pejalan kaki dalam sistem transportasi

Upload: aswin

Post on 14-Jul-2015

213 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Berjalan Kaki merupakan moda yang terlupakan. Pejalan kaki mengalami ketidakadilan dalam sistem transportasi yang ada saat ini.

TRANSCRIPT

Salah satu diskusi yang paling utama di bidang transportasi dan sustainability serta teknik jalan (road engineerring) kini adalah apakah lingkungan jalan, di m ana orang berjalan dan beraktivitas, telah memenuhi kebutuhan pejalan kaki sebag ai manusia. Di Eropa, misalnya, dikenal Charter of Pederstrian Rights 1988, sebuah Piagam te ntang Hak-hak Pejalan Kaki. Artikel kedua charter ini menyatakan: Pejalan kaki mem iliki hak untuk hidup di pusat-pusat perkotaan ataupun pedesaan yang disesuaikan dengan kebutuhan manusia, bukan untuk kebutuhan kendaraan bermotor dan memiliki fasilitas untuk berjalan atau bersepeda. Keberadaan charter ini menunjukkan, pem bangunan transportasi dan infrastruktur jalan harus selalu menempatkan kebutuhan pejalan kaki sebagai prioritas utama. Di Indonesia, permasalahan pejalan kaki ditegaskan, salah satunya, dalam UU Nomo r 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Pasal 25 (1) yang menyat akan: Setiap jalan yang digunakan untuk lalu lintas umum wajib dilengkapi perleng kapan jalan berupa fasilitas untuk sepeda, pejalan kaki, dan penyandang cacat. Sayang, meski wajib, fasilitas ini hanya dikategorikan perlengkapan jalan, bukan sebagai jalan itu sendiri atau fasilitas utama. Moda Transpor yang Terlupakan Berjalan kaki adalah tipikal moda transpor yang terabaikan dalam sistem transpor tasi dan teknik jalan. Hampir semua orang cenderung menerima kenyataan bahwa jal an dan sarana prasarana yang ada diperuntukkan bagi kendaraan bermotor. Termasuk standar, ketentuan dan peraturan, sebagian besar dibuat untuk mengakomodasi pe rmasalahan lalu lintas kendaraan bermotor. Penelitian Institute for Transport St udies University of Leeds, Inggris (2010) menyatakan: Walking is typically the fo rgotten mode and consequently low standard walking environments are everywhere. Tak heran bila lingkungan jalan bagi pejalan kaki kini sangat buruk, tak dapat d inikmati dan membahayakan keselamatan. Misalnya, ketidaktersediaan trotoar telah memaksa pejalan kaki berjalan di badan jalan dan berkompetisi dengan kenderaan bermotor yang superior. Fasilitas penyeberangan yang sangat minim memaksa pejala n kaki menyeberang pada sembarang tempat dengan hanya mengandalkan kehati-hatian , tanpa perlindungan dan kepastian hak menyeberang. Keadaan pejalan kaki makin diperburuk oleh volume lalu lintas yang padat, kebisi ngan akibat deru mesin dan produksi asap knalpot yang mengandung carbon (CO dan CO2). Tanpa disadari semua ini harus dialami oleh pejalan kaki. Maka, di daerah tropis yang bersuhu 30-35 derajat Celcius, seperti Pekanbaru, dengan kondisi lin gkungan jalan yang tak ramah dan legal position yang sangat lemah, rasanya mustah il membujuk orang berjalan kaki. Hampir tak mungkin menikmati jalan raya yang ada sekarang dengan berjalan kaki. Satu-satunya cara untuk menikmati berjalan kaki adalah pergi keluar kota atau ke daerah yang sepi dan berpemandangan indah yang tak dilalui kendaraan bermotor. Dalam banyak literatur aesthetics, kenyamanan dan keselamatan muncul sebagai fak tor paling penting dalam transportasi dan pejalan kaki. Para peneliti Transporta si seperti May (1976), Handy dkk. (2002) dan Kelly (2004) menyimpulkan, perseps i pengguna jalan terhadap lingkungan pejalan kaki dipengaruhi daya tarik dan var iasi kegiatan di sepanjang jalan. Faktor estetika seperti lanskap, bunga-bunga d an pepohonan, peneduh, desain gedung (termasuk warna dan arsitekturnya), kepadat an arus lalu lintas dan faktor keselamatan berkorelasi positif terhadap jumlah p ejalan kaki dan panjang jarak yang ditempuh. Meski semua orang sepakat jalan dan lalu lintasnya merupakan urat nadi kehidupan , pemerintah cenderung berinvestasi terbatas terhadap lingkungan jalan pejalan k aki. Konsentrasi perencanaan transportasi dan teknik jalan sebagian besar diarah kan pada lalu lintas kenderaan bermotor. Akibatnya, berbagai masalah terus mener

us muncul dan harus dihadapi para pejalan kaki. Lebih dari 80 persen pengguna ja lan menyatakan tak suka dan tak menikmati suasana jalan (Sinnet, 2011). Dampak lainnya, daerah pinggiran kota dan masyarakatnya mengalami tekanan besar sebagai konsekuensi pembangunan infrastruktur perkotaan yang tak ramah bagi manu sia dan lingkungan. Sebagian besar orang sangat tergantung pada atau terpaksa me miliki kendaraan bermotor (pribadi) agar dapat beraktivitas. Semangat sosial ter kikis habis karena dibiasakan egoisme di jalan raya. Dalam bekerja sehari-hari, kreatifitas terus menurun karena kelelahan. Pada akhirnya turut merendahkan kual itas kehidupan secara menyeluruh. Beruntunglah akhir-akhir ini, berbagai usaha terus dilakukan untuk menggiatkan k embali motivasi pengguna jalan untuk beralih berjalan kaki. Para pemangku kepent ingan yang memiliki keterkaitan dengan keselamatan lalu lintas, transportasi dan teknik jalan sepertinya telah menyadari kesalahan yang telah dilakukan pada mas a lalu dengan memprioritaskan kendaraan bermotor dan cenderung mengabaikan pejal an kaki dalam rancangan sistem transportasi dan teknik jalan. Keselamatan Pejalan Kaki dan Estetika Lingkungan Jalan Atribut-atribut yang mempengaruhi keputusan orang untuk berjalan kaki antara lai n: (1) rute pejalan kaki harus menghubungkan langsung antara titik asal dan titi k tujuan, (2) jaringan jalan bagi pejalan kaki tersedia ke seluruh tujuan, (3) k eselamatan dan keamanan pejalan harus dapat dirasakan pejalan kaki, (4) kualitas estetika lingkungan jalan yang baik dan nyaman. Bebas dari polusi asap knalpot, debu, graffiti, tempelan-tempelan pamflet, sampah dan bau tak sedap serta benda -benda atau situasi lain yang mengganggu kenyamanan dan menurunkan kualitas ling kungan jalan. Atribut ini mengesampingkan jarak tempuh antara lokasi asal dan lokasi tujuan de ngan asumsi bahwa lokasi yang terlalu jauh untuk ditempuh dengan berjalan kaki, akan ditempuh dengan angkutan umum. Perjalanan selama 20 menit berjalan kaki aka n terasa panjang dan melelahkan bila jalan yang dilalui memiliki kualitas lingku ngan jalan yang sangat buruk. Sebaliknya, jarak yang cukup jauh akan terasa meny enangkan bila rute yang dilewati diperkaya kualitas lingkungan yang baik. Berbagai referensi dan contoh dapat dipelajari untuk memperbaiki kondisi lingkun gan pejalan kaki kini. Di Singapura, jembatan penyeberangan khusus pejalan kaki yang menghubungkan Marina Centre dan Marina South. Jembatan ini disebut Worlds Fir st Double Helix Pedestrian Bridge dibangun bagi khusus pejalan kaki sepanjang 280 meter. Jembatan yang bentuknya terinspirasi susunan DNA manusia ini jadi penutu p dari 3,5 Km jalur pejalan kaki di sekitar Marina Bay. Di Nottingham, Inggris, kawasan Maid Marian Way yang terkenal sebagai Britain Wor st Street telah diubah dengan investasi pada bidang infrastruktur pejalan kaki. I nvestasi ini selanjutnya diikuti peningkatan kentara jumlah pejalan kaki dan akt ivitas ekonomi. Beberapa hal penting yang dilakukan pada jalur pejalan kaki adalah: (1) penataan bangunan sepanjang rute. Bangunan yang terawat dan bernilai arsitektur tinggi s erta serasi dengan lingkungan sekitarnya akan menarik minat orang jalan kaki, (2 ) keberadaan bunga-bunga dan pepohonan yang jadi peneduh dan penyejuk serta daya tarik alami bagi pejalan kaki, (3) ketersediaan fasilitas penunjang bagi pejala n kaki seperti tempat duduk, shelter, halte angkutan umum, rambu (khusus pejalan kaki) dan toilet, (4) jenis aktivfitas dan atraksi di sepanjang rute pejalan ka ki, misalnya keberadaan tempat bersua, panggung dan tempat bermain anak-anak dan remaja, (5) manajemen lalu lintas dan area lokal yang menunjang aktivitas pejal an kaki. Rute yang terbebas dari polusi udara, suara dan bau serta berkualitas k eselamatan yang tinggi.*** Aswin A Siregar SIK, MSc (Eng), Analis Kebijakan Pertama Ditlantas Polda Riau