pelayanan publik di jawa timur : catatan kecil raperda pelayanan masyarakat
DESCRIPTION
Berbagai hasil penelitian para ahli, menunjukkan bahwa birokrasi pemerintah telah gagal memberikan pelayanan yg efektif dan efisien kepada masyarakat, bahkan telah berkembang patologi birokrasi yaitu munculnya praktek KKN dalam penyelenggaraan pelayanan public.TRANSCRIPT
PELAYANAN PUBLIK DI PROVINSI JAWA TIMUR : Sebuah Catatan
Kecil Raperda Pelayanan Masyarakat
Oleh : M. Subaidi Muchtar, M.Si.
(Waket DPC Partai Kebangkitan Bangsa Kabupaten Jombang)
A. Pendahuluan
Berbagai hasil penelitian para ahli, menunjukkan bahwa birokrasi
pemerintah telah gagal memberikan pelayanan yg efektif dan efisien
kepada masyarakat, bahkan telah berkembang patologi birokrasi yaitu
munculnya praktek KKN dalam penyelenggaraan pelayanan public.
Studi yang dilakukan oleh Prof.Dr.M.Irfan Islamy,MPA (2009)
menyebutkan bahwa 59 % masyarakat pengguna pelayanan menilai
kinerja pelayanan publik adalah buruk. Hal ini akibat dari kompleksitas
permasalahan yang ada di tubuh birokrasi pelayanan yaitu : (1) tidak
adanya insentif untuk melakukan perbaikan; (2) buruknya tingkat
diskresi atau pengambilan inisiatif dalam pelayanan publik yang ditandai
dengan tingkat ketergantungan yang tinggi pada aturan formal dan
petunjuk pimpinan dalam melakukan tugas pelayanan; dan (3) adanya
budaya paternalisme yang tinggi di mana aparat pelayanan
menempatkan pimpinan sebagai prioritas utama bukan kepentingan
masyarakat.
Dalam studi yang dilakukan oleh Prof.Dr.M.Irfan Islamy,MPA (2009)
Secara empiris dapat digambarkan bahwa masyarakat Jawa Timur
menilai kinerja pelayanan publik yang diberikan oleh birokrasi pemerintah
masih belum memuaskan, ini terbukti dr banyaknya keluhan pengguna
pelayanan baik secara langsung ataupun lewat media terhadap proses,
produk, sistem, biaya, waktu dan standar mutu serta kinerja pelayanan
yang masih jauh dari keinginan dan harapanan masyarakat.
Sejalan dengan kondisi diatas maka dengan ditetapkannya Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, maka DPRD
Provinsi Jawa Timur berupaya untuk melakukan revisi terhadap Peraturan
Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pelayanan
Publik di Provinsi Jawa Timur
B. Kerangka Konseptual dan Dasar Hukum Peningkatan Pelayanan
Publik
Pelayanan public yang efisien, efektif, transparan, cepat dan berkeadilan
merupakan kebutuhan yang sangat penting guna mendorong perubahan
social, oleh sebab itu setiap warga negara pengguna pelayanan
mendambakan peningkatan mutu kinerja pelayanan secara terus-
menerus. Terlebih lagi dengan terjadinya percepatan perubahan social
global yang harus direspon secara konkrit didalam penyelenggaraan
pemerintahan.
Perubahan global tersebut telah mendorong berbagai Pemerintahan di
Negara maju untuk mengembangkan system administrasi Negara dan
mutu pelayanan public yang seiring dengan perubahan social global,
Permasalahannya adalah bagaimana tekanan peningkatan mutu
pelayanan public harus dikembangkan. Menurut Edvardsson bahwa
peningkatan mutu pelayanan public sangat tergantung pada upaya
menyeimbangkan antara teknik dan metode peningkatan proses dan
sistem pelayanan dengan sikap, perilaku dan budaya pelayanan, teknik
peningkatan mutu pelayanan tidak berjalan dalam kondisi vakum, tetapi
ia dikreasi dan dijalankan oleh orang-orang dalam organisasi, oleh
karenanya tekanannya harus diberikan pada orang, proses, motivasi dan
sistem (Prof.Dr.M.Irfan Islamy,MPA; 2009)
Kesadaran atas upaya peningkatan mutu pelayanan public di Indonesia
telah dimulai sejak decade 1998 an lalu yang ditandai dengan
ditetapkannya berbagai produk perundang-undangan yang meliputi :
1. Ditetapkannya Ketetapan MPR-RI Nomor XI/MPR/1998 tentang
Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi
dan Nepotisme (KKN) telah mengamanatkan agar semua aparatur
negara mampu menjalankan tugas dan fungsinya secara profesional,
produktif, transparan dan bebas dari KKN.
2. Kemudian pada tahun 2009 ditetapkannya Undang-Undang Nomor 25
Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, yang secara lebih teknis dari
sudut administrasi Negara untuk meng indoor’s, upaya peningkatan
mutu pelayanan public.
3. Bahkan sebelum diterbitkannya Undang-Undang Nomor 25 Tahun
2009 tentang Pelayanan Publik, Kementerian Pendayagunaan Aparatur
Negara Republik Indonesia telah menetapkan beberapa Keputusan
Menteri (Menpan) diantaranya : (1) Keputusan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor. 63/Kep/M.PAN/2003 ,
tanggal 10 Juli 2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan
Pelayanan Umum. (2) Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara Nomor 25/M.PAN/2/2004 , tanggal 24 Pebruari 2004, tentang
Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat – Unit
Pelayanan Instansi Pemerintah. (3) Keputusan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 26/M.PAN/2/2004 , tanggal
24 Februari 2004, tentang Petunjuk Teknis Transparansi dan
Akuntabilitas dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik.
Intinya bahwa pemerintah berkehendak untuk mewujudkan birokrasi
pemerintah sebagai kelembagaan pelayanan public mampu secara
terus-menerus meningkatkan mutu kinerja pelayanannya kepada
masyarakat.
Dalam Konteks itulah maka revisi terhadap Peraturan Daerah Provinsi
Jawa Timur Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pelayanan Publik di Provinsi
Jawa Timur, dirasakan penting agar birokrasi Pemerintah Provinsi Jawa
Timur dan Birokrasi Pemerintah Kabupaten/Kota terdorong untuk
meningktakan mutu pelayanana public dan mampu mendorong
terjadinya perubahan social yang efektif, efisien, transparan dan
berkeadilan.
C. Pengembangan Substansi Raperda Pelayanan Masyarakat
Sebagaimana Draf Raperda Pelayanan Masyarakat yang merupakan revisi
terhadap Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 11 Tahun 2005
tentang Pelayanan Publik di Provinsi Jawa Timur, menurut hemat kami
terdapat beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian lebih intens
yang meliputi hal-hal sebagai berikut :
1. Ruang Lingkup Pelayanan Masyarakat
Didalam Raperda Pelayanan Masyarakat di Provinsi Jawa Timur,
sebagaimana dirumuskan dalam Bagian Ketiga, Pasal 4 dirumuskan “
Ruang lingkup pelayanan masyarakat meliputi semua bentuk
pelayanan yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat
yang diselenggarakan oleh penyelenggara di Provinsi Jawa
Timur “
Terkait dengan rumusan Pasal tersebut terdapat beberapa hal yang
akan mendatangkan berbagai permasalahan pemahaman dan teknis
implementatif, sebab pasal tersebut mengandung permasalahan klasul
hukum yang cukup serius, yakni mengandung kemaknagandaan kata
dan kalimat.
Oleh sebab itu disarankan untuk menguraikan secara lebih rinci ruang
lingkup pelayanan masyarakat didalam Raperda tersebut dengan
rumusan berikut ini :
Pasal 4
Semula
Ruang lingkup pelayanan masyarakat meliputi semua bentuk
pelayanan yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat
yang diselenggarakan oleh penyelenggara di Provinsi Jawa
Timur “
Menjadi
(1) Ruang lingkup pelayanan publik meliputi pelayanan barang
publik dan jasa publik serta pelayanan administratif yang
diatur dalam peraturan perundang-undangan.
(2) Ruang lingkup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
Pendidikan, pengajaran, pekerjaan dan usaha, tempat tinggal,
komunikasi dan informasi, lingkungan hidup, kesehatan,
jaminan sosial, energi, perhubungan, sumber daya alam,
pariwisata, dan sektor strategis lainnya.
(3) Pelayanan barang publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. Pengadaan dan penyaluran barang publik yang dilakukan
oleh instansi pemerintah yang sebagian atau seluruh dananya
bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara
dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah;
b. Pengadaan dan penyaluran barang publik yang dilakukan
oleh suatu badan usaha yang modal pendiriannya sebagian
atau seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/atau
kekayaan daerah yang dipisahkan; dan
c. Pengadaan dan penyaluran barang publik yang
pembiayaannya tidak bersumber dari anggaran pendapatan
dan belanja negara atau anggaran pendapatan dan belanja
daerah atau badan usaha yang modal pendiriannya sebagian
atau seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/atau
kekayaan daerah yang dipisahkan, tetapi ketersediaannya
menjadi misi negara yang ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan.
(4) Pelayanan atas jasa publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. Penyediaan jasa publik oleh instansi pemerintah yang sebagian
atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan
dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan
belanja daerah;
b. Penyediaan jasa publik oleh suatu badan usaha yang modal
pendiriannya sebagian atau seluruhnya bersumber dari
kekayaan negara dan/atau kekayaan daerah yang
dipisahkan; dan
c. Penyediaan jasa publik yang pembiayaannya tidak bersumber
dari anggaran pendapatan dan belanja negara atau anggaran
pendapatan dan belanja daerah atau badan usaha yang
modal pendiriannya sebagian atau seluruhnya bersumber dari
kekayaan negara dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan,
tetapi ketersediaannya menjadi misi negara yang ditetapkan
dalam peraturan perundang-undangan.
(5) Pelayanan publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
memenuhi skala kegiatan yang didasarkan pada ukuran
besaran biaya tertentu yang digunakan dan jaringan yang
dimiliki dalam kegiatan pelayanan publik untuk dikategorikan
sebagai penyelenggara pelayanan publik.
(6) Ruang lingkup sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur
lebih lanjut dalam Peraturan Gubernur.
2. Organisasi Penyelenggara dan Penataan Pelayanan
Masyarakat
Kelemahan lain didalam Raperda Pelayanan Masyarakat di Provinsi
Jawa Timur meliputi bagian penting yang diatur didalam Draf Raperda
tersebut yang meliputi Pembina, Organisasi Penyelenggara dan
Penataan Pelayanan Masyarakat secara rinci, tegas dan jelas.
Oleh sebab itu disarankan untuk mengadopsi Undang-Undang Nomor
25 Tahun 2009 yang mengatur tentang Pembina, Organisasi
Penyelenggara dan Penataan Pelayanan Masyarakat
Disarankan perlu dilakukan penambahan klausul uturan didalam
Raperda Pelayanan Masyarakat yang mengatur tentang Pembina,
Organisasi Penyelenggara, dan Penataan Pelayanan Masyarakat
Pertama, Pembina Pelayanan Masyarakat adalah Gubernur pada
tingkat provinsi; Bupati pada tingkat kabupaten; dan Walikota pada
tingkat kota. Sedang tugas dan tanggung jawabnya menjamin
kelancaran penyelenggaraan pelayanan publik di Provinsi Jawa
Timur, Kabupaten/Kota. Dengan kewenangan yang untuk melakukan
pembinaan, pengawasan, dan evaluasi terhadap pelaksanaan tugas
dari penanggung jawab. Serta wajib melaporkan hasil
perkembangan kinerja pelayanan publik masing-masing kepada
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa Timur, bagi
Gubernur, kepada DPRD Kabupaten/Kota oleh Bupati/Wali Kota.
Kedua, Penanggung Jawab Pelayanan Publik adalah Sekretaris Daerah
Provinsi pada tingkat Pemerintah Provinsi dan Sekretaris
Kabupaten/Kota pada tingkat Kabupaten/Kota. Penanggung Jawab
Pelayanan Masyarakat mempunyai tugas :
a. Mengoordinasikan kelancaran penyelenggaraan pelayanan publik
sesuai dengan standar pelayanan pada setiap satuan kerja;
b. Melakukan evaluasi penyelenggaraan pelayanan publik; dan
c. Melaporkan kepada pembina pelaksanaan penyelenggaraan
pelayanan publik di seluruh satuan kerja unit pelayanan publik.
Ketiga, Organisasi Penyelenggara pelayanan masyarakat perlu di
perjelas. Hal ini sudah dirumuskan dalam Pasal 9, tetapi perlu ada
penambahan pasal yang mengatur tentang hal-hal sebagai berikut :
a. Organisasi penyelenggara berkewajiban menyelenggarakan
pelayanan publik sesuai dengan tujuan pembentukan.
b. Penyelenggaraan pelayanan masyarakat sekurang-kurangnya
meliputi : (1) pelaksanaan pelayanan; (2) pengelolaan pengaduan
masyarakat; (3) pengelolaan informasi; (4) pengawasan internal; (5)
penyuluhan kepada masyarakat; dan (6) pelayanan konsultasi.
c. Penyelenggara dan seluruh bagian organisasi penyelenggara
bertanggung jawab atas ketidakmampuan, pelanggaran, dan
kegagalan penyelenggaraan pelayanan masyarakat
3. Evaluasi Pelayanan Masyarakat
Sisi lain yang membutuhkan upaya pengkajian secara lebih serius
didalam Raperda Pelayanan Masyarakat di Provinsi Jawa Timur, adalah
tidak tegasnya klasul yang mengatur tentang evaluasi Pelayanan
Masyarakat. Didalam Draf tersebut tepatnya pada bagian Tata Kelola
Pelayanan Masyarakat evaluasi hanya ditekankan peda fungsi
pengaduan masyarakat. Ini tentu menjadi masalah jangka panjang
terkait dengan upaya peningkatan mutu pelayanan public.
Untuk itu disarankan bahwa evaluasi pelayanan masyarakat harus
diletakkan dalam kerangka upaya-upaya peningkatan mutu
pelayanan, bukan hanya sekedar dalam konteks pengaduan
masyarakat. Secara rinci disarankan klasul sebagai berikut :
(1) Penyelenggara pelayanan masyarakat berkewajiban
melaksanakan evaluasi terhadap kinerja pelaksana di lingkungan
organisasi secara berkala dan berkelanjutan.
(2) Berdasarkan hasil evaluasi tersebut Penyelenggara pelayanan
masyarakat berkewajiban melakukan upaya peningkatan
kapasitas pelaksana.
(3) Evaluasi terhadap kinerja pelaksana Peneyelenggara pelayanan
masyarakat harus dilakukan dengan mendasarkan pada indikator
yang jelas dan terukur dengan memperhatikan perbaikan
prosedur dan/atau penyempurnaan organisasi sesuai dengan
asas pelayanan publik dan peraturan perundang-undangan.
4. Hubungan Antar Penyelenggara Pelayanan Masyarakat
Salah satu masalah utama yang seringkali menjadi kendala serius
peningkatan mutu pelayanan public adalah kordinasi antar organisasi
pelayanan public. Salah satu contoh riil adalah bidang perijinan.
Memang diberbagai Daerah dan kelembagaan pelayanan public telah
dikembangkan one stop service (system pelayanan dan perijinan
terpadu atau pelayanan/perijinan satu atap), namun dalam prakteknya
hampir dipastikan akan bermuara kepada keterbatasan kewenangan
dan kemampuan sumberdaya aparatur.
Didalam Draf Raperda Pelayanan Masyarakat hubungan antar
penyelenggaran pelayanan masyarakat hanya diatur dalam satu pasal
sebagai berikut : “ Penyelenggara dapat mengadakan kerja
sama dengan penyelenggara pelayanan masyarakat lainnya
ataupun dengan pihak ketiga yang didasarkan pada
pertimbangan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan
pelayanan”.
Oleh sebab itu disarankan untuk memasukkan klasul yang mengatur
tentang hubungan antar penyelenggara pelayanan masyarakat agar
lebih rinci dengan rumusan sebagai berikut :
(1) Dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas
pelayanan, dapat dilakukan kerja sama antar penyelenggara.
(2) Kerja sama antar penyelenggara sebagaimana dimaksud diatas
meliputi kegiatan yang berkaitan dengan teknis operasional
pelayanan dan/atau pendukung pelayanan.
(3) Dalam hal penyelenggara yang memiliki lingkup kewenangan
dan tugas pelayanan publik tidak dapat dilakukan sendiri
karena keterbatasan sumber daya dan/atau dalam keadaan
darurat, penyelenggara dapat meminta bantuan kepada
penyelenggara lain yang mempunyai kapasitas memadai.
(4) Dalam keadaan darurat, permintaan penyelenggara lain wajib
dipenuhi oleh penyelenggara pemberi bantuan sesuai dengan
tugas dan fungsi organisasi penyelenggara yang bersangkutan
berdasarkan peraturan perundang-undangan.
5. Eksistensi Komisi Pelayanan Masyarakat.
Eksistensi kelembagaan Komisi Pelayanan Masyarakat yang telah
dikembangkan di Wilayah Provinsi Jawa Timur, merupakan terobosan
yang strategis sejak ditetapkannya Perda Nomor 11 tahun 2005
tentang Pelayanan Publik di Provinsi Jawa Timur. Dapat dikatakan
terobosan yang bersifat strategis karena kelembagaan Ombudsman
tidak mengembangkan kelembagaan Ombudsman di Daerah.
Tetapi sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009
tentang Pelayanan Publik, sebabagaimana diatur dalam Pasal 46 yang
mengatur tentang Ombudsman sebagai berikut :
(3) Ombudsman wajib membentuk perwakilan di daerah yang
bersifat hierarkis untuk mendukung tugas dan fungsi
ombudsman dalam kegiatan pelayanan publik.
(4) Pembentukan perwakilan ombudsman di daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dilakukan paling lambat 3 (tiga) tahun
sejak undang-undang ini diundangkan.
Oleh sebab itu disarankan bahwa Raperda Pelayanan Masyarakat di
Provinsi Jawa Timur yang mengatur tentang Komisi Pelayanan
Masyarakat agar tidak mengatur tentang pendirian kelembagaan
Komisi Pelayanan Masyarakat, dengan pertimbangan yuridis sebagai
berikut :
Pertama, Komisi Pelayanan Masyarakat tidak dikenal dalam Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 2009, yang merupakan dasar hukum dari
Draf Raperda Pelayanan Masyarakat. Kelembagaan control pelayanan
public yang bersifat independen sebagaimana diatur dalam UU No,
25/2009 adalah kelembagaan Ombudsman.
Kedua, Dengan mendasarkan pada Pasal 46 ada perintah UU untuk
membentuk Ombudsman di Daerah yang merupakan kelembagaan
khirarkis dari Ombudsman Pusat, yang kewenangannya sama dengan
konsep Komisi Pelayanan Masyarakat sebagaimana dirumuskan dalam
Draf Raperda tersebut
D. Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
Secara umum bahwa Revisi Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur,
Nomor 11 Tahun 2005, merupakan upaya peningkatan pelayanan
masyarakat di Wilayah Provinsi Jawa Timur dan disesuaikan dengan
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009. Namun dibeberapa bagian
klasul Draf Raperda Pelayanan Masyarakat masih membutuhkan
upaya penyempurnaan yang meliputi; ( a) Ruang Lingkup Pelayanan
Masyarakat ; (b) Organisasi Penyelenggara dan Penataan Pelayanan
Masyarakat ;(c) Evaluasi Pelayanan Masyarakat; (d) Hubungan Antar
Penyelenggara Pelayanan Masyarakat; (e) Eksistensi Komisi
Pelayanan Masyarakat.
2. Saran-Saran
a. Disarankan untuk memperjelas ruang lingkup Pelayanan
Masyarakat secara lebih rinci dan jelas, sehingga tidak
menimbulkan kemaknagandaan kata dan kalimat ( avoid ambiguity
in word and sentence)
b. Disarankan memperjelas organisasi penyelenggara dan penataa
kelolaan pelayanan masyarakat, dalam hal ini perlu
menterjemahkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 secara
lebih teknis didalam klausul Raperda Pelayanan Masyarakat
c. Disarankan bahwa evaluasi pelayanan public di Jawa Timur tidak
hanya diletakkan dalam kerangka complain dari masyarakat atas
pelayanan public, melainkan harus diletakkan dalam kerangka
untuk melakukan upaya perbaikan dan peningkatan mutu
pelayanan masyarakat.
d. Disarankan bahwa pembentukan dan eksistensi Komisi Pelayanan
Masyarakat tidak didirikan dengan tugas pokok, fungsi dan
kewenangan yang paralel dengan tugas pokok, fungsi dan
kewenangan Ombudsman. Sebab sesuai dengan Pasal 46 UU
Nomor 25 Tahun 2009, Komisi Ombudsman harus dibentuk di
Daerah-Daerah yang merupakan kelembagaan yang bersifat