pemakaian bahasa verbal dan nonverbal sebagai … · 2020. 2. 10. · tuturan berlangsung, waktu,...
TRANSCRIPT
-
PEMAKAIAN BAHASA VERBAL DAN NONVERBAL
SEBAGAI MANIFESTASI KESANTUNAN MASYARAKAT
SUNDA DI KABUPATEN CIAMIS: KAJIAN
ETNOPRAGMATIK
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Program Magister
Oleh:
NENENG TIA ATI YANTI
NIM: 171232013
MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA
PROGRAM MAGISTER
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
Januari 2020
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
i
PEMAKAIAN BAHASA VERBAL DAN NONVERBAL
SEBAGAI MANIFESTASI KESANTUNAN MASYARAKAT
SUNDA DI KABUPATEN CIAMIS: KAJIAN
ETNOPRAGMATIK
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Program Magister
Oleh:
NENENG TIA ATI YANTI
NIM: 171232013
MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA
PROGRAM MAGISTER
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
Januari 2020
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
iv
MOTTO
ْلا اَمح ُْد َلِّل ُاَلعَِا ُُ َِّلِلا ٍ َمح Alhamdulillah ‘Ala Kulli Haal
Artinya:
“Segala puji bagi Allah dalam setiap keadaan”
(HR. Ibnu Majah)
“Mencintai diri sendiri dan selalu berdamai dengan keadaan”
(Neneng Tia Ati Yanti, 2018)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
vii
ABSTRAK
Yanti, Neneng Tia Ati. (2020). Pemakaian Bahasa Verbal dan Nonverbal sebagai
Manifestasi Kesantunan Berbahasa Masyarakat Sunda di Kabupaten Ciamis:
Kajian Etnopragmatik. Tesis. Yogyakarta: Program Magister Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Sanata Dharma.
Penelitian ini mendeskripsikan wujud, fungsi, dan makna pragmatik
pemakaian bahasa verbal dan nonverbal sebagai manifestasi kesantunan
berbahasa masyarakat Sunda di Kecamatan Sindangkasih, Kabupaten Ciamis,
Jawa Barat. Kesantunan termanifestasi melalui tindak tutur yang disertai bahasa
nonverbal kinestetik. Bahasa nonverbal kinestetik tersebut diklasifikasikan
menjadi tiga, yaitu bahasa nonverbal fasial, gestural, dan postural.
Penelitian ini tergolong jenis penelitian deskriptif kualitatif dengan
pendekatan etnopragmatik. Artinya, penelitian ini mendeskripsikan manifestasi
kesantunan berbahasa masyarakat Sunda melalui pemakaian bahasa verbal dan
nonverbal berdasarkan konteks yaitu siapa penutur dan mitra tuturnya, tempat
tuturan berlangsung, waktu, situasi/suasana, dan budaya kesantunan masyarakat
Sunda. Sumber data substantif yaitu bahasa verbal dan bahasa nonverbal yang
mengandung kesantunan. Sumber data tersebut ditranskripsi menjadi teks dari
hasil rekaman video dan hasil catatan saat pengumpulan data. Sumber data
lokasional penelitian ini, yaitu kegiatan rutin pada sembilan desa di Kecamatan
Sindangkasih, Kabupaten Ciamis. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini
mengadaptasi metode etnografi serta menggunakan metode simak. Teknik
analisis data penelitian ini menggunakan flow model yang terdiri dari reduksi
data, penyajian (display) data, penggambaran kesimpulan dan verifikasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) wujud kesantunan bahasa verbal dan
nonverbal masyarakat Sunda yaitu tindak tutur yang disetai bahasa nonverbal
kinestetik berupa raut/ekspresi wajah menunjukkan pesan fasial, tindak tutur yang
diseratai gerakan sebagian anggota badan yaitu mata dan gerakan tangan yang
menunjukkan pesan gestural serta gerakan sebagian anggota badan yaitu mata dan
gerakan tangan yang menunjukkan kesantunan melalui bahasa nonverbal gestural;
serta tindak tutur yang disertai gerakan seluruh anggota badan yang menunjukkan
kesantunan melalui bahasa nonverbal postural; (2) fungsi kesantunan bahasa
verbal dan nonverbal masyarakat Sunda yaitu (a) komplemen (pelengkap) bahasa
verbal; (b) aksentuasi (penekan) bahasa verbal; (c) regulasi (mengatur) bahasa
verbal; dan (d) repetisi (mengulang) bahasa verbal; serta (3) makna pragmatik
kesantunan bahasa verbal dan nonverbal masyarakat Sunda dapat ditunjukkan
dengan maksud menyampaikan permohonan atau harapan, maksud
menyampaikan informasi, maksud menyampaikan perintah, dan maksud
menyampaikan permohonan maaf.
Kata Kunci: Bahasa verbal, bahasa nonverbal, dan kesantunan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
viii
ABSTRACT
Yanti, Neneng Tia Ati. (2020). The Use of Verbal and Nonverbal Language as
Manifestation of Sundanese Politeness in Ciamis: Etnopragmatic Study.
Thesis. Yogyakarta: Magister of Indonesian Language and Literature
Education Programme, Faculty of Teacher Training and Education, Sanata
Dharma University.
This research is describes the form, function, and pragmatic meaning of the
use of verbal and nonverbal language as a manifestation of the politeness of
Sundanese people in Sindangkasih, Ciamis, West Java. Politeness is manifested
through speech acts accompanied by non-verbal kinesthetic language. The
kinesthetic nonverbal language is classified into three, namely nonverbal,
gestural, and postural languages.
This research is classified as a descriptive qualitative research with
ethnopragmatic study. That is, this study describes the manifestation of politeness
in Sundanese language through the use of verbal and nonverbal language based
on context, namely who the speaker and speech partner are, where the speech
takes place, time, situation, and politeness culture of the Sundanese people.
Sources of substantive data are verbal and nonverbal languages that contain
politeness. The locational data source of this study was routine activities in nine
villages in Sindangkasih, Ciamis. Data collection techniques in this study adapted
ethnographic methods and used the method of listening. The data analysis
technique of this study used a flow model consisting of data reduction, data
display, drawing conclusions and verification.
The results showed that (1) the form of politeness of verbal and nonverbal
language of Sundanese people, namely speech act accompanied by kinesthetic
nonverbal language in the form of facial expressions showing facial messages,
speech acts accompanied by movements of some limbs namely eyes and hand
movements that show gestural messages and movements of parts of the limbs,
namely the eyes and hand movements that show politeness through nonverbal
gestural language; as well as speech acts accompanied by movements of all limbs
that show politeness through postural nonverbal language; (2) the function of
politeness of verbal and nonverbal language of Sundanese people, namely (a)
complement (complementary) of verbal language; (b) accentuation (suppressor)
of verbal language; (c) regulation of verbal language; and (d) repetition (repeat)
verbal language; and (3) the pragmatic meaning of the politeness of verbal and
nonverbal language of Sundanese people can be demonstrated with the intention
of conveying a request or hope, the purpose of conveying information, the purpose
of conveying an order, and the intention of delivering an apology.
Key words: Verbal language, nonverbal language, and politeness.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan hidayah dan karunia-nya sehingga tesis yang berjudul Pemakaian
Bahasa Verbal dan Nonverbal sebagai Manietasi Kesantunan Masyarakat Sunda
di Kabupaten Ciamis: Kajian Etnopragmatik dapat penulis selesaikan dengan
baik. Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister
Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa tesis ini berhasil diselesaikan karena bantuan,
dukungan, bimbingan, doa, nasehat, dan kerjasama dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd, M.Si., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah
memperkenankan peneliti menjadi bagian dari mahasiswa FKIP Universitas
Sanata Dharma.
2. Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum., selaku Ketua Program Studi Magister
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta yang telah mendanpingi peneliti secara akademis selama peneliti
menempuh pendidikan di Universitas Sanata Dharma. Sekaligus sebagai
dosen pembimbing II yang dengan sabar membimbing dan memotivasi
peneliti untuk dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.
3. Prof. Dr. Pranowo, M.Pd., selaku dosen pembimbing I yang dengan
bijaksana, sabar, dan penuh ketelitian membimbing, mengarahkan,
memotivasi, dan memberikan berbagai masukan yang sangat berharga bagi
penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
4. Seluruh dosen Program Studi Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indoensia yang memiliki karakteristik masing-masing membekali penulis
dengan berbagai ilmu pengetahuan yang penulis butuhkan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
x
5. Nicholaus Widiastoro selaku sekretariat Program Studi Magister Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia yang dengan sabar memberikan pelayanan
administrasi kepada penulis dalam menyelesaikan urusan administratif.
6. Drs. Paulus Suparno, S.S., M.Hum. selaku Kepala Perpustakaan Universitas
Sanata Dharma dan segenap staf perpustakaan yang telah menyediakan buku-
buku serta memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada peneliti
untuk menggunakan fasilitas perpustakaan sehingga membantu proses
penulisan tesis ini.
7. Drs. Paulus Suparno, S.S., M.Hum. selaku Kepala Perpustakaan Universitas
Sanata Dharma dan segenap staf perpustakaan yang telah menyediakan buku-
buku serta memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada peneliti
untuk menggunakan fasilitas perpustakaan sehingga membantu proses
penulisan tesis ini.
8. Segenap masyakarat Sunda di Kecamatan Sindangkasih yang telah bersedia
menjadi sumber data dalam penelitian ini.
9. Bapak Tian Sutian dan Ibu Naning Sudiar, selaku kedua orang tua penullis
yang selalu memberi doa, kasih sayang, dan dukungan untuk kelancaran
dalam menyelesaikan tesis ini.
10. Bapak Maman Tarman dan Ibu Dede Pikoh, selaku kakek dan nenek penulis
yang selalu memberi doa, kasih sayang, dan dukungan untuk kelancaran
penulisan tesis ini.
11. Kedua saudari kandung penulis, Ananda Apriliyanti dan Leysha Octora Putri
yang selalu menghibur dikala jenuh datang.
12. Teman-teman seperjuangan, mahasiswa MPBSI 2017 yang telah bersama-
sama dalam semangat, suka, dan duka yang sama-sama berjuang selama
kurang lebih 2 tahun untuk meraih kesuksesan dalam dunia akademik.
13. Teman-teman Kos Putri 32B yang selalu menghibur saat jenuh datang dan
selalu mendengarkan keluh-kesah yang dirasakan oleh penulis.
14. Semua pihak yang belum disebutkan yang turut membantu penulis untuk
menyelesaikan tesis ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... iii
MOTTO ....................................................................................................... iv
PERNYATAAN KEASLISAN KARYA .................................................... v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN ........................................... vi
ABSTRAK .................................................................................................... vii
ABSTRACT ................................................................................................... viii
KATA PENGANTAR .................................................................................. ix
DAFTAR ISI ................................................................................................. xii
DAFTAR BAGAN ........................................................................................ xv
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xvi
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xvii
BAB I: PENDAHULUAN............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Batasan Masalah ................................................................................... 6
1.3 Rumusan Masalah ................................................................................. 6
1.4 Tujuan Penelitian .................................................................................. 7
1.5 Manfaat Penelitian ................................................................................ 7
1.6 Definisi Istilah ...................................................................................... 10
1.7 Sistematika Penelitian ........................................................................... 11
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
xiii
BAB II: LANDASAN TEORI ..................................................................... 13
2.1 Kajian Teori ............................................................................................ 13
2.1.1 Bahasa Verbal dan Nonverbal sebagai Alat Komunikasi ........... 12
2.1.2 Wujud Bahasa Verbal dan Nonverbal ......................................... 16
2.1.3 Fungsi Bahasa Verbal dan Nonverbal ......................................... 23
2.1.4 Makna Pragmatik Bahasa Verbal dan Nonverbal ....................... 26
2.1.5 Kajian Pragmatik ......................................................................... 27
2.1.6 Konteks........................................................................................ 28
2.1.7 Manifestasi Kesantunan Berbahasa ............................................. 35
2.1.8 Perspektif Etnopragmatik dalam Kesantunan Berbahasa............ 41
2.2 Kerangka Berpikir ................................................................................ 46
BAB III: METODOLOGI PENELITIAN ................................................. 48
3.1 Jenis Penelitian ........................................................................................ 48
3.2 Sumber Data dan Data ............................................................................ 49
3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data .................................................. 50
3.4 Instrumen Penelitian ............................................................................... 54
3.5 Metode dan Teknik Analisis Data ........................................................... 55
3.6 Triangulasi .............................................................................................. 58
BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .......................... 60
4.1 Deskripsi Pelaksanaan Penelitian............................................................ 60
4.2 Hasil Penelitian ....................................................................................... 62
4.2.1 Wujud Bahasa Verbal dan Nonverbal ......................................... 62
4.2.2 Fungsi Bahasa Verbal dan Nonverbal ......................................... 93
4.2.3 Makna Pragmatik Bahasa Verbal dan Nonverbal ....................... 105
4.3 Pembahasan Hasil Penelitian .................................................................. 119
4.3.1 Wujud Bahasa Verbal dan Nonverbal ......................................... 122
4.3.2 Fungsi Bahasa Verbal dan Nonverbal ......................................... 131
4.3.3 Makna Pragmatik Bahasa Verbal dan Nonverbal ....................... 140
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
xiv
BAB V: PENUTUP ...................................................................................... 156
5.1 Simpulan ............................................................................................ 156
5.2 Saran ................................................................................................... 159
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 161
LAMPIRAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
xv
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Kerangka Berpikir ...................................................................... 49
Bagan 3.1 Kerangka Teknik Pengumpulan Data ........................................ 54
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Wujud Bahasa Nonverbal Fasial ............................................. 66
Gambar 4.2 Wujud Bahasa Nonverbal Fasial ............................................. 67
Gambar 4.3 Wujud Bahasa Nonverbal Fasial ............................................. 69
Gambar 4.4 Wujud Bahasa Nonverbal Fasial ............................................. 71
Gambar 4.5 Wujud Bahasa Nonverbal Fasial ............................................. 74
Gambar 4.6 Wujud Bahasa Nonverbal Gestural ......................................... 76
Gambar 4.7 Wujud Bahasa Nonverbal Gestural ......................................... 79
Gambar 4.8 Wujud Bahasa Nonverbal Gestural ......................................... 81
Gambar 4.9 Wujud Bahasa Nonverbal Gestural ......................................... 83
Gambar 4.10 Wujud Bahasa Nonverbal Gestural ....................................... 86
Gambar 4.11 Wujud Bahasa Nonverbal Postural ....................................... 87
Gambar 4.12 Wujud Bahasa Nonverbal Postural ....................................... 89
Gambar 4.13 Wujud Bahasa Nonverbal Postural ....................................... 92
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Analisis Data ............................................................................... 58
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
Bab satu merupakan bagian pendahuluan dari penelitian ini yang terdiri
atas enam hal, yaitu: (1) latar belakang; (2) batasan masalah; (3) rumusan
masalah; (4) tujuan penelitian; (5) manfaat penelitian; (6) sistematika penyajian;
dan (7) definisi istilah. Berikut ini merupakan deskripsi ketujuh hal tersebut.
1.1 Latar Belakang
Setiap individu menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dengan
sesamanya dalam suatu budaya tertentu. Hal tersebut menunjukkan bahwa bahasa,
budaya, dan masyarakat merupakan satu-kesatuan yang erat hubungannya. Sejalan
dengan pernyataan tersebut, Rahardi (2009) mengemukakan bahwa bahasa,
masyarakat, dan budaya adalah tiga entitas yang erat terpadu. Koentjaraningrat
(1994) menyatakan bahwa bahasa termasuk dalam salah satu dari tujuh sistem
budaya di suatu masyarakat. Jadi, bahasa merupaka salah satu aspek budaya suatu
bangsa.
Saat berkomunikasi, manusia menggunakan bahasa verbal dan bahasa
nonverbal agar dapat menyampaikan maksud dengan baik. Bahasa verbal
merupakan bahasa yang disampaikan melalui aspek linguistik (bunyi, kata,
kalimat, dan makna) baik dalam bentuk lisan maupun tulisan, sedangkan bahasa
nonverbal adalah bahasa yang disampaikan melalui aspek nonlinguistik yaitu
penyampaian pesan yang mengacu pada beberapa cara selain kata, yaitu kontak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
2
mata, gerakan anggota badan seperti ekspresi wajah, gerakan mata, gerakan
kepala, gerakan tangan, gerakan badan, atau kombinasi yang satu dengan yang
lain. Artinya, kerjasama antara bahasa verbal dan bahasa nonverbal akan
memperlancar komunikasi setiap individu.
Knapp & Hall (2002) mengemukakan bahwa komunikasi verbal dan
komunikasi nonverbal merupakan komunikasi secara umum. Komunikasi verbal
adalah komunikasi yang menggunakan kata-kata, sedangkan komunikasi
nonverbal mengacu pada beberapa cara selain penggunaan kata-kata. Hal tersebut
menunjukkan bahwa bahasa diperlukan untuk berkomunkasi, baik dengan bahasa
verbal maupun bahasa nonverbal. Artinya, penutur dan mitra tutur membutuhkan
peran bahasa verbal dan bahasa nonverbal agar pesan tersampaikan dengan baik.
Masyarakat Sunda di Kecamatan Sindangkasih, Kabupaten Ciamis memakai
bahasa Sunda untuk berkomunikasi sehari-hari. Namun saat situasi formal,
masyarakat Sunda tersebut juga menggunakan bahasa Indonesia. Penelitian ini
mengkaji tuturan dalam situasi formal. Kecenderungan bahasa yang digunakan
masyarakat Sunda dalam penelitian ini yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Sunda.
Meskipun pada saat tertentu penutur seringkali beralih kode dari bahasa Indonesia
ke bahasa Sunda. Misalnya saat acara sosialisasi, penutur menyampaikan materi
memakai bahasa Indonesia lalu saat sesi tanya jawab beralih kode ke bahasa
Sunda. Hal tersebut menunjukkan masyarakat Sindangkasih, Kabupaten Ciamis
menjunjung tinggi bahasa Sunda sebagai kekhasan sekaligus kenyamanan
masyarakat Sunda.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
3
Kerenyahan sifat ramah dan sikap santun yang ditunjukkan masyarakat
Sunda tentu telah menjadi kekhasan bagi masyarakat Sunda. Misalnya, topik
menyapa antara urang Sunda yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Sebelum
penutur menyapa mitra tutur dengan tuturan Neng bade kamana? (Bahasa verbal)
tentu akan hadir secara natural kontak mata, penutur dan mitra tutur akan saling
menunjukkan ekspresi wajah yang didukung oleh cara mengucapkan tuturan
tersebut, bahkan memungkinkan adanya gerakan anggota tubuh (seperti menepuk
bahu atau mungkin bersalaman). Hal tersebut merupakan wujud bahasa verbal dan
nonverbal yang mampu menyampaikan maksud kesantunan. Bahasa verbal dan
nonverbal tersebut akan mudah dipahami bila ada konteks yang melingkupinya.
Dengan demikian, maksud akan tersampaikan dengan baik tanpa terjadi salah
tafsir. Jika peran antara bahasa verbal dan nonverbal dapat diekspresikan dengan
maksimal tentu maksud akan tersampaikan dengan baik. Gaya berbahasa dengan
bahasa verbal dan nonverbal seseorang bergantung pada individu tertentu.
Bahfiarti (2013: 56) mengemukakan bahwa manusia disebut sebagai
makhluk sosial karena dalam diri manusia ada dorongan dan kebutuhan untuk
beradaptasi, berinteraksi dengan orang lain. Manusia juga tidak dapat hidup
sendiri. Manusia memerlukan bahasa untuk berinteraksi. Bahasa verbal dan
bahasa nonverbal sebagai alat komunikasi yang digunakan manusia untuk
berinteraksi sosial dengan orang-orang di sekitarnya, termasuk orang-orang yang
memiliki latar belakang budaya yang berbeda. Pragmatik sebagai ilmu bahasa
yang mengkaji pemakaian bahasa di lingkungan masyarakat berdasarkan konteks.
Levinson (1983: 7) mengemukakan bahwa pragmatik merupakan kajian tentang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
4
hubungan antara bahasa dan konteks yang secara tata bahasa, atau dikodekan
dalam struktur bahasa.
Ellen (2006) mengemukakan bahwa kesantunan berbahasa merupakan salah
satu cabang pragmatik kontemporer yang lebih populer dan merupakan peranti
yang digunakan secara luas dalam berbagai kajian komunikasi antarbudaya.
Artinya, kajian pragmatik dapat menganalisis kesantunan berbahasa yang
berkaitan dengan pemakaian bahasa dalam lingkungan budaya masyarakat.
Gunawan (2013: 8) mengemukakan bahwa kesantunan berbahasa sangat perlu
untuk dikaji karena kegiatan berbahasa tidak luput dari kehidupan manusia.
Kesantunan merupakan sebuah istilah yang berkaitan dengan kesopanan, rasa
hormat, sikap yang baik, atau perilaku yang pantas. Sejalan dengan hal tersebut,
penelitian ini akan mengkaji pemakaian bahasa verbal dan nonverbal sebagai
manifestasi kesantunan berbahasa masyarakat Sunda di Kecamatan Sindangkasih,
Kabupaten Ciamis, Jawa Barat.
Pranowo (2009: 4) mengemukakan bahwa dalam bahasa lisan, kesantunan
juga dipengaruhi oleh faktor bahasa nonverbal, seperti gerak gerik anggota tubuh,
kerlingan mata, gelengan kepala, acungan tangan, kepalan tangan, tangan
berkacak pinggang, dan sebagainya. Saat penutur mengungkapkan gagasannya,
penutur dan mitra tutur harus memperhatikan kesantunan. Bahasa nonverbal
belum banyak dikaji oleh para linguis Indonesia, padahal bahasa nonverbal
berpengaruh besar dalam berkomunikasi. Saat ini penutur dan mitra tutur
seringkali tidak menyadari peran penting bahasa nonverbal dalam berkomunikasi.
Padahal, sebesar 93 % bahasa nonverbal mampu memperjelas pesan kesantunan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
5
saat berkomunikasi. Kesantunan dalam berkomunikasi yaitu tersampaikannya
maksud dari kedua pihak melalui bahasa verbal dan nonverbal dengan
kemampuan menjaga harga diri antara penutur dan mitra tutur berdasarkan norma.
Hal yang perlu disadari bahwa bahasa nonverbal pun memiliki peran
penting dalam menyampaikan maksud kesantunan. Faktanya bahwa selain bahasa
verbal, bahasa nonverbal pun mampu memberikan kontribusi besar dalam
berkomunikasi. Hasil penelitian Mehrabian (Lapakko, 2007: 2) mengatakan
bahwa saat berkomunikasi verbal lisan, justru didominasi oleh bahasa nonverbal,
93% menggunakan bahasa nonverbal dan sisanya sebesar 7 % hanya bahasa
verbal. Dalam kehidupan sehari-hari kesantunan berbahasa suatu masyarakat
bukan hanya berkaitan dengan bahasa verbal saja, tetapi juga berikatan dengan
bahasa nonverbal. Mehrabian (2017: 3) menunjukkan beberapa hasil penelitian
terdahulu bahwa bahasa nonverbal dalam berkomunikasi adalah fenomena
komunikasi yang kompleks dan berkontribusi besar pada penyampaian pesan.
Artinya, semakin jelas bahwa peran penting bahasa verbal dan nonverbal dalam
berkomunikasi bahwa pemakaian bahasa verbal dan nonverbal mampu
menunjukkan kesantunan. Bahasa verbal dan nonverbal sebagai manifestasi
kesantunan berarti bahwa bahasa sebagaai alat komunikasi yang mampu
menunjukkan maksud kesantunan dari kedua pihak (penutur dan mitra tutur).
Kajian etnopragmatik sebagai kajian yang relevan untuk memandang lebih
spesifik terhadap maksud pemakaian bahasa verbal dan nonverbal berdasarkan
latar belakang sosial dan budaya. Oleh karena itu, penelitian ini akan
mendeskripsikan wujud, fungsi, dan makna pragmatik pemakaian bahasa verbal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
6
dan nonverbal masyarakat Sunda sebagai manifestasi kesantunan berbahasa.
Penelitian ini sebagai penelitian awal yang membenarkan bahwa kesantunan dapat
teridentifikasi melalui pemakaian bahasa verbal dan nonverbal. Etnopragmatik
menjadi landasan berpikir dalam penelitian ini untuk mengungkapkan wujud,
fungsi, dan makna pragmatik pemakaian bahasa verbal dan nonverbal sebagai
manifestasi kesantunan.
1.2 Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, kajian
ini akan meneliti kesantunan masyarakat Sunda melalui pemakaian bahasa verbal
dan nonverbal secara mendalam. Namun, mengingat akan kedalaman dari kajian
pustaka, ketepatan pembahasan, serta ketelitian hasil penelitian, penelitian ini
dibatasi oleh beberapa hal berikut.
1. Penelitian ini dibatasi pada bahasa nonverbal kinestetik atau gerak tubuh,
yaitu bahasa nonverbal fasial (ekspresi wajah), bahasa nonverbal gestural
(gerakan sebagian anggota badan yaitu mata dan gerakan tangan), dan bahasa
nonverbal postural (gerakan seluruh anggota badan seperti gerakan badan
yang berpindah posisi). Peneliti membatasi hal tersebut untuk mengkaji
secara mendalam bahasa nonverbal yang mengandung makna kesantunan.
2. Penelitian ini dibatasi pada pemakaian bahasa verbal dan nonverbal
masyarakat Sunda di Kecamatan Sindangkasih sebagai sumber data
penelitian. Peneliti membatasi penelitian ini hanya di Kecamatan
Sindangkasih sebagai penelitian awal dan sebagai upaya pemertahanan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
7
kesantunan berbahasa dan sebagai bentuk sumbangsih penelitian
etnopragmatik di tanah kelahiran peneliti.
3. Penelitian ini juga dibatasi oleh kegiatan rutin dalam acara pengajian, PKK,
posyandu, dan sosialisasi pada sembilan desa sebagai bentuk interaksi
masyarakat Sunda di Kecamatan Sindangkasih. Peneliti membatasi hal
tersebut untuk mengkaji secara mendalam bahasa verbal dan nonverbal yang
mengandung makna kesantunan.
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah di atas, rumusan masalah
utama dalam penelitian ini yaitu “Bagaimana pemakaian bahasa bahasa verbal
dan nonverbal masyarakat Sunda sebagai manifestasi kesantunan berbahasa?”
Berdasarkan rumusan masalah utama di atas, disusun submasalah sebagai
berikut.
1. Wujud bahasa verbal dan nonverbal apa sajakah yang dipakai masyarakat
Sunda sebagai manifestasi kesantunan berbahasa?
2. Fungsi bahasa verbal dan nonverbal apa sajakah yang dipakai masyarakat
Sunda sebagai manifestasi kesantunan berbahasa?
3. Makna pragmatik bahasa verbal dan nonverbal apa sajakah yang dipakai
masyarakat Sunda sebagai manifestasi kesantunan berbahasa?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
8
1.4 Tujuan Penelitian
Selaras dengan rumusan masalah dalam penelitian ini, tujuan penelitian ini
yaitu untuk mendeskripsikan pemakaian bahasa verbal dan nonverbal
masyarakat Sunda sebagai manifestasi kesantunan berbahasa. Kemudian tujuan
dari sub-sub tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan wujud pemakaian bahasa verbal dan nonverbal masyarakat
Sunda sebagai manifestasi kesantunan berbahasa.
2. Mendeskripsikan fungsi pemakaian bahasa verbal dan nonverbal masyarakat
Sunda dalam berkomunikasi sebagai manifestasi kesantunan berbahasa.
3. Mendeskripsikan makna pragmatik pemakaian bahasa verbal dan nonverbal
masyarakat Sunda sebagai manifestasi kesantunan berbahasa.
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian pemakaian bahasa verbal dan nonverbal sebagai manifestasi
kesantunan masyarakat Sunda diharapkan dapat bermanfaat bagi khalayak yang
memerlukan kajian ini. Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dibahas pada
subbab sebelumnya, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
khalayak baik manfaat teoretis dan praktis.
1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan gagasan baru dalam khazanah
linguistik, khususnya bidang kajian pragmatik. Penelitian pemakaian bahasa
verbal dan nonverbal sebagai manifestasi kesantunan masyarakat Sunda dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
9
memperluas kajian dan memperdalam wawasan teoretis tentang kesantunan
berbahasa baik dalam konteks bahasa verbal maupun nonverbal sebagai salah satu
fenomena pragmatik yang baru dan perlu dikaji.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat praktis bagi
masyarakat Sunda di Kecamatan Sindangkasih dan para mahasiswa Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia. Manfaat praktis dari penelitian ini yaitu dapat
memberikan sumbangan aplikatif dalam kehidupan bermasyarakat dan dapat
memberikan sumbangan aplikatif dalam bidang pendidikan. Manfaat praktis
tersebut dapat dirinci sebagai berikut.
a. Bagi Masyarakat Sunda di Kecamatan Sindangkasih
Hasil penelitian tentang pemakaian bahasa verbal dan nonverbal sebagai
manifestasi kesantunan masyarakat Sunda diharapkan dapat memberikan
gambaran, masukan, dan pemahaman bagi para masyarakat Sunda di Kecamatan
Sindangkasih untuk mempertimbangkan bentuk-bentuk kesantunan berbahasa
melalui bahasa verbal dan nonverbal dalam praktik berkomunikasi. Hasil dari
temuan tersebut kemudian dapat digunakan sebagai acuan untuk
mengimplementasikan kesantunan agar masyarakat Sunda di Kecamatan
Sindangkasih tetap melestarikan kebudayaan sebagai norma dalam bermasyarakat
dengan memperhatikan kesantunan melalui bahasa verbal dan bahasa nonverbal.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
10
b. Bagi Para Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Hasil penelitian tentang pemakaian bahasa verbal dan nonverbal sebagai
manifestasi kesantunan masyarakat Sunda ini diharapkan dapat dijadikan referensi
bagi para mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, baik jenjang S-1
dan S-2 untuk menambah wawasan mengenai kajian linguistik, khususnya bidang
kajian pragmatik. Kajian dalam penelitian ini difokuskan pada kesantunan melalui
bahasa verbal dan bahasa nonverbal masyarakat Sunda di Kecamatan
Sindangkasih. Hasil dari temuan tersebut kemudian dapat digunakan sebagai
acuan untuk melaksanakan penelitian selanjutnya. Bahkan hasil penelitian ini
dapat dijadikan acuan dalam praktik untuk mengimplementasikan kesantunan
melalui bahasa verbal dan bahasa nonverbal.
1.6 Definisi Istilah
Definisi istilah dalam penelitian ini merupakan istilah-istilah penting yang
digunakan peneliti untuk memahami dan membatasi informasi yang akan
ditemukan di lapangan. Peneliti akan mengidentifikasi dan mengklasifikasikan
informasi tersebut untuk menjawab rumusan dan subrumusan masalah yang telah
dituliskan sebelumnya. Berikut ini merupakan beberapa istilah yang digunakan
dalam penelitian ini.
1. Pragmatik adalah kajian pemakaian bahasa berdasarkan konteks
pemakaiannya. Kajian ini difokuskan pada pemakaian bahasa verbal dan
nonverbal sebagai konteks untuk mengidentifikasi kesantunan berbahasa
Sunda masyarakat di Kecamatan Sindangkasih.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
11
2. Etnopragmatik adalah kajian interdisipliner antara etnografi dan pragmatik.
Dengan demikian, etnopragmatik adalah kajian pemakaian bahasa suatu etnis
tertentu atas dasar latar belakang kebudayaannnya.
3. Bahasa nonverbal adalah bahasa selain kata yang digunakan sebagai konteks
bahasa verbal dalam berkomunikasi.
4. Kesantunan berbahasa Sunda adalah kesanggupan seseorang memakai bahasa
Sunda untuk menjaga harkat dan martabat dirinya tanpa menyinggung
perasaan mitra tuturnya.
5. Wujud bahasa verbal dan nonverbal adalah rupa atau bentuk bahasa nonverbal
yang digunakan kelompok masyarakat Sunda dalam berbahasa untuk menjaga
kesantunan.
6. Fungsi bahasa verbal dan nonverbal adalah peran bahasa verbal yang
digunakan untuk mengungkapkan pemakaian bahasa yang digunakan
kelompok masyarakat Sunda dalam berbahasa untuk menjaga kesantunan.
7. Makna pragmatik (maksud) adalah pesan yang ingin disampaikan oleh penutur
kepada mitra tutur dalam berkomunikasi pada berbagai acara untuk
mengungkapkan kesantunan.
1.7 Sistematika Penelitian
Penelitian ini terdiri dari lima bab, berikut ini adalah uraian sistematis
penelitian ini. Bab I berisi tentang pendahuluan terdiri dari latar belakang,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi istilah, dan
sistematika penelitian. Bab II merupakan landasan teori berisi integrasi hasil
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
12
penelitian terdahulu dan teori-teori relevan serta kerangka berpikir. Bab III berisi
tentang metodologi penelitian terdiri dari jenis penelitian, data dan sumber data,
metode dan teknik pengumpulan data, instrumen, metode teknik analisis data,
serta triangulasi data. Bab IV berisi tentang deskripsi dan analisis data, serta
pembahasan. Bab V merupakan penutup yang berisi simpulan penelitian, dan
saran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
13
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Kajian Teori
Penelitian ini mengacu pada teori-teori yang dijadikan landasan berpikir
bagi peneliti. Penelitian menggunakan beberapa kajian teori yang relevan,
meliputi teori pragmatik, kesantunan, bahasa verbal dan nonverbal, dan
etnopragmatik. Kajian teori tersebut menjadi fokus untuk digunakan dalam
penelitian ini. Kajian teori pada penelitian ini adalah sebagai berikut.
2.1.1 Bahasa Verbal dan Nonverbal sebagai Alat Komunikasi
Chaer (2012: 31) mengemukakan bahwa bahasa diartikan sebagai alat
komunikasi. Knapp & Hall (2002) mengemukakan bahwa komunikasi verbal dan
komunikasi nonverbal merupakan komunikasi secara umum. Komunikasi verbal
adalah komunikasi yang menggunakan kata-kata, sedangkan komunikasi
nonverbal mengacu pada beberapa cara selain penggunaan kata-kata yaitu kontak
mata, bahasa tubuh atau isyarat vokal.
Sejalan dengan hal tersebut, Pranowo (2009: 3) mengemukakan bahwa
bahasa verbal adalah bahasa yang diungkapkan dengan kata-kata dalam bentuk
ujaran atau tulisan, sedangkan bahasa nonverbal adalah bahasa yang diungkapkan
dalam bentuk mimik, gerak tubuh, sikap, atau perilaku. Memang, pemakaian
bahasa yang mudah dilihat dan diamati adalah bahasa verbal berupa kata-kata atau
ujaran. Namun, di samping itu terdapat pula bahasa nonverbal berupa mimik,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
14
gerak gerik tubuh, sikap, atau perilaku yang mendukung pengungkapan maksud
penutur.
Dengan demikian, bahasa verbal dan nonvebal sebagai alat komunikasi
mengungkapkan pikiran atau perasaan individu. Bahasa verbal merupakan bahasa
yang disampaikan melalui aspek linguistik (bunyi, kata, kalimat, dan makna) yang
membentuk tuturan, sedangkan bahasa nonverbal adalah bahasa yang disampaikan
melalui aspek nonlinguistik yaitu penyampaian pesan yang mengacu pada
beberapa cara selain penggunaan kata, yaitu kontak mata, gerakan anggota badan
seperti ekspresi wajah, gerakan mata, gerakan kepala, gerakan tangan, gerakan
badan, atau kombinasi yang satu dengan yang lain. Jadi, dapat dipahami bahwa
bahasa sebagai alat komunikasi dalam suatu kelompok masyarakat untuk
mengungkapkan pikiran dan perasaan individu dinyatakan dalam bentuk lambang
atau simbol, seperti lisan, tulisan, isyarat, bilangan, lukisan maupun mimik yang
digunakan untuk mengungkapkan sesuatu. Bahasa sebagai fungsi dari komunikasi
memungkinkan dua individu atau lebih mengekspresikan berbagai ide, arti,
perasaan, dan pengalaman.
Beberapa penelitian terdahulu mengenai pengaruh besar bahasa nonverbal
adalah sebagai berikut. Mehrabian (2017: 3) menunjukkan beberapa hasil
penelitian terdahulu mengenai komunikasi bahasa nonverbal bahwa bahasa
nonverbal dalam berkomunikasi adalah fenomena komunikasi yang kompleks dan
berkontribusi besar pada penyampaian pesan. Jika berkomuniksi hanya dengan
bahasa verbal saja, komunikasi tersebut merupakan komunikasi yang tidak
konsisten dalam menyampaikan pesan (Arglye, Salter, Nicholson, Williams, dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
15
Burgess, 1970; Beakel dan Mehrabian, 1969; Mehrabian, 1970e; Schuham, 1976;
Weakland, 1961). Mehrabian (1968) mengungkapkan bahwa danpak total dari
suatu pesan yang merupakan fungsi dari formula berikut: Danpak total = 0,07
verbal + 0,38 vokal + 0,55 wajah (DeVito, 2004: 198).
Berdasarkan penelitian terdahulu tersebut dapat disimpulkan bahwa bahasa
nonverbal berpengaruh besar dalam menyampaikan maksud. Knapp & Hall (2002)
mengemukakan bahwa komunikasi bahasa nonverbal mengacu pada beberapa cara
selain penggunaan kata-kata yaitu kontak mata, bahasa tubuh atau isyarat vokal.
Pranowo (2009: 3) mengemukakan bahwa bahasa nonverbal adalah bahasa yang
diungkapkan dalam bentuk mimik, gerak tubuh, sikap, atau perilaku. Indriani
(2016: 39) mengemukakan bahwa komunikasi bahasa nonverbal adalah tindakan
seseorang dalam berkomunikasi yang bukan berupa ucapan dan kata-kata, tetapi
berupa gerakan anggota badan seperti ekspresi wajah, gerakan mata, gerakan
kepala, gerakan tangan, gerakan badan, atau kombinasi yang satu dengan yang
lain.
Argyle (1972) mempertimbangkan bahwa ada tiga bentuk komunikasi
bahasa nonverbal yaitu (1) komunikasi bahasa nonverbal sikap, emosi,
manipulasi, dan situasi langsung; (2) komunikasi bahasa nonverbal sebagai
pendukung dan pelengkap komunikasi verbal; (3) komunikasi bahasa nonverbal
sebagai pengganti bahasa. Berdasarkan tiga bentuk komunikasi bahasa nonverbal
tersebut, semakin jelas bahwa bahasa nonverbal berpengaruh besar dalam
penyampaian maksud dalam berkomunikasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa
saat berkomunikasi, kontak mata antara penutur dan mitra tutur, ekspresi wajah,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
16
gerak anggota tubuh penutur atau mitra tutur menjadi aspek-aspek penting dalam
berkomunikasi yang dapat menyampaikan maksud.
Dengan demikian, pemakaian bahasa verbal dan nonverbal secara tepat
mampu menyampaikan maksud kesantunan saat berkomunikasi. Berkenaan
dengan hal tersebut, bahasa verbal merupakan bahasa yang disampaikan melalui
aspek linguistik (bunyi, kata, kalimat, dan makna) membentuk kalimat tuturan,
sedangkan bahasa nonverbal adalah bahasa yang disampaikan melalui aspek
nonlinguistik yaitu penyampaian pesan yang mengacu pada beberapa cara selain
penggunaan kata-kata yaitu kontak mata, gerakan anggota badan seperti ekspresi
wajah, gerakan mata, gerakan kepala, gerakan tangan, gerakan badan, atau
kombinasi yang satu dengan yang lain. Berdasarkan pertimbangan yang
dikemukakan oleh Argyle (1972) bahwa bahasa nonverbal mampu sebagai
pendukung dan pelengkap komunikasi verbal bahkan bahasa nonverbal juga
mampu mewakili bahasa verbal. Peran bahasa nonverbal jauh lebih banyak
dibandingkan dengan bahasa verbal. Secara umum, bahasa verbal hanya
mengambil porsi 7% dari seluruh tindak komunikasi, sedangkan bahasa nonverbal
mengambil peran mencapai 97%. Dengan demikian, para ahli pragmatik sudah
berada pada jalur yang benar memberi porsi kajian bahasa nonverbal sebagai salah
objek kajian yang penting.
2.1.2 Wujud Bahasa Verbal dan Nonverbal
Ruesch dan Kees (dalam Wang, 2009) membagi bahasa nonverbal menjadi
tiga, yaitu (1) sign language atau sinyal bahasa; (2) action language atau gerak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
17
bahasa; dan (3) object language atau kategori benda lainnya. Wang (2009)
mengklasifikasikan bahasa nonverbal yang berakar dari Ruesch dan Kees (1961)
menjadi tujuh, yaitu (1) body behavior atau sikap tubuh; (2) general appearance
and dress atau asesoris umum dan pakaian; (3) body movement atau gerak tubuh;
(4) posture atau postur; (5) space and distance atau jarak dan spasial; (6) silence
atau kesunyian; dan (7) sign and symbols atau tanda dan simbol. Kemudian,
Duncan (dalam Rakhmat, 2012: 285) mengemukakan bahwa bahasa nonverbal
diklasifikasikan menjadi enam yaitu pesan kinestetik, paralinguistik, proksemik,
olfaksi, sensitivitas kulit, dan artifaktual.
1) Pesan Kinestetik
Bidang yang menelaah bahasa tubuh adalah kinesika (kinesics) sebagai suatu
istilah yang diciptakan seorang perintis studi bahasa nonverbal, Ray
L.Bridwhistell. Setiap anggota tubuh seperti wajah (termasuk senyuman dan
pandangan mata), tangan, kepala dan kaki bahkan tubuh secara keseluruhan dapat
digunakan sebagai isyarat simbolik. Pesan kinestetik atau pesan gerak tubuh yaitu
pesan menggunakan gerakan tubuh yang berarti, terdiri dari tiga komponen utama
yaitu: pesan fasial, pesan gestural, dan pesan postural.
a. Pesan fasial
Pesan ini menggunakan raut muka untuk menyampaikan makna tertentu.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa wajah dapat menyampaikan paling
sedikit sepuluh kelompok makna: kebahagiaan, rasa terkejut, ketakutan,
kemarahan, kesedihan, kemuakan, pengecaman, minat, ketakjuban, dan tekad.
Leathers (1976) menyimpulkan penelitian tentang wajah sebagai berikut: 1)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
18
Wajah mengomunikasikan penilaian tentang ekspresi senang dan tak senang, yang
menunjukkan komunikator memandang objek penelitiannya baik atau buruk. 2)
Wajah mengomunikasikan minat seseorang kepada orang lain atau lingkungan. 3)
Wajah mengomunikasikan intensitas keterlibatan suatu situasi. 4) Wajah
mengomunikasikan tingkat pengendalian individu terhadap pernyataannya sendiri.
5) Wajah mungkin mengomunikasikan kurangnya pengertian. Wainwright (1999)
mengemukakan bahwa seseorang melakukan kontak mata ketika: 1) mencari
informasi; 2) menujukkan perhatian dan ketertarikan; 3) mengajak dan
mengendalikan interaksi; 4) mendominasi, mengancam, dan mempengaruhi orang
lain; 5) memberikan umpan balik pada saat berbicara; dan 6) mengemukakan
sikap.
Berdasarkan beberapa pendapat yang dikemukakan tersebut, pesan fasial
ditunjukkan oleh raut muka seseorang saat berkomunikasi. Penelitian pemakaian
bahasa verbal dan nonverbal sebagai manifestasi kesantunan masyarakat Sunda ini
menunjukkan bahwa pesan fasial sebagai salah satu komponen pesan kinestetik
yang dapat menyampaikan maksud kesantunan dalam komunikasi. Artinya, sikap
santun dapat ditunjukkan melalui raut muka untuk berbagai hal, seperti 1) mencari
informasi; 2) menujukkan perhatian dan ketertarikan; 3) mengajak dan
mengendalikan interaksi; 4) mendominasi, mengancam, dan mempengaruhi orang
lain; 5) memberikan umpan balik pada saat berbicara; dan 6) mengemukakan
sikap.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
19
b. Pesan gestural
Pesan gestural menunjukkan gerakan sebagian anggota badan seperti mata
dan tangan untuk mengomunikasikan berbagai makna. Menurut Galloway, pesan
ini berfungsi untuk mengungkapkan: (1) Mendorong/membatasi; (2)
Menyesuaikan/mempertentangkan; (3) Responsif/tak responsif; (4) Perasaan
positif/negative; 5) Memperhatikan/tidak memperhatikan; (6) Melancarkan/tidak
reseptif; dan 7) Menyetujui/menolak. Pesan gestural yang mempertentangkan
terjadi bila pesan gestural memberikan arti lain dari pesan verbal atau pesan
lainnya. Pesan gestural tak responsif menunjukkan gestur yang yang tidak ada
kaitannya dengan pesan yang diresponnya. Pesan gestural negatif mengungkapkan
sikap dingin, merendahkan, atau menolak. Pesan gestural tak responsif
mengabaikan permintaan untuk bertindak.
Ruben dan Stewart (2013: 175) mengemukakan bahwa gerakan tubuh dapat
menyampaikan maksud, yaitu: (1) penegas dan pemandu bahwa isyarat tubuh
digunakan untuk menggarisbawahi atau menekankan komunikasi verbal; (2)
Sinyal ya-tidak bahwa isyarat dengan cara menggerakkan kepala sebagai wujud
persetujuan dan ketidaksetujuan; (3) salam dan memberi hormat bahwa isyarat
nonverbal yang dapat berbentuk jabat tangan, pelukan, bahkan ciuman sebagai
ungkapan rasa senang dan hormat terhadap orang lain; (4) tanda ikatan bahwa
salah satu kategori gestur yang menunjukkan dalam suatu hubungan; (5) gerak
isolasi bahwa gerak tubuh yang umum digunakan untuk menyembunyikan bagian
tubuh dari pandangan orang lain; dan (6) gerak isyarat lainnya bahwa berbagai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
20
gerak lainnya yang memiliki makna simbolik tertentu seperti berdiri,
membungkuk, berlutut, dan sebagainya.
c. Pesan postural
Pesan postural berkaitan dengan keseluruhan anggota badan. Mehrabian
menyebutkan tiga makna yang dapat disampaikan postur: 1) Immediacy
merupakan ungkapan kesukaan atau ketidaksukaan terhadap individu yang lain.
Postur yang condong ke jarah lawan bicara menunjukkan kesukaan atau penilaian
positif. 2) Power mengungkapkan status yang tinggi pada diri komunikator. 3)
Responsiveness yaitu individu mengkomunikasikannya bila ia bereaksi secara
emosional pada lingkungan, baik positif maupun negatif.
2) Paralinguistik
Pesan paralinguistik merupakan pesan nonverbal yang berhubungan dengan
cara mengucapkan pesan verbal. Satu pesan verbal yang sama dapat
menyampaikan arti yang berbeda bila diucapkan dengan cara yang berbeda. Hal-
hal yang membedakan antara lain: nada, kualitas suara, volume, kecepatan, dan
ritme. Secara keseluruhan, pesan paralinguistik merupakan alat yang paling
cermat unuk menyampaikan perasaan kita kepada orang lain. Nada dapat
mengungkapkan gairah, ketakutan, kesedihan, kesungguhan, atau kasih sayang.
Kualitas suara menunjukkan ‘penuh’ atau ‘tipisnya’ suara, sedangkan volume
menunjukkan tinggi-rendah suara.
3) Proksemik
Pesan ini disampaikan melalui pengaturan jarak dan ruang. Pada umumnya,
dengan mengatur jarak, kita mengungkapkan keakraban kita dengan orang lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
21
Pesan ini juga diungkapkan dengan mengatur ruangan objek dan rancangan
interior. Pesan ini dapat mengungkapkan status sosial, keterbukaan, dan
keakraban.
4) Olfaksi atau penciuman
Olfaksi atau penciuman adalah the most experience of sense. Penglihatan tidak
berfungsi ketika tidak ada cahaya. Telinga boleh mendengarkan, tetapi tidak
mendengar. Indera pencium bekerja setiap saat. Bau-bauan telah digunakan
manusia untuk berkomunikasi secara sadar dan tidak sadar. Dr.Harry Wiener dari
New York Medical College menyimpulkan bahwa menusia menyampaikan dan
menerima pesan kimiawi eksternal (external chemical messanger). Kebanyakan
komunikasi melalui bau-bauan berlangsung secara tidak sadar. Wewangian dapat
mengirim pesan sebagai godaan, rayuan, ekspresi femininitas atau maskulinitas.
5) Sensitivitas Kulit
Berbagai pesan atau perasaan dapat disampaikan melalui sentuhan, tetapi
yang paling sering dikomunikasikan antara lain: tanpa perhatian (detached), kasih
sayang (mothering), takut (fearful), marah (angry), dan bercanda (playful). Bau-
bauan telah digunakan manusia untuk berkomunikasi secara sadar maupun tidak
sadar. Saat ini orang-orang telah mencoba menggunakan bau-bauan buatan seperti
parfum untuk menyampaikan pesan.
6) Artifaktual
Pesan ini diungkapkan melalui penampilan, body image, pakaian, kosmetik,
dan sebagainya. Umumnya pakaian kita pergunakan untuk menyampaikan
identitas kita, yang berarti menunjukkan kepada orang lain bagaimana perilaku
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
22
kita dan bagaimana orang lain sepatutnya memperlakukan kita. Selain itu pakaian
juga berguna untuk mengungkapkan perasaan (misal pakaian hitam berarti duka
cita) dan formalitas (misal sandal untuk situasi informal dan batik untuk situasi
formal). Studi tentang sentuh-menyentuh disebut haptika (haptics). Sentuhan
adalah suatu perilaku yang multimakna, dapat menggantikan seribu makna.
Sentuhan tidak bersifat acak, melainkan suatu strategi komunikasi. Beberapa studi
menunjukkan bahwa sentuhan bersifat persuasif.
Leathers (1976) mengklasifikasikan bahasa nonverbal menjadi tiga, adalah
sebagai berikut.
1. Pesan nonverbal visual, yaitu: kinestetik, proksemik, dan artifaktual.
2. Pesan nonverbal auditif, yaitu pesan paralinguistik.
3. Pesan nonverbal nonvisual nonauditif, yaitu sentuhan dan penciuman.
Berdasarkan klasifikasi jenis-jenis bahasa nonverbal yang telah dipaparkan
oleh para ahli tersebut, peneliti memfokuskan pada bahasa nonverbal kinestetik
sebagai wujud bahasa nonverbal masyarakat Sunda. Bahasa nonverbal kinestetik
terdiri atas pesan fasial, pesan gestural, dan pesan postural. Artinya, peneliti
memfokuskan pada ekspresi wajah, kontak mata, dan gerakan anggota badan,
seperti gerakan tangan dan gerakan kepala hingga gerakan seluruh anggota badan
sebagai wujud kesantunan berbahasa masyarakat Sunda. Wujud-wujud bahasa
nonverbal tersebut merupakan jenis bahasa nonverbal yang seringkali dipakai saat
berkomunikasi dalam kegiatan rutin di setiap desa.
Dengan demikian, wujud bahasa verbal dalam penelitian ini yaitu tindak
tutur yang disertai gerak kinestetik penutur dan mitra tutur saat berkomunikasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
23
Tindak tutur sebagai wujud bahasa verbal dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut: (1) lokusi, yaitu tuturan yang bermakna secara semantik; (2) ilokusi, yaitu
tuturan yang bermakna secara pragmatik; dan (3) perlokusi, yaitu makna yang
timbul sebagai hasil atau efek dari tuturan yang diujarkan oleh penutur. Jadi,
wujud bahasa verbal berupa aspek linguistik (kalimat dan makna) yang
membentuk tuturan yang disertai wujud bahasa nonverbal melalui pesan kinestetik
berupa: raut/ekspresi wajah menunjukkan pesan fasial. Sikap santun dapat
ditunjukkan melalui raut muka untuk berbagai hal, seperti 1) mencari informasi;
2) menujukkan perhatian dan ketertarikan; 3) mengajak dan mengendalikan
interaksi; 4) mendominasi, mengancam, dan mempengaruhi orang lain; 5)
memberikan umpan balik pada saat berbicara; dan 6) mengemukakan sikap.
Kemudian, gerakan sebagian anggota badan yaitu mata dan gerakan tangan yang
menunjukkan pesan gestural serta gerakan sebagian anggota badan yaitu mata dan
gerakan tangan yang menunjukkan pesan gestural; gerakan seluruh anggota badan
yang menunjukkan pesan postural.
2.1.3 Fungsi Bahasa Verbal dan Nonverbal
Fungsi bahasa dalam berkomunikasi adalah peran bahasa verbal dan
nonverbal yang digunakan kelompok masyarakat sosial dalam berkomunikasi.
Argyle (1988) mengemukakan bahwa terdapat lima fungsi komunikasi bahasa
nonverbal adalah sebagai berikut. (1) Ekspresi emosi, yaitu emosi diekspresikan
terutama melalui wajah, tubuh, dan suara; (2) Komunikasi sikap interpersonal
yaitu pembentukan dan pemeliharaan hubungan jika sering dilakukan melalui
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
24
sinyal bahasa nonverbal seperti nada suara, pandangan, sentuhan, dll.; (3)
Menemani dan mendukung pidato yaitu perilaku vokalisasi dan bahasa nonverbal
disinkronkan dengan ucapan dalam percakapan (menganggukkan kepala
seseorang atau menggunakan frasa seperti “uh-tuh” ketika orang lain berbicara);
(4) Self presentation yaitu mempresentasikan diri kepada orang lain melalui
atribut bahasa nonverbal seperti penampilan; serta (5) Ritual yaitu penggunaan
salam atau jabat tangan. Komunikasi bahasa nonverbal lebih dipercaya daripada
komunikasi verbal ketika keduanya tidak sesuai (Knapp, 1972; Malandro dan
Barker, 1983; Mehrabian, 1981).
Bahasa nonverbal memiliki fungsi yang dapat menjelaskan maksud dari
pesan-pesan yang disampaikan melalui bahasa verbal. Knapp (1972: 9)
mengemukakan lima fungsi pesan nonverbal yaitu: (1) repetisi, mengulang
kembali gagasan yang sudah disajikan secara verbal; (2) subtitusi, menggantikan
lambang verbal; (3) kontradiksi, menolak pesan verbal atau memberikan makna
yang lain terhadap pesan verbal; (4) komplemen, melengkapi dan memperkaya
makna pesan nonverbal; dan (5) aksentuasi, menegaskan pesan verbal atau
menggaris bawahinya.
Bahasa nonverbal merupakan komponen pendukung untuk terciptanya
makna komunikasi. Meskipun sebagai pendukung, bahasa nonverbal mempunyai
peranan yang penting. Menurut Ekman (1965) dan Knapp (1978), komunikasi
nonverbal dapat menjalankan sejumlah fungsi penting. Berikut ini merupakan
fungsi komunikasi nonverbal yaitu: (1) Untuk menekankan, yaitu menonjolkan
atau menekankan beberapa bagian dari pesan verbal; (2) Untuk melengkapi, yaitu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
25
untuk memperkuat warna atau sikap umum yang dikomunikasikan oleh pesan
verbal; (3) Menunjukkan kontradiksi, yaitu komunikasi nonverbal dapat
digunakan secara sengaja untuk mempertentangkan pesan verbal kita dengan
gerakan nonverbal; (4) Untuk mengatur, yaitu gerak-gerik nonverbal dapat
mengendalikan atau mengisyaratkan keinginian untuk mengatur arus pesan
verbal; (5) Untuk mengulangi, yaitu kita dapat mengulangi atau merumuskan
ulang makna pesan verbal; (6) Untuk menggantikan, yaitu komunikasi nonverbal
juga dapat menggantikan pesan verbal (DeVito, 2004: 193).
Dengan demikian, fungsi bahasa verbal dan nonverbal yaitu sebagai alat
untuk menyampaikan ide atau gagasan secara utuh kepada mitra tutur. Bahasa
verbal sebagai wujud tuturan lisan yang dinyatakan melalui bunyi dan bahasa
nonverbal sebagai bahasa yang mampu memperjelas tuturan tersebut. Sejalan
dengan kedua pendapat yang dikemukakan oleh Ekman (1965) dan Knapp (1978),
fungsi bahasa nonverbal yaitu: (1) repetisi/pengulangan bahwa bahasa nonverbal
mampu merumuskan kembali tuturan verbal yang kurang mampu dipahami; (2)
subtitusi/penggantian bahwa bahasa nonverbal mampu menggantikan bahasa
verbal; (3) kontradiksi/mempertentangkan bahwa mampu menunjukkan
kontradiksi antara tuturan verbal dan bahasa nonverbal; (4)
komplemen/melengkapi tuturan bahwa bahasa nonverbal mampu melengkapi
tuturan verbal; (5) aksentuasi/penekanan bahwa bahasa nonverbal mampu
menekankan tuturan verbal; dan (6) regulasi/mengatur bahwa bahasa nonverbal
mampu mengatur dan mengisyaratkan bahasa verbal.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
26
2.1.4 Makna Pragmatik Bahasa Verbal dan Nonverbal
Makna pragmatik pemakaian bahasa verbal dan nonverbal dalam penelitian
ini yaitu maksud penutur saat berkomunikasi. Makna pragmatik yang dimaksud
adalah makna yang ingin disampaikan oleh penutur berdasarkan konteks tuturan.
Oleh karena itu, makna pragmatik harus dipahami atas dasar konteks nonverbal
ketika penutur menyampaikan tuturan (bahasa verbal). Pranowo (2015)
mengemukakan mengenai tujuan studi bahasa dari sudut pandang pragmatik yaitu
ingin memahami maksud penutur melalui bahasa yang digunakan, atau
memahami fungsi komunikatif pemakaian bahasa. Artinya, ketika seseorang
berkomunikasi dengan orang lain, mereka ingin menyampaikan maksud tertentu
melalui makna-makna yang terdapat dalam bahasa. Namun, pada saat-saat
tertentu, makna yang terkandung dalam bahasa belum dapat dipahami oleh mitra
tutur karena ada gagasan penutur yang tidak dapat diwakili dengan kata-kata.
Gagasan yang tidak dapat diwakili oleh kata-kata padahal ingin diungkapkan oleh
penutur itulah yang dimaksud dengan konteks.
Fishman (1968) mengemukakan 4 ranah, yaitu (1) keluarga, (2)
ketetanggaan, (3) kerja, dan (4) agama. Greenfield (dalam Fasold, 1984: 181)
menggunakan 5 ranah dalam penelitiannya tentang pilihan bahasa orang Puerto
Rico di New York City, yaitu (1) keluarga, (2) kekariban, (3) agama, (4)
pendidikan, dan (5) kerja. Sementara itu, Sumarsono (2002: 266) menggunakan 7
ranah pengamatan dalam penelitian yang dilakukannya, yakni (1) keluarga, (2)
kekariban, (3) ketetanggaan, (4) pendidikan, (5) agama, (6) transaksi, dan (7)
pemerintahan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
27
Pemakaian bahasa Sunda dapat menunjukkan perilaku sosial (social
behavior) yang mengacu pada norma atau aturan setempat. Hal tersebut
menunjukkan bahwa pilihan bahasa merupakan suatu tanda solidaritas dan jati diri
kelompok. Fokus penelitian pemakaian bahasa verbal dan nonverbal masyarakat
Sunda di Kecamatan Sindangkasih didasarkan pada ranah-ranah tertentu yang
disesuaikan dengan jadwal rutin kegiatan di sembilan desa, yaitu (1) kegiatan
pengajian dalam ranah agama; (2) PKK dalam ranah kekariban, keluarga,
ketetanggan; (3) posyandu dalam ranah kekariban, keluarga, ketetanggan.
Kegiatan-kegiatan tersebut dapat didasarkan pada ranah agama, kekariban,
keluarga. Oleh karena itu, penelitian ini akan difokuskan pada makna pragmatik
tuturan masyarakat Sunda yang sedang berkomunikasi dalam situasi formal untuk
menjaga kesantunan.
2.1.5 Kajian Pragmatik
Pragmatik merupakan kajian ilmu bahasa yang mampu mengungkapkan
maksud berdasarkan konteks. Levinson (1983: 7) mengemukakan bahwa
pragmatik merupakan kajian tentang hubungan antara bahasa dan konteks yang
secara tata bahasa, atau dikodekan dalam struktur bahasa. Nababan (1978: 2)
mengemukakan bahwa pragmatik adalah kajian tentang kemampuan pemakaian
bahasa yang mengaitkan kalimat-kalimat dengan konteks-konteks yang sesuai
bagi kalimat-kalimat itu.
Kridalaksana (1993: 177) mengemukakan bahwa pragmatik juga diartikan
sebagai syarat-syarat yang mengakibatkan serasi-tidaknya pemakaian bahasa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
28
dalam komunikasi; aspek-aspek pemakaian bahasa atau konteks luar bahasa yang
memberikan sumbangan kepada makna ujaran. Rohmandi (2004: 2)
mengemukakan bahwa pragmatik merupakan studi kebahasaan yang terikat
konteks. Kemudian, Rahardi (2009: 21) menegaskan bahwa pragmatik merupakan
ilmu bahasa yang mempelajari kondisi penggunaan bahasa manusia, pada
dasarnya sangat ditentukan oleh konteks situasi yang mewadahi bahasa itu.
Berdasarkan beberapa pandangan tersebut, pragmatik memfokuskan aspek-aspek
di dalam dan di luar bahasa untuk diinterpretasi oleh penutur dan mitra tutur
sesuai dengan konteks yang mewadahi bahasa itu. Jadi, pragmatik adalah ilmu
bahasa yang mengkaji pemakaian bahasa untuk mengungkapkan maksud
berdasarkan konteks.
2.1.6 Konteks
McArthur (2001: 151) mengemukakan bahwa konteks didefinisikan sebagai
berikut: 1) Konteks atau ko-teks merupakan kalimat yang biasanya mendahului
dan mengikuti kalimat atau elemen bahasa lainnya; 2) Lingkungan linguistik,
situasional, sosial dan budaya dari unsur bahasa, tindakan, perilaku, dan lain-lain.
Malinowski (1923: 307) mengemukakan bahwa bahasa harus dianggap sebagai
modus tindakan, yaitu makna ucapan tidak berasal dari gagasan kata-kata yang
membentuknya tetapi dari hubungannya dengan konteks situasional di mana
ucapan itu terjadi. Malinowski menciptakan istilah "konteks situasi" ketika dia
mempelajari penduduk di Pulau Trobiand di Pasifik Selatan. Konteks situasi
mengacu pada gagasan konteks yang lebih luas atau kondisi umum di mana
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
29
bahasa diucapkan. Peran "konteks situasi" untuk menentukan makna dalam
penggunaan bahasa. Malinowski mencatat bahwa "... ucapan dan situasi terikat tak
dapat dipisahkan satu sama lain dan konteks situasi sangat diperlukan untuk
memahami kata-kata". Malinowski juga menunjukkan bahwa untuk memahami
arti dari apa yang dikatakan, seseorang seharusnya tidak hanya
mempertimbangkan konteks ujaran tertentu tetapi juga mempertimbangkan
karakteristik budaya masyarakat sebagaimana tercermin dalam konteks situasi di
mana tipe-tipe ujaran tertentu biasanya diproduksi sendiri dan dianggap tertanam
dalam konteks budaya.
Firth mengembangkan konsep tersebut bahwa konteks situasi tidak harus
ditafsirkan dalam istilah konkret sebagai semacam rekaman audiovisual dari 'alat
peraga' di sekitarnya, tetapi lebih merupakan representasi abstrak dari lingkungan
dalam hal kategori umum tertentu yang memiliki relevansi dengan teks (Halliday,
2001: 109). Firth menekankan sifat abstrak dari konteks dalam situasi, mencatat
bahwa konteks situasi bukan hanya latar belakang untuk kata-kata pada saat
tertentu, melainkan mencakup pengaturan budaya seluruh ujaran dan sejarah
pribadi para peserta. Konteks Firth mencakup konteks situasi mengenai faktor
linguistik dan konteks situasi mengenai faktor-faktor nonlinguistik.
Rahardi (2009: 21) menegaskan bahwa konteks yang dimaksud dapat
mencakup dua macam hal, yaitu konteks yang bersifat sosial dan konteks yang
bersifat sosietal. Konteks sosial adalah konteks yang timbul sebagai akibat dari
munculnya interaksi antaranggota masyarakat dalam suatu masyarakat sosial dan
budaya tertentu, sedangkan konteks sosietal adalah konteks yang faktor
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
30
penentunya adalah kedudukan (rank) dari anggota masyarakat dalam institusi-
institusi sosial yang ada di dalam masyarakat sosial dan budaya tertentu. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa menurut pakar bahasa ini dasar dari munculnya
konteks sosietal adalah adanya kekuasaan (power), sedangkan dasar dari
kemunculan konteks sosial itu adalah adanya solidaritas (solidarity).
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, konteks sangat berperan dalam
mengungkapkan maksud kesantunan. Penelitian pemakaian bahasa verbal dan
nonverbal sebagai manifestasi kesantunan masyarakat Sunda didasarkan pada
konteks yang melingkupinya. Konteks tersebut meliputi: (1) Konteks situasi
bukan hanya latar belakang untuk kata-kata pada saat tertentu, melainkan
mencakup pengaturan budaya seluruh ujaran dan sejarah pribadi para peserta.
Konteks situasi mencakup faktor linguistik dan faktor nonlinguistik. Faktor
linguistik yaitu konteks atau ko-teks merupakan kalimat yang biasanya
mendahului dan mengikuti kalimat atau elemen bahasa lainnya, sedangkan faktor
nonlinguitik yaitu konteks yang mengacu pada beberapa cara selain penggunaan
kata-kata yaitu kontak mata, gerakan anggota badan seperti ekspresi wajah,
gerakan mata, gerakan kepala, gerakan tangan, gerakan badan, atau kombinasi
yang satu dengan yang lain; (2) Konteks sosial dan budaya adalah hal-hal yang
timbul sebagai akibat dari munculnya interaksi antaranggota masyarakat dalam
budaya tertentu; dan (3) Konteks sosietal adalah hal-hal yang menjadi faktor
penentunya adalah kedudukan (rank) dari anggota masyarakat dalam institusi-
institusi sosial yang ada di dalam masyarakat sosial dan budaya tertentu. Hal ini
menunjukkan bahwa munculnya konteks sosietal adalah adanya kekuasaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
31
(power), sedangkan dasar dari kemunculan konteks sosial itu adalah adanya
solidaritas (solidarity). Dengan demikian, konteks yang dimaksud dalam
penelitian ini yaitu siapa penutur dan mitra tuturnya, tempat tuturan berlangsung,
waktu, situasi/suasana, dan budaya kesantunan masyarakat Sunda.
Pranowo (2015) mengemukakan mengenai tujuan studi bahasa dari sudut
pandang pragmatik yaitu ingin memahami maksud penutur melalui bahasa yang
digunakan, atau memahami fungsi komunikatif pemakaian bahasa. Artinya, ketika
seseorang berkomunikasi dengan orang lain, mereka ingin menyampaikan maksud
tertentu melalui makna-makna yang terdapat dalam bahasa. Namun, pada saat-saat
tertentu, makna yang terkandung dalam bahasa belum dapat dipahami oleh mitra
tutur karena ada gagasan penutur yang tidak dapat diwakili dengan kata-kata.
Gagasan yang tidak dapat diwakili oleh kata-kata padahal ingin diungkapkan oleh
penutur itulah yang dimaksud dengan konteks. Berikut ini merupakan identifikasi
dasar penentuan konteks.
a. Membangun dasar pemahaman yang sama
Pertanyaan seorang suami “Sudah jam berapa, ya Bu?” dan istri yang
ditanya kemudian menjawab “Kereta api belum lewat, tu Pak!”, penanya
kemudian mengatakan “O, ya sudah. Berarti masih ada waktu”. Komunikasi
antara suami dan istri seperti itu nampak tidak padu secara sintaktis (tidak
kohesif). Namun, kenyataannya sang suami merasa sudah cukup mendapat
informasi dari jawaban istrinya. Buktinya, suami tidak protes apa-apa tetapi justru
mengatakan “O, ya sudah berarti masih ada waktu”. Artinya, komunikasi tersebut
padu secara semantik (kohern). Hal tersebut terjadi karena suami dengan istrinya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
32
sama-sama memiliki dasar pemahaman yang sama (common ground) mengenai
soal waktu. Dasar pemahaman yang sama yang dimaksud adalah sama-sama
memiliki pemahaman mengenai konteks yang dimaksud. Tuturan suami-istri di
atas menjadi kohern karena keduanya sama-sama memiliki dasar pemahaman
yang sama (common ground) bahwa pada jam tertentu kereta api pasti lewat.
Sementara itu, ketika suaminya bertanya “Jam berapa?”, si istri tidak perlu pergi
melihat arloji penunjuk waktu yang ada di kamar tetapi dengan spontan
mengatakan “Kereta api belum lewat, tu Pak”. Inilah yang dimaksud salah satu
wujud konteks dalam bidang pragmatik. Konteks seperti itu disebut “dasar
pemahaman yang sama” bahwa penutur dan mitra tutur memiliki persepsi yang
sama terkait hal tersebut, sehingga tidak menghambat proses komunikasi.
Konteks dalam pragmatik selalu berada di luar teks.
b. Mengenali latar belakang budaya
Tuturan yang biasa diungkapkan oleh anak-anak Indonesia bagian timur.
Mereka sering memotong-motong kata atau sering kita mendengar istilah “delisi”
penghilangan sebagian suku kata, seperti “Sapi main bola, Mah”. Jika mitra tutur
hanya memahami secara linguistik, tentu tidak dapat menangkap maksud penutur.
Bagaimana mungkin Sapi main bola. Padahal, penutur ketika berujar memotong
kata “saya” menjadi “Sa-” dan “pigi/pergi” menjadi “pi-“sehingga “Saya pingin”
hanya diucapkan menjadi “Sapi”. Bagi penutur yang sama-sama orang Indonesia
Timur, mendengar ujaran seperti itu dapat dengan mudah memahami maksud
penutur. Penutur tidak ingin mengatakan bahwa “Lembu bermain bola” tetapi
minta izin kepada Ibunya untuk pergi bermain bola. Hal demikian hanya dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
33
dipahami jika penutur dan mitra tutur sama-sama memahami latar belakang
budaya bertutur sehari-hari dalam masyarakat masyarakat memiliki latar belakang
budaya yang berbeda-beda tetapi saling dipahani oleh komunitasnya.
c. Menangkap asumsi penutur terhadap mitra tutur
Sebagai awal membangun asumsi dalam berkomunikasi, penutur dapat
melakukan berbagai cara untuk menjajagi mitra tutur agar dapat menemukan
persepsi yang sama. Misalnya, ketika berjumpa dengan seseorang di dalam
kereta api atau pesawat, mereka duduk berdanpingan. Kalau duduk
berdanpingan lalu tidak berkomunikasi juga aneh. Sebagai awal pembuka
percakapan, mereka dapat saling bertanya siapa namanya, tujuan kepergiannya
kemana, profesinya apa, dsb. Semakin lama, semakin banyak informasi yang
dapat digali dari mitra tutur. Inilah cara penutur membangun asumsi terhadap
mitra tutur.
d. Mengenali pengetahuan tentang dunia
Ketika penutur berkomunikasi dengan mitra tutur, dan mereka memiliki
knowledge of the world yang sama, berarti keduanya memiliki dasar pemahaman
yang sama mengenai topik yang dibicarakan sehingga mereka akan dapat
berkomunikasi secara lancar. Begitu juga dengan latar belakang budaya (culture
knowledge back ground). Latar belakang pengetahuan budaya dapat menjadi
salah satu dasar dapat atau tidaknya komunikasi berjalan lancar. Bagi orang
yang memiliki latar belakang pengetahuan budaya sama, kecenderungan
komunikasi dapat berjalan lancar lebih besar. Sebaliknya, jika orang yang
terlibat dalam komunikasi berbeda latar belakang pengetahuan budayanya, ada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
34
kemungkinan dapat salah paham atau tidak “chun in” ketika mereka
berkomunikasi.
e. Mengenali kesantunan
Pemakaian bahasa dikatakan santun apabila penutur mampu menjaga harkat
dan martabat dirinya di hadapan mitra tutur sehingga tuturannya tidak
menyinggung perasaan mitra tutur. Santun tidaknya suatu tuturan, di samping
ditentukan oleh unsur intralingual seperti kata-kata beraura santun (tolong,
terimakasih, berkenan, dll.) juga ditentukan unsur ekstralingual (empan papan,
adu rasa, angon rasa, khurmat, dll. Artinya, saat berkomunikasi setidaknya kita
mengenal siapa mitra tutur atau lawan bicara ketika proses komunikasi
berlangsung.
f. Mengenali bahasa nonverbal penutur
Bahasa nonverbal (sebagai unsur ekstralingual) juga tidak kalah penting
dalam berkomunikasi. Bahasa nonverbal biasa digunakan dalam bahasa lisan
tetapi ikut mendukung kejelasan komunikasi. Ketika seseorang berkomunikasi,
tidak selalu dalam berkomunikasi bahasa kata. Bagi seseorang yang
berkomunikasi secara lisan, peran bahasa nonverbal akan nampak jelas. Bahasa
nonverbal dapat berupa gesture adalah bahasa nonverbal yang berupa gerakan
tubuh atau bagian tubuh yang dapat berfungsi penting dalam berkomunikasi.
Pemakaian bahasa verbal dan nonverbal selalu dikaitkan dengan konteks
agar dapat mengungkapkan maksud kesantunan. Hal ini juga menunjukkan
pentingnya konteks dalam berkomunikasi. Konteks sebagai sarana dalam
berkomunikasi yang membantu atau mendukung kejelasan makna berdasarkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
35
ide, situasi, peristiwa, atau informasi yang saling berhubungan dan
memungkinkan untuk dipahami sepenuhnya. Oleh karena itu, penelitian
pemakaian bahasa verbal dan nonverbal sebagai manifestasi kesantunan
memerlukan konteks agar maksud komunikasi tersampaikan dengan baik.
Penentuan konteks dapat dilakukan dengan (1) memiliki pemahaman yang sama;
(2) saling mengenal latar belakang budaya; (3) menangkap asumsi penutur
terhadap mitra tutur; (4) memiliki dasar pemahaman yang sama; (5) memahami
kesantunan; serta (6) mengenali bahasa nonverbal penutur.
Berdasarkan uraian di atas, konteks memiliki peranan penting dalam
menginterpretasi wujud, fungsi, dan makna pragmatik. Setiap tuturan verbal selalu
membutuhkan peran konteks bahasa nonverbal untuk menandai kesantunan
berbahasa masyarakat Sunda yang dijadikan fokus penelitian ini. Bahkan, konteks
bahasa nonverbal, seperti sudah diuraikan di bagian sebelumnya mengambil peran
sebagian besar dalam menentukan wujud, fungsi, dan makna pragmatik.
2.1.7 Manifestasi Kesantunan Berbahasa
Salah satu kajian eksternal bahasa yaitu kesantunan berbahasa. Hal tersebut
sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Pranowo (2014: 64)
mengemukakan bahwa kajian bahasa secara pragmatik merupakan kajian dari
linguistik. Keduanya mengkaji bahasa, namun yang menjadi pembeda ialah
linguistik mengkaji secara internal dan pragmatik mengkaji secara eksternal.
Thomas (1995: 57) mengemukakan bahwa:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
36
“Politeness can be regard as the strategy conducted by a
speaker to get various purposes, such as to interlace and
keep harmonious relationship”.
Artinya bahwa kesantunan dapat dianggap sebagai strategi yang
dilakukan oleh penutur untuk memperoleh berbagai tujuan, seperti menjalin atau
memelihara hubungan yang harmonis. Sejalan dengan hal tersebut, Pranowo
(2009) mengemukakan bahwa struktur bahasa yang digunakan diatur atau
disusun oleh si penutur supaya tidak menyinggung perasaan pendengarnya.
Kedua pendapat tersebut menjelaskan bahwa kesantunan sebagai cara penutur
untuk mencapai tujuan serta kesan yang baik dalam berkomunikasi terlebih lagi
yaitu untuk menjaga perasaan mitra tutur. Ellen (2006) mengemukakan bahwa
kesantunan berbahasa merupakan salah satu cabang pragmatik kontemporer yang
lebih populer dan merupakan peranti yang digunakan secara luas dalam berbagai
kajian komunikasi antarbudaya. Artinya, kajian pragmatik dapat menganalisis
kesantunan berbahasa yang berkaitan dengan pemakaian bahasa dalam
lingkungan masyarakat berbudaya.
Berikut ini akan dipaparkan beberapa pendapat pakar mengenai parameter
kesantunan berbahasa. Pertama, hasil penelitian Brown dan Levinson (1987)
membuktikan bahwa kesantunan berkaitan dengan nosi “wajah negatif” dan
“wajah positif”. Wajah negatif terjadi mana kala pendengar merasa “kehilangan
muka” ketika mendengar tuturan, pembicara dapat merasa “terhina” atau
kehilangan harga diri”. Sementara itu, “wajah positif” merupakan danbaan setiap
orang yang terlibat dalam komunikasi. Brown dan Levinson membuktikan bahwa
setiap orang ingin agar apa yang dilakukan, apa yang dimiliki, nilai-nilai yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
37
diyakini dihargai oleh orang lain sebagai sesuatu yang baik, menyenangkan,
patut dihargai, menguntungkan dan sebagainya. Dengan demikian, kesantunan
selalu berkaitan dengan kepentingan pihak pendengar dalam tuturan.
Kedua, Leech (1983) menyatakan bahwa kesantunan berbahasa
mencakup serangkaian maksim atau aturan tertentu. Leech memaparkan
kesantunan tersebut dalam tujuh maksim yaitu: (1) maksim kebijaksanaan “tact
maxim” yaitu memberi keuntungan bagi mitra tutur; (2) maksim kedermawanan
“generosity maxim” yaitu maksimalkan kerugian pada diri sendiri, (3) maksim
pujian “praise maxim” yaitu maksimalkan pujian kepada mitra tutur, (4) maksim
kerendahan hati yaitu minimalkan pujian kepada diri sendiri, (5) maksim
kesetujuan yaitu maksimalkan kesetujuan dengan mitra tutur, (6) maksim simpati
“sympathy maxim” yaitu maksimalkan ungkapan simpati kepada mitratutur, dan
(7) maksim pertimbangan “consideration maxim” yaitu minimalkan rasa tidak
senang pada mitra tutur dan maksimalkan rasa senang pada mitra tutur. Peringkat
kesantunan sebuah tuturan dengan memanfaatkan tentang maksim interpersonal.
Adapun lima macam skala pengukur kesantunan (Leech, 1983) sebagai
berikut:
1. Cost-benafit scale atau skala kerugian dan keuntungan menunjuk kepada
besar kecilnya kerugian dan keuntungan yang diakibatkan oleh sebuah
tindak tutur pada sebuah pertuturan. Selain itu, dilihat dari kacamata si mitra
tutur dapat dikatakan bahwa semakin menguntungkan diri mitra tutur, tetapi
semakin dipandang tidak santunlah tuturan tersebut. Artinya semakin tuturan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
38
itu danpak merugikan dirinya, kemudian mitra tutur akan dianggap semakin
santun tuturan yang dilontarkan mitra tutur.
2. Optionality scale atau skala pilihan menunjuk kepada banyak atau sedikitnya
pilihan yang disampaikan penutur kepada lawan tutur dalam kegiatan
percakapan bertuturan. Selain itu, berkaitan dengan pemakaian tuturan
imperatif dalam bahasa Indonesia, dapat dikatakan bahwa tuturan imperatif
itu menyajikan banyak pilihan aspek tuturan yang menjadi semakin
bersantun pemakaian tuturan tersebut.
3. Indirectness scale atau skala ketidaklangsungan menunjuk kepada peringkat
langsung atau tidak langsungnya dimaksudkan sebuah tuturan. Semakin
tuturan bersifat langsung akan dianggap semakin tidak santunlah tuturannya.
Sebaliknya, semakin tidak langsung tuturan yang dimaksudkan sebuah
tuturan akan dianggap semakin santun dalam bertuturan.
4. Authority scale atau skala keotoritasan menunjuk kepada hubungan status
sosial antara penutur dan lawan tutur yang terlibat dalam pertuturan.
Semakin jauh jarak peringkat sosial antara penutur dengan mitra tutur
kemudian tuturan tersebut digunakan untuk berkomunikasi akan cenderung
menjadi santun tuturan yang dilontarkan. Sebaliknya, semakin dekat jarak
peringkat sosial di antara keduanya akan cenderung berkuranglah peringkat
kesantunan dalam bertutur.
5. Social distance scale atau skala jarak sosial menunjuk kepada peringkat
hubungan sosial antara penutur dengan mitra tutur yang terlibat dalam
pertuturan. Salah satu sisinya kecenderungan yang semakin dekat jarak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
39
peringkat sosial di antara keduanya menjadi semakin kurang santunlah
tuturan. Sebaliknya bahwa semakin jauh jarak peringkat sosial antara
penutur dengan mitra tutur yang digunakan tuturan semakin santun
tuturannya dan menentukan tingkat keakraban hubungan keduanya
memberikan danpak santun dalam kegiatan bertutur.
Ketiga, Grice (1975) menyatakan bahwa konsep kesopanan merupakan
seperangkat asumsi yang melingkupi dan mengatur kegiatan percakapan dengan
prinsip kerjasama (cooperative principle). Hal tersebut diyakini Grice bahwa
agar komunikasi dapat dipahami dengan baik perlu memperhatikan prinsip
kerjasama, yaitu: (1) maksim kualitas yaitu jika berbahasa, apa yang dikatakan
harus didukung oleh data; (2) maksim kuantitas yaitu jika berbahasa, apa yang
dikatakan cukup seperlunya saja, tidak ditambah dan tidak dikurangi; (3) maksim
relevansi yaitu jika berbahasa, yang dikatakan harus dikatakan harus selalu ada
relevansinya dengan pokok yang dibicarakan; dan (4) maksim cara yaitu jika
berbahasa, di samping harus memikirkan pokok permasalahan yang dibicarakan,
harus memperhatikan bagaimana cara menyampaikannya.
Pranowo (2014: 182) mengemukakan bahwa faktor penentu kesantunan
adalah segala sesuatu yang dapat memengaruhi pemakaian bahasa menjadi
santun atau tidak santun. Aspek penentu kesantunan dalam bahasa verbal lisan,
antara lain: (1) aspek intonasi, yaitu keras lembutnya intonasi ketika seseorang
berbicara; (2) aspek nada bicara, yaitu berkaitan dengan suasana emosi penutur:
nada resmi, nada bercanda atau bergurau, nada mengejek, nada menyindir; (3)
faktor pilihan kata; dan (4) faktor struktur kalimat. Aspek penentu kesantunan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
40
bahasa nonverbal berupa pranata sosial budaya masyarakat, seperti aturan bahwa
anak kecil harus selalu hormat kepada orang yang lebih tua, makan tidak boleh
berkecap, bersendawa sehabis makan, perempuan tidak boleh tertawa terbahak-
bahak, bercanda di tempat orang yang sedang berduka, dan sebagainya.
Berdasarkan aspek-aspek yang telah dipaparkan tersebut, penentu aspek
kesantunan bersumber dari bahasa verbal dan bahasa nonverbal.
Kesantunan selalu berkaitan dengan serangkaian maksim atau aturan
tertentu. Seperti pendapat yang dikemukakan oleh Leech bahwa kesantunan
tersebut dibagi dalam tujuh maksim yaitu: (1) maksim keperdulian; (2) maksim
kebaikan hati; (3) maksim penghargaan; (4) maksim kesahajaan; (5) maksim
kesetujuan; (6) maksim simpati; (7) maksim pertimbangan. Lebih lanjut, Grice
menyatakan bahwa konsep kesopanan merupakan seperangkat asumsi yang
melingkupi dan mengatur kegiatan percakapan dengan prinsip kerjasama
(cooperative principle). Hal tersebut diyakini Grice bahwa agar komunikasi
dapat dipahami dengan baik perlu memperhatikan prinsip kerjasama, yaitu: (1)
maksim kualitas; (2) maksim kuantitas; (3) maksim relevansi; dan (4) maksim
cara. Jadi, apabila antarwarga telah memiliki pemahaman untuk ‘saling menjaga’
sudah tentu kesantunan akan hadir dalam kehidupan bermasyarakat.
Penelitian pemakaian bahasa verbal dan nonverbal masyarakat Sunda
perlu dilakukan agar mampu menyampaikan maksud kesantunan. Hal tersebut
berkenaan dengan aspek linguistik (pilihan kata dan kalimat) serta aspek
nonlinguistik (ekspresi, sikap, serta gerak-gerik tubuh) yang mengacu pada skala
pengukur kesantunan (Leech, 1983). Dengan demikian, kesantunan berbahasa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
41
masyarakat Sunda merupakan seperangkat norma/aturan serta cara yang telah
ditatapkan dan disepakati bersama oleh masyarakat Sunda. Hal tersebut tentu
dipengaruhi oleh bebagai aspek budaya Sunda itu sendiri.
Selain itu, kesantunan dipengaruhi oleh adanya konteks serta peran yang
terlibat dalam komunikasi itu sendiri. Kesantunan juga dapat diartikan sebagai
cara berbahasa dengan tujuan untuk mendekatkan jarak sosial antarwarga
masyarakat. Selain mengacu pada prinsip kerja sama, parameter kesantunan
berbahasa mayarakat Sunda ditentuka