pemakaian bahasa verbal dan nonverbal sebagai … · 2020. 2. 10. · tuturan berlangsung, waktu,...

181
PEMAKAIAN BAHASA VERBAL DAN NONVERBAL SEBAGAI MANIFESTASI KESANTUNAN MASYARAKAT SUNDA DI KABUPATEN CIAMIS: KAJIAN ETNOPRAGMATIK TESIS Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Program Magister Oleh: NENENG TIA ATI YANTI NIM: 171232013 MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA PROGRAM MAGISTER FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA Januari 2020 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Upload: others

Post on 09-Feb-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • PEMAKAIAN BAHASA VERBAL DAN NONVERBAL

    SEBAGAI MANIFESTASI KESANTUNAN MASYARAKAT

    SUNDA DI KABUPATEN CIAMIS: KAJIAN

    ETNOPRAGMATIK

    TESIS

    Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

    Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

    Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Program Magister

    Oleh:

    NENENG TIA ATI YANTI

    NIM: 171232013

    MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA

    PROGRAM MAGISTER

    FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

    UNIVERSITAS SANATA DHARMA

    YOGYAKARTA

    Januari 2020

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • i

    PEMAKAIAN BAHASA VERBAL DAN NONVERBAL

    SEBAGAI MANIFESTASI KESANTUNAN MASYARAKAT

    SUNDA DI KABUPATEN CIAMIS: KAJIAN

    ETNOPRAGMATIK

    TESIS

    Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

    Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

    Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Program Magister

    Oleh:

    NENENG TIA ATI YANTI

    NIM: 171232013

    MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA

    PROGRAM MAGISTER

    FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

    UNIVERSITAS SANATA DHARMA

    YOGYAKARTA

    Januari 2020

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • iv

    MOTTO

    ْلا اَمح ُْد َلِّل ُاَلعَِا ُُ َِّلِلا ٍ َمح Alhamdulillah ‘Ala Kulli Haal

    Artinya:

    “Segala puji bagi Allah dalam setiap keadaan”

    (HR. Ibnu Majah)

    “Mencintai diri sendiri dan selalu berdamai dengan keadaan”

    (Neneng Tia Ati Yanti, 2018)

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • vii

    ABSTRAK

    Yanti, Neneng Tia Ati. (2020). Pemakaian Bahasa Verbal dan Nonverbal sebagai

    Manifestasi Kesantunan Berbahasa Masyarakat Sunda di Kabupaten Ciamis:

    Kajian Etnopragmatik. Tesis. Yogyakarta: Program Magister Pendidikan

    Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

    Universitas Sanata Dharma.

    Penelitian ini mendeskripsikan wujud, fungsi, dan makna pragmatik

    pemakaian bahasa verbal dan nonverbal sebagai manifestasi kesantunan

    berbahasa masyarakat Sunda di Kecamatan Sindangkasih, Kabupaten Ciamis,

    Jawa Barat. Kesantunan termanifestasi melalui tindak tutur yang disertai bahasa

    nonverbal kinestetik. Bahasa nonverbal kinestetik tersebut diklasifikasikan

    menjadi tiga, yaitu bahasa nonverbal fasial, gestural, dan postural.

    Penelitian ini tergolong jenis penelitian deskriptif kualitatif dengan

    pendekatan etnopragmatik. Artinya, penelitian ini mendeskripsikan manifestasi

    kesantunan berbahasa masyarakat Sunda melalui pemakaian bahasa verbal dan

    nonverbal berdasarkan konteks yaitu siapa penutur dan mitra tuturnya, tempat

    tuturan berlangsung, waktu, situasi/suasana, dan budaya kesantunan masyarakat

    Sunda. Sumber data substantif yaitu bahasa verbal dan bahasa nonverbal yang

    mengandung kesantunan. Sumber data tersebut ditranskripsi menjadi teks dari

    hasil rekaman video dan hasil catatan saat pengumpulan data. Sumber data

    lokasional penelitian ini, yaitu kegiatan rutin pada sembilan desa di Kecamatan

    Sindangkasih, Kabupaten Ciamis. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini

    mengadaptasi metode etnografi serta menggunakan metode simak. Teknik

    analisis data penelitian ini menggunakan flow model yang terdiri dari reduksi

    data, penyajian (display) data, penggambaran kesimpulan dan verifikasi.

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) wujud kesantunan bahasa verbal dan

    nonverbal masyarakat Sunda yaitu tindak tutur yang disetai bahasa nonverbal

    kinestetik berupa raut/ekspresi wajah menunjukkan pesan fasial, tindak tutur yang

    diseratai gerakan sebagian anggota badan yaitu mata dan gerakan tangan yang

    menunjukkan pesan gestural serta gerakan sebagian anggota badan yaitu mata dan

    gerakan tangan yang menunjukkan kesantunan melalui bahasa nonverbal gestural;

    serta tindak tutur yang disertai gerakan seluruh anggota badan yang menunjukkan

    kesantunan melalui bahasa nonverbal postural; (2) fungsi kesantunan bahasa

    verbal dan nonverbal masyarakat Sunda yaitu (a) komplemen (pelengkap) bahasa

    verbal; (b) aksentuasi (penekan) bahasa verbal; (c) regulasi (mengatur) bahasa

    verbal; dan (d) repetisi (mengulang) bahasa verbal; serta (3) makna pragmatik

    kesantunan bahasa verbal dan nonverbal masyarakat Sunda dapat ditunjukkan

    dengan maksud menyampaikan permohonan atau harapan, maksud

    menyampaikan informasi, maksud menyampaikan perintah, dan maksud

    menyampaikan permohonan maaf.

    Kata Kunci: Bahasa verbal, bahasa nonverbal, dan kesantunan.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • viii

    ABSTRACT

    Yanti, Neneng Tia Ati. (2020). The Use of Verbal and Nonverbal Language as

    Manifestation of Sundanese Politeness in Ciamis: Etnopragmatic Study.

    Thesis. Yogyakarta: Magister of Indonesian Language and Literature

    Education Programme, Faculty of Teacher Training and Education, Sanata

    Dharma University.

    This research is describes the form, function, and pragmatic meaning of the

    use of verbal and nonverbal language as a manifestation of the politeness of

    Sundanese people in Sindangkasih, Ciamis, West Java. Politeness is manifested

    through speech acts accompanied by non-verbal kinesthetic language. The

    kinesthetic nonverbal language is classified into three, namely nonverbal,

    gestural, and postural languages.

    This research is classified as a descriptive qualitative research with

    ethnopragmatic study. That is, this study describes the manifestation of politeness

    in Sundanese language through the use of verbal and nonverbal language based

    on context, namely who the speaker and speech partner are, where the speech

    takes place, time, situation, and politeness culture of the Sundanese people.

    Sources of substantive data are verbal and nonverbal languages that contain

    politeness. The locational data source of this study was routine activities in nine

    villages in Sindangkasih, Ciamis. Data collection techniques in this study adapted

    ethnographic methods and used the method of listening. The data analysis

    technique of this study used a flow model consisting of data reduction, data

    display, drawing conclusions and verification.

    The results showed that (1) the form of politeness of verbal and nonverbal

    language of Sundanese people, namely speech act accompanied by kinesthetic

    nonverbal language in the form of facial expressions showing facial messages,

    speech acts accompanied by movements of some limbs namely eyes and hand

    movements that show gestural messages and movements of parts of the limbs,

    namely the eyes and hand movements that show politeness through nonverbal

    gestural language; as well as speech acts accompanied by movements of all limbs

    that show politeness through postural nonverbal language; (2) the function of

    politeness of verbal and nonverbal language of Sundanese people, namely (a)

    complement (complementary) of verbal language; (b) accentuation (suppressor)

    of verbal language; (c) regulation of verbal language; and (d) repetition (repeat)

    verbal language; and (3) the pragmatic meaning of the politeness of verbal and

    nonverbal language of Sundanese people can be demonstrated with the intention

    of conveying a request or hope, the purpose of conveying information, the purpose

    of conveying an order, and the intention of delivering an apology.

    Key words: Verbal language, nonverbal language, and politeness.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • ix

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah

    memberikan hidayah dan karunia-nya sehingga tesis yang berjudul Pemakaian

    Bahasa Verbal dan Nonverbal sebagai Manietasi Kesantunan Masyarakat Sunda

    di Kabupaten Ciamis: Kajian Etnopragmatik dapat penulis selesaikan dengan

    baik. Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister

    Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Fakultas Keguruan dan

    Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

    Penulis menyadari bahwa tesis ini berhasil diselesaikan karena bantuan,

    dukungan, bimbingan, doa, nasehat, dan kerjasama dari berbagai pihak. Oleh

    karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

    1. Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd, M.Si., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan

    Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah

    memperkenankan peneliti menjadi bagian dari mahasiswa FKIP Universitas

    Sanata Dharma.

    2. Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum., selaku Ketua Program Studi Magister

    Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Sanata Dharma

    Yogyakarta yang telah mendanpingi peneliti secara akademis selama peneliti

    menempuh pendidikan di Universitas Sanata Dharma. Sekaligus sebagai

    dosen pembimbing II yang dengan sabar membimbing dan memotivasi

    peneliti untuk dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

    3. Prof. Dr. Pranowo, M.Pd., selaku dosen pembimbing I yang dengan

    bijaksana, sabar, dan penuh ketelitian membimbing, mengarahkan,

    memotivasi, dan memberikan berbagai masukan yang sangat berharga bagi

    penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

    4. Seluruh dosen Program Studi Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra

    Indoensia yang memiliki karakteristik masing-masing membekali penulis

    dengan berbagai ilmu pengetahuan yang penulis butuhkan.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • x

    5. Nicholaus Widiastoro selaku sekretariat Program Studi Magister Pendidikan

    Bahasa dan Sastra Indonesia yang dengan sabar memberikan pelayanan

    administrasi kepada penulis dalam menyelesaikan urusan administratif.

    6. Drs. Paulus Suparno, S.S., M.Hum. selaku Kepala Perpustakaan Universitas

    Sanata Dharma dan segenap staf perpustakaan yang telah menyediakan buku-

    buku serta memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada peneliti

    untuk menggunakan fasilitas perpustakaan sehingga membantu proses

    penulisan tesis ini.

    7. Drs. Paulus Suparno, S.S., M.Hum. selaku Kepala Perpustakaan Universitas

    Sanata Dharma dan segenap staf perpustakaan yang telah menyediakan buku-

    buku serta memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada peneliti

    untuk menggunakan fasilitas perpustakaan sehingga membantu proses

    penulisan tesis ini.

    8. Segenap masyakarat Sunda di Kecamatan Sindangkasih yang telah bersedia

    menjadi sumber data dalam penelitian ini.

    9. Bapak Tian Sutian dan Ibu Naning Sudiar, selaku kedua orang tua penullis

    yang selalu memberi doa, kasih sayang, dan dukungan untuk kelancaran

    dalam menyelesaikan tesis ini.

    10. Bapak Maman Tarman dan Ibu Dede Pikoh, selaku kakek dan nenek penulis

    yang selalu memberi doa, kasih sayang, dan dukungan untuk kelancaran

    penulisan tesis ini.

    11. Kedua saudari kandung penulis, Ananda Apriliyanti dan Leysha Octora Putri

    yang selalu menghibur dikala jenuh datang.

    12. Teman-teman seperjuangan, mahasiswa MPBSI 2017 yang telah bersama-

    sama dalam semangat, suka, dan duka yang sama-sama berjuang selama

    kurang lebih 2 tahun untuk meraih kesuksesan dalam dunia akademik.

    13. Teman-teman Kos Putri 32B yang selalu menghibur saat jenuh datang dan

    selalu mendengarkan keluh-kesah yang dirasakan oleh penulis.

    14. Semua pihak yang belum disebutkan yang turut membantu penulis untuk

    menyelesaikan tesis ini.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xii

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL .................................................................................... i

    HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................ ii

    HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... iii

    MOTTO ....................................................................................................... iv

    PERNYATAAN KEASLISAN KARYA .................................................... v

    LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN ........................................... vi

    ABSTRAK .................................................................................................... vii

    ABSTRACT ................................................................................................... viii

    KATA PENGANTAR .................................................................................. ix

    DAFTAR ISI ................................................................................................. xii

    DAFTAR BAGAN ........................................................................................ xv

    DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xvi

    DAFTAR TABEL ........................................................................................ xvii

    BAB I: PENDAHULUAN............................................................................ 1

    1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1

    1.2 Batasan Masalah ................................................................................... 6

    1.3 Rumusan Masalah ................................................................................. 6

    1.4 Tujuan Penelitian .................................................................................. 7

    1.5 Manfaat Penelitian ................................................................................ 7

    1.6 Definisi Istilah ...................................................................................... 10

    1.7 Sistematika Penelitian ........................................................................... 11

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xiii

    BAB II: LANDASAN TEORI ..................................................................... 13

    2.1 Kajian Teori ............................................................................................ 13

    2.1.1 Bahasa Verbal dan Nonverbal sebagai Alat Komunikasi ........... 12

    2.1.2 Wujud Bahasa Verbal dan Nonverbal ......................................... 16

    2.1.3 Fungsi Bahasa Verbal dan Nonverbal ......................................... 23

    2.1.4 Makna Pragmatik Bahasa Verbal dan Nonverbal ....................... 26

    2.1.5 Kajian Pragmatik ......................................................................... 27

    2.1.6 Konteks........................................................................................ 28

    2.1.7 Manifestasi Kesantunan Berbahasa ............................................. 35

    2.1.8 Perspektif Etnopragmatik dalam Kesantunan Berbahasa............ 41

    2.2 Kerangka Berpikir ................................................................................ 46

    BAB III: METODOLOGI PENELITIAN ................................................. 48

    3.1 Jenis Penelitian ........................................................................................ 48

    3.2 Sumber Data dan Data ............................................................................ 49

    3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data .................................................. 50

    3.4 Instrumen Penelitian ............................................................................... 54

    3.5 Metode dan Teknik Analisis Data ........................................................... 55

    3.6 Triangulasi .............................................................................................. 58

    BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .......................... 60

    4.1 Deskripsi Pelaksanaan Penelitian............................................................ 60

    4.2 Hasil Penelitian ....................................................................................... 62

    4.2.1 Wujud Bahasa Verbal dan Nonverbal ......................................... 62

    4.2.2 Fungsi Bahasa Verbal dan Nonverbal ......................................... 93

    4.2.3 Makna Pragmatik Bahasa Verbal dan Nonverbal ....................... 105

    4.3 Pembahasan Hasil Penelitian .................................................................. 119

    4.3.1 Wujud Bahasa Verbal dan Nonverbal ......................................... 122

    4.3.2 Fungsi Bahasa Verbal dan Nonverbal ......................................... 131

    4.3.3 Makna Pragmatik Bahasa Verbal dan Nonverbal ....................... 140

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xiv

    BAB V: PENUTUP ...................................................................................... 156

    5.1 Simpulan ............................................................................................ 156

    5.2 Saran ................................................................................................... 159

    DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 161

    LAMPIRAN

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xv

    DAFTAR BAGAN

    Bagan 2.1 Kerangka Berpikir ...................................................................... 49

    Bagan 3.1 Kerangka Teknik Pengumpulan Data ........................................ 54

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xvi

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 4.1 Wujud Bahasa Nonverbal Fasial ............................................. 66

    Gambar 4.2 Wujud Bahasa Nonverbal Fasial ............................................. 67

    Gambar 4.3 Wujud Bahasa Nonverbal Fasial ............................................. 69

    Gambar 4.4 Wujud Bahasa Nonverbal Fasial ............................................. 71

    Gambar 4.5 Wujud Bahasa Nonverbal Fasial ............................................. 74

    Gambar 4.6 Wujud Bahasa Nonverbal Gestural ......................................... 76

    Gambar 4.7 Wujud Bahasa Nonverbal Gestural ......................................... 79

    Gambar 4.8 Wujud Bahasa Nonverbal Gestural ......................................... 81

    Gambar 4.9 Wujud Bahasa Nonverbal Gestural ......................................... 83

    Gambar 4.10 Wujud Bahasa Nonverbal Gestural ....................................... 86

    Gambar 4.11 Wujud Bahasa Nonverbal Postural ....................................... 87

    Gambar 4.12 Wujud Bahasa Nonverbal Postural ....................................... 89

    Gambar 4.13 Wujud Bahasa Nonverbal Postural ....................................... 92

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xvii

    DAFTAR TABEL

    Tabel 3.1 Analisis Data ............................................................................... 58

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Bab satu merupakan bagian pendahuluan dari penelitian ini yang terdiri

    atas enam hal, yaitu: (1) latar belakang; (2) batasan masalah; (3) rumusan

    masalah; (4) tujuan penelitian; (5) manfaat penelitian; (6) sistematika penyajian;

    dan (7) definisi istilah. Berikut ini merupakan deskripsi ketujuh hal tersebut.

    1.1 Latar Belakang

    Setiap individu menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dengan

    sesamanya dalam suatu budaya tertentu. Hal tersebut menunjukkan bahwa bahasa,

    budaya, dan masyarakat merupakan satu-kesatuan yang erat hubungannya. Sejalan

    dengan pernyataan tersebut, Rahardi (2009) mengemukakan bahwa bahasa,

    masyarakat, dan budaya adalah tiga entitas yang erat terpadu. Koentjaraningrat

    (1994) menyatakan bahwa bahasa termasuk dalam salah satu dari tujuh sistem

    budaya di suatu masyarakat. Jadi, bahasa merupaka salah satu aspek budaya suatu

    bangsa.

    Saat berkomunikasi, manusia menggunakan bahasa verbal dan bahasa

    nonverbal agar dapat menyampaikan maksud dengan baik. Bahasa verbal

    merupakan bahasa yang disampaikan melalui aspek linguistik (bunyi, kata,

    kalimat, dan makna) baik dalam bentuk lisan maupun tulisan, sedangkan bahasa

    nonverbal adalah bahasa yang disampaikan melalui aspek nonlinguistik yaitu

    penyampaian pesan yang mengacu pada beberapa cara selain kata, yaitu kontak

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 2

    mata, gerakan anggota badan seperti ekspresi wajah, gerakan mata, gerakan

    kepala, gerakan tangan, gerakan badan, atau kombinasi yang satu dengan yang

    lain. Artinya, kerjasama antara bahasa verbal dan bahasa nonverbal akan

    memperlancar komunikasi setiap individu.

    Knapp & Hall (2002) mengemukakan bahwa komunikasi verbal dan

    komunikasi nonverbal merupakan komunikasi secara umum. Komunikasi verbal

    adalah komunikasi yang menggunakan kata-kata, sedangkan komunikasi

    nonverbal mengacu pada beberapa cara selain penggunaan kata-kata. Hal tersebut

    menunjukkan bahwa bahasa diperlukan untuk berkomunkasi, baik dengan bahasa

    verbal maupun bahasa nonverbal. Artinya, penutur dan mitra tutur membutuhkan

    peran bahasa verbal dan bahasa nonverbal agar pesan tersampaikan dengan baik.

    Masyarakat Sunda di Kecamatan Sindangkasih, Kabupaten Ciamis memakai

    bahasa Sunda untuk berkomunikasi sehari-hari. Namun saat situasi formal,

    masyarakat Sunda tersebut juga menggunakan bahasa Indonesia. Penelitian ini

    mengkaji tuturan dalam situasi formal. Kecenderungan bahasa yang digunakan

    masyarakat Sunda dalam penelitian ini yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Sunda.

    Meskipun pada saat tertentu penutur seringkali beralih kode dari bahasa Indonesia

    ke bahasa Sunda. Misalnya saat acara sosialisasi, penutur menyampaikan materi

    memakai bahasa Indonesia lalu saat sesi tanya jawab beralih kode ke bahasa

    Sunda. Hal tersebut menunjukkan masyarakat Sindangkasih, Kabupaten Ciamis

    menjunjung tinggi bahasa Sunda sebagai kekhasan sekaligus kenyamanan

    masyarakat Sunda.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 3

    Kerenyahan sifat ramah dan sikap santun yang ditunjukkan masyarakat

    Sunda tentu telah menjadi kekhasan bagi masyarakat Sunda. Misalnya, topik

    menyapa antara urang Sunda yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Sebelum

    penutur menyapa mitra tutur dengan tuturan Neng bade kamana? (Bahasa verbal)

    tentu akan hadir secara natural kontak mata, penutur dan mitra tutur akan saling

    menunjukkan ekspresi wajah yang didukung oleh cara mengucapkan tuturan

    tersebut, bahkan memungkinkan adanya gerakan anggota tubuh (seperti menepuk

    bahu atau mungkin bersalaman). Hal tersebut merupakan wujud bahasa verbal dan

    nonverbal yang mampu menyampaikan maksud kesantunan. Bahasa verbal dan

    nonverbal tersebut akan mudah dipahami bila ada konteks yang melingkupinya.

    Dengan demikian, maksud akan tersampaikan dengan baik tanpa terjadi salah

    tafsir. Jika peran antara bahasa verbal dan nonverbal dapat diekspresikan dengan

    maksimal tentu maksud akan tersampaikan dengan baik. Gaya berbahasa dengan

    bahasa verbal dan nonverbal seseorang bergantung pada individu tertentu.

    Bahfiarti (2013: 56) mengemukakan bahwa manusia disebut sebagai

    makhluk sosial karena dalam diri manusia ada dorongan dan kebutuhan untuk

    beradaptasi, berinteraksi dengan orang lain. Manusia juga tidak dapat hidup

    sendiri. Manusia memerlukan bahasa untuk berinteraksi. Bahasa verbal dan

    bahasa nonverbal sebagai alat komunikasi yang digunakan manusia untuk

    berinteraksi sosial dengan orang-orang di sekitarnya, termasuk orang-orang yang

    memiliki latar belakang budaya yang berbeda. Pragmatik sebagai ilmu bahasa

    yang mengkaji pemakaian bahasa di lingkungan masyarakat berdasarkan konteks.

    Levinson (1983: 7) mengemukakan bahwa pragmatik merupakan kajian tentang

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 4

    hubungan antara bahasa dan konteks yang secara tata bahasa, atau dikodekan

    dalam struktur bahasa.

    Ellen (2006) mengemukakan bahwa kesantunan berbahasa merupakan salah

    satu cabang pragmatik kontemporer yang lebih populer dan merupakan peranti

    yang digunakan secara luas dalam berbagai kajian komunikasi antarbudaya.

    Artinya, kajian pragmatik dapat menganalisis kesantunan berbahasa yang

    berkaitan dengan pemakaian bahasa dalam lingkungan budaya masyarakat.

    Gunawan (2013: 8) mengemukakan bahwa kesantunan berbahasa sangat perlu

    untuk dikaji karena kegiatan berbahasa tidak luput dari kehidupan manusia.

    Kesantunan merupakan sebuah istilah yang berkaitan dengan kesopanan, rasa

    hormat, sikap yang baik, atau perilaku yang pantas. Sejalan dengan hal tersebut,

    penelitian ini akan mengkaji pemakaian bahasa verbal dan nonverbal sebagai

    manifestasi kesantunan berbahasa masyarakat Sunda di Kecamatan Sindangkasih,

    Kabupaten Ciamis, Jawa Barat.

    Pranowo (2009: 4) mengemukakan bahwa dalam bahasa lisan, kesantunan

    juga dipengaruhi oleh faktor bahasa nonverbal, seperti gerak gerik anggota tubuh,

    kerlingan mata, gelengan kepala, acungan tangan, kepalan tangan, tangan

    berkacak pinggang, dan sebagainya. Saat penutur mengungkapkan gagasannya,

    penutur dan mitra tutur harus memperhatikan kesantunan. Bahasa nonverbal

    belum banyak dikaji oleh para linguis Indonesia, padahal bahasa nonverbal

    berpengaruh besar dalam berkomunikasi. Saat ini penutur dan mitra tutur

    seringkali tidak menyadari peran penting bahasa nonverbal dalam berkomunikasi.

    Padahal, sebesar 93 % bahasa nonverbal mampu memperjelas pesan kesantunan

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 5

    saat berkomunikasi. Kesantunan dalam berkomunikasi yaitu tersampaikannya

    maksud dari kedua pihak melalui bahasa verbal dan nonverbal dengan

    kemampuan menjaga harga diri antara penutur dan mitra tutur berdasarkan norma.

    Hal yang perlu disadari bahwa bahasa nonverbal pun memiliki peran

    penting dalam menyampaikan maksud kesantunan. Faktanya bahwa selain bahasa

    verbal, bahasa nonverbal pun mampu memberikan kontribusi besar dalam

    berkomunikasi. Hasil penelitian Mehrabian (Lapakko, 2007: 2) mengatakan

    bahwa saat berkomunikasi verbal lisan, justru didominasi oleh bahasa nonverbal,

    93% menggunakan bahasa nonverbal dan sisanya sebesar 7 % hanya bahasa

    verbal. Dalam kehidupan sehari-hari kesantunan berbahasa suatu masyarakat

    bukan hanya berkaitan dengan bahasa verbal saja, tetapi juga berikatan dengan

    bahasa nonverbal. Mehrabian (2017: 3) menunjukkan beberapa hasil penelitian

    terdahulu bahwa bahasa nonverbal dalam berkomunikasi adalah fenomena

    komunikasi yang kompleks dan berkontribusi besar pada penyampaian pesan.

    Artinya, semakin jelas bahwa peran penting bahasa verbal dan nonverbal dalam

    berkomunikasi bahwa pemakaian bahasa verbal dan nonverbal mampu

    menunjukkan kesantunan. Bahasa verbal dan nonverbal sebagai manifestasi

    kesantunan berarti bahwa bahasa sebagaai alat komunikasi yang mampu

    menunjukkan maksud kesantunan dari kedua pihak (penutur dan mitra tutur).

    Kajian etnopragmatik sebagai kajian yang relevan untuk memandang lebih

    spesifik terhadap maksud pemakaian bahasa verbal dan nonverbal berdasarkan

    latar belakang sosial dan budaya. Oleh karena itu, penelitian ini akan

    mendeskripsikan wujud, fungsi, dan makna pragmatik pemakaian bahasa verbal

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 6

    dan nonverbal masyarakat Sunda sebagai manifestasi kesantunan berbahasa.

    Penelitian ini sebagai penelitian awal yang membenarkan bahwa kesantunan dapat

    teridentifikasi melalui pemakaian bahasa verbal dan nonverbal. Etnopragmatik

    menjadi landasan berpikir dalam penelitian ini untuk mengungkapkan wujud,

    fungsi, dan makna pragmatik pemakaian bahasa verbal dan nonverbal sebagai

    manifestasi kesantunan.

    1.2 Batasan Masalah

    Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, kajian

    ini akan meneliti kesantunan masyarakat Sunda melalui pemakaian bahasa verbal

    dan nonverbal secara mendalam. Namun, mengingat akan kedalaman dari kajian

    pustaka, ketepatan pembahasan, serta ketelitian hasil penelitian, penelitian ini

    dibatasi oleh beberapa hal berikut.

    1. Penelitian ini dibatasi pada bahasa nonverbal kinestetik atau gerak tubuh,

    yaitu bahasa nonverbal fasial (ekspresi wajah), bahasa nonverbal gestural

    (gerakan sebagian anggota badan yaitu mata dan gerakan tangan), dan bahasa

    nonverbal postural (gerakan seluruh anggota badan seperti gerakan badan

    yang berpindah posisi). Peneliti membatasi hal tersebut untuk mengkaji

    secara mendalam bahasa nonverbal yang mengandung makna kesantunan.

    2. Penelitian ini dibatasi pada pemakaian bahasa verbal dan nonverbal

    masyarakat Sunda di Kecamatan Sindangkasih sebagai sumber data

    penelitian. Peneliti membatasi penelitian ini hanya di Kecamatan

    Sindangkasih sebagai penelitian awal dan sebagai upaya pemertahanan

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 7

    kesantunan berbahasa dan sebagai bentuk sumbangsih penelitian

    etnopragmatik di tanah kelahiran peneliti.

    3. Penelitian ini juga dibatasi oleh kegiatan rutin dalam acara pengajian, PKK,

    posyandu, dan sosialisasi pada sembilan desa sebagai bentuk interaksi

    masyarakat Sunda di Kecamatan Sindangkasih. Peneliti membatasi hal

    tersebut untuk mengkaji secara mendalam bahasa verbal dan nonverbal yang

    mengandung makna kesantunan.

    1.3 Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah di atas, rumusan masalah

    utama dalam penelitian ini yaitu “Bagaimana pemakaian bahasa bahasa verbal

    dan nonverbal masyarakat Sunda sebagai manifestasi kesantunan berbahasa?”

    Berdasarkan rumusan masalah utama di atas, disusun submasalah sebagai

    berikut.

    1. Wujud bahasa verbal dan nonverbal apa sajakah yang dipakai masyarakat

    Sunda sebagai manifestasi kesantunan berbahasa?

    2. Fungsi bahasa verbal dan nonverbal apa sajakah yang dipakai masyarakat

    Sunda sebagai manifestasi kesantunan berbahasa?

    3. Makna pragmatik bahasa verbal dan nonverbal apa sajakah yang dipakai

    masyarakat Sunda sebagai manifestasi kesantunan berbahasa?

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 8

    1.4 Tujuan Penelitian

    Selaras dengan rumusan masalah dalam penelitian ini, tujuan penelitian ini

    yaitu untuk mendeskripsikan pemakaian bahasa verbal dan nonverbal

    masyarakat Sunda sebagai manifestasi kesantunan berbahasa. Kemudian tujuan

    dari sub-sub tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.

    1. Mendeskripsikan wujud pemakaian bahasa verbal dan nonverbal masyarakat

    Sunda sebagai manifestasi kesantunan berbahasa.

    2. Mendeskripsikan fungsi pemakaian bahasa verbal dan nonverbal masyarakat

    Sunda dalam berkomunikasi sebagai manifestasi kesantunan berbahasa.

    3. Mendeskripsikan makna pragmatik pemakaian bahasa verbal dan nonverbal

    masyarakat Sunda sebagai manifestasi kesantunan berbahasa.

    1.5 Manfaat Penelitian

    Penelitian pemakaian bahasa verbal dan nonverbal sebagai manifestasi

    kesantunan masyarakat Sunda diharapkan dapat bermanfaat bagi khalayak yang

    memerlukan kajian ini. Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dibahas pada

    subbab sebelumnya, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi

    khalayak baik manfaat teoretis dan praktis.

    1. Manfaat Teoretis

    Penelitian ini diharapkan mampu memberikan gagasan baru dalam khazanah

    linguistik, khususnya bidang kajian pragmatik. Penelitian pemakaian bahasa

    verbal dan nonverbal sebagai manifestasi kesantunan masyarakat Sunda dapat

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 9

    memperluas kajian dan memperdalam wawasan teoretis tentang kesantunan

    berbahasa baik dalam konteks bahasa verbal maupun nonverbal sebagai salah satu

    fenomena pragmatik yang baru dan perlu dikaji.

    2. Manfaat Praktis

    Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat praktis bagi

    masyarakat Sunda di Kecamatan Sindangkasih dan para mahasiswa Pendidikan

    Bahasa dan Sastra Indonesia. Manfaat praktis dari penelitian ini yaitu dapat

    memberikan sumbangan aplikatif dalam kehidupan bermasyarakat dan dapat

    memberikan sumbangan aplikatif dalam bidang pendidikan. Manfaat praktis

    tersebut dapat dirinci sebagai berikut.

    a. Bagi Masyarakat Sunda di Kecamatan Sindangkasih

    Hasil penelitian tentang pemakaian bahasa verbal dan nonverbal sebagai

    manifestasi kesantunan masyarakat Sunda diharapkan dapat memberikan

    gambaran, masukan, dan pemahaman bagi para masyarakat Sunda di Kecamatan

    Sindangkasih untuk mempertimbangkan bentuk-bentuk kesantunan berbahasa

    melalui bahasa verbal dan nonverbal dalam praktik berkomunikasi. Hasil dari

    temuan tersebut kemudian dapat digunakan sebagai acuan untuk

    mengimplementasikan kesantunan agar masyarakat Sunda di Kecamatan

    Sindangkasih tetap melestarikan kebudayaan sebagai norma dalam bermasyarakat

    dengan memperhatikan kesantunan melalui bahasa verbal dan bahasa nonverbal.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 10

    b. Bagi Para Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

    Hasil penelitian tentang pemakaian bahasa verbal dan nonverbal sebagai

    manifestasi kesantunan masyarakat Sunda ini diharapkan dapat dijadikan referensi

    bagi para mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, baik jenjang S-1

    dan S-2 untuk menambah wawasan mengenai kajian linguistik, khususnya bidang

    kajian pragmatik. Kajian dalam penelitian ini difokuskan pada kesantunan melalui

    bahasa verbal dan bahasa nonverbal masyarakat Sunda di Kecamatan

    Sindangkasih. Hasil dari temuan tersebut kemudian dapat digunakan sebagai

    acuan untuk melaksanakan penelitian selanjutnya. Bahkan hasil penelitian ini

    dapat dijadikan acuan dalam praktik untuk mengimplementasikan kesantunan

    melalui bahasa verbal dan bahasa nonverbal.

    1.6 Definisi Istilah

    Definisi istilah dalam penelitian ini merupakan istilah-istilah penting yang

    digunakan peneliti untuk memahami dan membatasi informasi yang akan

    ditemukan di lapangan. Peneliti akan mengidentifikasi dan mengklasifikasikan

    informasi tersebut untuk menjawab rumusan dan subrumusan masalah yang telah

    dituliskan sebelumnya. Berikut ini merupakan beberapa istilah yang digunakan

    dalam penelitian ini.

    1. Pragmatik adalah kajian pemakaian bahasa berdasarkan konteks

    pemakaiannya. Kajian ini difokuskan pada pemakaian bahasa verbal dan

    nonverbal sebagai konteks untuk mengidentifikasi kesantunan berbahasa

    Sunda masyarakat di Kecamatan Sindangkasih.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 11

    2. Etnopragmatik adalah kajian interdisipliner antara etnografi dan pragmatik.

    Dengan demikian, etnopragmatik adalah kajian pemakaian bahasa suatu etnis

    tertentu atas dasar latar belakang kebudayaannnya.

    3. Bahasa nonverbal adalah bahasa selain kata yang digunakan sebagai konteks

    bahasa verbal dalam berkomunikasi.

    4. Kesantunan berbahasa Sunda adalah kesanggupan seseorang memakai bahasa

    Sunda untuk menjaga harkat dan martabat dirinya tanpa menyinggung

    perasaan mitra tuturnya.

    5. Wujud bahasa verbal dan nonverbal adalah rupa atau bentuk bahasa nonverbal

    yang digunakan kelompok masyarakat Sunda dalam berbahasa untuk menjaga

    kesantunan.

    6. Fungsi bahasa verbal dan nonverbal adalah peran bahasa verbal yang

    digunakan untuk mengungkapkan pemakaian bahasa yang digunakan

    kelompok masyarakat Sunda dalam berbahasa untuk menjaga kesantunan.

    7. Makna pragmatik (maksud) adalah pesan yang ingin disampaikan oleh penutur

    kepada mitra tutur dalam berkomunikasi pada berbagai acara untuk

    mengungkapkan kesantunan.

    1.7 Sistematika Penelitian

    Penelitian ini terdiri dari lima bab, berikut ini adalah uraian sistematis

    penelitian ini. Bab I berisi tentang pendahuluan terdiri dari latar belakang,

    rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi istilah, dan

    sistematika penelitian. Bab II merupakan landasan teori berisi integrasi hasil

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 12

    penelitian terdahulu dan teori-teori relevan serta kerangka berpikir. Bab III berisi

    tentang metodologi penelitian terdiri dari jenis penelitian, data dan sumber data,

    metode dan teknik pengumpulan data, instrumen, metode teknik analisis data,

    serta triangulasi data. Bab IV berisi tentang deskripsi dan analisis data, serta

    pembahasan. Bab V merupakan penutup yang berisi simpulan penelitian, dan

    saran.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 13

    BAB II

    LANDASAN TEORI

    2.1 Kajian Teori

    Penelitian ini mengacu pada teori-teori yang dijadikan landasan berpikir

    bagi peneliti. Penelitian menggunakan beberapa kajian teori yang relevan,

    meliputi teori pragmatik, kesantunan, bahasa verbal dan nonverbal, dan

    etnopragmatik. Kajian teori tersebut menjadi fokus untuk digunakan dalam

    penelitian ini. Kajian teori pada penelitian ini adalah sebagai berikut.

    2.1.1 Bahasa Verbal dan Nonverbal sebagai Alat Komunikasi

    Chaer (2012: 31) mengemukakan bahwa bahasa diartikan sebagai alat

    komunikasi. Knapp & Hall (2002) mengemukakan bahwa komunikasi verbal dan

    komunikasi nonverbal merupakan komunikasi secara umum. Komunikasi verbal

    adalah komunikasi yang menggunakan kata-kata, sedangkan komunikasi

    nonverbal mengacu pada beberapa cara selain penggunaan kata-kata yaitu kontak

    mata, bahasa tubuh atau isyarat vokal.

    Sejalan dengan hal tersebut, Pranowo (2009: 3) mengemukakan bahwa

    bahasa verbal adalah bahasa yang diungkapkan dengan kata-kata dalam bentuk

    ujaran atau tulisan, sedangkan bahasa nonverbal adalah bahasa yang diungkapkan

    dalam bentuk mimik, gerak tubuh, sikap, atau perilaku. Memang, pemakaian

    bahasa yang mudah dilihat dan diamati adalah bahasa verbal berupa kata-kata atau

    ujaran. Namun, di samping itu terdapat pula bahasa nonverbal berupa mimik,

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 14

    gerak gerik tubuh, sikap, atau perilaku yang mendukung pengungkapan maksud

    penutur.

    Dengan demikian, bahasa verbal dan nonvebal sebagai alat komunikasi

    mengungkapkan pikiran atau perasaan individu. Bahasa verbal merupakan bahasa

    yang disampaikan melalui aspek linguistik (bunyi, kata, kalimat, dan makna) yang

    membentuk tuturan, sedangkan bahasa nonverbal adalah bahasa yang disampaikan

    melalui aspek nonlinguistik yaitu penyampaian pesan yang mengacu pada

    beberapa cara selain penggunaan kata, yaitu kontak mata, gerakan anggota badan

    seperti ekspresi wajah, gerakan mata, gerakan kepala, gerakan tangan, gerakan

    badan, atau kombinasi yang satu dengan yang lain. Jadi, dapat dipahami bahwa

    bahasa sebagai alat komunikasi dalam suatu kelompok masyarakat untuk

    mengungkapkan pikiran dan perasaan individu dinyatakan dalam bentuk lambang

    atau simbol, seperti lisan, tulisan, isyarat, bilangan, lukisan maupun mimik yang

    digunakan untuk mengungkapkan sesuatu. Bahasa sebagai fungsi dari komunikasi

    memungkinkan dua individu atau lebih mengekspresikan berbagai ide, arti,

    perasaan, dan pengalaman.

    Beberapa penelitian terdahulu mengenai pengaruh besar bahasa nonverbal

    adalah sebagai berikut. Mehrabian (2017: 3) menunjukkan beberapa hasil

    penelitian terdahulu mengenai komunikasi bahasa nonverbal bahwa bahasa

    nonverbal dalam berkomunikasi adalah fenomena komunikasi yang kompleks dan

    berkontribusi besar pada penyampaian pesan. Jika berkomuniksi hanya dengan

    bahasa verbal saja, komunikasi tersebut merupakan komunikasi yang tidak

    konsisten dalam menyampaikan pesan (Arglye, Salter, Nicholson, Williams, dan

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 15

    Burgess, 1970; Beakel dan Mehrabian, 1969; Mehrabian, 1970e; Schuham, 1976;

    Weakland, 1961). Mehrabian (1968) mengungkapkan bahwa danpak total dari

    suatu pesan yang merupakan fungsi dari formula berikut: Danpak total = 0,07

    verbal + 0,38 vokal + 0,55 wajah (DeVito, 2004: 198).

    Berdasarkan penelitian terdahulu tersebut dapat disimpulkan bahwa bahasa

    nonverbal berpengaruh besar dalam menyampaikan maksud. Knapp & Hall (2002)

    mengemukakan bahwa komunikasi bahasa nonverbal mengacu pada beberapa cara

    selain penggunaan kata-kata yaitu kontak mata, bahasa tubuh atau isyarat vokal.

    Pranowo (2009: 3) mengemukakan bahwa bahasa nonverbal adalah bahasa yang

    diungkapkan dalam bentuk mimik, gerak tubuh, sikap, atau perilaku. Indriani

    (2016: 39) mengemukakan bahwa komunikasi bahasa nonverbal adalah tindakan

    seseorang dalam berkomunikasi yang bukan berupa ucapan dan kata-kata, tetapi

    berupa gerakan anggota badan seperti ekspresi wajah, gerakan mata, gerakan

    kepala, gerakan tangan, gerakan badan, atau kombinasi yang satu dengan yang

    lain.

    Argyle (1972) mempertimbangkan bahwa ada tiga bentuk komunikasi

    bahasa nonverbal yaitu (1) komunikasi bahasa nonverbal sikap, emosi,

    manipulasi, dan situasi langsung; (2) komunikasi bahasa nonverbal sebagai

    pendukung dan pelengkap komunikasi verbal; (3) komunikasi bahasa nonverbal

    sebagai pengganti bahasa. Berdasarkan tiga bentuk komunikasi bahasa nonverbal

    tersebut, semakin jelas bahwa bahasa nonverbal berpengaruh besar dalam

    penyampaian maksud dalam berkomunikasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa

    saat berkomunikasi, kontak mata antara penutur dan mitra tutur, ekspresi wajah,

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 16

    gerak anggota tubuh penutur atau mitra tutur menjadi aspek-aspek penting dalam

    berkomunikasi yang dapat menyampaikan maksud.

    Dengan demikian, pemakaian bahasa verbal dan nonverbal secara tepat

    mampu menyampaikan maksud kesantunan saat berkomunikasi. Berkenaan

    dengan hal tersebut, bahasa verbal merupakan bahasa yang disampaikan melalui

    aspek linguistik (bunyi, kata, kalimat, dan makna) membentuk kalimat tuturan,

    sedangkan bahasa nonverbal adalah bahasa yang disampaikan melalui aspek

    nonlinguistik yaitu penyampaian pesan yang mengacu pada beberapa cara selain

    penggunaan kata-kata yaitu kontak mata, gerakan anggota badan seperti ekspresi

    wajah, gerakan mata, gerakan kepala, gerakan tangan, gerakan badan, atau

    kombinasi yang satu dengan yang lain. Berdasarkan pertimbangan yang

    dikemukakan oleh Argyle (1972) bahwa bahasa nonverbal mampu sebagai

    pendukung dan pelengkap komunikasi verbal bahkan bahasa nonverbal juga

    mampu mewakili bahasa verbal. Peran bahasa nonverbal jauh lebih banyak

    dibandingkan dengan bahasa verbal. Secara umum, bahasa verbal hanya

    mengambil porsi 7% dari seluruh tindak komunikasi, sedangkan bahasa nonverbal

    mengambil peran mencapai 97%. Dengan demikian, para ahli pragmatik sudah

    berada pada jalur yang benar memberi porsi kajian bahasa nonverbal sebagai salah

    objek kajian yang penting.

    2.1.2 Wujud Bahasa Verbal dan Nonverbal

    Ruesch dan Kees (dalam Wang, 2009) membagi bahasa nonverbal menjadi

    tiga, yaitu (1) sign language atau sinyal bahasa; (2) action language atau gerak

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 17

    bahasa; dan (3) object language atau kategori benda lainnya. Wang (2009)

    mengklasifikasikan bahasa nonverbal yang berakar dari Ruesch dan Kees (1961)

    menjadi tujuh, yaitu (1) body behavior atau sikap tubuh; (2) general appearance

    and dress atau asesoris umum dan pakaian; (3) body movement atau gerak tubuh;

    (4) posture atau postur; (5) space and distance atau jarak dan spasial; (6) silence

    atau kesunyian; dan (7) sign and symbols atau tanda dan simbol. Kemudian,

    Duncan (dalam Rakhmat, 2012: 285) mengemukakan bahwa bahasa nonverbal

    diklasifikasikan menjadi enam yaitu pesan kinestetik, paralinguistik, proksemik,

    olfaksi, sensitivitas kulit, dan artifaktual.

    1) Pesan Kinestetik

    Bidang yang menelaah bahasa tubuh adalah kinesika (kinesics) sebagai suatu

    istilah yang diciptakan seorang perintis studi bahasa nonverbal, Ray

    L.Bridwhistell. Setiap anggota tubuh seperti wajah (termasuk senyuman dan

    pandangan mata), tangan, kepala dan kaki bahkan tubuh secara keseluruhan dapat

    digunakan sebagai isyarat simbolik. Pesan kinestetik atau pesan gerak tubuh yaitu

    pesan menggunakan gerakan tubuh yang berarti, terdiri dari tiga komponen utama

    yaitu: pesan fasial, pesan gestural, dan pesan postural.

    a. Pesan fasial

    Pesan ini menggunakan raut muka untuk menyampaikan makna tertentu.

    Berbagai penelitian menunjukkan bahwa wajah dapat menyampaikan paling

    sedikit sepuluh kelompok makna: kebahagiaan, rasa terkejut, ketakutan,

    kemarahan, kesedihan, kemuakan, pengecaman, minat, ketakjuban, dan tekad.

    Leathers (1976) menyimpulkan penelitian tentang wajah sebagai berikut: 1)

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 18

    Wajah mengomunikasikan penilaian tentang ekspresi senang dan tak senang, yang

    menunjukkan komunikator memandang objek penelitiannya baik atau buruk. 2)

    Wajah mengomunikasikan minat seseorang kepada orang lain atau lingkungan. 3)

    Wajah mengomunikasikan intensitas keterlibatan suatu situasi. 4) Wajah

    mengomunikasikan tingkat pengendalian individu terhadap pernyataannya sendiri.

    5) Wajah mungkin mengomunikasikan kurangnya pengertian. Wainwright (1999)

    mengemukakan bahwa seseorang melakukan kontak mata ketika: 1) mencari

    informasi; 2) menujukkan perhatian dan ketertarikan; 3) mengajak dan

    mengendalikan interaksi; 4) mendominasi, mengancam, dan mempengaruhi orang

    lain; 5) memberikan umpan balik pada saat berbicara; dan 6) mengemukakan

    sikap.

    Berdasarkan beberapa pendapat yang dikemukakan tersebut, pesan fasial

    ditunjukkan oleh raut muka seseorang saat berkomunikasi. Penelitian pemakaian

    bahasa verbal dan nonverbal sebagai manifestasi kesantunan masyarakat Sunda ini

    menunjukkan bahwa pesan fasial sebagai salah satu komponen pesan kinestetik

    yang dapat menyampaikan maksud kesantunan dalam komunikasi. Artinya, sikap

    santun dapat ditunjukkan melalui raut muka untuk berbagai hal, seperti 1) mencari

    informasi; 2) menujukkan perhatian dan ketertarikan; 3) mengajak dan

    mengendalikan interaksi; 4) mendominasi, mengancam, dan mempengaruhi orang

    lain; 5) memberikan umpan balik pada saat berbicara; dan 6) mengemukakan

    sikap.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 19

    b. Pesan gestural

    Pesan gestural menunjukkan gerakan sebagian anggota badan seperti mata

    dan tangan untuk mengomunikasikan berbagai makna. Menurut Galloway, pesan

    ini berfungsi untuk mengungkapkan: (1) Mendorong/membatasi; (2)

    Menyesuaikan/mempertentangkan; (3) Responsif/tak responsif; (4) Perasaan

    positif/negative; 5) Memperhatikan/tidak memperhatikan; (6) Melancarkan/tidak

    reseptif; dan 7) Menyetujui/menolak. Pesan gestural yang mempertentangkan

    terjadi bila pesan gestural memberikan arti lain dari pesan verbal atau pesan

    lainnya. Pesan gestural tak responsif menunjukkan gestur yang yang tidak ada

    kaitannya dengan pesan yang diresponnya. Pesan gestural negatif mengungkapkan

    sikap dingin, merendahkan, atau menolak. Pesan gestural tak responsif

    mengabaikan permintaan untuk bertindak.

    Ruben dan Stewart (2013: 175) mengemukakan bahwa gerakan tubuh dapat

    menyampaikan maksud, yaitu: (1) penegas dan pemandu bahwa isyarat tubuh

    digunakan untuk menggarisbawahi atau menekankan komunikasi verbal; (2)

    Sinyal ya-tidak bahwa isyarat dengan cara menggerakkan kepala sebagai wujud

    persetujuan dan ketidaksetujuan; (3) salam dan memberi hormat bahwa isyarat

    nonverbal yang dapat berbentuk jabat tangan, pelukan, bahkan ciuman sebagai

    ungkapan rasa senang dan hormat terhadap orang lain; (4) tanda ikatan bahwa

    salah satu kategori gestur yang menunjukkan dalam suatu hubungan; (5) gerak

    isolasi bahwa gerak tubuh yang umum digunakan untuk menyembunyikan bagian

    tubuh dari pandangan orang lain; dan (6) gerak isyarat lainnya bahwa berbagai

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 20

    gerak lainnya yang memiliki makna simbolik tertentu seperti berdiri,

    membungkuk, berlutut, dan sebagainya.

    c. Pesan postural

    Pesan postural berkaitan dengan keseluruhan anggota badan. Mehrabian

    menyebutkan tiga makna yang dapat disampaikan postur: 1) Immediacy

    merupakan ungkapan kesukaan atau ketidaksukaan terhadap individu yang lain.

    Postur yang condong ke jarah lawan bicara menunjukkan kesukaan atau penilaian

    positif. 2) Power mengungkapkan status yang tinggi pada diri komunikator. 3)

    Responsiveness yaitu individu mengkomunikasikannya bila ia bereaksi secara

    emosional pada lingkungan, baik positif maupun negatif.

    2) Paralinguistik

    Pesan paralinguistik merupakan pesan nonverbal yang berhubungan dengan

    cara mengucapkan pesan verbal. Satu pesan verbal yang sama dapat

    menyampaikan arti yang berbeda bila diucapkan dengan cara yang berbeda. Hal-

    hal yang membedakan antara lain: nada, kualitas suara, volume, kecepatan, dan

    ritme. Secara keseluruhan, pesan paralinguistik merupakan alat yang paling

    cermat unuk menyampaikan perasaan kita kepada orang lain. Nada dapat

    mengungkapkan gairah, ketakutan, kesedihan, kesungguhan, atau kasih sayang.

    Kualitas suara menunjukkan ‘penuh’ atau ‘tipisnya’ suara, sedangkan volume

    menunjukkan tinggi-rendah suara.

    3) Proksemik

    Pesan ini disampaikan melalui pengaturan jarak dan ruang. Pada umumnya,

    dengan mengatur jarak, kita mengungkapkan keakraban kita dengan orang lain.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 21

    Pesan ini juga diungkapkan dengan mengatur ruangan objek dan rancangan

    interior. Pesan ini dapat mengungkapkan status sosial, keterbukaan, dan

    keakraban.

    4) Olfaksi atau penciuman

    Olfaksi atau penciuman adalah the most experience of sense. Penglihatan tidak

    berfungsi ketika tidak ada cahaya. Telinga boleh mendengarkan, tetapi tidak

    mendengar. Indera pencium bekerja setiap saat. Bau-bauan telah digunakan

    manusia untuk berkomunikasi secara sadar dan tidak sadar. Dr.Harry Wiener dari

    New York Medical College menyimpulkan bahwa menusia menyampaikan dan

    menerima pesan kimiawi eksternal (external chemical messanger). Kebanyakan

    komunikasi melalui bau-bauan berlangsung secara tidak sadar. Wewangian dapat

    mengirim pesan sebagai godaan, rayuan, ekspresi femininitas atau maskulinitas.

    5) Sensitivitas Kulit

    Berbagai pesan atau perasaan dapat disampaikan melalui sentuhan, tetapi

    yang paling sering dikomunikasikan antara lain: tanpa perhatian (detached), kasih

    sayang (mothering), takut (fearful), marah (angry), dan bercanda (playful). Bau-

    bauan telah digunakan manusia untuk berkomunikasi secara sadar maupun tidak

    sadar. Saat ini orang-orang telah mencoba menggunakan bau-bauan buatan seperti

    parfum untuk menyampaikan pesan.

    6) Artifaktual

    Pesan ini diungkapkan melalui penampilan, body image, pakaian, kosmetik,

    dan sebagainya. Umumnya pakaian kita pergunakan untuk menyampaikan

    identitas kita, yang berarti menunjukkan kepada orang lain bagaimana perilaku

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 22

    kita dan bagaimana orang lain sepatutnya memperlakukan kita. Selain itu pakaian

    juga berguna untuk mengungkapkan perasaan (misal pakaian hitam berarti duka

    cita) dan formalitas (misal sandal untuk situasi informal dan batik untuk situasi

    formal). Studi tentang sentuh-menyentuh disebut haptika (haptics). Sentuhan

    adalah suatu perilaku yang multimakna, dapat menggantikan seribu makna.

    Sentuhan tidak bersifat acak, melainkan suatu strategi komunikasi. Beberapa studi

    menunjukkan bahwa sentuhan bersifat persuasif.

    Leathers (1976) mengklasifikasikan bahasa nonverbal menjadi tiga, adalah

    sebagai berikut.

    1. Pesan nonverbal visual, yaitu: kinestetik, proksemik, dan artifaktual.

    2. Pesan nonverbal auditif, yaitu pesan paralinguistik.

    3. Pesan nonverbal nonvisual nonauditif, yaitu sentuhan dan penciuman.

    Berdasarkan klasifikasi jenis-jenis bahasa nonverbal yang telah dipaparkan

    oleh para ahli tersebut, peneliti memfokuskan pada bahasa nonverbal kinestetik

    sebagai wujud bahasa nonverbal masyarakat Sunda. Bahasa nonverbal kinestetik

    terdiri atas pesan fasial, pesan gestural, dan pesan postural. Artinya, peneliti

    memfokuskan pada ekspresi wajah, kontak mata, dan gerakan anggota badan,

    seperti gerakan tangan dan gerakan kepala hingga gerakan seluruh anggota badan

    sebagai wujud kesantunan berbahasa masyarakat Sunda. Wujud-wujud bahasa

    nonverbal tersebut merupakan jenis bahasa nonverbal yang seringkali dipakai saat

    berkomunikasi dalam kegiatan rutin di setiap desa.

    Dengan demikian, wujud bahasa verbal dalam penelitian ini yaitu tindak

    tutur yang disertai gerak kinestetik penutur dan mitra tutur saat berkomunikasi.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 23

    Tindak tutur sebagai wujud bahasa verbal dalam penelitian ini adalah sebagai

    berikut: (1) lokusi, yaitu tuturan yang bermakna secara semantik; (2) ilokusi, yaitu

    tuturan yang bermakna secara pragmatik; dan (3) perlokusi, yaitu makna yang

    timbul sebagai hasil atau efek dari tuturan yang diujarkan oleh penutur. Jadi,

    wujud bahasa verbal berupa aspek linguistik (kalimat dan makna) yang

    membentuk tuturan yang disertai wujud bahasa nonverbal melalui pesan kinestetik

    berupa: raut/ekspresi wajah menunjukkan pesan fasial. Sikap santun dapat

    ditunjukkan melalui raut muka untuk berbagai hal, seperti 1) mencari informasi;

    2) menujukkan perhatian dan ketertarikan; 3) mengajak dan mengendalikan

    interaksi; 4) mendominasi, mengancam, dan mempengaruhi orang lain; 5)

    memberikan umpan balik pada saat berbicara; dan 6) mengemukakan sikap.

    Kemudian, gerakan sebagian anggota badan yaitu mata dan gerakan tangan yang

    menunjukkan pesan gestural serta gerakan sebagian anggota badan yaitu mata dan

    gerakan tangan yang menunjukkan pesan gestural; gerakan seluruh anggota badan

    yang menunjukkan pesan postural.

    2.1.3 Fungsi Bahasa Verbal dan Nonverbal

    Fungsi bahasa dalam berkomunikasi adalah peran bahasa verbal dan

    nonverbal yang digunakan kelompok masyarakat sosial dalam berkomunikasi.

    Argyle (1988) mengemukakan bahwa terdapat lima fungsi komunikasi bahasa

    nonverbal adalah sebagai berikut. (1) Ekspresi emosi, yaitu emosi diekspresikan

    terutama melalui wajah, tubuh, dan suara; (2) Komunikasi sikap interpersonal

    yaitu pembentukan dan pemeliharaan hubungan jika sering dilakukan melalui

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 24

    sinyal bahasa nonverbal seperti nada suara, pandangan, sentuhan, dll.; (3)

    Menemani dan mendukung pidato yaitu perilaku vokalisasi dan bahasa nonverbal

    disinkronkan dengan ucapan dalam percakapan (menganggukkan kepala

    seseorang atau menggunakan frasa seperti “uh-tuh” ketika orang lain berbicara);

    (4) Self presentation yaitu mempresentasikan diri kepada orang lain melalui

    atribut bahasa nonverbal seperti penampilan; serta (5) Ritual yaitu penggunaan

    salam atau jabat tangan. Komunikasi bahasa nonverbal lebih dipercaya daripada

    komunikasi verbal ketika keduanya tidak sesuai (Knapp, 1972; Malandro dan

    Barker, 1983; Mehrabian, 1981).

    Bahasa nonverbal memiliki fungsi yang dapat menjelaskan maksud dari

    pesan-pesan yang disampaikan melalui bahasa verbal. Knapp (1972: 9)

    mengemukakan lima fungsi pesan nonverbal yaitu: (1) repetisi, mengulang

    kembali gagasan yang sudah disajikan secara verbal; (2) subtitusi, menggantikan

    lambang verbal; (3) kontradiksi, menolak pesan verbal atau memberikan makna

    yang lain terhadap pesan verbal; (4) komplemen, melengkapi dan memperkaya

    makna pesan nonverbal; dan (5) aksentuasi, menegaskan pesan verbal atau

    menggaris bawahinya.

    Bahasa nonverbal merupakan komponen pendukung untuk terciptanya

    makna komunikasi. Meskipun sebagai pendukung, bahasa nonverbal mempunyai

    peranan yang penting. Menurut Ekman (1965) dan Knapp (1978), komunikasi

    nonverbal dapat menjalankan sejumlah fungsi penting. Berikut ini merupakan

    fungsi komunikasi nonverbal yaitu: (1) Untuk menekankan, yaitu menonjolkan

    atau menekankan beberapa bagian dari pesan verbal; (2) Untuk melengkapi, yaitu

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 25

    untuk memperkuat warna atau sikap umum yang dikomunikasikan oleh pesan

    verbal; (3) Menunjukkan kontradiksi, yaitu komunikasi nonverbal dapat

    digunakan secara sengaja untuk mempertentangkan pesan verbal kita dengan

    gerakan nonverbal; (4) Untuk mengatur, yaitu gerak-gerik nonverbal dapat

    mengendalikan atau mengisyaratkan keinginian untuk mengatur arus pesan

    verbal; (5) Untuk mengulangi, yaitu kita dapat mengulangi atau merumuskan

    ulang makna pesan verbal; (6) Untuk menggantikan, yaitu komunikasi nonverbal

    juga dapat menggantikan pesan verbal (DeVito, 2004: 193).

    Dengan demikian, fungsi bahasa verbal dan nonverbal yaitu sebagai alat

    untuk menyampaikan ide atau gagasan secara utuh kepada mitra tutur. Bahasa

    verbal sebagai wujud tuturan lisan yang dinyatakan melalui bunyi dan bahasa

    nonverbal sebagai bahasa yang mampu memperjelas tuturan tersebut. Sejalan

    dengan kedua pendapat yang dikemukakan oleh Ekman (1965) dan Knapp (1978),

    fungsi bahasa nonverbal yaitu: (1) repetisi/pengulangan bahwa bahasa nonverbal

    mampu merumuskan kembali tuturan verbal yang kurang mampu dipahami; (2)

    subtitusi/penggantian bahwa bahasa nonverbal mampu menggantikan bahasa

    verbal; (3) kontradiksi/mempertentangkan bahwa mampu menunjukkan

    kontradiksi antara tuturan verbal dan bahasa nonverbal; (4)

    komplemen/melengkapi tuturan bahwa bahasa nonverbal mampu melengkapi

    tuturan verbal; (5) aksentuasi/penekanan bahwa bahasa nonverbal mampu

    menekankan tuturan verbal; dan (6) regulasi/mengatur bahwa bahasa nonverbal

    mampu mengatur dan mengisyaratkan bahasa verbal.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 26

    2.1.4 Makna Pragmatik Bahasa Verbal dan Nonverbal

    Makna pragmatik pemakaian bahasa verbal dan nonverbal dalam penelitian

    ini yaitu maksud penutur saat berkomunikasi. Makna pragmatik yang dimaksud

    adalah makna yang ingin disampaikan oleh penutur berdasarkan konteks tuturan.

    Oleh karena itu, makna pragmatik harus dipahami atas dasar konteks nonverbal

    ketika penutur menyampaikan tuturan (bahasa verbal). Pranowo (2015)

    mengemukakan mengenai tujuan studi bahasa dari sudut pandang pragmatik yaitu

    ingin memahami maksud penutur melalui bahasa yang digunakan, atau

    memahami fungsi komunikatif pemakaian bahasa. Artinya, ketika seseorang

    berkomunikasi dengan orang lain, mereka ingin menyampaikan maksud tertentu

    melalui makna-makna yang terdapat dalam bahasa. Namun, pada saat-saat

    tertentu, makna yang terkandung dalam bahasa belum dapat dipahami oleh mitra

    tutur karena ada gagasan penutur yang tidak dapat diwakili dengan kata-kata.

    Gagasan yang tidak dapat diwakili oleh kata-kata padahal ingin diungkapkan oleh

    penutur itulah yang dimaksud dengan konteks.

    Fishman (1968) mengemukakan 4 ranah, yaitu (1) keluarga, (2)

    ketetanggaan, (3) kerja, dan (4) agama. Greenfield (dalam Fasold, 1984: 181)

    menggunakan 5 ranah dalam penelitiannya tentang pilihan bahasa orang Puerto

    Rico di New York City, yaitu (1) keluarga, (2) kekariban, (3) agama, (4)

    pendidikan, dan (5) kerja. Sementara itu, Sumarsono (2002: 266) menggunakan 7

    ranah pengamatan dalam penelitian yang dilakukannya, yakni (1) keluarga, (2)

    kekariban, (3) ketetanggaan, (4) pendidikan, (5) agama, (6) transaksi, dan (7)

    pemerintahan.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 27

    Pemakaian bahasa Sunda dapat menunjukkan perilaku sosial (social

    behavior) yang mengacu pada norma atau aturan setempat. Hal tersebut

    menunjukkan bahwa pilihan bahasa merupakan suatu tanda solidaritas dan jati diri

    kelompok. Fokus penelitian pemakaian bahasa verbal dan nonverbal masyarakat

    Sunda di Kecamatan Sindangkasih didasarkan pada ranah-ranah tertentu yang

    disesuaikan dengan jadwal rutin kegiatan di sembilan desa, yaitu (1) kegiatan

    pengajian dalam ranah agama; (2) PKK dalam ranah kekariban, keluarga,

    ketetanggan; (3) posyandu dalam ranah kekariban, keluarga, ketetanggan.

    Kegiatan-kegiatan tersebut dapat didasarkan pada ranah agama, kekariban,

    keluarga. Oleh karena itu, penelitian ini akan difokuskan pada makna pragmatik

    tuturan masyarakat Sunda yang sedang berkomunikasi dalam situasi formal untuk

    menjaga kesantunan.

    2.1.5 Kajian Pragmatik

    Pragmatik merupakan kajian ilmu bahasa yang mampu mengungkapkan

    maksud berdasarkan konteks. Levinson (1983: 7) mengemukakan bahwa

    pragmatik merupakan kajian tentang hubungan antara bahasa dan konteks yang

    secara tata bahasa, atau dikodekan dalam struktur bahasa. Nababan (1978: 2)

    mengemukakan bahwa pragmatik adalah kajian tentang kemampuan pemakaian

    bahasa yang mengaitkan kalimat-kalimat dengan konteks-konteks yang sesuai

    bagi kalimat-kalimat itu.

    Kridalaksana (1993: 177) mengemukakan bahwa pragmatik juga diartikan

    sebagai syarat-syarat yang mengakibatkan serasi-tidaknya pemakaian bahasa

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 28

    dalam komunikasi; aspek-aspek pemakaian bahasa atau konteks luar bahasa yang

    memberikan sumbangan kepada makna ujaran. Rohmandi (2004: 2)

    mengemukakan bahwa pragmatik merupakan studi kebahasaan yang terikat

    konteks. Kemudian, Rahardi (2009: 21) menegaskan bahwa pragmatik merupakan

    ilmu bahasa yang mempelajari kondisi penggunaan bahasa manusia, pada

    dasarnya sangat ditentukan oleh konteks situasi yang mewadahi bahasa itu.

    Berdasarkan beberapa pandangan tersebut, pragmatik memfokuskan aspek-aspek

    di dalam dan di luar bahasa untuk diinterpretasi oleh penutur dan mitra tutur

    sesuai dengan konteks yang mewadahi bahasa itu. Jadi, pragmatik adalah ilmu

    bahasa yang mengkaji pemakaian bahasa untuk mengungkapkan maksud

    berdasarkan konteks.

    2.1.6 Konteks

    McArthur (2001: 151) mengemukakan bahwa konteks didefinisikan sebagai

    berikut: 1) Konteks atau ko-teks merupakan kalimat yang biasanya mendahului

    dan mengikuti kalimat atau elemen bahasa lainnya; 2) Lingkungan linguistik,

    situasional, sosial dan budaya dari unsur bahasa, tindakan, perilaku, dan lain-lain.

    Malinowski (1923: 307) mengemukakan bahwa bahasa harus dianggap sebagai

    modus tindakan, yaitu makna ucapan tidak berasal dari gagasan kata-kata yang

    membentuknya tetapi dari hubungannya dengan konteks situasional di mana

    ucapan itu terjadi. Malinowski menciptakan istilah "konteks situasi" ketika dia

    mempelajari penduduk di Pulau Trobiand di Pasifik Selatan. Konteks situasi

    mengacu pada gagasan konteks yang lebih luas atau kondisi umum di mana

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 29

    bahasa diucapkan. Peran "konteks situasi" untuk menentukan makna dalam

    penggunaan bahasa. Malinowski mencatat bahwa "... ucapan dan situasi terikat tak

    dapat dipisahkan satu sama lain dan konteks situasi sangat diperlukan untuk

    memahami kata-kata". Malinowski juga menunjukkan bahwa untuk memahami

    arti dari apa yang dikatakan, seseorang seharusnya tidak hanya

    mempertimbangkan konteks ujaran tertentu tetapi juga mempertimbangkan

    karakteristik budaya masyarakat sebagaimana tercermin dalam konteks situasi di

    mana tipe-tipe ujaran tertentu biasanya diproduksi sendiri dan dianggap tertanam

    dalam konteks budaya.

    Firth mengembangkan konsep tersebut bahwa konteks situasi tidak harus

    ditafsirkan dalam istilah konkret sebagai semacam rekaman audiovisual dari 'alat

    peraga' di sekitarnya, tetapi lebih merupakan representasi abstrak dari lingkungan

    dalam hal kategori umum tertentu yang memiliki relevansi dengan teks (Halliday,

    2001: 109). Firth menekankan sifat abstrak dari konteks dalam situasi, mencatat

    bahwa konteks situasi bukan hanya latar belakang untuk kata-kata pada saat

    tertentu, melainkan mencakup pengaturan budaya seluruh ujaran dan sejarah

    pribadi para peserta. Konteks Firth mencakup konteks situasi mengenai faktor

    linguistik dan konteks situasi mengenai faktor-faktor nonlinguistik.

    Rahardi (2009: 21) menegaskan bahwa konteks yang dimaksud dapat

    mencakup dua macam hal, yaitu konteks yang bersifat sosial dan konteks yang

    bersifat sosietal. Konteks sosial adalah konteks yang timbul sebagai akibat dari

    munculnya interaksi antaranggota masyarakat dalam suatu masyarakat sosial dan

    budaya tertentu, sedangkan konteks sosietal adalah konteks yang faktor

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 30

    penentunya adalah kedudukan (rank) dari anggota masyarakat dalam institusi-

    institusi sosial yang ada di dalam masyarakat sosial dan budaya tertentu. Dengan

    demikian dapat dikatakan bahwa menurut pakar bahasa ini dasar dari munculnya

    konteks sosietal adalah adanya kekuasaan (power), sedangkan dasar dari

    kemunculan konteks sosial itu adalah adanya solidaritas (solidarity).

    Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, konteks sangat berperan dalam

    mengungkapkan maksud kesantunan. Penelitian pemakaian bahasa verbal dan

    nonverbal sebagai manifestasi kesantunan masyarakat Sunda didasarkan pada

    konteks yang melingkupinya. Konteks tersebut meliputi: (1) Konteks situasi

    bukan hanya latar belakang untuk kata-kata pada saat tertentu, melainkan

    mencakup pengaturan budaya seluruh ujaran dan sejarah pribadi para peserta.

    Konteks situasi mencakup faktor linguistik dan faktor nonlinguistik. Faktor

    linguistik yaitu konteks atau ko-teks merupakan kalimat yang biasanya

    mendahului dan mengikuti kalimat atau elemen bahasa lainnya, sedangkan faktor

    nonlinguitik yaitu konteks yang mengacu pada beberapa cara selain penggunaan

    kata-kata yaitu kontak mata, gerakan anggota badan seperti ekspresi wajah,

    gerakan mata, gerakan kepala, gerakan tangan, gerakan badan, atau kombinasi

    yang satu dengan yang lain; (2) Konteks sosial dan budaya adalah hal-hal yang

    timbul sebagai akibat dari munculnya interaksi antaranggota masyarakat dalam

    budaya tertentu; dan (3) Konteks sosietal adalah hal-hal yang menjadi faktor

    penentunya adalah kedudukan (rank) dari anggota masyarakat dalam institusi-

    institusi sosial yang ada di dalam masyarakat sosial dan budaya tertentu. Hal ini

    menunjukkan bahwa munculnya konteks sosietal adalah adanya kekuasaan

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 31

    (power), sedangkan dasar dari kemunculan konteks sosial itu adalah adanya

    solidaritas (solidarity). Dengan demikian, konteks yang dimaksud dalam

    penelitian ini yaitu siapa penutur dan mitra tuturnya, tempat tuturan berlangsung,

    waktu, situasi/suasana, dan budaya kesantunan masyarakat Sunda.

    Pranowo (2015) mengemukakan mengenai tujuan studi bahasa dari sudut

    pandang pragmatik yaitu ingin memahami maksud penutur melalui bahasa yang

    digunakan, atau memahami fungsi komunikatif pemakaian bahasa. Artinya, ketika

    seseorang berkomunikasi dengan orang lain, mereka ingin menyampaikan maksud

    tertentu melalui makna-makna yang terdapat dalam bahasa. Namun, pada saat-saat

    tertentu, makna yang terkandung dalam bahasa belum dapat dipahami oleh mitra

    tutur karena ada gagasan penutur yang tidak dapat diwakili dengan kata-kata.

    Gagasan yang tidak dapat diwakili oleh kata-kata padahal ingin diungkapkan oleh

    penutur itulah yang dimaksud dengan konteks. Berikut ini merupakan identifikasi

    dasar penentuan konteks.

    a. Membangun dasar pemahaman yang sama

    Pertanyaan seorang suami “Sudah jam berapa, ya Bu?” dan istri yang

    ditanya kemudian menjawab “Kereta api belum lewat, tu Pak!”, penanya

    kemudian mengatakan “O, ya sudah. Berarti masih ada waktu”. Komunikasi

    antara suami dan istri seperti itu nampak tidak padu secara sintaktis (tidak

    kohesif). Namun, kenyataannya sang suami merasa sudah cukup mendapat

    informasi dari jawaban istrinya. Buktinya, suami tidak protes apa-apa tetapi justru

    mengatakan “O, ya sudah berarti masih ada waktu”. Artinya, komunikasi tersebut

    padu secara semantik (kohern). Hal tersebut terjadi karena suami dengan istrinya

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 32

    sama-sama memiliki dasar pemahaman yang sama (common ground) mengenai

    soal waktu. Dasar pemahaman yang sama yang dimaksud adalah sama-sama

    memiliki pemahaman mengenai konteks yang dimaksud. Tuturan suami-istri di

    atas menjadi kohern karena keduanya sama-sama memiliki dasar pemahaman

    yang sama (common ground) bahwa pada jam tertentu kereta api pasti lewat.

    Sementara itu, ketika suaminya bertanya “Jam berapa?”, si istri tidak perlu pergi

    melihat arloji penunjuk waktu yang ada di kamar tetapi dengan spontan

    mengatakan “Kereta api belum lewat, tu Pak”. Inilah yang dimaksud salah satu

    wujud konteks dalam bidang pragmatik. Konteks seperti itu disebut “dasar

    pemahaman yang sama” bahwa penutur dan mitra tutur memiliki persepsi yang

    sama terkait hal tersebut, sehingga tidak menghambat proses komunikasi.

    Konteks dalam pragmatik selalu berada di luar teks.

    b. Mengenali latar belakang budaya

    Tuturan yang biasa diungkapkan oleh anak-anak Indonesia bagian timur.

    Mereka sering memotong-motong kata atau sering kita mendengar istilah “delisi”

    penghilangan sebagian suku kata, seperti “Sapi main bola, Mah”. Jika mitra tutur

    hanya memahami secara linguistik, tentu tidak dapat menangkap maksud penutur.

    Bagaimana mungkin Sapi main bola. Padahal, penutur ketika berujar memotong

    kata “saya” menjadi “Sa-” dan “pigi/pergi” menjadi “pi-“sehingga “Saya pingin”

    hanya diucapkan menjadi “Sapi”. Bagi penutur yang sama-sama orang Indonesia

    Timur, mendengar ujaran seperti itu dapat dengan mudah memahami maksud

    penutur. Penutur tidak ingin mengatakan bahwa “Lembu bermain bola” tetapi

    minta izin kepada Ibunya untuk pergi bermain bola. Hal demikian hanya dapat

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 33

    dipahami jika penutur dan mitra tutur sama-sama memahami latar belakang

    budaya bertutur sehari-hari dalam masyarakat masyarakat memiliki latar belakang

    budaya yang berbeda-beda tetapi saling dipahani oleh komunitasnya.

    c. Menangkap asumsi penutur terhadap mitra tutur

    Sebagai awal membangun asumsi dalam berkomunikasi, penutur dapat

    melakukan berbagai cara untuk menjajagi mitra tutur agar dapat menemukan

    persepsi yang sama. Misalnya, ketika berjumpa dengan seseorang di dalam

    kereta api atau pesawat, mereka duduk berdanpingan. Kalau duduk

    berdanpingan lalu tidak berkomunikasi juga aneh. Sebagai awal pembuka

    percakapan, mereka dapat saling bertanya siapa namanya, tujuan kepergiannya

    kemana, profesinya apa, dsb. Semakin lama, semakin banyak informasi yang

    dapat digali dari mitra tutur. Inilah cara penutur membangun asumsi terhadap

    mitra tutur.

    d. Mengenali pengetahuan tentang dunia

    Ketika penutur berkomunikasi dengan mitra tutur, dan mereka memiliki

    knowledge of the world yang sama, berarti keduanya memiliki dasar pemahaman

    yang sama mengenai topik yang dibicarakan sehingga mereka akan dapat

    berkomunikasi secara lancar. Begitu juga dengan latar belakang budaya (culture

    knowledge back ground). Latar belakang pengetahuan budaya dapat menjadi

    salah satu dasar dapat atau tidaknya komunikasi berjalan lancar. Bagi orang

    yang memiliki latar belakang pengetahuan budaya sama, kecenderungan

    komunikasi dapat berjalan lancar lebih besar. Sebaliknya, jika orang yang

    terlibat dalam komunikasi berbeda latar belakang pengetahuan budayanya, ada

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 34

    kemungkinan dapat salah paham atau tidak “chun in” ketika mereka

    berkomunikasi.

    e. Mengenali kesantunan

    Pemakaian bahasa dikatakan santun apabila penutur mampu menjaga harkat

    dan martabat dirinya di hadapan mitra tutur sehingga tuturannya tidak

    menyinggung perasaan mitra tutur. Santun tidaknya suatu tuturan, di samping

    ditentukan oleh unsur intralingual seperti kata-kata beraura santun (tolong,

    terimakasih, berkenan, dll.) juga ditentukan unsur ekstralingual (empan papan,

    adu rasa, angon rasa, khurmat, dll. Artinya, saat berkomunikasi setidaknya kita

    mengenal siapa mitra tutur atau lawan bicara ketika proses komunikasi

    berlangsung.

    f. Mengenali bahasa nonverbal penutur

    Bahasa nonverbal (sebagai unsur ekstralingual) juga tidak kalah penting

    dalam berkomunikasi. Bahasa nonverbal biasa digunakan dalam bahasa lisan

    tetapi ikut mendukung kejelasan komunikasi. Ketika seseorang berkomunikasi,

    tidak selalu dalam berkomunikasi bahasa kata. Bagi seseorang yang

    berkomunikasi secara lisan, peran bahasa nonverbal akan nampak jelas. Bahasa

    nonverbal dapat berupa gesture adalah bahasa nonverbal yang berupa gerakan

    tubuh atau bagian tubuh yang dapat berfungsi penting dalam berkomunikasi.

    Pemakaian bahasa verbal dan nonverbal selalu dikaitkan dengan konteks

    agar dapat mengungkapkan maksud kesantunan. Hal ini juga menunjukkan

    pentingnya konteks dalam berkomunikasi. Konteks sebagai sarana dalam

    berkomunikasi yang membantu atau mendukung kejelasan makna berdasarkan

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 35

    ide, situasi, peristiwa, atau informasi yang saling berhubungan dan

    memungkinkan untuk dipahami sepenuhnya. Oleh karena itu, penelitian

    pemakaian bahasa verbal dan nonverbal sebagai manifestasi kesantunan

    memerlukan konteks agar maksud komunikasi tersampaikan dengan baik.

    Penentuan konteks dapat dilakukan dengan (1) memiliki pemahaman yang sama;

    (2) saling mengenal latar belakang budaya; (3) menangkap asumsi penutur

    terhadap mitra tutur; (4) memiliki dasar pemahaman yang sama; (5) memahami

    kesantunan; serta (6) mengenali bahasa nonverbal penutur.

    Berdasarkan uraian di atas, konteks memiliki peranan penting dalam

    menginterpretasi wujud, fungsi, dan makna pragmatik. Setiap tuturan verbal selalu

    membutuhkan peran konteks bahasa nonverbal untuk menandai kesantunan

    berbahasa masyarakat Sunda yang dijadikan fokus penelitian ini. Bahkan, konteks

    bahasa nonverbal, seperti sudah diuraikan di bagian sebelumnya mengambil peran

    sebagian besar dalam menentukan wujud, fungsi, dan makna pragmatik.

    2.1.7 Manifestasi Kesantunan Berbahasa

    Salah satu kajian eksternal bahasa yaitu kesantunan berbahasa. Hal tersebut

    sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Pranowo (2014: 64)

    mengemukakan bahwa kajian bahasa secara pragmatik merupakan kajian dari

    linguistik. Keduanya mengkaji bahasa, namun yang menjadi pembeda ialah

    linguistik mengkaji secara internal dan pragmatik mengkaji secara eksternal.

    Thomas (1995: 57) mengemukakan bahwa:

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 36

    “Politeness can be regard as the strategy conducted by a

    speaker to get various purposes, such as to interlace and

    keep harmonious relationship”.

    Artinya bahwa kesantunan dapat dianggap sebagai strategi yang

    dilakukan oleh penutur untuk memperoleh berbagai tujuan, seperti menjalin atau

    memelihara hubungan yang harmonis. Sejalan dengan hal tersebut, Pranowo

    (2009) mengemukakan bahwa struktur bahasa yang digunakan diatur atau

    disusun oleh si penutur supaya tidak menyinggung perasaan pendengarnya.

    Kedua pendapat tersebut menjelaskan bahwa kesantunan sebagai cara penutur

    untuk mencapai tujuan serta kesan yang baik dalam berkomunikasi terlebih lagi

    yaitu untuk menjaga perasaan mitra tutur. Ellen (2006) mengemukakan bahwa

    kesantunan berbahasa merupakan salah satu cabang pragmatik kontemporer yang

    lebih populer dan merupakan peranti yang digunakan secara luas dalam berbagai

    kajian komunikasi antarbudaya. Artinya, kajian pragmatik dapat menganalisis

    kesantunan berbahasa yang berkaitan dengan pemakaian bahasa dalam

    lingkungan masyarakat berbudaya.

    Berikut ini akan dipaparkan beberapa pendapat pakar mengenai parameter

    kesantunan berbahasa. Pertama, hasil penelitian Brown dan Levinson (1987)

    membuktikan bahwa kesantunan berkaitan dengan nosi “wajah negatif” dan

    “wajah positif”. Wajah negatif terjadi mana kala pendengar merasa “kehilangan

    muka” ketika mendengar tuturan, pembicara dapat merasa “terhina” atau

    kehilangan harga diri”. Sementara itu, “wajah positif” merupakan danbaan setiap

    orang yang terlibat dalam komunikasi. Brown dan Levinson membuktikan bahwa

    setiap orang ingin agar apa yang dilakukan, apa yang dimiliki, nilai-nilai yang

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 37

    diyakini dihargai oleh orang lain sebagai sesuatu yang baik, menyenangkan,

    patut dihargai, menguntungkan dan sebagainya. Dengan demikian, kesantunan

    selalu berkaitan dengan kepentingan pihak pendengar dalam tuturan.

    Kedua, Leech (1983) menyatakan bahwa kesantunan berbahasa

    mencakup serangkaian maksim atau aturan tertentu. Leech memaparkan

    kesantunan tersebut dalam tujuh maksim yaitu: (1) maksim kebijaksanaan “tact

    maxim” yaitu memberi keuntungan bagi mitra tutur; (2) maksim kedermawanan

    “generosity maxim” yaitu maksimalkan kerugian pada diri sendiri, (3) maksim

    pujian “praise maxim” yaitu maksimalkan pujian kepada mitra tutur, (4) maksim

    kerendahan hati yaitu minimalkan pujian kepada diri sendiri, (5) maksim

    kesetujuan yaitu maksimalkan kesetujuan dengan mitra tutur, (6) maksim simpati

    “sympathy maxim” yaitu maksimalkan ungkapan simpati kepada mitratutur, dan

    (7) maksim pertimbangan “consideration maxim” yaitu minimalkan rasa tidak

    senang pada mitra tutur dan maksimalkan rasa senang pada mitra tutur. Peringkat

    kesantunan sebuah tuturan dengan memanfaatkan tentang maksim interpersonal.

    Adapun lima macam skala pengukur kesantunan (Leech, 1983) sebagai

    berikut:

    1. Cost-benafit scale atau skala kerugian dan keuntungan menunjuk kepada

    besar kecilnya kerugian dan keuntungan yang diakibatkan oleh sebuah

    tindak tutur pada sebuah pertuturan. Selain itu, dilihat dari kacamata si mitra

    tutur dapat dikatakan bahwa semakin menguntungkan diri mitra tutur, tetapi

    semakin dipandang tidak santunlah tuturan tersebut. Artinya semakin tuturan

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 38

    itu danpak merugikan dirinya, kemudian mitra tutur akan dianggap semakin

    santun tuturan yang dilontarkan mitra tutur.

    2. Optionality scale atau skala pilihan menunjuk kepada banyak atau sedikitnya

    pilihan yang disampaikan penutur kepada lawan tutur dalam kegiatan

    percakapan bertuturan. Selain itu, berkaitan dengan pemakaian tuturan

    imperatif dalam bahasa Indonesia, dapat dikatakan bahwa tuturan imperatif

    itu menyajikan banyak pilihan aspek tuturan yang menjadi semakin

    bersantun pemakaian tuturan tersebut.

    3. Indirectness scale atau skala ketidaklangsungan menunjuk kepada peringkat

    langsung atau tidak langsungnya dimaksudkan sebuah tuturan. Semakin

    tuturan bersifat langsung akan dianggap semakin tidak santunlah tuturannya.

    Sebaliknya, semakin tidak langsung tuturan yang dimaksudkan sebuah

    tuturan akan dianggap semakin santun dalam bertuturan.

    4. Authority scale atau skala keotoritasan menunjuk kepada hubungan status

    sosial antara penutur dan lawan tutur yang terlibat dalam pertuturan.

    Semakin jauh jarak peringkat sosial antara penutur dengan mitra tutur

    kemudian tuturan tersebut digunakan untuk berkomunikasi akan cenderung

    menjadi santun tuturan yang dilontarkan. Sebaliknya, semakin dekat jarak

    peringkat sosial di antara keduanya akan cenderung berkuranglah peringkat

    kesantunan dalam bertutur.

    5. Social distance scale atau skala jarak sosial menunjuk kepada peringkat

    hubungan sosial antara penutur dengan mitra tutur yang terlibat dalam

    pertuturan. Salah satu sisinya kecenderungan yang semakin dekat jarak

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 39

    peringkat sosial di antara keduanya menjadi semakin kurang santunlah

    tuturan. Sebaliknya bahwa semakin jauh jarak peringkat sosial antara

    penutur dengan mitra tutur yang digunakan tuturan semakin santun

    tuturannya dan menentukan tingkat keakraban hubungan keduanya

    memberikan danpak santun dalam kegiatan bertutur.

    Ketiga, Grice (1975) menyatakan bahwa konsep kesopanan merupakan

    seperangkat asumsi yang melingkupi dan mengatur kegiatan percakapan dengan

    prinsip kerjasama (cooperative principle). Hal tersebut diyakini Grice bahwa

    agar komunikasi dapat dipahami dengan baik perlu memperhatikan prinsip

    kerjasama, yaitu: (1) maksim kualitas yaitu jika berbahasa, apa yang dikatakan

    harus didukung oleh data; (2) maksim kuantitas yaitu jika berbahasa, apa yang

    dikatakan cukup seperlunya saja, tidak ditambah dan tidak dikurangi; (3) maksim

    relevansi yaitu jika berbahasa, yang dikatakan harus dikatakan harus selalu ada

    relevansinya dengan pokok yang dibicarakan; dan (4) maksim cara yaitu jika

    berbahasa, di samping harus memikirkan pokok permasalahan yang dibicarakan,

    harus memperhatikan bagaimana cara menyampaikannya.

    Pranowo (2014: 182) mengemukakan bahwa faktor penentu kesantunan

    adalah segala sesuatu yang dapat memengaruhi pemakaian bahasa menjadi

    santun atau tidak santun. Aspek penentu kesantunan dalam bahasa verbal lisan,

    antara lain: (1) aspek intonasi, yaitu keras lembutnya intonasi ketika seseorang

    berbicara; (2) aspek nada bicara, yaitu berkaitan dengan suasana emosi penutur:

    nada resmi, nada bercanda atau bergurau, nada mengejek, nada menyindir; (3)

    faktor pilihan kata; dan (4) faktor struktur kalimat. Aspek penentu kesantunan

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 40

    bahasa nonverbal berupa pranata sosial budaya masyarakat, seperti aturan bahwa

    anak kecil harus selalu hormat kepada orang yang lebih tua, makan tidak boleh

    berkecap, bersendawa sehabis makan, perempuan tidak boleh tertawa terbahak-

    bahak, bercanda di tempat orang yang sedang berduka, dan sebagainya.

    Berdasarkan aspek-aspek yang telah dipaparkan tersebut, penentu aspek

    kesantunan bersumber dari bahasa verbal dan bahasa nonverbal.

    Kesantunan selalu berkaitan dengan serangkaian maksim atau aturan

    tertentu. Seperti pendapat yang dikemukakan oleh Leech bahwa kesantunan

    tersebut dibagi dalam tujuh maksim yaitu: (1) maksim keperdulian; (2) maksim

    kebaikan hati; (3) maksim penghargaan; (4) maksim kesahajaan; (5) maksim

    kesetujuan; (6) maksim simpati; (7) maksim pertimbangan. Lebih lanjut, Grice

    menyatakan bahwa konsep kesopanan merupakan seperangkat asumsi yang

    melingkupi dan mengatur kegiatan percakapan dengan prinsip kerjasama

    (cooperative principle). Hal tersebut diyakini Grice bahwa agar komunikasi

    dapat dipahami dengan baik perlu memperhatikan prinsip kerjasama, yaitu: (1)

    maksim kualitas; (2) maksim kuantitas; (3) maksim relevansi; dan (4) maksim

    cara. Jadi, apabila antarwarga telah memiliki pemahaman untuk ‘saling menjaga’

    sudah tentu kesantunan akan hadir dalam kehidupan bermasyarakat.

    Penelitian pemakaian bahasa verbal dan nonverbal masyarakat Sunda

    perlu dilakukan agar mampu menyampaikan maksud kesantunan. Hal tersebut

    berkenaan dengan aspek linguistik (pilihan kata dan kalimat) serta aspek

    nonlinguistik (ekspresi, sikap, serta gerak-gerik tubuh) yang mengacu pada skala

    pengukur kesantunan (Leech, 1983). Dengan demikian, kesantunan berbahasa

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 41

    masyarakat Sunda merupakan seperangkat norma/aturan serta cara yang telah

    ditatapkan dan disepakati bersama oleh masyarakat Sunda. Hal tersebut tentu

    dipengaruhi oleh bebagai aspek budaya Sunda itu sendiri.

    Selain itu, kesantunan dipengaruhi oleh adanya konteks serta peran yang

    terlibat dalam komunikasi itu sendiri. Kesantunan juga dapat diartikan sebagai

    cara berbahasa dengan tujuan untuk mendekatkan jarak sosial antarwarga

    masyarakat. Selain mengacu pada prinsip kerja sama, parameter kesantunan

    berbahasa mayarakat Sunda ditentuka