pel

10
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menghadapi tantangan permasalahan ekonomi di era pasca krisis ekonomi tahun 1998, kebijakan pengembangan wilayah perlu lebih berorientasi kepada pengembangan ekonomi lokal. Hal ini sebetulnya bukan hal baru, karena kalau dilihat kembali misi awal dari pendekatan pengembangan wilayah selain untuk pembangunan lingkungan juga mengarah kepada pembangunan ekonomi wilayah dan kesejahteraan sosial warganya. Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL) merupakan suatu proses membangun dialog, kolaborasi atau kemitraan para pihak yang meliputi pemerintah daerah, para pengusaha, dan organisasi- organisasi masyarakat lokal (Kerstan et al, 2004; Ellwein et al, 2006 dalam Blakely, 1994). Ciri utamanya adalah menitikberatkan pada kebijakan “endogenous development”, mendayagunakan potensi sumberdaya manusia, institusional, dan fisik setempat. Orientasi ini mengarahkan kepada fokus dalam proses pembangunan untuk menciptakan lapangan kerja baru dan merangsang pertumbuhan kegiatan ekonomi (Blakely, 1994). Menurut Direktorat Pengembangan Kawasan Khusus dan Tertinggal (2004), pengembangan ekonomi lokal penting dikembangkan bagi penataan ruang karena: 1. pembangunan selama ini dirumuskan secara sentralistik, 2. kurangnya dialog di antara stakeholder dalam memecahkan persoalan lokal-ego sektoral, 3. pembangunan sering mengabaikan dan tidak mampu mendayagunakan potensi dan kompetensi lokal, 4. adanya kesenjangan antarsektor dan daerah dalam pembangunan, dan 5. otonomi daerah.

Upload: muchamad-rizal

Post on 30-Jun-2015

48 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: PEL

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menghadapi tantangan permasalahan ekonomi di era pasca krisis ekonomi tahun 1998, kebijakan pengembangan wilayah perlu lebih berorientasi kepada pengembangan ekonomi lokal. Hal ini sebetulnya bukan hal baru, karena kalau dilihat kembali misi awal dari pendekatan pengembangan wilayah selain untuk pembangunan lingkungan juga mengarah kepada pembangunan ekonomi wilayah dan kesejahteraan sosial warganya.

Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL) merupakan suatu proses membangun dialog, kolaborasi atau kemitraan para pihak yang meliputi pemerintah daerah, para pengusaha, dan organisasi-organisasi masyarakat lokal (Kerstan et al, 2004; Ellwein et al, 2006 dalam Blakely, 1994). Ciri utamanya adalah menitikberatkan pada kebijakan “endogenous development”, mendayagunakan potensi sumberdaya manusia, institusional, dan fisik setempat. Orientasi ini mengarahkan kepada fokus dalam proses pembangunan untuk menciptakan lapangan kerja baru dan merangsang pertumbuhan kegiatan ekonomi (Blakely, 1994).

Menurut Direktorat Pengembangan Kawasan Khusus dan Tertinggal (2004), pengembangan ekonomi lokal penting dikembangkan bagi penataan ruang karena:

1. pembangunan selama ini dirumuskan secara sentralistik, 2. kurangnya dialog di antara stakeholder dalam memecahkan

persoalan lokal-ego sektoral, 3. pembangunan sering mengabaikan dan tidak mampu

mendayagunakan potensi dan kompetensi lokal, 4. adanya kesenjangan antarsektor dan daerah dalam

pembangunan, dan 5. otonomi daerah.

Page 2: PEL

2

Pengembangan wilayah di masa yang akan datang menurut Firman (1999) seyogyanya harus merupakan suatu kerangka untuk tindakan-tindakan bagi terbentuknya suatu pembangunan lokal (local development), yang diartikan sebagai penumbuhan suatu lokalitas secara sosial-ekonomi dengan lebih mandiri, berdasarkan potensi-potensi yang dimilikinya, baik sumberdaya alam, geografis, kelembagaan, kewiraswastaan pendidikan tinggi, asosiasi profesi maupun lainnya. Hal ini harus dilakukan pada skala yang kecil (skala komunitas).

Terkait dengan Pengembangan Ekonomi Lokal tersebut, wilayah selatan Kabupaten Tulungagung memiliki kondisi topografi yang didominasi oleh struktur batuan yang beraneka ragam. Hal ini membuat daerah tersebut kaya akan potensi bahan galian golongan C, terutama jenis galian marmer. Potensi ini berkembang menjadi industri marmer yang bermula sejak tahun 1961 dan berpusat di Desa Besole. Seiring perkembangannya, marmer Tulungagung semakin diminati di pasaran domestik maupun internasional. Sampai dengan tahun 2004, industri marmer Tulungagung semakin berkembang hingga mengenalkan nama Kabupaten Tulungagung sebagai Kota Marmer.

Di kawasan industri marmer ini terdapat sekitar 150 unit usaha yang mengusahakan kerajinan ini dengan produksi sekitar 2.250 ton/hari dan tenaga kerja 1.000 orang (Litbang Kompas, 2008). Hampir seluruh penduduk Desa Besole memiliki keterampilan dalam mengolah batu marmer menjadi produk-produk sesuai pesanan. Untuk mengkoordinasi kegiatan industri marmer tersebut, terutama untuk industri kecil, dibentuklah Badan Koordinasi Antardesa (BKAD) yang dipelopori oleh Pemerintah Desa Besole dengan mengajak Desa Ngentrong dan Desa Ngrejo. BKAD tersebut juga bertujuan untuk lebih memajukan potensi marmer yang terdapat di ketiga wilayah desa tersebut demi peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal kawasan. Kondisi ini berpotensi untuk mendukung otonomi daerah yang sesuai dengan sektor utama dalam pengembangan ekonomi lokal kawasan.

Page 3: PEL

3

Dengan adanya kawasan industri marmer tersebut, dimungkinkan akan memunculkan potensi-potensi baru. Hal ini dikarenakan cluster industri sering disebut sebagai mesin dari ekonomi lokal. Suatu cluster mempunyai tiga dimensi yang menyangkut: produsen pengekspor, pemasok dan perantara, dan institusi dasar yang memberikan input, seperti: ide, inovasi, modal, dan prasarana. Cluster industri dimaksudkan sebagai lokomotif untuk mendorong perkembangan sistem industri di daerahnya melalui fokus pada dukungan terhadap jenis-jenis industri setempat yang potensial sebagai basis ekspor ke luar daerah. Hubungan keterkaitan antarindustri dan meningkatnya pendapatan daerah dapat merangsang kebutuhan atau permintaan akan jasa dan produk lokal yang lebih luas lagi (multiplier effects).

Multiplier effects tersebut dapat juga berhubungan dengan linkage antarkegiatan maupun kawasan. Sebagai salah satu produk yang telah memunculkan image kawasan (Kabupaten Tulungagung sebagai ”Kota Marmer”), kegiatan industri marmer di Desa Besole tersebut memiliki suatu daya tarik tertentu, baik dalam lingkup kegiatan maupun kawasannya. Hal ini menggambarkan pola hubungan yang mengarah ke belakang (backward linkage) terhadap perkembangan kawasan industri marmer. Selain itu, adanya industri marmer di kawasan tersebut juga dapat menjadi suatu dorongan perubahan yang kuat terhadap kegiatan lain yang jauh ke muka dalam suatu urutan operasi perubahan sumberdaya (forward linkage) (Wibowo dan Soetriono, 2004). Hal ini memicu perkembangan dalam lingkup lokal. Mengingat kondisi kepentingan ekonomi nasional dan motivasi perusahaan besar seringkali tidak bersesuaian bahkan berbeda secara nyata dengan kebutuhan dan kepentingan masyarakat lokal, para pekerja lokal yang tidak memiliki keterampilan atau golongan masyarakat yang termasuk dalam kelompok yang berpendapatan rendah, dan perusahaan kecil yang tersebar di seluruh daerah yang modalnya, keterampilannya,

Page 4: PEL

4

kemampuan manajemennya, dan pemasarannya masih lemah (Adisasmita, 2005).

Peran produktivitas industri marmer Tulungagung terhadap ekonomi wilayah pada tahun 2001 dari dua perusahaan yang tercatat di Dinas Perindustrian dan Perdagangan Tulungagung tercatat mencapai Rp 2,37 miliar untuk nilai ekspor marmer (Dinas Informasi dan Komunikasi Pemerintah Provinsi Jawa Timur, 2008). Selain itu, keberadaan desa tersebut sebagai kawasan industri marmer turut mendukung slogan Kabupaten Tulungagung sebagai Kota Ingandaya (Industri, Pangan, dan Budaya).

Akan tetapi sejak tahun 2004, kinerja kawasan industri marmer semakin menurun. Unit usaha yang masih memproduksi berbagai macam produk berbahan baku batu alam ini tinggal 30% dari sekitar 150 unit usaha sebelumnya (Kompas, 2006). Pelaku-pelaku rumah tangga yang dulunya dapat mengolah bahan baku dalam skala yang lebih kecil, telah berkurang. Limbah dari perusahaan besar menjadi tidak potensial karena pelaku rumah tangga tersebut tidak mampu lagi mengolahnya. Hal ini tidak sebanding dengan potensi marmer yang masih melimpah di Desa Besole, yaitu sebesar ± 9.855.000 ton bahan baku marmer yang masih dapat dimanfaatkan sampai ± 50 tahun ke depan (Herman, 2005). Potensi ini sangat potensial untuk dimanfaatkan secara optimum dengan menggunakan pendekatan perkembangan ekonomi lokal masyarakat sekitar kawasan tersebut. Mengingat kawasan tersebut memiliki potensi sumberdaya alam, masyarakat sebagai pelaku kegiatan utama, serta kelembagaan yang menaungi kegiatan industri marmer maka kondisi seperti ini dapat dilakukan pendekatan pengembangan ekonomi lokal. Pada akhirnya, hal ini dapat mendukung peningkatan ekonomi wilayah maupun kesejahteraan masyarakat lokal kawasan selatan Tulungagung khususnya, dan Kabupaten Tulungagung umumnya.

Dalam kondisi saat ini, tahun 2009, pemanfaatan potensi marmer di Desa Besole semakin mengalami penurunan. Kinerja

Page 5: PEL

5

kawasan industri marmer tidak mampu mengimbangi potensi yang terdapat di dalamnya. Pemberdayaan yang telah dilakukan sebelumnya mengalami kelesuan dari tahun ke tahun. Berdasarkan identifikasi awal yang telah dilakukan, faktor penyebab penurunan tersebut adalah kurangnya inisiasi untuk lebih inovatif dalam mengikuti perkembangan permintaan pasar. Dengan melihat karakteristik kawasan industri marmer Desa Besole yang memiliki potensi sumberdaya alam, masyarakat yang memiliki keterampilan dalam bidang industri marmer, serta adanya lembaga yang mengkoordinir kegiatan industri marmer tersebut maka diperlukan strategi peningkatan kinerja kawasan untuk memberdayakan kembali kawasan industri marmer Desa Besole agar dapat lebih berperan dalam lingkup lokal, regional, maupun nasional. Dengan kata lain diperlukan suatu upaya peningkatan kinerja kawasan potensial tersebut dengan menggunakan salah satu konsep yang selaras dengan karakteristik kawasan, yaitu konsep Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL). Pada akhirnya dapat diwujudkan suatu pertumbuhan ekonomi serta penciptaan lapangan kerja bagi masyarakat sekitarnya.

1.2 Rumusan Permasalahan

Keberadaan kawasan industri marmer Kabupaten Tulungagung, khususnya di Desa Besole memungkinkan untuk memicu keberlangsungan kegiatan kawasan, baik dalam lingkup kawasan tersebut maupun sekitarnya. Akan tetapi, sebagaimana disebutkan dalam latar belakang di atas, dari tahun ke tahun sampai dengan tahun 2009, terjadi penurunan pemanfaatan potensi marmer di Desa Besole. Pendayagunaan marmer yang masih potensial tersebut kurang berkembang. Oleh karena itu, perlu dirumuskan strategi pengembangan kawasan industri marmer di Desa Besole yang sesuai dengan karakteristik kegiatan dan kondisi perkembangan kawasan tersebut. Dengan demikian, pertanyaan penelitian yang dapat dirumuskan dari permasalahan tersebut adalah “Bagaimana strategi peningkatan kinerja

Page 6: PEL

6

kawasan industri marmer di Desa Besole, Kabupaten Tulungagung?”

1.3 Ruang Lingkup Penelitian 1.3.1 Ruang lingkup wilayah

Ruang lingkup penelitian meliputi kawasan tempat terdapatnya kawasan industri marmer Tulungagung, yaitu di Desa Besole secara administratif, yang terdapat di Kecamatan Besuki, Kabupaten Tulungagung. Gambaran kawasan tersebut terlihat dalam gambar 1.1. 1.3.2 Ruang lingkup pembahasan

Ruang lingkup pembahasan penelitian ini adalah identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja kawasan industri marmer. Indikator kinerja kawasan ini dinilai dari kegiatan utama yang ada di kawasan tersebut, mengingat kawasan merupakan suatu daerah yang memiliki ciri khas tertentu atau berdasarkan pengelompokan fungsional kegiatan tertentu. Identifikasi faktor-faktor tersebut kemudian dianalisis lebih lanjut untuk mendapatkan prioritas faktor penyebab menurunnya kinerja kawasan industri marmer di Desa Besole, Kabupaten Tulungagung. Pada akhirnya pembahasan berisi tentang faktor-faktor kekuatan, kelemahan, peluang, dan tantangan kawasan sebagai elemen SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threat) untuk mendapatkan strategi peningkatan kinerja kawasan yang sesuai untuk diterapkan di kawasan studi, yaitu Desa Besole, Kabupaten Tulungagung.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merumuskan strategi peningkatan kinerja kawasan industri marmer melalui pendekatan pengembangan ekonomi lokal di Desa Besole. Tujuan penelitian tersebut dapat dicapai melalui sasaran penelitian sebagai berikut:

Page 7: PEL

7

1. mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja kawasan,

2. merumuskan prioritas faktor penyebab menurunnya kinerja kawasan, dan

3. mengeksplorasi faktor-faktor kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman kawasan.

1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Teoritik

Manfaat penelitian ini secara teoritik adalah untuk memperluas ilmu pengetahuan pengembangan wilayah, terutama tentang keterkaitan antara sektor industri marmer, yang termasuk industri kreatif, dengan perkembangan ekonomi lokal kawasan serta faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja kawasan industri. Hasil akhirnya yang berupa strategi peningkatan kinerja kawasan merupakan salah satu contoh aplikasi dari alat analisis SWOT yang merupakan alat analisis untuk merumuskan strategi pengembangan sesuai dengan kondisi eksisting.

1.5.2 Praktis

Manfaat praktis penelitian ini diantaranya adalah sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan terkait peningkatan kinerja kawasan industri marmer di Desa Besole, Kabupaten Tulungagung. Selain itu, penelitian ini memberikan kontribusi kepada pemerintah daerah tentang keterkaitan antara kegiatan industri kreatif di kawasan industri marmer Tulungagung dengan keberlanjutan perkembangan ekonomi lokal sebagai salah satu elemen pendukung otonomi daerah. Sedangkan pada akhirnya, strategi peningkatan kinerja kawasan yang ditawarkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam kebijakan pengembangan kawasan industri marmer Desa Besole untuk lebih mengoptimumkan potensi yang ada. Pihak masyarakat lokal pun dapat mengembangkan kegiatan industri kreatif maupun kegiatan ekonomi lokalnya dengan pertimbangan dari hasil penelitian ini.

Page 8: PEL

8

(halaman ini sengaja dikosongkan)

Page 9: PEL

9

Gambar 1.1 Peta Kawasan Studi Desa Besole, Kecamatan Besuki, Kabupaten Tulungagung

PETA ADMINISTRASI KAWASAN STUDI

LEGENDA:

Batas Kawasan StudiJalan LokalJalan SetapakSungaiJembatanSamudera

PRODI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTAFAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAANINSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

DESA BESUKIKECAMATAN

TANGGUNGGUNUNG

SAMUDERA HINDIA

DESA BESOLE

B

U

T

S

Skala:

Sumber: Bappeda Kabupaten Tulungagung, 2009

KECAMATANCAMPURDARAT

DESA TANGGULWELAHAN

3 Km0 1 2

585000

90900009087000

90900009087000

588000 591000

585000 588000 591000

Desa Besole

KabupatenTulungagung

Kab. BlitarKab. Trenggalek

Kab. NganjukKab. Kediri

Samudera Hindia

Page 10: PEL

10

(halaman ini sengaja dikosongkan)