bagian 8 teknologi pengolahan limbah cair rumah...
TRANSCRIPT
BAGIAN 8
Teknologi Pengolahan
Limbah Cair Rumah Sakit
Oleh :
Ir. Nusa Idaman Said, M.Eng.
Ir. Nusa Idaman Said, M.Eng.
419
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
umah sakit adalah merupakan fasilitas sosial yang tak mungkin dapat
dipisahkan dengan masyarakat, dan keberadaannya sangat diharapkan
oleh masyarakat, karena sebagai manusia atau masyarakat tentu
menginginkan agar keseahatan tetap terjaga. Oleh karena itu rumah sakit
mempunyai kaitan yang erat dengan keberadaan kumpulan manusia atau
masyarakat tersebut. Di masa lalu, suatu rumah sakit dibangun di suatu wilayah
yang jaraknya cukup jauh dari dareah pemukiman, dan biasanya dekat dengan
sungai dengan pertimbangan agar pengelolaan limbah baik padat maupun cair tidak
berdampak negatip terhadap penduduk, atau bila ada dampak negatip maka dampak
tersebut dapat diperkecil.
Sejalan dengan perkembangan penduduk yang sangat pesat, lokasi rumah
sakit yang dulunya jauh dari daerah pemukiman penduduk tersebut sekarang
umumnya telah berubah dan berada di tengah pemukiman penduduk yang cukup
padat, sehingga masalah pencemaran akibat limbah rumah sakit baik limbah padat
atau limbah cair sering menjadi pencetus konflik antara pihak rumah sakit dengan
masyarakat yang ada di sekitarnya. Dengan pertimbangan alasan tersebut, maka
rumah sakit diwajibkan menyediakan sarana limbah padat maupun limbah cair.
Namun dengan semakin mahalnya harga tanah, serta besarnya tuntutan
masyarakat akan kebutuhan peningkatan sarana penunjang pelayanan kesehatan
yang baik, dan di lain pihak peraturan pemerintah tentang pelestarian lingkungan
juga semakin ketat, maka pihak rumah sakit umumnya menempatkan sarana
pengolah limbah pada skala prioritas yang rendah. Akibatnya, sering terjadi benturan
perbedaan kepentingan antar pihak rumah sakit dengan masyarakat atau
pemerintah. Dengan adanya kebijakan legal yang mengharuskan pihak rumah sakit
R
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit
420
agar menyediakan fasilitas pengolahan limbah yang dihasilkan, mengakibatkan biaya
investasi maupun biaya operasional menjadi lebih besar.
Air limbah yang berasal dari limbah rumah sakit merupakan salah satu sumber
pencemaran air yang sangat potensial. Hal ini disebabkan karena air limbah rumah
sakit mengandung senyawa organik yang cukup tinggi juga kemungkinan
mengandung senyawa-senyawa kimia lain serta mikro-organisme patogen yang
dapat menyebabkan penyakit terhadap masyarakat di sekitarnya. Oleh karena
potensi dampak air limbah rumah sakit terhadap kesehatan masyarakat sangat
besar, maka setiap rumah sakit diharuskan mengolah air limbahnya sampai
memenuhi persyaratan standar yang berlaku.
Dengan adanya peraturan yang mengharuskan bahwa setiap rumah sakit
harus mengolah air limbah sampai standar yang diijinkan, maka kebutuhan akan
teknologi pengolahan air limbah rumah sakit khususnya yang murah dan hasilnya
baik perlu dikembangkan. Hal ini mengingat bahwa kendala yang paling banyak
dijumpai yakni teknologi yang ada saat ini masih cukup mahal, sedangkan di lain
pihak dana yang tersedia untuk membangun unit alat pengolah air limbah tersebut
sangat terbatas sekali. Untuk rumah sakit dengan kapasitas yang besar umumnya
dapat membangun unit alat pengolah air limbahnya sendiri karena mereka
mempunyai dana yang cukup. Tetapi untuk rumah sakit tipe kecil sampai dengan tipe
sedang umumnya sampai saat ini masih membuang air limbahnya ke saluran umum
tanpa pengolahan sama sekali.
Untuk mengatasi hal tersebut maka perlu dikembangkan teknologi
pengolahan air limbah rumah sakit yang murah, mudah operasinya serta harganya
terjangkau, khususnya untuk rumah sakit dengan kapasitas kecil sampai sedang.
Untuk mencapai tujuan tersebut, terdapat kedala yang cukup besar yakni kurangnya
tersedianya teknologi pengolahan yang baik dan harganya murah. Masalah ini
menjadi kendala yang cukup besar terutama untuk rumah sakit kecil, yang mana
pihak rumah sakit tidak/belum mampu untuk membangun unit alat pengilahan air
limbah sendiri, sehingga sampai saat ini masih banyak sekali rumah sakit yang
membuang air limbahnya ke saluran umum.
Ir. Nusa Idaman Said, M.Eng.
421
Untuk pengolahan air limbah rumah sakit dengan kapasitas yang besar,
umumnya menggunakan teknlogi pengolahan air limbah “Lumpur Aktif” atau
Activated Sludge Process, tetapi untuk kapasitas kecil cara tersebut kurang ekonmis
karena biaya operasinya cukup besar, kontrol oprasionalnya lebih sulit. Untuk
mengatasi hal tersebut, perlu menyebarluaskan informasi teknologi khususya
teknologi pengolahan air limbah rumah sakit berserta aspek pemilihan teknologi
serta keunggulan dan kekurangannya. Dengan adanya informasi yang jelas, maka
pihak pengelola rumah sakit dapat memilih teknologi pengolahan limbah yang sesuai
dengan kodisi maupun jumlah air limbah yang akan diolah, yang layak secara teknis,
ekonomis dan memenuhi standar lingkungan.
1.2. Karakteristik Air Limbah Rumah Sakit
Air limbah rumah sakit adalah seluruh buangan cair yang berasal dari hasil
proses seluruh kegiatan rumah sakit yang meliputi: limbah domistik cair yakni
buangan kamar mandi, dapur, air bekas pencucian pakaian; limbah cair klinis yakni
air limbah yang berasal dari kegiatan klinis rumah sakit misalnya air bekas cucian
luka, cucian darah dll.; air limbah laboratorium; dan lainya.
Air limbah rumah sakit yang berasal dari buangan domistik maupun buangan
limbah cair klinis umumnya mengadung senaywa pulutan organik yang cukup tinggi,
dan dapat diolah dengan proses pengolahan secara biologis, sedangkan untuk air
limbah rumah sakit yang berasal dari laboratorium biasanya banyak mengandung
logam berat yang mana bila air limbah tersebut dialirkan ke dalam proses
pengolahan secara biologis, logam berat tersebut dapat menggagu proses
pengolahannya.
Oleh karena itu untuk pengelolaan air limbah rumah sakit, maka air limbah
yang berasal dari laboratorium dipisahkan dan ditampung, kemudian diolah secara
kimia-fisika, Selanjutnya air olahannya dialirkan bersama-sama dengan air limbah
yang lain, dan selanjutnya diolah dengan proses pengolahan secara biologis.
Diagram proses pengelolaan air limbah rumah sakit secara umum dapat dilihat
seperti pada Gambar 1. 1.
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit
422
Gambar 1.1. Diagram Proses Pengelolaan Air Limbah Rumah Sakit
Dari hasil analisa kimia terhadap berberapa contoh air limbah rumah sakit
yang ada di DKI Jakarta menunjukkan bahwa konsentrasi senywa pencemar sangat
bervariasi misalnya, BOD 31,52 - 675,33 mg/l, ammoniak 10,79 - 158,73 mg/l,
deterjen (MBAS) 1,66 - 9,79 mg/l. Hal ini mungkin disebabkan karena sumber air
limbah juga bervarisi sehingga faktor waktu dan metoda pengambilan contoh sangat
mempengaruhi besarnya konsentarsi. Secara lengkap karakteristik air limbah rumah
sakit dapat dilihat pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1. Karakteristik Air Limbah Rumah Rumah Sakit Di Daerah Jakarta.
No PARAMETER MINIMUM MAKSIMUM RATA-RATA
1 BOD - mg/l 31,52 675,33 353,43
2 COD - mg/l 46,62 1183,4 615,01
3 Angka Permanganat
(KMnO4) - mg/l
69,84 739,56 404,7
4 Ammoniak (NH3) - mg/l 10,79 158,73 84,76
5 Nitrit (NO2-) - mg/l 0,013 0,274 0,1435
6 Nitrat (NO3-) - mg/l 2,25 8,91 5,58
7 Khlorida (Cl-) - mg/l 29,74 103,73 66,735
8 Sulfat (SO4-) - mg/l 81,3 120,6 100,96
Ir. Nusa Idaman Said, M.Eng.
423
9 pH 4,92 8,99 6,96
10 Zat padat tersuspensi (SS) mg/l
27,5 211 119,25
11 Deterjen (MBAS) - mg/l 1,66 9,79 5,725
12 Minyal/lemak - mg/l 1 125 63
13 Cadmium (Cd) - mg/l ttd 0,016 0,008
14 Timbal (Pb) 0,002 0,04 0,021
15 Tembaga (Cu) - mg/l ttd 0,49 0,245
16 Besi (Fe) - mg/l 0,19 70 35,1
17 Warna - (Skala Pt-Co) 31 150 76
18 Phenol - mg/l 0,04 0,63 0,335
Sumber : PD PAL JAYA 1995.
Dari tabel tesebut terlihat bahwa air limbah rumah sakit jika tidak diolah sangat
berpotensi untuk mencemari lingkungan. Selain pencemaran secara kimiawi, air
limbah rumah sakit juga berpotensi untuk memcemari lingkungan secara
bakteriologis.
Menurut keputusan Mentreri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia
Nomor : Kep-58/MENLH/12/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi kegiatan
Rumah Sakit pasal 3, bagi setiap rumah sakit yang :
• Telah beroperasi sebelum dikeluarkannya keputusan ini, berlaku baku mutu
limbah limbah cair sebagaimana tersebut dalam Tabel 1.2 dan wajib memenuhi
baku mutu limbah cair sebagaimana tersebut dalam Tabel 1.3 selambat-
lambatnya 1 Januari 2000.
• Tahap perencanaannya dilakukan sebelum dikeluarkan keputusan ini, dan
beroperasi setelah dikeluarkan keputusan ini, berlaku baku Mutu Limbah Cair
Tabel 1.2 dan wajib memenuhi Baku Mutu Limbah Cair seperti pada Tabel 1.3
selambat – lambatnya tanggal 1 Januari tahun 2000.
• Tahap Perancanaannya dilakukan dan beroperasi setelah dikeluarkan keputusan
ini berlaku Baku Mutu Limbah Cair sebagaimana tersebut dalam Tabel 1.3.
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit
424
Tabel 1.2. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : KEP –
58/MENLH/12/1995 Tentang Baku Mutu Limbah Cair Kegiatan Rumah Sakit
Tanggal 12 Desenber 1995.
PARAMETER KADAR MAKSIMUM (MG/L)
BOD5 75
COD 100
TSS 100
Ph 6 - 9
Tabel 1.3. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : KEP –
58/MENLH/12/1995 Tentang Baku Mutu Limbah Cair Kegiatan Rumah Sakit
Tanggal 12 Desenber 1995.
PARAMETER KADAR MAKSIMUM (mg/L)
FISIKA
Suhu 30 oC
KIMIA
pH 6 - 9
BOD5 30 mg/l
COD 80 mg/l
TSS 30 mg/l
NH, Bebas 0.1 mg/l
PO 2 mg/l
MIKROBIOLOGIK
MPN-Kuman Golongan Koli/100mL 10.00
RADIOAKTIVITAS 32P 7 x 103 Bq/l 35S 2 x 103 Bq/l 45Ca 3 x 103 Bq/l 53Cr 7 x 103 Bq/l 47Ga 1 x 103 Bq/l 45Sr 4 x 103 Bq/l 90Mo 7 x 103 Bq/l 113Sn 3 x 103 Bq/l 123I 1 x 103 Bq/l 131I 7 x 103 Bq/l 192Ir 1 x 103 Bq/l 201TI 1 x 103 Bq/l
Ir. Nusa Idaman Said, M.Eng.
425
BAB 2
TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH
RUMAH SAKIT
2.1. Teknologi Pengolahan Air Limbah
ntuk mengolah air yang mengandung senyawa organik umumnya
menggunakan teknologi pengolahan air limbah secara biologis atau
gabungan antara proses biologis dengan proses kimia-fisika. Proses secara
biologis tersebut dapat dilakukan pada kondisi aerobik (dengan udara), kondisi
anaerobik (tanpa udara) atau kombinasi anaerobik dan aerobik.
Proses biologis aeorobik biasanya digunakan untuk pengolahan air limbah
dengan beban BOD yang tidak terlalu besar, sedangkan proses biologis anaerobik
digunakan untuk pengolahan air limbah dengan beban BOD yang sangat tinggi.
Dalam makalah ini uraian dititik beratkan pada proses pengolahan air limbah secara
aerobik.
Pengolahan air limbah secara biologis aerobik secara garis besar dapat dibagi
menjadi tiga yakni proses biologis dengan biakan tersuspensi (suspended culture),
proses biologis dengan biakan melekat (attached culture) dan proses pengolahan
dengan sistem lagoon atau kolam. Proses biologis dengan biakan tersuspensi
adalah sistem pengolahan dengan menggunakan aktifitas mikro-organisme untuk
menguraikan senyawa polutan yang ada dalam air dan mikro-organime yang
digunakan dibiakkan secara tersuspesi di dalam suatu reaktor.
Beberapa contoh proses pengolahan dengan sistem ini antara lain : proses
lumpur aktif standar/konvesional (standard activated sludge), step aeration, contact
stabilization, extended aeration, oxidation ditch (kolam oksidasi sistem parit) dan
lainya.
U
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit
426
Proses biologis dengan biakan melekat yakni proses pengolahan limbah
dimana mikro-organisme yang digunakan dibiakkan pada suatu media sehingga
mikroorganisme tersebut melekat pada permukaan media. Beberapa contoh
teknologi pengolahan air limbah dengan cara ini antara lain : trickling filter atau
biofilter, rotating biological contactor (RBC), contact aeration/oxidation (aerasi
kontak) dan lainnnya.
Proses pengolahan air limbah secara biologis dengan lagoon atau kolam
adalah dengan menampung air limbah pada suatu kolam yang luas dengan waktu
tinggal yang cukup lama sehingga dengan aktifitas mikro-organisme yang tumbuh
secara alami, senyawa polutan yang ada dalam air akan terurai. Untuk mempercepat
proses penguraian senyawa polutan atau memperpendek waktu tinggal dapat juga
dilakukam proses aerasi. Salah satu contoh proses pengolahan air limbah dengan
cara ini adalah kolam aerasi atau kolam stabilisasi (stabilization pond). Proses
dengan sistem lagoon tersebut kadang-kadang dikategorikan sebagai proses
biologis dengan biakan tersuspensi.
Secara garis besar klasifikasi proses pengolahan air limbah secara aerobik
dapat dilihat seperti pada Gambar 2.1, sedangkan karakteristik pengolahan,
parameter perencanaan serta efisiensi pengolahan untuk tiap tiap jenis proses dapat
dilihat pada Tabel 2.1 dan Tabel 2.2 Untuk memilih jenis teknologi atau proses yang
akan digunakan untuk pengolahan air limbah, beberapa hal yang perlu diperhatikan
antara lain : karakteristik air limbah, jumlah limbah serta standar kualitas air olahan
yang diharapkan.
2.2. Teknologi Proses Pengolahan Air Limbah Rumah Sakit
Teknologi proses pengolagan air limbah yang digunakan untuk mengolah air
limbah rumah sakit pada dasarnya hampir sama dengan teknologi proses
pengolahan untuk air limbah yang mengandung polutan organik lainnya.
Ir. Nusa Idaman Said, M.Eng.
427
Gambar 2.1. Klasifikasi Proses Pengolahan Air Limbah Secara Biologis Aerobik.
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit
428
Tabel 2.1. Karakterisitik Operasional Proses Pengolahan Air Limbah
Dengan Proses Biologis
JENIS PROSES
EFISIENSI PENGHILANGAN
BOD (%)
KETERANGAN
Lumpur Aktif Standar
85 - 95 -
Step Aeration 85 - 95 Digunakan untuk beban pengolahan yang besar.
Modified Aeration
60 - 75 Untuk pengolahan dengan kualitas air olahan sedang.
PPROSES BIOMASA TERSUSPENSI
Contact Stabilization
80 - 90 Digunakan untuk pengolahan paket. Untuk mereduksi ekses lumpur.
High Rate Aeration
75 - 90 Untuk pengolahan paket, bak aerasi dan bak pengendap akhir merupakan satu paket. Memerlukan area yang kecil.
Pure Oxygen Process
85 - 95 Untuk pengolahan air limbah yang sulit diuraikan secara bilogis. Luas area yang dibutuhkan kecil.
Oxidation Ditch
75 - 95 Konstruksinya mudah, tetapi memerlukan area yang luas.
Trickling Filter
80 - 95 Sering timbul lalat dan bau. Proses operasinya mudah.
PROSES BIOMASA MELEKAT
Rotating Biological Contactor
80 - 95 Konsumsi energi rendah, produksi lumpur kecil. Tidak memerlukan proses aerasi.
Contact Aeration Process
80 - 95 Memungkinkan untuk penghilangan nitrogen dan phospor.
Biofilter Unaerobic
65 - 85 memerlukan waktu tinggal yang lama, lumpur yang terjadi kecil.
LAGOON Kolam stabilisai
60 - 80 memerlukan waktu tinggal yang cukup lama, dan area yang dibutukkan sangat luas
Ir. Nusa Idaman Said, M.Eng.
429
TABEL 2.2. Parameter Perencanaan Proses Pengolahan Air Limbah Dengan Proses
Biologis Aerobik.
JENIS
PROSES
BEBAN BOD MLSS
(mg/lt)
QA/Q T (Jam)
EFISIENSI PENGHI-LANGAN BOD (%)
BOD
kg/kg SS.d
BOD
kg/m3.d
Lumpur Aktif Standar
0,2 - 0,4 0,3 - 0,8 1500 - 2000 3 -7 6 - 8 85 - 95
Step Aeration 0,2 - 0,4 0,4 - 1,4 1000 - 1500 3 - 7 4 - 6 85 - 95
PPROSES Modified Aeration
1,5 - 3,0 0,6 - 2,4 400 - 800 2 - 2,5 1,5 - 30 60 - 75
BIOMASA Contact Stabilization
0,2 0,8 - 1,4 2000 - 8000 > 12 > 5 80 - 90
TERSUS-
PENSI
High Rate Aeration
0,2 - 0,4 0,6 - 2,4 3000 - 6000 5 - 8 2 - 3 75 - 90
Pure Oxygen Process
0,3 - 0,4 1,0 - 2,0 3000 - 4000 - 1 - 3 85 - 95
Oxidation Ditch
0,03 - 0,04 0,1 - 0,2 3000 - 4000 - 24 -48 75 - 95
Extended Aeration
0,03 - 0,05 0,15 - 0,25 3000 - 6000 > 15 16 - 24 75 - 95
PROSES Trickling Filter - 0,08 - 0,4 - - - 80 - 95
BIOMASA Rotating Biological Contactor
- 0,01 - 0,3 - - - 80 - 95
MELEKAT Contact Aeration Process
- - - - - 80 - 95
Biofilter Unaerobic
- - - - - 65 - 85
CATATAN : Q : Debit Air Limbah (M3/day)
Qr : Return Sludge (M3/day)
QA : Laju Alir Suplai Udara (M3/day)
Pemilihan jenis proses yang digunakan harus memperhatikan bebrapa faktor
antara lain yakni kualitas limbah dan kualitas air hasil olahan yang diharapkan,
jumlah air limbah, lahan yang tersedia dan yang tak kalah penting yakni sumber
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit
430
energi yang tersedia. Berapa teknologi proses pengolahan air limbah rumah sakit
yang sering digunakan yakni antara lain: proses lumpur aktif (activated sludge
process), reaktor putar biologis (rotating biological contactor, RBC), proses aerasi
kontak (contact aeration process), dan proses dengan biofilter “Up Flow”.
2.2.1. Pengolahan Air Limbah Dengan Proses Lumpur Aktif
Pengolahan air limbah dengan proses lumpur aktif secara umum terdiri dari
bak pengendap awal, bak aerasi dan bak pengendap akhir, serta bak khlorinasi
untuk membunuh bakteri patogen. Secara umum proses pengolahannya adalah
sebagai berikut. Air limbah yang berasal dari rumah sakit ditampung ke dalam bak
penampung air limbah. Bak penampung ini berfungsi sebagai bak pengatur debit air
limbah serta dilengkapi dengan saringan kasar untuk memisahkan kotoran yang
besar. Kemudian, air limbah dalam bak penampung di pompa ke bak pengendap
awal.
Bak pengendap awal berfungsi untuk menurunkan padatan tersuspensi
(Suspended Solids) sekitar 30 - 40 %, serta BOD sekitar 25 % . Air limpasan dari bak
pengendap awal dialirkan ke bak aerasi secara gravitasi. Di dalam bak aerasi ini air
limbah dihembus dengan udara sehingga mikro organisme yang ada akan
menguraikan zat organik yang ada dalam air limbah. Energi yang didapatkan dari
hasil penguraian zat rganik tersebut digunakan oleh mikrorganisme untuk proses
pertumbuhannya. Dengan demikian didalam bak aerasi tersebut akan tumbuh dan
berkembang biomasa dalam jumlah yang besar. Biomasa atau mikroorganisme inilah
yang akan menguaraikan senyawa polutan yang ada di dalam air limbah.
Dari bak aerasi, air dialirkan ke bak pengendap akhir. Di dalam bak ini lumpur
aktif yang mengandung massa mikro-organisme diendapkan dan dipompa kembali
ke bagian inlet bak aerasi dengan pompa sirkulasi lumpur. Air limpasan(over flow)
dari bak pengendap akhir dialirkan ke bak khlorinasi. Di dalam bak kontaktor khlor ini
air limbah dikontakkan dengan senyawa khlor untuk membunuh micro-organisme
Ir. Nusa Idaman Said, M.Eng.
431
patogen. Air olahan, yakni air yang keluar setelah proses khlorinasi dapat langsung
dibuang ke sungai atau saluran umum.
Dengan proses ini air limbah rumah sakit dengan konsentrasi BOD 250 -300
mg/lt dapat di turunkan kadar BOD nya menjadi 20 -30 mg/lt. Skema proses
pengolahan air limbah rumah sakit dengan sistem lumpur aktif dapat dilihat pada
Gambar 2.2. Surplus lumpur dari bak pengendap awal maupun akhir ditampung ke
dalam bak pengering lumpur, sedangkan air resapannya ditampung kembali di bak
penampung air limbah.
Keunggulan proses lumpur aktif ini adalah dapat mengolah air limbah dengan
beban BOD yang besar, sehingga tidak memerlukan tempat yang besar. Proses ini
cocok digunakan untuk mengolah air limbah dalam jumlah yang besar. Sedangkan
beberapa kelemahannya antara lain yakni kemungkinan dapat terjadi bulking pada
lumpur aktifnya, terjadi buih, serta jumlah lumpur yang dihasilkan cukup besar.
Gambar 2.2. Diagram Proses Pengolahan Air Limbah
Dengan Proses Lumpur Aktif
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit
432
2.2.2. Pengolahan Air Limbah Dengan Proses Reaktor
Biologis Putar (Rotating Biological Contactor, RBC)
Reaktor biologis putar (rotating biological contactor) disingkat RBC adalah
salah satu teknologi pengolahan air limbah yang mengandung polutan organik yang
tinggi secara biologis dengan sistem biakan melekat (attached culture). Prinsip kerja
pengolahan air limbah dengan RBC yakni air limbah yang mengandung polutan
organik dikontakkan dengan lapisan mikro-organisme (microbial film) yang melekat
pada permukaan media di dalam suatu reaktor.
Media tempat melekatnya film biologis ini berupa piringan (disk) dari bahan
polimer atau plastik yang ringan dan disusun dari berjajar-jajar pada suatu poros
sehingga membentuk suatu modul atau paket, selanjutnya modul tersebut diputar
secara pelan dalam keadaan tercelup sebagian ke dalam air limbah yang mengalir
secara kontinyu ke dalam reaktor tersebut.
Dengan cara seperti ini mikro-organisme miaslanya bakteri, alga, protozoa,
fungi, dan lainnya tumbuh melekat pada permukaan media yang berputar tersebut
membentuk suatu lapisan yang terdiri dari mikro-organisme yang disebut biofilm
(lapisan biologis). Mikro-organisme akan menguraikan atau mengambil senyawa
organik yang ada dalam air serta mengambil oksigen yang larut dalam air atau dari
udara untuk proses metabolismenya, sehingga kandungan senyawa organik dalam
air limbah berkurang.
Pada saat biofilm yang melekat pada media yang berupa piringan tipis
tersebut tercelup kedalam air limbah, mikro-organisme menyerap senyawa organik
yang ada dalam air limbah yang mengalir pada permukaan biofilm, dan pada saat
biofilm berada di atas permuaan air, mikro-organisme menyerap okigen dari udara
atau oksigen yang terlarut dalam air untuk menguraikan senyawa organik. Enegi
hasil penguraian senyawa organik tersebut digunakan oleh mikro-organisme untuk
proses perkembang-biakan atau metabolisme.
Ir. Nusa Idaman Said, M.Eng.
433
Senyawa hasil proses metabolisme mikro-organisme tersebut akan keluar dari
biofilm dan terbawa oleh aliran air atau yang berupa gas akan tersebar ke udara
melalui rongga-rongga yang ada pada mediumnya, sedangkan untuk padatan
tersuspensi (SS) akan tertahan pada pada permukaan lapisan biologis (biofilm) dan
akan terurai menjadi bentuk yang larut dalam air.
Pertumbuhan mikro-organisme atau biofilm tersebut makin lama semakin
tebal, sampai akhirnya karena gaya beratnya sebagian akan mengelupas dari
mediumnya dan terbawa aliran air keluar. Selanjutnya, mikro-organisme pada
permukaan medium akan tumbuh lagi dengan sedirinya hingga terjadi
kesetimbangan sesuai dengan kandungan senyawa organik yang ada dalam air
limbah. Secara sederhana proses penguraian senyawa organik oleh mikro-
organisme di dalam RBC dapat digambarkan seperti pada Gambar 2.3. Keunggulan
dari sistem RBC yakni proses operasi maupun konstruksinya sederhana, kebutuhan
energi relatif lebih kecil, tidak memerlukan udara dalam jumlah yang besar, lumpur
yang terjadi relatf kecil dibandingkan dengan proses lumpur aktif, serta relatif tidak
menimbulkan buih. Sedangkan kekurangan dari sistem RBC yakni sensitif terhadap
temperatur.
Gambar 2.3. Mekanisme Proses Penguraian Senyawa Organik Oleh Mikroorganisme
Di Dalam RBC
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit
434
2.2.2.A. Proses Pengolahan
Secara garis besar proses pengolahan air limbah dengan sistem RBC terdiri
dari bak pemisah pasir, bak pengendap awal, bak kontrol aliran, reaktor/kontaktor
biologis putar (RBC), Bak pengendap akhir, bak khlorinasi, serta unit pengolahan
lumpur. Diagram proses pengolahan air limbah dengan sistem RBC adalah seperti
pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4. Diagram Proses Pengolahan Air Limbah Dengan Sistem RBC.
Bak Pemisah Pasir
Air limbah dialirkan dengan tenang ke dalam bak pemisah pasir, sehingga
kotoran yang berupa pasir atau lumpur kasar dapat diendapkan. Sedangkan kotoran
yang mengambang misalnya sampah, plastik, sampah kain dan lainnya tertahan
pada sarangan (screen) yang dipasang pada inlet kolam pemisah pasir tersebut.
Ir. Nusa Idaman Said, M.Eng.
435
Bak Pengendap Awal
Dari bak pemisah/pengendap pasir, air limbah dialirkan ke bak pengedap
awal. Di dalam bak pengendap awal ini lumpur atau padatan tersuspensi sebagian
besar mengendap. Waktu tinggal di dalam bak pengedap awal adalah 2 - 4 jam, dan
lumpur yang telah mengendap dikumpulkan daan dipompa ke bak pengendapan
lumpur.
Bak Kontrol Aliran
Jika debit aliran air limbah melebihi kapasitas perencanaan, kelebihan debit
air limbah tersebut dialirkan ke bak kontrol aliran untuk disimpan sementara. Pada
waktu debit aliran turun / kecil, maka air limbah yang ada di dalam bak kontrol
dipompa ke bak pengendap awal bersama-sama air limbah yang baru sesuai dengan
debit yang diinginkan.
Kontaktor (reaktor) Biologis Putar
Di dalam bak kontaktor ini, media berupa piringan (disk) tipis dari bahan
polimer atau plastik dengan jumlah banyak, yang dilekatkan atau dirakit pada suatu
poros, diputar secara pelan dalam keadaan tercelup sebagian ke dalam air limbah.
Waktu tinggal di dalam bak kontaktor kira-kira 2,5 jam. Dalam kondisi demikian,
mikro-organisme akan tumbuh pada permukaan media yang berputar tersebut,
membentuk suatu lapisan (film) biologis. Film biologis tersebut terdiri dari berbagai
jenis/spicies mikro-organisme misalnya bakteri, protozoa, fungi, dan lainnya.
Mikro-organisme yang tumbuh pada permukaan media inilah yang akan
menguraikan senaywa organik yang ada di dalam air limbah. Lapsian biologis
tersebut makin lama makin tebal dan kerena gaya beratnya akan mengelupas
dengan sedirinya dan lumpur orgnaik tersebut akan terbawa aliran air keluar.
Selanjutnya laisan biologis akan tumbuh dan berkembang lagi pada permukaan
media dengan sendirinya.
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit
436
Bak Pengendap Akhir
Air limbah yang keluar dari bak kontaktor (reaktor) selanjutnya dialirkan ke bak
pengendap akhir, dengan waktu pengendapan sekitar 3 jam. Dibandingkan dengan
proses lumpur aktif, lumpur yang berasal dari RBC lebih mudah mengendap, karena
ukurannya lebih besar dan lebih berat. Air limpasan (over flow) dari bak pengendap
akhir relaitif sudah jernih, selanjutnya dialirkan ke bak khlorinasi. Sedangkan lumpur
yang mengendap di dasar bak di pompa ke bak pemekat lumpur bersama-sama
dengan lumpur yang berasal dari bak pengendap awal.
Bak Khlorinasi
Air olahan atau air limpasan dari bak pengendap akhir masih mengandung
bakteri coli, bakteri patogen, atau virus yang sangat berpotensi menginfeksi ke
masyarakat sekitarnya. Untuk mengatasi hal tersebut, air limbah yang keluar dari bak
pengendap akhir dialirkan ke bak khlorinasi untuk membunuh mikro-organisme
patogen yang ada dalam air. Di dalam bak khlorinasi, air limbah dibubuhi dengan
senyawa khlorine dengan dosis dan waktu kontak tertentu sehingga seluruh mikro-
orgnisme patogennya dapat di matikan. Selanjutnya dari bak khlorinasi air limbah
sudah boleh dibuang ke badan air.
Bak Pemekat Lumpur
Lumpur yang berasal dari bak pengendap awal maupun bak pengendap akhir
dikumpulkan di bak pemekat lumpur. Di dalam bak tersebut lumpur di aduk secara
pelan kemudian di pekatkan dengan cara didiamkan sekitar 25 jam sehingga
lumpurnya mengendap, selanjutnya air supernatant yang ada pada bagian atas
dialirkan ke bak pengendap awal, sedangkan lumpur yang telah pekat dipompa ke
bak pengering lumpur atau ditampung pada bak tersendiri dan secara periodik
dikirim ke pusat pengolahan lumpur di tempat lain.
Ir. Nusa Idaman Said, M.Eng.
437
2.2.2.B. Keunggulan dan Kelemahan RBC
Beberapa keunggulan proses pengolahan air limbah dengan sistem RBC
antara lain :
• Pengoperasian alat serta perawatannya mudah.
• Untuk kapasitas kecil / paket, dibandingkan dengan proses lumpur aktif konsumsi
energi lebih rendah.
• Dapat dipasang beberapa tahap (multi stage), sehingga tahan terhadap fluktuasi
beban pengoalahan.
• Reaksi nitrifikasi lebih mudah terjadi, sehingga efisiensi penghilangan ammonium
lebih besar.
• Tidak terjadi bulking ataupun buih (foam) seperti pada proses lumpur aktif.
Sedangkan beberapa kelemahan dari proses pengolahan air limbah dengan sistem
RBC antara lain yakni :
• Pengontrolan jumlah mikro-organisme sulit dilakukan.
• Sensitif terhadap perubahan temperatur.
• Kadang-kadang konsentrasi BOD air olahan masih tinggi.
• Dapat menimbulkan pertumbuhan cacing rambut, serta kadang-kadang timbul
bau yang kurang sedap.
2.2.3. Pengolahan Air Limbah Dengan Proses Aerasi Kontak
Proses ini merupakan pengembangan dari proses lumpur aktif dan proses
biofilter. Pengolahan air limbah dengan proses aerasi kontak ini terdiri dari dua
bagian yakni pengolahan primer dan pengolahan sekunder.
Pengolahan Primer
Pada pengolahan primer ini, air limbah dialirkan melalui saringan kasar (bar
screen) untuk menyaring sampah yang berukuran besar seperti sampah daun,
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit
438
kertas, plastik dll. Setelah melalui screen air limbah dialirkan ke bak pengendap
awal, untuk mengendapkan partikel lumpur, pasir dan kotoran lainnya. Selain
sebagai bak pengendapan, juga berfungasi sebagai bak pengontrol aliran.
Pengolahan sekunder
Proses pengolahan sekunder ini terdiri dari bak kontaktor anaerob (anoxic) dan bak
kontaktor aerob. Air limpasan dari bak pengendap awal dipompa dan dialirkan ke bak
penenang, kemudian dari bak penenang air limbah mengalir ke bak kontaktor
anaerob dengan arah aliran dari bawah ke atas (Up Flow). Di dalam bak kontaktor
anaerob tersebut diisi dengan media dari bahan plastik atau kerikil/batu split. Jumlah
bak kontaktor anaerob ini bisa dibuat lebih dari satu sesuai dengan kualitas dan
jumlah air baku yang akan diolah.
Air limpasan dari bak kontaktor anaerob dialirkan ke bak aerasi. Di dalam bak
aerasi ini diisi dengan media dari bahan pasltik (polyethylene), batu apung atau
bahan serat, sambil diaerasi atau dihembus dengan udara sehingga mikro
organisme yang ada akan menguraikan zat organik yang ada dalam air limbah serta
tumbuh dan menempel pada permukaan media. Dengan demikian air limbah akan
kontak dengan mikro-orgainisme yang tersuspensi dalam air maupun yang
menempel pada permukaan media yang mana hal tersebut dapat meningkatkan
efisiensi penguraian zat organik. Proses ini sering di namakan Aerasi Kontak
(Contact Aeration).
Dari bak aerasi, air dialirkan ke bak pengendap akhir. Di dalam bak ini lumpur
aktif yang mengandung massa mikro-organisme diendapkan dan dipompa kembali
ke bagian inlet bak aerasi dengan pompa sirkulasi lumpur. Sedangkan air limpasan
(over flow) dialirkan ke bak khlorinasi. Di dalam bak kontaktor khlor ini air limbah
dikontakkan dengan senyawa khlor untuk membunuh micro-organisme patogen. Air
olahan, yakni air yang keluar setelah proses khlorinasi dapat langsung dibuang ke
sungai atau saluran umum. Dengan kombinasi proses anaerob dan aerob tersebut
selain dapat menurunkan zat organik (BOD, COD), cara ini dapat menurunkan
konsentrasi nutrient (nitrogen) yang ada dalam air limbah.
Ir. Nusa Idaman Said, M.Eng.
439
Dengan proses ini air limbah rumah sakit dengan konsentrasi BOD 250 -300
mg/lt dapat di turunkan kadar BOD nya menjadi 20 -30 mg/lt. Skema proses
pengolahan air limbah rumah sakit dengan sistem aerasi kontak dapat dilihat pada
Gambar 2.5. Surplus lumpur dari bak pengendap awal maupun akhir ditampung ke
dalam bak pengering lumpur, sedangkan air resapannya ditampung kembali di bak
penampung air limbah.
Gambar 2.5. Diagram Proses Pengolahan Air Limbah
Dengan Proses Aerasi Kontak.
Keunggulan Proses Aerasi Kontak
• Pengelolaannya sangat mudah.
• Biaya operasinya rendah.
• Dibandingkan dengan proses lumpur aktif, Lumpur yang dihasilkan relatif sedikit.
• Dapat menghilangkan nitrogen dan phospor yang dapat menyebabkan
euthropikasi.
• Suplai udara untuk aerasi relatif kecil.
• Dapat digunakan untuk air limbah dengan beban BOD yang cukup besar.
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit
440
2.2.4. Pengolahan Air Limbah Dengan Proses Biofilter
“Up Flow” Anaerob
Proses pengolahan air limbah dengan biofilter “up flow” ini terdiri dari bak
pengendap, ditambah dengan beberapa bak biofilter yang diisi dengan media kerikil
atau batu pecah, plastik atau media lain. Penguraian zat-zat organik yang ada
dalam air limbah dilakukan oleh bakteri anaerobik atau facultatif aerobik Bak
pengendap terdiri atas 2 ruangan, yang pertama berfungsi sebagai bak pengendap
pertama, sludge digestion (pengurai lumpur) dan penampung lumpur sedangkan
ruang kedua berfungsi sebagai pengendap kedua dan penampung lumpur yang tidak
terendapkan di bak pertama, dan air luapan dari bak pengendap dialirkan ke media
filter dengan arah aliran dari bawah ke atas.
Setelah beberapa hari operasi, pada permukaan media filter akan tumbuh
lapisan film mikro-organisme. Mikro-organisme inilah yang akan menguraikan zat
organik yang belum sempat terurai pada bak pengendap. Air luapan dari biofilter
kemudian dibubuhi dengan khlorine atau kaporit untuk membunuh mikroorganisme
patogen, kemudian dibuang langsung ke sungai atau saluran umum. Skema proses
pengolahan air limbah dengan biofilter “Up Flow” dapat dilihat seperti terlihat dalam
Gambar 2.6.
Biofilter “Up Flow” ini mempunyai 2 fungsi yang menguntungkan dalam proses
pengolahan air buangan yakni antara lain :
• Adanya air buangan yang melalui media kerikil yang terdapat pada biofilter lama
kelamaan mengakibatkan timbulnya lapisan lendir yang menyelimuti kerikil atau
yang disebut juga biological film. Air limbah yang masih mengandung zat
organik yang belum teruraikan pada bak pengendap bila melalui lapisan lendir ini
akan mengalami proses penguraian secara biologis. Efisiensi biofilter tergantung
dari luas kontak antara air limbah dengan mikro-organisme yang menempel pada
permukaan media filter tersebut. Makin luas bidang kontaknya maka efisiensi
penurunan konsentrasi zat organiknya (BOD) makin besar. Selain menghilangkan
atau mengurangi konsentrasi BOD cara ini dapat juga mengurangi konsentrasi
Ir. Nusa Idaman Said, M.Eng.
441
padatan tersuspensi atau suspended solids (SS) dan konsentrasi total nitrogen
dan posphor.
• Biofilter juga berfungsi sebagai media penyaring air limbah yang melalui media
ini. Sebagai akibatnya, air limbah yang mengandung suspended solids dan
bakteri E.coli setelah melalui filter ini akan berkurang konsentrasinya. Efesiensi
penyaringan akan sangat besar karena dengan adanya biofilter up flow yakni
penyaringan dengan sistem aliran dari bawah ke atas akan mengurangi
kecepatan partikel yang terdapat pada air buangan dan partikel yang tidak
terbawa aliran ke atas akan mengendapkan di dasar bak filter. Sistem biofilter Up
Flow ini sangat sederhana, operasinya mudah dan tanpa memakai bahan kimia
serta tanpa membutuhkan energi. Poses ini cocok digunakan untuk mengolah air
limbah dengan kapasitas yang tidak terlalu besar.
Gambar 2.6. Diagram Proses Pengolahan Air Limbah
Dengan Sisten Biofilter “Up Flow”.
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit
442
2.2.4.A. Kriteria Perencanaan
Kriteria Perencanaan Bak Pengendap
Bak pengendap harus memenuhi persyaratan tertentu antara lain:
• Bahan bangunan harus kuat terhadap tekanan atau gaya berat yang mungkin
timbul dan harus tahan terhadap asam serta harus kedap air.
• Jumlah ruangan disarankan minimal 2 (dua) buah.
• Waktu tinggal (residence time) 1s/d 3 hari.
• Bentuk Tangki empat persegi panjang dengan perbandingan panjang dan lebar 2
s/d 3 : 1.
• Lebar Bak minimal 0,75 meter dan panjang bak minimal 1,5 meter.
• Kedalaman air efektif antara 1-2 meter, tinggi ruang bebas air 0,2 - 0,4 meter dan
tinggi ruang
• Untuk penyimpanan lumpur 1/3 dari kedalaman air efektif (laju produksi lumpur
sekitar 0,03 - 0,04 M3/orang /tahun ).
• Dasar bak dapat dibuat horizontal atau dengan kemiringan tertentu untuk
memudahkan pengurasan lumpur.
• Pengurasan lumpur minimal dilakukan setiap 2 - 3 tahun.
Kriteria Perencanaan Biofilter “Up Flow”
Untuk merencanakan biofilter “Up Flow” harus memenuhi beberapa persyaratan
atara lain yakni :
• Bak biofilter terdiri dari 1 (satu) ruangan atau lebih.
• Media filter terdiri dari kerikil atau batu pecah atau bahan plastik dengan ukuran
diameter rata-rata 20 -25 mm , dan ratio volume rongga 0,45.
• Tinggi filter (lapisan kerikil) 0,9 -1,2 meter.
• Beban hidrolik filter maksimum 3,4 M3/m2/hari.
• Waktu tinggal dalam filter 6 -9 jam (didasarkan pada volume rongga filter).
Ir. Nusa Idaman Said, M.Eng.
443
Salah satu contoh hasil uji coba pengolahan air limbah dengan proses air
limbah dengan biofilter Up Flow ditunjukkan seperti pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3. Efisiensi Pengoalahan Air Limbah Dengan Proses Biofilter “Up Flow”
CONTOH AIR BOD COD SS T-N MBAS COLI
mg/lt % mg/lt % mg/lt % mg/lt % mg/lt % MPN/
100 ml
%
Air Limbah
(1) 235,93 483,43 249 68,87 11,52 17.670
(2) 76,73 67,48 173,38 64,14 79,75 67,97 49,90 27,54 9,45 17,97 11.500 34,92
Air (3) 68,49 70,87 145,82 69,84 55,25 77,81 43,49 36,85 8,03 30,29 6.130 65,31
Olahan (4) 62,54 73,49 137,97 71,47 44,06 82,33 39,79 42,22 6,66 42,19 4.500 74,53
(5) 45,01 80,92 108,61 77,53 33 86,75 32,2 53,24 5,26 54,33 3.100 82,46
Keterangan:
(1), (2) ... (5) ialahadalah titik pengambilan contoh air seperti pada gambar (7).
Sumber : Said, N.I., “Sistem Pengolahan Air Limbah Rumah Tangga Skala Individual
Tangki Septik Filter Up Flow”, Majalah Analisis Sistem Nomor 3, Tahun II, 1995.
2.2.5. Proses Pengolahan Air Limbah Dengan Proses Kombinasi
Biofilter Anaerob-Aerob Tercelup
Proses ini pengolahan dengan biofilter anaerob-aerob ini merupakan
pengembangan dari proses proses biofilter anaerob dengan proses aerasi kontak
Pengolahan air limbah dengan proses biofilter anaerob-aerob terdiri dari beberapa
bagian yakni bak pengendap awal, biofilter anaerob (anoxic), biofilter aerob, bak
pengendap akhir, dan jika perlu dilengkapi dengan bak kontaktor khlor.
Air limbah yang berasal dari rumah tangga dialirkan melalui saringan kasar
(bar screen) untuk menyaring sampah yang berukuran besar seperti sampah daun,
kertas, plastik dll. Setelah melalui screen air limbah dialirkan ke bak pengendap
awal, untuk mengendapkan partikel lumpur, pasir dan kotoran lainnya. Selain
sebagai bak pengendapan, juga berfungasi sebagai bak pengontrol aliran, serta bak
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit
444
pengurai senyawa organik yang berbentuk padatan, sludge digestion (pengurai
lumpur) dan penampung lumpur.
Air limpasan dari bak pengendap awal selanjutnya dialirkan ke bak kontaktor
anaerob dengan arah aliran dari atas ke dan bawah ke atas. Di dalam bak kontaktor
anaerob tersebut diisi dengan media dari bahan plastik atau kerikil/batu split. Jumlah
bak kontaktor anaerob ini bisa dibuat lebih dari satu sesuai dengan kualitas dan
jumlah air baku yang akan diolah. Penguraian zat-zat organik yang ada dalam air
limbah dilakukan oleh bakteri anaerobik atau facultatif aerobik Setelah beberapa hari
operasi, pada permukaan media filter akan tumbuh lapisan film mikro-organisme.
Mikro-organisme inilah yang akan menguraikan zat organik yang belum sempat
terurai pada bak pengendap
Air limpasan dari bak kontaktor anaerob dialirkan ke bak kontaktor aerob. Di
dalam bak kontaktor aerob ini diisi dengan media dari bahan kerikil, pasltik
(polyethylene), batu apung atau bahan serat, sambil diaerasi atau dihembus dengan
udara sehingga mikro organisme yang ada akan menguraikan zat organik yang ada
dalam air limbah serta tumbuh dan menempel pada permukaan media. Dengan
demikian air limbah akan kontak dengan mikro-orgainisme yang tersuspensi dalam
air maupun yang menempel pada permukaan media yang mana hal tersebut dapat
meningkatkan efisiensi penguraian zat organik, deterjen serta mempercepat proses
nitrifikasi, sehingga efisiensi penghilangan ammonia menjadi lebih besar. Proses ini
sering di namakan Aerasi Kontak (Contact Aeration).
Dari bak aerasi, air dialirkan ke bak pengendap akhir. Di dalam bak ini lumpur
aktif yang mengandung massa mikro-organisme diendapkan dan dipompa kembali
ke bagian inlet bak aerasi dengan pompa sirkulasi lumpur. Sedangkan air limpasan
(over flow) dialirkan ke bak khlorinasi. Di dalam bak kontaktor khlor ini air limbah
dikontakkan dengan senyawa khlor untuk membunuh micro-organisme patogen. Air
olahan, yakni air yang keluar setelah proses khlorinasi dapat langsung dibuang ke
sungai atau saluran umum. Dengan kombinasi proses anaerob dan aerob tersebut
selain dapat menurunkan zat organik (BOD, COD), ammonia, deterjen, padatan
tersuspensi (SS), phospat dan lainnya. Skema proses pengolahan air limbah rumah
tangga dengan sistem biofilter anaerob-aerob dapat dilihat pada Gambar 2.7.
Ir. Nusa Idaman Said, M.Eng.
445
Gambar 2.7. Diagram Proses Pengolahan Air Limbah Rumah Tangga (Domistik)
Dengan Proses Biofilter Anaerob-Aerob.
Peoses dengan Biofilter “Anaerob-Aerob” ini mempunyai beberapa keuntungan
yakni:
• Adanya air buangan yang melalui media kerikil yang terdapat pada biofilter
mengakibatkan timbulnya lapisan lendir yang menyelimuti kerikil atau yang
disebut juga biological film. Air limbah yang masih mengandung zat organik yang
belum teruraikan pada bak pengendap bila melalui lapisan lendir ini akan
mengalami proses penguraian secara biologis. Efisiensi biofilter tergantung dari
luas kontak antara air limbah dengan mikro-organisme yang menempel pada
permukaan media filter tersebut. Makin luas bidang kontaknya maka efisiensi
penurunan konsentrasi zat organiknya (BOD) makin besar. Selain menghilangkan
atau mengurangi konsentrasi BODdan COD, cara ini dapat juga mengurangi
konsentrasi padatan tersuspensi atau suspended solids (SS), deterjen (MBAS),
ammonium dan posphor.
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit
446
• Biofilter juga berfungsi sebagai media penyaring air limbah yang melalui media
ini. Sebagai akibatnya, air limbah yang mengandung suspended solids dan
bakteri E.coli setelah melalui filter ini akan berkurang konsentrasinya. Efesiensi
penyaringan akan sangat besar karena dengan adanya biofilter up flow yakni
penyaringan dengan sistem aliran dari bawah ke atas akan mengurangi
kecepatan partikel yang terdapat pada air buangan dan partikel yang tidak
terbawa aliran ke atas akan mengendapkan di dasar bak filter. Sistem biofilter
anaerob-aerb ini sangat sederhana, operasinya mudah dan tanpa memakai
bahan kimia serta tanpa membutuhkan energi. Poses ini cocok digunakan untuk
mengolah air limbah dengan kapasitas yang tidak terlalu besar
• Dengan kombinasi proses “Anaerob-Aerob”, efisiensi penghilangan senyawa
phospor menjadi lebih besar bila dibandingankan dengan proses anaerob atau
proses aerob saja. Phenomena proses penghilangan phosphor oleh
mikroorganisne pada proses pengolahan anaerob-aerob dapat diterangkan
seperti pada Gambar 2.8. Selama berada pada kondisi anaerob, senyawa
phospor anorganik yang ada dalam sel-sel mikrooragnisme akan keluar sebagi
akibat hidrolosa senyawa phospor. Sedangkan energi yang dihasilkan digunakan
untuk menyerap BOD (senyawa organik) yang ada di dalam air limbah.
• Efisiensi penghilangan BOD akan berjalan baik apabila perbandingan antara
BOD dan phospor (P) lebih besar 10. (Metcalf and Eddy, 1991). Selama berada
pada kondisi aerob, senyawa phospor terlarut akan diserap oleh
bakteria/mikroorganisme dan akan sintesa menjadi polyphospat dengan
menggunakan energi yang dihasik oleh proses oksidasi senywa organik (BOD).
Dengan demikian dengan kombinasi proses anaerob-aerob dapat menghilangkan
BOD maupun phospor dengan baik. Proses ini dapat digunakan untuk
pengolahan air limbah dengan beban organik yang cukup besar.
Ir. Nusa Idaman Said, M.Eng.
447
Gambar 2.8. Proses Penghilangan Phospor Oleh Mikroorganisme Di Dalam Proses
Pengolahan “Anaerob-Aerob”.
Pengolahan air limbah dengan proses biofim mempunyai beberapa keunggulan
antara lain :
Pengoperasiannya mudah
Di dalam proses pengolahan air limbah dengan sistem biofilm, tanpa dilakukan
sirkulasi lumpur, tidak terjadi masalah “bulking” seperti pada proses lumpur aktif
(Activated sludge process). Oleh karena itu pengelolaaanya sangat mudah.
Lumpur yang dihasilkan sedikit
Dibandingakan dengan proses lumpur aktif, lumpur yang dihasilkan pada proses
biofilm relatif lebih kecil. Di dalam proses lumpur aktif antara 30 – 60 % dari BOD
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit
448
yang dihilangkan (removal BOD) diubah menjadi lumpur aktif (biomasa) sedangkan
pada proses biofilm hanya sekitar 10-30 %. Hal ini disebabkan karena pada proses
biofilm rantai makanan lebih panjang dan melibatkan aktifitas mikroorganisme
dengan orde yang lebih tinggi dibandingkan pada proses lumpur aktif.
Dapat digunakan untuk pengolahan air limbah dengan konsentrasi
rendah maupun konsentrasi tinggi.
Oleh karena di dalam proses pengolahan air limbah dengan sistem biofilm
mikroorganisme atau mikroba melekat pada permukaan medium penyangga maka
pengontrolan terhadap mikroorganisme atau mikroba lebih mudah. Proses biofilm
tersebut cocok digunakan untuk mengolah air limbah dengan konsentrasi rendah
maupun konsentrasi tinggi.
Tahan terhadap fluktuasi jumlah air limbah maupun fluktuasi konsentrasi.
Di dalam proses biofilter mikro-organisme melekat pada permukaan unggun media,
akibatnya konsentrasi biomasa mikro-organisme per satuan volume relatif besar
sehingga relatif tahan terhadap fluktuasi beban organik maupun fluktuasi beban
hidrolik.
Pengaruh penurunan suhu terhadap efisiensi pengolahan kecil.
Jika suhu air limbah turun maka aktifitas mikroorganisme juga berkurang, tetapi oleh
karena di dalam proses biofilm substrat maupun enzim dapat terdifusi sampai ke
bagian dalam lapisan biofilm dan juga lapisan biofilm bertambah tebal maka
pengaruh penurunan suhu (suhu rendah) tidak begitu besar.
Ir. Nusa Idaman Said, M.Eng.
449
2.3. Pemilihan Proses
Berdasarkan beberapa macam proses pengolahan air limbah seperti uraian
di atas, untuk proses pengolahan air limbah Rumah Sakit skala kecil proses
pengolahan yang paling sesuai yakni proses pengolahan dengan Sistem Kombinasi
Biofilter Anaerob dan Aerob.
Beberapa keunggulan proses pengolahan air limbah dengan biofilter anaerb-aerob
antara lain yakni :
• Pengelolaannya sangat mudah.
• Biaya operasinya rendah.
• Dibandingkan dengan proses lumpur aktif, Lumpur yang dihasilkan relatif sedikit.
• Dapat menghilangkan nitrogen dan phospor yang dapat menyebabkan
euthropikasi.
• Suplai udara untuk aerasi relatif kecil.
• Dapat digunakan untuk air limbah dengan beban BOD yang cukup besar.
• Dapat menghilangan padatan tersuspensi (SS) dengan baik.
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit
450
BAB 3
RANCANG BANGUN
UNIT IPAL RUMAH SAKIT
“Kombinasi Biofilter Anaerob-Aerob”
Kapasitas 20 M3 Per Hari
3.1. Tinjauan Proses Anaerob Dan Aerob
engolahan air buangan secara biologis adalah suatu cara pengolahan yang
diarahkan untuk menurunkan atau menyisihkan substrat tertentu yang
terkandung dalam air buangan dengan memanfaatkan aktivitas
mikroorganisme untuk melakukan perombakan substrat tersebut. Proses pengolahan
air buangan secara biologis dapat berlangsung dalam tiga lingkungan utama, yaitu :
• Lingkungan aerob , yaitu lingkungan dimana oksigen terlarut (DO) di dalam air
cukup banyak, sehingga oksigen bukan merupakan faktor pembatas.
• Lingkungan anoksik, yaitu lingkungan dimana oksigen terlarut (DO) di dalam
air ada dalam konsentrasi rendah.
• Lingkungan anaerob, merupakan kebalikan dari lingkungan aerob, yaitu tidak
terdapat oksigen terlarut, sehingga oksigen menjadi faktor pembatas
berlangsungnya proses metabolisme aerob.
Berdasarkan pada kondisi pertumbuhan mikroorganisme yang bertanggung
jawab pada proses penguraian yang terjadi, reaktor dapat dibedakan menjadi 2
bagian, yaitu :
• Reaktor pertumbuhan tersuspensi (suspended growth reactor), yaitu reaktor
dimana mikroorganisme yang berperan pada proses biologis tumbuh dan
berkembang biak dalam keadaan tersuspensi.
P
Ir. Nusa Idaman Said, M.Eng.
451
• Reaktor pertumbuhan lekat (attached growth reactor), yaitu reaktor dimana
mikroorganisme yang berperan pada proses penguraian substrat tumbuh dan
berkembang di atas suatu media dengan membentuk suatu lapisan lendir
(lapisan biofilm) untuk melekatkan diri di atas permukaan media tersebut.
3.1.1. Proses Pengolahan Biologis Secara Anaerob
3.1.1.1. Mekanisme Proses Anaerob
Polutan-polutan organik komplek seperti lemak, protein dan karbohidrat pada
kondisi anaerobic akan dihidrolisa oleh enzim hydrolase yang dihasilkan bakteri
pada tahap pertama. Enzim penghidrolisa seperti lipase, protease dan cellulase.
Hasil hidrolisa polimer-polimer diatas adalah monomer seperti manosakarida, asam
amino, peptida dan gliserin. Selanjutnya monomer-monomer ini akan diuraikan
menjadi asam-asam lemak (lower fatty acids) dan gas hidrogen.
Kumpulan mikroorganisme, umumnya bakteri, terlibat dalam transformasi
senyawa komplek organik menjadi metan. Lebih jauh lagi, terdapat interaksi sinergis
antara bermacam-macam kelompok bakteri yang berperan dalam penguraian
limbah. Keseluruhan reaksi dapat digambarkan sebagai berikut (Polprasert, 1989) :
Senyawa Organik → CH4 + CO2 + H2 + NH3 + H2S
Meskipun beberapa jamur (fungi) dan protozoa dapat ditemukan dalam
penguraian anaerobik, bakteri bakteri tetap merupakan mikroorganisme yang paling
dominan bekerja didalam proses penguraian anaerobik. Sejumlah besar bakteri
anaerobik dan fakultatif (seperti : Bacteroides, Bifidobacterium, Clostridium,
Lactobacillus, Streptococcus) terlibat dalam proses hidrolisis dan fermentasi
senyawa organik. Proses penguraian senyawa organik secara anaerobik secara
garis besar ditunjukkan seperti pada Gambar 3.1.
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit
452
Gambar 3.1. Kelompok Bakteri Metabolik Yang Terlibat Dalam Penguraian Limbah
Dalam Sistem Anaerobik.
Ada empat grup bakteri yang terlibat dalam transformasi material komplek menjadi
molekul yang sederhana seperti metan dan karbon dioksida. Kelompok bakteri ini
bekerja secara sinergis (Archer dan Kirsop, 1991; Barnes dan Fitzgerald, 1987;
Sahm, 1984; Sterritt dan Lester, 1988; Zeikus, 1980),
1) Kelompok Bakteri Hidrolitik
Kelompok bakteri anaerobik memecah molekul organik komplek (protein,
cellulose, lignin, lipids) menjadi molekul monomer yang terlarut seperti asam amino,
glukosa, asam lemak, dan gliserol. Molekul monomer ini dapat langsung
dimanfaatkan oleh kelompok bakteri berikutnya. Hidrolisis molekul komplek
dikatalisasi oleh enzim ekstra seluler seperti sellulase, protease, dan lipase.
Walaupun demikian proses penguraian anaerobik sangat lambat dan menjadi
terbatas dalam penguraian limbah sellulolitik yang mengandung lignin (Polprasert,
1989; Speece, 1983).
Ir. Nusa Idaman Said, M.Eng.
453
2) Kelompok Bakteri Asidogenik Fermentatif
Bakteri asidogenik (pembentuk asam) seperti Clostridium merubah gula, asam
amino, dan asam lemak menjadi asam organik (seperti asam asetat, propionik,
formik, lactik, butirik, atau suksinik), alkohol dan keton (seperti etanil, metanol,
gliserol, aseton), asetat, CO2 dan H2. Asetat adalah produk utama dalam fermentasi
karbohidrat. Hasil dari fermentasi ini bervariasi tergantung jenis bakteri dan kondisi
kultur seperti temperatur, pH, potensial redok.
3) Kelompok Bakteri Asetogenik
Bakteri asetogenik (bakteri yang memproduksi asetat dan H2) seperti
Syntrobacter wolinii dan Syntrophomonas wolfei (McInernay et al., 1981) merubah
asam lemak (seperti asam propionat, asam butirat) dan alkohol menjadi asetat,
hidrogen, dan karbon dioksida, yang digunakan oleh bakteri pembentuk metan
(metanogen). Kelompok ini membutuhkan ikatan hidrogen rendah untuk merubah
asam lemak; dan oleh karenanya diperlukan monitoring hidrogen yang ketat.
Dibawah kondisi tekanan hidrogen (H2) parsial yang relatif tinggi,
pembentukan asetat berkurang dan subtrat dirubah menjadi asam propionat, asam
butirat, dan etanol dari pada metan. Ada hubungan simbiotik antara bakteri asetonik
dan metanogen. Metanogen membantu menghasilkan ikatan hidrogen rendah yang
dibutuhkan oleh bakteri asetogenik.
Etanol, asam propionat, dan asam butirat dirubah menjadi asam asetat oleh
bakteri asetogenik dengan reaksi sebagai berikut :
CH3CH2OH + CO2 → CH3COOH + 2H2
Etanol Asam Asetat
CH3CH2COOH + 2H2O → CH3COOH + CO2 + 3H2
Asam Propionat Asam asetat
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit
454
CH3CH2CH2COOH + 2H2O → 2CH3COOH + 2H2
Asam Butirat Asam Asetat
Bakteri asetogenik tumbuh jauh lebih cepat dari pada bakteri metanogenik.
Kecepatan pertumbuhan bakteri asetogenik (µmak) mendekati 1 per jam sedangkan
bakteri metanogenik 0,04 per jam (Hammer, 1986).
4) Kelompok Bakteri Metanogen
Penguraian senyawa organik oleh bakteri anaerobik dilingkungan alam
melepas 500 - 800 juta ton metan ke atmosfir tiap tahun dan ini mewakili 0,5% bahan
organik yang dihasilkan oleh proses fotosintesis (Kirsop, 1984; Sahm, 1984). Bakteri
metanogen terjadi secara alami didalam sedimen yang dalam atau dalam
pencernaan herbivora. Kelompok ini dapat berupa kelompok bakteri gram positip dan
gram negatif dengan variasi yang banyak dalam bentuk. Mikroorganime metanogen
tumbuh secara lambat dalam air limbah dan waktu tumbuh berkisar 3 hari pada suhu
35oC sampai dengan 50 hari pada suhu 10oC.
Bakteri metanogen dibagi menjadi dua katagori, yaitu :
Bakteri metanogen hidrogenotropik (seperti: chemolitotrof yang mengguna-
kan hidrogen) merubah hidrogen dan karbon dioksida menjadi metan.
CO2 + 4H2 → CH4 + 2H2O
Metan
Bakteri metanogen yang menggunakan hidrogen membantu memelihara tekanan
parsial yang sangat rendah yang dibutuhkan untuk proses konversi asam volatil dan
alkohol menjadi asetat (speece, 1983). Bakteri metanogen Asetotropik, atau biasa
disebut sebagai bakteri asetoklastik atau bakteri penghilang asetat, merubah asam
asetat menjadi metan dan CO2.
CH3COOH → CH4 + CO2
Ir. Nusa Idaman Said, M.Eng.
455
Bakteri asetoklastik tumbuh jauh lebih lambat (waktu generasi = beberapa
hari) dari pada bakteri pembentuk asam (waktu generasi = beberapa jam). Kelompok
ini terdiri dari dua kelompok, yaitu : Metanosarkina (Smith dan Mah, 1978) dan
Metanotrik (Huser et al., 1982). Selama penguraian termofilik (58oC) dari limbah
lignosellulosik, Metanosarkina adalah bakteri asetotropik yang ditemukan dalam
bioreaktor. Sesudah 4 minggu, Metanosarkina (µmak = 0,3 tiap hari; Ks = 200 mg/l)
digantikan oleh Metanotrik (µmak = 0,1 tiap hari; Ks = 30 mg/l).
Gambar 3.2. Neraca Masa Pada Proses Penguraian Anaerobik
(Fermentasi Metan)
Kurang lebih sekitar 2/3 metan dihasilkan dari konversi asetat oleh metanogen
asetotropik. Sepertiga sisanya adalah hasil reduksi karbon dioksida oleh hidrogen
(Mackie dan Bryant, 1984). Diagram neraca masa pada penguraian zat organik
komplek menjadi gas metan secara anaerobik ditujukkan seperti pada Gambar 3.2.
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit
456
Secara umum klasifikasi bakteri metanogen dapat dilihat pada Tabel 3.1.
(Balch et al, 1979). Metanogen dikelompokkan menjadi tiga orde yakni:
• Metanobakteriales misalnya Metanobakterium, Metano-breviater, Metano-
termus.
• Metanomikrobiales misalnya Metanomikrobium, Metano-genium, Metano-
spirilium, Metanosarkina, dan Metanokokoid
• Metanokokales misalnya Metanokokkus.
Paling sedikit ada 49 spesies metanogen yang telah didiskripsi (Vogels et al.,
1988). Koster (1988) telah mengkompilasi beberapa bakteri metanogen yang telah
diisolasi dan masing-masing substratnya, ditunjukkan sperti pada Tabel 3.2.
Proses penguraian senyawa hidrokarbon, lemak dan protein secara biologis menjadi
methan di kondisi proses anaerobik secara umum ditunjukkan seperti pada Gambar
3.3, 3.4 dan Gambar 3.5.
Tabel 3.1. Klasifikasi Metanogen
Order Famili Genus Spesies
Methanobacteriales Methanobacteriaceae
Methanobacterium
Methanobrevibacter
M. formicicum
M. bryanti
M. thermoautotrophicum
M. ruminantium
M. arboriphilus
M. smithii
M. vannielli
Methanococcales Methanococcaceae
Methanococcus
Methanomicrobium
M. voltae
M. mobile
methanomicrobiales Methanomicrobiaceae
Methanogenium
Methanospillum
M. cariaci
M. marisnigri
M. hungatei
M. barkeri
Methanosarcinaceae
Methanosarcina M. mazei
Dari : Balch et al., 1979.
Ir. Nusa Idaman Said, M.Eng.
457
Gambar 3.3. Proses Penguraian Senyawa Hidrokarbon
Secara Anaerobik Menjadi Methan
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit
458
Gambar 3.4. Proses Penguraian Senyawa Lemak
Secara Anaerobik Menjadi Metan
Ir. Nusa Idaman Said, M.Eng.
459
Gambar 3.5. Proses Penguraian Senyawa Protein Secara Anaerobik
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit
460
Tabel 3.2. Metanogen Terisolasi dan Subtratnya
Bakteri Subtrat
Methanobacterium bryantii H2
M. formicicum H2 dan HCOOH
M. thermoautotrophicum H2
M. alcaliphilum H2
Methanobrevibacter arboriphilus H2
M. ruminantium H2 dan HCOOH
M. smithii H2 dan HCOOH
Methanococcus vannielii H2 dan HCOOH
M. voltae H2 dan HCOOH
M. deltae H2 dan HCOOH
M. maripaludis H2 dan HCOOH
M. jannaschii H2
M. thermolithoautotrophicus H2 dan HCOOH
M. frisius
Methanomicrobium mobile H2 dan HCOOH
M. paynteri H2
Methanospirillum hungatei H2 dan HCOOH
Methanoplanus limicola H2 dan HCOOH
M. endosymbiosus H2
Methanogenium cariaci H2 dan HCOOH
M. marisnigri H2 dan HCOOH
M. tatii H2 dan HCOOH
M. olentangyi H2
M. thermophilicum H2 dan HCOOH
M. bourgense H2 dan HCOOH
M. aggregans H2 dan HCOOH
Methanoccoides methylutens CH3NH2 dan CH3OH
Methanotrix soehngenii CH3COOH
M. conilii CH3COOH
Methanothermus fervidus H2
Methanolobus tindarius CH3OH, CH3NH2, (CH3)2NH, dan (CH3)3N
Methanosarcina barkeri CH3OH, CH3COOH, H2, CH3NH2, (CH3)2NH, dan (CH3)3N
Methanosarcina themophila CH3OH, CH3COOH, H2, CH3NH2, (CH3)2NH, dan (CH3)3N
Sumber : Koster (1988).
Ir. Nusa Idaman Said, M.Eng.
461
3.1.1.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Mekanisme Proses
Anaerob
Beberapa faktor yang berpengaruh terhadapp penguraian secara anaerobik
antara lain yakni temperatur, waktu tinggal (rentention time), keasaman (pH),
komposisi kimia air limbah, kompetisi antara metanogen dan bakteri racun
(toxicants).
a) Temperatur
Produksi metan dapat dihasilkan pada temperatur antara 0oC - 97oC.
Walaupun bakteri metan psychrophilic tidak dapat diisolasi, bakteri thermophilik
beroperasi secara optimum pada temperatur 50 - 75oC ditemukan di daerah panas.
Methanothermus fervidus ditemukan ditemukan di Iceland dan tumbuh pada
temperatur 63 - 97oC (Sahm, 1984).
Di dalam instalasi pengolahan limbah pemukiman, penguraian anaerobik
dilakukan dalam kisaran mesophilik dengan temperatur 25 - 40 oC dengan
temperatur optimum mendekati 35oC . Penguraian thermophilik beroperasi pada
temperatur 50 - 65oC. Penguraian ini memungkinkan untuk pengolahan limbah
dengan beban berat dan juga efektif untuk mematikan bakteri pathogen. Salah satu
kelemahan adalah sensitivitas yang tinggi terhadap zat toksik (Koster, 1988).
Karena pertumbuhan bakteri metan yang lebih lambat dibandingkan bakteri
acidogenik, maka bakteri metan sangat sensitif terhadap perubahan kecil temperatur.
Karena penggunaan asam volatil oleh bakteri metan, penurunan temperatur
cenderung menurunkan laju pertumbuhan bakteri metan. Oleh karena itu penguraian
mesophilik harus didisain untuk beroperasi pada temperatur antara 30 - 35oC untuk
fungsi optimal.
b) Waktu Tinggal
Waktu tinggal air limbah dalam reaktor anaerob, yang tergantung pada
karakteristik air limbah dan kondisi lingkungan, harus cukup lama untuk proses
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit
462
metabolisma oleh bakteri anaerobik dalam reaktor pengurai. Penguraian didasarkan
pada bakteri yang tumbuh menempel mempunyai waktu tinggal yang rendah (1-10
hari) dari pada bakteri yang terdispersi dalam air (10-60 hari). Waktu tinggal pengurai
mesophilik dan termophilik antara 25 - 35 hari tetapi dapat lebih rendah lagi (Sterritt
dan Lester, 1988).
c) Keasaman (pH)
Kebanyakan pertumbuhan bakteri metanogenik berada pada kisaran pH
antara 6,7 - 7,4, tetapi optimalnya pada kisaran pH antara 7,0 - 7,2 dan proses dapat
gagal jika pH mendekati 6,0. Bakteri acidogenik menghasilkan asam organik, yang
cenderung menurunkan pH bioreaktor. Pada kondisi normal, penurunan pH ditahan
oleh bikarbonat yang dihasilkan oleh bakteri metanogen. Dibawah kondisi lingkungan
yang berlawanan kapasitas buffering dari sistem dapat terganggu, dan bahkan
produksi metan dapat terhenti.
Asiditas lebih berpengaruh terhadap metanogen dari pada bakteri acidogenik.
Peningkatan tingkat volatil merupakan indikator awal dari terganggunya sistem.
Monitoring ratio asam volatil total (asam asetat) terhadap alkali total (kalsium
karbonat) disarankan dibawah 0,1 (Sahm, 1984). Salah satu metode untuk
memperbaiki keseimbangan pH adalah meningkatkan alkaliniti dengan menambah
bahan kimia seperti lime (kapur), anhydrous ammonia, sodium hidroksida, atau
sodium bikarbonat.
d) Komposisi Kimia Air Limbah
Bakteri metanogenik dapat menghasilkan metan dari karbohidrat, protein, dan
lipida, dan juga dari senyawa komplek aromatik (contoh : ferulik, vanilik, dan asam
syringik). Walaupun demikian beberapa senyawa lignin dan n-parafin sulit terurai
oleh bakteri anaerobik.
Air limbah harus diseimbangkan makanannya (nitrogen, fosfor, sulfur) untuk
memelihara pencernaan anaerobik. Rasio C:N:P untuk bakteri anaerobik adalah
700:5:1 (Sahmn, 1984). Beberapa pengamat menilai bahwa ratio C/N yang tepat
Ir. Nusa Idaman Said, M.Eng.
463
untuk produksi gas yang optimal sebaiknya sekitar 25-30 : 1 (Polprasert, 1989).
Metanogen menggunakan ammonia dan sulfida sebagai sumber nitrogen dan sulfur.
Walaupun sulfida bebas adalah toksik terhadap metanogen bakteri pada tingkat 150
- 200 mg/l, unsur ini merupakan sumber sulfur utama untuk bakteri metanogen
(Speece, 1983).
e) Kompetisi Metanogen dengan Bakteri Pemakan Sulfat
Bakteri pereduksi sulfat dan metanogen dapat memperebutkan donor elektron
yang sama, asetat dan H2. Studi tentang kinetik pertumbuhan dari dua kelompok
bakteria ini menunjukkan bahwa bakteri pemakan sulfat mempunyai afinitas yang
lebih tinggi terhadap asetat (Ks= 9,5 mg/l) dari pada metanogen (Ks = 32,8 mg/l).
Ini berarti bahwa bakteri pemakan sulfat akan memenangkan kompetisi pada
kondisi konsentrasi asetat yang rendah (Shonheit et al., 1982; Oremland, 1988; Yoda
et al., 1987). Bakteri pemakan sulfat dan metanogen sangat kompetitif pada rasio
COD/SO4 berkisar 1,7 - 2,7. Pada rasio yang lebih tinggi baik untuk metanogen
sedangkan bakteri pemakan sulfat lebih baik pada rasio yang lebih kecil.
f) Zat Toksik
Zat toksik kadang-kadang dapat menyebabkan kegagalan pada proses
penguraian limbah dalam proses anaerobik. Terhambatnya pertumbuhan bakteri
metanogen pada umumnya ditandai dengan penurunan produksi metan dan
meningkatnya konsentrasi asam-asam volatil. berikut ini adalah beberapa zat toksik
yang dapat menghambat pembentukan metan.
Oksigen.
Metanogen adalah bakteri anaerob dan dapat terhambat pertumbuhannya oleh
oksigen dalam kadar trace level (Oremland, 1988; Roberton dan Wolfe, 1970).
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit
464
Amonia.
Amonia yang tidak terionisasi cukup toksik atau beracun untuk bakteri metanogen.
Barangkali karena produksi amonia bebas tergantung pH (amonia bebas terbentuk
pada pH tinggi), sedikit toksisitas yang dapat diamati pada pH netral. Amonia
sebagai penghambat terhadap pembentukan metanogen pada konsentrasi 1500 -
3000 mg/l. Penambahan amonia menambah waktu tinggal partikel padat
(Bhattacharya dan Parkin, 1989).
Hidrokarbon terklorinasi.
Senyawa khlorin alifatis lebih beracun terhadap metanogen dari pada terhadap
mikroorganisma hetrotropik aerobik (Blum dan Speece, 1992). Kloroform sangat
toksik terhadap bakteri metanogen dan cenderung menghambat secara total, hal ini
dapat diukur dari produksi metan dan akumulasi hidrogen pada konsentrasi diatas 1
mg/l (Hickey et al., 1987). Aklimatisasi senyawa ini meningkatkan toleransi
metanogen sampai pada konsentrasi kloroform 15 mg/l Pemulihan kehidupan
bakteri metanogen tergantung pada konsentrasi biomassa, waktu tinggal partikel
padat, dan temperatur (Yang dan Speece, 1986).
Senyawa Benzen.
Kultur murni dari bakteri metanogen (contoh : Methanothix concilii,
Methanobacterium espanolae, Methanobacterium bryantii) dapat dihambat
pertumbuhannya oleh senyawa benzen (contoh : benzen, toloene, fenol,
pentachlorophenol). Pentachlorophenol adalah yang paling toksik (beracun) dari
pada seluruh benzen yang diuji (Patel et al., 1991).
Formaldehida.
Proses pembentukan metan (Methanogenesis) terhambat atau terganggu pada
konsentrasi formadehida sebesar 100 mg/l tetapi segera pulih kembali pada
konsentrasi yang lebih rendah (Hickey et al., 1988; Parkin dan Speece, 1982).
Ir. Nusa Idaman Said, M.Eng.
465
Asam Volatil.
Jika pH dijaga tetap netral, asam volatil seperti asam asetat atau butirik tidak
berpengaruh besar (sedikit toksik) terhadap bakteri metan.
Asam Lemak rantai panjang.
Asam lemak rantai panjang (contoh : caprylic, capric, lauric, myristic, dan asam oleic)
menghambat asetoklastik metanogen (contoh : Methanothrix spp.) dalam mencerna
asetat dalam lumpur limbah (Koster dan Cramer, 1987).
Logam Berat.
Logam berat(contoh : Cu++, Pb++, Cd++, Ni++, Zn++, Cr+6) yang ditermukan dalam air
dan lumpur limbah dari industri dapat menghambat penguraian limbah anaerobik
(Lin, 1992; Mueller dan Steiner, 1992). Toksisitas meningkat jika afinitas logam berat
pada lumpur limbah (sludge) menurun dan sebaliknya jika afinitas pada lumpur
logam berat tinggi menjadi sedikit toksik.
Toksitas logam menghambat reaksi berikutnya dengan hidrogen sulfida, yang
cenderung untuk pembentukan pengendapan logam berat yang tidak terlarut.
Beberapa logam seperti nickel, kobalt, dan molybdenum pada konsentrasi kecil
(trace) dapat merangsang bakteri methanogen (Murray dan Van Den Berg, 1981;
Shonheit et al, 1979; Whiman dan Wolfe, 1980).
Sianida.
Sianida digunakan dalam proses industri seperti pembersihan logam dan
elektroplating. Pemulihan bakteri metanogen tergantung pada konsentrasi
biomassa, waktu tinggal partikel padat, dan temperatur (Fedorak et al., 1986; Yang
dan Speece, 1985).
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit
466
Sulfida.
Sulfida adalah salah satu penghalang potensial dalam penguraian limbah anaerobik
(Anderson et al, 1982). Melalui difusi sel membran lebih cepat untuk hidrogen sulfida
yang tidak terionisasi dibandingkan dibandingkan yang terionisasi, toksisitas sulfida
sangat tergantung pada pH (Koster et al., 1986). Sulfida sangat toksik untuk bakteri
metanogenik jika konsentrasinya lebih dari 150-200 mg/l. Bakteri pembentuk asam
tidak begitu sensitif terhadap hidrogen sulfida dibandingkan dengan metanogen.
Tanin.
Tanin adalah senyawa fenolik yang berasal dari anggur, pisang, apel, kopi, kedelai,
dan sereal. Senyawa ini umumnya toksik terhadap bakteri metanogen.
Salinitas.
Salinitas adalah jenis marial toksik lain dalam penguraian air limbah dalam sistem
anaerobik. Karena potasium dapat menetralkan toksisitas sodium, maka jenis
toksisitas ini dapat dihambat dengan menambah garam potasium dalam air limbah.
Efek Balik (Feedback Inhibition).
Sistem anaerobik dapat dihambat oleh beberapa hasil antara (intermediates
produced) selama proses. Tingginya konsentrasi hasil antara ini (seperti : H2, asam
lemak volatil) toksik.
3.1.1.3. Keunggulan Dan Kekurangan Proses Anaerob
Keunggulan proses anaerobik dibandingkan proses aerobik adalah sebagai
berikut (Lettingan et al, 1980; Sahm, 1984; Sterritt dan Lester, 1988; Switzenbaum,
1983) :
Ir. Nusa Idaman Said, M.Eng.
467
• Proses anaerobik dapat segera menggunakan CO2 yang ada sebagai penerima
elektron. Proses tersebut tidak membutuhkan oksigen dan pemakaian oksigen
dalam proses penguraian limbah akan menambah biaya pengoperasian.
• Penguraian anaerobik menghasilkan lebih sedikit lumpur (3-20 kali lebih sedikit
dari pada proses aerobik), energi yang dihasilkan bakteri anaerobik relatif rendah.
Sebagian besar energi didapat dari pemecahan substrat yang ditemukan dalam
hasil akhir, yaitu CH4. Dibawah kondisi aerobik 50% dari karbon organik dirubah
menjadi biomassa, sedangkan dalam proses anaerobik hanya 5% dari karbon
organik yang dirubah menjadi biomassa. Dengan proses anaerobik satu metrik
ton COD tinggal 20 - 150 kg biomassa, sedangkan proses aerobik masih tersisa
400 - 600 kg biomassa (Speece, 1983; Switzenbaum, 1983).
• Proses anaerobik menghasilkan gas yang bermanfaat, metan. Gas metan
mengandung sekitar 90% energi dengan nilai kalori 9.000 kkal/m3, dan dapat
dibakar ditempat proses penguraian atau untuk menghasilkan listrik. Sedikit
energi terbuang menjadi panas (3-5%). Pruduksi metan menurunkan BOD dalam
Penguraian lumpur limbah.
• Energi untuk penguraian limbah kecil.
• Penguraian anaerobik cocok untuk limbah industri dengan konsentrasi polutan
organik yang tinggi.
• Memungkinkan untuk diterapkan pada proses Penguraian limbah dalam jumlah
besar.
• Sistem anaerobik dapat membiodegradasi senyawa xenobiotik (seperti
chlorinated aliphatic hydrocarbons seperti trichlorethylene, trihalo-methanes) dan
senyawa alami recalcitrant seperti lignin.
Beberapa kelemahan Penguraian anaerobik :
• Lebih Lambat dari proses aerobik
• Sensitif oleh senyawa toksik
• Start up membutuhkan waktu lama
• Konsentrasi substrat primer tinggi
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit
468
3.1.2. Proses Pengolahan Biologis Secara Aerob
3.1.2.1. Mekanisme Proses Aerob
Di dalam proses pengolahan air limbah organik secara biologis aerobik,
senyawa komplek organik akan terurai oleh aktifitas mikroorganisme aerob.
Mikroorgnisme aerob tersebut didalam aktifitasnya memerlukan oksigen atau udara
untuk memecah senyawa organik yang komplek menjadi CO2 (karbon dioksida) dan
air serta ammonium, selanjutnya amonium akan dirubah menjadi nitrat dan H2S akan
dioksidasi menjadi sulfat. Secara sederhana reaksi penguraian senyawa organik
secara aerobik dapat digambarkan sebagai berikut :
Reaksi Penguraian Organik :
Oksigen (O2)
Senyawa Polutan organik � CO2 + H20 + NH4 + Biomasa
Heterotropik
Reaksi Nitrifikasi :
NH4+ + 1,5 O2 � NO2
- + 2 H+ + H2O
NO2- + 0,5 O2 � NO3
-
Reaksi Oksidasi Sulfur :
S2 - + ½ O2 + 2 H+ � S0 + H2O
2 S + 3 O2 + 2 H2O � 2 H2SO4
Berbeda dengan proses anaerob, beban pengolahan pada proses aerob lebih
rendah, sehingga prosesnya ditempatkan sesudah proses anaerob. Pada proses
aerob hasil pengolahan dari proses anaerob yang masih mengandung zat organik
dan nutrisi diubah menjadi sel bakteri baru, hidrogen maupun karbondioksida oleh
sel bakteri dalam kondisi cukup oksigen.
Ir. Nusa Idaman Said, M.Eng.
469
3.1.2.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Mekanisme Proses
Aerob
a) Temperatur
Temperatur tidak hanya mempengaruhi aktivitas metabolisme dari populasi
mikroorganisme, tetapi juga mempengaruhi beberapa faktor seperti kecepatan
transfer gas dan karakteristik pengendapan lumpur. Temperatur optimum untuk
mikroorganisme dalam proses aerob tidak berbeda dengan proses anaerob.
b) Keasaman (pH)
Nilai pH merupakan faktor kunci bagi pertumbuhan mikroorganisme. Beberapa
bakteri dapat hidup pada pH diatas 9,5 dan di bawah 4,0. Secara umum pH optimum
bagi pertumbuhan mikroorganisme adalah sekitar 6,5-7,5.
c) Waktu Tinggal Hidrolis (WTH)
Waktu Tinggal Hidrolis (WTH) adalah waktu perjalanan limbah cair di dalam reaktor,
atau lamanya proses pengolahan limbah cair tersebut. Semakin lama waktu tinggal,
maka penyisihan yang terjadi akan semakin besar. Sedangkan waktu tinggal pada
reaktor aerob sangat bervariasi dari 1 jam hingga berhari-hari.
d) Nutrien
Disamping kebutuhan karbon dan energi, mikroorganisme juga membutuhkan
nutrien untuk sintesa sel dan pertumbuhan. Kebutuhan nutrien tersebut dinyatakan
dalam bentuk perbandingan antara karbon dan nitrogen serta phospor yang
merupakan nutrien anorganik utama yang diperlukan mikroorganisme dalam bentuk
BOD : N : P
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit
470
3.1.2.3. Pengolahan Air Limbah Dengan Proses Biofilter
3.1.2.3.1. Reaktor Biofilter Tercelup
Reaktor biofilter lekat tercelup adalah suatu bioreaktor lekat diam dimana
mikroorganisme tumbuh dan berkembang di atas suatu media, yang dapat terbuat
dari plastik atau batu, yang di dalam operasinya dapat tercelup sebagian atau
seluruhnya, atau hanya dilewati air saja (tidak tercelup sama sekali), dengan
membentuk suatu lapisan lendir untuk melekat di atas permukaan media tersebut,
sehingga menbentuk lapisan biofilm.
Biofilm tumbuh pada hampir semua permukaan di dalam suatu lingkungan
perairan. Sistem biofilm ini kemudian dimanfaatkan dalam proses pengolahan air
buangan untuk menurunkan kandungan senyawa organik. Biofilm merupakan lapisan
yang terbentuk dari sel-sel bio solid dan material inorganik dalam bentuk polimetrik
matriks yang menempel pada suatu lapisan penyokong (support media).
Proses pengolahan air limbah dengan sistem biofilm atau biofilter secara garis
besar dapat dilakukan dalam kondisi aerobik, anaerobik, atau kombinasi anaerobik
dan aerobik. Proses aerobik dilakukan dengan kondisi adanya oksigen terlarut di
dalam reaktor air limbah, dan proses anaerobik dilakukan dengan tanpa adanya
oksigen di dalam reaktor air limbah. Sedangkan proses kombinasi anaerob-aerob
adalah merupakan gabungan proses anaerobik dan proses aerobik. P
roses operasi biofilter secara anaerobik digunakan untuk air limbah dengan
kandungan zat organik cukup tinggi, dan dari proses ini akan dihasilkan gas methan.
Jika kadar COD limbah kurang dari 4000 mg/l seharusnya limbah tersebut diolah
pada kondisi aerob, sedangkan COD lebih besar dari 4000 mg/l diolah pada kondisi
anaerob.
Ir. Nusa Idaman Said, M.Eng.
471
3.1.2.3.2. Prinsip Pengolahan Air Limbah Dengan Proses
Biofilter Tercelup
Proses pengolahan air limbah dengan sistem biofilm atau biofilter secara garis
besar dapat diklasifikasikan seperti pada Gambar 3.6. Proses tersebut dapat
dilakukan dalam kondisi aerobik, anaerobik atau kombinasi anaerobi dan aerobik.
Proses aerobik dilakukan dengan kondisi adanya oksigen terlarut di dalam reaktor air
limbah, dan proses anaerobik dilakukan dengan tanpa adanya oksigen dalam reaktor
air limbah.
Gambar 3.6. Kalsifikasi Cara Pengolahan Airlimbah Dengan
Proses Film Mikrobiologis (Proses Biofilm)
Sedangkan proses kombinasi anaerob-aerob adalah merupakan gabungan
proses anaerobi dan proses aerobik. Proses ini biasanya digunakan untuk
menghilangan kandungan nitrogen di dalam air limbah. Pada kondisi aerobik terjadi
proses nitrifikasi yakni nitrogen ammonium diubah menjadi nitrat (NH4+ � NO3 ) dan
pada kondisi anaerobik terjadi proses denitrifikasi yakni nitrat yang terbentuk diubah
menjadi gas nitrogen (NO3 � N2 ).
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit
472
Mekanisme proses metabolisme di dalam sitem biofilm secara aerobik secara
sederhana dapat diterangkan seperti pada Gambar 3.7.
Gambar 3.7. Mekanisme Proses Metabolisme Di Dalam Sistem Biofilm
Gambar tersebut menunjukkan suatu sistem biofilm yang yang terdiri dari
medium penyangga, lapisan biofilm yang melekat pada medium, lapisan alir limbah
dan lapisan udara yang terletak diluar. Senyawa polutan yang ada di dalam air
limbah misalnya senyawa organik (BOD, COD), ammonia, phospor dan lainnya akan
terdifusi ke dalam lapisan atau film biologis yang melekat pada permukaan medium.
Pada saat yang bersamaan dengan menggunakan oksigen yang terlarut di
dalam air limbah senyawa polutan tersebut akan diuraikan oleh mikroorganisme
yang ada di dalam lapisan biofilm dan energi yang dihasilhan akan diubah menjadi
biomasa. Sulpai oksigen pada lapisan biofilm dapat dilakukan dengan beberapa
cara misalnya pada sistem RBC yakni dengan cara kontak dengan udara luar, pada
Ir. Nusa Idaman Said, M.Eng.
473
sistem “Trickling Filter” dengan aliran balik udara, sedangkan pada sistem biofilter
tercelup dengan menggunakan blower udara atau pompa sirkulasi.
Jika lapiasan mikrobiologis cukup tebal, maka pada bagian luar lapisan
mikrobiologis akan berada dalam kondisi aerobik sedangkan pada bagian dalam
biofilm yang melekat pada medium akan berada dalam kondisi anaerobik. Pada
kondisi anaerobik akan terbentuk gas H2S, dan jika konsentrasi oksigen terlarut
cukup besar maka gas H2S yang terbentuk tersebut akan diubah menjadi sulfat
(SO4) oleh bakteri sulfat yang ada di dalam biofilm.
Selain itu pada zona aerobik nitrogen–ammonium akan diubah menjadi nitrit
dan nitrat dan selanjutnya pada zona anaerobik nitrat yang terbentuk mengalami
proses denitrifikasi menjadi gas nitrogen. Oleh karena di dalam sistem bioflim terjadi
kondisi anaerobik dan aerobik pada saat yang bersamaan maka dengan sistem
tersebut maka proses penghilangan senyawa nitrogen menjadi lebih mudah. Hal ini
secara sederhana ditunjukkan seperti pada Gambar 3.8.
Gambar 3.8. Mekanisne Penghilangan Ammonia Di Dalam Proses Biofilter
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit
474
Proses pengolahan air limbah dengan proses biofilm atau biofilter tercelup
dilakukan dengan cara mengalirkan air limbah ke dalam reaktor biologis yang di
dalamnya diisi dengan media penyangga untuk pengebang-biakan mikroorganisme
dengan atau tanpa aerasi. Untuk proses anaerobik dilakukan tanpa pemberian
udara atau oksigen. Posisi media biofilter tercelup di bawah permukaan air. Media
biofilter yang digunakan secara umum dapat berpa bahan material organik atau
bahan material anorganik.
Untuk media biofilter dari bahan organik misalnya dalam bentuk tali, bentuk
jaring, bentuk butiran tak teratur (random packing), bentuk papan (plate), bentuk
sarang tawon dan lain-lain. Sedangkan untuk media dari bahan anorganik misalnya
batu pecah (split), kerikil, batu marmer, batu tembikar, batu bara (kokas) dan lainnya.
Di dalam proses pengolahan air limbah dengan sistem biofilter tercelup
aerobik, sistem suplai udara dapat dilakukan dengan berbagai cara, tetapi yang
sering digunakan adalah seperti yang tertera pada Gambar 3.9. Beberapa cara yang
sering digunakan antara lain aerasi samping, aerasi tengah (pusat), aerasi merata
seluruh permukaan, aerasi eksternal, aerasi dengan “air lift pump”, dan aersai
dengan sistem mekanik. Masing-masing cara mempunyai keuntungan dan
kekurangan. Sistem aerasi juga tergantung dari jenis media maupun efisiensi yang
diharapkan. Penyerapan oksigen dapat terjadi disebabkan terutama karena aliran
sirkulasi atau aliran putar kecuali pada sistem aerasi merata seluruh permukaan
media.
Di dalam proses biofilter dengan sistem aerasi merata, lapisan
mikroorganisme yang melekat pada permukaan media mudah terlepas, sehingga
seringkali proses menjadi tidak stabil. Tetapi di dalam sistem aerasi melalui aliran
putar, kemampuan penyerapan oksigen hampir sama dengan sistem aerasi dengan
menggunakan difuser, oleh karena itu untuk penambahan jumlah beban yang besar
sulit dilakukan. Berdasarkan hal tersebut diatas belakangan ini penggunaan sistem
aerasi merata banyak dilakukan karena mempunyai kemampuan penyerapan
oksigen yang besar.
Ir. Nusa Idaman Said, M.Eng.
475
Jika kemampuan penyerapan oksigen besar maka dapat digunakan untuk
mengolah air limbah dengan beban organik (organic loading) yang besar pula. Oleh
karena itu diperlukan juga media biofilter yang dapat melekatkan mikroorganisme
dalam jumlah yang besar. Biasanya untuk media biofilter dari bahan anaorganik,
semakin kecil diameternya luas permukaannya semakin besar, sehinggan jumlah
mikroorganisme yang dapat dibiakkan juga menjadi besar pula.
Jika sistem aliran dilakukan dari atas ke bawah (down flow) maka sedikit
banyak terjadi efek filtrasi sehingga terjadi proses peumpukan lumpur organik pada
bagian atas media yang dapat mengakibatkan penyumbatan. Oleh karena itu perlu
proses pencucian secukupnya. Jika terjadi penyumbatan maka dapat terjadi aliran
singkat (Short pass) dan juga terjadi penurunan jumlah aliran sehingga kapasitas
pengolahan dapat menurun secara drastis. Pengolahan air limbah dengan proses
biofim mempunyai beberapa keunggulan antara lain :
a) Pengoperasiannya mudah
Di dalam proses pengolahan air limbah dengan sistem biofilm, tanpa
dilakukan sirkulasi lumpur, tidak terjadi masalah “bulking” seperti pada proses
lumpur aktif (Activated sludge process). Oleh karena itu pengelolaaanya
sangat mudah.
Gambar 3.9. Beberapa Metoda Aerasi Untuk Proses Pengolahan Air Limbah
Dengan Sistem Biofilter Tercelup
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit
476
b) Lumpur yang dihasilkan sedikit
Dibandingakan dengan proses lumpur aktif, lumpur yang dihasilkan pada
proses biofilm relatif lebih kecil. Di dalam proses lumpur aktif antara 30 – 60 %
dari BOD yang dihilangkan (removal BOD) diubah menjadi lumpur aktif
(biomasa) sedang-kan pada proses biofilm hanya sekitar 10-30 %. Hal ini
disebabkan karena pada proses biofilm rantai makanan lebih panjang dan
melibatkan aktifitas mikro-organisme dengan orde yang lebih tinggi
dibandingkan pada proses lumpur aktif.
c) Dapat digunakan untuk pengolahan air limbah dengan konsentrasi
rendah maupun konsentrasi tinggi
Oleh karena di dalam proses pengolahan air limbah dengan sistem biofilm
mikroorganisme atau mikroba melekat pada permukaan medium penyangga
maka pengontrolan terhadap mikroorganisme atau mikroba lebih mudah.
Proses biofilm tersebut cocok digunakan untuk mengolah air limbah dengan
konsentrasi rendah maupun konsentrasi tinggi.
d) Tahan terhadap fluktuasi jumlah air limbah maupun fluktuasi konsentrasi
Pengaruh penurunan suhu terhadap efisiensi pengolahan kecil. Jika suhu air
limbah turun maka aktifitas mikroorganisme juga berkurang, tetapi oleh
karena di dalam proses biofilm substrat maupun enzim dapat terdifusi sampai
ke bagian dalam lapisan biofilm dan juga lapisan biofilm bertambah tebal
maka pengaruh penurunan suhu (suhu rendah) tidak begitu besar.
3.1.2.3.3. Media Biofilter
Media biofilter termasuk hal yang penting, karena sebagai tempat tumbuh dan
menempel mikroorganisme, untuk mendapatkan unsur-unsur kehidupan yang
dibutuhkannya, seperti nutrien dan oksigen. Dua sifat yang paling penting yang harus
ada dari media adalah :
• Luas permukaan dari media, karena semakin luas permukaan media maka
semakin besar jumlah biomassa per-unit volume.
Ir. Nusa Idaman Said, M.Eng.
477
• Persentase ruang kosong, karena semakin besar ruang kosong maka semakin
besar kontak biomassa yang menempel pada media pendukung dengan substrat
yang ada dalam air buangan.
Untuk mendapatkan permukaan media yang luas, media dapat
dimodifikasikan dalam berbagai bentuk seperti bergelombang, saling silang, dan
sarang tawon. Media yang digunakan dapat berupa kerikil, batuan, plastik (polivinil
chlorida), pasir, dan partikel karbon aktif. Untuk media biofilter dari bahan organik
banyak yang dibuat dengan cara dicetak dari bahan tahan karat dan ringan misalnya
PVC dan lainnya, dengan luas permukaan spesifik yang besar dan volule rongga
(porositas) yang besar, sehingga dapat melekatkan mikroorganisme dalam jumlah
yang besar dengan resiko kebuntuan yang sangat kecil.
Dengan demikian memungkinkan untuk pengolahan air limbah dengan beban
konsentrasi yang tinggi serta efisiensi pengolahan yang cukup besar. Salah Satu
contoh media biofilter yang banyak digunakan yakni media dalam bentuk sarang
tawon (honeycomb tube) dari bahan PVC.
Kelebihan dalam menggunakan media plastik tersebut antara lain :
• Mempunyai luas permukaan per m3 volume sebesar 150 – 240 m2/m3
• Volume rongga yang besar dibanding media lainnya.
• Penyumbatan pada media yang terjadi sangat kecil.
Beberapa contoh perbandingan luas permukaan spesifik dari berbagai media
biofilter dapat dilihat pada Tabel 3.3 :
Tabel 3.3. Perbandingan Luas Permukaan Spesifik Media Biofilter
No Jenis Media Luas Permukaan spesifiik
(m2/m3)
1. Trickling filter dengan batu pecah 100 – 200
2. Model sarang tawon (honeycomb modul) 150 – 240
3. Tipe jaring 50
4. RBC 80 – 150
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit
478
3.2. Jumlah Air Limbah
Menurut Nomura dan Soufyan jumlah kebutuhan air untuk rumah sakit yakni
500 liter per bed per hari untuk rumah sakit besar, sedangkan untuk rumah sakit tipe
kecil 350 liter per bed per hari. Untuk Rumah sakit tipe kecil dengan jumlah bed
antara 50 – 75 bed perkiraan jumlah air limbah yang dikelurarkan adalah sekitar 20 –
30 M3 per hari.
3.3. Disain Proses
3.3.1. Proses Pengolahan
Seluruh air limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit, yakni yang
berasal dari limbah domistik maupun air limbah yang berasal dari kegiatan klinis
rumah sakit dikumpulkan melalui saluran pipa pengumpul. Selanjutnya dialirkan ke
bak kontrol. Fungsi bak kontrol adalah untuk mencegah sampah padat misalnya
plastik, kaleng, kayu agar tidak masuk ke dalam unit pengolahan limbah, serta
mencegah padatan yang tidak bisa terurai misalnya lumpur, pasir, abu gosok dan
lainnya agar tidak masuk kedalam unit pengolahan limbah.
Dari bak kontrol, air limbah dialirkan ke bak pengurai anaerob. Bak pengurai
anaerob dibagi menjadi dua buah ruangan yakni bak pengendapan atau bak
pengurai awal, biofilter anaerob tercelup dengan aliran dari bawah ke atas (Up Flow.
Air limpasan dari bak pengurai anaerob selanjutnya dialirkan ke unit pengolahan
lanjut. Unit pengolahan lanjut tersebut terdiri dari beberapa buah ruangan yang berisi
media dari bahan PVC bentuk sarang tawon untuk pembiakan mikro-organisme yang
akan menguraikan senyawa polutan yang ada di dalan air limbah.
Setelah melalui unit pengolahan lanjut, air hasil olahan dialirkan ke bak
khlorinasi. Di dalam bak khlorinasi air limbah dikontakkan dengan khlor tablet agar
seluruh mikroorganisme patogen dapat dimatikan. Dari bak khlorinasi air limbah
sudah dapat dibuang langsung ke sungai atau saluran umum.
Ir. Nusa Idaman Said, M.Eng.
479
3.3.2. Penguraian Anaerob
Air limbah yang dihasilkan dari proses kegiatan rumah sakit atau puskesmas
dikumpulkan melalui saluran air limbah, kemudian dilairkan ke bak kontrol untuk
memisahkan kotoran padat. Selanjutnya, sambil di bubuhi dengan larutan kapur atau
larutan NaOH air limbah dialirkan ke bak pengurai anaerob. Di dalam bak pengurai
anaerob tersebut polutan organik yang ada di dalam air limbah akan diuraikan oleh
mikroorganisme secara anaerob, menghasilkan gas methan dan H2S. Dengan
proses tahap pertama konsentrasi COD dalam air limbah dapat diturukkan sampai
kira-kira 400-500 ppm (efisiensi pengolahan + 60-70 %). Air olahan tahap awal ini
selanjutnya diolah dengan proses pengolahan lanjut dengan sistem biofilter anaerob-
aerob.
3.3.3. Proses Pengolahan Lanjut
Proses pengolahan lanjut ini dilakukan dengan sistem biofilter anaerob-aerob.
Pengolahan air limbah dengan proses biofilter anaerob-aerob terdiri dari beberapa
bagian yakni bak pengendap awal, biofilter anaerob (anoxic), biofilter aerob, bak
pengendap akhir, dan jika perlu dilengkapi dengan bak kontaktor khlor. Air limbah
yang berasal dari proses penguraian anaerob (pengolahan tahap perama) dialirkan
ke bak pengendap awal, untuk mengendapkan partikel lumpur, pasir dan kotoran
lainnya. Selain sebagai bak pengendapan, juga berfungasi sebagai bak pengontrol
aliran, serta bak pengurai senyawa organik yang berbentuk padatan, sludge
digestion (pengurai lumpur) dan penampung lumpur.
Air limpasan dari bak pengendap awal selanjutnya dialirkan ke bak kontaktor
anaerob dengan arah aliran dari atas ke dan bawah ke atas. Di dalam bak kontaktor
anaerob tersebut diisi dengan media dari bahan plastik berbentuk sarang tawon.
Jumlah bak kontaktor anaerob ini bisa dibuat lebih dari satu sesuai dengan kualitas
dan jumlah air baku yang akan diolah. Penguraian zat-zat organik yang ada dalam
air limbah dilakukan oleh bakteri anaerobik atau facultatif aerobik Setelah beberapa
hari operasi, pada permukaan media filter akan tumbuh lapisan film mikro-
organisme. Mikroorganisme inilah yang akan menguraikan zat organik yang belum
sempat terurai pada bak pengendap.
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit
480
Air limpasan dari bak kontaktor anaerob dialirkan ke bak kontaktor aerob. Di
dalam bak kontaktor aerob ini diisi dengan media dari bahan kerikil, plastik
(polyethylene), batu apung atau bahan serat, sambil diaerasi atau dihembus dengan
udara sehingga mikro organisme yang ada akan menguraikan zat organik yang ada
dalam air limbah serta tumbuh dan menempel pada permukaan media. Dengan
demikian air limbah akan kontak dengan mikro-orgainisme yang tersuspensi dalam
air maupun yang menempel pada permukaan media yang mana hal tersebut dapat
meningkatkan efisiensi penguraian zat organik, deterjen serta mempercepat proses
nitrifikasi, sehingga efisiensi penghilangan ammonia menjadi lebih besar.
Proses ini sering di namakan Aerasi Kontak (Contact Aeration). Dari bak
aerasi, air dialirkan ke bak pengendap akhir. Di dalam bak ini lumpur aktif yang
mengandung massa mikroorganisme diendapkan dan dipompa kembali ke bagian
inlet bak aerasi dengan pompa sirkulasi lumpur. Sedangkan air limpasan (over flow)
dialirkan ke bak khlorinasi. Di dalam bak kontaktor khlor ini air limbah dikontakkan
dengan senyawa khlor untuk membunuh mikroorganisme patogen. Air olahan, yakni
air yang keluar setelah proses khlorinasi dapat langsung dibuang ke sungai atau
saluran umum.
Dengan kombinasi proses anaerob dan aerob tersebut selain dapat
menurunkan zat organik (BOD, COD), ammonia, deterjen, padatan tersuspensi (SS),
phospat dan lainnya. Dengan adanya proses pengolahan lanjut tersebut konsentrasi
BOD dalam air olahan yang dihasilkan relatif rendah yakni sekitar 20-30 ppm.
3.4. Kapasitas Alat
Contoh unit alat berikut ini dirancang untuk dapat mengolah air limbah
sebesar 20 m3/hari. Skenario proses IPAL serta reduksi polutan organik (BOD)
ditunjukkan seperti pada Gambar 3.10.
Ir. Nusa Idaman Said, M.Eng.
481
Gambar 3.10. Skenario Proses IPAL Serta Reduksi Polutan Organik (BOD)
3.4.1. Perhitungan Disain Teknis IPAL
Kapasitas Rencana = 20 m3 per hari.
BOD Masuk = 400 mg/lt.
SS Masuk = 200 mg/lt
Efisiensi Pengolahan Total = 90 – 95 %
BOD keluar = 20 mg/lt
SS keluar = 20 mg/lt
1. Bak ekualisasi
Kapasitas Rencana = 20 per hari.
BOD Masuk = 400 mg/lt.
BOD keluar = 400 mg/lt
Waktu Tinggal (WTH) = 12 jam
Volume bak = 10 m3
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit
482
Dimensi bak :
Lebar = 2,0 m
Panjang = 2,5 m
Kedalaman = 2 m
Tinggi ruang bebas = 0,5 m
Chek Waktu Tinggal : 12 jam
2. Pompa Air Limbah
Kapasitas = 20 M3/hari
Tipe = Pompa Celup
Total Head = 9 meter
Jumlah = 1 buah (satu untuk cadangan)
Listrik = 250 watt, 220-240 volt
3. Biofilter Anaerob
BOD Masuk = 400 mg/lt.
Efisiensi Pengolahan = 60 %
BOD keluar = 160 mg/lt
Untuk pengolahan air dengan proses biofilter standar Beban BOD per volume media
0,4 – 4,7 kg BOD /m3.hari. Ditetapkan beban BOD yang digunakan 2,5 kg BOD
/m3.hari.
Beban BOD di dalam air limbah = 20 m3/hari X 400 g/m3 = 8.000 g/hari
= 8 kg/hari
8 kg/hari
Volume media yang diperlukan = 3,2 m3.
2,5 kg/m3.hari
Ir. Nusa Idaman Said, M.Eng.
483
Volume Media = 70 % dari total Volume rekator,
Volume Reaktor yang diperlukan = 10/7 x 3,2 m3 = 4,6 m3
4,6 m3 Waktu Tinggal Reaktor Anaerob yang dibutuhkan = -------------- x 24 jam/hari 20 m3/hari
= 5,52 jam
Dimensi :
Lebar = 1,5 m
Panjang = 1,5 m
Kedalaman air efektif = 2,0 m
Ruang Bebas = 20 cm
3.4.2. Pengolahan Lanjut
Bak Pengendapan Awal
Kapasitas Rencana = 20 m3 per hari.
BOD Masuk = 160 mg/lt.
Efisiensi Pengolahan = 25 %
BOD keluar = 120 mg/lt
Waktu Tinggal (WTH) = 2 jam
Volume bak = 1,67 m3
Dimensi bak :
Lebar = 1,5 m
Panjang = 0,6 m
Tinggi = 2,2 m
Kedalaman Air efektif = 2,0 m
Chek :
Waktu Tinggal (Retention Time) rata-rata = + 2,162 Jam
Beban permukaan (surface loading) rata-rata = 22,2 m3/m2.hari
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit
484
Standar :
Waktu tinggal = 2 jam
Beban permukaan = 20 –50 m3/m2.hari. (JWWA)
Biofilter Zona Aanoksik (Anaerob)
Kapasitas Rencana = 20 m3 per hari.
BOD Masuk = 120 mg/lt.
Efisiensi Pengolahan = 60 %
BOD keluar = 48 mg/lt
Untuk pengolahan air dengan proses biofilter standar Beban BOD per volume media
0,4 – 4,7 kg BOD /m3.hari. Ditetapkan beban BOD yang digunakan = 1,0 kg BOD
/m3.hari.
Beban BOD di dalam air limbah = 20 m3/hari X 120 g/m3 = 2.400 g/hari
= 2,4 kg/hari
2,4 kg/hari
Volume media yang diperlukan = = 2,4 m3.
1,0 kg/m3.hari
Volume Media = 60 % dari total Volume rekator,
Volume Reaktor yang diperlukan = 10/6 x 2,4 m3 = 4,0 m3
4 m3 Waktu Tinggal Reaktor Anaerob yang dibutuhkan = x 24 jam/hari =
20 m3/hari
= 4,8 jam
Dimensi :
Lebar = 1,5 m
Panjang = 1,4 m
Ir. Nusa Idaman Said, M.Eng.
485
Kedalaman air efektif = 2,0 m
Tinggi ruang bebas = 0,2 m
Jumlah ruang = di bagi menjadi 2 ruangan
Chek :
Waktu tinggal rata-rata = 4,8 jam
Tinggi ruang lumpur = 0,2 m
Tinggi Bed media pembiakan mikroba = 1,5 m
Tinggi air di atas bed media = 30 cm
Volume media pada biofilter anaerob = 3,6 m3.
BOD Loading per volume media = 1,0 Kg BOD/m3.hari.
Standar high rate trickling filter : 0,4 – 4,7 kg BOD/m2.hari.
(Ebie Kunio, 1995)
Biofilter Aerob
Kapasitas Rencana = 20 m3 per hari.
BOD Masuk = 48 mg/lt.
Efisiensi Pengolahan = 50 %
BOD keluar = 24 mg/lt
Untuk pengolahan air dengan proses biofilter standar Beban BOD per volume media
0,4 – 4,7 kg BOD /m3.hari. Ditetapkan beban BOD yang digunakan = 1,0 kg BOD
/m3.hari.
Beban BOD di dalam air limbah = 20 m3/hari X 48 g/m3 = 960 g/hari
= 0,96 kg/hari.
Jumlah BOD yang dihilangkan = 0,5 x 0,96 kg/hari = 0,48 kg/hari.
Beban BOD per volume media yang digunakan = 1,0 kg/m3.hari.
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit
486
0,96 kg/hari
Volume media yang diperlukan = = 0,96 m3.
1,0 kg/m3.hari
Volume media = 0,5 Volume Reaktor ��
Voleme Reaktor Biofilter Areob Yang diperlukan = 10/5 x 0,96m3 = 1,92 m3
Dimensi Reaktor Biofilter Areob :
Lebar = 1,5 m
Panjang = 0,7 m
Kedalan air efektif = 2,0 m
Tinggi ruang bebas = 0,2 m
Chek :
Waktu tinggal total rata-rata = + 2,52 jam
Tinggi ruang lumpur = 0,2 m
Tinggi Bed media pembiakan mikroba = 1,5 m
Tinggi air di atas bed media = 30 cm
Reaktor dibagi menjadi dua ruangan yakni ruangan aerasi dan ruangan biofilter.
Volume total media pada biofilter aerob = 1,5 m x 0,6 m x 1,5 m = 1,35 m3
Chek :
BOD Loading per volume media = 0,71 Kg BOD/m3.hari.
Standar high rate trickling filter : 0,4 – 4,7 kg BOD/m2.hari.
Kebutuhan Oksigen :
Kebutuhan oksigen di dalam reaktor biofilter aerob sebanding dengan jumlah BOD
yang dihilangkan.
Ir. Nusa Idaman Said, M.Eng.
487
Jadi : Kebutuhan teoritis = Jumlah BOD yang dihilangkan
= 0,48 kg/hari.
Faktor keamanan ditetapkan + 1,4 �
Kebutuhan Oksigen Teoritis = 1,4 x 0,48 kg/ hari = 0,672 kg/hari.
Temperatur udara rata-rata = 28 o C
Berat Udara pada suhu 28 o C = 1,1725 kg/m3.
Di asumsikan jumlah oksigen didalam udara 23,2 %. �
Jadi :
0,672 kg/hari
Jumlah Kebutuhan Udara teoritis =
1,1725 kg/m3 x 0,232 g O2/g Udara
= 2,47 m3/hari.
Efisiensi Difuser = 1 %
2,47 m3/hari
Kebutuhan Udara Aktual = = 247 m3/hari
0,01
= 0,172 m3/menit.
Chek :
Ratio Volume Udara /Volume Air Limbah = 12.35
Blower Udara Yang diperlukan :
Jika efisiesnsi blower dianggap 60 %, maka diperlukan blower dengan spesifikasi
sbb:
Spesifikasi Blower = 0,287 m3/menit
Head = 2000 mm-aqua
Jumlah = 2 unit
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit
488
Difuser :
Total transfer udara = 0,287 m3/menit
Tipe Difuser yang digunakan : difuser gelembung kasar
Bak Pengendap Akhir
Kapasitas Rencana = 20 m3 per hari.
BOD Masuk = 24 mg/lt.
Efisiensi Pengolahan = 5 %
BOD keluar = 22,8 mg/lt
Waktu Tinggal (WTH) = 2 jam
Volume bak = 1,67 m3
Dimensi bak :
Lebar = 1,5 m
Panjang = 0,6 m
Tinggi = 2,2 m
Kedalaman Air efektif = 2,0 m
Chek :
Waktu Tinggal (Retention Time) rata-rata = + 2,16 Jam
Beban permukaan (surface loading) rata-rata = 22,22 m3/m2.hari
Standar :
Waktu tinggal = 2 jam
Beban permukaan = 20 –50 m3/m2.hari. (JWWA)
Total Waktu Tinggal di dalam Reaktor Pengolahan Lanjut
= 2.16 jam + 4,8 jam + 2,52 jam + 2.16 jam = 11,64 Jam
Total Waktu Tinggal Di dalmsistem IPAL = Waktu Tinggal Bak Ekualisasi + Waktu
Tinggal Reaktor Anaerob + Waktu Tinggal Reaktor Pengolahan Lanjut
= 12 Jam + 5,52 Jam + 11,64 jam = 29,16 Jam.
Ir. Nusa Idaman Said, M.Eng.
489
Media Pembiakan Mikroba
Material : PVC sheet
Ketebalan : 0,15 – 0,23 mm
Luas Kontak Spsesifik : 200 – 226 m2/m3
Diameter lubang : 2 cm x 2 cm
Warna : bening transparan.
Berat Spesifik : 30 -35 kg/m3
Porositas Rongga : 0,98
Total Media Biofilter Yang Diperlukan = 10 m3
Pompa Air Sirkulasi
Kapasitas : 10 M3/hari
Tipe : Pompa Celup
Total Head : 9 meter
Jumlah : 1 buah (satu untuk cadangan)
Listrik : 80-100 watt, 220-240 volt
Blower Udara
Kapsitas : 0,213 m3 per menit
Total Head : 280 cm air
Tipe : HiBLOW 60
Listrik : 100 watt
Jumlah : 2 unit
Gambar bak ekualisasi, reaktor biofilter anaerob serta reaktor pengolahan lanjut
ditunjukkan seperti pada gambar 3.11 sampai dengan Gambar 3.17.
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit
490
3.5. Bak Kontaktor Khlorine
Unit IPAL Rumah sakit tersebut dapat dilengkapi dengan bak khlorinasi (bak
kontaktor) yang berfungsi untuk mengkontakkan khlorine dengan air hasil
pengolahan. Air limbah yang telah diolah sebelum dibuang ke saluran umum
dikontakkan dengan khlorine agar mikroorganisme patogen yang ada di dalam air
dapat dimatikan. Senyawa khlor yang digunakan adalah kaporit dalam bentuk tablet.
Dari hasil perhitungan di atas, diagram proses pengolahan air limbah rumah
sakit Kombinasi biofilter anaerob-aerob dapat dilihat seperti pada Gambar 3.11.
Gambar Bak Ekulisasi dapat dilihat pada Gambar 3.12 dan Gambar 3.13.
Penampang Biofilter Anaerobik untuk IPAL Rumah Sakit dapat dilihat pada Gambar
3.14. Reaktor Biofilter Pengolahan Lanjut Untuk IPAL Rumah Sakit dapat dilihat pada
Gambar 3.15 sampai dengan Gambar 3.19. Alterantif lokasi IPAL dapat dilihat pada
Gambar 3.10. Media Biofilter dari bahan palstik tipe sarang tawon dapat dilitat seperti
pada Gambar 3.11
Gambar 3.11. Diagram Proses Pengolahan Air Limbah Rumah Sakit Kombinasi
Biofilter Anaerob-Aerob
Ir. Nusa Idaman Said, M.Eng.
491
Gambar 3.12 . Potongan Melintang Bak Ekulaisasi
Gambar 3.13. Bak Ekualisasi (Tampak Atas)
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit
492
Gambar 3.14. Penampang Biofilter Anaerobik untuk IPAL Rumah Sakit
Ir. Nusa Idaman Said, M.Eng.
493
Gambar 3.15. Penampang Biofilter Anaerobik untuk IPAL Rumah Sakit
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit
494
Gambar 3.16. Reaktor Biofilter Pengolahan Lanjut Untuk IPAL Rumah Sakit, Tampak
Atas.
Gambar 3.17. Reaktor Biofilter Pengolahan Lanjut Untuk IPAL Rumah Sakit,
Tampak Atas.
Ir. Nusa Idaman Said, M.Eng.
495
Gambar 3.18. Reaktor Biofilter Pengolahan Lanjut Untuk IPAL Rumah Sakit,
Potongan melintang.
Gambar 3.19. Media Biofilter dari bahan palstik tipe sarang tawon
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit
496
3.6. Spesifikasi Teknis Alat Kapasitas 20 M3/Hari.
1. KAPASITAS DISAIN
Kapasitas = 20 m3/hari
Influent BOD = 400 ppm
Influent SS = 300 ppm
Effluent BOD = 30 ppm
Effluent SS = 20 ppm
Efisiensi Pengolahan = 90-95 %
2. BAK EKUALISASI
Dimensi bak :
Lebar = 2 m
Panjang = 2 m
Kedalaman = 2,5 m
Tinggi ruang bebas = 0,5 m
Bahan = Bata Beton cor
3. UNIT REAKTOR ANAREOB
Dimensi Reaktor :
Panjang = 150 cm
Lebar = 150 cm
Tinggi = 230 cm
Bahan = Fiber Rainforced Palstic (FRP)
Media = Plastic Media (type: honeycomb tube)
Spesific Area : 200 – 226 m2/m3
Ir. Nusa Idaman Said, M.Eng.
497
4. UNIT REAKTOR AREOB (PENGOLAHAN LANJUT)
Dimensi Reaktor :
Panjang = 320 cm
Lebar = 150 cm
Tinggi = 230 cm
Bahan = Plastic Media (type: honeycomb tube)
Spesific Area : 200 – 226 m2/m3
5. EQUIPMENT
a. BLOWER UDARA :
Tipe : HIBLOW 60
Listrik : 100 watt, 220 volt.
Jumlah : 2 unit
b. POMPA AIR BAKU LIMBAH
Tipe : Submersible Pump (Pompa Celup)
Kapasitas : 20 - 40 liter/menit
Listrik : 100 watt
Total Head : 8 meter
Jumlah : 1 unit
Material : Stainless Steel
c. POMPA SIRKULASI :
Tipe : Submersible Pump
Kapasitas : 20 liter/menit
Listrik : 75 watt
Total Head : 6-8 meter
Jumlah : 1 unit
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit
498
d. MEDIA BIOFILTER
Material = PVC sheet
Ketebalan = 0,15 – 0,23 mm
Luas Kontak Spsesifik = 200 – 226 m2/m3
Diameter lubang = 2 cm x 2 cm
Warna = bening transparan.
Berat Spesifik = 30 -35 kg/m3
Porositas Rongga = 0,98
Jumlah = 10 M3
3.7. Pembangunan Paket IPAL Rumah Sakit Kapasitas 20 M3 / Hari
Foto-foto peralatan dalam persiapan pembangunan unit IPAL di salah satu rumah
sakit di Jakarta
Reaktor Bofilter Anaerob
Ir. Nusa Idaman Said, M.Eng.
499
Reaktor Pengolahan lanjut (Reaktor Aerob)
Reaktor Pengolahan lanjut (Reaktor Aerob)
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit
500
Penggalian Tanah dan Pemasangan Tiang Pondasi Untuk Tempat Reaktor
Pembuatan Tutup Reaktor, Dipasang Setalah Reaktor Ditanam
Ir. Nusa Idaman Said, M.Eng.
501
Persiapan Penyediaan Media Sarang Tawon
Pemasangan Media Sarang Tawon Pada Reaktor
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit
502
Setelah Media Sarang Tawon Dipasang Reaktor Ditutup
Pinggir-Pinggir Reaktor Diisi Tanah Agar Padat dan Rapih
Ir. Nusa Idaman Said, M.Eng.
503
Persiapan Pemasangan Kabel-kabel Listrik
Pemasangan Kabel-kabel Listrik Untuk Pompa dan Blower
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit
504
Pompa Sirkulasi
Blower Udara
Ir. Nusa Idaman Said, M.Eng.
505
Pemasangan Tutup Beton di Atas Reaktor
Perapihan Lokasi Pemasangan Reaktor
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit
506
Mengembalikan Fungsi Lokasi Pemasangan IPAL ke Fungsinya Semula
Sebagai Pelataran Parkir Kendaraan
Ir. Nusa Idaman Said, M.Eng.
507
BAB 4
HASIL UJI COBA
PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH
SAKIT DENGAN PROSES BIOFILTER
ANAEROB-AEROB
4.1. Karakteristik Air Limbah
ontoh air limbah dalam penelitian ini adalah air limbah Rumah Sakit Makna
yang berlokasi di Jalan Ciledug Raya, Tangerang dan tergolong rumah
sakit kelas C. Air limbah yang diolah berasal dari kegiatan rumah sakit,
yaitu yang berasal dari air limbah non medis maupun air limbah medis, dikumpulkan
melalui saluran pipa pengumpul dan dialirkan ke bak kontrol untuk selanjutnya diolah
di unit pengolahan .
Kualitas air limbah rumah sakit sebelum diolah saat pengambilan sampel
tanggal 22 April 2001 berdasarkan hasil analisa di laboratorium dan dibandingkan
dengan baku mutu yang diatur dalam keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Republik Indonesia No : Kep-58/MENLH/12/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair
Bagi Kegiatan Rumah Sakit dapat dilihat pada Tabel 4.1. Berdasarkan hasil analisa
karakteristik air limbah Rumah Sakit Makna terlihat bahwa air limbah tersebut
mempunyai nilai pH yang masih berada dalam kisaran pH optimum bagi bakteri,
sehingga tidak mengganggu proses pengolahan. Kandungan zat organik yang
dinyatakan sebagai COD termasuk dalam tingkat menengah.
Limbah cair dapat diklasifikasikan berdasarkan tingkat biodegradabilitas-nya.
Limbah cair tergolong biodegradable bila nilai ratio BOD terhadap COD sekitar 0,65;
tergolong sedikit biodegradable bila nilai ratio tersebut sekitar 0,32; dan tergolong
kurang biodegradable bila nilai ratio BOD terhadap COD sekitar 0,16. Berdasarkan
hasil penelitian didapat angka perbandingan BOD/COD adalah 0,5 termasuk dalam
C
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit
508
kategori limbah cair yang biodegradable. Tingkat biodegradabilitas yang tinggi ini
mengindikasikan bahwa pengolahan secara biologi memberikan berbagai
keuntungan dibanding dengan pengolahan secara kimia atau fisika. Sedangkan
kandungan logam pada air limbah tersebut masih berada di bawah baku mutu,
sehingga tidak bersifat toksik bagi bakteri metanogen dan bakteri pendegradasi
senyawa organik lainnya.
Tabel 4.1. Karakteristik Air Limbah Rumah Sakit Makna
Parameter Satuan Baku Mutu Hasil Analisa
I. Fisika
Zat padat tersuspensi mg/l 30 *) 260
Zat padat terlarut mg/l 1000 50 – 485
II. Kimia
Ammonia (NH3) mg/l 5 2.8 – 12.5
Nitrat (NO3) mg/l 10 0.7
Nitrit (NO2) mg/l 1 0.05
PH - 6-9 6.8
Flourida (F) mg/l 2 0.25
Sulfida (H2S) mg/l 0.05 Ttd
Klorin (Cl2) mg/l 1 <0.1
III. Khusus
COD (K2Cr2O7) mg/l 80 *) 190 – 4025
BOD (20°C, 5 days) mg/l 30 *) 92 – 2128
Organic matter (KmnO4) mg/l 85 1085
Surfactan anionic as MBAS mg/l 1 1.1 – 24.2
Oil & Grease mg/l 5 17
Phenol mg/l 0.5 0.25
Cyanide (CN) mg/l 0.05 <0.05
IV. Logam
Iron (Fe) mg/l 5 2.70
Ir. Nusa Idaman Said, M.Eng.
509
Copper (Cu) mg/l 1 <0.03
Lead (Pb) mg/l 0.10 <0.02
Cadnium (Cd) mg/l 0.05 <0.01
Chromium Total mg/l 0.5 <0.04
Nickel (Ni) mg/l 0.10 <0.05
Zinc (Zn) mg/l 2 0.14
Manganese (Mn) mg/l 2 0.20
Mercury (Hg) mg/l 0.02 <0.001
Chrom Hexavalent (Cr+6) mg/l 0.1 <0.04
Keterangan :
- Baku Mutu Limbah Cair sesuai SK Gubernur KDKI Jakarta No : 582 tahun
1995.
*) Baku Mutu Limbah Cair sesuai Kep-58/MENLH/12/1995 tentang Baku
Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit.
4.2. Hasil Pengukuran Debit
Berdasarkan pengukuran debit yang dilakukan selama tujuh hari pengukuran
diketahui bahwa debit total rata-rata pemakaian air per hari untuk rumah sakit ini
adalah sebesar 9,165 m3/hari. Debit ini berfluktuasi sesuai dengan kegiatan-kegiatan
yang menggunakan air yang dilakukan di rumah sakit tersebut. Kegiatan pemakaian
air terbesar terjadi pada pukul 09.00-10.00 untuk pagi hari, dimana pada saat itu air
banyak digunakan untuk mencuci pakaian, sprei, serta peralatan pasien lainnya.
Setelah itu pemakaian air cenderung menurun kuantitasnya, dan baru meningkat lagi
pada pukul 17.00-18.00 dimana pada saat itu air banyak digunakan untuk mandi
pasien.
Selain itu debit harian yang terjadi di Rumah Sakit Makna dipengaruhi oleh
jumlah pasien yang ada dan karyawan yang bekerja pada rumah Sakit Makna
tersebut. Grafik fluktuasi debit rata-rata dan grafik volume kumulatif pemakaian air
terhadap waktu dapat dilihat pada Gambar 4.1 dan Gambar 4.2 berikut.
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit
510
0
5
10
15
20
25
30
35
40
00.00-01.00
02.00-03.00
04.00-05.00
06.00-07.00
08.00-09.00
10.00-11.00
12.00-13.00
14.00-15.00
16.00-17.00
18.00-19.00
20.00-21.00
22.00-23.00
Waktu
Debit (m3/hari)
Gambar 4.1. Grafik Fluktuasi Debit Harian Rata-Rata
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
00.00-01.00
02.00-03.00
04.00-05.00
06.00-07.00
08.00-09.00
10.00-11.00
12.00-13.00
14.00-15.00
16.00-17.00
18.00-19.00
20.00-21.00
22.00-23.00
Waktu
Debit Kumulatif Rata-Rata (m3)
Gambar 4.2. Grafik Debit Kumulatif Rata-Rata
Ir. Nusa Idaman Said, M.Eng.
511
4.3. Sistem Kerja Pengolahan Air Limbah
Air limbah rumah sakit adalah seluruh buangan cair yang berasal dari hasil
proses seluruh kegiatan rumah sakit yang meliputi: limbah domistik cair yakni
buangan kamar mandi, dapur, air bekas pencucian pakaian; limbah cair klinis yakni
air limbah yang berasal dari kegiatan klinis rumah sakit misalnya air bekas cucian
luka, cucian darah dll.; air limbah laboratorium; dan lainya. Air limbah rumah sakit
yang berasal dari buangan domistik maupun buangan limbah cair klinis umumnya
mengadung senaywa pulutan organik yang cukup tinggi, dan dapat diolah dengan
proses pengolahan secara biologis, sedangkan untuk air limbah rumah sakit yang
berasal dari laboratorium biasanya banyak mengandung logam berat yang mana bila
air limbah tersebut dialirkan ke dalam proses pengolahan secara biologis, logam
berat tersebut dapat menggagu proses pengolahannya.
Oleh karena itu untuk pengelolaan air limbah rumah sakit, maka air limbah
yang berasal dari laboratorium dipisahkan dan ditampung, kemudian diolah secara
kimia-fisika, Selanjutnya air olahannya dialirkan bersama-sama dengan air limbah
yang lain, dan selanjutnya diolah dengan proses pengolahan secara biologis.
Diagram proses pengelolaan air limbah rumah sakit secara umum dapat dilihat
seperti pada Gambar 4.3.
Gambar 4.3. Diagram Proses Pengelolaan Air Limbah Rumah Sakit
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit
512
Seluruh air limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit, yakni yang
berasal dari limbah domistik maupun air limbah yang berasal dari kegiatan klinis
rumah sakit dikumpulkan melalui saluran pipa pengumpul. Selanjutnya dialirkan ke
bak kontrol. Fungsi bak kontrol adalah untuk mencegah sampah padat misalnya
plastik, kaleng, kayu agar tidak masuk ke dalam unit pengolahan limbah, serta
mencegah padatan yang tidak bisa terurai misalnya lumpur, pasir, abu gosok dan
lainnya agar tidak masuk kedalam unit pengolahan limbah.
Dari bak kontrol, air limbah dialirkan ke bak pengurai anaerob. Bak pengurai
anaerob dibagi menjadi dua buah ruangan yakni bak pengendapan atau bak
pengurai awal, biofilter anaerob tercelup dengan aliran dari bawah ke atas (Up Flow.
Air limpasan dari bak pengurai anaerob selanjutnya dialirkan ke unit pengolahan
lanjut. Unit pengolahan lanjut tersebut terdiri dari beberapa buah ruangan yang berisi
media dari bahan PVC bentuk sarang tawon untuk pembiakan mikro-organisme yang
akan menguraikan senyawa polutan yang ada di dalan air limbah.
Setelah melalui unit pengolahan lanjut, air hasil olahan dialirkan ke bak
khlorinasi. Di dalam bak khlorinasi air limbah dikontakkan dengan khlor tablet agar
seluruh mikroorganisme patogen dapat dimatikan. Dari bak khlorinasi air limbah
sudah dapat dibuang langsung ke sungai atau saluran umum.
4.4. Kinerja Setiap Bak Pengolahan
Untuk mengetahui kinerja masing-masing bak pengolahan ini maka dihitung :
efisiensi pengolahan yang diperoleh dari tiap bak dan massa penyisihan rata-rata.
Hasil yang diperoleh berasal dari analisa kualitas air limbah pada inlet dan outlet
masing-masing bak pengolahan pada saat jam puncak yaitu antara jam 09.00-10.00.
Tingkat efisiensi yang diperoleh dari unit pengolahan tersebut menunjukkan hasil
yang tidak selalu sama, hal ini disebabkan karena beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi tingkat efisiensi dari unit pengolahan tersebut antara lain faktor
fluktuasi kualitas air limbah yang masuk, waktu tinggal air limbah di dalam unit
pengolahan, dan sewaktu-waktu dapat juga terjadi hal-hal yang tidak diinginkan
seperti kerusakan pada alat-alat pendukung unit pengolahan ini.
Ir. Nusa Idaman Said, M.Eng.
513
4.4.1. Bak Pengurai Anaerob
Besarnya efisiensi pengolahan yang dihasilkan pada bak pengurai anaerob
dalam unit pengolahan ini seperti terlihat pada Tabel 4.2 :
Tabel 4.2. Penyisihan COD, BOD5, TSS, Ammonia, Dan Deterjen Di Dalam Bak
Pengurai Anaerob Pada Saat Jam Puncak
Parameter Sampel Konsentrasi (mg/l) Penyisihan
Tanggal Influen Efluen (%)
COD 22-6-2001 190 75 60.53
27-6-2001 245 98 60
30-6-2001 240 105 56.25
rata-rata 225 92.67 58.93
BOD5 22-6-2001 92 40 56.52
27-6-2001 128 43 66.41
30-6-2001 124 42 66.13
rata-rata 114.67 41.67 63.02
TSS 22-6-2001 55 32 41.82
27-6-2001 50 26 48
30-6-2001 80 42 47.5
rata-rata 61.67 33.33 45.77
Ammonia 22-6-2001 6.65 4.1 38.35
27-6-2001 12 7.85 34.58
30-6-2001 12.5 9 28
rata-rata 10.38 6.98 33.64
Deterjen 22-6-2001 19 7.2 62.11
27-6-2001 14.5 8.2 43.45
30-6-2001 12 6.75 43.75
rata-rata 15.17 7.38 49.77
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit
514
Terlihat bahwa di dalam bak pengurai anaerob efisiensi terbesar terjadi pada
penyisihan BOD5, yaitu sebesar 63,02 %, sedangkan efisiensi terkecil terjadi pada
penyisihan ammonia yaitu 33,64%. Senyawa organik (COD dan BOD5) mengalami
angka penyisihan terbesar di bak biofilter anaerob. Karena efluen pada bak biofilter
anaerob ini masih di atas baku mutu dan masih dapat didegradasi secara biologis,
maka diperlukan bak biofilter anoksik dan aerob. Bak biofilter aerob juga berguna
untuk menurunkan bau dan meningkatkan DO pada efluen akhir. Kecenderungan
efisiensi penyisihan di bak pengurai anaerob dilampirkan dalam Gambar 4.4 .
Efisiensi Bak Pengurai Anaerob
0
10
20
30
40
50
60
70
COD BOD5 TSS Amonia Deterjen
(MBAS)Parameter
Efisiensi (%)
Gambar 4.4. Grafik Efisiensi Pengolahan Bak Pengurai Anaerob
Efisiensi pengolahan bak pengurai anaerob dapat juga ditinjau dalam bentuk
perhitungan massa zat pencemar rata-rata yang tersisihkan perhari selama waktu
pengambilan sampel. Jumlah massa rata-rata yang tersisihkan tersebut dapat
dihitung dengan persamaan berikut :
(Si – Se) g/m3 x Q air buangan m3/hari, di mana Q = 9,165 m3/hari
Ir. Nusa Idaman Said, M.Eng.
515
Tabel 4.3. Jumlah Massa Rata- Rata yang Tersisihkan di Bak Pengurai Anaerob
Parameter
Konsentrasi
(gr/m3)
Massa Tersisihkan
Rata-Rata
Influen Efluen (gr/hari)
COD 225 92.67 112.80
BOD 114.67 41.67 669.04
TSS 61.67 33.33 259.74
Ammonia 10.38 6.98 31.16
Deterjen 15.17 7.38 71.40
4.4.2. Bak Biofilter Tercelup Anoksik
Besarnya efisiensi pengolahan rata-rata yang dihasilkan pada bak biofilter
tercelup anoksik dalam unit pengolahan ini secara lengkap dapat dilihat pada Tabel
4.4. Dari tabel tersebut terlihat bahwa di dalam bak biofilter tercelup anoksik angka
penyisihan terbesar terjadi pada ammonia, yaitu sebesar 73,53 %, sedangkan angka
penyisihan terkecil terjadi pada deterjen yaitu 53,70%. Karena konsentrasi COD,
BOD5, TSS, deterjen, dan ammonia pada bak ini masih ada yang berada di atas
baku mutu maka dilakukan proses pengolahan secara aerobik.
Dalam bak biofilter anoksik ini dilakukan sirkulasi yaitu dari efluen bak biofilter
aerob disirkulasi kembali ke bak pengendapan awal anoksik. Hal ini dilakukan selain
untuk meningkatkan beban hidrolik juga untuk meningkatkan penyisihan BOD karena
terjadi peningkatan DO. Pada reaktor gabungan anoksik-aerob kandungan nitrat dari
zona aerob akan diturunkan dengan cara diresirkulasi ke bak influen anoksik lalu
kemudian terjadi proses denitrifikasi pada zona anoksik. Kecenderungan efisiensi
dilampirkan dalam Gambar 4.5 .
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit
516
Tabel 4.4. Penyisihan COD, BOD5, TSS, Ammonia, dan Deterjen Di Dalam Bak
Biofilter Tercelup Anoksik Pada Saat Jam Puncak
Parameter Sampel Konsentrasi (mg/l) Penyisihan
Tanggal Influen Efluen (%)
COD 22-6-2001 75 36 52.00
27-6-2001 98 43 56.12
30-6-2001 105 49 53.33
Rata-rata 92.67 42.67 53.82
BOD5 22-6-2001 40 16 60.00
27-6-2001 43 16 62.79
30-6-2001 42 16 61.90
Rata-rata 41.67 16 61.57
TSS 22-6-2001 32 10 68.75
27-6-2001 26 10 61.54
30-6-2001 42 14 66.67
Rata-rata 33.33 11.33 65.65
Ammonia 22-6-2001 4.1 1.3 68.29
27-6-2001 7.85 2 74.52
30-6-2001 9 2 77.78
Rata-rata 6.98 1.77 73.53
Deterjen 22-6-2001 7.2 3.3 54.17
27-6-2001 8.2 3.5 57.32
30-6-2001 6.75 3.4 49.63
Rata-rata 7.38 3.4 53.70
Ir. Nusa Idaman Said, M.Eng.
517
Efisiensi Bak Biofilter tercelup Anoksik
0
10
20
30
40
50
60
70
80
COD BOD5 TSS Amonia Deterjen
(MBAS)Parameter
Efisiensi (%)
Gambar 4.5. Grafik Efisiensi Pengolahan Bak Biofilter Tercelup Anoksik
Bentuk persamaan penyisihan massa rata-rata perhari selama waktu pengambilan
sampel dilihat dari efisiensi pengolahan pada bak biofilter tercelup anoksik adalah
sebagai berikut :
(Si – Se) g/m3 x Q air buangan m3/hari
Tabel 4.5. Jumlah Massa Rata-Rata yang Tersisihkan Di Dalam Bak Biofilter
Tercelup Anoksik
Parameter Konsentrasi (gr/m3) Massa Tersisihkan rata-Rata
Influen Efluen (gr/hari)
COD 92.67 42.67 458.25
BOD5 41.67 16 235.26
TSS 33.33 11.33 201.63
Ammonia 6.98 1.77 47.75
Deterjen 7.38 3.4 36.48
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit
518
4.4.3. Bak Biofilter Tercelup Aerob
Besarnya efisiensi pengolahan rata-rata yang dihasilkan pada bak biofilter
tercelup aerob dalam unit pengolahan ini seperti terlihat pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6. Efisiensi Penyisihan COD, BOD5, TSS, Ammonia, Dan Deterjen Pada
Bak Biofilter Tercelup Aerob Saat Jam Puncak
Parameter Sampel Konsentrasi (mg/l) Penyisihan
Tanggal Influen Efluen (%)
COD 22-6-2001 36 20 44.44
27-6-2001 43 22 48.84
30-6-2001 49 25 48.98
Rata-rata 42.67 22.33 47.42
BOD5 22-6-2001 16 8 50
27-6-2001 16 9 43.75
30-6-2001 16 8 50
Rata-rata 16 8.33 47.92
TSS 22-6-2001 10 10 0
27-6-2001 10 10 0
30-6-2001 14 10 28.57
Rata-rata 11.33 10 9.52
NH3 22-6-2001 1.3 0.3 76.92
27-6-2001 2 0.4 80
30-6-2001 2 0.4 80
Rata-rata 1.77 0.37 78.97
Deterjen 22-6-2001 3.3 0.5 84.85
27-6-2001 3.5 0.76 78.29
30-6-2001 3.4 0.6 82.35
Rata-rata 3.40 0.62 81.83
Ir. Nusa Idaman Said, M.Eng.
519
Terlihat bahwa di dalam bak biofilter aerob efisiensi terbesar terjadi pada
penyisihan deterjen, yaitu sebesar 81,83%, sedangkan efisiensi terkecil terjadi pada
penyisihan TSS yaitu 9,52 %. TSS mengalami penyisihan terkecil di bak biofilter
aerob ini dapat terjadi karena konsentrasi TSS pada inlet bak biofilter aerob kecil,
hanya sedikit yang bisa terdegradasi oleh mikroorganisme, tersaring oleh media dan
mengalami proses pengendapan.
Angka penyisihan deterjen terbesar terjadi di bak biofilter aerob selain
disebabkan karena proses pendegradasian oleh mikroorganisme aerob,
pengurangan kandungan deterjen dalam air limbah di bak biofilter aerob sebagian
kecil dapat juga melalui proses flotasi (sebagai efek langsung dari gelembung-
gelembung udara yang ditiup blower).
Untuk ammonia mengalami angka penyisihan sebesar 78,97%. Ammonia juga
mengalami penyisihan terbesar di bak biofilter aerob. Hal ini menunjukkan bahwa di
dalam bak biofilter aerob terjadi proses nitrifikasi. Proses nitrifikasi yang terjadi ini
adalah suatu proses pengubahan dari NH4+ menjadi NO2
- yang kemudian menjadi
NO3- yang dilakukan oleh bakteri autrotropik dan heterotropik. Pengubahan NH4
+
menjadi NO2- dilakukan oleh bakteri nitrosomonas dan selanjutnya NO2
- yang
terbentuk diubah menjadi NO3- oleh bakteri nitrobacter.
Kedua jenis bakteri di atas hidup dalam keadaan aerob sehingga memerlukan
konsentrasi oksigen yang cukup untuk sumber energi dalam menunjang proses
metabolisme, dan juga proses nitrifikasi merupakan suatu proses aerob sehingga
keberadaan oksigen sangat penting dalam proses ini. Selain karena proses
nitrifikasi, penyisihan ammonia dapat juga terjadi karena proses sintesa sel pada
mikroorganisme.
Di dalam bak biofilter tercelup aerob, suplai oksigen berasal dari blower.
Keberadaan blower dalam bak ini sangat membantu dalam hal penurunan
kandungan senyawa pencemar dalam air limbah, adanya blower berfungsi sebagai
penyuplai oksigen sehingga mikroorganisme aerob dapat tumbuh dan berkembang
biak, di samping itu sebagai penghilang bau yang berasal dari proses anaerob di bak
pengurai anaerob dan meningkatkan DO pada efluen akhir.
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit
520
Contoh air yang diambil pada penelitian untuk menghitung efisiensi bak
biofilter tercelup aerob sama dengan efluen akhir dari instalasi pengolahan. Bila
dibandingkan dengan baku mutu (Kep-58/MENLH/12/1995 tentang Baku Mutu
Limbah Cair) dapat dilihat konsentrasi zat pencemar pada efluen akhir berada jauh di
bawah ambang batas yang diijinkan, sehingga aman bagi lingkungan.
Kecenderungan efisiensi dilampirkan dalam Gambar 4.6 .
Efisiensi Bak Biofilter Aerob
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
COD BOD5 TSS Amonia Deterjen
(MBAS)Parameter
Efisiensi (%)
Gambar 4.6. Grafik Efisiensi Pengolahan Bak Biofilter Tercelup Aerob
Efisiensi pengolahan bak biofilter tercelup aerob dapat juga ditinjau dalam bentuk
perhitungan massa zat pencemar rata-rata yang tersisihkan perhari selama waktu
pengambilan sampel. Massa yang tersisihkan tersebut dapat dihitung dengan
persamaan berikut:
(Si – Se) g/m3 x Q air buangan m3/hari,
dimana Q = 9,165 m3/hari
Ir. Nusa Idaman Said, M.Eng.
521
Tabel 4.7. Jumlah Massa Rata-Rata Yang Tersisihkan di Dalam Bak Biofilter
Tercelup Aerob
Parameter Konsentrasi (gr/m3) Massa Tersisihkan Rata-Rata
Influen Efluen (gr/hari)
COD 42.67 22.33 186.42
BOD5 16 8.33 70.30
TSS 11.33 10 12.19
Ammonia 1.77 0.37 12.83
Deterjen 3.40 0.62 25.48
4.5. Pengaruh Fluktuasi Debit Terhadap Penyisihan COD, BOD5,
TSS, Ammonia, dan Deterjen Pada Unit Pengolahan
Untuk mengetahui pengaruh fluktuasi debit terhadap total efisiensi
pengolahan limbah rumah sakit dilakukan pengukuran kuantitas dan kualitas air
limbah. Pengambilan data dilakukan setiap dua jam selama tiga kali pengukuran.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin kecil debit yang diikuti oleh besarnya
kualitas air limbah akan menghasilkan efisiensi pengolahan yang tinggi.
Debit yang kecil membuat waktu kontak yang terjadi antara air limbah dengan
mikroorganisme pada lapisan biofilm semakin lama, sehingga kesempatan
mikroorganisme mendegradasi senyawa-senyawa yang terkandung dalam air limbah
semakin besar.
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit
522
4.5.1. Hubungan Antara Fluktuasi Debit Dengan Penyisihan COD
Pada Unit Pengolahan
Nilai COD menunjukkan kadar bahan organik yang terdapat di dalam air
limbah. Semakin tinggi nilai COD semakin tinggi kadar bahan organik yang terdapat
di dalamnya. Besarnya penyisihan COD yang dihasilkan pada unit pengolahan ini
adalah antara 87 % - 98,6 %, kecenderungan hubungan antara fluktuasi debit
dengan penyisihan COD yang terjadi dapat dilihat pada Gambar 4.7 dan Gambar
4.8 berikut ini.
Penghilangan COD
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
4500
05.00-
06.00
07.00-
08.00
09.00-
10.00
11.00-
12.00
13.00-
14.00
15.00-
16.00
17.00-
18.00
19.00-
20.00
Waktu
Konsentrasi COD (mg/l)
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
Debit Limbah (m3/hari)
Konsentrasi COD (mg/l) Influen
Konsentrasi COD (mg/l) Efluen
Debit m3/hari
Gambar 4.7. Hubungan Antara Fluktuasi Debit Dan Penurunan Konsentrasi COD
Di Dalam Efluen
Ir. Nusa Idaman Said, M.Eng.
523
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
05.00-06.00
07.00-08.00
09.00-10.00
11.00-12.00
13.00-14.00
15.00-16.00
17.00-18.00
19.00-20.00
Waktu
Debit (m3/hari)
80
82
84
86
88
90
92
94
96
98
100
Efisiensi (%)
Debit (m3/hari) Efisiensi
Gambar 4.8. Hubungan Antara Fluktuasi Debit Dengan Penyisihan COD
Dari Gambar 4.7 dan 4.8 tersebut terlihat bahwa penyisihan COD tertinggi
terjadi pada pukul 05.00-06.00, berbanding terbalik dengan debit yang terjadi.
Tingkat efisiensi paling tinggi terjadi saat debit minimum, sehingga proses degradasi
senyawa organik oleh mikroorganisme berlangsung dalam waktu yang cukup lama.
Salah satu keuntungan reaktor biofilter tercelup adalah bahwa reaktor ini cukup
tahan terhadap fluktuasi debit dan konsentrasi. Beban organik mengalami
peningkatan sesuai dengan kegiatan pemakaian air yang terjadi, yaitu pada pada
saat air banyak dipakai untuk kegiatan memasak dan mencuci piring.
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit
524
4.5.2. Hubungan Antara Fluktuasi Debit Dengan Penyisihan BOD5
Pada Unit Pengolahan
Besarnya penyisihan BOD5 yang dihasilkan pada unit pengolahan ini adalah
antara 93,4 %- 99,3 %, tingginya angka penyisihan BOD5 ini menunjukkan bahwa
sebagian besar senyawa organik yang terkandung dalam air limbah ini dapat
didegradasi oleh mikroorganisme. Kecenderungan hubungan antara fluktuasi debit
dengan penyisihan BOD5 yang terjadi dapat dilihat pada Gambar 4.9 dan Gambar
4.10 berikut ini.
Penghilangan BOD
0
500
1000
1500
2000
2500
05.00-
06.00
07.00-
08.00
09.00-
10.00
11.00-
12.00
13.00-
14.00
15.00-
16.00
17.00-
18.00
19.00-
20.00
Waktu
Konsentrasi BOD (mg/l)
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
Debit Limbah (m3/hari)
Konsentrasi BOD5 (mg/l) Influen
Konsentrasi BOD5 (mg/l) Efluen
Debit m3/hari
Gambar 4.9. Hubungan Antara Fluktuasi Debit Dan Penurunan Konsentrasi BOD Di
Dalam Efluen
Ir. Nusa Idaman Said, M.Eng.
525
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
05.00-06.00
07.00-08.00
09.00-10.00
11.00-12.00
13.00-14.00
15.00-16.00
17.00-18.00
19.00-20.00
Waktu
Debit (m3/hari)
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
Efisiensi (%)
Debit (m3/hari) Efisiensi (%)
Gambar 4.10. Hubungan Antara Fluktuasi Debit dan Penyisihan BOD5
Penyisihan BOD5 terkecil terjadi pada pukul 09.00-10.00, dimana pada saat itu aliran
air paling besar, sehingga waktu tinggal air limbah di dalam unit pengolahan paling
pendek.
4.5.3. Hubungan Antara Fluktuasi Debit Dengan Penyisihan TSS
Pada Unit Pengolahan
Besarnya penyisihan TSS yang dihasilkan pada unit pengolahan ini adalah
antara 80 %-97,8 %, kecenderungan hubungan antara fluktuasi debit dengan
penyisihan TSS yang terjadi dapat dilihat pada Gambar 4.11 dan Gambar 4.12
berikut ini.
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit
526
Penghilangan TSS
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
05.00-
06.00
07.00-
08.00
09.00-
10.00
11.00-
12.00
13.00-
14.00
15.00-
16.00
17.00-
18.00
19.00-
20.00
Waktu
Konsentrasi TSS (mg/l)
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
Debit Limbah (m3/hari)
Konsentrasi TSS (mg/l) Influen
Konsentrasi TSS (mg/l) Efluen
Debit (m3/hari)
Gambar 4.11. Hubungan Antara Fluktuasi Debit Dan Penurunan Konsentrasi TSS Di
Dalam Efluen
0
10
20
30
40
50
05.00-06.00
07.00-08.00
09.00-10.00
11.00-12.00
13.00-14.00
15.00-16.00
17.00-18.00
Waktu
Debit (m3/hari)
60
70
80
90
100
Efisiensi (%)
Debit (m3/hari) Ef isiensi (%)
Gambar 4.12. Hubungan Antara Fluktuasi Debit dan Penyisihan TSS
Ir. Nusa Idaman Said, M.Eng.
527
Penyisihan TSS terkecil terjadi pada pukul 09.00-10.00, dimana pada saat itu aliran
air paling besar, sehingga waktu tinggal air limbah di dalam unit pengolahan paling
pendek.
4.5.4. Hubungan Antara Fluktuasi Debit Dengan Penyisihan
Amonia Pada Unit Pengolahan
Besarnya penyisihan Amonia yang dihasilkan pada unit pengolahan ini
adalah antara 93,75 %-98,2 %, kecenderungan hubungan antara fluktuasi debit
dengan penyisihan Ammonia yang terjadi dapat dilihat pada Gambar 4.13 dan
Gambar 4.14 berikut ini.
Penghilangan Amonia
0
2
4
6
8
10
12
05.00-
06.00
07.00-
08.00
09.00-
10.00
11.00-
12.00
13.00-
14.00
15.00-
16.00
17.00-
18.00
19.00-
20.00
Waktu
Konsentrasi Amonia (mg/l)
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
Debit Limbah (m3/hari)
Konsentrasi NH3 (mg/l) Influen
Konsentrasi NH3 (mg/l) Efluen
Debit (m3/hari)
Gambar 4.13. Hubungan Antara Fluktuasi Debit dan Penurunan Konsentrasi Amonia
di Dalam Efluen
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit
528
0
10
20
30
40
50
05.00-06.00
07.00-08.00
09.00-10.00
11.00-12.00
13.00-14.00
15.00-16.00
17.00-18.00
19.00-20.00
Waktu
Debit (m3/hari)
90
92
94
96
98
100
Efisiensi (%)
Debit (m3/hari) Ef isiensi (%)
Gambar 4.14. Hubungan Fluktuasi Debit dan Penyisihan Amonia
Penyisihan amonia terkecil terjadi pada pukul 09.00-10.00, dimana pada saat itu
aliran air paling besar, sehingga waktu tinggal air limbah di dalam unit pengolahan
paling pendek. Proses penyisihan senyawa ammonia pada air buangan ini dapat
terjadi secara mikrobiologis melalui proses nitrifikasi hingga menjadi nitrit dan nitrat
dengan penambahan oksigen melalui proses aerasi dan dapat juga terjadi karena
ammonia digunakan untuk sintesa sel mikroorganisme.
Ir. Nusa Idaman Said, M.Eng.
529
4.5.5. Hubungan Antara Fluktuasi Debit Dengan Penyisihan
Deterjen Pada Unit Pengolahan
Hasil penelitian yang didapat memperlihatkan bahwa deterjen yang masuk ke
setiap tingkat pengolahan akan mengalami proses penguraian. Hal ini membuktikan
bahwa deterjen walaupun termasuk ke dalam golongan bahan organik yang sulit
terurai (refractory organic) ternyata dapat terurai. Proses penguraian deterjen dapat
terjadi secara mikrobiologis, terflotasi, dan terendapkan.
Deterjen bila ditinjau dari susunan molekul pembentuknya terbagi menjadi
susunan molekul rantai cabang dan rantai lurus. Deterjen dengan susunan molekul
rantai lurus lebih mudah untuk diuraikan oleh mikroorganisme dibandingkan dengan
rantai yang bercabang. Pada penelitian ini, susunan molekul pembentuk deterjen
tidak dapat diketahui secara pasti karena harus dilakukan penelitian tersendiri.
Penyisihan deterjen menggunakan trickling filter adalah sebesar 92,4 %,
activated sludge sebesar 94,7 % dan oxydation ponds sebesar 91,3 % (Salim,1981).
Sedangkan penyisihan deterjen yang dihasilkan pada penelitian di unit pengolahan
ini adalah antara 95,8%-99,7%, kecenderungan hubungan antara fluktuasi debit
dengan penyisihan deterjen yang terjadi dapat dilihat pada Gambar 4.15 dan
Gambar 4.16.
Dari Gambar 4.15 dan 4.16 terlihat bahwa angka penyisihan deterjen
berbanding terbalik dengan debit yang terjadi, hal ini dikarenakan pada saat debit
rendah waktu tinggal air buangan di dalam reaktor mencapai waktu yang lama,
sehingga kesempatan mikroorganisme untuk menguraikan deterjen menjadi lebih
besar.
Kecuali untuk penyisihan deterjen yang terjadi pada saat jam puncak pukul
09.00-10.00, terlihat bahwa angka penyisihan mengalami peningkatan seiring
dengan debit yang terjadi. Hal ini dapat disebabkan karena pada saat itu kegiatan di
rumah sakit tersebut banyak menggunakan deterjen (mencuci pakaian dan sprei
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit
530
pasien) sehingga konsentrasi deterjen pun meningkat. Dan peningkatan konsentrasi
dan debit tersebut tidak banyak mempengaruhi angka penyisihan yang terjadi karena
tingginya kemampuan mikroorganisme dalam reaktor biofilter tersebut untuk
mendegradasi deterjen.
Proses penguraian deterjen tersebut dipengaruhi oleh mikroorganisme yang
memegang peranan penting. Mikroorganisme pengurai deterjen dapat
dikelompokkan atas 12 genus bakteri diantaranya adalah Acetobacter, Arthrobacter,
Bacillus, Chromobacterium, Corynebacterium, Eschericia, Flavobacterium,
Mycobacterium, Pseudomonas, Serratia, Streptococcus, dan Vibrio.
Penghilangan Deterjen (MBAS)
0
5
10
15
20
25
05.00-
06.00
07.00-
08.00
09.00-
10.00
11.00-
12.00
13.00-
14.00
15.00-
16.00
17.00-
18.00
19.00-
20.00
Waktu
Konsentrasi MBAS (mg/l)
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
Debit Limbah (m3/hari)
Konsentrasi Deterjen (mg/l) Influen
Konsentrasi Deterjen (mg/l) Efluen
Debit (m3/hari)
Gambar 4.15. Hubungan Antara Fluktuasi Debit dan Penurunan Konsentrasi
Deterjen di dalam Efluen
Ir. Nusa Idaman Said, M.Eng.
531
0
10
20
30
40
50
05.00-06.00
07.00-08.00
09.00-10.00
11.00-12.00
13.00-14.00
15.00-16.00
17.00-18.00
19.00-20.00
Waktu
Debit (m3/hari)
95
96
97
98
99
100
Penyisihan (%)
Debit (m3/hari) Ef isiensi (%)
Gambar 4.16. Hubungan Fluktuasi Debit dan Penyisihan Detergen.
4.6. Kondisi Lingkungan Selama Penelitian
Selama penelitian dilakukan pengamatan terhadap kondisi lingkungan yang
dapat mempengaruhi proses penguraian zat pencemar pada bioreaktor.
Pengamatan terhadap kondisi lingkungan pada bioreaktor meliputi pH dan
temperatur. Data pH pada influen dan efluen instalasi pengolahan air limbah Rumah
Sakit Makna selama penelitian berada dalam rentang 7 + 2 .
Pada rentang ini mikroorganisme jenis bakteri sangat dominan dari
mikroorganisme lain terhadap proses penguraian zat pencemar dalam bioreaktor. pH
lingkungan media sangat mempengaruhi proses pengolahan limbah secara biologis,
kisarannya antara 6,5- 8,5. pH yang terlalu tinggi (> 8,5) akan menghambat aktivitas
mikroorganisme, sedangkan pH di bawah 6,5 akan mengakibatkan pertumbuhan
jamur dan terjadi persaingan dengan bakteri dalam metabolisme materi organik.
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit
532
Temperatur pada influen dan efluen instalasi pengolahan air limbah Rumah
Sakit Makna selama penelitian berada pada rentang 26 – 27,3°C. hal ini
menunjukkan mikroorganisme mesofilik mendominasi proses penguraian zat
pencemar dalam bioreaktor. Suhu yang ideal antara 25-30° C, temperatur yang tinggi
akan merusak proses dengan mencegah aktivitas enzim dalam sel. Peningkatan
temperatur dapat menyebabkan penurunan efisiensi pengolahan.
4.7. Identifikasi Mikroorganisme
Dalam pengolahan biologis, mikroorganisme merupakan faktor yang penting
dalam berlangsungnya proses biologis. Identifikasi mikroorganisme pada bioreaktor
lekat bermedia sarang tawon ini dimaksudkan untuk mengetahui jenis
mikroorganisme yang berperan dalam penurunan bahan organik . Berikut adalah
tabel hasil identifikasi mikroorganisme dalam bioreaktor lekat.
Tabel 4.8. Jenis Mikroorganisme pada Bioreaktor Lekat MediaSarang Tawon.
No Jenis Mikroorganisme
1 Eschericia coli
2 Basilus subtilus
3 Staphylococcus aureus
3 Vibrio comma
4 Pseudomonas aeruginosa
Sumber : Lab. Mikrobiologi FK Universitas Trisakti
Dari hasil identifikasi mikroorganisme tersebut, pada pertumbuhan melekat
bakteri yang paling umum terdapat pada media antara lain adalah Pseudomonas dan
Eschericia coli. Bakteri pengurai deterjen yang dapat teridentifikasi dalam
bioreaktor lekat diam antara lain Basilus subtilus, Vibrio comma, Pseudomonas
aeruginosa, dan Escherichia coli.
Ir. Nusa Idaman Said, M.Eng.
533
BAB 5
BIAYA OPERASIONAL IPAL
iaya operasional unit pengolah limbah rumah sakit dihitung berdasarkan
kebutuhan biaya listrik dan biaya rutin perawatan fasilitas IPAL. Rincian
biaya litrik dan biaya rutin perawatan per bulan dapat dilihat pada Tabel 5.1.
Dari tabel tersebut dapat diperkirakan biaya operasional IPAL Rumah Sakit kapasitas
20 m3 per hari adalah Rp. 589.000,- per bulan atau Rp.980,- per m3 air limbah.
Tabel 5.1. Perkiraan Biaya Operasional IPAL per Hari
No Pengeluaran Jumlah KWH/bln
Harga Satuan (Rp)
Total
1 Kebutuhan Listrik
Pompa Limbah 250 watt
Pompa sirkulasi 75 watt
Blower Udara 200 watt
Total 525 watt
378 500 189.000
2 Perawatan Rutin - 400.000,-/bln 400.000
TOTAL 589.000
Jumlah Air Limbah = 600 m3 per bulan
BIAYA PENGOLAHAN AIR LIMBAH = Rp.980,- per M3 Air Limbah.
B
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit
534
DAFTAR PUSTAKA
1. -----, “ Gesuidou Shissetsu Sekkei Shisin to Kaisetsu “, Nihon Gesuidou Kyoukai,
1984.
2. -----, “Pekerjaan Penentuan Standard Kualitas Air Limbah Yang Boleh Masuk Ke
Dalam Sistem Sewerage PD PAL JAYA”, Dwikarasa Envacotama-PD PAL JAYA,
1995.
3. Gouda T., “ Suisitsu Kougaku – Ouyouben”, Maruzen kabushiki Kaisha, Tokyo,
1979.
4. Said, N.I., “Sistem Pengolahan Air Limbah Rumah Tangga Skala Individual
Tangki Septik Filter Up Flow”, Majalah Analisis Sistem Nomor 3, Tahun II, 1995.
5. Sueishi T., Sumitomo H., Yamada K., dan Wada Y., “ Eisei Kougaku “ (Sanitary
Engineering), Kajima Shuppan Kai, Tokyo, 1987.
6. Viessman W, Jr., Hamer M.J., “ Water Supply And Polution Control “, Harper &
Row, New York, 1985.
7. Wignjohusodo, S., “Pengelolaan Limbah Secara Terpadu dan Terpusat”,
Presentasi Pengelolaan Limbah Rumah Sakit, Jakarta 11 Juli 1996.