pbl blok 28 gangguan pneumokoniosis akibat debu pada tambang

26
Pneumokoniosis Akibat Pajanan Debu pada Pekerja Tambang Chatarina Cindy De Patta 102012418 D6 Email: [email protected] Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510 2015 Pendahuluan Faktor penyebab Penyakit Akibat Kerja sangat banyak, tergantung pada bahan yang digunakan dalam proses kerja, lingkungan kerja ataupun cara kerja. Pada umumnya faktor penyebab dapat dikelompokkan dalam 5 golongan antara lain: golongan fisik (suara (bising), radiasi, suhu (panas/dingin), tekanan yang sangat tinggi, vibrasi, penerangan lampu yang kurang baik), golongan kimiawi (bahan kimiawi yang digunakan dalam proses kerja, maupun yang terdapat dalam lingkungan kerja, dapat berbentuk debu, uap, gas, larutan, awan atau kabut), golongan biologis (bakteri, virus atau jamur), golongan fisiologis (biasanya disebabkan oleh penataan tempat kerja dan cara kerja), golongan psikososial (lingkungan kerja yang mengakibatkan stres). 1

Upload: chatarina-ancilla-cindy

Post on 02-Feb-2016

87 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

pnenemokoniosis pada pekerja tambang batu bara

TRANSCRIPT

Page 1: Pbl Blok 28 Gangguan Pneumokoniosis Akibat Debu Pada Tambang

Pneumokoniosis Akibat Pajanan Debu pada Pekerja Tambang

Chatarina Cindy De Patta

102012418

D6

Email: [email protected]

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510

2015

Pendahuluan

Faktor penyebab Penyakit Akibat Kerja sangat banyak, tergantung pada bahan yang

digunakan dalam proses kerja, lingkungan kerja ataupun cara kerja. Pada umumnya faktor

penyebab dapat dikelompokkan dalam 5 golongan antara lain: golongan fisik (suara (bising),

radiasi, suhu (panas/dingin), tekanan yang sangat tinggi, vibrasi, penerangan lampu yang kurang

baik), golongan kimiawi (bahan kimiawi yang digunakan dalam proses kerja, maupun yang

terdapat dalam lingkungan kerja, dapat berbentuk debu, uap, gas, larutan, awan atau kabut),

golongan biologis (bakteri, virus atau jamur), golongan fisiologis (biasanya disebabkan oleh

penataan tempat kerja dan cara kerja), golongan psikososial (lingkungan kerja yang

mengakibatkan stres).1

Anamnesis

Anamnesis adalah wawancara seksama yang dilakukan pasien yang berguna untuk

menunjang diagnosis penyakit seorang pasien. Seringkali, diagnosis yang baik sudah dapat

menentukan penyakit seseorang. Anamnesis merupakan gabungan dari keahlian mewawancarai

dan pengetahuan yang mendalam tentang gejala dan tanda suatu penyakit sehingga dapat

melakukan pemeriksaan fisik dan penunjang yang sesuai untuk penyakit tersebut.

Dalam penegakan diagnosis penyakit paru lingkungan atau penyakit paru kerja, maka anamnesis

tentang riwayat pekerjaan atau lingkungan merupakan suatu alat yang amat berguna dalam

Page 2: Pbl Blok 28 Gangguan Pneumokoniosis Akibat Debu Pada Tambang

menentukan apakah suatu problem respirasi ada hubungannya dengan suatu paparan debu

tertentu. Pertanyaan pada anamnesis harus sistematis, lengkap (dctil), kronologis.2

Identitas pasien: Tn. A, 32 tahun

Keluhan utama: lemas dan sering merasa demam sejak 5 hari yang lalu

Riwayat penyakit sekarang:

- batuk, berdahak, kadang ada darah, malam berkeringat, demam,berat badan turun

dalam sethun

- tidak adanya riwayat mcrokok

- Problem pernapasan sebelumnya, obat-obatan yang dikonsumsi: pernah terapi anti

tuberculosis 3 bulan tanpa perbaikan

- Bagi pekerja apakah ada hari-hari tidak dapat masuk kerja dan apa alasannya.

- Kapan kcluhan-keluhan di atas mulai dan apakah ada hubungan dengan

pekerjaan.

Riwayat penyakit dahulu

- Apakah sebelumnya menderita : asma, atopi, penyakit kardiorespirasi.

- Paparan bahan-bahan yang pernah diterimanya : kebisingan, getaran, radiasi, zat-

zat kimiawi, asbes dan sebagainya.

Riwayat pekerjaan

- Daftar pekerjaan yang pernah dialami sejak awal (kronologis).

- Aktivitas kerja dan material yang digunakan tiap posisi (bagian tugas).

- Lama dan intensitas paparan bahan pada tiap posisi kerja.

- Alat proteksi kerja yang digunakan (respirator, sarung tangan, baju pelindung

kerja dan sebagainya).

- Kecukupan ventilasi ruang kerja.

- Selain seorang pekerja apakah pekerja-pekerja lain juga terkena paparan dan

berefek pada kesehatannya.

- Tugas tambahan lain yang dialami.

- Paparan lain (yang dialami) di luar tempat kerja

- Penyakit-penyakit yang pemah diderita (kronologis) yang ada hubungannya

dengan paparan bahan di tempat kerja atau lingkungan.

Page 3: Pbl Blok 28 Gangguan Pneumokoniosis Akibat Debu Pada Tambang

Pemeriksaan

I. Fisik

Sebagian besar kasus tidak menunjukkan adanya tanda gangguan fisik. Hal tersebut

tidak berarti bahwa langkah pemeriksaan fisik dapat dihilangkan atau hanya sepintas.

Observasi menyeluruh terhadap pasien akan mengungkapkan pasien yang napasnya

memburu pada waktu istirahat atau setelah melakukan tes fungsi paru. Mungkin ditemukan

jari tabuh pada kasus asbestosis, berilosis atau kanker paru. Pada auskultasi paru dapat

ditemukan krepitasi halus pada basal paru pasien dengan asbestosis atau silikosis. Mungkin

terdapat mengi atau ronkhi pada pasien dengan asma yang berhubungan dengan pekerjaan.

Manifestasi extrapulmo penyakit berilium kronis, kanker paru atau mesotelioma ganas harus

dicari jika dianggap peru. Hal ini juga penting dalam menentukan diagnosis banding atau

mencari kemuginan terjadinya komplikasi, misalnya gagal jantung ataustenosis katup mitral

yang mungkin tidak berhubungan dengan kerja.2

II. Pemeriksaan Penunjang1-3

Pemeriksaan Rontgen paru

Kalsifikasi KGB hilus, yaitu perkapuran “berbentuk cangkang telur” dapat ditemukan

pada beberapa kasus silikosis.

Pekerja terpajan asbes dapat menunjukkan adanya penebalan pleura atau kalsifikasi

atau efusi misalnya penumpulan sudut kostofrenikus.

Dapat juga gambaran “shaggy heart” (jantung yang berbulu kasar)

Komplikasi Tuberculosis, fibrosis masif yang progresif, dan pneumotoraks dapat

berhubungan dengan beberapakasus silikosis. Pemeriksaan rontgen paruselalu

bermanfaat pada pekerja dengan gejala pernapasan kronis, misalnya batuk, sesak

napas untuk menyaring kasus tuberkulosis, infeksi lain, atau keganasan. Diagnosis

silikosis atau asbestosis tidak boleh didasarkan pada satu foto saja; biasanya harus

berdasarkan paling sedikit dua foto dengan jarak beberapa bulan diantaranya.

Page 4: Pbl Blok 28 Gangguan Pneumokoniosis Akibat Debu Pada Tambang

Pemeriksaan rontgen paru yang menunjukkan adanya bayangan nodular luas di kedua

lapang paru terutama daerah tengah dan atas; disingkirkannya kemungkinan

penyebab lain bayangan pada pemeriksaan rontgen paru; dan riwayat pajanan

terhadap debu yang mengandung silikon. Pemeriksaan rontgen paru juga dapat

menunjukkan adanya kalsifikasi kelenjar limfe hilus yang tampak seperti “kalsifikasi

kulit telur”. Biopsi menunjukkan nodul silikon dengan gambaran serat kolagen dalam

susunan kosentris yang beberapa di antaranya mungkin terbungkus hialin. Kristal

Birefringent dapat terlihat dalam nodul tersebut.

Pada simple CWP dan kelainan radiologis berupa perselubungan halus bentuk

lingkar, perselubungan tersebut dapat ditemukan di mana saja pada lapangan paru,

tetapi yang paling  sering di lobus atas.

Computed Tomography (CT) Scanning.

Penggunaan tes diagnostic ini sekarang meningkat utamanya untuk deteksi asbestosis.

Hal ini karena hasil deteksi adanya asbestosis dengan foto toraks konvensional kurang

sensitif, kesalahan sekitar 10-15%. Lebih tepat lagi hasilnya apabila menggunakan High-

resolution computed tomographic (HRCT) Scanning, dapat lebih baik dalam mengevaluasi

kelainan pada pleura maupun parenkim paru.

Tes Fungsi Paru

Tes fungsi paru saat istirahat (spirometri, volume paru, kapasitas difusi) merupakan tes

diagnostik yang penting untuk menentukan status fungsi paru pasien dengan penyakit paru kerja,

terlebih pada proses interstitial. Meskipun hasil tes fungsi paru tidak spesifik untuk beberapa

penyakit paru akibat kerja, tetapi pemeriksaan ini amat penting untuk evaluasi sesak napas,

membedakan adanya kelainan paru tipe restriktif atau obstruktif dan mengetahui tingkat

gangguan fungsi paru. Selain itu tes fungsi paru dapat dipakai untuk diagnosis adanya kelainan

obstruksi saluran napas (adanya hiperreaktif bronkus dengan tes bronkodilator atau tes provokasi

memakai paparan bahan-bahan yang diambil dari tempat kerja atau lingkungannya). Tes

provokasi untuk menentukan diagnosis asma kerja menggunakan paparan bahan yang dicurigai

sebagai pemicu serangan merupakan baku emas diagnosis asma kerja. Uji latih jantung paru

dapat dilakukan untuk menilai gangguan fungsi dan progresivitas penyakit pada pasien dengan

penyakit paru akibat kerja tertentu. Selain itu juga dapat digunakan untuk menentukan penyebab

Page 5: Pbl Blok 28 Gangguan Pneumokoniosis Akibat Debu Pada Tambang

sesak napas, untuk membedakan apakah penyebabnya dari paru, jantung maupun penyebab

lainnya.

Pemeriksaan sputum4

- Pewarnaan gram dan pemeriksaan basil tahan asam (BTA) adalah suatu tindakan rutin.

- Kultur mikobakteri dan jamur. Pemeriksaan ini dilakukuan pada pasien yang didapatkan

adanya kelainan foto toraks berupa infiltrate di apeks atau kavitas atau pada pasien

imunokompromis.

- Pemeriksaan sitologi dilakukan pada pasien batuk yang dicurigai juga menderita kanker

paru.

- Pemeriksaan silver pada dahak untuk mencari Pneumocystis carinii pada pasien

imunokompromis.

Tes Tuberkulin 4

Pembacaan hasil tuberkulin dilakukan setelah 48 – 72 jam; dengan hasil positif bila terdapat indurasi diameter lebih dari 10 mm, meragukan bila 5-9 mm. Uji tuberkulin bisa diulang setelah 1-2 minggu.

Diagnosis

Pnemokoniosis

Pneumoconiosis adalah segolongan penyakit yang ditimbulkan oleh karena penimbunan debu

dalam paru-paru. Tergantung nama dari debu atau etiologinya masing-masing, maka nama dari

penyakitpun berlainan.

Jenis-jenisnya:

1. Silikosis

Silikosis adalah suatu penyakit saluran pernafasan akibat menghirup debu silika, yang

menyebabkan peradangan dan pembentukan jaringan parut pada paru.

Penderita silikosis noduler simpel tidak memiliki masalah pernafasan, tetapi mereka bisa

menderita batuk berdahak karena saluran pernafasannya mengalami iritasi (bronkitis).

Page 6: Pbl Blok 28 Gangguan Pneumokoniosis Akibat Debu Pada Tambang

Silikosis konglomerata bisa menyebabkan batuk berdahak dan sesak nafas. Mula-mula

sesak nafas hanya terjadi pada saat melakukan aktivitas, tapi akhirnya sesak timbul

bahkan pada saat beristirahat.

Keluhan pernafasan bisa memburuk dalam waktu 2-5 tahun setelah penderita berhenti

bekerja. Kerusakan di paru-paru bisa mengenai jantung dan menyebabkan gagal jantung

yang bisa berakibat fatal. Jika terpapar oleh organisme penyebab tuberkulosis

(Mycobacterium Tuberculosis, penderita silikosis mempunyai resiko 3 kali lebih besar

untuk menderita tuberkulosis. 5,6

Pada berbagai jenis pekerjaan yang berhubungan dengan silika penyakit ini dapat terjadi,

pada:

Pekerja tambang logam dan batubara

Penggali terowongan untuk membuat jalan

Pemotongan batu seperti untuk patung, nisan

Pembuat keramik dan batubara

Penuangan besi dan baja

Industri yang memakai silika sebagai bahan misalnya pabrik amplas dan gelas.

Pembuat gigi enamel

Pabrik semen

2. Asbestosis

Asbestosis adalah fibrosis interstitialis kronis yang menyebar pada parenkim paru akibat

menghirup serat asbes. Contoh penyakit paru lainnya yang berhubungan dengan asbes

adalah plak dan kalsifikasi pleura, kanker paru, dan tumor ganas mesotelioma. Penyakit

inimungkon berhubungan dengan asbes, mungkin juga tidak.

Pekerjaan beresiko

Derajat pajanan terhadap asbes yang tinggi dapat timbul pada pembuatan produk

berbahan semen asbes, pertambangan, dan pemrosesan serat asbes, pembongkaran

gedung dan renovasi bangunan dengan membuang bahan yang terbuat dari asbes,

pekerjaan isolasi sepertipelapisan katel uap, penggantian isolasi tungku

pembakaran, dsb. Pekerja lain yang terpaja termasuk pekerja perbaikan dan

Page 7: Pbl Blok 28 Gangguan Pneumokoniosis Akibat Debu Pada Tambang

pemeliharaan d galangan kapal, kilang minyak, stasiun tenaga listrik, dan pekerja

bangunan.

Tatalaksana

Asbestosis seperti halnya silikosis, dapat berkembang walaupun sudah

disingkirkan dari pajanan. Pengobatan bersifat simtomatis. Tindakan pencegahan

dimulai dari tindakan substitusi asbes menggunakan bahan lain, penutupan lokasi

pengolahan, pemasangan ventilasilokal, dan proteksi respirasi. Pasien

yangterpajan disarankan untuk berhenti merokok untuk memperkecil efek

gabungan terhadap paru dan risiko kanker paru. 6,7

3. CWP (Coal Worker’s Pneumoconiosis) Pneumokoniosis Batubara

Inhalasi debu batubara menumpuk di paru reaksi jaringan

Pneumonitis pekerja batubara, disebut juga Coal worker pneumokoniosis (CWP) dikenal

sebagai penyakit penambang batu bara, penyakit paru hitam, antrakosis, dan asma

penambang, merupakan penyakit pulmoner nodular progresif yang bisa berbentuk

sederhana (ditandai dengan opasitas paru kecil) atau disertai komplikasi (fibrosis raksasa

progresif yang ditandai gumpalan jaringan fibrosa dalam paru).

Seseorang berisiko menderita  CWP tergantung pada:

Durasi pajanan pasien terhadap debu batu bara (biasanya selama 15 tahun atau

lebih)

Intensitas pajanan (banyaknya debu, ukuran partikel)

Kedekatannya pada tempat penambangan

Konten silika batu bara

Kerentanan pekerja

Jenis-jenisnya:

Simple Coal Workers Pneumoconiosis (Simple CWP)

Gambaran klinis kelainan ini terjadi karena inhalasi debu batubara saja.

Secara klinis hampir tidak ada gejala, Simple CWP tidak akan memburuk

apabila tidak ada paparan lebih lanjut. Hal yang paling penting pada simple

CWP adalah penyakit ini dapat berkembang menjadi complicated CWP.

Complicated Coal Workers Pneumoconiosis atau Fibrosis Masif Progresif

(FMP)

Page 8: Pbl Blok 28 Gangguan Pneumokoniosis Akibat Debu Pada Tambang

Complicated CWP ditandai oleh timbulnya fibrosis yang luas dan hampir

selalu terdapat di lobus atas. Fibrosis masif progresif didefinisikan sebagai lesi

dengan diameter melebihi 3 cm, terjadi oleh karena satu atau lebih faktor

berikut, yaitu:

1) Terdapat silika dalam debu batubara.

2) Konsentrasi debu batubara yang sangat tinggi.

3) Infeksi mikobakteria tipikal atau atipik.

4) Faktor imunologi penderita yang buruk.

Setiap bayangan dengan diameter lebih besar dari 1 cm terlihat pada foto

toraks  pekerja tambang batubara dengan simple CWP dianggap sebagai

fibrosis masif progresif, kecuali bila terbukti ada penyakit lain seperti

tuberkulosis. Gambaran Klinis Pada stadium awal penyakit, gejala dan

tanda kalaupun ada,hanya sedikit. Batuk dan sputum menjadi lebih sering,

sputum berwarna hitam (melanoptisis). Bila penyakit berlanjut terjadi

kolaps lobus, biasanya lobus atas. dan sering terjadi deviasi trakea.

Selanjutnya timbul gejala sesak pada waktu melakukan aktivitas, dan

berkembang menjadi gagal napas akibat obstruksi dan restriksi paru,

korpulmonale, hipertensi pulmonal dan gagal ventrikel kanan.

Manifestasi Klinik

Silikosis Asbestosis CWP

Silikosis simpel :

asimptomatik, kelainan pada

basal paru.

Silikosis kompleks :

Kelanjutan dari silikosis

simpel yang terjadi bila

penyakit mengalami

progresivitas atau menderita

infeksi tuberkulosis atau jamur

paru; dapat berlanjut menjadi

Gejala awal berupa sesak

napas saat aktivitas dan

batuk non produktif.

Penyakitberlanjut

berkembang lanjut dan

terdapat ronki basah di basal

kedua paru dan pada

keadaan lanjut terdapat jari

tabuh.

Simple CWP :

Asimptomatis, progresifitas

pelan, faal paru masih normal,

diagnosis dari opasitas

radiologis.

Complicated CWP :

Sudah terdapat sesak napas saat

aktivitas dan dapat berlanjut

menjadi insufisensi paru, kor

pulmonal kronik, hipertensi

Page 9: Pbl Blok 28 Gangguan Pneumokoniosis Akibat Debu Pada Tambang

silikosis fibrosis masif

progresif.

pulmonal atau payah jantung

kanan.

Sindrom Caplan :

Terdapat pada pekerja tambang

batu bara disertai rematoid

artritis dengan nodul paru besar,

bulat di daerah tepi paru.

Patofisiologi

Dengan menghirup napas, udara yang mengandung debu masuk kedalam paru-

paru. Apa yang terjadi dengan debu itu, sangat tergantung dari pada besarnya ukuran

debu. Debu-debu berukuran diantara 5-10 mikron akan ditahan oleh jalan pernafasan

bagian atas, sedangkan yang berukuran 3-5 mikron ditahan oleh bagian tengah jalan

pernapasan. Partkel-pertikel yang besarnya diantara 1 dan 3 mikron berukuran 0,1-1

mikron tidak begitugampang hinggap dipermukaan alveoli, oleh karena debu-debu

ukuran demikian tidak mengendap. Debu-debu yang partikel-partikelnya berukuran

kurang dari 0,1 mikron bermassa terlalu kecil, sehingga tidak hinggap di permukaan

alveoli atau selaput lendir, oleh karena gerakan Brown, yang menyebabkan debu

demikian bergerak ke luar masuk alveoli.5,8

Beberapa mekanisme dapat dikemukakan sebagai sebab hingga dan tertimbunnya

debu dalam paru-paru. Salah satu mekanisme itu adalah inertia atau kelembanan dari

partikel-partikel debu yang bergerak, yaitu pada waktu udara membelok ketika melalui

jalan pernafasan yang tidak lurus, maka partikel-partikel debu yang bermassa ukup besar

tidak dapat membelok mengikuti aliran udara, melainkan terus lurus dan akhirnya

menumbuk selaput lendir dan akhirnya hinggap disana. Mekanisme lain adalah

sedimentasi, yang terutama benar untuk bronchi sangatkecil dan bronchioli, sebab di

tempat itu kecepatan udara pernfasan sangat kurang kira-kira 1 cm/detik sehingga daya

tarik bumi dapatbekerja terhadap partikel-partikel debu yang mengendapkannya.

Mekanisme ini ialah gerakan Brown, terutama untuk partikel-partikel yang berukuran

Page 10: Pbl Blok 28 Gangguan Pneumokoniosis Akibat Debu Pada Tambang

sekitar atau kurang dari 0,1 mikron. Partikel-partikel yang kecil ini oleh gerakan brown

tadi ada kemungkinan membentur permukaan alveoli dan tertimbun disana.

Nasib partikel-partikel debu ini tergantung dari tempatnya berada dalam paru-

paru dan sifat-sifat debu itu sendiri. Debu-debu yang mengendap dipermukaan bronchi

dan bronchioli akan dikembalikan keatas dan akhirnya keluar oleh cilia-cilia yang

bergetar, dengan kecepatan 3 cm/jam dijalan pernafasan sebelah atas dan 1 cm/jam di

dalam bronchus tertius dan bronchioli. Selain itu, juga batuk merupakan satu mekanisme

untuk mengeluarkan debu-debu tersebut. Debu-debu dialveoli mengalami beberapa

kemungkinan.

Salah satu kemungkinan menyusui permukaan alveoli dan setelah berada dekat

batas bronchioli tertangkap oleh cilia, yang lalu dikembalikan kejalan pernafasan tengah

dan atas, lalu keluar. Kalau bahan-bahan kimia penyusun debu mudah larut dalam air,

maka bahan-bahan itu akan larut dan langsung masuk pembuluh-pembuluh darah kapiler

alveoli. Apabila bahan-bahan tersebut tidak mudah larut, tetapi ukurannya kecil, maka

partikel-partikel itu dapat memasuki dinding alveoli, lalu kesalauran limfe atau keruang

peribronchial. Satu kemungkinan lain ialah ditelan oleh phagocyt, yang biasanya histiocyt

atau inti atau sel-sel mesenchym yang tidak berdifferrensiasi. Sel-sel phagocyt ini

mungkin msuk ke dalam saluran limfa, atau melalui dinding alveoli ke ruang

peribronchial, atau ke luar dari tempat itu ke bronchioli, lalu oleh rambut-rambut getar

dikembalikan ke atas.

Page 11: Pbl Blok 28 Gangguan Pneumokoniosis Akibat Debu Pada Tambang

Foto : Patofisiologi silikosis.

Diagnosis Penyakit Akibat Kerja

Untuk dapat mendiagnosis Penyakit Akibat Kerja pada individu perlu dilakukan suatu

pendekatan sistematis untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dan menginterpretasinya

secara tepat.

Pendekatan tersebut dapat disusun menjadi 7 langkah yang dapat digunakan sebagai

pedoman:4

1. Tentukan Diagnosis klinisnya

Page 12: Pbl Blok 28 Gangguan Pneumokoniosis Akibat Debu Pada Tambang

Diagnosis klinis harus dapat ditegakkan terlebih dahulu, dengan memanfaatkan fasilitas-

fasilitas penunjang yang ada, seperti umumnya dilakukan untuk mendiagnosis suatu

penyakit. Setelah diagnosis klinik ditegakkan baru dapat dipikirkan lebih lanjut apakah

penyakit tersebut berhubungan dengan pekerjaan atau tidak.

2. Tentukan pekerjaan yang dialami oleh tenaga kerja selama ini

Pengetahuan mengenai pekerjaan yang dialami oleh seorang tenaga kerja adalah esensial

untuk dapat menghubungkan suatu penyakit dengan pekerjaannya. Untuk ini perlu dilakukan

anamnesis mengenai riwayat pekerjaannya secara cermat dan teliti, yang mencakup:

a) Penjelasan mengenai semua pekerjaan yang telah dilakukan oleh penderita secara

khronologis

b) Lamanya melakukan masing-masing pekerjaan

c) Bahan yang diproduksi

d)  Materi (bahan baku) yang digunakan

e)  Jumlah pekerjaanya

f)  Pemakaian alat perlindungan diri (masker)

g) Pola waktu terjadinya gejala

h) Informasi mengenai tenaga kerja lain (apakah ada yang mengalami gejala serupa)

i) Informasi tertulis yang ada mengenai bahan-bahan yang digunakan (MSDS, label, dan

sebagainya)

3. Tentukan apakah pekerjaan tersebut memang dapat menyebabkan penyakit akibat kerja.

Apakah terdapat bukti-bukti ilmiah dalam kepustakaan yang mendukung pendapat bahwa

pekerjaan yang dialami menyebabkan penyakit yang diderita. Jika dalam kepustakaan tidak

ditemukan adanya dasar ilmiah yang menyatakan hal tersebut di atas, maka tidak dapat

ditegakkan diagnosa penyakit akibat kerja. Jika dalam kepustakaan ada yang mendukung.

Perlu dipelajari lebih lanjut secara khusus mengenai pekerjaan sehingga dapat menentukan

penyakit yang diderita (konsentrasi, jumlah, lama, dan sebagainya).

4. Tentukan apakah jumlah pekerjaan yang dialami cukup besar untuk dapat mengakibatkan

penyakit tersebut.

Jika penyakit yang diderita hanya dapat terjadi pada keadaan pekerjaan tertentu, maka

pekerjaan yang dialami pasien di tempat kerja menjadi penting untuk diteliti lebih lanjut dan

Page 13: Pbl Blok 28 Gangguan Pneumokoniosis Akibat Debu Pada Tambang

membandingkannya dengan kepustakaan yang ada untuk dapat menentukan diagnosis

penyakit akibat kerja.

5. Tentukan apakah ada faktor-faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi

Apakah ada keterangan dari riwayat penyakit maupun riwayat pekerjaannya, yang dapat

mengubah keadaan pekerjaannya, misalnya penggunaan APD, riwayat adanya pekerjaan

serupa sebelumnya sehingga risikonya meningkat. Apakah pasien mempunyai riwayat

kesehatan (riwayat keluarga) yang mengakibatkan penderita lebih rentan/lebih sensitif

terhadap pekerjaan yang dialami.

6. Cari adanya kemungkinan lain yang dapat merupakan penyebab penyakit

Apakah ada faktor lain yang dapat merupakan penyebab penyakit? Apakah penderita

mengalami pekerjaan lain yang diketahui dapat merupakan penyebab penyakit. Meskipun

demikian, adanya penyebab lain tidak selalu dapat digunakan untuk menyingkirkan penyebab

di tempat kerja.

7. Buat keputusan apakah penyakit tersebut disebabkan oleh pekerjaannya

Sesudah menerapkan ke enam langkah di atas perlu dibuat suatu keputusan berdasarkan

informasi yang telah didapat yang memiliki dasar ilmiah. Seperti telah disebutkan

sebelumnya, tidak selalu pekerjaan merupakan penyebab langsung suatu penyakit, kadang-

kadang pekerjaan hanya memperberat suatu kondisi yang telah ada sebelumnya. Hal ini perlu

dibedakan pada waktu menegakkan diagnosis. Suatu pekerjaan dinyatakan sebagai penyebab

suatu penyakit apabila tanpa melakukan pekerjaan atau tanpa adanya pajanan tertentu, pasien

tidak akan menderita penyakit tersebut pada saat ini.

Sedangkan pekerjaan dinyatakan memperberat suatu keadaan apabila penyakit telah ada atau

timbul pada waktu yang sama tanpa tergantung pekerjaannya, tetapi pekerjaannya

mempercepat timbulnya penyakit.

Dari uraian di atas dapat dimengerti bahwa untuk menegakkan diagnosis Penyakit Akibat

Kerja diperlukan pengetahuan yang spesifik, tersedianya berbagai informasi yang didapat baik

dari pemeriksaan klinis pasien, pemeriksaan lingkungan di tempat kerja (bila memungkinkan)

dan data epidemiologis.4

Page 14: Pbl Blok 28 Gangguan Pneumokoniosis Akibat Debu Pada Tambang

Penatalaksanaan

1) Promotif

- Pada promotif dapat dilakukan penyuluhan kepada tenaga kerja seperti penggunaan Alat

Pelindung Diri (APD) saat bekerja, penyuluhan mengenai kesehatan para tenaga kerja

berdasarkan pekerjaan yang dilakukannya, makanan yang nilai gizinya sesuai dengan

jenis pekerjaan, gerak badan untuk kesehatan (olahraga), pertolongan pertama pada

kecelakaan, perilaku K3 yang baik dan lain-lain. Kepada pekerja perlu diberi penyuluhan

mengenai kebersihan perorang.9

2) Preventif

- Ventilasi, baik lokal, maupun umum. Ventilasi umum antara lain dengan mengalirkan

udara ke ruang kerja melalui pintu dan jendela, tapi cara ini biasanya mahal harganya.

Cara ventilasi lokal, yang disebut pompa keluar setempat, biasanya biayanya tidak

seberapa sedangkan manfaatnya besar dalam melindungi para pekerja.

- Dapat dicegah dengan memastikan kadar selalu di bawah ambang batas. Itu sebab, dust

sampling (uji debu) perlu dilakukan berkala untuk memantau kadar silika pada suatu area

kerja. Jika ditemukan kadar diatas ambang batas, tindakan perbaikan mesti dilakukan.

- Tindakan pencegahan paling umum adalah dengan membasahi permukaan tanah dan

bijih. Mesin-mesin yang berpotensi menimbulkan debu (mis: belt conveyor) juga mesti

diberi pelindung agar debu tidak tersebar. Sedang di tambang bawah tanah, ventilasi yang

cukup merupakan prasyarat penting untuk mengurangi kadar debu.

- Agar perlindungan menjadi maksimal, pekerja mesti dibekali dengan respirator (masker

anti debu). Respirator dilengkapi dengan filter hingga mampu mencegah partikel debu

terhirup ke dalam paru-paru.9

- Pre-worker check-up

Semua penambang harus menjalani pemeriksaan medis sebelum bekerja dan berkala

dengan mengutamakan upaya untuk mendeteksi pre-existing lung disease dan

perkembangan pneumoconiosis.

- Penerangan sebelum bekerja

Suatu penjelasan agar pekerja mengetahui dan mentaati peraturan dan undang-

undang yang berlaku serta tahu adanya bahaya kesehatan di lingkungan kerja,

sehingga d apat bekerja lebih berhati-hati.

Page 15: Pbl Blok 28 Gangguan Pneumokoniosis Akibat Debu Pada Tambang

- Pembatasan waktu selama pekerja terpajan terhadap zat tertentu yang berbahaya

dapat menurunkan risiko terkenanya bahaya kesehatan di lingkungan kerja.

- Kebersihan perorangan dan pakaiannya, merupakan hal yang penting, terutama

untuk para pekerja yang dalam pekerjaannya berhubungan dengan bahan kimia

serta partikel lain.

- Pemeriksaan kesehatan berkala

Pemeriksaan ini bertujuan untuk menemukan dan mencegah penyakit jabatan

dalam tingkatan sedini-dininya.

Prioritas diberikan kepada pekerja yang :

bekerja di lingkungan berbahaya

dipindahkan dari suatu pekerjaan ke pekerjaan lain,

menderita penyakit menahun,

perlu diperiksa atas permintaan dokter keluarganya, atau

keinginannya sendiri,

bekerja lagi setelah penyakitnya sembuh,

akan berhenti bekerja.

3) Kuratif

Tidak ada pengobatan khusus. Untuk mencegah semakin memburuknya penyakit, sangat

penting untuk menghilangkan sumber pemaparan. Terapi suportif terdiri dari obat

penekan batuk, bronkodilator dan oksigen. Jika terjadi infeksi, bisa diberikan antibiotik.

Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah:9

Membatasi pemaparan terhadap agent

berhenti merokok

menjalani tes kulit untuk TBC secara rutin.

Penderita silikosis memiliki resiko tinggi menderita Tuberkulosis (TBC),

sehingga dianjurkan untuk menjalani tes kulit secara rutin setiap tahun.

Silika diduga mempengaruhi sistem kekebalan tubuh terhadap bakteri

penyebab TBC. Jika hasilnya positif, diberikan obat anti TBC.11

4) Rehabilitatif

Page 16: Pbl Blok 28 Gangguan Pneumokoniosis Akibat Debu Pada Tambang

Pengobatan definitif terhadap silikosis, asbestosis, dan pneumoconiosis e.c batu bara

tidak ada. Bila terdapat infeksi sekunder berikan terapi yang sesuai. Infeksi pyogenik

berikan antibiotik yang sesuai secara empirik, infeksi jamur paru berikan obat anti jamur,

dan terhadap tuberculosis paru berikan obat anti tuberkulosis dosis dan lamanya

disesuaikan dengan kategorinya.

Disability limitation (membatasi kemungkinan cacat)

Memeriksa dan mengobati tenaga kerja secara komprehensif, mengobati tenaga

kerja secara sempurna, pendidikan kesehatan. Pindah ke bagian yang tidak

terpapar. Lakukan cara kerja yang sesuai dengan kemampuan fisik.

Rehabilitasi (pemulihan kesehatan)

Rehabilitasi dan mempekerjakan kembali para pekerja yang menderita cacat.

Sedapat mungkin perusahaan mencoba menempatkan karyawan-karyawan cacat

di jabatan-jabatan yang sesuai.8-9

KESIMPULAN

Laki-laki pekerja tambang sudah bekerja 10 tahun dengan keluhan batuk, keringat malam,

demam dan berat badan turun dicurigai menderita pneumokoniasis akibat kerja, untuk itu

diperlukan anamnesis serta pemeriksaan yang cukup untuk dapat mengetahui etiologi dan jenis

dari pneumokoniasis yang diderita pasien apakah termasuk dalam silikosis, asbestosis atau

Pneumokoniosis e.c batu bara.

Page 17: Pbl Blok 28 Gangguan Pneumokoniosis Akibat Debu Pada Tambang

Daftar Pustaka

1. Jeyaratnam J, Koh D.Buku ajar praktikum kedokteran kerja.EGC.2010;h 70-87

2. Gleadle J. At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga;

2007.

3. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Marcellus SK, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit

dalam. Jilid2 . Edisi IV. Jakarta: Pusat penerbitan departemen ilmu penyakit dalam

fakultas kedokteran universitas indonesia. Mei 2007;h 1025-6

4. Suma’mur,PK. Higiene perusahaan dan kesehatan kerja. Sagung Seto. 2009;h 245-59

5. Levy B.S, Wegman D.H. Respiratory disorder. In: Occupational Health. 2000. Lippincott

williams & wilkins publivations. 478-498

6. Macam-macam Penyakit Debu. Diunduh dari:

http://korhejdalle.wordpress.com/2010/04/14/macam-macam-penyakit-akibat-

debupartikulat/; 3 November 2010.

7. Kumar V, Cotran R.S, Robbins S.L. Pneumokoniosis. Dalam: Buku ajar patologi robbins

edisi ke-7 volume 1. 2007. Penerbit buku kedokteran (EGC). 301-307

8. John R. Iktisar kesehatan dan keselamatan kerja. Edisi 3.Jakarta : Penerbit Erlangga. 20

juli 2006;h 253-6

9. CN. Chan. SY. Chan. Silicosis a preventable occupational disease. Journal Hong Kong

Med Assoc Vol.46.No 1 , March 2006. Diunduh dari

http://www.google.co.id/search?hl=id&client=firefox-a&hs=cTC&rls=org.mozilla

%3Aen-US

%3Aofficial&q=silicosis+a+preventable+occupational+disease+CN+chan+and+SY+Cha

n&aq=f&aqi=&aql=&oq=&gs_rfai, pada 4 November 2010.