respon pertumbuhan bibit aren arenga...

68
RESPON PERTUMBUHAN BIBIT AREN (Arenga pinnata (Wurmb) Merr.) TERHADAP INOKULASI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA INDIGENOUS MOH. EGA ELMAN MISKA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

Upload: dothuan

Post on 08-Mar-2018

227 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: RESPON PERTUMBUHAN BIBIT AREN Arenga …elman_miska.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/48405/FULL+TEXT...infektif tertinggi dari penghitungan Most Probable Number (MPN), selanjutnya

RESPON PERTUMBUHAN BIBIT AREN

(Arenga pinnata (Wurmb) Merr.) TERHADAP

INOKULASI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA INDIGENOUS

MOH. EGA ELMAN MISKA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2015

Page 2: RESPON PERTUMBUHAN BIBIT AREN Arenga …elman_miska.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/48405/FULL+TEXT...infektif tertinggi dari penghitungan Most Probable Number (MPN), selanjutnya

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Respon Pertumbuhan

Bibit Aren (Arenga pinnata (Wurmb) Merr.) terhadap Inokulasi Fungi Mikoriza

Arbuskula Indigenous adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi

pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi

mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan

maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2015

Moh. Ega Elman Miska

NIM A252130021

*

Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerjasama dengan pihak luar IPB

harus didasarkan pada perjanjian kerjasama yang terkait.

Page 3: RESPON PERTUMBUHAN BIBIT AREN Arenga …elman_miska.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/48405/FULL+TEXT...infektif tertinggi dari penghitungan Most Probable Number (MPN), selanjutnya

RINGKASAN

MOH. EGA ELMAN MISKA. Respon Pertumbuhan Bibit Aren (Arenga pinnata

(Wurmb) Merr.) terhadap Inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskula Indigenous.

Dibimbing oleh AHMAD JUNAEDI, ADE WACHJAR, dan IRDIKA MANSUR.

Tanaman aren (Arenga pinnata (Wurmb.) Merr.) termasuk famili

Arecaceae yang dikelompokkan ke dalam tanaman multi guna (multiple purpose

trees). Tanaman aren merupakan tanaman yang pemanfaatannya paling luas

dibandingkan dengan spesies lainnya. Potensi dari tanaman aren sangat tinggi

dalam pemenuhan kebutuhan pangan dan alternatif energi terbarukan. Kendala

yang dihadapi dalam pengembangan dan budidaya tanaman aren adalah

pertumbuhan bibit yang lambat. Salah satu alternatif yang dikembangkan dalam

mengatasi kendala tersebut adalah pemanfaatan Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA).

Adanya FMA pada bibit aren diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan,

terutama peningkatan serapan hara sehingga bibit mampu tumbuh baik di

lapangan dan mengatasi keadaan lingkungan yang beragam. Tahap pembibitan ini

merupakan langkah awal untuk menghasilkan bibit aren yang bermutu. Sejauh ini,

belum ada informasi mengenai teknik budidaya dalam upaya peningkatan

pertumbuhan bibit aren melalui pemanfaatan mikoriza untuk mendapatkan bibit

aren yang berkualitas.

Penelitian terdiri atas tiga percobaan yang memiliki keterkaitan yaitu (1)

isolasi dan karakterisasi tipe FMA dari rhizosfer aren, (2) status keberadaan FMA

pada tanaman aren, dan (3) uji keefektifan inokulum tanah FMA dari bawah

tegakan aren dalam meningkatkan pertumbuhan bibit aren.

Isolasi dan karakterisasi FMA dari contoh tanah yang diamati berasal dari

rhizosfer aren yang tersebar di tiga lokasi kabupaten, yaitu Cianjur, Sukabumi,

dan Lebak. Berdasarkan hasil dari contoh tanah yang memiliki jumlah kepadatan

spora terbanyak dari penangkaran (trapping) dan memiliki jumlah propagul

infektif tertinggi dari penghitungan Most Probable Number (MPN), selanjutnya

akan diuji keefektifannya dalam meningkatkan pertumbuhan bibit aren. Uji

keefektifan inokulum tanah FMA indigenous pada bibit aren menggunakan

Rancangan Acak Lengkap (RAL) 2 faktor. Faktor pertama adalah pemupukan P

(P0 = tanpa pemupukan P dan P1 = dengan pemupukan P). Faktor ke-dua adalah

inokulasi FMA (M0 = tanpa inokulum FMA, M1 = inokulum FMA indigenous,

dan M2 = inokulum FMA mycofer ).

Hasil isolasi dan karekterisasi FMA menunjukkan bahwa terdapat empat

genus FMA dari bawah tegakan aren, yaitu: Glomus sp. (7 tipe spora),

Acaulospora sp. (5 tipe spora), dan Scutellospora sp. (1 tipe spora) ditemukan di

Cianjur, Sukabumi, dan Lebak, sedangkan Gigaspora sp. (1 tipe spora) hanya

ditemukan di Sukabumi. Hasil penelitian status keberadaan FMA pada rhizosfer

aren menunjukkan bahwa contoh tanah dari lokasi Sukabumi memiliki kepadatan

spora dan propagul infektif lebih tinggi dibandingkan contoh tanah dari Cianjur

dan Lebak.

Page 4: RESPON PERTUMBUHAN BIBIT AREN Arenga …elman_miska.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/48405/FULL+TEXT...infektif tertinggi dari penghitungan Most Probable Number (MPN), selanjutnya

Hasil uji keefektifan inokulum FMA menunjukkan bahwa inokulum FMA

indigenous mampu meningkatkan pertumbuhan bibit aren berdasarkan parameter

tinggi tanaman, panjang pelepah daun, diameter pangkal pelepah, bobot kering

tajuk, biomassa total, serapan hara P, jumlah spora, dan persen infeksi akar.

Interaksi yang terjadi antara pemupukan P dengan inokulum FMA menunjukkan

adanya peran inokulum FMA terhadap panjang pelepah daun, jumlah spora, dan

persen infeksi akar dengan nilai tertinggi diperoleh pada perlakuan inokulum

FMA indigenous tanpa pemupukan P.

Kata kunci: inokulum tanah, keefektifan, status FMA

Page 5: RESPON PERTUMBUHAN BIBIT AREN Arenga …elman_miska.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/48405/FULL+TEXT...infektif tertinggi dari penghitungan Most Probable Number (MPN), selanjutnya

SUMMARY

MOH. EGA ELMAN MISKA. Growth Response of Sugar Palm Seedling (Arenga

pinnata (Wurmb) Merr.) to Inoculations of Indigenous Arbuscular Mycorrhyzal

Fungi. Supervised by AHMAD JUNAEDI, ADE WACHJAR, and IRDIKA

MANSUR.

Sugar palm (Arenga Pinnata (Wurmb) Merr.) is a multiple-purpose tree

(MPT) from the Arecaceaae family. Besides yielding sugars, it provides a great

number of benefits than the other products. It also one of the most diversified

species in multipurpose tree culture and has a high potential for food and

renewable energy fulfillment. Availability of quality seed is the constraints in the

development and cultivation. One of the alternatives to developed the constratints

through by inoculation of Arbuscular Mycorrhyzal Fungi (AMF). The AMF on

sugar palm seedlings are expected to increase growth, especially to increase

nutrient uptake so that the seedlings could grow well in the fields and the state of

the diverse environment. The seedlings stage is the first step to produce of sugar

palm seed quality. There is no information regarding the cultivation technique to

increase seedlings growth through using mychorrhiza to obtain the seed quality.

This research consists of three trials with interrelated experiments: (1)

isolation and characterization of the types of Arbuscular Mychorrizal Fungi

(AMF) on the rhyzosphere of sugar palms, (2) the existence of Arbuscular

Mychorrizal Fungi (AMF) status on sugar palm, (3) the effectiveness of the AMF

soil inoculum from under sugar palm stands on sugar palm seed.

The isolation and characterization of AMF of soil sample was observed

from sugar palm rhizosfer over three districts location, i.e: Cianjur, Sukabumi,

and Lebak. Based on soil samples results, the highest number of spores density of

trapping and inefective propagules of Most Probable Number (MPN) counting

would have the effectiveness of sugar palm seeds. This research used completely

randomized design with two factor. The first factor is Posphorus (P) fertilizing

were used two levels: without (P0) and with P fertilizer (P1). The second factor is

Inoculation of AMF were used three levels: without inoculum (M0); AMF

indigenous inoculum (M1); AMF mycofer inoculum (M2).

The isolation and characterization of AMF result showed that there are four

genera of AMF under sugar palm stands, i.e.: Glomus sp. (7 species), Acaulospora

sp. (5 species), and Scutellospora sp. (1 species) founded in Cianjur, Sukabumi,

and Lebak, whereas Gigaspora sp. (1 species) only found in Sukabumi. The result

on the existance of AMF status on the rhyzosphere of sugar palm showed that soil

samples from Sukabumi had a higher density both of spores and inefective

propagules than Cianjur and Lebak.

The result on the effectiveness showed that AMF indigenous inoculum

increase growth on sugar palm seedling based on parameters of plant height,

rachis length, stem diameter, shoot dry weight, root dry weight, total biomassa, P

nutrient absorption, number of spore, and percent of root colonization. Interaction

between P fertilizer with AMF inoculum showed the role of AMF inoculum to

rachis length, number of spore, and percent of root colonization with the highest

value was obtained in treatment AMF indigenous inoculum without P fertilizer.

Keywords: AMF status, effectiveness, soil inoculum

Page 6: RESPON PERTUMBUHAN BIBIT AREN Arenga …elman_miska.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/48405/FULL+TEXT...infektif tertinggi dari penghitungan Most Probable Number (MPN), selanjutnya

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

Page 7: RESPON PERTUMBUHAN BIBIT AREN Arenga …elman_miska.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/48405/FULL+TEXT...infektif tertinggi dari penghitungan Most Probable Number (MPN), selanjutnya

RESPON PERTUMBUHAN BIBIT AREN

(Arenga pinnata (Wurmb) Merr.) TERHADAP

INOKULASI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA INDIGENOUS

MOH. EGA ELMAN MISKA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2015

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains

pada

Program Studi Agronomi dan Hortikultura

Page 8: RESPON PERTUMBUHAN BIBIT AREN Arenga …elman_miska.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/48405/FULL+TEXT...infektif tertinggi dari penghitungan Most Probable Number (MPN), selanjutnya

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Supijatno, MSi

Page 9: RESPON PERTUMBUHAN BIBIT AREN Arenga …elman_miska.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/48405/FULL+TEXT...infektif tertinggi dari penghitungan Most Probable Number (MPN), selanjutnya
Page 10: RESPON PERTUMBUHAN BIBIT AREN Arenga …elman_miska.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/48405/FULL+TEXT...infektif tertinggi dari penghitungan Most Probable Number (MPN), selanjutnya

Judul Tesis : Respon Pertumbuhan Bibit Aren (Arenga pinnata (Wurmb) Merr.)

terhadap Inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskula Indigenous

Nama : Moh. Ega Elman Miska

NIM : A252130021

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr Ir Ahmad Junaedi, MSi

Ketua

Dr Ir Ade Wachjar, MS

Anggota

Dr Ir Irdika Mansur, MForSc

Anggota

Diketahui oleh,

Ketua Program Studi/Mayor

Agronomi dan Hortikultura

Dr Ir Maya Melati, MS, MSc

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal ujian: 18 September 2015

Tanggal lulus:

Page 11: RESPON PERTUMBUHAN BIBIT AREN Arenga …elman_miska.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/48405/FULL+TEXT...infektif tertinggi dari penghitungan Most Probable Number (MPN), selanjutnya
Page 12: RESPON PERTUMBUHAN BIBIT AREN Arenga …elman_miska.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/48405/FULL+TEXT...infektif tertinggi dari penghitungan Most Probable Number (MPN), selanjutnya

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas

segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul

penelitian yang dipilih dan dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 hingga Juni 2015

ialah Respon Pertumbuhan Bibit Aren (Arenga pinnata (Wurmb) Merr.) terhadap

Inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskula Indigenous.

Terima kasih penulis ucapkan kepada

1. Dr Ir Ahmad Junaedi, MSi selaku ketua komisi pembimbing yang telah

membimbing mulai dari awal penyusunan proposal penelitian hingga penulisan

tesis ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih atas masukan dan sumbangan

ide-idenya dalam penelitian.

2. Dr Ir Ade Wachjar, MS selaku anggota komisi pembimbing yang telah

membimbing mulai dari awal penyusunan proposal penelitian hingga penulisan

tesis ini.

3. Dr Ir Irdika Mansur, MForSc selaku anggota komisi pembimbing yang telah

membimbing mulai dari awal penyusunan proposal penelitian hingga penulisan

tesis ini.

4. Dr Ir Supijatno, MSi selaku penguji luar komisi pembimbing yang telah

memberikan masukan dan koreksian dalam perbaikan tesis ini.

5. Penulis juga mengucapkan terima kasih atas bantuan dana penelitian yang

dibiayai melalui program DIPA, SEAMEO BIOTROP tahun 2015.

6. Orang tua dan Istri tercinta yang selalu memberikan dukungan penuh terhadap

penulis untuk mencari ilmu setinggi-tingginya.

7. Teman-teman seperjuangan di Mayor Agronomi dan Hortikultura angkatan

20l3 yang telah membantu selama proses penelitian, pengolahan data, maupun

semangat yang diberikan terhadap penulis.

Sebagian hasil penelitian telah diterima dan akan diterbitkan di jurnal

nasional Jurnal Silvikultur Tropika.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2015

Moh. Ega Elman Miska

Page 13: RESPON PERTUMBUHAN BIBIT AREN Arenga …elman_miska.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/48405/FULL+TEXT...infektif tertinggi dari penghitungan Most Probable Number (MPN), selanjutnya

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN

Latar belakang 1

Perumusan masalah 2

Tujuan penelitian 2

Hipotesis penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA

Botani dan ekologi tanaman aren 3

Penelitian aren terdahulu 5

Fungi mikoriza arbuskula (FMA) 6

Peranan fungi mikoriza arbuskula bagi tanaman 7

Inokulum Tanah 9

Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan mikoriza 9

ISOLASI DAN KARAKTERISASI SPORA FUNGI

MIKORIZA ARBUSKULA PADA RHIZOSFER AREN

(Arenga pinnata (Wurmb.) Merr.)

Pendahuluan 13

Metode Penelitian 13

Hasil dan Pembahasan 14

Kesimpulan dan Saran 20

POTENSI DAN STATUS FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA PADA

RHIZOSFER TANAMAN AREN (Arenga pinnata (Wurmb.) Merr.)

Pendahuluan 22

Metode Penelitian 22

Hasil dan Pembahasan 24

Kesimpulan dan Saran 26

UJI KEEFEKTIFAN INOKULUM TANAH FMA DARI

BAWAH TEGAKAN AREN PADA BIBIT AREN

(Arenga pinnata (Wurmb.) Merr.)

Pendahuluan 28

Metode Penelitian 28

Hasil dan Pembahasan 32

Kesimpulan dan Saran 43

DAFTAR PUSTAKA 44

LAMPIRAN 51

Page 14: RESPON PERTUMBUHAN BIBIT AREN Arenga …elman_miska.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/48405/FULL+TEXT...infektif tertinggi dari penghitungan Most Probable Number (MPN), selanjutnya

DAFTAR TABEL

1. Hasil analisis kimia tanah dari rhizosfer aren pada tiga lokasi

kabupaten 15

2. Kerapatan spora FMA pada contoh tanah dari bawah tegakan aren

di tiga lokasi kabupaten 16

3. Karakterisasi tipe spora FMA yang berasal dari bawah tegakan

aren di tiga lokasi kabupaten 17

4. Hasil perhitungan uji MPN pada inokulum tanah FMA dari

bawah tegakan aren di tiga lokasi kabupaten 26

5. Analisis tanah media di awal dan akhir penelitian 32

6. Analisis hara N, P, dan K pada jaringan tanaman 32

7. Pengaruh faktor pemupukan P dan inokulum FMA terhadap

tinggi tanaman bibit aren sampai 24 MSP 33

8. Pengaruh faktor pemupukan P dan inokulum FMA terhadap

jumlah pelepah daun bibit aren pada 24 MSP 34

9. Pengaruh faktor pemupukan P dan inokulum FMA terhadap

panjang pelepah bibit aren pada 24 MSP 34

10. Interaksi pemupukan P dan inokulum FMA terhadap rata-rata

panjang pelepah daun bibit aren pada 24 MSP 35

11. Pengaruh faktor pemupukan P dan inokulum FMA terhadap

diameter pangkal pelepah bibit aren pada 24 MSP 36

12. Pengaruh faktor pemupukan P dan inokulum FMA terhadap luas

daun bibit aren pada 24 MSP 36

13. Pengaruh faktor pemupukan P dan inokulum FMA terhadap

volume dan panjang akar bibit aren pada 24 MSP 37

14. Interaksi pemupukan P dan inokulum FMA terhadap rata-rata

jumlah akar primer bibit aren pada 24 MSP 38

15. Pengaruh faktor pemupukan P dan inokulum FMA terhadap bobot

kering tajuk dan akar bibit aren pada 24 MSP 38

16. Pengaruh faktor pemupukan P dan inokulum FMA terhadap

biomassa total bibit aren pada 12 dan 24 MSP 39

17. Pengaruh faktor pemupukan P dan inokulum FMA terhadap laju

tumbuh relatif bibit aren pada 12-24 minggu 40

18. Pengaruh pemupukan P dan inokulum FMA terhadap serapan

unsur P bibit aren pada 24 MSP 40

19. Interaksi pemupukan P dan inokulum FMA terhadap rata-rata

jumlah spora bibit aren pada 24 MSP 41

20. Interaksi pemupukan P dan inokulum FMA terhadap rata-rata

persen infeksi akar bibit aren pada 24 MSP 41

21. Efisiensi pemupukan P pada perlakuan dosis pupuk 6.3 g P

tanaman-1

43

Page 15: RESPON PERTUMBUHAN BIBIT AREN Arenga …elman_miska.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/48405/FULL+TEXT...infektif tertinggi dari penghitungan Most Probable Number (MPN), selanjutnya

DAFTAR GAMBAR

1. Kondisi lahan pengambilan contoh tanah dan akar di tiga lokasi

kabupaten 15

2. Presentase kolonisasi FMA pada akar dari bawah tegakan aren

pada tiga lokasi kabupaten 24

3. Kepadatan spora FMA hasil penangkaran dari contoh tanah pada

tiga lokasi kabupaten 25

4. Tipe spora FMA yang ditemukan setelah penangkaran 25

5. Infeksi FMA pada bibit aren 42

DAFTAR LAMPIRAN

1. Kriteria penilaian sifat kimia tanah 52

RIWAYAT HIDUP 53

Page 16: RESPON PERTUMBUHAN BIBIT AREN Arenga …elman_miska.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/48405/FULL+TEXT...infektif tertinggi dari penghitungan Most Probable Number (MPN), selanjutnya

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman aren (Arenga pinnata (Wurmb) Merr.) termasuk famili Arecaceae

yang dikelompokkan ke dalam tanaman multi guna (multiple purpose trees). A.

pinnata merupakan tanaman yang pemanfaatannya paling luas dibandingkan

dengan spesies lainnya. Hasil utama tanaman aren yang bernilai ekonomi tinggi

adalah nira (Akuba 2004; Rindengan dan Manaroinsong 2009).

Potensi dari tanaman aren sangat tinggi dalam pemenuhan kebutuhan

pangan dan alternatif energi terbarukan. Salah satu komponen pengembangan

produksi yang perlu dikelola dengan baik ke depan dalam bentuk agribisnis

tanaman aren, yaitu penyediaan benih bermutu dan pembibitan sebagai bahan

tanam (BPKPL 2014). Beberapa provinsi di Indonesia telah melakukan usaha

peningkatan produksi tanaman aren. Pada tahun 2009 total areal tanaman aren di

seluruh Indonesia mencapai 66 441 ha dengan produksi gula sebesar 42.18 ton

(Ditjenbun 2011).

Pertumbuhan bibit aren sangat lambat dan membutuhkan waktu 15 sampai

18 tahun untuk memasuki tahap menghasilkan buah sejak tanam. Bunga muda

akan muncul dari bagian paling atas tanaman dan bunga muda berikutnya muncul

pada bagian bawah. Sekitar 4 sampai 7 bunga pada bagian atas merupakan bunga

betina yang akan menghasilkan buah, sedangkan bagian bawah dari bunga betina

akan muncul bunga jantan yang akan disadap dan diambil niranya (Harada et al.

2005; Chantaraboon et al. 2010).

Budidaya aren secara konvensional mengalami kendala, terutama

perbanyakan aren melalui benih. Benih aren memiliki struktur kulit yang keras

dan tebal. Hal inilah yang menyebabkan permeabilitasnya rendah dan dormansi

benih aren cukup lama, yaitu berkisar 1 sampai 12 bulan sehingga menyebabkan

keterbatasan bibit di pasaran (Mujahidin et al. 2003). Penelitian mengenai teknik

budidaya aren dari benih telah dikaji dengan baik. Hasil penelitian Rofik dan

Murniati (2008) menunjukkan bahwa metode deoperkulasi/skarifikasi pada

embrio merupakan teknik sederhana untuk mematahkan dormansi benih aren.

Kendala lain yang dihadapi dalam pengembangan dan budidaya tanaman aren

adalah ketersediaan bibit yang bermutu. Penurunan mutu bibit menjadi faktor

memperlambat masa pindah tanam ke lapangan.

Salah satu upaya untuk mempercepat pertumbuhan bibit dan meningkatkan

mutu bibit aren, yaitu pemanfaatan fungi mikoriza arbuskula (FMA). Salah satu

peran dari fungi mikoriza arbuskula (FMA), yaitu bioprosesor, mampu membantu

tanaman untuk meyerap hara dan air dari lokasi yang tidak terjangkau oleh rambut

akar (Nusantara et al. 2012). Susanti (2004) melaporkan bahwa inokulasi FMA

dari tegakan jati Cepu dan FMA Mycofer mampu meningkatkan rata-rata

pertumbuhan tinggi bibit jati masing-masing 31% dan 11%, pertambahan

diameter 23.1% dan 28.1%, serta berat kering total 45.04% dan 21.5%

dibandingkan dengan kontrol. Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai

informasi untuk mendapatkan bibit aren yang bermutu dan dijadikan acuan untuk

pengembangan bibit aren unggul.

Page 17: RESPON PERTUMBUHAN BIBIT AREN Arenga …elman_miska.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/48405/FULL+TEXT...infektif tertinggi dari penghitungan Most Probable Number (MPN), selanjutnya

2

Perumusan Masalah

Aren ditinjau dari aspek budidaya belum banyak dilakukan, sampai saat ini

masyarakat masih memanfaatkan aren yang tumbuh secara alamiah. Aren memliki

prospek yang sangat baik untuk dikembangkan, baik dari segi ekonomi, sosial

maupun dari segi ekologi. Oleh karena itu, budidaya aren mulai dari penyediaan

bibit, penanaman sampai pemeliharaan sangat diperlukan. Teknologi budidaya

aren secara ilmiah masih belum banyak dikaji sehingga perlu dilakukan penelitian

untuk memperoleh teknologi budidaya anjuran sebagai Good Agricultural

Practice (GAP).

Kajian mengenai respon pertumbuhan bibit aren terhadap inokulasi Fungi

Mikoriza Arbuskula (FMA) indigenous penting dilakukan, karena dalam usaha

budidaya tanaman, ketersediaan bibit tanaman mutlak diperlukan. Ketersediaan

bibit aren yang bermutu diperoleh melalui teknologi pembibitan yang baik. Salah

satu teknologi penting dalam pembibitan adalah teknik inokulasi mikoriza, yang

dapat menunjang pertumbuhan dan peningkatan mutu bibit tanaman. FMA

berperan aktif membantu tanaman untuk menyerap hara (terutama serapan unsur

P) dan air dari lokasi yang tidak terjangkau oleh rambut akar. Fungi mikoriza

arbuskula ditemukan pada hampir di sebagian besar tanah dan umumnya tidak

memiliki inang yang spesifik. Walaupun demikian, tingkat populasi dan

komposisi jenis FMA sangat beragam dan dipengaruhi oleh karakteristik tanaman

dan faktor lingkungan. Dengan demikian, setiap ekosistem kemungkinan memiliki

keanekaragaman FMA dengan jenis yang sama atau berbeda. Penelitian mengenai

status mikoriza dan pengaruh inokulasi FMA terhadap pertumbuhan aren masih

sangat terbatas.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah 1) mengisolasi dan mengkarakterisasi tipe spora

FMA dari bawah tegakan aren pada lokasi yang berbeda; 2) mengetahui

keberadaan FMA yang efektif dan berpotensi dari bawah tegakan aren; 3) menguji

keefektifan inokulum tanah FMA dari bawah tegakan aren terhadap pertumbuhan

bibit aren.

Hipotesis Penelitian

1. Terdapat perbedaan keanekaragaman tipe FMA indigenous pada beberapa

lokasi tegakan aren.

2. Terdapat perbedaan keberadaan FMA yang efektif dan berpotensi dari bawah

tegakan aren.

3. Terdapat inokulum FMA indigenous yang memiliki keefektifan yang sama

atau lebih tinggi dari inokulum standar Mycofer.

Page 18: RESPON PERTUMBUHAN BIBIT AREN Arenga …elman_miska.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/48405/FULL+TEXT...infektif tertinggi dari penghitungan Most Probable Number (MPN), selanjutnya

3

TINJAUAN PUSTAKA

Botani dan Ekologi Tanaman Aren

Botani

Tanaman aren menurut klasifikasi tanaman termasuk ke dalam divisi

Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Monocotyledonae, bangsa

Spadicitlorae, suku Palmae dan jenis Arenga pinnata Merr. Tanaman aren

tumbuh dan tersebar pada beberapa daerah di Indonesia dengan nama yang

berbeda-beda, seperti halnya di Batak Karo disebut Paula, di Nias disebut Peto, di

Minangkabau disebut Biuluk, di Lampung disebut Hanau, di Madura disebut Are,

di Jawa Tengah disebut Aren, di Aceh disebut Bakjuk, dan di Bali disebut Hano,

di daerah Nusa Tenggara memiliki delapan nama yang berbeda, yaitu Jenaka,

Pola, Nao, Karodi, Moka, Make, Bale dan Bone, sedangkan di daerah Sulawesi

memiliki lima nama, yaitu Seko, Siho, Tuna, Nawa, dan Roni dan di Jawa Barat

disebut Kawung (Rindengan dan Manaroinsong 2009).

Botani tanaman aren dibedakan ke dalam tiga jenis tanaman yaitu aren

(Arenga pinnata (Wurmb) Merr.), aren gelora (Arenga undulatifolia), dan aren

sagu (Arenga microcarpa). Jenis aren yang termasuk suku Arecaceae (pinang-

pinangan) yang merupakan tumbuhan biji tertutup (Angiospermae) adalah aren,

aren gelora, dan aren sagu (Mogea et al. 1991). Akar pohon aren berbentuk

serabut, menyebar dan cukup dalam mencapai lebih dari 5 m sehingga tanaman

aren diandalkan sebagai vegetasi pencegah erosi, terutama untuk daerah yang

tanahnya mempunyai kemiringan lebih dari 20%. Batang pohon aren sangat padat

dan kuat serta diselimuti oleh selubung daun yang berwarna hitam yang disebut

ijuk. Selubung daun muda menutupi bagian batang bawah dengan bentuk yang

masih lembut hampir seperti rambut putih (Orwa et al. 2009).

Batang tanaman aren tidak memiliki lapisan kambium, sehingga tidak dapat

tumbuh semakin besar lagi. Diameter batang mencapai 65 cm, sedangkan tinggi

mencapai 15 sampai 20 m (jika terhitung dengan tajuk daun yang menjulang di

atas batang) (Florido dan Mesa 2003; Orwa et al. 2009).

Morfologi tanaman aren hampir mirip dengan tanaman kelapa (Cocos

nucifera), perbedaannya terletak pada batang bawahnya, pada tanaman kelapa

batang bawahnya bersih, sedangkan batang tanaman aren diselimuti ijuk berwarna

hitam dan sangat kuat. Kondisi tersebut menyebabkan batang tanaman aren

ditumbuhi banyak tanaman paku-pakuan (Smits 1996; Orwa et al. 2009).

Tanaman aren mulai berbunga pada umur 6 sampai 12 tahun. Karangan

bunga pertama dari ruas batang yang berada di pucuk pohon, kira-kira letaknya

sedikit di bawah tempat tumbuh daun muda, tetapi makin tua tanaman aren maka

keluarnya bunga jantan akan muncul bergantian dengan bunga betina di ketiak

daun daerah bawah (Mogea et al. 1991).

Bunga jantan tanaman aren terdapat pada untaian buah yang berjumlah

sekitar 25, pangkalnya melekat pada sebuah tandan. Bunga betina berbentuk bulat

panjang 1.2 sampai 1.5 cm berwarna ungu. Tanaman aren yang berumur 12 tahun

dan banyak membentuk tongkol bunga betina, biasanya tidak dilakukan

penyadapan nira. Setelah muncul tandan bunga jantan yang disebut ubas, disusul

Page 19: RESPON PERTUMBUHAN BIBIT AREN Arenga …elman_miska.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/48405/FULL+TEXT...infektif tertinggi dari penghitungan Most Probable Number (MPN), selanjutnya

4

oleh bunga-bunga jantan lainnya yang disebut adik ubas, penyadapan nira sudah

mulai dilakukan pada masa itu (Elberson dan Oyen 2010).

Bentuk daun tanaman aren yang sudah dewasa dan tua bersirip ganjil seperti

daun kelapa, secara ukuran daun dan pelepah daunnya lebih besar dan kuat.

Warna daun tanaman aren hijau gelap, semakin tua umur daun aren tidak akan

melengkung ke bawah tapi tetap kaku ke atas atau menempel agak miring pada

batangnya. Daun aren yang sudah tua, helaian daunnya akan rontok dan lepas

bersama dengan pangkal pelepahnya yang menempel pada batang. Pelepah daun

aren melebar di bagian pangkalnya, semakin ke pucuk makin menyempit dan

sepanjang 5 m merupakan bagian tangkai daun (Mogea et al. 1991; Orwa et al.

2009).

Panjang buah aren berkisar 5 sampai 8 cm dan terdapat tiga biji yang keras

berwarna hitam. Waktu untuk perkecambahan biji sangat sulit diprediksikan

secara alami, tetapi biasanya perkecambahan muncul antara 1 bulan sampai lebih

dari 12 bulan. Tanaman aren dapat membentuk sampai 250 000 buah, jika tidak

dilakukan penyadapan (Elberson dan Oyen 2010).

Ekologi

Tanaman aren populasinya tersebar antara 75 0BT sampai 145

0BT dan 25

0LU sampai 10

0LS. Penyebarannya terdapat di beberapa wilayah basah Asia

Tenggara, meluas mulai dari India, Indonesia (Jawa, Sumatera dan Irian jaya),

Malaysia, Filipina, Papua Nugini, Myanmar, Thailand, Vietnam, dan sampai utara

ke Kepulauan Ryukyu (Mogea et al. 1991; Elberson dan Oyen 2010).

Tanaman aren tidak membutuhkan sinar matahari yang terik sepanjang hari,

sehingga tanaman aren mampu tumbuh dengan subur di daerah-daerah perbukitan

yang lembab dan banyak ditumbuhi oleh berbagai tanaman keras. Kondisi yang

diperlukan pada masa pertumbuhannya, tanaman aren membutuhkan suhu 20

sampai 25 0C, dalam kisaran suhu tersebut dapat membantu tanaman aren untuk

berbuah. Tanaman aren memerlukan kelembaban tanah dan ketersediaan air

dengan kondisi curah hujan yang cukup tinggi 1 200 sampai 3 500 mm/tahun. Hal

tersebut sangat berpengaruh dalam pembentukan mahkota pada tanaman aren

(Polnaja 2000).

Tanaman aren mampu tumbuh dengan baik dan mampu berproduksi pada

ketinggian 500 sampai 1 200 m di atas permukaan laut. Tanaman aren dapat

tumbuh dengan optimal baik di hutan primer maupun sekunder (Florido dan

Messa 2003).

Tanah yang mengandung batu cadas dan air tanah yang menggenang di

lapisan dangkal yang kurang dari 1 m mampu menghambat perakaran tanaman

aren. Tanaman aren secara umum tidak membutuhkan jenis tanah yang khusus

untuk pertumbuhannya sehingga tanaman aren dapat tumbuh pada tanah-tanah liat

(berlempung), berkapur, dan berpasir (Akuba 2004).

Page 20: RESPON PERTUMBUHAN BIBIT AREN Arenga …elman_miska.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/48405/FULL+TEXT...infektif tertinggi dari penghitungan Most Probable Number (MPN), selanjutnya

5

Penelitian Aren Terdahulu

Kajian mengenai eksplorasi tanaman aren telah dilakukan oleh beberapa

peneliti. Mogea et al. (1991) melakukan kajian terkait sebaran aren secara

geografis dengan mengambil studi kasus beberapa lokasi di Indonesia untuk

megetahui kegunaan dan penyebaran aren pada setiap daerah. Konservasi dan

kearifan lokal dari tanaman aren telah diteliti dengan baik, hasil eksplorasi

tersebut melaporkan bahwa tanaman aren dianggap memiliki potensi dan mampu

menunjang kehidupan bagi warga lokal di Taman Nasional Gunung Halimun.

Oleh karena itu, masayarakat sekitar membutuhkan bantuan untuk pengembangan

tanaman yang berkelanjutan, sehingga ekosistem hutan di Taman Nasional

Gunung Halimun tidak rusak (Harada et al. 2005).

Identifikasi dan karakterisasi tanaman aren banyak dilakukan penelitian

guna mendapatkan informasi bibit aren yang terbaik dalam menunjang

peningkatan dan pengembangan produktivitas aren. Pongsattayapipat dan Barfod

(2009) mengidentifikasi aren lokal Thailand. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

terdapat tiga spesies Arenga yang memiliki karakteristik yang sama. Identifikasi

yang dilakukan meliputi karakter vegetatif dan reproduktif, yaitu perilaku dan

morfologi daun, fenologi waktu pembungaan, bentuk bunga, dan buah. Tujuan

penelitian tersebut supaya dalam penentuan taksonomi dapat dilakukan secara

benar dan tepat sehingga dapat dilakukan pemetaan yang tepat serta sebagai

sumber manajemen serta usaha konservasi ke depan.

Penelitian mengenai teknik budidaya aren dari benih telah dikaji dengan

baik, salah satunya dengan metode deoperkulasi. Hasil penelitian Rofik dan

Murniati (2008) menunjukkan bahwa metode deoperkulasi/skarifikasi tepat pada

embrio, merupakan teknik sederhana untuk mematahkan dormansi benih aren,

sehingga dengan mematahkan dormansi biji mempercepat untuk pertumbuhan

bibit aren. Media tanam yang digunakan sebagai media alternatif penyemaian

benih aren adalah pasir, kokopit, dan arang sekam.

Chantaraboon et al. (2009, 2010) mengkaji tentang perbedaan umur masak

buah terhadap daya berkecambah dan waktu yang tepat untuk memisahkan bibit

dari indukan untuk ditanam ke persemaian serta pengaruh pemupukan selama

pembibitan. Spesies yang digunakan adalah Arenga westerhoutii. Hasil penelitian

tersebut menunjukkan bahwa benih aren yang berumur 36 bulan dengan pelukaan

kedua sisi memberikan hasil tertinggi tehadap perkecambahan benih. Penentuan

waktu yang tepat untuk menanam bibit ke persemaian adalah ketika bibit memiliki

satu daun dan dipotong 2/3 bagian. Metode ini dianggap mampu mengurangi

evaporasi dan membantu pertumbuhan akar. Perlakuan pemupukan pada fase

pembibitan tidak memberikan respon yang berbeda terhadap kontrol (tanaman

berumur 1 sampai 3 tahun). Berbeda dengan penelitian selanjutnya yang

menyatakan bahwa perlakuan pemupukan memberikan respon yang nyata jika

dibandingkan dengan kontrol yang tanpa pemupukan.

Furqoni (2014) mengkaji tentang karakterisasi dan respon pertumbuhan aren

pada tingkat naungan berbeda selama fase pembibitan. Karakterisasi dilakukan

dengan studi kasus enam ekotipe aren yang berbeda, hal ini dilakukan untuk

membandingkan ekotipe tersebut dengan tingkat naungan sehingga mendapatkan

ekotipe yang terbaik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan tanaman

aren yang terbaik adalah di bawah naungan 50 sampai 64%.

Page 21: RESPON PERTUMBUHAN BIBIT AREN Arenga …elman_miska.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/48405/FULL+TEXT...infektif tertinggi dari penghitungan Most Probable Number (MPN), selanjutnya

6

Penelitian Matana (2013) tentang pengaruh penyadapan dan posisi tandan

terhadap mutu benih serta teknik konservasi kecambah terhadap pertumbuhan

bibit aren. Hasil penelitian tersebut menunjukkan benih dapat berasal dari pohon

yang tandan bunga jantannya disadap maupun tidak disadap, sedangkan bunga

betina dengan posisi tandan pertama sampai kelima bisa dijadikan sumber benih.

Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA)

Mikoriza dalam ilmu botani merupakan suatu struktur (bentuk) sistem

perakaran yang memiliki peran sebagai manifestasi adanya simbiosis. Kondisi

yang bersamaan dan akar yang sama dapat diinfeksi oleh dua jenis endomikoriza

yang berbeda. Hubungan antara cendawan dan perakaran tumbuhan tingkat tinggi

merupakan hubungan mutualistik (saling menguntungkan).

Endomikoriza merupakan salah satu bentuk fungi yang banyak ditemukan

pada jaringan perakaran. Tipe fungi ini ditemukan pada setiap lapisan tanah yang

subur dan memiliki karakteristik khas yang merupakan sebagai tempat

penyimpanan dan transfer hara antara jamur dan tumbuhan inangnya (Bagyaraj

1991; Smith dan Read 2008).

Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) memiliki struktur karakteristik khusus

yang disebut arbuskul dan vesikel. Peranan arbuskul, yaitu membantu dalam

mentransfer nutrien (terutama fosfat) dari tanah ke sistem perakaran (Rao 1994).

Mikoriza dikelompokkan menjadi dua tipe berdasarkan bentuk dan cara infeksi

funginya terhadap tumbuhan inangnya, yaitu endomikoriza dan ektomikoriza.

Berdasarkan struktur tubuh dan cara infeksinya terhadap tanaman inang

dikelompokkan menjadi tiga golongan besar, yaitu ektomikoriza, endomikoriza,

dan ektendomikoriza (Imas et al. 1989; Smith dan Read 1997).

Sifat dari endomikoriza atau FMA adalah cendawan yang bersifat obligat

dan memiliki toleransi yang sangat luas di ekosistem. Beberapa tumbuhan yang

dapat bersimbiosis dengan FMA, yaitu Angiospermae, Gymnospermae,

Pteridophyta, dan Bryopita. Tanaman yang tergolong pada dicotyledonous 83%

dan monocotyledonous 79% mampu bersimbiosis dengan FMA (Sieverding 1991;

Smith dan Read 2008).

Klasifikasi terbaru dari Glomeromycota didasarkan pada konsensus daerah

mencakup gen RNA ribosom memiliki sembilan ordo, yaitu 1) Glomeraceae,

memiliki empat famili Funnelifornis, Septoglmus, Glomus, dan Rhizopagus; 2)

Archaespoceae yang memiliki satu famili Archaeospora; 3) Paraglomeraceae,

memiliki satu famili Paraglomus; 4) Diversisporaceae, dengan famili

Diversispora dan Redeckera; 5) Pacisporaceae, memiliki satu famili Pacispora;

6) Acaulosporaceae yang memiliki famili Acaulospora; 7) Gigasporaceae,

memiliki lima famili Gigaspora, Dentiscutata, Cetraspora, Racocetra, dan

Scutellospora; 8) Claoroideo-Glomeraceae, memiliki famili Claroideoglomus; 9)

Ambisporaceae, memiliki dua famili Ambispora dan Geosiphon (Redecker et al.

2013).

Bentuk spora FMA, yaitu globose, elips, sub-globose dengan atau tanpa hifa

substending. Ukuran spora bervariasi dari yang terkecil 20 sampai 50 µm hingga

terbesar 200 sampai 1 000 µm. Spora genus Glomus memiliki ukuran diameter

berkisar 10 µm dan spora genus Scutellospora memiliki ukuran lebih dari 1 000

µm. Warna spora Ordo Glomales memiliki keragaman mulai dari hyaline, hitam,

Page 22: RESPON PERTUMBUHAN BIBIT AREN Arenga …elman_miska.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/48405/FULL+TEXT...infektif tertinggi dari penghitungan Most Probable Number (MPN), selanjutnya

7

merah, coklat, kuning, hitam, atau warna lainnya, sampai dengan atau tanpa

orname seperti spot (Sylvia 2004). Menurut Brundrett (2004) bahwa secara

anatomi spora berbeda-beda, dalam hal jumlah dan ketebalan lapisan dinding sel

spora maupun isi sel.

Peranan Fungi Mikoriza Arbuskula bagi Tanaman

Peranan Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) sampai saat ini telah banyak

diketahui secara spesifik dalam mendapatkan karbohidrat. FMA memberikan

keuntungan nitrat bagi tanaman budidaya (Bagyaraj 1991; Alexapoulus et al.

1996). Peranan FMA lainnya, yaitu membantu dalam proses pertumbuhan

diantaranya memperbaiki nutrisi tanaman dengan meningkatkan penyerapan fosfat

dan ketahanan terhadap kekeringan serta serangan patogen (Setiadi dan

Hariangbanga 2007).

Simbiosis mutualis FMA dengan tanaman terjadi pada akar yang

bersentuhan dengan propagul fungi. Hifanya menyebar di dalam tanah menyerap

air, fosfor, dan hara lainnya (Alexopoulus et al. 1996). Fosfat adalah salah satu

unsur hara essensial yang diperlukan dalam jumlah relatif banyak oleh tanaman,

tetapi ketersediaannya terbatas terutama pada tanah-tanah masam. Keberadaan

mikoriza sangat bermanfaat dalam penyerapan air dan unsur hara terutama fosfor

(Smith dan Read 1997). Struktur yang terbentuk berupa arbuskula sebagai tempat

aktivasi enzim fosfatase tertinggi (van Aerle et al. 2005) Fungsi hifa intra dan

eksternal, yaitu meningkatkan efisiensi penyerapan air dan hara serta tempat

pertukaran dengan fotosintat dari inang, dan struktur vesikula yang kaya

kandungan lemak (Nusantara 2007).

Karakter pertumbuhan tanaman yang bermikoriza pada umumnya

pertumbuhannya lebih baik dibandingkan tidak bermikoriza. Hal tersebut karena

kerja mikoriza secara efektif mampu meningkatkan penyerapan unsur hara makro

dan beberapa unsur hara mikro (Setiadi 1989). Smith dan Read (1997)

menambahkan bahwa akar yang bermikoriza ternyata lebih cepat menyerap unsur

seng dan sulfur dari dalam tanah dibandingkan tanaman yang tidak bermikoriza.

Perbedaan kecepatan dalam penyerapan merupakan bagian dari refleksi

perbedaan antara luas permukaan akar dan berat kering dari akar tanaman yang

bermikoriza dan tidak bermikoriza. Perbedaan rata-rata penyerapan disebabkan

oleh perbedaan status fosfor dari dua jenis tanaman tersebut (Abbot et al. 1984).

Selain itu, akar bermikoriza dapat menyerap unsur hara dalam bentuk terikat dan

tidak tersedia bagi tanaman (Setiadi 1989).

Akar tanaman yang terbungkus oleh mikoriza akan menghambat infeksi

patogen dan akar terhindar dari serangan patogen. Mekanisme adaptasi lainnya,

yaitu mikoriza menggunakan semua kelebihan karbohidrat dan eksudat akar

lainnya untuk menciptakan lingkungan yang tidak cocok bagi pertumbuhan

patogen. Mikoriza mampu menghasilkan antibiotik (Abbot et al. 1984). Hal

tersebut membuktikan salah satu fungsi FMA pada tanaman, yaitu mampu

meningkatkan ketahanan terhadap serangan patogen (Setiadi dan Hariangbanga

2007).

Hifa FMA mampu menyerap air dari pori-pori tanah saat akar tanaman sulit

memanfaatkannya. Selain itu, penyebaran hifa dalam tanah sangat luas sehingga

mendukung untuk dapat mengambil air relatif lebih banyak (Setiadi 1988).

Page 23: RESPON PERTUMBUHAN BIBIT AREN Arenga …elman_miska.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/48405/FULL+TEXT...infektif tertinggi dari penghitungan Most Probable Number (MPN), selanjutnya

8

Kemampuan FMA dalam meningkatkan ketahanan inang terhadap kekeringan

telah dibuktikan oleh beberapa peneliti.

Penelitian Muok dan Ishii (2006), Querejeta et al.(2006) dan Subramanian

et al. (2006) melaporkan bahwa inokulasi Glomus sp. mampu meningkatkan

ketahanan tanaman terhadap lingkungan semi arid. Hal tersebut dibuktikan

dengan adanya kolonisasi FMA yang mampu mempengaruhi status hara inang,

status air pada pertumbuhan kondisi lapangan dan mampu mengubah pola

aktivitas fisiologi tanaman pada saat cukup air dan pada saat terkena cekaman

kekeringan.

Kondisi akar dan hifa yang bersimbiosis dengan FMA memiliki kemampuan

dalam mengikat partikel-partikel menjadi satu kesatuan sejalan dengan pelepasan

senyawa-senyawa organik yang merekatkan. Hal ini memberikan dampak positif

dalam penangkapan karbon oleh tanah (Bronick dan Lal 2005). Hasil penelitian

Driver et al. (2005) menunjukkan bahwa FMA mampu memproduksi glomalin

(protein tanah) dan hifa FMA merupakan media utama dalam pelepasan protein ke

tanah.

Pemanfaatan FMA sebagai pupuk hayati merupakan langkah yang tepat

sebagai alternatif teknologi masa depan. Manfaat yang dihasilkan tidak terbatas

pada dua simbion saja, akan tetapi mampu memberikan manfaat terhadap

ekosistem dan lingkungan. Manfaat fungi mikoriza arbuskula bagi ekosistem dan

lingkungan tidak memiliki pengaruh yang negatif bahkan tidak menyebabkan

polusi tanah. FMA memiliki peranan yang sangat penting dalam memperbaiki

struktur tanah, siklus hara dan membebaskan karbohidrat dari akar terhadap

organisme tanah lain. Hifa mikoriza mampu mengkonversi hara agar tidak hilang

dari ekosistem (Mansur 2007).

Pengaruh Fungi Mikoriza Arbuskula bagi Pertumbuhan Bibit Tanaman

Sampai saat ini informasi mengenai penelitian tentang Fungi Mikoriza

Arbuskula (FMA) pada tanaman aren belum ditemukan. Penelitian mengenai

pengaruh inokulasi FMA terhadap pertumbuhan tanaman telah dilakukan pada

beberapa tanaman kehutanan. Hasil penelitian pada beberapa tanaman

kehuntanan, yaitu hasil penelitian Budiyanto (2003) menunjukkan bahwa

inokulasi FMA pada bibit jati yang tidak dipangkas akarnya cenderung mampu

meningkatkan pertumbuhan tinggi dan diameter masing-masing sebesar 34% dan

22%.

Hasil penelitian Susanti (2004) menunjukkan bahwa rata-rata pertumbuhan

yang diinokulasi FMA tegakan jati Cepu dan FMA Mycofer bila dibandingkan

dengan kontrol nilainya secara berurutan lebih besar 31% dan 11%, rata-rata

pertambahan diameter FMA Mycofer Bogor 28.1% dan FMA tegakan jati Cepu

sebesar 23.1% dibanding kontrol sedangkan berat kering total tanaman jati yang

diinokulasi dengan FMA tegakan jati cepu 45.04% dan FMA Mycofer Bogor

sebesar 21.5% dibanding dengan kontrol.

Hasil penelitian Umam (2004) menunjukkan bahwa inokulasi FMA dan

penambahan tepung tulang pada semai jati dapat meningkatkan pertambahan

tinggi semai 36%, diameter semai 57%, berat kering pucuk 110%, berat kering

akar 108% dan berat kering total 118% dibanding dengan kontrol.

Page 24: RESPON PERTUMBUHAN BIBIT AREN Arenga …elman_miska.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/48405/FULL+TEXT...infektif tertinggi dari penghitungan Most Probable Number (MPN), selanjutnya

9

Penelitian inokulasi FMA pada tanaman pangan telah dilakukan khususnya

tanaman kedelai. Hasil penelitan Bertham (2006) melaporkan bahwa kombinasi

FMA dan Bradyrhizobium mampu meningkatkan pertumbuhan dan hasil kedelai

melampaui yang dihasilkan oleh pupuk buatan, baik di lahan monokultur maupun

agroforestri Kayu Bawang (Scorodacarpus borneensis). Selain itu, penelitian

tentang inokulasi FMA telah dibuktikan pada beberapa penelitian tanaman

perkebunan. Hasil penelitian Widiastuti et al. (2002) menunjukkan bahwa lebih

baiknya pertumbuhan bibit kelapa sawit yang diinokulasi Acaulospora

tubercalata dibandingkan Gigaspora margarita.

Inokulum Tanah

Inokulum tanah adalah bagian tanah yang berasal dari bawah tegakan pohon

bermikoriza. Teknik inokulasi cukup sederhana, yaitu dengan mencampur

inokulum tanah dengan media tumbuh (5 sampai 10% volume media), diberikan

dengan cara membenamkan pada sekeliling akar dengan kedalaman 0.5 sampai 1

cm (Marx dan Kenny 1982). Turjaman et al. (2006) menambahkan bahwa pada

umumnya untuk inokulasi diperlukan 30 sampai 50 spora per tanaman, apabila

jumlah spora kurang dari kisaran tersebut kemungkinan tingkat kolonisasinya

rendah.

Jenis tanaman yang digunakan sebagai inang dalam perbanyakan inokulum

Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) perlu diperhatikan. Tanaman inang yang

digunakan harus mampu beradaptasi pada tempat produksi inokulum yang

dikerjakan, bersimbiosis dengan fungi yang diproduksi, dan tidak rentan terhadap

patogen yang dapat mengganggu produk inokulum serta harus cepat tumbuh dan

menghasilkan akar yang banyak. Ciri dan keberlimpahan propagul mikoriza

dalam tanah akan berbeda-beda bergantung kepada kemampuannya dalam

merespon perubahan yang terjadi di dalam tanah (Setiadi 1992). Bever (2002)

menyatakan adanya perbedaan dari jenis tanaman inang yang digunakan, mampu

mempengaruhi produksi spora FMA.

Inokulum FMA terbagi ke dalam empat bentuk, yaitu tanah terinfeksi, akar

tanaman terinfeksi, kultur murni fungi, dan spora. Inokulum tanah yang berisi

spora, akar, dan hifa yang semuanya dapat menginokulasi bibit tanaman

(Brundrett et al. 1999). Widiastuti et al. (2002) melaporkan adanya koloniasi

FMA pada tanaman yang tidak diinokulasi menujukkan eksistensinya FMA di

dalam tanah. Menurut Bertham (2006) ketergantungan mikoriza sangat identik

dengan kenaikan bobot kering tanaman yang diinokulasi mikoriza dibandingkan

dengan yang tidak diinokulasi. Setiadi dan Hariangbanga (2007) menambahkan

bahwa ternyata tidak semua jenis tanaman memberikan respon terhadap kolonisasi

FMA.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Mikoriza

Kolonisasi mikoriza ditentukan oleh keefektifan isolat, status hara media,

dan tingkat ketergantungan tanaman terhadap mikoriza. Respon tanaman terhadap

simbiosis Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) bergantung pada interaksi tiga faktor,

antara tanah, fungi, tanaman inang (Setiadi 1992; Brundrett 2004), populasi hifa

eksternal, kepekaan inang, dan daya hidup fungi. Walaupun FMA mempunyai

Page 25: RESPON PERTUMBUHAN BIBIT AREN Arenga …elman_miska.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/48405/FULL+TEXT...infektif tertinggi dari penghitungan Most Probable Number (MPN), selanjutnya

10

spesifitas yang lebih rendah dibandingkan dengan mikroba simbiosis lainnya

seperti rhizobia, akan tetapi setiap spesies FMA memiliki respon yang berbeda

terhadap lingkungannya. Interaksi spesies FMA dengan lingkungannya mampu

menghasilkan respon yang spesifik dari masing-masing spesies. Sebagian besar

FMA mampu beradaptasi pada kondisi tanah habitatnya (Widiastuti 2004; Hasbi

2005).

Kolonisasi akar dan produksi spora dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu jenis

dan lingkungan. Faktor jenis fungi dibedakan menjadi faktor kerapatan inokulum

dan persaingan antara jenis fungi (Hetrick 1984). Faktor-faktor yang merangsang

atau menghambat proses kolonisasi akar juga memberikan dampak penghambatan

pembentukan spora FMA (Brundett et al. 1999). Walaupun kolonisasi mempunyai

hubungan yang erat, menurut Raguphaty dan Mahadevan (1991) bahwa tidak ada

korelasi yang tetap antara kepadatan spora FMA dan presentase kolonisasi FMA.

Kolonisasi FMA secara umum sangat dipengaruhi oleh kepekaan inang terhadap

kolonisasi, faktor iklim, dan tanah (Tuheteru 2003). Faktor lingkungan yang

mempengaruhi kolonisasi akar dan produksi spora, yaitu: suhu, cahaya matahari,

derajat kemasaman (pH) tanah, Oksigen, dan air.

Suhu

Suhu terbaik untuk perkembangan FMA adalah pada suhu 30 0C, tetapi

untuk kolonisasi miselia yang terbaik adalah pada suhu antara 28 sampai 34 0C

(Hetrick 1984). Suhu rendah sangat dibutuhkan dalam fase awal kehidupannya.

Suhu tanah yang lebih dari 17 0C mengakibatkan penurunan keefektifan

perkembangan FMA dan suhu tinggi mempengaruhi penurunan viabilitas spora

dan bahkan kematian spora (Sieverding 1991; Suhardi 1997). Bowen (2000)

menyatakan bahwa respon tanaman yang bermikoriza terhadap suhu akan

berbeda-beda menurut spesies fungi yang mengoloninya.

Cahaya Matahari

Intensitas cahaya mampu mempengaruhi FMA terutama berhubungan

dengan suplai fotosintat yang dibutuhkan oleh fungi. Tumbuhan dengan laju

fotosintesis yang tinggi sangat membantu dalam memperbaiki suplai fotosintat

bagi FMA, akibat meningkatnya karbohidrat di dalam akar (Sieverding 1991).

Derajat Kemasaman (pH) Tanah

Pembentukan FMA setiap jenis mempunyai kisaran pH optimum yang

berbeda-beda serta untuk kondisi lingkungannya pun berbeda pula, ada yang

memiliki kisarannya luas dan sempit. Nilai pH optimum untuk proses

perkecambahan spora tidak bergantung pada spesies dari FMA, tetapi juga

kandungan nutrient yang tersedia di dalam tanah. Nilai pH secara langsung

mempengaruhi aktivitas enzim yang berperan dalam proses perkecambahan spora

(Hetrick 1984). Jenis spora yang memiliki kisaran pH yang cukup luas untuk

perkembangannya berkisar 3.8 sampai 8.0, yaitu Acaulospora scrobiculata, A.

morrawi, A. spinosa, Glomus agregatum, G. versiforme, dan Scuttelospora

pellucida (Sieverding 1991). Kondisi kemasaman tanah sangat mempengaruhi

Page 26: RESPON PERTUMBUHAN BIBIT AREN Arenga …elman_miska.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/48405/FULL+TEXT...infektif tertinggi dari penghitungan Most Probable Number (MPN), selanjutnya

11

kolonisasi dan perkembangan FMA dalam hal proses infeksi pertumbuhan hifa,

secara umum FMA berkembang dengan baik pada pH 5 sampai 8 (Bowen 2000).

Aerasi dan Air

Tanah yang tergenang air menghambat perkembangan baik tanaman

maupun mikoriza karena kekurangan oksigen. Sieverding (1991) melaporkan

bahwa kadar air 40 sampai 80% dari kapasitas cekapan maksimum merupakan

kondisi optimum untuk perkembangan dan keefektifan kerja FMA. Produksi FMA

akan semakin baik jika tanaman dilakukan penyiraman setiap hari (Nova 2005).

Page 27: RESPON PERTUMBUHAN BIBIT AREN Arenga …elman_miska.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/48405/FULL+TEXT...infektif tertinggi dari penghitungan Most Probable Number (MPN), selanjutnya

12

ISOLASI DAN KARAKTERISASI

SPORA FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA

PADA RHIZOSFER AREN (Arenga pinnata (Wurmb) Merr.)

Isolation and Characterization

of The Types of Arbuscular Mychorrizal Fungi

on The Rhyzosphere of Sugar Palms (Arenga pinnata (Wurmb) Merr.)

Abstrak

Setiap rhizosfer pada tanaman dalam suatu ekosistem memiliki berbagai

jenis mikroorganisme termasuk FMA. Masing-masing ekosistem mengandung

tipe FMA yang beragam dan untuk mengetahui tipe FMA, perlu dilakukan isolasi

dan karakterisasi spora FMA. Penelitian ini bertujuan mengisolasi dan

mengkarakterisasi tipe spora FMA dari bawah tegakan aren pada lokasi yang

berbeda. Percobaan menggunakan metode deskriptif dengan mengamati kerapatan

jenis spora, dan karekterisasi tipe spora FMA. Contoh tanah diambil dari rhizosfer

tegakan aren di tiga lokasi kabupaten. Kerapatan tipe spora dianalisis per 50 g

contoh tanah sebanyak lima ulangan pada setiap lokasi. Karakterisasi tipe spora

FMA menggunakan metode tuang dan saring serta metode sentrifugasi. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa terdapat empat genus FMA dari bawah tegakan

aren, yaitu: Glomus sp. (7 tipe spora), Acaulospora sp. (5 tipe spora), dan

Scutellospora sp. (1 tipe spora) yang ditemukan di Cianjur, Sukabumi dan Lebak,

sedangkan Gigaspora sp. (1 tipe spora) hanya ditemukan di Sukabumi.

Kata kunci: contoh tanah, keanekaragaman FMA, mikoriza indigenous

Abstract

Every rhizosphere of a plant within any ecosystem has various kinds of

microoganism, including AMF. Each ecosystem also has different species and

strains of AMF, and in order to identify for further use, the isolation and

characterization steps of AMF spore are required. The study was conducted on

isolating and characterizing the types spore of Mycorrizal Arbuscular Fungi

(AMF) under sugar palm stands in different locations. Descriptive research by

observing and characterizing the types of AMF spores. The soil samples were

sampled from the rhyzospher part of sugar palm stands in three different districts.

The density of spores was analyzed per 50g of soil samples with five repetitions

for each location. “tuang dan saring” as well as sentrifugation method were used

to characterized the types of AMF spores. Results shows that there are four

genera of AMF under sugar palm stands, i.e.: Glomus sp. (7 species),

Acaulospora sp. (5 species), and Scutellospora sp. (1 species) were found in

Cianjur, Sukabumi, and Lebak, whereas Gigaspora sp. (1 species) only found in

Sukabumi.

Keyword: indigenous mychorrizal, soil sample, AMF diversity

Page 28: RESPON PERTUMBUHAN BIBIT AREN Arenga …elman_miska.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/48405/FULL+TEXT...infektif tertinggi dari penghitungan Most Probable Number (MPN), selanjutnya

13

Pendahuluan

Studi keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) di hutan alam

daerah pegunungan di Pulau Jawa terutama di Jawa Barat, telah dilaporkan oleh

beberapa peneliti, diantaranya: Delvian (2003) mengeksplorasi keanekaragaman

FMA dari lahan pantai kawasan hutan lindung Leuweung Sancang Garut,

Puspitasari et al. (2010) melaporkan penelitian keanekaragaman FMA dari hutan

pantai Ujung Genteng, dan Kramadibrata (2012) mengeskplorasi keanekaragaman

FMA dari Taman Nasional Ujung Kulon.

Keberadaan FMA di rhizosfer tumbuhan di alam memiliki peranan penting

karena sifatnya yang bersimbiosis secara mutualistik dengan hampir sekitar 90%

jenis tumbuhan terestrial. FMA merupakan komponen mikroorganisme yang

berperan aktif membantu tanaman untuk menyerap hara dan air dari lokasi yang

tidak terjangkau oleh rambut akar (Smith dan Read 1997).

Keanekaragaman FMA di dunia tercatat sekitar 250 jenis yang bersimbiosis

dengan tumbuhan yang tersebar dari daerah tropik sampai temperata bahkan kutub

utara (Schussler dan Walker 2010; INVAM 2014). Secara umum di daerah tropik

FMA bersimbiosis dengan hampir semua tumbuhan, kecuali Dipterocarpaceae,

karena kelompok tumbuhan ini bersimbiosis dengan FMA ektomikoriza (Bearley

2012).

Lokasi penelitian (Cianjur, Sukabumi dan Lebak) memiliki keadaan

lingkungan yang berbeda sehingga kemungkinan akan memiliki keanekaragaman

tipe FMA yang berbeda. Sejauh ini penelitian mengenai isolasi dan karakterisasi

tipe FMA pada rhizosfer aren belum pernah dilaporkan. Penelitian ini bertujuan

mengisolasi dan mengkarakterisasi tipe spora FMA dari bawah tegakan aren yang

tumbuh di lokasi yang berbeda.

Metode Penelitian

Tempat dan Waktu

Pengambilan contoh tanah dilakukan pada tanah dari bawah tegakan aren di

tiga lokasi, yaitu Desa Selagedang Kecamatan Cibeber Kabupaten Cianjur, Desa

Batununggal Kecamatan Cibadak Kabupaten Sukabumi (Provinsi Jawa Barat) dan

Desa Ciminyak Kecamatan Muncang Kabupaten Lebak (Provinsi Banten) pada

bulan Mei 2014 sampai Juli 2014. Analisis tipe spora FMA dilaksanakan di

Laboratorium Silvikultur SEAMEO BIOTROP. Analisis contoh tanah dari

rhisozfer aren pada tiga lokasi kabupaten dilaksanakan di Laboratorium Tanah

dan Tanaman SEAMEO BIOTROP.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah contoh tanah yang

diambil dari bawah tegakan aren, aquades, larutan glukosa 60%, dan polyvynil

alkohol lactogliserol (PVLG). Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah

saringan spora (saringan betingkat tiga 500 µm, 125 µm, dan 45 µm) mikroskop

binokuler Olympus CX-21, tabung sentrifuse, sentrifuse, pinset spora, kaca

preparat, kaca penutup, pipet tetes, cawan petri, dan timbangan analitik.

Page 29: RESPON PERTUMBUHAN BIBIT AREN Arenga …elman_miska.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/48405/FULL+TEXT...infektif tertinggi dari penghitungan Most Probable Number (MPN), selanjutnya

14

Pengambilan Contoh Tanah

Contoh tanah diambil dari bawah tegakan aren sebanyak 500 g pada setiap

lokasi kabupaten. Pengambilan contoh tanah setiap pohon dilakukan pada jarak 30

sampai 150 cm dari pangkal batang dengan empat titik sesuai arah mata angin

pada zona rhizosfer dengan kedalaman 10 sampai 20 cm. Dari Cianjur diambil

lima sampel tanah, Sukabumi (lima sampel tanah), dan Lebak (lima sampel tanah).

Contoh tanah dilakukan analisis kimia untuk mengetahui beberapa sifat kimia

contoh tanah, diantaranya kandungan N-total, P-tersedia, KTK, pH, dan C organik.

Isolasi dan Karakterisasi Tipe Spora FMA

Ekstraksi FMA dilakukan untuk memisahkan spora dari contoh tanah

sehingga dapat dilakukan karakterisasi FMA guna mengetahui genus spora FMA.

Isolasi spora dari contoh tanah dilakukan dengan dengan mengacu metode tuang

dan saring basah (Gerderman dan Nicolson 1963) dengan modifikasi sentrifugasi

(Brundrett et al. 1999).

Prosedur teknik tuang dan saring ini, pertama adalah mencampurkan contoh

tanah sebanyak 50 g dengan 200-300 ml air, kemudian diaduk sampai butiran-

butiran tanah hancur. Selanjutnya disaring dalam satu set saringan dengan ukuran

500 µm, 125 µm, dan 45 µm secara berurutan dari atas ke bawah. Dari saringan

atas disemprot dengan air untuk memudahkan spora lolos. Kemudian saringan

teratas dilepas dan sejumlah tanah sisa yang tertinggal pada saringan 125 µm dan

45 µm dipindahkan ke dalam tabung sentrifuse.

Isolasi spora teknik tuang dan saring kemudian diikuti dengan teknik

sentrifugasi. Hasil saringan dalam tabung sentrifuse ditambah gukosa 60% dengan

menggunakan pipet. Tabung sentrifuse ditutup dan disentrifuse dengan kecepatan

3 000 rpm selama 5 menit. Selanjutnya larutan supernatan tersebut dituang ke

dalam kertas saring berukuran 45 µm. Endapan hasil saringan diletakkan ke

dalam cawan petri dan diamati di bawah mikroskop binokuler untuk penghitungan

kerapatan spora dan pembuatan preparat guna karakterisasi spora FMA yang ada.

Pembuatan preparat spora menggunakan bahan pengawet PVLG yang

diletakkan pada kaca preparat. Kerapatan tipe spora dianalisis per 50 g contoh

tanah sebanyak lima ulangan pada setiap lokasi, kemudian tipe spora dihitung

jumlahnya dan ditentukan kerapatannya. Hasil penghitungan spora diletakkan

dalam larutan PVLG. Selanjutnya dilakukan karakterisasi tipe FMA. Pengamatan

karakterisasi tipe FMA dilakukan berdasarkan ciri morfologi spora. FMA

diidentifikasi sampai tingkat genus dengan mengacu deskripsi morfologis genus

FMA, yaitu berdasarkan bentuk, warna, dan ukuran spora (Brundrett et al 1996).

Analisis data dilakukan secara deskriptif pada analisis kerapatan spora untuk

karekterisasi jenis spora dari FMA.

Hasil dan Pembahasan

Kondisi Umum Percobaan

Contoh tanah dan akar diambil dari bawah tegakan aren pada tiga lokasi

kabupaten. Pengambilan contoh tanah dan akar di bawah tegakan aren yang telah

berumur lebih dari 15 tahun pada setiap lokasi. Kondisi lingkungan dari ketiga

lokasi memiliki karakteristik yang berbeda, seperti pH tanah, level P, vegetasi

maupun tipe penggunaan lahan.

Page 30: RESPON PERTUMBUHAN BIBIT AREN Arenga …elman_miska.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/48405/FULL+TEXT...infektif tertinggi dari penghitungan Most Probable Number (MPN), selanjutnya

15

Masyarakat Cianjur dan Lebak memanfaatkan aren untuk membuat gula

merah dan minuman tradisional (lahang). Selain itu masyarakat memanfaatkan

lahan dengan sistem tumpang sari dan agroforestry (sengon dengan aren),

sedangkan di Sukabumi pengolahan lahan tidak intensif, bahkan tanaman aren

tumbuh secara liar. Kondisi lahan pengambilan contoh tanah dan akar di tiga

lokasi ditampilkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Kondisi lahan pengambilan contoh tanah dan akar di tiga lokasi

kabupaten: A = Cianjur; B = Sukabumi; C = Lebak.

Vegetasi yang umum dijumpai pada ketiga lokasi, yaitu paku-pakuan

(Pteridophyta), Mikania sp, Axonopus, Musaceae, Eupatorium odoratum,

Cratoxylon sp, dan Colona scabra. Analisis tanah juga dilakukan pada ketiga

lokasi pengambilan contoh tanah. Hasil analisis kimia tanah dari rhizosfer aren

pada tiga lokasi kabupaten disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil analisis kimia tanah dari rhizosfer aren pada tiga lokasi kabupaten

Sifat kimia tanah Lokasi

Cianjur Sukabumi Lebak

pH H2O 4.5 (M) 5.0 (M) 5.2 (M)

C-organik (%) 3.82 (T) 1.56 (R) 1.92 (R)

N-total (%) 0.40 (S) 0.18 (R) 0.25 (S)

P-tersedia (ppm) 11.1 (R) 17.9 (S) 3.4 (SR)

KTK (me/100 g) 40.27 (ST) 24.30 (S) 16.14 (R) Keterangan : Hasil analisis contoh tanah dari tiga lokasi kabupaten di Laboratorium Analisis Tanah dan

Tanaman SEAMEO BIOTROP 2014; Berdasarkan kriteria penilaian sifat kimia tanah,

Hardjowigeno 2010: (M) = Masam, (SR) = Sangat Rendah, (R) = Rendah, (S) = Sedang,

(T) = Tinggi, (ST) = Sangat Tinggi; Kriteria penilaian sifat kimia tanah disajikan pada

Lampiran 1.

A B

C

Page 31: RESPON PERTUMBUHAN BIBIT AREN Arenga …elman_miska.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/48405/FULL+TEXT...infektif tertinggi dari penghitungan Most Probable Number (MPN), selanjutnya

16

Isolasi dan Karakterisasi Tipe Spora FMA

Berdasarkan hasil isolasi spora FMA dari contoh tanah ditemukan empat

genus spora FMA, yaitu Glomus sp., Acaulospora sp., Scutellospora sp., dan

Gigaspora sp. Genus Glomus sp. terdiri atas 7 tipe diikuti oleh Acaulospora sp. (5

tipe), sedangkan Scutellospora sp. dan Gigaspora sp. masing-masing hanya

ditemukan satu tipe spora. Tabel 2 menunjukkan kerapatan spora yang ditemukan.

Tabel 2. Kerapatan spora FMA pada contoh tanah dari bawah tegakan aren di tiga

lokasi kabupaten

Tipe spora FMA Kerapatan spora

Sukabumi Cianjur Lebak

----------------------(spora per 50 g tanah)-----------------------

Glomus sp.1 107 56 80

Glomus sp.2 64 25 42

Glomus sp.3 15 4 5

Glomus sp.4 18 9 22

Glomus sp.5 38 14 3

Glomus sp.6 32 9 10

Glomus sp.7 20 6 6

Acaulospora sp.1 43 95 11

Acaulospora sp.2 20 83 7

Acaulospora sp.3 23 34 18

Acaulospora sp.4 8 15 12

Acaulospora sp.5 19 29 5

Scutellospora sp.1 4 8 2

Gigaspora sp.1 6 0 0

Total 417 387 223

Genus Glomus sp., Acaulospora sp., dan Scutellospora sp. merupakan spora

yang umum dijumpai di tiga lokasi kabupaten, sementara genus Gigaspora sp.

hanya ditemukan di lokasi Sukabumi. Genus Gigaspora sp. diduga bersimbiosis

dengan vegetasi lain, yaitu Setaria laxa yang berada disekitar tanaman aren di

Sukabumi. Setaria laxa merupakan salah satu vegetasi yang hanya dijumpai di

Sukabumi. Hasil penelitian Tuheteru (2007) menunjukkan bahwa jenis tanaman

Setaria laxa bersimbiosis dengan semua jenis spora.

Lokasi Sukabumi dan Lebak dengan pH 5.0 dan 5.2 genus Glomus sp.

banyak ditemukan pada setiap tegakan aren. Berbeda dengan lokasi Cianjur

dengan pH 4.5 genus Acaulospora sp. lebih banyak ditemukan. Hal ini sesuai

dengan pernyataan Tuheteru (2003) bahwa beberapa FMA dapat berkembang baik

dengan pH optimum berkisar antara 5-7 untuk Glomus sp.; 4-6 untuk Gigaspora

sp. dan 4-5 untuk Acaulospora sp.

Contoh tanah dari Sukabumi memiliki kerapatan dan distribusi tipe spora

tertinggi dibandingkan Cianjur dan Lebak. Tipe penggunaan lahan yang tidak

intensif diduga menghasilkan kerapatan spora dan distribusi jenis spora yang lebih

tinggi dibandingkan tipe penggunaan lahan yang intensif. Pengolahan lahan

intensif menyebabkan terjadinya degradasi lahan (kerusakan tanah dan kekahatan

bahan organik). Degradasi lahan berdampak pada pemadatan tanah yang akan

mempengaruhi perkembangan hifa di dalam tanah sehingga menyebabkan

Page 32: RESPON PERTUMBUHAN BIBIT AREN Arenga …elman_miska.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/48405/FULL+TEXT...infektif tertinggi dari penghitungan Most Probable Number (MPN), selanjutnya

17

produksi spora menurun. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Rini (2011) yang

menunjukkan bahwa rotasi tanaman beserta pengolahan lahan yang intensif (lebih

dari dua kali dalam setahun) menurunkan populasi dan keanekaragaman spesies

FMA. Hasil penelitian tersebut sama dengan hasil penelitian Oehl et al. (2003)

yang menunujukkan bahwa jumlah spora dan keanekaragaman spesies FMA

tertinggi ditemukan pada lahan yang ditumbuhi rumput diikuti dengan lahan yang

memperoleh input rendah-sedang, dan terendah pada lahan yang ditanami jagung

terus menerus secara intensif.

Karakterisasi Tipe Spora FMA

Karakter morfologi yang digunakan untuk mengidentifikasi 14 tipe spora

adalah bentuk, warna, dan ukuran spora. Karakterisasi tiap tipe spora FMA

tercantum pada Tabel 3.

Tabel 3. Karakterisasi tipe spora FMA yang berasal dari bawah tegakan aren di

tiga lokasi kabupaten

Tipe spora FMA Ciri-ciri spora

Bentuk Warna Ukuran (µm)

Glomus sp.1

Bulat Kuning 59-60 x 60-62

Glomus sp.2

Bulat Kuning kecoklatan 65-99 x 67-101

Glomus sp.3

Bulat panjang Kuning kecoklatan 47-49 x 57-60

Glomus sp.4

Bulat panjang Hialin 85-110 x 97-129

50 µm

50 µm

50 µm

50 µm

Page 33: RESPON PERTUMBUHAN BIBIT AREN Arenga …elman_miska.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/48405/FULL+TEXT...infektif tertinggi dari penghitungan Most Probable Number (MPN), selanjutnya

18

Tabel 3. (Lanjutan)

Tipe spora FMA Ciri-ciri spora

Bentuk Warna Ukuran (µm)

Glomus sp.5

Bulat panjang Kuning kecoklatan 85-122 x 99-127

Glomus sp.6

Bulat Kuning kecoklatan 87-110 x 89-111

Glomus sp.7

Bulat Coklat 85-110 x 88-116

Acaulospora sp.1

Bulat Kuning kecoklatan 73-103 x 73-103

Acaulospora sp.2

Bulat Hialin 90-211 x 90-211

Acaulospora sp.3

Bulat Hialin 98-246 x 98-246

50 µm

50 µm

50 µm

50 µm

50 µm

50 µm

Page 34: RESPON PERTUMBUHAN BIBIT AREN Arenga …elman_miska.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/48405/FULL+TEXT...infektif tertinggi dari penghitungan Most Probable Number (MPN), selanjutnya

19

Tabel 3. (Lanjutan)

Tipe spora FMA Ciri-ciri spora

Bentuk Warna Ukuran (µm)

Acaulospora sp.4

Bulat Hialin 95-104 x 95-104

Acaulospora sp.5

Bulat Kuning kecoklatan 86-120 x 86-120

Scutellospora sp.1

Bulat Kuning kecoklatan 185-293 x 195-317

Gigaspora sp.1

Bulat Kuning 320-344 x 343-367

Glomus sp. adalah genus mikoriza dari famili Glomeraceae. Glomus sp.

adalah genus yang memiliki keberagaman jenis tertinggi dari yang lain. Beberapa

ciri khas dari genus ini yaitu spora terbentuk secara tunggal ataupun berpasangan

dua pada terminal hifa nongametangium yang tidak berdiferensiasi dalam

sporocarp. Pada saat dewasa spora dipisahkan dari hifa pelekat oleh sebuah sekat.

Spora berbentuk globose, sub-globose, ovoid, ataupun obovoid dengan dinding

spora terdiri atas lebih dari satu lapis, berwarna hyaline sampai kuning, merah

kecoklatan, coklat, dan hitam, berukuran antara 20-400 μm (Morton dan Benny

1990; INVAM 2014).

Acaulospora sp. adalah genus mikoriza yang termasuk dalam famili

Acaulosporaceae. Genus ini memiliki beberapa ciri khas antara lain yaitu

memiliki 2-3 dinding spora, spora terbentuk di sisi samping leher sporiferous

saccule, berbentuk globose hingga elips, berwarna hyaline, kuning, ataupun merah

kekuningan, berukuran antara 100-400 μm (Morton dan Benny 1990; INVAM

2014).

Scutellospora sp. adalah genus mikoriza yang termasuk dalam famili

Gigasporaceae. Genus ini memiliki beberapa ciri khas antara lain yaitu spora

dengan atau tanpa hiasan, spora terdiri atas dinding bilayer spora dan bagian

dinding dua bilayer yang fleksibel, struktur spora yang terbentuk biasanya

globose atau sub-globose tetapi lebih sering berbentuk ovoid, obovoid, pyriformis,

50 µm

50 µm

50 µm

50 µm

Page 35: RESPON PERTUMBUHAN BIBIT AREN Arenga …elman_miska.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/48405/FULL+TEXT...infektif tertinggi dari penghitungan Most Probable Number (MPN), selanjutnya

20

atau irregular. Proses terbentuknya spora pada Scutellospora sp. sama dengan

pembentukan spora pada genus Gigaspora sp. Pembeda genus Gigaspora sp.

dengan Scutellospora sp. adalah pada Scutellospora sp. terdapat germination

shield, dan pada saat berkecambah hifa akan keluar dari germanation shield

tersebut (Walker dan Sanders 1986; INVAM 2014).

Gigaspora sp. adalah genus mikoriza yang termasuk dalam famili

Gigasporaceae. Genus ini memiliki ciri khas, antara lain yaitu spora dihasilkan

secara tunggal di dalam tanah, tidak memiliki lapisan dinding spora dalam,

terdapat bulbous suspensor, berbentuk globose atau sub-globose, berwarna krem

hingga kuning, berukuran 125-600 μm (Bentivenga dan Morton 1995; INVAM

2014).

Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

Terdapat empat genus FMA dari bawah tegakan aren, yaitu: Glomus sp. (7

tipe spora), Acaulospora sp. (5 tipe spora), dan Scutellospora sp. (1 tipe spora)

yang ditemukan di Cianjur, Sukabumi, dan Lebak, sedangkan Gigaspora sp. (1

tipe spora) hanya ditemukan di Sukabumi.

Saran

Karakterisasi FMA sampai tingkat spesies pada tanaman aren sangat penting.

Informasi lengkap karakterisasi spora FMA sampai tingkat spesies akan

memberikan informasi deskripsi yang berguna dalam identifikasi keanekaragaman

FMA yang bersimbiosis dengan tanaman aren.

Page 36: RESPON PERTUMBUHAN BIBIT AREN Arenga …elman_miska.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/48405/FULL+TEXT...infektif tertinggi dari penghitungan Most Probable Number (MPN), selanjutnya

21

POTENSI DAN STATUS FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA

PADA RHIZOSFER TANAMAN AREN

(Arenga pinnata (Wurmb) Merr.)

The Potential and Status of Arbuscular Mycorrhizal Fungi in The Rhyzosphere of

Sugar Palm (Arenga pinnata (Wurmb) Merr.)

Abstrak

Setiap jenis Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) memiliki keefektifan dan

potensi yang berbeda pada tanaman aren. Demikian juga antara tipe FMA pada

masing-masing ekosistem tanaman aren dapat bersifat sinergis atau antagonis

dalam mempengaruhi pertumbuhan tanaman aren. Tujuan penelitan ini adalah

mengetahui keberadaan FMA yang efektif dan berpotensi dari bawah tegakan aren.

Contoh tanah dan akar diambil dari rhizosfer tegakan aren di tiga lokasi kabupaten.

Kolonisasi akar menggunakan metode pewarnaan akar. Penangkaran

menggunakan kultur pot terbuka dengan menggunakan media zeolit dan sorghum

sebagai tanaman inang. Jumlah propagul infektif dihitung dengan metode Most

Probable Number. Hasil penelitian menunjukkan bahwa presentase kolonisasi

akar pada rhizosfer aren dari tiga kabupaten berkisar antara 16-42%, dengan

kolonisasi tertinggi di daerah Lebak. Contoh tanah dari lokasi Sukabumi memiliki

kepadatan spora dan propagul infektif lebih tinggi dibandingkan contoh tanah dari

Cianjur dan Lebak.

Kata kunci: kolonisasi akar, propagul infektif, spora FMA

Abstract

Each kind of AMF possesses different level of effectiveness and potential of

sugar palm. Also, various kind of AMF on each ecosystem of sugar palm could act

synergistically and antagonistically to each other in influencing the growth of

sugar palm. The objective of this study to find out the existence of efective and

potential AMF under sugar palm stands. Soil and root samples were sampled

from the rhyzosphere of sugar palm stands in three different districts. Root

coloring was used to cholonized the roots. Opened pot culture with zeolit as

medium and shorgum as host plant was used for trapping. The number of infective

propagules were calculated by the Most Probable Number method. Results shows

that the percentage of root cholonization on the rhyzosphere of sugar palm from

three district in range of 16-42%, the highest cholonization was from Lebak. Soil

samples from Sukabumi has a higher density both for spores and infective

propagules than soil samples from Cianjur and Lebak.

Keyword: AMF spores, infective propagules, root cholonization

Page 37: RESPON PERTUMBUHAN BIBIT AREN Arenga …elman_miska.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/48405/FULL+TEXT...infektif tertinggi dari penghitungan Most Probable Number (MPN), selanjutnya

22

Pendahuluan

Fungi Mikoriza Arbuskula bersimbiosis dengan lebih dari 90% spesies

tanaman (Smith dan Read 1997). FMA memiliki peran penting dalam ekosisitem

alami maupun ekosistem yang dikelola, sebab FMA memberikan keuntungan bagi

tanaman dalam hal penyediaan hara, antagonisme bagi organisme parasit akar,

sinergisme dengan mikroba tanah. Selain itu FMA terlibat dalam siklus hara,

perbaikan struktur tanah, alat transpor karbon dari akar tanaman bagi organisme

tanah lainnya. Simbiosis antara FMA dan tanaman inangnya merupakan

mekanisme yang sangat penting dalam rangka untuk mengatasi keadaan

lingkungan yang kurang menguntungkan.

FMA mempunyai selang ekologis yang luas dan dapat dijumpai dalam

ekosistem dari daerah tropik sampai sub tropik bahkan kutub utara (Schussler dan

Walker 2010; INVAM 2010). Status FMA pada tanaman aren belum ada yang

melaporkan.

Diharapkan penelitian mengenai status keberadaan FMA pada tanaman aren

dapat memberikan informasi ilmiah mengenai keefektifan dan potensi FMA dari

bawaah tegakan aren untuk menunjang pertumbuhan tanaman aren. Penelitian ini

bertujuan mengetahui keberadaan FMA yang efektif dan berpotensi dari bawah

tegakan aren.

Metode Penelitian

Tempat dan Waktu

Pengambilan contoh tanah dan akar dilakukan bersamaan dengan percobaan

I pada bulan Mei 2014 sampai Agustus 2014. Analisis kolonisasi akar, kepadatan

spora hasil penangkaran, dan penghitungan propagul infektif dilaksanakan di

Laboratorium Silvikultur SEAMEO BIOTROP.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah contoh tanah dan akar

yang diambil dari bawah tegakan aren, benih Sorghum vulgare, zeolit, hyponex

merah (25-5-25), larutan KOH 2.5%, HCl 2%, glyserin, asam laktat, fuchsin acid,

aquades dan polyvynil alkohol lactogliserol (PVLG). Alat yang digunakan dalam

penelitian ini adalah saringan spora (saringan betingkat tiga 500 µm, 125 µm, dan

45 µm) mikroskop binokuler Olympus CX-21, tabung sentrifuse, sentrifuse, pinset

spora, kaca preparat, kaca penutup, pipet tetes, cawan petri, dan timbangan

analitik.

Pengambilan Contoh Tanah dan Akar

Contoh tanah dan akar yang diambil dari bawah tegakan aren sebanyak 500

g pada setiap lokasi kabupaten. Pengambilan contoh tanah setiap pohon dilakukan

pada jarak 30 sampai 150 cm dari pangkal batang dengan empat titik sesuai arah

mata angin pada zona rhizosfer dengan kedalaman 10 sampai 20 cm. Dari Cianjur

diambil lima sampel tanah dan akar, Sukabumi (lima sampel tanah dan akar), dan

Lebak (lima sampel tanah dan akar). Contoh akar diambil sebanyak 3 bagian,

yaitu bagian samping kiri, tengah, dan samping kanan pada akar serabut dari

Page 38: RESPON PERTUMBUHAN BIBIT AREN Arenga …elman_miska.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/48405/FULL+TEXT...infektif tertinggi dari penghitungan Most Probable Number (MPN), selanjutnya

23

masing-masing pohon di setiap lokasi kabupaten, kemudian dimasukkan ke dalam

plastik zip lock dan diberi label sesuai dengan lokasi pengambilan.

Kolonisasi Akar

Tujuan utama pewarnaan akar adalah untuk menetapkan apakah akar

tanaman dikolonisasi FMA atau tidak dan untuk menentukan derajat

perkembangan mikoriza dalam sistem perakaran tanaman (Nusantara et al. 2012).

Pewarnaan akar mengacu pada metode Phillips dan Hayman (1970) dimodifikasi

Laboratorium Bioteknologi Hutan Institut Pertanian Bogor. Tahap pewarnaan,

pertama adalah akar dicuci dengan air sampai bersih. Selanjutnya akar direndam

dalam KOH 10% sampai berwarna putih atau kuning bening, setelah itu akar

dibilas dengan air bersih agar KOH-nya hilang. Akar yang sudah dibilas

selanjutnya direndam dalam HCl 2%, kemudian dibilas dan direndam dengan

larutan staining fuchsin acid sampai akar berwarna merah.

Hasil pewarnaan akar selanjutnya diamati dengan memotong akar yang

telah diwarnai sepanjang 1 cm, kemudian akar ditata sejajar pada kaca preparat

dan ditutup dengan kaca penutup, jumlah akar tiap kaca preparat sebanyak 10

potong. Kolonisasi dapat dilihat melalui adanya vesikula, arbuskula, hifa maupun

spora yang mengkolonisasi akar. Perhitungan kolonisasi akar menggunakan

rumus Giovannetti dan Mosse (1980) sebagai berikut:

Kolonisasi FMA (%) ∑

Penangkaran (Trapping) Spora FMA

Trapping atau penangkaran spora dilakukan untuk mengembangbiakkan

spora dari contoh tanah yang telah diambil, sehingga dapat diketahui keseluruhan

jenis spora. Teknik trapping (penangkaran) mengacu Brundrett et al. (1999)

dengan metode kultur pot terbuka yang dimodifikasi. Media tanam yang

digunakan berupa campuran contoh tanah sebanyak ± 50 g dan batuan zeolit

berukuran 1-2 mm sebanyak ± 150 g. Teknik pengisian media tanam dalam pot

kultur adalah pot kultur diiisi dengan zeolit sampai setengah volume pot,

kemudian contoh tanah dimasukkan dan ditutup kembali dengan zeolit sehingga

media tanam tersusun atas zeolit-contoh tanah-zeolit.

Benih Sorghum vulgare yang akan digunakan sebagai tanaman inang

terlebih dahulu direndam dalam klorox 1% selama 5-10 menit sebagai upaya

sterilisasi permukaan. Selanjutnya benih direndam dalam air hangat selama ± 24

jam untuk memecahkan dormansi yang mungkin terjadi. Kemudian benih-benih

tersebut disemaikan dalam bak kecambah dengan media tissue yang dibasahi

selama ± 10 hari. Setelah itu kecambah dipindahkan ke dalam pot-pot kultur.

Kultur spora diulang sebanyak tiga kali pada setiap lokasi contoh tanah.

Pemeliharaan kultur meliputi penyiraman, pemberian hara, dan

pengendalian hama secara manual. Larutan hara yang digunakan adalah Hyponex

Merah (25-5-20) dengan konsentrasi 1 g/2 l air. Pemberian larutan hara dilakukan

setiap minggu sebanyak ± 20 ml tiap pot kultur. Setelah kultur berumur 3.5 bulan

dilakukan pemanenan untuk mendapatkan spora-spora yang akan digunakan pada

percobaan ke-3.

Page 39: RESPON PERTUMBUHAN BIBIT AREN Arenga …elman_miska.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/48405/FULL+TEXT...infektif tertinggi dari penghitungan Most Probable Number (MPN), selanjutnya

24

Peubah yang diamati adalah penghitungan jumlah kepadatan spora per 50 g

tanah dan identifikasi tipe spora. Kepadatan spora dihitung dengan rumus:

Kepadatan spora

Uji Propagul Infektif

Setiap contoh tanah dihaluskan dan dilakukan pengenceran dengan kelipatan

10 sebanyak tujuh kali pengenceran dengan mencampur contoh tanah uji langsung

dari lapangan dengan zeolit yang telah steril. Setiap seri pengenceran diulang lima

kali. Campuran media dimasukkan ke pot plastik.

Benih Sorghum vulgare yang telah disterilkan dan telah dikecambahkan

ditanam pada pot kultur dan dipelihara di rumah kaca selama 5 minggu.

Pemeliharaan meliputi penyiraman dan pemupukan dengan larutan hara Hyponex

Merah (25-5-20). Setelah 5 minggu, dilakukan pemanenan akar dengan cara

memotong bagian akar. Akar selanjutnya dicuci dan dipotong kemudian

dimasukkan ke botol yang berisi Formalin Aceto Alcohol (FAA). Selanjutnya

akar-akar tersebut diwarnai dengan larutan pewarna melalui teknik pewarnaan

akar dari Phillips dan Hayman (1970) dimodifikasi Laboratorium Bioteknologi

Hutan Institut Pertanian Bogor. Akar-akar yang telah didestaining diamati di

bawah mikroskop untuk melihat ada tidaknya infeksi FMA, kemudian hasil

pengamatan dihitung MPN-nya.

Percobaan ke-2 merupakan langkah untuk menyeleksi inokulum tanah FMA

yang efektif dan berpotensi dari bawah tegakan aren dengan berdasarkan hasil dari

contoh tanah yang memiliki jumlah kepadatan spora terbanyak dari penangkaran

dan propagul infektif tertinggi dari penghitungan MPN. Selanjutnya diuji

keefektifannya pada percobaan ke-3.

Hasil dan Pembahasan

Kolonisasi Akar

Hasil penghitungan kolonisasi FMA pada akar tanaman aren dari tiga

lokasi pengambilan contoh akar dapat dilihat pada Gambar 2. Presentase

kolonisasi akar berkisar antara 16-42%, dengan kolonisasi tertinggi di daerah

Lebak. Bentuk-bentuk kolonisasi yang banyak dijumpai yaitu hifa internal dan

eksternal. Presentase kolonisasi akar pada tiga lokasi termasuk kriteria kolonisasi

akar klasifikasi rendah (16%) dan sedang (28-42%). Menurut kriteria yang

digunakan pada Institute of Mycorrhizal Research and Development (Rajapakse

dan Miller 1992) tingkat kolonisasi akar terbagi menjadi klasifikasi sangat rendah

(<5%), rendah (6-25%), sedang (26-50%), tinggi (51-75%), dan sangat tinggi

(>75%). Terdapat tiga faktor yang mempengaruhi kolonisasi FMA yaitu kepekaan

inang, faktor iklim dan faktor tanah (Fakuara 1998; Setiadi 1996).

Gambar 2. Presentase kolonisasi FMA pada akar dari bawah tegakan aren pada

tiga lokasi kabupaten.

Page 40: RESPON PERTUMBUHAN BIBIT AREN Arenga …elman_miska.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/48405/FULL+TEXT...infektif tertinggi dari penghitungan Most Probable Number (MPN), selanjutnya

25

Penangkaran (Trapping) spora FMA

Kepadatan spora FMA yang diperoleh dari hasil penangkaran pada tiga

lokasi kabupaten yaitu, di Cianjur sebanyak 133 spora per 50 g tanah, Sukabumi

sebanyak 452 spora per 50 g tanah, dan Lebak sebanyak 101 spora per 50 g tanah.

Kepadatan spora FMA dari hasil penangkaran ditampilkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Kepadatan spora FMA hasil penangkaran dari contoh tanah pada tiga

lokasi kabupaten.

Hasil isolasi dari contoh tanah dari bawah tegakan aren terdapat tipe spora

FMA yang tidak dijumpai sebelum penangkaran, yaitu tipe Glomus sp.8 dan

Acaulospora sp.6 (Gambar 4). Adanya tipe FMA baru yang ditemukan pada

penangkaran diduga respon pertumbuhan tanaman inang yang baik dan

lingkungan yang mendukung sehingga sporulasi FMA berjalan dengan baik. Hal

ini didukung dengan pernyataan Clark (1997) bahwa kemampuan suatu spesies

FMA berada di suatu lingkungan sangat dipengaruhi oleh adaptasi spesies tersebut

terhadap lingkungan setempat. Sedangkan menurut Brundrett et al. (1999)

khususnya spora-spora yang dijumpai pada kultur hasil trapping dipengaruhi oleh

umur, jenis tanaman inang, dan status hara media tanam.

Gambar 4. Tipe spora FMA yang ditemukan setelah penangkaran: A = Glomus

sp.8; B = Acaulospora sp.6.

Uji Propagul Infektif

Setiap contoh tanah dari tiga lokasi mengandung jumlah propagul infektif

yang berbeda, yaitu di Cianjur sebanyak 11 000 propagul/50 g tanah, Sukabumi

sebanyak 28 000 propagul/50 g tanah, dan Lebak sebanyak 9 500 propagul/50 g

tanah. Jumlah propagul infektif yang tertinggi diperoleh pada lokasi Sukabumi

(Tabel 4). Hal ini diduga jumlah dan tipe spora mempunyai kemampuan infektif

yang tinggi dan sangat efektif bila dibandingkan dengan lokasi lainnya. Hal ini

sejalan dengan yang dikemukakan Porter (1979) bahwa jumlah spora berkorelasi

dengan kuantifikasi tipe FMA dengan metode Most Probable Number (MPN).

A B 50 µm 50 µm

Page 41: RESPON PERTUMBUHAN BIBIT AREN Arenga …elman_miska.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/48405/FULL+TEXT...infektif tertinggi dari penghitungan Most Probable Number (MPN), selanjutnya

26

Tabel 4. Hasil perhitungan uji MPN pada inokulum tanah FMA dari bawah

tegakan aren di tiga lokasi kabupaten

Perlakuan Jumlah Propagul infektif

Propagul per 50 g tanah

Kisaran jumlah propagul pada

selang kepercayaan 95%

Cianjur pohon 1 0.170 x 104 0.080 – 0.361 x 10

4

Cianjur pohon 2 1.100 x 104 0.518 – 2.328 x 10

4

Cianjur pohon 3 0.700 x 104 0.331 – 1.485 x 10

4

Cianjur pohon 4 1.100 x 104 0.518 – 2.328 x 10

4

Cianjur pohon 5 0.170 x 104 0.080 – 0.361 x 10

4

Sukabumi pohon 1 2.200 x 104 1.037 – 4.466 x 10

4

Sukabumi pohon 2 2.800 x 104 1.321 – 5.929 x 10

4

Sukabumi pohon 3 1.400 x 104 0.660 – 2.964 x 10

4

Sukabumi pohon 4 0.950 x 104 0.448 – 2.013 x 10

4

Sukabumi pohon 5 2.200 x 104 1.037 – 4.655 x 10

4

Lebak pohon 1 0.170 x 104 0.080 – 0.361 x 10

4

Lebak pohon 2 0.120 x 104 0.056 – 0.254 x 10

4

Lebak pohon 3 0.950 x 104 0.440 – 2.220 x 10

4

Lebak pohon 4 0.120 x 104 0.056 – 0.254 x 10

4

Lebak pohon 5 0.092 x 104 0.043 – 0.194 x 10

4

Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

Presentase kolonisasi akar pada rhizosfer aren dari tiga kabupaten berkisar

antara 16-42%, dengan kolonisasi tertinggi di daerah Lebak. Contoh tanah dari

lokasi Sukabumi memiliki kepadatan spora dan propagul infektif lebih tinggi

dibandingkan contoh tanah dari Cianjur dan Lebak.

Saran

Inokulum tanah FMA dari lokasi Cianjur dan Lebak perlu di uji

keefektifannya terhadap pertumbuhan bibit aren. Diharapkan pada tahap

penangkaran tanaman inang yang digunakan adalah aren.

Page 42: RESPON PERTUMBUHAN BIBIT AREN Arenga …elman_miska.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/48405/FULL+TEXT...infektif tertinggi dari penghitungan Most Probable Number (MPN), selanjutnya

27

UJI KEEFEKTIFAN INOKULUM TANAH FMA DARI

BAWAH TEGAKAN AREN PADA BIBIT AREN

(Arenga pinnata (Wurmb) Merr.)

The Effectiveness of The AMF Soil Inoculum from Under Sugar Palm Stands on

Sugar Palm Seed (Arenga pinnata (Wurmb) Merr.)

Abstrak

Tanaman aren belum banyak dibudidayakan. Pembibitan merupakan

langkah awal dari seluruh rangkaian kegiatan pembudidayaan pada tanaman aren.

Tujuan penelitian ini adalah menguji keefektifan inokulum tanah FMA dari bawah

tegakan aren terhadap pertumbuhan bibit aren. Rancangan yang digunakan adalah

Rancangan Acak Lengkap (RAL) 2 faktor. Faktor pertama adalah pemupukan P,

terdiri atas 2 taraf, yaitu tanpa pemupukan P dan pemupukan P. Faktor kedua

adalah inokulasi FMA, terdiri atas 3 taraf, yaitu tanpa pemberian inokulum,

inokulum FMA indigenous, dan inokulum FMA mycofer. Hasil uji keefektifan

menunjukkan bahwa inokulum FMA indigenous mampu meningkatkan

pertumbuhan bibit aren berdasarkan parameter tinggi tanaman, panjang pelepah

daun, diameter pangkal pelepah, bobot kering tajuk, biomassa total, serapan hara

P, jumlah spora, dan persen infeksi akar. Interaksi yang terjadi antara pemupukan

P dengan inokulum FMA menunjukkan adanya peran inokulum FMA terhadap

panjang pelepah daun, jumlah spora, dan persen infeksi akar dengan nilai tertinggi

diperoleh pada perlakuan inokulum FMA indigenous tanpa pemupukan P.

Kata kunci: inokulasi FMA indigenous, pembibitan aren, teknik budidaya

Abstract

The cultivation of sugar palm has never been conducted. Nursery is the

first step in cultivating the sugar palm. The objective of this study to verify the

effectiveness of the AMF soil inoculum from under sugar palm stands towards the

growth of the seeds of sugar palm. This research uses a two factorial Completely

Randomized Design. The first factor is posphorus (P) fertilizing, which were used

two levels: with and without P fertilizer. The second factor is AMF inoculations,

which were used three levels: without inoculum; AMF indigenous inoculum; and

AMF mycofer inoculum. The result on the effectiveness showed that AMF

indigenous inoculum increase growth on sugar palm seedling based on

parameters of plant height, rachis length, stem diameter, shoot dry weight, root

dry weight, total biomassa, P nutrient absorption, number of spore, and percent of

root colonization. Interaction between P fertilizer with AMF inoculum showed the

role of AMF inoculum to rachis length, number of spore, and percent of root

colonization with the highest value was obtained in treatment AMF indigenous

inoculum without P fertilizer.

Keywords: cultivation techniques, indigenous AMF inoculations, sugar palm

seedling

Page 43: RESPON PERTUMBUHAN BIBIT AREN Arenga …elman_miska.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/48405/FULL+TEXT...infektif tertinggi dari penghitungan Most Probable Number (MPN), selanjutnya

28

Pendahuluan

Tanaman aren merupakan tanaman asli di wilayah kepulauan Indo-Malaya,

dengan pusat penyebaran yang terdapat di beberapa wilayah Indonesia. Tanaman

aren paling banyak terdapat di wilayah Pulau Jawa (19 757 ha), Sulawesi (16 951

ha), Sumatera (15 802 ha), dan Kalimantan (1 816 ha) (Kementan 2015).

Pemanfaatan tanaman aren oleh masyarakat di daerah sentra sangat

beragam. Di daerah Jawa Barat seperti masyarakat Cianjur dan Garut serta Banten

aren dimanfaatkan sebagai sumber pembuatan gula merah, minuman tradisional

(lahang), tepung sagu, dan kolang-kaling. Di beberapa masyarakat lainnya, hasil

nira tanaman aren dimanfaatkan sebagai minuman tradisional, yaitu di Sumatera

Utara (tuak) dan Sulawesi Utara (saguer) (Mogea et al. 1991).

Kendala yang dihadapi dalam pengembangan dan budidaya tanaman aren

adalah ketersediaan bibit yang bermutu. Penurunan mutu bibit menjadi faktor

yang memperlambat masa pindah tanam ke lapangan. Alternatif yang mungkin

dapat dikembangkan untuk mengatasi kendala tersebut yaitu meningkatkan mutu

bibit aren dengan memanfaatkan mikroorganisme seperti Fungi Mikoriza

Arbuskula (FMA). Beberapa hasil penelitian telah menunjukkan manfaat mikoriza

pada kopi (Hanapiah 1997), padi sawah tadah hujan (Hanafiah 2001), kelapa sawit

(Kartika 2006; Damayanti et al. 2014). Keberadaan FMA di rhizosfer tumbuhan

di alam memiliki peranan penting karena sifatnya yang bersimbiosis secara

mutualistik dengan hampir sekitar 90% jenis tumbuhan terestrial. FMA

merupakan komponen mikroorganisme yang berperan aktif membantu tanaman

untuk menyerap hara dan air dari lokasi yang tidak terjangkau oleh rambut akar

(Smith dan Read 1997).

Tahap pembibitan ini diharapkan mampu menghasilkan bibit yang

berkualitas. Adanya FMA pada bibit aren diharapkan FMA dapat meningkatkan

pertumbuhan, terutama peningkatan serapan hara sehingga bibit mampu tumbuh

baik di lapangan dan mengatasi keadaan lingkungan yang beragam. Kajian respon

pertumbuhan bibit aren terhadap inokulasi FMA sampai saat ini belum pernah

dilakukan. Penelitian ini bertujuan menguji keefektifan inokulum tanah FMA dari

bawah tegakan aren terhadap pertumbuhan bibit aren.

Metode Penelitian

Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca SEAMEO BIOTROP pada bulan

Januari 2015 sampai dengan Juni 2015. Hasil destruktif tanaman di analisis di

Laboratorium Silvikultur SEAMEO BIOTROP. Analisis tanah dan jaringan

tanaman dilaksanakan di Laboratorium Tanah dan Tanaman SEAMEO

BIOTROP.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah inokulum tanah FMA

dari bawah tegakan aren yang merupakan hasil dari percobaan kedua

(penangkaran), inokulum mycofer (endomikoriza) produksi Laboratorium

Bioteknologi Hutan dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor, benih aren yang

diperoleh dari populasi aren yang telah berumur di atas 15 tahun di Kabupaten

Page 44: RESPON PERTUMBUHAN BIBIT AREN Arenga …elman_miska.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/48405/FULL+TEXT...infektif tertinggi dari penghitungan Most Probable Number (MPN), selanjutnya

29

Cianjur, Provinsi Jawa Barat, tanah yang disterilkan, pupuk SP36, aquades, klorox

1%, arang sekam padi, larutan KOH 2.5%, HCl 2%, glyserin, asam laktat, dan

fuchsin acid. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah adalah saringan

spora (saringan betingkat tiga 500 µm, 125 µm, dan 45 µm) mikroskop binokuler

Olympus CX-21, tabung sentrifuse, sentrifuse, pinset spora, kaca preparat, kaca

penutup, pipet tetes, cawan petri, timbangan analitik, bak kecambah, autoclave,

jangka sorong digital, dan thermo recorder.

Rancangan Percobaan

Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) 2

faktor. Faktor pertama adalah pemupukan P, terdiri atas 2 taraf, yaitu tanpa

pemupukan P (P0) dan pemupukan P (P1). Faktor ke-dua adalah inokulasi FMA,

terdiri atas 3 taraf, yaitu tanpa pemberian inokulum (M0), inokulum FMA

indigenous (M1), dan inokulum FMA mycofer (M2). Setiap unit percobaan terdiri

atas 9 tanaman dan diulang sebanyak 3 kali. Dari total tanaman pada setiap unit

percobaan diambil 5 tanaman contoh untuk diamati 4 minggu sekali dan

pengamatan destruktif diamati 12 minggu sekali selama 24 MSP. Model statistik

yang digunakan untuk Rancangan Acak Lengkap (RAL) adalah sebagai berikut:

Yijk = µ + αi + ßj + (αß)ij + εijk

Yijk = Nilai pengamatan pada perlakuan pemupukan P

ke-i, inokulasi FMA ke-j, dan ulangan ke-k

µ = Nilai rata-rata

αi = Pengaruh perlakuan pemupukan P ke-i (i = 1, 2)

ßj = Pengaruh perlakuan inokulasi FMA ke-j (j = 1, 2,

3)

(αβ)ij = Pengaruh interaksi antara perlakuan pemupukan P

ke-i dan inokulasi FMA ke-j.

εijk = Galat pada perlakuan pemupukan P ke-i, inokulasi

FMA ke-j dan ulangan ke-k

Analisis Data

Data hasil pengamatan dianalisis dengan uji F pada taraf α 5%, jika terdapat

pengaruh yang nyata dilanjutkan dengan uji DMRT (Duncan Multiple Range

Test) pada taraf α 5%. Analisis menggunakan program SAS Windows 9.1.

Persiapan Benih

Buah aren yang telah diperoleh direndam dalam air selama 5 hari. Daging

buah dibersihkan dan dilakukan seleksi benih. Selanjutnya, diberi perlakuan

pematahan dormasi dengan menggunakan teknik deoperkulasi/skarifikasi (Rofik

dan Murniati 2008). Benih yang diberi perlakuan deoperkulasi direndam dalam

klorox 1% selama 30 menit untuk mengurangi kontaminasi cendawan dan

mencegah kerusakan benih karena embrio menjadi kering.

Persiapan Media Perkecambahan dan Media Tanam

Media perkecambahan yang digunakan adalah arang sekam padi. Media

perkecambahan disterilkan secara basah, kemudian dimasukkan ke dalam bak

plastik perkecambahan ukuran 32.5 cm x 22.5 cm dengan volume media adalah

1/2 bagian.

Page 45: RESPON PERTUMBUHAN BIBIT AREN Arenga …elman_miska.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/48405/FULL+TEXT...infektif tertinggi dari penghitungan Most Probable Number (MPN), selanjutnya

30

Media tanam yang digunakan adalah tanah steril. Tanah yang diambil

dibersihkan dari akar-akar, kemudian diayak dan tanah tersebut disterilisasi.

Tanah disterilkan dengan autoclave pada tekanan 1.5 atm selama 15 menit dengan

suhu 121 0C. Selanjutnya, tanah yang telah disterilkan dimasukkan ke polybag

ukuran 40 cm x 40 cm sebanyak 10 kg sebagai media tanam.

Pindah Tanam

Pindah tanam dilakukan pada saat kecambah telah terbentuk daun pertama

yang diperkirakan kecambah tersebut berumur 120 hari setelah tanam (HST).

Kecambah dipindahkan ke media tanam dalam polybag.

Aplikasi Inokulum FMA Indigenous dan Inokulum FMA Mycofer

(Endomikoriza)

Aplikasi inokulum FMA indigenous dan inokulum FMA mycofer

(mengandung Gigaspora margarita, Glomus moseae, dan Glomus intraradises)

dilakukan pada saat pindah tanam, dengan cara dimasukkan ke dalam lubang

tanam. Perlakuan aplikasi antara inokulum FMA indigenous dengan inokulum

FMA mycofer yang dimasukkan ke dalam lubang tanam masing-masing sebanyak

50 g.

Pemupukan

Pemupukan P dengan dosis 6.3 g (dalam bentuk SP36) mengacu dosis

pemupukan pada pembibitan utama kelapa sawit yang diberikan 1.5 bulan sekali

(Pahan 2008). Pemupukan dilakukan sebanyak 4 kali pada 0, 45, 90, dan 135

HST.

Pemberian Naungan

Tanaman aren secara alami membutuhkan naungan. Pemberian naungan

dengan menggunakan paranet dengan intensitas naungan sebesar 55%.

Pemeliharaan

Pemeliharaan meliputi penyiraman yang dilakukan pada pagi hari secara

teratur sesuai kebutuhan sampai kapasitas lapang, penyiangan dilakukan dengan

membuang gulma di sekitar tanaman utama secara manual, pengendalian hama

dan penyakit dilakukan apabila terjadi gejala serangan hama dan penyakit.

Pengamatan

Pengamatan akan dilakukan terhadap peubah-peubah sebagai berikut:

a. Tinggi tanaman, yang diukur mulai dari pangkal tanaman sampai daun

terpanjang yang diberdirikan.

b. Jumlah pelepah daun, pelepah daun yang dihitung adalah pelepah daun yang

memiliki daun telah membuka sempurna.

c. Panjang pelepah dan pelepah daun. Panjang pelepah diukur dari pangkal daun

sampai anak daun pertama yang tumbuh pada pelepah, sedangkan panjang

pelepah daun diukur dari anak daun pertama sampai ujung daun.

d. Diameter pangkal pelepah. Pengukuran diameter pangkal pelepah dilakukan

saat destruktif. Pengukuran akan dilakukan pada bagian 1 cm dari pangkal

pelepah menggunakan jangka sorong digital.

Page 46: RESPON PERTUMBUHAN BIBIT AREN Arenga …elman_miska.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/48405/FULL+TEXT...infektif tertinggi dari penghitungan Most Probable Number (MPN), selanjutnya

31

e. Volume akar. Volume akar diukur menggunakan gelas ukur yang telah diisi

air. Akar dimasukkan ke dalam gelas ukur dan dilihat penambahan volume.

Volume ukur = V2 – V1

Keterangan:

V1 = Volume gelas ukur yang diisi air awal

V2 = Volume gelas ukur yang telah diisi akar

f. Panjang akar primer. Panjang akar primer diukur dari pangkal pelepah sampai

akar primer terpanjang.

g. Jumlah akar. Jumlah akar hanya dibatasi pada jumlah akar primer.

h. Luas daun. Luas daun diukur pada saat destruktif. Metode yang akan

digunakan adalah metode gravimetri.

i. Bobot kering tajuk dan akar. Bobot kering tajuk dan akar dihitung setelah

pengeringan dengan di oven pada suhu 60 0C selama 72 jam.

j. Laju Tumbuh Relatif. Perhitungan LTR menggunakan rumus sebagai berikut

(Hunt 1990):

LTR

g/g/minggu

Keterangan:

W1 = Bobot kering tanaman pada saat t1

W2 = Bobot kering tanaman pada saat t2

k. Biomassa total. Biomassa total diperoleh dari total pengukuran bobot kering

tajuk dan bobot kering akar.

l. Persen infeksi akar. Pengamatan persen infeksi akar dilakukan pada akhir

penelitian dengan Metode Phillips dan Hayman (1970) dimodifikasi

Laboratorium Bioteknologi Hutan Institut Pertanian Bogor.

m. Jumlah spora. Penghitungan jumlah spora dilakukan pada akhir penelitian.

n. Serapan unsur P (g/tanaman). Nilai serapan unsur P diketahui melalui analisis

laboratorium dan perhitungan. Nilai serapan unsur hara dihitung menggunakan

rumus sebagai berikut:

Serapan hara (g/tanaman) = konsentrasi jaringan (%) x biomassa total (g)

o. Efisiensi pemupukan. Efisiensi pemupukan dilakukan di akhir penelitian pada

perlakuan pemupukan P. Nilai efisiensi pemupukan dihitung menggunakan

rumus sebagai berikut:

Kadar hara pupuk (g) = kadar hara pupuk P (ppm) x bobot pupuk

sesuai perlakuan (g)

Kadar hara tanaman (g) = konsentrasi jaringan (%) x biomassa total (g)

Efisiensi pemupukan (%) =

Keterangan:

a : kadar hara pupuk (g)

b : kadar hara tanaman (g)

( )

Analisis Sifat Kimia Tanah

Penetapan sifat kimia tanah dilakukan di Laboratorium Analisis Tanah dan

Tanaman SEAMEO BIOTROP, Bogor. Analisis sifat kimia tanah dilakukan pada

media di awal dan akhir penelitian.

Page 47: RESPON PERTUMBUHAN BIBIT AREN Arenga …elman_miska.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/48405/FULL+TEXT...infektif tertinggi dari penghitungan Most Probable Number (MPN), selanjutnya

32

Analisis Hara N, P, dan K pada Jaringan Tanaman

Analisis hara N, P, dan K pada jaringan tanaman dilakukan di Laboratorium

Analisis Tanah dan Tanaman SEAMEO BIOTROP, Bogor. Analisis hara N, P,

dan K pada jaringan tanaman dilakukan pada akhir penelitian.

Hasil dan Pembahasan

Kondisi Umum Percobaan

Bibit yang digunakan dalam penelitian ini adalah aren tipe dalam yang

berasal dari Cianjur, Jawa Barat. Bibit aren yang digunakan berumur ± 5 bulan

dengan kriteria telah muncul 1-2 helai pelepah daun per tanaman.

Analisis tanah juga dilakukan terhadap media tanam yang digunakan.

Analisis tanah media tanam dilakukan pada media di awal dan akhir penelitian

disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Analisis tanah media di awal dan akhir penelitian

Sifat kimia tanah Contoh uji

Media awal P0M0 P0M1 P0M2 P1M0 P1M1 P1M2

pH H2O 5.4 (M) 4.8 (M) 4.9 (M) 4.8 (M) 4.9 (M) 5.0 (M) 5.0 (M)

C-organik (%) 1.48 (R) 1.37 (R) 1.33 (R) 1.34 (R) 1.37 (R) 1.33 (R) 1.31 (R)

N-total (%) 0.20 (R) 0.20 (R) 0.18 (R) 0.18 (R) 0.18 (R) 0.17 (R) 0.19 (R)

P-tersedia (ppm) 15.8 (R) 9.6 (SR) 8.1 (SR) 9.6 (SR) 170.5 (ST) 205.4 (ST) 223.4 (ST)

K (me/100g) 1.96 (ST) 1.84 (ST) 1.74 (ST) 1.94 (ST) 1.82 (ST) 1.55 (ST) 1.60 (ST)

KTK (me/100g) 17.21 (S) 16.87 (R) 17.32 (S) 17.52 (S) 18.33 (S) 18.36 (S) 18.72 (S)

Keterangan : Hasil analisis contoh tanah dari media awal dan akhir penelitian di Laboratorium Analisis Tanah dan

Tanaman SEAMEO BIOTROP 2015; P0M0 = Kontrol, P0M1 = Inokulum indigenous, P0M2 = Inokulum

mycofer, P1M0 = Pemupukan P, P1M1 = Pemupukan P dengan inokulum indigenous, P1M2 = Pemupukan P dengan inokulum mycofer; Berdasarkan kriteria penilaian sifat kimia tanah, Hardjowigeno 2010:

(M) = Masam, (SR) = Sangat Rendah, (R) = Rendah, (S) = Sedang, (ST) = Sangat Tinggi; Kriteria penilaian

sifat kimia tanah disajikan pada Lampiran 1.

Analisis hara N, P, dan K pada jaringan tanaman dilakukan pada akhir

penelitian. Analisis hara N, P, dan K pada jaringan tanaman dilakukan pada

bagian akar, tajuk, dan daun (Tabel 6).

Tabel 6. Analisis hara N, P, dan K pada jaringan tanaman

Parameter

pengujian

Contoh uji

P0M0 P0M1 P0M2 P1M0 P1M1 P1M2

N-total (%) 1.10 (ST) 1.73 (ST) 1.54 (ST) 1.55 (ST) 1.61 (ST) 0.96 (ST)

P-total (%) 0.15 (SR) 0.22 (SR) 0.21 (SR) 0.25 (SR) 0.28 (SR) 0.25 (SR)

K-total (%) 0.50 (S) 0.59 (S) 0.26 (R) 0.61 (T) 0.62 (T) 0.45 (S) Keterangan : Hasil analisis jaringan tanaman di Laboratorium Analisis Tanah dan Tanaman SEAMEO

BIOTROP 2015; P0M0 = Kontrol, P0M1 = Inokulum indigenous, P0M2 = Inokulum mycofer,

P1M0 = Pemupukan P, P1M1 = Pemupukan P dengan inokulum indigenous, P1M2 =

Pemupukan P dengan inokulum mycofer; Berdasarkan kriteria penilaian sifat kimia tanah,

Hardjowigeno 2010: (SR) = Sangat Rendah, (R) = Rendah, (S) = Sedang, (T) = Tinggi,

(ST) = Sangat Tinggi; Kriteria penilaian sifat kimia tanah disajikan pada Lampiran 1.

Suhu udara dan tanah juga dilakukan pengukuran dengan menggunakan

thermo recorder. Suhu udara dan tanah diukur pada pukul 08.00-18.00 WIB. Suhu

rata-rata udara adalah 28.9 0C, sedangkan suhu udara max 33.0

0C dan min 22.9

0C. Suhu rata-rata tanah adalah 25.4

0C, sedangkan suhu tanah max 27.1

0C dan

min 23.1 0C.

Page 48: RESPON PERTUMBUHAN BIBIT AREN Arenga …elman_miska.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/48405/FULL+TEXT...infektif tertinggi dari penghitungan Most Probable Number (MPN), selanjutnya

33

Tinggi Tanaman

Tinggi tanaman bibit aren dipengaruhi oleh perlakuan inokulum FMA

(indigenous dan mycofer) pada 24 minggu setelah perlakuan (MSP). Interaksi

antara pemupukan P dan inokulum FMA tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi

tanaman bibit aren pada 0 sampai 24 MSP. Inokulum FMA (indigenous dan

mycofer) meningkatkan tinggi tanaman sebesar 8.3% dibandingkan tanpa

inokulum FMA pada 24 MSP (Tabel 7). Hal ini mengindikasikan bahwa

pemberian inokulum FMA berpengaruh baik terhadap tinggi tanaman, karena

inokulum FMA mengandung berbagai jenis spora, adanya hifa, dan propagul

lainnya sehingga dapat membantu tanaman dalam menyerap unsur hara dan air.

Salah satu cara untuk membantu tanaman dalam meningkatkan penyerapan unsur

hara pada media tempat tumbuh adalah menginokulasikan FMA pada tanaman

(Setiadi 1989). Hal ini juga didukung hasil penelitian Kartika (2006) yang

menunjukkan bahwa bibit kelapa sawit yang bersimbiosis dengan FMA

menunjukkan tanggap pertumbuhan dan serapan P lebih tinggi dibandingkan bibit

tanpa inokulasi FMA.

Perlakuan pemupukan P memiliki tinggi tanaman yang lebih rendah

dibandingkan perlakuan tanpa pemupukan (Tabel 7). Fosfat memiliki sifat slow

realese yang menyebabkan fosfat tidak tersedia dalam tanah untuk pertumbuhan

tanaman sehingga proses metabolik tanaman terhambat.

Tabel 7. Pengaruh faktor pemupukan P dan inokulum FMA terhadap tinggi

tanaman bibit aren sampai 24 MSP

Perlakuan 0 MSP 8 MSP 16 MSP 24 MSP

---------------------(cm)---------------------------

1. Pemupukan P

Tanpa pemupukan 43.0 44.3 46.0 47.6 a

Pemupukan P 40.9 41.1 42.7 45.0 b

2. Inokulum FMA

Tanpa inokulum 40.5 41.4 42.5 43.9 b

Inokulum indigenous 43.2 44.4 46.0 47.5 a

Inokulum mycofer 42.2 42.3 44.7 47.6 a

3. Interaksi tn tn tn tn

Keterangan : Angka-angka diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama

menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%;

tn = tidak berbeda nyata pada uji F 5%; MSP = Minggu Setelah Perlakuan.

Jumlah Pelepah Daun

Jumlah pelepah daun tidak dipengaruhi oleh perlakuan pemupukan P dan

inokulum FMA pada 24 minggu setelah perlakuan (MSP). Interaksi antara

pemupukan P dan inokulum FMA tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah

pelepah daun bibit aren pada 24 MSP (Tabel 8).

Tanaman aren termasuk famili Arecaceae dengan laju pertumbuhan pelepah

daun yang sangat lambat jika dibandingkan dengan spesies lain. Tanaman aren

memiliki laju pertumbuhan pelepah daun berkisar 3-6 helai pelepah daun per

tahun (Smits 1996), sedangkan tanaman kelapa laju pertumbuhan pelepah daun

relatif cepat dengan menghasilkan 1 helai pelepah daun baru tiap bulan. Dinamika

laju pertumbuhan jumlah pelepah daun kelapa sawit berkisar 30–40 helai pelepah

Page 49: RESPON PERTUMBUHAN BIBIT AREN Arenga …elman_miska.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/48405/FULL+TEXT...infektif tertinggi dari penghitungan Most Probable Number (MPN), selanjutnya

34

daun per tahun pada tanaman berumur 5 atau 6 tahun, tetapi setelah itu

pertumbuhan pelepah daun akan menurun pada tingkat 20-25 pelepah daun per

tahun (Hartley 1977).

Tabel 8. Pengaruh faktor pemupukan P dan inokulum FMA terhadap jumlah

pelepah daun bibit aren pada 24 MSP

Perlakuan Jumlah pelepah daun

-----------------------(helai)------------------------

1. Pemupukan P

Tanpa pemupukan 3.5

Pemupukan P 3.6

2. Inokulum FMA

Tanpa inokulum 3.6

Inokulum indigenous 3.6

Inokulum mycofer 3.4

3. Interaksi tn

Keterangan : tn = tidak berbeda nyata pada uji F 5%; MSP = Minggu Setelah Perlakuan.

Panjang Pelepah

Panjang pelepah tidak dipengaruhi oleh perlakuan pemupukan P dan

inokulum FMA pada 24 MSP. Interaksi antara pemupukan P dan inokulum FMA

tidak berpengaruh nyata terhadap panjang pelepah bibit aren pada 24 MSP (Tabel

9). Perlakuan tanpa pemupukan P memiliki panjang pelepah yang lebih besar

dibandingkan pemupukan P, sedangkan perlakuan inokulum FMA memiliki

panjang pelepah yang lebih besar dibandingkan tanpa inokulum. Panjang pelepah

diduga memiliki korelasi dengan tinggi tanaman. Hasil penelitian Furqoni (2014)

menunjukkan bahwa tanaman aren yang memiliki tinggi tanaman lebih tinggi

memiliki pelepah lebih tinggi pula.

Tabel 9. Pengaruh faktor pemupukan P dan inokulum FMA terhadap panjang

pelepah bibit aren pada 24 MSP

Perlakuan Panjang pelepah

--------------------------(cm)-------------------------

1. Pemupukan P

Tanpa pemupukan 29.7

Pemupukan P 29.6

2. Inokulum FMA

Tanpa inokulum 28.4

Inokulum indigenous 30.4

Inokulum mycofer 30.2

3. Interaksi tn

Keterangan : tn = tidak berbeda nyata pada uji F 5%; MSP = Minggu Setelah Perlakuan.

Page 50: RESPON PERTUMBUHAN BIBIT AREN Arenga …elman_miska.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/48405/FULL+TEXT...infektif tertinggi dari penghitungan Most Probable Number (MPN), selanjutnya

35

Panjang Pelepah Daun

Interaksi antara pemupukan P dan pemberian inokulum FMA berpengaruh

nyata terhadap panjang pelepah daun bibit aren pada 24 MSP. Interaksi yang

terjadi antara pemupukan P dengan inokulum FMA pada 24 MSP menunjukkan

adanya peran inokulum FMA terhadap panjang pelepah daun bibit aren. Perlakuan

inokulum FMA tanpa pemupukan P memiliki nilai panjang pelepah daun yang

lebih besar dibandingkan dengan perlakuan inokulum FMA dengan pemupukan P

(Tabel 10). Hal ini diduga kemampuan FMA memperbaiki dan meningkatkan

pertumbuhan tanaman yang berkaitan dengan penyerapan fosfor. Fosfor

merupakan salah satu unsur hara makro yang penting dalam pertumbuhan dan

perkembangan tanaman. Salah satu fungsi Fosfor yaitu molekul pentransfer ADP

dan ATP. ATP merupakan senyawa penting bagi reaksi metabolit yaitu reaksi

biosintetik pembentukan senyawa penting bagi pemeliharaan sel dan pertumbuhan.

Dengan demikian, ketersedian P yang cukup oleh FMA akan meningkatkan

pertumbuhan panjang pelepah daun.

Tabel 10. Interaksi pemupukan P dan inokulum FMA terhadap rata-rata panjang

pelepah daun bibit aren pada 24 MSP

Pemupukan P Inokulum FMA

Tanpa

inokulum

Inokulum

indigenous

Inokulum

mycofer

-------------------------------(cm)---------------------------------

Tanpa pemupukan 19.0 c 25.3 a 24.4 ab

Pemupukan P 20.6 c 21.3 bc 21.8 abc Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata

berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%.

Diameter Pangkal Pelepah

Diameter pangkal pelepah bibit aren dipengaruhi oleh perlakuan pemupukan

P dan inokulum FMA pada 24 MSP. Interaksi antara pemupukan P dan inokulum

FMA tidak berpengaruh nyata terhadap diameter pangkal pelepah batang bibit

aren pada 24 MSP. Pemupukan P meningkatkan diameter pangkal pelepah sebesar

19.5% dibandingkan tanpa pemupukan, sedangkan Inokulum FMA indigenous

dan mycofer masing-masing meningkatkan diameter pangkal pelepah sebesar

20.5% dan 35.4% pada 24 MSP (Tabel 11). Ketersediaan unsur P melalui

pemupukan diduga mendukung pertumbuhan pada fase vegetatif, sedangkan

inokulum FMA membantu suplai fosfor bagi tanaman. Hasil penelitian Kartika

(2006) menunjukkan bahwa bibit kelapa sawit yang diinokulasi FMA dengan

inokulum campuran meningkatkan pertumbuhan diameter batang. Pertambahan

diameter pangkal pelepah pada perlakuan pemupukan P sejalan dengan hasil

penelitian Sudradjat et al. (2014) yang menunjukkan bahwa aplikasi pemupukan P

meningkatkan pertumbuhan diameter batang bibit kelapa sawit.

Page 51: RESPON PERTUMBUHAN BIBIT AREN Arenga …elman_miska.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/48405/FULL+TEXT...infektif tertinggi dari penghitungan Most Probable Number (MPN), selanjutnya

36

Tabel 11. Pengaruh faktor pemupukan P dan inokulum FMA terhadap diameter

pangkal pelepah bibit aren pada 24 MSP

Perlakuan Diameter pangkal pelepah

----------------------(mm)-----------------------

1. Pemupukan P

Tanpa pemupukan 17.4 b

Pemupukan P 20.8 a

2. Inokulum FMA

Tanpa inokulum 16.1 b

Inokulum indigenous 19.4 a

Inokulum mycofer 21.8 a

3. Interaksi tn

Keterangan : Angka-angka diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama

menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%;

tn = tidak berbeda nyata pada uji F 5%; MSP = Minggu Setelah Perlakuan.

Luas Daun

Luas daun bibit aren tidak dipengaruhi oleh perlakuan pemupukan P dan

inokulum FMA pada 24 MSP. Interaksi antara pemupukan P dan inokulum FMA

tidak berpengaruh nyata terhadap luas daun bibit aren pada 24 MSP (Tabel 12).

Perlakuan tanpa pemupukan P memiliki luas daun yang lebih tinggi dibandingkan

pemupukan P, sedangkan perlakuan inokulum FMA memiliki luas daun yang

lebih tinggi dibandingkan tanpa inokulum. Pada saat pengukuran luas daun,

kondisi daun pada perlakuan tanpa pemupukan P dan inokulum mycofer telah

membuka sempurna, sedangkan kondisi daun pada perlakuan pemupukan P, tanpa

inokulum, dan inokulum indigenous masih banyak yang kuncup dibandingkan

membuka sempurna. Tinggi tanaman berkorelasi terhadap fase pertumbuhan daun

tanaman, jika luas daun tertinggi berada pada fase perkembangan daun (membuka

sempurna) maka pertambahan tinggi tanaman meningkat, sebaliknya jika

perkembangan daun tanaman berada pada fase muda (kuncup) maka pertambahan

tinggi tanaman relatif sedikit.

Tabel 12. Pengaruh faktor pemupukan P dan inokulum FMA terhadap luas daun

bibit aren pada 24 MSP

Perlakuan Luas daun

-----------------------(cm2)-----------------------

1. Pemupukan P

Tanpa pemupukan 3 447

Pemupukan P 1 134

2. Inokulum FMA

Tanpa inokulum 648

Inokulum indigenous 1 081

Inokulum mycofer 5 142

3. Interaksi tn

Keterangan : tn = tidak berbeda nyata pada uji F 5%; MSP = Minggu Setelah Perlakuan.

Page 52: RESPON PERTUMBUHAN BIBIT AREN Arenga …elman_miska.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/48405/FULL+TEXT...infektif tertinggi dari penghitungan Most Probable Number (MPN), selanjutnya

37

Volume dan Panjang Akar

Volume akar dipengaruhi perlakuan pemupukan P dan inokulum FMA pada

24 MSP. Interaksi antara pemupukan P dan inokulum FMA tidak berpengaruh

nyata terhadap volume akar bibit aren pada 24 MSP. Pemupukan P meningkatkan

volume akar sebesar 26.9% pada 24 MSP dibandingkan dengan bibit tanpa

pemupukan. Pemberian inoukulum FMA (indigenous dan mycofer) meningkatkan

volume akar sebesar 48.7% pada 24 MSP dibandingkan dengan bibit tanpa

inokulum (Tabel 13). Peningkatan volume akar diduga sistem perluasan hifa

eksternal dari FMA untuk mengeksploitasi volume tanah dan mengoptimalkan

unsur hara terutama fosfor untuk perkembangan akar.

Panjang akar hanya dipengaruhi oleh perlakuan inokulum FMA pada 24

MSP. Interaksi antara pemupukan P dan inokulum FMA tidak berpengaruh nyata

terhadap panjang akar bibit aren pada 24 MSP. Pemberian inokulum FMA

(indigenous dan mycofer) meningkatkan panjang akar sebesar 25.1% pada 24

MSP dibandingkan tanpa inokulum FMA (Tabel 13). Peningkatan panjang akar

diduga peran hifa eksternal dari FMA yang bekerja secara efektif dalam

membantu akar untuk mendapatkan unsur hara dan air dalam tanah yang tidak

terjangkau oleh akar.

Tabel 13. Pengaruh faktor pemupukan P dan inokulum FMA terhadap volume dan

panjang akar bibit aren pada 24 MSP

Perlakuan Volume akar (cm3) Panjang akar (cm)

1. Pemupukan P

Tanpa pemupukan 17.5 b 52.9

Pemupukan P 22.2 a 54.4

2. Inokulum FMA

Tanpa inokulum 15.0 b 46.0 b

Inokulum indigenous 20.0 ab 54.9 ab

Inokulum mycofer 24.6 a 60.2 a

3. Interaksi tn tn

Keterangan : Angka-angka diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama

menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%;

tn = tidak berbeda nyata pada uji F 5%; MSP = Minggu Setelah Perlakuan.

Jumlah Akar

Interaksi antara pemupukan P dan inokulum FMA berpengaruh nyata

terhadap jumlah akar primer bibit aren pada 24 MSP. Interaksi yang terjadi antara

pemupukan P dengan inokulum FMA pada 24 MSP menunjukkan adanya peran

pemupukan P terhadap jumlah akar primer bibit aren. Perlakuan inokulum FMA

dengan pemupukan P memiliki nilai jumlah akar primer yang lebih besar

dibandingkan dengan perlakuan inokulum FMA tanpa pemupukan (Tabel 14).

Pemupukan P menunjang ketersediaan hara bagi perkembangan akar pada

bibit aren. Fosfor berperan dalam meningkatkan perkembangan akar dan sebagai

sumber energi dengan membentuk ATP (Shaheen et al. 2007), akan tetapi

pergerakan P di dalam tanah sangat lambat karena reaktivitas P yang tinggi

dengan kation-kation dalam tanah dan P yang cepat dikonversi dalam bentuk P

organik oleh aktivitas mikroba (Hebbar et al. 2004).

Page 53: RESPON PERTUMBUHAN BIBIT AREN Arenga …elman_miska.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/48405/FULL+TEXT...infektif tertinggi dari penghitungan Most Probable Number (MPN), selanjutnya

38

Tabel 14. Interaksi pemupukan P dan inokulum FMA terhadap rata-rata jumlah

akar primer bibit aren pada 24 MSP

Pemupukan P Inokulum FMA

Tanpa

inokulum

Inokulum

indigenous

Inokulum

mycofer

-------------------------------(cm)---------------------------------

Tanpa pemupukan 4.7 b 6.7 ab 7.7 a

Pemupukan P 8.0 a 7.0 a 8.3 a Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata

berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%.

Bobot Kering Tajuk dan Akar

Bobot kering tajuk dipengaruhi oleh perlakuan pemupukan P dan inokulum

FMA pada 24 MSP. Bobot kering akar tidak dipengaruhi oleh pemupukan P dan

inokulum FMA pada 24 MSP. Interaksi antara pemupukan P dan inokulum FMA

tidak berpengaruh nyata terhadap bobot kering tajuk dan akar bibit aren pada 24

MSP. Pemupukan P meningkatkan bobot kering tajuk sebesar 53.1%

dibandingkan tanpa pemupukan P, sedangkan inokulum FMA indigenous dan

mycofer masing-masing meningkatkan bobot kering tajuk sebesar 49.5% dan

59.3% dibandingkan tanpa inokulum. Pemupukan P memiliki bobot kering akar

yang lebih besar dibandingkan tanpa pemupukan, sedangkan inokulum FMA

memiliki bobot kering akar yang lebih besar dibandingkan tanpa inokulum (Tabel

15). Hal ini menunjukkan bahwa pemupukan P memiliki peran dalam menunjang

nutrisi selama pertumbuhan, sedangkan inokulum FMA membantu akar menyerap

air dan hara dari tanah untuk mengimbangi laju fotosintesis dan transpirasi.

Tabel 15. Pengaruh faktor pemupukan P dan inokulum FMA terhadap bobot

kering tajuk dan akar bibit aren pada 24 MSP

Perlakuan Bobot kering tajuk Bobot kering akar

----------------------------(g)--------------------------

1. Pemupukan P

Tanpa pemupukan 9.8 b 3.5

Pemupukan P 15.0 a 3.7

2. Inokulum FMA

Tanpa inokulum 9.1 b 3.2

Inokulum indigenous 13.6 a 3.4

Inokulum mycofer 14.5 a 4.2

3. Interaksi tn tn

Keterangan : Angka-angka diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama

menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%;

tn = tidak berbeda nyata pada uji F 5%; MSP = Minggu Setelah Perlakuan.

Page 54: RESPON PERTUMBUHAN BIBIT AREN Arenga …elman_miska.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/48405/FULL+TEXT...infektif tertinggi dari penghitungan Most Probable Number (MPN), selanjutnya

39

Biomassa Total

Bobot biomassa total dipengaruhi oleh perlakuan pemupukan P dan

inokulum FMA hanya pada 24 MSP. Interaksi antara pemupukan P dan inokulum

FMA tidak berpengaruh nyata terhadap biomassa total bibit aren pada 12 dan 24

MSP. Pemupukan P meningkatkan bobot biomassa total sebesar 39.8%

dibandingkan dengan bibit aren tanpa pemupukan, sedangkan inokulum FMA

indigenous dan mycofer masing-masing meningkatkan bobot biomassa total

sebesar 38.2% dan 52.0% dibandingkan dengan bibit aren tanpa pemberian

inokulum FMA pada 24 MSP (Tabel 16). Peningkatan biomassa total diduga

berkaitan dengan metabolisme tanaman atau karena kondisi pertumbuhan tanaman

yang lebih baik bagi berlangsungnya aktivitas metabolisme tanaman. Muin (2003)

menyatakan bahwa FMA meningkatkan konsentrasi P pada semua organ tanaman.

Sementara, Laju fotosintesis pada tanaman dipengaruhi oleh meningkatnya unsur

hara P (Darmawan 2006). Dengan demikian, pemupukan P dan pemberian

inokulum FMA dapat meningkatkan kemampuan bibit untuk menyerap hara dari

media tanam sehingga memiliki hasil fotosintesis yang lebih besar.

Tabel 16. Pengaruh faktor pemupukan P dan inokulum FMA terhadap biomassa

total bibit aren pada 12 dan 24 MSP

Perlakuan 12 MSP 24 MSP

---------------------------(g)----------------------------

1. Pemupukan P

Tanpa pemupukan 4.6 13.3 b

Pemupukan P 7.3 18.6 a

2. Inokulum FMA

Tanpa inokulum 6.4 12.3 b

Inokulum indigeous 4.4 17.1 a

Inokulum mycofer 6.9 18.7 a

3. Interaksi tn tn

Keterangan : Angka-angka diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama

menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%;

tn = tidak berbeda nyata pada uji F 5%; MSP = Minggu Setelah Perlakuan.

Laju Tumbuh Relatif

Laju Tumbuh Relatif (LTR) tidak dipengaruhi oleh perlakuan pemupukan P

dan inokulum FMA pada 12-24 minggu. Interaksi antara pemupukan P dan

inokulum FMA tidak berpengaruh nyata terhadap laju tumbuh relatif bibit aren

pada 12-24 minggu (Tabel 17).

LTR pada bibit aren sangat lambat jika dibandingkan dengan tanaman

kelapa sawit. Hal ini mengindikasikan bahwa pertumbuhan fase vegetatif tanaman

aren sangat lambat.

LTR diduga memiliki korelasi dengan biomassa total. Hasil penelitian

Ibrahim et al. (2010) menunjukkan bahwa bibit kelapa sawit yang ditumbuhkan

dengan mengatur kandungan CO2 pada taraf 400-1 200 μmol mol-1 selama 15

minggu menunjukkan LTR berkisar 0.35-0.70 g/g/minggu dan biomassa total

menjadi faktor utama yang telah memberikan kontribusi terhadap peningkatan

pertumbuhan yang ditandai dengan semakin tinggi nilai koefisien korelasi dengan

LTR.

Page 55: RESPON PERTUMBUHAN BIBIT AREN Arenga …elman_miska.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/48405/FULL+TEXT...infektif tertinggi dari penghitungan Most Probable Number (MPN), selanjutnya

40

Tabel 17. Pengaruh faktor pemupukan P dan inokulum FMA terhadap laju

tumbuh relatif bibit aren pada 12-24 minggu

Perlakuan Laju tumbuh relatif

-------------------(g/g/minggu)-------------------

1. Pemupukan P

Tanpa pemupukan 0.044

Pemupukan P 0.037

2. Inokulum FMA

Tanpa inokulum 0.027

Inokulum indigeous 0.050

Inokulum mycofer 0.044

3. Interaksi tn

Keterangan : tn = tidak berbeda nyata pada uji F 5%; MSP = Minggu Setelah Perlakuan.

Serapan Unsur P

Serapan unsur P dipengaruhi oleh perlakuan pemupukan P dan inokulum

FMA pada 24 MSP. Interaksi antara pemupukan P dan inokulum FMA tidak

berpengaruh nyata terhadap serapan unsur P bibit aren pada 24 MSP (Tabel 18).

Pemupukan P meningkatkan serapan unsur P sebesar 88.5% dibandingkan tanpa

pemupukan, sedangkan inokulum FMA indigenous dan mycofer masing-masing

meningkatkan serapan unsur P sebesar 69.2% dan 65.4% dibandingkan tanpa

inokulum. Hal ini mengindikasikan bahwa pemupukan P menunjang ketersediaan

P anorganik bagi tanaman, sedangkan inokulum FMA meningkatkan serapan P

melalui perluasan permukaan akar oleh hifa eksternal dan menyerap P organik

serta mengubahnya menjadi P anorganik yang dapat diserap tanaman dengan

bantuan enzim fosfatase asam yang dihasilkan oleh FMA dan sel-sel tanaman

tersebut.

Tabel 18. Pengaruh pemupukan P dan inokulum FMA terhadap serapan unsur P

bibit aren pada 24 MSP

Perlakuan Serapan unsur P

---------------------(g/tanaman)---------------------

1. Pemupukan P

Tanpa pemupukan 0.026 b

Pemupukan P 0.049 a

2. Inokulum FMA

Tanpa inokulum 0.026 b

Inokulum indigenous 0.044 a

Inokulum mycofer 0.043 a

3. Interaksi tn

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang

sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%;

tn = tidak berpengaruh nyata pada taraf 5%; MSP = Minggu Setelah Perlakuan.

Page 56: RESPON PERTUMBUHAN BIBIT AREN Arenga …elman_miska.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/48405/FULL+TEXT...infektif tertinggi dari penghitungan Most Probable Number (MPN), selanjutnya

41

Jumlah Spora

Interaksi antara pemupukan P dan inokulum FMA berpengaruh nyata

terhadap jumlah spora pada 24 MSP. Interaksi yang terjadi antara pemupukan P

dengan inokulum FMA pada 24 MSP menunjukkan adanya peran inokulum FMA

terhadap jumlah spora bibit aren. Perlakuan inokulum FMA tanpa pemupukan P

memiliki nilai jumlah spora yang lebih besar dibandingkan perlakuan inokulum

FMA dengan pemupukan P (Tabel 19). Sedikitnya jumlah spora pada perlakuan

inokulum FMA dengan pemupukan P disebabkan oleh kandungan P tersedia

dalam tanah sangat tinggi berkisar antara 170.5-223.4 ppm (Tabel 5). Tingginya P

tersedia di dalam tanah oleh pemupukan P menyebabkan terhambatnya

perkembangan FMA di dalam tanah. Hal ini didukung oleh pernyataan Hidayat

(2003), yang menyatakan bahwa kandungan unsur P yang tinggi menghambat

perkembangan FMA.

Tabel 19. Interaksi pemupukan P dan inokulum FMA terhadap rata-rata jumlah

spora bibit aren pada 24 MSP

Pemupukan P Inokulum FMA

Tanpa

inokulum

Inokulum

indigenous

Inokulum

mycofer

------------------(spora FMA per 50 g tanah)-------------

Tanpa pemupukan 1.7 d 70.3 a 68.3 a

Pemupukan P 14.3 cd 34.7 bc 59.7 ab Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata

berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%.

Persen Infeksi Akar

Interaksi antara pemupukan P dan inokulum FMA berpengaruh nyata

terhadap persen infeksi akar pada 24 MSP. Interaksi yang terjadi antara

pemupukan P dengan inokulum FMA pada 24 MSP menunjukkan adanya peran

inokulum FMA terhadap persen infeksi akar bibit aren. Perlakuan inokulum FMA

tanpa pemupukan P memiliki nilai persen infeksi akar yang lebih besar

dibandingkan dengan perlakuan inokulum FMA dengan pemupukan P (Tabel 20).

Tabel 20. Interaksi pemupukan P dan inokulum FMA terhadap rata-rata persen

infeksi akar bibit aren pada 24 MSP

Pemupukan P Inokulum FMA

Tanpa

inokulum

Inokulum

indigenous

Inokulum

mycofer

---------------------------------(%)---------------------------------

Tanpa pemupukan 0.0 c 70.0 a 46.7 b

Pemupukan P 3.3 c 40.0 b 43.3 b Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata

berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%.

Mekanisme infeksi akar terdiri atas 3 tahap, yaitu: (1) Pra infeksi, spora dari

mikoriza berkecambah membentuk appressoria, (2) Infeksi, dengan appressoria

mikoriza melakukan penetrasi pada akar tanaman, (3) Pasca infeksi, setelah

melakukan penetrasi, hifa akan tumbuh secara intraseluler (Smith dan Read 1997).

Pemupukan P menghambat infeksi akar oleh mikoriza pada tahap infeksi. Hal ini

Page 57: RESPON PERTUMBUHAN BIBIT AREN Arenga …elman_miska.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/48405/FULL+TEXT...infektif tertinggi dari penghitungan Most Probable Number (MPN), selanjutnya

42

diduga pada kondisi pemupukan P, akar menyerap ion-ion fosfat dalam larutan

tanah karena adanya perbedaan gradien konsentrasi unsur hara di daerah

perakaran sehingga menyebabkan appressoria mikoriza tidak mampu melakukan

penetrasi ke akar tanaman pada kondisi P tersedia sangat tinggi di dalam tanah

oleh pemupukan P (Tabel 5). Tamin (2010) menyatakan bahwa pemupukan

khususnya pupuk fosfat dan nitrogen mengakibatkan penurunan infeksi akar.

Dengan demikian, pemupukan P berpengaruh negatif terhadap parameter persen

infeksi akar.

Infeksi akar pada penelitian ini hanya ditemukan struktur FMA yang terdiri

atas hifa internal dan eksternal, sedangkan vesikula dan arbuskula tidak ditemukan.

Hal ini diduga dalam simbiosisnya tumbuhan mendorong FMA untuk menyerap

nutrien di lapangan sehingga pembentukan hifa eksternal lebih dominan. Hifa

internal berfungsi sebagai alat translokasi unsur hara, eksternal berfungsi

menyerap unsur hara dan air. Vesikula berfungsi sebagai tempat cadangan

makanan terutama lipid, sedangkan arbuskula merupakan struktur infeksi yang

sangat penting dalam simbiosis FMA, karena arbuskula berfungsi dalam proses

transfer unsur hara antara kedua simbion (fungi dengan akar tanaman) (Smith dan

Read 1997).

Gambar 5. Infeksi FMA pada bibit aren. A = akar yang tidak terinfeksi, B = Hifa

internal

Efisiensi pemupukan

Efisiensi pemupukan adalah perbandingan jumlah hara yang diserap oleh

tanaman dengan jumlah hara yang diberikan, dengan asusmsi bahwa tanaman

menyerap hara yang berasal dari pupuk anorganik yang diberikan. Efisiensi

pemupukan dihitung pada perlakuan pemupukan P, yaitu perlakuan P1M0

(pemupukan P tanpa inokulum), P1M1 (pemupukan P dengan inokulum FMA

indigenous), dan P1M2 (pemupukan P dengan inokulum FMA mycofer). Hasil

perhitungan efisiensi pemupukan pada perlakuan P1M0, P1M1, dan P1M2

menunjukkan bahwa nilai efisiensi pemupukan P masing-masing sebesar 1.34%,

2.15%, dan 1.83% (Tabel 21). Nilai efisiensi pemupukan pada perlakuan

pemupukan P dengan inokulum FMA (indigenous dan mycofer) memiliki nilai

efisiensi pemupukan lebih besar dibandingkan perlakuan pemupukan P tanpa

inokulum. Hal ini mengindikasikan bahwa inokulum FMA memiliki peran dalam

peningkatan serapan hara P bagi tanaman. Peningkatan serapan P sebagian besar

karena hifa eksternal dari FMA, hifa eksternal menyediakan permukaan yang

lebih efektif dalam menyerap unsur hara dari tanah yang kemudian dipindahkan

ke akar inang (Kramadibrata 1993).

FMA menyerap fosfat organik dan mengubahnya menjadi fosfat anorganik

yang dapat diserap tanaman dengan adanya bantuan enzim fosfatase asam yang

dihasilkan oleh FMA dan sel-sel tanaman tersebut. Gunawan (1993) menjelaskan

A B

Page 58: RESPON PERTUMBUHAN BIBIT AREN Arenga …elman_miska.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/48405/FULL+TEXT...infektif tertinggi dari penghitungan Most Probable Number (MPN), selanjutnya

43

bahwa enzim fosfatase asam yang dihasilkan oleh hifa FMA yang sedang aktif

tumbuh dan peningkatan aktivitas fosfatase pada permukaan akar sebagai hasil

infeksi FMA menyebabkan fosfat anorganik dibebaskan dari fosfat organik pada

daerah dekat permukaan sel sehingga dapat diserap melalui mekanisme serapan

hara. Efisiensi hara P secara umum adalah sebesar 10-15% (Busyra 2010).

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa terdapat hara P yang tidak terserap

oleh tanaman (Tabel 21). Hara yang tidak terserap oleh tanaman terjadi karena

pupuk yang diberikan tercuci (leaching), mengalami penguapan dan terikat oleh

partikel mineral liat dan koloid tanah sehingga tidak tersedia bagi tanaman

(Tisdale dan Nelson 1985; Brady dan Weil 2002).

Jumlah pupuk P pada perlakuan P1M0, P1M1, dan P1M2 yang tidak

terserap masing-masing sebesar 98.55%, 97.82%, dan 98.18% (Tabel 21). Hasil

penelitian Darwis pada kelapa sawit (2012) menunjukkan bahwa pupuk P yang

tidak terserap tertinggi pada pupuk P sebesar 84.9%, terendah pada pupuk N

sebesar 73.7%, sementara untuk pupuk K mencapai 75.5%. Brady dan Weil

(2002) menyatakan bahwa rendahnya serapan P disebabkan oleh sebagian besar P

terikat oleh kation Al dan Fe dan tidak mudah larut dalam larutan tanah sehingga

tidak tersedia dalam tanah untuk pertumbuhan tanaman.

Tabel 21. Efisiensi pemupukan P pada perlakuan dosis pupuk 6.3 g P tanaman-1

Uraian Kadar hara fosfor

P1M0 P1M1 P1M2

Pupuk (g) 2.75 2.75 2.75

Serapan tanaman (g) 0.04 0.06 0.05

Efisiensi pemupukan (%) 1.34 2.15 1.83

Pupuk yang tidak terserap (%) 98.55 97.82 98.18

Keterangan: P1M0 = pemupukan P tanpa inokulum; P1M1 = pemupukan P dengan inokulum

FMA indigenous; P1M2 = pemupukan P dengan inokulum FMA mycofer.

Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

Hasil uji keefektifan menunjukkan bahwa inokulum FMA indigenous

mampu meningkatkan pertumbuhan bibit aren berdasarkan parameter tinggi

tanaman, panjang pelepah daun, diameter pangkal pelepah, bobot kering tajuk,

biomassa total, serapan hara P, jumlah spora, dan persen infeksi akar. Interaksi

yang terjadi antara pemupukan P dengan inokulum FMA menunjukkan adanya

peran inokulum FMA terhadap panjang pelepah daun, jumlah spora, dan persen

infeksi akar dengan nilai tertinggi diperoleh pada perlakuan inokulum FMA

indigenous tanpa pemupukan P.

Saran

Inokulasi FMA pada bibit aren dengan status hara P tanah yang rendah

dapat meningkatkan serapan P sehingga tidak memerlukan pemupukan P

anorganik. Penelitian lanjutan di lapangan dengan penanaman bibit aren

bermikoriza diperlukan untuk melihat keefektifan inokulasi FMA terhadap

pertumbuhan tanaman.

Page 59: RESPON PERTUMBUHAN BIBIT AREN Arenga …elman_miska.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/48405/FULL+TEXT...infektif tertinggi dari penghitungan Most Probable Number (MPN), selanjutnya

44

DAFTAR PUSTAKA

Abbot LK, Robson AD, De Boer G. 1984. The effect of phosporus on the

formation of hyphae in soil by the vesicular-arbuscular mycorrhizal fungi,

Glomus fasciculatum. New Phytol. 97:347-356.

Akuba RH. 2004. Profil aren. Di dalam: Effendi DS, editor. Prospek

Pengembangan Tanaman Aren (Arenga pinnata (Wurmb) Merr.)

Mendukung Kebutuhan Bioetanol di Indonesia; 2010 Jan 11; Bogor,

Indonesia. Bogor (ID): Litbang Deptan. hlm 15-21.

Alexopoulos CJ, Mims CW, Blackwell M. 1996. Introductory mycology. 4th Ed.

United States of America (US): John Wiley & Sons Inc.

Bagyaraj DJ. 1991. Ecology of vesikula-arbuskula mycorrhizae. In: Dilip KA,

editor. Mycorrhizae and Endophytic Fungi. Soil and plants handbook of

applied mycology. New York (US): Marcell Dekker Inc.

Bearley FQ. 2012. Ecthomycorrhizal association of the Dipterocarpaceae.

Biotropica. 4(5):637-648.

Bentivenga SP, Morton JB. 1995. A monograph of the genus Gigaspora,

incorporating development patterns of morphological characters. Mycologia.

87:720-732.

Bertham YH. 2006. Pemanfaatan FMA dan Bradyrhizobium dalam meningkatkan

produktivitas kedelai pada sistem agroforestri kayu bawang (Scorodocarpus

borneensis Burm.F) di Ultisol [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian

Bogor.

Bever JD. 2002. Host-specifity of AM fungal population growth rates can

generate feed back on plant growth. Plant and Soil. 244(1-2):281-290.

Bowen GD. 2000. The biology and physiology of VA mycorrhizal infection and

its development. In: Ecophysiology of VA Mycorrhizal Plants. Boca Raton

Florida (US): CRC Press. p 32-36.

[BPKPL] Balai Penelitian Kelapa dan Palma Lain (ID). 2014. Sumber benih dan

teknologi pembibitan aren [Internet]. [diunduh 2014 Maret 2]; Tersedia

pada: http://[email protected].

Brady NC, Weil RR. 2002. The Nature and Properties of Soils. 31th

ed. New York

(US): Prentice Hall.

Bronick CJ, Lal R. 2005. Soil structure and management [review]. Geoderma.

124(1-2):3-22.

Brundrett M, Abbott LK, Jasper JA. 1999. Glomalean mycorrhizal fungi from

tropical Australia. I. Comparison of the effectiveness and specificity of

different isolation procedures. Mycorrhiza. 8:305-314.

Brundrett M, Dells B, Grove T, Malajczuk N. 1996. Working with Mychorrhizas

in Forestry and Agriculture. Canberra (AU): ACIAR.

Brundrett MC. 2004. Diversity and classification of mycorrhizal associations.

Biol.Rev.79:473-495.

Budiyanto W. 2003. Pengaruh inokulasi cendawan mikoriza arbuskula dan

pemangkasan akar terhadap pertumbuhan bibit jati (Tectona grandis L. f.) di

persemaian Pusbag SDH Perum Perhutani, Cepu, Jawa Tengah [skripsi].

Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Page 60: RESPON PERTUMBUHAN BIBIT AREN Arenga …elman_miska.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/48405/FULL+TEXT...infektif tertinggi dari penghitungan Most Probable Number (MPN), selanjutnya

45

Busyra BS. 2010. Kebutuhan fosfor berdasarkan status hara fosfat lahan sawah di

provinsi Jambi. J Agron Indonesia. 8(1):69-74.

Chantaraboon A, Burikam I, Pampasit S, Pongsattayapipat R. 2009. Improvement

of sexual propagation in sugar palm (Tao) (Arenga westerhoutii Griff)

seeds. Thai J Agric Sci. 42(3):67-70.

Chantaraboon A, Burikam I, Pampasit S, Pongsattayapipat R. 2010. Method for

the economic recovery of sugar palm (Tao) (Arenga westerhoutii Griff).

comunity forests. Songklanakarin J Sci Technol. 32(4):357-362.

Clark RB. 1997. Arbuscular mycorrhizal adaptation, spore germination, root

colonization, and host plant growth and mineral acquisition at low pH. Plant

Soil. 192:15-22.

Damayanti ND, Rini MV, Evizal R. 2014. Respon pertumbuhan bibit kelapa sawit

(Elaeis guineensis Jacq.) terhadap jenis fungi mikoriza arbuskula pada dua

tingkat pemupukan NPK. J Penel Perta Terap. 15(1): 33-40.

Darmawan. 2006. Aktivitas fisiologi kelapa sawit belum menghasilkan melalui

pemberian nitrogen pada dua tingkat ketersediaan air tanah. J Agrivigor.

6:41-48.

Darwis A. 2012. Optimasi dosis pupuk nitrogen dan fosfor pada bibit kelapa sawit

(Elaeis guineensis jacq.) di pembibitan utama [tesis]. Bogor (ID): Institut

Pertanian Bogor.

Delvian. 2003. Keanekaragaman cendawan mikoriza arbuskula di hutan pantai

dan potensi pemanfaatannya. Studi kasus di hutan cagar alam Leuweung

Sancang Kabupaten Garut, Jawa Barat [disertasi]. Bogor (ID): Institut

Pertanian Bogor.

[Ditjenbun] Direktorat Jendral Perkebunan. 2011. Statistik Perkebunan Aren

2009-2011. Jakarta (ID): Kementan RI. hlm 3-20.

Driver JD, Holben WE, Rillig MC. 2005. Characterization of glomalin as a hyphal

wall component of arbuscular mycorrhizal fungi. Soil Biology and

Biochemistry. 37(1):101-106.

Elberson W, Oyen L. 2010. Sugar palm (Arenga pinnata). FACT Foundation.

Florido HB, de Mesa PB. 2003. Sugar palm (Arenga pinnata (Wurmb.) Merr.).

Research information series on ecosystems 15(2).

Fakuara MY. 1988. Mikoriza, Teori dan Kegunaan dalam Praktek. Bogor (ID):

PAU IPB.

Furqoni H. 2014. Karakterisasi dan respon pertumbuhan aren (Arenga Pinnata

(Wurmb) Merr.) pada tingkat naungan berbeda selama fase pembibitan

[tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Gerdemann JW, Nicolson. 1963. Spores of mycorrhizae Endogone extracted from

soil by wet sieving and decanting. Trans. Br. Mys. Soc. 46:235-244.

Giovannetti M, Mosse B. 1980. An evaluation of techniques for measuring

vesicular arbuscular mychorizal infection in roots. New Phytol. 84:489-500.

Gunawan AW. 1993. Mikoriza Arbuskula. Bogor (ID): PAU IPB.

Hanafiah KA. 2001. Pengaruh inokulasi ganda fungi mikoriza arbuskular dan

Azospirilium brasilience dalam peningkatan efisiensi pemupukan P dan N

pada padi sawah tadah hujan [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian

Bogor.

Page 61: RESPON PERTUMBUHAN BIBIT AREN Arenga …elman_miska.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/48405/FULL+TEXT...infektif tertinggi dari penghitungan Most Probable Number (MPN), selanjutnya

46

Hanapiah T. 1997. Pengaruh inokulasi mikoriza arbuskula dan pemupukan fosfor

terhadap pertumbuhan bibit kopi arabika (Coffe arabica L.) [skripsi]. Bogor

(ID): Institut Pertanian Bogor.

Harada K, Mogea JP, Rahayu M. 2005. Diversity, conservation and local

knowledge of rattans and sugar palm in Gunung Halimun National Park,

Indonesia. Palms. 49(1):25-35.

Hardjowigeno S. 2010. Ilmu Tanah. Jakarta (ID): Akademika Pressindo.

Hartley CWS. 1977. The oil palm. New York (US): Longman Inc.

Hasbi R. 2005. Studi diversitas fungi mikoriza arbuskula (FMA) pada berbagai

tanaman budidaya di lahan gambut Pontianak [skripsi]. Pontianak (ID):

Universitas Panca Bhakti.

Hebbar SS, Ramachandrappa BK, Nanjappa HV, Prabhakar M. 2004. Studies on

NPK drip fertigation in field grown tomato (Lycopersicon esculentum

Mill.). Europ J Agro. 21:117-127.

Hetrick BAD. 1984. Ecology of vesikular-arbuskular mycorrizal fungi. In: Powell

CL, Bagyaraj DJ, editor. Vesicular-Arbuscular Mycorriza. Florida (US):

CRS Press Inc.

Hidayat MF. 2003. Pemanfaatan asam humat dan omega pada pemberian pupuk

NPK terhadap pertumbuhan Gmelina arborea Roxb. yang diinokulasikan

cendawan mikoriza arbuskula (CMA) [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian

Bogor.

Hunt R. 1990. Basic growth analysis: Plant growth analysis for beginners.

London (UK): Unwin Hyman Ltd.

Ibrahim MH, Jaafar HZE, Harun MH, Yusop MR. 2010. Changes in growth and

photosynthetic pattens of oil palm (Elaeis guineensis Jacq.) Seedlings

exposed to short-term CO2 enrichment in a closed top chamber. Acta

Physiol Plant. 32: 305-313.

Imas, Hadioetomo TRS, Gunawan AW, Setiadi Y. 1989. Mikrobiologi Tanah. Ed

ke-2. Bogor (ID): PAU Bioteknologi IPB.

[INVAM] International culture collection of Vesikular Arbuscular Mychorizal

fungi (US). 2014. The Fungi: classification, nomenclature and species

descriptions [Internet]. [diunduh 2014 Maret 3]; Tersedia pada:

http://invam.caf.wvu.edu

Kartika E. 2006. Tanggap pertumbuhan, serapan hara dan karakter morfosiologi

terhadap cekaman kekeringan pada bibit kelapa sawit yang bersimbiosis

dengan CMA [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

[Kementan] Kementerian Pertanian (ID). 2015. Basis data statistik pertanian

[Internet]. [diunduh 2015 Februari 26]; Tersedia pada:

http://aplikasi.pertanian.go.id

Kramadibrata. 1993. Jenis-jenis jamur Glomales dari DAS Cisadane. J Mikrobio

Indonesia. 2(2): 24-26

Kramadibrata. 2012. Jamur arbuskula di Taman Nasional Ujung Kulon. Berita

Biol. 11(2):205-209.

Mansur I. 2007. Prospek dan potensi pemanfaatan simbiosis mikoriza. Di dalam:

Makalah Workshop Mikoriza, Kongres Nasional Mikoriza Indonesia II;

2007 Juli 17-18. Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Asosiasi Mikoriza

Indonesia.

Page 62: RESPON PERTUMBUHAN BIBIT AREN Arenga …elman_miska.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/48405/FULL+TEXT...infektif tertinggi dari penghitungan Most Probable Number (MPN), selanjutnya

47

Marx D, Kenny D. 1982. Production of ectomycorrhizal fungi inoculum. In:

Schenck NC, editor. Methods and Priciples of Mycorrhizal Research.

Minnesota (US): The American Phytopathological Society. p 131-146.

Matana YR. 2013. Pengaruh penyadapan dan posisi tandan terhadap mutu benih

serta teknik konservasi kecambah terhadap pertumbuhan bibit aren (Arenga

pinnata (Wurmb) Merr) [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Mogea J, Seibert B, Smits W. 1991. Multipurpose palm: the sugar palm (Arenga

pinnata (Wurmb) Merr.) Agroforestry systems. 13:111-129.

Morton JB, Benny GL. 1990. Revised classification of arbuscular mychorrizal

fungi (Zygomycetes). Mycotaxon. 37:471-491.

Muin A. 2003. Pertumbuhan anakan ramin (Gonystylus bancanus (Miq.) Kurz)

dengan inokulasi cendawan mikoriza arbuskula (CMA) pada berbagai

intensitas cahaya dan dosis fosfat alam [disertasi]. Bogor (ID): Institut

Pertanian Bogor.

Mujahidin, Sutrisno, Dian L, Handayani T, Izu AF. 2003. Aren Budi daya dan

Prospeknya. Bogor (ID): LIPI.

Muok BO, Ishii T. 2006. Effect of arbuscular mycorrhizal fungi on tree growth

and nutrient uptake of Sclerocarya birrea under water stress, salt stress and

flooding. J Japan Soc For Hort Sci. 75(1):26-31.

Nova H. 2005. Pemanfaatan tanah dari bawah tegakan jati Muna di Sulawesi

Tenggara sebagai sumber inokulum CMA [tesis]. Bogor (ID): Institut

Pertanian Bogor.

Nusantara AD, Bertham YH, Mansur I. 2012. Bekerja dengan Fungi Mikoriza

Arbuskula. Bogor (ID): IPB Press.

Nusantara AD. 2007. Baku mutu inokulum fungi mikoriza arbuskula. Di dalam:

Kongres Nasional Mikoriza Indonesia II; 2007 Juli 17-18. Bogor, Indonesia.

Bogor (ID): Asosiasi Mikoriza Indonesia.

Oehl F, Sieverding E, Ineichen K, Mader P, Boller T, Wiemken A. 2003. Impact

of land use intensity on the species diversity of arbuscular mychorrhizal

fungi in agroecosytems of Centeral Europe. Appl Environ Microbiol. 69(5):

2816-2824.

Orwa C, Mutua A, Kindt R, Jamnadass R, Simsons A. 2009. Agroforesty

database: a tree reference and selection guide version 4.0.

Pahan I. 2008. Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Phillips JM, Hayman DS. 1970. Improved procedures for clearing roots and

staining parasitic and vesicular-arbuscular mychorizal fungi for rapid

assessment of infection. Transact Brit Mycol Soc. 55:158-161.

Polnaja M. 2000. Potensi aren sebagai tanaman konservasi dan ekonomi dalam

pengusahaan hutan rakyat. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

5:4 (kol 1-3).

Pongsattayapipat R, Barfod A. 2009. Economic botany of sugar palms (Arenga

pinnata Merr. and Arenga westerhoutii Griff., Arecaceae) in Thailand. Thai

J Botany. 1(2):103-269.

Porter WM. 1979. The Most Probable Number method for enumerating infective

propagules of VAM fungi in soil. Aust. J Soil Res. 17: 515-519.

Page 63: RESPON PERTUMBUHAN BIBIT AREN Arenga …elman_miska.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/48405/FULL+TEXT...infektif tertinggi dari penghitungan Most Probable Number (MPN), selanjutnya

48

Puspitasari RT, Sukarno N, Kramadibrata K, Setiadi D. 2010. Identifikasi jamur

mikoriza arbuskula asal hutan pantai Ujung Genteng, Sukabumi- Jawa

Barat. Di dalam: Semangun H, Karwur FF, Martosupono M, Notosudarmo

S, editor. Prosiding Cakrawala Pemikiran Teori Evolusi Dewasa ini; 2009

November 24-25; Salatiga, Indonesia. Salatiga (ID): Universitas Kristen

Satya Wacana Salatiga. hlm 309-326.

Querejeta JI, Allen MF, Caravaca F, Roldan A. 2006. Differential modulation of

host plant delta 13C and delta 18O by native and nonnative arbuscular

mycorrhizal fungi in a semiarid environment. New Phytol. 169(2):379-387.

Raguphaty S, Mahadevan A. 1991. Vesicular Arbuscular Mychorrhizal (VAM)

distribution influenced by salinity gradient in a coastal tropical forest.

Didalam: Soerianegara, Supriyanto, editor. Proceeding of second Asian

Conference on Mychorriza; 1991 Mar 11-15; Bogor, Indonesia. Bogor (ID):

SEAMEO BIOTROP. hlm 91-97.

Rajapakse S, Miller JC. 1992. Methods for studying vesicular-arbuscular

mycorrhizal root colonization and related root physical properties. Norris

JR, Read DJ, dan Varma AK, editor. Sandiego (US): Academic Pr.

Rao S. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Susilo H,

Penerjemah. Jakarta (ID): UI Press. Terjemahan dari: Soil Microorganism

and Plant Growth.

Redecker, D., Schussler A, Stockinger H, Sturmer S, Morton J, dan Walker C.

2013. An evidence-based consensus for the classification of arbuscular

mycorrhizal fungi (Glomeromycota). Mycorrhiza [Internet]. [diunduh 20

November 2014]; tersedia pada: doi:10.1007/s00572-013-0486-y.

Rindengan B, Manaroinsong E. 2009. Aren, tanaman perkebunan penghasil bahan

bakar nabati (BBM). Di dalam: Effendi DS, editor. Prospek Pengembangan

Tanaman Aren (Arenga pinnata (Wurmb.) Merr.) Mendukung Kebutuhan

Bioetanol di Indonesia; 2010 Januari 11; Bogor, Indonesia. Bogor (ID):

Litbang Deptan. hlm 15-21.

Rini MV. 2011. Populasi dan keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbuskula pada

tiga tipe penggunaan lahan yang berbeda di Sumber Jaya Lampung. Di

dalam: Budi SW, Turjaman M, Mardatin NF, Nusantara AD, Trisilawati O,

Sitepu IR, Wulandari AS, Riniarti M, Setyaningsih L, editor. Prosiding

Seminar Naional Mikoriza II; 2007 Jul 17-21; Bogor, Indonesia. Bogor

(ID): SEAMEO BIOTROP. hlm 177-181.

Rofik A, Murniati E. 2008. Pengaruh perlakuan deoperlukasi benih dan media

perkecambahan untuk meningkatkan viabilitas benih aren (Arenga pinnata

(Wurmb) Merr). Bul. Agronomi. 36:33-40.

Schussler A, Walker C. 2010. The Glomeromycota. A species list of with new

families and new genera. Jerman (DE): Oregon State Univ.

Setiadi Y, Hariangbanga G. 2007. Revegetation Techniques for Rehabilitating

Degraded Land After Post Mining and Oil/Gas Operation. [tidak

dipublikasikan]

Setiadi Y. 1988. Peranan Spesifik Mikroorganisme untuk Memacu Pertumbuhan

Tanaman Hutan. Bogor (ID): Laboratorium Silvikultur IPB.

Setiadi Y. 1989. Pemanfaatan Mikroorganisme dalam Kehutanan. Bogor (ID):

PAU Bioteknologi IPB.

Setiadi Y. 1992. Mikoriza dan Pertumbuhan Tanaman. Bogor (ID): PAU IPB.

Page 64: RESPON PERTUMBUHAN BIBIT AREN Arenga …elman_miska.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/48405/FULL+TEXT...infektif tertinggi dari penghitungan Most Probable Number (MPN), selanjutnya

49

Setiadi Y. 1996. Mengenal Fungi Mikoriza Arbuskula dan Prospek Aplikasinya

sebagai Pupuk Biologis untuk Pertumbuhan dan Kualitas Semai Tanaman

Kehutanan. Bogor (ID): PAU IPB.

Shaheen AM, Mouty MMA, Ali AH, Rizk FA. 2007. Natural and chemical

phosporus fertilizers as affected onion plant growth, bulbs yield and its

some physical and chemical properties. Austral J Basic Appl Sci. 1:519-524.

Sieverding E. 1991. Vesicular Arbuscular Mycorrhiza management in tropical

agrosystem. Eschborne. Deutsche Gesselschaft fur Technische

Zusammenarbeit (GTZ).

Smith SE, Read DJ. 1997. Mycorrhizal Symbiosis. 2nd ed. San Diego (US):

Academic Press.

Smith SE, Read DJ. 2008. Mycorrhizal Symbiosis. 3rd ed. San Diego (US):

Academic Press.

Smits WTM. 1996. Arenga pinnata (Wurmb) Merrill. Flach M dan Rumawas F,

editor. Bogor (ID): Prosea Foundation.

Subramanian KS, Santhanakrishnan P, Balasubramanian P. 2006. Responses of

field grown tomato plants to arbuscular mycorrhizal fungal colonization

under varying intensities of drought stress. Scientia Horticulturae.

107(3):245-253.

Sudradjat, Darwis A, Wachjar A. 2014. Optimasi dosisi pupuk nitrogen dan fosfor

pada bibit kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di pembibitan utama. J

Agron Indonesia. 42(3):222-227.

Suhardi. 1997. Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA). Yogyakarta (ID): PAU

Bioteknologi UGM.

Susanti S. 2004. Pengujian inokulum cendawan mikoriza arbuskula yang berasal

dari bawah tegakan jati dan non jati pada tanaman jati (Tectona grandis

Linn. f.) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sylvia DM. 2004. Overview of mycorrhizal symbiosis: Based on a chapter in

prinsples and application of soil microbiology [Internet]. [diunduh 9 Maret

2014]; tersedia pada: http://Cropsoil.psu.edu.

Tamin RP. 2010. Pertumbuhan semai jabon (Anthocephalus cadamba Roxb

Midq.) pada media pasca penambangan batubara yang diperkaya fungi

mikoriza arbuskula, limbah batu bara dan pupuk NPK [tesis]. Bogor (ID):

Institut Pertanian Bogor.

Tisadle SL, Nelson WL, Benton JD. 1985. Soil Fertility and Fertilizers. New

York (US): Macmilian Publ.

Tuheteru FD, Basri A, Budiarti WS, Ibrahim S. 2007. Keanekaragaman FMA

pada ekosistem hutan dan savana di Taman Nasional Rawa Aopa

Watumohai, Sulawesi Tenggara Indonesia. Di dalam: Budi SW, Turjaman

M, Mardatin NF, Nusantara AD, Trisilawati O, Sitepu IR, Wulandari AS,

Riniarti M, Setyaningsih L, editor. Prosiding Seminar Naional Mikoriza II;

2007 Jul 17-21; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): SEAMEO BIOTROP. hlm

210-217.

Tuheteru FD. 2003. Aplikasi asam humat terhadap sporulasi CMA dari bawah

tegakan alami Sengon [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Page 65: RESPON PERTUMBUHAN BIBIT AREN Arenga …elman_miska.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/48405/FULL+TEXT...infektif tertinggi dari penghitungan Most Probable Number (MPN), selanjutnya

50

Turjaman M, Tamai Y, Santoso E, Osaki M, Tawaraya K. 2006. Arbuscular

mychorizal fungi increased early growth of two nontimber forest product

species Dyera polyphylla and Aquilaria filaria under greenhouse condition.

Mycorrhiza. 16:459-464.

Umam MD. 2004. Kajian efektivitas inokulasi mikoriza dengan penambahan

tepung tulang dan batuan fosfat serta pengaruhnya terhadap pertumbuhan

semai jati (Tectona grandis Linn. f.) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian

Bogor.

van Aerle IM, Cavagnaro TR, Smith SE, Smith FA, Dickson S. 2005. Metabolic

activity of Glomus intraradices in Arum- and Paris-type arbuscular

mycorrhizal colonization. New Phytologist. 166(2):611-618.

Walker C, Sanders FE. 1986. Taxonomic concepts in the endogoneceae: III. The

separation of Scutellospora gen. nov. from Gigaspora Gerd dan Trappe.

Mycotaxon. 27: 169-182.

Widiastuti H, Guhardja RE, Soekarno N, Darusman LK, Goenadi DH, Smith S.

2002. Optimasi simbiosis cendawan mikoriza arbuskula Acaulospora

tubercalata dan Gigaspora margarita pada bibit kelapa sawit di tanah

masam. Menara perkebunan. 70:49-56.

Widiastuti H. 2004. Biologi interaksi cendawan mikoriza arbuskula kelapa sawit

pada tanah masam sebagi dasar pengembangan teknologi aplikasi dini

[disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Page 66: RESPON PERTUMBUHAN BIBIT AREN Arenga …elman_miska.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/48405/FULL+TEXT...infektif tertinggi dari penghitungan Most Probable Number (MPN), selanjutnya

51

LAMPIRAN

Page 67: RESPON PERTUMBUHAN BIBIT AREN Arenga …elman_miska.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/48405/FULL+TEXT...infektif tertinggi dari penghitungan Most Probable Number (MPN), selanjutnya

52

Lampiran 1. Kriteria penilaian sifat kimia tanah (Hardjowigeno 2010)

Sifat tanah Sangat

Rendah

Rendah Sedang Tinggi Sangat

Tinggi

C (%) < 1.00 1.00-2.00 2.01-3.00 3.01-5.00 > 5.00

N (%) < 0.10 0.10-0.20 0.21-0.50 0.51-0.75 > 0.75

C/N < 5.00 5.00-10.00 11.00-15.00 16.00-25.00 > 25.00

P2O5 HCl < 10.00 10.00-20.00 21.00-40.00 41.00-60.00 > 60.00

P2O5 Bray 1(ppm) < 10.00 10.00-15.00 16.00-25.00 26.00-35.00 > 35.00

P2O5 Olsen (ppm) < 10.00 10.00-25.00 26.00-45.00 46.00-60.00 > 60.00

K2O HCl < 10.00 10.00-20.00 21.00-40.00 41.00-60.00 > 60.00

KTK (Me/100g) < 5.00 5.00-16.00 17.00-24.00 25.00-40.00 > 40.00

K (me/100g) < 0.10 0.10-0.20 0.30-0.50 0.60-1.00 > 1.00

Na (me/100g) < 0.10 0.10-0.30 0.40-0.70 0.80-1.00 > 1.00

Mg (me/100g) < 0.40 0.40-1.00 1.10-2.00 2.10-8.00 > 8.00

Ca (me/100g) < 2.00 2.00-5.00 6.00-10.00 11.00-20.00 > 20.00

Kejenuhan basa (%) < 20.00 20.00-35.00 36.00-50.00 51.00-70.00 > 70.00

Kejenuhan Al (%) < 10.00 10.00-20.00 21.00-30.00 31.00-60.00 > 60.00

Sangat

Masam

Masam Agak

Masam

Netral Agak

Alkalis

Alkalis

pH H2O < 4.50 4.50-5.50 5.50-6.50 6.60-7.50 7.60-8.50 > 8.50

Page 68: RESPON PERTUMBUHAN BIBIT AREN Arenga …elman_miska.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/48405/FULL+TEXT...infektif tertinggi dari penghitungan Most Probable Number (MPN), selanjutnya

53

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tegal pada tanggal 26 September 1990 sebagai anak

pertama dari pasangan (Alm.) Abdul Ghoffar dan Sri Mujiharsih. Pada tanggal 11

Januari 2015 penulis menikah dengan Kiki Sri Lestari.

Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di Sekolah Dasar Negeri

Slawi Wetan II Slawi-Tegal (Tahun 2002), sekolah menengah pertama di

Madrasah Tsanawiyah Negeri Slawi- Tegal (Tahun 2005) dan sekolah menengah

atas di Sekolah Menengah Atas 3 Slawi-Tegal (Tahun 2008).

Pendidikan sarjana ditempuh di program studi Agroteknologi, Fakultas

Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, lulus pada tahun 2013.

Pada tahun 2013 penulis mendapatkan kesempatan Beasiswa Pendidikan

Pascasarjana Dalam Negeri (BPP-DN) Calon Dosen untuk melanjutkan ke

program magister di program studi Agronomi dan Hortikultura, Fakultas

Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penulis juga mengikuti kegiatan The Spring Bioresource Program yang

diselenggarakan oleh College of Bioresource, Mie University, Japan pada 15

Maret – 18 April 2015 . Pada kegiatan tersebut penulis menyampaikan sebagian

hasil penelitian.