota majelis umat menunjukan ketidaksukaan dan tidak
ridha terhadap kepala daerah itu maka kepala daerah itu pun bisa diberhentikan.13
Dengan demikian, secara prosedur apa yang dijelaskan oleh al-Mawardi
Taqiyuddin An Nabhani, dan teoritis fiqih siyasah masih bersifat sederhana, tidak
bersifat rinci dan prosedural sebagaimana dirumuskan dalam pasal-pasal di atas.
Menurut penulis untuk kasus pemberhentian bupati Bogor menurut fiqih siyasah bisa
dilakukan dengan melihat pendapat dari salah satu teoritis fiqih siyasah, yaitu Al-
Baqillani. Jika kepala daerah melakukan kesalahan maka kepala daerah tersebut bisa
digantikan, sama halnya dengan pemberhentian Rahmat Yasin karena ia sudah
melakukan kesalahan maka, ia diberhentikan dari jabatannya.
Kalau seorang kepala daerah telah secara sah menduduki jabatan dan telah
didukung oleh masyarakat luas seperti yang uraikan pada bagian terdahulu, maka
seorang kepala daerah itu wajib ditaati dan warga masyarakat harus tunduk dengan
12Imam Al-Mawardi, Hukum Tata Negara dan Kepemimpinan Dalam Takaran Islam, h. 64-65.
13Taqiyuddin An Nabhani, Sistem Pemerintahan Islam: Doktrin Sejarah dan Realitas Empirik, h. 234-235.
55
kebijakan-kebijakannya. Dengan catatan ia tidak melakukan berbagai penyimpangan.
Tetapi jika seorang pemimpin telah melakukan penyimpangan, melakukan berbagai
pelanggaran atas berbagai larangan yang telah ditetapkan, maka ia harus
dilengserkan.
E. Relevansi Mekanisme Pemakzulan Kepala Daerah Menurut Perspektif
Fiqih Siyasah dengan Hukum Positif
Setelah memaparkan pada sub sebelumnya mengenai bagaimana mekanisme
pemakzulan kepala daerah baik menurut fiqih siyasah maupun menurut hukum
positif, maka bisa dilihat Relevansi antara teoritis fiqih siyasah dengan peraturan
hukum di Indonesia sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomer 23 Tahun
2014 Tentang Pemerintah Daerah. Relevansi antara keduanya antara lain terletak
pada masalah alasan seorang kepala daerah bisa diberhentikan.
Pada pasal 83 ayat (4) secara tegas disebutkan bahwa Kepala daerah dan/atau
wakil kepala daerah diberhentikan tanpa melalui usulan DPRD apabila terbukti
melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Inilah yang menyebabkan
Bupati Bogor Rahmat Yasin diberhentikan dari jabatannya. Sedangkan teoritis fiqih
siyasah mengemukakan bahwa seorang kepala daerah bisa diberhentikan apabila ia
tidak bisa berlaku adil, telah melanggar hukum Islam maupun Konstitusi dan kepala
negara menghendaki pemberhentiannya. Indikasi seorang tidak bisa berbuat adil
adalah jika ia melanggar berbagai larangan dan larangan yang dimaksud oleh teoritis
56
fiqih siyasah adalah larangan-larangan agama dan larangan-larangan yang telah
ditetapkan oleh otoritas berwenang.
Tetapi ada perbedaan antara fiqih siyasah dengan hukum positif mengenai
prosedur atau proses pemberhentian kepala daerah. Prosedur pemberhentian kepala
daerah meurut hukum positif dijelaskan dengan rinci dalam Undang-Undang Nomer
23 tahun 2014 Pasal 83 ayat (4) Tentang Pemerintahan Daerah, sedangkan menurut
fiqih siyasah prosedur mekanisme pemberhentian kepala daerah tidak dijelaskan
sebagaimana oleh undang-undang.
Oleh sebab itu atas dasar peraturan perundang-undangan yang berlaku di
Indonesia bupati Bogor Rahmat Yasin memang layak untuk diberhentikan. Menurut
Pasal 83 ayat (4) UU No 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah ia dinyatakan
telah melakukan tindak pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian penelitian yang berjudul Pemakzulan Kepala Daerah Menurut
Perspektif Fiqih Siyasah dan Hukum Positif (studi kasus pemberhentian bupati Bogor
Rahmat Yasin) dapat penulis simpulkan sebagai berikut:
1. Latar belakang yang menyebabkan bupati Bogor Rahmat Yasin
dimakzulkan atau diberhentikan dari jabatannya adalah dikarenakan ia
sebagai kepala daerah atau pemimpin sudah menggunakan wewenang
kekuasaannnya dengan tidak baik. Ia melakukan korupsi dengan
menerima suap sebesar 4,5 Miliar dari PT. Bukit Jonggol Asri untuk
memuluskan rekomendasi surat tukar menukar kawasan hutan seluas
2.754 hektar. Rahmat Yasin terbukti bersalah dan secara sah dan
meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi. Ia dinyatakan
melanggar Pasal 12 (a) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun
2001 berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Tipikor Bandung.
2. Mekanisme pemakzulan atau pemberhentian bupati Bogor Rahmat Yasin
menurut teoritis fiqih siyasah bisa dibenarkan, sebab menurut pendapat
para teoritis fiqih siyasah seorang pemimpin atau kepala daerah bisa
diberhentikan dari jabatannya jika ia telah dinyatakan menyimpang dari
57
58
syari'at, berlaku tidak adil, tidak mermoral baik dan lain-lainnya. Adapun
prosedur pemberhentiannya tidak ditemukan secara rinci baik dalam al-Qur'an
maupun Sunnah. Dalam kitab-kitab fiqih siyasah hanya sedikit dijelaskan
bagaimana kepala daerah bisa diberhentikan, menurut al-Mawardi kepala
daerah bisa diberhentikan atas keputusan kepala negara yang sedang
menjabat dan oleh menteri yang mengangkat kepala daerah tersebut.
Sedangkan Taqiyuddin An Nabhani menjelaskan bahwa kepala daerah
bisa diberhentikan tergantung dari kepala negara yang menjabat pada saat
itu. Jika kepala negara menghendaki harus diberhentikannya kepala daerah
tersebut makan kepala daerah itu pun diberhentikan atau kalau rakyat di
wilayah yang sedang ia pimpin dan anggota majelis umat menunjukan
ketidaksukaan dan tidak ridha terhadap kepala daerah itu maka kepala
daerah itu pun bisa diberhentikan.
Sedangkan mekanisme pemakzulan atau pemberhentian bupati Bogor
Rahmat Yasin menurut hukum positif mengacu kepada Undang-Undang
Nomer 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah Pasal 83 ayat (4)
disebutkan bahwa Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah
diberhentikan tanpa melalui usulan DPRD apabila terbukti melakukan
tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Pada tanggal
27 November 2014 Pengadilan Tipikor Bandung menjatuhkan vonis
hukuman kepada Bupati Bogor. Dengan adanya putusan ini keluarlah
59
surat keputusan (SK) Menteri Dalam Negeri yang menyatakan bupati
Bogor Rahmat Yasin resmi diberhentikan dari jabatannya sebagai bupati
Bogor, Jawa Barat.
B. Saran-Saran
Berkaitan dengan pembahasan Pemakzulan Kepala Daerah Menurut
Perspektif Fiqih Siyasah dan Hukum Positif (studi kasus pemberhentian bupati Bogor
Rahmat Yasin) ini, Penulis mempunyai saran-saran sebagai berikut:
1. Kepada kepala daerah atau pejabat negara lainnya diharapkan agar bisa
melaksanakan tugas dan wewenangnya dengan baik tidak melanggar
peraturan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah, agar tidak terjadi kembali
kasus Bupati atau pejabat negara yang diberhentikan karena kasus korupsi
atau menyalahgunakan wewenangnya dengan tidak baik dan bijak, karena hal
ini bisa memberikan kerugian terhadap negara dan mencoreng martabat
pejabat negara.
2. Kepada anggota DPR disarankan agar prinsip-prinsip mendasar yang ada pada
pemikiran ulama klasik dan kitab-kitab fiqih siyasah untuk bisa diolah dan
dirumuskan ke dalam berbagai peraturan perundang-undangan, karena
sebagian hasil pemikiran seperti ini bila digali dan dimanfaatkan bisa
diterapkan untuk kehidupan di masa modern saat ini.
60
3. Kepada lembaga pemerintah baik pusat maupun daerah harus lebih
memperketat pemilihan calon pemimpin atau calon pejabat negara lainnya
agar hal serupa tidak terjadi lagi atau minimal bisa diminimalisir.
4. Kepada lembaga hukum harus memberikan hukuman yang seberat-beratnnya
agar ada efek jera untuk para pejabat negara yang melakukan korupsi.
DAFTAR PUSTAKA Buku-buku
Ahmad, Mumtaz. Masalah-masalah Teori Politik Islam. Terjemahan dari State, Politics, and Islam. Penerjemah Ena Hadi. Cet. III. Bandung: Mizan. 1996.
Amin, Samsul Munir Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah, 2009.
Consuelo G Selvila, et all. Pengantar Metode Penelitian. Jakarta:Universitas Indonesia UI-Press. 2006.
Departemen Pendidkan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Keempat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 2008.
Hamzah, Andi. Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional. Jakarta: Rajawali Pers. 2008.
HR, Ridwan. Fiqih Politik: Gagasan, Harapan, dan Kenyataan. Yogyakarta: FH UII Press, 2007.
Iqbal, Muhamad. Fiqih Siyasah Kontekstualisasi Doktrin Polotik Islam. Cet. II. Jakarta: Gaya Media Pratam. 2007.
Irfan, M. Nurul. Korupsi Dalam Hukum Pidana Islam. Edisi Kedua. Jakarta: AMZAH, 2012.
Ismail, Yahya. Hubungan Penguasa dan Rakyat Dalam Perspektif Sunnah. Jakarta: Gema Insani Press. 1995.
Mawardi, Imam Al. Hukum Tata Negara dan Kepemimpinan Dalam Takaran Islam. Terjemahan Dari Al-Ahkam As-Sulthaaniyyah Fi Al-Wilaayaah Ad-Diiniyyah. Penerjemah Abdul Hayyie al-Kattani, Kamaluddin Nurdin. Jakarta: Gema Insani Press. 2000.
Munawwir , Achmad Warson dan Muhammad Fairuz. Kamus Al-Munawwir Versi Indonesia-Arab. Surabaya: Pustaka Progressif. 2007.
61
62
Nabhani, Taqiyuddin An. Sistem Pemerintahan Islam: Doktrin Sejarah dan Realitas Empirik. Terjemahan dari Nidhamul Hukmi Fil Islam. Penerjemah Moh. Maghfur Wachid Bangil: Al Izzah. 1996.
Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor. Rencana Pembangunan Jangka Menegah Daerah (RPJMD) Kabupaten bogor tahun 2013-2018. 2004.
Pide, Andi Mustari. Otonomi Daerah dan Kepala Daerah Memasuki Abad XXI. Jakarta: Radar Jaya Pratama. 1999.
Pulungan, J Suyuthi. Fiqih Siyasah: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran. Jakarta: Pt. Raja Grafindo Persada. 1995.
Selian, Muhammad Ali Hanafiah. Pemakzulan Kepala Negara Menurut Hukum Islam (Studi Kasus Presiden Abdurrahman Wahid. Disertasi S2 Sekolah PascaSarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2011.
Syarif. Mujar Ibnu dan Khamami Zada. Fiqih Siyasah Doktrin dan Pemikiran Politik Islam. Jakarta: Erlangga. 2008.
Wawancara pribadi dengan Nurjanah. Bogor. 17 Maret 2015.
Zoelva, Hamdan. Impeachment Presiden Alasan Tindak Pidana Pemberhentian Presiden Menurut UUD 1945. Jakarta: Konstitusi Press, 2014. Cetakan Kedua. Edisi Revisi.
_____________. Pemakzulan Presiden di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, 2011.
Undang-Undang
Undang-Undang Republik Indonesia Nomer 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.
Internet
Bandung Bisnis. "Pengunduran Diri Rahmat Yasin, Aher Tunggu Proses DPRD" artikel diakses Kamis 09 April 2015 dari http://Pengunduran Diri Rahmat Yasin, Aher Tunggu Proses di DPRD Bogor bandung.bisnis.com.htm
63
Okezone.com. " Rahmat Yasin Pembangkang SDA Berujung di KPK". Artikel diakses pada Rabu 08 April 2015 dari http://news.okezone.com/read/2014/05/08/339/981938/rahmat-yasin-si-pembangkang-sda-yang-berujung-di-kpk
Kompas.com. " Mantan Bupati Bogor Divonis 5,5 Tahun Penjara". artikel diakses Rabu 08 April 2015 dari http://nasional.kompas.com/read/2014/11/27/1242337/Mantan.Bupati.Bogor.Divonis.5.5.Tahun.Penjara
Republika. " Bupati Bogor Segera Dilantik". artikel diakses Rabu 08 April 2015 dari http://Bupati Bogor Segera Dilantik Republika Online.htm
________. "Terima Suap Rp. 4,5 Miliar Bupati Bogor Resmi Jadi Tersangka" artikel diakses Kamis 09 April 2015 dari http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/hukum/14/05/08/n59h7h-terima-suap-rp-45-miliar-bupati-bogor-resmi-jadi-tersangka
________. "Rahmat Yasin Diberhentikan Tidak Hormat". artikel diakses Kamis 09 April 2015 dari http://Rachmat Yasin Diberhentikan tidak Hormat_Republika Online.htm
Wikipedia. "Rahmat Yasin". artikel diakses, Rabu 08 April 2015 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Rahmat_Yasin