bab ii tinjauan pustaka 2.1 singkong filebab ii tinjauan pustaka 2.1 singkong ... 2.4 uji sifat...
TRANSCRIPT
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Singkong
Gambar 2.1 Tumbuhan singkong (Prastika, 2012)
Singkong Manihot esculenta Crantz merupakan tanaman tipikal daerah tropis.
Tanaman singkong tumbuh pada iklim yang panas dan lembab sehingga tanaman
ini tidak dapat tumbuh pada suhu kurang dari 10ºC. Suhu optimum pertumbuhan
tanaman singkong sekitar 25-27ºC. Singkong dapat tumbuh pada tanah berpasir
hingga tanah liat, maupun pada tanah yang rendah kesuburannya (Halim dan
Siswanto, 1990). Klasifikasi singkong adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Manihot
Spesies : Manihot esculenta Crantz.
(Backer and Bakhuizen, 1968; Lawrence, 1964)
7
2.2 Amilum Singkong
Amilum singkong adalah amilum yang diperoleh dari umbi akar Manihot
esculenta Crantz (Familia Euphorbiaceae). Amilum singkong merupakan serbuk
sangat halus, putih, praktis tidak larut dalam air dingin dan etanol. Susut
pengeringan amilum singkong tidak lebih dari 15 % (Depkes RI, 1995). Amilum
singkong memiliki granula berbentuk agak bulat atau bersegi banyak, terdiri dari
butiran besar dan kecil. Butiran kecil memiliki diameter 5 - 10 µm, sedangkan
butiran besar memiliki diameter 20 - 35 µm. Letak hilus di tengah yang dapat berupa
titik, garis lurus atau bercabang tiga dan lamela tidak jelas. Amilum singkong
mengandung 17% amilosa dan 83% amilopektin (Wicaksono, 2008). Suhu
pregelatinasi dari amilum singkong adalah 63,60oC – 68,54oC (Patrick et al., 2011).
2.3 Amilum Fully Pregelatinized
Amilum pregelatin adalah amilum yang telah mengalami proses modifikasi
fisik dengan adanya penambahan air dan atau pemanasan sehingga memecah semua
atau sebagian ikatan dari butir–butir amilum. Amilum yang dihasilkan memiliki
sifat alir yang lebih baik serta dapat digunakan sebagai bahan pembawa cetak
langsung (Rowe et al., 2009). Amilum pregelatin dibuat dengan cara memanaskan
suspensi amilum dalam air disekitar suhu gelatinisasinya, kemudian dilakukan
pengeringan. Pemanasan suspensi amilum dalam air disekitar suhu gelatinisasi akan
memutus struktur dari granul amilum dan dengan masuknya air ke dalam granul
secara perlahan, terjadi pengembangan struktur granul karena air masuk dengan
6
8
jumlah besar sehingga menyebabkan pecahnya granul amilum dan menyebabkan
amilum dapat larut dalam air (Yusuf dkk., 2008).
Modifikasi amilum pregelatin dapat dibedakan menjadi dua yaitu amilum
termodifikasi pregelatin sebagian atau partially pregelatinized dan amilum
termodifikasi pregelatin menyeluruh atau fully pregelatinized (Rowe et al., 2009).
Amilum termodifikasi partially pregelatinized adalah modifikasi fisik pada amilum
dengan penambahan air dan pemanasan di bawah suhu gelatinasi amilum, sehingga
hanya sebagian dari ikatan butir-butir amilum yang terpecah. Amilum termodifikasi
fully pregelatinized adalah modifikasi fisik terhadap amilum yang dilakukan dengan
penambahan air dan pemanasan di atas suhu gelatinasi amilum, yang menyebabkan
pecahnya seluruh ikatan dari butir-butir amilum dan memiliki sifat alir yang lebih
baik. Modifikasi amilum fully pregelatinized pada umunya dilakukan untuk
memperbaiki sifat alir dan kompresibilitas dari amilum alami (Rowe et al., 2009).
Ukuran amilum fully pregelatinized rata-rata 250-850 μm (Ansel, 2005).
Amilum fully pregelatinized mengandung 20-30% amilosa dan 70-80%
amilopektin (Rowe, et al., 2009). Amilum singkong fully pregelatinized memiliki
susunan amilum yang bergerombol, letak hilusnya di tengah, bentuk hilusnya
berupa titik, garis lurus dan bercabang tiga (Wiradewi, 2014). Pengamatan dibawah
mikroskop polarisasi tidak terlihat butiran amilum yang tidak terpregelatin
(Rowe, et al., 2009). Amilum fully pregelatinized dapat digunakan sebagai
pengikat tablet pada metode kempa langsung sehingga menghasilkan tablet yang
seragam dan kompak (Rowe, et al., 2009 ; Hyun-Sung, et al., 2006 ).
9
2.4 Uji Sifat Fisik Amilum
Uji yang diakukan untuk mengetahui sifat fisik amilum fully pregelatinized
meliputi uji organoleptis, uji kelembaban, uji ukuran partikel, uji distribusi ukuran
partikel, uji sifat alir dan uji kompresibilitas.
2.4.1. Uji organoleptis
Pengujian amilum secara organoleptik bertujuan untuk mengetahui bentuk,
bau, warna dan rasa amilum. Pengujiannya meliputi pengamatan tentang bau, warna
dan rasa yang akan dihasilkan oleh amilum singkong. Amilum singkong berwarna
putih, tidak berbau, dan tidak berasa (Depkes RI, 1995).
2.4.2 Uji kelembaban
Uji ini dilakukan untuk mengetahui kandungan lembab dalam amilum.
Amilum tidak boleh memiliki kelembaban yang terlalu tinggi ataupun terlalu
rendah. Amilum dengan kelembaban yang tinggi pada saat dikompres dapat melekat
pada die dan punch serta akan lebih mudah ditumbuhi jamur dan bakteri, sedangkan
apabila terlalu rendah maka tablet yang dihasilkan rapuh (Lieberman, 1989).
Kelembaban yang baik adalah 1%-5% (Depkes RI, 1995).
2.4.3 Uji ukuran partikel
Uji ukuran partikel dilakukan untuk mengetahui karakteristik dan ukuran
partikel amilum. Ukuran amilum ditentukan dengan menggunakan ayakan dan
dihitung diameter amilum. Diameter amilum dapat ditentukan dengan
menggunakan persamaan 2.1 berikut.
10
Diameter rata-rata amilum = Σ(d∗n)
Σ(n) ….…………….…………( Persamaan 2.1)
Keterangan :
d = Rata-rata aritmatik ukuran lubang
n = % yang tertinggal pada ayakan yang lebih kecil
(Jenkins dkk., 1957).
2.4.4 Uji distribusi ukuran partikel
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui pendistribusian ukuran amilum dan
diharapkan tidak menghasilkan distribusi ukuran partikel yang luas karena akan
mempengaruhi mempengaruhi sifat alir amilum. Penentuan distribusi ukuran
partikel menggunakan alat pengayakan bertingkat dengan mesh no. 8, 20, 40, 60
dan 80. Persentase fines yang dikehendaki adalah 10%-20% (Jenkins dkk., 1957).
2.4.5 Uji sifat alir
Sifat alir granul sangat berpengaruh terhadap keseragaman bobot tablet
sehingga diperlukan pengujian terhadap sifat alirnya agar dapat menjamin tablet
yang dihasilkan memiliki bobot yang seragam. Sifat alir granul dapat diketahui
dengan cara mengukur waktu alir dan sudut diam (Lachman et al. 2008). Dalam
menentukan sifat alir dilakukan uji waktu alir dan uji sudut diam. Uji waktu alir
dapat dilakukan dengan metode corong. Waktu alir yaitu waktu yang diperlukan
untuk mengalirkan sejumlah amilum pada alat yang dipakai (Siregar, 2010).
Hubungan waktu alir dengan sifat alir dijelaskan pada tabel 2.1
11
Tabel 2.1 Hubungan waktu alir dengan sifat alir amilum (Aulton, 2002)
Waktu alir
(gram/detik)
Sifat alir
>10
4–10
1,6–4
<1,6
Sangat baik
Baik
Sukar
Sangat sukar
Uji sudut diam juga merupakan parameter untuk mengetahui sifat alir suatu
bahan. Sudut diam adalah sudut tetap yang terjadi antara timbunan partikel bentuk
kerucut dengan bidang horizontal (Siregar, 2010). Sudut diam dapat dihitung
menggunakan persamaan 2.2, sedangkan hubungan Sifat Alir dan Sudut Diam
dijelaskan pada tabel 2.2
………………...………………….……….…...…(Persamaan 2.2)
Keterangan :
α = sudut diam serbuk amilum
h = tinggi serbuk amilum
r = jari-jari serbuk amilum
Tabel 2.2. Hubungan Sifat Alir dan Sudut Diam (Aulton, 2002)
Sudut diam Sifat alir
< 25o
25o – 30o
30o – 40o
> 40o
Sangat baik
Baik
Cukup
Sangat sukar
2.4.6 Uji kompresibilitas
Kompresibilitas merupakan kemampuan suatu bahan untuk termampatkan
setelah mendapat gaya kompresi. Kompresibilitas merupakan salah satu faktor
r
htan
12
penting dalam menentukan kemampuan serbuk atau granul untuk menjadi bentuk
yang lebih mampat jika mendapat tekanan dan akhirnya menjadi massa yang
kompak dan stabil (Lachman et al., 2008).
Persen kompresibilitas dihitung berdasarkan data yang diperoleh dari
pengukuran bobot jenis nyata dan bobot jenis mampat (Voigt, 1995). Persen
kompresibilitas dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:
%Kompresibilitas = 100%x ρ
ρρ
o
ot
......................................(Persamaan 2.3)
Keterangan :
ρt : bobot jenis mampat
ρo : bobot jenis nyata
Bobot jenis nyata adalah bobot jenis amilum yang langsung diukur tanpa diberi
perlakuan tambahan, sedangkan bobot jenis mampat diukur setelah amilum
mengalami pengetukan hingga volumenya konstan. Bobot jenis nyata dihitung
dengan menggunakan persamaan 2.4 sedangkan bobot jenis mampat dihitung
dengan persamaan 2.5 berikut:
(mL)amilumvolume
(gram)amilumberat)o(nyatajenisBobot ...…...…….......…(Persamaan 2.4)
Bobot Jenis mampat (ρt) = (mL)amilumvolume
(gram)amilumberat ..........................(Persamaan 2.5)
13
2.5 Tablet
Tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk
tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung
satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan. Zat tambahan yang
digunakan dapat berfungsi sebagai zat pengisi, zat pengembang, zat pengikat, zat
pelicin, zat pembasah, atau zat lain yang cocok (Depkes RI, 1979). Tablet menjadi
sediaan yang paling banyak diproduksi karena memiliki beberapa keuntungan
seperti ketepatan dosis, biaya produksi dan pengemasan lebih murah dan relatif
lebih stabil dibanding bentuk sediaan lain (Harbir, 2012).
2.5.1 Metode pembuatan tablet
Tablet dapat diproduksi dengan cara cetak atau kempa. Tablet cetak diproduksi
menggunakan mesin tablet atau secara manual dengan memberikan tekanan pada
bahan tablet dengan menggunakan cetakan sehingga menghasilkan bentuk tablet
yang diinginkan. Tablet yang tercetak kemudian dikeluarkan dan dibiarkan hingga
kering. Tablet cetak biasanya digunakan pada produksi skala kecil dan laboratorium
(Harbir, 2012).
Pembuatan tablet dengan cara kempa dapat dilakukan dengan 3 metode yaitu
kempa langsung, granulasi basah dan granulasi kering. Metode kempa langsung
dilakukan dengan mengempa langsung bahan tablet tanpa melalui tahapan granulasi
karena bahan-bahan yang digunakan telah memiliki laju alir dan kompresibilitas
yang baik (Dokala, 2013).
Keunggulan yang dimiliki metode kempa langsung sehingga banyak
digunakan dalam formulasi sediaan tablet antara lain efektif, stabilitas, disolusi
14
yang lebih cepat, dan beberapa keuntungan lainnya. Metode tersebut melalui
tahapan yang lebih singkat sehingga lebih efektif dari segi biaya dan waktu
produksinya. Peningkatan stabilitas pada zat aktif sediaan yang sensitif terhadap
panas dan lembab. Peningkatan tersebut terjadi karena metode ini tidak melalui
tahap pembasahan dan pengeringan. Disolusi yang lebih cepat terjadi karena pada
proses disolusi tablet kempa langsung, tablet langsung terdisintegrasi menjadi
pertikel tanpa melalui fase granul terlebih dahulu. Keunggulan lainnya yang
dimiliki tablet kempa langsung seperti kontaminasi yang rendah karena bahan-
bahan diproses dalam jangka waktu yang cepat dan pertumbuhan mikroba yang
lebih rendah karena dalam metode tersebut tidak menggunakan air (Dokala, 2013)
2.6 Evaluasi Tablet
2.6.1 Uji organoleptis
Uji organoleptis merupakan uji dengan menggunakan indera manusia sebagai
alat utama untuk pengukuran daya penerimaan terhadap produk. Penampilan umum
tablet meliputi ukuran tablet, bentuk, warna, ada tidaknya bau, rasa, dan bentuk
permukaan dan cacat fisik. Penampilan umum tablet penting bagi penerimaan
konsumen (Lachman et al., 2008).
2.6.2 Uji keseragaman ukuran tablet
Uji dilakukan untuk mengetahui konsistensi ukuran tablet yang dihasilkan.
Diukur diameter dan tebal dari 20 tablet menggunakan jangka sorong. Diameter
tablet tidak lebih dari 3 kali dan tidak kurang dari 1 1/3 tebal tablet (Anief, 2010).
15
2.6.3 Uji keseragaman bobot tablet
Bobot tablet berkaitan dengan bentuk dan ukuran fisik serta mempengaruhi
takaran atau dosis dari bahan obat untuk mencapai tujuan terapi yang diharapkan
(Lachman et al., 2008). Timbang seksama 20 tablet, satu per satu, dan hitung bobot
rata-rata. Persyaratan uji keseragaman bobot tablet ditunjukkan pada tabel 2.3
berikut.
Tabel 2.3. Persyaratan uji keseragaman bobot tablet (Anief,2010)
Keterangan :
Tidak boleh lebih dari dua tablet yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih lebih
besar dari harga yang ditetapkan kolom A dan tidak satu tablet pun yang bobotnya menyimpang
dari bobot rata-ratanya lebih besar dari harga yang ditetapkan kolom B.
2.6.4 Uji kekerasan tablet
Kekerasan adalah parameter yang menggambarkan ketahanan tablet terhadap
tekanan mekanik seperti goncangan, kikisan, dan keretakan tablet selama
pembungkusan, pengangkutan, dan pemakaian. Tablet tidak boleh terlalu rapuh dan
terlalu keras. Jika tablet terlalu rapuh kemungkinan tablet dapat rusak sebelum
diterima pasien, sedangkan jika tablet terlalu keras dapat mempengaruhi disolusi
tablet didalam tubuh. Tablet diambil sebanyak 10 tablet, lalu dimasukkan satu
per satu ke dalam alat hardness tester dan alat dinyalakan. Data hasil pengujian
kekerasan tablet dicatat. Kekerasan tablet biasanya 4-8 kg (Lachman et al., 2008).
2.6.5 Uji kerapuhan tablet
Uji kerapuhan tablet dilakukan karena pada saat pengemasan dan pengepakan
serta pengangkutan kemungkinan tablet mengalami benturan. Benturan pada proses
Bobot rata-rata Penyimpangan bobot rata-rata dalam %
A B
25 mg atau kurang 15% 30%
25 mg sampai dengan 150 mg 10% 20%
150 mg sampai dengan 300 mg 7,5% 15%
Lebih dari 300 mg 5% 10%
16
tersebut dapat menghilangkan partikel-partikel obat yang berada di permukaan
tablet. Tablet yang mudah menjadi bubuk, menyerpih dan pecah akan menyebabkan
berkurangnya akseptibilitas sediaan oleh pasien dan menimbulkan variasi pada
berat dan keseragaman isi tablet. Uji friabilitas di laboratorium menggunakan alat
uji kerapuhan. Alat tersebut memiliki sejenis kotak plastik yang berputar pada
kecepatan 25 rpm, menjatuhkan tablet sejauh enam inci pada setiap putaran. Tablet
diambil sebanyak 30 tablet lalu dibersihkan, kemudian ditimbang (W1 gram),
lalu dimasukkan ke dalam alat uji kerapuhan untuk diuji. Alat diset dengan
kecepatan putaran 25 rpm selama 4 menit. Tablet dikeluarkan, lalu bersihkan dan
ditimbang kembali (W2 gram). Dihitung % kerapuhan tablet. Kehilangan berat
kurang dari 1 % masih dapat diterima (Ansel, 2005). % kerapuhan tablet dapat
dihitung menggunakan persamaan 2.6 berikut.
% Kerapuhan tablet = 𝑤1−𝑤2
𝑤1 x 100 % ………………………….(Persamaan 2.6)
2.6.6 Uji waktu hancur tablet
Waktu hancur adalah hal yang penting untuk sediaan yang diberikan secara
oral. Tablet harus segera terlarut untuk dapat diabsorbsi. Sediaan hancur sempurna
bila sisa sediaan yang tertinggal pada kasa alat uji merupakan massa lunak yang
tidak mempunyai inti yang jelas. Memasukkan 1 tablet pada masing-masing 6
tabung dari keranjang. Memasukkan satu cakram pada setiap tabung dan
menjalankan alat. Digunakan air bersuhu 37 ± 2˚C sebagai media dengan volume
900 mL. Pada akhir batas waktu, keranjang diangkat dari media dan tabletnya
diobservasi. Semua tablet harus sudah terdisintegrasi sempurna, jika 1 atau 2 tablet
tidak terdisintegrasi secara sempurna, pengujian diulangi dengan menggunakan 12
17
tablet lainnya. Tidak kurang 16 tablet dari 18 tablet yang diuji harus terdisintegrasi
sempurna. Persyaratan waktu hancur tablet adalah tidak lebih dari 15 menit (Depkes
RI, 1995).
2.6.7 Uji keseragaman kandungan
Uji ini dilakukan udengan menentukan kadar obat dalam sediaan tablet untuk
menjamin kandungan obat dalam jumlah yang sesuai dengan yang tertera pada
etiket dan akan memberikan efek terapetik yang diinginkan (Adlina, 2008).
2.6.8 Uji disolusi tablet
Disolusi adalah proses pemindahan molekul obat dari bentuk padat ke dalam
larutan pada suatu medium. Disolusi merupakan salah satu faktor penentu proses
absorbsi obat dalam tubuh manusia, terutama apabila zat aktif tersebut kelarutan
yang kecil dalam medium gastrik intestinal. Disolusi juga sangat mempengaruhi
efektivitas bahan obat dalam sediaan tablet (Fudholi, 2013). Uji disolusi dilakukan
untuk mengetahui proses melarutnya suatu zat kimia atau senyawa obat dari sediaan
padat ke dalam suatu medium tertentu. Uji disolusi berguna untuk menentukan
jumlah obat yang melarut dalam medium asam atau basa (Ansel, 2005).
Karakteristik fisik sediaan, proses pembasahan sediaan, kemampuan penetrasi
media disolusi ke dalam sediaan, proses disintegrasi dan deagragasi sediaan
merupakan sebagian dari faktor yang mempengaruhi karakteristik disolusi obat dari
sediaan (Fudholi, 2013) Pada Farmakope Indonesia dijelaskan uji disolusi dapat
dilakukan dengan 2 tipe alat, alat Tipe 1 (metode keranjang) dan alat tipe 2 (metode
dayung).
18
Alat tipe 2 (metode dayung) terdiri atas wadah tertutup yang terbuat dari kaca
atau bahan transparan lain yang inert, dilengkapi dengan suatu motor atau alat
penggerak. Wadah tercelup sebagian dalam penangas sehingga dapat
mempertahankan suhu tablet dalam wadah 37° ± 0,5° C selama pengujian
berlangsung. Bagian dari alat termasuk lingkungan tempat alat diletakkan tidak
dapat memberikan gerakan, goncangan, atau getaran signifikan yang melebihi
gerakan akibat perputaran alat pengaduk. Wadah disolusi dianjurkan berbentuk
silinder dengan dasar setengah bola, tinggi 160-175 mm, diameter dalam 98-106
mm, dengan volume sampai 1000 ml. Batang logam berada pada posisi tertentu
sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm dan berputar dengan halus tanpa
goyangan yang berarti. Jarak antara daun dan bagian dalam dasar wadah
dipertahankan selama pengujian berlangsung. Daun dan batang logam yang
merupakan satu kesatuan dapat disalut dengan suatu penyalut inert yang sesuai.
Sediaan dibiarkan tenggelam ke dasar wadah sebelum dayung mulai berputar
(Depkes RI, 1979)
.
Gambar 2.2 Alat uji disolusi tipe 2 (Depkes RI, 1979).
19
2.7. Pemerian Bahan
2.7.1. Ranitidin hidroklorida
Ranitidin Hidroklorida mengandung tidak kurang dari 97,5 % dan tidak lebih
dari 102,0 % C13H22N4O3S.HCl, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.
Ranitidin hidroklorida berbentuk serbuk hablur, putih sampai kuning pucat, praktis
tidak berbau, peka terhadap cahaya dan kelembaban, dan melebur pada suhu lebih
kurang 1400 C, disertai peruraian. Ranitidin hidroklorida sangat mudah larut dalam
air, cukup larut dalam etanol dan sukar larut dalam kloroform. pH ranitidin
hidroklorida berkisar antara 4,5 sampai 6,0. Penyimpanan ranitidin hidroklorida
dalam wadah tertutup baik, tidak tembus cahaya (Depkes RI, 1995). Ranitidin
hidroklorida adalah senyawa yang bersifat kationik dengan puncak Spektrum UV
pada 313 nm dan A11=499a (Balasubramaniam et al., 2008; Moffat et al., 2005).
Struktur kimia dan spektrum UV ranitidin hidroklorida dapat dilihat pada gambar 2.3 dan
2.4.
Gambar 2.3 Struktur kimia ranitidin hidroklorida ( Moffat et al., 2005)
Gambar 2.4 Spektrum UV Ranitidin HCl (Japanese Pharmacopoeia Committee, 2012)