pelaksanaan kegiatan magang · 2015-09-01 · menggunakan traktor medium berdaya 150 hp dengan...

29
PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG Aspek Teknis Persiapan Lahan Persiapan lahan dilakukan guna mempersiapkan lahan yang akan digunakan untuk menanam tebu, persiapan lahan dilakukan apabila lahan tersebut akan ditanam tebu replanting (RPC). Kegiatan persiapan lahan melingkupi kegiatan pengolahan lahan hingga lahan siap untuk ditanami tebu. Persiapan lahan yang dilaksanakan di PT. Gula Putih Mataram mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut : 1. Perbaikan lahan Perbaikan lahan dilakukan sebelum pengelolaan lahan pada tanaman RPC. Kegiatan ini bertujuan untuk memperbaiki petak kebun, memperbaiki sistem drainase, menghilangkan water lock pada petak, dan mengembalikan tanah yang tererosi ke tengah petak. Peralatan yang digunakan untuk perbaikan lahan adalah bulldozer, excavator, dan dum truck. 2. Brushing Brushing bertujuan untuk memotong sisa-sisa tunggul dari tanaman tebu sebelumnya dan meratakan guludan sehingga memudahkan dalam kegiatan pembajakan. Implemen yang digunakan dalam kegiatan brushing adalah garu piring (disc harrow) dengan jumlah piringan sebanyak 28 buah dengan arah kerja searah dengan barisan tebu. Kapasitas kerja traktor untuk brushing adalah 1.2 ha/jam dengan kedalaman olah 20 cm.

Upload: hoangduong

Post on 11-Mar-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

18

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG

Aspek Teknis

Persiapan Lahan

Persiapan lahan dilakukan guna mempersiapkan lahan yang akan

digunakan untuk menanam tebu, persiapan lahan dilakukan apabila lahan tersebut

akan ditanam tebu replanting (RPC). Kegiatan persiapan lahan melingkupi

kegiatan pengolahan lahan hingga lahan siap untuk ditanami tebu. Persiapan lahan

yang dilaksanakan di PT. Gula Putih Mataram mencakup kegiatan-kegiatan

sebagai berikut :

1. Perbaikan lahan

Perbaikan lahan dilakukan sebelum pengelolaan lahan pada tanaman

RPC. Kegiatan ini bertujuan untuk memperbaiki petak kebun,

memperbaiki sistem drainase, menghilangkan water lock pada petak,

dan mengembalikan tanah yang tererosi ke tengah petak. Peralatan

yang digunakan untuk perbaikan lahan adalah bulldozer, excavator, dan

dum truck.

2. Brushing

Brushing bertujuan untuk memotong sisa-sisa tunggul dari tanaman

tebu sebelumnya dan meratakan guludan sehingga memudahkan dalam

kegiatan pembajakan. Implemen yang digunakan dalam kegiatan

brushing adalah garu piring (disc harrow) dengan jumlah piringan

sebanyak 28 buah dengan arah kerja searah dengan barisan tebu.

Kapasitas kerja traktor untuk brushing adalah 1.2 ha/jam dengan

kedalaman olah 20 cm.

19

Gambar 2. Brushing

3. Aplikasi stillage

Pemberian stillage diberikan sebagai pengganti pupuk KCl, karena

salah satu unsur hara yang terkandung dalam stillage unsur K. Stillage

merupakan hasil samping dari proses pengolahan tetes menjadi etanol

dan digunakan sebagai pengganti pupuk KCl karena mengandung N,

P2O5, dan K2O sebagai unsur hara yang dibutuhkan bagi tanaman.

Kandungan K2O dalam stillage berkisar antara 1.8-2.4 %, sedangkan

kandungan N adalah 0.34 % dan kandungan P2O5 adalah 0.65 %.

Pemberian stillage biasanya dilakukan untuk semua kategori tanaman

baik RPC maupun RC. Untuk tanaman RPC, stillage diaplikasikan

setelah penebangan dan sebelum kegiatan bajak . Stillage diaplikasikan

diantara barisan tanaman tebu. Sedangkan untuk tanaman ratoon,

stillage diberikan setelah kegiatan penggemburan oleh Terra Tyne pada

barisan rumpun tebu. Pelaksanaan pemberian stillage di lapangan

dilakukan oleh traktor kecil 80 HP . Dosis pemberian stillage

adalah 20 000 l/ha.

20

Gambar 3. Aplikasi Stillage

4. Penebaran blotong

Blotong merupakan produk samping pengelolaan tebu menjadi gula.

Pemberian blotong ke areal bertujuan untuk menangani permasalahan

limbah industri sekaligus meningkatkan kandungan bahan organik

tanah. Penyebaran blotong ke lahan dilakukan dengan menggunakan

dum truck dengan muatan 8 ton dan dosis pemberian blotong adalah

40 ton/ha. Untuk memudahkan penebaran blotong sebelumnya lahan

yang akan diaplikasikan dipasang pancang atau tanda. Penebaran

blotong dilakukan secara merata dengan menggunakan tenaga manusia

dengan jarak berkisar 2-3 m antar tumpukan kecil. Penebaran blotong

dilakukan dengan sistem borongan dengan kapasitas kerja 3-4

tumpukan/orang.

Gambar 4. Penebaran blotong

21

5. Pengapuran

Pengapuran bertujuan untuk meningkatkan pH tanah, meningkatkan

kapasitas tukar kation (KTK) tanah, menambahkan unsur Ca kedalam

tanah. Hal ini mengingat kondisi tanah di PT Gula Putih Mataram

didominasi oleh podsolik merah kuning atau ultisol yang pada

umumnya memiliki pH tanah, kadungan bahan organik serta KTK tanah

yang rendah. Pengapuran dilakukan dengan cara penaburan Gypsum

(CaSO4.2H2O) dan Lime (Ca). Penaburan kapur dilakukan pada lahan

secara merata dengan dosis Gypsum 1 ton/ha dan Lime 2 ton/ha.

Penaburan kapur dilakukan dengan sistem borongan dengan kapasitas

kerja sebesar 1.67 ha/orang.

Gambar 5. Penebaran kapur secara manual

6. Pembajakan

Aktivitas ini bertujuan untuk membalik tanah serta memotong sisa-sisa

vegetasi awal dan memperbaiki aerasi dan drainase tanah. Implemen

yang digunakan dalam kegiatan ini adalah bajak singkal (moldboard

plough) dengan tiga titik. Implemen moldboard plough ditarik dengan

menggunakan traktor medium berdaya 150 HP dengan sistem

penggandengan fully mounted implement dengan tiga titik gandeng.

Pada kondisi normal dimana tanah dalam kondisi lapang, kedalaman

olah mencapai 35-40 cm dengan kapasitas kerja pembajakan adalah

0.30-0.33 ha/jam.

22

Gambar 6. Pembajakan

7. Penggaruan

Penggaruan bertujuan untuk menghancurkan bongkahan-bongkahan

tanah dan meratakan permukaan tanah hasil pembajakan serta

membenamkan gulma yang tumbuh sehingga diperoleh kondisi tanah

yang remah, permukaan relatif rata. Aktivitas ini biasanya dilaksanakan

sebanyak 2 kali setelah pembajakan. Implemen yang digunakan sama

dengan implemen brushing yaitu garu piring (disc harrow) dengan 28

disk dengan jumlah disk sebanyak 28 buah dan arah kerja searah

memotong arah bajak. Kapasitas kerja traktor untuk penggaruan adalah

1.2 ha/jam dengan kedalaman olah 20 cm.

Gambar 7. Penggaruan

23

8. Track Marking

Kegiatan ini bertujuan untuk mempersiapkan tempat bibit tebu yang

akan ditanam (alur tanaman) dan alur untuk pemupukan dasar.

Pembuatan kairan dilakukan sedalam 40-50 cm dengan jarak antara

pusat guludan 185 cm. Implement yang digunakan adalah track marker

yang ditarik dengan menggunakan traktor medium 150 HP. Kapasitas

kerja track marking adalah sekitar 0.5-0.6 ha/jam.

Gambar 8. Track making

9. Ripping

Kegiatan ripping bertujuan untuk memecah lapisan dalam tanah atau

lapisan kedap air sehingga memperbaiki aerasi dan drainase tanah.

Implemen yang digunakan adalah ripper yang dilengkapi dengan hollow

buster yang berfungsi membentuk rongga tanah hasil ripper. Implement

ini ditarik dengan traktor medium 150 HP. Kedalam olah ripping

berkisar 60-65 cm dengan kapasitas kerja traktor sebesar 0.7 ha/jam.

10. Furrowing dan basalt dressing

Kegiatan ini bertujuan untuk membuat alur tanam sekaligus

memberikan pupuk basalt atau pupuk dasar dan insektisida ke dalam

tanah. Jarak tanam dalam row sekitar 60-70 cm sedangkan jarak antar

row sekitar 120 cm dengan kedalaman 30 cm . Pupuk yang diberikan

adalah pupuk ZA dan TSP dengan dosis masing-masing sebanyak 100

24

kg/ha sedangkan insektisida yang digunakan adalah karbofuran yang

berbentuk granular dengan dosis 30 kg/ha. Implemen yang digunakan

adalah furrower dengan kapasitas kerja 0.5-0.6 ha/jam.

Pembibitan

Pengadaan bibit tanaman disesuaikan dengan kebutuhan bibit untuk

kebun tebu komersial pada tahun tanam berikutnya. Untuk varietas komersial,

bibit yang ditanam dalam bentuk lonjoran yang dicacah menjadi bagal atau calon

bibit dengan 3 mata tunas. Masing-masing divisi memiliki areal kebun bibit

sendiri untuk memenuhi kebutuhan bibit tiap divisi namun pemenuhan kebutuhan

bibit juga diperoleh dari divisi lain. Rasio kebutuhan bibit adalah 1:5 untuk bibit

berumur >7 bulan, artinya setiap 1 ha kebun bibit mampu memenuhi 5 ha areal

tanam..

Agar bibit yang ditanam terbebas dari hama dan penyakit, dilakukan

perlakuan terhadap bibit khusus untuk percobaan. Sebelum ditanam bibit

dipotong-potong menjadi 1-2 mata tunas dan selanjutnya diberi perlakuan air

panas (Hot Water Treatment/HWT) dengan suhu 500C selama 2 jam.

Pemotongan bibit dengan menggunakan golok yang telah dicelupkan kedalam

larutan Lysol 20 % (Cresylic acid) yang telah dilarutkan dengan air untuk

mencegah timbulnya penyakit pembuluh (Ratoon Stunty Deseases).

Penanaman

Penentuan varietas dan waktu tanam didasarkan atas kemasakan tebu dan

bulan tanam. Untuk bulan tanam bulan April-Juni, dipilih varietas yang masak

awal, untuk bulan tanam bulan Juli-Agustus, dipilih varietas yang masak tengah.

Sedangkan untuk bulan tanam bulan September-November dipilih varietas yang

masak akhir. Kegiatan penanaman meliputi penebangan bibit, pengeceran bibit,

pencacahan bibit, dan penutupan bibit.

1. Penebangan bibit

Tebang bibit adalah kegiatan menebang bibit dari varietas tebu yang

sudah dipilih/ditentukan untuk kegiatan tanam. Penebangan bibit

25

dilakukan dengan menggunakan golok tebang yang tajam dan bersih.

Penebangan tebu dilaksanakan rata tanah dengan tinggi tunggul kurang

dari 5 cm dan pucuk tebu dipotong pada titik tumbuhnya kemudian

diikat dalam ikatan kecil sekitar 20-25 batang. Agar kesegaran bibit

terjaga, diusahakan secepat mungkin bibit diangkut ke areal tanam.

2. Pengangkutan dan pembongkaran bibit

Kegiatan ini bertujuan untuk mengangkut bibit dari petak tebang bibit

ke areal tanam dan membongkar bibit yang telah diangkut ke areal

tanam untuk selanjutnya diecer di petak tanam. Bibit yang telah

ditebang dan diikat kemudian diangkut ke areal tanam dengan

menggunakan truk/trailer. Agar kesegaran bibit terjaga, pengangkutan

bibit harus sesegera mungkin dilaksanakan atau paling lama 2 hari

setelah tebang. Kapasitas angkut truk adalah dua rit per hari dengan

kapasitas rit adalah 0.4 ha bibit.

Pembongkaran bibit merupakan kegiatan penurunan bibit dari dalam

truk pengangkut bibit ke areal tanam yang dilakukan secara manual.

Pembongkaran bibit harus dilakukan dengan hati-hati untuk

menghindari kerusakan pada mata bibit.

Gambar 9. Tebang bibit dengan tenaga manusia

26

3. Pengeceran, pencacahan dan penutupan bibit.

Pengeceran bibit adalah kegiatan menyusun bibit tebu pada kairan

sebelum pencacahan bibit agar populasi tebu yang ditanam seragam.

Dalam pengeceran bibit diatur agar pucuk tebu bertemu dengan

pangkal, bibit tebu diecer secara rangkap dua dengan overlapping antara

ujung satu dengan lainnya sekitar 25 %.

Setelah bibit diecer kemudian dilakukan pencacahan, yaitu aktivitas

pemotongan bibit tebu pada dasar kairan pada setiap 2 atau 3 mata

tunas, dengan tujuan untuk memberikan efek keseragaman dalam

perkecambahan. Penutupan tebu dan irigasi dilakukan sesegera

mungkin setelah bibit tebu dicacah. Penutupan tebu dilakukan secara

merata dengan tanah yang remah atau gembur setebal 5-10 cm.

penutupan bibit biasanya dilaksanakan setelah pelaksanaan irigasi

pertama.

Pengeceran bibit

Pencacahan bibit

Penutupan bibit

Gambar 10. Kegiatan penanaman

27

4. Pemadatan tanah( Compacting).

Kegiatan ini untuk mengurangi rongga udara antara tanah penutup

dengan bibit tebu, tujuan pemadatan adalah untuk merangsang

keseragaman dan perkecambahan, serta mengurangi penguapan tanah.

Alat yang digunakan adalah traktor kecil. Pemadatan dilakukan dengan

cara melintaskan ban traktor di atas row tebu dan dilakukan paling

lama 2 hari setelah penutupan bibit. Traktor yang digunakan merupakan

small traktor berdaya 90 HP dengan ban traktor yang telah disesuaikan

dengan lebar row tebu agar tidak merusak row tebu.

Gambar 11. Pemadatan tanah dengan ban traktor

Irigasi

Pemberian air irigasi bertujuan untuk menambah persediaan air tanah

yang dapat diserap akar, meningkatkan kelembaban tanah, serta untuk

mempercepat/merangsang perkecambahan bibit. Hal yang perlu diperhatikan

adalah irigasi dilakukan apabila kondisi tanah pada saat tanam dalam kondisi

kering. Pada tanaman RPC Irigasi biasanya dilakukan setelah bibit tebu diecer

pada kairan dilakukan sebelum penutupan bibit. Irigasi I dikenal dengan irigasi

terbuka, dilakukan setelah bibit diecer atau sebelum bibit ditutup dengan tanah.

Irigasi II atau irigasi tertutup dilakukan setelah kegiatan penutupan (covering)

bibit.

28

Irigasi terbuka

Irigasi tertutup

Gambar 12. Pemberian irigasi dengan sprinkler

Sistem irigasi yang digunakan di PT GPM adalah dengan irigasi curah

(sprinkler irrigation). Air irigasi berasal dari lebung yang dekat petak tanam, dan

penerapannya dikonsentrasikan pada tanaman baru atau RPC. Sprinkler yang

digunakan mempunyai nozzle big gun dengan diameter curahan antara 30-50

meter. Nozzle big gun dipasang dengan jarak 8 pipa (satu titik penyiraman) dan

panjang pipa adalah 6 meter. Lama penyiraman sekitar 2 jam per titik hingga

mencapai kapasitas lapang dan biasanya untuk luasan 1 ha terdapat 4 titik

penyiraman. Lamanya jam operasi sekitar 10 jam per hari, tergantung tingkat

kekeringan tanah, sehingga dalam 1 hari didapat hasil seluas 2.5 ha. Aktivitas

irigasi dilakukan dengan sistem borongan oleh tenaga harian. Kapasitas kerja

untuk kegiatan ini adalah 2 HOK/h

1. Prosedur irigasi

Prosedur yang diterapkan dalam pemberian irigasi curah di PT. Gula Putih

Mataram adalah sebagai berikut :

1. Menentukan sumber air yang cukup dan berdekatan dengan areal

yang akan diirigasi.

2. Mempersiapkan peralatan dan tenaga kerja yang dibutuhkan

3. Membawa mesin dan perlengkapan ke lokasi

4. Menempatkan mesin pada posisi datar

5. Mengecer pipa pada areal yang akan diirigasi dan menurunkan

perangkatnya.

29

6. Setting pipa 6” dari mesin minimal 3 pipa berikut recuder 6”→4”

kemudian dilanjutkan dengan pipa 4” yang digunakan sebagai pipa

primair.

7. Setting pipa 4” berikut pemasangan big gun.

8. Menyambungkan suction hose pada mesin kemudian turunkan

kedalam air dengan posisi menghadap kebawah berikut saringan.

9. Mengisi air kedalam suction hose melalui corong hingga penuh

kemudian menutup kran pemancing air.

10. Mengidupkan mesin untuk memompa air, kemudian secara

bertahap ditingkatkan rpm nya maksimal 1800 rpm, untuk

mencapai curahan yang dikehendaki

11. Untuk mencapai overlap curahan yang merata jarak antar big gun

ditentukan

12. Lamanya waktu pentiraman 2 jam, dengan asumsi selama 2 jam

penyiraman kedalaman siram mencapai 15 cm.

13. Operasional irigasi dilakukan setelah cacah bibit dan cover bibit

14. Gate valve digunakan untuk memutuskan aliran air dari pipa

primair ke pipa sekunder, sedangkan T Joint digunakan untuk

membagi air dari pipa primer ke pipa sekunder

15. Sebelum pindah ke lokasi lain harus dilakukan pemeriksaan

peralatan di areal, jangan sampai ada peralatan yang tertinggal.

2. Waktu irigasi

Pelaksanaan irigasi pada tanaman RPC dilakukan setelah bibit diecer dan

setelah penutupan bibit sedangkan pada tanaman ratoon, irigasi dilakukan

setelah sebelum penyemprotan pestisida pra tumbuh.

Lama penyiraman sekitar 2 jam per titik hingga mencapai kapasitas lapang

dan biasanya untuk luasan 1 ha terdapat 4 titik penyiraman. Lamanya jam

operasi sekitar 10 jam per hari, tergantung tingkat kekeringan tanah,

sehingga dalam 1 hari didapat hasil seluas 2.5 ha. Aktivitas irigasi

dilakukan dengan sistem borongan oleh tenaga harian. Kapasitas kerja

untuk kegiatan ini adalah 2 HOK/h

30

Pemeliharaan secara mekanis ( Mechanical maintanance)

Pemeliharaan tanaman secara mekanis merupakan pemeliharaan tanaman

yang dalam aplikasinya mengunakan peralatan-peralatan mekanik. Adapun

kegiatan pemeliharaan secara mekanik adalah sebagai berikut :

1. Pengeprasan tunggul

Pengeprasan tunggul dilakukan setelah tanaman tebu ditebang dengan

tujuan agar tunas yang tumbuh berasal dari perakaran tebu sehingga

perakaran tebu lebih kuat selain itu agar tunas yang tumbuh lebih

banyak dan seragam sehingga pertumbuhan tebu menjadi seragam.

Implemen yang digunakan adalah stable saver yang terdiri dari sebuah

plat lingkaran dengan enam mata pisau pemotong dan rantai

disekeliling implemen. Implemen ditarik menggunakan traktor kecil 80

HP dengan kapasitas kerja 0.5 ha/jam.

2. Pemupukan

Pemupukan bertujuan untuk memberikan tambahan unsur-unsur hara

yang diperlukan bagi tanaman tebu dalam jumlah yang cukup dan

berimbang, selain itu juga untuk merangsang pertumbuhan dan

menstimulasi perkembangan akar. Berdasarkan waktu aplikasi,

pemupukan dibedakan dua kali, yaitu pemupukan sekali dan

pemupukan bertahap.

Dosis pupuk yang diberikan harus sesuai dengan jumlah yang

mencukupi untuk tanaman. Untuk mengetahui kebutuhan hara tanaman

dan menentukan dosis pupuk dilakukan analisis tanah dan analisis

daun. Selain itu penentuan dosis pupuk juga berdasarkan hasil

percobaan pemupukan yang dilakukan. Pertimbangan yang diambil

adalah jumlah pupuk yang diberikan paling sedikit tetapi dapat

memberikan produksi yang tinggi.

Jenis pupuk yang digunakan PT GPM antara lain Urea (40% N), KCl

(60% K2O), TSP (40 % P2O5), dan ZA (24 % N). Sebelum aplikasi,

pupuk yang akan digunakan dicampur terlebih dahulu agar pupuk

menjadi homogen sehingga memudahkan aplikasi. Pencampuran

31

pupuk dilakukan pada hari yang sama dengan waktu aplikasi setelah

dosis pupuk ditentukan. Pupuk dicampur di tempat pencampuran

pupuk setelah dicampur, pupuk lalu didistribusikan ke areal yang akan

dipupuk. Kemudian pupuk tersebut dituangkan ke dalam corong

penampung Fertilizer Aplicator (FA).

Pemupukan sekali (Single dressing) diberikan pada semua tanaman

ratoon. Pemupukan dengan cara ini diaplikasikan sebelum

penggemburan dengan Terra Tyne, pupuk disebarkan dalam row

diantara barisan tebu.

Pemupukan bertahap dibedakan menjadi pupuk pertama (basalt) dan

pupuk kedua (top dressing). Untuk top dressing terdapat dua tipe

fertilizer applicator yang digunakan yaitu fertizer applicator tipe

pedang dan fertilizer applicator tipe combin. Fertilizer applicator tipe

pedang ditarik menggunakan small traktor berdaya 76-90 Hp dengan

kapasitas kerja 0.5-0.6 ha/jam sedangkan fertizer applicator tipe

combin ditarik dengan menggunakan medium traaktor berdaya 140 HP

dengan kapasitas kerja 0.4-0.5 ha/jam. Pemupukan pertama

dilaksanakan setelah pembuatan alur tanaman dan sebelum penanaman

bibit. Pupuk diberikan pada kedalaman 5-10 cm dibawah dasar alur

tanaman dengan cara disebar di sepanjang alur tanaman. Pemupukan

kedua dilaksanakan setelah penggemburan oleh Tyne Cultivator yaitu

6-8 minggu setelah tanam. Pemupukan kedua diberikan diantara

barisan tanaman. Untuk lahan yang diaplikasikan stillage tidak

diberikan pupuk KCL.

Tabel 5. Dosis pupuk pada tanaman RPC dan RC : Kategori Urea

(kg/ha)

TSP

(kg/ha)

KCl

(kg/ha)

ZA

(kg/ha)

RPC Basalt - 280 - 100

Top dressing 283 - 240 -

RC Single dressing 283 280 240 -

Sumber : Divisi 3 PT. GPM, 2010

32

3. Kultivasi

Pengoperasian alat-alat mekanik pada areal mengakibatkan adanya

pemadatan tanah sehingga kondisi fisik tanah tidak sesuai untuk

pertumbuhan tanaman. Kegiatan kultivasi bertujuan untuk

menggemburkan dan meratakan permukaan tanah, membantu

meningkatkan aerasi perakaran tebu, memutuskan perakaran tebu

sekaligus mengendalikan/mematikan gulma.

Peralatan yang digunakan untuk kegiatan kultivasi dibedakan menurut

kategori tanaman tebu. Untuk tanaman RPC peralatan yang digunakan

adalah Tyne Cultivator dengan traktor 150 HP. Untuk tanaman ratoon,

kultivasi dilakukan dua kali. Aplikasi pertama menggunakan Terra

Tyne, sedangkan aplikasi kedua dilakukan dengan menggunakan

Ripper.

Leaf Tyne cultivation dilaksanakan pada saat tebu berumur 2 bulan .

Kedalaman aplikasi Tyne Cultivator adalah 15-20 cm dan overlap atau

diulang sebanyak dua kali. sebaiknya kegiatan ini dilakukan sebelum

perlakuan pupuk kedua. Kapasitas kerja tyne cultivation adalah 0.4

ha/jam. Terra Tyne dilakukan pada RC setelah kegiatan pemupukan

dengan kedalaman olah >20 cm. Tujuan kegiatan ini adalah

memotong akar lama sehingga terbentuk akar baru, penyiangan gulma,

dan penggemburan lapisan tanah. Implement ini ditarik dengan

medium traktor 150 HP dengan kapasitas kerja 0.75ha/jam. Ripping

dilakukan dengan menggunakan medium traktor berdaya 150 HP

dengan kedalaman aplikasi > 40 cm dan kapasitas kerja 0.5-0.7

ha/jam. Tujuannya untuk menggemburkan tanah bagian bawah dan

membongkar lapisan kedap air.

4. Penyemprotan herbisida pra tumbuh (Pre emergence)

Penyemprotan herbisida atau Pre emergence dilakukan sebelum

tanaman utama dan gulma tumbuh dan diharapkan gulma tidak tumbuh

dan menghambat pertumbuhan tebu. Pada tanaman RPC pre

emergence dilakukan setelah irigasi II sedangkan untuk RC dilakukan

33

setelah Terra Tyne. Herbisida yang digunakan dalam pre emergence

adalah herbisida dengan bahan aktif diuron dengan dosis 2.5 kg/ha dan

2.4 D. Khusus tanaman RPC apabila boom Spraying terlambat

diaplikasikan sehingga lahan sudah ditimbuhi rumput maka untuk

aplikasinya ditambahnkan ametrin dengan dosis 0.75-1 l/ha.

Penyemprotan dilakukan dengan menggunakan boom sprayer yang

memiliki 24 nozel dengan jarak antar nozel 50 cm sehingga lebar kerja

boom sprayer adalah 12 m. tipe nozel yang digunakan adalah tipe

polijet dengan hasil semprotan berbentuk segitiga. Tekanan pompa

yang digunakan sebasar 3 bar dan jarak nozel dengan tanah sekitar 50-

70 cm. Kapasitas tanki boom sprayer 600 l dengan volume semprot

400 l/ha. Boom spayer dijalankan dengan menggunakan small traktor

dengan kapasitas kerja 1.2-1.5 ha/jam dengan overlap 1 baris artinya

dalam setiap boom sprayer melintasi row tebu dilakukan pengulangan

sebanyak satu baris.

Pemeliharaan secara manual (Manual maintanance)

Pemeliharaan tanaman tebu secara manual merupakan pemeliharaan yang

sebagian besar dilakukan menggunakan tenaga manusia. Adapun kegiatan

pemeliharaan yang termasuk pemeliharaan secara manual adalah sebagai berikut :

1. Penyulaman

Penyulaman bertujuan untuk menggantikan bibit tebu yang tidak

tumbuh, sehingga diperoleh populasi tebu yang optimal, baik pada

tanaman tebu baru maupun keprasan. Penyulaman dilakukan 30-40

hari setelah tanam (HST) untuk tanaman baru tanaman replanting,

sedangkan untuk tanaman keprasan penyulaman dilakukan paling lama

5 hari setelah tebang. Untuk tanaman keprasan sebelum penyulaman

dilakukan pembakaran sampah atau serasah sisa tebang dan

pengeprasan tunggul. Kegiatan pembakaran sampah dilakukan paling

lambat 3 hari setelah tebang dan diikuti dengan pengeprasan tunggul.

Bibit sulaman yang digunakan harus diklentek dan dipotong menjadi

2-3 mata tunas. Penyulaman dilakukan pada baris tanaman yang

34

gapnya lebih dari 40 cm. Bila penyulaman pertama gagal, maka

sesegera mungkin dilakukan penyulaman ulang sekitar 30 hari setelah

sulam pertama, sedangkan untuk tanaman ratoon penyulaman ulang

dapat dilakukan setelah penyemprotan pre emergence sekitar 1.5

bulan setelah tebang.

Gambar 13. Penyulaman

Pelaksanaan penyulaman untuk tanaman baru atau RPC dilakukan oleh

kontraktor tanam, sedangkan untuk tanaman keprasan dilakukan oleh

tenaga harian. Kebutuhan tenaga kerja untuk pelaksanaan sulaman

tergantung dari presentase gap (barisan tanaman kosong). Kegiatan

penyulaman membutuhkan tenaga kerja 6 HOK/ha.

2. Pengendalian gulma

Gangguan gulma merupakan salah satu kendala yang cukup serius

dalam pembudidayaan tanaman tebu. Gulma selalu menjadi masalah

dalam persaingan pengambilan hara, air dan cahaya dengan tanaman

tebu, sehingga dapat mengakibatkan pengaruh buruk pada tanaman

tebu yaitu terhambatnya pertumbuhan tanaman dan penurunan

produksi. Selain itu pertumbuhan gulma yang tak terkendali

menyebabkan lingkungan pertumbuhan tebu menjadi kotor sehingga

dapat meningkatkan serangan hama dan penyakit. Pengendalian gulma

di PT. Gula Putih Mataram dilakukan secara manual dan kimiawi.

35

Pengendalian gulma secara manual terutama dilakukan pada gulma

merambat, gulma berkayu, atau gulma berumbi seperti rayutan

(Micania micrantha), kedelaian, parean (Momordica charantia),

puyangan (Curcuma sp.) dan sebagainya. Untuk serangan gulma

merambat, penyiangan gulma secara manual menjadi sangat penting

karena sifat gulma yang merambat dan melilit tanaman tebu

menyebabkab tanaman tebu mudah roboh serta menyulitkan kegiatan

pemeliharaan seperti klentek , penyemprotan post emergence bahkan

menyulitkan penebangan tebu.

Gambar 14. Penyiangan gulma secara manual

Peralatan yang digunakan dalam penyiangan gulma diantaranya golok,

sabit, cangkul, kored, dan sebagainya. Kapasitas kerja untuk

penyiangan gulma terutama gulma merambat yaitu untuk serangan

ringan (3 orang/ha), serangan sedang (5 orang/ha), dan serangan berat

15 orang/ha).

Penyemprotan post emergence bertujuan untuk mengendalikan gulma

pasca tumbuh dengan herbisida. Penyemprotan post emergence

dilakukan dalam dua tahap yaitu penyemprotan post emergence I dan

penyemprotan post emergence II. Penyemprotan ost emergence I

dilakukan pada saat tanaman tebu berumur 1-2 bulan dengan

menggunakan herbisida yang bersifat sistemik, sedangkan

penyemprotan post emergence II dilakukan pada tanaman berumur 5-6

36

bulan dengan menggunakan herbisida yang bersifat kontak, hal ini

karenakan tebu muda sangat rentan terhadap herbisida kontak, apabila

digunakan herbisida kontak dapat menyebabkan kerusakan kematian

pada tebu. Jenis dan dosis pemberian herbisida disesuaikan dengan

jenis gulma dan tingkat serangan gulma, penyemprotan dilakukan

sebelum gulma berbunga. Penyemprotan post emergence sebaiknya

dilakukan pada pagi atau sore hari, hal ini dilakukan untuk

menghindari penguapan dan penguraian herbisida yang akan

mengurangi efektifitas kerja herbisida.

Tabel 6 . Dosis herbisida post emergence

Kegiatan Jenis herbisida Dosis (liter/ha)

Peneyemprotan post

emergence I

2,4 D 2.5

Ametrin 4

Perekat 0.5

Peneyemprotan post

emergence II

Paraquat 1.5

Perekat 0.5

Alat yang digunakan dalan kegiatan post emergence adalah hand

knapsack sprayer dengan kapasitas 16 liter dengan nozzle tipe flat jet.

Sebelum penyemprotan, dilakukan pencampuran dan pengenceran

herbisida menggunakan air bersih pada drum dengan kapasitas 200 l.

kegiatan post emergence dilakukan dengan sistem borongan dan

harian.

Gambar 15. Penyemprotan gulma dengan hand knapsack sprayer

37

3. Pengendalian Hama

Hama dominan yang menyerang tanaman tebu diantara penggerek

pucuk, penggerek pucuk, kutu perisai, kutu buku babi, kutu bulu putih.

Pengamatan serangan hama dilakukan seminggu sekali untuk

mengetahui populasi dan tingkat serangan hama untuk selanjutnya

dapat ditentukan upaya penanggulangan dari serangan hama yang

terjadi di lapang.

Pengendalian hama yang dilakukan di PT Gula Putih Mataram

dilakukan dengan berbagai cara yaitu secara kimiawi, mekanis, dan

biologis. Pengendalian secara kimiawi dilakukan dengan menggunakan

insektisida sistemik yang berbahan aktif carbofuran. Pemberian

carbofuran dilakukan bersamaan dengan kegiatan pemupukan, dengan

dosis pemberian pertama 30 kg/ha dan pemberian kedua 45 kg/ha.

Pemberian karbofuran dimaksudkan untuk mencegah serangan

penggerek batang, penggerek pucuk, dan uret.

Pengendalian secara mekanik diakukan manual dengan tenaga

manusia, kegiatan ini dikenal dengan klentek atau kegiatan membuang

pelepah daun tebu yang telah kering. Klentek dilakukan untuk

mengatasi serangan hama kutu perisai, kutu bulu babi dan kutu bulu

putih. Alat yang digunakan adalah ganco dan kapasitas kerjanya

sekitar 25 orang/ha.

Gambar 16. Klentek

38

Pengendalian hama secara biologis dilakukan dengan cara

menggunakan musuh alami dari hama tersebut. Pengendalian secara

biologis dilakukan dengan cara pemasangan pias di areal. Pias

merupakan kumpulan telur dari musuh alami hama, pias dipasang pada

daun tebu dengan jumlah sekitar 12 lembar/ha. Pemasangan pias ini

dilakukan untuk menanggulangi serangan hama penggerek pucuk dan

penggerek batang.

Pemanenan

Pemanenan merupakan kegiatan akhir dari budidaya tebu, kegiatan ini

bertujuan untuk mengambil tebu dalam jumlah yang optimal dari setiap petak

tebu, mengangkut dan memuat tebu yang ada dilahan ke pabrik, dan

mempertahankan hasil gula (pol) potensial yang terdapat dalam tanaman tebu.

Terdapat beberapa tahapan yang harus dilakukan dalam melakukan

penebangan yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan tebang, dan tahap bongkar

muat

1. Tahap persiapan tebang

Estimasi produksi tebu. Estimasi produksi tebu dilakukan untuk

mengetahui potensi tebu yang tersedia (TCH). Data estimasi produksi

digunakan untuk menghitung jumlah tebu yang akan ditebang per hari

atau per bulan, waktu tebang angkut, jumlah tenaga kerja, dan jumlah

peralatan yang perlu disediakan.

Perencanaan program tebang. Perencanaan program tebang merupakan

pedoman dalam menentukan pengaturan pelaksanaan kegiatan tebang.

Dalam membuat perencanaan program tebang terdapat beberapa hal yang

perlu diperhatikan diantaranya, luas aral tebu yang akan ditebang, waktu

giling tebu, kapasitas pabrik, umur tanaman tebu, estimasi produksi,

distribusi varietas, distribusi RPC dan RC yang seimbang, dan

perencanaan sumber daya manusia dan angkutan yang digunakan untuk

mempertahankan kualitas bahan baku. Diperlukan koordinasi yang baik

dengan divisi dalam pengaturan dan pelaksanaan program tebang.

39

Aplikasi zat pemacu kemasakan (Rippenner). Rippenner merupakan

kegiatan pemberian zat pemacu kemasakan atau hormon untuk

mempercepat pemanenan. ZPK (zat pemacu kemasakan merupakan zat

yang termasuk zat penghambat tumbuh sistesis yang berfungsi sebagai

pengatur tumbuh tanaman.aplikasi rippenner biasanya dilakukan pada

saat 28-35 hari sebelum tebang. Aplikasi ZPK dilakukan dengan cara

disemprot menggunakan pesawat terbang ringan jenis Air tractor AT-502

B dengan bahan bakar aftur.

Gambar 17. Aplikasi ZPK

Bahan kimia yang digunakan merupakan herbisida dengan bahan aktif

sulfosat dengan dosis . Volume semprot untuk 1 ha adalah 30 liter

larutan dengan kebutuhan herbisida 0.46 l. Pesawat rippenner dilengkapi

dengan nozzle yang berjumlah 34 buah yang tersebar di kanan kiri sayap

pesawat dengan panjang 19 m. Kapasitas angkut cane rippenner adalah

500 galon (18900 l). Penyemprotan dilakukan pada pagi hari untuk

mengindari turbulensi udara dan arah penyemprotan berlawanan dengan

arah angin

Penentuan kemasakan tebu. Penentuan kemasakan tebu dilakukan

untuk menentukan periode kemasakan optimal tebu setelah aplikasi ZPK

dan memperkirakan waktu dimulainya tebangan. Untuk menentukan

kemasakan tebu dilakukan analisas kemasakan tebu (maturity test)

40

sehingga dapat diperoleh data kandungan pol, brix, serta purity

(perbandingan pol dan brix) dari setiap petak tebu.

Recruitment tenaga kerja. Pelaksanaan pemanenan tebu dilakukan

dengan sistem kontrak, dimana masing-masing kontraktor rata-rata

memiliki 150 tenaga kerja.

Persiapan peralatan tebang muat muat angkut. Persiapan peralatan

tebang muat angkut meliputi persiapan alat tebang dan transportasi tebu.

Persiapan tahap akhir tebangan meliputi penentuan dan perbaikan jalur

angkutan transportasi tebu.

2. Pelaksanaan penebangan

Sebelum dilakukan penebangan terlebih dahulu dilakukan pembakaran

tebu untuk mempermudah kegiatan penebangan. Pembakaran tebu

biasanya dilakukan dalam dua tahap, hal ini dilakukan untuk menjaga

kesegaran tebu dan disesuaikan dengan kapasitas tenaga kerja.

Pembakaran tebu dilakukan dengan menggunakan cane lighter yang

berbahan bakar campuran avtur dan bensin, serta diperlukan unit

pemadaman kebakaran (PMK) untuk mencegah menjalarnya api ke petak

yang tseharusnya tidak dibakar. Pembakaran tebu dilakukan berlawanan

dengan arah angin. Pelaksanaan penebangan di PT Gula Putih Mataram

dilakukan dengan sistem bundled cane (tebu ikat) dan loose cane (tebu

urai).

Bundle cane. Sistem bundle cane merupakan sistem tebangan tebu yang

dalam pelaksanaan tebang, ikat, dan angkut tebu dilakukan secara manual

dan pengangkutan tebu ke pabrik dilakukan dengan menggunakan truk

terbuka.

Tenaga tebang yang merupakan tenaga rombongan yang terdiri dari 7-15

orang. Tiap rombongan mampu menyelesaikan 4-5 baris tanaman. Ikatan

tebu ditumpuk pada baris ke 3 dan 4.

41

Penebangan dengan sistem bundle cane diterapkan pada areal yang

hendak diratoon karena kerusakan lahan lebih kecil dan dapat

dilaksanakan pada kondisi basah. Kekurangan sistem bundle cane adalah

tenaga tebang sulit diperoleh dan kualitas hasil tebangan berfluktuasi

tergantung pengawasan di lapangan. Pembayaran tenaga tebang

menggunakan sistem tonnage yang artinya dibayar berdasarkan berat

hasil tebu yang ditebang.

Gambar 18. Pengangkutan tebu pada tebu ikat

Loose cane. Sistem ini merupakan sistem penebangan dengan kegiatan

tebang dilakukan secara manual namun dalam pengangkutan ke atas truk

dilakukan secara mekanik yaitu pada saat pengangkutan di areal

menggunakan grab loader. Sedangkan pengangkutan ke pabrik

menggunakan trailer atau truck tebu. Dalam perhitungan upah kapasitas

kerja penebang dihitung dalam hektar dengan satuan K (1 K = areal

tebangan yang ditebang sebanyak 8 baris double row sepanjang 15 m)

perharinya seorang penebang mampu mencapai 2 K. tenaga tebang

dibayar berdasarkan luasan areal tebu yang ditebang dengan sistem

penumpukan 8:1 artinya 8 baris tanaman yang ditebang ditumpuk pada

satu tumpukan yaitu pada baris ke 4 dan 5. Keuntungan dari sistem loose

cane adalah luas areal yang ditebang lebih luas dan pengiriman tebu ke

pabrik relatif lebih besar lebih kontinyu. Kekurangan sistem loose cane

adalah kehilangan tebu lebih besar dibandingan sistem bundle cane dan

kerusakan lahan lebih besar karena penggunaan alat berat di areal.

42

Pelaksanaan sistem loose cane cendrung dilaksanakan pada areal yang

akan di RPC

Gambar 19. Pengangkutan tebu urai dengan grab loader

Gleaning. Gleaning merupakan kegiatan membersihkan tebu yang

tertinggal di lahan yang dipanen dengan sistem tebu urai atau tebu yang

jatuh di jalan saat pengangkutan tebu ke pabrik. Kapasitas kerja gleaning

adalah 3 orang/ha.

3. Bongkar muat

Kegiatan ini merupakan proses yang dilakukan di pabrik untuk

menumpuk dan menurunkan tebu yang diangkut dari areal sebelum

dimasukkan ke tempat pencacahan dan penggilingan. Kegiatan ini

dilakukan pada areal yang disebut cane yard. Pembongkaran tebu

dilakukan dengan beberapa cara yaitu:

Menggunakan lifter. Penggunaan mesin ini dkhususkan untuk trailer

dan tronton pada tebangan sisten loose cane dengan cara mengaitkan

pangkat di besi yang telah dihubungkan dengan rantai yang berada di

bawah tebu kemudian diangkat dan tebu dimasukkan ke table carry cane.

Menggunakan feeding table. Biasanya digunakan pada loose box truck

dengan cara mengaitkan muka truck dengan rantai kemudian permukaan

tempat berpijak truk diangkat hingga muatan yang ada di dalam box

43

keluar semua diperkirakan sudut yang dibentuk lebih dari 450

dan tebu

langsung jatuh ke table carry can.

Menggunakan cane stacker. Biasanya digunakan pada truk untuk

muatan bundle cane yaitu dengan mendorong tebu dengan cane stacker

dan tebu jatuh ke areal cane yard dikumpulkan dan ditumpuk dahulu

baru kemudian dimasukkan ke table carry cane menggunakan cane

stacker.

Feeding Table Lifter

Cane Stacker

Gambar 20. Jenis pembongkaran tebu di area pabrik

Pengolahan Gula

Proses pengolahan tebu terdiri atas beberapa tahap yaitu persiapan (cane

preparation), pemerahan/penggilingan (cane milling), pemurnian dan penguapan

(clarification and evaporation), pengkristalan dan pemisahan

(cyristalization/boiling and centrifugal), pengeringan dan pendinginan (dryer and

cooler), serta penimbangan dan pengemasan (weighing and bagging).

44

1. Persiapan (cane preparation)

Tebu yang telah dipanen dan diangkut, sebelum masuk kedalam pabrik

terlebih dahulu dilakukan penimbangan untuk mengetahui berat/jumlah

tebu yang akan digiling, setelah itu tebu ditampung di emplasment

(cane yard). Kapasitas cane yard sekitar 20-30% dari kapasitas giling.

Tebu yang berada di cane yard dimasukkan kedalam meja tebu (feeding

table) dengan menggunakan alat stacker, kemudian tebu melewati

krepyak (intermediate cane carrier) menuju pisau pencacah (cane

cutter I dan carrier) sehingga tebu akan menjadi cacahan yang lebih

kecil. Tebu yang telah dicacah kemudian masuk ke mesin penghancur

(cane hammer shedder) sehingga menjadi serpihan–serpihan halus yang

siap diperah. Pada tahap ini belum ada nira tebu (juice) yang terperah.

2. Pemerahan/penggilingan (cane milling)

Tebu yang menjadi serpihan halus dengan melewati krepyak menuju

pemerahan/penggilingan yang berulang-ulang sehingga akan diperoleh

nira tebu (mixed juice). Jumlah tandem gilingan di PT. Gula Putih

Mataram berjumlah 5 tandem/5 mill dengan masing-masing mill

mempunyai 4 roll. Dari hasil pemerah dihasilkan nira dan ampas

(bagasse), bagasse yang sudah tidak mengandung nira digunakan untuk

bahan bakar boiler sebagai penghasil uap (steam) yang berfungsi untuk

penggerak turbin , memasak nira tebu dan pembangkit tenaga listrik.

3. Pemurnian dan penguapan (clarification and evaporation).

Nira tebu (mixed juice) hasil pemerahan setelah penambahan asam

phosphate akan melewati flow rate untuk mengetahui jumlah juice yang

diperoleh, menuju alat pemanas (juice heater) yang akan dipanasi pada

suhu ± 750

untukmematikan mikroorganisme. Kemudian juice dipompa

menuju tanki sulphitasi (juice sulphitator) untuk ditambah gas SO2

sehingga pH menjadi 6.8-7.2 (sulphured juice). Kemudian juice

dipanaskan kembali ke juice pada suhu 1050C, menuju alt pengembang

(flash tanck) untuk dibuang gas-gas yang ada didalam juice, selanjutnya

ditambah bahan pembant penggumpal yaitu flocculant dan diendapkan

45

atau dilakukan pemurnian (clarification). Dari hasil pemurnian

dihasilkan nira jernih (clear juice) dan lumpur juice (mud). Lumpur

juice/mud dipompa menuju alat penapis (vacuum filter) sehingga

diperoleh blotong (filter cake) dan nira tapis (filtrate juice). Nira tapis

akan dikembalikan ke tanki pengapuran untuk diolah kembali, sedang

clear juice dipompa untuk diupkan ke badan penguapan (evaporator)

sehingga akan diperoleh nira kental (raw syrup).

4. Pengkristalan dan pemisahan (crystallization (boiling) and

centrifugal)

Pemasakan gula di PT. Gula Putih Mataram dilakukan dengan 3

tingkatan yaitu A B C. Tingkatan pemasakan ini bertujuan untuk

menekan kehilangan hasil yang terikut dalam tetes tebu (final

molasses). Jumlah tingkatan pemasakannnya didasarkan atas kualitas

bahan baku tebu, jika kualitas bahan baku rendah cukup memakai

sistem 3 tingkat dan jika kualitas bahan baku tinggi memakai 4 tingkat.

5. Pengeringan dan pendinginan (dryer and cooler)

Gula yang telah terpisah kemudian masuk ke stasiun ini untuk

dikeringkan dan didinginkan. dengan menggunakan alat berupa drayer

dan cooler selanjutnya akan dipisahkan gula dengan ukuran normal dari

gula yang ukurannya tidak normal. Gula yang tidak normal akan dilebur

kembali dan diproses ulang.

6. Penimbangan dan pengemasan (weighing and bagging).

Gula yang berukuran normal selanjutnya dikirim ke tempat

penimbangan dan pengemasan. Penimbangan gula dibagi menjadi

beberapa ukuran diantaranya 50 kg, 1 kg, 0.5 kg dan selanjutnya

dikemas dalam karung plastik maupun kantong plastik sesuai ukuran,

dan kemudian akan disimpan ke dalam gudang penyimpanan.

46

Aspek Manejerial

Pelaksanaan Pengelolaan Tingkat Staf, Non Staf dan Tenaga Kerja

Lapangan

Pelaksanaan pengelolaan tingkat staf dipimpin oleh seorang manajer

yang bertugas menyusun rencana kerja bulanan dan tahunan serta mengawasi

pelaksanaan kerja tersebut dan mengevaluasinya. Officer melakukan pelaksanaan

kegiatan di lapang setiap hari dan memberikan intruksi kepada pengawas serta

mandor untuk dikerjakan oleh tenaga kerja harian. Evaluasi kegiatan di lapangan

dilakukan oleh pengawas dan hasil kerjanya dilaporkan kepada officer. Laporan

tersebut meliputi jumlah tenaga kerja yang digunakan dan hasil kerja yang berupa

luasan areal yang telah dikerjakan.

Tenaga kerja lapangan terdiri atas tenaga kerja harian musiman dan tenaga

kerja harian kontraktual. Tenaga kerja harian musiman dibutuhkan untuk kegiatan

tanam dan tebang, sedangkan tenaga kerja kontraktual melaksanakan kegiatan

budidaya lainnya. Tenaga kerja kontraktual bekerja tujuh jam sehari atau sekitar

40 jam/minggu.

Pengumpulan Data, Pelaporan dan Sistem Pembayaran

Data yang dikumpulkan untuk setiap kegiatan lapangan meliputi kegiatan,

lokasi, hasil pekerjaan, jumlah tenaga kerja, nama pekerja, jam kerja, dan

penggunaan material. Data ini disiapkan oleh mandor dan diperiksa oleh teknisi

lapang, pengawas serta officer. Kemudian data tersebut diserahkan ke bagian

administrasi masing-masing divisi untuk dibukukan dan dibuatkan check roll

setiap harinya. Selanjutnya check roll tersebut diperiksa oleh officer dan kepala

divisi lalu diserahkan kepada bagian keuangan.

Pembayaran untuk tenaga kerja harian dilakukan seminggu sekali

berdasarkan upah menurut jumlah hari kerja dan jam lembur. Pembayaran tenaga

kerja borongan diberikan atas dasar laporan komulatif hasil kerja yaitu

berdasarkan tarif per hektar dengan periode pembayaran dilakukan secara

mingguan.