pbl b3 s2 mpt 2015

72
Reaksi Alergi (B3) Meyndri Syifa Vitria R. (K) (1102014155) Nabila Nurramdani Ohoirat (S) (1102014182) Mohammad Tareqh(1102014160) Olivia Tanjung (1102014204) Rafa” Assidiq (1102014218) Rezkina Azizah Putri (1102014225) Sera Fadilah Gustami(1102014243) Tri Amira Sowakil (1102014266) Wiwin Rianas (1102014284)

Upload: mohammad-tareqh

Post on 15-Jan-2016

235 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

PBL

TRANSCRIPT

Page 1: PBL B3 S2 MPT 2015

Reaksi Alergi (B3)

Meyndri Syifa Vitria R. (K) (1102014155)Nabila Nurramdani Ohoirat (S)

(1102014182)Mohammad Tareqh (1102014160)

Olivia Tanjung (1102014204)Rafa” Assidiq (1102014218)

Rezkina Azizah Putri (1102014225)Sera Fadilah Gustami (1102014243)Tri Amira Sowakil (1102014266)Wiwin Rianas (1102014284)

Page 2: PBL B3 S2 MPT 2015

Seorang perempuan berusia 20 tahun, datang ke

dokter dengan keluhan gatal-gatal serta bentol-bentol merah yang hampir merata di seluruh tubuh, timbul bengkak pada kelopak mata dan bibir sesudah minum obat penurun panas (Parasetamol). Pada pemeriksaan fisik didapatkan angioedema di mata dan bibir serta urtikaria di seluruh tubuh. Dokter menjelaskan keadaan ini diakibatkan oleh reaksi alergi (hipersensitivitas tipe cepat), sehingga ia mendapatkan obat anti histamine dan kortikosteroid. Dokter memberikan saran agar selalu berhati-hati dalam meminum obat serta berkonsultasi dulu dengan dokter.

Skenario

Page 3: PBL B3 S2 MPT 2015

Alergi : Keadaan hipersensitif yang didapat melalui pajanan

terhadap alergen tertentu, dan pajanan ulang menimbulkan manifestasi akibat kemampuan bereaksi yang berlebihan.

Angioedema : Reaksi vaskular pada dermis bagian dalam atau jaringan subkutan atau submukosa, edema setempat disebabkan oleh dilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler dan ditandai oleh timbulnya lesi kurtika yang besar.

Antihistamin : Agen yang melawan kerja histamine, biasanya digunakan untuk menyebut agen yang menyekat reseptor H1 dan digunakan untuk mengobati reaksi alergi dan sebagai komponen obat batuk dan influenza

Hipersensitivitas : Peningkatan sensitivitas terhadap antigen yang pernah dipajankan atau dikenal sebelumnya.

Kortikosteroid : Hormon steroid yang dihasilkan kelenjar adrenal. Urtikaria : Erupsi atau perebakan ruang kemerahan pada kulit

yang biasanya disertai dengan rasa gatal.

Kata Sulit

Page 4: PBL B3 S2 MPT 2015

1. Mengapa keluhan gatal-gatal terjadi di seluruh tubuh?2. Mengapa pada pasien didapatkan angioedema pada

mata dan bibir?3. Mengapa pada reaksi hipersensitivitas tipe cepat

diberikan anti histamine dan kortikosteroid?4. Mengapa parasetamol menyebabkan alergi?5. Apa saja macam-macam reaksi alergi?6. Apa yang menyebabkan hipersensitivitas tipe cepat

dapat terjadi?7. Apa saja jenis-jenis hipersensitivitas?8. Bagaimana cara memilih obat yang terbaik dalam

pandangan Islam?

Pertanyaan

Page 5: PBL B3 S2 MPT 2015

1. Karena terjadinya Vasodilatasi dari Intraseluler ke Ekstraseluler dan

permeabilitas naik, lalu mediator seperti histamine menimbulkan bentol dan gatal.

2. Karena terjadinya Vasodilatasi dari Intraseluler ke Ekstraseluler dan permeabilitas naik, lalu mediator seperti histamine menimbulkan bentol dan gatal.

3. Karena Anti histamine berguna untuk mengurangi rasa gatal, dan Kortikosteroid berguna sebagai anti inflamasi.

4. Karena parasetamol mengandung acetaminophen yang terdapat cincin nitrogen, dan terkadang tubuh menganggapnya sebagai Alergen.

5. Macam-macam reaksi alergi : Reaksi Alergi Lokal Reaksi Alergi Sistemik-anafilaksis Reaksi Alergi Pseudoalergi / anafilaktoid

Jawaban

Page 6: PBL B3 S2 MPT 2015

6. Karena adanya shock, infeksi, dan alergi (makanan, obat, dsb)7. Menurut waktu timbulnya reaksi :

Cepat : Terjadi dalam hitungan detik, dan menghilang dalam 2 jam. Intermediet : Terjadi setelah beberapa jam, dan menghilang setelah 24 jam. Lambat : Terlihat sampai 48 jam setelah pajanan dengan antigen.

Menurut Gell dan Coombs (berdasarkan tipe mekanisme imunologi) : Hipersensitivitas Tipe I : Reaksi cepat / anafilaksis, diperantarai oleh IgE. Hipersensitivitas Tipe II : Reaksi sitotoksik, diperantarai oleh IgG atau IgM. Hipersensitivitas Tipe III : Reaksi kompleks imun. Hipersensitivitas Tipe IV : Diperantarai oleh sel.

8. Dilihat berdasarkan efek samping yang lebih sedikit Menurut Al-Ghazali : Dilihat dari kemaslahatan manusia dan syar’I untuk memelihara tujuan syara.

Page 7: PBL B3 S2 MPT 2015

Alergi adalah keadaan hipersensitivitas yang

dapat disebabkan oleh obat, salah satunya adalah Parasetamol. Alergi ini termasuk jenis hipersensitivitas tipe I yang memiliki reaksi cepat, gejalanya berupa angioedema pada mata dan bibir serta urtikaria di seluruh tubuh. Alergi tipe ini dapat diobati dengan diberikan anti histamine dan kortikosteroid. Dan obat tersebut dipilih dengan melihat efek samping yang lebih sedikit dan sesuai dengan pandangan Islam.

Hipotesis

Page 8: PBL B3 S2 MPT 2015

1.1 M.M. Definisi1.2 M.M. Etiologi1.3 M.M. Klasifikasi

SasBel 1: M.M. Reaksi Hipersensitivitas

Page 9: PBL B3 S2 MPT 2015

Hipersensitivitas adalah peningkatan reaktivitas atau sensitifitas

terhadap antigen yang pernah dipajankan atau dikenal sebelumnya. (Baratawidjaya, 2014)

Keadaan perubahan reaktivitas saat tubuh bereaksi terhadap respon imun yang berlebihan atau tidak tepat terhadap sesuatu yang dianggap benda asing. Hasil reaksi ini dapat berupa suatu lesi yang berbentuk ringan sebagai inflamasi lokal sampai syok menyeluruh. (Dorland, 2010)

Suatu keadaan dengan respons sistem imun yang menyebabkan reaksi berlebihan atau tidak sesuai yang membahayakan hospesnya sendiri. Pada orang tertentu, reaksi-reaksi tersebut secara khas terjadi setelah kontak kedua dengan antigen spesifik (alergen). Kontak pertama adalah kejadian pendahulu yang diperlukan yang dapat menginduksi sensitasi terhadap antigen spesifik tertentu. (Jawetz et al. , 2013)

1.1 Definisi Reaksi Hipersensitivitas

Page 10: PBL B3 S2 MPT 2015

Perbedaan keadaan fisik setiap bahan, misalnya

berat molekul tiap bahan berbeda. Apabila berat molekulnya besar maka daya sensitivitasnya juga lebih besar.

Kekerapan pajanan Daya tahan tubuh seseorang, contohnya individu

penderita imunodefisiensi atau tidak. Adanya reaksi silang antar bahan berpengaruh

terhadap timbulnya energy Faktor Internal Faktor Eksternal

1.2 Etiologi Reaksi Hipersensitivitas

Page 11: PBL B3 S2 MPT 2015

Waktu timbulnya reaksi

Reaksi Cepat Reaksi Intermediet Reaksi Lambat

Gell & Combs Hipersensitivitas tipe I Hipersensitivitas tipe II Hipersensitivitas tipe III Hipersensitivitas tipe IV

1.3 Klasifikasi Reaksi Hipersensitivitas

Page 12: PBL B3 S2 MPT 2015
Page 13: PBL B3 S2 MPT 2015

Tipe/mekanisme Gejala Contoh

I / IgE Anafilaksis, urtikaria, angioedema, mengi, hipotensi, nausea, muntah, sakit abdomen, diare

Penisilin dan β-laktam lainnya, enzim, antiserum, protamin, heparin antibodi monoklonal, ekstrak alergen, insulin

II / sitotoksik (IgG dan IgM)

Agranulositosis Anemia hemolitik  Trombositopenia

Metamizol, fenotiazin Penisilin, sefalosporin, β-laktam, kinidin, metildopa Karbamazepin, fenotiazin, tiourasil, sulfonamid, antikonvulsan, kinin, kinidin, parasetol, sulfonamid, propil, tiourasil, preparat emas

III / kompleks imun (IgG dan IgM)

Panas, urtikaria, atralgia, limfadenopati Serum sickness

β-laktam, sulfonamid, fenotiazin, streptomisin serum xenogenik, penisilin, globulin anti-timosit

IV / hipersensitivitas selular

Eksim (juga sistemik) eritema, lepuh, pruritus Fotoalergi Fixed drug eruption Lesi makulopapular

Penisilin, anestetik lokal, antihistamin topikal, neomisin, pengawet, eksipien (lanolin, paraben), desinfekstan Salislanilid (halogeneted), asam nalidilik Barbiturat, kininPenisilin, emas, barbiturat, β-blocker

V / reaksi granuloma Granuloma Ekstrak alergen, kolagen larut

VI / hipersensitivitas stimulasi

(LE yang diinduksi obat?)Resistensi insulin

Hidralazin, prokainamidAntibodi terhadap insulin (IgG)

Page 14: PBL B3 S2 MPT 2015

2.1 Definisi2.2 Manifestasi2.3 Mekanisme

SasBel 2: M.M. Hipersensitivitas I

Page 15: PBL B3 S2 MPT 2015

Reaksi tipe I disebut juga reaksi cepat, atau

reaksi alergi, yang timbul kurang dari 1 jam sesudah tubuh terpajan oleh alergen yang sama untuk kedua kalinya. Pada reaksi tipe ini, yang berperan adalah antibodi IgE, sel mast ataupun basofil, dan sifat genetik seseorang yang cendrung terkena alergi (atopi). (Baratawidjaya, 2014)

2.1 Definisi Hipersensitivitas I

Page 16: PBL B3 S2 MPT 2015

Reaksi lokal Reaksi sistemik – anafilaksis Reaksi pseudoalergi atau anafilaktoid

2.2 Manifestasi Hipersensitivitas I

Page 17: PBL B3 S2 MPT 2015

Fase sensitasi: membentuk IgE - diikat silang oleh

reseptor spesifik pada permukaan sel mast/basofil. Fase aktivasi: antara pajanan ulang dengan antigen

yang spesifik dan sel mast/basofil melepas isinya yang berisikan granul yang menimbulkan reaksi.

Fase efektor yaitu waktu yang terjadi respon yang kompleks (anafilaksisi)

Ikatan antigen-IgE sel mast dan basofil mengalami degranulasi melepas mediator histamin.

2.3 Mekanisme Hipersensitivitas I

Page 18: PBL B3 S2 MPT 2015
Page 19: PBL B3 S2 MPT 2015

Antigen masuk

tubuh

ditangkap oleh sel fagosit (sel

dendritik)

dipresentasikan ke sel Th2, sel

Th2 melepaskan sitokin IL-4,IL-5

Merangsang sel B untuk

membentuk antibodi (IgE)

IgE akan diikatoleh sel

melalui reseptor yang berada dibawah sel

Terpajan Ulang

Sel Mast mengeluarkan

mediator vasoaktif

Page 20: PBL B3 S2 MPT 2015

3.1 Definisi3.2 Manifestasi3.3 Mekanisme

SasBel 3: M.M. Hipersensitivitas II

Page 21: PBL B3 S2 MPT 2015

Reaksi hipersensitifitas tipe II disebut juga

dengan reaksi sitotoksik, atau sitolisis.Reaksi ini melibatkan antibodi IgG dan IgM yang bekerja pada antigen yang terdapat di permukaan sel atau jaringan tertentu. (Baratawidjaya, 2014)

3.1 Definisi Hipersensitivitas II

Page 22: PBL B3 S2 MPT 2015

Reaksi transfusi Eritroblastosis fetalis Anemia hemolitik autoimun, agranulositosis,

atau trombositopenia Reaksi obat Pemfigus vulgaris

3.2 Manifestasi Hipersensitivitas II

Page 23: PBL B3 S2 MPT 2015

Proses sitolisis oleh:

sel efektor komplemen sel efektor & komplemen

Waktu: 5 – 8 jam Penyakit yg ditimbulkan:

Reaksi transfusi Rhesus Incompatibility Mycoplasma pneumoniae related cold agglutinins Tiroiditis Hashimoto Sindroma Goodpasture’s Delayed transplant graft rejection

3.3 Mekanisme Hipersensitivitas II

Page 24: PBL B3 S2 MPT 2015
Page 25: PBL B3 S2 MPT 2015

4.1 Definisi4.2 Manifestasi4.3 Mekanisme

SasBel 4: M.M. Hipersensitivitas III

Page 26: PBL B3 S2 MPT 2015

Reaksi tipe III disebut juga reaksi kompleks imun

adalah reaksi yang terjadi bila kompleks antigen-antibodi ditemukan dalam jaringan atau sirkulasi/ dinding pembuluh darah dan mengaktifkan komplemen.Antibodi yang bisa digunakan sejenis IgM atau IgG sedangkan komplemen yang diaktifkan kemudian melepas faktor kemotatik makrofag.Faktor kemotatik yang ini akan menyebabkan pemasukan leukosit-leukosit PMN yang mulai memfagositosis kompleks-kompleks imun. (Baratawidjaya, 2014)

4.1 Definisi Hipersensitivitas III

Page 27: PBL B3 S2 MPT 2015

urtikaria demam kelainan sendi, atralgia dan efusi sendi limfadenopati gejala-gejala timbul 5-20 hari setelah pemberian

obat

Reaksi Lokal (Fenomena Arthus) Sistemik (Serum Sickness)

4.2 Manifestasi Hipersensitivitas III

Page 28: PBL B3 S2 MPT 2015

Kompleks Imun Mengendap di Dinding

Pembuluh Darah Kompleks Imun Mengendap di Jaringan

4.3 Mekanisme Hipersensitivitas III

Page 29: PBL B3 S2 MPT 2015
Page 30: PBL B3 S2 MPT 2015

5.1 Definisi5.2 Manifestasi5.3 Mekanisme

SasBel 5: Hipersensitivitas IV

Page 31: PBL B3 S2 MPT 2015

Hipersensitivitas berperantara sel merupakan

fungsi limfosit T, bukan fungsiantibodi.Hipersensitivitas ini dapat dipindahkan oleh sel T yang terlibat secara imunologik tetapi tidak oleh serum. Respons ini lambat – artinya, dimulai beberapa jam (atau hari) setelah kontak dengan antigen dan sering berlangsung selama beberapa hari. (Baratawidjaya, 2014)

5.1 Definisi Hipersensitivitas IV

Page 32: PBL B3 S2 MPT 2015

Dermatitis kontak Hipersensitivitas tuberculin Reaksi Jones Mote Penyakit CD8

+

5.2 Manifestasi Hipersensitivitas IV

Page 33: PBL B3 S2 MPT 2015

Fase sensitasi Fase efektor

Aktifnya sistem kemotaksis Menginduksi monosit menempel pada endotel

vaskular Mengaktifkan makrofag yang berperan sebagai APC

Ditemukan pada: Infeksi parasit & bakteri intrasel M. tuberculosis

Granuloma: TB, Lepra, Skistosomiasis, Leismaniasis, Sarkoidasis

5.3 Mekanisme Hipersensitivitas IV

Page 34: PBL B3 S2 MPT 2015

6.1 Farmakodinamik6.2 Farmakokinetik6.3 Efek Samping

SasBel 6: Antihistamin & Kortikosteroid

Page 35: PBL B3 S2 MPT 2015

Antihistamin

Antagonis reseptor H1 (AH1): menghambat efek histamin pada pembuluh darah, bronkus, bermacam otot polos, selain itu AH1 bermanfaat untuk mengobati reaksi hipersensitivitas atau keadaan lain yang disertai penglepasan histamin endogen berlebihan.

Antagonis reseptor H2 (AH2) Simetidin dan Ranitidin: menghambat reseptor H2 secara selektif dan

reversible. Kerjanya menghambat sekresi asam lambung. Simetadin dan ranitidin juga mengganggu volume dan kadar pepsin cairan lambung.

Famotidin: dapat menghambat sekresi asam lambung pada keadaan basal, malam, dan akibat distimulasi oleh pentagastrin.Famotidin 3 kali lebih poten daripada ramitidin dan 20 kali lebih poten daripada simetidin.

Nizatidin: Potensi nizatin dalam menghambat sekresi asam lambung.

6.1 Farmakodinamik

Page 36: PBL B3 S2 MPT 2015

Kortikosteroid

Kortikosteroid mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak.selain itu juga mempengaruhi fungsi sistem kardiovaskular, ginjal, otot lurik, sistem saraf dan organ lain. (Gunawan SG, 2009)

Page 37: PBL B3 S2 MPT 2015

Antihistamin

Antagonis reseptor H1 (AH1): Efek yang ditimbulkan dari antihistamin 15-30 menit setelah pemberian oral dan maksimal setelah 1-2 jam. Lama kerja AH1 umumnya 4-6 jam. Kadar tertinggi terdapat pada paru-paru sedangkan pada limpa, ginjal, otak, otot, dan kulit kadarnya lebih rendah. Tempat utama biotransformasi AH1 ialah hati. AH1 disekresi melalui urin setelah 24 jam, terutama dalam bentuk metabolitnya.

Antagonis reseptor H2 (AH2) Simetidin dan Ranitidin: Absorpsi simetidin diperlambat oleh makan, sehingga

simetidin diberikan bersama atau segera setelah makan dengan maksud untuk memperanjang efek pada periode pascamakan.Ranitidn mengalami metabolisme lintas pertama di hati dalam jumlah cukup besar setelah pemberian oral.Ranitidin dan metabolitnya diekskresi terutama melalui ginjal, sisanya melalui tinja. Masa paruh simetidin adalah 2 jam, sedangkan masa paruh ranitidine adalah 1,75 – 3 jam dan bisa makin lama pada orang tua, pasien gagal ginjal dan pasien yang mempunyai penyakit hati.

Famotidin: Famotidin mencapai kadar puncak di plasma kira kira dalam 2 jam setelah penggunaan secara oral, masa paruh eliminasi 3-8 jam. Metabolit utama adalah famotidin-S-oksida. Pada pasien gagal ginjal berat masa paruh eliminasi dapat melibihi 20 jam.

Nizatidin : Kadar puncak dalam serum setelah pemberian oral dicapai dalam 1 jam, masa paruh plasma sekitar 1,5 jam dan lama kerja sampai dengn 10 jam, disekresi melalui ginjal.

6.2 Farmakokinetik

Page 38: PBL B3 S2 MPT 2015

Kortikosteroid

Perubahan struktur kimia sangat mempengaruhi kecepatan absorpsi, mulai kerja dan lama kerja karena juga mempengaruhi afinitas terhadap reseptor dan ikatan protein.

Kortisol dan analog sintetiknya pada pemberian oral diabsorpsi cukup baik. Untuk mencapai kadar tinggi sebaiknya diberikan secara IV, untuk mendapatkan efek yang lama kortisol dan esternya diberikan secara IM. Perubahan struktur kimia sangat mempengaruhi kecepatan absorpsi, mula kerja dan lama kerja karena juga mempengaruhi afinitas terhadap reseptor, dan ikatan protein.Prednison adalah prodrug yang dengan cepat diubah menjadi prednisolon bentuk aktifnya dalam tubuh.

Glukokortikoid dapat di absorpsi melalui kulit, sakus konjungtiva dan ruang sinovial. Penggunaan jangka panjang atau pada daerah kulit yang luas dapat menyebabkan efek sistematik, antara lain supresi korteks adrenal. (Gunawan SG, 2009)

Page 39: PBL B3 S2 MPT 2015

Antagonis reseptor H1 (AH1): Efek samping yang paling sering

adalah sedasi. Efek samping yang berhubungan dengan AH1 adalah vertigo, tinitus, lelah, penat, inkoordinasi, penglihatan kabur, diplopia, euforia, gelisah, insomnia, tremor, nafsu makan berkurang, mual, muntah, keluhan pada epigastrium, konstipasi atau diare,mulut kering, disuria, palpitasi, hipotensi, sakit kepala, rasa berat, dan lemah pada tangan.

Antagonis reseptor H2 (AH2) Simetidin dan Ranitidin: Efek sampingnya rendah, yaitu

penghambatan terhadap resptor H2, seperti nyeri kepala, pusing, malaise, mialgia, mual, diare, konstipasi, ruam, kulit, pruritus, kehilangan libido dan impoten.

Famotidin: Efek samping ringan dan jarang terjadi, seperti sakit kepala, pusing, konstipasi dan diare, dan tidak menimbulkan efek antiandrogenik.

Nizatidin: Efek samping ringan saluran cerna dapat terjadi, dan tidak memiliki efek antiandrogenik.

6.3 Efek Samping

Page 40: PBL B3 S2 MPT 2015

Kortikosteroid

Efek kortikosteroid kebanyakan berhubungan dengan besarnya dosis, makin besar dosis, makin besar dosis terapi makin besar efek yang didapat. Mekanismenya adalah melalui pengaruh steroid terhadap pembentukan protein yang mengubah respons jaringan terhadap hormon lain. (Gunawan SG, 2009)

Page 41: PBL B3 S2 MPT 2015

1.Saluran cerna 

Hipersekresi asam lambung, mengubah proteksi gaster,ulkus peptikum/perforasi, pankreatitis, ileitis regional,kolitis ulseratif. 

2.Otot 

Hipotrofi, fibrosis, miopati panggul/bahu

3.Susunan saraf pusat 

Perubahan kepribadian (euforia, insomnia, gelisah,mudah tersinggung, psikosis, paranoid, hiperkinesis,kecendrungan bunuh diri), nafsu makan bertambah

4.Tulang 

Osteoporosis,fraktur, kompresi vertebra, skoliosis, frakturtulang panjang. 

5.Kulit 

Hirsutisme, hipotropi, strie atrofise, dermatosisakneiformis, purpura, telangiektasis  

6.Mata 

Glaukoma dan katarak subkapsular posterior

Page 42: PBL B3 S2 MPT 2015

7.Darah 

Kenaikan Hb, eritrosit, leukosit dan limfosit  

8.Pembuluhdarah 

Kenaikan tekanan darah

9.Kelenjaradrenal bagiankortek  

Atrofi, tidak bisa melawan stres 

10.Metabolismeprotein, KH 

Kehilangan protein (efek katabolik), hiperlipidemia,gulameninggi, obesitas,buffao hump, perlemakan hati. 

11.Elektrolit 

Retensi Na/air, kehilangan kalium (astenia, paralisis, tetani, aritmia kor) 

12.Sistem Immunitas 

Menurun, rentan terhadap infeksi, reaktivasi Tb dan herpes simplek, keganasan dapat timbul. 

Page 43: PBL B3 S2 MPT 2015

Kitab al-Mustashfa, Imam al-Ghazali mengemukakan

penjelasan tentang al-maslahah yaitu: “Pada dasarnya al-maslahah adalah suatu gambaran untuk mengambil manfaat atau menghindarkan kemudaratan, tapi bukan itu yang kami maksudkan, sebab meraih manfaat dan menghindarkan kemudaratan terseut bukanlah tujuan kemasalahatan manusia dalam mencapai maksudnya. Yang kami maksud dengan maslahah adalah memelihara tujuan syara.

Ungkapan al-Ghazali ini memberikan isyarat bahwa ada dua bentuk kemaslahatan, yaitu Kemasalahatan menurut manusia, dan Kemaslahatan menurut syari’at.

SasBel 7: Batasan Hukum Islam untuk Menentukan Alternatif yang Terbaik Diantara Pilihan

yang Sulit

Page 44: PBL B3 S2 MPT 2015

Allah melarang minuman keras dan judi  karena mudharat

(bahayanya) lebih besar dari pada manfaatnya,  sebagaimana dikatakan dalam QS : Al-Baqorah :219

ا م? Aه AمCثE إ و? EاسIلنEل Aع Eن?اف م? و? PيرEك?ب PمCثE إ ا م? Eيه Eف Cل Aق Eر EسCي الCم? و? Eر Cم الCخ? Eع?ن أ?لAون?ك? Cي?سا م? EهEع Cن?ف CنEم Aب?رCأ?ك

2:219. “Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”.

Firman Allah ta’ala : االعراف ) : الخبائث عليهم يحرم و الطيبات لهم يحل (157و Dan dia menghalalkan yang baik bagi mereka serta

mengharamankan bagi mereka segala sesuatu yang buruk “ ( al a’raf : 157 )

Page 45: PBL B3 S2 MPT 2015

Anand, Miriam K. http://emedicine.medscape.com/article/136217-overview#showall.

Diakses pada 09 Mei 2015. 19.30 Baratawidjaya KA, Iris Rengganis. (2014). Imunologi Dasar Edisi 11. Jakarta: Badan

Penerbit FKUI Dorland. (2014). Kamus Kedokteran Dorland edisi 28. Jakarta: EGC Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi, Elysabeth. (2009). Farmakologi dan Terapi Edisi V.

Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI Jawetz, Melnick dan Adelberg’s. (2013). Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: Salemba

Medika Kumar, Abbas F.R dan Cotran. (2005). Pathologic basis of disease 7th ed. China: Elsevier

Saunders Purwono, A.

http://www.medicinesia.com/kedokteran-dasar/imunologi/hipersensitivitas-tipe-2-sitotoksik/. Diakses pada tanggal 09 Mei 2015. 09.30

Purwono, A. http://www.medicinesia.com/kedokteran-dasar/imunologi/hipersensitifitas-tipe-iv-delayed-type-hypersensitivity-tipe-iv/. Diakses pada tanggal 09 Mei 2015. 09.35

http://allergycliniconline.com/2012/02/01/imunologi-dasar-reaksi-hipersensitivitas/. Diakses pada tanggal 09 Mei 2015. 09.30

http://www.medicinesia.com/kedokteran-dasar/imunologi/hipersensitivitas-tipe-3-reaksi-kompleks-antigen-antibodi/. Diakses pada tanggal 09 Mei 2015. 09.35

http://quran-terjemah.org/al-a-raf/157.html. Diakses pada tanggal 10 Mei 2015. 08.00

Daftar Pustaka

Page 46: PBL B3 S2 MPT 2015
Page 47: PBL B3 S2 MPT 2015
Page 48: PBL B3 S2 MPT 2015
Page 49: PBL B3 S2 MPT 2015
Page 50: PBL B3 S2 MPT 2015
Page 51: PBL B3 S2 MPT 2015
Page 52: PBL B3 S2 MPT 2015
Page 53: PBL B3 S2 MPT 2015
Page 54: PBL B3 S2 MPT 2015
Page 55: PBL B3 S2 MPT 2015
Page 56: PBL B3 S2 MPT 2015
Page 57: PBL B3 S2 MPT 2015
Page 58: PBL B3 S2 MPT 2015
Page 59: PBL B3 S2 MPT 2015
Page 60: PBL B3 S2 MPT 2015
Page 61: PBL B3 S2 MPT 2015
Page 62: PBL B3 S2 MPT 2015
Page 63: PBL B3 S2 MPT 2015
Page 64: PBL B3 S2 MPT 2015
Page 65: PBL B3 S2 MPT 2015
Page 66: PBL B3 S2 MPT 2015
Page 67: PBL B3 S2 MPT 2015
Page 68: PBL B3 S2 MPT 2015
Page 69: PBL B3 S2 MPT 2015
Page 70: PBL B3 S2 MPT 2015
Page 71: PBL B3 S2 MPT 2015
Page 72: PBL B3 S2 MPT 2015