pedoman umum prinsip, prosedur dan kebijakan pnrb

21
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : TANGGAL : PEDOMAN UMUM PRINSIP, KEBIJAKAN, DAN PROSEDUR PEMBAKUAN NAMA RUPABUMI BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nama geografis atau nama unsur rupabumi (topografi) baik dalam ucapan dan tulisan lahir dari sejarah kebudayaan manusia sejak manusia berhenti sebagai pengembara (nomaden). Sejak manusia mulai menetap di suatu kawasan tertentu, manusia mulai menamai unsur-unsur rupabumi di sekitarnya sebagai sarana komunikasi dan berkembangnya sistem acuan dalam orientasi dan transportasi. Kini Nama unsur rupabumi tidak dapat dipisahkan dari kegiatan manusia sehari-hari. Nama unsur rupabumi digunakan sebagai sarana komunikasi antara bangsa dan negara sejak berkembangnya perpetaan, seperti Peta Claudius Ptolomeus (Ptolemy) di abad ke-2 Masehi. Manusia modern tidak dapat lepas dari peta yang memuat semua informasi unsur rupabumi untuk menunjang kegiatan manusia seperti kegiatan perdagangan, eksplorasi, penelitian, perjalanan, bahkan peperangan sekalipun. Menyadari bahwa peta-peta dari berbagai bangsa yang memuat Nama unsur rupabumi dalam abjad masing-masing tidak efektif sebagai sarana komunikasi, maka salah satu program dari PBB yang pertama sejak tahun 1950-an adalah program romanisasi peta-peta non-Romawi. Selain itu, pada tahun 1875 1 Pedoman Umum Prinsip, Kebijakan dan Prosedur Pembakuan Nama Rupabumi

Upload: jaxassss

Post on 29-Jun-2015

447 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pedoman Umum Prinsip, Prosedur Dan Kebijakan PNRB

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI DALAM NEGERINOMOR :TANGGAL :

PEDOMAN UMUM

PRINSIP, KEBIJAKAN, DAN PROSEDUR

PEMBAKUAN NAMA RUPABUMI

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Nama geografis atau nama unsur rupabumi (topografi) baik

dalam ucapan dan tulisan lahir dari sejarah kebudayaan manusia sejak

manusia berhenti sebagai pengembara (nomaden). Sejak manusia

mulai menetap di suatu kawasan tertentu, manusia mulai menamai

unsur-unsur rupabumi di sekitarnya sebagai sarana komunikasi dan

berkembangnya sistem acuan dalam orientasi dan transportasi. Kini

Nama unsur rupabumi tidak dapat dipisahkan dari kegiatan manusia

sehari-hari. Nama unsur rupabumi digunakan sebagai sarana

komunikasi antara bangsa dan negara sejak berkembangnya

perpetaan, seperti Peta Claudius Ptolomeus (Ptolemy) di abad ke-2

Masehi. Manusia modern tidak dapat lepas dari peta yang memuat

semua informasi unsur rupabumi untuk menunjang kegiatan manusia

seperti kegiatan perdagangan, eksplorasi, penelitian, perjalanan,

bahkan peperangan sekalipun.

Menyadari bahwa peta-peta dari berbagai bangsa yang memuat

Nama unsur rupabumi dalam abjad masing-masing tidak efektif

sebagai sarana komunikasi, maka salah satu program dari PBB yang

pertama sejak tahun 1950-an adalah program romanisasi peta-peta

non-Romawi. Selain itu, pada tahun 1875 Kongres Geografi

Internasional Kedua di Paris telah menetapkan bahwa abjad Romawi

yang sederhana sebagai abjad baku untuk mentranskripsi Nama

geografis dari abjad non-Romawi ke abjad Romawi. Abjad Romawi

sederhana adalah abjad Romawi tanpa diakritik. Program kedua dari

PBB adalah membakukan Nama unsur rupabumi secara internasional

yang bertumpu pada pembakuan nasional, baik secara tulisan maupun

ucapannya.

1Pedoman Umum Prinsip, Kebijakan dan Prosedur Pembakuan Nama Rupabumi

Page 2: Pedoman Umum Prinsip, Prosedur Dan Kebijakan PNRB

Indonesia sebagai negara kepulauan terdiri dari wilayah daratan

dan lautan dengan berbagai suku dan budaya memiliki keragaman

sekitar 726 bahasa daerah (menurut Summer Institute of Linguistics).

Keanekaragaman bahasa ini sangat berpengaruh dalam tatacara

penamaan unsur rupabumi yang dapat berakibat pada

ketidakseragaman penulisan unsur rupabumi di peta. Oleh karena itu,

Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi yang dibentuk

berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 112

tanggal 29 Desember 2006, mempunyai wewenang penuh untuk

mengatur tatacara pembakuan nama rupabumi. Hal ini sesuai dengan

Resolusi PBB No. 4 Tahun 1967 dari The First UN Conference of

Standardization on Geographical Names di Jenewa yang

merekomendasi perlu dibentuknya National Geographical Names

Authority (lembaga nasional otoritas nama geografis) di tiap negara

anggota. Bentuk lembaga otoritas tersebut disesuaikan dengan

struktur pemerintahan setempat yang mempunyai tugas dan fungsi

pokok pembakuan nama unsur rupabumi, sebagai langkah mendukung

pembakuan nama unsur rupabumi di tataran internasional.

Unsur rupabumi umumnya dinamai oleh penduduk setempat

dengan menggunakan bahasa daerahnya yang mencerminkan bagian

dari sejarah dan kebudayaan suku bangsa yang pertama kali mendiami

suatu wilayah. Dalam penamaan unsur rupabumi biasanya

mengandung elemen generik yang dapat juga disebut sebagai nama

generik dan elemen/nama spesifik. Elemen generik dari suatu nama

unsur rupabumi mencerminkan migrasi manusia di masa lalu. Sebagai

contoh, istilah wai yang artinya “sungai” tidak hanya terdapat di

Lampung saja tetapi tersebar mulai dari Pasifik Selatan dalam bahasa

Maori, Hawaii, Tonga, dan Maui sampai di kawasan Indonesia seperti di

wilayah Papua, Seram, Buru, Nusa Tenggara, dan Lampung. Dengan

demikian nama unsur rupabumi dalam bahasa setempat harus

dipertahankan karena merupakan bagian dari sejarah yang panjang

dari migrasi manusia di muka bumi. Selain itu elemen spesifik dari

nama unsur rupabumi juga penting karena mencerminkan legenda atau

mitos dari suku bangsa yang mendiami kawasan tersebut.

Selanjutnya pembakuan nama unsur rupabumi memiliki arti

penting dan menentukan sebagai salah satu komponen utama dalam

upaya mewujudkan tertib administrasi wilayah. Di samping itu

Pembakuan Nama Unsur Rupabumi dapat berarti suatu tindakan nyata

dalam melestarikan bahasa dan budaya di Indonesia. Hal ini memiliki

dampak signifikan terhadap peningkatkan:

(1) wawasan kebangsaan Indonesia,

2Pedoman Umum Prinsip, Kebijakan dan Prosedur Pembakuan Nama Rupabumi

Page 3: Pedoman Umum Prinsip, Prosedur Dan Kebijakan PNRB

(2) peran aktif bangsa Indonesia dalam menjalankan etika

internasional khususnya komunikasi geografis yang baku serta

(3) turut serta dalam meningkatkan pemberdayaan ekonomi

masyarakat dengan mengenalkan unsur-unsur rupabumi yang

dimiliki bangsa ini.

Prinsip, Kebijakan, dan Prosedur Pembakuan Nama Rupabumi ini

dipersiapkan sebagai acuan bagi pelaksanaan pembakuan nama unsur

rupabumi di Indonesia. Dengan demikian semua lapisan masyarakat

termasuk semua jajaran Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah

wajib memakai nama baku unsur rupabumi secara konsisten dan taat

asas dalam semua aktivitasnya.

1.2. Tujuan

Tujuan penyusunan Prinsip, Kebijakan, dan Prosedur Pembakuan Nama

Rupabumi adalah untuk membantu para administrator pemerintahan

dan swasta, pembuat peta, pendidik, penyedia informasi, dan

masyarakat luas dalam menuliskan unsur nama rupabumi yang baku.

1.3. Ruang Lingkup

Ruang lingkup Prinsip, Kebijakan, dan Prosedur Pembakuan Nama

Rupabumi mencakup latar belakang, tujuan, ruang lingkup, pengertian,

bahasa Indonesia, bahasa daerah, ejaan, prinsip pemberian nama,

kebijakan pemberian nama, prosedur pemberian nama, prinsip

penulisan nama, gasetir, peta, dan penutup.

1.4. Pengertian

Dalam buku Prinsip, Kebijakan, dan Prosedur Pembakuan Nama

Rupabumi ini yang dimaksud dengan:

1. Prinsip adalah asas yang menjadi pokok dasar berpikir dan

bertindak untuk penamaan unsur rupabumi.

2. Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis

besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan yang

berkaitan dengan penamaan unsur rupabumi

3. Prosedur adalah tahap kegiatan untuk menyelesaikan aktivitas

penamaan unsur rupabumi.

4. Pedoman adalah petunjuk tatacara survei pengumpulan nama di

lapangan berupa cara pencatatan, penulisan, pengejaan,

3Pedoman Umum Prinsip, Kebijakan dan Prosedur Pembakuan Nama Rupabumi

Page 4: Pedoman Umum Prinsip, Prosedur Dan Kebijakan PNRB

pengolahan, pengelolaan, dan pemublikasian nama unsur rupabumi

yang baku.

5. Pembakuan adalah proses penetapan dan pengesahan nama unsur

rupabumi oleh lembaga yang berwenang baik secara nasional

maupun internasional melalui proses pengusulan dari masyarakat.

Pembakuan nama rupabumi meliputi pemberian nama baru,

pengubahan, penghapusan, dan penggabungan nama yang telah

ada.

6. Unsur Rupabumi adalah bagian permukaan bumi yang berada di

atas dan/atau di bawah permukaan laut yang dapat dikenali

identitasnya sebagai unsur alam dan/atau unsur buatan manusia.

Unsur rupabumi terdiri dari tiga unsur yaitu unsur fisik, unsur

buatan, dan unsur administrasi.

a. Unsur fisik adalah unsur yang berada di permukaan daratan,

lautan dan di bawah permukaan laut yang identitasnya dapat

dikenali. Contoh, antara lain: gunung, pegunungan, bukit,

dataran tinggi, gua, lembah, danau, sungai, muara, samudera,

laut, selat, teluk, pulau, kepulauan, tanjung, semenanjung,

gunung bawah laut (seamount), palung.

b. Unsur buatan manusia adalah unsur berupa infrastruktur

yang merupakan fasilitas umum, sosial, ekonomi dan budaya.

Contoh, antara lain: bandara, bendungan, waduk, jembatan,

terowongan, mercu suar, kawasan permukiman, kawasan

industri, kawasan hutan, candi, tugu.

c. Unsur administrasi adalah wilayah fungsional dari instansi

pemerintahan, dengan batas administrasi yang jelas. Contoh,

antara lain: desa, kecamatan, kota, kabupaten, provinsi.

7. Nama Rupabumi adalah nama diri dari unsur rupabumi.

8. Nama Unsur Rupabumi terdiri dari 2 elemen, yaitu elemen generik

dan elemen spesifik.

9. Elemen generik adalah nama yang menerangkan dan/atau

menggambarkan bentuk umum suatu unsur rupabumi dalam

bahasa Indonesia atau bahasa daerah, sebagai contoh: sungai

(dalam Bahasa Indonesia), krueng (sungai dalam bahasa Aceh),

bulu (gunung dalam bahasa Bugis), dolok (gunung dalam bahasa

Batak).

10. Elemen spesifik adalah nama diri dari elemen generik yang sudah

disebutkan sebelumnya, sebagai contoh: Merapi adalah nama

spesifik dari elemen generik yang berupa gunung, Bogor adalah

nama spesifik dari elemen generik yang berupa wilayah administrasi

kota.

4Pedoman Umum Prinsip, Kebijakan dan Prosedur Pembakuan Nama Rupabumi

Page 5: Pedoman Umum Prinsip, Prosedur Dan Kebijakan PNRB

11.Endonim adalah nama diri unsur rupabumi dalam bahasa resminya.

Contoh: Nederland, New Zealand, Jakarta, Bandung, Wien.

12.Eksonim adalah nama diri unsur rupabumi dalam bahasa Indonesia

untuk sebuah nama diri unsur rupabumi yang berada di luar

Indonesia. Contoh: Negeri Belanda adalah eksonim Bahasa

Indonesia untuk Nederland, Selandia Baru eksonim dalam

Bahasa Indonesia untuk New Zealand dan Wina untuk Wien.

13.Peta adalah suatu gambaran dari unsur-unsur alam dan/atau

buatan manusia yang berada di atas maupun di bawah permukaan

bumi yang digambarkan pada suatu bidang datar dengan proyeksi

dan skala tertentu.

14.Gasetir (Gazetteer) adalah daftar nama unsur rupabumi baku yang

dilengkapi dengan informasi tentang jenis elemen, posisi geografis,

lokasi wilayah administrasi, dan berbagai informasi lain yang

diperlukan.

15.Toponimi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari nama unsur

rupabumi.

16.Toponim adalah nama unsur rupabumi.

17.Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi adalah Tim yang

dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia,

Nomor 112 tanggal 29 Desember 2006.

18.PPNR adalah Panitia Pembakuan Nama Rupabumi di wilayah

Provinsi, Kabupaten/Kota dan yang dibentuk oleh Kepala Daerah

setempat atas dasar Peraturan Presiden tentang Tim Nasional

Pembakuan Nama Rupabumi.

5Pedoman Umum Prinsip, Kebijakan dan Prosedur Pembakuan Nama Rupabumi

Page 6: Pedoman Umum Prinsip, Prosedur Dan Kebijakan PNRB

BAB II

BAHASA NASIONAL DAN BAHASA DAERAH

2.1. Bahasa Indonesia

Indonesia adalah sebuah negara multikultural, multietnis, multiagama,

dan multibahasa. Bahasa Indonesia disepakati sebagai bahasa nasional

yang berfungsi sebagai bahasa persatuan di seluruh Indonesia. Bahasa

Indonesia ditulis dengan menggunakan abjad Romawi. Dengan

demikian, semua nama unsur rupabumi harus ditulis sesuai ejaan baku

dalam bahasa Indonesia dan bahasa daerah.

Abjad Romawi yang lazim digunakan dalam Bahasa Indonesia adalah

sebagai berikut :

Huruf Lafal Huruf Lafa

l

Huruf Lafa

l

A a A J j jé S s és

B b Bé K k ka T t té

C c Cé L l él U

u

u

D d Dé M

m

ém V v vé

E e É N n én W

w

F f Éf O o o X x éks

G g Gé P p pé Y y yé

H h Ha Q q qi Z z zét

I i I R r ér

2.2. Bahasa Daerah

Bahasa lokal yang dimaksud dalam buku ini yaitu bahasa daerah yang

digunakan oleh penduduk setempat. Di seluruh Indonesia terdapat 726

bahasa daerah. Berdasarkan distribusi geografis di Jawa, Madura, dan

Bali terdapat 19 bahasa daerah, Sumatera terdapat 52 bahasa,

Nusatenggara 68 bahasa, Kalimantan 82 bahasa, Sulawesi 114 bahasa,

6Pedoman Umum Prinsip, Kebijakan dan Prosedur Pembakuan Nama Rupabumi

Page 7: Pedoman Umum Prinsip, Prosedur Dan Kebijakan PNRB

Maluku 131 bahasa, dan Papua 265 bahasa.

Berdasarkan jumlah penuturnya terdapat 13 bahasa daerah yang

penuturnya di atas satu juta orang yaitu: Bahasa Jawa (75.200.000

penutur), Sunda (27.000.000 penutur), Melayu (20.000.000 penutur),

Madura (13.694.000 penutur), Minang (6.500.000 penutur), Batak

(5.150.000 penutur), Bugis (4.000.000 penutur), Bali (3.800.000

penutur), Aceh (3.000.000 penutur), Sasak (2.100.000 penutur),

Makassar (1.600.000 penutur), Lampung (1.500.000 penutur), dan

Rejang (1.000.000 penutur). Dengan demikian Pusat Bahasa hanya

membuat Pedoman Ejaan Bahasa Daerah bagi bahasa daerah dominan

tersebut.

2.3. Ejaan

Untuk pembakuan nama rupabumi diusahakan untuk menggunakan

ejaan yang berlaku yaitu ejaan bahasa Indonesia yang tertuang dalam

buku panduan Ejaan Yang Disempurnakan (1978) atau ejaan bahasa

daerah yang telah dibakukan.

7Pedoman Umum Prinsip, Kebijakan dan Prosedur Pembakuan Nama Rupabumi

Page 8: Pedoman Umum Prinsip, Prosedur Dan Kebijakan PNRB

BAB III

PRINSIP, KEBIJAKAN, DAN PROSEDUR PEMBERIAN NAMA RUPABUMI

3.1. Prinsip Pemberian Nama

Prinsip 1: Penggunaan huruf Romawi

Nama unsur rupabumi yang dibakukan semua ditulis dengan huruf

Romawi. Dengan catatan tidak diperkenankan menggunakan diakritik,

seperti; è dalam kata ember atau ekor, é dalam kata evaluasi atau

ekonomi, ê dalam kata enggan atau entah dan tanda penghubung

( - ).

Petunjuk:

1. Apabila di lapangan ditemukan nama-nama rupabumi dengan

penulisan serta pelafalan yang khas, contoh: nama kota di Jawa

Barat yang menggunakan bunyi eu seperti nama Kota

Pameungpeuk, Cileunyi, maka cara pelafalannya akan

dideskripsikan dengan menggunakan IPA (International Phonetic

Alphabet), yaitu aksara untuk mendeskripsikan bunyi bahasa

berdasarkan perjanjian internasional.

2. Nama tempat dengan kata berulang, kini ditulis dalam satu kata,

seperti Mukomuko, Wangiwangi, Tolitoli, Bagansiapiapi, Baubau.

Prinsip 2: Satu unsur rupabumi satu nama

Satu nama hanya berlaku untuk satu unsur rupabumi.

Petunjuk:

1. Apabila satu unsur rupabumi mempunyai beberapa nama, sebagai

contoh di Kabupaten Selayar terdapat sebuah pulau yang

mempunyai dua nama yaitu Pulau Tanajampea dan Pulau

Paklaoroang maka perlu ditetapkan satu nama resmi dan nama

lainnya tetap tercatat di gasetir sebagai nama varian.

2. Apabila dalam suatu wilayah administrasi terdapat penggunaan

satu nama untuk lebih dari satu unsur rupabumi sebagai contoh di

Kecamatan Lohia Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Tenggara

terdapat nama empat pulau dengan nama Pulau Napabale maka

8Pedoman Umum Prinsip, Kebijakan dan Prosedur Pembakuan Nama Rupabumi

Page 9: Pedoman Umum Prinsip, Prosedur Dan Kebijakan PNRB

nama-nama tersebut diatur kembali dengan menambah nama

pemerlain/pembeda misalnya dengan menambahkan kata sifat,

petunjuk arah, atau ciri-ciri yang khas dari unsur rupabumi itu

misalnya menjadi Pulau Napabale, Pulau Napabale Tengah, Pulau

Napabale Selatan, dan Pulau Napabale Utara. Contoh lain di lokasi

yang sama terdapat dua pulau dengan nama yang sama,

disarankan menjadi Pulau Jongkere Besar dan Pulau Jongkere Kecil.

Sebagai informasi tambahan, nama pemerlain/pembeda dapat

menggunakan kata-kata setempat, misalnya menjadi Pulau

Jongkere Da dan Pulau Jongkere Daa.

3. Apabila dalam suatu wilayah administrasi terdapat sekumpulan

unsur rupabumi yang berdekatan letaknya hanya diberi satu nama

oleh penduduk setempat, sebagai contoh di Kecamatan Rajabasa

Kabupaten Lampung Selatan Provinsi Lampung terdapat gugusan

tiga pulau dengan satu nama yaitu Tungkutiga. Disarankan setiap

pulau memiliki nama yang berbeda menjadi Pulau Setigabuntut,

Pulau Setigaheni dan Pulau Setigalok. Contoh lain di Kecamatan

Lohia Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Tenggara terdapat

gugusan lima pulau dengan satu nama yaitu Wakata, disarankan

setiap pulau diberi nama pemerlain/pembeda menjadi Pulau

Wakata Utara, Pulau Wakata Selatan, Pulau Wakata Tengah, Pulau

Wakata Barat, dan Pulau Wakata Timur.

Prinsip 3: Penggunaan nama lokal

Nama unsur rupabumi berdasarkan nama lokal yaitu nama yang

dikenal dan digunakan oleh penduduk setempat. Nama lokal terdiri

dari elemen generik dan elemen spesifik. Penggunaan nama lokal ini

pada intinya merupakan upaya untuk melestarikan dan menghormati

sejarah masyarakat setempat.

Petunjuk:

1. Selama pendataan nama rupabumi di lapangan, petugas harus

memprioritaskan nama lokal yang meliputi elemen generik

dan/atau spesifik.

2. Selama pendataan nama rupabumi di lapangan, petugas harus

mencatat/merekam bahasa setempat, penulisan dan pengucapan

nama, serta makna nama rupabumi menurut penduduk setempat.

3. Nama unsur rupabumi pada dasarnya mengadopsi penggunaan

elemen generik lokal sebagai nama resmi. Contoh, antara lain: Ci

untuk Ci Liwung, Krueng untuk Krueng Aceh, Batang untuk Batang

9Pedoman Umum Prinsip, Kebijakan dan Prosedur Pembakuan Nama Rupabumi

Page 10: Pedoman Umum Prinsip, Prosedur Dan Kebijakan PNRB

Hari, Wai untuk Wai Seputih yang kesemuanya berarti sungai

dalam Bahasa Indonesia.

Prinsip 4: Nama berdasarkan Peraturan Perundang-undangan

Nama unsur rupabumi dapat berdasarkan nama lokal yang diresmikan

oleh Undang-Undang (UU) dan Peraturan Pemerintah (PP). Nama baru

dapat diputuskan berdasarkan UU dan PP sebagai nama resmi dan

baku untuk menggantikan nama lama setelah mendapatkan

persetujuan dari otoritas lembaga yang berwenang.

Petunjuk:

1. Nama yang ditimbulkan oleh pembentukan daerah otonom dengan

UU, contoh Provinsi Sulawesi Barat yang ditetapkan dengan UU

Nomor 26 Tahun 2004.

2. Pengubahan nama provinsi misalnya Provinsi Irian Jaya Barat

menjadi Provinsi Papua Barat yang ditetapkan dengan PP No. 24

Tahun 2007, pengubahan nama kabupaten misalnya Kabupaten

Sawahlunto/Sijunjung menjadi Kabupaten Sijunjung yang

ditetapkan dengan PP Nomor 25 Tahun 2008.

Prinsip 5: Tidak Memakai Nama Melecehkan SARA

Nama unsur rupabumi disarankan menghindari nama yang

melecehkan suku, agama, ras, dan antargolongan.

Petunjuk:

Apabila ditemukan suatu nama unsur rupabumi memiliki arti yang

melecehkan suku, agama, ras dan antargolongan, termasuk

melecehkan gender maka masyarakat setempat dapat segera

mengusulkan pengubahan nama tersebut.

Prinsip 6: Tidak menggunakan Nama berbahasa asing

Nama unsur rupabumi hendaknya tidak menggunakan nama dalam

bahasa asing dalam hal ini terkait dengan prinsip 3. Untuk menjunjung

tinggi budaya Indonesia, suatu nama rupabumi yang sudah dikenal

dengan nama asing harus diubah namanya ke dalam nama lokal.

Petunjuk:

1. Nama-nama rupabumi dalam bahasa asing di masa lalu seperti

Batavia menjadi Jakarta; Buitenzorg menjadi Bogor; Hollandia

10Pedoman Umum Prinsip, Kebijakan dan Prosedur Pembakuan Nama Rupabumi

Page 11: Pedoman Umum Prinsip, Prosedur Dan Kebijakan PNRB

menjadi Jayapura. Cartenz Top menjadi Puncak Trikora

merupakan contoh pengubahan nama dalam bahasa asing ke

dalam nama lokal. Dengan demikian nama-nama asing yang

masih ditemukan pada saat ini bukanlah hal yang mustahil untuk

segera diubah.

2. Apabila pengubahan nama-nama asing dalam penamaaan unsur

rupabumi menemui kesulitan maka akan dilakukan langkah-

langkah penertiban dengan pihak-pihak yang terkait.

Prinsip 7 : Tidak menggunakan nama diri atau nama orang

yang masih hidup

Nama unsur rupabumi hendaknya tidak menggunakan nama diri

dalam hal ini baik nama instansi maupun nama perorangan yang

masih hidup. Termasuk tidak menggunakan nama proyek sebagai

nama unsur rupabumi resmi.

Petunjuk:

Untuk mengenang jasa seseorang dapat dilakukan dengan

memberikan nama orang tersebut pada suatu unsur rupabumi dengan

ketentuan:

1. Nama yang diusulkan merupakan nama seseorang yang dianggap

sangat berjasa bagi negara dan/atau penduduk setempat.

2. Nama yang diusulkan merupakan nama seseorang yang telah

meninggal dunia minimal 5 tahun.

3. Apabila ditemukan nama rupabumi yang menggunakan nama diri

tidak sesuai prinsip 7 maka akan dilakukan langkah-langkah

penertiban dengan pihak-pihak yang terkait.

Prinsip 8: Menggunakan nama maksimal tiga kata

Nama unsur rupabumi hendaknya menggunakan elemen spesifik yang

tidak terlalu panjang, sebanyak-banyaknya tidak lebih dari 3 (tiga)

kata termasuk nama pemerlain/pembeda.

Petunjuk:

1. Nama unsur rupabumi yang melebihi 3 (tiga) kata sebaiknya

dimusyawarahkan kembali antara para pemuka adat dan

perangkat desa untuk menentukan nama yang lebih pendek dan

mudah diucapkan oleh masyarakat.

11Pedoman Umum Prinsip, Kebijakan dan Prosedur Pembakuan Nama Rupabumi

Page 12: Pedoman Umum Prinsip, Prosedur Dan Kebijakan PNRB

2. Nama unsur rupabumi yang akan dibuat hendaknya menghindari

pemakaian nama yang melebihi 3 (tiga) kata.

Prinsip 9: Tidak menggunakan rumus matematika

Nama unsur rupabumi tidak menggunakan rumus matematika, agar

tidak membingungkan. Contoh, antara lain: IV X 11 6 Lingkung

(Ampek Kali Sabaleh Anam Lingkung).

Petunjuk:

Apabila ditemukan nama dengan rumusan numerik, disarankan

diubah menjadi alfabetik, sehingga ditulis serangkai menjadi

Ampekkalisabalehenamlingkung. Nama tersebut masih dapat

digunakan untuk kepentingan adat, sedangkan untuk kepentingan

administrasi pemerintahan sedapat mungkin nama tersebut

disesuaikan dengan Prinsip Pembakuan Nama Rupabumi.

Prinsip 10: Pemberian nama unsur rupabumi buatan manusia

Unsur rupabumi buatan manusia seperti bandara, stasiun kereta api,

bendungan, jalur transportasi, hutan lindung, kanal, bangunan

serbaguna, rumah ibadah, rumah sakit, sekolah, gelanggang olahraga,

pertokoan, dan perumahan dapat diberi nama.

Petunjuk:

1. Instansi pemerintah mempunyai kewenangan untuk memberikan

nama terhadap unsur rupabumi yang dibuatnya selama tidak

bertentangan dengan Pedoman Umum Prinsip, Kebijakan dan

Prosedur Pembakuan Nama Rupabumi.

2. Pihak swasta yang membangun unsur rupabumi juga mempunyai

kewenangan untuk memberikan nama terhadap unsur rupabumi

yang dibuatnya setelah memperoleh rekomendasi dari Tim

Nasional/ Panitia Pembakuan Nama Rupabumi setempat.

3. Nama unsur rupabumi yang memiliki fungsi khusus dan telah

dikenal dan tercatat secara nasional maupun internasional seperti

Taman Nasional Komodo, Taman Nasional Bunaken, dan Lahan

Basah Danau Sentarum, tidak dapat diubah namanya oleh

siapapun.

12Pedoman Umum Prinsip, Kebijakan dan Prosedur Pembakuan Nama Rupabumi

Page 13: Pedoman Umum Prinsip, Prosedur Dan Kebijakan PNRB

3.2. Kebijakan Pemberian Nama

Berdasarkan Prinsip 7 tidak diperkenankan memberi nama unsur

rupabumi dengan nama diri baik nama instansi maupun nama pribadi.

Namun ada kebijakan yang memperbolehkan pemakaian nama diri

sebagai nama unsur rupabumi apabila seseorang WNI atau WNA

dianggap berjasa luar biasa di wilayah setempat dan/atau nasional

serta tokoh tersebut sudah meninggal sekurang-kurangnya 5 tahun.

Contoh, antara lain: Jalan Sudirman dan Bendungan Sutami.

Nama orang asing dapat dipakai sebagai nama unsur rupabumi

buatan apabila orang tersebut dianggap memiliki jasa-jasa luar biasa

di bidang ilmu pengetahuan, seperti: Observatorium Boscha, Gedung

Pasteur dan Gedung Lembaga Eijkman.

3.3. Prosedur Pemberian Nama

Untuk memperoleh keseragaman secara nasional tentang penamaan

unsur rupabumi perlu diatur dalam Pedoman ini:

3.3.1. Pembakuan Nama Rupabumi

Pembakuan adalah proses penetapan dan pengesahan nama

unsur rupabumi oleh Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi,

yang diketuai oleh Menteri Dalam Negeri. Pembakuan nama

rupabumi meliputi pemberian nama, pengubahan nama,

penghapusan nama, dan penggabungan nama.

3.3.1.1. Pemberian Nama Rupabumi

Pemberian nama rupabumi harus mengikuti sepuluh

prinsip pemberian nama rupabumi yang telah

dijelaskan pada bagian 3.1.

3.3.1.2. Pengubahan Nama Rupabumi

Nama suatu unsur rupabumi dapat diubah dengan

pertimbangan sebagai berikut :

1. Sudah dipakai dalam wilayah tingkatan administrasi yang sama;

2. Berasal dari bahasa asing;

3. Status dan fungsinya berubah;

4. Untuk kepentingan politik, ekonomi dan sosial;

5. Untuk kepentingan tertib administrasi pemerintahan.

13Pedoman Umum Prinsip, Kebijakan dan Prosedur Pembakuan Nama Rupabumi

Page 14: Pedoman Umum Prinsip, Prosedur Dan Kebijakan PNRB

6. Untuk melestarikan sejarah dan budaya setempat;

7. Untuk memberikan penghargaan bagi seseorang yang berjasa luar biasa bagi bangsa dan negara.

3.3.1.3. Penghapusan Nama Rupabumi

Nama unsur rupabumi dapat dihapus atau tidak

dicantumkan lagi dalam administrasi pemerintahan

atas pertimbangan beberapa faktor :

1. Pengubahan wilayah administrasi karena adanya pemekaran atau penggabungan wilayah.

2. Adanya bencana alam yang mengakibatkan kampung atau desa atau unsur rupabumi hilang. Contoh, antara lain: Bencana Lumpur Sidoarjo, Tsunami di Kabupaten Simeulue.

3. Adanya kegiatan pembangunan yang mengakibatkan hilangnya suatu permukiman. Contoh, antara lain: Desa Kedungombo hilang karena adanya pembangunan Waduk Kedungombo.

3.3.1.4. Penggabungan Nama Rupabumi

Penggabungan nama rupabumi pada umumnya

terjadi karena proses penggabungan Daerah atau

penyatuan Daerah yang dihapus kepada Daerah lain

sebagaimana diatur dalam PP No. 78 Tahun 2007

tentang Tatacara Pembentukan, Penghapusan, dan

Penggabungan Daerah.

3.3.2. Langkah-langkah Penetapan dan Pengesahan Nama

Rupabumi

Langkah 1:

Pemberian, pengubahan, penghapusan dan penggabungan

nama rupabumi diusulkan oleh masyarakat setempat dengan

mengikuti Pedoman Pembakuan Nama Rupabumi;

Langkah 2:

Kepala desa atau lurah mengolah lebih lanjut usulan dari

masyarakat bersama Badan Permusyawaratan Desa.

Selanjutnya usulan tersebut disampaikan kepada Bupati atau

Walikota melalui Camat;

Langkah 3:

14Pedoman Umum Prinsip, Kebijakan dan Prosedur Pembakuan Nama Rupabumi

Page 15: Pedoman Umum Prinsip, Prosedur Dan Kebijakan PNRB

Bupati atau Walikota berdasarkan usulan Kepala Desa atau

Lurah memberikan tugas kepada Panitia Pembakuan Nama

Rupabumi (PPNR) Kabupaten atau Kota untuk melakukan

pengkajian;

Langkah 4:

PPNR melaporkan kepada Bupati atau Walikota untuk

merekomendasikan hasil kajian usulan nama rupabumi di

wilayahnya kepada Gubernur;

Langkah 5:

Berdasarkan usulan pembakuan nama rupabumi dari Bupati

atau Walikota, Gubernur memberikan tugas kepada PPNR

Provinsi untuk mengkaji usulan pembakuan tersebut. Hasil

kajian selanjutnya dilaporkan Gubernur kepada Menteri Dalam

Negeri selaku Ketua Tim Nasional untuk dilakukan pembakuan

nama rupabumi setelah diverifikasi oleh Tim Nasional.

Langkah 6:

Menteri Dalam Negeri selaku Ketua Tim Nasional menetapkan

semua nama rupabumi yang telah diverifikasi oleh Tim

Nasional dalam bentuk gasetir.

Langkah 7:

Menteri Dalam Negeri selaku Ketua Tim Nasional mempunyai

otoritas untuk mengubah, menghapus atau menggabungkan

nama rupabumi yang tidak sesuai dengan Pedoman Umum

Prinsip, Kebijakan dan Prosedur Pembakuan Nama Rupabumi,

setelah mendapatkan pertimbangan dari Tim Pelaksana dan

Tim Pakar. Nama yang diusulkan oleh PPNR tersebut tetap

dihormati dan dimasukkan dalam gasetir sebagai nama varian

(nama lain).

15Pedoman Umum Prinsip, Kebijakan dan Prosedur Pembakuan Nama Rupabumi

Page 16: Pedoman Umum Prinsip, Prosedur Dan Kebijakan PNRB

BAB IV

PENUTUP

Pedoman Umum Prinsip, Kebijakan, dan Prosedur Pembakuan Nama

Rupabumi ini disusun untuk menjadi acuan bagi para administrator

pemerintahan dan swasta, pendidik, penyedia informasi, dan masyarakat.

Pedoman ini untuk dijadikan acuan dalam pemberian nama dan pembakuan

nama rupabumi yang baku untuk mewujudkan tertib administrasi wilayah

dalam kerangka NKRI. Selain itu pedoman umum ini merupakan karya anak

bangsa yang hasilnya akan menjadi landasan pembakuan nama rupabumi

secara internasional.

16Pedoman Umum Prinsip, Kebijakan dan Prosedur Pembakuan Nama Rupabumi

Page 17: Pedoman Umum Prinsip, Prosedur Dan Kebijakan PNRB

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Dalam Negeri, 2006. Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2006 Tentang: Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi. Jakarta: Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum, Direktorat Wilayah Administrasi dan Perbatasan, Subdit Toponimi dan Pemetaan.

Geographical Names Board of Canada, 2001. Principles and Procedures for Geograhical Naming. Canada: Center for Topographic Information Earth Sciences Sector, Natural Resources.

Keraf, Gorys. 1984. Tata Bahasa Indonesia. Jakarta: Nusa Indah.

Orth J., Donald. 1987. Principles, Policies, and Procedures: Domestic Geographic Names. Reston, Virginia: United State Board on Geographic Names.

Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1993. Pedoman Umum Pembentukan Elemen. Jakarta: Balai Pustaka.

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1993. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan. Jakarta: Balai Pustaka.

Santoso, W.E. 1991. Pedoman Pengumpulan Nama Rupabumi. Dokumentasi No. 021/1991, ISSN. No. 0126-4982. Cibinong: Bakosurtanal.

Santoso, W.E., Titiek Suparwati, Jacub Rais (Editors). 2006. Training Course on Toponymy. Proceedings of The United Nations Group of Experts on Geographical Names. Malang 11-23 September 2005. ISBN: 979-8647-99-8. Cibinong-Indonesia: National Coordination Agency for Surveys and Mapping.

Simorangkir, Olan T, Hardjito, Helman, T. Suparwati, A. Ginanjar, H. Suyitno, Zaefi, 1993. Laporan Survei Nama Rupabumi Kabupaten Tapanuli Selatan. Cibinong: Bakosurtanal.

Tichelaar, T.R. (Editor). 1989. Proceeding of The Workshop on Toponymy, Cipanas 16-28 Oct. 1989. Dokumentasi No. 07/1990, ISSN. No. 0126-4982. Cibinong: Bakosurtanal.

United Nations. 1986. World Cartography. Volume XVIII. New York: Departmen of Technical Co-operation for Development.

United Nations, 2002. Glossary of Terms for the Standardization of Geographical Names. New York: Department of Economic & Sosial Affairs, UNGEGN.

United Nations. 2004. Resolution Adopte d at The Eight United Conferences on The Standardization of Geographical Names 1967, 1972, 1977, 1982, 1987, 1992, 1998, 2002. New York: United Nations.

United Nations, 2006. Manual for the National Standardization of Geographical names. New York: Department of Economic & Sosial Affairs, UNGEGN.

17Pedoman Umum Prinsip, Kebijakan dan Prosedur Pembakuan Nama Rupabumi

Page 18: Pedoman Umum Prinsip, Prosedur Dan Kebijakan PNRB

TIM NASIONAL PEMBAKUAN NAMA RUPABUMI :

1. Prof. Dr. Jacub Rais, M.Sc : ..............................

2. Prof Dr. Multamia RMT Lauder, Mse., DEA : ..............................

3. Kartiko Purnomo, SH, MPA : ..............................

4. Dra. Anastutik Wiryaningsih, M.Si : ..............................

5. Dr. Budi Sulistiyo : ..............................

6. Ir. Didi Sadili : ..............................

7. Dra. Titik Suparwati : ..............................

8. Drs. Widodo Edy Santoso : ..............................

9. Turba Joko, ST : ..............................

18Pedoman Umum Prinsip, Kebijakan dan Prosedur Pembakuan Nama Rupabumi