pelayanan kesehatan diplopia

10
Makalah PERENCANAAN PROGRAM PELAYANAN KESEHATAN PADA DIPLOPIA Disusun Oleh : Leo Fernando 04061001062/04104705059 Pembimbing : Dr. dr. H. Fachmi Idris, M.Kes DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 1

Upload: leo-fernando

Post on 29-Jun-2015

711 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: pelayanan kesehatan diplopia

Makalah

PERENCANAAN PROGRAM PELAYANAN KESEHATAN PADA DIPLOPIA

Disusun Oleh :

Leo Fernando

04061001062/04104705059

Pembimbing :

Dr. dr. H. Fachmi Idris, M.Kes

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

PALEMBANG

2011

1

Page 2: pelayanan kesehatan diplopia

HALAMAN PENGESAHAN

Tugas Malakalh yang berjudul : Program Pelayanan Kesehatan pada Diplopia

Oleh : Leo Fernando ( 04061001062/04104705059 )

Telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kegiatan

Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Ilmu Kedokteran

Komunitas, Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya periode 14 Februari 2011 –

Palembang, Februari 2011

Pembimbing

Dr. dr. H. Fachmi Idris, M.Kes

2

Page 3: pelayanan kesehatan diplopia

PENDAHULUAN

1. Pengertian dan Prevalensi

Diplopia adalah persepsi bayangan ganda saat melihat satu benda. Diplopia bisa

terjadi monokuler maupun binokuler. Diplopia monokuler ada jika salah atu mata dibuka.

Diplopia binokuler hilang jika salah satu mata ditutup.Berdasarkan penelitian Morris

(1991), dari keseluruhan keluhan pasien diplopia di rumah sakit, 25% diantaranya berupa

diplopia monokuler.

Di Indonesia sendiri, belum ada data epidemiologi yang menjelaskan besarnya

insidensi diplopia baik monokuler maupun binokuler. Namun, jika dilihat dari besarnya

angka kejadian yang dapat menyebabkan terjadinya diplopia, kemungkinan angkanya

cukup tinggi. Sebagai contoh, umumnya diplopia timbul kelainan refraksi maupun akibat

dari tindakan medik, seperti akibat tindakan operasi pada katarak. Katarak sendiri terjadi

pada 30-45 juta orang di dunia yang mengalami kebutaan dan katarak menjadi penyebab

terbesar yaitu lebih kurang 45% sebagai penyebab kebutaan ini. Katarak lebih sering

ditemukan pada daerah yang lebih sering terpapar sinar matahari, meningkat sesuai

dengan usia dan lebih tinggi pada wanita. Diplopia akibat operasi katarak, menurut

penelitian Karagiannis D et al ( 2007 ), mengatakan 6,8% menderita diplopia setelah

operasi katarak. Dan lebih banyak terjadi pada perempuan serta sering pada mata kiri.

2. Faktor-faktor penyebab

Karena ada 2 jenis diplopia yakni diplopia monokuler dan diplopia binokuler, maka

penyebab pun bervariasi. Diplopia monokuler dapat terjadi ketika suatu kedaan

membelokkan transmisi cahaya melalui mata ke retina sehingga terdapat bayangan lebih

dari dua gambar. Satu gambar dengan kualitas normal (kecerahan, kontras, dan

kejelasan), sedangkan bayangan-bayangan lainnya dengan kualitas inferior. Penyebab

diplopia monokuler dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Penyebab Diplopia Monokuler

Kelainan refraksi

Penyakit kornea (contoh astigmatisme ireguler)

Kerusakan iris

3

Page 4: pelayanan kesehatan diplopia

Katarak

Kekeruhan media

Penyakit makula

Kelainan korteks visual primer atau sekunder (biasanya diplopia

monokuler bilateral)

Sementara itu, dari mata hingga ke otak, yang menjadi penyebab diplopia binokuler

dapat dibagi menjadi 7 mekanisme, yakni:

1. Displacement orbital atau okuler: trauma, massa atau tumor, infeksi, oftalmopati

terkait-tiroid.

2. Restriksi otot ekstraokuler: oftalmopati terkait-tiroid, massa atau tumor, penjepitan

otot ekstraokuler, lesi otot ekstraokuler, atau hematom karena pembedahan mata.

3. Kelemahan otot ekstraokuler: miopati kongenital, miopati mitokondrial, distrofi

muskuler.

4. Kelainan neuromuscular junction: miastenia gravis, botulism.

5. Disfungsi saraf kranial III, IV, atau VI: iskemia, hemoragik, tumor atau massa,

malformasi vaskuler, aneurisme, trauma, meningitis, sklerosis mutipel.

6. Disfungsi nuklear saraf kranial di batang otak: stroke, hemoragik, tumor atau massa,

trauma, malformasi vaskuler.

7. Disfungsi supranuklear yang melibatkan jalur ke dan antara nukleus saraf kranial III,

IV atau VI: stroke, hemoragik, tumor atau massa, trauma, sklerosis multipel,

hidrosefalus, sifilis, ensefalopati Wernicke, penyakit neurodegeneratif.

Faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya diplopia jika ditinjau dari teori Blum

dibedakan menjadi empat faktor, yaitu : faktor biologi, faktor lingkungan, faktor

pelayanan kesehatan, dan faktor perilaku.

4

Page 5: pelayanan kesehatan diplopia

Tabel 2. Faktor-Faktor yang mempengaruhi terjadinya diplopia

Faktor Biologi Faktor lingkungan Faktor Perilaku Faktor Pelayanan

Kesehatan

- Wanita (

- Usia

- Kelainan organik

pada mata ( katarak,

kelainan kornea,

dan kelainan

refraksi yang tidak

dikoreksi, terutama

astigmatisma )

- Kelainan yang

menyebabkan

gangguan saraf

pada otot

ekstraokuler ( CVD,

lesi kompresi )

- Gangguan yang

menyebabkan

terhambatnya

gerakan bola mata

( Grave’s disease,

trauma )

- Gangguan NMJ

( GBS, MS,

myasthenia gravis )

- Banyaknya

terpapar sinat

matahari

( menyebabkan

katarak )

- Kurang

kesadaran

memeriksakan

mata secara rutin.

- Tidak

memeriksakan

mata jika ada

keluhan.

- Keterlambatan

berobat

- Kurangnya

pengetahuan

petugas

kesehatan

- Kurangnya

sarana dan

prasarana yang

memadai

- Keterlambatan

dalam diagnosis

dan terapi

- Adverse effect

dari tindakan

medis

- Tidak adanya

penyuluhan

tentang

penyebab-

penyebab

diplopia

- Keterlambatan

dalam diagnosis

dan terapi

CVD : CerebroVascular Disease; NMJ : NeuroMuscular Junction; GBS : Guillain Barre Syndrome; MS : Multiple

Sclerosis

3. Faktor yang paling berperan

Faktor yang sangat berperan mempengaruhi terjadinya diplopia adalah faktor

pelayanan kesehatan.

5

Page 6: pelayanan kesehatan diplopia

4. Akar-akar permasalahan

Keterlambatan petugas kesehatan dalam penegakan diagnosis dan pemberian terapi

yang tepat.

5. Akar masalah utama

Faktor pelayanan kesehatan yang menjadi masalah utama dalam kasus diplopia adalah

keterlambatan dalam mendiagnosis dan memberikan terapi penyebab diplopia itu sendiri.

Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan petugas kesehatan sehingga pasien

yang datang mengalami keterlambatan dalam penegakan diagnosis maupun pemberian

terapi yang tepat. Bahkan tidak jarang pasien dating kembali dalam kondisi yang lebih

buruk dari sebelumnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan kegiatan-kegiatan yang dapat

menyelesaikan akar masalah tersebut dengan jalan meningkatkan pengetahuan petugas

dan juga masyarakat mengenai diplopia.

6. Rencana program kegiatan

Pilihan program untuk meningkatkan pengetahuan petugas kesehatan, antara lain :

a. Memberikan materi kuliah atau seminar bagi petugas kesehatan mengenai cara

penengakan diagnosis dan penatalaksanaan diplopia

b. Membuat leaflet-leaflet yang berisi informasi terbaru tentang diplopia

c. Member saran kepada dinas kesehatan setempat untuk mengadakan materi kuliah atau

seminar, dan pelatihan bagi petugas kesehatan sebagai salah satu program kerja

Dari program kerja diatas, alternative terbaik dalam mengatasi kasus diplopia adalah

dengan memberikan materi kuliah atau seminar bagi petugas kesehatan mengenai cara

penegakan diagnosis dan pemberian terapi diplopia. Umumnya keterlambatan diagnosis

dan terapi terjadi karena minimnya pengetahuan petugas kesehatan tentang diplopia dan

kurangnya fasilitas pada sarana kesehatan yang memadai.

6

Page 7: pelayanan kesehatan diplopia

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata, Edisi ketiga FKUI, Jakarta, 2004

2. Vaughan D. Opthalmologi Umum. Edisi 14. Widya Medika, Jakarta, 2000

3. Anonymous. Diplopia. Diunduh dari http://en.wikipedia.org/wiki/Diplopia pada tanggal

8 Februari 2011

4. Izak F Wessels, MBBCh, MMed, FRCSE, FRCO. 2009. Diplopia . diunduh dari

http://emedicine.medscape.com/article/1214490-overview pada tanggal 9 Februari

2011

5. Izak F Wessels, MBBCh, MMed, FRCSE, FRCO. 2009. Diplopia Differential

Diagnoses & Workup . diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/1214490-

diagnosis pada tanggal 9 Februari 2011

6. Izak F Wessels, MBBCh, MMed, FRCSE, FRCO. 2009. Diplopia Treatment &

Medication. diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/1214490-treatment pada

tanggal 9 Februari 2011

7. Izak F Wessels, MBBCh, MMed, FRCSE, FRCO. 2009. Diplopia Follow-up. Diunduh

dari http://emedicine.medscape.com/article/1214490-followup pada tanggal 9 Februari

2011

8. Kathryn Colby, MD, PhD. 2009. Diplopia ( double vision ). Diunduh dari

http://www.merckmanuals.com/professional/sec09/ch098/ch098e.html pada tanggal 9

Februari 2011

7